STUDI PERUBAHAN LUASAN HUTAN MANGROVE DI DUSUN PINTAU DESA TANJUNG SATAI KECAMATAN PULAU MAYA KABUPATEN KAYONG UTARA
|
|
- Verawati Siska Hermawan
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 STUDI PERUBAHAN LUASAN HUTAN MANGROVE DI DUSUN PINTAU DESA TANJUNG SATAI KECAMATAN PULAU MAYA KABUPATEN KAYONG UTARA (Mangrove Forest Area Study Of Changes In The Village Of Tanjung Satai Village Pintau Maya Island District Of North Kayong) Burhanudin. A, Eddy Thamrin, dan M. Idham. Fakultas Kehutanan Universitas Tanjungpura. Jalan Imam Bonjol Pontianak burhanarcgis@gmail.com ABSTRACT This research focus to examine changing mangrove area during 5 years and their relati onship with perception of Dusun Pintau people. Raster and vector data were used in thi s research. Raster data is processed by georeferencing and geoprocessing. Other that, p urposive sampling was used to determine number of respondents. From vector data is k nown that mangrove area constant at Ha in 5 years, this mean, it area didn t cha nge. From raster data, it area was changed which are 16.3 Ha in 2012, Ha in 201 3, Ha in 2014, and 18.9 Ha in 2015.Base on terestris data, also reveal changed Ha in 5 years. From correspondency activity reveal that mangrove area is 12 Ha. P eople s perception to mangrove area change is different depend on age, education back ground, and cosmopolitan level. 66.7% young people have positive perception, adult pe ople who have positive perception is 50%, and mature people generally (60%) have pos itive perception. Base on education background, 58% of elementary school alumna, 46 % junior school alumna, and 81.18% senior school alumna have positive perception. B ase on this study, mangrove forest area in Dusun Pintau has change. It area was decrea se 0.58 Ha/year. This degradation was caused by fish and shrimp farm construction dur ing five year. Keywords: Dusun Pintau, Mangrove, Raster, Sikap Masyarakat, Vektor PENDAHULUAN Secara umum ada beberapa manfaat dari hutan mangrove yaitu manfaat sosialbudaya, manfaat ekonomi, manfaat ekologi, dan manfaat fisik. Manfaat ekonomi dari hutan mangrove yaitu dijadikan sebagai sumber penghasilan atau mata pencaharian masyarakat di pesisir pantai, misalnya pembangunan hutan mangrove menjadi hutan pariwisata, dijadikan arang kayu, dan dibuat bahan bangunan. Manfaat sosial-budaya hutan mangrove yaitu dijadikan sebagai area pendidikan, dan ekoturisme. Manfaat ekologis hutan mangrove yaitu dijadikan sebagai tempat berlangsungnya perkembangan flora dan fauna di wilayah pesisir pantai, seperti tempat pemijahan berbagai jenis ikan, dan jenis tumbuhan. Sedangkan manfaat fisik dari hutan mangrove yaitu berfungsi sebagai peredam gelombang, penahan angin, dan pelindung dari abrasi dan erosi. Masyarakat di Dusun Pintau memanfaatkan hutan mangrove dari 442
2 dulu sampai saat ini dijadikan sebagai tempat pencarian flora dan fauna seperti tempat menangkap ikan, udang, pengambilan lidi dan daun nipah untuk dijual. Seiring meningkatnya jumlah penduduk di Dusun Pintau, sementara mata pencaharian masyarakat yang sangat terbatas, menyebabkan peluang besar bagi para pengusaha untuk melakukan alih fungsi lahan hutan mangrove menjadi lahan pertambakan. Hal ini menyebabkan masalah seperti perubahan luasan hutan mangrove, abrasi, dan erosi. Kemudian, untuk melihat pengaruh sikap masyarakat terhadap perubahan luasan hutan mangrove di Dusun Pintau, maka dilakukan pemberian kuisioner dan wawancara terhadap masyarakat setempat. Langkah awal yang perlu dilakukan oleh pemerintah adalah mengkaji aturan penggunaan lahan dan melakukan sosialisasi untuk mengetahui sikap masyarakat terhadap kegiatan mengkonversi lahan hutan mangrove menjadi lahan pertambakan, serta faktorfaktor yang mempengaruhinya agar dapat melakukan tindakan-tindakan dalam mengatasi masalah tersebut. Dusun Pintau adalah salah satu dusun yang terletak di Desa Tanjung Satai Kecamatan Pulau Maya Kabupaten Kayong Utara. Dusun ini memiliki potensi yang sangat baik untuk pertumbuhan hutan mangrove dan potensi yang ada di dalamnya. Namun, dengan adanya perubahan hutan mangrove menjadi lahan pertambakan telah mengurangi potensi hutan mangrove yang ada di sekitar Dusun Pintau. Berdasarkan kondisi tersebut, perlu adanya penelitian studi perubahan luasan hutan mangrove di Dusun Pintau untuk mengetahui sikap masyarakat terhadap perubahan luasan hutan mangrove menjadi lahan pertambakan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) perubahan luasan hutan mangrove di Dusun Pintau Desa Tanjung Satai Kecamatan Pulau Maya (2) melihat pengaruh sikap masyarakat terhadap perubahan luasan hutan mangrove di Dusun Pintau Desa Tanjung Satai Kecamatan Pulau Maya. METODELOGI PENELITIAN Data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang dapat di peroleh secara langsung dari suatu objek yang akan diteliti. Data primer meliputi: data perubahan luasan hutan mangrove yang berasal dari pengolahan digitasi raster citra satelit Landsat data tracking, dan data wawancara dengan bantuan kuesioner. Data sekunder adalah data yang diperoleh melalui data penelitian dan dikumpulkan dari pihak lain yang terkait dengan permasalahan yang diteliti. Data sekunder meliputi: data luasan paerubahan ekosistem mangrove berdasarkan peta penafsiran lahan, dan data ketersedian umum lokasi yang diperoleh dari kecamatan daerah asal. Penelitian ini dilaksanakan di Dusun Pintau selama 2 minggu. Masyarakat yang menjadi responden dalam penelitian ini adalah kepala keluarga, pengusaha, dan pemegang kebijakan. Metode pengumpulan data dilakukan dengan teknik wawancara dibantu dengan alat kuesioner yang diajukan kepada 443
