Keanekaragaman Spesies Avifauna di Kawasan Taman Nasional Baluran, Jawa Timur

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Keanekaragaman Spesies Avifauna di Kawasan Taman Nasional Baluran, Jawa Timur"

Transkripsi

1 Keanekaragaman Spesies Avifauna di Kawasan Taman Nasional Baluran, Jawa Timur Titi Rindi ANTIKA 1, Rizka RAHMAWATI 1, Ika Puspita SARI 1, Kufah Nur AFIFAH 1,Yohanes DANIAR 1,Khoirun NISAK 1 Ekologi Project 2014, Laboratorium Ekologi 1 Jurusan Biologi Institut Teknologi Sepuluh Nopember ABSTRAK Burung merupakan salah satu kelompok vertebrata terbesar yang banyak dikenal, Bentuk tubuh burung umumnya seperti gelendong benang yang kedua ujungnya melancip. Kelebihan bentuk tersebut adalah untuk memudahkan burung ketika menembus udara saat terbang, atau ketika menembus air pada waktu berenang. Warna bulu burungbermacam-macam. Burungburung dari daerah yang kering warnanya cenderung warnanya pucat, sedangkan pada daerah yang lembab warnanya lebih gelap. Sayap pada burung digunakan untuk terbang, tapi pada beberapa burung air dimodifikasi untuk menggerakan badannya di dalam air, sayapnya telah berdegenerasi sehingga tidakdapat terbang, ekornya digunakan untuk mengemudi dan keseimbangan badan.dalam penelitian ini dilakukan pengamatan pada keanekaragaman spesies avifauna dengan tujuan untuk memahami cara identifikasi jenis burung di suatu komunitas serta mampu membandingkan dan memberikan argumentasi jenis burung pada suatu komunitas dengan dikaitkan habitatnya. Penelitian dilaksanakan pada hari Jumat, tanggal 04 April 2014 pada pukul WIB di kawasan Taman Nasional Baluran serta penelitian kedua dilaksanakan pada hari Sabtu, tanggal 05 April 2014 pada pukul WIB. Tiap kelompok melakukan pengamatan dengan kombinasi, gabungan dari metode line transect dan teknik hitung (point count). Ditentukan empat titik,dengan setiap titik waktu pengamatan 20menit, pada setiap titik diidentifikasi tiap jenis burung yang terdapat pada titik tersebut. Kata Kunci : Avifauna, Keanekaragaman, Line transect, Point count 1. PENDAHULUAN Burung merupakan satwa liar yang hidup di alam dan mempunyai peranan penting dalam menjaga kelestarian lingkungan contohnya sebagai pengontrol hama, pemencar biji dan sebagai pollinator (Purwantoro, 2005). Lingkungan yang dianggap sesuai sebagai habitat bagi burung akan menyediakan makanan, tempat berlindung maupun tempat berbiak yang sesuai bagi burung (Whitten, 1996). Setiap jenis burung mempunyai cara tersendiri untuk menyesuaikan diri terhadap lingkungannya, penyesuaian yang dilakukan dapat berupa perubahan perilaku maupun pergerakan untuk menghindar (Purwantoro, 2005). Burung memiliki persebaran merata secara vertical maupun horizontal. Persebaran dan keanekaragaman burung pada setiap wilayah berbeda, hal tersebut dipengaruhi oleh luasan habitat, struktur vegetasi, serta kualitas habitat di masing-masing wilayah

2 (Bibby, 1998). Burung dapat digunakan sebagai indikator perubahan ekosistem pada suatu lingkungan, hal ini dikarenakan burung adalah satwa dengan mobilisasi tinggi dan dinamis sehingga dapat dengan cepat merespon perubahan yang terjadi di lingkungan (Whitten, 1996). Menurut McKinnon (2000) burung dapat dibedakan menjadi beberapa kategori sesuai dengan fungsi dan peranannya masing-masing. Berdasarkan habitatnya dikategorikan menjadi burung air dan burung non-air. Menurut Setyawan (1999) burung air merupakan jenis burung yang seluruh maupun sebagian aktifitas hidupnya berkaitan dengan daerah perairan atau lahan basah sedangkan burung non-air merupakan jenis burung yang aktifitas hidupnya berada di daratan terrestrial (tanah) dan arboreal (pohon). Burung merupakan komponen penting dalam siklus rantai makanan di sebuah kawasan. Burung berperan dalam membantu proses penyebaran biji-bijian, membantu proses penyerbukan pada bunga, dan sebagai indikator pencemaran lingkungan. Untuk kepentingan konservasi burung perlu adanya pendataan keragaman dan kemelimpahan burung di kawasan tertentu, terutama di Taman nasional baluran Jawa Timur. Burung merupakan salah satu satwa yang dapat dijadikan sebagai bio indikator bagi lingkungan (mckinnon et al, 2000). Di Jawa dan Bali memiliki kekayaan avifauna sebanyak 494 spesies. Jumlah tersebut mencakup setengah dari famili burung di dunia. Jenis avifauna yang dijumpai tersebut dapat dibedakan menjadi 2 kelompok, yaitu burung penetap (368 spesies, 24 endemik) dan 126 spesies burung migran (Whitten et al, 1996). Menurut Peterson (1971) salah satu faktor yang mendukung suatu persebaran dan kemampuan bertahan suatu jenis burung pada satu area adalah variasi karakter morfologi. Dimana terdapat variasi pada ukuran, lapisan bulu, bentuk paruh, bentuk kaki, pada tiap spesies. Faktor lain yang menentukan keanekaragaman jenis burung pada suatu habitat adalah kerapatan kanopi. Habitat yang mempunyai kanopi yang relatif terbuka akan digunakan oleh banyak jenis burung untuk melakukan aktivitasnya, dibandingkan dengan habitat yang rapat dan tertutup (Zakaria, 2009). Taman Nasional sebagai kawasan konservasi adalah sebuah strategi pelestarian. Kelestarian ekosistem, habitat, flora dan satwanya. Avifauna Jawa dan Bali telah menjadi contoh betapa pentingnya kondisi habitat terhadap kelangsungan hidup fauna yang menghuninya (McKinnon, dkk., 2000). Dari tujuh bioregion yang memiliki sejumlah burung terancam punah di Indonesia, pulau Jawa dan Bali berada pada urutan tertinggi setelah Sumatera dengan kondisi habitat endemiknya berstatus sangat kritis (McKinnon, dkk., 2000). Pada penelitian ini akan dibahas tentang bagaimana mengetahui keanekaragaman spesies avifauna di kawasan Taman Nasional Baluran. 2. METODOLOGI Pengamatan avifauna dilakukan di kawasan Taman Nasional Baluran. Pengamatan avifauna ini dilakukan pada dua hari, yaitu hari Jumat dan Sabtu yang berlokasi di kawasan Taman Nasional Baluran Banyuwangi, Jawa Timur. Untuk pengamatan hari pertama dilaksanakan pada hari Jumat pada pukul WIB, sedangkan pengamatan kedua dilaksanakan pada hari Sabtu tanggal 05 April 2014 pada pukul WIB.

3 Gambar 1. Lokasi Pengamatan Avifauna Pengamatan avifauna dilakukan pada titik koordinat Elev 52ft S=07 50'.743" E= '.483". pengamatan dilakukan dengan kombinasi, teknik yang dilakukan yaitu dengan menggabungkan dua teknik. Pertama digunakan metode line transect dan metode teknik hitung (point count). Metode line transect, transek yang digunakan sepanjang 30 meter dan lebar kiri-kanan 10 meter atau pandangan mata pengamat. Selanjutnya metode point count, digunakan lingkaran dengan radius 50 meter pada empat titik yaitu 0 m, 100 m, 200 m, dan 300 m. dengan metode point count diutamakan pengamatan pada burung yang sedang makan atau bertengger pada pohon-pohon sepanjang lokasi pengamatan. Selain itu dilakukan pula analisis vegetasi, hal itu dimungkingkan ada kaitan antara burung yang ditemukan dengan vegetasi tempat dia ditemukan, hal ini dapat dikaitkan dengan pola makan, jenis makanan ataupun perilaku nesting. Dilakukan pengamatan sekitar 20 menit pada setiap titik. Diidentifikasi serta dihitung semua jenis burung yang teramati mau pun hanya suaranya yang terdengar. Dicatat pula perilaku (terbang atau bertengger), serta kategori tegakan apabila burung bertengger. Dimasukkan data yang diperoleh pada table data. Selanjutnya dicari nilai indeks-indeks ekologi. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Metode pengamatan avifauna a. Metode Transek (Jalur) Untuk vegetasi padang rumput penggunaan metode plot kurang praktis. Oleh karena itu digunakan metode transek, yang terdiri dari : - Line Intercept (Line Transect), yaitu suatu metode dengan cara menentukan dua titik sebagai pusat garis transek. Panjang garis transek dapat 10 m, 25 m, 50 m atau 100 m. Tebal garis transek biasanya 1 cm. Garis transek kemudian dibuat segmen-segmen yang

