TINJAUAN PUSTAKA Probiotik Bakteriosin

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TINJAUAN PUSTAKA Probiotik Bakteriosin"

Transkripsi

1 TINJAUAN PUSTAKA Probiotik Probiotik ialah mikrob hidup yang memberikan pengaruh menguntungkan pada inang dengan memodifikasi komunitas mikrob atau berasosiasi dengan inang, memperbaiki nilai nutrisi, memperbaiki respon inang terhadap penyakit, atau memperbaiki kualitas lingkungan (Verschuere et al. 2000; Feliatra et al. 2004). Penambahan probiotik sebagai biokontrol pada air dapat menekan pertumbuhan bakteri patogen melalui berbagai mekanisme, misalnya memproduksi senyawa penghambat (Pearson 2007). Spesies Bacillus adalah bakteri berbentuk batang, aerob atau fakultatif anaerob dan dapat membentuk endospora. Banyaknya spesies pada genus ini menunjukkan luasnya kemampuan fisiologi yang memungkinkan mereka untuk hidup pada setiap lingkungan alam. Bacillus sp. yang digunakan sebagai probiotik pada budidaya udang dapat ditemukan pada sedimen dan saluran pencernaan udang (Moriarty 1999). Penggunaan Bacillus sp. sebagai probiotik di tambak udang dapat menghambat bakteri patogen udang karena Bacillus sp. dapat menghasilkan zat antimikrob polipeptida yang disebut bakteriosin (Lisboa et al. 2006). Bakteriosin Bakteriosin adalah antimikrob polipeptida yang disintesis di ribosom oleh bakteri Gram positif dan Gram negatif (Cuesta et al. 2000; Nes & Holo 2000; McAuliffe et al. 2001; Martirani et al. 2002; Drider et al. 2006; Lisboa et al. 2006; Nagao et al. 2006). Polipeptida tersebut merupakan senyawa antagonis heterogenus yang menunjukkan beragam berat molekul, sifat-sifat biokimia, spektrum penghambatan, dan mekanisme kerjanya. Bakteriosin memiliki aktivitas penghambatan atau bakterisida terhadap galur bakteri sekerabat (Prasad et al. 2005; Lisboa et al. 2006) dan tersusun dari 20 sampai 60 asam amino (Nes & Holo 2000). Bakteriosin yang dihasilkan oleh Bacillus sp. telah diisolasi dan dipelajari, antara lain ialah subtilosin A yang dihasilkan oleh B. subtilis 168 (Babasaki et al. 1985), mersacidin dari Bacillus sp. galur HIL Y-85,54728 (Altena et al. 2000),

2 4 bacillocin 490 dari B. licheniformis (Martirani et al. 2002), iturin, bacilysin, dan chlorotetaine dari Bacillus sp. galur CS93 (Phister et al. 2004), cerein 8A dari B. cereus 8A (Bizani et al. 2005), subtilin dari B. subtilis, megacin dari B. megaterium, lichenin dari B. licheniformis, dan tochicin dari B. thuringiensis (Teo & Tan 2005). Selain itu genus Enterobacillus dan Streptococcus juga menghasilkan beberapa macam bakteriosin (Tabel 1 dan 2). Kebanyakan bakteriosin memberi efek antibakteri dengan merusak membran sel target, sehingga sel kehilangan kemampuan hidupnya (Jack & Jung 2000; Oscariz & Pisabarro 2001; Patton & Donk 2005; Nagao et al. 2006). Beberapa bakteriosin menyebabkan bakteriolisis (melisis sel bakteri) karena kemampuannya menderegulasi sistem autolitik dari sel yang sensitif sehingga menyebabkan kerusakan pada lapisan peptidoglikan. Bakteriosin bekerja pada konsentrasi yang sangat kecil, yakni dalam nanomolar (Nes & Holo 2000). Bakteriosin dikategorikan dalam tiga kelas berbeda sesuai dengan sifat biokimia dan genetikanya (Tabel 3). Kelas I adalah Lantibiotik yang merupakan peptida termodifikasi pada proses post-translasi, yang mengandung asam amino lantionin (Drider et al. 2006). Lantibiotik dibagi menjadi dua kelompok, yakni jenis A dan B, tergantung dari strukturnya. Lantibiotik jenis A (seperti nisin, subtilin, dan Pep5) adalah molekul panjang dengan struktur yang fleksibel di larutan, sementara lantibiotik jenis B memiliki struktur yang lebih padat dan melingkar (Nes et al. 2007). Nisin adalah bakteriosin lantibiotik yang dihasilkan oleh Lactococcus lactis dengan aktivitas ganda (McAuliffe et al. 2001; Diep & Nes 2002; Hoffmann et al. 2002). Nisin mengikat komponen lipid prekursor dinding sel pada bakteri target dan menghalangi produksi dinding sel. Keluarga duramycin pada lantibiotik mengikat fosfoetanolamin pada membran sel target dan menghalangi beberapa fungsi fisiologis (Nes et al. 2007). Bakteriosin kelas II dibagi dalam tiga subkelas, yakni kelas IIa (bakteriosin seperti pediocin), kelas IIb (bakteriosin dua peptida), dan IIc (bakteriosin satu peptida). Pediocin PA-1/AcH dihasilkan oleh Pediococcus acidilactici merupakan bakteriosin kelas IIa yang pertama kali dikarakterisasi. Bakteriosin kelas III adalah protein yang sensitif terhadap panas. Bakteriosin bersifat lethal dengan konsentrasi sangat rendah dibandingkan dengan peptida antimikrob eukariotik, karena senyawa tersebut