3 responden. Subjek penelitian adalah masyarakat yang berada di Dusun Pintau, sedangkan objek penelitian ini adalah perubahan luasan hutan mangrove menjadi pertambakan dari 5 tahun terakhir, mulai dari tahun 2011 sampai tahun 2015 di Dusun Pintau. Pengambilan responden dilakukan dengan secara Purposive sampling yaitu teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu seperti sifatsifat populasi ataupun ciri-ciri yang sudah diketahui sebelumnya. Penentuan Jumlah responden menggunakan rumus Slovin (Dewita, 2013). N n = 1 + Ne 2 Keterangan : n = Jumlah sampel N = Jumlah populasi (KK Desa Pintau) e = batas kesalahan (10%) Kriteria masyarakat yang akan dijadikan responden secara purposive sampling adalah (1) kepala keluarga (2) Bisa baca tulis (3) Lama berdomisili minimal 5 tahun (4) Pemilik tambak dan pemegang kebijakan (6) Usia minimal 18 tahun. Berdasarkan perhitungan menggunakan rumus Slovin tersebut di dapat total 49 responden. Total 49 responden tersebut diluar sampel untuk uji validitas dan uji reliabilitas sebanyak 15 responden. Rincian jumlah responden dapat dilihat Tabel 1. Tabel 1. Daftar populasi dan sampel (List Of Population And Sanple) No Sampel Jumlah KK Hasil perhitungan Responden 1 Pemilik usaha 1 0, Pemegang kebijakan 7 3, Masyarakat 86 44,8 44 Jumlah 94 KK KK HASIL DAN PEMBAHASAN Luasan Hutan Mangrove Berdasarkan Data Vektor Degradasi dan deforestasi hutan mangrove yang disebabkan oleh aktivitas tambak selama lima tahun dari tahun 2011 sampai tahun 2015 tidak mengalami perubahan sama sekali. Hal ini dilihat dari luas data vektor yang menunjukan luasan 58,58 Ha untuk setiap tahunnya, sehingga untuk data vektor ini tidak bisa dibuat persamaan regresinya. Dalam hal ini data vektor hanya bisa di jadikan acuan untuk orientasi. Luasan tersebut disebabkan data vektor yang dipakai pada saat digitasi on screen menggunakan citra dengan resolusi relatif rendah sampai sedang (citra landsat 7-8). Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada grafik di bawah ini: 444
4 Penginderaan jauh 58,58 58,58 58,58 58,58 58, Gambar 1. Grafik perubahan luasan tambak dilihat dari data vektor. (Graphic Of Changing Farm Area Based on Vektor) Luasan Hutan Mangrove Berdasarkan Data Raster Citra Satelit Landsat Berdasarkan hasil dari data raster selama 5 tahun dari tahun 2011 sampai tahun 2015 mengalami perubahan, luas degradasi dan deforestasi pada tahun adalah 1,91 Ha, tahun seluas 0,31 Ha, sedangkan pada tahun seluas 0,37 Ha, tahun luas 0,01 Ha. Pada tahun 2011 sampai tahun 2012 mengalami perubahan yang sangat signifikan yaitu 1,91 Ha, hal ini dikarenakan adanya alih fungsi hutan mangrove menjadi lahan pertambakan. Selanjutnya dari tahun 2012 sampai tahun 2015 juga mengalami perbedaan luas, tetapi perubahan ini sangat kecil dari setiap tahunnya. Hal ini dikarenakan faktor abrasi, dan erosi, sehingga untuk data raster ini bisa dibuat persamaan regresi dan analisis variansnya. Lebih jelas nya dapat dilihat pada grafik dibawah ini: 18,21 Raster 18,52 18,89 18,9 16, Gambar 2. Grafik perubahan luasan tambak dilihat dari data raster (Graphic Of Changing Farm Area Based on Raster) Perubahan luasan hutan mangrove berdasarkan data raster yang di olah disimpulkan bahwa terjadi penambahan luas setiap tahunnya sebesar 0,58 Ha. melalui regresi menghasilkan Lebih jelasnya dalam perhitungan persamaan sebagai berikut y = 16,4+ persamaan regresi dapat dilihat pada 0,588x, dalam proses ini dapat grafik sebagai berikut. 445
5 Luas Perubahan JURNAL HUTAN LESTARI (2017) Tahun Perubahan y = 0,588x + 16,4 R² = 0,74 Gambar 3. Grafik Persamaan Regresi Perubahan Luasan Hutan Mangrove. ( Graphic Of Regression Equation on Changing Mangrove Area ) Degradasi Luasan Hutan Mangrove Berdasarkan Data Terestris Dan Data Wawancara 20 0 Terestris Wawancara Tahun 2015 Gambar 4. Grafik peruabahan luasan tambak dilihat dari data terestris dan wawancara (Graphic Of Changing Farm Area Based on Terestris Data and Correspond ence) Komparasi Luasan Degradasi Hutan Mangrove a. Komparasi Raster Dengan Data Vektor Berdasarkan data raster untuk tahun 2011 sampai tahun 2015 luas rata-rata tambak sebesar 18,16 Ha, sedangkan untuk data vektor menunjukan luasan degradasi dan deforestasi rata-rata sebesar 58,58 Ha. Perbandingan dari kedua data tersebut terdapat perbedaan yang sangat signifikan. Perbedaan ini terjadi karena pada saat proses digitasi on screen data raster yang digunakan untuk digitasi beresolusi sedang sampai tinggi atau setara dengan resolusi 1:50.000, sedangkan pada data vektor digunakan raster dengan resolusi rendah sampai sedang atau setara dengan rester pada resolusi 1: yang setara dengan resolusi rendah sampai sedang. Hal ini sejalan dengan peraturan Pemerintah No.8 tahun 2013 pasal 15 ayat 1(b) peta dasar skala minimal 1: dan pasal 14 ayat 1(b) peta dasar skala minimal 1: b. Komparasi Raster Dengan Wawancara Pada data raster untuk tahun 2011 sampai tahun 2015 luas rata-rata tambak sebesar 18,16 Ha, sedangkan data wawancara menunjukan luas rata-rata tambak sebesar 12 Ha. Luasan ini didapat dari hasil wawancara terhadap beberapa responden yang berada di Dusun Pintau. Perbedaan yang cukup signifikan ini dikarenakan masyarakat tidak mengetahui secara pasti tentang tambak serta data legal formal tentang luasan tambak yang tidak pernah 446
6 disosialisasikan oleh pemegang kebijakan. c. Komparasi Raster Dengan Terestris Pada data raster untuk tahun 2011 sampai tahun 2015 luas rata-rata tambak sebesar 18,16 Ha, sedangkan data terestris menunjukan luas sebesar 18,8 Ha. Perbandingan antara data raster dengan data terestris mengalami kedekatan luasan. Hal tersebut mengalami sedikit perbedaan dikarenakan kurangnya keakurasian dalam proses digitasi. Sikap Masyarakat Terhadap Perubahan Luasan Hutan Mangrove Pandangan masyarakat Dusun Pintau dalam menyikapi sesuatu yaitu berdasarkan apa yang mereka lihat, ketahui, dan rasakan, sehingga masyarakat Dusun Pintau memiliki sikap yang berbeda. Perbedaan ini disebabkan oleh beberapa faktor, seperti tinggi rendahnya suatu pendidikan, besar kecilnya pengetahuan seseorang dan yang tidak kalah pentingnya adalah pengaruh ekonomi masyarakat sehingga menyebabkan terjadinya kerusakan hutan mangrove tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat Sarwono (1983) yang menyatakan bahwa, sikap adalah kecenderungan atau ketersediaan seseorang untuk bertingkah laku tertentu apabila dia menghadapi rangsangan tertentu. Sikap ini bisa terjadi terhadap benda, situasi, orang, kelompok, nilai-nilai dan semua hal yang terdapat disekitar manusia. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis menunjukan bahwa masyarakat Dusun Pintau memiliki sikap yang cenderung positif terhadap tidak terjadinya perubahan luasan hutan mangrove. Hal ini terlihat dari besarnya nilai persentase sikap masyarakat terhadap 49 responden. Berdasarkan kuisioner dari 49 responden, diperoleh hasil persentase sebesar 61,2% masyarakat yang mempunyai persepsi negatif terhadap tidak terjadinya perubahan ekosistem mangrove menjadi pertambakan, 32,7% masyarakat yang mempunyai sikap netral terhadap perubahan hutan mangrove menjadi lahan pertambakan, dan 6,1% masyarakat yang mempunyai sikap positif terhadap perubahan kawasan mangrove menjadi pertambakan. Masyarakat yang mempunyai sikap positif terhadap kawasan hutan mangrove merupakan masyarakat yang merasakan secara langsung maupun tidak langsung manfaat dari hutan mangrove. Masyarakat yang mengerti, mengetahui fungsi, dan tujuan kawasan hutan mangrove serta memahami pentingnya kawasan tersebut bagi kehidupan mereka sendiri, bagi orang lain, bagi suatu lembaga pemerintahan maupun bagi pendidikan. Berdasarkan hal tersebut, masyarakat merasa bertanggung jawab untuk menjaga, melindungi serta melestarikan kawasan hutan mangrove. Masyarakat yang bersikap netral merupakan masyarakat yang mengetahui perubahan hutan mangrove menjadi pertambakan dan merasakan manfaat dari hutan mangrove tersebut. Akan tetapi, masyarakat tidak sepenuhnya memahami dan mengetahui 447
7 tujuan serta fungsi dari hutan mangrove yang ada di daerah mereka. Hal ini disebabkan karena masyarakat kurang mendapatkan informasi mengenai fungsi, manfaat dan tujuan dari kehadiran hutan mangrove. Sedangkan untuk masyarakat yang mempunyai sikap yang negatif merupakan masyarakat yang kurang memahami, merasakan manfaat, serta tidak mengetahui tujuan dan fungsi tertentu adanya kawasan hutan mangrove. Akan tetapi, masyarakat yang mengetahui keberadaan hutan mangrove tidak melakukan aktifitas yang bisa menyebabkan kerusakan lingkungan dan secara umum masyarakat tersebut mengetahui manfaat dari kawasan hutan mangrove. Hal ini sejalan dengan pengertian sikap menurut Zainal (2011), yang menyatakan bahwa sikap merupakan ekspresi seseorang dari fenomena yang ada dan merupakan variabel sederhana dalam memberikan jawaban yang masuk akal tanpa keyakinan atau perasaan yang kuat. d. Hubungan Tingkat Umur Dengan Sikap Masyarakat Terhadap Perubahan Luasan Hutan Mangrove. Tingkat umur tidak memiliki hubungan dengan sikap masyarakat terhadap perubahan luasan hutan mangrove. Berdasarkan perhitungan Chi- kuadrat pada taraf signifikan 95%, jika X 2 hitung < X 2 tabel menyatakan secara jelas bahwa H1 ditolak sedangkan H0 diterima. Berdasarkan perhitungan Chikuadrat, diperoleh persentase sebesar 66,7% masyarakat yang berusia muda cenderung memiliki sikap positif, 50% masyarakat yang usia dewasa memiliki sikap positif, dan 60% masyarakat yang lanjut usia cenderung memiliki sikap positif terhadap perubahan ekosistem hutan mangrove. Hal ini menunjukkan bahwa usia tidak mempengaruhi sikap. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Nurmalasari (2007) mengenai sikap masyarakat, bahwa tidak terdapat hubungan antara sikap dengan tingkat umur. Masyarakat Dusun Pintau dengan tingkat usia muda, usia dewasa dan usia lanjut cenderung memiliki sikap positif terhadap perubahan ekosistem hutan mangrove. Hal ini menyatakan bahwa di usia muda, dewasa, dan usia lanjut masyarakat sudah memiliki pemahaman yang baik dan pemikiran yang matang tentang perubahan luasan hutan mangrove menjadi pertambakan dengan berbagi informasi yang diterima. Sehingga di usia muda, dewasa, dan usia lanjut masyarakat dapat mengetahui manfaat dan tujuan adanya perubahan luasan hutan mangrove di daerah mereka. Hubungan Tingkat Pendidikan Dengan Sikap Masyarakat Terhadap Perubahan Luasan Hutan Mangrove. Tingkat pendidikan tidak memiliki hubungan dengan sikap masyarakat terhadap perubahan luasan mangrove. Berdasarkan perhitungan Chi-kuadrat pada taraf signifikan 95%, jika X 2 hitung < X 2 tabel menyatakan secara jelas bahwa H1 ditolak sedangkan H0 diterima. Berdasarkan perhitungan Chi-kuadrat 448
8 tersebut mempelihatkan persentase sebesar 81,81% masyarakat yang mempunyai pendidikan SMU cenderung memiliki sikap positif, dan 46,15% masyarakat yang mempunyai pendidikan SMP memiliki sikap positif, 58,33% masyarakat yang memiliki pendidikan SD cenderung memiliki sikap positif terhadap perubahan luasan hutan mangrove. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan mempunyai hubungan yang tidak nyata pada taraf signifikan 95% dengan sikap masyarakat terhadap perubahan luasan hutan mangrove. Masyarakat Dusun Pintau dengan tingkat pendidikan SMU, SMP, dan SD cenderung memiliki sikap positif terhadap perubahan luasan hutan mangrove menjadi pertambakan. Hal ini menyatakan bahwa pendidikan dapat mempengaruhi pandangan seseorang. Semakin tinggi pendidikan seseorang, maka semakin baik pula seseorang menilai sesuatu dan semakin baik pula pemahaman seseorang tersebut. Pendidikan dapat membuat masyarakat Dusun Pintau mengetahui maksud dan tujuan adanya perubahan hutan mangrove menjadi pertambakan yang berada di daerah mereka, serta mengerti dan memahami pentingnya hutan mangrove bagi kehidupan mereka. Sehingga masyarakat Dusun Pintau dapat menjaga dan melestarikan kawasan serta mempertahankan keberadaan hutan mangrove. Hal ini sejalan dengan pengertian pendidikan menurut Haryanti (2012) yang menyatakan bahwa pendidikan merupakan suatu kegiatan untuk meningkatkan pengetahuan umum seseorang termasuk di dalamnya peningkatan penguasaan teori dan keterampilan memutuskan terhadap persoalan-persoalan yang menyangkut kegiatan untuk mencapai tujuan. c. Hubungan Tingkat Kosmopolitan Dengan Sikap Masyarakat Terhadap Perubahan Luasan Hutan Mangrove. Tingkat kosmopolitan tidak memiliki hubungan dengan sikap masyarakat terhadap perubahan luasan hutan mangrove menjadi pertambakan. Berdasarkan perhitungan Chi kuadrat pada taraf signifikan 95%, jika X 2 hitung < X 2 tabel menyatakan secara jelas bahwa H1 ditolak H0 diterima. Berdasarkan perhitungan Chi-kuadrat memperlihatkan persentase sebesar 75% masyarakat yang mempunyai tingkat kosmopolitan cenderung memiliki sikap positif, 51% masyarakat yang mempunyai tingkat kosmopolitan sedang memiliki sikap positif, dan 50% masyarakat yang memiliki tingkat kosmopolitan rendah memiliki sikap yang positif terhadap perubahan luasan hutan mangrove menjadi pertambakan. Hal ini menunjukan bahwa tingkat kosmopolitan mempunyai hubungan yang nyata pada taraf signifikan 95% dengan sikap masyarakat bahwa terdapat hubungan nyata antara sikap dengan tingkat kosmopolitan. Masyarakat yang memiliki kosmopolitan tinggi cenderung memiliki sikap positif, yaitu masyarakat yang mempunyai wawasan yang luas, mempunyai pola pikir yang baik, dan 449
