INDUKSI KERAGAMAN GENETIK MELALUI IRADIASI SINAR GAMMA PADA KALUS EMBRIOGENIK HASIL KULTUR PROTOPLAS JERUK SIAM AIDA WULANSARI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "INDUKSI KERAGAMAN GENETIK MELALUI IRADIASI SINAR GAMMA PADA KALUS EMBRIOGENIK HASIL KULTUR PROTOPLAS JERUK SIAM AIDA WULANSARI"

Transkripsi

1 INDUKSI KERAGAMAN GENETIK MELALUI IRADIASI SINAR GAMMA PADA KALUS EMBRIOGENIK HASIL KULTUR PROTOPLAS JERUK SIAM AIDA WULANSARI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Induksi Keragaman Genetik melalui Iradiasi Sinar Gamma pada Kalus Embriogenik Hasil Kultur Protoplas Jeruk Siam adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Januari 2013 Aida Wulansari NRP. A

3 ABSTRACT AIDA WULANSARI. Induction of Genetic Variability through Gamma Rays Irradiation on Embryogenic Callus Derived Protoplast of Tangerine cv. Siam. Under direction of AGUS PURWITO, ALI HUSNI and ENNY SUDARMONOWATI Tangerine cv. Siam has sweet flavor, easily peeled skin, soft and juicy flesh. However, it has relatively many seeds (15-20 seeds per fruit), so it can not be competed with citrus from other countries. Fruit quality improvement of citrus has been the subject of citrus breeding program. The first step of breeding program is to increase variability, in order to efficient the selection process. Callus derived protoplast which sub cultured several years has a level of variability. The objective of this research was to increase variation of Tangerine cv. Siam through gamma irradiation on callus derived protoplast. Callus was exposed to gamma irradiation at 0, 10, 20, 30, 40, 50, 60, 70, 80, 90 and 100 Gray. Observation on the growth of callus four weeks after irradiation showed variation on morphology and weight of callus. At low doses (10-50 Gray) callus growth were not inhibited, but at high doses ( Gray) callus growth were inhibited. The result of radio sensitivity dose analyzed by Curve Expert 1.4 software was Gray. Callus regeneration ability (somatic embryo maturation and germination) were very diverse between irradiated and non-irradiated callus. Gamma irradiation affects the formation of somatic embryos. After four weeks on MW (Morel-Wetmore) medium containing 0.5 mg/l ABA, 50 Gray callus produced more somatic embryos than other doses. After four weeks on MW medium containing 0.5 mg/l GA 3, only 75.9% somatic embryos from 50 Gray callus could germinate, less than other doses. All somatic embryos from non-irradiated callus could germinate. The germination of somatic embryos produced 72 regenerated plantlets. Dendogram based on morphological observations of 0 Gray regenerated plantlets showed 40% variability, while of 50 Gray were 47% and that of 60 Gray were 46%. Ten regenerated plantlets were chosen based on its variability and growth (P-2, P-8, 50-4, 50-6, 50-15, 50-24, 60-8, 60-10, and 60-23). Dendogram based on morphological observation between 10 regenerated plantlets showed 30% variation. Molecular analysis of the 10 regenerated plantlets using three ISSR primers (ISSR-1, ISSR-2 and ISSR-4) produced 17 bands with nine polymorphic bands (52.94%). Dendogram based on molecular analysis between 10 regenerated plantlets and wild type shoots showed 22% genetic variation. In vitro and ex vitro grafting between regenerated plantlets and JC rootstock could accelerate optimal growth of plantlets. Application of ex vitro grafting was more efficient than in vitro grafting. Ex vitro grafting did not need acclimatization stage, where as in vitro grafting still need acclimatization stage before transfer to soil. Key words : protoplast culture, somatic embryos, ISSR, grafting

4 RINGKASAN AIDA WULANSARI. Induksi Keragaman Genetik melalui Iradiasi Sinar Gamma pada Kalus Embriogenik Hasil Kultur Protoplas Jeruk Siam. Dibimbing oleh AGUS PURWITO, ALI HUSNI dan ENNY SUDARMONOWATI. Jeruk termasuk dalam 10 komoditas utama hortikultura yang telah ditetapkan Departemen Pertanian sejak tahun Salah satu jenis jeruk di Indonesia yang sangat digemari konsumen adalah jeruk siam. Jeruk siam mendominasi 75% dari total perkebunan jeruk di Indonesia. Jeruk siam memiliki rasa yang manis, harum, daging buahnya lunak, mengandung banyak air dan kulitnya tipis sehingga mudah dikupas. Jeruk ini masih mempunyai biji yang relatif banyak (15-20 biji per buah) dan warna kulit yang kurang menarik, sehingga kalah bersaing dengan jeruk produksi negara lain. Peningkatan kualitas buah dapat dilakukan dengan program pemuliaan tanaman. Langkah awal dari pemuliaan tanaman adalah tersedianya keragaman genetik agar proses seleksi dapat dilakukan. Jeruk termasuk tanaman tahunan sehingga peningkatan keragaman genetiknya terkendala oleh periode juvenil yang panjang. Salah satu strategi yang dapat dilakukan untuk mempercepat peningkatan keragaman genetik adalah melalui induksi keragaman genetik secara in vitro atau variasi somaklonal. Kalus yang berasal dari kultur protoplas memiliki tingkat keragaman genetik yang tinggi. Kalus yang digunakan dalam penelitian ini telah berumur 4-5 tahun sejak inisiasi. Penggunaan kalus ini diharapkan dapat meningkatkan keragaman genetik, karena selain kultur protoplas memiliki potensi untuk beragam, penggunaan kalus yang telah berumur lama dalam kultur in vitro memberikan peluang untuk terjadinya variasi somaklonal. Variasi somaklonal dapat lebih ditingkatkan frekuensinya dengan penggunaan mutagen fisik seperti iradiasi sinar gamma. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan keragaman genetik jeruk siam dengan perlakuan iradiasi sinar gamma terhadap kalus hasil kultur protoplas. Kalus diiradiasi pada dosis 0, 10, 20, 30, 40, 50, 60, 70, 80, 90 dan 100 Gray. Pengamatan empat minggu setelah iradiasi gamma menunjukkan adanya respon yang beragam pada morfologi kalus dan pertambahan berat kalus. Pada dosis rendah (10-50 Gray) pertumbuhan kalus tidak terhambat, namun pada dosis tinggi ( Gray) pertumbuhan kalus terhambat. Berdasarkan analisis dengan perangkat lunak Curve Expert 1.4, dosis radiosensitivitas diperoleh pada Gray. Kemampuan regenerasi antara kalus tanpa iradiasi dan kalus yang diiradiasi menunjukkan keragaman. Setelah empat minggu pada media MW (Morel- Wetmore) yang mengandung 0.5 mg/l ABA, kalus 50 Gray menghasilkan lebih banyak embrio somatik dibandingkan dosis yang lain. Setelah empat minggu pada media MW yang mengandung 0.5 mg/l GA 3, embrio somatik dari dosis 50 Gray yang mampu berkecambah sebesar 75.9%, lebih sedikit dibandingkan dosis yang lainnya. Semua embrio somatik yang berasal dari kalus tanpa iradiasi mampu berkecambah. Perkecambahan embrio somatik menghasilkan 72 planlet. Berdasarkan pengamatan pertumbuhan dan karakter morfologi terhadap 72 planlet, maka diperoleh 10 planlet yang memiliki keragaman morfologi yaitu P-2, P-8, 50-4, 50-6, 50-15, 50-24, 60-8, 60-10, dan Dendogram terhadap 10 planlet tersebut menunjukkan terjadi keragaman morfologi sebesar 30%. Hasil

5 analisis molekuler terhadap 10 planlet tersebut dengan tiga primer ISSR (ISSR-1, ISSR-2 dan ISSR-4) menghasilkan 17 pita dan 9 pita bersifat polimorfik (52.94%). Dendogram berdasarkan data molekuler menunjukkan tingkat keragaman genetik sebesar 22%. Berdasarkan perbandingan profil pita antara 10 planlet dengan tunas wild type (asal biji), maka penanda ISSR dapat memberikan gambaran keragaman genetik dari kesepuluh planlet dan berpotensi menjadi mutan putatif. Penyambungan secara in vitro dan secara ex vitro menunjukkan bahwa planlet masih memiliki kemampuan untuk tumbuh setelah penyambungan. Penggunaan teknik penyambungan secara ex vitro lebih efisien dibandingkan penyambungan secara in vitro, karena tidak perlu melakukan tahap aklimatisasi sebelum dipindahkan ke lapang. Kata kunci : kultur protoplas, embrio somatik, ISSR, penyambungan

6 @ Hak Cipta milik IPB, tahun 2013 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

7 INDUKSI KERAGAMAN GENETIK MELALUI IRADIASI SINAR GAMMA PADA KALUS EMBRIOGENIK HASIL KULTUR PROTOPLAS JERUK SIAM AIDA WULANSARI Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

8 Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Dewi Sukma, SP., MSi.

9 Judul Tesis : Induksi Keragaman Genetik melalui Iradiasi Sinar Gamma pada Kalus Embriogenik Hasil Kultur Protoplas Jeruk Siam Nama : Aida Wulansari NRP : A Disetujui Komisi Pembimbing Dr. Ir. Agus Purwito, M.Sc.Agr Ketua Dr. Drs. Ali Husni, M.Si Anggota Prof (R). Dr. Ir. Enny Sudarmonowati Anggota Mengetahui Ketua Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman Dekan Sekolah Pascasarjana Dr. Ir. Trikoesoemaningtyas, M.Sc Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr Tanggal Ujian : 25 Januari 2013 Tanggal Lulus :

10 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala karunia-nya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Tesis ini mengangkat topik tentang Induksi Keragaman Genetik melalui Iradiasi Sinar Gamma pada Kalus Embriogenik Hasil Kultur Protoplas Jeruk Siam. Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Oktober 2011 sampai September Ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya penulis tujukan kepada : 1. Dr. Ir. Agus Purwito, MSc.Agr, Dr. Drs. Ali Husni,MSi dan Prof. (R) Dr. Enny Sudarmonowati sebagai pembimbing yang telah memberikan arahan, bimbingan dan menyediakan waktunya sejak dari perencanaan dan pelaksanaan penelitian hingga penulisan tesis. 2. Dr. Dewi Sukma, SP., MSi. sebagai penguji luar komisi, atas kritik, saran dan masukannya yang sangat bermanfaat dalam penyusunan tesis ini. 3. Dr. Ir. Trikoesoemaningtyas, MSc sebagai Ketua Mayor Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman Sekolah Pascasarjana IPB dan Dr. Ir. Darda Efendi, MS selaku Sekretaris Mayor Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman Sekolah Pascasarjana IPB. 4. Program Hibah Pasca LPPM IPB yang telah mendanai penelitian ini. 5. Kementerian Negara Riset dan Teknologi yang telah memberikan beasiswa melalui Program Beasiswa Pascasarjana KMNRT tahun Kepala Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI dan Kepala Bidang Biak Sel dan Jaringan yang telah memberikan ijin untuk melanjutkan pendidikan pascasarjana di IPB. 7. Kepala Balai Besar Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian (BB- Biogen) yang telah memberikan ijin penggunaan fasilitas pada Laboratorium Biologi Molekuler. 8. Teknisi Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman (Ibu Juariah) dan Laboratorium Mikroteknik Tumbuhan Dep. AGH IPB (Bp. Joko Mulyono) atas segala bantuannya selama penelitian. 9. Ibunda, Ayahanda, kakak kakak tercinta serta suami dan ananda tercinta atas semua doa dan dukungannya selama menempuh studi. 10. Karyanti, SP atas kebersamaannya dalam menyelesaikan penelitian ini baik dalam suka maupun duka. 11. Rekan rekan sejawat PBT angkatan 2010 atas kebersamaannya selama perkuliahan. Semoga karya tulis ini dapat bermanfaat. Bogor, Januari 2013 Aida Wulansari

11 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Semarang pada tanggal 15 Januari 1977 dari ayah Sunarto dan ibu Sri Mulyani. Penulis merupakan putri bungsu dari tiga bersaudara. Pendidikan sarjana ditempuh di Fakultas Biologi UGM, lulus pada tahun Pada tahun 2010, penulis mendapatkan Beasiswa dari Kementrian Negara Riset dan Teknologi untuk melanjutkan program master pada program studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman Sekolah Pascasarjana IPB. Penulis bekerja sebagai peneliti di Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI sejak tahun Bidang penelitian yang menjadi tanggung jawab penulis adalah Biak Sel dan Jaringan Tanaman.

12 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... xi DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR LAMPIRAN... xiii PENDAHULUAN Latar Belakang... 1 Tujuan Penelitian... 3 Hipotesis... 3 Kerangka Pemikiran... 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Karakteristik Jeruk Siam... 5 Kultur Protoplas... 6 Embriogenesis Somatik... 7 Induksi Keragaman Genetik... 8 Induksi Mutasi... 9 Analisis Keragaman Genetik Penyambungan (grafting) Tanaman BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Pertumbuhan Kalus Embriogenik Hasil Kultur Protoplas Respon Kalus Setelah Iradiasi Sinar Gamma Regenerasi Kalus Hasil Iradiasi Sinar Gamma Analisis Keragaman Berdasarkan Karakter Morfologi Analisis Keragaman Berdasarkan Penanda Molekuler (ISSR) Penyambungan Secara In Vitro dan Ex Vitro PEMBAHASAN UMUM SIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 73

13 DAFTAR TABEL Halaman 1 Susunan basa delapan primer ISSR Pengamatan morfologi dan pertumbuhan kalus empat minggu setelah subkultur (MSK) Pengaruh iradiasi sinar gamma terhadap jumlah embrio somatik, jumlah embrio berkecambah serta jumlah planlet Persentase variasi morfologi daun pada planlet Kisaran, nilai rata-rata, ragam dan standar deviasi dari karakter kuantitatif planlet yang dihasilkan Ukuran dan kerapatan stomata planlet Tingkat keragaman morfologi 72 planlet berdasarkan analisis gerombol Jumlah pita hasil amplifikasi tiga primer ISSR Pertumbuhan planlet hasil penyambungan secara in vitro dan ex vitro umur dua bulan setelah penyambungan... 50

14 DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Kerangka pemikiran penelitian Kalus hasil kultur protoplas umur 4-5 tahun sejak inisiasi Alur penelitian Kalus awal perlakuan Batang atas dan batang bawah yang digunakan untuk penyambungan in vitro dan ex vitro Morfologi kalus empat minggu di media MW tanpa zat pengatur tumbuh Warna kalus empat minggu setelah iradiasi sinar gamma Persentase perubahan warna kalus empat minggu setelah iradiasi sinar gamma Pertambahan berat kalus empat minggu setelah iradiasi sinar gamma Penentuan dosis radiosensitivitas dengan kurva Gaussian Model berdasarkan persentase pertumbuhan kalu setelah perlakuan iradiasi sinar gamma Persentase kalus membentuk embrio somatik empat minggu pada media MW yang ditambah 0.5 mgl -1 ABA Morfologi kalus serta tahapan pendewasaan embrio somatik empat minggu pada media MW yang ditambah 0.5 mgl -1 ABA Persentase embrio somatik yang berkecambah empat minggu setelah ditanam di media MW yang ditambah 0.5 mgl -1 GA Morfologi embrio somatik yang sudah berkecambah serta morfologi kecambah yang terbentuk Morfologi daun pada planlet Tipe dan struktur stomata pada daun planlet jeruk siam Dendogram 16 planlet dari kalus tanpa iradiasi sinar gamma hasil analisis gerombol dengan metode UPGMA Dendogram 26 planlet dari kalus yang diiradiasi pada dosis 50 Gray hasil analisis gerombol dengan metode UPGMA Dendogram 30 planlet asal kalus yang diiradiasi pada dosis 60 Gray hasil analisis gerombol dengan metode UPGMA Morfologi tunas hasil perkecambahan biji jeruk siam secara in vitro serta 10 planlet jeruk siam hasil seleksi... 44

15 21 Dendogram hasil analisis gerombol dengan metode UPGMA terhadap 10 planlet hasil seleksi berdasarkan penanda morfologi Pola pita 10 planlet hasil seleksi berdasarkan tiga primer ISSR Dendogram hasil analisis gerombol dengan metode UPGMA terhadap 10 planlet yang dipilih dengan tunas wild type (K) berdasarkan penanda ISSR Penyambungan planlet dengan batang bawah JC Pengamatan anatomi pada daerah pertautan umur satu bulan setelah penyambungan secara ex vitro... 51

16 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Komposisi media MW Deskripsi jeruk siam Pontianak berdasarkan SK Menteri Pertanian... 76

17 PENDAHULUAN Latar Belakang Jeruk termasuk dalam 10 komoditas utama hortikultura yang telah ditetapkan Kementerian Pertanian sejak tahun Produksi jeruk nasional sekitar juta ton dengan luas areal Ha pada tahun 2010 (Kementan 2012). Indonesia memiliki tiga jenis jeruk lokal yang komersial, yaitu jeruk siam, jeruk keprok dan jeruk besar atau pamelo. Ketiga jenis jeruk tersebut memiliki potensi tinggi karena kemampuan adaptasinya yang baik terhadap beberapa kondisi iklim di Indonesia. Perkebunan jeruk siam mendominasi 75% dari total perkebunan jeruk nasional (Ashari & Hanif 2012). Jeruk siam umumnya dikenal sesuai dengan nama daerah penanamannya, seperti jeruk siam Pontianak, jeruk siam Banjar, jeruk siam Palembang, jeruk siam Medan dan lain-lain. Munculnya berbagai jenis tersebut terkait dengan luasnya penyebaran jeruk siam. Para pekebun di Indonesia lebih memilih varietas ini karena ukuran buahnya ideal, rasanya manis dan mampu beradaptasi di berbagai daerah di Indonesia. Menurut Ladaniya (2008), kriteria jeruk yang digemari konsumen sebagai konsumsi buah segar selain dari rasanya yang manis juga buahnya memiliki biji yang sedikit atau tanpa biji (seedless), mudah dikupas dan memiliki warna yang menarik. Jeruk siam memiliki keunggulan dari rasanya yang manis dan kulitnya yang tipis, namun masih memiliki biji yang relatif banyak (15 20 biji per buah) serta warna kulit yang kurang menarik, sehingga kalah bersaing dengan jeruk produksi negara lain. Peningkatan kualitas jeruk yang sesuai dengan keinginan pasar dapat dilakukan dengan pemuliaan. Bahan dasar terpenting dalam program pemuliaan adalah tersedianya keragaman genetik. Keragaman genetik yang luas dapat mengarah pada program pemuliaan yang efisien. Keragaman genetik dapat ditingkatkan dengan berbagai cara, yaitu introduksi, eksplorasi, hibridisasi atau persilangan, mutasi dan transformasi genetik. Jeruk termasuk tanaman tahunan sehingga peningkatan keragaman genetiknya terkendala oleh periode juvenil yang panjang. Salah satu strategi

18 2 yang dapat dilakukan untuk mempercepat peningkatan keragaman genetik adalah melalui induksi keragaman genetik secara in vitro atau variasi somaklonal. Keragaman genetik pada teknik in vitro lebih sering terjadi pada kultur protoplas dibandingkan teknik in vitro yang lainnya, karena adanya peluang fusi sel secara spontan (Veilleuex et al. 2005). Menurut Predieri (2001), keragaman genetik melalui variasi somaklonal dapat lebih ditingkatkan frekuensinya bila dikombinasikan dengan induksi mutasi fisik seperti iradiasi sinar gamma. Iradiasi dengan sinar gamma banyak digunakan karena memiliki daya tembus yang kuat sehingga frekuensi mutasinya tinggi dan aplikasinya lebih mudah dibandingkan mutagen fisik lainnya (Somsri et al. 2009). Iradiasi sinar gamma terhadap jeruk lokal di Indonesia telah dilakukan terhadap bibit jeruk keprok Garut, keprok SoE dan jeruk besar (Sutarto et al. 2009). Iradiasi sinar gamma pada jeruk siam secara in vitro belum pernah dilakukan, sehingga belum ada informasi tentang pengaruh iradiasi sinar gamma terhadap pertumbuhan dan regenerasi kalus jeruk siam serta tingkat sensitivitasnya. Perlakuan iradiasi sinar gamma terhadap kalus embriogenik memberikan keuntungan karena peluang untuk mendapatkan mutan solid lebih besar sehingga terhindar dari terbentuknya kimera. Mutan solid dapat diperoleh dari kalus embriogenik karena terdiri atas proembrio yang merupakan sel tunggal. Peningkatan keragaman genetik jeruk siam melalui variasi somaklonal pada kalus embriogenik hasil kultur protoplas yang diiradiasi dengan sinar gamma memberikan peluang keberhasilan yang tinggi, karena sistem regenerasi jeruk siam melalui embriogenesis somatik telah berhasil dilakukan oleh Husni et al. (2010), sehingga telah diketahui media terbaik dan konsentrasi zat pengatur tumbuh yang optimal untuk regenerasi menjadi tanaman. Penyambungan secara ex vitro (sambung pucuk) antara planlet hasil regenerasi kalus dengan batang bawah JC (Japansche Citroen) yang berasal dari biji juga telah berhasil dilakukan pada planlet jeruk hasil fusi protoplas (Husni 2010) dan planlet jeruk keprok Batu 55 (Merigo 2011) sehingga dapat mempercepat proses adaptasi planlet saat pemindahan ke media tanah.

