INDUKSI KERAGAMAN KALUS EMBRIOGENIK UNTUK MENDAPATKAN MUTAN PUTATIF JERUK KEPROK GARUT ( Citrus reticulata L. ) MELALUI IRADIASI SINAR GAMMA KARYANTI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "INDUKSI KERAGAMAN KALUS EMBRIOGENIK UNTUK MENDAPATKAN MUTAN PUTATIF JERUK KEPROK GARUT ( Citrus reticulata L. ) MELALUI IRADIASI SINAR GAMMA KARYANTI"

Transkripsi

1 INDUKSI KERAGAMAN KALUS EMBRIOGENIK UNTUK MENDAPATKAN MUTAN PUTATIF JERUK KEPROK GARUT ( Citrus reticulata L. ) MELALUI IRADIASI SINAR GAMMA KARYANTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Induksi Keragaman Kalus Embriogenik untuk Mendapatkan Mutan Putatif Jeruk Keprok Garut (Citrus reticulata L.) melalui Iradiasi Sinar Gamma adalah karya saya dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk karya apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Januari 2013 Karyanti NRP: A

3 ABSTRACT KARYANTI Inducing the Variability of Embryogenic Callus of Mandarin Citrus cv. Garut to Obtained Putative Mutants through Gamma Rays Irradiation. Supervised by AGUS PURWITO and ALI HUSNI Mandarin Citrus cv. Garut is one of local citrus which has some several superiority such as easy to peel, fresh and sweet flavour, yellowish green skin and containt seeds per fruit, but can it not compete with citrus from other countries. Quality improvement have been the subject of citrus breeding programme. The objective of this research is to increase genetic variability of Mandarin Citrus cv. Garut through gamma rays irradiation on embryogenic callus. Callus was irradiated at doses of 0, 20, 30, 40, 50, 60, 70, 80, 90 and 100 Gy and regenerated through somatic embryogenesis. The result of radiosensitivity dose for Growth Reduction (GR 50 ) analyzed by Curve Expert 1.4 software was Gy. Observation on the growth of callus showed variation on morphology and weight of callus. At doses 0 50 Gy callus growth was not inhibited, but at doses Gy callus growth was inhibited. Gamma irradiation also affected the formations of somatic embryos. After six weeks on maturation medium produced the highest of embryo somatic at dose of 20 and 100 Gy and on germination medium produced planlet highest at dose of 20 and 40 Gy. Based on morphological characters selected 10 regenerants with variability of 0 58% and genetic variability with ISSR markers by 0 26%. The number of mutan putative produced were M30/2, M50/1, M80/3 and M100/1 comformed by ISSR. After four week grafting between putative mutan shoots as scion and Japansche Citroen as rootstock it was obtainted the growth percentage % on Ex Vitro Grafting and 75% on In Vitro Grafting. Keywords: mutation breeding, somatic embryo, Growth Reduction (GR 50 ), maturation, grafting

4 RINGKASAN KARYANTI. Induksi Keragaman Kalus Embriogenik untuk Mendapatkan Mutan Putatif Jeruk Keprok Garut (Citrus reticulata L.) Melalui Iradiasi Sinar Gamma. Dibimbing oleh AGUS PURWITO and ALI HUSNI Buah jeruk merupakan salah satu buah komoditas unggulan. Buah jeruk banyak digemari karena rasanya dan kandungan vitamin A dan C yang tinggi. Buah jeruk dapat dikonsumsi segar ataupun dibuat makanan olahan. Jeruk keprok banyak digemari karena karakternya sesuai dengan selera konsumen seperti warna buahnya menarik, kulitnya mudah dikupas, rasanya manis asam menyegarkan dan bijinya sedikit (Seedless). Peningkatan kualitas jeruk dapat dilakukan melalui seleksi varietas-varietas unggul lokal. Salah satu varietas unggul lokal yang dapat dimanfaatkan adalah jeruk keprok Garut. Untuk meningkatkan kualitas jeruk keprok Garut sesuai selera konsumen dapat melalui pendekatan bioteknologi dan pemuliaan mutasi. Kombinasi metode kultur jaringan menggunakan sel somatik dan mutasi menggunakan mutagen sinar gamma diharapkan mampu meningkatkan keragaman dan memunculkan karakter-karakter yang diharapkan. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan keragaman genetik tanaman jeruk keprok Garut menggunakan mutagen sinar gamma, memperoleh Growth Reduction (GR 50 ) kalus embriogenik jeruk keprok Garut dan menghasilkan tunas mutan putatif. Penelitian terdiri atas empat tahap. Tahap pertama yaitu proliferasi kalus dalam media dasar MS (Murashige dan Skoog) yang dikombinasikan dengan vitamin MW (Morel & Wetmore) dan 300 mgl -1 Casein hydrolisat. Kalus hasil proliferasi selanjutnya diberikan perlakuan iradiasi sinar gamma dengan memasukan kalus ke dalam alat Gamma Chamber Co-60. Kalus diberikan iradiasi pada dosis 0, 20, 30, 40, 50, 60, 70, 80, 90 dan 100 Gy. Kalus hasil iradiasi ditanam dalam media MS tanpa zat pengatur tumbuh. Tahap dua, kalus hasil iradiasi diregenerasi dalam media pendewasaan yaitu media dasar MS yang ditambahkan vitamin MW, 2.5 mgl -1 ABA dan 300 mgl -1 Casein hydrolisat. Embrio somatik yang terbentuk ditanam dalam media perkecambahan yaitu media dasar MS yang ditambahkan vitamin MW dan 2.5 mgl -1 GA 3. Kecambah yang dihasilkan ditanam dalam media MS tanpa zat pengatur tumbuh dan menghasilkan tunas regeneran dengan morfologi beragam. Tahap tiga, identifikasi tunas regeneran berdasarkan penanda morfologi dan molekuler. Tahap empat, penyambungan secara in vitro dan ex vitro. Penyambungan dengan batang atas yang digunakan adalah tunas mutan putatif hasil iradiasi dan batang bawah yang digunakan adalah jeruk Japansche Citroen (JC). Hasil pengamatan dan analisis yang dilakukan diperoleh bahwa peningkatan dosis iradiasi sinar gamma pada kalus yang ditanam dalam media tanpa zat pengatur tumbuh menyebabkan terjadinya perubahan warna kalus dan menurunya berat kalus pada minggu ke-6 setelah tanam. Data hasil pengamatan proliferasi kalus di analisis dengan program Curve Expert 1.4 dan diperoleh Growth Reduction (GR 50 ). Kalus embriogenik jeruk hasil iradiasi menghasilkan GR 50 di sekitar dosis Gy. Pada tahap regenerasi tidak semua kalus mampu membentuk embrio somatik dan berkecambah. Jumlah embrio somatik terbanyak dihasilkan pada dosis 20 dan 100

5 Gy. Pembentukan kecambah dan tunas regeneran menghasilkan pola yang tidak teratur. Jumlah kecambah dan tunas regeneran terbanyak dihasilkan pada dosis 20 dan 40 Gy. Hasil regenerasi kecambah menjadi tunas dalam media MS tanpa zat pengatur tumbuh dihasilkan 46 tunas regeneran yang dapat diidentifikasi secara morfologi. Dipilih 10 tunas regeneran yang mewakili karakter-karakter yang diamati. Keragaman dari 10 tunas regeneran berdasarkan analisis UPGMA pada penanda morfologi adalah sebesar 0 58% dan keragaman genetik berdasarkan penanda ISSR sebesar 0 26%. Hasil konfirmasi melalui penanda ISSR diperoleh tunas mutan putatif yaitu individu M30/2, M50/1, M80/3 dan M100/1. Metode penyambungan antara tunas mutan putatif sebagai batang atas dan Japansche Citroen sebagai batang bawah secara in vitro menghasilkan persentase pertumbuhan tanaman sambung sebesar 75% dan secara ex vitro sebesar %. Kata kunci: Pemuliaan mutasi, embrio somatik, Growth Reduction (GR 50 ), pendewasaan, penyambungan

6 Hak Cipta Milik IPB, tahun 2013 Hak Cipta Dilindungi Undang-undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karyatulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

7 INDUKSI KERAGAMAN KALUS EMBRIOGENIK UNTUK MENDAPATKAN MUTAN PUTATIF JERUK KEPROK GARUT( Citrus reticulata L. ) MELALUI IRADIASI SINAR GAMMA KARYANTI Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Mayor Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

8 Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Syarifah Iis Aisyah, M.Sc.Agr

9 Judul Tesis Nama NIM : Induksi Keragaman Kalus Embriogenik Untuk Mendapatkan Mutan Putatif Jeruk Keprok Garut (Citrus reticulata L.) Melalui Iradiasi Sinar Gamma : Karyanti : A Disetujui, Komisi Pembimbing Dr. Ir. Agus Purwito, M.Sc.Agr Ketua Dr. Drs. Ali Husni, M.Si Anggota Mengetahui, Ketua Mayor Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman Dekan Sekolah Pascasarjana Dr. Ir. Trikoesoemaningtyas, M.Sc Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr Tanggal Ujian : 29 Januari 2013 Tanggal Lulus :

10

11 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... xix xxi xxiii PENDAHULUAN Latar Belakang... 1 Tujuan... 2 Hipotesis... Kerangka Berpikir... TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Jeruk... 5 Jeruk Keprok... 7 Japanesche Citroen... 8 Pemuliaan Mutasi... 9 Pemuliaan Mutasi Tanaman Jeruk Mutagen Sinar Gamma Teknik Kultur Jaringan pada Tanaman Jeruk Penyambungan (Grafting) Analisis Keragaman BAHAN DAN METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Proliferasi Kalus Embriogenik Pengaruh Iradiasi Sinar Gamma terhadap Pertumbuhan Kalus Regenerasi Kalus Hasil Iradiasi Sinar Gamma Analisis Keragaman Tunas Regeneran berdasarkan Penanda Morfologi Analisis Keragaman Tunas Regeneran berdasarkan Penanda Molekuler Penyambungan Tunas Mutan Putatif dengan Japanesche Citroen PEMBAHASAN UMUM SIMPULAN DAN SARAN Simpulan... Saran... DAFTAR PUSTAKA xvii

12 xviii

13 DAFTAR TABEL 1 Kandungan vitamin dan zat mineral lainnya setiap 100 gram buah jeruk... 7 Halaman Nama dan susunan basa primer yang digunakan analisis ISSR... Pertumbuhan kalus embriogenik jeruk keprok Garut dalam media proliferasi... Persentase perubahan warna kalus 6 minggu setelah iradiasi sinar gamma... Rata-rata jumlah dan efisiensi pembentukan embrio somatik umur 6 MST... Jumlah embrio somatik, embrio berkecambah dan persentase embrio berkecambah hasil iradiasi sinar gamma... Data kisaran, rataan, ragam dan standar deviasi karakter tinggi tunas, jumlah akar, Jumlah daun, jumlah cabang, panjang stomata dan lebar stomata... Hasil pengamatan keragaman morfologi tunas regeneran... Rata-rata jumlah, kerapatan, panjang dan lebar stomata 10 tunas regeneran... Rekapitulasi jumlah amplifikasi pita DNA 10 tunas regeneran jeruk keprok Garut pada 7 primer... Data hasil penyambungan secara in vitro dan ex vitro xix

14 xx

15 xxi

16 DAFTAR GAMBAR Skema kerangka pemikiran penelitian... Tahapan dan alur penelitian induksi mutasi pada kalus embriogenik jeruk keprok Garut dengan iradiasi sinar gamma... Kalus dan perlakuan iradiasi sinar gamma... Kalus embriogenik jeruk keprok Garut... Perubahan warna kalus hasil iradiasi... Grafik rata-rata pertambahan berat kalus jeruk keprok Garut umur 6 minggu setelah iradiasi... Kurva pengaruh iradiasi terhadap persentase proliferasi kalus... Pertumbuhan proembrio dalam media pendewasaan... Perkembangan kalus hasil iradiasi sinar gamma dalam media pendewasaan... Grafik persentase kalus membentuk embrio somatik dalam media pendewasaan... Pertumbuhan dan perkembangan embrio somatik... Keragaman pertumbuhan populasi kecambah... Jumlah tunas regeneran yang dihasilkan SK1 SK4... Perkembangan kecambah menjadi tunas regeneran... Keragaman morfologi sepuluh tunas regeneran terpilih... Perbedaan morfologi daun tunas regeneran... Perbedaan ketegakan tunas regeneran... Jumlah stomata tunas regeneran pada ukuran 100 µm dengan pembesaran 400 x... Stomata tunas regeneran hasil iradiasi sinar gamma... Halaman xxi

17 Dendogram kemiripan berdasarkan penanda morfologi padai 10 tunas regeneran in vitro hasil iradiasi sinar gamma... Karakter pola pita 10 tunas regeneran hasil iradiasi... Karakter pola pita 10 tunas regeneran hasil iradiasi... Dendogram kemiripan berdasarkan penanda molekuler melalui ISSR dari 10 tunas regeneran in vitro dengan menggunakan 7 primer... Hasil penyambungan in vitro... Hasil penyambungan ex vitro... Penyambungan gagal dan potongan melintang bagian sambungan... Penampang potongan melintang tanaman jeruk batang atas dan bawah... Penyambungan berhasil dan potongan melintang xxii

18 xxiii

19 PRAKATA Syukur alhamdulilah penulis panjatkan kepada ALLAH SWT, karena atas rahmat dan pertolongan-nya sehingga penelitian dan penulisan tugas akhir ini dapat diselesaikan. Tesis ini merupakan syarat untuk mendapatkan gelar Magister di Institut Pertanian Bogor (IPB), dengan judul Induksi Keragaman Kalus Embriogenik Untuk Mendapatkan Mutan Putatif Jeruk Keprok Garut (Citrus reticulata L.) Melalui Iradiasi Sinar Gamma. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang tulus kepada: 1. Dr. Ir. Agus purwito, M.Sc. Agr dan Dr. Drs. Ali Husni, M.Si atas bimbingan, saran, ilmu, waktu, dana dan perhatiannya dalam pelaksanaan penelitian sampai penulisan tesis ini dapat diselesaikan dengan baik. 2. Dekan Sekolah Pascasarjana IPB dan Dr. Ir. Trikoesoemaningtyas, M.Sc selaku ketua program studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman, IPB, seluruh staf pengajar dan semua teknisi yang telah memberikan bantuan selama penulis belajar di IPB. 3. Kegiatan Hibah Pasca LPPM IPB, atas dukungan dana penelitian sehingga penelitian ini dapat berjalan dan diselesaikan dengan baik. 4. Kepala BB-Biogen Pertanian, atas izin dan bantuannya dalam melakukan evaluasi molekuler di Laboratorium Biologi Molekuler. 5. Kepala Balai Pengkajian Bioteknologi-BPPT dan Kepala Seksi Pertanian Balai Pengkajian Bioteknologi-BPPT yang telah memberikan izin untuk melanjutkan studi S2. 6. Kepala Pusdiklat Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi dan Bapak Bony Benyamin atas beasiswa dan arahannya selama masa studi di IPB. 7. Bapak dan ibu tercinta atas doa yang ikhlas, dorongan, bantuan, keringat dan semangatnya yang tak ternilai. Dengan hati yang tulus seiring kupanjatkan doa untuk almarhumah ibu mertuaku yang selalu memberi semangat dan menjadi inspirasiku untuk menjadi ibu dan istri yang terbaik. 8. Suamiku Masduki, M.Si dan kedua putriku yang cantik Shafira Aliifa dan Shaliha Azzahra atas dukungan, doa, pengorbanan, kritikan dan semangatnya sehingga tesis ini dapat diselesaikan.

20 9. Adik-adik ku (Aris, Yuli dan Yudi) yang selalu memberi warna dalam perjalanan hidupku, kakak iparku (Kak Wati, Kak Syarifah) dan adik iparku (Rohimah dan Chairiyah) yang selalu membantu dalam suka maupun duka. 10. Teman-teman terbaikku PBT angkatan 2010, Aida Wulansari, M.Si, Irni Furnawanthi, SP, Linda Novita S.Si, Juwartina Ida Royani, M.Si, Rismayanti, SP, Hayat Khairiyah, SP, Mbak Tati Sukarnih, teh Juju Juariyah, teh Iif, Mas Joko dan Mas Yudi. 11. Prof.Dr. Nadirman Haska, M.Si, Drs.Minaldi, Dr. Teuku Tajuddin, Yusuf Sigit, S.Hut dan tim sagu atas kerjasama, dukungan, bantuan dan dorongan semangatnya. 10 Rekan-rekan seperjuangan yang saling mendukung dan memberikan semangat selama masa studi di IPB. Penulis berharap seluruh kegiatan yang dilakukan selama studi bernilai ibadah dan menjadi ilmu yang bermanfaat. Semoga tulisan ini dapat menjadi inspirasi untuk perkembangan penelitian tanaman jeruk di masa depan. Bogor, Januari 2013 Karyanti

21 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Solo tanggal 03 April 1975 dari ayah Ngatimin dan ibu Suwarsih. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara. Jenjang pendidikan penulis adalah lulusan sekolah dasar SD Negeri Bondongan III Bogor tahun 1986, lulusan SMP Negeri 9 Bogor tahun 1990, lulusan Sekolah Menengah Analis Kimia Bogor (SMAKBo) tahun 1994 dan tahun 2001 mendapatkan gelar S1 dari Universitas Muhammadiyah Jakarta. Penulis bekerja di Balai Pengkajian Bioteknologi BPPT sejak tahun 1994 sampai sekarang. Tahun 1999 penulis menikah dengan H. Masduki, M.Si dan dikaruniai dua orang putri, yaitu Shafira Aliifa (12 tahun) dan Shaliha Azzahra (7 tahun). Tahun 2010 penulis melanjutkan studi S2 pada Sekolah Pascasarjana IPB dengan program studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman.