9 mau menerima berbagai informasi dari luar secara khusus mengenai perubahan luasan hutan menjadi pertambakan. Berdasarkan tingkat kosmopolitan tersebut, masyarakat Dusun Pintau mengetahui manfaat dan tujuan adanya perubahan luasan hutan mangrove menjadi pertambakan bagi kehidupan mereka sendiri, bagi orang lain maupun bagi lembaga pemerintah, sehingga masyarakat Dusun Pintau dapat menjaga dan melestarikan hutan mangrove. Masyarakat yang mempunyai tingkat kosmopolitan sedang memiliki sikap netral terhadap luasan perubahan hutan mangrove menjadi pertambakan. Masyarakat tersebut mau menerima informasi terutama tentang perubahan luasan hutan mangrove menjadi pertambakan. Sehingga masyarakat memahami dan mengerti adanya perubahan luasan lahan serta mengetahui adanya kawasan hutan mangrove yang bisa dimanfaatkan untuk kebutuhan mereka. Masyarakat yang memiliki tingkat kosmopolitan rendah cenderung memiliki sikap netral terhadap perubahan luasan hutan mangrove menjadi pertambakan. Masyarakat ini kurang mau menerima pengaruh dari luar sehingga belum mendapat informasi mengenai perubahan luasan hutan mangrove menjadi lahan pertambakan. Masyarakat ini belum memahami adanya kawasan, serta mtidak mengetahui adanya tujuan perubahan lahan di daerah mereka. Tingkat kosmopolitan masyarakat tergantung dari ketersedian individu dalam menerima informasi dan didukung oleh wawasan dan pola pikir yang luas. Hal ini sejalan dengan pendapat Gunawan (2002), yang menyatakan bahwa apabila individu pemegang sikap mempunyai wawasan dan pengetahuan yang luas dan bersedia untuk menerima atau mengolah pengaruh pengaruh dari luar, maka sikap mereka terhadap suatu objek tertentu akan lebih mudah diubah karena perubahan sikap secara umum tergantung dari penerima informasi baru yang erat kaitannya dengan tingkat kosmopolitan pemegang sikap tersebut. Kesimpulan 1. Hutan mangrove di Dusun Pintau mengalami degradasi dan deforestasi lahan tambak seluas 0,58 Ha pertahun. Degradasi dan deforestasi hutan mangrove tersebut disebabkan oleh alih fungsi lahan hutan mangrove menjadi pertambakan ikan dan udang. 2. Sikap masyarakat terhadap perubahan luasan hutan mangrove tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan tingkat umur, pendidikan dan kosmopolitan. Saran 1. Harus ada penyuluhan yang intensif melalui model pengelolaan Desa percontohan. 2. Tetap mempertahankan keberadaan dan sekaligus menekan laju perubahan luasan hutan mangrove melalui penegakan hukum. 450
10 3. Melakukan Rehabilitasi melalui Pemerintah, dan LSM. 4. Meletakkan organisasi pengelolaan di tingkat tapak, dimana ancaman luasan hutan mangrove itu berada. DAFTAR PUSTAKA Gunawan, A.M Sikap Masyarakat Peserta HTI Terhadap Kegiatan Penjarangan Di Areal HPH.TI PT. Finantara Intiga Kecamatan Bonti Kabupaten Sanggau, [skripsi]. Pontianak : Fakultas Kehutanan, Universitas Tanjungpura. Haryanti, S.S Pengaruh Tingkat pendidikan, Lingkungan Kerja dan Dan Masa Kerja Terhadap Kinerja Kepala Sekolah SMP Negeri Sekabupaten Karanganyar Dengan Gender Sebagai Variabel Moderator. Jurnal Ekonomi Bisnis dan Perbankan 18:10 Nurmalasari, J Sikap Masyarakat Terhadap Keberadaan Hutan Rakyat Di Desa Semangau Kecamatan Sambas Kabupaten Sambas. [skripsi]. Pontianak : Fakultas Kehutanan, Universitas Tanjungpura. Sarwono, S.W Pengantar Umum Psikologi. Angkasa Bandung. Jakarta. Zainal, S Peran Serta Masyarakat Lokal Terhadap Pelestarian Hutan Adat Benua Kecamatan Sungai Ambawang Kabupaten Kubu Raya. [tesis]. Universitas Tanjungpura Pontianak. 451
PERSEPSI MASYARAKAT DESA SUNGAI AWAN KANAN TERHADAP KEBERADAAN HUTAN MANGROVE DI KAWASAN PANTAI AIR MATA PERMAI KABUPATEN KETAPANG
PERSEPSI MASYARAKAT DESA SUNGAI AWAN KANAN TERHADAP KEBERADAAN HUTAN MANGROVE DI KAWASAN PANTAI AIR MATA PERMAI KABUPATEN KETAPANG The Perception Village Community of Sungai Awan Kanan (SAK) Towords The
Lebih terperinciPERSEPSI MASYARAKAT DESA TELUK BAKUNG TERHADAP KEBERADAAN HTI PT. KALIMANTAN SUBUR PERMAI KECAMATAN SUNGAI AMBAWANG KABUPATEN KUBU RAYA
PERSEPSI MASYARAKAT DESA TELUK BAKUNG TERHADAP KEBERADAAN HTI PT. KALIMANTAN SUBUR PERMAI KECAMATAN SUNGAI AMBAWANG KABUPATEN KUBU RAYA Perception of the People Teluk Bakung Village for the Establishment
Lebih terperinciPERSEPSI MASYARAKAT KELURAHAN PASIRAN TERHADAP HUTAN KOTA GUNUNG SARI KECAMATAN SINGKAWANG BARAT KOTA SINGKAWANG
JURNAL HUTAN LESTARI (2016) Vol. 4 (1) : 100 108 PERSEPSI MASYARAKAT KELURAHAN PASIRAN TERHADAP HUTAN KOTA GUNUNG SARI KECAMATAN SINGKAWANG BARAT KOTA SINGKAWANG The People s Perception of Pasiran District
Lebih terperinciSIKAP MASYARAKAT DESA SUNGAI NILAM TERHADAP PENEBANGAN KAYU TANPA IZIN (STUDI KASUS DI DESA SUNGAI NILAM KECAMATAN JAWAI KABUPATEN SAMBAS)
SIKAP MASYARAKAT DESA SUNGAI NILAM TERHADAP PENEBANGAN KAYU TANPA IZIN (STUDI KASUS DI DESA SUNGAI NILAM KECAMATAN JAWAI KABUPATEN SAMBAS) Atttude of Community in Sungai Nilam Village against Illegal logging
Lebih terperinciPERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP KEBERADAAN HUTAN KEMASYARAKATAN DI DESA MERAGUN KECAMATAN NANGA TAMAN KABUPATEN SEKADAU
PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP KEBERADAAN HUTAN KEMASYARAKATAN DI DESA MERAGUN KECAMATAN NANGA TAMAN KABUPATEN SEKADAU The People Perception for The Existence of Community Forest in The Village Meragun Subdistrict
Lebih terperinciSTUDI TINGKAT KEPEDULIAN MASYARAKAT SEKITAR HUTAN TERHADAP HUTAN LINDUNG GUNUNG PEMANCING - GUNUNG AMBAWANG KABUPATEN KUBU RAYA
STUDI TINGKAT KEPEDULIAN MASYARAKAT SEKITAR HUTAN TERHADAP HUTAN LINDUNG GUNUNG PEMANCING - GUNUNG AMBAWANG KABUPATEN KUBU RAYA Study of Public Awareness Level around Forest toward Protected Forest of
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah pesisir sebagai daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut memiliki karakteristik fisik, biologi, sosial, dan ekonomi yang unik dan layak untuk dipertahankan.
