STRATEGI PEMASARAN DESTINASI PARIWISATA BERKELANJUTAN. I Made Suradnya Sekolah Tinggi Pariwisata Nusa Dua Bali

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "STRATEGI PEMASARAN DESTINASI PARIWISATA BERKELANJUTAN. I Made Suradnya Sekolah Tinggi Pariwisata Nusa Dua Bali"

Transkripsi

1 STRATEGI PEMASARAN DESTINASI PARIWISATA BERKELANJUTAN I Made Suradnya Sekolah Tinggi Pariwisata Nusa Dua Bali Abstract The aim of this paper is to discuss how sustainable development as an alternative to traditional consumer marketing could contribute to the sustainability of a tourism destination. A number of concepts, theories, model and research findings relevant to the sustainable development issues of a tourism destination were reviewed in search of an optimum model for sustainable tourism destination marketing. Sustainable marketing publications, particularly in the field of tourism is relatively limited and therefore, more field research and academic thoughts in this topic would be highly appreciated. Key words : sustainable, tourism destination, marketing strategy PENDAHULUAN Kotler (2002) seorang Begawan di bidang pemasaran pernah mengatakan bahwa All places are in trouble, if not now, certainly in the future. Pesan yang disampaikan ini antara lain mengindikasikan kepada para pengambil kebijakan di suatu destinasi mengenai betapa pentingnya memberikan perhatian terhadap arti pentingnya keberlanjutan (sustainability) dari aktivitas pembangunan suatu kawasan. Perencanaan (planning) dan pengelolaan (management) tentu saja memegang peran yang sangat strategis dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan. Pemasaran di sisi lain diharapkan dapat memberikan kontribusi yang berarti bagi upaya mewujudkan citacita pembangunan berkelanjutan. Artikel ini akan membahas bagaimana strategi pemasaran berkelanjutan (sustainable marketing strategy) dapat mendukung terwujudnya cita-cita pembangunan pariwisata berkelanjutan (sustainable tourism development) di suatu destinasi pariwisata. Diharapkan artikel ini nantinya dapat menjadi inspirasi bagi wacana lebih lanjut upaya menemukan sebuah model strategi pemasaran berkelanjutan yang optimal bagi suatu destinasi pariwisata. Ancaman keberlanjutan dari suatu destinasi pariwisata dapat bersumber dari dalam maupun ancaman yang berasal dari luar destinasi pariwisata itu sendiri. Ancaman dari dalam dapat berasal dari menurunnya atau rusaknya kualitas lingkungan sehingga destinasi tersebut kehilangan daya tariknya baik yang terjadi secara alamiah maupun karena ulah manusianya, sikap masyarakat sebagai tuan rumah yang mulai tidak acuh lagi terhadap kepentingan para wisatawan sebagai akibat dari adanya persepsi negatip masyarakat terhadap pariwisata itu sendiri atau karena menurunnya citra (image) destinasi pariwisata yang bersangkutan yang disebabkan oleh berbagai faktor, misalnya; ancaman keamanan, kesehatan atau karena bencana alam, dan disebabkan oleh eksploitasi yang berlebihan terhadap pariwisata itu sendiri yang pada akhirnya menurunkan daya tarik dari destinasi dimaksud. Di lain pihak, ancaman dari luar dapat berasal dari hadirnya destinasidestinasi pariwisata pesaing baru yang lebih menarik, terjadinya pergeseran selera pasar wisata, dan menurunnya permintaan pasar yang disebabkan oleh berbagai faktor, diantaranya disebabkan oleh menurunnya daya beli, perubahan selera wisatawan dan hadirnya teknologi yang dapat mengurangi hasrat wisatawan untuk melakukan perjalanan. Moscardo (2003) dan Slattery and Lugg (2002) menyatakan ada beberapa indikator yang umumnya digunakan untuk

2 melihat apakah konsep pembangunan berkelanjutan sudah berhasil dilaksanakan atau belum, yakni dengan melihat apakah pemilihan sektor-sektor kegiatan pembangunan dimaksud didasarkan atas masukan-masukan yang diterima dari semua pemangku kepentingan (stakeholders), apakah tersedia ukuranukuran objektif dan ukuran-ukuran subjektif yang dapat diterima oleh semua pihak untuk mengukur keberhasilan yang dicapai, dan untuk aktivitas pembangunan yang bersifat kompleks seperti halnya pariwisata, studi komprehensif perlu dilakukan sebelum keputusan dibuat. Selanjutnya Moscardo menyebutkan bahwa pembangunan pariwisata berkelanjutan dapat dilihat dari dua sudut pandang yakni; (1) kualitas (quality), yang mana pembangunan pariwisata berkelanjutan (sustainable tourism development) diharapkan dapat memberikan pengalaman berwisata yang berkualitas bagi wisatawan dan pada saat yang sama memberikan kontribusi bagi kualitas hidup dari masyarakat di destinasi pariwisata yang bersangkutan sebagai tuan rumah, serta tetap memelihara dan atau meningkatkan kualitas lingkungan destnasi pariwisata yang dimaksud, (2) keberlanjutan (sustainability) yang berarti bahwa pariwisata didesain sedemikian rupa sehingga dapat memberikan jaminan bagi keberlanjutan sumberdaya alam dan budaya yang digunakan sebagai daya tarik, keberlanjutan dukungan masyarakat, serta keberlanjutan keinginan wisatawan untuk berkunjung ke destinasi pariwisata yang bersangkutan. Slattery and Lugg (2002) secara lebih spesifik menekankan bahwa keberhasilan pembangunan pariwisata berkelanjutan sangat tergantung kepada keberhasilan sistem pengelolaan dari destinasi bersangkutan dan bagaimana strategi pemasaran dapat memberi kontribusinya. Untuk melaksanakan kedua kebijakan dasar pembangunan destinasi pariwisata berkelanjutan sebagaimana dikemukakan sebelumnya, para perencana, pengelola dan para eksekutif di bidang pemasaran perlu memiliki pengetahuan luas mengenai dampak-dampak ekonomi, sosial-budaya dan lingkungan dari pembangunan pariwisata itu sendiri. Mereka perlu memahami nilai-nilai (values) serta sikap (attitude) dan perilaku (behaviour) wisatawan, dan memiliki kemampuan untuk meningkatkan kualitas pengalaman berwisata dari wisatawan, serta pada saat yang sama dapat mengendalikan dampak-dampak yang merugikan dari pariwisata itu sendiri. KAJIAN TEORITIS a.destinasi Pariwisata Berkelanjutan (Sustainable Tourism Destinations) Destinasi (destination) sebagaimana dinyatakan oleh Kotler, dkk. (2001) merupakan suatu wilayah dengan batasbatas fisik atau dipersepsikan demikian seperti halnya batas-batas pisik dari sebuah pulau, batas-batas wilayah politik, atau bahkan batas-batas wilayah pasar yang secara sengaja diartikan demikian seperti misalnya sebuah biro perjalanan mengartikan bahwa paket tur Pasifik Selatan hanya meliputi Australia dan Selandia Baru. Menurut Undang-undang Republik Indonesia No. 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan menyebutkan bahwa destinasi pariwisata adalah kawasan geografis yang berada dalam satu atau lebih wilayah administratif yang di dalamnya terdapat daya tarik wisata, fasilitas umum, fasilitas pariwisata, aksesibilitas, serta masyarakat yang saling terkait dan melengkapi terwujudnya kepariwisataan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa suatu destinasi pariwisata memiliki batas-batas pisik maupun non fisik atau kedua-duanya yang menjadi tujuan untuk dikunjungi oleh para wisatawan. Mazilu (2010) memisahkan elemenelemen dari suatu destinasi pariwisata tersebut ke dalam 3 kategori, yakni (1) elemen dasar atau elemen inti dari suatu 43

3 destinasi pariwisata, yang meliputi lokasi geografis, iklim dan kondisi alam di wilayah tersebut, dan tinggalan-tinggalan bersejarah dan tinggalan arsitekur, (2) elemen-elemen alam yang mengelilinginya yang meliputi penduduk lokal dan suasana kehidupan di destinasi yang bersangkutan, dan (3) elemen-elemen buatan manusia yang meliputi akomodasi dan fasilitas makan-minum, tempat-tempat hiburan, fasilitas transportasi, dan fasilitas komersial lainnya yang disediakan bagi wisatawan yang sedang berkunjung ke destinasi yang bersangkutan. Laporan dari The United Nations- World Summit (2005) menyebutkan bahwa pembangunan berkelanjutan meliputi tiga pilar penting, yakni; pembangunan ekonomi, pembangunan sosial dan pelestarian lingkungan sebagaimana terlihat pada Gambar 1 berikut ini. Gambar 1 : Model Pembangunan Berkelanjutan Social Bearable Equitable Sustainable Viable Environment Economic Sumber : Laporan dari United Nations-World Summit (2005) World Travel and Tourism Council (WTTC, 2002) mendefinisikan destinasi pariwisata berkelanjutan sebagai Negara, Negara Bagian atau Propinsi atau Kota yang telah menunjukkan dedikasinya terhadap dan berhasil dalam pembangunan pariwisatanya yang memaksimumkan keuntungan bagi lingkungan alam dan bagi masyarakat setempat, dan pada saat yang sama meminimumkan dampak-dampak negatif yang ditimbulkannya. Selanjutnya WTTC menyatakan bahwa destinasi pariwisata berkelanjutan berperan mendukung pelestarian alam dan budaya, segala sesuatu yang menjadi ciri khas lokal, dan yang tidak kalah pentingnya adalah keaslian (authenticity) dari destinasi pariwisata yang bersangkutan. Tidak jauh berbeda dengan pandangan WTTC, The National Geographic-Center for Sustainable Destinations (2006) menyatakan bahwa pariwisata berkelanjutan merupakan kunci utama untuk menciptakan bentuk pariwisata yang memberikan manfaat paling besar dan di lain sisi memberikan dampak kerusakan paling kecil, berpegang kepada kekayaan alam, sejarah masa lalu dan kekayaan budaya yang menjadi keunikan dari destinasi yang bersangkutan. Selanjutnya, ditekankan betapa penting arti dukungan dari semua pihak termasuk pemerintah setempat, para pengusaha pariwisata dan para pemangku kepentingan (stakeholders) di bidang pariwisata untuk mengantisipasi tekanan (pressure) yang diakibatkan oleh pembangunan dan menetapkan batas-batas (limits) pengembangan dan teknik-teknik pengelolaan destinasi yang dapat mempertahankan habitat dan situs-situs peninggalan sejarah dan budaya, keindahan alam, dan budaya lokal dalam rangka mewujudkan pariwisata berkualitas. Disini lebih ditekankan kepada aspek kualitatif 44