22 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Media dasar Murashige dan Skoog, vitamin MW... Lampiran 2. Hasil analisis sidik ragam data berat kalus dan jumlah embrio somatik... Lampiran 3. Matrik kemiripan 10 tunas regeneran berdasarkan penanda morfologi dan molekuler... Lampiran 4. Data biner hasil pengamatan morfologi tunas regeneran... Lampiran 5. Data biner hasil pengamatan berdasarkan penanda ISSR... Lampiran 6. Tahapan analisis stomata... Halaman xxiii

23 xxiv

24 PENDAHULUAN Latar Belakang Jeruk keprok Garut merupakan salah satu jenis jeruk unggulan nasional. Berdasarkan SK Menteri Pertanian No.760 tahun 1999 menetapkan jenis jeruk tersebut sebagai varietas unggul. Deskripsi keprok Garut mempunyai rasa asam manis menyegarkan, kulitnya mudah dikupas, warna kulit hijau kekuningan dan mempunyai lebih dari biji per buah (Balitbangtan 1999). Berdasarkan agroklimatnya varietas tersebut menghasilkan buah terbaik jika ditanam di dataran tinggi sekitar meter di atas permukaan laut. Hal ini merupakan salah satu pembatas produksi varietas jeruk tersebut sehingga ketersediaannya tidak selalu ada setiap tahun (AAK 1994). Menurut Spiegel-Roy dan Goldschmidt (1996), kriteria buah jeruk yang digemari oleh konsumen dan pasar global adalah buah jeruk yang mempunyai biji sedikit atau tanpa biji (seedless), mudah dikupas dan memiliki warna yang menarik. Beberapa kriteria tersebut belum dimiliki oleh keprok Garut sehingga kalah bersaing di pasar global. Untuk meningkatkan kualitas mutu buah jeruk keprok Garut yang telah memiliki karakter buah unggul dapat memanfaatkan teknik pemuliaan mutasi. Aplikasi pemuliaan mutasi dapat dilakukan secara in vitro dan in vivo. Aplikasi pemuliaan mutasi secara kultur in vitro memiliki keunggulan karena dapat menggunakan bahan tanaman seperti kalus embriogenik. Beberapa keuntungan menggunakan bahan tanaman kalus embriogenik yaitu dapat mengurangi terjadinya kimera, dapat dilakukan pada populasi yang besar, dan dapat dikerjakan dalam ruang yang terbatas (Witjaksono & Litz 2002). Setiap individu kalus embriogenik akan menghasilkan embrio somatik dan tumbuh menjadi satu tanaman. Mutasi dapat terjadi secara spontan dan buatan. Mutasi spontan merupakan mutasi yang terjadi secara alami dengan peluang kejadian sangat kecil yaitu (IAEA 1977 dalam Aisyah 2006). Sedangkan mutasi buatan merupakan mutasi yang terjadi karena terinduksi oleh mutagen. Beberapa mutagen yang mampu menginduksi keragaman adalah mutagen fisik dan kimia. Untuk mutagen

25 2 fisik umumnya dapat digunakan sinar gamma (cobalt 60) sedangkan untuk mutagen kimia dapat digunakan EMS (Ethyl Methane Sulphonate) (Van Harten 1998). Induksi mutasi secara fisik dapat menyebabkan terjadinya mutasi struktur dan jumlah kromosom, sedangkan mutasi secara kimia dapat menyebabkan terjadinya mutasi gen. Evaluasi keragaman genetik yang muncul dapat dilakukan secara morfologi dan molekuler. Perlakuan mutagen dengan kultur in vitro dapat meningkatkan peluang terjadinya mutasi. Aplikasi induksi mutasi dengan kultur in vitro pada tanaman telah banyak menghasilkan keragaman genetik. Beberapa tanaman yang berhasil diinduksi keragamannya dengan memanfaatkan mutagen fisik dan kimia di antaranya pada tanaman pisang (Imelda 2000), gandum (Ali 2002), alpukat (Yenisbar 2005), manggis (Qosim 2006), jeruk (Grosser 2007). Mutan Mor merupakan salah satu mutan hasil induksi mutasi pada jeruk mandarin Murcott dengan sinar gamma pada dosis 35 Gy. Dihasilkan varian baru dengan rata-rata jumlah biji sekitar 0-2 biji per buah, dari rata-rata jumlah biji awal sekitar biji per buah pada tanaman aslinya dan produktivitasnya tetap sama dengan tanaman aslinya (Vardi et al. 1993). Dalam peningkatan kualitas tanaman melalui teknik pemuliaan mutasi dengan memanfaatkan kultur in vitro, hal utama yang harus dikuasai adalah teknik regenerasi tanaman tersebut. Kalus jeruk keprok telah berhasil diregenerasi (Merigo 2011) dan pola regenerasinya telah dapat diulang dengan hasil yang sama. Tujuan Penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut: 1. Mendapatkan GR 50 (Growth Reduction 50) kalus embriogenik keprok Garut melalui iradiasi sinar gamma. 2. Meningkatkan keragaman genetik tanaman jeruk keprok Garut menggunakan iradiasi sinar gamma. 3. Menghasilkan tanaman mutan putatif jeruk keprok Garut.

26 3 Hipotesis Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah : 1. Dosis di sekitar GR 50 (Growth Reduction 50) pada kalus embriogenik jeruk keprok Garut hasil iradiasi sinar gamma dapat menginduksi keragaman yang tinggi. 2. Iradiasi sinar gamma berpengaruh terhadap pertumbuhan dan regenerasi kalus embriogenik jeruk keprok Garut. 3. Penanda morfologi dan molekuler dapat mengidentifikasi keragaman tunas regeneran yang dihasilkan. Kerangka Berpikir Buah jeruk keprok Garut merupakan salah satu buah komoditas unggulan. Jeruk keprok Garut memiliki karakter unggul tetapi masih memiliki biji yang cukup banyak. Peningkatan kualitas jeruk keprok Garut agar sesuai dengan selera konsumen dapat melalui pendekatan Bioteknologi dan Pemuliaan tanaman melalui mutasi. Kombinasi metode kultur jaringan menggunakan kalus somatik dengan mutasi menggunakan mutagen sinar Gamma berpotensi untuk menghasilkan mutan solid. Media pendewasaan dan perkecambahan yang tepat mampu meregenerasi kalus hasil iradiasi menjadi tunas regeneran. Identifikasi melalui pengamatan secara morfologi dan molekuler dengan penanda ISSR (Inter Simple Sequence Repeat) dapat membedakan keragaman yang dihasilkan. Berdasarkan identifikasi molekuler dapat dihasilkan tunas-tunas mutan putatif yang memiliki karakter berbeda. Pertumbuhan tunas mutan putatif akan lebih cepat dengan melakukan penyambungan. Penyambungan dengan batang bawah Japansche Citroen (JC) akan dihasilkan tanaman sambung yang memiliki perakaran yang kuat. Skema kerangka pemikiran tersaji pada Gambar 1.

27 4 Kalus embriogenik jeruk keprok garut asal nuselus yang telah memiliki beberapa karakter unggul tetapi masih memiliki jumlah biji yang banyak Iradiasi sinar gamma pada kultur kalus in vitro Regenerasi kalus hasil iradiasi dalam media pendewasaan dan perkecambahan Dihasilkan Populasi tunas regeneran dengan morfologi yang bervariasi Peningkatan keragaman Tunas Mutan Putatif Identifikasi tunas regeneran secara morfologi dan molekuler dengan ISSR Penyambungan: Batang atas tunas mutan putatif dan batang bawah Japansche Citroen (JC) TANAMAN SAMBUNG Gambar 1 Skema kerangka pemikiran penelitian induksi keragaman kalus embriogenik untuk mendapatkan mutan putatif jeruk keprok Garut melalui iradiasi sinar gamma

28 5

29 6

30 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Jeruk Buah jeruk merupakan salah satu buah yang digemari, saat ini kebutuhannya semakin meningkat seiring dengan tumbuhnya kesadaran masyarakat akan pentingnya nilai gizi. Tanaman jeruk banyak tumbuh di daerah tropis dan sub tropis, menurut sejarah penyebarannya meliputi wilayah Asia Tenggara, India, Cina Selatan, Semenanjung Indo-Cina dan Malaya kemudian menyebar ke benua lain (Chapot 1975 dalam Nicolasi 2007). Menurut Hodgson (1967) tanaman jeruk yang penting secara komersial dapat dikelompokan menjadi empat kelompok yaitu : orange (jeruk manis), mandarin (jeruk keprok), pummelo (jeruk besar) dan grapefruit, serta kelompok common acid (yang terdiri dari citron, lemon dan lime). Tanaman jeruk mempunyai banyak kultivar, setiap kultivar mempunyai sifat-sifat tersendiri sehingga tanaman ini dapat ditanam dimana saja baik di dataran rendah maupun di dataran tinggi. Tanaman jeruk rata-rata berbunga setiap tahun sehingga buah jeruk dapat tersedia setiap saat (AAK 1994). Taksonomi tanaman jeruk menurut (Swingle & Reece 1967 dalam Ortiz 2002), Divisio Subdivisio Class Ordo Familia SubFamili Genus Spesies : Spermatophyta : Angiospermae : Dicotyledonae : Rutales : Rutaceae : Aurantioideae : Citrus : Citrus reticulata/nobilis L.(keprok) Menurut Swingle (1967) dalam Ortiz (2002), genus citrus dapat dibagi menjadi dua subgenus yaitu subgenus papeda dan subgenus eucitrus. Tanaman jeruk yang diklasifikasikan dalam subgenus eucitrus adalah: C. aurantium, C.

31 6 sinensis, C. reticulata, C. limon, C. medica, C. aurantifolia, C. grandis, C. paradisi, C. indica dan C. tachibana. Secara Agronomi subgenus eucitrus dapat dikelompokan menjadi spesies seperti: jeruk manis (C. sinensis), mandarin (di kelompokan menjadi 4 spesies), lemon (C. limon), grapefruit (C. paradisi), limes (Aurantifolia), jeruk asam (C. aurantium), pummelos (C. Grandis), citrons (C. medica) (Ortiz 2002). Untuk subgenus jeruk manis yang termasuk spesies Citrus sinensis yaitu jeruk navel, jeruk common, jeruk merah. Sedangkan beberapa spesies yang termasuk subgenus jeruk mandarin yaitu jeruk satsuma, jeruk tangerine, jeruk mandarin mediterranean dan jeruk mandarin lain. Spesies mandarin lain seperti C. reticulata Blanco atau Ponkan, C. temple Hort dan C. nobilis Lour (Ortiz 2002). Biji tanaman jeruk dapat digolongkan dalam kelompok apomiksis. Apomiksis adalah reproduksi aseksual yaitu proses reproduksi tanpa terjadinya fusi gamet betina dan jantan (Nugroho 2006). Apomiksis merupakan penyimpangan dalam suatu proses reproduksi yang mekanisme perkembangannya sangat kompleks (Koltunow 1993). Apomiksis menghasilkan embrio yang memiliki konstitusi genetik yang sama dengan induknya (Koltunow 1993). Apomiksis dapat dikategorikan menjadi fakultatif dan obligat (Den Nijs & Van Dijk 1993). Apomiksis obligat adalah bentuk apomiksis yang bijinya terbentuk tanpa proses fusi gamet betina dan gamet jantan, seperti pada manggis (Koltunow 1996). Apomiksis fakultatif pada biji jeruk disebut sebagai fenomena poliembrioni, yaitu terjadinya beberapa embrio dalam satu biji. Embrio yang dihasilkan terdiri dari embrio zigotik dan embrio nuselar. Embrio zigotik dihasilkan dari fusi gamet jantan dan betina, sedangkan embrio nuselar terbentuk dari jaringan kantung embrio. Kedua embrio yang dihasilkan memiliki konstitusi genetik yang berbeda. Dalam perkembangannya kedua embrio tersebut tumbuh secara beriringan tanpa saling mengganggu (Koltunow 1996).

32 7 Jeruk Keprok Jeruk keprok (Citrus Reticulata L.) di Indonesia merupakan jeruk yang paling populer dan banyak di konsumsi sebagai buah segar dengan rasa manis menyegarkan. Di Indonesia sejarah asal usulnya jeruk keprok tidak banyak diketahui. Berbagai jenis keprok saat ini sebagian besar merupakan warisan yang ditinggalkan Belanda (Sarwono 1994). Saat ini jeruk keprok mulai digemari dan banyak dicari oleh masyarakat. Jeruk keprok banyak digemari karena warna buahnya yang menarik, rasanya manis asam menyegarkan, kandungan vitamin A dan C yang lebih tinggi dibanding jenis jeruk yang lain (Tabel 1). Indonesia memiliki beragam jeruk keprok varietas unggul lokal yang berkualitas. Jenis jeruk keprok tersebut seperti jeruk keprok SoE (NTT), Batu 55, Pulung dan Madura (Jawa Timur), Garut (Jawa Barat), Tejakula (Bali), Siompu (Sulawesi Tenggara) dan Kelila (Papua). Selain itu terdapat pula beberapa varietas yang baru dikembangkan seperti keprok Madu Terigas (Kalimantan Barat), Jeruk Kacang (Sumatera Barat) dan Borneo Prima (Kalimantan Timur) (Ditjen Hortikultura 2008). Tabel 1 Kandungan Vitamin dan Zat Mineral Setiap 100 gram Buah Jeruk Kadar Keprok Manis Nipis Grape Fruit Vitamin A (I. U.) Vitamin B (I. U.) Vitamin C (I. U.) Protein (gram) Lemak (gram) Hidrat arang (gram) Besi (mgr) Kapur (mgr) Phosphor (mgr) Sumber : AAK 1994 Tanaman jeruk keprok rata-rata mempunyai tinggi 2-8 meter. Tanaman ini ada yang berduri dan ada yang tidak. Tajuk pohon tidak beraturan, dahan kecil dengan cabang banyak dan tajuknya rindang. Daun berbentuk tunggal, kecil dan

33 8 bertangkai pendek, warnanya hijau tua mengkilat pada permukaan atas dan hijau muda pada permukaan bawah, tangkai daun tidak bersayap. Tanaman jeruk keprok berbunga majemuk, bunga keluar pada ketiak daun atau pada ujung cabang. Bunganya kecil-kecil dan berbau harum. Berbunga pada akhir musim kering. Buah jeruk keprok mempunyai ruang antara 9-19 ruangan, tangkai buah pendek, kulit buah mudah dikupas. Buah yang sudah tua warna kulitnya ada yang hijau tua, hijau muda dan kuning orange. Tekstur kulitnya mengkilat, licin, penuh pori-pori dan sedikit berbau harum. Daging buahnya berwarna orange, banyak mengandung air, baunya enak dengan rasa manis sedikit asam. Tiap ruang (septa buah) mengandung banyak biji, septa ini mudah dipisah-pisahkan. Tanaman jeruk jenis ini sangat baik diusahakan ditempat-tempat dengan ketinggian meter di atas permukaan laut (Sarwono 1994). Tanaman jeruk keprok dapat diperbanyak secara generatif dan vegetatif. Tanaman jeruk umumnya diperbanyak melalui okulasi dan penyambungan (Sunarjono 2009). Japansche Citroen Jeruk Citroen berasal dari Birma Utara dan Cina Selatan. Jeruk ini dapat tumbuh baik mulai dari dataran rendah sampai tinggi. Tanaman jeruk ini mampu berbuah sepanjang tahun dengan kadar air tanah yang mencukupi. Tanaman berupa perdu setinggi meter, dengan batang yang pendek dan tidak berbulu. Letak daun berpencar dengan tangkai yang sangat pendek. Daun tipis bertulang dan jika diremas baunya wangi sekali. Bunganya terletak di ketiak daun dan jarang muncul di ujung cabang. Bunganya besar dan baunya sangat harum, sebagian besar bunganya adalah bunga jantan. Jumlah bunga dalam satu tandan sekitar 1-10 bunga. Bentuk buahnya ada yang bulat panjang dan ada bulat membesar. Kulit buahnya berpori-pori, berwarna kuning kemerahan, tebal dan sulit dikupas. Daging buah berwarna kuning muda, berbau harum, rasanya sangat asam dan berbiji banyak (Sarwono 1994). Jeruk Japansche Citroen (JC) merupakan varietas hibrid hasil persilangan antara Citroes nobilis (keprok) dengan Citroes medica (lemon). Japansche Citroen mempunyai karakter mirip dengan Rough Lemon, tahan terhadap kekeringan, dapat merangsang buah lebih awal, mampu menghasilkan produksi

34 9 tinggi dengan kualitas yang baik serta tahan terhadap serangan virus Exocortis (Sugiyanto 1994). Japansche Citroen memiliki kevigoran yang tinggi, memiliki jumlah biji lebih dari 10 per buah, mudah beradaptasi, buah yang dihasilkan rasanya sangat asam sehingga tidak layak konsumsi. Japansche Citroen memiliki kompatibilitas yang tinggi dan lebih vigor dibandingkan Rough Lemon (Susanto 2003). Pemuliaan Mutasi Pemuliaan tanaman pada dasarnya merupakan aktivitas menyeleksi tanaman dari populasi yang memiliki keragaman genetik untuk mendapatkan tanaman yang mempunyai sifat tertentu. Tujuan dari kegiatan pemuliaan tanaman yaitu menghasilkan varietas tanaman dengan sifat-sifat yang sesuai dengan sistem budidaya yang ada dan tujuan ekonomi yang diinginkan (Syukur 2009). Untuk menghasilkan tanaman unggul melalui teknik pemuliaan tanaman dapat melalui beberapa metode seperti melalui introduksi tanaman dari luar wilayah, melalui persilangan antar dua spesies, melalui rekayasa genetika dengan memasukan gen yang diinginkan ke dalam organisme dan melalui mutasi dengan menggunakan mutagen (Syukur 2009). Pemuliaan mutasi merupakan perbaikan tanaman melalui aplikasi teknik mutasi dalam upaya meningkatkan keragaman genetik (Suranto 2003). Menurut Soeranto (2003) mutasi adalah perubahan secara tiba-tiba dan acak pada materi genetik yang dapat memunculkan keragaman genetik. Mutasi dapat terjadi pada setiap bagian tanaman dan fase pertumbuhan tanaman, namun lebih banyak terjadi pada bagian yang sedang aktif melakukan pembelahan sel seperti tunas dan biji. Secara umum mutasi dapat dibedakan menjadi dua yaitu mutasi alami (spontan) dan mutasi buatan. Mutasi alami terjadi secara spontan yang tidak diketahui penyebabnya dan terjadi secara acak tanpa diketahui kapan terjadinya. Peluang terjadinya mutasi alami sangat kecil yaitu (IAEA 1977 dalam Aisyah 2006). Mutasi alami ini terjadi secara lambat dan terus menerus sehingga memerlukan waktu yang lama untuk mengakumulasi dalam menghasilkan mutan. Sedangkan mutasi buatan merupakan mutasi yang terjadi karena adanya perlakuan

35 10 tertentu baik secara fisik dan kimia. Bahan yang menyebabkan terjadinya mutasi disebut mutagen. Mutagen fisik seperti sinar UV, α, ß, γ dan fast neutron sedangkan mutagen kimia seperti colchisin, dietil sulfat (DES), etilenamin (EI), nitroso etil urea (ENH) (Van Harten 1998). Mutasi dapat dibedakan berdasarkan beberapa kategori dan yang paling umum untuk membedakan yaitu berdasarkan besarnya sekuen DNA yang berubah baik pada tingkat genom, kromosom dan gen (Soeranto 2003). Mutasi genom merupakan perubahan pada tingkat jumlah kromosom (ploidi) dan perubahan dapat menyebabkan terjadi poliploid dan uneuploid. Mutasi kromosom merupakan perubahan pada struktur kromosom yang mengakibatkan terjadinya delesi, translokasi, substitusi dan inversi. Mutasi gen merupakan perubahan pada tingkat gen yang menyebabkan terjadinya penambahan atau pengurangan satu atau beberapa pasangan basa (Van Harten 1998). Keberhasilan program pemuliaan mutasi sangat tergantung pada pemilihan mutagen, metode aplikasi, dosis yang digunakan, regenerasi atau pertumbuhan tanaman tersebut, bagian tanaman yang digunakan dan teknik seleksi pada generasi berikutnya (Van Harten 1998). Pemuliaan Mutasi pada Jeruk Peningkatan kualitas jeruk dengan aplikasi sinar gamma saat ini telah banyak digunakan. Pemberian mutagen sinar gamma pada biji jeruk limau langkat dan limau madu menghasilkan informasi bahwa kandungan air dalam biji sangat berpengaruh pada tingkat kerusakan akibat mutasi (Noor et al. 2009). Di Iran, mutagen sinar gamma yang diaplikasikan pada tunas aksilar jeruk mandarin lokal pada dosis 40 Gy dan diperbanyak secara in vitro menghasilkan 6 tanaman dengan buah tanpa biji dan 5 tanaman tahan suhu dingin (Majid et al. 2009). Pengembangan jeruk tanpa biji di Israel dengan memanfaatkan jeruk Murcot yang diinduksi sinar gamma menghasilkan jeruk tanpa biji dengan tetap memiliki produktivitas yang tinggi (Vardi et al. 1993). Peningkatan kualitas jeruk mandarin Kinnow varietas lokal di Pakistan telah menghasilkan jeruk tanpa biji melalui aplikasi iradiasi sinar gamma (Altaf 2004). Di Afrika Selatan dihasilkan

