Lampiran 1. Panduan Kuisioner untuk Internal dan Eksternal Kelembagaan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Lampiran 1. Panduan Kuisioner untuk Internal dan Eksternal Kelembagaan"

Transkripsi

1 84 LAMPIRAN

2 85 Lampiran 1. Panduan Kuisioner untuk Internal dan Eksternal Kelembagaan I. Kebutuhan data dan informasi terkait internal 1. Pengendalian : Organisasi 2. Menejemen : Kebijakan, struktur, perencanaan, pengawasan 3. Sumberdaya Manusia : Kelengkapan staf, peningkatan kapasitas 4. Keuangan : Alokasi dana, sumberdana, kecukupan dana, A. Organisasi Dinas Perikanan/BKSDA ekosistem terumbu karang dalam visi/misi/pengelolaan perikanan B. Kebijakan Kebijakan untuk kegiatan konservasi Kebijakan untuk kegiatan transplantasi Kebijakan untuk pengaturan Kebijakan untuk pengaturan volume pengambilan Karang Hias 1. Sistem komando ; top down 2. Hubungan konsultatif secara top-down 3. Hubungan konsultatif secara bottom-up 4. Terdesentralisasi 1. Tidak ada komponen ekosistem 2. Ekosistem jadi pertimbangan secara tidak langsung 3. Ekosistem sebagai dasar dalam perencanaan dan dimengerti oleh staf 4. Ekosistem sebagai komponen visi dimengerti oleh para pihak kebijakan 2. Ada rencana pembuatan kebijakan 3. Ada kebijakan 4. Ada kebijakan dan sudah diimplementasikan secara reguler kebijakan 2. Ada rencana pembuatan kebijakan 3. Ada kebijakan 4. Ada kebijakan dan sudah diimplementasikan secara reguler kebijakan 2. Ada rencana pembuatan kebijakan 3. Ada kebijakan 4. Ada kebijakan dan sudah diimplementasikan secara reguler kebijakan 2. Ada rencana pembuatan kebijakan 3. Ada kebijakan 4. Ada kebijakan dan sudah

3 86 diimplementasikan secara reguler C. Pengawasan Rutinitas pengawasan rencana pengawasan 2. Sudah ada rencana pengawasan 3. Pengawasan sudah dilakukan 4. Pengawasan rutin dilakukan Koordinasi pengawasan Tindak lanjut pengawasan D. Struktur Kelengkapan posisi untuk kegiatan konservasi Kelengkapan posisi untuk kegiatan transplantasi Kelengkapan posisi untuk pengaturan Kelengkapan posisi untuk penelitian koordinasi 2. Ada rencana koordinasi 3. Ada koordinasi 4. Koordinasi pengawasan berjalan secara reguler tindak lanjut dari pelanggaran yang ditemukan 2. Tindak lanjut pengawasan terbatas pada teguran dan peringatan 3. Tindak lanjut pengawasan terbatas pada sanksi berupa denda 4. Tindak lanjut pengawasan diproses secara hukum 2. Ada struktur tapi belum terisi 3. Ada struktur dan terisi 50% dari 4. ada struktur dan terisi 100% dari 2. Ada struktur tapi belum terisi 3. Ada struktur dan terisi 50% dari 4. ada struktur dan terisi 100% dari 2. Ada struktur tapi belum terisi 3. Ada struktur dan terisi 50% dari 4. ada struktur dan terisi 100% dari 2. Ada struktur tapi belum terisi

4 87 sumberdaya terumbu karang Kelengkapan posisi untuk pengaturan volume penangkapan E. Perencanaan Pertimbangan kondisi ekosistem/biofisik dalam perencanaan F. Kelengkapan Staf Pertimbangan kondisi ekosistem/biofisik dalam evaluasi perencanaan Partisipasi dalam perencanaan Staf yang mempunyai tugas dan wewenang di bidang konservasi Staf yang mempunyai tugas dan wewenang 3. Ada struktur dan terisi 50% dari 4. ada struktur dan terisi 100% dari 2. Ada struktur tapi belum terisi 3. Ada struktur dan terisi 50% dari 4. ada struktur dan terisi 100% dari 5. Belum ada sistem 6. Ada pertimbangan ekosistem pada sebagian perencanaan 7. Ada pertimbangan ekosistem tanpa SOP 8. Ada pertimbangan ekosistem dengan SOP yang jelas sistem 2. Ada pertimbangan ekosistem pada sebagian evaluasi perencanaan 3. Ada pertimbangan ekosistem tanpa SOP 4. Ada pertimbangan ekosistem dengan SOP yang jelas 1. Tidak ada pelibatan staf dan para pihak dalam perencanaan 2. Hanya koordinator dan sebagian staf yang dilibatkan 3. Melibatkan seluruh staf 4. Meli batkan stakeholders dan partners 2. Ada tugas dan wewenang tapi staf belum paham 3. Ada tugas dan wewenang dan staf paham sebagian 4. Ada tugas dan wewenang dan staf paham secara keseluruhan 2. Ada tugas dan wewenang tapi staf

5 88 G. Peningkatan kapasitas di bidang penelitian perikanan dan ekosistem Staf yang mempunyai tugas dan wewenang di bidang pengaturan Staf yang mempunyai tugas dan wewenang di bidang pengaturan volumen pengambilan Staf yang mempunyai tugas dan wewenang di bidang transplantasi Pelatihan staf untuk penetapan dan pengaturan volume Pelatihan staf untuk konservasi Pelatihan staf untuk belum paham 3. Ada tugas dan wewenang dan staf paham sebagian 4. Ada tugas dan wewenang dan staf paham secara keseluruhan 2. Ada tugas dan wewenang tapi staf belum paham 3. Ada tugas dan wewenang dan staf paham sebagian 4. Ada tugas dan wewenang dan staf paham secara keseluruhan 2. Ada tugas dan wewenang tapi staf belum paham 3. Ada tugas dan wewenang dan staf paham sebagian 4. Ada tugas dan wewenang dan staf paham secara keseluruhan 2. Ada tugas dan wewenang tapi staf belum paham 3. Ada tugas dan wewenang dan staf paham sebagian 4. Ada tugas dan wewenang dan staf paham secara keseluruhan 2. Ada pelatihan sekali-kali oleh lembaga 3. Ada pelatihan tanpa terencana 4. Ada pelatihan yang terprogram sesuai 2. Ada pelatihan sekali-kali oleh lembaga 3. Ada pelatihan tanpa terencana 4. Ada pelatihan yang terprogram sesuai

6 89 pengaturan Pelatihan staf untuk monitoring dan riset perikanan dan ekosistem Pelatihan staf untuk transplantasi H. Alokasi dana Alokasi dana untuk kegiatan konservasi Alokasi dana untuk pengaturan Alokasi dana untuk kegiatan penelitian perikanan dan ekosistem Alokasi dana untuk 2. Ada pelatihan sekali-kali oleh lembaga 3. Ada pelatihan tanpa terencana 4. Ada pelatihan yang terprogram sesuai 2. Ada pelatihan sekali-kali oleh lembaga 3. Ada pelatihan tanpa terencana 4. Ada pelatihan yang terprogram sesuai 2. Ada pelatihan sekali-kali oleh lembaga 3. Ada pelatihan tanpa terencana 4. Ada pelatihan yang terprogram sesuai 2. Ada dari anggaran belanja tanpa terencana 3. Ada dari anggaran belanja yang terencana dalam jangka pendek 4. Ada dari anggaran belanja yang terencana dalam jangka panjang 2. Ada dari anggaran belanja tanpa terencana 3. Ada dari anggaran belanja yang terencana dalam jangka pendek 4. Ada dari anggaran belanja yang terencana dalam jangka panjang 2. Ada dari anggaran belanja tanpa terencana 3. Ada dari anggaran belanja yang terencana dalam jangka pendek 4. Ada dari anggaran belanja yang terencana dalam jangka panjang

