KONSERVASI ARSITEKTURAL BANGUNAN INDUK MASJID GEDHE KAUMAN, YOGYAKARTA
|
|
- Lanny Tan
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 MAKALAH PENELITIAN 41 KONSERVASI ARSITEKTURAL BANGUNAN INDUK MASJID GEDHE KAUMAN, YOGYAKARTA NAMA : M. RIDHO DAMIRI NPM : PEMBIMBING: DR. IR. ALWIN S. SOMBU, MT. UNIVERSITAS KATOLIK PARAHYANGAN FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI ARSITEKTUR Akreditasi Berdasarkan Keputusan Mendikbud No.78/D/O/1997 dan BAN Perguruan Tinggi No : 429/SK/BAN-PT/Akred/S/XI/2014 BANDUNG 2016
2 MAKALAH PENELITIAN 41 KONSERVASI ARSITEKTURAL BANGUNAN INDUK MASJID GEDHE KAUMAN, YOGYAKARTA NAMA : M. RIDHO DAMIRI NPM : PEMBIMBING: DR. IR. ALWIN S. SOMBU, MT. PENGUJI : DR. IR. KAMAL A. ARIF, M.ENG. M. BUDIANASTAS P., S.T., M.T. UNIVERSITAS KATOLIK PARAHYANGAN FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI ARSITEKTUR Akreditasi Berdasarkan Keputusan Mendikbud No.78/D/O/1997 dan BAN Perguruan Tinggi No : 429/SK/BAN-PT/Akred/S/XI/2014 BANDUNG 2016
3 PRESERVASI DAN RESTORASI BANGUNAN INDUK MASJID GEDHE KAUMAN, YOGYAKARTA PRESERVATION AND RESTORATION ON MASJID GEDHE KAUMAN S MAIN BUILDING Ridho Damiri Mahasiswa S1 Jurusan Arsitektur Universitas Katolik Parahyangan Abstract Masjid Gedhe Kauman is one of the essential building for Kasultanan Nyayogyakarta Hadiningrat, a completion of Keraton Yogyakarta as an Islamic empire s palatial complex. As one of the first constructed building in Keraton Yogyakarta Masjid Gedhe Kauman surely is highly valued. However, over time, a decline in the qualities of the architectural elements of the building occurs, especially on the structural elements that were made out of timber. This study aims to describe the most suitable efforts of architectural conservation in order to maintain the significance of Masjid Gedhe Kauman s Main Building, the oldest building in the complex. To determine the most suitable architectural conservation efforts, an assesment of the values that creates Masjid Gedhe Kauman s Main Building s significance is conducted through the Aylin Orbasli s Theory of Architectural Conservation. Then, identifications of its architectural elements that forms its significance is done through D.S. Capon s Theory of Architecture. The method that is used in this research is qualitative-descriptive. The urgency of conservation efforts that is needed to be implemented on this building arises as Masjid Gedhe Kauman s Main Building possess a lot of values. A point in its development periodization taken as the reference is the building s condition in The forms of conservation that is needed to be implemented are Preservation, Consolidation, and Restoration on its architectural elements. Key Words: Masjid Gedhe Kauman, Preservastion, Consolidation, Restoration Abstrak Masjid Gedhe Kauman merupakan salah satu bangunan penting bagi Kasultanan Nyayogyakarta Hadiningrat, sebuah kelengkapan bagi Keraton Yogyakarta sebagai istana kerajaan Islam. Sebagai salah satu bangunan yang pertama kali dibangun pada Keraton Yogyakarta tentu Masjid Gedhe Kauman memiliki keistimewaan. Akan tetapi seiring berjalannya waktu, terjadi penurunan mutu pada elemen-elemen arsitektural bangunan tersebut terutama pada elemen-elemen struktural yang dibuat dengan material kayu. Penelitian ini bertujuan untuk memaparkan upaya-upaya pelestarian dari sisi arsitektur demi mempertahankan keistimewaan yang dimiliki oleh Bangunan Induk Masjid Gedhe Kauman, bangunan paling tua dalam kompleksnya. Untuk mengetahui upaya pelestarian yang paling tepat maka dilakukan pengkajian akan nilai-nilai yang menciptakan keistimewaan pada Bangunan Induk Masjid Gedhe Kauman melalui Teori Konservasi Arsitektur Aylin Orbasli. Kemudian diidentifikasikanlah elemen-elemen arsitektural yang mendasari keistimewaan tersebut melalui Teori MAKALAH SKRIPSI ARSITEKTUR 41 SEMESTER GASAL
4 Arsitektur D.S. Capon. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif-deskriptif. Urgensi akan adanya upaya pelestarian yang perlu diterapkan pada bangunan ini muncul karena banyaknya nilai yang dimiliki oleh Bangunan Induk Masjid Gedhe Kauman. Titik yang diambil dalam periodiasi perkembangannya adalah kondisi bangunan pada tahun Bentuk upaya pelestarian yang perlu diterapkan antara lain adalah Preservasi, Konsolidasi, dan Restorasi terhadap elemen-elemen arsitektural-nya. Kata Kunci: Masjid Gedhe Kauman, Preservasi, Konsolidasi, Restorasi 1. LATAR BELAKANG Peradaban didefinisikan berupa kemampuan manusia dalam mengendalikan dorongan dasar kemanusiaannya untuk meningkatkan kualitas hidupnya. Peradaban yang tinggi akan tergambarkan dari kualitas nilai-nilai, tatanan, seni budaya maupun ilmu pengetahuan dan teknologi yang tinggi pula. Hal-hal tersebut teridentifikasi melalui unsur-unsur obyektif umum, seperti bahasa, sejarah, agama, kebiasaan, institusi, maupun melalui identifikasi diri yang subjektif. Salah satu penggambaran peradaban yang tinggi pada umumnya akan terwujudkan dalam karya arsitekturnya. Pada tanggal 13 Februari 1755, Perjanjian Giyanti yang menandai berakhirnya Kerajaan Mataram dan mengawali Kesultanan Nyayogyakarta Hadiningrat ditandatangani. Berdasarkan perjanjian ini, wilayah Mataram dibagi dua: wilayah di sebelah timur Kali dikuasai oleh pewaris tahta Mataram (yaitu Sunan Pakubuwana III) dan tetap berkedudukan di Surakarta, sementara wilayah di sebelah barat (daerah Mataram yang asli) diserahkan kepada Pangeran Mangkubumi sekaligus ia diangkat menjadi Sultan Hamengkubuwana I yang berkedudukan di Yogyakarta. Penandatanganan perjanjian tersebut merupakan sebuah peristiwa yang penting dalam sejarah, sebuah titik dimulainya peradaban baru. Sebuah kebudayaan yang mencapai tatanan nilai-nilai tinggi dan melahirkan Kesultanan Nyayogyakarta Hadiningrat. Istana resmi dari kesultanan tersebut dinamakan Keraton Nyayogyakarta Hadiningrat atau yang lebih sering disebut sebagai Keraton Yogyakarta. Keraton ini hingga sekarang masih dianggap sebagai pusat budaya Jawa. (Suryono, 2012) Untuk memenuhi kelengkapan Keraton Yogyakarta sebagai istana dari sebuah kerajaan Islam, Sri Sultan Hamengkubuwono I bersama dengan Kyai Faqih Ibrahim Diponingrat memprakarsai pembangunan Masjid Gedhe. Masjid ini juga dijadikan sebagai poros dari pembangunan lima masjid pathok negara nyayogyakarta, lima masjid yang digunakan sebagai penanda batas wilayah kekuasaan Kesultanan Nyayogyakarta Hadiningrat. Masjid yang dirancang oleh Kyai Wiryokusumo ini terbagi menjadi bangunan induk dan serambinya. Bangunan induk memiliki bentuk tajug persegi tertutup dengan atap bertumpang tiga. Model tajug bertumpang tiga ini 2 Ridho Damiri Konservasi Arsitektural Bangunan Induk Masjid Gedhe Kauman, Yogyakarta
5 mengandung makna filosofis yang melambangkan tiga fase sufistik kehidupan manusia. Masjid ini pada awalnya tidak menggunakan material yang dikhususkan untuk keraton. Gempa besar yang terjadi pada tahun 1867 meruntuhkan serambi Masjid Gedhe Kauman. Pembangunan ulang serambi tersebut menggunakan material-material khusus yang memang diperuntukkan bagi bangunan keraton pada masa itu yang pada akhirnya membuat perbedaan antara bangunan induk dan serambinya. Masjid yang berumur lebih dari dua ratus tahun ini tentu lekat dengan sejarah dan budaya kesultanan Yogyakarta dan Republik Indonesia. Masjid ini merupakan saksi dari tumbuhnya gerakan muhammadiyah, salah satu organisasi Islam tertua dan terbesar di tanah air. Pada masa perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia, masjid ini sering digunakan sebagai tempat penyusunan strategi penyerangan untuk melawan agresi belanda oleh para tentara rakyat Indonesia. Masjid ini juga berperan sebagai sarana KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia) dan KAPPI (Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia) dalam menumbangkan Orde Lama dan membubarkan Partai Komunis Indonesia. Masjid Gedhe Kauman merupakan satu bagian dari kesatuan Keratonan Ngayogyakarta Hadiningrat kini dituntut untuk dapat sesuai dengan konteks jamannya. Banyak bangunan cagar budaya yang harus beralih fungsi untuk menjaga keberlangsungannya, berbeda dengan Masjid Gedhe Kauman yang sejak awal dibangun hingga sekarang masih memiliki fungsi sebagai tempat ibadah bagi umat muslim. Penyesuaian yang bangunan ini harus lakukan sekarang lebih mengarah pada penyesuaian terhadap lingkungannya yang secara signifikan berubah dari kondisi awal dibangun. 2. RUMUSAN MASALAH Bangunan Induk Masjid Gedhe Kauman, Yogyakarta adalah bangunan tertua dari kompleks bangunan yang memiliki peran penting dalam sejarah Yogyakarta dan Indonesia. Akan tetapi, meskipun telah dilakukan upaya-upaya pelestarian, terjadi penurunan mutu, salah satunya kerusakan pada material kayu terutama yang menjadi elemen struktur dan hal tersebut dapat menyebabkan berkurang atau hilangnya nilai makna kultural yang dimiliki oleh bangunan tersebut. Dari rumusan di atas, pertanyaan penelitian yang diajukan adalah sebagai berikut: a. Apa keistimewaan dari Bangunan Induk Masjid Gedhe Kauman sehingga menjadi penting untuk dilestarikan? b. Apa sajakah elemen-elemen arsitektural pada Bangunan Induk Masjid Gedhe Kauman yang harus diberi tindakan pelestarian guna menjaga nilai makna kulturalnya? MAKALAH SKRIPSI ARSITEKTUR 41 SEMESTER GASAL