4 dibandingkan dengan aspek kuantititatifnya. b.pemasaran Pariwisata Berkelanjutan (Sustainable Tourism Marketing) Pada dekade 90an banyak pakar pemasaran melakukan riset di bidang pemasaran untuk menemukan apa yang mereka sebut dengan istilah green marketing atau sustainable marketing dengan harapan menemukan sebuah teori, konsep atau praktek-praktek pemasaran pariwisata yang merupakan alternatif bagi pemasaran tradisional yang telah dikenal luas selama ini sebagai suatu proses pertukaran untuk mengejar keuntungan melalui kepuasan pelanggan yang dilayaninya. Pemasaran tradisional yang lebih memfokuskan kepada pemenuhan kebutuhan ekonomis melalui proses pertukaran dinilai banyak pihak tidak dapat lagi dapat dipertahankan dalam rangka mewujudkan cita-cita keberlanjutan dari suatu destinasi pariwisata. Hal ini mudah dimengerti mengingat pariwisata bukan hanya merupakan fenomena ekonomi, akan tetapi juga fenomena sosial, fenomena lingkungan dan sebagainya. Bahkan, Kilboune (1998) dan Peattie (1999) secara tegas menyatakan bahwa konsep pemasaran kemasyarakatan (societal marketing concept) sebagaimana dikemukakan oleh Kotler (1997) belum sepenuhnya dapat memberikan jawaban terhadap tantangan keberlanjutan (sustainability) pariwisata itu sendiri, mengingat tujuan, sudut pandang dan strategi yang digunakan berbeda. Dalam upaya mencari model pemasaran berkelanjutan, Haywood (1990) dan Walle (1998) misalnya telah menjadi pionir dalam mengkritisi pemasaran pariwisata yang hanya berfokus kepada aspek ekonomi saja sebagaimana diajarkan oleh pemasaran tradisional. Mereka mengemukakan bahwa pemasaran destinasi pariwisata yang berkelanjutan harus memiliki perspektif yang lebih lebih utuh, lebih luas dan pandangan yang lebih seimbang seperti halnya fenomena pariwisata itu sendiri. Bahkan, Walle (1998) mengajak para pakar lainnya di bidang pemasaran pariwisata untuk mengkaji dari perspektif filosofi dari pemasaran makro (macro marketing) dan mengembangkan pendekatan berbasis sistem (system based approach). Dia sendiri mencoba mengadopsi pandangan yang berbasis kepada sistem kehidupan (living system based view) dalam mengembangkan model pemasaran pariwisata berkelanjutan. Jamrozy (2007) di lain pihak menyatakan bahwa akhir-akhir ini ditengarai telah terjadi pergeseran paradigma pemasaran yang signifikan dari pengertian pemasaran tradisional sebagai aktivitas mengejar keuntungan yang diharapkan melalui proses pertukaran yang memuaskan keinginan dari para pelanggan menjadi suatu proses pemasaran yang lebih mengutamakan keberlanjutan sistem kehidupan yang berlangsung di destinasi pariwisata yang bersangkutan (sustainable living system). Dengan demikian ada pergeseran yang mendasar dari memasarkan pariwisata sebagai produk untuk bersenang-senang menghabiskan waktu luang (leisure) menjadi suatu pengalaman berwisata yang dapat meningkatkan kualitas hidup (quality of life), bukan hanya semata-mata untuk kepentingan individu wisatawan saja melainkan untuk sistem kehidupan secara keseluruhan di destinasi pariwisata yang bersangkutan, baik manusia dan sekitarnya, maupun antara para wisatawannya dengan masyarakat yang menjadi tuan rumah. Selanjutnya, Jamrozy (2007) mengemukakan model pemasaran pariwisata berkelanjutan (sustainable tourism marketing) yang berusaha menyeimbangkan aspek ekonomi, aspek keadilan sosial bagi masyarakat dan aspek pelestarian lingkungan ke dalam model pemasarannya seperti terlihat pada Gambar 2 berikut ini. 45

5 Society Goal : Benefit of Society, Equity Sustainable Marketing Economy Environment Goal : Satisfaction of Customer and Company Goal : Healthy and QualityEnvironment Berdasarkan penelusuran yang dilakukan, ternyata belum banyak ditemukan wacana yang dikemukakan mengenai konsep, paradigma atau model pemasaran pariwisata berkelanjutan dimaksud. Middleton and Hawkins (1998) memberikan pandangan mereka mengenai pemasaran pariwisata berkelanjutan sebagai orientasi manajemen secara keseluruhan yang merefleksikan sikap yang harus dapat menyeimbangkan keinginan dari para pemangku kepentingan (stakeholders) dengan kepentingan pelestarian lingkungan dalam jangka panjang dari suatu destinasi pariwisata dan pada saat yang sama dapat memenuhi permintaan dan harapan dari para pelanggan. Berdasarkan paparan sebelumnya, nampaknya cukup beralasan untuk mendorong lebih banyak wacana mengenai pemasaran pariwisata berkelanjutan dalam upaya menemukan sebuah model yang optimal bagi pemasaran suatu destinasi pariwisata. PEMBAHASAN Akhir-akhir ini isu pembangunan berkelanjutan (sustainable development) termasuk di sektor pariwisata mendapat perhatian yang sangat luas dari berbagai kalangan. Hal ini sejalan dengan meningkatnya kesadaran akan pentingnya menjaga mutu lingkungan di satu sisi dan di sisi yang lain bagaimana menjaga agar aktivitas pembangunan yang sedang dilaksanakan tetap dapat berjalan di tengah-tangah semakin ketatnya persaingan di era globalisasi dan kemajuan teknologi di berbagai aspek kehidupan. Strategi pemasaran destinasi pariwisata menduduki peran yang sangat strategis dalam pembangunan pariwisata berkelanjutan. Pembangunan pariwisata berkelanjutan dapat diartikan sebagai aktivitas pariwisata yang dapat memenuhi kebutuhan semua pihak saat ini tanpa harus mengorbankan lingkungan dan kepentingan generasi mendatang. Pembangunan berkelanjutan (sustainable development) oleh International Institute for Sustainable Development (1994) didefinisikan sebagai adopting business strategies and activities that meet the needs of the enterprise and its stakeholders today while protecting, sustaining, and enhancing the human and natural resources that will be needed in the future. Strategi pemasaran destinasi pariwisata berkelanjutan (sustainable tourism destination marketing strategy) dapat dibagi ke dalam 4 tahapan, yakni (1) tahapan identifikasi (identification), (2) tahapan formulasi strategi (formulation), (3) tahapan implementasi dari strategi dimaksud (implementation), dan (4) tahapan monitoring dan evaluasi terhadap hasil-hasil yang dicapai (monitoring and evaluation). 46

6 1. Tahap Identifikasi Pada tahap identifikasi ini semua pihak yang berkepentingan (stakeholders) diajak agar mereka memahami bagaimana strategi pemasaran yang diadopsi akan memberikan kontribusi yang berarti terhadap terwujudnya pembangunan pariwisata berkelanjutan. Dalam hal ini strategi pemasaran yang dirancang diharapkan dapat mengendalikan kelima variabel pembangunan pariwisata berkelanjutan, yakni; (1) tempat/lokasi pengembangan, (2) waktu yang tepat, (3) aksesibilitas, (4) portofolio produk wisata yang akan dikembangkan, dan (5) edukasi dan sosialisasi bagi semua pemangku kepentingan (stakeholders). Selanjutnya, perlu dibangun kesadaran bahwa memberikan sejumlah keuntungan diantaranya; terjaminnya keberlanjutan dari destinasi pariwisata yang bersangkutan dan keuntungan yang dapat diraih sangat dipengaruhi oleh daya tarik lingkungan pariwisata yang terjaga dan terawat dengan baik; menghindari atau mengurangi pengeluaran biaya investasi dan biaya operasional yang tidak perlu sebagai akibat terjadinya kerusakan lingkungan; kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku; mencegah timbulnya kesan negatif yang berkembang luas; memenuhi harapan wisatawan yang semakin tinggi kesadarannya terhadap isu lingkungan; dapat dijadikan sebagai sumber keunggulan daya saing pariwisata dari destinasi bersangkutan; dan terwujudnya lingkungan bisnis pariwisata (tourism business environment) yang menguntungkan semua pihak. Pemasaran destinasi pariwisata perlu dilihat dari dua tingkat (levels) yakni strategi pemasaran di tingkat pengelola destinasi pariwisata yang bersangkutan dan strategi pemasaran di tingkat unit-unit bisnis pariwisata yang ada di destinasi pariwisata tersebut. Strategi pemasaran di tingkat pengelola destinasi fokusnya adalah strategi pemasaran destinasi dimaksud secara keseluruhan sedangkan strategi pemasaran di tingkat unit-unit bisnis pariwisata yang ada akan lebih mengutamakan pemasaran bagi produkproduk wisata di unit-unit bisnisnya masing-masing. Karena itu, diperlukan koordinasi yang baik di semua lini dan di semua tingkat agar strategi yang ditetapkan baik di tingkat destinasi maupun di tingkat unit-unit usaha dapat menjadi efektif mencapai sasarannya. Strategi pemasaran yang diadopsi oleh suatu destinasi pariwisata selanjutnya dapat dijadikan sebagai wahana untuk mewujudkan konsep pembangunan pariwisata berkelanjutan (sustainable tourism development) di suatu destinasi pariwisata. Hal ini dapat dimengerti mengingat; (1) aktivitas pemasaran yang dilaksanakan oleh unit-unit bisnis pariwisata yang ada di destinasi pariwisata dimaksud maupun yang ada di tingkat pengelola destinasi sendiri akan mempengaruhi permintaan terhadap jenisjenis aktivitas pariwisata yang diinginkan dan produk-produk wisata yang ditawarkan untuk untuk itu, (2) dapat meningkatkan pengetahuan dan kesadaran wisatawan akan arti penting produkproduk dan praktek-praktek pembangunan pariwisata berkelanjutan, (3) strategi pemasaran yang dirancang dapat menjadi kerangka acuan bagi semua pemangku kepentingan dalam mewujudkan koordinasi, baik di tingkat unit-unit bisnis maupun di tingkat destinasi menuju ke arah yang yang dituju, (4) strategi pemasaran yang dirancang juga dapat menjadi alat bagi semua pemangku kepentingan untuk memahami dan akhirnya mempengaruhi perilaku wisatawan yang menjadi sasarannya, (5) menjadi acuan dalam merancang produk dan layanan pariwisata berkelanjutan, dan (6) akhirnya para manajer pemasaran di semua lini akan memfokuskan perhatiannya kepada target-target pasar yang dituju dan bekerjasama dengan 47