19 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian secara umum adalah meningkatkan keragaman genetik tanaman jeruk siam Pontianak dengan menggunakan kalus hasil kultur protoplas yang diiradiasi sinar gamma. Tujuan penelitian secara khusus adalah (1) mendapatkan informasi tentang respon pertumbuhan dan regenerasi kalus setelah perlakuan iradiasi sinar gamma serta penentuan dosis radiosensitivitas kalus jeruk siam Pontianak hasil kultur protoplas, (2) mengevaluasi keragaman planlet mutan putatif secara morfologi dan secara molekuler. Hipotesis 1. Iradiasi sinar gamma pada berbagai dosis berpengaruh terhadap pertumbuhan dan kemampuan regenerasi kalus hasil kultur protoplas. 2. Karakterisasi secara morfologi dan molekuler dapat menunjukkan keragaman planlet mutan putatif yang diperoleh. Kerangka Pemikiran Peningkatan kualitas buah jeruk siam Pontianak yang sesuai dengan keinginan pasar dapat dilakukan dengan pemuliaan. Bahan dasar pemuliaan yang terpenting adalah tersedianya keragaman genetik yang luas, sehingga program pemuliaan menjadi lebih efisien. Keragaman genetik dapat diperluas dengan berbagai cara, yaitu introduksi, eksplorasi, hibridisasi atau persilangan, mutasi dan transformasi genetik. Jeruk termasuk tanaman tahunan sehingga peningkatan keragaman genetik terkendala oleh periode juvenil yang panjang. Salah satu strategi yang dapat dilakukan untuk mempercepat peningkatan keragaman genetik adalah melalui induksi keragaman genetik secara in vitro atau variasi somaklonal yang dikombinasikan dengan iradiasi sinar gamma. Kombinasi antara teknik in vitro dengan induksi mutasi sangat menguntungkan, karena teknik in vitro memungkinkan penyediaan populasi yang besar tanpa memerlukan areal yang luas sehingga biaya dapat ditekan. Tersedianya populasi yang besar pada mutagenesis merupakan prasyarat dasar untuk memperoleh varian.

20 Peningkatan keragaman genetik jeruk siam Pontianak melalui variasi somaklonal pada kalus embriogenik asal kultur protoplas yang dikombinasikan dengan perlakuan iradiasi sinar gamma memiliki peluang keberhasilan yang tinggi karena sistem regenerasi jeruk siam melalui embriogenesis somatik telah diperoleh dari penelitian sebelumnya (Husni et al. 2010). Skema kerangka pemikiran disajikan pada Gambar 1. Trend pasar buah jeruk konsumsi segar : rasa manis, tidak berbiji, mudah dikupas, warna kulit buah menarik Jeruk siam Pontianak : rasa manis, mudah dikupas, biji banyak, warna kulit buah tidak menarik Program pemuliaan tanaman Peningkatan kualitas buah jeruk siam Pontianak Ketersediaan keragaman genetik yang luas Kombinasi variasi somaklonal dan iradiasi sinar gamma Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian jeruk siam Pontianak dalam rangka peningkatan kualitas buah lokal.

21 TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Karakteristik Jeruk Siam Jeruk siam memiliki nama ilmiah Citrus nobilis var. microcarpa Lour. dan termasuk dalam genus Citrus serta famili Rutaceae. Spesies dalam Rutaceae secara umum memiliki empat karakteristik utama, yaitu : 1) memiliki kelenjar minyak ; 2) ovarium/bakal buah terletak menumpang diatas dasar bunga ; 3) terdapat titik-titik atau bercak berwarna terang pada daun ; dan 4) buah memiliki plasenta aksil. Famili Rutaceae terbagi lagi menjadi enam sub-famili, salah satunya adalah Aurantioideae, termasuk didalamnya Citrus (Davies & Albrigo 1994). Taksonomi jeruk sangat rumit, membingungkan dan kontroversial karena heterogenitas genetik di dalam genusnya, adanya poliembrioni dan lamanya waktu yang diperlukan untuk seleksi dan rekombinasi (Baig et al. 2009). Buah jeruk siam memiliki ciri khas yaitu kulitnya tipis, mengkilap dan melekat pada dagingnya. Ukuran buahnya ideal, tidak terlalu besar dan juga tidak terlalu kecil. Kulit buahnya berwarna hijau kekuningan dan permukaannya halus. Jeruk siam yang paling populer di masyarakat adalah jeruk siam Pontianak, walaupun jeruk siam juga dihasilkan di daerah lainnya seperti Garut, Banjar, Medan dan Palembang. Banyaknya nama jeruk siam yang muncul di berbagai daerah berdasarkan tempat tumbuhnya menggambarkan luasnya penyebaran jeruk ini. Perbedaan antar jeruk siam sendiri tidak jelas, kalaupun ada perbedaan merupakan akibat dari proses adaptasi terhadap tempat tumbuhnya (Setiawan & Trisnawati 1999). Tanaman jeruk siam berbunga sepanjang tahun, tidak mengenal musim, sehingga buahnya selalu tersedia setiap saat. Tiap kuntum bunga berkelamin jantan dan betina. Penyerbukannya dibantu oleh serangga, atau dapat pula merupakan penyerbukan sendiri yaitu putik dibuahi oleh serbuk sari dari bunga yang sama dalam satu tanaman atau merupakan penyerbukan silang, yaitu putik dibuahi oleh serbuk sari dari bunga yang berbeda dalam satu tanaman atau dari tanaman yang lainnya (Ortiz 2002). Jeruk memiliki reproduksi biologi yang unik, yaitu adanya apomiksis atau embrio nuselar. Menurut den Nijs dan van Dijk (1993), apomiksis secara luas

22 didefinisikan sebagai reproduksi aseksual melalui biji, dan embrio yang terbentuk bukan hasil fertilisasi gamet. Istilah nucellar embryony atau embrio nuselar pada biji jeruk merujuk kepada perkembangan embrio dari jaringan maternal yang disebut nuselus yang terletak di sekeliling kantung embrio. Embrio nuselar terkait pula dengan istilah poliembrioni (terbentuknya banyak embrio dalam satu biji), sehingga saat biji jeruk berkecambah akan dihasilkan banyak kecambah (Kepiro & Roose 2007). Kultur Protoplas Dinding sel pada tanaman dapat dihilangkan secara mekanik maupun secara enzimatis. Proses ini menghasilkan sel telanjang yang disebut protoplas. Protoplas tersebut dapat bertahan hidup pada media isotonik (Neumann et al. 2009). Isolasi protoplas melalui pemisahan secara mekanik dilakukan dengan cara memotong jaringan tanaman sehingga protoplas akan keluar dengan sendirinya. Teknik ini hanya menghasilkan protoplas dalam jumlah yang terbatas. Teknik degradasi dinding sel secara enzimatis kemudian menggantikan teknik mekanik karena dapat menghasilkan lebih banyak protoplas (Davey et al. 2010). Secara enzimatis, jenis dan konsentrasi enzim yang digunakan sangat mempengaruhi protoplas yang diperoleh. Dinding sel yang masih muda biasanya terdiri dari pektin dan selulosa, sehingga enzim yang paling baik digunakan adalah pectinase atau macerozyme dan cellulase. Enzim pectinase atau macerozyme berfungsi untuk menghancurkan lamela tengah yang tersusun dari senyawa pektin sehingga sel akan terpisah satu dengan yang lainnya. Proses ini biasa disebut maserasi sel. Fungsi enzim cellulase adalah menghancurkan dan melisiskan penebalan primer dari dinding sel yang tersusun atas selulosa (Riyadi 2006). Protoplas dapat diisolasi dari berbagai tipe eksplan. Protoplas dalam jumlah banyak hanya dapat diisolasi dari daun yang masih muda dan kalus atau kultur sel yang sedang aktif pertumbuhannya. Daun yang berasal dari tunas in vitro akan memberikan hasil isolasi dan kultur protoplas yang lebih konsisten dibandingkan daun yang berasal dari tanaman di rumah kaca atau di lapang.

23 Isolasi protoplas pada kalus atau kultur sel lebih baik dilakukan pada fase logaritmik (Liu 2005). Keberhasilan penggunaan protoplas dalam program pengembangan dan perbaikan tanaman membutuhkan metode yang efektif dan efisien untuk regenerasi protoplas menjadi tanaman. Berbagai kajian telah dilakukan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang terkait dengan genotipe untuk mengetahui kemampuan regenerasi dari protoplas menjadi tanaman (Wisniewska & Sawka 2008). Regenerasi protoplas melalui jalur embriogenesis somatik menghasilkan frekuensi pembentukan tanaman yang tinggi. Protokol regenerasi tersebut terdiri dari tiga komponen penting, yaitu pembelahan protoplas dan efisiensi plating, perkembangan embrio somatik menjadi planlet serta kemampuan bertahan hidup setelah dipindahkan ke kondisi ex vitro (Wang et al. 2008). Embriogenesis Somatik Istilah embriogenesis somatik menggambarkan proses perkembangan sel somatik yang menghasilkan suatu struktur bipolar yang secara morfologi sangat mirip dengan embrio zigotik. Tahapan perkembangannya juga sama dengan tahapan perkembangan pada embrio zigotik yaitu melalui tahap globular, jantung, torpedo dan kotiledonari. Induksi embrio somatik juga melibatkan lintasan genetik yang sama dengan embrio zigotik. Embrio somatik tersebut kemudian tumbuh menjadi tanaman normal yang menghasilkan bunga dan biji (Neumann et al. 2009; Mujib et al. 2005). Embriogenesis somatik atau aseksual merupakan suatu fenomena yang secara alami dapat terjadi. Pada genus Citrus selain terbentuk embrio zigotik, terdapat embrio tambahan yaitu embrio nuselar yang merupakan perkembangan sel-sel pada jaringan nuselus atau integumen bagian dalam (Ammirato 1983). Menurut George et al. (2008), regenerasi tanaman secara in vitro melalui embriogenesis somatik terdiri atas lima tahap, yaitu : 1) inisiasi kultur embriogenik, dengan cara mengkulturkan eksplan pada media dengan zat pengatur tumbuh terutama auksin atau sering juga ditambah sitokinin ; 2) proliferasi kultur embriogenik, pada media padat atau media cair dengan penambahan zat pengatur tumbuh yang sama dengan tahap inisiasi ; 3) pre-

24 maturasi embrio somatik, pada media tanpa zat pengatur tumbuh atau dengan konsentrasi zat pengatur tumbuh yang lebih rendah, keadaan ini akan menghambat proliferasi dan merangsang pembentukan embrio somatik dan perkembangan awal ; 4) pendewasaan atau maturasi embrio somatik, dilakukan dengan menggunakan media yang ditambahkan ABA atau zat pengatur tumbuh lain yang dapat menurunkan potensial osmotik ; dan 5) regenerasi tanaman, pada media tanpa zat pengatur tumbuh. Induksi embriogenesis somatik pada tanaman jeruk telah berhasil dilakukan dengan menggunakan berbagai eksplan, seperti jaringan nuselus pada Citrus sinensis cv. Valencia (Souza et al. 2011), Citrus suhuensis (Agisimanto et al. 2012) dan embrio muda jeruk siam (Husni et al. 2010), potongan daun pada Citrus aurantifolia dan Citrus sinensis (Mukhtar et al. 2005), anther pada Citrus reticulata (Benneli et al. 2010) serta jaringan ovul yang belum dibuahi pada jeruk manis (Cardoso et al. 2011). Regenerasi tanaman jeruk hasil kultur protoplas maupun hasil fusi protoplas melalui embriogenesis somatik juga telah berhasil dilakukan (An et al. 2008; Husni 2010; Grosser & Gmitter 2011). Penguasaan terhadap sistem regenerasi secara in vitro melalui jalur embriogenesis somatik sangat menguntungkan untuk studi rekayasa genetika. Embrio somatik berasal dari satu sel, sehingga perubahan genetik yang terjadi akibat mutasi maupun transformasi gen akan menghasilkan mutan yang utuh tanpa terjadi kimera. Embrio somatik juga dapat dengan mudah dan cepat dilipatgandakan jumlahnya sehingga ketersediaan materi untuk rekayasa genetika menjadi tidak terbatas (Feher et al. 2003). Induksi Keragaman Genetik Langkah awal dari suatu kegiatan pemuliaan adalah memperoleh keragaman genetik yang luas dari tanaman yang akan dimuliakan. Proses seleksi akan menjadi lebih efisien apabila suatu populasi memiliki keragaman yang tinggi. Kegiatan pemuliaan dimulai dengan pemilihan genotipe yang memiliki karakter yang diinginkan dari berbagai keragaman yang sudah ada atau dengan membuat keragaman baru dengan cara mutasi jika tidak tersedia plasma nutfahnya di alam (Acquaah 2007).

25 Keragaman genetik dapat diperoleh akibat teknik kultur sel dan jaringan tanaman, yang disebut keragaman atau keragaman somaklonal. Keragaman somaklonal yang terjadi seringkali bersifat epigenetik, tidak stabil dan tidak diwariskan. Keragaman tersebut juga dapat bersifat genetik, stabil dan diwariskan, sehingga memiliki potensi yang besar dalam program perbaikan tanaman (Orbovic et al. 2008). Beberapa faktor yang mempengaruhi keragaman somaklonal adalah latar belakang genetik, sumber eksplan, komposisi media serta umur kultur. Soedjono (2003) mengemukakan bahwa pada umumnya setiap siklus regenerasi menghasilkan 1 3% keragaman somaklonal, meskipun tingkat perbedaannya 0 100%. Brar dan Jain (1998) menyatakan bahwa untuk memperoleh keragaman somaklonal maka dapat dilakukan beberapa pendekatan : 1) induksi dan pertumbuhan kalus atau suspensi sel pada beberapa siklus; 2) regenerasi tanaman dari kultur yang telah lama; 3) seleksi pada tanaman regeneran untuk karakter tertentu seperti toleran terhadap cekaman biotik dan abiotik dengan menggunakan patho-toksin, herbisida; 4) seleksi pada tanaman varian selama beberapa generasi; dan 5) multiplikasi tanaman varian yang sudah stabil untuk menghasilkan galur baru. Menurut Jain (2001), regenerasi tanaman melalui organogenesis atau embriogenesis mempunyai potensi untuk terjadinya ketidakstabilan genetik, terutama bila regenerasi terjadi melalui tahap pembentukan kalus, suspensi sel atau kultur protoplas. Keragaman somaklonal pada kultur protoplas berbagai spesies tanaman, telah banyak ditemukan dan diamati. Keragaman somaklonal yang telah diperoleh dari kultur protoplas antara lain perubahan morfologi daun dan bunga, fertilitas, peningkatan ketahanan terhadap penyakit dan keragaman pada produksi metabolit sekunder (Veilleuex et al. 2005). Induksi Mutasi Penggunaan teknik kultur jaringan yang dikombinasikan dengan induksi mutagenik ataupun tanpa induksi mutagenik telah banyak digunakan dengan tujuan memperbaiki tanaman melalui peningkatan keragaman genetik dan melakukan seleksi terhadap mutan sebagai sumber potensial untuk menghasilkan

26 kultivar baru (Orbovic et al. 2008). Kombinasi antara teknik in vitro dengan induksi mutasi sangat menguntungkan, karena teknik in vitro memungkinkan penyediaan populasi yang besar tanpa memerlukan areal yang luas sehingga biaya dapat ditekan. Tersedianya populasi yang besar untuk mutagenesis merupakan prasyarat dasar untuk memperoleh varian (Ahloowalia & Maluszynski 2001). Sumber keragaman untuk pemuliaan tanaman hampir sebagian besar berasal dari mutasi. Adanya mutasi akan menciptakan keragaman baru, sedangkan hibridisasi atau persilangan menghasilkan keragaman yang sudah ada dari tetuanya. Mutasi didefinisikan sebagai perubahan materi genetik yang dapat diwariskan. Perubahan pada sekuen DNA akan mengakibatkan perubahan kode genetik. Keseluruhan proses yang menyebabkan timbulnya berbagai macam mutasi disebut mutagenesis (van Harten 1998). Pemuliaan mutasi dapat digunakan untuk memperbaiki karakter tertentu pada kultivar yang sudah unggul dengan tetap mempertahankan ciri genetik dan karakter karakter unggulnya (Sleper & Poelhman 2006). Mutasi dapat terjadi secara spontan atau alami maupun dengan induksi. Secara alami semua makhluk hidup mengalami mutasi, hanya levelnya saja yang berbeda. Mutasi spontan adalah mutasi yang terjadi tanpa diketahui penyebabnya, terjadi secara acak dan tidak diketahui kapan terjadinya. Mutasi ini terjadi sebagai hasil proses alami di dalam sel seperti kesalahan pada saat replikasi DNA. Kesalahan replikasi DNA mencapai 1 per 10 2 gen yang bereplikasi. Namun karena adanya mekanisme perbaikan, maka laju mutasi akibat kesalahan replikasi DNA menjadi sekitar 1 per 10 8 sampai 10 9 lokus. Mutasi spontan terjadi pada laju yang sangat rendah dan beragam pada setiap organisme (van Harten 1998). Mutasi induksi adalah mutasi yang telah diketahui agen penyebabnya. Laju mutasi induksi lebih tinggi dibandingkan mutasi spontan. Mutagen fisik dan kimia diketahui dapat meningkatkan laju mutasi ratusan bahkan sampai ribuan kali dibandingkan mutasi spontan. Laju mutasi yang optimal untuk kegiatan pemuliaan adalah sekitar 1 per 10 4 lokus (Broertjes & van Harten 1988; van Harten 1998). Penelitian mutagenesis menggunakan mutagen fisik seperti sinar X, sinar gamma, netron cepat, ultra violet dan laser telah banyak dikerjakan. Keuntungan

27 penggunaan mutagen fisik antara lain dosis dapat diukur secara akurat, reprodusibel dan daya penetrasi yang seragam dan kuat pada sistem multiseluler terutama bila digunakan sinar gamma (Jain 2005). Faktor kunci dalam iradiasi bahan tanaman adalah dosis iradiasi, yaitu jumlah energi radiasi yang diserap oleh bahan tanaman. Unit pengukuran dosis radiasi adalah Gray (Gy). Satu Gy sama dengan penyerapan 1 J energi per kilogram bahan tanaman. Dosis radiasi dibagi menjadi 3 kategori : tinggi (> 10 kgy), medium (1 sampai 10 kgy) dan rendah (< 1 kgy). Dosis tinggi digunakan untuk sterilisasi produk makanan, dan dosis rendah untuk menginduksi mutasi pada biji. Bahan tanaman yang berasal dari kultur in vitro biasanya digunakan dosis rendah, karena biasanya beratnya hanya beberapa miligram untuk jaringan dan beberapa mikrogram untuk suspensi sel (Ahloowalia & Maluszynski 2001). Tingkat keberhasilan iradiasi dalam meningkatkan keragaman populasi sangat ditentukan oleh radiosensitivitas tanaman (genotipe) yang diiradiasi karena tingkat radiosensitivitas antargenotipe dan kondisi tanaman saat diiradiasi sangat berkeragaman. Radiosensitivitas dapat diukur berdasarkan nilai LD 50 (lethal dose 50), yaitu tingkat dosis yang menyebabkan kematian 50% dari populasi tanaman yang diiradiasi. Dosis optimal dalam induksi mutasi yang menimbulkan keragaman dan menghasilkan mutan terbanyak biasanya terjadi di sekitar LD 50. Selain LD 50, radiosensitivitas juga dapat diamati dari adanya hambatan pertumbuhan atau Growth Reduction 50 (GR 50 ), yaitu dosis yang menyebabkan penurunan pertumbuhan 50% pada bahan tanaman hasil iradiasi (Amano 2004). Analisis Keragaman Genetik Keragaman genetik tanaman yang terjadi akibat induksi mutasi dapat diamati secara langsung melalui morfologi tanaman, jaringan tanaman, biokimia (protein atau isozim), analisis sitologi/histologi atau secara tidak langsung dengan marka molekuler atau DNA (Brar 2002). Terdapat dua kategori marka atau penanda yang umum digunakan peneliti, yaitu morfologi dan molekuler, keduanya merupakan hasil dari adanya perbedaan genotipe atau perbedaan sekuen DNA.