3 berinteraksi dengan reseptor khusus yang ada di sel target (Drider et al. 2006). Bakteriosin pada bakteri Gram positif berukuran kecil, stabil terhadap panas dan aktivitas antimikrobnya memiliki spektrum yang lebih luas daripada bakteriosin dari bakteri Gram negatif (Jack et al. 1995). Subgrup bakteriosin kelas IIa memiliki struktur 3 dimensi yang berbeda, yang mencerminkan perbedaan pada spesifikasi sel target. Saat ini, empat kelas bakteriosin kelas IIa telah ditentukan berdasarkan spektroskopi nuclear magnetic resonance (NMR), yakni carnobacteriocin B2, curvacin A, luekocin A, sakacin P, dan varian sakacin P. Bakteriosin kelas IIa mengandung domain N terminal seperti lembar beta yang strukturnya stabil oleh jembatan disulfida dan domain C terminal mengandung satu atau dua α-heliks. Pada bagian C terminal, beberapa kelas IIa, seperti sakacin G, plantaricin 423, pediocin PA-1/AcH, divercin V41, dan enterocin A, mengandung lebih banyak jembatan C terminal yang memainkan peran penting dalam menstabilkan struktur 3D pada domain C terminal. Bakteriosin dengan struktur yang stabil ini menunjukkan potensi antimikrob yang lebih besar daripada yang hanya mengandung satu jembatan disulfida, terutama sensitivitasnya terhadap suhu tinggi. Bakteriosin kelas IIb membentuk pori pada membran sel target dan menghalangi gradien proton pada sel target, sedangkan bakteriosin lainnya dapat dikelompokkan sebagai kelas IIc. Kelompok ini memiliki kisaran aktivitas yang luas pada permeabilitas membran sel dan pembentukan dinding sel. Pada umumnya bakteriosin yang aktif secara biologis merupakan peptida rantai tunggal (Drider et al. 2006). Tabel 1 Jenis bakteriosin genus Enterobacillus No. Organisme Bakteriosin Tipe Massa (Da) 1 E. faecalis Cytolysin Cyl L, Kelas I, lantibiotik Cyl S peptida E. faecium Enterocin A Kelas IIa, seperti pediocin 3 E. faecium Enterocin P Kelas IIa E. faecium Bac 32 Kelas IIa E. faecium Bacteriocin GM-1 Kelas IIa E. faecalis Enterocin SE-K4 Kelas IIa Sumber : Nes et al. (2007) 5

4 Tabel 2 Jenis bakteriosin genus Streptococcus No. Organisme Bakteriosin Tipe Massa (Da) 1 S. salivarius Salivaricin A Kelas I S. salivarius Salivaricin B Kelas I S. salivarius Salivaricin A2 Kelas I S. pyogenes Streptococcin A-FF22 Kelas I S. uberis Nisin U Kelas I, seperti nisin S. mutans SmbA, SmbB Kelas I, lantibiotik 7 S. rattus BHT-A Kelas I, lantibiotik S. mutans Mutacin IV; peptida A, peptida B Kelas II, bakteriosin dua peptida S. thermophilus Thermophilin 13 (A) Kelas II Sumber : Nes et al. (2007) Tabel 3 Pengelompokan bakteriosin Kategori Karakteristik Subkategori Contoh Kelas I Lantibiotik (mengandung lantionin dan β- lantionin) Tipe A (molekul panjang, <4 kda) Kelas II Kelas III Bakteriosin tidak termodifikasi, stabil panas, mengandung peptida dengan BM < 10 kda Bakteriosin dengan BM > 30 kda Tipe B (molekul bulat, 1,8 2,1 kda) Subkelas IIa (bakteriosin antisteril seperti pediocin) Subkelas IIb (bakteriosin dua peptida) Subkelas IIc (bakteriosin peptida lain) Nisin A [Lactococcus lactis] a Subtilin [Bacillus subtilis] b Epidermin [Staphylococcus epidermidis] c Mersacidin [Bacillus sp. galur HIL Y-85,54728] d Mutacin B-Ny266 [Streptococcus mutans] e Bavaricin A [Lactococcus sakei] Coagulin [Bacillus coagulans] Enterocin SE-K4 [E. faecium] Lactoccoccin MMFII [L. lactis] Leucocin A [Leuconostoc gelidum] Plantaricin EF [L.plantarum] Plantaricin JK [L.plantarum] Lactococcin 972 [Lactococcus lactis] Helveticin J [L.helveticus] f Millericin B [Streptococcus mileri] g Sumber : Drider et al. (2006); a Cuesta et al. (2000); b Teo & Tan (2005); c Hoffmann et al. (2004); d Altena et al. (2000); e Meira et al. (2005); f Mathot et al. (2003); g Heng et al. (2006). 6

5 7 Biosintesis Bakteriosin Gen yang bertanggungjawab pada produksi bakteriosin seringkali dihubungkan dengan elemen yang dapat bergerak atau pada kromosom yang terkait dengan transposon atau plasmid. Bakteriosin dengan berat molekul rendah dari bakteri Gram positif umumnya ditranslasi sebagai pre-peptida kemudian dimodifikasi menjadi bentuk molekul yang aktif secara biologis. Fungsi pelengkap spesifik diperlukan oleh sel penghasil bakteriosin termasuk mekanisme untuk translokasi ekstrasel bakteriosin dan imunitas terhadap aktivitas bakteriosin tersebut (Parada et al. 2007). Empat gen diperlukan untuk menghasilkan bakteriosin kelas IIa. Gen-gen tersebut ialah (i) gen struktur bakteriosin, yang mengkodekan prebakteriosin; (ii) gen imunitas, yang mengkodekan protein imunitas yang melindungi penghasil bakteriosin dari bakteriosin itu sendiri; (iii) gen yang mengkodekan transporter ABC (ATP Binding Cassette) yang perlu untuk sekresi; dan (iv) gen yang mengkodekan aksesori protein yang fungsinya belum diketahui (Drider et al. 2006). Bakteriosin kelas IIa yang dihasilkan sebagai prebakteriosin memiliki tambahan terminal-n. Presekuen ini dihilangkan oleh pemotong proteolitik khusus selama ekspor, dan bakteriosin matang disekresi. Presekuen bakteriosin mempunyai peran ganda pada biosintesis bakteriosin, ialah sebagai pelindung pada sisi sitosol pada membran sel dengan menjaga bakteriosin tidak aktif sehingga mencegah penghasil bakteriosin terserang oleh bakteriosin yang baru disintesis, berperan sebagai sinyal pengenal selama ekspor dan lalu-lintas prebakteriosin ke transporter ABC yang benar (Drider et al. 2006). Pre-leucocin A, pre-mesentericin Y105, dan pre-carnobacteriocin B2 menunjukkan penurunan aktivitas dibandingkan dengan bakteriosin matang ketika diuji pada sel yang sensitif, yang menunjukkan peran penidakaktifan saat presekuen. Struktur 3 dimensi dari pre-carnobacteriocin B2 menunjukkan bahwa presekuen kebanyakan terpengaruh dengan interaksi bakteriosin-membran. Presekuen juga mengandung alfa heliks amfipatik yang panjangnya 10 residu yang terlipat di belakang alfa heliks yang merupakan bagian dari bakteriosin yang berinteraksi ke membran. Data NMR juga menunjukkan bahwa tidak ada alfa