Lebih terperinciPERSEPSI MASYARAKAT DESA SAHAN TERHADAP SATUAN POLHUT REAKSI CEPAT (SPORC)
PERSEPSI MASYARAKAT DESA SAHAN TERHADAP SATUAN POLHUT REAKSI CEPAT (SPORC) (Perception Of Community Sahan Village Towards Satuan Polhut Reaksi Cepat (SPORC)) Erwin Anton Teterissa, Bachrun Nurdjali, Sofyan
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem mangrove bagi kelestarian sumberdaya perikanan dan lingkungan hidup memiliki fungsi yang sangat besar, yang meliputi fungsi fisik dan biologi. Secara fisik ekosistem
Lebih terperinciPERSEPSI MASYARAKAT DESA RASAU JAYA UMUM BERDASARKAN INDIKATOR PENGAMATAN TERHADAPKEGIATAN BRIGDALKARHUTMANGGALA AGNI DAOPS PONTIANAK
PERSEPSI MASYARAKAT DESA RASAU JAYA UMUM BERDASARKAN INDIKATOR PENGAMATAN TERHADAPKEGIATAN BRIGDALKARHUTMANGGALA AGNI DAOPS PONTIANAK Perception Of Community Rasau Jaya Umum Village Observations Of The
Lebih terperinciOleh. Firmansyah Gusasi
ANALISIS FUNGSI EKOLOGI HUTAN MANGROVE DI KECAMATAN KWANDANG KABUPATEN GORONTALO UTARA JURNAL Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Menempuh Ujian Sarjana Pendidikan Biologi Pada Fakultas Matematika
Lebih terperinciPENDAHULUAN. garis pantai sepanjang kilometer dan pulau. Wilayah pesisir
PENDAHULUAN Latar belakang Wilayah pesisir merupakan peralihan ekosistem perairan tawar dan bahari yang memiliki potensi sumberdaya alam yang cukup kaya. Indonesia mempunyai garis pantai sepanjang 81.000
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem dengan fungsi yang unik dalam lingkungan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mangrove merupakan ekosistem dengan fungsi yang unik dalam lingkungan hidup. Oleh karena adanya pengaruh laut dan daratan, dikawasan mangrove terjadi interaksi kompleks
Lebih terperinciFAKTOR PENDORONG MASYARAKAT DESA PENINSUNG DALAM MENJAGA HUTAN ADAT DI KECAMATAN SEPAUK
FAKTOR PENDORONG MASYARAKAT DESA PENINSUNG DALAM MENJAGA HUTAN ADAT DI KECAMATAN SEPAUK The Driving Factor in Communities Peninsung to Maintaining Indigenous Forest in the Sepauk District Anasia Melia,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Wilayah pesisir dan lautan Indonesia terkenal dengan kekayaan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah pesisir dan lautan Indonesia terkenal dengan kekayaan dan keanekaragaman sumber daya alam dan jenis endemiknya sehingga Indonesia dikenal sebagai Negara dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. membentang dari Sabang sampai Merauke yang kesemuanya itu memiliki potensi
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara kepulauan yang memiliki garis pantai yang terpanjang di dunia, lebih dari 81.000 KM garis pantai dan 17.508 pulau yang membentang
Lebih terperinciSTUDI PEMANFAATAN PANDAN DURI
STUDI PEMANFAATAN PANDAN DURI (Pandanus tectorius) DI HUTAN TEMBAWANG OLEH MASYARAKAT DESA RIAM MENGELAI KECAMATAN BOYAN TANJUNG KABUPATEN KAPUAS HULU Study Using Thorns Pandan (Pandanus tectorius) in
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN km dan ekosistem terumbu karang seluas kurang lebih km 2 (Moosa et al
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan yang memiliki garis pantai sepanjang 81.000 km dan ekosistem terumbu karang seluas kurang lebih 50.000 km 2 (Moosa et al dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tumbuhannya bertoleransi terhadap garam (Kusman a et al, 2003). Hutan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang tumbuh di daerah pasang surut, terutama di pantai yang terlindung, laguna dan muara sungai yang tergenang pada
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan mangrove yang terluas di dunia. Hutan
PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia memiliki hutan mangrove yang terluas di dunia. Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi oleh beberapa jenis pohon bakau yang mampu
Lebih terperinciMilunardi, Fahrizal dan Iskandar. Fakultas Kehutanan Universitas Tanjungpura. Jln Imam Bonjol Pontianak
PARTISIPASI MASYARAKAT SEKITAR HUTAN DALAM MELESTARIKAN HUTAN ADAT SEBAGAI DAERAH PENYANGGA SUMBER AIR DI DESA MENYABO KECAMATAN TAYAN HULU KABUPATEN SANGGAU Community Participation in Forest on Indigenous
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. degradasi hutan. Hutan tropis pada khususnya, sering dilaporkan mengalami
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu global yang paling banyak dibicarakan saat ini adalah penurunan kualitas lingkungan dan perubahan iklim yang salah satu penyebabnya oleh deforestasi dan degradasi
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. lainnya yang berbahasa Melayu sering disebut dengan hutan bakau. Menurut
TINJAUAN PUSTAKA Hutan Manggrove Hutan mangrove oleh masyarakat Indonesia dan negara Asia Tenggara lainnya yang berbahasa Melayu sering disebut dengan hutan bakau. Menurut Kusmana dkk (2003) Hutan mangrove
Lebih terperinciSIKAP MASYARAKAT TERHADAP HUTAN DESA DI DUSUN MANJAU DESA LAMAN SATONG KECAMATAN MATAN HILIR UTARA KABUPATEN KETAPANG
SIKAP MASYARAKAT TERHADAP HUTAN DESA DI DUSUN MANJAU DESA LAMAN SATONG KECAMATAN MATAN HILIR UTARA KABUPATEN KETAPANG People s atittude to village forest in Dusun Manjau Desa Laman Satong Kecamatan Matan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan merupakan suatu proses perubahan untuk meningkatkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses perubahan untuk meningkatkan taraf hidup manusia. Dalam pelaksanaan proses pembangunan, manusia tidak terlepas dari aktivitas pemanfaatan
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. pulau-nya dan memiliki garis pantai sepanjang km, yang merupakan
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara tropis berbentuk kepulauan dengan 17.500 pulau-nya dan memiliki garis pantai sepanjang 81.000 km, yang merupakan kawasan tempat tumbuh hutan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Hutan mangrove merupakan ekosistem hutan yang terdapat di daerah pantai dan
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan mangrove merupakan ekosistem hutan yang terdapat di daerah pantai dan selalu atau secara teratur digenangi oleh air laut atau dipengaruhi oleh pasang surut air laut,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan suatu negara kepulauan yang terdiri dari 13.667 pulau dan mempunyai wilayah pantai sepanjang 54.716 kilometer. Wilayah pantai (pesisir) ini banyak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Hutan mangrove merupakan hutan yang tumbuh pada daerah yang berair payau dan dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Hutan mangrove memiliki ekosistem khas karena
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove yang cukup besar. Dari sekitar 15.900 juta ha hutan mangrove yang terdapat di dunia, sekitar
Lebih terperinciANALISIS PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN (LAND COVER) DI TAMAN WISATA ALAM SUNGAI LIKU KABUPATEN SAMBAS TAHUN
ANALISIS PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN (LAND COVER) DI TAMAN WISATA ALAM SUNGAI LIKU KABUPATEN SAMBAS TAHUN 2013-2016 (Analysis Of Land Cover Changes At The Nature Tourism Park Of Sungai Liku In Sambas Regency
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau
I. PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Indonesia memiliki hutan mangrove terluas di dunia yakni 3,2 juta ha (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau besar mulai dari Sumatera,
Lebih terperinciPERSEPSI MASYARAKAT DESA PISAK TERHADAP PENGELOLAAN MODEL DESA KONSERVASI
PERSEPSI MASYARAKAT DESA PISAK TERHADAP PENGELOLAAN MODEL DESA KONSERVASI (Perception Of Community Pisak Village Towards Management of Village Conservation Models) Ade Wahyuningsih, Sofyan Zainal, Fahrizal
Lebih terperinciMODEL IMPLENTASI KEBIJAKAN PENGELOLAAN MANGROVE DALAM ASPEK KAMANAN WILAYAH PESISIR PANTAI KEPULAUAN BATAM DAN BINTAN.