28 Penanda morfologi dapat dengan mudah diidentifikasi, terkait dengan karakter tertentu namun membutuhkan waktu yang lama dan sangat dipengaruhi oleh lingkungan. Penanda molekuler bersifat diwariskan dan terkait dengan karakter tertentu, dapat membedakan perubahan kecil pada tingkat asam nukleat, cepat dan tidak dipengaruhi oleh lingkungan (McCaskill & Giovannoni 2002). Menurut Chawla (2002), suatu penanda harus bersifat polimorfik, artinya penanda tersebut memiliki bentuk yang berbeda, sehingga dapat membedakan kromosom yang membawa gen mutan dengan kromosom yang membawa gen normal. Polimorfisme tersebut dapat dideteksi melalui 3 tingkatan, yaitu: perbedaan fenotipik (morfologi), perbedaan protein yang dihasilkan (biokimia) atau perbedaan sekuen atau urutan nukleotida pada rantai DNA (molekuler). Pemilihan teknik molekuler yang tepat, disesuaikan dengan materi genetik yang digunakan, jenis studi genetik dan tujuan yang ingin dicapai. Selain itu, ketersediaan alat yang dimiliki suatu laboratorium dan dana yang tersedia merupakan hal utama yang harus dipertimbangkan sebelum memilih marka yang sesuai. Tidak ada penanda yang paling unggul penggunaannya diantara penanda yang ada, masing-masing memiliki kelebihan dan juga kekurangan. Penggunaan kombinasi beberapa penanda membuat survei genom menjadi lebih lengkap (Biswas et al. 2010). Penanda molekuler Inter Simple Sequence Repeat (ISSR) merupakan penanda yang berkembang lebih akhir dibanding RAPD dan RFLP. ISSR memiliki reproducibility yang tinggi. Hal ini mungkin karena primer yang digunakan lebih panjang (16 25 mers) daripada RAPD yang reproducibility-nya rendah. Penanda ISSR itu lebih cepat, lebih murah, memerlukan jumlah DNA yang sedikit, mampu melakukan pendeteksian genetik polimorfisme tanpa perlu lebih dahulu mengetahui susunan basa (sekuens) dari genomik tumbuhan. Susunan basa yang berulang ditemukan secara luas dan menyebar di seluruh genom serta memiliki polimorfisme yang tinggi (Rahayu & Handayani 2010). ISSR (Inter Simple Sequence Repeat) merupakan penanda yang banyak digunakan dan lebih konsisten untuk menganalisis keragaman genetik serta dapat menunjukkan keterkaitan antara fragmen polimorfik yang teramplifikasi dengan karakter morfologi atau karakter agronomi lainya (Dongre et al. 2007).

29 Penanda ISSR telah banyak digunakan pada tanaman jeruk antara lain untuk mempelajari hubungan filogenetik pada plasma nutfah jeruk (Fang et al. 1998; Shahsavar et al. 2007; Kumar et al. 2010; Marak & Laskar 2010), untuk mengidentifikasi bibit zigotik dan nuselar hasil persilangan interspesies (Golein et al. 2011), untuk membedakan antara aksesi grapefruit dan jeruk besar (Uzun et al. 2010), untuk mengidentifikasi jeruk hasil fusi protoplas (Husni 2010) serta untuk mengidentifikasi hubungan kekerabatan genetik jeruk Siam di Indonesia (Agisimanto et al. 2007; Martasari et al. 2012). Penyambungan (grafting) Tanaman Penyambungan adalah penggabungan dua bagian tanaman yang berbeda sehingga menjadi satu tanaman yang utuh dan mampu tumbuh setelah terjadi regenerasi jaringan pada bekas luka sambungannya. Penyambungan umum dilakukan untuk memperbaiki kualitas dan kuantitas hasil tanaman khususnya pada tanaman buah buahan, tanaman perkebunan dan tanaman hias (Mangoendidjojo 2003). Penyambungan pada tanaman jeruk sudah umum dilakukan terutama untuk peningkatan kualitas buah jeruk serta hasil buah per pohon (Syah et al. 2000; Putri et al. 2006), meningkatkan resistensi terhadap hama dan penyakit tertentu serta respon terhadap berbagai cekaman lingkungan tumbuhnya (Susanto et al. 2010). Menurut Ollitrault (1990), penyambungan ex vitro pada tanaman jeruk perlu dilakukan sebagai kelanjutan perbanyakan in vitro yang sering kali membutuhkan waktu yang lama untuk tahap aklimatisasi serta adanya karakter juvenil pada planlet hasil embriogenesis somatik yang menjadi salah satu hambatan dalam perbanyakan bibit jeruk. Penyambungan secara ex vitro dapat mempersingkat dan mengurangi tahapan in vitro seperti induksi perakaran, hardening dan aklimatisasi karena planlet sebagai batang atas tidak perlu memiliki akar. Penyambungan selain dapat dilakukan di lapang atau ex vitro juga dapat dilakukan secara in vitro dalam kondisi aseptik. Keunggulan penggunaan sambung mikro (micrografting) adalah dapat mempersingkat waktu penyediaan bibit sambung, menghasilkan tanaman bebas penyakit, tanaman lebih seragam,

30 dan dapat diproduksi dalam jumlah yang banyak serta rendahnya inkompatibilitas karena tingkat kompatibilitas sambungan dapat diketahui secara dini (Mathius et al. 2006). Penelitian penyambungan ex vitro dan in vitro pada jeruk kalamondin menunjukkan bahwa penyambungan secara ex vitro memiliki daya tumbuh lebih baik daripada penyambungan in vitro (Devy et al. 2011). Penyambungan ex vitro pada planlet jeruk hasil fusi protoplas (Husni 2010) serta planlet hasil embriogenesis somatik jeruk keprok Batu 55 (Merigo 2011) juga telah berhasil dilakukan.

31 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan dari bulan Oktober 2011 sampai September Kultur in vitro dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman Fakultas Pertanian IPB. Iradiasi sinar gamma dilakukan di Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Isotop dan Radiasi, Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), Pasar Jumat, Jakarta. Analisis molekuler dilaksanakan di Laboratorium Biologi Molekuler Balai Besar Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian (BB-Biogen), Kementerian Pertanian, Bogor. Bahan dan Alat Eksplan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kalus embriogenik hasil kultur protoplas jeruk siam yang diperoleh dari penelitian sebelumnya oleh Husni et al (2008). Kalus tersebut telah berumur 4 5 tahun sejak inisiasi dan dilakukan subkultur setiap bulan untuk menjaga viabilitasnya (Gambar 2). (A) (B) Gambar 2 Kalus hasil kultur protoplas yang berumur 4 5 tahun sejak inisiasi. (A) Morfologi kalus, (B) Struktur kalus secara mikroskopis pada perbesaran 10 kali. Media dasar yang digunakan adalah media MW (Morel dan Wetmore) (Husni et al. 2010), yang terdiri dari unsur makro MS (Murashige dan Skoog), unsur mikro MS dan vitamin MW. Zat pengatur tumbuh yang digunakan yaitu ABA (Abscisic Acid) dan GA 3 (Gibberelic Acid). Selain itu, digunakan bahan dan alat untuk teknik kultur jaringan, analisis stomata dan analisis ISSR.

32 54 Metode Penelitian Penelitian ini terdiri dari lima tahap, yaitu : 1) Proliferasi kalus embriogenik hasil kultur protoplas; 2) Induksi mutasi dengan iradiasi sinar gamma; 3) Regenerasi kalus melalui jalur embriogenesis somatik; 4) Evaluasi keragaman genetik dan 5) Penyambungan planlet dengan batang bawah. Bagan alur penelitian disajikan pada Gambar 3. TAHAP 1 Pengamatan : Morfologi kalus Berat & diameter kalus TAHAP 2 Pengamatan : Morfologi kalus Pertambahn berat kalus Perbanyakan kalus hasil kultur protoplas (Umur kalus antara 4 5 tahun) Induksi mutasi iradiasi sinar gamma Dosis : Gray Output : Kalus embriogenik Output : Dosis radiosensitivas kalus jeruk siam TAHAP 3 Pengamatan : Jumlah dan persentase embrio somatik yang terbentuk Jumlah dan persentase embrio somatik yang berkecambah TAHAP 4 Pengamatan Morfologi : Jumlah,warna, tepi & bentuk daun Tinggi tunas Jumlah cabang Analisis molekuler ( ISSR) : Jumlah & pola pita polimorfik TAHAP 5 Pengamatan : Jumlah daun baru Tinggi batang atas Regenerasi melalui jalur embriogenesis somatik : a. Pendewasaan embrio somatik b. Perkecambahan embrio somatik Evaluasi keragaman genetik : Analisis keragaman karakter morfologi dan analisis ISSR Penyambungan planlet dengan batang bawah Output : Planlet hasil regenerasi kalus yang diradiasi Output : Planlet mutan putatif Output : Planlet mutan putatif hasil penyambungan Gambar 3 Alur penelitian induksi keragaman genetik melalui iradiasi sinar gamma pada kalus embriogenik hasil kultur protoplas jeruk siam Pontianak.

33 17 1 Proliferasi Kalus Embriogenik Hasil Kultur Protoplas Tujuan dari tahap ini adalah untuk perbanyakan kalus embriogenik hasil kultur protoplas yang telah ada. Media dasar yang digunakan merupakan media modifikasi MS yaitu media MW (Husni et al. 2010). Penanaman dilakukan pada laminar air flow cabinet. Setiap botol berisi lima kumpulan kalus embriogenik dengan diameter kalus cm atau berat g. Semua kultur disimpan di ruang kultur dengan suhu 25 0 C dan penyinaran selama 16 jam per hari. Perbanyakan kalus dilakukan selama 8 minggu. Pengamatan dilakukan setiap empat minggu terhadap pertumbuhan atau proliferasi kalus, meliputi : 1) morfologi kalus (warna dan struktur kalus); 2) bobot segar kalus (g) dan 3) diameter kalus (cm). 2 Induksi Mutasi dengan Iradiasi Sinar Gamma Kalus embriogenik hasil perbanyakan pada tahap sebelumnya dengan berat g disubkultur ke dalam cawan petri dan diradiasi pada gamma chamber Cobalt-60 dengan perlakuan dosis : 0, 10, 20, 30, 40, 50, 60, 70, 80, 90 dan 100 Gray (laju dosis : kgy/jam). Kalus hasil iradiasi sinar gamma kemudian langsung disubkultur ke media MW (Husni et al. 2010) tanpa zat pengatur tumbuh. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktor tunggal. Perlakuannya adalah 11 taraf dosis iradiasi sinar gamma. Setiap perlakuan terdiri atas 10 botol (10 ulangan) yang masing-masing botol berisi lima kumpulan kalus (Gambar 4). Perbedaan setiap perlakuan dianalisis menggunakan uji F pada taraf nyata 5%, dan uji lanjut DMRT (Duncan Multiple Range Test). (A) (B) Gambar 4 Kalus pada awal perlakuan. (A) Diameter kalus cm, (B) Tiap botol berisi lima kumpulan kalus.

34 18 Semua kalus diinkubasi di dalam ruang kultur bersuhu 25 0 C dengan penyinaran selama 16 jam per hari. Pengamatan dilakukan empat minggu setelah iradiasi sinar gamma, terhadap morfologi kalus dan pertambahan berat kalus. Penentuan dosis radiosensitivitas dilakukan dengan pendekatan Growth Reduction 50 (GR 50 ), yaitu dosis yang menyebabkan penurunan pertumbuhan 50% pada bahan tanaman hasil iradiasi (Amano 2004). Dosis radiosensitivitas kalus jeruk Siam asal kultur protoplas diperoleh dari analisis data pertumbuhan kalus dengan menggunakan perangkat lunak Curve Expert Regenerasi Kalus melalui Jalur Embriogenesis Somatik Kalus embriogenik yang telah diberikan perlakuan iradiasi sinar gamma, kemudian diregenerasikan melalui jalur embriogenesis somatik. Tahapan embriogenesis somatik pada penelitian ini yaitu : a. Pendewasaan Embrio Somatik Kalus embriogenik dari tahap dua yang telah membentuk proembrio disubkultur ke media pendewasaan embrio somatik yaitu media MW dengan penambahan 0.5 mgl -1 ABA (Husni et al. 2010). Pengamatan dilakukan setiap minggu selama empat minggu. Peubah yang diamati adalah persentase kumpulan kalus yang membentuk embrio somatik dan jumlah embrio somatik yang terbentuk (fase globular - kotiledon). b. Perkecambahan Embrio Somatik Embrio somatik yang telah dewasa (fase kotiledon) kemudian dipindahkan ke media perkecambahan yaitu media MW dengan penambahan 0.5 mgl -1 GA 3 (Husni et al. 2010). Pengamatan dilakukan setiap minggu selama empat minggu. Peubah yang diamati adalah persentase embrio somatik yang berkecambah dan jumlah kecambah yang dihasilkan. 4. Evaluasi Keragaman Genetik Tunas in vitro hasil perkecambahan embrio somatik kemudian disubkultur setiap empat minggu ke media MW (Husni et al. 2010) tanpa zat pengatur tumbuh sampai empat kali subkultur untuk pendewasaan tunas. Evaluasi keragaman

35 19 genetik dilakukan dengan karakterisasi secara morfologi dan secara molekuler dengan penanda ISSR. a. Karakterisasi morfologi Pengamatan dilakukan terhadap : Tinggi tunas (cm), pengukuran menggunakan mistar dari pangkal batang hingga pucuk Jumlah daun, penghitungan berdasarkan jumlah daun yang telah terbuka penuh Jumlah cabang Jumlah akar Bentuk, warna dan tepi daun Pengamatan terhadap bentuk, warna dan tepi daun dilakukan berdasarkan deskripsi yang dikeluarkan oleh IPGRI (1999). Analisis stomata Sampel yang digunakan adalah daun yang berasal dari planlet yang telah tumbuh sempurna. Pengamatan stomata dilakukan pada irisan paradermal. Metode analisis stomata menggunakan sediaan preparat segar (Mulyono 2011). Sampel daun dipotong dengan ukuran 0.2 x 0.2 cm, kemudian bagian bawah daun ditempelkan pada selotip yang panjangnya + 2 cm. Daun dikupas secara perlahan dengan menggunakan pisau silet dan sedikit air, sampai terbentuk lapisan tipis dan terlihat transparan. Lapisan tipis yang tertinggal pada selotip merupakan lapisan epidermis daun. Kemudian selotip tersebut diletakkan di atas gelas preparat dan ditutup dengan gelas penutup, selanjutnya diamati di bawah mikroskop. Pengamatan dilakukan di bawah mikroskop pada perbesaran 400 kali. Luas bidang pandang mikroskop pada perbesaran 400 kali adalah mm 2. Pengamatan dilakukan terhadap jumlah stomata dan ukuran stomata. Pengamatan jumlah stomata pada setiap daun dilakukan pada 3 bidang pandang yang berbeda. Jumlah stomata setiap perlakuan merupakan rata-rata jumlah stomata dari 3 daun. Ukuran stomata setiap perlakuan merupakan rata-rata ukuran stomata dari 3 daun. Tiap daun diukur 5 stomata secara acak.