4 panjangnya 1 m, 5 m atau 10 m. Selanjutnya dilakukan pencatatan, penghitungan dan pengukuran panjang penutupan semua spesies tumbuhan pada segmen-segmen tersebut. -Belt Transect, yaitu suatu metode dengan cara mempelajari perubahan keadaan vegetasi menurut keadaan tanah, topografi dan elevasi. Transek dibuat memotong garis topografi dari tepi laut ke pedalaman, memotong sungai atau menaiki dan menuruni lereng pegunungan. Lebar transek m dengan jarak antar transek m (tergantung intensitas yang dikehendaki). Untuk kelompok hutan yang luasnya ha, intensitas yang digunakan 2 % dan hutan yang luasnya Ha atau kurang intensitasnya 10 %. - Strip Sensus, yaitu pada dasarnya sama dengan line transect hanya saja penerapannya ekologi vertebrata terestrial (daratan). Metode ini meliputi berjalan sepanjang garis transek dan mencatat spesies-spesies yang diamati di sepanjang garis transek tersebut. Data yang dicatat berupa indeks populasi (indeks kepadatan). Metode Point count adalah metode sensus satwa dengan konsep dan teori yang sama dengan line transects, namun petak contoh yang dipergunakan berbentuk lingkaran dengan radius tertentu dan tidak tergantung pada kecepatan (Krebs,1989). b. Metode Kuadran pada umumnya dilakukan jika hanya vegetasi tingkat pohon saja yang menjadi bahan penelitian. Metode ini mudah dan lebih cepat digunakan untuk mengetahui komposisi, dominansi pohon dan menaksir volumenya. Ada dua macam metode yang umum digunakan : - Point-quarter, yaitu metode yang penentuan titik-titik terlebih dahulu ditentukan disepanjang garis transek. Jarak satu titik dengan lainnya dapat ditentukan secara acak atau sistematis. Masingmasing titik dianggap sebagai pusat dari arah kompas, sehingga setiap titik didapat empat buah kuadran. Pada masing-masing kuadran inilah dilakukan pendaftaran dan pengukuran luas penutupan satu pohon yang terdekat dengan pusat titik kuadran. Selain itu diukur pula jarak antara pohon terdekat dengan titik pusat kuadran. - Wandering-quarter, yaitu suatu metode dengan cara membuat suatu garis transek dan menetapkan titik sebagai titik awal pengukuran. Dengan menggunakan kompas ditentukan satu kuadran (sudut 90 ) yang berpusat pada titik awal tersebut dan membelah garis transek dengan dua sudut sama besar. Kemudian dilakukan pendaftaran dan pengukuran luas penutupan dan jarak satu pohon terdekat dengan titik pusat kuadran (Soegianto, 1994). Penarikan contoh sampling dengan metode-metode diatas umumnya digunakan pada penelitian-penelitian yang bersifat kuantitatif Macam-macam metode pengamatan avifauna. Metode pengamatan avifauna yang digunakan dalam praktikum ini ada 2 yaitu metode point count dan line transect. Metode Point count adalah metode sensus satwa dengan konsep dan teori yang sama dengan line transects, namun petak contoh yang dipergunakan berbentuk lingkaran dengan radius tertentu dan tidak tergantung pada kecepatan. Sedangkan Untuk metode line transect adalah metode yang umumnya digunakan untuk sensus primata, burung dan herbivora besar. Garis transek merupakan suatu petak contoh, dimana seorang pengamat/pencatat berjalan sepanjang garis transek dan

5 mencatat setiap jenis satwa liar yang dilihat baik jumlah maupun jaraknya dari pencatat (Krebs,1989) Kelebihan dan Kekurangan Metode Point count adalah metode sensus satwa dengan konsep dan teori yang sama dengan line transects, namun petak contoh yang dipergunakan berbentuk lingkaran dengan radius tertentu dan tidak tergantung pada kecepatan (Krebs,1989). Keuntungan dari metode point count ini adalah lebih efisien, dimana peneliti dapat meletakkan beberapa titik pengamatan yang terdistribusi secara random di lokasi pengamatan. Metode point count ini digunakan dengan cara mengamati keberadaan satwa secara langsung dan dengan mendengarkan suaranya, di dalam lingkaran dengan radius yang telah ditetapkan. Jarak antar titik tidak boleh kurang dari 200 m di seluruh lokasi penelitian, jika titik terlalu dekat akan ada invidu yang terhitung lebih pada beberapa titik. Periode waktu yang dipergunakan adalah 10 menit untuk tiap titik, dengan menunggu 2 menit saat kedatang pada titik pengamatan. Setiap titik yang dibuat dilakukan pencatatan koordinat dengan menggunakan Global Positioning System (GPS). Asumsi yang dipergunakan dalam metode ini yaitu bahwa Burung tidak mendekati pengamat atau terbang, Burung yang ada dalam sample dapat terdeteksi 100%, Burung tidak bergerak selama perhitungan, Burung berperilaku bebas (tidak tergantung satu sama lain), Pelanggaran terhadap asumsi tersebut tidak berpengaruh terhadap habitat atau desain studi, Estimasi jarak akurat, Burung dapat teridentifikasi dengan baik seluruhnya (Bolen,1995). Point count ini memiliki kelebihan jika digunakan pada topografi yang sulit dan juga metode point count ini lebih efisien, dimana peneliti dapat meletakkan beberapa titik pengamatan yang terdistribusi secara random di lokasi pengamatan (Buckland, 1993). Metode point count lebih mengutamakan burung yang sedang bertengger pada pohon-pohon dilokasi pengamatan sehingga kekurangan dari metode ini adalah fokusan pengamatannya terbagi menjadi dua yaitu antara spesies burung itu dan cara makan serta pengamatan terhadap pohon yang digunakan untuk bertengger (Buckland, 1993). Untuk metode line transect yaitu adalah metode yang umumnya digunakan untuk sensus primata, burung dan herbivora besar. Garis transek merupakan suatu petak contoh, dimana seorang pengamat/pencatat berjalan sepanjang garis transek dan mencatat setiap jenis satwa liar yang dilihat baik jumlah maupun jaraknya dari pencatat (Krebs,1989). Pada pengamatan ini metode line transek menggunakan transek sepanjang 300 meter dan lebar kiri-kanan 10 meter atau sejauh pandangan mata. Keuntungan dari metode ini adalah Metode transek ini dapat dipergunakan untuk mencatat data dari beberapa jenis satwa secara bersamaan. Asumsi-asumsi yang dipergunakan dalam metode ini adalah satwa dan garis transek terletak secara random, Satwa tidak bergerak/pindah sebelum terdeteksi, Tidak ada satwa yang terhitung dua kali (double account), Seekor satwa atau kelompok satwa berbeda satu sama lainnya. Seekor satwa yang terbang tidak mempengaruhi kegiatan satwa yang lainnya, Respon tingkah laku satwa terhadap kedatangan pengamat tidak berubah selama dilakukan sensus, Habitat homogen, bila tidak homogen dapat dipergunakan stratifikasi. kerugian dari

6 metode line transect ini adalah kurange terfolusnya pengamat pada burung yang teramati katena jarak kiri dan kanan nya yang relatif dekat yaitu hanya 10 meter saja sehingga kurang banyak spesies yang mungkin akan ditemukan atau terodentifikasi sedangkan jarak transek 300 meter dan pengamatan sejauh pandangan mata akan lebih menyulitkan dan menyempitkan ruang pengamatan (Buckland, 1993) Alasan Pengguaan Metode Kombinasi Metode point count lebih efisien, dimana peneliti dapat meletakkan beberapa titik pengamatan yang terdistribusi secara random di lokasi pengamatan Dalam pengamatan avifauna digunakan pengkombinasian metode untuk mendapatkan data yang lebih representatif. Sedangkan Metode transek ini dapat dipergunakan untuk mencatat data dari beberapa jenis satwa secara bersamaan. Sehingga pengkombinasian metode pengamatan memungkinkan untuk mendapatkan data yang lebih valid untuk membandingkan habitat, keragaman, serta kelimpahan suatu spesies dalam area tertentu. 3.2 Analis Data Dominansi Spesies Avifauna di daerah Savana Bekol Gambar 2. Diagram Pie Dominansi Spesies Avifauna di Savana Bekol (Transek 5) Diagram pie diatas merupakan diagram dominansi spesies avifauna yang ada di transek 5 yaitu di savana bekol. Pada tansek 5 terdapat spesies 11 spesies yaitu Collocalia linchi, Orthotomus surtorius, Anthracoceros albirostris, Pycnonotus goiavier, Dicaeum trochileum, Cynnyris jugularis, Pycnonotus aurigaster, Halchyon chloris, Lonchura punctulata, Streptopelia chinensis, Dendrocopus macei. Selanjutnya dalah penentuan spesies yang mendominasi pada transek tersebut. Berdasarkan diagram pie diatas, spesies dikatakan mendominasi apabila lebih dari 5%. Pada daerah ini avifauna yang paling mendominansi adalah

7 Collocalia linchi dengan persentase tertinggi yaitu 35%. Kemudian, spesies yang mendominasi kedua adalah Orthotomus surtoris dengan persentase 13%, ketiga adalah Anthrococeros albinostris dengan persentase 10%, keempat adalah Pycnonotus goiavier dengan persentase 10%, Kelima adalah Dicaeum trochileum dengan persentase 9%, Keenam adalah, Cynnyris jugularis dengan persentase 7%. Selanjutnya adalah spesies yang kurang mendominasi pada transek ini ataudisebut dengan semi dominansi. Dikatakan subdominansi jika persentasenya berkisar antara 2% - 5%. Pertama adalah Pycnonotus aurigaser dengan persentase 4%. Kedua Halchyon chloris dengan persentase 3%, Keempat adalah Lonchura punctulata dengan persentase 3%, Kelima adalah Streptopelia chinensis dengan persentase 3%. Kemudian spesies yang tidak mendominasi, dikatakan tidak dominan jika persentase kurang dari 2% di transek ini adalah Dendrocopus macei dengan persentase 1%( Winnasis, 2009). Dominansi yang ditunujukkan pada diaram pie tersebut mengenai dominansi sesuai dengan buku Burung - Burung Taman Nasional Baluran. Dalam buku Burung - Burung Taman Nasional Baluran Walet Linchi (Collocalia linchi) familia Apodidae merupakan burung yang sangat umum di Taman Nasional Baluran. Aktif sepanjang hari, terbang tanpa lelah. Tipe vegetasi yang relatif terbuka yang ada di Taman Nasional Baluran membuat burung ini mudah teramati. Sering terlihat bersama kelompok kapinis terbang di atas kubangan air di savana. Merupakan walet paling kecil dengan ukuran 10 cm. Tubuh atas berwarna hitam kebiruan buram dan tubuh bawah berwarna abu-abu jelaga, perut keputih-putihan. Ekornya sedikit bertakik. Sesekali terdengar suaranya, nada tinggi ciir-ciir. Taman Nasional Baluran memiliki banyak daerah bertebing dan bergoa yang sering digunakan Walet Linchi sebagai lokasi sarang. Sarang lumut, rumput atau bahan nabati lainnya yang direkatkan dengan air ludah Dominansi Kedua adalah Orthotomus surtorius, menurut buku Burung - Burung Taman Nasional Baluran Orthotomus surtorius atau nama indonesianya Cinenen Pisang merupakan burung yang sangat umum di Taman Nasional Baluran. Meskipun mungkin agak susah dilihat karena tubuhnya yang kecil (10 cm) dan perilakunya yang suka bersembunyi di semak-semak, tapi dari suaranya masih bisa dikenali. Bersuara sangat keras dan berulang-ulang mirip suara anak ayam. Pada burung jantan bisa dikenali melalui ekor yang panjang yang suka ditegakkan ke atas dan ujung ekor yang terdapat bonus lancip. Memiliki kalung hitam dan mahkota merah karat. Tersebar hampir merata di kawasan Taman Nasional Baluran, sering berbaur dengan burung lain, termasuk sesama cinenen. Burung ini muah ditemukan di hutan musim dan hutan jati, biasanya berpasangan atau kelompok kecil Dominansi ketiga adalah Anthracoceros albirostris, menurut buku Burung - Burung Taman Nasional Baluran burung ini sangat umum di Taman Nasional Baluran. Tersebar di hutan pantai, hutan musim dataran tinggi di Gunung Baluran dan hutan musim dataran rendah. Mudah ditemukan di Blok Bama, Manting, Kelor, Ketokan Kendal, Evergreen, Kali Kepuh, Sambi Kerep, dan Pondok Mantri. Ukurannya yang besar (45 cm) dan suaranya yang ribut keras ayak-