7 semua pihak terkait dalam mewujudkan apa yang menjadi cita-cita pembangunan pariwisata berkelanjutan. Strategi pemasaran di tingkat destinasi sepatutnya dimulai dengan penelitian untuk mengidentifikasi targettarget pasar destinasi pariwisata yang bersangkutan serta strategi promosi dan branding yang tepat bagi target-target pasar yang dituju. Selanjutnya perlu dibangun kerjasama dengan pihak pengelola unit-unit bisnis dan para pemangku kepentingan lainnya yang ada di destinasi tersebut untuk menetapkan skala prioritas dalam program pemasaran destinasi pariwisata yang bersangkutan. Langkah berikutnya adalah menyediakan dana investasi dan dukungan pemasaran bagi produk-produk pariwisata yang baru dikembangkan, memfasilitasi aktivitas pemasaran bagi destinasi pariwisata yang bersangkutan dan mendorong terwujudnya kerjasama pemasaran (marketing cooperatives) di destinasi pariwisata tersebut. Langkah strategis yang tidak kalah penting artinya adalah memberikan saran atau konsultasi berbasis sistem informasi pemasaran yang valid kepada semua pihak yang membutuhkan untuk mengambil keputusan. Di lain pihak, di tingkat unit-unit bisnis yang ada di destinasi yang bersangkutan berbagai strategi pemasaran yang difokuskan kepada aktivitas-aktivitas pemasaran yang meliputi; merancang bauran pemasaran (marketing mix) yang tepat untuk target-target pasar yang dituju, yang meliputi; menyusun bauran produk (product mix) untuk memenuhi harapan dari target-target pasarnya masing-masing dan harus dijaga sedemikian rupa agar konsisten dengan visi dari destinasi pariwisata yang bersangkutan; menetapkan kebijakan harga yang dapat menjamin tercapainya tujuan perusahaan dan terpeliharanya kualitas lingkungan pariwisata di destinasi yang bersangkutan (internalisasi biaya); menetapkan bauran iklan dan promosi untuk mempengaruhi respons pasar yang disasar dan membangun citra positif bagi produk dan destinasi yang bersangkutan; dan yang tidak kalah pentingnya adalah menetapkan kebijakan intermediasi atau bauran saluran pemasaran yang tidak hanya memberikan kemudahan dan kenyamanan bagi targettarget pasar yang dituju, akan tetapi juga dapat menjaga citra positip destinasi pariwisata bersangkutan di mata wisatawan melalui aktivitas promosi dan desain paket-paket wisatanya. 2. Tahap Formulasi Strategi Pemasaran Destinasi Pariwisata Sebagaimana diungkapkan sebelumnya, formulasi strategi pemasaran di suatu destinasi pariwisata juga dibagi dua tingkatan, yakni di tingkat pengelola destinasi pariwisata itu sendiri dan di tingkat unit-unit bisnisnya sendiri. Tiga hal yang perlu diperhatikan dalam merumuskan strategi pemasaran di tingkat destinasi, yakni; (1) menetapkan visi dan misi dari destinasi pariwisata yang sudah menjadi kesepakatan bersama dari para pemangku kepentingan yang ada di destinasi pariwisata bersangkuta (2) berbasis kepada visi pariwisata dimaksud, para eksekutif pemasaran di destinasi tersebut merumuskan strategi pemasaran dan promosi yang akan dilaksanakan oleh destinasi pariwisata yang dimaksud. (3) perumusan strategi pemasaran di tingkat destinasi harus melibatkan semua pemangku kepentingan (stakeholders) yang ada di destinasi yang bersangkutan. Selanjutnya, secara lebih spesifik strategi pemasaran di tingkat destinasi dapat dibagi ke dalam dua kelompok, yakni; (1) strategi promosi dan (2) strategi fasilitasi. Strategi promosi di tingkat destinasi meliputi; menyusun dan melaksanakan programprogram promosi di tingkat destinasi kepada target-target pasar yang dijadikan sasaran dan mengedukasi serta menciptakan kesadaran di kalangan wisatawan agar berperilaku sesuai dengan apa yang menjadi cita-cita pembangunan pariwisata berkelanjutan. Sedangkan 48

8 strategi fasilitasi ditujukan kepada upaya membangun kerjasama antara pengelola destinasi pariwisata dengan kalangan unitunit bisnis pariwisata di destinasi bersangkutan, dan antara payung promosi yang dirancang pengelola destinasi dengan kalangnan industri. Kebijakan perimbangan anggaran pemasaran antara pengelola dengan kalangan bisnis pariwisata, sumber-sumber pendanaan dan pengalokasiannya perlu disepakati bersama di antara semua pihak yang terkait. Di tingkat bisnis pariwisata (hotel, atraksi wisata, biro perjalanan, restoran, dll), perumusan strategi pemasarannya meliputi analisis lingkungan internal maupun eksternal, pengambilan keputusan strategis yang meliputi segmentasi pasar, pemilihan pasar-pasar sasaran dan pemosisian dari masing-masing unit bisnis yang ada, dan keputusan-keputusan taktis berkaitan dengan bauran pemasaran (marketing mix) yang dirancang untuk mempengaruhi respons pasar yang disasar. Pemilihan pasar-pasar sasaran disesuaikan dengan tujuan untuk mewujudkan (sustainable tourism development). Pasarpasar sasaran dapat dikelompokkan ke dalam dua kategori yakni; pasar antar pelaku bisnis atau business to business (B2B), Internet Services, Travel Workshops, Joint Campaigns, Tradeshows, Journalists Visits, Familiarisation Trips, Reservation Systems, Representation Abroad, Tourist Information Services, Destination Management Systems. Sedangkan secara individual, para pelaku bisnis di masingmasing destinasi pariwisata selayaknya lebih memfokuskan kepada pemanfaatan bauran pemasaran mereka masing-masing dalam meraih target pasarnya dan tujuan mewujudkan pembangunan pariwisata berkelanjutan di destinasi bersangkutan. 3. Tahap Implementasi Strategi pemasaran berkelanjutan di tingkat destinasi dapat memberikan kontribusi yang signifikan terhadap harapan untuk mewujudkan pembangunan pariwisata berkelanjutan, baik melalui aktivitas promosi maupun fasilitasi seperti diungkapkan sebelumnya. Dalam upaya mewujudkan pembangunan pariwisata berkelanjutan, strategi pemasaran ditujukan untuk memilih pasar-pasar yang memiliki kepedulian terhadap lingkungan dan pembangunan berkelanjutan. Selanjutnya, aktivitas pemasaran dan komunikasi pemasaran terintegrasi akan difokuskan kepada upaya untuk menyampaikan pesan-pesan promosi yang mengandung unsur edukasi dan menumbuhkan kesadaran akan pentingnya kepada pasar-pasar yang menjadi target. Untuk mendukung kegiatan dimaksud diperlukan kerjasama dan koordinasi yang erat antara unit-unit bisnis pariwisata yang ada di destinasi yang bersangkutan dengan pengelola destiansi pariwisata di destinasi tersebut, yang diwujudkan dalam bentuk kebijakan produk, kebijakan harga, kebijakan saluran distribusi pemasaran dan kebijakan promosi yang berorientasi kepada konsep keberlanjutan. a. Kebijakan Produk Dalam merancang bauran produk (product mix) atau porto-folio produk di suatu destinasi pariwisata perlu diperhatikan beberapa faktor penentu keberhasilan mewujudkan cita-cita pembangunan destinasi pariwisata berkelanjutan (sustainable trourism destination), yakni antara lain; desain dan bahan-bahan yang digunakan untuk membangun fasilitas wisata yang sesuai dengan konsep pembangunan pariwisata berkelanjutan. Selanjutnya, perlu diperhatikan elemen-elemen layanan dan fasilitas pendukung lainnya yang diperlukan untuk menunjang terwujudnya konsep berkelanjutan dimaksud. Konsep keberlanjutan dimaksud juga harus tercermin dalam operasional dari unit-unit bisnis pariwisata yang ada di destinasi 49