6 c. Apa tindakan pelestarian yang tepat untuk diterapkan pada elemen-elemen arsitektural pada Bangunan Induk Masjid Gedhe Kauman? 3. BATASAN DAN RUANG LINGKUP PENELITIAN Batasan penelitian ini adalah teknik-teknik dalam tindakan pelestarian pada seluruh elemen yang signifikan untuk dilestarikan guna menjaga nilai makna kultural yang dimiliki oleh Bangunan Induk Masjid Gedhe Kauman, Yogyakarta. Elemen yang signifikan untuk dilestarikan tersebut diidentifikasi melalui data yang didapatkan dan dianalisa menggunakan teori-teori konservasi. Kemudian elemen tersebut dikaji kebutuhan akan bentuk tindakan pelestariannya dengan mempertimbangkan material dan jenis penurunan mutu serta penyebab penurunan mutu tersebut. Terdapat lebih dari sepuluh bangunan di dalam Kompleks Masjid Gedhe Kauman, Yogyakarta. Kompleks tersebut merupakan bagian dari pembangunan awal Keraton Yogyakarta, Istana dari Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat. Untuk penelitian ini bangunan yang dijadikan objek adalah bangunan induk dari Masjid Gedhe Kauman, bangunan yang pertama kali didirikan di kompleks ini. (Gambar 3.1.) Gambar 3.1. Kompleks Masjid Gedhe Kauman (Sumber: Dokumentasi Pribadi) 4 Ridho Damiri Konservasi Arsitektural Bangunan Induk Masjid Gedhe Kauman, Yogyakarta
7 4. METODOLOGI PENELITIAN Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif-kualitatif yang bertujuan memaparkan kajian akan pelestarian arsitektural Bangunan Induk Masjid Gedhe Kauman Yogyakarta untuk memastikan keberlangsungan dari bangunan tersebut mewadahi aktivitasnya dan memastikan tidak terjadinya penurunan atau penghilangan nilai makna kultural yang dimilikinya. Penelitian yang dilakukan, dimulai dari studi literatur untuk memaparkan teori-teori yang akan digunakan pada penelitian ini. Hal yang kemudian dilakukan adalah upaya perolehan data objek studi melalui literatur, internet, maupun sumber-sumber tertentu baik melalui perseorangan maupun badan-badan tertentu. Lalu, observasi aktif berupa pengukuran, pengambilan gambar, dan wawancara kepada sumber-sumber dengan kredibilitasnya masing-masing akan menghasilkan data untuk nantinya dianalisa. Kemudian, observasi pasif berupa pengamatan elemen-elemen yang akan dianalisa dan perbandingannya dengan data-data yang sebelumnya telah diperoleh. Data yang sudah didapatkan akan dianalisa berdasarkan teori-teori yang telah disajikan pada BAB II untuk mendeterminasi nilai-nilai yang terkandung pada bangunan secara keseluruhan maupun nilai-nilai yang terkandung per elemen-elemen arsitekturnya. Hasil analisa tersebut akan memvalidasi urgensi dari pelestarian bangunan ini. Dengan pertimbangan akan ketepatan tindakan konservasi yang sebelumnya telah diterapkan pada bangunan ini, penulis akan merampungkan kajiannya untuk memaparkan tindakan-tindakan pelestarian yang paling tepat demi memastikan keberlangsungan bangunan ini dalam mewadahi aktivitasnya dan untuk memastikan bangunan yang merupakan bukti sejarah dan fasilitator dari banyak peristiwa bersejarah ini tetap dapat berfungsi seoptimal mungkin bagi penggunanya. 5. KERANGKA DASAR TEORI Konservasi menurut Piagam Burra tahun 1999 adalah keseluruhan proses memelihara sebuah situs dengan tujuan perlindungan makna kultural yang dimilikinya. Keseluruhan proses tersebut termasuk tindakan perawatan dan tergantung pada keadaannya termasuk pula preservasi, restorasi, rekonstruksi dan adaptasi serta pada umumnya seringkali tindakan konservasi merupakan kombinasi akan lebih dari satu hal-hal tersebut. (Orbasli, 2008) Masalah ekonomi, arsitektural, dan sosial merupakan lingkup yang harus diperhatikan dalam konservasi. Sedangkan dalam lingkup waktu ialah masa lalu, masa kini dan masa depan dari objek cagar budaya. Tujuan dari konservasi adalah untuk mencegah kerusakan, mengadaptasikan dengan keadaan, dan meningkatkan nilai guna dan usia bangunan. Terdapat 7 kategori tingkatan intervensi dalam konservasi, yaitu ; MAKALAH SKRIPSI ARSITEKTUR 41 SEMESTER GASAL
8 Preventif Tindakan perlindungan bangunan melalui kontrol terhadap lingkungan di sekitarnya, untuk mencegah kerusakan pada bangunan. Tindakan preventif berupa penyesuaian kelembaban udara, suhu udara, pencahayaan, perlindungan dari kebakaran, vandalisme, dan penyediaan sistem perawatan berkala. Preservasi Tindakan perawatan langsung terhadap elemen pada bangunan. Upaya ini berfungsi agar bangunan tetap pada kondisi puncak. Konsolidasi Tindakan memperkuat struktur bangunan dengan material tambahan dengan tujuan memperpanjang daya tahan dan kesatuan strutur bangunan. Restorasi Proses pengembalian keaslian bentuk atau detail elemen arsitektur secara akurat sesuai dengan gambar kerja. Dimaksudkan untuk memberikan kesan yang sama dengan periode waktu tertentu. Tindakan ini melibatkan hilangnya pembaharuan pada elemen untuk kepentingan restorasi. Bangunan yang sudah mengalami banyak pembaharuan dalam periode waktu tertentu, tindakan ini ditujukan terhadap periode waktu dengan nilai-nilai yang dianggap paling signifikan. RehabilitasiTindakan untuk mengembalikan dan memperbaiki bagian bangunan ke dalam kondisi awalnya tanpa menambahkan sesuatu yang baru pada bangunan tersebut tanpa proses pembongkaran. Reproduksi Mengganti dan membuat ulang elemen dari bangunan yang sudah rusak menggunakan material baru. Rekonstruksi Tindakan untuk memperpanjang usia sebuah bangunan tua dengan cara menambahkan sesuatu yang baru atau lama, dengan tetap menghormati keasliannya melalui proses pemasangan bahan baru sebagai pengganti bagian unsur bangunan yang hilang atau rusak. Terdapat beberapa jenis pendekatan dalam tindakan konservasi, antara lainnya, yang umum dilakukan, adalah pendekatan arkeologis, pendekatan manajerial, pendekatan makna-budaya, pendekatan struktural-arsitektural, serta pendekatan makna-kultural dan keberlanjutan. (Pramudya, 2016). Dalam tindakan konservasi, pendekatan arkeologis menuntut keaslian bentuk dan bahan dari objek konservasi, sedangkan pendekatan manajerial berfokus pada pengelolaan objek, kepranataan, kelembagaan, atau keberfungsiannya (Suryono, 2012). Dalam studi ini pendekatan yang diambil adalah pendekatan arsitektural dan makna kultural, dengan pendekatan tersebut tindakan konservasi didasarkan untuk memahami dan pada akhirnya mempertahankan makna kultural yang dimiliki oleh objek tersebut dengan pertimbangan kebutuhan yang muncul baik di masa kini maupun di masa depan. (Suryono, 2012) 6 Ridho Damiri Konservasi Arsitektural Bangunan Induk Masjid Gedhe Kauman, Yogyakarta
9 Dalam prinsip konservasi perlu adanya pertimbangan akan penjagaan otentisitas. Keaslian atau otentisitas yang perlu dipertimbangkan tersebut antara lain adalah bahannya (materialnya), rancangannya, teknologi pengerjaannya, atau penataannya baik tata letak bangunan bahkan hingga penataan bendabenda bergerak seperti lukisan atau perabot. Beberapa prinsip yang menjadi acuan untuk rehabilitasi dan preservasi menurut Han Awal antara lain adalah: A. Sebuah bangunan seharusnya digunakan untuk tujuan yang berkaitan dengan sejarah atau ditempatkan pada suatu fungsi baru yang memerlukan perubahan minimal pada pembentuk karakter bangunan dan tapaknya serta lingkungannya. (Awal, 2011: 21) B. Karakter penting yang berkaitan dengan sejarah harus dipertahankan dan dipreservasi. Pemindahan material penting atau perubahan dari elemen yang menonjol dan ruang yang memberikan karakter pada bangunan harus dihindari. (Awal, 2011: 21) C. Tambahan baru, perubahan eksterior, atau konstruksi baru yang terkait tidak akan menghancurkan elemen dan material bersejarah yang menjadi karakteristik obyek. Hasil pekerjaan baru harus dibedakan dari yang lama dan akan kompatibel dengan skala, massa ukuran, dan fitur arsitektur untuk melindungi integritas bersejarah obyek dan lingkungannya. (Awal, 2011: 22) Aspek-aspek pembentuk arsitektur yaitu fungsi, bentuk dan makna, adalah hal yang menjadi fokus tindakan konservasi. Nilai-nilai dan makna kultural lah yang mendasari urgensi akan tindakan pelestarian terhadap aspek-aspek tersebut. Fungsi. Meliputi fungsi yang menjadi tujuan utama awal bangunan tersebut didirikan dan kegiatannya saat ini. Kegiatan yang terjadi terkait dengan konteksnya, yaitu alam (tapak bangunan, lingkungan alam) dan budaya (norma, nilai, sistem sosial, tradisi) Bentuk. Terdiri atas selubung luar, selubung dalam, tata ruang, struktur bangunan, ornamentasi, tapak, lingkungan alam, dan benda-benda terkait. Makna. Aspek Makna merupakan elemen yang dipertahankan, yaitu arti dari ekspresi tampilan gaya arsitektur bangunan, yang untuk studi ini ialah masjid Jawa kuno. Etika pelestarian yang didasarkan pada keutuhan dan keaslian adalah sebagai berikut (Feilden,2003:6; Orbasli,2008:38; Venice Charter, Burra Charter, Sidharta-Budihardjo,1989:14): Keutuhan. Bangunan bersejarah adalah peninggalan masa lalu dan berisi detildetil dan informasi tentang masa lalu, yaitu keutuhan sejarahnya. Keutuhan meliputi: keutuhan fisik (material, relasinya satu dengan lainnya), desain, MAKALAH SKRIPSI ARSITEKTUR 41 SEMESTER GASAL