36 11 jeruk mandarin varietas Nova tanpa biji melalui iradiasi sinar gamma pada dosis disekitar 20 Gy (Vos 2009). Di Cina telah dikembangkan pula jeruk tanpa biji melalui persilangan tanaman tetraploid dengan diploid, teknologi fusi protoplas dan pemuliaan mutasi dengan iradiasi (Zhong 2007). Di Indonesia peningkatan kualitas jeruk telah dilakukan melalui pemuliaan mutasi dan fusi protoplas. Tunas aksilar jeruk keprok dan jeruk besar asli Indonesia yang diberikan sinar gamma pada dosis Gy menghasilkan buah tanpa biji (Sutarto et al. 2009). Tanaman jeruk keprok Soe, Garut dan Batu 55 yang telah berumur 3 tahun hasil induksi iradiasi sinar gamma di karakterisasi, dan dihasilkan pada dosis iradiasi 20 Gy tiga tanaman keprok Soe tanpa biji (Martasari et al. 2005). Kalus embriogenik jeruk siam yang diberikan perlakuan iradiasi sinar gamma menghasilkan perubahan morfologi daun, pertumbuhan, anatomi stomata dan tingkat ploidi (Husni & Kosmiatin 2011). Diperoleh tanaman jeruk dan masih dalam tahap pendewasaan di lapang hasil fusi protoplas jeruk siam simadu dengan jeruk mandarin satsuma (Husni 2010). Mutagen Sinar Gamma Mutagen fisik yang umum digunakan yaitu sinar gamma. Pemilihan sinar gamma dikarenakan sinar ini mempunyai kelebihan dibandingkan dengan sinar radioaktif lainnya. Sinar gamma memiliki panjang gelombang yang paling kecil (0.01 sampai 10 nm) dan energi terbesar dibandingkan spektrum gelombang elektromagentik yang lain. Selain itu, sinar gamma memiliki daya ionisasi yang paling rendah namun jangkauan tembus yang paling besar dibandingkan sinar α dan ß. Karena daya tembusnya yang begitu tinggi, sinar gamma mampu menembus berbagai jenis bahan kecuali beton. Sejauh ini ada tiga pemancar sinar gamma yang paling sering digunakan yakni cobalt-60, cesium-137 dan technetium-99 (Nuke 2009). Sinar gamma merupakan gelombang elektromagnetik yang mempunyai sifat radiasi pengion yang mampu mengionisasi materi yang dilewatinya. Radiasi ionisasi ini mampu menghasilkan energi yamg tinggi dan aktif yang dapat merusak setiap molekul yang dilewatinya secara langsung dan tidak langsung.

37 12 Pengaruh radiasi secara langsung yaitu jika ionisasi terjadi didekat kromosom maka dapat langsung menyebabkan terjadinya mutasi. Pengaruh iradiasi secara tidak langsung terjadi ketika energi hasil ionisasi berupa elektron bebas dan radikal positif bereaksi terlebih dahulu dengan air dan oksigen yang ada dalam sel. Reaksi tersebut menghasilkan radikal positif dan peroksida yang sangat reaktif sehingga dapat merusak setiap molekul yang ditemuinya dan menyebabkan mutasi. Adanya kerusakan pada tingkat molekuler inilah yang memunculkan keragaman pada tanaman yang diberikan perlakuan iradiasi, namun pada keadaan tertentu kerusakan dapat diperbaiki selama siklus hidupnya, hal ini disebut sebagai kerusakan fisiologis (Van Harten 1998). Dalam perkembangannya mutasi dengan mutagen sinar gamma telah banyak diaplikasikan seperti pada tunas muda kentang, perlakuan iradiasi pada dosis 2-6 Gy dapat meningkatkan kandungan protein dalam kentang (Li et al. 2005), pada tanaman jeruk, iradiasi biji jeruk pada dosis 50 Gy mampu meningkatkan total protein terlarut dalam buah jeruk (Ling et al. 2008), iradiasi kalus manggis pada dosis 25 Gy (Qosim 2006) dan biji manggis pada dosis 50 Gy (Widiastuti 2010), dapat meningkatkan keragaman tunas regeneran manggis yang dihasilkan. Teknik Kultur Jaringan pada Tanaman Jeruk Teknik kultur jaringan telah banyak diaplikasikan dengan tujuan perbanyakan bibit tanaman bernilai ekonomis dan peningkatan kulitas tanaman. Dalam peningkatan kualitas tanaman melalui rekayasa genetik maupun pemuliaan mutasi melalui teknik kultur jaringan, hal penting yang harus dikuasai adalah sistem regenerasi dari tanaman tersebut. Metode regenerasi dalam teknik kultur jaringan dapat melalui embriogenesis. Pola pembentukan embriogenesis terdiri dari embriogenesis langsung dan tidak langsung. Embriogenesis langsung yaitu pembentukan embrio somatik langsung dari eksplan, sedangkan embriogenesis tidak langsung yaitu pembentukan embrio somatik melalui induksi kalus terlebih dahulu. Embriogenesis somatik merupakan pembentukan embrio dari sel somatik tunggal. Embrio somatik berasal dari proembrio masses (PEM) yang berasal dari individu sel yang memiliki struktur bipolar yang akan membentuk tunas dan akar.

38 13 Pada embriogenesis somatik, embrio berkembang melalui beberapa tahap yaitu globular, jantung, torpedo, kotiledon dan planlet (Gray 2005). Jalur embriogenesis banyak digunakan dalam penelitian tanamanan jeruk. Nuselus jeruk siam Simadu dan Pontianak menghasilkan kalus embriogenik setelah diinduksi dalam media MS yang dikombinasikan dengan vitamin MW, 3 mgl -1 BA dan 500 mgl -1 malt ekstrak. Kalus embriogenik diregenerasikan dalam media MS ditambahkan vitamin MW dan 0.5 mgl -1 ABA selanjutnya embrio somatik yang dihasilkan ditumbuhkan dalam media MS yang ditambahkan vitamin MW dan 0.5 mgl -1 GA 3 (Husni et al. 2010). Begitu pula yang dihasilkan oleh Merigo (2011) dengan menggunakan nuselus jeruk keprok Batu 55 dihasilkan kalus embriogenik yang diinduksi dalam media MS yang dikombinasi dengan vitamin MW, 3 mgl -1 BAP dan 300 mgl -1 casein hydrolisat. Kalus embriogenik ditanam dalam media MS yang dikombinasikan dengan 2.5 mgl -1 ABA, selanjutnya embrio somatik yang dihasilkan ditumbuhkan dalam media MS yang dikombinasikan dengan vitamin MW dan 2.5 mgl -1 GA 3. Embrio jeruk batang bawah Japansche Citroen (JC) diinduksi dalam media MS yang dikombinasikan dengan 0.5 mgl D dan mgl -1 BAP dan menghasilkan kalus embriogenik (Triatminingsih et al. 2003). Regenerasi kalus menjadi tunas jeruk batang bawah Citromelo optimal dalam media MS modifikasi yang ditambahkan 0.5 mgl -1 BAP, 0.02 mgl -1 NAA dan 40 mgl -1 adenin sulfat, sedangkan pada jeruk Japansche Citroen (JC) optimal dalam media MS modifikasi yang ditambahkan 0.5 mgl -1 BAP, 0.02 mgl -1 NAA (Triatminingsih et al. 2004). Embrio biji jeruk Japansche Citroen (JC) yang ditanam dalam media MS yang dikombinasikan dengan vitamin Gambrog-B5, 0.5 mgl D dan mgl -1 BAP (Karmanah 2009). Penyambungan (Grafting) Grafting merupakan metode konvensional yang telah lama digunakan untuk memperbaiki kualitas dan kuantitas hasil tanaman. Grafting dapat menghasilkan kombinasi baru dari dua jenis tanaman yang digunakan. Grafting

39 14 adalah penggabungan dua bagian tanaman yang berlainan sehingga menjadi satu kesatuan yang utuh dan tumbuh sebagai satu tanaman (Mangoendidjojo 2003). Penyambungan dapat dilakukan secara in vitro (dalam botol kultur) dan ex vitro (di lapang). Penyambungan secara in vitro umumnya disebut sebagai sambung mikro sedangkan penyambungan secar ex vitro umumnya disebut sebagai sambung pucuk. Dalam budidaya teknik penyambungan yang umum dilakukan adalah sambung pucuk. Tujuan dilakukannya sambung pucuk adalah untuk mempercepat waktu berbunga dan berbuah, meningkatkan kualitas dan kuantitas tanaman, peremajaan tanaman dan menguji keberadaan penyakit akibat virus (Mangoendidjojo 2003). Tujuan dilakukannya sambung mikro adalah mempersingkat waktu untuk meremajakan tanaman, meregenerasi tanaman, menghasilkan tanaman bebas penyakit, menyediakan bibit siap lapang, dapat mengetahui lebih dini ketidaksesuaian tanaman (Estrada et al. 2002). Dalam penyambungan hal terpenting adalah kemampuan daya gabung (kompatibilitas) dari kedua batang yang disambungkan. Kompatibilitas mempengaruhi kelangsungan hidup tanaman hasil sambungan dan kemampuan produksinya. Pada penyambungan yang kompatibel, maka kedua bagian yang disambungkan akan berhasil membentuk suatu kesatuan dan dapat berkembang menjadi kesatuan yang utuh. Sebaliknya dapat pula terjadi inkompatibilitas yang disebabkan oleh respon fisiologi yang tidak sesuai antara kedua bagian yang disambungkan (Handayani 2012). Teknik penyambungan banyak digunakan dalam perbanyakan tanaman buah seperti pada alpukat yang bertujuan untuk mempercepat pertumbuhan tanaman alpokat hasil transformasi (Raharjo & Litz 2003), tanaman cerry untuk meremajakan tanaman dan menghasilkan tanaman bebas penyakit (Amiri 2006), tanaman jeruk untuk menghasilkan tanaman bebas virus (Naz et al. 2007), Tanaman manggis untuk mengatasi kesulitan perakaran (Handayani 2012), Jeruk besar Nambangan dan Cikoneng untuk mempercepat pertumbuhan (Putri 2006). Analisis Keragaman Peningkatan kualitas dapat dilakukan melalui kombinasi pemuliaan mutasi dan teknik kultur jaringan. Dengan teknik ini akan dihasilkan tanaman yang

40 15 beragam. Untuk melihat seberapa besar keragaman yang dihasilkan dapat dilakukan identifikasi baik secara morfologi dan molekuler. Untuk membedakan pada tahap awal dapat dilakukan secara morfologi sedangkan untuk lebih memastikan keragaman yang dihasilkan dapat melalui analisis molekuler. Deteksi morfologi in vitro dilakukan melalui pengamatan secara visual terhadap perkembangan yang dihasilkan. Dalam pengamatan ini diperlukan kejelian dan kecermatan untuk dapat membedakan. Pengamatan dilakukan pada karakter-karakter kualitatif dan kuantitatif. Untuk memastikan keragaman yang dihasilkan dapat dilakukan secara molekuler. Salah satu penanda molekuler yang dapat dimanfaatkan yaitu penanda ISSR. Penanda ISSR (Inter Simple Sequence Repeats) merupakan marker yang berkembang lebih akhir dibanding RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA), RFLP (Restriction Fragment Lenght Polymorphisme) dan SSR (Simple Sequence Repeats) (Azrai 2005). ISSR merupakan penanda DNA berbasis PCR yang menggunakan sekuen mikrosatelit. Penanda ISSR memiliki keunggulan seperti aplikasinya sangat sederhana, mudah dilakukan, cepat, melibatkan kuantitas cetakan DNA rendah (10-30 bp), dapat diulang dan konsisten, tidak memerlukan banyak informasi untuk mendesain primer, dan mampu membedakan individu-individu yang memiliki kekerabatan (Zietkiewicz et al. 1994). Penanda ISSR telah banyak digunakan dalam identifikasi tanaman jeruk seperti pada keragaman jeruk lemon (Capparelli et al. 2004), beberapa genotipe jeruk (Shahsavar 2007), keragaman jeruk Soe hasil iradiasi sinar gamma (Yulianti et al. 2010), jeruk Siam hasil iradiasi sinar gamma (Agisimanto et al. 2007) dan jeruk Siam hasil fusi protoplas (Husni 2010).

41 BAHAN DAN METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan dari Bulan Oktober 2011 sampai Bulan September Induksi kalus, proliferasi dan regenerasi dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan, identifikasi stomata dan pemotongan jaringan dilakukan di Laboratorium Mikroteknik, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, IPB. Identifikasi ISSR dilakukan di Laboratorium Molekuler BB- Biogen. Sedangkan untuk perlakuan iradiasi sinar gamma di lakukan di Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi, Badan Tenaga Nuklir Nasional (PATIR- BATAN). Bahan dan Alat Bahan yang digunakan adalah kalus embriogenik jeruk keprok Garut asal nuselus yang telah berumur 4 tahun. Media dasar MS yang digunakan sebagai sumber hara makro dan mikro (Murashige & Skoog) (Lampiran 1), vitamin MW (Morel & Wetmore) (Lampiran 1), zat pengatur tumbuh BAP (Benzil Amino Purin), ABA (Absisic Acid), GA 3 (Giberelin Acid), Casein Hydrolisat, gula, gelrite, dan alkohol 70%, daun tunas regeneran hasil iradiasi in vitro, Japansche Citroen (JC), solatif, primer ISSR1- ISSR 8. Alat yang digunakan seperti peralatan iradiasi 60 Co, piala gelas, timbangan analitik, pipet, labu ukur, kompor atau hot plate, botol kultur, pinset, scalpel, gunting, laminar air flow, mikroskop dan kamera digital (Sony super steady shot- DSC T pixels). Metode Penelitian Penelitian yang dilakukan terdiri dari empat tahap yaitu 1) proliferasi kalus embriogenik dan induksi iradiasi sinar gamma, 2) regenerasi kalus hasil iradiasi melalui tahapan embriogenesis somatik, 3) identifikasi secara morfologi dan molekuler, 4) penyambungan tunas mutan putatif dengan batang bawah secara in vitro dan ex vitro. Alur dan tahapan penelitian seperti pada Gambar 2.

42 18 Tahap 1. Pengamatan : Perubahan warna kalus Peningkatan berat kalus Growth Reduction (GR 50 ) PROLIFERASI KALUS Perlakuan dosis iradiasi: 0, 20, 30, 40, 50, 60, 70, 80, 90, 100 Gy Kalus embriogenik hasil iradiasi sinar gamma Out put: Populasi kalus embriogenik Out put: Populasi kalus yang telah diberi perlakuan iradiasi sinar gamma Tahap 2. Pengamatan: Jumlah Embrio Somatik Jumlah Embrio Berkecambah Jumlah Tunas Regeneran REGENERASI 1. Media Pendewasaan (globular, jantung, torpedo dan kotiledon) 2. Media Perkecambahan (pembentukan tunas regeneran) Tunas Regeneran Out put: 1.Populasi embrio somatik 2.Populasi tunas regeneran Tahap 3. Pengamatan: Nilai rata-rata,ragam dan standar deviasi Identifikasi morfologi dan molekuler Tahap 4. Pengamatan: % Pertumbuhan tanaman sambung dan jumlah daun IDENTIFIKASI Morfologi Molekuler PENYAMBUNGAN In Vitro Ex Vitro Out put: Populasi tunas putatif mutan Out put: Tanaman sambung antara tunas putatif mutan sebagai batang atas dan JC sebagai batang bawah Gambar 2 Tahapan dan alur penelitian induksi keragaman kalus embriogenik untuk mendapatkan mutan putatif jeruk keprok Garut melalui iradiasi sinar gamma

43 19 Tahap 1. Proliferasi kalus dan induksi iradiasi sinar gamma Kalus diperbanyak dalam media proliferasi yaitu media dasar MS yang dikombinasikan dengan vitamin MW dan Casein Hydrolisat 300 mgl -1 (Merigo 2011). Kalus diinkubasi selama 4 minggu dan digunakan pada tahap selanjutnya (Gambar 3). Kalus hasil proliferasi diberikan perlakuan iradiasi sinar gamma dalam Gamma Chamber 60 Co (laju dosis saat perlakuan KGy per jam) dengan dosis perlakuan 0 (kontrol), 20, 30, 40, 50, 60, 70, 80, 90, 100 Gy (Gambar 3). Kalus selanjutnya ditanam dalam media tanpa zat pengatur tumbuh dan diinkubasi dalam ruang kultur pada suhu C dengan intensitas cahaya lux selama 6 minggu (Gambar 3). Pengamatan dilakukan setiap minggu sampai minggu ke-6. Peubah yang diamati yaitu perubahan warna kalus, peningkatan berat kalus dan persentase proliferasi kalus. Data proliferasi kalus dianalisis dengan software Curve Expert 1.4 (Finney 1998 dalam Soeranto 2003) dan diperoleh rekomendasi Growth Reduction GR 50. A B B C Gambar 3 A. Kalus hasil proliferasi, B. Gamma chamber Co-60, C. Kalus hasil iradiasi dalam media tanpa zat pengatur tumbuh Penelitian tahap ini menggunakan rancangan acak lengkap dengan satu faktor yaitu dosis iradiasi sinar gamma. Setiap perlakuan diulang masing-masing 5 botol, setiap botol berisi 5 clumps kalus, setiap clumps terdiri atas 20 proembrio dengan diameter sekitar 0.5 cm dan berat sekitar 0.1 gram. Data yang diperoleh dianalisis program SAS Release 6.12 (Mattjik & Sumertajaya 2006). Tahap 2. Regenerasi kalus hasil iradiasi sinar gamma Kalus hasil iradiasi sinar gamma selanjutnya diregenerasi dalam media pendewasaan dan perkecambahan. Kalus yang berisi sekitar 20 proembrio pada setiap clumps ditanam pada media pendewasaan yaitu kombinasi media dasar MS