8 yak-yak-yak tidak terputus akan semakin mudah menemukan burung ini. Suka berkelompok dalam jumlah tidak lebih dari 10 ekor dalam satu kelompok. Sama dengan saudaranya yang lain, warna dominannya adalah hitam dengan tanduk besar berwarna kuning sampai ke paruh, ujung tanduk terdapat noda hitam besar. Perut dan ekor berwarna putih bersih Dominansi keempat adalah Pycnonotus goiavier, menurut buku Burung - Burung Taman Nasional Baluran burung ini sangat mudah dijumpai di seluruh kawasan Taman Nasional Baluran. Persis sama dengan Cucak Kutilang burung ini sangat aktif sepanjang hari. Berkelompok dan sering terlihat berbaur dengan burung jenis lainnya Suaranya berulang cukk cukkk cukk, crook crook crook. Memiliki ukuran tubuh sedang dengan panjang tubuhnya 20 cm, tubuh bagian atas dan mahkota coklat, kekang, iris dan paruh hitam, alis putih, tubuh bagian bawah putih kusam, tungging kuning dan kaki abu abu Dominansi kelima adalah Dicaeum trochileum, menurut buku Burung - Burung Taman Nasional Baluran burung ini memiliki ukuran tubuhnya yang kecil 8 cm, burung ini sangat lincah, agresif, tidak pernah diam, selalu melompat-lompat diantara cabang dan ranting pohon yang rimbun kemudian pindah lagi ke pohon lainnya sambil mengeluarkan suara ci-tt ci-tt. Biasanya hidup berpasangan. Warna tubuhnya merah dan hitam. Warna merah pada jantan akan terlihat dengan jelas mulai kepala, punggung dan tunggir. Sedangkan pada betina warna merah hanya terdapat pada tunggirnya. Penyebarannya hampir merata di seluruh kawasan Taman Nasional Baluran, terutamanya di hutan musim dataran rendah dan pinggiran hutan pantai. Sering terlihat bersama burung madu atau cinenen Dominansi keenam adalah Cynnyris jugularis, menurut buku Burung - Burung Taman Nasional Baluran merupakan bururng yang persebarannya di Taman Nasional Baluran sangat luas. Burung ini dapat ditemukan di pinggirpinggir hutan yang terbuka di hutan musim, hutan pantai dan hutan mangrove. Sering terlihat berpasangan atau kelompok kecil. Satu kelompok biasanya hanya ada satu jantan. Ukuran tubuhnya kecil (10 cm). Saat terbang mengeluarkan suara cwhiit - cwhiit - cwhiit yang nyaring, biasanya sering berkejar kejaran antara betina dengan jantan. Warna tubuh kuning matang, dan warna hitam keungu-unguan pada jantan cukup mencolok untuk mengenalinya. Selanjutnya adalah subdominansi, spesies pertama Pycnonotus aurigaster, menurut buku Burung - Burung Taman Nasional Baluran merupakan burung yang sangat umum di Taman Nasional Baluran, meskipun populasinya tidak sebanyak Merbah Cerukcuk. Burung yang aktif sepanjang hari, ribut dan hidup dalam kelompok, mengunjungi savana atau daerah terbuka dan tepi hutan musim. Suaranya berulang dengan cepat dan bernada nyaring cuk-cuk dan cangkur. Berukuran sedang 20 cm, bertopi hitam membentuk jambul pendek. Tunggir putih dan tungging jingga kuning, sayap dan ekor coklat, perut putih, paruh dan kaki hitam. Hampir menempati semua relung, dari dasar tanah sampai pucukpucuk pohon tinggi. Subdominansi kedua adalah Halcyon chloris famili Alcedinidae, menurut buku Burung - Burung Taman Nasional Baluran merupakan burung

9 yang sangat mudah ditemui di Taman Nasional Baluran. Sering ditemukan bertengger pada ranting pohon baik sendirian atau berpasangan. Memiliki suara yang sangat ribut, agresif, dan keras parau ciuw ciuw ciuw ciuw ciuw atau nada ganda ges-ngek, ges-ngek, gesngek. Menempati semua tipe habitat, hutan mangrove, hutan pantai, dan hutan musim. Sangat jarang ditemukan di savana. Saat air laut surut, sering terlihat di atas batu karang di padang lamun sambil mengawasi mangsa. Berukuran sedang dengan pajang tubuh 24 cm. Berwarna dominan hijau kebiruan dan putih. Hampir sama dengan H. sancta kecuali warna perutnya yang putih bersih. Meskipun sangat mudah diamati tapi sangat susah didekati Subdominansi ketiga adalah Lonchura punctulat, menurut buku Burung - Burung Taman Nasional Baluran merupakan salah satu burung yang umum dijumpai di dekat areal persawahan, ladang atau daerah terbuka di tepi hutan. Hidupnya dalam kelompok yang berjumlah belasan ekor dalam satu kelompok dan biasanya bergabung dengan jenis bondol lainnya seperti Bondol Jawa dan Bondol Haji. Bersuara ribut ketika hinggap dan terbang dari rerumputan. Mudah diamati Bondol Peking pada saat musim kemarau, saat rumput mulai mengering dan terdapat banyak biji rumput. Burung ini berukuran agak kecil dengan panjang tubuh 11 cm, tubuh bagian atas berwarna coklat, tubuh bagian bawah berwarna putih kotor dan bersisik coklat, tenggorokan coklat kemerahan, paruh abuabu dan kaki hitam. Subdominansi keempat adalah Streptopelia chinensis, menurut buku Burung - Burung Taman Nasional Baluran merupakan burung yang tersebar merata hampir di seluruh kawasan Taman Nasional Baluran meskipun dengan jumlah populasi yang lebih sedikit. Perilakunya tidak jauh berbeda dengan Dederuk Jawa, menyukai daerah terbuka dan pohonpohon dengan tajuk ringan untuk bertengger, tidak jarang turun ke atas atas untuk mencari makan berpasangan atau sendiri. Secara umum memiliki ciri-ciri yang hampir sama pula, kecuali bintikbintik hitam-putih di tengkuk dan penutup sayap yang dipenuhi coretan hitam. Warna dominan abu-abu muda agak kecoklatan. Kemudian spesies yang kurang mendominasi didaerah savana bekol (Transek 5) adalah Dendrocopus macei, menurut buku Burung - Burung Taman Nasional Baluran merupakan burung yang sekilas hampir sama dengan Caladi Tilik. Namun jika diamati lebih seksama dia memiliki perbedaan pada perutnya yang agak kemerahan, penutup ekor bawah merah dan tidak memiliki garis pada mata setebal saudaranya tadi. Sangat lincah ketika berjalan di batang atau ranting pohon. Berjalan berputar, mengitari batang dan ranting sambil mematukinya. Suara patukan tidak terlalu keras. Mudah ditemukan di hutan musim mulai dari Bama, Bekol, sepanjang jalan Batangan- Bekol sampai sekitar kantor Batangan Keanekaragaman Spesies pada setiap Transek Burung di kawasan Taman Nasional Baluran terdiri dari banyak spesies dengan tingkat keanekaragaman jenis burung yang banyak, diantaranya dapat dilihat dari beberapa transek. Pada transek satu, burung yang paling banyak dijumpai adalah spesies Collocalia linchi atau Walet Linci dari family Apodidae dengan jumlah 13 spesies. Nilai dominansi (D) adalah % dan termasuk dalam

10 kategori dominan dikarenakan nilai dominansinya melebihi angka 5%. Nilai dominansi tersebut diperoleh dengan cara perhitungan rumus berikut: D = (ni/n) x 100% Dimana, D merupakan dominansi spesies, ni merupakan jumlah individu spesies, dan N merupakan jumlah total individu keseluruhan spesies. Sedangkan nilai diversitas Shannon-Wiener dari spesies ini adalah yang diperoleh dari rumus berikut: H = - [(ni/n) x ln (ni/n)] Dimana H merupakan indeks diversitas Shannon-Wiener, ni merupakan jumlah individu spesies, dan N merupakan jumlah total individu semua spesies. Tabel 1. Keanekaragaman Spesies Avifauna Transek 1 No Nama Spesies H 1 Orthotomus sepium 3, Spizaetus cirrhatus 7, Dicrurus macrocercus 3, Cacomantis sepulcralis 3, Microhierax fringillarius 1, Corvus enca 1, Spilornis cheela 1, Collocalia linchi 24, Elanus caeruleus 3, Aegithina tiphia 1, Streptopelia bitorquata 1, Hirundo rustica 1, Pericrocotus flammeus 1, Ducula aenea 11, Pycnonotus aurigaster 18, Pycnonotus goiavier 5, Streptopelia chinensis 3, Burung Collocalia linchi banyak ditemukan di transek satu yang berlokasi di daerah savana Bekol. Hal ini dikarenakan burung ini memiliki kebiasaan terbang di atas kubangan air di savana. Selain itu, tipe vegetasi savana yang relatif terbuka membuat burung ini mudah teramati. Taman Nasional Baluran memiliki banyak daerah bertebing dan bergoa yang sering digunakan Walet Linchi sebagai lokasi sarang. Sarang lumut, rumput atau bahan nabati lainnya yang direkatkan dengan air ludah Tabel 2. Keanekaragaman Spesies Avifauna Transek 2 No Nama Spesies H 1 Collocalia linchi 59, Corvus enca 5, Zosterop palpebrosus 3, Parus major 10, Pycnonotus aurigaster 5, Dicrurus macrocercus 1, Treron vernans 1, Treron griseicauda 1, Spizaetus cirrhatus 1, Picus puniceus 1, Spilornis cheela 3, Pavo muticus 1, Halcyon chloris 1, Pada transek dua yang berlokasi di savana, burung yang paling banyak dijumpai adalah spesies Collocalia linchi atau Walet Linci dari family Apodidae dengan jumlah 34 spesies. Nilai dominansi (D) adalah % dan termasuk dalam kategori dominan dikarenakan nilai dominansinya melebihi angka 5%. Sedangkan nilai indeks diversitas Shannon-Wiener spesies Collocalia linchi pada transek dua adalah Burung Collocalia linchi banyak ditemukan di transek dua yang berlokasi di sekitar daerah savana Bekol. Hal ini dikarenakan burung ini memiliki kebiasaan terbang di atas kubangan air di savana. Selain itu, tipe vegetasi savana yang relatif