7 90 kegiatan transplantasi Alokasi dana untuk kegiatan penentuan dan pengaturan volume pengambilan I. Sumberdana Sumberdana untuk kegiatan konservasi Sumberdana untuk kegiatan pengaturan Sumberdana untuk kegiatan penelitian perikanan dan ekosistem Sumberdana untuk kegiatan transplantasi 2. Ada dari anggaran belanja tanpa terencana 3. Ada dari anggaran belanja yang terencana dalam jangka pendek 4. Ada dari anggaran belanja yang terencana dalam jangka panjang 2. Ada dari anggaran belanja tanpa terencana 3. Ada dari anggaran belanja yang terencana dalam jangka pendek 4. Ada dari anggaran belanja yang terencana dalam jangka panjang 1. Seluruhnya berasal dari pemerintah pusat 2. Dana bersumber dari pusat dan sumber 3. Dana dari pusat lebih kecil dibandingkan sumber 4. Dana dari sumber jauh lebih besar dibandingkan dana dari pusat 1. Seluruhnya berasal dari pemerintah pusat 2. Dana bersumber dari pusat dan sumber 3. Dana dari pusat lebih kecil dibandingkan sumber 4. Dana dari sumber jauh lebih besar dibandingkan dana dari pusat 1. Seluruhnya berasal dari pemerintah pusat 2. Dana bersumber dari pusat dan sumber 3. Dana dari pusat lebih kecil dibandingkan sumber 4. Dana dari sumber jauh lebih besar dibandingkan dana dari pusat 1. Seluruhnya berasal dari pemerintah pusat 2. Dana bersumber dari pusat dan sumber

8 91 J. Kecukupan dana Sumberdana untuk kegiatan penetapan dan pengaturan volume pengambilan Kecukupan dana untuk kegiatan konservasi Kecukupan dana untuk pengaturan Kecukupan dana untuk kegiatan penelitian perikanan dan ekosistem Kecukupan dana untuk kegiatan transplantasi 3. Dana dari pusat lebih kecil dibandingkan sumber 4. Dana dari sumber jauh lebih besar dibandingkan dana dari pusat 1. Seluruhnya berasal dari pemerintah pusat 2. Dana bersumber dari pusat dan sumber 3. Dana dari pusat lebih kecil dibandingkan sumber 4. Dana dari sumber jauh lebih besar dibandingkan dana dari pusat 1. Anggaran tidak cukup untuk tujuan dan sasaran 2. Anggaran cukup untuk kegiatan rutin dan proyek jangka pendek 3. Anggaran cukup untuk kegiatan rutin dan proyek jangka menengah 4. Anggaran cukup untuk kegiatan rutin dan proyek jangka panjang 1. Anggaran tidak cukup untuk tujuan dan sasaran 2. Anggaran cukup untuk kegiatan rutin dan proyek jangka pendek 3. Anggaran cukup untuk kegiatan rutin dan proyek jangka menengah 4. Anggaran cukup untuk kegiatan rutin dan proyek jangka panjang 1. Anggaran tidak cukup untuk tujuan dan sasaran 2. Anggaran cukup untuk kegiatan rutin dan proyek jangka pendek 3. Anggaran cukup untuk kegiatan rutin dan proyek jangka menengah 4. Anggaran cukup untuk kegiatan rutin dan proyek jangka panjang 1. Anggaran tidak cukup untuk tujuan dan sasaran 2. Anggaran cukup untuk kegiatan rutin

9 92 Kecukupan dana untuk penentapan pengaturan volume pengambilan dan proyek jangka pendek 3. Anggaran cukup untuk kegiatan rutin dan proyek jangka menengah 4. Anggaran cukup untuk kegiatan rutin dan proyek jangka panjang 1. Anggaran tidak cukup untuk tujuan dan sasaran 2. Anggaran cukup untuk kegiatan rutin dan proyek jangka pendek 3. Anggaran cukup untuk kegiatan rutin dan proyek jangka menengah 4. Anggaran cukup untuk kegiatan rutin dan proyek jangka panjang II. Kebutuhan data dan informasi terkait eksternal 1. Komunikasi dan koordinasi 2. Kebijakan yang terkait dari pusat 3. Pengetahuan masyarakat, penerimaan dan konflik pemanfaatan A. Komunikasi dan Koordinasi B. Kebijakan yang terkait dari pusat BKSDA DKP Kebijakan dari pusat 1. Tanpa komunikasi 2. Ada komunikasi 3. Ada koordinasi 4. Ada kolaborasi program 1. Tanpa komunikasi 2. Ada komunikasi 3. Ada koordinasi 4. Ada kolaborasi program 1. Tidak tahu adanya kebijakan pemanfaatan karang dari pusat 2. Mengetahui sebagian kebijakan pemanfaatan karang dari pusat 3. Menerima kebijakan pemanfaatan karang dari pusat 4. Memahami kebijakan dan diadobsi sebagai bagian kebijakan daerah C. Pengetahuan Pengetahuan 1. Tidak tahu adanya pemanfaatan karang

10 93 masyarakat, penerimaan dan konflik pemanfaatan masyarakat 2. Mengetahui tapi tidak peduli 3. Mengetahui dan tidak setuju 4. Mengetahui dan menerima adanya pemanfaatan karang

11 94 Lampiran 2. Dokumentasi Beberapa Jenis-Jenis Karang Hias Bernilai Ekonomis No Jenis Karakteristik (Veron, 2000) 1 Blastomussa sp Umumnya bentuk pertumbuhannya submasif hingga masif. Terdapat banyak polip (individu) dalam satu koloni dengan koloni bertipe phaceloid. Jarang ada tipe koralit yang subplocoid. Jaringan yang keluar berwarna merah atau hijau merupakan mantel (bukan tentakel) Umumnya hidup di perairan yang terlindung dari ombak besar, sehingga sering ditemukan pada tipe terumbu karang patch reef 2 Porites sp Umumnya bentuk pertumbuhan bercabang, submasif hingga masif. Jenis yang dimanfaatkan untuk perdagangan dominan bercabang. Terdapat banyak polip dalam satu koloni. Permukaan koloni halus dan tidak terlihat tentakel secara kasat mata. Koloni umumnya berwarna krem, kuning, biru atau hijau Dominan di jumpai di area laguna (lagoons) pada perairan yang sedikit berombak 3 Euphyllia sp Umumnya bentuk pertumbuhan submasif, dan terlihat seperti masif saat tentakelnya keluar dan menutupi skeleton (rangka kapur) Satu koloni terdiri dari beberapa polip yang memiliki tipe phaceloid dan tubular. Tentakel selalu keluar dan terlihat dengan warna yang bervariasi dari kuning, hijau, orange, dan bitu keabu-abuan. Dominan di jumpai pada lokasi yang datar reef flat yang dalam.