MODEL IMPLENTASI KEBIJAKAN PENGELOLAAN MANGROVE DALAM ASPEK KAMANAN WILAYAH PESISIR PANTAI KEPULAUAN BATAM DAN BINTAN Faisyal Rani 1 1 Mahasiswa Program Doktor Ilmu Lingkungan Universitas Riau 1 Dosen
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN km. Indonesia memiliki kekayaan sumberdaya laut yang menimpah baik dari
BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan suatu negara kepulauan terdiri dari 17,508 buah pulau yang besar dan yang kecil secara keseluruhan memiliki panjang garis pantai sekitar
Lebih terperinciFAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI MEDAN 2010
PENGARUH AKTIVITAS EKONOMI PENDUDUK TERHADAP KERUSAKAN EKOSISTEM HUTAN MANGROVE DI KELURAHAN BAGAN DELI KECAMATAN MEDAN BELAWAN SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyarataan Memperoleh Gelar Sarjana
Lebih terperinciBAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan
29 BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN 3.1. Kerangka Berpikir Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan ekosistem laut. Mangrove diketahui mempunyai fungsi ganda
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Wilayah pesisir mempunyai peranan yang sangat penting bagi kehidupan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Wilayah pesisir mempunyai peranan yang sangat penting bagi kehidupan dan penghidupan bagi masyarakat di Kabupaten Kubu Raya yang memiliki panjang garis pantai sekitar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Menurut FAO (2007) Indonesia memiliki kawasan mangrove yang terluas
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Menurut FAO (2007) Indonesia memiliki kawasan mangrove yang terluas di dunia sekitar 19% dari total hutan mangrove dunia, dan terluas se-asia Tenggara sekitar 49%
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara di dunia dalam bentuk negara
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara di dunia dalam bentuk negara kepulauan yang memiliki sekitar 17.508 pulau dan panjang garis pantai lebih dari 81.000
Lebih terperinciPENDAHULUAN. pengelolaan kawasan pesisir dan lautan. Namun semakin hari semakin kritis
PENDAHULUAN Latar Belakang Mangrove merupakan ekosistem yang memiliki peranan penting dalam pengelolaan kawasan pesisir dan lautan. Namun semakin hari semakin kritis kondisi dan keberadaannya. Beberapa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pantai sekitar Km, memiliki sumberdaya pesisir yang sangat potensial.
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia sebagai suatu negara kepulauan dengan panjang garis pantai sekitar 81.000 Km, memiliki sumberdaya pesisir yang sangat potensial. Salah satu ekosistem
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. 16,9 juta ha hutan mangrove yang ada di dunia, sekitar 27 % berada di Indonesia
1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN Wilayah pesisir dan lautan merupakan salah satu wilayah yang kaya akan sumberdaya alam hayati dan non hayati. Salah satu sumberdaya alam hayati tersebut adalah hutan mangrove.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan pesisir sangat luas,
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan pesisir sangat luas, karena Indonesia merupakan Negara kepulauan dengangaris pantai mencapai sepanjang 81.000 km. Selain
Lebih terperinciPERSEPSI MASYARAKAT DESA SENAKIN TERHADAP KEBERADAAN RIAM SOLANG SEBAGAI HUTANWISATA ALAM KECAMATAN SENGAH TEMILA KABUPATEN LANDAK
PERSEPSI MASYARAKAT DESA SENAKIN TERHADAP KEBERADAAN RIAM SOLANG SEBAGAI HUTANWISATA ALAM KECAMATAN SENGAH TEMILA KABUPATEN LANDAK Perception Of The People Senakin Villagers About The Solang Coscade As
Lebih terperinciGeo Image (Spatial-Ecological-Regional)
Geo Image 2 (2) (2013) Geo Image (Spatial-Ecological-Regional) http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/geoimage HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI MASYARAKAT TENTANG BENCANA ABRASI DENGAN PENANGGULANGANNYA DI DESA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mangrove merupakan ekosistem yang kompleks terdiri atas flora dan fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut. Ekosistem mangrove
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan yang rentan terhadap dampak perubahan iklim. Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang termasuk rawan
Lebih terperinciDEPARTEMEN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL PEDOMAN INVENTARISASI DAN IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS MANGROVE
DEPARTEMEN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL PEDOMAN INVENTARISASI DAN IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS MANGROVE JAKARTA, MEI 2005 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan mangrove
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tumbuhan yang hidup di lingkungan yang khas seperti daerah pesisir.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan mangrove adalah tipe hutan yang khas terdapat di sepanjang pantai atau muara sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Mangrove banyak dijumpai di wilayah
Lebih terperinciSIKAP MASYARAKAT TERHADAP PENETAPAN AREAL KERJA HUTAN DESA DI DESA NANGA BETUNG KECAMATAN BOYAN TANJUNG KABUPATEN KAPUAS HULU
SIKAP MASYARAKAT TERHADAP PENETAPAN AREAL KERJA HUTAN DESA DI DESA NANGA BETUNG KECAMATAN BOYAN TANJUNG KABUPATEN KAPUAS HULU People s Atittude Tovillage Forest Of Working Area Designation in Desa Nanga
Lebih terperinciTINGKAT KEPEDULIAN MASYARAKAT DESA MERAGUN TERHADAP HUTAN LINDUNG GUNUNG NANING KECAMATAN NANGA TAMAN KABUPATEN SEKADAU
TINGKAT KEPEDULIAN MASYARAKAT DESA MERAGUN TERHADAP HUTAN LINDUNG GUNUNG NANING KECAMATAN NANGA TAMAN KABUPATEN SEKADAU The Awareness of Meragun Villagers Toward Protection Forest of Gunung Naning Nanga
Lebih terperinciBAGIAN 1-3. Dinamika Tutupan Lahan Kabupaten Bungo, Jambi. Andree Ekadinata dan Grégoire Vincent
BAGIAN 1-3 Dinamika Tutupan Lahan Kabupaten Bungo, Jambi Andree Ekadinata dan Grégoire Vincent 54 Belajar dari Bungo Mengelola Sumberdaya Alam di Era Desentralisasi PENDAHULUAN Kabupaten Bungo mencakup
Lebih terperinciKAJIAN PERMUKIMAN DI KAWASAN HUTAN BAKAU DESA RATATOTOK TIMUR DAN DESA RATATOTOK MUARA KABUPATEN MINAHASA TENGGARA
KAJIAN PERMUKIMAN DI KAWASAN HUTAN BAKAU DESA RATATOTOK TIMUR DAN DESA RATATOTOK MUARA KABUPATEN MINAHASA TENGGARA Marthen A. Tumigolung 1, Cynthia E.V. Wuisang, ST, M.Urb.Mgt, Ph.D 2, & Amanda Sembel,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tempat dengan tempat lainnya. Sebagian warga setempat. kesejahteraan masyarakat sekitar saja tetapi juga meningkatkan perekonomian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang sangat kaya raya akan keberagaman alam hayatinya. Keberagaman fauna dan flora dari dataran tinggi hingga tepi pantai pun tidak jarang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berkelanjutan (sustainabel development) merupakan alternatif pembangunan yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan mengandung pengertian suatu perubahan besar yang meliputi perubahan fisik wilayah, pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup yang didukung