9 bersangkutan, presentasi dari produk dan layanan-layanan wisata yang mencerminkan konsep keberlanjutan, dan terwujudnya citra (image) dan pemberian identitas merek atau branding yang dapat meyakinkan target pasar yang dituju tentang kebijakan pembangunan pariwisata berkelanjutan yang diadopsi oleh destinasi pariwisata yang bersangkutan. a. Kebijakan Harga Harga memegang peran penting dalam mewujudkan pembangunan pariwisata berkelanjutan sekaligus sebagai alat yang sangat ampuh untuk mempengaruhi respons pasar. Kebijakan harga yang ditempuh mencerminkan kemampuan daya beli pasar yang menjadi sasaran, karakteristik pasarnya dan jumlah produk-produk wisata yang akan dibeli pasar. Perlu disadari bahwa harga yang ditetapkan oleh kalangan bisnis pariwisata di destinasi yang bersangkutan harus dapat menutupi seluruh harga pokok dan pengeluaran lainnya, termasuk pengeluaran-pengeluaran yang dilakukan oleh sektor publik yang digunakan untuk kepentingan pariwisata. Seluruh biaya pemeliharaan dan perawatan lingkungan juga sudah selayaknya dimasukkan ke dalam anggaran harga pokok (cost) dan pengeluaran (expenses) lainnya dalam penetapan harga jual (selling price) produk-produk wisata di destinasi pariwisata bersangkutan. Oleh karena itu, tidak lagi menjadi beban publik atau dengan kata lain dilakukan proses internalisasi dan bukan sebaliknya eksternalisasi dari apa yang seharusnya menjadi beban harga pokok dan pengeluaran dari unit-unit bisnis wisata yang bersangkutan (internalizing the externalities). c. Kebijakan Saluran Distribusi Pemasaran Salah satu alat pemasaran (marketing tools) yang tidak kalah ampuhnya mempengaruhi respons pasar adalah pemilihan saluran distribusi pemasaran (marketing distribution channel) yang merupakan salah satu dari elemen bauran pemasaran (marketing mix) yakni place. Seperti halnya elemen bauran pemasaran lainnya, saluran distribusi pemasaran juga berperan penting dalam mewujudkan cita-cita pembangunan pariwisata berkelanjutan. Terlepas dari apakah strategi mendorong (push strategy) atau strategi menarik (pull strategy) yang digunakan, periklanan dan aktivitas promosi lainnya yang ditujukan kepada target-target pasar mereka sepatutnya berorientasi kepada terwujudnya. Selanjutnya, mereka merancang produkproduk wisata dalam bentuk paket-paket wisata yang sesuai dengan visi dengan tetap mempertimbangkan daya serap pasar yang mereka tuju sebagai pasar-pasar sasaran. Melalui kegiatan periklanan (advertising) dan kehumasan (publicity) yang dilakukan oleh berbagai lembaga atau organisasi yang termasuk ke dalam kelompok saluran distribusi pemasaran, seperti biro perjalanan dan agen perjalanan diharapkan terbangun citra (image) keberlanjutan dan pemosisian (positioning) yang tepat dari destinasi pariwisata yang bersangkutan. Aktivitas promosi yang dilaksanakan oleh lembagalembaga yang tergabung ke dalam distribusi pemasaran tersebut diharapkan akan memberikan kontribusi yang besar baik langsung maupun tidak langsung kepada tujuan pelestarian lingkungan yang merupakan syarat utama terwujudnya (sustainable tourism development). d. Kebijakan Promosi Pesan-pesan promosi yang disebarluaskan melalui iklan dan alat-alat promosi lainnya sangat signifikan mempengaruhi ekspektasi (expectation) dari target-target pasar yang dituju mengenai produk wisata macam apa yang akan dinikmatinya di destinasi yang bersangkutan dan tentu saja nantinya akan mempengaruhi persepsi dan tingkat 50

10 kepuasan mereka atas pengalaman berwisata yang dinikmati. Karena itu unitunit bisnis wisata yang ada bekerjasama dengan badan yang diberikan kewenangan untuk mengelola destinasi pariwisata yang bersangkutan, bertanggung jawab atas aktivitas periklanan dan promosi dari destinasi pariwisata yang bersangkutan. Dengan target-target pasar yang sudah jelas dan tujuan yang ingin dicapai di masing-masing target pasar, akan memudahkan mereka dalam merumuskan pesan-pesan promosi yang akan disampaikan dan pemilihan media yang tepat. Dengan landasan konsep maka pesan-pesan promosi yang disampaikan diharapkan dapat membentuk sikap dan perilaku berwisata para wisatawan sesuai dengan cita-cita pembangunan pariwisata yang diinginkan. Karena itu, koordinasi dan kerjasama dari semua pihak menjadi sangat penting artinya. Untuk itu diperlukan adanya lembaga atau badan yang kuat yang beranggung jawab atas semua aktivitas promosi yang dilaksanakan untuk memastikan agar konsistensi dari berbagai aktivitas promosi yang dilaksanakan oleh berbagai pihak di berbagai tingkatan dapat tetap terjaga dengan baik. Bahkan, akan menjadi lebih ideal apabila konsep komunikasi pemasaran terpadu (integrated marketing communication - IMC) yang dapat mensinergikan semua kekuatan komunikasi yang tersedia kepada sasaransasaran yang tepat dapat dilaksanakan di destinasi pariwisata tersebut. 4. Monitoring dan Evaluasi Monitoring dan evaluasi merupakan langkah penting untuk mengetahui apakah strategi pemasaran yang diadopsi mencapai hasil sebagaimana diharapkan atau belum, agar dapat diambil langkah-langkah perbaikan atau penyempurnaan. Sejumlah indikator penting perlu diidentifikasi untuk dapat menetapkan apakah strategi pemasaran yang telah dilaksanakan selama ini telah dapat menjadi alat bagi terwujudnya citacita pembangunan pariwisata berkelanjutan. Seperti halnya terhadap produk, promosi dan kebijakan harga yang ditetapkan di destinasi pariwisata bersangkutan, monitoring dan evaluasi juga dilakukan pada dua tingkatan yakni di tingkat pengelola destinasi pariwisata dan di tingkat unit-unit bisnis yang ada di destinasi tersebut. Indikator-indikator yang digunakanpun perlu disesuaikan dengan kebutuhan di masing-masing tingkat agar benar-benar mewakili kepentingannya. Monitoring dan evaluasi perlu melibatkan semua pemangku kepentingan di destinasi pariwisata dimaksud agar benar-benar merefleksikan semua aspirasi yang ada. Hal ini penting artinya mengingat keberlanjutan pariwisata di suatu destinasi sangat tergantung kepada sejauh mana semua kepentingan yang ada sudah dapat terpenuhi dengan baik sehingga dukungan yang diharapkan dapat berjalan sesuai rencana. Di tingkat pengelola destinasi pariwisata beberapa langkah monitoring dan evaluasi yang dapat dilakukan antara lain meliputi; (1) montoring persepsi wisatawan mengenai produk dan pelayanan destinasi yang bersangkutan secara keseluruhan untuk memastikan tingkat kepuasan mereka selama menikmati produk dan layanan di destinasi dimaksud, (2) monitoring persepsi masyarakat di destinasi yang bersangkutan untuk meyakinkan bahwa apa yang menjadi harapan mereka dapat terpenuhi, sehingga dukungan masyarakat luas dalam dapat tetap terjaga dengan baik, (3) menjaga citra (image) positip dari destinasi pariwisata bersangkutan sejalan dengan dinamika pasar dan persaingan yang dihadapi; (4) pelaporan ke berbagai pihak terkait berkenaan dengan hasil-hasil monitoring dan evaluasi yang dilaksanakan, agar semua pihak terkait secara proporsional dapat mengambil 51

11 langkah-langkah yang tepat demi keberhasilan destinasi pariwisata dimaksud sesuai peran dan fungsi mereka masingmasing. Selanjutnya, di tingkat unit-unit bisnis yang ada di daerah tujuan wisata yang bersangkutan aktivitas monitoring dan evaluasi yang dilakukan oleh masingmasing unit bisnis yang ada (hotel, biro perjalanan, restoran, transportasi, dll) ditujukan untuk memastikan bahwa produk dan layanan yang dikelolanya telah berhasil mencapai tujuan sesuai kriteria keberhasilan usaha yang telah ditetapkan oleh masing-masing unit usaha pariwisata yang bersangkutan. Aktivitas monitoring dan evaluasi yang dilakukan umumnya antara lain meliputi; (1) analisis kinerja masing-masing unit bisnis yang ada, apakah sudah memenuhi tuntutan para pemangku kepentingan yang ada atau belum, (2) sistem monitoring dan evaluasi yang sifatnya eksternal untuk memastikan apakah kepentingan dan harapan pihakpihak eksternal terhadap unit-unit bisnis yang ada sudah terpenuhi dengan baik atau belum, (3) proses monitoring yang bersifat internal yang lebih banyak ditujukan untuk melihat apakah rencana-rencana bisnis atau lebih spesifik di bidang pemasaran sudah berjalan sesuai rencana atau belum, dan (4) pengukuran dan penilaian dan pelaporan kinerja unit-unit bisnis yang ada secara keseluruhan kepada pihak-pihak terkait untuk mengetahui apakah kinerjanya sudah mencapai tujuan atau belum serta langkah-langkah perbaikan yang perlu segera diambil. KESIMPULAN Memperhatikan prospek dan tantangan pariwisata ke depan, penerapan konsep pemasaran pariwisata berkelanjutnan (sustainable tourism marketing) yang tepat sudah merupakan suatu keniscayaan. Strategi pemasaran berkelanjutan sudah sepatutnya dijadikan sebagai alternatif kebijakan dalam mewujudkan cita-cita pembangunan pariwisata berkelanjutan (sustainable tourism development). Pemahaman terhadap kecenderungan pariwisata dunia dan regional, dilanjutkan dengan strategi pemilihan pasar-pasar sasaran yang mengutamakan terhadap kualitas pengalaman berwisata serta kepedulian terhadap keberlanjutan dari destinasi pariwisata yang dikunjungi akan menjadi landasan utama dalam merumuskan strategi pemasaran berkelanjutan. Selanjutnya kebijakan pengembangan produk, kebijakan harga dan kebijakan distribusi pemasaran yang tepat, serta komunikasi pemasaran yang terpadu (integrated marketing communication) dirancang untuk mendukung semua keputusan strategis di bidang pemasaran dari destinasi pariwisata dimaksud. Kriteria keberhasilam yang sepatutnya digunakan meliputi kriteria ekonomi, keadilan sosial dan tetap terpeliharanya kualitas lingkungan hidup. Keberhasilan dalam mengadopsi strategi pemasaran destinasi pariwisata berkelanjutan sangat dipengaruhi oleh terwujudnya pemahaman yang benar terhadap arti penting pembangunan destinasi pariwisata berkelanjutan, komitmen dan dukungan penuh dari semua pihak yang berkepentingan (stakeholders) di semua lini dan di semua jenjang, baik di tingkat destinasi maupun di tingkat unitunit bisnis yang ada di destinasi yang bersangkutan. Hal ini penting artinya agar konsistensi dalam implementasi strategi pemasaran berkelanjutan dapat terwujud dengan baik. DAFTAR PUSTAKA Edgell Sr, David, A New Era for Tourism: The Ten Important 52