12 95 No Jenis Karakteristik (Veron, 2000) 4 Caulastrea sp Bentuk pertumbuhan submasif dengan koloni yang berukuran kecil hingga medium Satu koloni terdiri dari beberapa polip yang memiliki koralit yang kompak (tipe phaceloid) dan tentakel tidak terlihat Warna koloni bervariasi warna coklat, kuning kecoklatan dan hijau kecoklatan Dominan hidup pada substrat yang datar (flat). 5 Cynarina sp Tipe karang soliter (1 koloni terdiri dari 1 polip/single polyp) sehingga septa pada koralit sangat jelas terlihat. Ukuran koloni dominan bervariasi dari small hingga medium. Tentakel hanya keluar pada malam hari, pada siang hari jaringan lunak yang menuutupi koloni adalah mantel Dominan hidup pada perairan dalam dan datar di atas subtrat pasir 6 Goniopora sp Bentuk pertumbuhan dominan submasif dan masif. Dalam satu koloni terdapat banyak polip (individu). Tentakel berukuran panjang dan selalu keluar sehingga di alam terkadang seperti hamparan alga jika tidak dilakukan pemeriksaan lebih rinci. Dominan dijumpai pada perairan dengan kecerahan yang bagus.

13 96 No Jenis Karakteristik (Veron, 2000) 7 Heliofungia sp Tipe karang soliter (1 koloni terdiri dari 1 polip/single polyp) sehingga septa pada koralit sangat jelas terlihat. Bentuk koloni bulat cenderung simetris dengan tentakel berukuran panjang dan keluar pada siang dan malam hari Tentakel umumnya berwarna biru gelap atau hijau gelap atau grey dengan warna putih atau pink pada ujung tentakel Selalu ditemukan pada perairan daerah di atas substrat pecahan karang (rubble substrates) 8 Trachyphyllia sp Tipe koloni adalah flabello meandroid dan merupakan soliter (free living). Tentakel hanya keluar pada malam hari sehingga yang terlihat pada siang hari adalah mantel yang berlendir menutupi skeleton. Warna mantel yang terlihat pada siang bervariasi warna kuning, coklat, biru atrau hijau Sangat jarang dijumpai di area terumbu, dominan hidup pada patch reef atau area antar terumbu (inter reef areas). 9 Plerogyra sp Satu koloni terdiri dari beberapa polip. Koloni memiliki tipe flabello meandroid. Tentakel selalu nampak, berbentuk menyerupai bubble warna putih dan kekuningkuninhgan sehingga jenis ini disebut bubble coral Dominan hidup pada lingkungan yang terlindung dan perairan dengan kecerahan yang baik.

Sistematika dan Teknik Identifikasi Karang

Sistematika dan Teknik Identifikasi Karang Sistematika dan Teknik Identifikasi Karang (Oleh: Ofri Johan M.Si.) * Keahlian identifikasi karang hingga ke tingkat spesies masih tergolong langka di Indonesia. Berbeda dengan identifikasi pada ikan karang

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Terumbu Karang

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Terumbu Karang 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Terumbu Karang Terumbu karang (coral reef) merupakan ekosistem laut dangkal yang terbentuk dari endapan-endapan masif terutama kalsium karbonat (CaCO 3 ) yang dihasilkan terutama

Lebih terperinci

Pengenalan Jenis-jenis Kima Di Indonesia. Kima Lubang (Tridacna crosea)

Pengenalan Jenis-jenis Kima Di Indonesia. Kima Lubang (Tridacna crosea) Pengenalan Jenis-jenis Kima Di Indonesia Kima Lubang (Tridacna crosea) Kima ini juga dinamakan kima pembor atau kima lubang karena hidup menancap dalam substrat batu karang. Ukuran cangkang paling kecil

Lebih terperinci

4. HASIL PENELITIAN Kondisi Fisika Kimia Perairan Teluk Lampung

4. HASIL PENELITIAN Kondisi Fisika Kimia Perairan Teluk Lampung 31 4. HASIL PENELITIAN 4.1. Kondisi Perairan Teluk Lampung 4.1.1. Kondisi Fisika Kimia Perairan Teluk Lampung Panjang garis pantai Provinsi Lampung lebih kurang 1.15 km (termasuk beberapa pulau), memiliki

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN DAN PERTUMBUHAN KARANG JENIS Lobophyllia hemprichii YANG DITRANSPLANTASIKAN DI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA

PERKEMBANGAN DAN PERTUMBUHAN KARANG JENIS Lobophyllia hemprichii YANG DITRANSPLANTASIKAN DI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA PERKEMBANGAN DAN PERTUMBUHAN KARANG JENIS Lobophyllia hemprichii YANG DITRANSPLANTASIKAN DI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA Oleh: WIDYARTO MARGONO C64103076 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN

Lebih terperinci

LAJU PERTUMBUHAN KARANG Porites Sp. PADA SUBSTRAT YANG BERBEDA DI PULAU GILI RAJEH KABUPATEN SUMENEP

LAJU PERTUMBUHAN KARANG Porites Sp. PADA SUBSTRAT YANG BERBEDA DI PULAU GILI RAJEH KABUPATEN SUMENEP Prosiding Seminar Nasional Kelautan 216 LAJU PERTUMBUHAN KARANG Porites Sp. PADA SUBSTRAT YANG BERBEDA DI PULAU GILI RAJEH KABUPATEN SUMENEP Moh. Imron Faqih 1, Mahfud Effendy 2, Insafitri 2 1 Mahasiswa

Lebih terperinci

PENGENALAN BENTUK PERTUMBUHAN KARANG DAN STRUKTUR RANGKA KAPUR KARANG

PENGENALAN BENTUK PERTUMBUHAN KARANG DAN STRUKTUR RANGKA KAPUR KARANG PENGENALAN BENTUK PERTUMBUHAN KARANG DAN STRUKTUR RANGKA KAPUR KARANG 1. Pembentukan Terumbu Karang Pembentukan terumbu karang merupakan proses yang lama dan kompleks. Berkaitan dengan pembentukan terumbu,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 85 TAHUN 2015 TENTANG KOMITE NASIONAL PRAKARSA SEGITIGA KARANG UNTUK TERUMBU KARANG, PERIKANAN, DAN KETAHANAN PANGAN (CORAL TRIANGLE INITIATIVE ON CORAL REEFS,

Lebih terperinci

STATUS EKOSISTEM TERUMBU KARANG DI NUSA TENGGARA BARAT

STATUS EKOSISTEM TERUMBU KARANG DI NUSA TENGGARA BARAT STATUS EKOSISTEM TERUMBU KARANG DI NUSA TENGGARA BARAT Sukmaraharja Aulia 1, Shinta Pardede 1, Sebastian Aviandhika 1, Hernawati 1, Hotmariyah 2, Suniri 3, Widajati Tjatur Surjadi 3, Edy Suparto Saha 3,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 85 TAHUN 2015 TENTANG KOMITE NASIONAL PRAKARSA SEGITIGA KARANG UNTUK TERUMBU KARANG, PERIKANAN, DAN KETAHANAN PANGAN (CORAL TRIANGLE INITIATIVE ON CORAL REEFS,

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Morfologi Pada penelitian ini digunakan lima sampel koloni karang yang diambil dari tiga lokasi berbeda di sekitar perairan Kepulauan Seribu yaitu di P. Pramuka

Lebih terperinci

REHABILITASI TERUMBU KARANG TELUK AMBON SEBAGAI UPAYA UNTUK MEREDUKSI EMISI CARBON CO

REHABILITASI TERUMBU KARANG TELUK AMBON SEBAGAI UPAYA UNTUK MEREDUKSI EMISI CARBON CO Mangrove REHABILITASI TERUMBU KARANG TELUK AMBON SEBAGAI UPAYA UNTUK MEREDUKSI EMISI CARBON CO TERUMBU KARANG OLEH DANIEL D. PELASULA Pusat Penelitian Laut Dalam LIPI pelasuladaniel@gmail.com PADANG LAMUN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu makhluk hidup yang ekosistemnya berada di bawah air adalah terumbu karang. Terumbu karang adalah ekosistem bawah laut yang terdiri dari sekelompok binatang