10 estetika, struktural, bangunan dengan lingkungan dan konteksnya. Penggunaan material harus tepat, disesuaikan pada gaya arsitekturnya. Keaslian. Keaslian terkait banyak aspek, dari mempertahankan desain asli sampai material asli. Keaslian bukan berarti pengembalian bangunan ke kondisi aslinya, sehingga dapat bergantung pada interpretasi. Keaslian meliputi: 1). Desain atau bentuk. 2). Material. 3). Teknik, tradisi dan proses. 4). Tempat, konteks dan lingkungan. 5). Fungsi dan penggunaan. Bukti sejarah. Bukti sejarah tidak boleh dirusak, dipalsukan, atau dihilangkan. Intervensi fisik diupayakan sedikit mungkin agar tidak mengubah bukti sejarah, demi penghargaan pada keadaan semula, serta harus didasarkan pada bukti yang valid. Makna Kultural. Pelestarian bermaksud menangkap kembali makna cultural suatu tempat dan harus bias menjamin keamanan dan pemeliharaannya di masa datang. Mudah Dikenali. Penggantian bagian yang hilang harus harmonis dengan bagian yang lama, tapi mudah dikenali, agar tidak memalsukan bukti sejarah. Tatanan dan Konteks. Tatanan bangunan bersejarah merupakan bukti sejarah yang tak terpisahkan. Tak dibenarkan memindahkan seluruh atau sebagian bangunan, kecuali dibutuhkan untuk perlindungannya atau dibenarkan untuk kepentingan nasional/internasional. Pelestarian sebaiknya tidak mengisolasi bangunan dari tatanan/konteksnya, yang mungkin telah berubah. Tradisi dan Teknologi. Pelestarian sebaiknya dilaksanakan mengikuti teknik bangunan aslinya, kecuali teknik tersebut dapat menjadi penyebab kerusakan/kegagalan. Sebaiknya menggunakan metoda aslinya, karena keberlanjutannya akan menjaga kelangsungan tradisi proses membangun komunitas lokal. Menggunakan material yang sama seperti material asli akan memastikan bahwa elemen bangunan akan terus berperilaku/bergerak secara sama. Pelestarian arsitektur perlu mengikuti pedoman yang berlaku umum, dan saling melengkapi satu sama lainnya. Pedoman yang dijadikan dasar dalam studi ini antara lainnya yaitu Piagam Venice 1964, Piagam Burra 1999, dan Undang- Undang Republik Indonesia no.11 Tahun Dalam pelaksanaan pelestarian, strategi yang perlu dipertimbangkan ialah: A. Menurut Sidharta (dikutip dalam Suryono, 2012: 9) tindakan pelestarian harus dapat menjamin keamanan dan pemeliharaannya di masa datang Maka bagian bangunan yang tidak layak dipertahankan/ membahayakan perlu diperkuat atau diganti dengan material baru dan karena material bangunan memiliki keterbatasan daya tahan, sehingga akan ada waktu 8 Ridho Damiri Konservasi Arsitektural Bangunan Induk Masjid Gedhe Kauman, Yogyakarta
11 ketika bagian-bagian tertentu perlu diganti menurut Prudon. (dikutip dalam Suryono, 2012:9) B. Tindakan pelestarian perlu mengakomodasi keinginan pihak-pihak terkait yang belum tentu sama, seperti: pedagang (menginginkan modernisasi, bangunan mewah, efisiensi), pemerintah kota (menarik pajak berdasarkan tempat), wisatawan (tempat yang bersih dan menyenangkan) tutur Antariksa (dikutip dalam Suryono, 2012:9-10). C. Antariksa mengungkapkan bahwa (dikutip dalam Suryono, 2012:10) pelestarian juga harus dapat mengakomodasi kemungkinan perubahan, karena pelestarian harus dianggap sebagai upaya untuk memberikan makna baru bagi warisan budaya itu sendiri. Namun Orbasli mengutarakan (dikutip dalam Suryono, 2012: 10) bahwa perubahan yang diterapkan perlu diupayakan sesedikit mungkin, demi penghargaan terhadap keutuhannya dan keasliannya. Menurut Capon, arsitektur merupakan sebuah kesatuan hubungan strukturalis antara fungsi, bentuk, dan makna. Dan menurut Salura, awalnya arsitektur merupakan pemenuhan manusia akan sebuah aktivitas (fungsi). Aktivitas tersebut perlu diakomodasi oleh sebuah wadah atau medium (bentuk), dimana bentuk tersebut menyampaikan sebuah arti (makna). Oleh karena itu, fungsi, bentuk, dan makna dapat diakatakan sebagai aspek-aspek pembentuk arsitektur. (dikutip dalam Pramudya, 2016: 20) Makna kultural adalah nilai terpenting dari sebuah obyek cagar budaya baik itu berupa sebuah situs, bangunan, atau artefak. Makna kultural tersusun dari nilai-nilai pembentuknya yang menurut Orbasli mencakup nilai-nilai antara lainnya berupa: nilai usia, nilai kelangkaan, nilai arsitektural, nilai artistik, nilai kebudayaan, nilai ekonomi, nilai pendidikan, nilai emosional, nilai sejarah, nilai spiritual, nilai sosial, nilai pengetahuan/ilmiah, nilai simbolik, dan nilai keteknikan. Tindakan pelestarian dipilih sesuai kondisi fisik bangunan/tempat bersejarah dan sesuai tuntutan masa kini, demi mempertahankan makna kulturalnya. 6. BANGUNAN INDUK MASJID GEDHE KAUMAN Kauman merupakan sebuah istilah yang menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki artian berupa wilayah, biasanya di sekitar masjid yang penduduknya beragama Islam. Pada awal pembangunan Keraton, istana dari Kasultanan Nyayogyakarta Hadiningrat diciptakan pula wilayah kauman yang mensentralisasikan permukiman masyarakat beragama Islam lengkap dengan Sebuah Masjid. Masjid tersebut dibuat dengan tujuan melengkapkan keraton sebagai Istana dari Kerajaan Islam. Oleh karena itu, selain fungsinya sebagai tempat ibadah bagi umat muslim, Masjid Gedhe Kauman juga merupakan pusat syiar agama Islam serta pusat penegakkan hukum agama Islam. Penempatan masjid ini mengikuti tatanan yang menjadi ciri umum baik di pusat kota kerajaan MAKALAH SKRIPSI ARSITEKTUR 41 SEMESTER GASAL
12 maupun daerah-daerah dengan alun-alun sebagi penghubung dari bangunanbangunan lain pada kompleks kerajaannya yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan pemerintahan. (Chawari, 1989). Masjid ini terletak di persimpangan antara Jl. Alun-alun Utara dan Jl. Kauman, Yogyakarta. Penempatannya pada sebelah barat alun-alun utara Keraton Yogyakarta ini merupakan simbolisme dari transedensi penunjukkan keberadaan Sultan. Tatanan tersebut menurut sejarah dibentuk oleh para Walisongo dengan nilai filosofis yang tinggi. Tatanan ini dibentuk dengan tujuan penciptaan suatu wilayah yang baik, nyaman, aman, tentram, dan sejahtera. Pada umumnya permukiman dari masyarakat beragama Islam juga dikonsentrasikan di area Kauman, area yang berdasarkan tatanan tersebut berada di sebelah barat alun-alun. Hal ini juga memiliki nilai filosofis berupa penggambaran ulama dan umatnya yang bergandengan tangan dan saling bahumembahu demi kesejahteraan bersama. Bangunan induk masjid gedhe kauman dapat diklasifikasikan sebagai tipe Tajug Ceblokan. Tajug ceblokan ialah Tajug yang tiangnya tertanam ke dalam tanah seperti rumah-rumah ceblokan. Dilihat dari konstruksi yang lain misalnya pada atap tajug ini termasuk jenis teplok yaitu tidak memakai tiang bentung, kecuali atap pengapit memakai lambang sari. Atap tumpang tiga pada bangunan induk memiliki nilai filosofis berupa representasi dari tiga fase sufistik kehidupan manusia Untuk mengetahui tindakan konservasi arsitktural yang sekiranya paling tepat berdasarkan teori-teori konservasi dalam penelitian ini, perlu diidentifikasi terlebih dahulu elemen-elemen arsitektural yang dimiliki oleh Bangunan Induk Masjid Gedhe Kauman, Yogyakarta. Elemen-elemen arsitektural tersebut adalah kesatuan antara aspek fungsi, aspek bentuk dan aspek makna. Aspek fungsi memaparkan aktivitas yang diwadahi oleh objek penelitian baik aktivitas-aktivitas di masa lalu maupun di masa kini. Berdasarkan sejarahnya, Bangunan Induk Masjid Gedhe Kauman dari awal dibangun hingga sekarang masih merupakan wadah dari aktivitas peribadatan bagi umat muslim. Sejak dimulainya kerajaan Kasultanan Nyayogyakarta Hadiningrat, Masjid ini didirikan dengan tujuan pelengkapan sebuah kerajaan Islam. Penambahan bangunan lain di kompleksnya merupakan penyikapan terhadap kebutuhankebutuhan baru. Bentuk dikatakan dapat dilihat melalui elemen fisik bangunannya yang mempunyai struktur dan konstruksi, susunannya seperti tatanan, aksis, pengulangan, dan juga estetikanya melalui kesatuan, proporsi, atau harmoni dan lain-lain. Pada bangunan yang menjadi objek penelitian, Bangunan Induk Masjid Gedhe Kauman, elemen fisik bangunannya dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu bagian badan, bagian kepala, dan bagian kaki. Bagian kepala pada bangunan ini meliputi bidang penutup atap; elemen struktural atap seperti usuk, ander dan balok serta plafon. Bagian badan pada bangunan ini meliputi elemen- 10 Ridho Damiri Konservasi Arsitektural Bangunan Induk Masjid Gedhe Kauman, Yogyakarta