36 20 b. Analisis Molekuler dengan Penanda ISSR Sampel daun diambil dari planlet hasil karakterisasi morfologi. Tahapan analisis ISSR : isolasi DNA dengan menggunakan metode Doyle dan Doyle (1990); uji kualitas DNA berdasarkan metode Sambrook et al. (1989) serta optimasi program PCR dan amplifikasi DNA berdasarkan penelitian Martasari et al. (2012). Primer ISSR yang digunakan berasal dari penelitian sebelumnya oleh Husni (2010), sebanyak delapan primer yaitu ISSR-1 sampai ISSR-8 (Tabel 1). Tabel 1 Susunan basa delapan primer ISSR yang digunakan No Nama Primer Susunan Basa 1 ISSR-1 5 -CAACACACACACACACA-3 2 ISSR-2 5 -ACACACACACACACACCA-3 3 ISSR-3 5 -ACACACACACACACACTG-3 4 ISSR-4 5 -TAATCCTCCTCCTCCTCC-3 5 ISSR-5 5 -TCCTCCTCCTCCTCCGC-3 6 ISSR-6 5 -CGTTCCTCCTCCTCCTCC-3 7 ISSR-7 5 -GTGTGTGTGTGTGTGTTC-3 8 ISSR-8 5 -AGAGAGAGAGAGAGAGTC-3 Isolasi DNA Total Isolasi DNA dilakukan dengan metode CTAB (Cetyl Trimetyl Ammonium Bromide). Daun sebanyak 0.5 g dimasukkan ke dalam mortar yang berisi nitrogen cair, kemudian digerus sampai hancur. Buffer ekstraksi CTAB sebanyak µl ditambahkan ke dalam mortar dan digerus hingga merata. Sampel dipindahkan ke dalam 1.5 ml microtube menggunakan pipet, kemudian microtube direndam dalam waterbath bersuhu 65 0 C selama 30 menit. Sampel selanjutnya diinkubasi di suhu ruang selama 10 menit. Sampel kemudian ditambah CIA (Chloroform : Isoamylalcohol 24:1) sebanyak µl dan dibolak-balik secara perlahan hingga tercampur merata. Sampel disentrifugasi dengan kecepatan rpm pada suhu 4 0 C selama menit. Larutan DNA yang berwarna bening di bagian atas akan memisah dari larutan chloroform yang tercampur dengan bagian sel yang lainnya (berwarna hijau). Fase atas tersebut ( µl) dipindahkan ke

37 21 microtube baru. Isopropanol dingin sebanyak 1x volume sampel ditambahkan ke dalam microtube dan dibolak-balik secara perlahan. Sampel kemudian diinkubasi di suhu ruang selama 10 menit, selanjutnya disentrifugasi dengan kecepatan rpm pada suhu 4 0 C selama menit. Fase atas dibuang, dan endapan DNA di dasar microtube dicuci dengan 70% ethanol. Endapan DNA dikeringanginkan di suhu ruang selama menit, kemudian dilarutkan dengan µl air bebas ion untuk dijadikan stok DNA dan disimpan pada suhu C. Uji Kualitas DNA Uji kualitas DNA dilakukan dengan menggunakan larutan agarose 0.8% dan dielektroforesis dalam larutan buffer TAE 1X yang dialirkan arus listrik dari muatan negatif ke muatan positif selama 50 menit pada voltase 50 volt. Konsentrasi DNA total dapat diperkirakan berdasarkan hasil elektroforesis yaitu dengan cara membandingkan DNA total dengan lamda DNA. Amplifikasi DNA dengan PCR Reaksi amplifikasi PCR dilakukan menggunakan 25 µl yang terdiri dari 1 µl DNA, 2 µl primer (40 µm), 1 µl dntp (10 mm), 0.2 µl DNA Taq polymerase (5 unit/µl), 3 µl buffer PCR, 1.5 µl MgCl 2 (25 mm) dan 16.3 µl air bebas ion. Denaturasi awal dilakukan pada suhu 94 0 C selama 3 menit. Tahapan PCR meliputi 35 siklus, yaitu denaturasi awal pada suhu 94 0 C selama 54 detik, annealing pada suhu 43 0 C selama 45 detik dan ekstensi pada suhu 72 0 C selama 2 menit. Siklus PCR diakhiri dengan satu siklus ekstensi akhir pada suhu 72 0 C selama 5 menit (Martasari et al. 2012). Visualisasi Hasil PCR Elektroforesis dilakukan untuk mengetahui hasil amplifikasi DNA dengan menggunakan PCR, dilakukan melalui elektroforesis horizontal dengan 1.8% agarose yang dilarutkan dalam 100 ml buffer TAE 1X, pada tegangan 57 voltase selama 3 jam. Selanjutnya gel direndam dalam 0.5 µg/ml EtBr dalam ruang gelap

38 22 selama 15 menit dan dibilas dalam H 2 O selama 10 menit. Visualisasi dilakukan di atas lampu UV dengan menggunakan alat BiodocAnalyze. c. Analisis Data Hasil Evaluasi Keragaman Genetik Data hasil pengamatan morfologi dan molekuler dianalisis dengan menggunakan program NTSYSpc (Numerical Taxonomy and Multivariate Analysis System) versi 2.02 (Rohlf 1998). Karakter morfologi yang diamati, diasumsikan setara dengan jenis primer pada penanda molekuler, sedangkan sub karakter setara dengan lokus pita pada penanda molekuler. Data karakter morfologi tersebut diubah menjadi data biner dengan skoring data. Apabila karakter morfologi tidak dimiliki oleh regeneran maka diberikan nilai skor 0, sedangkan nilai skor 1 diberikan apabila regeneran memiliki karakter yang diamati. Pengamatan pada analisis molekuler (penanda ISSR) dilakukan terhadap pola pita hasil elektroforesis. Pengamatan ditujukan pada pola pita dengan jarak migrasi yang sama. Apabila pada jarak migrasi yang sama tidak terdapat pita, maka diberikan nilai skor 0. Sebaliknya apabila pada jarak migrasi tersebut terdapat pita, maka diberikan nilai skor 1. Koefisien kemiripan berdasarkan penanda morfologi, molekuler dan data gabungan dianalisis berdasarkan SIMQUAL (Similarity for Qualitative Data) pada program NTSYSpc versi Tingkat kemiripan dihitung menggunakan koefisien Dice. Analisis pengelompokan digunakan SAHN (Sequential Agglomerative Hierarchical and Nested) UPGMA (Unweighted Pair-Group Method with Arithmetic Average), disajikan dalam bentuk dendogram. 5 Penyambungan Planlet dengan Batang Bawah Tujuan dari tahap ini adalah mengetahui kemampuan planlet untuk tumbuh setelah dilakukan penyambungan dengan batang bawah secara in vitro (micrografting) dan secara ex vitro (sambung pucuk). Penyambungan secara in vitro dilakukan antara planlet dengan batang bawah JC (Japansche Citroen) yang berasal dari perkecambahan biji secara in vitro dan berumur + 3 bulan. Penyambungan secara ex vitro dilakukan antara

39 23 tunas regeneran in vitro dengan batang bawah JC yang berasal dari perkecambahan biji di polibag dan berumur + 9 bulan (Gambar 5). 1 2 (A) (B) (C) Gambar 5 Batang atas dan batang bawah yang digunakan untuk penyambungan in vitro dan ex vitro. A. (1) Tunas regeneran sebagai batang atas, (2) Batang bawah JC hasil perkecambahan in vitro; B. Tunas regeneran sebagai batang atas untuk sambung pucuk ex vitro; C. Batang bawah JC hasil perkecambahan biji di polibag / ex vitro Penyambungan dilakukan terhadap delapan planlet dari tiap dosis iradiasi. Parameter pengamatannya adalah : 1) tinggi planlet batang atas (cm), 2) jumlah daun baru yang terbentuk dan 3) persentase kemampuan tumbuh setelah penyambungan.

40 24

41 25 HASIL DAN PEMBAHASAN Pertumbuhan Kalus Embriogenik Hasil Kultur Protoplas Kalus yang digunakan berasal dari kultur protoplas dan telah berumur 4 5 tahun sejak inisiasi. Viabilitas kalus dipelihara dengan melakukan subkultur setiap empat minggu ke media MW (Morel dan Wetmore) tanpa zat pengatur tumbuh yang merupakan media optimal untuk pembentukan kalus embriogenik pada tanaman jeruk siam (Husni et al. 2010). Pengamatan empat minggu setelah ditanam dalam media tersebut, menunjukkan kalus masih mempunyai kemampuan proliferasi atau pertumbuhan dengan bertambahnya berat kalus dan diameter kalus. Kalus yang dihasilkan dikategorikan embriogenik, karena mengandung proembrio yang merupakan tahap perkembangan awal dari dua sel sampai delapan sel sebelum terbentuk globular (Feher et al. 2003). Setiap kalus (berat g) memiliki 5 10 proembrio, sehingga dalam tiap botol yang berisi lima kalus terdapat sekitar proembrio. Warna kalus secara umum adalah putih kekuningan dan bersifat friable atau remah (Gambar 6). Rata rata pertambahan berat kalus setelah empat minggu adalah 1.51 g sedangkan rata rata pertambahan diameter kalus adalah 0.38 cm. Artinya, bahwa kalus masih mampu tumbuh hampir dua kali lipat dari ukuran awal saat dilakukan subkultur ke media MW (Tabel 2). (A) (B) (C) Gambar 6 (A) Morfologi kalus pada empat minggu pengkulturan di media MW tanpa zat pengatur tumbuh, (B) Pertambahan diameter kalus, (C) Struktur kalus yang terdiri atas proembrio (tanda panah) secara mikroskopis pada perbesaran 20 kali.

42 26 Tabel 2 Pengamatan morfologi dan pertumbuhan kalus empat minggu setelah subkultur (MSK) Pengamatan 0 MSK 4 MSK Warna kalus Putih kekuningan Putih kekuningan Struktur kalus Remah Remah Berat kalus (g) Pertambahan berat kalus (g) Diameter kalus (cm) Pertambahan diameter kalus (cm) Sifat embriogenik kalus terkait dengan asal protoplas yang diisolasi dari kalus embriogenik dari jaringan nuselus jeruk siam. Protoplas yang diisolasi dari kalus embriogenik lebih mudah beregenerasi menjadi tanaman, karena memiliki potensi morfogenik yang tinggi (Fiuk et al. 2007). Protoplas dapat diisolasi dari berbagai jaringan atau organ tanaman, namun hasil isolasi protoplas yang terbaik pada kebanyakan tanaman diperoleh dari kalus embriogenik, seperti pada mawar (Kim et al. 2003), pohon kamfer atau Cinnamomum camphora L. (Du & Bao 2005), jahe (Guo et al. 2007), jeruk manis (Omar & Grosser 2008) dan pisang (Dai et al. 2010). Menurut Grosser dan Gmitter (2011), salah satu donor tetua pada fusi protoplas sebaiknya diisolasi dari kalus embriogenik, agar hasil fusi protoplas memiliki kemampuan untuk beregenerasi menjadi tanaman. Respon Kalus Setelah Iradiasi Sinar Gamma Perbedaan respon kalus pada berbagai taraf dosis dapat diamati pada minggu keempat setelah iradiasi sinar gamma. Pengamatan terhadap morfologi kalus menunjukkan bahwa struktur kalus pada semua dosis tidak mengalami perubahan, yaitu remah dan terdiri atas proembrio. Pengamatan terhadap warna kalus menunjukkan respon yang beragam. Pada kalus tanpa iradiasi (0 Gray) dan kalus yang diiradiasi pada beberapa dosis rendah (10, 30 dan 40 Gray) serta pada beberapa dosis tinggi (60, 80 dan 100 Gray) tidak menunjukkan perubahan warna (Gambar 7A). Perubahan warna kalus menjadi putih kehijauan terjadi pada dosis

43 27 20, 50 dan 90 Gray (Gambar 7B), sedangkan pada dosis 70 Gray, warna kalus berubah menjadi kecoklatan (Gambar 7C). Kalus yang diiradiasi pada dosis 50 Gray, menunjukkan persentase tertinggi untuk perubahan warna menjadi putih kehijauan yaitu 70%. Kalus yang diiradiasi pada dosis 70 Gray menunjukkan 100% berubah menjadi kecoklatan (Gambar 8). Respon yang sama juga ditunjukkan pada iradiasi sinar gamma terhadap kalus nilam, perubahan warna kalus menjadi kecoklatan diikuti oleh penurunan pertumbuhan dan kemampuan regenerasi kalus (Kadir et al. 2007). (A) (B) (C) Gambar 7 Warna kalus pada empat minggu setelah iradiasi sinar gamma. (A) Putih kekuningan pada dosis 10, 30, 40, 60, 80 dan 100 Gray. (B) Putih kehijauan pada dosis 20, 50 dan 90 Gray. (C) Kecoklatan pada dosis 70 Gray. Persentase warna kalus (%) Dosis iradiasi sinar gamma (Gray) Putih kekuningan Putih Kehijauan Kecoklatan Gambar 8 Persentase perubahan warna kalus empat minggu setelah iradiasi sinar gamma.

44 28 Peningkatan dosis iradiasi pada umumnya diikuti pula oleh peningkatan kerusakan sel yang terpapar iradiasi yang ditunjukkan oleh terjadinya perubahan secara morfologi (van Harten 1998), namun hasil pengamatan pada kalus jeruk siam hasil kultur protoplas tidak menunjukkan respon tersebut. Perubahan warna kalus yang terjadi menunjukkan respon yang acak dan tidak membentuk pola respon tertentu dengan semakin meningkatnya dosis iradiasi. Respon tersebut diduga karena sel sel kalus yang berasal dari kultur protoplas memiliki potensi untuk beragam secara fisiologis maupun secara genetik sehingga respon antara satu sel dengan sel yang lainnya menjadi beragam pula. Sensitivitas sel atau jaringan tanaman terhadap iradiasi sinar gamma dipengaruhi oleh banyak faktor, yaitu fase perkembangan dan kondisi fisiologis sel, volume inti sel, jumlah dan ukuran kromosom, tingkat ploidi, kadar air serta kadar oksigen sel (Boertjes & van Harten 1988). Respon pertambahan berat kalus umur empat minggu setelah iradiasi sinar gamma menunjukkan kecenderungan yang semakin menurun dengan meningkatnya dosis iradiasi (Gambar 9). Kalus tanpa iradiasi (0 Gray) menunjukkan pertambahan berat tertinggi dibandingkan kalus yang diiradiasi. Semakin tinggi dosis iradiasi, maka semakin sedikit pertambahan berat kalusnya. Pertambahan berat kalus (g) a 1.42ab bc c 0.98 c 1.05c 0.50 d 0.44 d 0.51d 0.49 d 0.30 d Dosis iradiasi sinar gamma (Gray) Gambar 9 Pertambahan berat kalus empat minggu setelah iradiasi sinar gamma. Keterangan : Nilai yang diikuti oleh huruf yang sama pada diagram batang menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%.

45 29 Pertambahan berat kalus menunjukkan adanya proliferasi sel sel kalus setelah iradiasi sinar gamma. Sel-sel kalus yang diiradiasi pada dosis 10 sampai 50 Gray, masih berproliferasi meskipun tidak sebanyak kalus tanpa iradiasi sinar gamma. Pada perlakuan dosis tinggi ( Gray), iradiasi menghambat proliferasi sel-sel kalus meskipun tidak sampai mengakibatkan kematian sel. Perubahan morfologi dan pertumbuhan kalus setelah iradiasi diduga terkait dengan perubahan reaksi biokimia dan proses fisiologis sel. Iradiasi sinar gamma mengakibatkan terjadinya ionisasi melalui rusaknya ikatan atom pada struktur molekul sehingga molekul melepaskan elektron, berubah muatannya dan menjadi ion yang akan merusak jaringan secara fisik kemudian mengubah atau mempengaruhi reaksi biokimia pada sel sehingga berdampak pula terhadap proses fisiologis sel (Esnault et al. 2010). Kerusakan akibat iradiasi selain diinduksi oleh interaksi langsung antara iradiasi dengan molekul molekul sel, juga diinduksi oleh interaksi tidak langsung antara iradiasi dengan air pada sel yang mengakibatkan proses radiolisis air dan menghasilkan ROS (Reactive Oxygen Species) sehingga akan meningkatkan radikal bebas yang bersifat tidak stabil dan reaktif yang menyebabkan kerusakan pada sel (Kim et al. 2011). Tingkat kerusakan atau sensitivitas tanaman akibat perlakuan iradiasi sinar gamma dapat diketahui melalui dosis radiosensitivitas tanaman. Radiosensitivitas bervariasi tergantung pada spesies dan kultivar tanaman, kondisi fisiologis dan organ tanaman, serta manipulasi dari materi yang diiradiasi sebelum dan sesudah perlakuan mutagenik (Predieri 2001). Radiosensitivitas sel atau jaringan eksplan terhadap iradiasi sinar gamma dapat ditentukan dengan pendekatan Growth Reduction 50 (GR 50 ) yaitu dosis yang menyebabkan penurunan pertumbuhan 50% pada bahan tanaman hasil iradiasi (Amano 2004). Pertumbuhan kalus dapat diamati dari pertambahan beratnya, sehingga penurunan berat kalus menggambarkan penghambatan pertumbuhannya (Mba et al. 2010). Analisis terhadap data pertumbuhan kalus dengan menggunakan perangkat lunak Curve Expert 1.4 menghasilkan beberapa model regresi. Pemilihan model regresi terbaik didasarkan pada kecilnya ragam (S) dan besarnya koefisien determinasi (r). Gambar 10 menampilkan model regresi terbaik yaitu Gaussian Model dengan S = 8.92 dan r = Berdasarkan curve-fit analysis,

46 30 dosis Gray dapat digunakan sebagai dosis referensi atau dosis acuan yang mengindikasikan kalus masih dapat recovery setelah diiradiasi dan diharapkan dapat diperoleh banyak keragaman atau mutan. Persentase Pertumbuhan Kalus (%) Dosis Iradiasi Gamma (Gray) S = r = Gambar 10 Penentuan dosis radiosensitivitas dengan kurva Gaussian Model berdasarkan persentase pertumbuhan kalus setelah perlakuan iradiasi sinar gamma. Menurut Boertjes dan van Harten (1988), pada kisaran dosis rendah, kemampuan tanaman untuk bertahan hidup tinggi namun frekuensi mutasi yang terjadi rendah, sedangkan pada kisaran dosis tinggi, frekuensi mutasi tinggi namun kemampuan tanaman untuk bertahan hidup rendah. Mba et al. (2010) juga menyatakan bahwa pada kisaran dosis radiosensitivitas akan dihasilkan frekuensi mutasi yang optimal dengan kerusakan yang minimal, dan dapat diperoleh mutan yang bermanfaat yang dapat langsung digunakan sebagai genotipe harapan yang lebih unggul atau sebagai sumber tetua yang berpotensi menghasilkan genotipe unggul. Regenerasi Kalus Hasil Iradiasi Sinar Gamma Hasil yang diharapkan dari perlakuan induksi mutasi adalah diperolehnya mutan yang solid atau utuh dan bersifat stabil. Apabila kalus embriogenik diiradiasi maka peluang untuk mendapatkan mutan solid sangat besar, karena

47 31 embrio somatik berasal dari sel tunggal sehingga diharapkan sel sel mutan yang terbentuk dapat terekspresi secara fenotipik (Avenido et al. 2009). Kelemahannya ialah embrio somatik biasanya memiliki daya regenerasi yang rendah (Witjaksono et al. 2009). Menurut Gray (2005), persentase regenerasi embrio somatik menjadi tanaman berkisar antara 0 50%, lebih rendah bila dibandingkan dengan persentase perkecambahan embrio zigotik pada biji yang mencapai 90%. Oleh karena itu, pada penelitian ini juga diamati kemampuan kalus dalam membentuk embrio somatik serta kemampuan perkecambahan embrio somatik. Pengamatan yang dilakukan empat minggu setelah kalus berada di media MW yang mengandung 0.5 mgl -1 ABA menunjukkan bahwa persentase tertinggi kalus yang membentuk embrio somatik adalah pada dosis 50 Gray (80%) dan diikuti oleh dosis 60 Gray (46%) (Gambar 11). Perentase pembentukan ES (%) Dosis irasiasi sinar gamma (Gray) Gambar 11 Persentase kalus membentuk embrio somatik empat minggu pada media MW ditambah 0.5 mgl -1 ABA. Tingginya persentase pembentukan embrio somatik pada dosis 50 Gray telah diindikasikan oleh perubahan warna kalus menjadi putih kehijauan pada empat minggu setelah iradiasi. Kalus yang berwarna putih kekuningan pada kisaran dosis rendah (10, 20 dan 30 Gray) juga mampu membentuk embrio somatik, walaupun tidak sebanyak dosis 50 dan 60 Gray. Kalus yang lainnya (40, 70, 80 dan 100 Gray) selama empat minggu di media MW yang mengandung 0.5 mgl -1 ABA masih belum dapat membentuk embrio somatik. Kalus tanpa iradiasi sinar gamma (0 Gray) dapat menggambarkan kemampuan kalus hasil kultur protoplas dalam pembentukan embrio somatik di media MW dengan penambahan ABA 0.5 mgl -1. Persentase kalus tanpa iradiasi

48 32 sinar gamma yang membentuk embrio somatik adalah 26% (Gambar 10), sedangkan pada pengamatan sebelumnya yaitu pada tahap pertama (proliferasi kalus) sebelum tahap induksi mutasi, persentase kalus membentuk embrio somatik sebesar 43.6%. Kedua data tersebut dapat menunjukkan bahwa kalus awal yang digunakan sebelum perlakuan iradiasi memiliki kondisi fisiologis dan genetik yang sangat beragam. Keragaman yang tinggi tersebut akan mengakibatkan respon yang sangat bervariasi setelah perlakuan iradiasi sinar gamma. Kalus tanpa iradiasi menunjukkan kemampuan pembentukan embrio somatik lebih rendah bila dibandingkan kalus yang diiradiasi sinar gamma pada dosis 50 dan 60 Gray, namun lebih tinggi bila dibandingkan kalus yang diiradiasi pada dosis 10, 20 dan 30 Gray. Hasil tersebut menunjukkan pola respon yang acak atau random, karena kalus awal sebelum perlakuan telah memiliki kondisi fisiologis dan genetik yang tidak seragam. (A) (B) (C) (D) (E) (F) Gambar 12 Morfologi kalus serta tahapan pendewasaan embrio somatik empat minggu pada media MW yang ditambah 0.5 mgl -1 ABA. (A) Morfologi kalus yang membentuk embrio somatik, (B) Pengamatan mikroskopis (perbesaran 20 kali) terhadap kalus yang membentuk globular, (C-F) Struktur dari tahap globular sampai kotiledon secara mikroskopis perbesaran 20 kali. Pembentukan dan pendewasaan embrio somatik dari tahap globular hingga tahap kotiledon disajikan pada Gambar 12. Hasil pengamatan secara mikroskopis terhadap kalus hasil iradiasi sinar gamma menunjukkan bahwa embrio somatik

49 33 tahap globular dan tahap kotiledon lebih mudah ditemukan dibandingkan tahap jantung dan torpedo. Souza et al. (2011) juga lebih mudah mendeteksi embrio tahap globular pada Citrus sinensis L. Osbeck cv. Valencia. Tahap berikutnya adalah tahap perkecambahan embrio somatik. Pengamatan pada empat minggu setelah embrio somatik disubkultur ke media MW dengan penambahan 0.5 mgl -1 GA 3 menunjukkan bahwa 96.8% embrio somatik asal kalus yang diiradiasi pada dosis 60 Gray berkecambah lebih banyak dibandingkan dosis 50 Gray yaitu 75.9%. Embrio somatik asal kalus tanpa iradiasi (0 Gray) mampu berkecambah 100% (Gambar 13). Embrio somatik yang dihasilkan dari kalus yang diiradiasi pada dosis 10, 20, 30 dan 90 Gray belum mampu berkecambah sampai dengan pengamatan minggu keempat. Persentase perkecambahan ES (%) Dosis iradiasi sinar gamma (Gray) Gambar 13 Persentase embrio somatik yang berkecambah pada empat minggu setelah ditanam di media MW yang ditambah 0.5 mgl -1 GA 3 Embrio somatik yang belum berkecambah diduga telah mengalami perubahan respon terhadap penambahan GA 3 yang seharusnya dapat mengarahkan perkembangan embrio somatik untuk perkecambahan. Perubahan tersebut kemungkinan akumulasi dari tiga faktor, yaitu asal kalus dari kultur protoplas, periode kultur kalus yang lama serta perlakuan iradiasi sinar gamma. Ketiga faktor tersebut berpotensi untuk mengakibatkan embrio somatik gagal berkecambah. Perkecambahan embrio somatik pada media MW dengan penambahan 0.5 mgl -1 GA 3 disajikan pada Gambar 14. Kecambah yang dihasilkan kemudian ditumbuhkan pada media MW tanpa zat pengatur tumbuh untuk perkembangan menjadi planlet.