6 8 heliks C terminal atau N terminal yang merupakan bagian dari carnobacteriocin B2 yang secara struktur berubah dengan adanya presekuen. Peran penting kedua dari presekuen tersebut sebagai situs pengenalan bakteriosin oleh mesin sekresi, yaitu transporter ABC (Drider et al. 2006). Gen bakteriosin umumnya terhubung dan mungkin berada di plasmid, yang mungkin berupa konjugatif atau tidak, atau pada kromosom bakteri, dan sering terintegrasi pada transposon (Parada et al. 2007). Mekanisme Antibakteri Bakteriosin Spektrum antimikrob didefinisikan sebagai satuan galur yang sensitif terhadap bakteriosin yang diberikan. Sensitivitas ini tergantung dua tahap pada model fungsi in vivo. Tahap pertama, bakteriosin berinteraksi dengan struktur permukaan sel, seperti membran dan atau molekul reseptor. Tahap kedua, bakteriosin membuat permeabilisasi membran melalui pembentukan lubang (Gambar 1). Pengikatan awal dipengaruhi oleh komposisi membran, muatan membran, dan adanya struktur molekul target (reseptor). Tahap kedua dipengaruhi oleh komposisi membran, struktur C terminal pada bagian membran yang terpermeabilisasi, dan adanya protein imunitas (Drider et al. 2006). Bakteriosin kelas IIa 1. Interaksi dengan docking 2. Permeabilisasi membran Gambar 1 Permeabilisasi membran oleh bakteriosin kelas IIa (Drider et al. 2006). Bakteriosin mampu menyebabkan kerusakan pada membran sitoplasma sel yang sensitif berdasarkan ukurannya yang kecil, hidrofobisitas tinggi, dan daerah hidrofobik diperkirakan membentuk amfipatik alfa heliks. Pelepasan tenaga daya dorong proton memiliki efek langsung terhadap autolisis (Cuesta et al. 2000). Kebanyakan bakteriosin aktif di membran, yang menyebabkan permeabilisasi dan kadang membunuh bakteri target. Beberapa lantibiotik jenis A

7 9 dan B mampu membunuh sel target dengan menghentikan sintesis dinding sel melalui ikatan dengan afinitas besar pada molekul lipid II, suatu molekul yang memainkan peran esensial pada sintesis lapisan peptidoglikan. Lantibiotik jenis A juga dapat membunuh bakteri dengan mekanisme tambahan, yaitu terikat pada molekul lipid II dan kemudian membuat lubang di membran sitoplasma target. Mekanisme pembentukan lubang oleh lantibiotik jenis A adalah mekanisme pembunuhan yang paling penting. Mekanisme pembentukan lubang yang mirip juga ditunjukkan oleh lantibiotik dua peptida lacticin 3147 (Nes et al. 2007). Mekanisme ketahanan bakteriosin terhadap panas terkait dengan struktur molekul bakteriosin, biasanya karena komposisinya yang merupakan peptida kecil tanpa struktur tersier. Bakteriosin dari L. plantarum stabil terhadap panas dan perlakuan dengan surfaktan dan pelarut organik. Aktivitas antimikrob tertinggi didapat pada ph 1-9. Galur Lactobacillus lain menghasilkan bakteriosin yang tahan terhadap panas, aktivitas penghambatan zat seperti bakteriosin tidak berkurang setelah 10 dan 20 menit pada 100 o C (Parada et al. 2007). Efek pemanasan terhadap hidrofobisitas protein ialah molekul menjadi tidak terlipat, sehingga memperlihatkan sisi hidrofobik (Nakai & Li-Chan 1989). Pada kenaikan suhu, Pediocin PA-1 menjaga keseluruhan strukturnya, sedangkan peptida tanpa ikatan disulfida C terminal kedua, seperti enterocin P, sakacin P, curvacin A, leua, dan cbnb2 menunjukkan kerusakan parsial pada bagian heliks. Pediocin PA-1 dan ped[m31nle] memiliki aktivitas yang sama pada suhu berbeda, sedangkan peptida lain yang tidak memiliki ikatan disulfida C terminal kedua memiliki potensi antimikrob yang jauh berkurang pada 310 K (37 o C) daripada pada 298 K (25 o C). Hasil ini mengindikasikan bahwa pengubahan struktur pada daerah heliks yang diteliti pada peningkatan suhu menyebabkan kehilangan aktivitas peptida tersebut. Adanya residu hidrofobik C terminal pada satu sisi heliks amfipatik pada bakteriosin kelas IIa berperan penting untuk pengenalan reseptor dan spesifik ke organisme tertentu (Kaur et al. 2004). Peningkatan aktivitas antibakteri dari bakteriosin non-lantionin, yang diteliti pada ph rendah disebabkan nilai ph yang rendah meningkatkan interaksi bakteriosin non-lantionin dengan reseptor membran yang dikenal. Molekul akan