13 elemen struktural seperti kolom dan elemen-elemen pelingkup bangunan seperti dinding, pintu, dan jendela. Bagian kaki pada bangunan ini meliputi umpak dan lantai. Berdasarkan literatur Bangunan Induk Masjid Gedhe Kauman yang diklasifikasikan berupa tajug ceblokan dan semestinya memiliki kolom yang langsung ditancapkan ke tanah tanpa memerlukan umpak sebagai telapaknya. Akan tetapi ditemukan umpak ketika dilaksanakan observasi lapangan. Gambar 6.1. Bangunan Induk dan Serambi Masjid Gedhe Kauman (Sumber: Dokumentasi Pribadi) Makna merupakan sebuah pesan yang disampaikan kepada atau arti yang diterjemahkan oleh pengamat bangunan akan sejarah dan/atau fungsi yang terdapat pada sebuah karya arsitektur. Bentuk bangunan induk yang memiliki tatanan terpusat dengan atap tenda tumpang tiga merupakan ekspresi yang dapat diterjemahkan sebagai bangunan dengan fungsi Masjid. Penutup atap yang digunakan sekarang merupakan atap seng gelombang berwarna merah. Terjadi penurunan mutu berupa diskolorasi pada penutup atap tersebut. Terjadi penurunan mutu pada sejumlah usuk berupa pelapukan. Sebelumnya hal ini pernah terjadi dan sudah ada upaya untuk melestarikannya. Kondisi Ander pada saat ini tidak ketahui sedangkan untuk balok, sejumlah darinya mengalami penurunan mutu yang sama dengan usuk yaitu pelapukan. Selain itu terjadi pergeseran pada balok karena kolomkolomnya yang miring dengan derajat kemiringan yang berbeda-beda. Pada permukaan plafon dapat terlihat adanya bercak-bercak, retakan dan pelapukan. Secara kasat mata terlihat adanya kemiringan pada kolom-kolom Bangunan Induk Masjid Gedhe Kauman selain itu terjadi juga deformasi pada sejumlah kolom. Berdasarkan laporan stabilitas bangunan yang dilakukan oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya DIY memang terjadi kemiringan pada kolomkolom. Kemiringan pun terjadi pada bagian dinding baik dinding bagian dalam maupun luar. Laporan stabilitas yang disusun oleh Balai Pelestarian Cagar MAKALAH SKRIPSI ARSITEKTUR 41 SEMESTER GASAL
14 Budaya DIY juga memvalidasi fenomena tersebut. Lantai marmer yang menunjukkan kemewahan, kemegahan serta menurut filosofi arsitektur keraton melambangkan kepolosan sekarang terlihat kusam dan memiliki bercak-bercak. Penurunan mutu tersebut juga terlihat pada umpak-umpak bangunan objek penelitian. Penutup atap pada awal dibangun menggunakan material sirap kayu kemudian pada tahun 1862 penutup atap diganti dengan bahan yang sama karena alasan penurunan mutu yang memang lazim terjadi pada material sirap kayu. Pada tahun 1988 penutup atap diganti menjadi seng gelombang berwarna merah. Seluruh bagian yang menggunakan material kayu seperti ander, usuk, balok, plafon, kolom, perbil dan nanasan mengalami penurunan mutu baik karena usia, faktor biologis dan bencana alam. Pada tahun 2002 diterapkan tindakan pelestarian pada bagian-bagian tersebut yaitu pengisian retakan dan lubang-lubang dengan epoxy resin, pemberian dempul kayu untuk menyamarkan hasil injeksi, dan pelapisan zat kimia anti serangga dan anti kelembapan. Kemiringan kolom yang dipercayai memiliki penyebab gempa besar pada tahun 1967 disikapi dengan penambahan tali angin dari material baja. Dinding yang juga didapati miring mendapat penyikapan berupa pemberian sling baja di bagian teratasnya. Keretakan-keretakan parsial yang terjadi disikapi dengan pembongkaran dan pemasangan ulang pasangan bata menggunakan material pembongkaran yang masih baik kondisinya (Gambar 3.52.). Pintu-pintu pada bangunan objek penelitian divernis ulang dan dilapisi kembali dengan prada emas yang khusus didatangkan dari Cina. Untuk jendelajendela tindakan pelestarian yang diterapkan adalah pelapisan ulang cat dan pelapisan ulang vernis. Marmer yang digunakan untuk menutup lantai dan umpak hanya dibersihkan setiap minggunya. 7. KONSERVASI ARSITEKTURAL MASJID GEDHE KAUMAN Sebagai kompleks bangunan yang memiliki peran penting dalam Keraton Yogyakarta, tentu akan tercerminkan melalui nilai-nilainya. Bangunan ini berdasarkan teori Orbasli memiliki nilai usia, nilai kelangkaan, nilai arsitektural, nilai artistik, nilai kebudayaan, nilai ekonomi, nilai pendidikan, nilai emosional, nilai sejarah, nilai spiritual, nilai sosial, nilai pengetahuan/ilmiah, nilai simbolik, dan nilai keteknikan. Berdasarkan tatanan yang diciptakan oleh para walisongo. Wilayah kauman biasa ditempatkan di sebelah barat begitu pula dengan masjidnya. Selain di Wilayah Kauman, Yogyakarta, (Gambar 7.1.) tatanan ini dapat dilihat di Wilayah Kauman, Pasuruan, Jawa Timur; Wilayah Kauman, Blora, Jawa Tengah dan Wilayah Kauman, Batang, Jawa Tengah (Gambar 7.2.). Kombinasi atap tumpang tiga yang menjadi bagian kepala bangunan induk dan atap limasan yang menjadi bagian kepala serambinya merupakan 12 Ridho Damiri Konservasi Arsitektural Bangunan Induk Masjid Gedhe Kauman, Yogyakarta
15 sebuah pola yang kerap ditemukan di tempat-tempat lain. Pola tersebut dapat dilihat pada Bangunan Induk dan Serambi Masjid Gedhe Kauman (Gambar 7.3.). Umumnya pola tersebut digunakan oleh masjid-masjid jawa kuno. Beberapa contohnya adalah Masjid Agung Demak (Gambar 7.4.), Masjid Agung Banten, dan Masjid Mantingan, tiga dari sepuluh masjid tertua di Indonesia. Gambar 7.1. Tatanan Kauman Yogyakarta (Sumber: Google Maps) Gambar 7.2. Wilayah-wilayah Bernama Kauman (Sumber: Google Maps) MAKALAH SKRIPSI ARSITEKTUR 41 SEMESTER GASAL
16 Atap Tumpang Tiga Bangunan Atap Limasan Serambi Gambar 7.3. Masjid Gedhe Kauman, Yogyakarta (Sumber: Dokumen Pribadi) Atap Tumpang Tiga Bangunan Atap Limasan Serambi Gambar 7.4. Masjid Agung Demak (Sumber: Secara keseluruhan aktivitas yang diwadahi oleh Bangunan Induk Masjid Gedhe Kauman atau fungsi bangunan memiliki nilai usia, nilai kelangkaan, nilai arsitektural, nilai kebudayaan, nilai ekonomi, nilai pendidikan, nilai emosional, nilai sejarah, nilai spiritual, nilai sosial, nilai pengetahuan/ilmiah, dan nilai simbolik. Seluruh elemen yang mewujudkan bentuk khas arsitektur Jawa dan juga arsitektur Islam yaitu penutup atap, usuk, ander, balok, plafon, kolom, dinding, pintu, jendela, lantai, umpak, perbil, nanasan dan makutho akan mengemban nilai arsitektural. Nilai simbolik yang dimiliki oleh penutup atap, usuk, ander, dan balok terletak pada peran elemen-elemen tersebut sebagai penyusun atap tumpang tiga, perlambangan dari tiga fase sufistik kehidupan manusia dan tiga dunia, kepercayaan kosmologis dari masyarakat sekitar. Selain itu nilai simbolik juga dimiliki oleh jendela yang lima jerujinya pada masingmasing daun jendela dipercayai melambangkan rukun Islam. Simbolisme lain 14 Ridho Damiri Konservasi Arsitektural Bangunan Induk Masjid Gedhe Kauman, Yogyakarta
17 juga dapat ditemukan pada material penutup lantai dan umpak. Marmer melambangkan kesucian, sebuah nilai filosofis yang cocok untuk bangunan peribadatan. Tabel 1.1. memperlihatkan nilai-nilai yang dimiliki oleh masingmasing elemen arsitektural Bangunan Induk Masjid Gedhe Kauman. Tabel 4.1. Nilai Elemen-Elemen Arsitektural Bangunan Induk Masjid Gedhe Kauman, Yogyakarta Nama Elemen Arsitektural Bangunan Nilai Konservasi Nilai Sejarah Nilai Kelangkaan Nilai Usia Nilai Sosial Nilai Spiritual Fungsi Nilai Emosional Nilai Ekonomi Nilai Pengetahuan Nilai Kebudayaan Penutup Atap Usuk Ander Balok Nilai Artistik Nilai Keteknikan Plafon Nilai Artistik Nilai Keteknikan Kolom Nilai Keteknikan Bentuk Dinding Nilai Keteknikan Pintu Nilai Keteknikan Jendela Nilai Keteknikan Lantai Umpak Perbil Nanasan Makutho Makna MAKALAH SKRIPSI ARSITEKTUR 41 SEMESTER GASAL