50 34 (A) (B) Gambar 14 Morfologi embrio somatik yang sudah berkecambah serta morfologi kecambah yang terbentuk. (A) Embrio somatik yang sudah berkecambah umur empat minggu setelah penanaman di media MW yang ditambah 0.5 mgl -1 GA 3, (B) Kecambah umur empat minggu setelah penanaman di media MW tanpa zat pengatur tumbuh. Hasil yang diperoleh pada tahap pendewasaan dan perkecambahan embrio somatik dapat menggambarkan beragamnya kemampuan kalus beregenerasi menjadi embrio somatik dan kemampuan embrio somatik untuk berkecambah menjadi planlet. Menurut Nwachukwu et al. (2009) keragaman yang terjadi pada generasi awal (MV 1 ) akibat iradiasi sinar gamma dapat disebabkan oleh akumulasi pengaruh kerusakan fisiologis, mutasi gen dan mutasi kromosom. Kerusakan fisiologis memberikan kontribusi yang lebih besar dibandingkan mutasi gen maupun kromosom. Rekapitulasi hasil dari tahap regenerasi kalus disajikan pada Tabel 3. Total embrio somatik yang dihasilkan dari penanaman selama empat minggu pada media MW yang ditambah 0.5 mgl -1 ABA adalah 151, yang terdiri dari 16 embrio somatik dari kalus tanpa iradiasi dan 135 embrio somatik berasal dari kalus dengan perlakuan berbagai dosis iradiasi sinar gamma. Total embrio somatik yang mampu berkecambah setelah empat minggu ditanam dalam media MW dengan penambahan 0.5 mgl -1 GA 3 adalah 109. Jumlah planlet yang dihasilkan pada tahap kedua ini adalah 72 planlet. Pada dosis 0 dan 60 Gray, semua kecambah dapat tumbuh menjadi planlet yang dapat diamati dengan jelas keragaannya sehingga dapat dilakukan karakterisasi morfologi. Pada dosis 50 Gray, hanya 26 kecambah yang dapat tumbuh menjadi planlet sedangkan sisanya memiliki bentuk yang sulit diamati bagian batang, daun dan akarnya sehingga tidak dapat dilakukan karakterisasi morfologi.

51 35 Tabel 3 Pengaruh iradiasi sinar gamma terhadap jumlah embrio somatik, jumlah embrio berkecambah serta jumlah planlet Dosis Jumlah embrio Jumlah embrio (Gray) somatik berkecambah Jumlah planlet Total (94.8%) 72 (66.1%) Analisis Keragaman Berdasarkan Karakter Morfologi Perlakuan iradiasi sinar gamma terhadap kalus telah mengakibatkan terjadinya perubahan pada sel sehingga mempengaruhi pertumbuhan dan kemampuan sel kalus untuk beregenerasi menjadi planlet. Tahap regenerasi pada induksi mutasi secara in vitro merupakan suatu tahap yang penting untuk memperoleh planlet yang dapat digunakan sebagai indikasi awal apakah induksi mutasi dapat menghasilkan mutan putatif yang bersifat positif atau negatif. Keragaman Morfologi Daun Pengamatan terhadap planlet yang dihasilkan menunjukkan keragaman bentuk daun, tepi daun dan warna daun berdasarkan pada daftar deskripsi jeruk (IPGRI 1999). Daun jeruk siam normal pada pohon yang tumbuh di lapang berbentuk elliptic dengan tepi daun dentate (bergerigi) dan berwarna hijau (Lampiran 2). Hasil pengamatan terhadap morfologi daun pada planlet diperoleh tiga macam bentuk daun yaitu elliptic, lanceolate dan abnormal; dua macam tepi daun yaitu dentate dan entire serta dua macam warna daun yaitu hijau dan hijau muda (Gambar 15).

52 36 (A) (B) (C) Gambar 15 Morfologi daun pada planlet. (A) Bentuk daun elliptic dengan tepi daun dentate. (B) Bentuk daun lanceolate dan tepi daun entire. (C) Bentuk daun abnormal. Persentase daun berbentuk elliptic semakin menurun dengan meningkatnya dosis iradiasi, sebaliknya persentase daun berbentuk lanceolate semakin meningkat dengan meningkatnya dosis iradiasi, bahkan pada dosis 60 Gray, 70% planlet memiliki daun berbentuk lanceolate. Pengamatan terhadap tepi daun juga menunjukkan respon yang sama, pada dosis yang semakin tinggi, lebih banyak ditemukan daun yang tepinya entire (tidak bergerigi). Hasil pengamatan menunjukkan bahwa sebagian besar planlet yang memiliki bentuk daun elliptic bertepi daun dentate dan yang memiliki bentuk daun lanceolate dan abnormal bertepi daun entire. Fenomena tersebut dapat menunjukkan bahwa ukuran daun menjadi semakin kecil dengan semakin meningkatnya dosis iradiasi. Hasil yang sama juga diperoleh pada iradiasi sinar gamma terhadap rough lemon (Citrus jambhiri Lush.) yang menunjukkan bahwa semakin tinggi dosis, maka ukuran daun semakin tereduksi. Perlakuan iradiasi diduga menginduksi beberapa perubahan pada tingkat gen yaitu dengan berubahnya struktur kimia senyawa atau zat yang terkait dengan pertumbuhan seperti auksin, sitokinin, giberelin, asam absisik dan etilen sehingga mengakibatkan terbentuknya modifikasi dan variasi pada karakter tanaman seperti bentuk daun, tinggi tanaman dan percabangan tanaman (Saini & Gill 2009). Pengamatan terhadap warna daun menunjukkan sebagian besar planlet yang diperoleh ( %) mempunyai daun berwarna hijau (Tabel 4). Semua daun hanya terdiri atas satu warna saja yaitu hijau atau hijau muda, tidak diperoleh planlet yang daunnya memiliki dua warna atau lebih (belang).

53 37 Tabel 4 Persentase variasi morfologi daun pada planlet Morfologi daun Dosis iradiasi sinar gamma 0 Gray 50 Gray 60 Gray Bentuk daun : % Elliptic Lanceolate Abnormal Tepi daun : % Dentate (bergerigi) Entire (tidak bergerigi) Warna daun : % Hijau Hijau muda Keragaman bentuk, tepi dan warna daun juga ditemukan pada planlet asal kalus tanpa iradiasi. Bentuk daun abnormal yang cekung di bagian tengah helaiannya seperti sendok, lebih banyak ditemukan pada planlet asal kalus tanpa iradiasi (25%). Keragaman morfologi planlet diduga karena kalus yang digunakan berasal dari kultur protoplas. Menurut Kawata dan Oono (1998), keragaman lebih sering dijumpai pada kultur protoplas bila dibandingkan teknik in vitro yang lainnya. Veilleuex et al. (2005) menjelaskan bahwa variasi yang sering terjadi antara lain perubahan morfologi daun. Periode kultur yang lama (4 5 tahun) pada tahap kalus juga diduga dapat mengakibatkan terjadinya keragaman morfologi (Brar & Jain 1998). Keragaman Karakter Kuantitatif Planlet Baihaki (1999) menyatakan bahwa adanya variasi dari suatu populasi dapat dilihat dari nilai rata-rata, ragam dan standar deviasi. Pengamatan dan pengukuran terhadap empat karakter kuantitatif disajikan pada Tabel 5. Berdasarkan nilai rata-rata yang diperoleh pada empat karakter kuantitatif yang diamati secara in vitro, maka perlakuan iradiasi sinar gamma pada dosis 50 Gray memperlihatkan pertumbuhan planlet yang lebih baik dibandingkan perlakuan yang lain (0 dan 60 Gray). Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh yang terjadi akibat iradiasi sinar gamma dapat bersifat positif atau negatif, tergantung pada taraf dosis yang diaplikasikan.

54 38 Tabel 5 Kisaran, nilai rata-rata, ragam dan standar deviasi dari karakter kuantitatif planlet yang dihasilkan No Karakter Dosis (Gray) Kisaran Rataan Standar deviasi Ragam 1. Tinggi tunas (cm) Jumlah cabang Jumlah daun Jumlah akar Pengamatan tinggi planlet hasil iradiasi kalus menunjukkan terjadi peningkatan ragam dibandingkan planlet asal kalus tanpa iradiasi (0 Gray). Kisaran tinggi planlet 60 Gray ( cm) lebih luas dibandingkan 0 Gray ( cm) dan 50 Gray ( cm). Jumlah cabang, daun dan akar pada planlet hasil iradiasi kalus lebih sedikit dibandingkan tanpa iradiasi (0 Gray), karena pertumbuhan daun dan akar pada planlet asal kalus iradiasi tidak secepat dan sebanyak planlet asal kalus tanpa iradiasi. Salah satu pengaruh perlakuan iradiasi adalah berkurangnya jumlah auksin bebas dalam tanaman, yang dapat menyebabkan kerusakan seluler pada jaringan meristem, sehingga pertumbuhan menjadi terhambat (Fauza et al. 2005). Keragaman Ukuran dan Kerapatan Stomata Stomata merupakan lubang pada epidermis daun yang dibatasi oleh dua sel penjaga yang di dalamnya terdapat butiran kloroplas (Gambar 16). Pada umumnya tanaman memiliki banyak stomata pada permukaan bawah daun (Beck 2010). Daun tanaman jeruk bersifat hipostomatik, artinya stomata hanya ditemukan pada epidermis bawah daun dengan tipe anomositik, yaitu sel penjaga dan sel epidermis yang berdekatan tidak membentuk suatu pola tertentu (Obiremi & Oladele 2001).

55 39 p L (A) (B) (C) Gambar 16 Tipe dan struktur stomata pada daun planlet jeruk siam. (A) Pengamatan mikroskopik perbesaran 100 kali; (B) Diagram stomata tipe anomositik (Beck 2010); (C) Pengamatan mikroskop perbesaran 400 kali: (1) lubang stomata, (2) sel penjaga, (3) butiran kloroplas, (4) sel epidermis, (p) panjang stomata, (L) lebar stomata. Tabel 6 Pengamatan terhadap ukuran stomata planlet No Karakter Dosis (Gray) Kisaran Rataan 1. Panjang stomata (µm) Lebar stomata (µm) Kerapatan stomata (per mm 2 ) Pengamatan terhadap ukuran stomata juga menunjukkan adanya keragaman (Tabel 6). Panjang stomata pada planlet hasil iradiasi kalus memiliki kisaran yang lebih luas ( µm) bila dibandingkan kontrol ( µm). Hasil yang sama juga diperoleh pada pengamatan lebar stomata, planlet hasil iradiasi kalus memiliki kisaran yang lebih luas ( µm) dibandingkan kontrol ( µm). Ukuran stomata pada kebanyakan tanaman dapat digunakan sebagai ciri khas dari suatu spesies, terkait juga dengan tingkat ploidi dari tanaman tersebut, seperti pada pisang (Damayanti 2007), berbagai jenis pohon di hutan Sulawesi (Russo et al. 2010), tanaman garut (Sukamto et al. 2010) dan grapefruit (Usman et al. 2012). Pengamatan terhadap kerapatan stomata menunjukkan bahwa planlet akal kalus yang diiradiasi pada dosis 50 Gray memiliki kerapatan stomata tertinggi dibandingkan dosis yang lain dengan kisaran yang luas antara per

56 40 mm 2 (Tabel 4). Kerapatan stomata terkait dengan genotipe dan kondisi lingkungan. Genotipe yang memiliki tingkat ploidi besar akan memiliki kerapatan stomata yang rendah karena ukuran stomatanya lebih besar (Beck 2010). Kerapatan stomata daun jeruk di lapang umumnya adalah per mm 2 (Spiegel-Roy & Goldschmidt 1996). Kerapatan stomata pada daun in vitro dua kali lebih banyak dibandingkan daun yang tumbuh ex vitro, selain itu stomata yang terbuka juga lebih banyak ditemukan pada daun in vitro (Saez et al. 2012). Tingkat Keragaman Morfologi Planlet Asal Kalus Tanpa Iradiasi Analisis gerombol dengan metode UPGMA (Unweighted Pair Group Method with Arithmetic Means) berdasarkan karakterisasi morfologi terhadap 16 planlet yang berasal dari kalus tanpa iradiasi, diperoleh dendogram dengan nilai koefisien kemiripan antara (Gambar 17). Nilai koefisien kemiripan menunjukkan kesamaan individu dalam suatu populasi, semakin tinggi nilai koefisien kemiripan antar individu, maka semakin dekat jarak genetik antar individu tersebut (Qosim 2006). Planlet yang berasal dari kalus tanpa iradiasi menunjukkan tingkat keragaman morfologi sebesar 40%, karena kalus tersebut berasal dari kultur protoplas yang berpotensi memiliki keragaman yang tinggi antar sel sel kalusnya. Penamaan planlet yang berasal dari kalus tanpa perlakuan iradiasi sinar gamma yaitu P-1 sampai P-16, P menunjukkan planlet protoplas sedangkan angka 1 menunjukkan nomor urut planlet. P-1 P-14 P-8 P-9 P-12 P-2 P-3 P-7 P-6 P-4 P-16 P-10 P-11 P-13 P-15 P-5 I II Coefficient of Similarity Gambar 17 Dendogram 16 planlet dari kalus tanpa iradiasi hasil analisis gerombol dengan metode UPGMA

57 41 Planlet terbagi menjadi dua kelompok pada nilai koefisien kemiripan Kelompok I terdiri atas lima planlet yang memiliki tinggi cm, daun berbentuk abnormal dengan tepi daun entire (tidak bergerigi), panjang stomata µm, lebar stomata µm dan memiliki akar. Kelompok II terdiri atas 11 planlet yang sebagian besar memiliki tinggi cm namun ada pula planlet yang pendek (< 1 cm), daunnya berbentuk ellips dengan tepi dentate (bergerigi), panjang stomata µm, lebar stomata µm dan tidak memiliki akar. Planlet P-2 dan P-8 secara morfologi memiliki keragaman terjauh, sehingga dapat mewakili populasi planlet dari kalus tanpa iradiasi. Planlet P-2 memiliki daun yang banyak dengan warna hijau berbentuk lanceolate dengan tepi bergerigi (dentate), sedangkan P-8 memiliki daun yang tidak terlalu banyak, berwarna hijau muda dan berbentuk abnormal (Gambar 20B dan C). Pemilihan tersebut selain berdasarkan keragamannya juga berdasarkan kemampuan tumbuhnya. Tingkat Keragaman Morfologi Planlet Asal Kalus yang Diiradiasi Pada Dosis 50 Gray Planlet yang berasal dari kalus yang diradiasi pada dosis 50 Gray berjumlah 26. Penamaan planlet yang berasal dari kalus dengan dosis iradiasi gamma 50 Gray yaitu 50-1 sampai 50-26, 50 menunjukkan planlet berasal dari kalus dosis 50 Gray, sedangkan angka 1 menunjukkan nomor urut. Dendogram yang dihasilkan dari analisis gerombol dengan metode UPGMA memiliki nilai koefisien kemiripan antara atau tingkat keragaman morfologi antara 0 47% (Gambar 18). Apabila dibandingkan dengan planlet yang berasal dari kalus tanpa iradiasi, maka planlet asal kalus yang diiradiasi pada dosis 50 Gray meningkat keragamannya sebesar 7%. Planlet asal kalus yang diiradiasi pada dosis 50 Gray terbagi menjadi tiga kelompok pada nilai koefisien kemiripan Kedua kelompok ini memiliki morfologi yang sangat berbeda. Kempok I memiliki daun berbentuk lanceolate, tepi daun entire, ukuran stomata sedang (panjang stomata µm, lebar stomata µm) dan memiliki akar. Kelompok II memiliki daun berbentuk ellips, tepi daun dentate, ukuran stomatanya lebih besar (panjang stomata > 23

58 42 µm, lebar stomata > 18 µm) daripada kelompok pertama dan tidak memiliki akar. Kelompok III yang hanya terdiri atas satu planlet yaitu 50-9 yang menunjukkan bentuk daun abnormal. Planlet 50-6 dan memiliki morfologi yang sangat berbeda terutama morfologi daunnya. Planlet 50-6 memiliki daun berbentuk lanceolate dengan tepi daun entire serta berwarna hijau muda, sedangkan planlet memiliki daun berbentuk ellips dengan tepi daun dentate dan berwarna hijau. Dari 26 planlet yang diperoleh, dipilih empat planlet yang dapat mewakili populasi tersebut, yaitu 50-4, 50-6, dan (Gambar 20D G). Pemilihan empat planlet tersebut selain berdasarkan morfologinya, juga berdasarkan kemampuan tumbuhnya Coefficient of Similarity Gambar 18 Dendogram 26 planlet dari kalus yang diiradiasi pada dosis 50 Gray hasil analisis gerombol dengan metode UPGMA. I III II Tingkat Keragaman Morfologi Planlet Asal Kalus yang Diiradiasi Pada Dosis 60 Gray Planlet yang berasal dari iradiasi kalus pada dosis 60 Gray berjumlah 30 planlet. Penamaan planlet yang berasal dari kalus dengan dosis iradiasi sinar gamma dosis 60 Gray yaitu 60-1 sampai 60-30, 60 menunjukkan planlet berasal dari kalus dosis 60 Gray, sedangkan angka 1 menunjukkan nomor urut planlet. Dendogram yang diperoleh dari analisis gerombol berdasarkan karakter morfologi menunjukkan kisaran nilai koefisien kemiripan antara atau tingkat keragaman morfologi antara 0 46% (Gambar 19). Planlet asal kalus yang

59 43 diiradiasi pada dosis 60 Gray terbagi menjadi dua kelompok pada nilai koefisien kemiripan Kelompok I terdiri atas 28 planlet yang sebagian besar memiliki daun berbentuk lanceolate, tepi daun entire, ukuran stomata sedang (panjang stomata µm, lebar stomata µm) dan tidak memiliki akar. Kelompok II terdiri atas dua planlet yang memiliki daun berbentuk abnormal, tepi daun entire, ukuran stomata sedang (panjang stomata µm, lebar stomata µm) dan tidak memiliki akar Coefficient of Similarity I II Gambar 19 Dendogram 30 planlet asal kalus yang diiradiasi pada dosis 60 Gray hasil analisis gerombol dengan metode UPGMA. Planlet dan memiliki morfologi yang sangat berbeda. Planlet memiliki daun berbentuk abnormal dengan tepi daun entire (tidak bergerigi) serta berwarna hijau muda, sedangkan planlet memiliki daun berbentuk lanceolate dengan tepi daun entire dan berwarna hijau. Dari 30 planlet yang diperoleh, dipilih empat planlet yang dapat mewakili populasi tersebut, yaitu 60-8, 60-10, dan (Gambar 20H K). Pemilihan empat planlet tersebut selain berdasarkan pada morfologinya, juga berdasarkan kemampuan tumbuhnya.