44 20 yang ditambahkan vitamin MW, ABA 2.5 mgl -1, Casein Hydrolisat 300 mgl -1 (Merigo 2011). Kalus diinkubasi dalam ruang kultur pada suhu C dengan intensitas cahaya lux selama 6 minggu. Pengamatan dilakukan setiap minggu dan diamati perkembangan proembrio yang berubah menjadi embrio. Embrio pada media pendewasaan akan berubah dari fase globular menjadi fase jantung, fase torpedo dan fase kotiledon (embrio dewasa). Selanjutnya embrio somatik ditanam dalam media perkecambahan yaitu media dasar MS yang dikombinasikan dengan vitamin MW dan ditambahkan GA mgl -1 (Merigo 2011) kemudian diikubasi selama 6 minggu. Kecambah yang dihasilkan selanjutnya ditanam dalam media tanpa zat pengatur tumbuh sebanyak 4 kali dengan interval waktu setiap 4 minggu. Penanaman berulang dalam media tanpa zat pengatur tumbuh bertujuan untuk memaksimalkan pertumbuhan kecambah sehingga dihasilkan planlet atau tunas regeneran yang dapat diidentifikasi lebih lanjut. Peubah yang diamati yaitu jumlah embrio somatik, efisiensi pembentukan embrio somatik, jumlah embrio berkecambah dan jumlah tunas regeneran. Sejumlah tunas regeneran yang dihasilkan diberikan kode huruf M menunjukan perlakuan iradiasi, angka dibelakang huruf menunjukan dosis iradiasi dan angka setelah tanda garis miring (/) merupakan ulangan perlakuan. Kode tunas regeneran seperti M0(tanpa iradiasi atau kontrol), M20 (20 Gy), M30 (30 Gy), M40 (40 Gy), M50 (50 Gy), M60 (60 Gy), M70 (70 Gy), M80 (80 Gy), M90 (90 Gy), M100 (200 Gy). Tahap 3. Identifikasi tunas regeneran hasil iradiasi Tunas regeneran yang dihasilkan selanjutnya diidentifikasi untuk mengamati keragaman yang dihasilkan. Identifikasi dilakukan berdasarkan penanda morfologi dan molekuler. Identifikasi penanda morfologi Karakter morfologi diamati berdasarkan pengamatan visual. Pengamatan dilakukan pada tahap in vitro setelah kecambah tumbuh menjadi tunas regeneran. Pengamatan dilakukan setiap minggu pada karakter kualitatif dan kuantitatif. Pada karakter kuantitatif peubah yang diamati adalah tinggi tunas, jumlah daun, jumlah

45 21 cabang, jumlah akar, jumlah stomata, panjang dan lebar stomata. Karakter kualitatif yang diamati adalah karakter bentuk batang, bentuk daun, warna daun, pertegakan tunas. Pengamatan pada karakter jumlah, panjang dan lebar stomata diamati menggunakan daun yang diiris secara paradermal (Lampiran 6). Penghitungan jumlah stomata dilakukan pada beberapa bidang pandang di dalam satu preparat. Jumlah stomata setiap perlakuan merupakan hasil rata-rata jumlah stomata per bidang pandang dari daun tunas regeneran. Kerapatan stomata yaitu jumlah stomata dibagi satuan luas bidang pandang. Ukuran stomata diukur berdasarkan panjang dan lebar stomata. Identifikasi menggunakan penanda ISSR Sampel daun diambil dari tunas regeneran hasil seleksi. Tahapan analisis ISSR : isolasi DNA dengan menggunakan metode Doyle dan Doyle (1990); pengukuran kualitas dan kuantitas DNA berdasarkan metode Sambrook et al. (1989) serta optimasi program PCR dan amplifikasi DNA berdasarkan pada penelitian Martasari et al. (2012). Isolasi DNA total Daun sebanyak 500 mg ditambahkan nitrogen cair, kemudian digerus sampai menjadi serbuk. Ditambahan 700 μl buffer ekstrasi CTAB. Sampel yang telah bercampur seluruhnya dipindahkan ke dalam microtube ukuran 1.5 ml. Selanjutnya microtube yang berisi sampel di rendam dalam waterbath pada suhu 65 0 C selama 30 menit. Inkubasi sampel pada suhu ruang selama 10 menit. Ditambahkan 700 µl CIA (Cloroform isoamil alkohol) kemudian dihomogenkan. Sampel disentrifugasi dalam kecepatan rpm pada suhu 4 0 C selama menit. Larutan DNA yang berwarna bening di bagian atas akan memisah dari larutan cloroform yang tercampur dengan bagian sel lainnya yang berwarna hijau. Larutan DNA dipindahkan kurang lebih μl ke dalam microtube baru. Ditambahkan 2/3 kali volume isopropanol dingin, aduk dengan membolak balik secara perlahan. Selanjutnya diinkubasi pada suhu ruang selama 10 menit. Sampel disentrifugasi dalam kecepatan rpm pada suhu 4 0 C selama menit. Supernatan dibuang dan DNA akan mengendap diujung tube.

46 22 Endapan DNA dicuci dengan 100 µl etanol 70% dengan menggerak-gerakan tube secara perlahan-lahan, lakukan 2-3 kali. Endapan DNA kemudian ditiriskan di atas tisue kemudian dikeringkan dalam esikator selama menit. Endapan DNA dilarutkan dalam μl aquades dan simpan pada suhu minus 20 0 C. Pengukuran kualitas dan kuantitas DNA Uji kualitas DNA total dilakukan dengan menggunakan larutan agarose 0.8% dan dielektroforesis. Elektroforesis menggunakan larutan buffer TAE 1x yang dialiri arus listrik, dimana muatan negatif akan bergerak menuju muatan positif selama 50 menit pada 50 voltase. Visualisasi hasil elektroforesis dilakukan di atas UV transluminator dan didokumentasikan. Nilai konsentrasi atau kuantitas DNA diketahui dengan menggunakan spektrofotometer. Sampel diukur pada absorbansi 260 nm dan 280 nm. Optimasi program reaksi PCR dan amplifikasi DNA dengan PCR Sebelum dilakukan amplifikasi DNA, terlebih dulu dilakuan optimasi program reaksi PCR. Optimasi dilakukan untuk memperoleh kondisi optimum PCR yang dapat digunakan untuk amplifikasi DNA pada primer mikrosatelit yang telah ditentukan. Optimasi reaksi PCR adalah satu siklus denaturasi awal pada suhu 94 0 C selama 3 menit, dan diikuti dengan 35 siklus denaturasi awal pada suhu 94 0 C selama 54 detik, annealing suhu 43 0 C selama 45 detik dan ekstensi suhu 72 0 C selama 2 menit. Siklus PCR diakhiri dengan satu siklus ekstensi akhir suhu 72 0 C selama 5 menit (Martasari et al. 2012). Primer yang digunakan yaitu primer ISSR 1 ISSR 8 (Tabel 2). Reaksi amplifikasi PCR dilakukan menggunakan total volume larutan 25 µl yang terdiri atas DNA 1 µl, primer 2 μl (40 μm), PCR mix 5.7 μl kemudian ditambahkan air bebas ion 16.3 μl. Tabel 2 Nama dan susunan basa primer yang digunakan analisis ISSR No Nama Primer Susunan Basa 1 ISSR 1 5 -CAACACACACACACACA-3 2 ISSR 2 5 -ACACACACACACACACCA-3 3 ISSR 3 5 -ACACACACACACACACTG-3 4 ISSR 4 5 -TAATCCTCCTCCTCCTCC-3 5 ISSR 5 5 -TCCTCCTCCTCCTCCGC-3 6 ISSR 6 5 -CGTTCCTCCTCCTCCTCC-3 7 ISSR 7 5 -GTGTGTGTGTGTGTGTTC-3 8 ISSR 8 5 -AGAGAGAGAGAGAGAGTC-3

47 23 Visualisasi hasil PCR Elektroforesis dilakukan untuk mengetahui hasil amplifikasi DNA dengan menggunakan PCR, dilakukan melalui elektroforesis horizontal dengan 1.8 4% agarose yang dilarutkan dalam 100 ml buffer TAE 1X, pada tegangan 57 voltase selama 3 jam. Visualisasi hasil elektroforesis dilakukan di atas UV transluminator dan didokumentasikan. Data morfologi dan molekuler yang dihasilkan dirubah menjadi data biner dengan menggunakan skor. Karakter morfologi dan pita polimorfik yang dimiliki oleh individu tunas regeneran diberikan skor 1 sedangkan karakter yang tidak dimiliki individu tunas regeneran diberikan skor 0. Selanjutnya data biner yang dihasilkan dianalisis menggunakan UPGMA (Unweighted Pair Group Method with Arithmetic Means) dengan fungsi SIMQUAL menjadi dendogram melalui program NTSYS (Numerical Taxonomy and Multivariate Analysis System) versi 2.02 (Rohlf 1998). Tingkat keselarasan koefisien kemiripan antara penanda dibandingkan dengan menggunakan MCCOMP program NTSYS versi 2.0. Tingkat keselarasan pengelompokan ditentukan oleh nilai goodness of fit yaitu kesesuaian antara nilai koefisien kemiripan dengan kriteria, sangat sesuai (r > 0.9), sesuai (0.8 < r < 0.9), tidak sesuai (0.7 < r < 0.8) dan sangat tidak sesuai (r < 0.7). Tahap 4. Penyambungan secara in vitro dan ex vitro Penyambungan ini bertujuan untuk mendapatkan teknik yang optimal khususnya untuk tanaman hasil induksi mutasi. Untuk batang atas digunakan tunas mutan putatif sedangkan untuk batang bawah digunakan jeruk Japansche Citroen (JC). Sebelum dilakukan penyambungan dilakukan persiapan baik batang atas maupun batang bawah sebagai berikut: Persiapan batang bawah: Batang bawah yang disiapkan untuk penyambungan secara in vitro adalah kecambah steril jeruk Japansche Citroen (JC) yang berumur sekitar 2 bulan. Batang bawah dipotong kurang lebih 3 cm dari media tanam, dan dilakukan

48 24 pemotongan secara vertikal sedalam 0.5 cm, selanjutnya batang bawah siap untuk disambung dengan batang atas. Batang bawah yang disiapkan untuk penyambungan secara ex vitro adalah kecambah jeruk Japansche Citroen (JC) umur sekitar 3 bulan dan bibit umur 9 bulan. Batang bawah umur 3 bulan dipotong sekitar 5 cm dari media tanam sedangkan pada bibit umur 9 bulan dipotong sekitar 15 cm dari media tanam, selanjutnya dilakukan pemotongan secara vertikal sedalam cm. Batang bawah siap untuk disambung dengan batang atas. Persiapan batang atas: Tunas mutan putatif hasil in vitro dalam kondisi vigor dikeluarkan dari botol kultur, kemudian dibersihkan bagian akarnya dari sisa-sisa agar media. Batang atas dipotong sekitar 3 4 cm dan dibuang seluruh bagian daunnya. Selanjutnya disayat tipis miring pada kedua sisinya sekitar cm dengan menggunakan pisau scapel steril dan siap untuk disambungkan dengan batang bawah. Penyambungan: Penyambungan in vitro dilakukan secara steril dalam laminar air flow, batang atas diselipkan pada potongan vertikal batang bawah. Setelah batang atas dan batang bawah tersambung, secara hati-hati calon tanaman sambung ditanam dalam media tanam (Gambar 4). Tanaman sambung in vitro diinkubasi dalam ruang kultur. Penyambungan Ex vitro dilakukan di luar laminar air flow, penyambungan dilakukan dengan menempelkan bagian potongan batang atas dan batang bawah secara tepat dan benar. Selanjutnya pada bagian sambungan ditutup dengan parafilm agar rapat untuk menghindari masuknya air atau kontaminan (Gambar 4). Seluruh bagian tanaman sambungan ditutup dengan plastik sampai menutupi sebagian ukuran polibag dan diadaptasikan di bawah rumah paranet. Perawatan dilakukan setiap hari untuk memastikan kondisi tanaman tidak rusak karena angin atau hujan. Pengamatan dilakukan setiap minggu dan setiap bulan terhadap persentase pertumbuhan tunas sambungan dan jumlah daun yang dihasilkan.

49 25

50 HASIL DAN PEMBAHASAN Proliferasi Kalus Embriogenik Kalus jeruk keprok Garut berasal dari kultur nuselus yang diinduksi dalam media dasar MS dengan kombinasi vitamin MW, 1 mgl D, 3 mgl -1 BAP, 300 mgl -1 Casein Hydrolisat dan dihasilkan kalus embriogenik dengan warna putih kekuningan yang berstruktur remah. Kalus jeruk keprok Garut yang digunakan dalam penelitian ini adalah kalus embriogenik yang telah berumur 4 tahun. Kalus diperbanyak dalam media proliferasi yaitu media dasar MS yang dikombinasikan dengan vitamin MW, 300 mgl -1 Casein Hydrolisat dan diinkubasi selama 4 minggu. Kalus hasil proliferasi menunjukan kualitas yang sama dengan kalus pada penelitian sebelumnya. Peningkatan berat kalus pada minggu ke-4 setelah tanam, setiap clumps yang ditanam dengan berat awal sekitar gram dan diameter 0.55 cm menghasilkan rata-rata peningkatan berat kalus 5 kali (0.565 gram) dari berat awal dan 3 kali (1.60 cm) dari diameter awal (Tabel 3). Warna kalus yang dihasilkan berwarna putih kekuningan dan berstruktur remah seperti pada Gambar 4. Tabel 3 Pertumbuhan kalus embriogenik jeruk keprok Garut dalam media proliferasi 0 MST 2 MST 4 MST Warna kalus Putih kekuningan Putih kekuningan Struktur kalus Remah Remah Remah Berat kalus (gram) Diameter kalus (cm) Putih kekuningan A B Gambar 4 Kalus embriogenik jeruk keprok Garut dalam media proliferasi, A. Kalus awal sebelum proliferasi, B. Kalus hasil proliferasi

51 26 Pengaruh Iradiasi Sinar Gamma terhadap Pertumbuhan Kalus Kalus hasil proliferasi yang berwarna putih kekuningan dan berstruktur remah diberikan perlakuan iradiasi pada dosis 0, 20, 30, 40, 50, 60, 70, 80, 90 dan 100 Gy. Kalus ditanam dalam media MS (Lampiran 1) tanpa zat pengatur tumbuh dan diinkubasi dalam ruang kultur. Penanaman kalus dalam media tanpa zat pengatur tumbuh bertujuan untuk mengetahui tingkat sensitivitas kalus yang telah diberikan perlakuan iradiasi. Kalus yang diamati pada minggu ke-1 dan ke-2 masih dalam tahap adaptasi dan belum menunjukan adanya perubahan. Kalus mulai berkembang pada minggu ke-3 dan ke-4, kalus mulai berproliferasi dan terjadi perubahan warna pada dosis iradiasi tinggi. Perubahan warna kalus terlihat lebih jelas pada minggu ke-5 setelah iradiasi. Kalus yang semula berwarna putih kekuningan berubah menjadi putih kecoklatan dan selanjutnya menjadi berwarna coklat (Gambar 5). A B C Gambar 5 Perubahan warna kalus, A. Putih keuningan (0, 20, 30 Gy), B. Putih kecoklatan (40, 50, 60,70 Gy), C. Coklat (80, 90, 100 Gy) Warna kalus yang diamati pada umur 6 minggu setelah iradiasi menghasilkan perubahan warna kalus pada dosis 40, 50, 60, 70, 80, 90 dan 100 Gy. Dosis 0 (tanpa iradiasi), 20 dan 30 Gy menghasilkan warna kalus tetap putih kekuningan, sedangkan pada dosis 40, 50, dan 60 Gy sebagian kalus berubah menjadi putih kecoklatan. Peningkatan dosis iradiasi 70 Gy merubah semua warna kalus menjadi putih kecoklatan, sedangkan dosis 80, 90 dan 100 Gy semua warna kalus menjadi coklat (Tabel 4).

52 27 Tabel 4 Persentase perubahan warna kalus 6 minggu setelah iradiasi sinar gamma Dosis Iradiasi Warna Kalus Sinar Gamma (Gy) Putih Kekuningan Putih Kecoklatan Coklat 0 100% % % % 40% % 60% % 80% % 100% % % % Peningkatan berat kalus diamati pada minggu ke-6 setelah tanam yaitu dengan menimbang berat kalus akhir yang selanjutnya dikurangi dengan berat kalus awal. Iradiasi sinar gamma berpengaruh nyata pada peningkatan berat kalus. Berat kalus akhir pada umur 6 minggu setelah iradiasi tidak berbeda nyata pada dosis 0, 20, 30, 40 dan 50 Gy tetapi berbeda nyata dengan dosis 60, 70, 80, 90 dan 100 Gy. Peningkatan berat kalus antara dosis iradiasi 40, 50 Gy tidak berbeda nyata dengan dosis iradiasi 60 dan 70 Gy. Begitu pula peningkatan berat kalus antara dosis iradiasi 80, 90 dan 100 Gy tidak berbeda nyata (Gambar 6). Gambar 6 Grafik rata-rata pertambahan berat kalus jeruk keprok Garut umur 6 minggu setelah iradiasi. Keterangan: Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama pada diagram batang menunjukan tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%

53 Proliferasi Kalus (%) 28 Peningkatan dosis iradiasi sinar gamma menghambat pembentukan sel-sel kalus baru sehingga menurunkan berat akhir kalus. Kemampuan sel dalam menerima ionisasi sinar gamma berbeda-beda. Kalus jeruk keprok Garut yang terpapar iradiasi sinar gamma pada dosis 20 dan 30 Gy masih dapat bertahan dan mampu berproliferasi sehingga berat kalus yang dihasilkan tidak berbeda nyata dengan berat kalus tanpa iradiasi. Tingkat sensitivitas suatu jaringan terhadap iradiasi dapat diketahui melalui radiosensitivitas. Pengaruh radiosensitivitas pada setiap tanaman berbeda-beda. Hal ini dapat diketahui melalui pendekatan Lethal dose 50 (LD 50 ) atau melalui pendekatan Growth Reduction (GR 50 ) (Amano 2004). Analisis terhadap data pertumbuhan kalus dengan menggunakan software curve Expert 1.4 menghasilkan beberapa model regresi. Pemilihan model regresi terbaik didasarkan pada kecilnya ragam (S) dan besarnya koefisien determinasi (r). Model regresi terbaik yaitu model Quadratic Fit dengan S = 6.46, r = 0.98 dan persamaan Y = a + bx + cx 2, dengan a = ,b = , c = Hasil analisis diperoleh GR 50 pada kalus embriogenik keprok Garut dengan perlakuan iradiasi sinar gamma berada di sekitar dosis Gy (Gambar 7). Dosis di sekitar Gy dapat menjadi acuan dosis untuk digunakan pada kalus embriogenik jeruk keprok S = r = Y = a + bx + cx % 75.31Gy (Gy) Dosis Iradiasi Sinar Gamma (Gray) Gambar 7 Kurva pengaruh iradiasi terhadap persentase proliferasi kalus