12 Tourism Issues for 2003, University of Missouri-Kansas City Heath, E. and G. Wall, Marketing Tourism Destinations, A Strategic Marketing Planning Approach. New York: John Wiley and Sons, Inc. Jamrozy, Ute Marketing of Tourism: A Paradigm Sift Toward Sustainability. Marketing of Tourism. Kotler, P., M.A. Hamlin, I. Rein and D.H. Haider, Marketing Asian Places, Attracting Investment, Industry, and Tourism to Cities, States and Nations. Singapore: John Wiley & Sons, Inc..., J. Bowen and J. Makens, Marketing for Hospitality and Tourism. New Jersey: Prentice- Hall International Inc. Middleton, V.T.C. and Hawkins, R. (1998), Sustainable Tourism. A Marketing Perspective, Butterworth-Heineman, Oxford. Moscardo, G. (2003) Interpretation and Sustainable Tourism: Functions, Examples and Principles Journal of Sustainable Tourism, Vol 14, No 1, pp Pike, S., Destination Marketing, An Integrated Marketing Communication Approach. USA: Elsevier Inc. Slattery, D. & Lugg, A. (2002) If they treated the whole world like a national park : environmental education by teachers and rangers, Australian Journal of Environmental Education; vol. 18, 47-55; Suradnya, I Made, Rencana Pemasaran Strategis Untuk Bali Sebagai Daerah Tujuan Wisata Dunia, Makalah disampaikan dalam Seminar Mengelola Bali Sebagai Daerah Tujuan Wisata Dunia di STP Bali, 25 Maret The National Geographic - Center for Sustainable Destinations (2006) The United Nations - World Summit Report (2005) World Travel and Tourism Council (WTTC),

PENGELOLAAN DAYA DUKUNG DAN PEMASARAN PARIWISATA BERKELANJUTAN. Oleh : Dr. M. Liga Suryadana

PENGELOLAAN DAYA DUKUNG DAN PEMASARAN PARIWISATA BERKELANJUTAN. Oleh : Dr. M. Liga Suryadana PENGELOLAAN DAYA DUKUNG DAN PEMASARAN PARIWISATA BERKELANJUTAN Oleh : Dr. M. Liga Suryadana Tujuan Dari Materi ini : Mengetahui prinsip pembangunan berkelanjutan ke dalam strategi pemasaran produk wisata

Lebih terperinci

PENGELOLAAN DAYA DUKUNG DAN PEMASARAN PARIWISATA BERKELANJUTAN. Oleh : M. Liga Suryadana

PENGELOLAAN DAYA DUKUNG DAN PEMASARAN PARIWISATA BERKELANJUTAN. Oleh : M. Liga Suryadana PENGELOLAAN DAYA DUKUNG DAN PEMASARAN PARIWISATA BERKELANJUTAN Oleh : M. Liga Suryadana KLASIFIKASI WISATA Wisata alam (nature tourism), merupakan aktifitas wisata yang ditujukan pada pemanfaatan terhadap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1.1 Latar Belakang Pemasaran merupakan salah satu kegiatan pokok yang dilakukan oleh para pengusaha dalam mempertahankan kelangsungan bisnisnya, untuk berkembang dan mendapatkan laba.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ketatnya persaingan seringkali melatar belakangi perusahaan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Ketatnya persaingan seringkali melatar belakangi perusahaan untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Ketatnya persaingan seringkali melatar belakangi perusahaan untuk menghalalkan segala cara untuk menekan biaya serendah-rendahnya dan meraih keuntungan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangannya semakin meningkat. Pengembangan ini terus dilakukan karena

BAB I PENDAHULUAN. perkembangannya semakin meningkat. Pengembangan ini terus dilakukan karena BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Industri pariwisata telah berkembang dengan pesat di berbagai negara dan menjadi sumber devisa yang cukup besar. Di Indonesia pariwisata menjadi suatu bukti keberhasilan

Lebih terperinci

MODUL MANAJEMEN PERIKLANAN (3 SKS) Oleh : Drs. Hardiyanto, M.Si

MODUL MANAJEMEN PERIKLANAN (3 SKS) Oleh : Drs. Hardiyanto, M.Si PERTEMUAN 12 FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS MERCU BUANA, JAKARTA MODUL MANAJEMEN PERIKLANAN (3 SKS) Oleh : Drs. Hardiyanto, M.Si POKOK BAHASAN Perspektif Komunikasi Pemasaran Terpadu pada manajemen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu, maka yang menjadi tujuan pemasaran adalah brand loyality. Tanpa sebuah brand

BAB I PENDAHULUAN. satu, maka yang menjadi tujuan pemasaran adalah brand loyality. Tanpa sebuah brand BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jika keseluruhan aktivitas pemasaran harus diringkas menjadi satu kata saja, maka kata yang keluar adalah branding. Jika semua tujuan pemasaran digabung menjadi satu,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepariwisataan saat ini mengalami kenaikan yang cukup pesat. Banyak

BAB I PENDAHULUAN. kepariwisataan saat ini mengalami kenaikan yang cukup pesat. Banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan industri jasa yang bergerak di bidang kepariwisataan saat ini mengalami kenaikan yang cukup pesat. Banyak perusahaan baru hadir dan berkompetisi dengan

Lebih terperinci

Komunikasi Pemasaran Terpadu (IMC)

Komunikasi Pemasaran Terpadu (IMC) Modul ke: Komunikasi Pemasaran Terpadu (IMC) Bentuk Khusus Media Komunikasi Pemasaran Fakultas FIKOM Krisnomo Wisnu Trihatman S.Sos M.Si Program Studi Periklanan www.mercubuana.ac.id Marketing Public Relation

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Daya tarik wisata sekarang ini, baik wisatawan domestik maupun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Daya tarik wisata sekarang ini, baik wisatawan domestik maupun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Daya tarik wisata sekarang ini, baik wisatawan domestik maupun mancanegara terhadap kepariwisataan Indonesia semakin marak. Hal itu juga berdampak pada berkembangnya

Lebih terperinci

Resume Chapter 2: Charting a Company s Direction: Its Vision, Mission, Objectives, and Strategy

Resume Chapter 2: Charting a Company s Direction: Its Vision, Mission, Objectives, and Strategy Resume Chapter 2: Charting a Company s Direction: Its Vision, Mission, Objectives, and Strategy Perusahaan yang memiliki keunggulan bersaing diharuskan mampu dalam memahami perubahan struktur pasar dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Molinda Hotmauly, 2014

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Molinda Hotmauly, 2014 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Indonesia memiliki keanekaragaman dalam hal kebudayaan dan sumber daya alamnya. Hal ini merupakan daya tarik yang sangat kuat yang dimiliki oleh Indonesia

Lebih terperinci

PENGANTAR BISNIS MINGGU KE-6. Pemasaran. Disusun oleh: Nur Azifah., SE., M.Si

PENGANTAR BISNIS MINGGU KE-6. Pemasaran. Disusun oleh: Nur Azifah., SE., M.Si PENGANTAR BISNIS MINGGU KE-6 Pemasaran Disusun oleh: Nur Azifah., SE., M.Si Definisi Pemasaran Kotler dan Lane (2007): Pemasaran adalah suatu proses sosial yang di dalamnya individu dan kelompok mendapatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. rangka teoritis untuk menjelaskan kepuasan pelanggan. pelanggan memang berkaitan dengan penilaian kualitas jasa yang dirasakan oleh

I. PENDAHULUAN. rangka teoritis untuk menjelaskan kepuasan pelanggan. pelanggan memang berkaitan dengan penilaian kualitas jasa yang dirasakan oleh I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada dasarnya tujuan sebuah bisnis adalah menciptakan para pelanggan yang puas. Sejalan dengan itu berbagai upaya telah dilakukan untuk menyusun rangka teoritis untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. primer dan sekunder yang berbeda (R.M. Soedarsono, 2001: 170).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. primer dan sekunder yang berbeda (R.M. Soedarsono, 2001: 170). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seni pertunjukan dan kehidupan berkesenian pada umumnya merupakan salah satu perilaku budaya manusia, baik secara individu maupun sebagai sebuah kelompok masyarakat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu ukuran atau indikasi kemajuan suatu masyarakat adalah tersedianya fasilitas

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu ukuran atau indikasi kemajuan suatu masyarakat adalah tersedianya fasilitas 121 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Salah satu ukuran atau indikasi kemajuan suatu masyarakat adalah tersedianya fasilitas penunjang bagi masyarakat itu sendiri. Fasilitas penunjang yang di maksud,

Lebih terperinci

BAB 2 KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB 2 KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS BAB 2 KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1 Pemasaran (Marketing) Pemasaran adalah proses penyusunan komunikasi terpadu yang bertujuan untuk memberikan informasimengenai barang atau jasa dalam kaitannya

Lebih terperinci

Sistematika presentasi

Sistematika presentasi Perencanaan Pariwisata Berkelanjutan Wiwik D Pratiwi Sistematika presentasi Mengapa? Apa prinsipnya? Apa pertimbangannya? Apa elemen-elemen strategisnya? Apa hal-hal yang diperlukan bila berdasar pada

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Pemasaran Menurut Parkinson (1991), pemasaran merupakan suatu cara berpikir baru tentang bagaimana perusahaan atau suatu organisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata telah mengalami perkembangan yang sangat pesat selama kurang lebih empat dekade terakhir sehingga saat ini pariwisata dianggap sebagai sebuah industri yang