Lebih terperinci

EKOSISTEM LAUT DANGKAL EKOSISTEM LAUT DANGKAL

EKOSISTEM LAUT DANGKAL EKOSISTEM LAUT DANGKAL EKOSISTEM LAUT DANGKAL Oleh : Nurul Dhewani dan Suharsono Lokakarya Muatan Lokal, Seaworld, Jakarta, 30 Juni 2002 EKOSISTEM LAUT DANGKAL Hutan Bakau Padang Lamun Terumbu Karang 1 Hutan Mangrove/Bakau Kata

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi dan Variasi Temporal Parameter Fisika-Kimiawi Perairan Kondisi perairan merupakan faktor utama dalam keberhasilan hidup karang. Perubahan kondisi perairan dapat mempengaruhi

Lebih terperinci

EKONOMI KELEMBAGAAN UNTUK SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN (ESL 327 ) Ko-Manajemen. Kolaborasi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan

EKONOMI KELEMBAGAAN UNTUK SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN (ESL 327 ) Ko-Manajemen. Kolaborasi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan EKONOMI KELEMBAGAAN UNTUK SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN (ESL 327 ) Ko-Manajemen Kolaborasi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan PSALBM VS PSALP, Mana yang Lebih Baik? Keunggulan PSALBM 1. Sesuai aspirasi

Lebih terperinci

METODE SURVEI TERUMBU KARANG INDONESIA Oleh OFRI JOHAN, M.Si. *

METODE SURVEI TERUMBU KARANG INDONESIA Oleh OFRI JOHAN, M.Si. * METODE SURVEI TERUMBU KARANG INDONESIA Oleh OFRI JOHAN, M.Si. * Survei kondisi terumbu karang dapat dilakukan dengan berbagai metode tergantung pada tujuan survei, waktu yang tersedia, tingkat keahlian

Lebih terperinci

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG PENCADANGAN KAWASAN TERUMBU KARANG PASIR PUTIH SEBAGAI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN SITUBONDO BUPATI SITUBONDO, Menimbang

Lebih terperinci

- 2 - Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 2 Juli 2013 MENTERl KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, ttd SHARIF C. SUTARDJO

- 2 - Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 2 Juli 2013 MENTERl KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, ttd SHARIF C. SUTARDJO KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37/KEPMEN-KP/2013 TENTANG PENETAPAN STATUS PERLINDUNGAN IKAN NAPOLEON (Cheilinus undulatus) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN

Lebih terperinci

6 PEMBAHASAN 6.1 Pemilihan Warna yang Tepat pada Leadernet

6 PEMBAHASAN 6.1 Pemilihan Warna yang Tepat pada Leadernet 114 6 PEMBAHASAN 6.1 Pemilihan Warna yang Tepat pada Leadernet Berdasarkan hasil penelitian pada Bab 5, leadernet berwarna kuning lebih efektif daripada leadernet berwarna hijau dalam menggiring ikan.

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. berkembang pada substrat dasar yang kuat (Andi dan Sulaeman, 2007). Rumput laut

1. PENDAHULUAN. berkembang pada substrat dasar yang kuat (Andi dan Sulaeman, 2007). Rumput laut 1 1. PENDAHULUAN Rumput laut atau yang biasa disebut seaweed tidak memiliki akar, batang dan daun sejati. Sargassum talusnya berwarna coklat, berukuran besar, tumbuh dan berkembang pada substrat dasar

Lebih terperinci

JAKARTA (22/5/2015)

JAKARTA (22/5/2015) 2015/05/22 14:36 WIB - Kategori : Artikel Penyuluhan SELAMATKAN TERUMBU KARANG JAKARTA (22/5/2015) www.pusluh.kkp.go.id Istilah terumbu karang sangat sering kita dengar, namun belum banyak yang memahami

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Ciri makroskopis : mula-mula koloni berupa jelaga-jelaga hitam yang halus, hari fungi mulai menutupi permukaan cawan petri.

LAMPIRAN. Ciri makroskopis : mula-mula koloni berupa jelaga-jelaga hitam yang halus, hari fungi mulai menutupi permukaan cawan petri. LAMPIRAN Lampiran 1. Ciri makroskopis dan mikroskopis fungi yang ditemukan pada serasah A. marina yang mengalami proses dekomposisi pada berbagai tingkat salinitas 1. Aspergillus sp.1 Ciri makroskopis

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG LARANGAN PENGAMBILAN KARANG LAUT DI WILAYAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

KAJIAN POTENSI SUMBERDAYA KARANG HIAS DI KABUPATEN BELITUNG TIMUR

KAJIAN POTENSI SUMBERDAYA KARANG HIAS DI KABUPATEN BELITUNG TIMUR KAJIAN POTENSI SUMBERDAYA KARANG HIAS DI KABUPATEN BELITUNG TIMUR Ofri Johan, Agus Priyadi, Nurhidayat, Rendy Ginanjar, Wartono Hadie, Ruspandy BALAI PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN BUDIDAYA IKAN HIAS, KKP

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.38/MEN/2004 TENTANG PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN TERUMBU KARANG MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN,

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.38/MEN/2004 TENTANG PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN TERUMBU KARANG MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN, KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.38/MEN/2004 TENTANG PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN TERUMBU KARANG MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN, Menimbang : a. bahwa sumberdaya terumbu karang dan ekosistemnya

Lebih terperinci

MANAGEMENT OF THE NATURAL RESOURCES OF SMALL ISLAND AROUND MALUKU PROVINCE

MANAGEMENT OF THE NATURAL RESOURCES OF SMALL ISLAND AROUND MALUKU PROVINCE MANAGEMENT OF THE NATURAL RESOURCES OF SMALL ISLAND AROUND MALUKU PROVINCE (Environmental Study of University of Pattimura) Memiliki 1.340 pulau Pulau kecil sebanyak 1.336 pulau Pulau besar (P. Seram,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG LARANGAN PENGAMBILAN KARANG LAUT DI WILAYAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terumbu karang merupakan sumberdaya terbarukan yang memiliki fungsi ekologis, sosial-ekonomis, dan budaya yang sangat penting terutama bagi masyarakat pesisir dan pulau-pulau

Lebih terperinci

Penetapan Konteks Komunikasi dan Konsultasi. Identifikasi Risiko. Analisis Risiko. Evaluasi Risiko. Penanganan Risiko

Penetapan Konteks Komunikasi dan Konsultasi. Identifikasi Risiko. Analisis Risiko. Evaluasi Risiko. Penanganan Risiko - 11 - LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2017 TENTANG MANAJEMEN RISIKO DI LINGKUNGAN BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL A. Proses Manajemen Proses

Lebih terperinci

PROGRAM COREMAP DINILAI TAK EFEKTIF MASYARAKAT NELAYAN TIDAK DILIBATKAN DALAM MENENTUKAN BENTUK PENGELOLAAN KONSERVASI PESISIR.