54 29 Regenerasi Kalus Hasil Iradiasi Sinar Gamma Regenerasi kalus hasil iradiasi sinar gamma dalam media pendewasaan merupakan tahap yang paling sulit. Dibutuhkan media yang tepat dan optimal yang dapat meregenerasikan kalus embriogenik menjadi tanaman. Kalus hasil iradiasi diregenerasikan dalam media pendewasaan yaitu media dasar MS yang ditambahkan vitamin MW, 2.5 mgl -1 ABA dan 300 mgl -1 Casein Hydrolisat. Kalus embriogenik yang terdiri dari 100 proembrio per clumps ditanam dalam media pendewasaan dan mulai mengalami perubahan pada minggu ke-3 setelah tanam. Perubahan awal yang terjadi adalah membesarnya sel-sel proembrio membentuk globular yang selanjutnya berubah menjadi seperti jantung, torpedo dan kotiledon (Gambar 8). Perubahan ini terjadi secara bertahap tetapi tidak mudah diamati kapan waktu terbentuknya. A B C D E Gambar 8 Perkembangan proembrio dalam media pendewasaan melalui fase A.Globular, B. Jantung, C, D.Torpedo, E. Kotiledon Tahapan embriogenesis yang dapat diamati secara visual dari luar botol kultur yaitu fase globular dan kotiledon (Gambar 9). A B Gambar 9 A. Perkembangan kalus dalam media pendewasaan, B. Embrio somatik yang dihasilkan dalam satu clumps pada dosis iradiasi 20 Gy

55 30 Kalus hasil iradiasi yang ditanam dalam media pendewasaan terdiri dari lima clumps dalam setiap botol kultur dan diulang sebanyak 5 kali. Perkembangan embrio somatik diamati setiap minggu sampai minggu ke-6 setelah tanam. Kemampuan kalus hasil iradiasi dalam membentuk embrio somatik tidak menghasilkan pola yang teratur sesuai peningkatan dosis iradiasinya. Pola persentase pembentukan embrio somatik yang dihasilkan bervariasi. Persentase kalus yang berhasil membentuk embrio somatik mencapai 100% yaitu pada dosis iradiasi 0, 20, 30, 80 dan 100 Gy. Sedangkan pada dosis iradiasi 40, 50, 60, 70 dan 90 Gy dihasilkan persentase kalus membentuk embrio somatik mulai dari 68% - 82%. Dosis iradiasi 90 Gy menghasilkan persentase kalus membentuk embrio somatik paling rendah yaitu sekitar 30% (Gambar 10). Gambar 10 Grafik persentase kalus membentuk embrio somatik dalam media pendewasaan Regenerasi sel yang berkembang menjadi embrio somatik dipengaruhi oleh kemampuan sel dalam menerima pengaruh iradiasi sehingga mampu beradaptasi dalam media pendewasaan yang mengandung zat pengatur tumbuh ABA. (Gy) Zat pengatur tumbuh ABA banyak berperan dalam memaksimalkan pembentukan embrio somatik. Proembrio yang berjumlah 100 dan ditanam dalam media pendewasaan menghasilkan rata-rata jumlah embrio somatik yang bervariasi. Pengaruh iradiasi sinar gamma pada dosis tertentu mampu meningkatkan ataupun menghambat pembentukan embrio somatik. Rata-rata jumlah embrio somatik yang dihasilkan 0 Gy (18.0 ES) tidak berbeda nyata

56 31 dengan dosis 30 Gy (17.0 ES) tetapi berbeda nyata dengan dosis 20 Gy (44.0 ES), 60 Gy (8.6 ES), 70 Gy (8.2 ES), 90 Gy (2.8 ES) dan 100 Gy (32.0 ES). Perlakuan iradiasi antara dosis 40 Gy (12.8 ES) dengan 50 Gy (14.0 ES) dan dosis 40 Gy (12.8 ES) dengan 60 Gy (8.6 ES), 70 Gy (8.2 ES) menghasilkan rata-rata jumlah embrio somatik yang tidak berbeda nyata. Sedangkan pada dosis 20 Gy (44.0 ES), 80 Gy (19.6 ES), 90 Gy (2.8 ES) dan 100 Gy (32.0 ES) rata-rata jumlah embrio somatik berbeda nyata (Tabel 5). Pengaruh iradiasi bersifat acak sehingga banyaknya embrio somatik yang terbentuk tidak dapat diperkirakan. Dosis iradiasi 90 Gy (2.8 ES) menyebabkan pengaruh negatif sehingga menghambat kalus embriogenik untuk menghasilkan embrio somatik yang maksimal. Hal ini disebabkan adanya pengaruh ionisasi sinar gamma yang merusak sehingga menghambat diferensiasi sel untuk beregenerasi. Sedangkan perlakuan iradiasi 20 Gy dan 100 Gy menyebabkan pengaruh yang positif terhadap pembentukan embrio somatik (44 ES dan 32 ES). Diduga pada iradiasi dosis 20 Gy dan 100 Gy, pengaruh ionisasi sinar gamma mampu mengaktifkan gen-gen yang berhubungan dengan pembentukan embrio somatik, sehingga embrio somatik yang dihasilkan pada dosis tersebut lebih tinggi dari dosis iradiasi perlakuan lainnya. Tabel 5 Rata-rata jumlah dan efisiensi pembentukan embrio somatik umur 6 minggu setelah tanam Efisiensi Dosis Iradiasi Rata-Rata Jumlah Jumlah Pembentukan Sinar Gamma Embrio Somatik Proembrio Embrio Somatik (Gray) (ES) (%) cd a cd de d e e c f b Keterangan: Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukan tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%

57 32 Tingkat efisiensi pembentukan embrio somatik pada setiap dosis perlakuan menghasilkan pola efisiensi yang tidak teratur. Efisiensi pembentukan embrio somatik tertinggi diperoleh pada dosis 20, 80 dan 100 Gy dan efisiensi terendah pada dosis 90 Gy. Iradiasi sinar gamma pada dosis iradiasi 20, 80 dan 100 Gy menghasilkan efisiensi pembentukan embrio somatik sekitar 44.0 %, 19.6 % dan 32.0 %. Perlakuan dosis iradiasi 30, 40, 50, 60, 70 dan 90 Gy menghasilkan efisiensi pembentukan embrio somatik sekitar 17.4%, 12.8%, 14.0%, 8.6%, 8.2%, 2.8 %. Hasil ini menunjukan bahwa pengaruh ionisasi sinar gamma dapat menginduksi pembentukan embrio somatik yang beragam. Sebanyak 887 embrio somatik yang terbentuk selanjutnya ditumbuhkan dalam media perkecambahan dan dihasilkan 283 embrio berkecambah atau sekitar 31.76% (Tabel 6). Media perkecambahan terdiri atas media dasar MS yang ditambahkan vitamin MW dan 2.5 mgl -1 GA 3. Dalam media ini embrio somatik akan mengalami pembesaran sel sehingga membentuk tunas dan akar. Embrio somatik hasil inisiasi dalam media pendewasaan selanjutnya akan tumbuh dan berkembang menjadi embrio berkecambah dalam media perkecambahan dan menjadi tunas regeneran (Gambar 11). A B C Gambar 11 A. Kotiledon dalam media perkecambahan, B. Perkembangan kecambah, C. Tunas regeneran (planlet) Embrio somatik dalam media perkecambahan mulai terlihat tumbuh pada minggu ke-2 setelah tanam. Perkecambahan embrio somatik diawali dengan berkembangnya meristem akar dan membesarnya batang serta terbentuknya tunas baru. Perkecambahan embrio yang sempurna ditandai dengan pembentukan akar dan munculnya tunas (Gmietter & Moore 1986). Embrio somatik yang ditanam

58 33 tidak semua tumbuh dan berkembang menjadi kecambah. Perkecambahan embrio somatik yang optimal diperoleh pada minggu ke-6 setelah tanam. Tabel 6 Jumlah embrio somatik, embrio berkecambah dan efisiensi embrio berkecambah Dosis Iradiasi Sinar Gamma (Gy) Jumlah Embrio Somatik Jumlah Embrio Berkecambah Efisiensi Embrio Berkecambah (%) Jumlah Presentase dan jumlah embrio somatik yang berkecambah pada setiap dosis iradiasi beragam. Pada dosis iradiasi 20 dan 40 Gy menghasilkan embrio berkecambah sejumlah 122 dan 42, dengan persentase embrio berkecambah tertinggi yaitu 55.45% dan 64.06%. Dosis iradiasi 60 dan 100 Gy menghasilkan jumlah embrio berkecambah 8 dan 22, dengan persentase embrio berkecambah terendah yaitu % dan 13.75%. Dosis iradiasi 90 Gy tidak menghasilkan embrio berkecambah. Jumlah embrio berkecambah menurun secara signifikan khususnya pada dosis iradiasi 60, 90 dan 100 Gy. Perlakuan tanpa iradiasi (0 Gy) menghasilkan 90 embrio somatik dan hanya 14 embrio somatik yang dapat berkecambah dengan morfologi yang beragam (Tabel 6). Hal ini diduga karena kalus yang digunakan telah berumur 4 tahun dan telah mengalami sub kultur berulang sehingga dapat memunculkan pengaruh variasi somaklonal. Embrio somatik yang berhasil berkecambah sejumlah 283, selanjutnya ditanam dalam media MS tanpa zat pengatur tumbuh yang bertujuan untuk memaksimalkan pertumbuhan kecambah agar menghasilkan morfologi yang normal. Pengamatan pada minggu ke-4 setelah penanaman dalam media MS tanpa zat pengatur tumbuh dihasilkan sejumlah kecambah yang menunjukan respon beragam. Keragaman

59 34 yang muncul seperti tunas yang abnormal, bentuk daun yang abnormal, tunas roset, tunas vitrous, banyaknya jumlah cabang, tunas yang tidak berkembang (Gambar 12). A A B B C C D D E E F F G G H H I I I I Gambar 12 Keragaman pertumbuhan populasi kecambah perlakuan dosis A. Tanpa iradiasi, B. 20 Gy, C. 30 Gy, D. 40 Gy, E. 50 Gy, F. 60 Gy, G. 70 Gy, H. 80 Gy, I. 100 Gy dalam media MS tanpa zat pengatur tumbuh 4 minggu setelah tanam

60 35 Setelah dilakukan penanaman berulang dalam media tanpa zat pengatur tumbuh, dari 283 kecambah pada penanaman ke-1 (SK1) dihasilkan tunas regeneran yang normal pada penanaman ke-4 (SK4) sejumlah 46 tunas regeneran (Gambar 13). (Gy) Gambar 13 Jumlah tunas regeneran yang dihasilkan, tabung warna hitam menunjukan penanaman ke-1 (SK1) dan tabung warna abu-abu menunjukan penanaman ke-4 (SK4) Penurunan jumlah tunas regeneran pada setiap penanaman (Sk1 SK2) disebabkan adanya tunas yang abnormal. Tunas dengan bentuk abnormal atau yang terhambat pertumbuhannya tidak akan dipilih untuk tahap penanaman selanjutnya. Munculnya tunas abnormal dalam populasi hasil iradiasi menunjukan telah terjadi perubahan pada tingkat kromosom atau gen akibat adanya mutasi. Pada dosis iradiasi 20 Gy menghasilkan 122 kecambah dan setelah ditanam dalam media MS tanpa zat pengatur tumbuh dihasilkan morfologi tunas yang beragam. Sebagian besar tunas yang dihasilkan memiliki morfologi yang abnormal seperti tunas vitrous sehingga tidak ditanam pada penanaman selanjutnya. Sejumlah tunas yang normal perlakuan iradiasi 20 Gy dan telah melalui penanaman berulang dalam media MS tanpa zat pengatur tumbuh diperoleh hanya 8 tunas regeneran yang dapat diidentifikasi lebih lanjut. Begitu

61 36 pula yang dihasilkan semua perlakuan iradiasi terjadi penurunan jumlah tunas regeneran yang dapat diidentifikasi lebih lanjut. Hasil penanaman berulang dalam media MS tanpa zat pengatur tumbuh diperoleh jumlah tunas regeneran lebih banyak yaitu pada dosis iradiasi 20 Gy (8 tunas regeneran), 30 Gy (7 tunas regeneran), 40 Gy (7 tunas regeneran) dan 50 Gy (7 tunas regeneran), sedangkan jumlah yang lebih sedikit dihasilkan dosis iradiasi 60 Gy (2 tunas regeneran) dan 100 Gy (2 tunas regeneran). Tunas regeneran yang mempunyai morfologi normal pada penanaman pertama (SK1) akan menghasilkan tunas regeneran normal pada SK4 dan dapat diidentifikasi lebih lanjut (Gambar 14). A B C D E Gambar 14 Perkembangan kecambah menjadi tunas regeneran hasil iradiasi dari SK1 sampai SK 4: A. Media perkecambahan, B. Media MS0 SK1, C. Media MS0 SK2, D. Media MS0 SK3, E. Tunas regeneran normal dalam media MS0 SK4 Penurunan jumlah tunas pada setiap penanaman dalam media MS tanpa zat pengatur tumbuh menunjukan adanya pengaruh iradiasi yang menghambat diferensiasi kecambah menjadi tunas regeneran normal. Tunas regeneran yang dihasilkan mempunyai bentuk yang normal dengan karakter morfologi yang dapat dibedakan keragamannya. Analisis Keragaman Tunas Regeneran Berdasarkan Penanda Morfologi Keberhasilan induksi mutasi sangat tergantung pada bagian tanaman yang digunakan dan dosis sinar gamma yang diaplikasikan. Penggunaan mutagen sinar gamma dengan dosis tinggi memberikan peluang meningkatnnya frekwensi terjadinya mutasi. Tunas-tunas regeneran yang dihasilkan menunjukan adanya perbedaan morfologi. Perbedaan yang dihasilkan setiap tunas regeneran

62 37 menunjukan adanya keragaman dan diharapkan menghasilkan perubahan genetik. Menurut Miglani (2006), jika dua atau lebih genotipe ditumbuhkan pada kondisi lingkungan yang sama (in vitro) sehingga menghasilkan pertumbuhan yang berbeda, maka kedua regeneran tersebut mempunyai genotipe yang berbeda. Identifikasi morfologi berdasarkan karakter kuantitatif diamati dari populasi 46 tunas regeneran yang dihasilkan. Untuk mengetahui adanya variasi dari suatu populasi harus dilakukan pengukuran dan analisis berdasarkan kaidah statistik. Menurut Baihaki (1999), populasi yang bervariasi dapat dilihat dari nilai rata-rata, ragam dan standar deviasi. Pengamatan nilai rata-rata tinggi tunas, jumlah akar, panjang dan lebar stomata pada semua populasi menunjukan perbedaan yang tidak nyata. Sedangkan pada jumlah daun dan jumlah cabang diperoleh nilai rata-rata yang berbeda nyata. Perbedaan tingginya nilai ragam dan standar deviasi dapat dilihat dari kisaran karakter yang diamati. Kisaran ditentukan berdasarkan nilai pengamatan terendah sampai tertinggi. Data secara keseluruhan pada Tabel 7 dengan kisaran data cukup jauh yaitu karakter jumlah daun dan jumlah cabang. Nilai ragam terbesar pada tinggi tunas (2.73 cm) dan lebar stomata (64.20μm) dihasilkan populasi M80 (iradiasi 80 Gy), pada karakter jumlah akar (4.00) dihasilkan populasi M50 (iradiasi 50 Gy), pada karakter panjang stomata (54.95µm) dihasilkan populasi M40 (iradiasi 40 Gy), sedangkan pada karakter jumlah daun (108.92) dan jumlah cabang (101.58) dihasilkan populasi M70 (iradiasi 70 Gy) (Tabel 7). Populasi tunas regeneran hasil perlakuan iradiasi pada semua karakter yang diamati menghasilkan nilai rata-rata lebih besar dibandingan populasi tunas regeneran tanpa iradiasi, kecuali pada populasi M100 (iradiasi 100 Gy). Nilai ragam karakter jumlah daun dan panjang stomata pada populasi perlakuan iradiasi menghasilkan nilai lebih besar dibandingkan perlakuan tanpa iradiasi kecuali populasi M100 (iradiasi 100 Gy). Karakter jumlah akar, jumlah cabang dan lebar stomata pada populasi perlakuan iradiasi menghasilkan nilai ragam lebih besar dibandingkan perlakuan tanpa iradiasi. Sedangkan pada karakter tinggi tunas, perlakuan tanpa iradiasi

63 38 menghasilkan nilai ragam lebih besar dibandingkan populasi M20 (iradiasi 20 Gy), M60 (iradiasi 60 Gy), M70 (iradiasi 70 Gy) dan M100 (iradiasi 100 Gy). Tabel 7 Populasi Tunas Regener an Data kisaran, rataan, ragam dan standar deviasi karakter tinggi tunas, jumlah akar, jumlah daun, jumlah cabang, panjang stomata dan lebar stomata Tinggi Tunas (cm) Jumlah Akar Kisaran Ragam Standar Deviasi Kisaran Ragam Standar Deviasi M M M M M M M M M Ratarata Ratarata Jumlah Daun Jumlah Cabang Kisaran Ratarata Deviasi Standar Ratarata Deviasi Standar Ragam Kisaran Ragam M M M M M M M M M Panjang Stomata (μm) Lebar Stomata (µm) Kisaran Ratarata Deviasi rata Standar Rata- Ragam Kisaran Ragam M M M M M M M M M Standar Deviasi Nilai kisaran dan ragam paling besar dihasilkan pada karakter jumlah daun dan jumlah cabang khususnya pada populasi M70 dengan dosis iradiasi 70 Gy. Hal ini menunjukan bahwa populasi dosis iradiasi 70 Gy dapat menghasilkan keragaman yang luas pada karakter jumlah daun dan jumlah cabang.