Lebih terperinci

Integrasi Produk Pariwisata Indonesia Berbasis Environmental Supply Chain Management

Integrasi Produk Pariwisata Indonesia Berbasis Environmental Supply Chain Management Integrasi Produk Pariwisata Indonesia Berbasis Environmental Supply Chain Management Pendahuluan Peran sektor jasa dalam Perekonomian Indonesia semakin penting dan terus berkembang sejak krisis tahun 1997

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar tetapi perusahaan kecil atau perusahaan pemula juga menerapkan

BAB I PENDAHULUAN. besar tetapi perusahaan kecil atau perusahaan pemula juga menerapkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini banyak perusahaan berkompetisi untuk menguasai pangsa pasar yang ada, yaitu dengan cara membuat perencanaan pemasaran yang baik demi mendapat pencitraan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat penulis menulis skripsi ini, sudah banyak hotel-hotel yang berdiri di

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat penulis menulis skripsi ini, sudah banyak hotel-hotel yang berdiri di Bab I Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada saat penulis menulis skripsi ini, sudah banyak hotel-hotel yang berdiri di Kota Bandung, dari hotel non-bintang sampai hotel berbintang.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tidak kalah dengan negara lain. Didukung oleh letak wilayah yang strategis,

BAB 1 PENDAHULUAN. tidak kalah dengan negara lain. Didukung oleh letak wilayah yang strategis, BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pariwisata merupakan aset sebuah negara yang tidak ada habisnya. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki potensi pariwisata yang tidak kalah dengan negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Industri di sektor pariwisata mempunyai potensi yang cukup besar bagi

BAB I PENDAHULUAN. Industri di sektor pariwisata mempunyai potensi yang cukup besar bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Industri di sektor pariwisata mempunyai potensi yang cukup besar bagi perkembangan perekonomian di Indonesia karena dapat menghasilkan sumber penerimaan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG 1 PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINTANG NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN DAERAH KABUPATEN SINTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINTANG,

Lebih terperinci

can have a positive impact Jambuluwuk Malioboro Boutique Hotel in the increasing number of visitors.

can have a positive impact Jambuluwuk Malioboro Boutique Hotel in the increasing number of visitors. ABSTRAK Yogyakarta adalah daerah tujuan wisata terbesar kedua setelah Bali di Indonesia, hal ini juga dijelaskan dalam peta kepariwisataan nasional. Yogyakarta sendiri termasuk salah satu lahan segar bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pariwisata sudah menjadi sebuah industri jasa yang memberikan pengaruh pada aspek lain dalam kehidupan. Dampak dampak yang muncul dari kegiatan wisata bisa bermanfaat

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. A. latar Belakang Masalah. dan teknologi yang sangat terasa adalah terjadinya perubahan yang sangat cepat di

BAB I PENGANTAR. A. latar Belakang Masalah. dan teknologi yang sangat terasa adalah terjadinya perubahan yang sangat cepat di BAB I PENGANTAR A. latar Belakang Masalah Dalam era globalisasi sekarang ini dampak perubahan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat terasa adalah terjadinya perubahan yang sangat cepat di segala aspek

Lebih terperinci

Komunikasi Pemasaran Terpadu (IMC)

Komunikasi Pemasaran Terpadu (IMC) Modul ke: Komunikasi Pemasaran Terpadu (IMC) PENGERTIAN KOMUNIKASI PEMASARAN TERPADU Fakultas FIKOM Krisnomo Wisnu Trihatman S.Sos M.Si Program Studi Periklanan www.mercubuana.ac.id Sejarah Komunikasi

Lebih terperinci

PRINSIP PEMBANGUNAN PARIWISATA BERKELANJUTAN

PRINSIP PEMBANGUNAN PARIWISATA BERKELANJUTAN PRINSIP PEMBANGUNAN PARIWISATA BERKELANJUTAN Sebagai Pedoman Dasar Penentu Keberhasilan Oleh : Cri Murthi Adi 1 Prinsip Pembangunan Pariwisata Berkelanjutan Sebagai Pedoman Dasar Penentu Keberhasilan Oleh

Lebih terperinci

Pentingnya Penerapan Teori Marketing 7P dalam Usaha Anda

Pentingnya Penerapan Teori Marketing 7P dalam Usaha Anda Pentingnya Penerapan Teori Marketing 7P dalam Usaha Anda 7P Dalam Bauran Pemasaran, Dalam komunikasi pemasaran diperlukan suatu pendekatan yang mudah dan fleksibel yang terdapat pada bauran pemasaran (marketing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pariwisata merupakan usaha yang pada umumnya sangat

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pariwisata merupakan usaha yang pada umumnya sangat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sektor pariwisata merupakan usaha yang pada umumnya sangat menjanjikan dalam meraih devisa negara. Salah satu komponen industri pariwisata yang besar peranannya

Lebih terperinci

KURIKULUM MAGISTER MANAJEMEN

KURIKULUM MAGISTER MANAJEMEN KURIKULUM MAGISTER MANAJEMEN Kurikulum berikut ini berlaku sejak perkuliahan tahun akademik 2012 dengan beban 47 kredit (pada masa sebelumnya, beban studi mahasiswa adalah 46 kredit). 1. Beban Studi Beban

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kepariwisataan dunia dari tahun ke tahun semakin. meningkat baik dari jumlah wisatawan maupun pembelanjaannya.

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kepariwisataan dunia dari tahun ke tahun semakin. meningkat baik dari jumlah wisatawan maupun pembelanjaannya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan kepariwisataan dunia dari tahun ke tahun semakin meningkat baik dari jumlah wisatawan maupun pembelanjaannya. Bagi sebagian orang, berwisata menjadi

Lebih terperinci

BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN

BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN 3.1 Telaahan terhadap Kebijakan Nasional Rencana program dan kegiatan pada Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Pemalang mendasarkan pada pencapaian Prioritas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pariwisata di Indonesia merupakan sektor ekonomi yang penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pariwisata di Indonesia merupakan sektor ekonomi yang penting dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata di Indonesia merupakan sektor ekonomi yang penting dalam mendongkrak pendapatan di sektor usaha atau pendapatan daerah. Dunia pariwisata saat ini sudah mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyebarluasan suatu produk atau jasa kepada orang lain.

BAB I PENDAHULUAN. penyebarluasan suatu produk atau jasa kepada orang lain. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam kehidupan manusia, komunikasi sangat fundamental dan berperan. Komunikasi adalah sebagian dari kehidupan manusia, karena dalam melaksanakan berbagai kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu produk atau jasa dapat diterima di pasar sasaran. pemasarannya maupun dari segi komunikasinya, terdapat marketing mix

BAB I PENDAHULUAN. suatu produk atau jasa dapat diterima di pasar sasaran. pemasarannya maupun dari segi komunikasinya, terdapat marketing mix BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ditengah semakin kompleks dan kompetitifnya persaingan pasar saat ini, merencanakan suatu strategi komunikasi pemasaran yang tepat terhadap suatu produk atau

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Daya Saing

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Daya Saing 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Daya Saing Konsep daya saing berhubungan dengan kemampuan meningkatkan posisi tawar (bargaining position) dalam memaksimalkan pencapaian tujuan (Tamba, 2004). Untuk meraih kesuksesan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA TANGERANG

PEMERINTAH KOTA TANGERANG RINGKASAN RENJA DINAS KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA KOTA TANGERANG TAHUN 2017 Rencana Kerja Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Tangerang Tahun 2017 yang selanjutnya disebut Renja Disbudpar adalah dokumen

Lebih terperinci

BAB V ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH

BAB V ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH RANCANGAN RPJP KABUPATEN BINTAN TAHUN 2005-2025 V-1 BAB V ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH Permasalahan dan tantangan yang dihadapi, serta isu strategis serta visi dan misi pembangunan

Lebih terperinci

Integrated Marketing Communication (IMC) : Pengantar Umum

Integrated Marketing Communication (IMC) : Pengantar Umum BAB 1 PENDAHULUAN Modul ini merupakan kerja Tim yang tergabung dalam tim Marketing Communication (Komunikasi Pemasaran). Marketing communication merupakan salah satu unsur penting dalam proses pemasaran

Lebih terperinci

BUPATI KLATEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLATEN NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN KABUPATEN KLATEN TAHUN

BUPATI KLATEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLATEN NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN KABUPATEN KLATEN TAHUN BUPATI KLATEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLATEN NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN KABUPATEN KLATEN TAHUN 2014-2029 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KLATEN, Menimbang

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. KESIMPULAN. Perubahan paradigma museum dari museum yang berorientasi pada

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. KESIMPULAN. Perubahan paradigma museum dari museum yang berorientasi pada 100 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. KESIMPULAN Perubahan paradigma museum dari museum yang berorientasi pada koleksi menjadi museum yang berorientasi pada pengunjung merupakan bukti kuatnya perubahan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. 5.1 Kesimpulan. Berdasarkan pembahasan hasil penelitian, dapat disimpulkan beberapa hal

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. 5.1 Kesimpulan. Berdasarkan pembahasan hasil penelitian, dapat disimpulkan beberapa hal BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan pembahasan hasil penelitian, dapat disimpulkan beberapa hal yang merupakan jawaban dari pertanyaan penelitian. Kesimpulan tersebut dikompilasi berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hanya menggunakan fasilitas tertentu yang dimiliki hotel itu. Hotel bukan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. hanya menggunakan fasilitas tertentu yang dimiliki hotel itu. Hotel bukan merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hotel adalah suatu bentuk bangunan, lambang, perusahaan atau badan usaha akomodasi yang menyediakan pelayanan jasa penginapan, penyedia makanan dan minuman serta fasilitas

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORITIS

BAB II KERANGKA TEORITIS BAB II KERANGKA TEORITIS 2.1 Penelitian Terdahulu Mica (2005) melakukan penelitian dengan judul Analisis Segmentasi Pasar Wisatawan Mancanegara Terhadap Daerah Tujuan Wisata Sumatera Utara tentang adakah