60 44 (A) (D) (E) (H) (C) (B) (I) (F) (J) (G) (K) Gambar 20 Morfologi tunas hasil perkecambahan biji jeruk siam secara in vitro serta 10 planlet jeruk siam hasil seleksi : (A) Kontrol dari biji, (B) P2, (C) P-8, (D) 50-4, (E) 50-6, (F) 50-15, (G) 50-24, (H) 60-8, (I) 6010, (J) dan (K) Tingkat keragaman morfologi dari ketiga populasi (72 planlet) yaitu 16 planlet asal kalus tanpa iradiasi, 26 planlet asal kalusyang diiradiasi pada dosis 50 Gray dan 30 planlet asal kalus yang diiradiasi pada dosis 60 Gray menunjukkan bahwa perlakuan iradiasi sinar gamma meningkatkan keragaman morfologi sebesar 6 7% (Tabel 7). Analisis gerombol dengan metode UPGMA terhadap 10 planlet yang dipilih menghasilkan dendogram dengan nilai koefisien kemiripan antara atau tingkat keragaman morfologi antara 10 40% (Gambar 20). Pada nilai koefisien kemiripan 0.68 planlet terbagi menjadi tiga kelompok. Kelompok I terdiri atas tiga planlet. Kelompok II terdiri atas enam planlet, sedangkan kelompok III hanya terdiri atas satu planlet yaitu Berdasarkan pengelompokan tersebut, terlihat bahwa planlet yang berasal dari kalus tanpa

61 45 iradiasi yaitu P-2 dan P-8 berada pada kelompok yang berbeda. Hal ini menunjukkan bahwa keragaman telah terjadi pada kalus sebelum diberi perlakuan iradiasi, karena kalus berasal dari kultur protoplas yang antar sel sel kalusnya memiliki potensi untuk beragam secara fisiologis dan genetik. Periode kultur kalus yang lama (4 5 tahun) juga diduga mempengaruhi tingkat keragaman sel sel kalus sebelum perlakuan iradiasi sinar gamma. Tabel 7 Tingkat keragaman morfologi 72 planlet berdasarkan analisis gerombol Asal planlet Tanpa iradiasi Dosis 50 Gray Dosis 60 Gray Kelompok Jumlah planlet Ciri khusus I 5 Daun abnormal, entire, berakar II 11 Daun ellips & lanceolate, dentate, tidak berakar I 17 Daun lanceolate, entire, berakar II 8 Daun ellips, dentate, ukuran stomata lebih besar, tidak berakar III 1 Daun abnormal, entire, ukuran stomata lebih besar, tidak berakar I 28 Daun lanceolate II 2 Daun abnormal Tingkat keragaman 40% 47% 46% P I P II Coefficient of Similarity Gambar 21 Dendogram hasil analisis gerombol dengan metode UPGMA terhadap 10 planlet hasil seleksi berdasarkan penanda morfologi III Planlet yang berasal dari kalus yang diberi perlakuan iradiasi pada dosis 50 Gray dan 60 Gray tersebar pada ketiga kelompok. Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh perlakuan iradiasi bersifat individual, artinya perlakuan iradiasi pada taraf dosis yang sama dapat memberikan respon yang berbeda, apalagi populasi awal dari sel sel kalus yang digunakan sudah memiliki potensi beragam karena

62 46 adanya variasi somaklonal dari kultur protoplas dan periode kultur kalus yang lama. Keragaman fenotipik planlet pada berbagai karakter yang diamati dapat menjadi indikasi awal bahwa telah terjadi perubahan akibat variasi somaklonal dan iradiasi sinar gamma. Evaluasi lebih lanjut pada tingkat bibit dan tanaman di lapang perlu dilakukan untuk mengamati stabilitas perubahan yang terjadi. Analisis Keragaman Berdasarkan Penanda Molekuler (ISSR) Perubahan yang terjadi akibat iradiasi selain dapat diamati secara morfologi juga dapat diamati secara molekuler dengan penanda ISSR. Dari delapan primer ISSR yang digunakan (ISSR-1, ISSR-2, ISSR-3, ISSR-4, ISSR-5, ISSR-6, ISSR-7 dan ISSR-8), hanya tiga primer yang dapat menghasilkan pola pita DNA yang polimorfik, yaitu ISSR-1, ISSR-2 dan ISSR-4 (Gambar 22). (A) (B) (C) Gambar 22 Pola pita 10 planlet hasil seleksi berdasarkan tiga primer ISSR : (A) primer ISSR-1, (B) primer ISSR-2, (C) ISSR-4. Keterangan: M= marker; K= tunas dari biji; 1= P-2; 2= P-8; 3= 50-4; 4= 50-6; 5= 50-15; 6= 50-24; 7= 60-8; 8= 60-10; 9= 60-11; 10=

63 47 Jumlah pita yang dihasilkan dari ketiga primer adalah 17 pita dengan ukuran fragmen DNA yang teramplifikasi berkisar antara bp, dan menghasilkan pita polimorfik sebanyak sembilan pita (52.94%) (Tabel 8). Jumlah pita yang dihasilkan tergantung pada banyaknya fragmen DNA yang dihasilkan dari PCR (Polymerase Chain Reaction). Keragaman yang terjadi pada pola pita yang dihasilkan menunjukkan telah terjadi perubahan pada DNA seperti delesi atau insersi (Muhammad & Othman 2005). Tabel 8 Jumlah pita hasil amplifikasi tiga primer ISSR Primer Ukuran pita Jumlah pita Jumlah pita Jumlah pita (bp) monomorfik polimorfik ISSR ISSR ISSR (47.06%) 9 (52.94%) Perbandingan profil pita DNA yang dihasilkan dari ketiga primer ISSR (ISSR-1, ISSR-2 dan ISSR-4) antara 10 planlet yang dipilih dengan tunas yang berasal dari perkecambahan biji atau wild type (K) menunjukkan adanya pengurangan pita DNA pada semua planlet, sehingga terjadi perbedaan profil pita dengan tunas wild type (K). Berdasarkan data amplifikasi, maka ketiga primer ISSR tersebut dapat memberikan gambaran keragaman genetik pada kesepuluh planlet yang dipilih yang berpotensi untuk menjadi mutan putatif. Pengurangan pita DNA hasil amplifikasi pada 10 planlet mutan putatif menunjukkan telah terjadi perubahan DNA. Pada planlet mutan putatif yang berasal dari kalus tanpa iradiasi (P-2 dan P-8), perubahan DNA diduga karena pengaruh dari kultur protoplas dengan periode kalus yang lama dan pengaruh sub kultur berulang yang menyebabkan terjadinya penyusunan ulang DNA. Kawata dan Oono (1998) juga menyatakan bahwa sebagian besar keragaman yang ditimbulkan oleh kultur protoplas berasal dari adanya penyusunan ulang DNA. Pada planlet mutan putatif yang berasal dari kalus yang diradiasi, perubahan DNA terjadi karena akumulasi dari pengaruh kultur protoplas, sub kultur berulang dan iradiasi sinar gamma. Menurut Dhakshanamoorthy et al (2011), hilangnya pita DNA pada mutan hasil iradiasi sinar gamma diduga berhubungan dengan rusaknya DNA seperti patahnya untai tunggal atau untai

64 48 ganda DNA, adanya modifikasi basa, basa yang teroksidasi, mutasi titik atau adanya penyusunan ulang kromosom yang komplek. Analisis gerombol dengan metode UPGMA berdasarkan penanda ISSR terhadap 10 planlet yang dipilih dan tunas wild type (K) menghasilkan dendogram dengan nilai koefisien kemiripan antara atau keragaman genetik sebesar 10 32% (Gambar 23). Pada nilai koefisien kemiripan 0.76, tunas wild type (K) terpisah dari 10 planlet mutan putatif. Jarak genetik terjauh antara tunas wild type (K) dengan planlet mutan putatif didapatkan pada 50-24, dan P P I Coefficient of similarity K II Gambar 23 Dendogram hasil analisis gerombol dengan metode UPGMA terhadap 10 planlet yang dipilih dengan tunas wild type (K) berdasarkan penanda ISSR. Penyambungan Secara In Vitro dan Ex Vitro Penyambungan antara planlet sebagai batang atas dengan JC (Japansche Citroen) sebagai batang bawah baik secara in vitro (micrografting) maupun secara ex vitro (mini top working) bertujuan untuk mengetahui respon pertumbuhan planlet setelah perlakuan iradiasi sinar gamma. Planlet yang merupakan hasil iradiasi sinar gamma diharapkan memiliki respon yang sama dengan respon pertumbuhan pada penyambungan tunas yang bukan hasil iradiasi sinar gamma. Penyambungan secara in vitro (micrografting) telah banyak dikerjakan pada jeruk dan sangat bermanfaat untuk mempercepat pertumbuhan dan meningkatkan ketahanan terhadap penyakit (Navarro & Juàrez 2007). Teknik

65 49 penyambungan yang lain yaitu secara ex vitro (mini top working) merupakan teknik yang mudah dikerjakan dan efisien, karena adaptasi planlet dapat dilakukan tanpa melalui tahap aklimatisasi akar. Husni (2010) telah berhasil melakukan teknik ini pada tanaman jeruk hasil fusi protoplas (jeruk Siam simadu x mandarin satsuma) sedangkan Merigo (2011) pada tanaman jeruk keprok batu 55 hasil regenerasi secara embriogenesis somatik. Penyambungan secara ex vitro dan secara in vitro dapat mempersingkat dan mengurangi tahapan in vitro seperti induksi perakaran, hardening dan aklimatisasi karena planlet sebagai batang atas tidak perlu memiliki akar. Planlet yang dihasilkan dari regenerasi kalus dengan atau tanpa perlakuan iradiasi menunjukkan 84.72% planlet tersebut tidak secara langsung membentuk akar saat perkecambahan. (A) (B) (E) (C) (F) (G) (D) (H) K Gambar 24 Penyambungan planlet dengan batang bawah JC : penyambungan in vitro umur 0, 2, 4 dan 8 minggu (A D), penyambungan ex vitro umur 0, 2, 4 dan 8 minggu (E H). Planlet yang digunakan sebagai batang atas menunjukkan pertumbuhan setelah penyambungan secara in vitro maupun secara ex vitro (Gambar 24). Jumlah penyambungan secara in vitro maupun secara ex vitro dari setiap dosis iradiasi masing masing sebanyak enam penyambungan untuk planlet asal kalus

66 50 tanpa iradiasi dan masing masing delapan penyambungan untuk planlet asal kalus yang diiradiasi pada dosis 50 dan 60 Gray. Dua bulan setelah penyambungan secara in vitro, daun pada batang atas mulai tumbuh sebanyak helai dengan tinggi tunas cm. Pengamatan dua bulan setelah penyambungan secara ex vitro juga menunjukkan pertumbuhan daun sebanyak helai dengan tinggi tunas cm. Persentase planlet yang mampu tumbuh setelah penyambungan secara in vitro antara % sedangkan secara ex vitro sebesar % (Tabel 9). Tabel 9 Pertumbuhan planlet hasil penyambungan secara in vitro dan ex vitro umur dua bulan setelah penyambungan Dosis iradiasi 0 Gray 50 Gray 60 Gray Grafting Jml grafting total hidup mati Jml daun Tinggi tunas (cm) Persentase tumbuh (%) in vitro ex vitro in vitro ex vitro in vitro ex vitro Pengamatan secara anatomi pada daerah pertautan umur satu bulan setelah penyambungan menunjukkan bahwa antara batang atas dan batang bawah sudah tampak adanya jembatan kalus (Gambar 25). Interaksi antara batang atas dengan batang bawah akan baik, jika pembentukan jembatan kalus antara kedua permukaan sambungan, diferensiasi kalus menjadi jaringan vaskuler baru dan pembentukan jaringan xilem dan floem sekunder berjalan dengan baik. Pembentukan kalus dipengaruhi oleh auksin dan beberapa protein yang disintesis oleh tajuk (Wahid 2011).

67 (B) (A) (C) (D) Gambar 25 Pengamatan anatomi pada daerah pertautan umur satu bulan setelah penyambungan secara ex vitro. (A) Tanaman hasil penyambungan umur satu bulan, (B) Daerah pertautan antara batang atas dan batang bawah, (C) Pengamatan secara mikroskopis perbesaran 4 kali, (D) Pengamatan mikroskopis perbesaran 10 kali : (1) batang atas, (2) batang bawah, tanda panah : jembatan kalus. Penyambungan atau grafting antara lain berguna untuk mempercepat pertumbuhan dan waktu berbunga dan berbuah tanaman serta juga untuk meningkatkan ketahanan tanaman terhadap cekaman biotik maupun abiotik (Jawal et al. 2007). Menurut Mangoendidjojo (2003), ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam melakukan penyambungan, yaitu hubungan kekerabatan antara batang atas dan batang bawah, teknik atau ketrampilan dalam melakukan penyambungan, kondisi lingkungan serta keadaan batang atas dan batang bawah yang digunakan.

Proliferasi Kalus Awal, Induksi Mutasi dan Regenerasi

Proliferasi Kalus Awal, Induksi Mutasi dan Regenerasi 53 PEMBAHASAN UMUM Peningkatan kualitas buah jeruk lokal seperti jeruk siam Pontianak merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan daya saing buah lokal menghadapi melimpahnya buah impor akibat tidak

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Proliferasi Kalus Embriogenik Kalus jeruk keprok Garut berasal dari kultur nuselus yang diinduksi dalam media dasar MS dengan kombinasi vitamin MW, 1 mgl -1 2.4 D, 3 mgl -1 BAP, 300

Lebih terperinci

PENGARUH IRADIASI SINAR GAMMA TERHADAP REGENERASI KALUS JERUK SIAM HASIL KULTUR PROTOPLAS

PENGARUH IRADIASI SINAR GAMMA TERHADAP REGENERASI KALUS JERUK SIAM HASIL KULTUR PROTOPLAS PENGARUH IRADIASI SINAR GAMMA TERHADAP REGENERASI KALUS JERUK SIAM HASIL KULTUR PROTOPLAS Aida Wulansari 1,*, Agus Purwito 2, Ali Husni 3 dan Enny Sudarmonowati 1 1 Pusat Penelitian Bioteknologi, LIPI

Lebih terperinci

INDUKSI KERAGAMAN GENETIK DENGAN MUTAGEN SINAR GAMMA PADA NENAS SECARA IN VITRO ERNI SUMINAR

INDUKSI KERAGAMAN GENETIK DENGAN MUTAGEN SINAR GAMMA PADA NENAS SECARA IN VITRO ERNI SUMINAR INDUKSI KERAGAMAN GENETIK DENGAN MUTAGEN SINAR GAMMA PADA NENAS SECARA IN VITRO ERNI SUMINAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 i ABSTRACT ERNI SUMINAR. Genetic Variability Induced

Lebih terperinci

banyak berperan dalam induksi kalus sedangkan BAP termasuk kelompok sitokinin yang berperan dalam pembelahan sel sehingga kalus yang terbentuk dapat

banyak berperan dalam induksi kalus sedangkan BAP termasuk kelompok sitokinin yang berperan dalam pembelahan sel sehingga kalus yang terbentuk dapat PEMBAHASAN UMUM Jeruk keprok Garut merupakan varietas lokal yang telah menjadi komoditas unggulan nasional. Jeruk keprok garut memiliki keunggulan seperti rasa buahnya yang manis menyegarkan dan ukuran

Lebih terperinci

Keragaman Somaklonal. Yushi Mardiana, SP, MSi Retno Dwi Andayani, SP, MP

Keragaman Somaklonal. Yushi Mardiana, SP, MSi Retno Dwi Andayani, SP, MP Keragaman Somaklonal Yushi Mardiana, SP, MSi Retno Dwi Andayani, SP, MP Mekanisme Terjadinya Keragaman Somaklonal Keragaman somaklonal adalah keragaman genetik tanaman yang terjadi sebagai hasil kultur

Lebih terperinci

Radiosensitivitas dan Seleksi Mutan Putatif Jeruk Keprok Garut (Citrus reticulata L.) berdasarkan Penanda Morfologi

Radiosensitivitas dan Seleksi Mutan Putatif Jeruk Keprok Garut (Citrus reticulata L.) berdasarkan Penanda Morfologi Radiosensitivitas dan Seleksi Mutan Putatif Jeruk Keprok Garut (Citrus reticulata L.) berdasarkan Penanda Morfologi Radiosensitivity and Selection Putative Mutans Mandarin cv. Garut Based on Morphological

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat 17 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Perlakuan iradiasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hipogea L.) merupakan salah satu komoditas pertanian

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hipogea L.) merupakan salah satu komoditas pertanian 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kacang tanah (Arachis hipogea L.) merupakan salah satu komoditas pertanian yang cukup penting. Komoditas kacang tanah diusahakan 70% di lahan kering dan hanya 30% di

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Kultur Jaringan Tanaman Eksplan

TINJAUAN PUSTAKA Kultur Jaringan Tanaman Eksplan TINJAUAN PUSTAKA Kultur Jaringan Tanaman Kultur in vitro merupakan suatu budidaya dalam botol. Salah satu kegiatan dalam kultur in vitro adalah kultur jaringan yaitu budidaya in vitro yang menggunakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Nenas (Ananas comosus (L) Merr) merupakan salah satu komoditas hortikultura yang mempunyai manfaat ganda, baik sebagai makanan segar, bahan industri makanan seperti pizza, rempah,

Lebih terperinci

Kemampuan regenerasi kalus embriogenik asal nuselus jeruk siam serta variasi fenotipe tunas regeneran

Kemampuan regenerasi kalus embriogenik asal nuselus jeruk siam serta variasi fenotipe tunas regeneran PROS SEM NAS MASY BIODIV INDON Volume 1, Nomor 1, Maret 2015 ISSN: 2407-8050 Halaman: 97-104 DOI: 10.13057/psnmbi/m010116 Kemampuan regenerasi kalus embriogenik asal nuselus jeruk siam serta variasi fenotipe