11 terbuka membuat burung ini mudah teramati. Taman Nasional Baluran memiliki banyak daerah bertebing dan bergoa yang sering digunakan Walet Linchi sebagai lokasi sarang. Sarang lumut, rumput atau bahan nabati lainnya yang direkatkan dengan air ludah Tabel 3. Keanekaragaman Spesies Avifauna Transek 3 No Nama Spesies H 1 Ducula aenea 42, Collocalia linchi 14, Halcyon chloris 1, Anthracoceros albirostris 8, Pavo muticus 1, Spilornis cheela 1, Pycnonotus goiavier 3, Pycnonotus goiavier 1, Dryocopus javensis 1, Convus enca 5, Collocalia linchi 16, Pada transek tiga yang berlokasi di sepanjang jalanan Bekol, burung yang paling banyak dijumpai adalah spesies Ducula aenea atau Pergam Hijau dari family Columbidae dengan jumlah 24 spesies. Nilai dominansi (D) adalah % dan termasuk dalam kategori dominan dikarenakan nilai dominansinya melebihi angka 5%. Sedangkan nilai indeks diversitas Shannon-Wiener spesies Collocalia linchi pada transek dua adalah Burung Ducula aenea banyak ditemukan di transek tiga dan memiliki persebaran sangat luas di seluruh kawasan Taman Nasional Baluran, diantaranya sepanjang jalan Batangan-Bekol, Pondok Mantri, Sambi Kerep, Alas Malang dan Merak. Burung ini mempunyai kebiasaan bertengger di atas tajuk pohon yang tinggi dan menyukai pohon yang sedang berbuah Tabel 4. Keanekaragaman Spesies Avifauna Transek 4 No Nama Spesies H 1 Halcyon cyanoventris 3, Collocalia linchi 13, Spilornis cheela 1, Ducula aenea 15, Zosterops palpebrosus 5, Crypsirina temia 1, Geopelia striata 1, Streptopelia chinensis 11, Pericrocotus cinnamomeus 3, Aegithina tiphia 5, Pycnonotus goiavier 9, Anthracoceros albirostris 3, Artamus leucorynchus 1, Lonchura punctulata 3, Lonchura leucogastroides 1, Pycnonotus aurigaster 5, Lalage nigra 1, Ictinaetus malayensis 3, Dendrocopus sp. 1, Pada transek empat yang berlokasi di daerah sekitar savana, burung yang paling banyak dijumpai adalah spesies Collocalia linchi atau Walet Linci dari family Apodidae dengan jumlah 7 spesies. Nilai dominansi (D) adalah % dan termasuk dalam kategori dominan dikarenakan nilai dominansinya melebihi angka 5%. Sedangkan nilai indeks diversitas Shannon-Wiener spesies Collocalia linchi pada transek dua adalah Burung Collocalia linchi banyak ditemukan di transek dua yang berlokasi di sekitar daerah savana Bekol. Hal ini dikarenakan burung ini memiliki kebiasaan terbang di atas kubangan air di savana. Selain itu, tipe vegetasi savana

12 yang relatif terbuka membuat burung ini mudah teramati. Taman Nasional Baluran memiliki banyak daerah bertebing dan bergoa yang sering digunakan Walet Linchi sebagai lokasi sarang. Sarang lumut, rumput atau bahan nabati lainnya yang direkatkan dengan air ludah Tabel 5. Keanekaragaman Spesies Avifauna Transek 5 No Nama Spesies H 1 Pycnonotus goiavier 10, Cinnyris jugularis 7, Dicaeum trochileum 8, Anthrococeros albinostris 5, Orthotomus surtoris 13, Dendrocopus macei 1, Halchyon chloris 2, Anthracoceros albirostris 5, Collocalia linchi 34, Pycnonotus aurigaster 4, Lonchura punctulata 2, Streptopelia chinensis 2, Pada transek lima yang berlokasi di daerah sekitar savana, burung yang paling banyak dijumpai adalah spesies Collocalia linchi atau Walet Linci dari family Apodidae dengan jumlah 24 spesies. Nilai dominansi (D) adalah % dan termasuk dalam kategori dominan dikarenakan nilai dominansinya melebihi angka 5%. Sedangkan nilai indeks diversitas Shannon-Wiener spesies Collocalia linchi pada transek dua adalah Burung Collocalia linchi banyak ditemukan di transek lima yang berlokasi di sekitar daerah savana Bekol. Hal ini dikarenakan burung ini memiliki kebiasaan terbang di atas kubangan air di savana. Selain itu, tipe vegetasi savana yang relatif terbuka membuat burung ini mudah teramati. Taman Nasional Baluran memiliki banyak daerah bertebing dan bergoa yang sering digunakan Walet Linchi sebagai lokasi sarang. Sarang lumut, rumput atau bahan nabati lainnya yang direkatkan dengan air ludah Tabel 6. Keanekaragaman Spesies Avifauna Transek 6 No Nama Spesies H 1 Pycnonotus aurigaster 6, Anthracoceros albirostris 28, Hirudo rustica 3, Prinia familiaris 5 5 Dicaeum trochileum 5 6 Hirundo tahitica 1, Streptopelia chinensis 1, Geopelia striata 13, Ducula aenea 1, Collocalia linchi 13, Pycnonotus goiavier 6, Halcyon chloris 6, Gerygone sulphurea 1, Alcedo coerulenscens 5 Pada transek enam yang berlokasi di daerah sehutan musim dataran rendah, burung yang paling banyak dijumpai adalah spesies Anthracoceros albirostris atau Kangkareng dari family Bucerotidae dengan jumlah 17 spesies. Nilai dominansi (D) adalah % dan termasuk dalam kategori dominan dikarenakan nilai dominansinya melebihi angka 5%. Sedangkan nilai indeks diversitas Shannon-Wiener spesies Anthracoceros albirostris pada transek dua adalah Burung Anthracoceros albirostris banyak ditemukan di transek enam yang berlokasi di sekitar hutan musim. Burung ini sangat umum di Taman Nasional Baluran. Tersebar di hutan pantai, hutan musim dataran tinggi di Gunung Baluran, dan hutan musim dataran rendah, diantaranya blok Bama, Manting,

13 Kelor, Ketokan Kendal, Evergreen, Kali Kepuh, Sambi Kerep, dan Pondok Mantri Tabel 7. Keanekaragaman Spesies Avifauna Transek 7 No Nama Spesies H 1 Alcedo coerulenscens 4, Bubulcus ibis 1, Buceros rhinoceros 2, Collocalia linchi 47, Dendrocopus moluccensis 2, Dicaeum trochileum 5, Gallus sp 5, Halcyon chloris 2, Hemipus hirundinaceus 2, Hirundo rustica 1, Orthotomus ruficeps 2, Pavo muticus 1, Pycnonotus aurigaster 2, Rhyticeros undulatus 4, Spizaetus cirrhatus 1, Streptopelia chinensis 6, Treron vernans 4, Pada transek tujuh yang berlokasi di savana, burung yang paling banyak dijumpai adalah spesies Collocalia linchi atau Walet Linci dari family Apodidae dengan jumlah 34 spesies. Nilai dominansi (D) adalah % dan termasuk dalam kategori dominan dikarenakan nilai dominansinya melebihi angka 5%. Sedangkan nilai indeks diversitas Shannon-Wiener spesies Collocalia linchi pada transek dua adalah Burung Collocalia linchi banyak ditemukan di transek tujuh yang berlokasi di sekitar daerah savana Bekol. Hal ini dikarenakan burung ini memiliki kebiasaan terbang di atas kubangan air di savana. Selain itu, tipe vegetasi savana yang relatif terbuka membuat burung ini mudah teramati. Taman Nasional Baluran memiliki banyak daerah bertebing dan bergoa yang sering digunakan Walet Linchi sebagai lokasi sarang. Sarang lumut, rumput atau bahan nabati lainnya yang direkatkan dengan air ludah Tabel 8. Keanekaragaman Spesies Avifauna Transek 8 No Nama Spesies H 1 Collocalia linchi 52, Sturnus melanopterus 2, Streptopelia chinensis 2, Ducula aenea 2, Pycnonotus goiavier 2, Tephrodornis virgatus 2, Prinia familiaris 8, Lonchura punctulata 8, Lonchura leucogastroides 2, Spilornis cheela 2, Lanius schach 2, Geopelia striata 2, Cinnyris jugularis 2, Pada transek delapan yang berlokasi di savana, burung yang paling banyak dijumpai adalah spesies Collocalia linchi atau Walet Linci dari family Apodidae dengan jumlah 18 spesies. Nilai dominansi (D) adalah % dan termasuk dalam kategori dominan dikarenakan nilai dominansinya melebihi angka 5%. Sedangkan nilai indeks diversitas Shannon-Wiener spesies Collocalia linchi pada transek dua adalah Burung Collocalia linchi banyak ditemukan di transek delapan yang berlokasi di sekitar daerah savana Bekol. Hal ini dikarenakan burung ini memiliki kebiasaan terbang di atas kubangan air di savana. Selain itu, tipe vegetasi savana yang relatif terbuka membuat burung ini mudah teramati. Taman Nasional Baluran memiliki banyak daerah bertebing dan bergoa yang sering digunakan Walet

14 Linchi sebagai lokasi sarang. Sarang lumut, rumput atau bahan nabati lainnya yang direkatkan dengan air ludah Dari kedelapan transek tersebut, diperoleh nilai indeks diversitas Shannon- Wiener (H ) seperti berikut: Tabel 9. Indeks Keanekaragaman Spesies Avivauna Di Masing Masing Transek Lokasi H' T T T T T T T T memiliki keanekaragaman vegetasi yang tinggi. Keanekaragaman vegetasi memunginkan spesies burung yang memiliki keanekaragaman cara hidup, seperti cara terbang, jenis makanan, dan tempat sarang yang dapat menunjang perkembangan dari spesies burung tersebut. 3.3 Analisis Kecenderungan Habitat Dari hasil analisis kecenderungan habitat melalui software Canocoo diperoleh grafik berikut: Sehingga apabila dimasukkan ke dalam perbandingan nilai indeks diversitas Shannon-Wiener (H ) dapat diamati dari diagram berikut: Gambar 4. Diagram Multivarian Kecenderungan Habitat Avifauna Gambar 3. Diagram Batang Keanekaragaman Setiap Transek Dari diagram perbandingan indeks diversitas Shannon-Wiener (H ) di atas, dapat disimpulkan bahwa tingkat keanekaragaman spesies burung di transek empat lebih tinggi daripada tingkat keanekaragaman spesies di transek lain. Hal ini dikarenakan pada transek empat Dari grafik analisis kecenderungan habitat di atas, dapat disimpulkan bahwa pada kuadran satu spesies Ducula aenea dan Dryocopus javensis memiliki kecenderungan habitat pada transek tiga. Spesies Ducula aenea dan Dryocopus javensis. Spesies Dryocopus javensis banyak ditemukan bertengger di pohonpohon tinggi dan Dryocopus javensis banyak ditemukan di hutan pantai yang memiliki banyak pohon tinggi (Winnasis, 2009). Pada kuadran dua, spesies Convus enca, Pavo muticus, dan Collocalia linchi memiliki kecenderungan habitat di transek dua. Ketiga spesies tersebut memiliki kecenderungan habitat di daerah savana atau tepi jalan, dikarenakan ketiganya menyukai daerah terbuka (Winnasis, 2009). Pada kuadran tiga, spesies Dicaeum trochileum dan Alcedo coerulenscens