18 Melalui pengamatan langsung dapat terlihat bahwa terjadi penurunan mutu pada sejumlah elemen arsitektural Bangunan Induk Masjid Gedhe Kauman. Diskolorasi pada atap diduga karena keterpaparan elemen terhadap cahaya matahari yang menghantarkan panas dan sinar ultraviolet. Pelapukan pada elemen-elemen yang terbuat dari material kayu seperti usuk, balok, plafon, dan perbil disebabkan pertama oleh usia dari material itu sendiri. Faktor lainnya adalah karakter kayu yang rentan mengalami muai susut dikarenakan perubahan suhu dan membuat retakan-retakan yang mencitakan bukaan untuk uap air untuk masuk dan menyebabkan naiknya tingkat kelembaban sehingga pelapukan terjadi. Selain itu bukaan juga dapat terbentuk karena faktor biologis yang pada umumnya merupakan perbuatan serangga pemakan kayu. Kemiringan pada kolom dan balok menurut para narasumber disebabkan oleh gempa bumi pada tahun Perubahan yang terjadi pada hasil data pengukuran kemiringan kolom sebelum dan sesudah gempa Yogyakarta tahun 2006 memvalidasikan bahwa gempa berpengaruh terhadap kemiringan yang terjadi pada kolom. Kemiringan kolom tersebut pada akhirnya berdampak membuat miringnya juga balok-balok yang ada. Selain kolom dan balok, dinding juga menjadi salah satu bagian yang terkena dampak dari gempa. Upaya pelestarian berupa penambahan sling baja mengharuskan adanya pembongkaran pada bagian atas, dinding keretakan yang dulu terjadi pun mengharuskan adanya pembongkaran untuk kemudian bagianbagian bata yang masih baik kondisinya untuk dipakai lagi. Akan tetapi, pemasangan kembali bata tersebut tidak rapi sehinga terlihat perbedaan antara bagian dinding yang masih asli dan bagian dinding yang sudah dibongkar dan dipasang ulang. Bercak yang terlihat pada bagian plafon menyerupai bercak air. Hal ini menurut dugaan disebabkan oleh terjadinya kebocoran pada bagian penutup atap yang berada di atas plafon. Noda pada lantai dan penutup umpak marmer disebabkan oleh air baik kelembaban maupun air wudhu selain itu perawatan yang minim membuat lantai dan penutup umpak marmer menjadi kusam. Titik yang diambil menjadi acuan konservasi dalam periodisasi perkembangan bangunan adalah pada tahun Peristiwa-peristiwa bersejarah yang terjadi seperti pengumuman kemerdekaan Republik Indonesia pada masyarakat Yogyakarta, penyusunan strategi perlawanan agresi militer Belanda oleh para tentara Republik Indonesia dan perundingan penurunan orde lama dilakukan dalam Masjid Gedhe Kauman dengan kondisi bangunan pasca tahun Jenis tindakan konservasi yang tepat untuk diterapkan pada fungsi objek penelitian adalah preservasi. Hal yang perlu dilakukan adalah memastikan bangunan objek penelitian dapat terus mewadahi aktivitas yang sejak awal merupakan tempat peribadatan bagi umat muslim. Material yang digunakan 16 Ridho Damiri Konservasi Arsitektural Bangunan Induk Masjid Gedhe Kauman, Yogyakarta
19 pertama kali untuk penutup atap adalah sirap kayu begitu pula pada tahun 1939, tahun yang menjadi acuan konservasi. Tindakan konservasi yang diusulkan salah satunya adalah mengembalikan penggunaan material sirap kayu sebagai penutup atap. Tindakan ini dapat diklasifikasikan sebagai tindakan restorasi. Pelapukan dan/atau retakan pada bagian-bagian penyusun elemen bentuk dengan material kayu seperti usuk, balok, plafon berdasarkan tingkat kerusakan yang dapat terlihat dapat disikapi dengan penerapan tindak konservasi berupa preservasi. Pengamatan lebih lanjut perlu dilakukan untuk mendata besar kerusakan yang terjadi dan untuk mengetahui apakah dibutuhkannya sebuah penggantian. Pembersihan rangka atap akan menjadi optimal jika semua bagian dapat terakses untuk dibersihkan. Oleh karena itu, jika material penutup atap diganti, sangat disarankan untuk melakukan pembersihan permukaan rangka atap saat penutup atap sedang terlepas dari rangka-rangkanya. Kemudian injeksi epoxy resin beserta prosedur-prosedur selanjtunya disarankan untuk selesai sebelum pemasangan atap sirat kayu. Bagian dinding yang sempat dibongkar karena retak dan disusun kembali memiliki hasil yang tidak menyerupai kondisi sebelumnya. Kolom, balok, dan dinding yang miring perlu disikapi untuk mencegah rubuhnya bangunan karena penyaluran beban yang tidak teratur. Lantai marmer yang kusam dan berbercak serta ada bekas-bekas perekat karpet ingin dikembalikan ke kondisi primanya. Tindakan pelestarian yang dilakukan adalah rehabilitasi. Khusus untuk umpak proses-proses yang sama dengan penyikapan terhadap lantai dapat dilakukan dengan penyesuaian-penyesuaian khusus. Pintu-pintu pada bagian dinding timur dan kusen-kusen seluruh pintu yang diberi lapisan prada emas seiring denga waktu akan memudar dan tergores. Oleh karena itu pelapisan ulang berkala perlu dilakukan. 8. KESIMPULAN Masjid ini melengkapi keraton sebagai istana dari kerajaan Islam. Urgensi pelestarian Masjid Gedhe Kauman muncul karena nilai-nilai yang dimiliki oleh bangunannya. Bangunan ini berdasarkan teori Orbasli memiliki nilai usia dan kelangkaan, nilai arsitektural, nilai artistik, nilai kebudayaan, nilai ekonomi, nilai pendidikan, nilai emosional, nilai sejarah, nilai spiritual, nilai sosial, nilai pengetahuan/ilmiah, nilai simbolik, dan nilai keteknikan. Karena keberadaannya yang penting bagi keraton keseluruhan aspek bangunan memiliki nilai filosofis yang tinggi. Atap bangunan induk serta pembuatan tiga tingkatan permukaan lantai merepresentasikan tiga fase sufistik kehidupan manusia. Penempatannya yang berada di sebelah Barat alun-alun juga memiliki arti berupa simbolisme dari transedensi penunjukkan keberadaan Sultan, yaitu di samping sebagai pimpinan perang atau penguasa pemerintahan (senopati ing ngalaga), juga sebagai wakil Allah (sayidin panatagama khalifatullah) di dunia dalam memimpin agama di Kasultanan. Penempatan MAKALAH SKRIPSI ARSITEKTUR 41 SEMESTER GASAL
20 masjid ini mengikuti tatanan yang menjadi ciri umum baik di pusat kota kerajaan maupun daerah-daerah dengan alun-alun sebagi penghubung dari bangunanbangunan lain pada kompleks kerajaannya yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan pemerintahan. (Chawari, 1989) Setelah melakukan pengamatan titik dalam periodisasi yang menjadi acuan konservasi dipilih yaitu pada tahun 1939 dengan tetap menjaga fungsi utama yang ada di Masjid Gedhe kauman, Keraton, Untuk mendapatkan teknik pelestarian yang tepat bagi Masjid Gedhe Kauman, Yogyakarta, perlu diperhatikan sejarah serta kondisi bangunan di masa lalu, kondisi bangunan saat ini dan pertimbangan akan kondisinya di masa depan. Dari ketiga faktor tersebut, dapat disimpulkan beberapa teknik konservasi yang tepat bagi bangunan ini adalah Preservasi, Konsolidasi, dan Restorasi. Tindakan pelestarian yang dibutuhkan saat ini adalah Preservasi, Konsolidasi, Restorasi, dan Rehabilitasi. Preservasi perlu diterapkan pada fungsi, makna dan salah satu bagian penyusun elemen bentuk yaitu pintu. Konsolidasi diperlukan untuk menyikapi permasalahan yang terjadi pada kolom, balok, dan dinding. Restorasi merupakan tindakan yang khusus diterapkan pada penutup atap sedangkan Rehabilitasi mencakup bagian-bagian penyusun elemen bentuk yaitu usuk, balok, plafon, kolom, dinding, lantai, umpak, dan perbil. Acuan Awal, Han (2011), Pengantar Panduan Konservasi Bangunan Bersejarah Masa Kolonial. Jakarta : Pusat Dokumentasi Arsitektur Capon, David Smith (1999), Le Corbusier s Legacy, John Willey & Sons Ltd, Baffins Lane, Chichester, West Sussex. Chaw ari, Muhammad (1989) Masa Perkembangan Masjid Gedhe Kauman, Yogyakarta: Studi Berdasarkan Prasasti Ernes, Anggia (2016), Preservasi Bangsal Kencana Kompleks Keraton Yogyakarta Feilden, Bernard M. (2003), Conservation of Historic Buildings, Butterworth-Heinemann Ltd., Oxford. Hartono, Dibyo (1999), Konservasi Interior Bersejarah.Bandung.IT Ismunandar K., R. (1987), Joglo: Arsitektur Rumah Tradisional Jaw a Orbasli, Aylin (2008), Architectural Conservation, Blackwell Science Ltd., Oxford Piagam Burra, Piagam Venice, 1964 Pramudya, Arthur (2016), Adaptasi dan Preservasi Museum Lukisan Komplek Kasatriyan, Keraton Yogyakarta Prudon, Theodore HM. (2008), Preservation of Modern Architecture, John Wiley & Son, Inc., New Jersey. Salura, (2010), Arsitektur yang Membodohkan, CSS Publishing, Bandung. Sidharta; Budihardjo, Eko (1989), Konservasi Lingkungan dan Bangunan Kuno Bersejarah di Surakarta, Gajah Mada University Press, Yogyakarta. Suryono, Alwin (2012), Pelestarian Arsitektur Museum Sonobudoyo Yogyakarta Theja, Ivana (2016), Evaluasi Konservasi Bangunan Induk Hotel Inna Garuda, Yogyakarta Yunanto, Clarissa (2016), Konsolidasi dan Rehabilitasi Bangsal Trajumas, Keraton Yogyakarta 18 Ridho Damiri Konservasi Arsitektural Bangunan Induk Masjid Gedhe Kauman, Yogyakarta
5. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Bangunan masjid ini memiliki makna kultural yang tinggi karena terdapat nilai usia dan kelangkaan, nilai arsitektural, nilai artistik, nilai asosiatif, nilai
Lebih terperinciAkulturasi Langgam Arsitektur pada Elemen Pintu Gerbang Masjid Agung Yogyakarta
SEMINAR HERITAGE IPLBI 2017 DISKURSUS Akulturasi Langgam Arsitektur pada Elemen Pintu Gerbang Masjid Agung Yogyakarta Firdha Ruqmana firdha.ruqmana30@gmail.com Mahasisw a Sarjana Program Studi A rsitektur,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Kraton Yogyakarta merupakan kompleks bangunan terdiri dari gugusan
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kraton Yogyakarta merupakan kompleks bangunan terdiri dari gugusan sejumlah bangunan antara lain; Alun alun Utara, Pagelaran, Sitihinggil Utara, Cepuri, Keputren, Keputran,
Lebih terperinciPELESTARIAN BANGUNAN MASJID JAMIK SUMENEP
PELESTARIAN BANGUNAN MASJID JAMIK SUMENEP Faridatus Saadah, Antariksa, dan Chairil Budiarto Amiuza Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Jalan Mayjen Haryono 167 Malang 65145 Telp. (0341)
Lebih terperinciPelestarian Aspek Kesemestaan Dan Kesetempatan Dalam Arsitektur Bangsal Sitihinggil Di Kraton Yogyakarta