64 39 Keragaman morfologi dari 46 tunas regeneran dapat dikelompokan dan dipisahkan berdasarkan karakter yang dihasilkan. Dipilih 10 tunas regeneran yang mewakili sejumlah karakter yang diamati (Gambar 15). M0/3 M20/3 M30/2 M40/3 M50/1 M50/3 M60/2 M70/1 M80/3 M100/1 Gambar 15 Keragaman morfologi 10 tunas regeneran yang dipilih, M0/3 = tanpa iradiasi, M20/3 = 20 Gy, M30/2 = 30 Gy, M40/3 = 40 Gy, M50/1 = 50 Gy, M50/3 = 50 Gy, M60/2 = 60 Gy, M70/1 = 70 Gy, M80/3 = 80 Gy, M100/1 = 100 Gy Pengamatan dilakukan terhadap sepuluh tunas regeneran yang dipilih berdasarkan karakter kualitatif dan kuantitatif. Pengamatan karakter kuantitatif in vitro seperti tinggi tunas, jumlah daun, jumlah cabang dan jumlah akar. Hasil pengamatan pada 10 tunas regeneran yang dipilih diperoleh 6 tunas regeneran dengan tinggi lebih dari 2.5 cm, 6 tunas regeneran dengan jumlah daun lebih dari 15 daun, 8 tunas regeneran menghasilkan akar dan 8 tunas regeneran menghasilkan jumlah cabang lebih dari 7 cabang (Tabel 8). Identifikasi karakter kualitatif dilakukan berdasarkan perkembangan tunas regeneran seperti kondisi batang tunas regeneran yang berkerut dan licin, bentuk daun yang memanjang dan membulat (Gambar 16), ketegapan tunas regeneran yang tegak dan tegak terbuka (Gambar 17) dan warna daun hijau. Berdasarkan

65 40 pengamatan visual pada 10 tunas regeneran yang dipilih diperoleh 3 tunas regeneran dengan bentuk batang berkerut, 4 tunas regeneran dengan bentuk daun memanjang, 4 tunas regeneran dengan kondisi tunasnya tegak terbuka dan 10 tunas regeneran berwarna hijau (Tabel 8). Tabel 8 Hasil pengamatan keragaman morfologi tunas regeneran Individu Tunas Regener an Bentuk Batang Tinggi tunas Bentuk daun Jumlah Daun Ketegapan tanaman warna daun Akar Jumlah Cabang N B >2,5 <2,5 P BT >15 <15 T TB H HM A T >7 <7 M0/3 v - v - - v - v v - v - v - - v M20/3 v - v - v - v - v - v - v - v - M30/2 v - - v - v v - - v v - v - v - M40/3 - v v - v - - v v - v - v - - v M50/1 v - v - - v v - v - v - v - v - M50/3 - v - v v - v - v - v - v - v - M60/2 v - - v - v v - v - v - v - v - M70/1 - v v - - v v - - v v - v - v - M80/3 v - v - v - - v - v v - - v v - M100/1 v - - v - v - v - v v - - v v - Keterangan: Bentuk Batang : N (Normal), B (Berkerut), Bentuk daun: P (memanjang), BT (Membulat), Ketegapan tunas: T (Tegak), TB( Tegak terbuka), Warna daun: H (Hijau), HM (Hijau Muda), Akar: A (ada akar), T (Tidak berakar) 1 cm A 1 cm B Gambar 16 Perbedaan morfologi daun, A. Bentuk daun memanjang (40 Gy), B. Bentuk daun membulat ( 50 Gy)

66 41 A B Gambar 17 Perbedaan morfologi ketegakan tunas regeneran, A. Kondisi tunas tegak (60 Gy), B. Kondisi tunas tegak terbuka (30 Gy) Disamping itu keragaman juga diamati berdasarkan karakter jumlah stomata, kerapatan stomata, panjang dan lebar stomata (Tabel 9). Stomata dihitung dengan menjumlahkan stomata yang teramati dalam satu bidang pandang dengan pembesaran 400 x (Gambar 18). Rata-rata jumlah stomata dari 10 tunas regeneran yang dipilih menghasilkan jumlah stomata yang beragam. Tunas regeneran hasil iradiasi menghasilkan rata-rata jumlah stomata dan kerapatan stomata lebih banyak dibandingkan tunas regeneran tanpa iradiasi M0/3 (36 stomata) kecuali tunas regeneran M40/3 (9 stomata) dan M60/2 (34 stomata). Tabel 9 Rata-rata jumlah, kerapatan, panjang dan lebar stomata 10 tunas regeneran hasil iradiasi yang dipilih Tunas Regeneran Rata-rata jumlah Stomata Kerapatan Stomata (Per mm 2 ) Rata-rata Panjang Stomata(µm) Rata-rata Lebar Stomata (µm) M0/ M20/ M30/ M40/ M50/ M50/ M60/ M70/ M80/ M100/

67 42 Rata-rata jumlah stomata dan kerapatan stomata paling banyak pada tunas regeneran perlakuan iradiasi dihasilkan individu M50/3 (108 stomata), M80/3 (111 stomata) dan M100/1 (113 stomata). Sedangkan rata-rata jumlah stomata dan kerapatan stomata paling sedikit yaitu tunas regeneran M40/3 (9 stomata) (Gambar 18). A B C D Gambar 18 Jumlah stomata tunas regeneran pada pembesaran 400 X pada perlakuan, A. Tanpa iradiasi (M0/3), B. Iradiasi 40 Gy (M40/3), C. Iradiasi 60 Gy (M60/2), D. Iradiasi 80 Gy (M80/3) Meningkatnya jumlah stomata menunjukan semakin rapat stomata yang dihasilkan dan semakin kecil ukuran panjang dan lebar stomata. Tunas regeneran yang menghasilkan panjang dan lebar stomata terbesar yaitu M40/3 (32.22 µm dan μm) dan M60/2 (23.92 µm dan μm) (Gambar 19). Tunas regeneran yang menghasilkan panjang dan lebar stomata terkecil yaitu M50/1(17.59 µm dan μm) dan M80/3 (18.84 µm dan μm).

68 43 A B 10 µm 10 µm 10 µm C Gambar 19 Stomata tunas regeneran, A. M0/3 (tanpa iradiasi), B. M40/3(iradiasi 40 Gy), C. M60/2 (iradiasi 60 Gy) Hasil pengamatan morfologi secara kualitatif dan kuantitatif dihasilkan data yang beragam. Keragaman data morfologi in vitro dianalisis melalui program NTSYS versi Pengelompokan didasarkan pada 10 karakter yang diamati dari 10 tunas regeneran yang dipilih. Hasil analisis diperoleh dendogram dengan nilai kemiripan atau keragaman morfologi 0-58% (Gambar 20). Nilai korelasi matriks kesamaan MxComp r = artinya dendogram yang dihasilkan berdasarkan goodness of fit kurang sesuai dalam menggambarkan pengelompokan berbagai keragaman fenotip (Rolf 1998). M0/3 M50/1 B M60/2 M20/3 M50/3 M30/2 M80/3 M100/1 A M40/3 M70/ Koefisien Kemiripan Gambar 20 Dendogram kemiripan hasil analisis dengan metode pengelompokan UPGMA berdasarkan karakter morfologi dari 10 tunas regeneran in vitro hasil iradiasi sinar gamma

69 44 Hasil dendogram mengelompokan 10 tunas regeneran yang dipilih menjadi dua kelompok yaitu kelompok A dan kelompok B. Kelompok A terdiri atas dua tunas regeneran dengan koefisien kemiripan atau nilai keragaman 0-25%. Sedangkan pada kelompok B terdiri atas delapan tunas regeneran dengan koefisien kemiripan atau nilai keragaman 0-53%. Regeneran M0/3 dengan M50/1 memiliki kemiripan morfologi pada semua karakter dengan koefisien kemiripan 1.00 atau nilai keragaman 0%. Regeneran M0/3 dan M50/1 dengan M60/2 menghasilkan keragaman sebesar 50%. Regeneran M40/3 menghasilkan daun berbentuk memanjang dengan tunas tumbuh tegak dan jumlah cabang kurang dari 7, sedangkan tunas regeneran M70/1 menghasilkan daun berbentuk membulat dengan tunas tumbuh tegak terbuka dan jumlah cabang lebih dari 7. Keragaman antara regeneran M40/3 dengan M70/1 sebesar 25%. Tunas regeneran M30/2 memiliki kemiripan dengan regeneran M80/3 yaitu menghasilkan tunas yang tumbuh tegak terbuka, daun berwarna hijau dengan jumlah cabang lebih dari 7 cabang. Kemiripan tunas regeneran M30/2 dengan M80/3 sebesar 0.88 atau nilai keragaman sebesar 12%. Regeneran M50/3 menghasilkan bentuk batang yang berkerut dengan bentuk daun yang memanjang, berbeda dengan morfologi regeneran M20/3 dengan nilai keragaman 12.5%. Tunas regeneran M0/3 (tanpa iradiasi) dan M50/3 dengan semua tunas regeneran hasil iradiasi yang lain menghasilkan keragaman morfologi sekitar 0 sampai 50%, hal ini menunjukan bahwa iradiasi berpengaruh terhadap perubahan karakter morfologi tunas regeneran. Analisis Keragaman Tunas Regeneran Berdasarkan Penanda Molekuler Amplifikasi DNA dilakukan pada 10 tunas regeneran hasil iradiasi. Amplifikasi menggunakan delapan primer dan hanya tujuh primer yang menghasilkan pita DNA polimorfisme. Primer terseleksi yaitu ISSR 1, ISSR 2, ISSR 3, ISSR 4, ISSR 6, ISSR 7 dan ISSR 8. Jumlah pita yang dihasilkan sebanyak 38 pola pita, pita polimorfik sejumlah 21 (55.3%) dan pita monomorfik sejumlah 17 (44.7%). Primer ISSR 6

70 45 dan 8 menghasilkan jumlah pita dan pita polimofik terbanyak. Sedangkan ISSR 4 menghasilkan jumlah pita dan pita polimorfik paling sedikit (Tabel 10). Tabel 10 Rekapitulasi jumlah amplifikasi pita DNA 10 tunas regeneran jeruk keprok Garut pada 7 primer Primer Ukuran Pita Pita Pita (pb) Polimorfik Monomorfik Jumlah Pita ISSR ISSR ISSR ISSR ISSR ISSR ISSR (55.3%) 17(44.7%) 38 (100%) Dari ke-7 primer ISSR yang digunakan, primer ISSR 6 dan 8 menghasilkan pita polimorfik yang lebih banyak, hal ini menunjukan adanya keragaman dalam populasi tunas regeneran hasil iradiasi. Pola pita ISSR hasil amplifikasi tujuh primer dengan menggunakan DNA tunas regeneran hasil iradiasi dapat dilihat pada Gambar 21 dan 22. M M ISSR 1 M M ISSR 2 Gambar 21 Karakter pola pita 10 tunas regeneran hasil iradiasi sinar gamma Keterangan : M=Marka, 1= M0/3, 2= M20/3, 3=M30/2, 4= M40/3, 5=M50/1, 6=M50/3, 7=M60/2, 8=M70/1, 9=M80/3, 10=M100/1

71 46 M M ISSR 3 M M 1000 ISSR 4 K M M ISSR K M M ISSR 7 K M M ISSR Gambar 22 Karakter pola pita 10 tunas regeneran hasil iradiasi sinar gamma Keterangan : M=Marka, 1= M0/3, 2= M20/3, 3=M30/2, 4= M40/3, 5=M50/1, 6=M50/3, 7=M60/2, 8=M70/1, 9=M80/3, 10=M100/1

72 47 Hasil pengelompokan berdasarkan analisis data pita polimorfik melalui program NTSYS dari 10 tunas regeneran menghasilkan koefisisen kemiripan sebesar atau keragaman genetik sekitar 0-26% (Gambar 23). Nilai korelasi matriks kesamaan MxComp r = , artinya dendogram yang dihasilkan memiliki goodness of fit sangat sesuai dalam menggambarkan pengelompokan secara genetik (Rolf 1998). Tingkat keragaman yang dihasilkan menunjukan bahwa iradiasi sinar gamma pada dosis yang tepat dapat menginduksi keragaman. M0/3 M50/3 M60/2 M70/1 B M20/3 M40/3 M30/2 M50/1 A M80/2 M80/3 M100/ Koefisien Kemiripan Gambar 23 Dendogram kemiripan hasil analisis dengan metode pengelompokan UPGMA berdasarkan pola pita ISSR dari 10 tunas regeneran in vitro hasil iradiasi sinar gamma dengan menggunakan 7 primer Hasil pengamatan pita polimorfik dari 10 tunas regeneran dengan 7 primer dihasilkan dendogram dengan 2 pola pengelompokan (Kelompok A dan B). Kelompok A terdiri atas 2 tunas regeneran M80/3 dan M100/1 dengan koefisien kemiripan 0.93 atau nilai keragaman sebesar 7%. Sedangkan kelompok B terdiri dari 8 tunas regeneran dengan koefisien kemiripan 0.86 atau nilai keragaman sebesar 14%. Tunas regeneran M50/3 secara genetik memiliki kemiripan dengan tunas regeneran M60/2 dengan koefisien kemiripan 1 atau nilai keragamannya 0%. Hasil ini menunjukan keragaman morfologi belum tentu menunjukan adanya

73 48 keragaman secara genetik. Nilai keragaman genetik antara M50/3 dan M60/1 dengan M70/1 sebesar 1.4%, sedangkan dengan M0/3 sebesar 7.2%. Keragaman antara tunas regeneran M20/3 dengan M40/3 sebesar 6.1%. Tunas regeneran M30/2 dengan M50/1menghasilkan nilai keragaman sebesar 10.3%. Hasil konfirmasi melalui penanda ISSR diperoleh tunas mutan putatif M30/2, M50/2, M80/3 dan M100/1 menghasilkan nilai keragaman lebih tinggi sekitar 14 26% dibandingkan tunas regeneran tanpa iradiasi (M0/3). Penyambungan (Grafting) Penyambungan dalam penelitian ini bertujuan untuk mencari teknik penyambungan yang optimal khususnya pada batang atas hasil iradiasi sinar gamma. Penyambungan yang dilakukan yaitu sambung mikro (in vitro) dan sambung pucuk (ex vitro). Tunas mutan putatif sebagai batang atas harus dipilih yang telah mempunyai batang secara visual terlihat keras. Untuk batang bawah dilakukan perkecambahan baik secara in vitro dan Ex vitro. Penyambungan secara in vitro harus dilakukan secara hati-hati, karena penyambungan dilakukan dalam kondisi aseptik sehingga diperlukan ketrampilan dan kesabaran. Pengamatan pada penyambungan jeruk dengan tunas mutan putatif sebagai batang atas dilakukan setiap minggu. Pada minggu ke-8 setelah penyambungan, diperoleh persentase pertumbuhan pada penyambungan ex vitro terjadi penurunan sedangkan pada penyambungan in vitro pesentase pertumbuhannya menunjukan respon yang tetap (Tabel 11). Tabel 11 Data hasil penyambungan secara in vitro dan ex vitro 4 minggu 8 minggu Teknik Penyambungan In Vitro (Batang bawah kecambah steril umur 2 bulan) Ex Vitro (Batang bawah bibit umur 9 bulan) Ex Vitro (Batang bawah kecambah umur 3 bulan) Jumlah Sambungan % Pertumbuhan Jumlah daun % Pertumbuhan Jumlah daun

74 49 Teknik penyambungan in vitro terlihat lebih efektif dalam menghasilkan tunas sambung untuk mendukung perbanyakan bibit (Gambar 24) Gambar 24 Hasil penyambungan in vitro pada minggu ke 1, 2, 4 dan 8 setelah penyambungan Sedangkan pada penyambungan secara ex vitro diperoleh persentase pertumbuhan yang menurun khususnya pada batang bawah bibit umur 9 bulan. Begitu pula pada penyambungan ex vitro dengan batang bawah kecambah umur 3 bulan. Pada penelitian ini didapati kendala karena diameter tunas mutan putatif tidak cukup besar sehingga pemotongan yang tidak sempurna menghambat terbentuknya kalus di antara sambungan. Hasil penyambungan ex vitro yang masih bertahan dan tumbuh sampai minggu ke-8 menunjukan perkembangan dengan bertambahnya jumlah daun (Gambar 25). Penyambungan jeruk dengan menggunakan batang atas tunas mutan putatif hasil iradiasi dapat diamati perkembangannya pada minggu ke-4. Perbedaan waktu perkembangan penyambungan dikarenakan setiap tanaman mempunyai kemampuan induksi kalus yang berbeda. Pada umumnya minggu pertama dan ke-2 masih terjadi adaptasi dan penyembuhan luka.

75 50 Gambar 25 Hasil penyambungan ex vitro minggu ke 1, 2, 4 dan 8 setelah penyambungan Penyambungan yang gagal dapat disebabkan karena tidak adanya pertautan yang sempurna antara batang atas dan batang bawah (Gambar 26). Pertautan yang gagal khususnya pada penyambungan dengan batang bawah bibit umur 9 bulan. Banyak faktor yang diduga sebagai penyebab terjadinya kegagalan dalam penyambungan. Penyambungan gagal ditandai dengan munculnya jaringan nekrotik (jaringan mati) yang berwarna kecoklatan. BB N BA A B C Gambar 26 Penyambungan gagal dan potongan melintang bagian sambungan, A. Tunas mutan putatif yang gagal menyambung dengan batang bawah, B. Potongan melintang pada bagian sambungan, C. Anatomi daerah sambungan, BA. Batang atas, BB. Batang bawah, N. Jaringan nekrotik

76 51 Anatomi potongan melintang dari kedua batang seperti pada Gambar 27 terlihat adanya perbedaan antara jaringan tua (bibit umur 9 bulan) dan jaringan muda (planlet hasil in vitro). Hasil pengamatan pada anatomi kedua batang terlihat semua jaringan pembuluhnya sudah lengkap. Diduga kegagalan penyambungan dikarenakan adanya kemampuan yang berbeda antara jaringan muda dan tua dalam menginduksi kalus. F E X K K E X F A B Gambar 27 Penampang potongan melintang batang jeruk, A. Batang bibit jeruk umur 9 bulan, B. Batang tunas putatif mutan jeruk in vitro, Keterangan: K=kortek, F= floem, X= xilem, E= empulur Analisis jaringan pada penyambungan yang berhasil menunjukan adanya pertautan sambungan di ke empat sisi daerah sambungan, dan tidak adanya jaringan nekrotik. Xilem antara batang bawah dan batang atas dapat menyatu dengan baik pada umur 4 minggu setelah penyambungan (Gambar 28). BA K BB A B C Gambar 28 Penyambungan berhasil, A. Tunas mutan putatif yang berhasil menyambung dengan batang bawah, B. Potongan melintang pada bagian sambungan, C. Anatomi daerah sambungan, BA. Batang atas, BB. Batang bawah, K. Kalus

TINJAUAN PUSTAKA. : Citrus reticulata/nobilis L.(keprok)

TINJAUAN PUSTAKA. : Citrus reticulata/nobilis L.(keprok) TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Jeruk Buah jeruk merupakan salah satu buah yang digemari, saat ini kebutuhannya semakin meningkat seiring dengan tumbuhnya kesadaran masyarakat akan pentingnya nilai gizi.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Proliferasi Kalus Embriogenik Kalus jeruk keprok Garut berasal dari kultur nuselus yang diinduksi dalam media dasar MS dengan kombinasi vitamin MW, 1 mgl -1 2.4 D, 3 mgl -1 BAP, 300

Lebih terperinci

Proliferasi Kalus Awal, Induksi Mutasi dan Regenerasi

Proliferasi Kalus Awal, Induksi Mutasi dan Regenerasi 53 PEMBAHASAN UMUM Peningkatan kualitas buah jeruk lokal seperti jeruk siam Pontianak merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan daya saing buah lokal menghadapi melimpahnya buah impor akibat tidak

Lebih terperinci

Radiosensitivitas dan Seleksi Mutan Putatif Jeruk Keprok Garut (Citrus reticulata L.) berdasarkan Penanda Morfologi

Radiosensitivitas dan Seleksi Mutan Putatif Jeruk Keprok Garut (Citrus reticulata L.) berdasarkan Penanda Morfologi Radiosensitivitas dan Seleksi Mutan Putatif Jeruk Keprok Garut (Citrus reticulata L.) berdasarkan Penanda Morfologi Radiosensitivity and Selection Putative Mutans Mandarin cv. Garut Based on Morphological

Lebih terperinci

banyak berperan dalam induksi kalus sedangkan BAP termasuk kelompok sitokinin yang berperan dalam pembelahan sel sehingga kalus yang terbentuk dapat

banyak berperan dalam induksi kalus sedangkan BAP termasuk kelompok sitokinin yang berperan dalam pembelahan sel sehingga kalus yang terbentuk dapat PEMBAHASAN UMUM Jeruk keprok Garut merupakan varietas lokal yang telah menjadi komoditas unggulan nasional. Jeruk keprok garut memiliki keunggulan seperti rasa buahnya yang manis menyegarkan dan ukuran