Lebih terperinciPENDAHULUAN. lahan pertambakan secara besar-besaran, dan areal yang paling banyak dikonversi
PENDAHULUAN Latar Belakang Meningkatnya harga udang windu di pasaran mendorong pembukaan lahan pertambakan secara besar-besaran, dan areal yang paling banyak dikonversi untuk pertambakan adalah hutan mangrove.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan, pengertian hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber
Lebih terperinciPENDAHULUAN. beradaptasi dengan salinitas dan pasang-surut air laut. Ekosistem ini memiliki. Ekosistem mangrove menjadi penting karena fungsinya untuk
PENDAHULUAN Latar Belakang Ekosistem mangrove merupakan masyarakat tumbuhan atau hutan yang beradaptasi dengan salinitas dan pasang-surut air laut. Ekosistem ini memiliki peranan penting dan manfaat yang
Lebih terperinciANALISIS PERUBAHAN LUAS EKOSISTEM MANGROVE DI KABUPATEN BARRU
ANALISIS PERUBAHAN LUAS EKOSISTEM MANGROVE DI KABUPATEN BARRU Abdul Malik Universitas Hasanuddin e-mail; malik9950@yahoo.co.id Abstrak Kondisi ekosistem mangrove di kabupaten Barru mengalami perubahan
Lebih terperinciANALISIS PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN KABUPATEN TOBA SAMOSIR SKRIPSI. Oleh : PUTRI SINAMBELA /MANAJEMEN HUTAN
ANALISIS PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN KABUPATEN TOBA SAMOSIR SKRIPSI Oleh : PUTRI SINAMBELA 071201035/MANAJEMEN HUTAN DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2011 LEMBAR PENGESAHAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesisir merupakan wilayah peralihan antara ekosistem darat dan laut. Menurut Suprihayono (2007) wilayah pesisir merupakan wilayah pertemuan antara daratan dan laut,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia memiliki mangrove terluas di dunia (Silvus et al, 1987; Primack et al,
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Ekosistem mangrove di dunia saat ini diperkirakan tersisa 17 juta ha. Indonesia memiliki mangrove terluas di dunia (Silvus et al, 1987; Primack et al, 1998), yaitu
Lebih terperinciPENDAHULUAN. didarat masih dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi dilaut seperti
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Wilayah pesisir bukan merupakan pemisah antara perairan lautan dengan daratan, melainkan tempat bertemunya daratan dan perairan lautan, dimana didarat masih dipengaruhi oleh
Lebih terperinciPERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PELESTARIAN HUTAN MANGROVE DI DESA BATU GAJAH KABUPATEN NATUNA
PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PELESTARIAN HUTAN MANGROVE DI DESA BATU GAJAH KABUPATEN NATUNA The Community Participation For Preserpation Of,Mangrove Forest in Batu Gajah Natuna Regency Ilyas, Augustine
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. mangrove. Sebagai salah satu ekosistem pesisir, hutan mangrove merupakan
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir merupakan daerah pertemuan antara darat dan laut. Berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor: KEP.10/MEN/2002 tentang Pedoman Umum Perencanaan
Lebih terperinciKESESUAIAN PEMANFAATAN LAHAN WILAYAH PESISIR KABUPATEN DEMAK TUGAS AKHIR
KESESUAIAN PEMANFAATAN LAHAN WILAYAH PESISIR KABUPATEN DEMAK TUGAS AKHIR Oleh: TAUFIQURROHMAN L2D 004 355 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2009 KESESUAIAN
Lebih terperinciBAB III. METODE PENELITIAN
BAB III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada lokasi hutan mangrove yang ada diwilayah Kecamatan Pangkalan Susu Kabupaten Langkat sebagaima tercantum dalam peta lokasi
Lebih terperinciABSTRAK. Kata Kunci: ekowisata pesisir, edukasi, hutan pantai, konservasi, perencanaan. iii
ABSTRAK Devvy Alvionita Fitriana. NIM 1305315133. Perencanaan Lansekap Ekowisata Pesisir di Desa Beraban, Kecamatan Kediri, Kabupaten Tabanan. Dibimbing oleh Lury Sevita Yusiana, S.P., M.Si. dan Ir. I
Lebih terperinciPerpustakaan Universitas Indonesia >> UI - Tesis (Membership)
Perpustakaan Universitas Indonesia >> UI - Tesis (Membership) Pengaruh perubahan kondisi hutan mangrove terhadap pola mata pencaharian nelayan : studi kasus di Segara Anakan, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah
Lebih terperinciPROGRAM STUDI PENDIDIKAN GEOGRAFI JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS TADULAKO 2016
PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE UNTUK MENANGGULANGI ABRASI DI PANTAI SARI DESA TOLAI BARAT KECAMATAN TORUE KABUPATEN PARIGI MOUTONG Ni Ketut Rediasti No. Stb A 351 10 052 Diajukan
Lebih terperinciSIKAP MASYARAKAT TERHADAP PERBURUAN DAN PERDAGANGAN ORANGUTAN (Pongo pygmaeus) DI DESA KEPARI KECAMATAN SUNGAI LAUR KABUPATEN KETAPANG
SIKAP MASYARAKAT TERHADAP PERBURUAN DAN PERDAGANGAN ORANGUTAN (Pongo pygmaeus) DI DESA KEPARI KECAMATAN SUNGAI LAUR KABUPATEN KETAPANG Rinta Islami, Fahrizal, Iskandar Fakultas kehutanan Universitas Tanjungpura.
Lebih terperinciPerubahan Luasan Mangrove dengan Menggunakan Teknik Penginderaan Jauh Di Taman Nasional Sembilang Kabupaten Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan
77 M. Indica et al. / Maspari Journal 02 (2011) 77-82 Maspari Journal 02 (2011) 77-81 http://masparijournal.blogspot.com Perubahan Luasan Mangrove dengan Menggunakan Teknik Penginderaan Jauh Di Taman Nasional
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dan lautan. Hutan tersebut mempunyai karakteristik unik dibandingkan dengan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan mangrove adalah salah satu ekosistem hutan yang terletak diantara daratan dan lautan. Hutan tersebut mempunyai karakteristik unik dibandingkan dengan formasi hutan
Lebih terperinciPENDAHULUAN. terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia
PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki hutan mangrove terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia dan hidup serta tumbuh berkembang
Lebih terperinciPERSEPSI DAN RESPON MASYARAKAT TERIIADAP AKT1VITAS PEMEGANG IUPHHK PT. SUKA JAYA MAKMUR
PERSEPSI DAN RESPON MASYARAKAT TERIIADAP AKT1VITAS PEMEGANG IUPHHK PT. SUKA JAYA MAKMUR Perception and Society Response to Holding Activity UPIIHK PT. Suka Jaya Makmur Risky Oktavianti, Gusti Hardiansyah,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mangrove di Indonesia mencapai 75% dari total mangrove di Asia Tenggara, seperti
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu bagian terpenting dari kondisi geografis Indonesia sebagai wilayah kepulauan adalah wilayah pantai dan pesisir dengan garis pantai sepanjang 81.000
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Desa Dabong merupakan salah satu desa di Kecamatan Kubu, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat yang memiliki hamparan hutan mangrove yang cukup luas. Berdasarkan Surat
Lebih terperinciDAFTAR ISI. Halaman DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... I. PENDAHULUAN Latar Belakang...