PROGRAM COREMAP DINILAI TAK EFEKTIF MASYARAKAT NELAYAN TIDAK DILIBATKAN DALAM MENENTUKAN BENTUK PENGELOLAAN KONSERVASI PESISIR. PROGRAM COREMAP DINILAI TAK EFEKTIF MASYARAKAT NELAYAN TIDAK DILIBATKAN DALAM MENENTUKAN BENTUK PENGELOLAAN KONSERVASI PESISIR. (dok/antara) Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) menganggap program

Lebih terperinci

PEMETAAN KONDISI TERUMBU KARANG DI DESA SUMBERKENCONO KABUPATEN BANYUWANGI

PEMETAAN KONDISI TERUMBU KARANG DI DESA SUMBERKENCONO KABUPATEN BANYUWANGI PEMETAAN KONDISI TERUMBU KARANG DI DESA SUMBERKENCONO KABUPATEN BANYUWANGI Muhammad Yunan Fahmi 1, Andik Dwi Muttaqin 1 1 Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Sunan Ampel Surabaya

Lebih terperinci

MODUL TRANSPLANTASI KARANG SECARA SEDERHANA PELATIHAN EKOLOGI TERUMBU KARANG ( COREMAP FASE II KABUPATEN SELAYAR YAYASAN LANRA LINK MAKASSAR)

MODUL TRANSPLANTASI KARANG SECARA SEDERHANA PELATIHAN EKOLOGI TERUMBU KARANG ( COREMAP FASE II KABUPATEN SELAYAR YAYASAN LANRA LINK MAKASSAR) MODUL TRANSPLANTASI KARANG SECARA SEDERHANA PELATIHAN EKOLOGI TERUMBU KARANG ( COREMAP FASE II KABUPATEN SELAYAR YAYASAN LANRA LINK MAKASSAR) Benteng, Selayar 22-24 Agustus 2006 TRANSPLANTASI KARANG Terumbu

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biologi Karang Cara Makan dan Sistem Reproduksi

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biologi Karang Cara Makan dan Sistem Reproduksi 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biologi Karang Suharsono (1996) menyatakan karang termasuk binatang yang mempunyai sengat atau lebih dikenal sebagai cnidaria (Cnida = jelatang) yang dapat menghasilkan kerangka

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem klasifikasi bagi karang lunak Sinularia dura adalah sebagai berikut

2. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem klasifikasi bagi karang lunak Sinularia dura adalah sebagai berikut 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karang Lunak Sinularia dura Sistem klasifikasi bagi karang lunak Sinularia dura adalah sebagai berikut : (Hyman, 1940; Bayer 1956 in Ellis and Sharron, 2005): Filum : Cnidaria Kelas

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian tentang manajemen pembiayaan pendidikan di

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian tentang manajemen pembiayaan pendidikan di BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian tentang manajemen pembiayaan pendidikan di Universitas Syiah Kuala dapat penulis menarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Proses perencanaan dalam

Lebih terperinci

BENTUK PERTUMBUHAN KARANG DAERAH TERTUTUP DAN TERBUKA DI PERAIRAN SEKITAR PULAU PAMEGARAN, TELUK JAKARTA

BENTUK PERTUMBUHAN KARANG DAERAH TERTUTUP DAN TERBUKA DI PERAIRAN SEKITAR PULAU PAMEGARAN, TELUK JAKARTA BAWAL Vol.3 (4) April 2011 : 255-260 ABSTRAK BENTUK PERTUMBUHAN KARANG DAERAH TERTUTUP DAN TERBUKA DI PERAIRAN SEKITAR PULAU PAMEGARAN, TELUK JAKARTA Anthony Sisco Panggabean dan Bram Setiadji Peneliti

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesisir dan laut Indonesia merupakan wilayah dengan potensi keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Sumberdaya pesisir berperan penting dalam mendukung pembangunan

Lebih terperinci

LAMPIRAN : PERATURAN BUPATI KABUPATEN KULON PROGO NOMOR 65 TAHUN 2012 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO PADA PEMERINTAH DAERAH

LAMPIRAN : PERATURAN BUPATI KABUPATEN KULON PROGO NOMOR 65 TAHUN 2012 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO PADA PEMERINTAH DAERAH 16 LAMPIRAN : PERATURAN BUPATI KABUPATEN KULON PROGO NOMOR 65 TAHUN 2012 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO PADA PEMERINTAH DAERAH I. MATRIK TINGKAT DAMPAK DAN KEMUNGKINAN TERJADINYA RISIKO KEMUNGKINAN/

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang mencapai pulau dengan panjang pantai sekitar km 2 dan luas

BAB I PENDAHULUAN. yang mencapai pulau dengan panjang pantai sekitar km 2 dan luas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar dengan jumlah pulaunya yang mencapai 17.508 pulau dengan panjang pantai sekitar 81.000 km 2 dan luas laut mencapai 5,8

Lebih terperinci

OTONOMI DAERAH. Terjadi proses desentralisasi

OTONOMI DAERAH. Terjadi proses desentralisasi OTONOMI DAERAH Otda di Indonesia dimulai tahun 1999 yaitu dengan disyahkannya UU No.22 thn 1999 ttg Pemerintah Daerah yang kemudian disempurnakan dengan UU No.32 thn 2004. Terjadi proses desentralisasi

Lebih terperinci

KLASIFIKASI CNIDARIA. By Luisa Diana Handoyo, M.Si.

KLASIFIKASI CNIDARIA. By Luisa Diana Handoyo, M.Si. KLASIFIKASI CNIDARIA By Luisa Diana Handoyo, M.Si. Tujuan pembelajaran Setelah mengikuti perkuliahan ini mahasiswa diharapkan mampu : Menjelaskan klasifikasi Cnidaria Menjelaskan daur hidup hewan yang

Lebih terperinci

Desentralisasi dan Pengelolaan Sumber Daya Laut

Desentralisasi dan Pengelolaan Sumber Daya Laut Desentralisasi dan Pengelolaan Sumber Daya Laut Suatu pemikiran dikaitkan dengan pembangunan daerah di Kepulauan Spermonde Makassar, 30 Agustus 2006 MATSUI Kazuhisa Institute of Developing Economies, JETRO

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN DAN TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP TRANSPLANTASI KARANG MASIF

PERTUMBUHAN DAN TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP TRANSPLANTASI KARANG MASIF 1 PERTUMBUHAN DAN TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP TRANSPLANTASI KARANG MASIF Favia rotundata (Veron, 2000) DI PERAIRAN PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA RIANDI ERNANDA DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN

Lebih terperinci

1.2.1 Bagaimanakah kehidupan ekosistem terumbu karang pantai Apakah yang menyebabkan kerusakan ekosistem terumbu karang?

1.2.1 Bagaimanakah kehidupan ekosistem terumbu karang pantai Apakah yang menyebabkan kerusakan ekosistem terumbu karang? 2 kerusakan ekosistem terumbu karang pantai Pangandaran terhadap stabilitas lingkungan. 1.2 Rumusan Masalah 1.2.1 Bagaimanakah kehidupan ekosistem terumbu karang pantai Pangandaran? 1.2.2 Apakah yang menyebabkan

Lebih terperinci

BAB IV. A. Upaya yang Dilakukan Pemerintah dan Masyarakat dalam Mencegah dan. Menanggulangi Pencemaran Air Akibat Limbah Industri Rumahan sesuai

BAB IV. A. Upaya yang Dilakukan Pemerintah dan Masyarakat dalam Mencegah dan. Menanggulangi Pencemaran Air Akibat Limbah Industri Rumahan sesuai BAB IV ANALISIS HUKUM TERHADAP PENCEMARAN AIR YANG DIAKIBATKAN OLEH LIMBAH INDUSTRI TAHU A. Upaya yang Dilakukan Pemerintah dan Masyarakat dalam Mencegah dan Menanggulangi Pencemaran Air Akibat Limbah