8 10 lebih banyak menempel di dinding, membuat lebih banyak molekul yang dapat bekerja sebagai bakterisida (Parada et al. 2007). Bakteriosin kelas I dan II memakai mekanisme kerja yang sama. Peptida terikat ke membran plasma melalui interaksi elektrostatik dengan fosfolipid yang bermuatan negatif. Sehingga, mengarah pada membran dengan reorientasi yang tergantung pada potensial membran, yang diarahkan oleh ph dan komposisi fosfolipid. Bakteriosin monomer membentuk gabungan protein yang menghasilkan pembentukan lubang dengan konsekuensi kehilangan ion (terutama kalium dan magnesium), kehilangan kekuatan proton, mengeluarkan ATP dan asam amino. Kekuatan proton merupakan peran mendasar pada sintesis ATP, pada transpor aktif dan pada pergerakan bakteri; sehingga sintesis makromolekul terhambat, juga energi yang dihasilkan, dan membuat sel menjadi mati (Parada et al. 2007). Bakteriosin kelas I (nisin) tidak memerlukan reseptor pada membran sel, karena polipeptidanya dapat mengenali komposisi fosfolipid sel. Lactococin A dan lactostrepcin memerlukan ikatan pada reseptor spesifik. Bakteriosin kelas IIa, daerah terminal-amino memiliki peran penting pada kemampuan mengenali komponen membran sel, dan zat ini bekerja dengan membuat permeabilitas pada membran sel targetnya (Parada et al. 2007). Bakteriosin kelas IIa menempel pada target sel potensial, melalui interaksi elektrostatis dan hidrofobik, kemudian membuat membran sel dari sel yang sensitif menjadi permeabel. Interaksi khiral dan adanya protein mannosa permease pada permukaan sel target merupakan faktor sensitivitas bakteri terhadap bakteriosin kelas IIa. Kemudian bagian C terminal masuk ke dalam membran sel target. Bagian ini memainkan peran penting dalam menentukan spesifikasi sel target dari bakteriosin tersebut. Protein imunitas yang dihasilkan dapat melindungi penghasil bakteriosin dari bakteriosin yang diproduksinya sendiri. Struktur tiga dimensi dua protein imunitas kelas IIa menunjukkan bahwa bagian C terminal dari kompleks empat protein sitosolik heliks dapat melindungi membran sel dari bakteriosin kelas IIa (Drider et al. 2006). Bakteriosin kelas IIb, plantaricin EF dan JK tergantung pada interaksi antara peptida a dan b untuk pembentukan lubang dan menyebabkan pelepasan

9 11 membran potensialnya. Bakteriosin kelas III, termasuk bakteriosin dengan berat molekul besar, mekanisme kerjanya belum diketahui, dan memerlukan lebih banyak studi (Parada et al. 2007). Vibrio harveyi Vibrio harveyi ialah anggota keluarga Vibrionaceae, termasuk Gram negatif, dengan ukuran 0,5-2 µm, dan berflagella. Vibrio memiliki grup flagella pada satu ujung (flagella polar) dan flagella terlindung pada membran terluar pada dinding sel bakteri. Vibrio harveyi mampu menghasilkan cahaya (luminescence) tergantung pada konsentrasi organisme di laut tropis dan lingkungan air payau. Luminescence terjadi karena bakteri memiliki enzim luciferase yang dapat mengkatalisis reaksi yang dapat memancarkan cahaya dengan menggunakan substrat berupa senyawa aldehid yang disebut luciferin (Watson 2007). Organisme ini sangat patogen pada banyak hewan laut vertebrata dan invertebrata (Prasad et al. 2005). Protease, phospolipase, haemolisin, atau exotosin merupakan patogenitas penting untuk Vibrio harveyi (Zhang 2001). Vibriosis adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri dari genus Vibrio (Moriarty 1999) pada udang dan larvanya di tambak (Preetha et al. 2007) yang dapat menyebabkan kematian sampai 90%, terutama pada udang juvenil (Encarnacao 2006). Tanda-tanda penyakit vibriosis adalah lethargy, nekrosis jaringan, pertumbuhan dan metamorfosis larva yang lambat, pembentukan badan yang tidak sempurna, badan berpendar, otot lebih transparan, melanisasi, usus tengah kosong, dan anoreksia (Encarnacao 2006). Patogenisitas akibat vibriosis dipengaruhi oleh banyak variabel, di antaranya adalah spesies inangnya, spesies vibrio, tahap perkembangan udang (tahap nauplii dan protozea lebih sensitif daripada pada tahap mysis dan post-larva), kondisi fisiologis, stres lingkungan, dosis, waktu, dan cara terjadinya infeksi (Encarnacao 2006). Permasalahan mortalitas yang umumnya terjadi adalah sindrom zoea II. Pada sindrom ini ketika proses metamorfosa ke stadia zoea II, usus larva kosong, sel epitelium usus luruh ke lumen, dan larva mati sebelum mencapai stadia zoea III (Wyban 2003). Beberapa galur Vibrio merupakan patogen pada larva udang jika kepadatannya di air mencapai konsentrasi

10 12 cfu/ml (Prayitno & Latchford 1995; Diggles et al. 2000). Tingkat patogenitas Vibrio bercahaya juga telah diketahui yaitu pada tingkat kepadatan 10 4 sel/ml di air pemeliharaan sudah dapat menyebabkan kematian massal larva udang windu dalam waktu 24 jam (Zafran 1992). Vibriosis yang terjadi di kultur udang di Indonesia menyebabkan penurunan 15% antara tahun 1992 dan 1994 (Muliani et al. 2004) dan kerugian sampai 60% pada tahun 2005 (Aisya et al. 2006). Penurunan produksi udang di Filipina mencapai hampir 60% antara tahun 1992 dan1994 (Thompson et al. 2004) dan di Jepang menyebabkan kerugian 149,5 ton atau senilai 26,8 juta dollar AS pada tahun 1992 (Inouye 1996). Staphylococcus aureus Staphylococci adalah bakteri bulat Gram positif yang ada yang berbentuk tunggal, berpasangan, atau cluster mikroskopis yang menyerupai anggur, katalase positif, oksidase negatif, berdiameter 1 mikrometer, tidak motil, dan pembentukan tanpa spora. Koloni S. aureus berwarna kuning keemasan, bakteri aerob dan fakultatif anaerob, dan dianggap sebagai bakteri patogen (Boyd 1984). Escherichia coli Escherichia coli adalah bakteri Gram negatif, tidak membentuk spora, berbentuk batang, memiliki flagela, aerob dan anaerob, dengan metabolisme yang dapat melalui respirasi maupun fermentasi. Escherichia coli hidup di saluran usus manusia dan hewan, sehingga dipakai sebagai indikator pencemaran faeces di negara tropis dan hangat. Bakteri ini pada manusia dapat menyebabkan infeksi saluran urine, neonatal meningitis, dan diare. Umumnya E. coli ada di faeces manusia sebanyak 1% (Boyd 1984).