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... x xiii xv xvi I. PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Rumusan Masalah... 5 1.3.Tujuan dan Kegunaan Penelitian...
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang mempunyai fungsi produksi, perlindungan dan pelestarian alam. Luas hutan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan mangrove merupakan salah satu sumberdaya alam daerah pantai payau yang mempunyai fungsi produksi, perlindungan dan pelestarian alam. Luas hutan mangrove di
Lebih terperinciV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Data tentang luas tutupan lahan pada setiap periode waktu penelitian disajikan pada
82,6 443.8 157.9 13.2 2664.8 1294.5 977.6 2948.8 348.7 1777.9 1831.6 65.8 2274.9 5243.4 469.2 4998.4 Hektar 9946.9 11841.8 13981.2 36 V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Analisis Citra Data tentang luas tutupan
Lebih terperinciAPLIKASI DATA CITRA SATELIT LANDSAT UNTUK PEMANTAUAN DINAMIKA PESISIR MUARA DAS BARITO DAN SEKITARNYA
APLIKASI DATA CITRA SATELIT LANDSAT UNTUK PEMANTAUAN DINAMIKA PESISIR MUARA DAS BARITO DAN SEKITARNYA APPLICATION DATA IMAGE SATELLITE LANDSAT FOR THE MONITORING OF DYNAMICS COASTAL AREA OF ESTUARY DAS
Lebih terperinciKAJIAN DAMPAK PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR KOTA TEGAL TERHADAP ADANYA KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Kasus Kecamatan Tegal Barat) T U G A S A K H I R
KAJIAN DAMPAK PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR KOTA TEGAL TERHADAP ADANYA KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Kasus Kecamatan Tegal Barat) T U G A S A K H I R Oleh : Andreas Untung Diananto L 2D 099 399 JURUSAN PERENCANAAN
Lebih terperinciSTUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR
STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR Oleh: HERIASMAN L2D300363 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Pantai adalah daerah di tepi perairan yang dipengaruhi oleh air pasang tertinggi dan air surut terendah. Garis pantai adalah garis batas pertemuan antara daratan dan
Lebih terperinciKERUSAKAN MANGROVE SERTA KORELASINYA TERHADAP TINGKAT INTRUSI AIR LAUT (STUDI KASUS DI DESA PANTAI BAHAGIA KECAMATAN MUARA GEMBONG KABUPATEN BEKASI)
1 KERUSAKAN MANGROVE SERTA KORELASINYA TERHADAP TINGKAT INTRUSI AIR LAUT (STUDI KASUS DI DESA PANTAI BAHAGIA KECAMATAN MUARA GEMBONG KABUPATEN BEKASI) Tesis Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai
Lebih terperinciVIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE BERKELANJUTAN Analisis Kebijakan Pengelolaan Hutan Mangrove
VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE BERKELANJUTAN 8.1. Analisis Kebijakan Pengelolaan Hutan Mangrove Pendekatan AHP adalah suatu proses yang dititikberatkan pada pertimbangan terhadap faktor-faktor
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Wilayah pesisir adalah daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 tahun 2007
Lebih terperinciGambar 3. Peta Resiko Banjir Rob Karena Pasang Surut
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kajian Peta Daerah Berpotensi Banjir Rob Karena Pasang Surut Analisis daerah yang berpotensi terendam banjir rob karena pasang surut dilakukan dengan pemetaan daerah berpotensi
Lebih terperinciREKALKUKASI SUMBER DAYA HUTAN INDONESIA TAHUN 2003
REKALKUKASI SUMBER DAYA HUTAN INDONESIA TAHUN 2003 KATA PENGANTAR Assalaamu alaikum Wr. Wb. Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas karunia-nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan Buku
Lebih terperinciJurnal IPREKAS Ilmu Pengetahuan dan Rekayasa
Persepsi Masyarakat Kabupaten Natuna Mengenai Manfaat Hutan dan Dampak Kerusakan Hutan Muhammad Yunan Hakim Staf pengajar Fakultas Kehutanan Universitas Tanjungpura Abstract This research aims to knows
Lebih terperinciPERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP RENCANA PENETAPAN KAWASAN RIAM SENGIANG SEBAGAI OBJEK WISATA ALAM DI DESA NANGA KEMPANGAI KABUPATEN MELAWI
PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP RENCANA PENETAPAN KAWASAN RIAM SENGIANG SEBAGAI OBJEK WISATA ALAM DI DESA NANGA KEMPANGAI KABUPATEN MELAWI Public Perception On The Plan Designation of Riam Sengiang Area As
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendahuluan 1. Orientasi Pra Rekonstruksi Kawasan Hutan di Pulau Bintan dan Kabupaten Lingga
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan sebagai sebuah ekosistem mempunyai berbagai fungsi penting dan strategis bagi kehidupan manusia. Beberapa fungsi utama dalam ekosistem sumber daya hutan adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. karena merupakan daerah pertemuan antara ekosistem darat, ekosistem laut dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah pesisir merupakan suatu bentang alam yang memiliki keunikan karena merupakan daerah pertemuan antara ekosistem darat, ekosistem laut dan ekosistem udara yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis yang didominasi oleh beberapa jenis pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang-surut
Lebih terperinciMOTIVASI MASYARAKAT TERHADAP PENANAMAN MAHONI (Swietenia macrophylla) STUDI KASUS DI DESA SUNGAI ENAU KECAMATAN KUALA MANDOR B KABUPATEN KUBU RAYA
MOTIVASI MASYARAKAT TERHADAP PENANAMAN MAHONI (Swietenia STUDI KASUS DI DESA SUNGAI ENAU KECAMATAN KUALA MANDOR B KABUPATEN KUBU RAYA (Society Motivation on Study Case in Sungai Enau Village, Sub-District
Lebih terperinciKATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb.
KATA PENGANTAR Assalamu alaikum wr.wb. Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas karunia-nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan buku Rekalkulasi Penutupan Lahan Indonesia Tahun 2012 yang
Lebih terperinciPERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP KEBERADAAN HUTAN DISEKITAR KEBUN KELAPA SAWIT DESA LEMBAH HIJAU 1 KECAMATAN NANGA TAYAP KABUPATEN KETAPANG
PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP KEBERADAAN HUTAN DISEKITAR KEBUN KELAPA SAWIT DESA LEMBAH HIJAU 1 KECAMATAN NANGA TAYAP KABUPATEN KETAPANG (Community s Perception on Forest Existence around Palm Oil Plantation
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perencanaan pengembangan wilayah merupakan salah satu bentuk usaha
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perencanaan pengembangan wilayah merupakan salah satu bentuk usaha yang memanfaatkan potensi sumberdaya lahan secara maksimal untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat
Lebih terperinciDewita, Sofyan Zainal dan Uke Natalina H. Fakultas Kehutanan Universitas Tanjungpura. Jln Imam Bonjol Pontianak
PERAN SERTA MASYARAKAT DESA SEMUNTAI DALAM PELAKSANAAN PROGRAM COMMUNITY DEVELOPMENT (Participle of Community at Semuntai Village in Applying Community Development Program) Dewita, Sofyan Zainal dan Uke
Lebih terperinci