Pelestarian Aspek Kesemestaan Dan Kesetempatan Dalam Arsitektur Bangsal Sitihinggil Di Kraton Yogyakarta Alwin Suryono Dosen, Universitas Katolik Parahyangan (Fakultas Teknik, Prodi Arsitektur, Universitas
Lebih terperinciPRESERVASI DAN ADAPTASI BANGSAL KAMAGANGAN, KERATON YOGYAKARTA
PRESERVASI DAN ADAPTASI BANGSAL KAMAGANGAN, KERATON YOGYAKARTA Yohane s Kurniawan Mahasiswa S1 Jurusan Arsitektur Universitas Katolik Parahyangan Abstract The object of this research is Bangsal Kamagangan
Lebih terperinciPELESTARIAN BANGUNAN MASJID TUO KAYU JAO DI SUMATERA BARAT
PELESTARIAN BANGUNAN MASJID TUO KAYU JAO DI SUMATERA BARAT Dion Farhan Harun, Antariksa, Abraham Mohammad Ridjal Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Jl. Mayjen Haryono 167, Malang
Lebih terperinciPelestarian Makna Universal - Kelokalan dan Wujud Arsitektur Bangsal Sitihinggil di Kraton Yogyakarta
SEMINAR HERITAGE IPLBI 2017 PENELITIAN Pelestarian Makna Universal - Kelokalan dan Wujud Arsitektur Bangsal Sitihinggil di Kraton Yogyakarta Alwin Suryono alwin@unpar.ac.id Program Studi arsitektur, Fakultas
Lebih terperinciSTRUKTUR KONSTRUKSI RUMAH JOGLO
STRUKTUR KONSTRUKSI RUMAH JOGLO Joglo merupakan kerangka bangunan utama dari rumah tradisional Jawa terdiri atas soko guru berupa empat tiang utama dengan pengeret tumpang songo (tumpang sembilan) atau
Lebih terperinciBAB II KAJIAN LITERATUR
BAB II KAJIAN LITERATUR 2.1 Pengertian Pelestarian Filosofi pelestarian didasarkan pada kecenderungan manusia untuk melestarikan nilai-nilai budaya pada masa yang telah lewat namun memiliki arti penting
Lebih terperinciGUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2017
SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG ARSITEKTUR BANGUNAN BERCIRI KHAS DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciIntegrasi Budaya dan Alam dalam Preservasi Candi Gambarwetan
JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 5, No.2, (2016) 2337-3520 (2301-928X Print) G-169 Integrasi Budaya dan Alam dalam Preservasi Candi Gambarwetan Shinta Octaviana P dan Rabbani Kharismawan Jurusan Arsitektur,
Lebih terperinciLebih Dekat dengan Masjid Agung Kauman, Semarang
SEMINAR HERITAGE IPLBI 2017 KASUS STUDI Lebih Dekat dengan Masjid Agung Kauman, Semarang Safira safiraulangi@gmail.com Program Studi A rsitektur, Sekolah A rsitektur, Perencanaan, dan Pengembangan Kebijakan,
Lebih terperinciADAPTATION AND CONSERVATION OF THE SRI MANGANTI HALL AT YOGYAKARTA S KERATON PALACE COMPLEX
Jurnal RISA (Riset Arsitektur) ISSN 2548-8074, www.journal.unpar.ac.id Volume 02, Nomor 01, edisi Januari 2018; hal 35-52 ADAPTATION AND CONSERVATION OF THE SRI MANGANTI HALL AT YOGYAKARTA S KERATON PALACE
Lebih terperinciPelestarian Bangunan Masjid Al Aqsa Manarat Qudus (Masjid Menara Kudus) Jawa Tengah
Pelestarian Bangunan Masjid Al Aqsa Manarat Qudus (Masjid Menara Kudus) Jawa Tengah Rohadatul Aisy 1 dan Antariksa 2 1 Mahasiswa Program Studi Sarjana Arsitektur, Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas
Lebih terperinciUpaya Penanganan Kayu Secara Tradisional Studi Kasus: Tradisi Masyarakat Kabupaten Parigi Moutong Provinsi Sulawesi Tengah
Upaya Penanganan Kayu Secara Tradisional Studi Kasus: Tradisi Masyarakat Kabupaten Parigi Moutong Provinsi Sulawesi Tengah A. Pengantar Tinggalan Cagar Budaya berbahan kayu sangat banyak tersebar di wilayah
Lebih terperinciABSTRAK. Kata Kunci : Ruang publik, Yaroana Masigi, Pelestarian
ABSTRAK Ruang publik Yaroana Masigi merupakan bagian paling inti dari kawasan Benteng Keraton Buton. Kegiatan Budaya dan adat yang berlangsung di Yaroana Masigi masih terpelihara sampai saat ini. Kajian
Lebih terperinciPelestarian Aspek Kesemestaan Dan Kesetempatan Dalam Arsitektur Bangsal Sitihinggil Di Kraton Yogyakarta
Pelestarian Aspek Kesemestaan Dan Kesetempatan Dalam Arsitektur Bangsal Sitihinggil Di Kraton Yogyakarta Alwin Suryono Prodi Arsitektur/Fakultas Teknik, Universitas Katolik Parahyangan alwin@unpar.ac.id
Lebih terperincipada bangunan yang berkembang pada masa Mesir kuno, Yunani dan awal abad
Prinsip keseimbangan yang dicapai dari penataan secara simetris, umumnya justru berkembang pada bangunan yang berkembang pada masa Mesir kuno, Yunani dan awal abad renesans. Maka fakta tersebut dapat dikaji
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. dengan paradigma rasionalistik. Metodologi kualitatif merupakan prosedur
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Pendekatan Penelitian Pendekatan yang digunakan menggunakan pendekatan kualitatif dengan paradigma rasionalistik. Metodologi kualitatif merupakan prosedur penelitian yang
Lebih terperinciBAB VI KESIMPULAN. Pada dasarnya Keraton Yogyakarta dibangun berdasarkan. kosmologi Jawa, yang meletakkan keseimbangan dan keselarasan
533 BAB VI KESIMPULAN A. Kesimpulan Pada dasarnya Keraton Yogyakarta dibangun berdasarkan kosmologi Jawa, yang meletakkan keseimbangan dan keselarasan sebagai landasan relasi manusia-tuhan-alam semesta.
Lebih terperinciSistem konstruksi Masjid Paljagrahan menggunakan menggunakan lantai berbentuk
Gambar 16. Sketsa Perspektif Masjid Paljagrahan di Cireong, Cirebon Sistem konstruksi Masjid Paljagrahan menggunakan menggunakan lantai berbentuk dengah persegi dengan pembagian ruang sama dengan yang
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebudayaan Jawa telah ada dan berkembang bahkan jauh sebelum penduduk Pulau Jawa mengenal agama seperti Hindu, Budha maupun Islam dan semakin berkembang seiring dengan
Lebih terperinciPerkuatan Struktur pada Revitalisasi Bangunan Cagar Budaya Kasus Studi: Toko Dynasti, Jalan AM Sangaji Yogyakarta
SEMINAR HERITAGE IPLBI 2017 KASUS STUDI Perkuatan Struktur pada Revitalisasi Bangunan Cagar Budaya Kasus Studi: Toko Dynasti, Jalan AM Sangaji Yogyakarta Augustinus Madyana Putra (1), Andi Prasetiyo Wibowo
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA
PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA I. UMUM Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan bahwa negara memajukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1 Pimpinan Karta Pustaka Yogyakarta : Anggi Minarni
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek Belanda dan Indonesia mempunyai hubungan yang kuat dan khusus. Hubungan tersebut terbentuk tidak dalam kurun waktu yang singkat.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar belakang. Perkembangan pembangunan yang sangat pesat, juga diikuti munculnya
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Perkembangan pembangunan yang sangat pesat, juga diikuti munculnya berbagai teknik membangun, konstruksi dan bahan yang baru dan beraneka ragam, dengan spesifikasi
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Di era globalisasi ini, bangunan bersejarah mulai dilupakan oleh
BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di era globalisasi ini, bangunan bersejarah mulai dilupakan oleh masyarakat khusunya generasi muda. Perkembangan zaman dan kemajuan teknologi membuat bangunan-bangunan
Lebih terperinciRUMAH LIMAS PALEMBANG WARISAN BUDAYA YANG HAMPIR PUNAH
RUMAH LIMAS PALEMBANG WARISAN BUDAYA YANG HAMPIR PUNAH Reny Kartika Sary Program Studi Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Palembang Email : renykartikasary@yahoo.com Abstrak Rumah Limas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bangunan yang sudah ditetapkan sebagai cagar budaya, namun banyak juga yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Yogyakarta memiliki banyak bangunan monumental seperti Tamansari, Panggung Krapyak, Gedung Agung, Benteng Vredeburg, dan Stasiun Kereta api Tugu (Brata: 1997). Beberapa
Lebih terperinciBAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN V.1. Kesimpulan Kesimpulan dari penelitian ini merupakan sintesa dari hasil proses analisis dan pembahasan yang ditemukan pada masjid-masjid kesultanan Maluku Utara. Karakteristik
Lebih terperinciPENDEKATAN DESAIN PENCAHAYAAN FASADE BANGUNAN BERSEJARAH
PENDEKATAN DESAIN PENCAHAYAAN FASADE BANGUNAN BERSEJARAH Parmonangan Manurung Program Studi Teknik Arsitektur, Fakultas Arsitektur dan Desain, Universitas Kristen Duta Wacana Jl. Dr. Wahidin Sudirohusodo
Lebih terperinciMasjid Cipari Garut, Masjid Berasitektur Mirip Gereja
SEMINAR HERITAGE IPLBI 207 KASUS STUDI Masjid Cipari Garut, Masjid Berasitektur Mirip Gereja Franciska Tjandra tjandra.fransiska@gmail.com A rsitektur Islam, Jurusan A rsitektur, F akultas Sekolah A rsitektur
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Ruang Publik Yaroana Masigi berada di tengah-tengah permukiman
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ruang Publik Yaroana Masigi berada di tengah-tengah permukiman tradisional Kelurahan Melai, merupakan permukiman yang eksistensinya telah ada sejak zaman Kesultanan
Lebih terperinciTabel 4.2. Kesesuaianan Penerapan Langgam Arsitektur Palladian Pada Istana Kepresidenan Bogor.