Dari uji kompetisi, persentase penghambatan dengan rasio inokulum 1:1 sudah cukup bagi Bacillus sp. Lts 40 untuk menghambat pertumbuhan V.

Dari uji kompetisi, persentase penghambatan dengan rasio inokulum 1:1 sudah cukup bagi Bacillus sp. Lts 40 untuk menghambat pertumbuhan V. 27 PEMBAHASAN Dari tiga isolat sp. penghasil antimikrob yang diseleksi, isolat sp. Lts 40 memiliki aktivitas penghambatan paling besar terhadap E. coli dan V. harveyi dengan indeks penghambatan masing-masing

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. (a) (b) (c) (d) Gambar 1. Lactobacillus plantarum 1A5 (a), 1B1 (b), 2B2 (c), dan 2C12 (d) Sumber : Firmansyah (2009)

TINJAUAN PUSTAKA. (a) (b) (c) (d) Gambar 1. Lactobacillus plantarum 1A5 (a), 1B1 (b), 2B2 (c), dan 2C12 (d) Sumber : Firmansyah (2009) TINJAUAN PUSTAKA Lactobacillus plantarum Bakteri L. plantarum termasuk bakteri dalam filum Firmicutes, Ordo Lactobacillales, famili Lactobacillaceae, dan genus Lactobacillus. Lactobacillus dicirikan dengan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkembangan Ekspor Udang Di Indonesia produksi udang sangat berkembang dengan pesat. Hal ini dapat dilihat dari jumlah permintaan pasar internasional akan hasil produksi udang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Kemurnian Bakteri L. plantarum dan Patogen

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Kemurnian Bakteri L. plantarum dan Patogen HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Kemurnian Bakteri L. plantarum dan Patogen Penelitian diawali dengan tahap persiapan dan pemurnian kembali dari keempat kultur bakteri asam laktat (BAL) yaitu Lactobacillus

Lebih terperinci

PEMBAHASAN Aktivitas Penghambatan Isolat Bacillus sp. Terhadap Vibrio sp. Secara In Vitro

PEMBAHASAN Aktivitas Penghambatan Isolat Bacillus sp. Terhadap Vibrio sp. Secara In Vitro 8 PEMBAHASAN Aktivitas Penghambatan Isolat Bacillus sp. Terhadap Vibrio sp. Secara In Vitro V. harveyi merupakan bakteri patogen yang dapat menyebabkan kematian massal pada udang terutama lebih patogen

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kubis merupakan salah satu jenis sayuran yang termasuk dalam famili Brassicaceae, tumbuh di daerah yang berhawa sejuk, yaitu pada ketinggian 800-2000 m di atas permukaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. populasi mikrobia dengan berbagai ukuran dan kompleksitas. Bakteri

I. PENDAHULUAN. populasi mikrobia dengan berbagai ukuran dan kompleksitas. Bakteri I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam saluran pencernaan unggas khususnya sekum dan tembolok, terdapat populasi mikrobia dengan berbagai ukuran dan kompleksitas. Bakteri tersebut umumnya bersifat fermentatif.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Morfologi Sel dan Pewarnaan Gram

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Morfologi Sel dan Pewarnaan Gram HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Morfologi Sel dan Pewarnaan Karakteristik morfologi L. plantarum yang telah didapat adalah positif, berbentuk batang tunggal dan koloni berantai pendek. Karakteristik

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Bakteri Asam laktat (BAL) yaitu kelompok bakteri gram positif, katalase

II. TINJAUAN PUSTAKA. Bakteri Asam laktat (BAL) yaitu kelompok bakteri gram positif, katalase 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bakteri Asam Laktat Bakteri Asam laktat (BAL) yaitu kelompok bakteri gram positif, katalase negatif yang dapat memproduksi asam laktat dengan cara memfermentasi karbohidrat, selnya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Bakteri Asam Laktat

TINJAUAN PUSTAKA Bakteri Asam Laktat TINJAUAN PUSTAKA Bakteri Asam Laktat Sifat yang terpenting dari bakteri asam laktat adalah memiliki kemampuan untuk memfermentasi gula menjadi asam laktat. Berdasarkan tipe fermentasi, bakteri asam laktat

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id I. PENDAHULUAN

bio.unsoed.ac.id I. PENDAHULUAN I. PENDAHULUAN Yoghurt merupakan minuman yang dibuat dari susu sapi dengan cara fermentasi oleh mikroorganisme. Yoghurt telah dikenal selama ribuan tahun dan menarik banyak perhatian dalam beberapa tahun

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mikroorganisme tersebar luas di alam seperti di udara, air, tanah, dalam saluran pencernaan hewan, pada permukaan tubuh dan dapat dijumpai pula pada pangan. Mikroorganisme

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan Kemurnian Isolat Bakteri Asam Laktat dan Bakteri Patogen Indikator Morfologi Sel

HASIL DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan Kemurnian Isolat Bakteri Asam Laktat dan Bakteri Patogen Indikator Morfologi Sel HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil yang diperoleh pada penelitian ini diawali dengan pemeriksaan karakteristik morfologi dan kemurnian isolat bakteri yang digunakan. Isolat bakteri yang digunakan adalah BAL indigenous