15 memiliki kecenderungan habitat di transek lima. Kedua spesies tersebut memiliki kecenderungan habitat di daerah pinggiran hutan pantai dan suka bertengger rantingranting Pada kuadran empat, spesies Anthracoceros albirostris, Geopelia striata, dan Orthotomus surtoris memiliki kecenderungan habitat di transek enam. Ketiga spesies tersebut memiliki kecenderungan habitat di daerah hutan musim dataran tinggi di gunung Baluran dan hutan musin di dataran rendah 4. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa di daerah Savana Bekol Taman Nasional Baluran terdapat keanekaragaman spesies yang sangat tinggi. Dalam suatu wilayah terdapat satu spesies yang mendominasi daripada spesies lain. Pada Savana Bekol Spesies yang mendominasi adalah Collocalia linchi. Spesies akan cenderung berada dihabitat tertentu karena sumber daya akanan tersebut dan kondisi daerah tersebutyang terbuka. Peterson, R. T The Birds. New York : Time Life Nature Library. Purwantoro, A., Erlina Ambarwati dan Fitria Setyaningsih Phylogenetic Of Orchids Based On Morphological Characters. Ilmu Pertanian. 12 (1) : Setyawan, A. D Status Taksonomi Genus Alpinia Berdasarkan Sifat- Sifat Morfologi, Anatomi, dan Kandungan Minyak Atsiri. BioSMART 1(1) : UGM.,2007 Buku Petunjuk Praktikum Pengelolaan Satwa Liar,Fakultas Kehutaan UniversitasGadjah Mada Yogjakarta. Whitten, T, and R. E. Soeriatmadja, S, A. Afif The Ecology of Java and Bali. Vol II. Singapore : Peripuls Edition (Hk) Ltd. Zakaria, M., Rajpar, M. N., and Sajap, A. S Spesies Diversity and Feeding Guilds of Birds in Paya IndahWetland Reserve, Peninsular Malaysia. Zoological Research 5 (3) : DAFTAR PUSTAKA Bibby dkk, 1998 Expedition Field Techniques Bird Surveys : London SW7 2AR. Buckland et all.,1993, Distance Sampling, Estimating abundance of biological populations Bolen, EG., and Robinson, WL., 1995, Wildlife Ecology and Management, Third Edition,Prentice Hall, New Jersey, USA. John MacKinnon. Phillips, K. and van Balen, B Burung Burung di Sumatera, Jawa, Bali, dan Kalimantan (termasuk Sabah, Serawak, dan Brunei Darussalam). Jakarta: Puslitbang- LIPI. Krebs,CJ., 1989, Ecological Methodology, University of British Colombia : United Kingdom

16 Lampiran

17

KONSERVASI SATWA LIAR

KONSERVASI SATWA LIAR LAPORAN LAPANGAN KONSERVASI SATWA LIAR Penyusun: 1. Ja Posman Napitu 2. Rahayuningtyas 3. Indriani Ekasari 4. Tri Basuki 5. Achmad Fauzan Basori 6. Ulil Amri 7. Duta Kurniawan Program Pasca Sarjana Universitas

Lebih terperinci

Laporan Kegiatan Pengendali Ekosistem Hutan

Laporan Kegiatan Pengendali Ekosistem Hutan Laporan Kegiatan Pengendali Ekosistem Hutan Pengamatan Burung di Resort Perengan Seksi Konservasi Wilayah I Pandean dalam Upaya Reinventarisasi Potensi Jenis Oleh : Nama : Arif Pratiwi, ST NIP : 710034820

Lebih terperinci

II.TINJAUAN PUSTAKA. Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun

II.TINJAUAN PUSTAKA. Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun II.TINJAUAN PUSTAKA A. Burung Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun demikian burung adalah satwa yang dapat ditemui dimana saja sehingga keberadaanya sangat sulit dipisahkan

Lebih terperinci

Pengamatan Burung di Resort Bama Seksi Konservasi Wilayah II Bekol dalam Upaya Reinventarisasi Potensi Jenis

Pengamatan Burung di Resort Bama Seksi Konservasi Wilayah II Bekol dalam Upaya Reinventarisasi Potensi Jenis Laporan Kegiatan Pengendali Ekosistem Hutan Pengamatan Burung di Resort Bama Seksi Konservasi Wilayah II Bekol dalam Upaya Reinventarisasi Potensi Jenis Oleh : Nama : Arif Pratiwi, ST NIP : 710034820 TAMAN

Lebih terperinci

Jenis Jenis Burung di Wilayah Cagar Alam Imogiri Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta Oleh:

Jenis Jenis Burung di Wilayah Cagar Alam Imogiri Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta Oleh: Jenis Jenis Burung di Wilayah Cagar Alam Imogiri Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta Oleh: 1 Alfan Firmansyah, Agung Budiantoro¹, Wajudi², Sujiyono² ¹Program Studi Biologi, FMIPA, Universitas Ahmad Dahlan,

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Spesies Burung di Repong Damar Pekon Pahmungan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Spesies Burung di Repong Damar Pekon Pahmungan 31 V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian dan Pembahasan 1. Spesies Burung di Repong Damar Pekon Pahmungan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diketahui bahwa di Repong Damar Pekon Pahmungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keanekaragaman Jenis Burung di Permukiman Keanekaragaman hayati dapat dikategorikan menjadi tiga tingkatan, yaitu keanekaragaman jenis, keanekaragaman genetik, dan keanekaragaman

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di dua tempat yaitu pengambilan data di lapangan dilakukan di sempadan muara Kali Lamong dan Pulau Galang, serta pengolahan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Tempat BAB IV METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung yang terfokus di Desa Tompobulu dan kawasan hutan sekitarnya. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kawasan lahan basah Bujung Raman yang terletak di Kampung Bujung Dewa

I. PENDAHULUAN. Kawasan lahan basah Bujung Raman yang terletak di Kampung Bujung Dewa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kawasan lahan basah Bujung Raman yang terletak di Kampung Bujung Dewa Kecamatan Pagar Dewa Kabupaten Tulang Bawang Barat Provinsi Lampung, merupakan suatu kawasan ekosistem

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN. Rajawali Kecamatan Bandar Surabaya Kabupaten Lampung Tengah.

3. METODOLOGI PENELITIAN. Rajawali Kecamatan Bandar Surabaya Kabupaten Lampung Tengah. 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan April 2014 di lahan basah Way Pegadungan Desa Rajawali Kecamatan Bandar Surabaya Kabupaten Lampung Tengah. 3.2 Bahan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hutan mangrove desa Margasari memiliki luas 700 ha dengan ketebalan hutan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hutan mangrove desa Margasari memiliki luas 700 ha dengan ketebalan hutan V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Hutan mangrove desa Margasari memiliki luas 700 ha dengan ketebalan hutan mangrove mencapai 2 km. Tumbuhan yang dapat dijumpai adalah dari jenis Rhizopora spp., Sonaeratia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki 1539 spesies burung atau 17% dari jumlah seluruh spesies

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki 1539 spesies burung atau 17% dari jumlah seluruh spesies 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki 1539 spesies burung atau 17% dari jumlah seluruh spesies burung dunia. Tiga ratus delapan puluh satu spesies di antaranya merupakan endemik Indonesia

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari hingga April 2014 di Kawasan

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari hingga April 2014 di Kawasan 23 III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari hingga April 2014 di Kawasan Hutan Lindung Batutegi Blok Kali Jernih (Gambar 3), bekerjasama dan di bawah

Lebih terperinci

Lampiran 1. Tabel Jenis, Karakter, Makanan, Perkembangbiakan, Habitat, Kebiasaan, Penyebaran, serta Status Burung

Lampiran 1. Tabel Jenis, Karakter, Makanan, Perkembangbiakan, Habitat, Kebiasaan, Penyebaran, serta Status Burung LAMPIRAN 101 Lampiran 1. Tabel Jenis, Karakter, Makanan, Perkembangbiakan, Habitat, Kebiasaan, Penyebaran, serta Burung No. Nama Burung Karakter Makanan Perkembangbiakan Habitat Kebiasaan Penyebaran 1

Lebih terperinci

ABSTRAK JENIS DAN KERAPATAN BURUNG DI KAWASAN AGROPOLITAN KECAMATAN MANDASTANA KABUPATEN BARITO KUALA. Oleh: Zainal Husain, Dharmono, Kaspul

ABSTRAK JENIS DAN KERAPATAN BURUNG DI KAWASAN AGROPOLITAN KECAMATAN MANDASTANA KABUPATEN BARITO KUALA. Oleh: Zainal Husain, Dharmono, Kaspul 47 ABSTRAK JENIS DAN KERAPATAN BURUNG DI KAWASAN AGROPOLITAN KECAMATAN MANDASTANA KABUPATEN BARITO KUALA Oleh: Zainal Husain, Dharmono, Kaspul Burung merupakan anggota dari Sub Filum Vertebrata yang termasuk

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jawa Timur, dilaksanakan pada bulan November sampai dengan bulan Desember

BAB III METODE PENELITIAN. Jawa Timur, dilaksanakan pada bulan November sampai dengan bulan Desember BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat Dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Pulau Kangean, Kabupaten Sumenep Madura Jawa Timur, dilaksanakan pada bulan November sampai dengan bulan Desember 2016. Gambar

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. BAB III. LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS A. Landasan Teori B. Hipotesis... 18

DAFTAR ISI. BAB III. LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS A. Landasan Teori B. Hipotesis... 18 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... PERNYATAAN... iii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... xi ABSTRAK... xiii ABSTRACT... xiv BAB

