BAB I PENDAHULUAN. Brigham dan Ehrhard (2011, p.392) menyatakan bahwa struktur modal yang

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pendanaan adalah salah satu bentuk keputusan keuangan, bertujuan untuk memaksimumkan kesejahteraan pemegang saham. Keputusan pendanaan yang paling mentukan nilai perusahaan adalah struktur modal (Sartono, 2008). Keputusan struktur modal yang perlu diambil dalam hal ini adalah apakah kebutuhan modal yang diperlukan tersebut dipenuhi dari penggunaan laba ditahan, utang, penerbitan saham atau gabungan dari keduanya, yaitu saham dan utang. Brigham dan Ehrhard (2011, p.392) menyatakan bahwa struktur modal yang optimal adalah gabungan dari utang, saham preferen dan ekuitas yang mampu memaksimalkan nilai saham. Oleh karena itu jika sebuah perusahaan ingin memaksimalkan nilai perusahaan maka harus mempunyai target struktur permodalan dan kemudian meningkatkan modal baru dengan cara membuat struktur modal aktual yang sesuai dengan target sepanjang waktu. Peningkatan modal baru perusahaan tersebut dapat perusahaan peroleh dengan cara menerbitkan ekuitas melalui Initial Public Offering atau Seasoned Equity Offering dan mendapatkan utang dengan cara mengeluarkan obligasi. Ke-dua aktivitas tersebut dapat perusahaan lakukan di pasar modal. Pasar modal merupakan pertemuan pihak yang membutuhkan dana dengan yang menyediakan dana. Dengan demikian didalam pasar modal yang diperjualbelikan adalah dana atau modal (Husnan,1998, p.230). Dengan kata lain pasar 1

2 modal dapat digunakan sebagai sarana investasi dan sumber pendanaan perusahaan. Sumber pendanaan tersebut dapat perusahaan peroleh dengan menerbitkan ekuitas atau obligasi. Penerbitan ekuitas atau obligasi tersebut membutuhkan komunikasi dan partisipasi antara perusahaan dan investor. Sebagai bentuk komunikasi biasanya perusahaan mengeluarkan laporan keuangan di media massa dan menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham (Aji, 2012). Untuk menarik pihak yang membutuhkan dana dan pihak yang meyediakan dana agar lebih berpartisipasi di pasar modal, maka dibutuhkan suatu pasar yang efisien dan likuid (Suha, 2004 dalam Aji, 2012). Pada kondisi pasar yang efisien, nilai saham sepenuhnya akan menggambarkan kondisi fundamental perusahaan atau merefleksikan semua informasi yang relevan (Wang et al., 2006). Pada pasar yang efisien perdagangan berlangsung secara jujur (fair). Maksudnya adalah semua pihak atau pelaku pasar bertransaksi dengan dasar informasi yang sama. Investor akan memperoleh apa yang mereka bayar dan tidak ada pelaku pasar yang lebih diuntungkan karena memiliki informasi yang lebih lengkap atau lebih cepat (Aji, 2012). Dengan demikian harga yang terbentuk mencerminkan nilai yang sebenarnya sehingga investor tidak bisa mendapatkan abnormal return. Namun demikian banyak penelitian yang menunjukkan bahwa pasar modal tidak dalam bentuk efisien atau efisien dalam bentuk lemah (misalnya, Fama dan French, 1988; Summer, 1986; Scheinkman dan Xiong, 2003) dalam Rinofah (2009) dan akibatnya pergerakan nilai saham perusahaan tidak sepenuhnya merupakan cerminan kondisi fundamental perusahaan namun juga faktor-faktor non-fundamental, sehingga 2