Lebih terperinci

INDUKSI KERAGAMAN GENETIK DENGAN MUTAGEN SINAR GAMMA PADA NENAS SECARA IN VITRO ERNI SUMINAR

INDUKSI KERAGAMAN GENETIK DENGAN MUTAGEN SINAR GAMMA PADA NENAS SECARA IN VITRO ERNI SUMINAR INDUKSI KERAGAMAN GENETIK DENGAN MUTAGEN SINAR GAMMA PADA NENAS SECARA IN VITRO ERNI SUMINAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 i ABSTRACT ERNI SUMINAR. Genetic Variability Induced

Lebih terperinci

PENGARUH INDUKSI MUTASI SINAR GAMMA PADA REGENERASI KALUS EMBRIOGENIK KEPROK GARUT (Citrus reticulata L. )

PENGARUH INDUKSI MUTASI SINAR GAMMA PADA REGENERASI KALUS EMBRIOGENIK KEPROK GARUT (Citrus reticulata L. ) PENGARUH INDUKSI MUTASI SINAR GAMMA PADA REGENERASI KALUS EMBRIOGENIK KEPROK GARUT (Citrus reticulata L. ) Karyanti 1,*, Agus Purwito 2 dan Ali Husni 3 1 Balai Pengkajian Bioteknologi, BPPT 2 Departemen

Lebih terperinci

PENGARUH IRADIASI SINAR GAMMA TERHADAP REGENERASI KALUS JERUK SIAM HASIL KULTUR PROTOPLAS

PENGARUH IRADIASI SINAR GAMMA TERHADAP REGENERASI KALUS JERUK SIAM HASIL KULTUR PROTOPLAS PENGARUH IRADIASI SINAR GAMMA TERHADAP REGENERASI KALUS JERUK SIAM HASIL KULTUR PROTOPLAS Aida Wulansari 1,*, Agus Purwito 2, Ali Husni 3 dan Enny Sudarmonowati 1 1 Pusat Penelitian Bioteknologi, LIPI

Lebih terperinci

Keragaman Somaklonal. Yushi Mardiana, SP, MSi Retno Dwi Andayani, SP, MP

Keragaman Somaklonal. Yushi Mardiana, SP, MSi Retno Dwi Andayani, SP, MP Keragaman Somaklonal Yushi Mardiana, SP, MSi Retno Dwi Andayani, SP, MP Mekanisme Terjadinya Keragaman Somaklonal Keragaman somaklonal adalah keragaman genetik tanaman yang terjadi sebagai hasil kultur

Lebih terperinci

IV. INDUKSI MUTASI DENGAN SINAR GAMMA

IV. INDUKSI MUTASI DENGAN SINAR GAMMA Latar Belakang IV. INDUKSI MUTASI DENGAN SINAR GAMMA MELALUI IRADIASI TUNGGAL PADA STEK PUCUK ANYELIR (Dianthus caryophyllus) DAN UJI STABILITAS MUTANNYA SAMPAI GENERASI MV3 Pendahuluan Perbaikan sifat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jeruk merupakan komoditas buah-buahan yang menjanjikan bagi bidang pertanian

I. PENDAHULUAN. Jeruk merupakan komoditas buah-buahan yang menjanjikan bagi bidang pertanian 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jeruk merupakan komoditas buah-buahan yang menjanjikan bagi bidang pertanian di Indonesia. Indonesia menempati urutan ke sebelas untuk produsen jeruk dunia pada tahun

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan Januari 2009 sampai dengan bulan Agustus 2009 di Laboratorium Bioteknologi Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura,

Lebih terperinci

INDUKSI KERAGAMAN GENETIK MELALUI IRADIASI SINAR GAMMA PADA KALUS EMBRIOGENIK HASIL KULTUR PROTOPLAS JERUK SIAM AIDA WULANSARI

INDUKSI KERAGAMAN GENETIK MELALUI IRADIASI SINAR GAMMA PADA KALUS EMBRIOGENIK HASIL KULTUR PROTOPLAS JERUK SIAM AIDA WULANSARI INDUKSI KERAGAMAN GENETIK MELALUI IRADIASI SINAR GAMMA PADA KALUS EMBRIOGENIK HASIL KULTUR PROTOPLAS JERUK SIAM AIDA WULANSARI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat 17 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Perlakuan iradiasi

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Perbanyakan P. citrophthora dan B. theobromae dilaksanakan di Laboratorium Mikologi Tumbuhan Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Nenas (Ananas comosus (L) Merr) merupakan salah satu komoditas hortikultura yang mempunyai manfaat ganda, baik sebagai makanan segar, bahan industri makanan seperti pizza, rempah,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian 14 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Oktober 2009 sampai dengan bulan Juni 2011 di Laboratorium Kultur Jaringan Kelompok Peneliti Biologi Sel dan Jaringan, Balai

Lebih terperinci

INDUKSI MUTASI KROMOSOM DENGAN KOLKISIN PADA TANAMAN STEVIA (Stevia rebaudiana Bertoni) KLON ZWEETENERS SECARA IN VITRO

INDUKSI MUTASI KROMOSOM DENGAN KOLKISIN PADA TANAMAN STEVIA (Stevia rebaudiana Bertoni) KLON ZWEETENERS SECARA IN VITRO INDUKSI MUTASI KROMOSOM DENGAN KOLKISIN PADA TANAMAN STEVIA (Stevia rebaudiana Bertoni) KLON ZWEETENERS SECARA IN VITRO Oleh: ASEP RODIANSAH A34302032 PROGRAM STUDI HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hipogea L.) merupakan salah satu komoditas pertanian

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hipogea L.) merupakan salah satu komoditas pertanian 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kacang tanah (Arachis hipogea L.) merupakan salah satu komoditas pertanian yang cukup penting. Komoditas kacang tanah diusahakan 70% di lahan kering dan hanya 30% di

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kedudukan krisan dalam sistematika tumbuhan (Holmes,1983)

TINJAUAN PUSTAKA. Kedudukan krisan dalam sistematika tumbuhan (Holmes,1983) TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Kedudukan krisan dalam sistematika tumbuhan (Holmes,1983) diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom : Plantae Subkingdom : Spermatophyta Superdivisio : Angiospermae Divisio

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI IAA, IBA, BAP, DAN AIR KELAPA TERHADAP PEMBENTUKAN AKAR POINSETTIA (Euphorbia pulcherrima Wild Et Klotzch) IN VITRO

PENGARUH KONSENTRASI IAA, IBA, BAP, DAN AIR KELAPA TERHADAP PEMBENTUKAN AKAR POINSETTIA (Euphorbia pulcherrima Wild Et Klotzch) IN VITRO PENGARUH KONSENTRASI IAA, IBA, BAP, DAN AIR KELAPA TERHADAP PEMBENTUKAN AKAR POINSETTIA (Euphorbia pulcherrima Wild Et Klotzch) IN VITRO Oleh : Pratiwi Amie Pisesha (A34303025) DEPARTEMEN AGRONOMI DAN

Lebih terperinci

PENGARUH IRADIASI SINAR GAMMA TERHADAP KERAGAAN TANAMAN Aglaonema sp. Oleh RACHMAWATI PUTRISA MISNIAR A

PENGARUH IRADIASI SINAR GAMMA TERHADAP KERAGAAN TANAMAN Aglaonema sp. Oleh RACHMAWATI PUTRISA MISNIAR A PENGARUH IRADIASI SINAR GAMMA TERHADAP KERAGAAN TANAMAN Aglaonema sp. Oleh RACHMAWATI PUTRISA MISNIAR A34403064 PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) memiliki peran strategis dalam pangan

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) memiliki peran strategis dalam pangan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) memiliki peran strategis dalam pangan nasional sebagai sumber protein dan minyak nabati, dalam setiap 100 g kacang tanah mentah mengandung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan di Indonesia merupakan sumber plasma nutfah yang sangat potensial

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan di Indonesia merupakan sumber plasma nutfah yang sangat potensial 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Indonesia dikenal sebagai negara dengan tingkat keanekaragaman sumber daya hayati yang tinggi, khususnya tumbuhan. Keanekaragaman genetik tumbuhan di

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Pelaksanaan

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Pelaksanaan 13 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juli 2011 hingga bulan Februari 2012 di Laboratorium Kultur Jaringan, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan salah satu komoditas pertanian yang

I. PENDAHULUAN. Tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan salah satu komoditas pertanian yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan salah satu komoditas pertanian yang bernilai ekonomi tinggi karena tingginya kandungan gula pada bagian batangnya.

Lebih terperinci

Formulir 1 Data dan Informasi Hasil Kegiatan Penelitian [tahun ] Puslit Bioteknologi LIPI

Formulir 1 Data dan Informasi Hasil Kegiatan Penelitian [tahun ] Puslit Bioteknologi LIPI Formulir 1 Data dan Informasi Hasil Kegiatan Penelitian [tahun 2013-2014] Puslit Bioteknologi LIPI Tahun Anggaran 2013-2014 Sumber Dana DIPA MEATPRO Bidang kegiatan Peternakan Judul kegiatan penelitian

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 22 METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Januari 2010 sampai dengan Pebruari 2011. Tempat pelaksanaan kultur jaringan tanaman adalah di Laboratorium Kultur Jaringan

Lebih terperinci

INDUKSI KERAGAMAN GENETIK TANAMAN ANTHURIUM WAVE OF LOVE (Anthurium plowmanii Croat.) DENGAN RADIASI SINAR GAMMA DARI 60 Co SECARA IN VITRO

INDUKSI KERAGAMAN GENETIK TANAMAN ANTHURIUM WAVE OF LOVE (Anthurium plowmanii Croat.) DENGAN RADIASI SINAR GAMMA DARI 60 Co SECARA IN VITRO INDUKSI KERAGAMAN GENETIK TANAMAN ANTHURIUM WAVE OF LOVE (Anthurium plowmanii Croat.) DENGAN RADIASI SINAR GAMMA DARI 60 Co SECARA IN VITRO SRI IMRIANI PULUNGAN A24051240 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Tanaman Anthurium Wave of Love

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Tanaman Anthurium Wave of Love TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Tanaman Anthurium Wave of Love Tanaman Anthurium Wave of Love termasuk ke dalam famili Araceae, berbatang sukulen dan termasuk tanaman perennial. Ciri utama famili

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI VARIETAS JERUK

IDENTIFIKASI VARIETAS JERUK IDENTIFIKASI VARIETAS JERUK 1. DNA 2. MORFOLOGI Hadi Mulyanto IDENTIFIKASI VARIETAS JERUK Sub genera Citrus( 7 spesies ) Citrus sinensis Osbeck (jeruk manis), Citrus reticulatablanco (jeruk keprok), Citrus

Lebih terperinci

PENGARUH FASE PERKEMBANGAN EMBRIO SOMATIK KOPI ROBUSTA (C

PENGARUH FASE PERKEMBANGAN EMBRIO SOMATIK KOPI ROBUSTA (C PENGARUH FASE PERKEMBANGAN EMBRIO SOMATIK KOPI ROBUSTA (Coffea canephora Pierre ex A. Froehner) TERHADAP KEBERHASILAN PERKECAMBAHAN DAN AKLIMATISASI SECARA LANGSUNG SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Sebagian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Manggis (Garcinia mangostana L.) merupakan salah satu komoditas buah tropis

I. PENDAHULUAN. Manggis (Garcinia mangostana L.) merupakan salah satu komoditas buah tropis I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Manggis (Garcinia mangostana L.) merupakan salah satu komoditas buah tropis yang mempunyai nilai ekonomis yang cukup tinggi. Saat ini, manggis merupakan salah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman Jeruk Besar (Pamelo)

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman Jeruk Besar (Pamelo) 4 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Jeruk Besar (Pamelo) Tanaman jeruk besar (Citrus grandis (L.) Osbeck) termasuk ke dalam famili Rutaceae. Famili Rutaceae memiliki sekitar 1 300 spesies yang dikelompokkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tanaman karet merupakan komoditi perkebunan yang penting dalam

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tanaman karet merupakan komoditi perkebunan yang penting dalam 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tanaman karet merupakan komoditi perkebunan yang penting dalam industri otomotif dan merupakan salah satu komoditas perkebunan yang memberikan sumbangan besar bagi perekonomian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Jeruk

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Jeruk TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Jeruk Tanaman jeruk adalah tanaman buah tahunan yang berasal dari Asia. Cina dipercaya sebagai tempat pertama kali jeruk tumbuh. Sejak ratusan tahun yang lalu, jeruk sudah tumbuh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i FAKTA INTEGRITAS... ii LEMBAR PERSYARATAN GELAR... iii LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR... iv LEMBAR PERSETUJUAN... v PEDOMAN PENGGUNAAN... vi ABSTRAK... vii KATA PENGANTAR...

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Masalah mengenai tebu yang hingga kini sering dihadapi adalah rendahnya

I. PENDAHULUAN. Masalah mengenai tebu yang hingga kini sering dihadapi adalah rendahnya 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Masalah mengenai tebu yang hingga kini sering dihadapi adalah rendahnya produktivitas tebu dan rendahnya tingkat rendemen gula. Rata-rata produktivitas tebu

Lebih terperinci

EVALUASI KERAGAAN FENOTIPE TANAMAN SELEDRI DAUN

EVALUASI KERAGAAN FENOTIPE TANAMAN SELEDRI DAUN EVALUASI KERAGAAN FENOTIPE TANAMAN SELEDRI DAUN (Apium graveolens L. Subsp. secalinum Alef.) KULTIVAR AMIGO HASIL RADIASI DENGAN SINAR GAMMA COBALT-60 (Co 60 ) Oleh Aldi Kamal Wijaya A 34301039 PROGRAM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mudah diperbanyak dan jangka waktu berbuah lebih panjang. Sedangkan

BAB I PENDAHULUAN. mudah diperbanyak dan jangka waktu berbuah lebih panjang. Sedangkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Perbanyakan tanaman dapat dilakukan dengan cara generatif dan vegetatif. Perbanyakan tanaman secara generatif biasanya dilakukan melalui biji dan mengalami penyerbukan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Kelapa sawit merupakan tanaman penghasil minyak nabati utama di

PENDAHULUAN. Kelapa sawit merupakan tanaman penghasil minyak nabati utama di 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kelapa sawit merupakan tanaman penghasil minyak nabati utama di Indonesia, dan memegang peranan penting diantaranya iklim, tenaga kerja, dan kesediaan lahan yang masih cukup

Lebih terperinci

daun, panjang daun, dan lebar daun), peubah morfologi (warna daun, tekstur daun, warna batang, dan indeks warna hijau relatif daun), anatomi daun

daun, panjang daun, dan lebar daun), peubah morfologi (warna daun, tekstur daun, warna batang, dan indeks warna hijau relatif daun), anatomi daun 93 PEMBAHASAN UMUM Perbaikan sifat genetik dari tanaman dapat melalui pemuliaan, baik konvensional maupun modern (Soedjono 2003). Bahan tanaman yang digunakan didapatkan dengan cara meningkatkan keragaman

Lebih terperinci

3 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat

3 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat 15 Tabel 8 Daftar komposisi media pada kultur mangga Komponen A B C D E Unsur makro ½ MS B5 B5 B5 ½B5 Unsur mikro MS MS MS MS MS Fe-EDTA ½MS MS MS MS MS Vitamin dan asam amino MS MS MS MS MS Asam askorbat

Lebih terperinci

BAHA DA METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHA DA METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHA DA METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi Tanaman Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dimulai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Kultur Jaringan Tanaman Eksplan

TINJAUAN PUSTAKA Kultur Jaringan Tanaman Eksplan TINJAUAN PUSTAKA Kultur Jaringan Tanaman Kultur in vitro merupakan suatu budidaya dalam botol. Salah satu kegiatan dalam kultur in vitro adalah kultur jaringan yaitu budidaya in vitro yang menggunakan

Lebih terperinci

Pemanfaatan Teknik Kultur In Vitro Untuk Mendapatkan Tanaman Pisang Ambon Tahan Penyakit Fusarium

Pemanfaatan Teknik Kultur In Vitro Untuk Mendapatkan Tanaman Pisang Ambon Tahan Penyakit Fusarium Pemanfaatan Teknik Kultur In Vitro Untuk Mendapatkan Tanaman Pisang Ambon Tahan Penyakit Fusarium Pisang merupakan salah satu komoditas buah-buahan yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia karena

Lebih terperinci

Penggunaan varietas unggul berdaya hasil tinggi, tahan hama dan

Penggunaan varietas unggul berdaya hasil tinggi, tahan hama dan PEMANFAATAN KOMBINASI PEMBERIAN MUTAGEN DAN KULTUR IN VITRO UNTUK PERAKITAN VARIETAS UNGGUL BARU Penggunaan varietas unggul berdaya hasil tinggi, tahan hama dan penyakit maupun cekaman lingkungan merupakan

Lebih terperinci

KERAGAAN KARAKTER PURWOCENG (Pimpinella pruatjan Molk.) HASIL INDUKSI MUTASI SINAR GAMMA DI TIGA LOKASI. Oleh Muhammad Yusuf Pulungan A

KERAGAAN KARAKTER PURWOCENG (Pimpinella pruatjan Molk.) HASIL INDUKSI MUTASI SINAR GAMMA DI TIGA LOKASI. Oleh Muhammad Yusuf Pulungan A KERAGAAN KARAKTER PURWOCENG (Pimpinella pruatjan Molk.) HASIL INDUKSI MUTASI SINAR GAMMA DI TIGA LOKASI Oleh Muhammad Yusuf Pulungan A34403065 PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH FAKULTAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu tanaman palawija yang

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu tanaman palawija yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu tanaman palawija yang berguna untuk bahan pangan, pakan, dan bahan baku industri. Selain itu, kacang tanah merupakan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan Tanaman dan Media

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan Tanaman dan Media BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Bioteknologi Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

RESPON PERUBAHAN MORFOLOGI DAN KANDUNGAN ANTOSIANIN TANAMAN ROSELLA (Hibiscus sabdariffa L.) TERHADAP BEBERAPA DOSIS IRADIASI SINAR GAMMA SKRIPSI

RESPON PERUBAHAN MORFOLOGI DAN KANDUNGAN ANTOSIANIN TANAMAN ROSELLA (Hibiscus sabdariffa L.) TERHADAP BEBERAPA DOSIS IRADIASI SINAR GAMMA SKRIPSI 1 RESPON PERUBAHAN MORFOLOGI DAN KANDUNGAN ANTOSIANIN TANAMAN ROSELLA (Hibiscus sabdariffa L.) TERHADAP BEBERAPA DOSIS IRADIASI SINAR GAMMA SKRIPSI OLEH : MUTIA DINULIA PUTRI / 120301185 AGROEKOTEKNOLOGI-PET

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Jeruk ( Citrus sp.) Jeruk Japanshe Citroen ( Citrus limonia Osbeck)

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Jeruk ( Citrus sp.) Jeruk Japanshe Citroen ( Citrus limonia Osbeck) TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Jeruk (Citrus sp.) Tanaman jeruk adalah tanaman buah tahunan yang berasal dari Asia. Jeruk pertama kali tumbuh di Negara Cina kemudian menyebar ke negara-negara lain. Sejak ratusan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2010 sampai dengan bulan Oktober 2010 di Laboraturium Bioteknologi Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas

Lebih terperinci

Kultur Jaringan Menjadi Teknologi yang Potensial untuk Perbanyakan Vegetatif Tanaman Jambu Mete Di Masa Mendatang

Kultur Jaringan Menjadi Teknologi yang Potensial untuk Perbanyakan Vegetatif Tanaman Jambu Mete Di Masa Mendatang AgroinovasI Kultur Jaringan Menjadi Teknologi yang Potensial untuk Perbanyakan Vegetatif Tanaman Jambu Mete Di Masa Mendatang Tanaman jambu mete (Anacardium occidentale. L.) merupakan salah satu tanaman

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

II. TINJAUAN PUSTAKA A. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Padi (Varietas Ciherang) Padi merupakan kebutuhan vital bagi manusia Indonesia sehari-hari, disebabkan setiap hari orang mengkonsumsi nasi sebagai makanan pokok. Untuk menjaga

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan tempat 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian pendahuluan

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan tempat 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian pendahuluan 12 menjadi planlet/tanaman. Hormon NAA cenderung menginduksi embrio somatik secara langsung tanpa pembentukan kalus. Embrio somatik yang dihasilkan lebih normal dan mudah dikecambahkan menjadi planlet/tanaman,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. stroberi modern (komersial) dengan nama ilmiah Frageria x ananasa var

PENDAHULUAN. stroberi modern (komersial) dengan nama ilmiah Frageria x ananasa var PENDAHULUAN Latar belakang Tanaman stroberi telah dikenal sejak zaman Romawi, tetapi bukan jenis yang dikenal saat ini. Stroberi yang dibudidayakan sekarang disebut sebagai stroberi modern (komersial)

Lebih terperinci

PENGGUNAAN KOMPOSISI MEDIA DASAR DAN BAP UNTUK INDUKSI ORGANOGENESIS ANTHURIUM WAVE OF LOVE (Anthurium plowmanii) SECARA IN VITRO

PENGGUNAAN KOMPOSISI MEDIA DASAR DAN BAP UNTUK INDUKSI ORGANOGENESIS ANTHURIUM WAVE OF LOVE (Anthurium plowmanii) SECARA IN VITRO PENGGUNAAN KOMPOSISI MEDIA DASAR DAN BAP UNTUK INDUKSI ORGANOGENESIS ANTHURIUM WAVE OF LOVE (Anthurium plowmanii) SECARA IN VITRO Oleh Riyanti Catrina Helena Siringo ringo A34404062 PROGRAM STUDI PEMULIAAN

Lebih terperinci

PENGARUH UMUR FISIOLOGIS KECAMBAH BENIH SUMBER EKSPLAN

PENGARUH UMUR FISIOLOGIS KECAMBAH BENIH SUMBER EKSPLAN 0 PENGARUH UMUR FISIOLOGIS KECAMBAH BENIH SUMBER EKSPLAN (Leaflet) TERHADAP INDUKSI EMBRIO SOMATIK DUA VARIETAS KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.) SECARA IN VITRO Oleh Diana Apriliana FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

RESPONS PERTUMBUHAN TANAMAN ANGGREK (Dendrobium sp.) TERHADAP PEMBERIAN BAP DAN NAA SECARA IN VITRO

RESPONS PERTUMBUHAN TANAMAN ANGGREK (Dendrobium sp.) TERHADAP PEMBERIAN BAP DAN NAA SECARA IN VITRO RESPONS PERTUMBUHAN TANAMAN ANGGREK (Dendrobium sp.) TERHADAP PEMBERIAN BAP DAN NAA SECARA IN VITRO ABSTRAK Ernitha Panjaitan Staf Pengajar Fakultas Pertanian UMI Medan Percobaan untuk mengetahui respons

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Lahan Kering Masam

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Lahan Kering Masam 4 TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Lahan Kering Masam Definisi lahan kering adalah lahan yang pernah digenangi atau tergenang air pada sebagian besar waktu dalam setahun (Mulyani et al., 2004). Menurut Mulyani

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi Tanaman Anggrek Vanda tricolor Lindl. var. suavis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi Tanaman Anggrek Vanda tricolor Lindl. var. suavis 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Tanaman Anggrek Vanda tricolor Lindl. var. suavis Anggrek merupakan salah satu tanaman hias yang mempunyai bentuk dan penampilan yang indah (Iswanto, 2002). Tanaman

Lebih terperinci

INDUKSI KERAGAMAN GENETIK DENGAN SINAR GAMMA PADA JERUK SIAM PONTIANAK (Citrus nobilis var. microcarpa) SECARA IN VITRO ANDRI INDRAYASA A

INDUKSI KERAGAMAN GENETIK DENGAN SINAR GAMMA PADA JERUK SIAM PONTIANAK (Citrus nobilis var. microcarpa) SECARA IN VITRO ANDRI INDRAYASA A INDUKSI KERAGAMAN GENETIK DENGAN SINAR GAMMA PADA JERUK SIAM PONTIANAK (Citrus nobilis var. microcarpa) SECARA IN VITRO ANDRI INDRAYASA A24061354 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Dracaena adalah tanaman yang tumbuh tegak dengan bentuk batang bulat dan

TINJAUAN PUSTAKA. Dracaena adalah tanaman yang tumbuh tegak dengan bentuk batang bulat dan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi dan Taksonomi Tanaman Dracaena Dracaena adalah tanaman yang tumbuh tegak dengan bentuk batang bulat dan beruas-ruas. Daun dracaena berbentuk tunggal, tidak bertangkai,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Kelompok Peneliti Biologi Sel dan Jaringan, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya

Lebih terperinci

PENGGUNAAN IAA DAN BAP UNTUK MENSTIMULASI ORGANOGENESIS TANAMAN Anthurium andreanum DALAM KULTUR IN VITRO

PENGGUNAAN IAA DAN BAP UNTUK MENSTIMULASI ORGANOGENESIS TANAMAN Anthurium andreanum DALAM KULTUR IN VITRO PENGGUNAAN IAA DAN BAP UNTUK MENSTIMULASI ORGANOGENESIS TANAMAN Anthurium andreanum DALAM KULTUR IN VITRO Oleh : SITI SYARA A34301027 PROGRAM STUDI HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

ANALISIS KERAGAMAN GENETIK MANGGIS (Garcinia mangostana L.) HASIL IRADIASI SINAR GAMMA BERDASARKAN MORFOLOGI, ANATOMI, DAN PENANDA ISSR

ANALISIS KERAGAMAN GENETIK MANGGIS (Garcinia mangostana L.) HASIL IRADIASI SINAR GAMMA BERDASARKAN MORFOLOGI, ANATOMI, DAN PENANDA ISSR ANALISIS KERAGAMAN GENETIK MANGGIS (Garcinia mangostana L.) HASIL IRADIASI SINAR GAMMA BERDASARKAN MORFOLOGI, ANATOMI, DAN PENANDA ISSR ALFIN WIDIASTUTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

IV. INDUKSI MUTASI DENGAN IRADIASI SINAR GAMMA PADA MANGGIS IN VITRO. Abstrak

IV. INDUKSI MUTASI DENGAN IRADIASI SINAR GAMMA PADA MANGGIS IN VITRO. Abstrak IV. INDUKSI MUTASI DENGAN IRADIASI SINAR GAMMA PADA MANGGIS IN VITRO Abstrak Peningkatan keragaman genetik tanaman manggis dapat dilakukan dengan induksi mutasi pada kultur in vitro. Tujuan penelitian

Lebih terperinci

PERBAIKAN TEKNIK GRAFTING MANGGIS (Garcinia mangostana L.) SOFIANDI

PERBAIKAN TEKNIK GRAFTING MANGGIS (Garcinia mangostana L.) SOFIANDI PERBAIKAN TEKNIK GRAFTING MANGGIS (Garcinia mangostana L.) SOFIANDI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 i SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan

Lebih terperinci

EVALUASI LAPANGAN KERAGAMAN GENOTIPE-GENOTIPE SOMAKLONAL ARTEMISIA (Artemisia annua L.) HASIL INDUKSI MUTASI IRADIASI SINAR GAMMA

EVALUASI LAPANGAN KERAGAMAN GENOTIPE-GENOTIPE SOMAKLONAL ARTEMISIA (Artemisia annua L.) HASIL INDUKSI MUTASI IRADIASI SINAR GAMMA EVALUASI LAPANGAN KERAGAMAN GENOTIPE-GENOTIPE SOMAKLONAL ARTEMISIA (Artemisia annua L.) HASIL INDUKSI MUTASI IRADIASI SINAR GAMMA oleh Purwati A34404015 PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. maupun luar negeri. Hingga saat ini jati masih menjadi komoditas mewah

I. PENDAHULUAN. maupun luar negeri. Hingga saat ini jati masih menjadi komoditas mewah I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jati (Tectona grandis Linn. f.) merupakan salah satu jenis kayu komersial yang memiliki nilai ekonomis tinggi dan diminati oleh banyak orang, baik dalam maupun luar negeri.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nenas merupakan buah tropika ketiga setelah pisang dan mangga yang diperdagangkan secara global (Petty et al. 2002) dalam bentuk nenas segar dan produk olahan. Hampir

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Secara umum kerabat durian (Durio spp.) merupakan tanaman buah yang memiliki nilai ekonomi tinggi di Indonesia. Jangkauan pasarnya sangat luas dan beragam mulai dari pasar

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani Tanaman Kelapa Sawit Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) bukanlah tanaman asli Indonesia tetapi berasal dari Afrika. Kelapa sawit diintroduksi ke Asia Tenggara pada

Lebih terperinci

PENYISIPAN GEN FITASE PADA TEBU (Saccharum officinarum) VARIETAS PS 851 DAN PA 198 DENGAN PERANTARA Agrobacterium tumefaciens GV 2260

PENYISIPAN GEN FITASE PADA TEBU (Saccharum officinarum) VARIETAS PS 851 DAN PA 198 DENGAN PERANTARA Agrobacterium tumefaciens GV 2260 PENYISIPAN GEN FITASE PADA TEBU (Saccharum officinarum) VARIETAS PS 851 DAN PA 198 DENGAN PERANTARA Agrobacterium tumefaciens GV 2260 ADE NENA NURHASANAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan, Gedung

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan, Gedung 20 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan, Gedung Bioteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung dari Bulan November 2011

Lebih terperinci

BIOTEKNOLOGI TUMBUHAN

BIOTEKNOLOGI TUMBUHAN BIOTEKNOLOGI TUMBUHAN Emil Riza Pratama (1308104010039) Fitria (1308104010013) Jamhur (1308104010030) Ratna sari (308104010005) Wilda Yita (1308104010012) Vianti Cintya Putri (1308104010015) Latar Belakang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada awalnya kedelai dikenal dengan beberapa nama botani yaitu Glycine soja

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada awalnya kedelai dikenal dengan beberapa nama botani yaitu Glycine soja 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani dan Morfologi Kedelai Pada awalnya kedelai dikenal dengan beberapa nama botani yaitu Glycine soja atau Soja max, tetapi pada tahun 1984 telah disepakati nama botani yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Pisang merupakan salah satu jenis tanaman asal Asia Tenggara yang kini sudah tersebar luas ke seluruh dunia, termasuk Indonesia. Tanaman pisang memiliki ciri spesifik

Lebih terperinci

akan muncul di batang tanaman (Irwan, 2006).

akan muncul di batang tanaman (Irwan, 2006). TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tanaman kedelai dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom : Plantae; Divisi : Spermatophyta; Kelas : Dicotyledoneae; Ordo : Rosales; Famili : Papilionaceae (Leguminosae);

Lebih terperinci

PENGARUH KADAR GARAM NaCl TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KEDELAI (Glycine max (L.) Merrill) GENERASI KEDUA (M 2 ) HASIL RADIASI SINAR GAMMA

PENGARUH KADAR GARAM NaCl TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KEDELAI (Glycine max (L.) Merrill) GENERASI KEDUA (M 2 ) HASIL RADIASI SINAR GAMMA PENGARUH KADAR GARAM NaCl TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KEDELAI (Glycine max (L.) Merrill) GENERASI KEDUA (M 2 ) HASIL RADIASI SINAR GAMMA HERAWATY SAMOSIR 060307005 DEPARTEMEN AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Manggis dan Syarat Tumbuh Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah berupa pohon yang banyak tumbuh secara alami pada hutan tropis di kawasan

Lebih terperinci

REGENERASI TANAMAN SENGON (Albizia falcataria) MELALUI MULTIPLIKASI TUNAS AKSILAR DENGAN PENGGUNAAN KOMBINASI ZPT DAN AIR KELAPA SKRIPSI.

REGENERASI TANAMAN SENGON (Albizia falcataria) MELALUI MULTIPLIKASI TUNAS AKSILAR DENGAN PENGGUNAAN KOMBINASI ZPT DAN AIR KELAPA SKRIPSI. REGENERASI TANAMAN SENGON (Albizia falcataria) MELALUI MULTIPLIKASI TUNAS AKSILAR DENGAN PENGGUNAAN KOMBINASI ZPT DAN AIR KELAPA SKRIPSI Oleh: RAHADI PURBANTORO NPM : 0825010009 PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Produktivitas tanaman ditentukan oleh interaksi antara lingkungan dan

BAB I PENDAHULUAN. Produktivitas tanaman ditentukan oleh interaksi antara lingkungan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pisang (Musa paradisiaca L.) merupakan salah satu jenis buah tropika yang mempunyai potensi cukup tinggi untuk dikelola secara intensif dengan berorientasi agribisnis,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman jeruk (Citrus sp) merupakan ordo Rutales dan famili Rutaceae.

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman jeruk (Citrus sp) merupakan ordo Rutales dan famili Rutaceae. TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Jeruk Keprok Maga [ Tanaman jeruk (Citrus sp) merupakan ordo Rutales dan famili Rutaceae. Kultivar Jeruk Keprok Maga (Citrus nobilis Var Chrysocarpa) adalah merupakan jeruk

Lebih terperinci

UJI KETAHANAN TANAMAN KEDELAI (Glycine max (L.) Merr.) HASIL RADIASI SINAR GAMMA (M 2 ) PADA CEKAMAN ALUMINIUM SECARA IN VITRO SKRIPSI OLEH:

UJI KETAHANAN TANAMAN KEDELAI (Glycine max (L.) Merr.) HASIL RADIASI SINAR GAMMA (M 2 ) PADA CEKAMAN ALUMINIUM SECARA IN VITRO SKRIPSI OLEH: UJI KETAHANAN TANAMAN KEDELAI (Glycine max (L.) Merr.) HASIL RADIASI SINAR GAMMA (M 2 ) PADA CEKAMAN ALUMINIUM SECARA IN VITRO SKRIPSI OLEH: Dinda Marizka 060307029/BDP-Pemuliaan Tanaman PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

Sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana pertanian di Fakultas Pertanian,

Sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana pertanian di Fakultas Pertanian, Sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana pertanian di Fakultas Pertanian,, Medan dan diharapkan dapat pula berguna bagi pihak-pihak membutuhkan. TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Menurut

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Tanaman Jeruk Jeruk (Citrus sp.) adalah tanaman tahunan yang berasal dari Asia Tenggara. Sejak ratusan tahun lalu tanaman ini sudah terdapat di Indonesia, baik sebagai

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani Tanaman Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit disebut dengan nama latin Elaeis guineensis Jacq. Elaeis berasal dari Elaion yang dalam bahasa Yunani berarti minyak. Guineensis

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dalam kelas Liliopsida yang merupakan salah satu tumbuhan berbunga lidah dari

TINJAUAN PUSTAKA. dalam kelas Liliopsida yang merupakan salah satu tumbuhan berbunga lidah dari TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Menurut Jones dan Luchsinger (1979), tumbuhan anggrek termasuk ke dalam kelas Liliopsida yang merupakan salah satu tumbuhan berbunga lidah dari sekian banyak tumbuhan berbunga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan sebagai salah satu sumber protein hewani mengandung semua jenis asam amino esensial yang diperlukan oleh tubuh manusia (Suhartini dan Nur 2005 dalam Granada 2011),

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman manggis merupakan tanaman tropis yang berasal dari Asia Tenggara,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman manggis merupakan tanaman tropis yang berasal dari Asia Tenggara, II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Manggis (Garcinia mangostana L.). Tanaman manggis merupakan tanaman tropis yang berasal dari Asia Tenggara, tepatnya semenanjung Malaya. Daerah pertumbuhannya sudah menyebar ke

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Nilam

TINJAUAN PUSTAKA Botani Nilam TINJAUAN PUSTAKA 4 Botani Nilam Indonesia memiliki tiga jenis nilam yang sudah dikembangkan, yaitu: nilam aceh (Pogostemon cablin), nilam jawa (Pogostemon heyneanus) dan nilam sabun (Pogostemon hortensis).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Varietas unggul padi telah tersebar di seluruh dunia untuk dijadikan bibit yang digunakan oleh para petani. Pemerintah Republik Indonesia telah mengeluarkan lebih dari

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Jeruk Besar

TINJAUAN PUSTAKA Jeruk Besar xii TINJAUAN PUSTAKA Jeruk Besar Jeruk besar (Citrus grandis (L.) Osbeck) yang sering disebut pamelo berasal dari Asia Tenggara, yaitu Indonesia, India, Cina Selatan dan beberapa jenis berasal dari Florida,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PEELITIA 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Bioteknologi, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Serpong, Tangerang. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN BAP (Benzil Amino Purin) DAN NAA (Naftalen Asam Asetat) TERHADAP MORFOGENESIS DARI KALUS SANSEVIERIA (Sansevieria cylindrica)

PENGARUH PEMBERIAN BAP (Benzil Amino Purin) DAN NAA (Naftalen Asam Asetat) TERHADAP MORFOGENESIS DARI KALUS SANSEVIERIA (Sansevieria cylindrica) PENGARUH PEMBERIAN BAP (Benzil Amino Purin) DAN NAA (Naftalen Asam Asetat) TERHADAP MORFOGENESIS DARI KALUS SANSEVIERIA (Sansevieria cylindrica) SKRIPSI OLEH : SRI WILDANI BATUBARA 050307041/PEMULIAAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kacang panjang diklasifikasikan sebagai berikut :

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kacang panjang diklasifikasikan sebagai berikut : II. TINJAUAN PUSTAKA.1 Kacang Panjang.1.1 Klasifikasi Tanaman Kacang Panjang Tanaman kacang panjang diklasifikasikan sebagai berikut : Kerajaan Divisi Kelas Sub kelas Ordo Famili Genus : Plantae : Spermatophyta

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Jeruk Keprok (Citrus nobilis Lour.) Jeruk (Citrus sp) merupakan tanaman tahunan yang berasal dari Asia Tenggara. Sejak ratusan tahun yang lampau, tanaman ini sudah terdapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menggunakan satu eksplan yang ditanam pada medium tertentu dapat

I. PENDAHULUAN. menggunakan satu eksplan yang ditanam pada medium tertentu dapat I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Padi (Oryza sativa L.) merupakan salah satu tanaman budidaya terpenting dalam peradaban manusia. Padi sudah dikenal sebagai tanaman pangan penghasil beras sejak jaman prasejarah.

Lebih terperinci