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kualitas Air Kualitas hidup ikan akan sangat bergantung dari keadaan lingkunganya. Kualitas air yang baik dapat menunjang pertumbuhan, perkembangan, dan kelangsungan hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan lele dumbo ( Clarias gariepenus ) merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang berasal dari Afrika dan pertama kali diintroduksi ke Indonesia pada tahun 1986.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Bakteri Asam Laktat (BAL) Lactobacillus plantarum 1A5, 1B1, 2B2 dan 2C12

TINJAUAN PUSTAKA Bakteri Asam Laktat (BAL) Lactobacillus plantarum 1A5, 1B1, 2B2 dan 2C12 TINJAUAN PUSTAKA Bakteri Asam Laktat (BAL) Buckle et al. (1987) menyatakan bakteri asam laktat merupakan kelompok bakteri yang menghasilkan sejumlah besar asam laktat sebagai hasil akhir dari metabolisme

Lebih terperinci

KARAKTERISASI ZAT ANTIMIKROB PENGHAMBAT PERTUMBUHAN Vibrio harveyi DAN Escherichia coli DARI Bacillus sp. ASAL TAMBAK UDANG ISRAMILDA

KARAKTERISASI ZAT ANTIMIKROB PENGHAMBAT PERTUMBUHAN Vibrio harveyi DAN Escherichia coli DARI Bacillus sp. ASAL TAMBAK UDANG ISRAMILDA KARAKTERISASI ZAT ANTIMIKROB PENGHAMBAT PERTUMBUHAN Vibrio harveyi DAN Escherichia coli DARI Bacillus sp. ASAL TAMBAK UDANG ISRAMILDA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Konfirmasi Kultur Starter BAL Indigenous Dadiah dan Bakteri Patogen Indikator

HASIL DAN PEMBAHASAN Konfirmasi Kultur Starter BAL Indigenous Dadiah dan Bakteri Patogen Indikator HASIL DAN PEMBAHASAN Konfirmasi Kultur Starter BAL Indigenous Dadiah dan Bakteri Patogen Indikator Pemeriksaan terhadap kultur starter sebelum diolah menjadi suatu produk sangatlah penting. Hal ini bertujuan

Lebih terperinci

4. PEMBAHASAN Fermentasi Acar Kubis Putih (Brassica oleracea)

4. PEMBAHASAN Fermentasi Acar Kubis Putih (Brassica oleracea) 4. PEMBAHASAN 4.1. Fermentasi Acar Kubis Putih (Brassica oleracea) Kubis putih termasuk ke dalam kategori bahan pangan yang mudah rusak. Kandungan air dalam kubis putih cukup tinggi yaitu mencapai 92%

Lebih terperinci

MIKROBIOLOGI BAKTERI

MIKROBIOLOGI BAKTERI 1 MIKROBIOLOGI BAKTERI (Nurwahyuni Isnaini) Tugas I Disusun untuk memenuhi tugas brosing artikel webpage Oleh RIZKA RAMADHANTY NIM:G0C015080 PRORAM DIPLOMA DIII ANALIS KESEHATAN FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan cepat mengalami penurunan mutu (perishable food). Ikan termasuk komoditi

I. PENDAHULUAN. dan cepat mengalami penurunan mutu (perishable food). Ikan termasuk komoditi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahan pangan mentah merupakan komoditas yang mudah rusak sejak dipanen. Bahan pangan mentah, baik tanaman maupun hewan akan mengalami kerusakan melalui serangkaian reaksi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. makhluk hidup. Umumnya bakteri hidup secara berkoloni dan hidup. berkumpul di dalam suatu medium yang sama (Zaif, 2006).

I. PENDAHULUAN. makhluk hidup. Umumnya bakteri hidup secara berkoloni dan hidup. berkumpul di dalam suatu medium yang sama (Zaif, 2006). 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bakteri merupakan mikroorganisme yang hidup di air, udara, tanah dan makhluk hidup. Umumnya bakteri hidup secara berkoloni dan hidup berkumpul di dalam suatu medium yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Probiotik Dalam Akuakultur

TINJAUAN PUSTAKA Probiotik Dalam Akuakultur TINJAUAN PUSTAKA Probiotik Dalam Akuakultur Istilah probiotik ditujukan terhadap bakteri yang mendukung kesehatan organisme lain. Probiotik sendiri dapat ditemukan di alam, diisolasi dan diidentifikasi

Lebih terperinci

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN.. HALAMAN PENGESAHAN.. RIWAYAT HIDUP.. i ABSTRAK... ii ABSTRACT.. iii UCAPAN TERIMAKASIH. iv DAFTAR ISI....... vi DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR TABEL

Lebih terperinci

2.1.Bakteri Gram Positif dan Bakteri Gram Negatif Perbedaan dasar antara bakteri gram positif dan negatif adalah pada komponen dinding selnya.

2.1.Bakteri Gram Positif dan Bakteri Gram Negatif Perbedaan dasar antara bakteri gram positif dan negatif adalah pada komponen dinding selnya. 2.1.Bakteri Gram Positif dan Bakteri Gram Negatif Perbedaan dasar antara bakteri gram positif dan negatif adalah pada komponen dinding selnya. Kompleks zat iodin terperangkap antara dinding sel dan membran

Lebih terperinci

MEKANISME TRANSPOR PADA MEMBRAN SEL

MEKANISME TRANSPOR PADA MEMBRAN SEL MEKANISME TRANSPOR PADA MEMBRAN SEL Berbagai organel yang terdapat di dalam sitoplasma memiliki membran yang strukturnya sama dengan membran plasma. Walaupun tebal membran plasma hanya ± 0,1 μm, membran

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian. beberapa manfaat salah satunya adalah sebagai probiotik. Hal ini

PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian. beberapa manfaat salah satunya adalah sebagai probiotik. Hal ini PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Bakteri asam laktat (BAL) merupakan bakteri yang memiliki beberapa manfaat salah satunya adalah sebagai probiotik. Hal ini dikarenakan asam - asam organik yang dihasilkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bahan-bahan lain seperti garam, bawang merah, bawang putih. Sambal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bahan-bahan lain seperti garam, bawang merah, bawang putih. Sambal BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sambal Cabai 1. Sambal Sambal salah satu bahan yang terbuat dari cabai dan ditambah bahan-bahan lain seperti garam, bawang merah, bawang putih. Sambal memiliki cita rasa yang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Probiotik Penggunaan bakteri untuk kesejahteraan manusia seperti kesehatan dan pertanian sangat menarik perhatian lebih dari satu dekade terakhir. Probiotik sudah digunakan di