Lebih terperinci

Keanekaragaman Jenis dan Pola Distribusi Nepenthes spp di Gunung Semahung Kecamatan Sengah Temila Kabupaten Landak

Keanekaragaman Jenis dan Pola Distribusi Nepenthes spp di Gunung Semahung Kecamatan Sengah Temila Kabupaten Landak Vol. 2 (1): 1 6 Keanekaragaman Jenis dan Pola Distribusi Nepenthes spp di Gunung Semahung Kecamatan Sengah Temila Kabupaten Landak Gustap Baloari 1, Riza Linda 1, Mukarlina 1 1 Program Studi Biologi, Fakultas

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN JENIS DAN KEMELIMPAHAN BURUNG DI SEKITAR KAMPUS IKIP PGRI MADIUN SEBAGAI POTENSI LOKAL DAN SUMBER BELAJAR

KEANEKARAGAMAN JENIS DAN KEMELIMPAHAN BURUNG DI SEKITAR KAMPUS IKIP PGRI MADIUN SEBAGAI POTENSI LOKAL DAN SUMBER BELAJAR KEANEKARAGAMAN JENIS DAN KEMELIMPAHAN BURUNG DI SEKITAR KAMPUS IKIP PGRI MADIUN SEBAGAI POTENSI LOKAL DAN SUMBER BELAJAR Nurul Kusuma Dewi Program Studi Pendidikan Biologi IKIP PGRI MADIUN, Jalan Setiabudi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Burung Burung merupakan salah satu satwa yang mudah dijumpai di setiap tempat dan mempunyai posisi yang penting sebagai salah satu kekayaan alam di Indonesia. Jenisnya

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bioekologi Merak hijau 2.1.1 Taksonomi Grzimek (1972) menyatakan bahwa klasifikasi merak hijau jawa (Pavo muticus muticus) sebagai berikut : Kingdom Phyllum : Animalia : Chordata

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Langkat. Pulau Sembilan ini memiliki luas ± 15,65 km 2 atau ± 9,67% dari total

TINJAUAN PUSTAKA. Langkat. Pulau Sembilan ini memiliki luas ± 15,65 km 2 atau ± 9,67% dari total 15 TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Umum Lokasi Penelitian Pulau Sembilan merupakan salah satu pulau yang terdapat di Kabupaten Langkat. Pulau Sembilan ini memiliki luas ± 15,65 km 2 atau ± 9,67% dari total luas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Burung Tekukur Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang terbentang dari India dan Sri Lanka di Asia Selatan Tropika hingga ke China Selatan dan Asia

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus 2015 di Hutan Mangrove KPHL Gunung

3. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus 2015 di Hutan Mangrove KPHL Gunung 21 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus 2015 di Hutan Mangrove KPHL Gunung Balak Resort Muara Sekampung Kabupaten Lampung Timur. 3.2 Bahan

Lebih terperinci

BIRD PREFERENCE HABITATS AROUND SERAYU DAM BANYUMAS CENTRAL JAVA

BIRD PREFERENCE HABITATS AROUND SERAYU DAM BANYUMAS CENTRAL JAVA BIRD PREFERENCE HABITATS AROUND SERAYU DAM BANYUMAS CENTRAL JAVA Enggar Lestari 12/340126/PBI/1084 ABSTRACT Interaction between birds and habitat is the first step to determine their conservation status.

Lebih terperinci

Tugas Akhir. Kajian Bioekologi Famili Ardeidae di Wonorejo, Surabaya. Anindyah Tri A /

Tugas Akhir. Kajian Bioekologi Famili Ardeidae di Wonorejo, Surabaya. Anindyah Tri A / Tugas Akhir Kajian Bioekologi Famili Ardeidae di Wonorejo, Surabaya Anindyah Tri A / 1507 100 070 Dosen Pembimbing : Indah Trisnawati D. T M.Si., Ph.D Aunurohim S.Si., DEA Jurusan Biologi Fakultas Matematika

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN BURUNG DI KECAMATAN LAWEYAN, KECAMATAN SERENGAN, DAN KECAMATAN PASAR KLIWON KOTAMADYA SURAKARTA. Artikel Publikasi Ilmiah

KEANEKARAGAMAN BURUNG DI KECAMATAN LAWEYAN, KECAMATAN SERENGAN, DAN KECAMATAN PASAR KLIWON KOTAMADYA SURAKARTA. Artikel Publikasi Ilmiah KEANEKARAGAMAN BURUNG DI KECAMATAN LAWEYAN, KECAMATAN SERENGAN, DAN KECAMATAN PASAR KLIWON KOTAMADYA SURAKARTA Artikel Publikasi Ilmiah Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana

Lebih terperinci

keadaan seimbang (Soerianegara dan Indrawan, 1998).

keadaan seimbang (Soerianegara dan Indrawan, 1998). II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Suksesi dan Restorasi Hutan Hutan merupakan masyarakat tumbuh-tumbuhan yang di dominasi oleh pepohonan. Masyarakat hutan merupakan masyarakat tumbuh-tumbuhan yang hidup dan tumbuh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Seluruh jenis rangkong (Bucerotidae) di Indonesia merupakan satwa yang

I. PENDAHULUAN. Seluruh jenis rangkong (Bucerotidae) di Indonesia merupakan satwa yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seluruh jenis rangkong (Bucerotidae) di Indonesia merupakan satwa yang dilindungi melalui Undang-undang No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian dilaksanakan di kawasan Tambling Wildlife Nature Conservation, Taman Nasional Bukit Barisan Selatan untuk kegiatan pengamatan dan pengambilan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. mampu mengimbangi kebutuhan pangan penduduk yang jumlahnya terus. dapat mencemari lingkungan dan mengganggu kesehatan.

II. TINJAUAN PUSTAKA. mampu mengimbangi kebutuhan pangan penduduk yang jumlahnya terus. dapat mencemari lingkungan dan mengganggu kesehatan. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pertanian Anorganik Dan Organik Padi merupakan salah satu sumber makanan pokok bagi sebagian besar bangsa Indonesia (Idham & Budi, 1994). Menurut Pracaya (2002) upaya untuk mampu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 11 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ekologi perilaku ayam hutan hijau (Gallus varius) dilaksanakan di hutan musim Tanjung Gelap dan savana Semenanjung Prapat Agung kawasan Taman

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian tentang karakteristik habitat Macaca nigra dilakukan di CA Tangkoko yang terletak di Kecamatan Bitung Utara, Kotamadya Bitung, Sulawesi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seumur. Namun, di dalam hutan tanaman terdapat faktor yang sering dilupakan,

BAB I PENDAHULUAN. seumur. Namun, di dalam hutan tanaman terdapat faktor yang sering dilupakan, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan tanaman cenderung identik dengan tanaman yang seragam dan seumur. Namun, di dalam hutan tanaman terdapat faktor yang sering dilupakan, yang memiliki peran yang

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN JENIS BURUNG DI TAMAN HUTAN RAYA IR. H. DJUANDA, BANDUNG

KEANEKARAGAMAN JENIS BURUNG DI TAMAN HUTAN RAYA IR. H. DJUANDA, BANDUNG 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada suatu kawasan strategis. Letak astronomis negara Indonesia adalah antara 6º LU 11º LS dan 95º BT 141º BT. Berdasarkan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Pembatasan Masalah Penelitian Keanekaragaman Jenis Burung di Berbagai Tipe Daerah Tepi (Edges) Taman Hutan Raya Sultan Syarif Hasyim Propinsi Riau selama 6 bulan adalah untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan jumlah spesies burung endemik (Sujatnika, 1995). Setidaknya

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan jumlah spesies burung endemik (Sujatnika, 1995). Setidaknya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia menempati peringkat keempat sebagai negara yang memiliki kekayaan spesies burung dan menduduki peringkat pertama di dunia berdasarkan jumlah spesies burung

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2017 hingga bulan Februari

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2017 hingga bulan Februari 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian BAB III METODELOGI PENELITIAN Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2017 hingga bulan Februari 2017 yang berada di Resort Bandealit, SPTN Wilayah II, Taman Nasional

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN SPESIES BURUNG DI REPONG DAMAR PEKON PAHMUNGAN KECAMATAN PESISIR TENGAH KRUI KABUPATEN LAMPUNG BARAT

KEANEKARAGAMAN SPESIES BURUNG DI REPONG DAMAR PEKON PAHMUNGAN KECAMATAN PESISIR TENGAH KRUI KABUPATEN LAMPUNG BARAT KEANEKARAGAMAN SPESIES BURUNG DI REPONG DAMAR PEKON PAHMUNGAN KECAMATAN PESISIR TENGAH KRUI KABUPATEN LAMPUNG BARAT (BIODIVERSITY OF BIRD SPECIES IN PEKON REPONG DAMAR PAHMUNGAN CENTRAL COAST SUB DISTRICT

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Tentang Struktur Vegetasi Struktur vegetasi merupakan komponen penyusun vegetasi itu sendiri. Struktur vegetasi disusun oleh tumbuh-tumbuhan baik berupa pohon, pancang,

Lebih terperinci

BAB III. METODE PENELITIAN

BAB III. METODE PENELITIAN BAB III. METODE PENELITIAN A. Tempat Penelitian Lokasi Penelitian ini dilaksanakan di Taman Nasional Gunung Merbabu (TNGMb) Jawa Tengah, difokuskan di lereng sebelah selatan Gunung Merbabu, yaitu di sekitar

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Habitat 2.2 Komunitas Burung

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Habitat 2.2 Komunitas Burung 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Habitat Habitat adalah kawasan yang terdiri dari berbagai komponen baik fisik maupun biotik yang merupakan satu kesatuan dan dipergunakan sebagai tempat hidup serta berkembang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Taman Nasional Baluran, Jawa Timur dan dilakasanakan pada 28 September

BAB III METODE PENELITIAN. Taman Nasional Baluran, Jawa Timur dan dilakasanakan pada 28 September BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksploratif, dengan objek penelitian tumbuhan mangrove di Pantai Bama hingga Dermaga Lama, Taman Nasional Baluran, Jawa

Lebih terperinci

BAB V DATA, ANALISIS DAN SINTESIS

BAB V DATA, ANALISIS DAN SINTESIS 26 BAB V DATA, ANALISIS DAN SINTESIS 5.1. Kondisi Fisik 5.1.1. Lokasi Geografis dan Hubungan dengan Lokasi Habitat Burung Sekitar Tapak Lokasi tapak secara geografis antara 106 45'53,52" BT - 106 46'24,35"