Lebih terperinci

BIOTEKNOLOGI TERMINOLOGI DAN MACAM KULTUR JARINGAN

BIOTEKNOLOGI TERMINOLOGI DAN MACAM KULTUR JARINGAN BIOTEKNOLOGI TERMINOLOGI DAN MACAM KULTUR JARINGAN PEMBAGIAN KULTUR JARINGAN Kultur organ (kultur meristem, pucuk, embrio) Kultur kalus Kultur suspensi sel Kultur protoplasma Kultur haploid ( kultur anther,

Lebih terperinci

3 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat

3 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat 15 Tabel 8 Daftar komposisi media pada kultur mangga Komponen A B C D E Unsur makro ½ MS B5 B5 B5 ½B5 Unsur mikro MS MS MS MS MS Fe-EDTA ½MS MS MS MS MS Vitamin dan asam amino MS MS MS MS MS Asam askorbat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nenas merupakan buah tropika ketiga setelah pisang dan mangga yang diperdagangkan secara global (Petty et al. 2002) dalam bentuk nenas segar dan produk olahan. Hampir

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Masalah mengenai tebu yang hingga kini sering dihadapi adalah rendahnya

I. PENDAHULUAN. Masalah mengenai tebu yang hingga kini sering dihadapi adalah rendahnya 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Masalah mengenai tebu yang hingga kini sering dihadapi adalah rendahnya produktivitas tebu dan rendahnya tingkat rendemen gula. Rata-rata produktivitas tebu

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan Januari 2009 sampai dengan bulan Agustus 2009 di Laboratorium Bioteknologi Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura,

Lebih terperinci

Kultur Jaringan Menjadi Teknologi yang Potensial untuk Perbanyakan Vegetatif Tanaman Jambu Mete Di Masa Mendatang

Kultur Jaringan Menjadi Teknologi yang Potensial untuk Perbanyakan Vegetatif Tanaman Jambu Mete Di Masa Mendatang AgroinovasI Kultur Jaringan Menjadi Teknologi yang Potensial untuk Perbanyakan Vegetatif Tanaman Jambu Mete Di Masa Mendatang Tanaman jambu mete (Anacardium occidentale. L.) merupakan salah satu tanaman

Lebih terperinci

IV. INDUKSI MUTASI DENGAN SINAR GAMMA

IV. INDUKSI MUTASI DENGAN SINAR GAMMA Latar Belakang IV. INDUKSI MUTASI DENGAN SINAR GAMMA MELALUI IRADIASI TUNGGAL PADA STEK PUCUK ANYELIR (Dianthus caryophyllus) DAN UJI STABILITAS MUTANNYA SAMPAI GENERASI MV3 Pendahuluan Perbaikan sifat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Kelapa sawit merupakan tanaman penghasil minyak nabati utama di

PENDAHULUAN. Kelapa sawit merupakan tanaman penghasil minyak nabati utama di 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kelapa sawit merupakan tanaman penghasil minyak nabati utama di Indonesia, dan memegang peranan penting diantaranya iklim, tenaga kerja, dan kesediaan lahan yang masih cukup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan tanaman yang dikenal sebagai sumber utama penghasil minyak nabati sesudah kelapa. Minyak sawit kaya akan pro-vitamin

Lebih terperinci

INDUKSI KERAGAMAN KALUS EMBRIOGENIK UNTUK MENDAPATKAN MUTAN PUTATIF JERUK KEPROK GARUT ( Citrus reticulata L. ) MELALUI IRADIASI SINAR GAMMA KARYANTI

INDUKSI KERAGAMAN KALUS EMBRIOGENIK UNTUK MENDAPATKAN MUTAN PUTATIF JERUK KEPROK GARUT ( Citrus reticulata L. ) MELALUI IRADIASI SINAR GAMMA KARYANTI INDUKSI KERAGAMAN KALUS EMBRIOGENIK UNTUK MENDAPATKAN MUTAN PUTATIF JERUK KEPROK GARUT ( Citrus reticulata L. ) MELALUI IRADIASI SINAR GAMMA KARYANTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

Pemanfaatan Teknik Kultur In Vitro Untuk Mendapatkan Tanaman Pisang Ambon Tahan Penyakit Fusarium

Pemanfaatan Teknik Kultur In Vitro Untuk Mendapatkan Tanaman Pisang Ambon Tahan Penyakit Fusarium Pemanfaatan Teknik Kultur In Vitro Untuk Mendapatkan Tanaman Pisang Ambon Tahan Penyakit Fusarium Pisang merupakan salah satu komoditas buah-buahan yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia karena

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Pelaksanaan

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Pelaksanaan 13 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juli 2011 hingga bulan Februari 2012 di Laboratorium Kultur Jaringan, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian

Lebih terperinci

Formulir 1 Data dan Informasi Hasil Kegiatan Penelitian [tahun ] Puslit Bioteknologi LIPI

Formulir 1 Data dan Informasi Hasil Kegiatan Penelitian [tahun ] Puslit Bioteknologi LIPI Formulir 1 Data dan Informasi Hasil Kegiatan Penelitian [tahun 2013-2014] Puslit Bioteknologi LIPI Tahun Anggaran 2013-2014 Sumber Dana DIPA MEATPRO Bidang kegiatan Peternakan Judul kegiatan penelitian

Lebih terperinci

Teknik Kultur In Vitro Tanaman. Bab I : Pendahuluan 9/16/2012

Teknik Kultur In Vitro Tanaman. Bab I : Pendahuluan 9/16/2012 Teknik Kultur In Vitro Tanaman Sri Sumarsih Prodi Agroteknologi Fakultas Pertanian UPN Veteran Yogyakarta Email: Sumarsih_03@yahoo.com Weblog: Sumarsih07.wordpress.com Website: agriculture.upnyk.ac.id

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI IAA, IBA, BAP, DAN AIR KELAPA TERHADAP PEMBENTUKAN AKAR POINSETTIA (Euphorbia pulcherrima Wild Et Klotzch) IN VITRO

PENGARUH KONSENTRASI IAA, IBA, BAP, DAN AIR KELAPA TERHADAP PEMBENTUKAN AKAR POINSETTIA (Euphorbia pulcherrima Wild Et Klotzch) IN VITRO PENGARUH KONSENTRASI IAA, IBA, BAP, DAN AIR KELAPA TERHADAP PEMBENTUKAN AKAR POINSETTIA (Euphorbia pulcherrima Wild Et Klotzch) IN VITRO Oleh : Pratiwi Amie Pisesha (A34303025) DEPARTEMEN AGRONOMI DAN

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Perbanyakan P. citrophthora dan B. theobromae dilaksanakan di Laboratorium Mikologi Tumbuhan Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. : Citrus reticulata/nobilis L.(keprok)

TINJAUAN PUSTAKA. : Citrus reticulata/nobilis L.(keprok) TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Jeruk Buah jeruk merupakan salah satu buah yang digemari, saat ini kebutuhannya semakin meningkat seiring dengan tumbuhnya kesadaran masyarakat akan pentingnya nilai gizi.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) memiliki peran strategis dalam pangan

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) memiliki peran strategis dalam pangan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) memiliki peran strategis dalam pangan nasional sebagai sumber protein dan minyak nabati, dalam setiap 100 g kacang tanah mentah mengandung

Lebih terperinci

UJI KETAHANAN TANAMAN KEDELAI (Glycine max (L.) Merr.) HASIL RADIASI SINAR GAMMA (M 2 ) PADA CEKAMAN ALUMINIUM SECARA IN VITRO SKRIPSI OLEH:

UJI KETAHANAN TANAMAN KEDELAI (Glycine max (L.) Merr.) HASIL RADIASI SINAR GAMMA (M 2 ) PADA CEKAMAN ALUMINIUM SECARA IN VITRO SKRIPSI OLEH: UJI KETAHANAN TANAMAN KEDELAI (Glycine max (L.) Merr.) HASIL RADIASI SINAR GAMMA (M 2 ) PADA CEKAMAN ALUMINIUM SECARA IN VITRO SKRIPSI OLEH: Dinda Marizka 060307029/BDP-Pemuliaan Tanaman PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

PENGGUNAAN IAA DAN BAP UNTUK MENSTIMULASI ORGANOGENESIS TANAMAN Anthurium andreanum DALAM KULTUR IN VITRO

PENGGUNAAN IAA DAN BAP UNTUK MENSTIMULASI ORGANOGENESIS TANAMAN Anthurium andreanum DALAM KULTUR IN VITRO PENGGUNAAN IAA DAN BAP UNTUK MENSTIMULASI ORGANOGENESIS TANAMAN Anthurium andreanum DALAM KULTUR IN VITRO Oleh : SITI SYARA A34301027 PROGRAM STUDI HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kedudukan krisan dalam sistematika tumbuhan (Holmes,1983)

TINJAUAN PUSTAKA. Kedudukan krisan dalam sistematika tumbuhan (Holmes,1983) TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Kedudukan krisan dalam sistematika tumbuhan (Holmes,1983) diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom : Plantae Subkingdom : Spermatophyta Superdivisio : Angiospermae Divisio

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN DAN TOLERANSI MELASTOMA TERHADAP ANTIBIOTIK KANAMISIN DAN HIGROMISIN SECARA IN VITRO NANI SUMARNI

PERTUMBUHAN DAN TOLERANSI MELASTOMA TERHADAP ANTIBIOTIK KANAMISIN DAN HIGROMISIN SECARA IN VITRO NANI SUMARNI PERTUMBUHAN DAN TOLERANSI MELASTOMA TERHADAP ANTIBIOTIK KANAMISIN DAN HIGROMISIN SECARA IN VITRO NANI SUMARNI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

INDUKSI KERAGAMAN GENETIK TANAMAN ANTHURIUM WAVE OF LOVE (Anthurium plowmanii Croat.) DENGAN RADIASI SINAR GAMMA DARI 60 Co SECARA IN VITRO

INDUKSI KERAGAMAN GENETIK TANAMAN ANTHURIUM WAVE OF LOVE (Anthurium plowmanii Croat.) DENGAN RADIASI SINAR GAMMA DARI 60 Co SECARA IN VITRO INDUKSI KERAGAMAN GENETIK TANAMAN ANTHURIUM WAVE OF LOVE (Anthurium plowmanii Croat.) DENGAN RADIASI SINAR GAMMA DARI 60 Co SECARA IN VITRO SRI IMRIANI PULUNGAN A24051240 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L] Merr.) adalah salah satu komoditas utama kacangkacangan

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L] Merr.) adalah salah satu komoditas utama kacangkacangan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai (Glycine max [L] Merr.) adalah salah satu komoditas utama kacangkacangan yang menjadi andalan nasional karena merupakan sumber protein nabati penting

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu tanaman palawija yang

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu tanaman palawija yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu tanaman palawija yang berguna untuk bahan pangan, pakan, dan bahan baku industri. Selain itu, kacang tanah merupakan

Lebih terperinci

PENGARUH INDUKSI MUTASI SINAR GAMMA PADA REGENERASI KALUS EMBRIOGENIK KEPROK GARUT (Citrus reticulata L. )

PENGARUH INDUKSI MUTASI SINAR GAMMA PADA REGENERASI KALUS EMBRIOGENIK KEPROK GARUT (Citrus reticulata L. ) PENGARUH INDUKSI MUTASI SINAR GAMMA PADA REGENERASI KALUS EMBRIOGENIK KEPROK GARUT (Citrus reticulata L. ) Karyanti 1,*, Agus Purwito 2 dan Ali Husni 3 1 Balai Pengkajian Bioteknologi, BPPT 2 Departemen

Lebih terperinci

BAB 1 TIPE KULTUR JARINGAN TANAMAN

BAB 1 TIPE KULTUR JARINGAN TANAMAN BAB 1 TIPE KULTUR JARINGAN TANAMAN Kompetensi Mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan pengertian kultur jaringan, mampu menguraikan tujuan dan manfaat kultur jaringan, mampu menjelaskan prospek kultur jaringan,

Lebih terperinci

EVALUASI LAPANGAN KERAGAMAN GENOTIPE-GENOTIPE SOMAKLONAL ARTEMISIA (Artemisia annua L.) HASIL INDUKSI MUTASI IRADIASI SINAR GAMMA

EVALUASI LAPANGAN KERAGAMAN GENOTIPE-GENOTIPE SOMAKLONAL ARTEMISIA (Artemisia annua L.) HASIL INDUKSI MUTASI IRADIASI SINAR GAMMA EVALUASI LAPANGAN KERAGAMAN GENOTIPE-GENOTIPE SOMAKLONAL ARTEMISIA (Artemisia annua L.) HASIL INDUKSI MUTASI IRADIASI SINAR GAMMA oleh Purwati A34404015 PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2010 sampai dengan bulan Oktober 2010 di Laboraturium Bioteknologi Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas

Lebih terperinci

PROGRAM INSENTIF RISET DASAR

PROGRAM INSENTIF RISET DASAR PERAKITAN KULTIVAR UNGGUL JAGUNG TOLERAN KEMASAMAN: SELEKSI IN VITRO MUTAN IRADIASI SINAR GAMMA DAN VARIAN SOMAKLON Surjono Hadi Sutjahjo, Dewi Sukma, Rustikawati PROGRAM INSENTIF RISET DASAR Bidang Fokus

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan salah satu komoditas pertanian yang

I. PENDAHULUAN. Tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan salah satu komoditas pertanian yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan salah satu komoditas pertanian yang bernilai ekonomi tinggi karena tingginya kandungan gula pada bagian batangnya.

Lebih terperinci

BAHA DA METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHA DA METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHA DA METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi Tanaman Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dimulai

Lebih terperinci

Kombinasi Embriogenesis Langsung dan Tak Langsung pada Perbanyakan Kopi Robusta. Reny Fauziah Oetami 1)

Kombinasi Embriogenesis Langsung dan Tak Langsung pada Perbanyakan Kopi Robusta. Reny Fauziah Oetami 1) Kombinasi Embriogenesis Langsung dan Tak Langsung pada Perbanyakan Kopi Robusta Reny Fauziah Oetami 1) 1) Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jl. PB. Sudirman 90 Jember 68118 Perbanyakan tanaman

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian 14 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Oktober 2009 sampai dengan bulan Juni 2011 di Laboratorium Kultur Jaringan Kelompok Peneliti Biologi Sel dan Jaringan, Balai

Lebih terperinci

RESPONS PERTUMBUHAN TANAMAN ANGGREK (Dendrobium sp.) TERHADAP PEMBERIAN BAP DAN NAA SECARA IN VITRO

RESPONS PERTUMBUHAN TANAMAN ANGGREK (Dendrobium sp.) TERHADAP PEMBERIAN BAP DAN NAA SECARA IN VITRO RESPONS PERTUMBUHAN TANAMAN ANGGREK (Dendrobium sp.) TERHADAP PEMBERIAN BAP DAN NAA SECARA IN VITRO ABSTRAK Ernitha Panjaitan Staf Pengajar Fakultas Pertanian UMI Medan Percobaan untuk mengetahui respons

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Varietas unggul padi telah tersebar di seluruh dunia untuk dijadikan bibit yang digunakan oleh para petani. Pemerintah Republik Indonesia telah mengeluarkan lebih dari

Lebih terperinci

PENGGUNAAN KOMPOSISI MEDIA DASAR DAN BAP UNTUK INDUKSI ORGANOGENESIS ANTHURIUM WAVE OF LOVE (Anthurium plowmanii) SECARA IN VITRO

PENGGUNAAN KOMPOSISI MEDIA DASAR DAN BAP UNTUK INDUKSI ORGANOGENESIS ANTHURIUM WAVE OF LOVE (Anthurium plowmanii) SECARA IN VITRO PENGGUNAAN KOMPOSISI MEDIA DASAR DAN BAP UNTUK INDUKSI ORGANOGENESIS ANTHURIUM WAVE OF LOVE (Anthurium plowmanii) SECARA IN VITRO Oleh Riyanti Catrina Helena Siringo ringo A34404062 PROGRAM STUDI PEMULIAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan di Indonesia merupakan sumber plasma nutfah yang sangat potensial

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan di Indonesia merupakan sumber plasma nutfah yang sangat potensial 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Indonesia dikenal sebagai negara dengan tingkat keanekaragaman sumber daya hayati yang tinggi, khususnya tumbuhan. Keanekaragaman genetik tumbuhan di

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jeruk merupakan komoditas buah-buahan yang menjanjikan bagi bidang pertanian

I. PENDAHULUAN. Jeruk merupakan komoditas buah-buahan yang menjanjikan bagi bidang pertanian 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jeruk merupakan komoditas buah-buahan yang menjanjikan bagi bidang pertanian di Indonesia. Indonesia menempati urutan ke sebelas untuk produsen jeruk dunia pada tahun

Lebih terperinci

KULTUR JARINGAN TANAMAN

KULTUR JARINGAN TANAMAN KULTUR JARINGAN TANAMAN Oleh : Victoria Henuhili, MSi Jurdik Biologi victoria@uny.ac.id FAKULTAS MATEMATIKA DA/N ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2013 1 Kultur Jaringan Tanaman Pengertian

Lebih terperinci

PELATIHAN KULTUR JARINGAN ANGGREK TAHUN 2013 MATERI 4 BAHAN TANAM (EKSPLAN) DALAM METODE KULTUR JARINGAN. Oleh: Paramita Cahyaningrum Kuswandi, M.Sc.

PELATIHAN KULTUR JARINGAN ANGGREK TAHUN 2013 MATERI 4 BAHAN TANAM (EKSPLAN) DALAM METODE KULTUR JARINGAN. Oleh: Paramita Cahyaningrum Kuswandi, M.Sc. PELATIHAN KULTUR JARINGAN ANGGREK TAHUN 2013 MATERI 4 BAHAN TANAM (EKSPLAN) DALAM METODE KULTUR JARINGAN Oleh: Paramita Cahyaningrum Kuswandi, M.Sc. PENDAHULUAN Metode kultur jaringan juga disebut dengan

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN ZPT 2,4 D TERHADAP PERTUMBUHAN DAN METABOLIT KALUS KEDELAI PADA PROSES HYPOXYDA SKRIPSI OLEH:

PENGARUH PEMBERIAN ZPT 2,4 D TERHADAP PERTUMBUHAN DAN METABOLIT KALUS KEDELAI PADA PROSES HYPOXYDA SKRIPSI OLEH: PENGARUH PEMBERIAN ZPT 2,4 D TERHADAP PERTUMBUHAN DAN METABOLIT KALUS KEDELAI PADA PROSES HYPOXYDA SKRIPSI OLEH: Elita Kumianjani A B 100301159 PEMULIAAN TANAMAN PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DEPARTEMEN

Lebih terperinci

7 DETEKSI KERAGAMAN IN VITRO PLANLET LILI (Lilium, L) HASIL MUTASI DENGAN ISOZIM

7 DETEKSI KERAGAMAN IN VITRO PLANLET LILI (Lilium, L) HASIL MUTASI DENGAN ISOZIM 59 7 DETEKSI KERAGAMAN IN VITRO PLANLET LILI (Lilium, L) HASIL MUTASI DENGAN ISOZIM Abstrak Keragaman genetik tanaman hasil mutasi dapat dibedakan menggunakan penanda isozim. Tujuan penelitian ini ialah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Anggrek bulan (Phalaenopsis amabilis (L.) Blume) merupakan jenis. pesona, bahkan menjadi penyumbang devisa bagi negara.

I. PENDAHULUAN. Anggrek bulan (Phalaenopsis amabilis (L.) Blume) merupakan jenis. pesona, bahkan menjadi penyumbang devisa bagi negara. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anggrek bulan (Phalaenopsis amabilis (L.) Blume) merupakan jenis anggrek asli Indonesia yang penyebarannya meliputi daerah Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Maluku.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nanas merupakan tanaman buah berupa semak yang memiliki nama ilmiah Ananas comosus. Nanas berasal dari Brasilia (Amerika Selatan) yang telah didomestikasi sebelum masa

Lebih terperinci

REGENERASI TANAMAN SENGON (Albizia falcataria) MELALUI MULTIPLIKASI TUNAS AKSILAR DENGAN PENGGUNAAN KOMBINASI ZPT DAN AIR KELAPA SKRIPSI.