Lebih terperinci

Mata Kuliah - Kreatif Fundamental-

Mata Kuliah - Kreatif Fundamental- Mata Kuliah - Kreatif Fundamental- Modul ke: Kreatif Fundamental Strategi 1 : Teori dan Strategi Pemasaran, Analisis Pasar dan Pengukuran Pasar Fakultas FIKOM Ardhariksa Z, M.Med.Kom Program Studi Marketing

Lebih terperinci

MATERI 2 KONSEP RENCANA STRATEGIS PERUSAHAAN

MATERI 2 KONSEP RENCANA STRATEGIS PERUSAHAAN MATERI 2 KONSEP RENCANA STRATEGIS PERUSAHAAN 2.1. Pendahuluan Rencana strategis perusahaan adalah suatu rencana jangka panjang yang bersifat menyeluruh, memberikan rumusan ke mana perusahaan akan diarahkan,

Lebih terperinci

BAB VI KEBIJAKAN DAN STRATEGI

BAB VI KEBIJAKAN DAN STRATEGI BAB VI KEBIJAKAN DAN STRATEGI 6.1. Kebijakan Pengembangan Investasi di Kabupaten Banyuaesin Konsep dan design arah pengembangan investasi di Kabupaten Banyuasin dibuat dengan mempertimbangkan potensi wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Di negara manapun di dunia ini termasuk di Indonesia apabila perekonomian bangsa dikelola secara jujur, adil dan profesional, maka pertumbuhan ekonomi akan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemasaran 2.1.1 Pengertian Pemasaran Pemasaran adalah suatu fungsi organisasi dan seperangkat proses untuk menciptakan, mengkomunikasikan, dan menyerahkan nilai kepada pelanggan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar bagi perubahaan gaya hidup. Manusia selalu berusaha untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. besar bagi perubahaan gaya hidup. Manusia selalu berusaha untuk memenuhi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan manusia yang tidak terbatas semakin berkembang dari waktu ke waktu, kemajuan teknologi dan informasi telah membawa dampak besar bagi perubahaan gaya

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan salah satu produk yang mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara cepat dalam hal kesempatan kerja, peningkatan taraf hidup yaitu dengan mengaktifkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam lingkungan yang terus berkembang dan cepat berubah, perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam lingkungan yang terus berkembang dan cepat berubah, perusahaan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN Dalam lingkungan yang terus berkembang dan cepat berubah, perusahaan tidak dapat mempertahankan sikap menarik pelanggan atau memperluas pasar baru. Faktor

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pengaruh terjadinya Global warming yang terjadi pada saat ini. Hal ini sangat

BAB 1 PENDAHULUAN. pengaruh terjadinya Global warming yang terjadi pada saat ini. Hal ini sangat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang masalah Di era modern seperti sekarang ini banyak sekali kegiatan-kegiatan yang dilakukan manusia berdampak tidak baik bagi lingkungan. Saat ini adalah dimana terjadinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era Globalisasi, tingkat ketergantungan antar bangsa tidak dapat dihindari.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era Globalisasi, tingkat ketergantungan antar bangsa tidak dapat dihindari. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam era Globalisasi, tingkat ketergantungan antar bangsa tidak dapat dihindari. Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan informasi mendorong terjadinya perdagangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. segala potensi yang dimiliki. Pembangunan pariwisata telah diyakini sebagai

BAB I PENDAHULUAN. segala potensi yang dimiliki. Pembangunan pariwisata telah diyakini sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini pariwisata telah menjadi salah satu industri andalan dalam menghasilkan devisa suatu negara. Berbagai negara terus berupaya mengembangkan pembangunan sektor

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan pesatnya pertumbuhan penduduk di DKI Jakarta saat ini, bermunculan pula berbagai jenis usaha yang berpotensi menghasilkan keuntungan. Beragamnya penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daya hayati tropis yang tidak hanya sangat beragam tetapi juga unik. Keragaman

BAB I PENDAHULUAN. daya hayati tropis yang tidak hanya sangat beragam tetapi juga unik. Keragaman BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris memiliki kekayaan alam terutama sumber daya hayati tropis yang tidak hanya sangat beragam tetapi juga unik. Keragaman dan keunikannya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. keterbelakangan ekonomi, yang lebih dikenal dengan istilah kemiskinan, maka

I. PENDAHULUAN. keterbelakangan ekonomi, yang lebih dikenal dengan istilah kemiskinan, maka 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional di banyak negara berkembang pada umumnya ditekankan pada pembangunan ekonomi. Hal ini disebabkan karena yang paling terasa adalah keterbelakangan

Lebih terperinci

8.1 Temuan Penelitian

8.1 Temuan Penelitian BAB VIII PENUTUP Bab Penutup ini berisi tiga hal yaitu Temuan Penelitian, Simpulan, dan Saran. Tiap-tiap bagian diuraikan sebagai berikut. 8.1 Temuan Penelitian Penelitian tentang relasi kuasa dalam pengelolaan

Lebih terperinci

ANALISIS PERUMUSAN STRATEGI BISNIS GABUNGAN TRAVEL AGENT DAN CAFÉ PT. ABC DENGAN MENGGUNAKAN INTEGRASI METODE AHP DAN SWOT

ANALISIS PERUMUSAN STRATEGI BISNIS GABUNGAN TRAVEL AGENT DAN CAFÉ PT. ABC DENGAN MENGGUNAKAN INTEGRASI METODE AHP DAN SWOT ANALISIS PERUMUSAN STRATEGI BISNIS GABUNGAN TRAVEL AGENT DAN CAFÉ PT. ABC DENGAN MENGGUNAKAN INTEGRASI METODE AHP DAN SWOT Citra Cahyawati 1) dan M. Yusak Anshori 2) 1) Program Studi Magister Manajemen

Lebih terperinci

6. MODEL PENGEMBANGAN DAN RANCANGAN IMPLEMENTASI

6. MODEL PENGEMBANGAN DAN RANCANGAN IMPLEMENTASI 6. MODEL PENGEMBANGAN DAN RANCANGAN IMPLEMENTASI 6.1 Model Pengembangan Agrowisata Mempertimbangkan berbagai hasil yang telah dipaparkan pada bagian terdahulu, maka model pengembangan agrowisata berbasis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Peranan sektor

I. PENDAHULUAN. manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Peranan sektor I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Peranan sektor pariwisata bagi suatu negara

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI PARIWISATA DAN EKONOMI KREATIF REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI PARIWISATA DAN EKONOMI KREATIF REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG SALINAN PERATURAN MENTERI PARIWISATA DAN EKONOMI KREATIF REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN PERJALANAN WISATA PENGENALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PARIWISATA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Semakin maju perkembangan teknologi, semakin marak pula

BAB I PENDAHULUAN. Semakin maju perkembangan teknologi, semakin marak pula BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Semakin maju perkembangan teknologi, semakin marak pula keanekaragaman produk yang dihasilkan. Produk dengan jenis, kemasan, manfaat, rasa, dan tampilan

Lebih terperinci

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN VISI Visi dan Misi Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Nusa Tenggara Barat, yang akan dituangkan dalam visi dan misi Rencana Strategis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menjadi kokoh, sejak Undang-Undang Dasar Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menjadi kokoh, sejak Undang-Undang Dasar Republik Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Memasuki era global saat ini, perkembangan di dunia khususnya di bidang ekonomi sudah mengarah pada ilmu pengetahuan dan teknologi. Salah satu pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan perekonomian bangsa dan peningkatan kesejahteraan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan perekonomian bangsa dan peningkatan kesejahteraan masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor kepariwisataan mempunyai peranan yang sangat penting dalam pembangunan perekonomian bangsa dan peningkatan kesejahteraan masyarakat yang semakin tampak serta

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Pembahasan Kesiapan Kondisi Jayengan Kampoeng Permata Sebagai Destinasi Wisata

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Pembahasan Kesiapan Kondisi Jayengan Kampoeng Permata Sebagai Destinasi Wisata BAB V PEMBAHASAN Pada bab sebelumnya telah dilakukan analisis yang menghasilkan nilai serta tingkat kesiapan masing-masing komponen wisata kreatif di JKP. Pada bab ini akan membahas lebih lanjut mengenai

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. di Kabupaten Bangka melalui pendekatan sustainable placemaking, maka

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. di Kabupaten Bangka melalui pendekatan sustainable placemaking, maka BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI V. 1. KESIMPULAN Berdasarkan analisis yang dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempegaruhi pengembangan produk wisata bahari dan konservasi penyu di Kabupaten

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Sajian pemberitaan media oleh para wartawan narasumber penelitian ini merepresentasikan pemahaman mereka terhadap reputasi lingkungan sosial dan budaya Kota Yogyakarta.

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 12 2013 SERI : E PERATURAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN DAERAH KOTA BEKASI TAHUN 2013 2028 Menimbang : a.