Lebih terperinci

STRUKTUR KOMUNITAS DAN STATUS PERLINDUNGAN BURUNG DI KEBUN RAYA PURWODADI, KABUPATEN PASURUAN

STRUKTUR KOMUNITAS DAN STATUS PERLINDUNGAN BURUNG DI KEBUN RAYA PURWODADI, KABUPATEN PASURUAN STRUKTUR KOMUNITAS DAN STATUS PERLINDUNGAN BURUNG DI KEBUN RAYA PURWODADI, KABUPATEN PASURUAN Sufi Nisfu Ramadhani, Sofia Ery Rahayu, Agus Dharmawan Jurusan Biologi, FMIPA, Universitas Negeri Malang Jalan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. paling tinggi di dunia. Menurut World Wildlife Fund (2007), keanekaragaman

I. PENDAHULUAN. paling tinggi di dunia. Menurut World Wildlife Fund (2007), keanekaragaman 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati paling tinggi di dunia. Menurut World Wildlife Fund (2007), keanekaragaman hayati yang terkandung

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN JENIS BURUNG PADA BEBERAPA TIPE HABITAT DI HUTAN PENELITIAN DRAMAGA, BOGOR, JAWA BARAT ASEP SAEFULLAH

KEANEKARAGAMAN JENIS BURUNG PADA BEBERAPA TIPE HABITAT DI HUTAN PENELITIAN DRAMAGA, BOGOR, JAWA BARAT ASEP SAEFULLAH KEANEKARAGAMAN JENIS BURUNG PADA BEBERAPA TIPE HABITAT DI HUTAN PENELITIAN DRAMAGA, BOGOR, JAWA BARAT ASEP SAEFULLAH DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Maret 2012 di Rawa Bujung Raman

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Maret 2012 di Rawa Bujung Raman III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Maret 2012 di Rawa Bujung Raman Desa Bujung Dewa Kecamatan Pagar Dewa Kabupaten Tulang Bawang Barat. B. Alat

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, NOMOR : 201 TAHUN 2004 TENTANG KRITERIA BAKU DAN PEDOMAN PENENTUAN KERUSAKAN MANGROVE

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, NOMOR : 201 TAHUN 2004 TENTANG KRITERIA BAKU DAN PEDOMAN PENENTUAN KERUSAKAN MANGROVE SALINAN KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : 201 TAHUN 2004 TENTANG KRITERIA BAKU DAN PEDOMAN PENENTUAN KERUSAKAN MANGROVE MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a. bahwa mangrove merupakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan metode transek belt yaitu dengan menarik garis lurus memanjang

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan metode transek belt yaitu dengan menarik garis lurus memanjang BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif. Penelitian ini dengan menggunakan metode transek belt yaitu dengan menarik garis lurus memanjang kearah

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN BURUNG DI RUANG TERBUKA HIJAU DI TIGA TEMPAT PEMAKAMAN UMUM DI BOGOR ALIFAH MELTRIANA

KEANEKARAGAMAN BURUNG DI RUANG TERBUKA HIJAU DI TIGA TEMPAT PEMAKAMAN UMUM DI BOGOR ALIFAH MELTRIANA KEANEKARAGAMAN BURUNG DI RUANG TERBUKA HIJAU DI TIGA TEMPAT PEMAKAMAN UMUM DI BOGOR ALIFAH MELTRIANA DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

Keanekaragaman Burung di Desa Karangasem Kecamatan Wirosari Kabupaten Grobogan Jawa Tengah

Keanekaragaman Burung di Desa Karangasem Kecamatan Wirosari Kabupaten Grobogan Jawa Tengah 82 Rahayuningsih dkk, Keanekaragaman Burung di Desa Karangasem, Keanekaragaman Burung di Desa Karangasem Kecamatan Wirosari Kabupaten Grobogan Jawa Tengah (Birds Diversity at Karangasem, Wirosari, Grobogan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dijadikan sebagai salah satu habitat alami bagi satwa liar. Habitat alami di

I. PENDAHULUAN. dijadikan sebagai salah satu habitat alami bagi satwa liar. Habitat alami di 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lahan basah merupakan daerah peralihan antara sistem perairan dan daratan yang dijadikan sebagai salah satu habitat alami bagi satwa liar. Habitat alami di Indonesia

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Secara Geografis Pantai Sari Ringgung (PSR) terletak di posisi LS dan

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Secara Geografis Pantai Sari Ringgung (PSR) terletak di posisi LS dan IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Letak dan Luas Secara Geografis Pantai Sari Ringgung (PSR) terletak di posisi 05 33 LS dan 105 15 BT. Pantai Sari Ringgung termasuk dalam wilayah administrasi Desa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Burung merupakan salah satu jenis hewan yang banyak disukai oleh manusia, hal ini di karenakan burung memiliki beberapa nilai penting, seperti nilai estetika, ekologi

Lebih terperinci

Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2014

Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2014 STUDI KEANEKARAGAMAN AVIFAUNA SEBAGAI SARANA EDUKASI EKOWISATA BIRDWATCHING DI KAWASAN WISATA KONDANG MERAK, MALANG SOFYAN ARIS NRP. 1509100004 Dosen Pembimbing Aunurohim, S.Si., DEA Jurusan Biologi Fakultas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif dengan menggunakan metode

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif dengan menggunakan metode BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif dengan menggunakan metode belt transek. Metode ini sangat cocok digunakan untuk mempelajari suatu kelompok

Lebih terperinci

KAJIAN HUBUNGAN ARSITEKTUR POHON DAN KEHADIRAN BURUNG DI KAMPUS IPB DRAMAGA BOGOR MUHAMMAD CHOIRUDDIN AZIS

KAJIAN HUBUNGAN ARSITEKTUR POHON DAN KEHADIRAN BURUNG DI KAMPUS IPB DRAMAGA BOGOR MUHAMMAD CHOIRUDDIN AZIS KAJIAN HUBUNGAN ARSITEKTUR POHON DAN KEHADIRAN BURUNG DI KAMPUS IPB DRAMAGA BOGOR MUHAMMAD CHOIRUDDIN AZIS DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. Walet Sarang Lumut, Burung Walet Sapi, Burung Walet Gunung dan Burung

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. Walet Sarang Lumut, Burung Walet Sapi, Burung Walet Gunung dan Burung 7 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Taksonomi dan Deskripsi Burung Walet Terdapat beberapa jenis Burung Walet yang ditemukan di Indonesia diantaranya Burung Walet Sarang Putih, Burung Walet Sarang Hitam, Burung

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif yang

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif yang BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif yang mendiskripsikan tentang keanekaragaman dan pola distribusi jenis tumbuhan paku terestrial.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung merupakan satwa yang mempunyai arti penting bagi suatu ekosistem

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung merupakan satwa yang mempunyai arti penting bagi suatu ekosistem 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Burung Burung merupakan satwa yang mempunyai arti penting bagi suatu ekosistem maupun bagi kepentingan kehidupan manusia dan membantu penyebaran Tumbuhan yang ada disuatu kawasan

Lebih terperinci

Evaluasi Rehabilitasi Merak Hijau (Pavo muticus) Dari Hasil Sitaan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di Seksi Karangtekok

Evaluasi Rehabilitasi Merak Hijau (Pavo muticus) Dari Hasil Sitaan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di Seksi Karangtekok Laporan Kegiatan Pengendali Ekosistem Hutan Evaluasi Rehabilitasi Merak Hijau (Pavo muticus) Dari Hasil Sitaan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di Seksi Karangtekok BALAI TAMAN NASIONAL BALURAN 2004

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2004 sampai dengan September 2005 di empat lokasi Taman Nasional (TN) Gunung Halimun-Salak, meliputi tiga lokasi

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KEANEKARAGAMAN BURUNG PADA PAGI DAN SORE HARI DI EMPAT TIPE HABITAT DI WILAYAH PANGANDARAN, JAWA BARAT

PERBANDINGAN KEANEKARAGAMAN BURUNG PADA PAGI DAN SORE HARI DI EMPAT TIPE HABITAT DI WILAYAH PANGANDARAN, JAWA BARAT ISSN 1978-9513 VIS VITALIS, Vol. 02 No. 1, Maret 2009 PERBANDINGAN KEANEKARAGAMAN BURUNG PADA PAGI DAN SORE HARI DI EMPAT TIPE HABITAT DI WILAYAH PANGANDARAN, JAWA BARAT Hasmar Rusmendro Fakultas Biologi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di kawasan hutan mangrove Desa Margasari

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di kawasan hutan mangrove Desa Margasari 13 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di kawasan hutan mangrove Desa Margasari Kecamatan Labuhan Maringgai Kabupaten Lampung Timur selama 9 hari mulai tanggal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki tidak kurang dari 17.500 pulau dengan luasan 4.500 km2 yang terletak antara daratan Asia

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Trisik adalah kawasan yang masih menyimpan sisa keanekaragaman

II. TINJAUAN PUSTAKA. Trisik adalah kawasan yang masih menyimpan sisa keanekaragaman II. TINJAUAN PUSTAKA A. Keanekaragaman Burung di Pantai Trisik Trisik adalah kawasan yang masih menyimpan sisa keanekaragaman hayati di Yogyakarta khususnya pada jenis burung. Areal persawahan, laguna

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN 16 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada lima tipe habitat yaitu hutan pantai, kebun campuran tua, habitat danau, permukiman (perumahan), dan daerah perkotaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (Sujatnika, Joseph, Soehartono, Crosby, dan Mardiastuti, 1995). Kekayaan jenis

I. PENDAHULUAN. (Sujatnika, Joseph, Soehartono, Crosby, dan Mardiastuti, 1995). Kekayaan jenis I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki 1539 spesies burung atau 17 persen dari jumlah seluruh spesies burung dunia, 381 spesies diantaranya merupakan spesies endemik (Sujatnika, Joseph, Soehartono,

Lebih terperinci

Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka. Burung Jalak Bali

Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka. Burung Jalak Bali Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka Burung Jalak Bali Burung Jalak Bali Curik Bali atau yang lebih dikenal dengan nama Jalak Bali, merupakan salah satu spesies burung cantik endemis Indonesia. Burung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lovejoy (1980). Pada awalnya istilah ini digunakan untuk menyebutkan jumlah

BAB I PENDAHULUAN. Lovejoy (1980). Pada awalnya istilah ini digunakan untuk menyebutkan jumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai salah satu kawasan yang terletak pada daerah tropis adalah habitat bagi kebanyakan hewan dan tumbuhan untuk hidup dan berkembang biak. Indonesia merupakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Satwa burung (avifauna) merupakan salah satu satwa yang mudah. jenis memiliki nilai keindahan tersendiri. Burung memerlukan syarat