3 terdapat penyimpangan dari nilai sebenarnya. Penyimpangan tersebut dapat overvalued atau undervalued dari harga saham sebenarnya, kondisi inilah yang disebut mispricing. Kondisi saham yang mispriced ini dapat digunakan manajer dalam keputusan pendanaan mereka. Ketika harga saham overvalued, manajer lebih baik menerbitkan ekuitas dikarenakan biaya modal akan lebih murah, akan tetapi jika kondisi harga saham dinilai rendah oleh pasar atau undervalued maka manajer akan menahan ekuitas mereka atau menghindari menjual saham saat undervalued akibat tingginya biaya modal yang akan ditanggung (market timing hypotesis) dan memilih alternatif pendanaan yang lain, semisal utang. Jika kondisi pasar saham suatu perusahaan dapat mempengaruhi kecenderungan manajer dalam memilih sumber pendanaan maka selanjutnya tentu dapat diduga bahwa kondisi mispricing ini juga dapat mempengaruhi fashion dari struktur modal perusahaan (Warr et al., 2012). Manajer perusahaan yang memanfaatkan kondisi harga pasar saham yang sedang tinggi dengan menjual saham berpotensi menjadikan komposisi modal utang dan saham perusahaan berubah atau dengan kata lain terjadi pergeseran dalam struktur modal perusahaan ( Warr et al., 2012, dan Bonaime et al., 2014). Teori trade off dari struktur modal menyatakan bahwa sebuah perusahaan memilih sebuah target rasio utang yang optimal dimana trade off tersebut menekankan pada relative cost dan benefit dari utang (Warr et al., 2012), namun bukti-bukti empiris menunjukan target rasio utang perusahaan terdokumentasi menyimpang dari target rasio utangnya dan secara tidak cepat meyesuaikan 3

4 kembali kepada target sebenarnya jika mereka menghadapi bermacam biaya untuk menyesuaikannya 1. Menurut Modligiani dan Miller (1963), dan Miller (1977) dalam Graham dan Harvey (2001) bahwa di dalam model trade off tradisional, manfaat utama dari utang adalah keunggulan dari pajak dimana terdapat pengurangan tingkat suku bunga. Biaya-biaya utama dihubungkan dengan financial distress dan pengeluaran pajak personal bondholder dimana mereka mendapat bunga utang. Penelitian dari Graham dan Harvey (2001) menemukan bukti bahwa perusahaan-perusahaan di Amerika terindikasi tidak melakukan rebalance dalam target rasio leverage-nya terkait pergerakan ekuitasnya dan pergerakan ekuitas ini mempengaruhi kebijakan utang perusahaan. Temuan serupa dari penelitian Opler dan Titman (1998) bahwa perusahaan menerbitkan ekuitas disaat harga saham tinggi, dimana mereka mencatat ada inkonsistensi terhadap target rasio utang perusahaan karena pergerakan ekuitas tersebut tidak digunakan untuk rebalancing. Fisher et al., (1989) mengajukan sebuah penjelasan alternatif mengapa rasio utang bervariasi sepanjang waktu, bahkan jika perusahaan mempunyai target. Jika disana ada biaya transaksi tetap untuk menerbitkan atau retiring utang, perusahaan hanya rebalances ketika target rasio utang menyimpang lebih tinggi atau lebih rendah. Warr et al., (2012) menyatakan biaya penyesuaian adalah peyimpangan sementara dari harga saham di pasar dengan nilai fundamentalnya, dimana peyimpangan tersebut berdampak pada biaya ekuitas. Jika ekuitas dinilai 1 Literature yang berkembang yang mempelajari dampak dari biaya penyesuaian terhadap kecepatan penyesuaian pada target leverage, penelitian dilakukan oleh Hovakimian,Opler dan Titman (2001), Leary dan Robert (2005), Flannery dan Rangan (2006) dll. 4

5 overvalued dipasar, biaya perusahaan dalam menerbitkan ekuitas berkurang, dimana jika ekuitas undervalued menghasilkan biaya ekuitas yang besar. Jika biaya menerbitkan ekuitas mengubah struktur ini, dan jika perusahaan mengekploitasi atau menghadapi biaya-biaya ekuitas ini, maka besarnya penyesuaian terhadap target rasio utang akan tergantung pada derajat mispricing ekuitas. Warr et al., (2012) menyatakan bahwa ketika ekuitas overvalued (dan dengan demikian keseluruhan biaya penerbitan ekuitas adalah rendah), perusahaan akan meyesuaikan lebih cepat terhadap target utang ketika penyesuaian itu dapat dicapai dengan menerbitkan ekuitas. Begitu juga sebaliknya ketika harga saham dinilai undervalued dan harga penerbitan ekuitas menjadi mahal maka penyesuaian yang berasal dari penerbitan ekuitas akan lebih lambat. Oleh karena itu menjadi wajar jika terdapat penyesuaian, ketika ekuitas perusahaan dinilai undervalued untuk segera membeli kembali sahamnya. Sebuah perusahaan jika target utang lebih rendah sebaiknya menerbitkan utang, membeli kembali sahamnya atau melakukan keduanya dengan penawaran pertukaran. Jika ekuitas undervalued, biaya untuk membeli kembali saham lebih rendah dan berharap perusahaan untuk kembali ke target utang lebih cepat daripada perusahaan dengan ekuitas yang overvalued dalam situasi serupa. Penelitian ini menggunakan ide dasar penelian Warr et al., (2012) dengan memperluas sampel pada negara berkembang seperti Indonesia. Penelitian serupa di Indonesia belum ada sehingga menjadi motivasi peneliti mendalaminya. Motivasi lainnya adalah bahwa struktur pasar Indonesia yang belum efisien 5