Lebih terperinci

PENGARUH BAURAN PEMASARAN TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN MOBIL MEREK TOYOTA PADA UD. DUA TIGA TUJUH MOTOR. Oleh : VINA SORAYA A

PENGARUH BAURAN PEMASARAN TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN MOBIL MEREK TOYOTA PADA UD. DUA TIGA TUJUH MOTOR. Oleh : VINA SORAYA A PENGARUH BAURAN PEMASARAN TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN MOBIL MEREK TOYOTA PADA UD. DUA TIGA TUJUH MOTOR Oleh : VINA SORAYA A21107638 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Globalisasi perdagangan

Lebih terperinci

Penyusunan Rencana Strategis Pemasaran

Penyusunan Rencana Strategis Pemasaran . Penyusunan Rencana Strategis Pemasaran Perencanaan Strategis (Strategic Planning) adalah proses mengembangkan dan mempertahankan kecocokan strategis antara tujuan dan kemampuan perusahaan serta peluang

Lebih terperinci

II. LANDASAN TEORI. Menurut Basu Swasstha DH dan Ibnu Sukotjo (2002:179) pemasaran adalah:

II. LANDASAN TEORI. Menurut Basu Swasstha DH dan Ibnu Sukotjo (2002:179) pemasaran adalah: 11 II. LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Pemasaran Pengertian Pemasaran pada mulanya difokuskan pada produk barang, kemudian pada lembaga-lembaga yang melaksanakan proses pemasaran dan terakhir yang dilaksanakan

Lebih terperinci

POTENSI DAN USAHA PENGEMBANGAN EKOWISATA TELUK PENYU CILACAP

POTENSI DAN USAHA PENGEMBANGAN EKOWISATA TELUK PENYU CILACAP POTENSI DAN USAHA PENGEMBANGAN EKOWISATA TELUK PENYU CILACAP Ekowisata pertama diperkenalkan oleh organisasi The Ecotourism Society (1990) adalah suatu bentuk perjalanan wisata ke area alami yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perencanaan Strategik (Strategic Planning) merupakan salah satu kunci

BAB I PENDAHULUAN. Perencanaan Strategik (Strategic Planning) merupakan salah satu kunci BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perencanaan Strategik (Strategic Planning) merupakan salah satu kunci keberhasilan bagi suatu perusahaan dalam mencapai tujuan perusahaan. Perencanaan Strategik

Lebih terperinci

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS TAHUN 2017-2027 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

Tahun : Strategi komunikasi Pemasaran Pertemuan 12 Buku 1 jilid 2 Hal:

Tahun : Strategi komunikasi Pemasaran Pertemuan 12 Buku 1 jilid 2 Hal: Matakuliah Tahun : 2009 : Pengantar Pemasaran Strategi komunikasi Pemasaran Pertemuan 12 Buku 1 jilid 2 Hal: 114-265 Learning Objective Mengkomunikasikan nilai pelanggan dan pemasaran terintegrasi Mendefinisikan

Lebih terperinci

Integrated Marketing Communication I

Integrated Marketing Communication I Modul ke: Integrated Marketing Communication I Pengantar IMC Fakultas Fakultas Ilmu Komunikasi Martina Shalaty Putri, M.Si. Program Studi Advertising dan Marketing Communication http://www.mercubuana.ac.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata sebagai suatu jenis usaha yang memiliki nilai ekonomi, maka

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata sebagai suatu jenis usaha yang memiliki nilai ekonomi, maka BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata sebagai suatu jenis usaha yang memiliki nilai ekonomi, maka pariwisata adalah sebagai suatu proses yang dapat menciptakan nilai tambah barang atau jasa sebagai

Lebih terperinci

LAPORAN PELAKSANAAN KEGIATAN SOSIALISASI / WORKSHOP PARIWISATA DAN MICE MENUNJANG PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL. Surakarta, 26 Nopember 2015

LAPORAN PELAKSANAAN KEGIATAN SOSIALISASI / WORKSHOP PARIWISATA DAN MICE MENUNJANG PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL. Surakarta, 26 Nopember 2015 LAPORAN PELAKSANAAN KEGIATAN SOSIALISASI / WORKSHOP PARIWISATA DAN MICE MENUNJANG PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL Surakarta, 26 Nopember 2015 BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA SURAKARTA TAHUN 2015 BAB

Lebih terperinci

Entrepreneurship and Inovation Management

Entrepreneurship and Inovation Management Modul ke: 10 Entrepreneurship and Inovation Management Berisi : SEGMENTATION TARGETING - POSITIONING Fakultas Ekonomi Dr. Tukhas Shilul Imaroh,MM Program Studi Pasca Sarjana www.mercubuana.ac.id Pengertian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mencapai tujuan perusahaan adalah dengan perencanaan strategik. Perencanaan strategik membantu perusahaan dalam mengembangkan

BAB 1 PENDAHULUAN. mencapai tujuan perusahaan adalah dengan perencanaan strategik. Perencanaan strategik membantu perusahaan dalam mengembangkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Salah satu kunci keberhasilan bagi suatu perusahaan dalam mencapai tujuan perusahaan adalah dengan perencanaan strategik. Perencanaan strategik membantu

Lebih terperinci

PERENCANAAN PEMASARAN USAHA KECIL (Tugas Kelompok Kewirausahaan)

PERENCANAAN PEMASARAN USAHA KECIL (Tugas Kelompok Kewirausahaan) PERENCANAAN PEMASARAN USAHA KECIL (Tugas Kelompok Kewirausahaan) Nama Kelompok : Fadhyl Muhammad 115030407111072 Ardhya Harta S 115030407111075 Ardiansyah Permana 115030407111077 UNIVERSITAS BRAWIJAYA

Lebih terperinci

2 Pemasaran dan brand suatu negara menjadi hal yang penting untuk dikelola oleh pemerintah karena memiliki kontribusi besar dalam ekonomi dan pembentu

2 Pemasaran dan brand suatu negara menjadi hal yang penting untuk dikelola oleh pemerintah karena memiliki kontribusi besar dalam ekonomi dan pembentu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Dunia telah memasuki era globalisasi. Globalisasi menuntut banyak perubahan diberbagai pola kehidupan. Globalisasi menuntut suatu negara melakukan kan inovasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi dari tahun ke tahun telah diketahui semakin penting. wisatawan sebagai guest dan masyarakat lokal sebagai host.

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi dari tahun ke tahun telah diketahui semakin penting. wisatawan sebagai guest dan masyarakat lokal sebagai host. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pariwisata merupakan bagian dari strategi pembangunan ekonomi berkelanjutan, searah dengan pembangunan infrastruktur yang menjadi prioritas utama di negara-negara

Lebih terperinci

# $ !!" ! #$! $% # %!!!'(!! +!! % %+!'!! " #! # % #, #,-! #! )!! %" .'.!% % ) ' ' '!!!! % '! $ )!!'" /!.!% % ) $ % & (!!!!.!% %!$

# $ !! ! #$! $% # %!!!'(!! +!! % %+!'!!  #! # % #, #,-! #! )!! % .'.!% % ) ' ' '!!!! % '! $ )!!' /!.!% % ) $ % & (!!!!.!% %!$ !!"! #$! $%!&!'!!" # %!!!'(!!!$)!" #* $%!++ +!! % %+!'!! " "" #! # % #'!$ #, #,-! #'-!!! #! )!! %" # $.'.!% % ) ' ' '!!!! % '! $ )!!'" /!.!% % ) $ % & (!!!!.!% %!$!!!%.!% % "!.!% % )!')!! %!+!.!% % & &

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABALONG NOMOR 01 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA INDUK PENGEMBANGAN PARIWISATA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABALONG NOMOR 01 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA INDUK PENGEMBANGAN PARIWISATA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABALONG NOMOR 01 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA INDUK PENGEMBANGAN PARIWISATA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TABALONG, Menimbang : a. bahwa kondisi wilayah Kabupaten

Lebih terperinci

MENGKOMUNIKASIKAN NILAI. By Swasta Priambada

MENGKOMUNIKASIKAN NILAI. By Swasta Priambada MENGKOMUNIKASIKAN NILAI By Swasta Priambada Pemasaran Modern Mengembangkan produk yang baik Menetapkan harga yang menarik Membuat produk mudah diakses oleh pelanggan Komunikasi yang lancar dan baik dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tahun ke tahun. Dari tahun wisatawan yang berkunjung ke Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN. tahun ke tahun. Dari tahun wisatawan yang berkunjung ke Yogyakarta BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Yogyakarta merupakan salah satu kota di Indonesia yang memiliki daya tarik wisata dan merupakan kota tujuan wisata yang paling diminati oleh wisatawan, dilihat dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bidang yang sama sehingga banyak perusahaan yang tidak dapat. mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan.

BAB I PENDAHULUAN. bidang yang sama sehingga banyak perusahaan yang tidak dapat. mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kondisi perekonomian Indonesia yang semakin maju dan mengalami perkembangan, ini ditunjukkan semakin banyaknya bermunculan perusahaan industri, baik industri

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Dewan Perjalanan dan Wisata Dunia (World Travel and Tourism Council) angka

BAB 1 PENDAHULUAN. Dewan Perjalanan dan Wisata Dunia (World Travel and Tourism Council) angka BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perjalananan wisatawan dunia mencapai 1 miliar pada tahun 2012. Menurut Dewan Perjalanan dan Wisata Dunia (World Travel and Tourism Council) angka tersebut

Lebih terperinci

EKOSISTEM BISNIS WISATA HALAL DAN PENINGKATAN DAYA SAING WISATA INDONESIA

EKOSISTEM BISNIS WISATA HALAL DAN PENINGKATAN DAYA SAING WISATA INDONESIA EKOSISTEM BISNIS WISATA HALAL DAN PENINGKATAN DAYA SAING WISATA INDONESIA Oleh: Lucky Nugroho (Praktisi Perbankan Syariah dan Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Mercu Buana-Jakarta) Kejadian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkompetisi dalam setiap aktivitas pemasaran produk dan jasa. Kegiatan pemasaran

BAB I PENDAHULUAN. berkompetisi dalam setiap aktivitas pemasaran produk dan jasa. Kegiatan pemasaran BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertumbuhan bisnis saat ini yang sangat cepat mendorong perusahaan untuk berkompetisi dalam setiap aktivitas pemasaran produk dan jasa. Kegiatan pemasaran memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Info Bisnis, Maret 2007:30 (www.about;retail 8/10/2009).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Info Bisnis, Maret 2007:30  (www.about;retail 8/10/2009). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Era globalisasi menjanjikan suatu peluang dan tantangan bisnis baru bagi perusahaan yang beroperasi di Indonesia. Di satu sisi, era globalisasi memperluas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengalami peningkatan yang cukup pesat. Saat ini, tercatat ada sekitar 800. distro di sejumlah kota di Indonesia 1.

BAB I PENDAHULUAN. mengalami peningkatan yang cukup pesat. Saat ini, tercatat ada sekitar 800. distro di sejumlah kota di Indonesia 1. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan bisnis distribution store atau distro di beberapa kota besar di Indonesia terus membaik. Di Jakarta, misalnya, bisnis penjualan fashion dengan

Lebih terperinci