Tabel 4.2. Kesesuaianan Penerapan Langgam Arsitektur Palladian Pada Istana Kepresidenan Bogor. No. Kategori Elemen Bangunan Istana Kepresidenan Bogor. Arsitektur Palladian. Kesesuaian 1. Wujud Tatanan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberadaan Kota Yogyakarta tidak dapat dilepaskan dari keberadaan Keraton Yogyakarta yang didirikan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I pada tahun 1756. Berdirinya Keraton
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Menara Kudus. (Wikipedia, 2013)
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Menara Kudus terletak di Kelurahan Kauman, Kecamatan Kota Kudus, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, sekitar 40 km dari Kota Semarang. Oleh penduduk kota Kudus dan sekitarnya,
Lebih terperinciBAB IV: PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
BAB IV: PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1 Survey (Observasi) Lapangan Dalam penelitian ini, secara garis besar penyajian data-data yang dikumpulkan melalui gambar-gambar dari hasil observasi lalu diuraikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kota Bandung memiliki sejarah yang sangat panjang. Kota Bandung berdiri
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota Bandung memiliki sejarah yang sangat panjang. Kota Bandung berdiri pada akhir dekade pertama abad ke-19, diresmikan tanggal 25 September 1810. Bangunan
Lebih terperinciSirkulasi Bangunan Rumah Tinggal Kampung Kauman Kota Malang
Sirkulasi Bangunan Rumah Tinggal Kampung Kauman Kota Malang Rosawati Saputri 1, Antariksa 2, Lisa Dwi Wulandari 2 1 Mahasiswa Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya, 2 Dosen Jurusan
Lebih terperinciKONSEP RANCANGAN. Latar Belakang. Konteks. Tema Rancangan Surabaya Youth Center
KONSEP RANCANGAN Latar Belakang Surabaya semakin banyak berdiri gedung gedung pencakar langit dengan style bangunan bergaya modern minimalis. Dengan semakin banyaknya bangunan dengan style modern minimalis
Lebih terperinci, 2015 KOMPLEKS MASJID AGUNG SANG CIPTA RASA DALAM SITUS MASYARAKAT KOTA CIREBON
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki banyak penduduk yang di dalamnya terdapat masyarakat yang berbeda suku, adat, kepercayaan (agama) dan kebudayaan sesuai daerahnya masing-masing.
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 7 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 7 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN BANGUNAN, STRUKTUR, DAN KAWASAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciAUDIT KONSTRUKSI BANGUNAN
KARYA TULIS AUDIT KONSTRUKSI BANGUNAN Disusun Oleh: APRI HERI ISWANTO, S.Hut, M.Si NIP. 132 303 844 DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2008 KATA PENGANTAR Puji syukur pada
Lebih terperinciBAB III TINJAUAN TEMA INSERTION
BAB III TINJAUAN TEMA INSERTION 3.1 LATAR BELAKANG Perkembangan kota ditandai dengan makin pesatnya pembangunan fisik berupa bangunanbangunan baru di pusat kota. Bangunan-bangunan baru tersebut dibangun
Lebih terperinciOmah Dhuwur Gallery merupakan bangunan yang ada di Kawasan Cagar Budaya
BAB III ANALISIS KONDISI EKSISTING OMAH DHUWUR GALLERY Omah Dhuwur Gallery merupakan bangunan yang ada di Kawasan Cagar Budaya Kotagede. Revitalisasi merupakan salah satu cara untuk menyelamatkan bangunan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perekonomiannya ini dibuktikan dengan banyaknya pusat perbelanjaan dibangun
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Yogyakarta adalah kota yang sedang mengalami perkembangan pada sektor perekonomiannya ini dibuktikan dengan banyaknya pusat perbelanjaan dibangun dimana-mana. Akan
Lebih terperinciStruktur dan Konstruksi II
Struktur dan Konstruksi II Modul ke: Material Struktur Bangunan Fakultas Teknik Christy Vidiyanti, ST., MT. Program Studi Teknik Arsitektur http://www.mercubuana.ac.id Cakupan Isi Materi Materi pertemuan
Lebih terperinciRumah Jawa adalah arsitektur tradisional masyarakat Jawa yang berkembang sejak abad ke- 13 terdiri atas 5 tipe dasar (pokok) yaitu:
Rumah Jawa adalah arsitektur tradisional masyarakat Jawa yang berkembang sejak abad ke- 13 terdiri atas 5 tipe dasar (pokok) yaitu: 1. Joglo (atap joglo) 2. Limasan (atap limas) 3. Kampung (atap pelana)
Lebih terperinciLAPORAN PENELITIAN HIBAH MONODISIPLIN. PELESTARIAN MAKNA KULTURAL GEREJA SANTO YUSUF BINTARAN di YOGYAKARTA DENGAN PENDEKATAN ARSITEKTUR
Arsitektur LAPORAN PENELITIAN HIBAH MONODISIPLIN PELESTARIAN MAKNA KULTURAL GEREJA SANTO YUSUF BINTARAN di YOGYAKARTA DENGAN PENDEKATAN ARSITEKTUR Oleh : Ketua Tim: Alwin Suryono Sombu, Ir., MT Anggota:
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Masjid merupakan tempat peribadatan umat muslim yang dapat kita temukan di mana-mana di seluruh dunia. Masjid selain sebgai tempat peribadatan juga telah menjadi
Lebih terperinciCiri Khas Arsitektur Tradisional Pada Rumah Warga di Kecamatan Brangsong Kabupaten Kendal
Ciri Khas Arsitektur Tradisional Pada Rumah Warga di Kecamatan Brangsong Kabupaten Kendal Andhika Bayu Chandra 15600022 4A Arsitektur Teknik Universitas PGRI Semarang Andhikabayuchandra123@gmail.com Abstrak
Lebih terperinciBENTUKAN VISUAL ARSITEKTUR RUMAH SINOM DI KELURAHAN KERTOSARI PONOROGO
BENTUKAN VISUAL ARSITEKTUR RUMAH SINOM DI KELURAHAN KERTOSARI PONOROGO Wahyuni Eka Sari¹, Antariksa², Abraham Mohammad Ridjal² ¹Mahasiswa Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Brawijaya ²Dosen
Lebih terperinciKAWASAN CAGAR BUDAYA KOTABARU YOGYAKARTA. Theresiana Ani Larasati
KAWASAN CAGAR BUDAYA KOTABARU YOGYAKARTA Theresiana Ani Larasati Yogyakarta memiliki peninggalan-peninggalan karya arsitektur yang bernilai tinggi dari segi kesejarahan maupun arsitekturalnya, terutama
Lebih terperinciKARAKTER VISUAL FASADE BANGUNAN KOLONIAL BELANDA RUMAH DINAS BAKORWIL KOTA MADIUN
Karakter Visual Fasade Bangunan Kolonial Belanda Rumah Dinas Bakorwil Kota Madiun (Pipiet Gayatri Sukarno, Antariksa, Noviani Suryasari) KARAKTER VISUAL FASADE BANGUNAN KOLONIAL BELANDA RUMAH DINAS BAKORWIL
Lebih terperinciBAB 5 HASIL RANCANGAN
BAB 5 HASIL RANCANGAN 6. Desain Bangunan Desain bangunan pertunjukan seni ini memiliki bentuk kotak masif untuk efisiensi bentuk bangunan dan ruang bangunan. Bentuk bangunan yang berbentuk kotak masif
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sejak berabad-abad silam dan beberapa diantaranya sekarang sudah menjadi aset
BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Gereja merupakan bangunan ibadat umat kristiani yang mewadahi kegiatan spiritual bagi jemaatnya. Berbagai bentuk desain gereja telah tercipta sejak berabad-abad silam
Lebih terperinciPERBAIKAN ELEMEN STRUKTUR PASCA KEBAKARAN. Kusdiman Joko Priyanto. Abstrak
PERBAIKAN ELEMEN STRUKTUR PASCA KEBAKARAN Kusdiman Joko Priyanto Abstrak Kebakaran merupakan bencana yang dapat terjadi setiap saat dan kapan saja. Banyak bangunan telah mengalami kebakaran karena berbagai
Lebih terperinciMasjid Cipari, Masjid Tertua dan Unik di Garut
SEMINAR HERITAGE IPLBI 2017 KASUS STUDI Masjid Cipari, Masjid Tertua dan Unik di Garut Annisa Maharani mhrnannisa1997@gmail.com Mahasiswa Sarjana Prodi Arsitektur, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan
Lebih terperinciA. GAMBAR ARSITEKTUR.