Lebih terperinci

PENANGANAN TERPADU DALAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DI WILAYAH PESISIR, LAUTAN DAN PULAU

PENANGANAN TERPADU DALAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DI WILAYAH PESISIR, LAUTAN DAN PULAU PENANGANAN TERPADU DALAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DI WILAYAH PESISIR, LAUTAN DAN PULAU Zonasi Wilayah Pesisir dan Lautan PESISIR Wilayah pesisir adalah hamparan kering dan ruangan lautan (air dan lahan

Lebih terperinci

4.1 Bentuk Wajah Oval dan koreksinya Make-up style untuk bentuk wajah oval yaitu : Shading : Berbeda dengan karakter wajah yang lain, teknik shading

4.1 Bentuk Wajah Oval dan koreksinya Make-up style untuk bentuk wajah oval yaitu : Shading : Berbeda dengan karakter wajah yang lain, teknik shading 4.1 Bentuk Wajah Oval dan koreksinya Make-up style untuk bentuk wajah oval yaitu : Shading : Berbeda dengan karakter wajah yang lain, teknik shading yang dilakukan mengambil bagian atas kening dan daerah

Lebih terperinci

TEKNIK PENGUKURAN DAN ANALISIS KONDISI EKOSISTEM TERUMBU KARANG

TEKNIK PENGUKURAN DAN ANALISIS KONDISI EKOSISTEM TERUMBU KARANG TEKNIK PENGUKURAN DAN ANALISIS KONDISI EKOSISTEM TERUMBU KARANG Oleh : Amrullah Saleh, S.Si I. PENDAHULUAN Ekosistem terumbu karang merupakan bagian dari ekosistem laut yang penting karena menjadi sumber

Lebih terperinci

DAFTAR LAMPIRAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.21/MEN/2011 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR LAMPIRAN I II

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah teritorial Indonesia yang sebagian besar merupakan wilayah pesisir dan laut kaya akan sumber daya alam. Sumber daya alam ini berpotensi untuk dimanfaatkan bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melakukan inovasi, efisiensi, peningkatan mutu, dan peningkatan kinerja. Kondisi

BAB I PENDAHULUAN. melakukan inovasi, efisiensi, peningkatan mutu, dan peningkatan kinerja. Kondisi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada saat ini perusahaan yang mampu mempertahankan kelangsungan hidupnya dan mampu untuk maju dan terus berkembang hanyalah perusahaan yang melakukan inovasi,

Lebih terperinci

KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU-PULAU KECIL KABUPATEN SARMI, PROVINSI PAPUA. Laporan Penelitian Kerjasama UNIPA & Pemerintah Kabupaten Sarmi

KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU-PULAU KECIL KABUPATEN SARMI, PROVINSI PAPUA. Laporan Penelitian Kerjasama UNIPA & Pemerintah Kabupaten Sarmi KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU-PULAU KECIL KABUPATEN SARMI, PROVINSI PAPUA Laporan Penelitian Kerjasama UNIPA & Pemerintah Kabupaten Sarmi Oleh THOMAS F. PATTIASINA RANDOLPH HUTAURUK EDDY T. WAMBRAUW

Lebih terperinci

Apakah terumbu karang?

Apakah terumbu karang? {jcomments on} Apakah terumbu karang? Terumbu Karang adalah bangunan ribuan karang yang menjadi tempat hidup berbagai ikan dan makhluk laut lainnya. Bayangkanlah terumbu karang sebagai sebuah kota yang

Lebih terperinci

BISAKAH TRANSPLANTASI KARANG PERBAIKI EKOSISTEM TERUMBU KARANG?

BISAKAH TRANSPLANTASI KARANG PERBAIKI EKOSISTEM TERUMBU KARANG? Risalah Kebijakan Pertanian dan Lingkungan Vol. 1 No. 3, Desember 2014: 159-164 ISSN : 2355-6226 BISAKAH TRANSPLANTASI KARANG PERBAIKI EKOSISTEM TERUMBU KARANG? * 1 2 1 1 Beginer Subhan, Hawis Madduppa,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 10 HASIL DAN PEMBAHASAN Survei Buah Sakit Survei dilakukan di kebun percobaan Leuwikopo, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, di lahan ini terdapat 69 tanaman pepaya. Kondisi lahan tidak terawat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rendah. Kinerja organisasi sebagian besar dipengaruhi kinerja para pegawai,

BAB I PENDAHULUAN. rendah. Kinerja organisasi sebagian besar dipengaruhi kinerja para pegawai, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lingkungan persaingan yang semakin tajam dan bersifat global menuntut organisasi meningkatkan mutu dan keunggulan daya saing yang dipengaruhi oleh dua faktor

Lebih terperinci

BALAI TAMAN NASIONAL BALURAN

BALAI TAMAN NASIONAL BALURAN Evaluasi Reef Check Yang Dilakukan Unit Selam Universitas Gadjah Mada 2002-2003 BALAI TAMAN NASIONAL BALURAN 1 BAB I PENDAHULUAN a. Latar Belakang Keanekaragaman tipe ekosistem yang ada dalam kawasan Taman

Lebih terperinci

Sebuah Temuan Awal dari XPDC Alor Flotim Penulis: Amkieltiela Marine Science and Knowledge Management Officer, WWF-Indonesia

Sebuah Temuan Awal dari XPDC Alor Flotim Penulis: Amkieltiela Marine Science and Knowledge Management Officer, WWF-Indonesia Status Ekosistem Terumbu Karang Perairan Suaka Alam Perairan (SAP) Selat Pantar dan Laut Sekitarnya, Suaka Alam Perairan (SAP) Flores Timur, dan Perairan Sekitarnya Tahun 2017 Sebuah Temuan Awal dari XPDC

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA jenis yang terbagi dalam 500 marga (Tjitrosoepomo, 1993: 258). Indonesia

BAB II KAJIAN PUSTAKA jenis yang terbagi dalam 500 marga (Tjitrosoepomo, 1993: 258). Indonesia 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Biologi Anggrek 2.1.1 Deskripsi Anggrek Anggrek merupakan famili terbesar dalam tumbuhan biji, seluruhnya meliputi 20.000 jenis yang terbagi dalam 500 marga (Tjitrosoepomo,

Lebih terperinci

BAB V HASIL PERANCANGAN AUDIT DAN REKOMENDASI

BAB V HASIL PERANCANGAN AUDIT DAN REKOMENDASI BAB V HASIL PERANCANGAN AUDIT DAN REKOMENDASI 5.1 Rancangan Audit Sistem Informasi Rancangan audit sistem informasi dapat dilihat dari skor rata-rata dilakukan perhitungan pada bab sebelumnya dari nilai

Lebih terperinci

METODE KERJA. Penelitian ini dilakukan pada Bulan Juli sampai dengan Bulan Oktober Lokasi

METODE KERJA. Penelitian ini dilakukan pada Bulan Juli sampai dengan Bulan Oktober Lokasi III. METODE KERJA A. Waktu dan Tempat Pelaksaan Penelitian Penelitian ini dilakukan pada Bulan Juli sampai dengan Bulan Oktober 2012. Lokasi penelitian berada di perairan Pulau Rakata, Pulau Panjang, dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Jenis-Jenis Terumbu Karang yang Ditemukan Di Pantai Kondang Merak

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Jenis-Jenis Terumbu Karang yang Ditemukan Di Pantai Kondang Merak BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Jenis-Jenis Terumbu Karang yang Ditemukan Di Pantai Kondang Merak Kabupaten Malang Jenis-jenis terumbu karang yang ditemukan di Pantai Kondang Merak Kabupaten Malang secara