REGENERASI TANAMAN SENGON (Albizia falcataria) MELALUI MULTIPLIKASI TUNAS AKSILAR DENGAN PENGGUNAAN KOMBINASI ZPT DAN AIR KELAPA SKRIPSI. REGENERASI TANAMAN SENGON (Albizia falcataria) MELALUI MULTIPLIKASI TUNAS AKSILAR DENGAN PENGGUNAAN KOMBINASI ZPT DAN AIR KELAPA SKRIPSI Oleh: RAHADI PURBANTORO NPM : 0825010009 PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI

Lebih terperinci

Isi Materi Kuliah. Pengertian Kalus. Aplikasi Kultur Kalus. Kultur Kalus 6/30/2011

Isi Materi Kuliah. Pengertian Kalus. Aplikasi Kultur Kalus. Kultur Kalus 6/30/2011 Teknologi Kultur Jaringan Tanaman materi kuliah pertemuan ke 9 Isi Materi Kuliah Kultur Kalus Sri Sumarsih Prodi Agribisnis Fakultas Pertanian UPN Veteran Yogyakarta Email: Sumarsih_03@yahoo.com Weblog:

Lebih terperinci

RESPON PERUBAHAN MORFOLOGI DAN KANDUNGAN ANTOSIANIN TANAMAN ROSELLA (Hibiscus sabdariffa L.) TERHADAP BEBERAPA DOSIS IRADIASI SINAR GAMMA SKRIPSI

RESPON PERUBAHAN MORFOLOGI DAN KANDUNGAN ANTOSIANIN TANAMAN ROSELLA (Hibiscus sabdariffa L.) TERHADAP BEBERAPA DOSIS IRADIASI SINAR GAMMA SKRIPSI 1 RESPON PERUBAHAN MORFOLOGI DAN KANDUNGAN ANTOSIANIN TANAMAN ROSELLA (Hibiscus sabdariffa L.) TERHADAP BEBERAPA DOSIS IRADIASI SINAR GAMMA SKRIPSI OLEH : MUTIA DINULIA PUTRI / 120301185 AGROEKOTEKNOLOGI-PET

Lebih terperinci

EVALUASI KERAGAAN FENOTIPE TANAMAN SELEDRI DAUN

EVALUASI KERAGAAN FENOTIPE TANAMAN SELEDRI DAUN EVALUASI KERAGAAN FENOTIPE TANAMAN SELEDRI DAUN (Apium graveolens L. Subsp. secalinum Alef.) KULTIVAR AMIGO HASIL RADIASI DENGAN SINAR GAMMA COBALT-60 (Co 60 ) Oleh Aldi Kamal Wijaya A 34301039 PROGRAM

Lebih terperinci

INDUKSI KERAGAMAN GENETIK DENGAN SINAR GAMMA PADA JERUK SIAM PONTIANAK (Citrus nobilis var. microcarpa) SECARA IN VITRO ANDRI INDRAYASA A

INDUKSI KERAGAMAN GENETIK DENGAN SINAR GAMMA PADA JERUK SIAM PONTIANAK (Citrus nobilis var. microcarpa) SECARA IN VITRO ANDRI INDRAYASA A INDUKSI KERAGAMAN GENETIK DENGAN SINAR GAMMA PADA JERUK SIAM PONTIANAK (Citrus nobilis var. microcarpa) SECARA IN VITRO ANDRI INDRAYASA A24061354 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Manggis (Garcinia mangostana L.) merupakan salah satu komoditas buah tropis

I. PENDAHULUAN. Manggis (Garcinia mangostana L.) merupakan salah satu komoditas buah tropis I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Manggis (Garcinia mangostana L.) merupakan salah satu komoditas buah tropis yang mempunyai nilai ekonomis yang cukup tinggi. Saat ini, manggis merupakan salah

Lebih terperinci

PENGARUH UMUR FISIOLOGIS KECAMBAH BENIH SUMBER EKSPLAN

PENGARUH UMUR FISIOLOGIS KECAMBAH BENIH SUMBER EKSPLAN 0 PENGARUH UMUR FISIOLOGIS KECAMBAH BENIH SUMBER EKSPLAN (Leaflet) TERHADAP INDUKSI EMBRIO SOMATIK DUA VARIETAS KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.) SECARA IN VITRO Oleh Diana Apriliana FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mudah diperbanyak dan jangka waktu berbuah lebih panjang. Sedangkan

BAB I PENDAHULUAN. mudah diperbanyak dan jangka waktu berbuah lebih panjang. Sedangkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Perbanyakan tanaman dapat dilakukan dengan cara generatif dan vegetatif. Perbanyakan tanaman secara generatif biasanya dilakukan melalui biji dan mengalami penyerbukan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Jeruk

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Jeruk TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Jeruk Tanaman jeruk adalah tanaman buah tahunan yang berasal dari Asia. Cina dipercaya sebagai tempat pertama kali jeruk tumbuh. Sejak ratusan tahun yang lalu, jeruk sudah tumbuh

Lebih terperinci

Topik VI. METODE BIOTEKNOLOGI TANAMAN

Topik VI. METODE BIOTEKNOLOGI TANAMAN MK. BIOTEKNOLOGI (SEM VI) Topik VI. METODE BIOTEKNOLOGI TANAMAN Paramita Cahyaningrum Kuswandi (email : paramita@uny.ac.id) FMIPA UNY 2015 16 maret : metode biotek tnmn 23 maret : transgenesis 30 maret

Lebih terperinci

INDUKSI KERAGAMAN REGENERAN JERUK SIAM DENGAN IRADIASI SINAR GAMMA PADA KALUS HASIL KULTUR PROTOPLAS

INDUKSI KERAGAMAN REGENERAN JERUK SIAM DENGAN IRADIASI SINAR GAMMA PADA KALUS HASIL KULTUR PROTOPLAS INDUKSI KERAGAMAN REGENERAN JERUK SIAM DENGAN IRADIASI SINAR GAMMA PADA KALUS HASIL KULTUR PROTOPLAS (Induced Variation of Tangerine CV. Siam Regenerants Through Gamma Irradiation on Callus From Protoplast

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN BAP (Benzil Amino Purin) DAN NAA (Naftalen Asam Asetat) TERHADAP MORFOGENESIS DARI KALUS SANSEVIERIA (Sansevieria cylindrica)

PENGARUH PEMBERIAN BAP (Benzil Amino Purin) DAN NAA (Naftalen Asam Asetat) TERHADAP MORFOGENESIS DARI KALUS SANSEVIERIA (Sansevieria cylindrica) PENGARUH PEMBERIAN BAP (Benzil Amino Purin) DAN NAA (Naftalen Asam Asetat) TERHADAP MORFOGENESIS DARI KALUS SANSEVIERIA (Sansevieria cylindrica) SKRIPSI OLEH : SRI WILDANI BATUBARA 050307041/PEMULIAAN

Lebih terperinci

REGENERASI EKSPLAN MELALUI ORGANOGENESIS DAN EMBRIOGENESIS SOMATIK

REGENERASI EKSPLAN MELALUI ORGANOGENESIS DAN EMBRIOGENESIS SOMATIK MODUL - 3 DASAR BIOTEKNOLOGI TANAMAN REGENERASI EKSPLAN MELALUI ORGANOGENESIS DAN EMBRIOGENESIS SOMATIK Oleh: Pangesti Nugrahani Sukendah Makziah RECOGNITION AND MENTORING PROGRAM PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i FAKTA INTEGRITAS... ii LEMBAR PERSYARATAN GELAR... iii LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR... iv LEMBAR PERSETUJUAN... v PEDOMAN PENGGUNAAN... vi ABSTRAK... vii KATA PENGANTAR...

Lebih terperinci

INDUKSI MUTASI KROMOSOM DENGAN KOLKISIN PADA TANAMAN STEVIA (Stevia rebaudiana Bertoni) KLON ZWEETENERS SECARA IN VITRO

INDUKSI MUTASI KROMOSOM DENGAN KOLKISIN PADA TANAMAN STEVIA (Stevia rebaudiana Bertoni) KLON ZWEETENERS SECARA IN VITRO INDUKSI MUTASI KROMOSOM DENGAN KOLKISIN PADA TANAMAN STEVIA (Stevia rebaudiana Bertoni) KLON ZWEETENERS SECARA IN VITRO Oleh: ASEP RODIANSAH A34302032 PROGRAM STUDI HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Eksplorasi Eksplan Terubuk

HASIL DAN PEMBAHASAN Eksplorasi Eksplan Terubuk 22 HASIL DAN PEMBAHASAN Eksplorasi Eksplan Terubuk Bahan tanam awal (eksplan) merupakan salah satu faktor penting dalam keberhasilan perbanyakan tanaman secara in vitro. Eksplan yang baik untuk digunakan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan Tanaman dan Media

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan Tanaman dan Media BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Bioteknologi Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Secara umum kerabat durian (Durio spp.) merupakan tanaman buah yang memiliki nilai ekonomi tinggi di Indonesia. Jangkauan pasarnya sangat luas dan beragam mulai dari pasar

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan tempat 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian pendahuluan

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan tempat 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian pendahuluan 12 menjadi planlet/tanaman. Hormon NAA cenderung menginduksi embrio somatik secara langsung tanpa pembentukan kalus. Embrio somatik yang dihasilkan lebih normal dan mudah dikecambahkan menjadi planlet/tanaman,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Padi

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Padi 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Padi Padi merupakan tanaman yang termasuk ke dalam genus Oryza Linn. Terdapat dua spesies padi yang dibudidayakan, yaitu O. sativa Linn. dan O. glaberrima Steud.

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KULTUR JARINGAN TANAMAN

LAPORAN PRAKTIKUM KULTUR JARINGAN TANAMAN LAPORAN PRAKTIKUM KULTUR JARINGAN TANAMAN MULTIPLIKASI TUNAS DARI TUNAS IN VITRO (TANAMAN ANGGREK DAN KRISAN) Disusun Oleh : Puji Hanani 4411413023 JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

KULIAH DASAR BIOTEKNOLOGI

KULIAH DASAR BIOTEKNOLOGI KULIAH DASAR BIOTEKNOLOGI REGENERASI EKSPLAN MELALUI ORGANOGENESIS DAN EMBRIOGENESIS SOMATIK DR. IR. PANGESTI NUGRAHANI, M.SI. MORPHOGENENSIS Proses pembentukan bagian-bagian tanaman (tunas, kalus, akar)

Lebih terperinci

ABSTRACT ATRA ROMEIDA. Induced Mutation by Gamma-ray Irradiation for the Development of Superior Orchid Clones Spathoglottis plicata

ABSTRACT ATRA ROMEIDA. Induced Mutation by Gamma-ray Irradiation for the Development of Superior Orchid Clones Spathoglottis plicata v ABSTRACT ATRA ROMEIDA. Induced Mutation by Gamma-ray Irradiation for the Development of Superior Orchid Clones Spathoglottis plicata Blume. Accession Bengkulu. Supervised by Surjono Hadi Sutjahjo, Agus

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Padi

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Padi TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Padi Padi (Oryza sativa L.) adalah tanaman yang termasuk dalam famili Gramineae dan genus Oryza (Grist, 1959). Padi dapat tumbuh pada berbagai lokasi dan iklim yang berbeda.

Lebih terperinci

ANALISIS KERAGAMAN GENETIK MANGGIS (Garcinia mangostana L.) HASIL IRADIASI SINAR GAMMA BERDASARKAN MORFOLOGI, ANATOMI, DAN PENANDA ISSR

ANALISIS KERAGAMAN GENETIK MANGGIS (Garcinia mangostana L.) HASIL IRADIASI SINAR GAMMA BERDASARKAN MORFOLOGI, ANATOMI, DAN PENANDA ISSR ANALISIS KERAGAMAN GENETIK MANGGIS (Garcinia mangostana L.) HASIL IRADIASI SINAR GAMMA BERDASARKAN MORFOLOGI, ANATOMI, DAN PENANDA ISSR ALFIN WIDIASTUTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anggrek yang mendominasi pasar adalah anggrek impor, yaitu Dendrobium dan

BAB I PENDAHULUAN. anggrek yang mendominasi pasar adalah anggrek impor, yaitu Dendrobium dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Anggrek merupakan jenis tanaman hias yang digemari konsumen. Jenis anggrek yang mendominasi pasar adalah anggrek impor, yaitu Dendrobium dan Phalaenopsis dari Negara

Lebih terperinci

KULTUR MERISTEM PUCUK STROBERI (Fragaria chiloensis dan F. Vesca) DENGAN PEMBERIAN BEBERAPA ZAT PENGATUR TUMBUH SKRIPSI OLEH:

KULTUR MERISTEM PUCUK STROBERI (Fragaria chiloensis dan F. Vesca) DENGAN PEMBERIAN BEBERAPA ZAT PENGATUR TUMBUH SKRIPSI OLEH: KULTUR MERISTEM PUCUK STROBERI (Fragaria chiloensis dan F. Vesca) DENGAN PEMBERIAN BEBERAPA ZAT PENGATUR TUMBUH SKRIPSI OLEH: LYDIA R SIRINGORINGO 060307026 BDP- PEMULIAAN TANAMAN PROGRAM STUDI PEMULIAAN

Lebih terperinci

EVALUASI KERAGAMAN TANAMAN KEDELAI (Glycine max L. Merrill) MUTAN ARGOMULYO PADA GENERASI M 4 MELALUI SELEKSI CEKAMAN KEMASAMAN SKRIPSI OLEH :

EVALUASI KERAGAMAN TANAMAN KEDELAI (Glycine max L. Merrill) MUTAN ARGOMULYO PADA GENERASI M 4 MELALUI SELEKSI CEKAMAN KEMASAMAN SKRIPSI OLEH : EVALUASI KERAGAMAN TANAMAN KEDELAI (Glycine max L. Merrill) MUTAN ARGOMULYO PADA GENERASI M 4 MELALUI SELEKSI CEKAMAN KEMASAMAN SKRIPSI OLEH : HENDRI SIAHAAN / 060307013 BDP PEMULIAAN TANAMAN PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani Tanaman Kelapa Sawit Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) bukanlah tanaman asli Indonesia tetapi berasal dari Afrika. Kelapa sawit diintroduksi ke Asia Tenggara pada

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Tanaman Anthurium Wave of Love

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Tanaman Anthurium Wave of Love TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Tanaman Anthurium Wave of Love Tanaman Anthurium Wave of Love termasuk ke dalam famili Araceae, berbatang sukulen dan termasuk tanaman perennial. Ciri utama famili

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

II. TINJAUAN PUSTAKA A. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Padi (Varietas Ciherang) Padi merupakan kebutuhan vital bagi manusia Indonesia sehari-hari, disebabkan setiap hari orang mengkonsumsi nasi sebagai makanan pokok. Untuk menjaga

Lebih terperinci

daun, panjang daun, dan lebar daun), peubah morfologi (warna daun, tekstur daun, warna batang, dan indeks warna hijau relatif daun), anatomi daun

daun, panjang daun, dan lebar daun), peubah morfologi (warna daun, tekstur daun, warna batang, dan indeks warna hijau relatif daun), anatomi daun 93 PEMBAHASAN UMUM Perbaikan sifat genetik dari tanaman dapat melalui pemuliaan, baik konvensional maupun modern (Soedjono 2003). Bahan tanaman yang digunakan didapatkan dengan cara meningkatkan keragaman

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PERBANYAKAN BIBIT PISANG ABAKA DENGAN KULTUR JARINGAN DR IR WENNY TILAAR,MS

TEKNOLOGI PERBANYAKAN BIBIT PISANG ABAKA DENGAN KULTUR JARINGAN DR IR WENNY TILAAR,MS TEKNOLOGI PERBANYAKAN BIBIT PISANG ABAKA DENGAN KULTUR JARINGAN DR IR WENNY TILAAR,MS PENDAHULUAN. Kultur jaringan adalah suatu teknik untuk mengisolasi, sel, protoplasma, jaringan, dan organ dan menumbuhkan

Lebih terperinci

Penggunaan varietas unggul berdaya hasil tinggi, tahan hama dan

Penggunaan varietas unggul berdaya hasil tinggi, tahan hama dan PEMANFAATAN KOMBINASI PEMBERIAN MUTAGEN DAN KULTUR IN VITRO UNTUK PERAKITAN VARIETAS UNGGUL BARU Penggunaan varietas unggul berdaya hasil tinggi, tahan hama dan penyakit maupun cekaman lingkungan merupakan

Lebih terperinci

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA Pengaruh Konsentrasi Paclobutrazol dalam Induksi Pembungaan (Flowering) Mawar Mini Hibrida Varietas Rosmarun dan Yulikara secara In Vitro PROGRAM KEGIATAN PKM Penelitian Ketua

Lebih terperinci

BAB VII PEMBAHASAN UMUM

BAB VII PEMBAHASAN UMUM BAB VII PEMBAHASAN UMUM Kajian tentang potensi jarak pagar sebagai penghasil bahan bakar nabati telah banyak dilakukan. Sebagai penghasil bahan bakar nabati, secara teknis banyak nilai positif yang dimiliki

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dalam kelas Liliopsida yang merupakan salah satu tumbuhan berbunga lidah dari

TINJAUAN PUSTAKA. dalam kelas Liliopsida yang merupakan salah satu tumbuhan berbunga lidah dari TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Menurut Jones dan Luchsinger (1979), tumbuhan anggrek termasuk ke dalam kelas Liliopsida yang merupakan salah satu tumbuhan berbunga lidah dari sekian banyak tumbuhan berbunga

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani Tanaman Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit disebut dengan nama latin Elaeis guineensis Jacq. Elaeis berasal dari Elaion yang dalam bahasa Yunani berarti minyak. Guineensis

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) tergolong dalam famili Graminae yaitu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) tergolong dalam famili Graminae yaitu 11 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Tanaman Tebu Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) tergolong dalam famili Graminae yaitu rumput-rumputan. Saccharum officinarum merupakan spesies paling penting

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan, Gedung

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan, Gedung 20 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan, Gedung Bioteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung dari Bulan November 2011

Lebih terperinci

Ketersediaan Eksplan, Tunas Aksiler dan Kalugenesis pada Perbanyakan Mikro Toona sinensis

Ketersediaan Eksplan, Tunas Aksiler dan Kalugenesis pada Perbanyakan Mikro Toona sinensis Ketersediaan Eksplan, Tunas Aksiler dan Kalugenesis Perbanyakan Mikro Toona sinensis Explant Avaibility, Axillary Buds and Callugenesis in Toona sinensis Micropropagation BALAI BESAR PENELITIAN BIOTEKNOLOGI

Lebih terperinci

1. TAHAP-TAHAP PEMULIAAN TANAMAN: KONSEP LOKO DAN GERBONG

1. TAHAP-TAHAP PEMULIAAN TANAMAN: KONSEP LOKO DAN GERBONG 1. TAHAP-TAHAP PEMULIAAN TANAMAN: KONSEP LOKO DAN GERBONG 1.1. Konsep Loko dan Gerbong Pemuliaan tanaman merupakan paduan antara seni dan ilmu dalam memperbaiki pola genetik dari populasi tanaman. Tujuan

Lebih terperinci

BAB VIII PEMBAHASAN UMUM

BAB VIII PEMBAHASAN UMUM 133 BAB VIII PEMBAHASAN UMUM Trend kebutuhan pasar dunia secara global akan buah jeruk yang dikonsumsi segar saat ini dan masa mendatang perlu memenuhi kategori buah yang tidak berbiji (seedless), mudah

Lebih terperinci