TINJAUAN PUSTAKA. Satwa burung (avifauna) merupakan salah satu satwa yang mudah. jenis memiliki nilai keindahan tersendiri. Burung memerlukan syarat 17 TINJAUAN PUSTAKA Bio-ekologi Burung Satwa burung (avifauna) merupakan salah satu satwa yang mudah dijumpai hampir di setiap tempat. Jenisnya sangat beranekaragam dan masingmasing jenis memiliki nilai

Lebih terperinci

BALAI TAMAN NASIONAL BALURAN 2004

BALAI TAMAN NASIONAL BALURAN 2004 Laporan Kegiatan Pengendali Ekosistem Hutan Hasil Monitoring Pergerakan Dan Penyebaran Banteng Di Resort Bitakol Taman Nasional Baluran Nama Oleh : : Tim Pengendali Ekosistem Hutan BALAI TAMAN NASIONAL

Lebih terperinci

BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU

BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU EDY HENDRAS WAHYONO Penerbitan ini didukung oleh : 2 BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU Ceritera oleh Edy Hendras Wahyono Illustrasi Indra Foto-foto Dokumen

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Mei - Juli Lokasi penelitian adalah di kawasan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Mei - Juli Lokasi penelitian adalah di kawasan III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada Mei - Juli 2014. Lokasi penelitian adalah di kawasan hutan mangrove pada lahan seluas 97 ha, di Pantai Sari Ringgung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bio-ekologi Ungko (Hylobates agilis) dan Siamang (Symphalangus syndactylus) 2.1.1 Klasifikasi Ungko (Hylobates agilis) dan siamang (Symphalangus syndactylus) merupakan jenis

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2017 s/d bulan Februari 2017

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2017 s/d bulan Februari 2017 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2017 s/d bulan Februari 2017 yang berada di Resort Bandealit Taman Nasional Meru Betiri. Gambar 3.1. Peta Kerja

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia (Sujatnika, Jepson, Soeharto, Crosby, dan Mardiastuti, 1995). terluas di Asia (Howe, Claridge, Hughes, dan Zuwendra, 1991).

1. PENDAHULUAN. Indonesia (Sujatnika, Jepson, Soeharto, Crosby, dan Mardiastuti, 1995). terluas di Asia (Howe, Claridge, Hughes, dan Zuwendra, 1991). 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki kekayaan jenis burung yang tinggi, menduduki peringkat keempat negara-negara kaya akan jenis burung setelah Kolombia, Zaire dan Brazil. Terdapat 1.539

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu

BAB I PENDAHULUAN. asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan,

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN BURUNG DI AREA KEBUN BUAH, TAMAN BUAH MEKARSARI ISMI NURFAIZAH

KEANEKARAGAMAN BURUNG DI AREA KEBUN BUAH, TAMAN BUAH MEKARSARI ISMI NURFAIZAH KEANEKARAGAMAN BURUNG DI AREA KEBUN BUAH, TAMAN BUAH MEKARSARI ISMI NURFAIZAH DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2017 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI

Lebih terperinci

B III METODE PENELITIAN. ada di di Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai Denpasar Bali di Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai Denpasar Bali.

B III METODE PENELITIAN. ada di di Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai Denpasar Bali di Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai Denpasar Bali. B III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif. Penelitian ini menggunakan metode eksplorasi, yaitu melakukan pengamatan langsung pada mangrove yang ada

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Ciri Morfologi Bondol Peking (Lonchura punctulata L.) Warna umum bulu bondol peking adalah coklat, dengan tubuh bagian atas

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Ciri Morfologi Bondol Peking (Lonchura punctulata L.) Warna umum bulu bondol peking adalah coklat, dengan tubuh bagian atas II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ciri Morfologi Bondol Peking (Lonchura punctulata L.) Warna umum bulu bondol peking adalah coklat, dengan tubuh bagian atas berwarna coklat, tangkai bulu warna putih dengan tenggorokan

Lebih terperinci

Kata kunci : Burung, Pulau Serangan, habitat

Kata kunci : Burung, Pulau Serangan, habitat ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kekayaan jenis burung di Pulau Serangan, Bali pada bulan Februari sampai Maret tahun 2016. Pengamatan dilakukan sebanyak 20 kali, yang dilaksanakan pada

Lebih terperinci

Gambar 2 Peta lokasi penelitian.

Gambar 2 Peta lokasi penelitian. 0 IV. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Bidang Pengelolaan Wilayah III Bengkulu dan Sumatera Selatan, SPTN V Lubuk Linggau, Sumatera Selatan, Taman Nasional Kerinci

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan selama dua bulan pengamatan dari bulan Juli hingga Agustus 2009 di Pondok Ambung, Taman Nasional Tanjung Puting, Kalimantan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di sekitar kawasan muara Kali Lamong, perbatasan Surabaya- Gresik. Tahapan penelitian pendahuluan dilakukan pada bulan Oktober-

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebesar jenis flora dan fauna (Rahmawaty, 2004). Keanekaragaman

BAB I PENDAHULUAN. sebesar jenis flora dan fauna (Rahmawaty, 2004). Keanekaragaman 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang mendapat sebutan Mega Biodiversity setelah Brazil dan Madagaskar. Diperkirakan 25% aneka spesies dunia berada di Indonesia,

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN JENIS BURUNG DIURNAL PADA KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG AMBAWANG DI DESA SUNGAI DERAS KABUPATEN KUBU RAYA KALIMANTAN BARAT

KEANEKARAGAMAN JENIS BURUNG DIURNAL PADA KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG AMBAWANG DI DESA SUNGAI DERAS KABUPATEN KUBU RAYA KALIMANTAN BARAT KEANEKARAGAMAN JENIS BURUNG DIURNAL PADA KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG AMBAWANG DI DESA SUNGAI DERAS KABUPATEN KUBU RAYA KALIMANTAN BARAT Diurnal bird species diversity in Protected Forest Mount Ambawang

Lebih terperinci

PENYUSUNAN PROFIL KEANEKARAGAMAN HAYATI DAN PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN GUNUNG PULOSARI PEGUNUNGAN AKARSARI

PENYUSUNAN PROFIL KEANEKARAGAMAN HAYATI DAN PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN GUNUNG PULOSARI PEGUNUNGAN AKARSARI PENYUSUNAN PROFIL KEANEKARAGAMAN HAYATI DAN PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN GUNUNG PULOSARI PEGUNUNGAN AKARSARI Dalam Rangka Konservasi dan Rehabilitasi Sumberdaya Alam Kabupaten Pandegalang dan Serang Propinsi

Lebih terperinci

EKSPLORASI JENIS BURUNG DI WANA WISATA GRAPE SEBAGAI BAHAN AJAR TAKSONOMI VERTEBRATA BERBASIS GREEN LEARNING METHOD (GeLeM)

EKSPLORASI JENIS BURUNG DI WANA WISATA GRAPE SEBAGAI BAHAN AJAR TAKSONOMI VERTEBRATA BERBASIS GREEN LEARNING METHOD (GeLeM) Jurnal Florea Volume 1 No. 2, Nopember 2014 (21-25) EKSPLORASI JENIS BURUNG DI WANA WISATA GRAPE SEBAGAI BAHAN AJAR TAKSONOMI VERTEBRATA BERBASIS GREEN LEARNING METHOD (GeLeM) Wachidatul Linda Yuhanna

Lebih terperinci

ASAS- ASAS DAN KONSEP KONSEP TENTANG ORGANISASI PADA TARAF KOMUNITAS

ASAS- ASAS DAN KONSEP KONSEP TENTANG ORGANISASI PADA TARAF KOMUNITAS KOMUNITAS ASAS- ASAS DAN KONSEP KONSEP TENTANG ORGANISASI PADA TARAF KOMUNITAS KONSEP KOMUNITAS BIOTIK Komunitas biotik adalah kumpulan populasi yang menempati suatu habitat dan terorganisasi sedemikian

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komunitas burung merupakan salah satu komponen biotik ekosistem yang berperan dalam menjaga keseimbangan dan kelestarian alam. Peran tersebut dapat tercermin dari posisi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di blok Hutan Pendidikan Konservasi Terpadu Tahura

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di blok Hutan Pendidikan Konservasi Terpadu Tahura 12 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di blok Hutan Pendidikan Konservasi Terpadu Tahura Wan Abdul Rachman yang memiliki luasan 1.143 ha. Secara geografis terletak

Lebih terperinci

INVENTARISASI DAN ANALISIS HABITAT TUMBUHAN LANGKA SALO

INVENTARISASI DAN ANALISIS HABITAT TUMBUHAN LANGKA SALO 1 INVENTARISASI DAN ANALISIS HABITAT TUMBUHAN LANGKA SALO (Johannes teijsmania altifrons) DI DUSUN METAH, RESORT LAHAI, TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH PROVINSI RIAU- JAMBI Yusi Indriani, Cory Wulan, Panji

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi Burung jalak bali oleh masyarakat Bali disebut dinamakan dengan curik putih atau curik bali, sedangkan dalam istilah asing disebut dengan white starling, white mynah,

Lebih terperinci

Burung Kakaktua. Kakatua

Burung Kakaktua. Kakatua Burung Kakaktua Kakatua Kakak tua putih Klasifikasi ilmiah Kerajaan: Animalia Filum: Chordata Kelas: Aves Ordo: Psittaciformes Famili: Cacatuidae G.R. Gray, 1840 Subfamily Microglossinae Calyptorhynchinae

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus-September 2012, di Kampus. Universitas Lampung (Unila) Bandar Lampung (Gambar 3).

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus-September 2012, di Kampus. Universitas Lampung (Unila) Bandar Lampung (Gambar 3). III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus-September 2012, di Kampus Universitas Lampung (Unila) Bandar Lampung (Gambar 3). B. Alat dan Objek Penelitian

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Orangutan Orangutan termasuk kera besar dari ordo Primata dan famili Pongidae (Groves, 2001). Ada dua jenis orangutan yang masih hidup, yaitu jenis dari Sumatera

Lebih terperinci

METODE CEPAT PENENTUAN KERAGAMAN, KEPADATAN DAN KELIMPAHAN JENIS KODOK

METODE CEPAT PENENTUAN KERAGAMAN, KEPADATAN DAN KELIMPAHAN JENIS KODOK METODE CEPAT PENENTUAN KERAGAMAN, KEPADATAN DAN KELIMPAHAN JENIS KODOK Oleh: Hellen Kurniati Editor: Gono Semiadi LIPI PUSAT PENELITIAN BIOLOGI LIPI BIDANG ZOOLOGI-LABORATORIUM HERPETOLOGI Cibinong, 2016

Lebih terperinci