Lebih terperinci

PETUNJUK TEKNIS PENGAWASAN EKOSITEM PERAIRAN

PETUNJUK TEKNIS PENGAWASAN EKOSITEM PERAIRAN PETUNJUK TEKNIS PENGAWASAN EKOSISTEM PERAIRAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PENGAWASAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.58/DJ-PSDKP/2011 TENTANG PENGAWASAN EKOSITEM PERAIRAN DIREKTORAT PENGAWASAN

Lebih terperinci

ANGGARAN RUMAH TANGGA BADAN INTERNAL OLAHRAGA DAN SENI FAKULTAS ILMU KOMPUTER UNIVERSITAS BRAWIJAYA BAB I KETENTUAN UMUM

ANGGARAN RUMAH TANGGA BADAN INTERNAL OLAHRAGA DAN SENI FAKULTAS ILMU KOMPUTER UNIVERSITAS BRAWIJAYA BAB I KETENTUAN UMUM BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 (1) Anggaran Rumah Tangga Badan Internal Olahraga dan Seni disingkat BIOS merupakan pengaturan lebih lanjut dari Anggaran Dasar BIOS. (2) Semua pengertian dan singkatan yang

Lebih terperinci

ISMKMI Ikatan Senat Mahasiswa Kesehatan Masyarakat Indonesia Indonesian Public Health Student Executive Board Association

ISMKMI Ikatan Senat Mahasiswa Kesehatan Masyarakat Indonesia Indonesian Public Health Student Executive Board Association ANGGARAN RUMAH TANGGA IKATAN SENAT MAHASISWA KESEHATAN MASYARAKAT INDONESIA BAB I PENGERTIAN Pasal 1 ISMKMI adalah organisasi yang menghimpun Lembaga Eksekutif Mahasiswa Kesehatan Masyarakat se-indonesia.

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian ditarik kesimpulan : 1. Lebih dari separuh bidan pelaksana pelayanan KIA di Puskesmas pada jajaran perilaku yang kurang baik. 2.

Lebih terperinci

FARIDA NUR HIDAYATI B

FARIDA NUR HIDAYATI B PENGARUH PARTISIPASI PENYUSUNAN ANGGARAN TERHADAP KINERJA APARAT PEMERINTAH DAERAH: BUDAYA ORGANISASI DAN KOMITMEN ORGANISASI SEBAGAI VARIABEL MODERATING (Study kasus pada Dinas Sosnakertrans, Dinas Kesehatan,

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN Berdasarkan pengamatan awal, daerah penelitian secara umum dicirikan oleh perbedaan tinggi dan ralief yang tercermin dalam kerapatan dan bentuk penyebaran kontur pada

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KWARTIR DAERAH 11 JAWA TENGAH NOMOR : 089 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN OPERASIONAL PRAMUKA PEDULI KWARTIR DAERAH 11 JAWA TENGAH

KEPUTUSAN KWARTIR DAERAH 11 JAWA TENGAH NOMOR : 089 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN OPERASIONAL PRAMUKA PEDULI KWARTIR DAERAH 11 JAWA TENGAH KEPUTUSAN KWARTIR DAERAH 11 JAWA TENGAH NOMOR : 089 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN OPERASIONAL PRAMUKA PEDULI KWARTIR DAERAH 11 JAWA TENGAH Ketua Kwartir Daerah 11 Jawa Tengah Menimbang : 1. Bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah sumberdaya hayati, sumberdaya nonhayati;

TINJAUAN PUSTAKA. Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah sumberdaya hayati, sumberdaya nonhayati; 5 TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Pulau Kecil Pulau Kecil adalah pulau dengan luas lebih kecil atau sama dengan 2.000 km 2 (dua ribu kilometerpersegi) beserta kesatuan Ekosistemnya. Sumberdaya Pesisir dan

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 22 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di perairan Pulau Karya, Kelurahan Pulau Panggang, Kecamatan Pulau Seribu Utara, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Stasiun

Lebih terperinci

CARA MEMBUAT PERENCANAAN STRATEGIS UNTUK ORGANISASI

CARA MEMBUAT PERENCANAAN STRATEGIS UNTUK ORGANISASI CARA MEMBUAT PERENCANAAN STRATEGIS UNTUK ORGANISASI Ari Khusuma Sumber: http://www.newschool.edu/public-engagement/post-masters-organizationdevelopment-certificate/ Berdirinya suatu organisasi baik yang

Lebih terperinci

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 33 4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Kondisi Umum Kepulauan Seribu Wilayah Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu terletak di sebelah Utara Teluk Jakarta dan Laut Jawa Jakarta. Pulau Paling utara,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 101111111111105 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, memiliki sumberdaya alam hayati laut yang potensial seperti sumberdaya terumbu karang. Berdasarkan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 513/Kpts/SR.120/12/2005 TENTANG PELEPASAN APEL ANNA SEBAGAI VARIETAS UNGGUL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 513/Kpts/SR.120/12/2005 TENTANG PELEPASAN APEL ANNA SEBAGAI VARIETAS UNGGUL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 513/Kpts/SR.120/12/2005 TENTANG PELEPASAN APEL ANNA SEBAGAI VARIETAS UNGGUL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

STUDI POTENSI BUDIDAYA KARANG HIAS EKONOMIS PENTING MENDUKUNG PERDAGANGAN KARANG YANG BERKELANJUTAN DI INDONESIA

STUDI POTENSI BUDIDAYA KARANG HIAS EKONOMIS PENTING MENDUKUNG PERDAGANGAN KARANG YANG BERKELANJUTAN DI INDONESIA 1193 Studi potensi budidaya karang hias ekonomis penting mendukung... (Ofri Johan) STUDI POTENSI BUDIDAYA KARANG HIAS EKONOMIS PENTING MENDUKUNG PERDAGANGAN KARANG YANG BERKELANJUTAN DI INDONESIA ABSTRAK

Lebih terperinci

BUPATI BANGKA TENGAH

BUPATI BANGKA TENGAH BUPATI BANGKA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN TERUMBU KARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA TENGAH, Menimbang : a. bahwa ekosistem

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Suharsono (2008) mencatat jenis-jenis karang yang ditemukan di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Suharsono (2008) mencatat jenis-jenis karang yang ditemukan di II. TINJAUAN PUSTAKA A. Terumbu Karang di Indonesia Suharsono (2008) mencatat jenis-jenis karang yang ditemukan di Indonesia diperkirakan sebanyak 590 spesies yang termasuk dalam 80 genus karang. Terumbu

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Terumbu Karang Bentuk Pertumbuhan Karang

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Terumbu Karang Bentuk Pertumbuhan Karang 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Terumbu Karang Terumbu karang merupakan satu kesatuan dari berbagai jenis karang. Terumbu karang adalah endapan-endapan masif yang penting dari kalsium karbonat yang terutama dihasilkan

Lebih terperinci

KONDISI TUTUPAN KARANG PULAU KAPOPOSANG, KABUPATEN PANGKAJENE KEPULAUAN, PROVINSI SULAWESI SELATAN

KONDISI TUTUPAN KARANG PULAU KAPOPOSANG, KABUPATEN PANGKAJENE KEPULAUAN, PROVINSI SULAWESI SELATAN KONDISI TUTUPAN KARANG PULAU KAPOPOSANG, KABUPATEN PANGKAJENE KEPULAUAN, PROVINSI SULAWESI SELATAN Adelfia Papu 1) 1) Program Studi Biologi FMIPA Universitas Sam Ratulangi Manado 95115 ABSTRAK Telah dilakukan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI CITRA KARANG MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN: KASUS FAMILY POCILLOPORIDAE RONI SALAMBUE