A. GAMBAR ARSITEKTUR. Gambar Arsitektur, yaitu gambar deskriptif dari imajinasi pemilik proyek dan visualisasi desain imajinasi tersebut oleh arsitek. Gambar ini menjadi acuan bagi tenaga teknik sipil
Lebih terperinciSTUDI POLA MORFOLOGI KOTA DALAM PENENTUAN KAWASAN KONSERVASI KOTA DI KABUPATEN KENDAL TUGAS AKHIR
STUDI POLA MORFOLOGI KOTA DALAM PENENTUAN KAWASAN KONSERVASI KOTA DI KABUPATEN KENDAL TUGAS AKHIR Oleh: LAELABILKIS L2D 001 439 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO
Lebih terperinciLANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PENGEMBANGAN SOBOKARTTI SEBAGAI JAVA HERITAGE CENTER
TUGAS AKHIR 111 PERIODE APRIL SEPTEMBER 2010 LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PENGEMBANGAN SOBOKARTTI SEBAGAI JAVA HERITAGE CENTER OLEH : RAGIL RINAWATI NIM : L2B 006 067 DOSEN PEMBIMBING
Lebih terperinciBUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 07 TAHUN 2005 TENTANG
BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 07 TAHUN 2005 TENTANG TATA CARA PEMUGARAN KAWASAN DAN BANGUNAN CAGAR BUDAYA DI DAERAH KABUPATEN SIAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK, Menimbang
Lebih terperinciElemen Fisik Masjid Baiturrahman Banda Aceh sebagai Pembentuk Karakter Visual Bangunan
SEMINAR HERITAGE IPLBI 2017 DISKURSUS Elemen Fisik Masjid Baiturrahman Banda Aceh sebagai Pembentuk Karakter Visual Bangunan Rihan Rizaldy Wibowo rihanrw @gmail.com Mahasisw a Jurusan A rsitektur, Sekolah
Lebih terperinciGUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,
GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/ 148 /KPTS/013/2016 TENTANG PENETAPAN MASJID BESAR AL-MUBAROK DI KABUPATEN NGANJUK SEBAGAI BANGUNAN CAGAR BUDAYA PERINGKAT PROVINSI GUBERNUR
Lebih terperinciPELESTARIAN BANGUNAN KANTOR POS BESAR SURABAYA
PELESTARIAN BANGUNAN KANTOR POS BESAR SURABAYA Novalinda Puspitasari, Antariksa, Abraham M Ridjal Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Jalan Mayjen Haryono 167, Malang 65145 Telp. (0341)
Lebih terperinciRumah Tinggal Dengan Gaya Arsitektur Bali Modern Di Denpasar
Rumah Tinggal Dengan Gaya Arsitektur Bali Modern Di Denpasar Oleh : Naya Maria Manoi nayamanoi@gmail.com Mahasiswa Desain Interior FSRD ISI Denpasar ABSTRAK Arsitektur tradisional Bali merupakan budaya
Lebih terperinciDOKUMENTASI MASJID SALMAN DAN PUSDAI
AR 3232 - Arsitektur Indonesia Pasca Kemerdekaan Dosen : Dr. Ir. Himasari Hanan, MAE Nama / NIM : Teresa Zefanya / 152 13 035 DOKUMENTASI MASJID SALMAN DAN PUSDAI Sebuah bidang yang diangkat dapat membentuk
Lebih terperinciBAB VII KESIMPULAN, SARAN DAN KONTRIBUSI TEORI
BAB VII KESIMPULAN, SARAN DAN KONTRIBUSI TEORI VII. 1. Kesimpulan Penelitian proses terjadinya transformasi arsitektural dari kampung kota menjadi kampung wisata ini bertujuan untuk membangun teori atau
Lebih terperinciPenerapan Tema Cablak pada Rancangan Rumah Budaya Betawi
JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 2, No.2, (2013) 2337-3520 (2301-928X Print) G-15 Penerapan Tema Cablak pada Rancangan Rumah Budaya Betawi Alivia Bianca Bella Diena dan Murtijas Sulistijowati Jurusan
Lebih terperinciJawa Timur secara umum
Jawa Timur secara umum Rumah Joglo secara umum mempunyai denah berbentuk bujur sangkar, mempunyai empat buah tiang pokok ditengah peruangannya yang biasa disebut sebagai saka guru. Saka guru berfungsi
Lebih terperinciGaya Arsitektur Masjid Kasunyatan, Masjid Tertua di Banten
SEMINAR HERITAGE IPLBI 2017 KASUS STUDI Gaya Arsitektur Masjid Kasunyatan, Masjid Tertua di Banten Alya Nadya alya.nadya@gmail.com Arsitektur, Sekolah Arsitektur, Perencanaan, dan Pengembangan Kebijakan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
DAFTAR ISI Halaman Judul.. Halaman Pengesahan Halaman Pernyataan Prakata... Daftar Isi... Daftar Gambar. Daftar Tabel. Daftar Lampiran.. Daftar Istilah Intisari... Abstract. i ii iii iv vii x xii xii xiii
Lebih terperinciDasar Kebijakan Pelestarian Kota Pusaka 1. Tantangan Kota Pusaka 2. Dasar Kebijakan terkait (di Indonesia) 3. Konvensi Internasional
1. Tantangan 2. Dasar terkait (di Indonesia) 3. Konvensi Internasional Source: PU-PPI. (2011). - Langkah Indonesia Membuka Mata Dunia. Jakarta: Direktorat Jenderal Penataan Ruang bersama-sama adan Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah, dan pemerintah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) adalah salah satu daerah yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) adalah salah satu daerah yang mempunyai keistimewaan tersendiri. DIY dipimpin oleh seorang sultan dan tanpa melalui pemilihan
Lebih terperinciEvaluasi Restorasi Gedung Indonesia Menggugat Terhadap Peraturan Daerah Tentang Bangunan Cagar Budaya
Reka Karsa Teknik Arsitektur Itenas No.4 Vol.1 Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Januari 2014 Evaluasi Restorasi Gedung Indonesia Menggugat Terhadap Peraturan Daerah Tentang Bangunan Cagar Budaya
Lebih terperinciVERNAKULAR-TA.428-SEMESTER GENAP-2007/2008 JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK ARSITEKTUR-S1 FPTK-UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
ARSITEKTUR TRADISIONAL NURYANTO, S.Pd., M.T.Ars. ARSITEKTUR VERNAKULAR-TA.428-SEMESTER GENAP-2007/2008 JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK ARSITEKTUR-S1 FPTK-UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2 0 1 0 Ilmu yang mempelajari
Lebih terperinciPerpaduan Unsur Arsitektur Islam dan Gaya Arsitektur Kolonial pada Masjid Cut Meutia Jakarta
SEMINAR HERITAGEIPLBI 2017 DISKURSUS Perpaduan Unsur Arsitektur Islam dan Gaya Arsitektur Kolonial pada Masjid Cut Meutia Jakarta Indah Mega Ashari indahmega19@gmail.com Program Studi A rsitektur, Sekolah
Lebih terperinciTugas I PERANCANGAN ARSITEKTUR V
Tugas I PERANCANGAN ARSITEKTUR V Buyung Hady Saputra 0551010032 FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN SURABAYA 2011 Rumah Adat Joglo 1. Rumah Joglo Merupakan rumah
Lebih terperinciTUGAS AKHIR (TKA 490) MASJID RAYA JOHOR ARSITEKTUR ISLAM
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kecamatan Medan Johor merupakan salah satu dari 21 kecamatan di Medan yang sedang mengalami pertumbuhan penduduk yang sangat pesat. Kompleks perumahan, pemukiman, dan
Lebih terperinciBAB VI HASIL PERANCANGAN
BAB VI HASIL PERANCANGAN 6.1 Hasil Rancangan Kawasan Kompleks kawasan smart masjid terbagi atas beberapa massa yang terdiri dari bangunan masjid, penitipan anak, kantin dan bussiness center. Dalam penataan
Lebih terperinciABSTRACT. Key words : acculturation, architecture, Bandung Lautze 2 and Ronghe Mosque ABSTRAK
ABSTRACT Name Study Program Title : Callin Tjahjana : Chinese Literature : Akulturasi Budaya dalam Arsitektur Bangunan Masjid Lautze 2 dan Masjid Ronghe Bandung This thesis looks into acculturation in
Lebih terperinciBab I Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang
Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Pesisir Timur pantai Sumatera Utara sejak abad ke-13, merupakan tempat persinggahan bangsa-bangsa asing dan lintas perdagangan. Bangsa India dan Arab datang dengan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Auditorium Universitas Diponegoro 2016
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Universitas Diponegoro merupakan salah satu Universitas terkemuka di Indonesia serta termasuk ke dalam lima besar Universitas terbaik seindonesia, terletak di provinsi
Lebih terperinciBAB III ELABORASI TEMA
BAB III ELABORASI TEMA 1. Pengertian Arsitektur A. Kajian Gramatikal Arsitektur :... seni dan teknologi dalam mendesain dan membangun struktur atau sekelompok besar struktur dengan pertimbangan kriteria
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Pengertian Judul
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Pengertian Judul Studio Konsep Perancangan Arsitektur (SKPA) ini berjudul Ambarawa Heritage Resort Hotel. Untuk mengetahui maksud dari judul dengan lebih jelas maka perlu diuraikan
Lebih terperinciSelain itu bambu memberikan kesan alami yang eksotis dan indah sehingga akan mempengaruhi karakter orang yang tinggal di dalamnya.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Bambu sebagai hasil hutan bukan kayu (HHBK) sangat potensial untuk mensubstitusi kayu bagi industri yang menggunakan kayu sebagai bahan baku. Selain berpotensi sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Gambar 1. 1 Peta Wisata Kabupaten Sleman Sumber : diakses Maret Diakses tanggal 7 Maret 2013, 15.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1 Pariwisata Kabupaten Sleman Kabupaten Sleman merupakan sebuah kabupaten yang berada di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Provinsi DIY sendiri dikenal sebagai
Lebih terperinciKAJIAN PELESTARIAN KAWASAN BENTENG KUTO BESAK PALEMBANG SEBAGAI ASET WISATA TUGAS AKHIR. Oleh : SABRINA SABILA L2D
KAJIAN PELESTARIAN KAWASAN BENTENG KUTO BESAK PALEMBANG SEBAGAI ASET WISATA TUGAS AKHIR Oleh : SABRINA SABILA L2D 005 400 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG
Lebih terperinciGUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 66 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA PROVINSI JAWA TIMUR
GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 66 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA PROVINSI JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang Mengingat : a.
Lebih terperinciPanduan Praktis Perbaikan Kerusakan Rumah Pasca Gempa Bumi
Panduan Praktis Kerusakan Rumah Pasca Gempa Bumi Jl. Panyaungan, Cileunyi Wetan, Kabupaten Bandung 0393 Telp:(022) 7798393 ( lines), Fax: (022) 7798392, E-mail: info@puskim.pu.go.id, Website: http://puskim.pu.go.id
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memberikan manfaat bagi masyarakat pada sebuah destinasi. Keberhasilan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pariwisata adalah salah satu mesin penggerak perekonomian dunia yang terbukti mampu memberikan kontribusi terhadap kemakmuran sebuah negara. Pembangunan pariwisata mampu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. baru, maka keberadaan seni dan budaya dari masa ke masa juga mengalami
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proyek Di Indonesia seni dan budaya merupakan salah satu media bagi masyarakat maupun perseorangan untuk saling berinteraksi satu sama lain. Dengan adanya arus globalisasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kisaran terbagi menjadi dua kecamatan yaitu Kecamatan Kisaran Timur dan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Kisaran adalah ibu kota dari Kabupaten Asahan, Provinsi Sumatera Utara yang bejarak 160 km dari Kota Medan ( ibu kota Provinsi Sumatera Utara). Kota Kisaran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan Kota Lama merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam perjalanan berkembangnya suatu kota karena di dalamnya terdapat hal-hal yang selalu menarik untuk diamati
Lebih terperinciBAB 5 KONSEP PERANCANGAN. Terakota di Trawas Mojokerto ini adalah lokalitas dan sinergi. Konsep tersebut
BAB 5 KONSEP PERANCANGAN Konsep dasar yang digunakan dalam perancangan Griya seni dan Budaya Terakota ini adalah lokalitas dan sinergi. Konsep tersebut berawal dari tema utama yaitu Re-Inventing Tradition
Lebih terperinciBAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Kota Yogyakarta 4.1.1 Sejarah dan Perkembangan Kota Yogyakarta Kota Yogyakarta terletak di Pulau Jawa, 500 km ke arah selatan dari DKI Jakarta, Ibukota Negara
Lebih terperinciBERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO
BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 38 TAHUN : 2009 SERI : E PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 49 TAHUN 2009 TENTANG PEMBERIAN PENGHARGAAN PELESTARI KAWASAN CAGAR BUDAYA DAN BENDA CAGAR BUDAYA
Lebih terperinciBAB III METODE PERANCANGAN. untuk mencapai tujuan penelitian dilaksanakan untuk menemukan,
BAB III METODE PERANCANGAN Metode pada dasarnya diartikan suatu cara yang digunakan untuk mencapai tujuan. Penelitian adalah suatu penyelidikan dengan prosedur ilmiah untuk mengetahui dan mendalami suatu
Lebih terperinci