6 (Husnan & Hanafi, 1994; Legowo & Machfoeds, 2002) dalam Rinofah (2009) bisa memberikan gambaran bagaimana kesadaran investor dalam rebalance struktur modalnya jika dibandingkan dengan investor pada struktur pasar yang efisien. Penelitian Leary dan Robert (2005) dengan menggunakan sampel perusahaan manufaktur di Amerika dari tahun menemukan bahwa perusahaan secara aktif melakukan rebalance leverage-nya untuk tetap berada pada range optimalnya. Gap lain dalam penelitian ini adalah dalam pengukuran mispricing akan digunakan prediksi market to book ratio berbeda dengan penelitian Warr et al., (2012) diatas dimana menggunakan Residual Income Model sebagai dasar pengukuran mispricing. Ide yang melatarbelakangi penggunaaan prediksi market to book adalah bahwa mispricing seperti yang dijelaskan oleh Baker dan Wugler (2002); Lung dan Marshall (2002) dan Alzahrani (2006) yaitu Mispricing ekuitas didefinisikan sebagai kondisi dimana nilai saham di pasar modal berbeda dari nilai seharusnya (fundamental). Peneliti mencoba memprediksikan nilai aktual market to book ratio dengan nilai prediksinya menggunakan variabel-variabel faktor fundamental perusahaan yang sering digunakan untuk memprediksi nilai (harga) fundamental saham. 6

7 I. 2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah, terdapat 2 permasalahan penelitian yang dapat dirangkum dalam pertanyaan sebagai berikut: a. Apakah ketika ekuitas perusahaan overvalued dan kondisi utang overlevered mengakibatkan speed of adjusmentnya semakin cepat dibandingkan dengan ketika ekuitas perusahaan undervalued dan kondisi utang overlevered? b. Apakah ketika ekuitas perusahaan undervalued dan kondisi utang underlevered mengakibatkan speed of adjusmentnya semakin cepat dibandingkan dengan ketika ekuitas perusahaan overvalued dan kondisi utang underlevered? I.3. Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk menguji secara empiris kecepatan penyesuaian utang perusahaan di Indonesia dengan mengelompokan perusahaan berdasar nilai mispricing (undervalued dan Overvalued) dan kondisi utang- nya (underlevered dan Overlevered). I.4. Manfaat Penelitian a. Empiris : Penelitian ini diharapkan dapat memperkuat penelitian yang dilakukan Warr et al., (2012) secara khusus dengan perluasan sampel pada negara berkembang seperti indonesia dan sejalan dengan teori trade off dalam struktur modal yang menekankan adanya pilihan antara cost dan 7

8 benefit dalam pemilihan sumber pendanaan terkait deviasi dari nilai saham perusahaan atau equity mispricing b. Kebijakan : Diharapkan penelitian ini dapat menjadi tambahan referensi bagi manajer dalam pengambilan keputusan pendanaan dengan lebih memperhatikan langkah yang tepat terkait kondisi perusahaannya I.5 Sistematika Penulisan Sistematika dalam penelitian ini akan dibagi dalam lima bab yang tersusun dengan rincian sebagai berikut: BAB I Pendahuluan. Bab ini berisi uraian latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan. BAB II Tinjauan Pustaka Bab ini berisi uraian tentang teori-teori yang relevan dan mendukung penelitian serta perumusan hipotesis penelitian. BAB III Metode Penelitian. Bab ini berisi penjelasan tentang metode penelitian yang terdiri atas data yang digunakan, definisi operasional variabel penelitian serta langkah-langkah pengujian yang akan dilakukan. BAB IV Analisis dan Pembahasan. Bab ini akan menjelaskan hasil analisis serta pembahasannya. BAB V Penutup. Bab ini berisi ringkasan atau kesimpulan dari hasil penelitian beserta implikasi dan saran bagi penelitian selanjutnya. 8

9 9