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bakteri Asam Laktat (BAL) merupakan bakteri yang sering digunakan di

I. PENDAHULUAN. Bakteri Asam Laktat (BAL) merupakan bakteri yang sering digunakan di I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bakteri Asam Laktat (BAL) merupakan bakteri yang sering digunakan di dalam industri pangan dalam menghasilkan pangan fungsional. Fungsi ini dikarenakan kemampuan BAL yang

Lebih terperinci

3. HASIL PENELITIAN Acar Kubis Putih (Brassica oleracea)

3. HASIL PENELITIAN Acar Kubis Putih (Brassica oleracea) 3. HASIL PENELITIAN 3.1. Acar Kubis Putih (Brassica oleracea) Bahan utama yang digunakan sebagai substrat untuk proses fermentasi acar ini adalah kubis putih yang berasal dari daerah Getasan, Kopeng (Gambar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. laut maupun ikan air tawar. Menurut Arias dalam Fernandes (2009) ikan

I. PENDAHULUAN. laut maupun ikan air tawar. Menurut Arias dalam Fernandes (2009) ikan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan merupakan bahan pangan hewani bernilai ekonomis tinggi dan banyak dikonsumsi masyarakat karena kandungan gizinya yang tinggi, baik ikan air laut maupun ikan air

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh daya antibakteri

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh daya antibakteri BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh daya antibakteri ekstrak etanol daun ciplukan (Physalis angulata L.) dalam bentuk sediaan obat kumur terhadap bakteri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mikroorganisme ke dalam tubuh, mikroorganisme tersebut masuk bersama makanan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mikroorganisme ke dalam tubuh, mikroorganisme tersebut masuk bersama makanan 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Flora Normal Rongga Mulut Rongga mulut merupakan pintu gerbang masuknya berbagai macam mikroorganisme ke dalam tubuh, mikroorganisme tersebut masuk bersama makanan atau minuman.

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kubis putih merupakan bahan pangan yang banyak ditemukan di Indonesia dan sudah tidak asing bagi masyarakat. Kubis putih dapat hidup pada dataran tinggi salah satunya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Komoditas udang Vannamei ( Litopenaeus vannamei) merupakan udang asli

II. TINJAUAN PUSTAKA. Komoditas udang Vannamei ( Litopenaeus vannamei) merupakan udang asli II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei) Komoditas udang Vannamei ( Litopenaeus vannamei) merupakan udang asli perairan Amerika Latin. Udang ini dibudidayakan mulai dari pantai barat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelangsungan hidup dari setiap perlakuan memberikan hasil yang berbeda-beda. Tingkat kelangsungan hidup yang paling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Budidaya ikan hias dapat memberikan beberapa keuntungan bagi pembudidaya antara lain budidaya ikan hias dapat dilakukan di lahan yang sempit seperti akuarium atau

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi dan Inokulasi Penyebab Busuk Lunak Karakterisasi Bakteri Penyebab Busuk Lunak Uji Gram

HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi dan Inokulasi Penyebab Busuk Lunak Karakterisasi Bakteri Penyebab Busuk Lunak Uji Gram HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi dan Inokulasi Penyebab Busuk Lunak Isolasi daun anggrek yang bergejala busuk lunak dihasilkan 9 isolat bakteri. Hasil uji Gram menunjukkan 4 isolat termasuk bakteri Gram positif

Lebih terperinci

Retikulum Endoplasma (Mader, 2000) Tuti N. dan Sri S. (FIK-UI)

Retikulum Endoplasma (Mader, 2000) Tuti N. dan Sri S. (FIK-UI) Retikulum Endoplasma (Mader, 2000) RETIKULUM ENDOPLASMA Ada dua jenis retikum endoplasma (ER) yang melakukan fungsi yang berbeda di dalam sel: Retikulum Endoplasma kasar (rough ER), yang ditutupi oleh

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kubis putih (Brassica oleracea) merupakan salah satu komoditi pertanian yang banyak dibudidayakan di Indonesia, dapat dipasarkan tanpa terpengaruh musim. Di Jawa Tengah,

Lebih terperinci

4. PEMBAHASAN Fermentasi Acar Kubis Putih

4. PEMBAHASAN Fermentasi Acar Kubis Putih 4. PEMBAHASAN 4.1. Fermentasi Acar Kubis Putih Fermentasi merupakan salah satu metode untuk memperpanjang umur simpan suatu bahan pangan. Ketika fermentasi berlangsung, kandungan gula sangat dibutuhkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perikanan. Pakan juga merupakan faktor penting karena mewakili 40-50% dari

I. PENDAHULUAN. perikanan. Pakan juga merupakan faktor penting karena mewakili 40-50% dari I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakan merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam budidaya perikanan. Pakan juga merupakan faktor penting karena mewakili 40-50% dari biaya produksi. Pakan

Lebih terperinci

Pengertian Mitokondria

Pengertian Mitokondria Home» Pelajaran» Pengertian Mitokondria, Struktur, dan Fungsi Mitokondria Pengertian Mitokondria, Struktur, dan Fungsi Mitokondria Pengertian Mitokondria Mitokondria adalah salah satu organel sel dan berfungsi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hampir 700 spesies bakteri dapat ditemukan pada rongga mulut. Tiap-tiap

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hampir 700 spesies bakteri dapat ditemukan pada rongga mulut. Tiap-tiap I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hampir 700 spesies bakteri dapat ditemukan pada rongga mulut. Tiap-tiap individu biasanya terdapat 100 hingga 200 spesies. Jika saluran akar telah terinfeksi, infeksi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Bakteri Asam Laktat