IDENTIFIKASI CITRA KARANG MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN: KASUS FAMILY POCILLOPORIDAE RONI SALAMBUE IDENTIFIKASI CITRA KARANG MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN: KASUS FAMILY POCILLOPORIDAE RONI SALAMBUE SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Ekosistem Terumbu Karang

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Ekosistem Terumbu Karang 7 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekosistem Terumbu Karang 2.1.1 Biologi Karang Terumbu karang (coral reef) merupakan organisme yang hidup di dasar laut dangkal terutama di daerah tropis. Terumbu adalah endapan-endapan

Lebih terperinci

A. Pendahuluan. Muhammad Syahrir S.Pi. Pengenalan Genus-Genus Karang. View more PowerPoint from Yayasan TERANGI

A. Pendahuluan. Muhammad Syahrir S.Pi. Pengenalan Genus-Genus Karang. View more PowerPoint from Yayasan TERANGI Muhammad Syahrir S.Pi. TERANGI Pengenalan Genus-Genus Karang View more PowerPoint from Yayasan A. Pendahuluan Keahlian identifikasi karang hingga ke tingkat spesies masih tergolong langka di Indonesia.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan jenis deskriptif kuantitatif dengan pengambilan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan jenis deskriptif kuantitatif dengan pengambilan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan jenis deskriptif kuantitatif dengan pengambilan data primer. Pengambilan data dilakukan dengan pengamatan secara langsung. Perameter

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. (Aziz, 1981). Tubuhnya berbentuk segilima, mempunyai lima pasang garis

II. TINJAUAN PUSTAKA. (Aziz, 1981). Tubuhnya berbentuk segilima, mempunyai lima pasang garis II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bulu Babi Bulu babi merupakan organisme dari divisi Echinodermata yang bersifat omnivora yang memangsa makroalga dan beberapa jenis koloni karang (Aziz, 1981). Tubuhnya berbentuk

Lebih terperinci

BAB VIII KESIMPULAN, SARAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. (1). Potensi sumberdaya di kawasan pesisir Taman Konservasi Laut Olele.

BAB VIII KESIMPULAN, SARAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. (1). Potensi sumberdaya di kawasan pesisir Taman Konservasi Laut Olele. 303 BAB VIII KESIMPULAN, SARAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 8.1. Kesimpulan (1). Potensi sumberdaya di kawasan pesisir Taman Konservasi Laut Olele. Berdasarkan hasil penelitian, keberadaan sumberdaya dan potensi

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Fisika dan Kimia Perairan Kondisi alami sampel karang berdasarkan data (Lampiran 1) dengan kondisi tempat fragmentasi memiliki perbedaan yang tidak terlalu signifikan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Kepulauan Selayar merupakan wilayah yang memiliki ciri khas kehidupan pesisir dengan segenap potensi baharinya seperti terumbu karang tropis yang terdapat di

Lebih terperinci

Perbandingan Kondisi Terumbu Karang Selama Tiga Tahun Terakhir pada Perairan Taka Malang dan Tanjung Gelam Kep. Karimunjawa

Perbandingan Kondisi Terumbu Karang Selama Tiga Tahun Terakhir pada Perairan Taka Malang dan Tanjung Gelam Kep. Karimunjawa F 2 04 Perbandingan Kondisi Terumbu Karang Selama Tiga Tahun Terakhir pada Perairan Taka Malang dan Tanjung Gelam Kep. Karimunjawa Sukron Alfi R.*, M. Danie Al Malik *Marine Diving Club, Jurusan Ilmu Kelautan,

Lebih terperinci

tipe yaitu 29.7 C. Salinitas rata rata di wilayah penelitian yaitu Di Pantai

tipe yaitu 29.7 C. Salinitas rata rata di wilayah penelitian yaitu Di Pantai tipe yaitu 29.7 C. Salinitas ratarata di wilayah penelitian yaitu 32.3. Di Pantai 29.7 C. 32.3 hu Wa Ta ala terletak diantara Gua Macan (pada posisi titik koordinat S8 40 54 114 22 32

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil analisis penelitian penulis berkenaan dengan Kajian

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil analisis penelitian penulis berkenaan dengan Kajian BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis penelitian penulis berkenaan dengan Kajian Gambar Pada Pendidikan Anak Usia Dini (Studi Deskriptif Analitik Terhadap Karakteristik Gambar

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 123 TAHUN 2001 TENTANG TIM KOORDINASI PENGELOLAAN SUMBERDAYA AIR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 123 TAHUN 2001 TENTANG TIM KOORDINASI PENGELOLAAN SUMBERDAYA AIR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN NOMOR 123 TAHUN 2001 TENTANG TIM KOORDINASI PENGELOLAAN SUMBERDAYA AIR PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa sumberdaya air merupakan kebutuhan pokok bagi kehidupan dan penghidupan manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kawasan konservasi di Indonesia baik darat maupun laut memiliki luas

BAB I PENDAHULUAN. Kawasan konservasi di Indonesia baik darat maupun laut memiliki luas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan konservasi di Indonesia baik darat maupun laut memiliki luas lebih dari 28 juta hektar yang kini menghadapi ancaman dan persoalan pengelolaan yang sangat berat.

Lebih terperinci

BAB V IMPLEMENTASI KARYA. Desain Logo dan Pylon A care Dental Clinic dan Dimas Ayu Salon & Spa. Dalam

BAB V IMPLEMENTASI KARYA. Desain Logo dan Pylon A care Dental Clinic dan Dimas Ayu Salon & Spa. Dalam BAB V IMPLEMENTASI KARYA Karya yang dibuat dalam proses Kerja praktek ini adalah perancangan Desain Logo dan Pylon A care Dental Clinic dan Dimas Ayu Salon & Spa. Dalam implementasi ini ada prosedur pelaksanaan

Lebih terperinci

Artikel Liburan ke Pulau Pari

Artikel Liburan ke Pulau Pari Artikel Liburan ke Pulau Pari Liburan yang bakal seru bareng keluarga: kakak, adik dan saudara-saudara sepupu ataupun dengan teman-teman, baik teman sekantor sepermainan, sekuliah ataupun teman sekomplex

Lebih terperinci

REKLAMASI PANTAI DI PULAU KARIMUN JAWA

REKLAMASI PANTAI DI PULAU KARIMUN JAWA LAPORAN PRAKTIKUM REKLAMASI PANTAI (LAPANG) REKLAMASI PANTAI DI PULAU KARIMUN JAWA Dilaksanakan dan disusun untuk dapat mengikuti ujian praktikum (responsi) mata kuliah Reklamasi Pantai Disusun Oleh :

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN A.1. Pelaksanaan PPK 1. Efektifitas Pemberdayaan dalam PPK a) Kesesuaian Pemberdayaan dengan dimensi Konteks Program pemberdayaan yang dilakukan: untuk penetapan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai peranan anggaran biaya produksi dalam menunjang efektivitas pengendalian biaya produksi (studi kasus pada

Lebih terperinci

PENUNTUN PELAKSANAAN MONITORING TERUMBU KARANG DENGAN METODE MANTA TOW

PENUNTUN PELAKSANAAN MONITORING TERUMBU KARANG DENGAN METODE MANTA TOW PENUNTUN PELAKSANAAN MONITORING TERUMBU KARANG DENGAN METODE MANTA TOW PENDAHULUAN Metoda Manta Tow adalah suatu teknik pengamatan terumbu karang dengan cara pengamat di belakang perahu kecil bermesin

Lebih terperinci