TINJAUAN PUSTAKA Bakteri Asam Laktat TINJAUAN PUSTAKA Bakteri Asam Laktat Kelompok yang telah diketahui sebagai bakteri asam laktat saat ini adalah termasuk kedalam genus Lactococcus, Streptococcus (hanya satu spesies saja), Enterococcus,

Lebih terperinci

POKOK BAHASAN I PENDAHULUAN Tujuan Instruksional Khusus Setelah mengikuti kuliah pokok bahasan pendahuluan mahasiswa dapat: 1. Memahami ruang lingkup

POKOK BAHASAN I PENDAHULUAN Tujuan Instruksional Khusus Setelah mengikuti kuliah pokok bahasan pendahuluan mahasiswa dapat: 1. Memahami ruang lingkup POKOK BAHASAN I PENDAHULUAN Tujuan Instruksional Khusus Setelah mengikuti kuliah pokok bahasan pendahuluan mahasiswa dapat: 1. Memahami ruang lingkup biokimia, sejarah perkembangan ilmu biokimia, bidangbidang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Mikroorganisme merupakan bagian dari kekayaan dan keragaman hayati

I. PENDAHULUAN. Mikroorganisme merupakan bagian dari kekayaan dan keragaman hayati I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mikroorganisme merupakan bagian dari kekayaan dan keragaman hayati Indonesia yang dapat diisolasi dari setiap lapisan tanah dan perairan atau laut. Salah satu mikroorganisme

Lebih terperinci

BIOKIMIA Kuliah 2 KARBOHIDRAT

BIOKIMIA Kuliah 2 KARBOHIDRAT BIOKIMIA Kuliah 2 KARBOHIDRAT 1 2 . 3 . 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 Biokimia Kuliah 2 POLISAKARIDA 17 POLISAKARIDA Sebagian besar karbohidrat dalam bentuk polisakarida. Suatu polisakarida berbeda

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kelangsungan Hidup (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup (SR) Kelangsungan hidup merupakan suatu perbandingan antara jumlah organisme yang hidup diakhir penelitian dengan jumlah organisme

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Karakterisasi Morfologi dan Fisiologis Kandidat Probiotik Hasil karakterisasi morfologi dan fisiologis yang dilakukan terhadap 16 jenis bakteri hasil isolasi Ardiani (211)

Lebih terperinci

Kasus Penderita Diabetes

Kasus Penderita Diabetes Kasus Penderita Diabetes Recombinant Human Insulin Marlia Singgih Wibowo School of Pharmacy ITB Sejak Banting & Best menemukan hormon Insulin pada tahun 1921, pasien diabetes yang mengalami peningkatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Secara alami hewan ternak, khususnya itik memiliki kekebalan alami. yang berfungsi menjaga kesehatan tubuhnya. Kekebalan alami ini

I. PENDAHULUAN. Secara alami hewan ternak, khususnya itik memiliki kekebalan alami. yang berfungsi menjaga kesehatan tubuhnya. Kekebalan alami ini 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara alami hewan ternak, khususnya itik memiliki kekebalan alami yang berfungsi menjaga kesehatan tubuhnya. Kekebalan alami ini terbentuk antara lain disebabkan oleh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bakteri biasanya dikategorikan ke dalam dua kelompok. Bakteri yang

I. PENDAHULUAN. Bakteri biasanya dikategorikan ke dalam dua kelompok. Bakteri yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya akan keanekaragaman hayati. Salah satunya adalah banyaknya hutan tropis yang membentang dari sabang sampai merauke. Hutan tropis merupakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Toleransi Isolat Bakteri Asam Laktat asal Daging pada ph Lambung dan ph Usus

HASIL DAN PEMBAHASAN Toleransi Isolat Bakteri Asam Laktat asal Daging pada ph Lambung dan ph Usus HASIL DAN PEMBAHASAN Toleransi Isolat Bakteri Asam Laktat asal Daging pada ph Lambung dan ph Usus Menurut Havenaar et al. (1992), dalam pengembangan galur probiotik baru, perlu dilakukan seleksi secara

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Ciri-ciri dan Kandungan Gizi Ikan Tongkol. Ikan tongkol (Euthynnus affinis) merupakan golongan dari ikan tuna

TINJAUAN PUSTAKA. A. Ciri-ciri dan Kandungan Gizi Ikan Tongkol. Ikan tongkol (Euthynnus affinis) merupakan golongan dari ikan tuna II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ciri-ciri dan Kandungan Gizi Ikan Tongkol Ikan tongkol (Euthynnus affinis) merupakan golongan dari ikan tuna kecil. Badannya memanjang, tidak bersisik kecuali pada garis rusuk.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu pengekspor buah nanas yang menempati posisi

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu pengekspor buah nanas yang menempati posisi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu pengekspor buah nanas yang menempati posisi ketiga dari negara-negara penghasil nanas olahan dan segar setelah negara Thailand dan Philippines.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yaitu berkisar jam pada suhu ruang 27 C. Salah satu alternatif untuk

I. PENDAHULUAN. yaitu berkisar jam pada suhu ruang 27 C. Salah satu alternatif untuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mie basah merupakan produk pangan yang terbuat dari terigu dengan atau tanpa penambahan bahan pangan lain dan bahan tambahan pangan yang diizinkan, berbentuk khas mie (Badan

Lebih terperinci

A. Pengertian Sel. B. Bagian-bagian Penyusun sel

A. Pengertian Sel. B. Bagian-bagian Penyusun sel A. Pengertian Sel Sel adalah unit strukural dan fungsional terkecil dari mahluk hidup. Sel berasal dari bahasa latin yaitu cella yang berarti ruangan kecil. Seluruh reaksi kimia yang terjadi di dalam tubuh

Lebih terperinci

II. PEWARNAAN SEL BAKTERI

II. PEWARNAAN SEL BAKTERI II. PEWARNAAN SEL BAKTERI TUJUAN 1. Mempelajari dasar kimiawi dan teoritis pewarnaan bakteri 2. Mempelajari teknik pembuatan apusan kering dalam pewarnaan bakteri 3. Mempelajari tata cara pewarnaan sederhana

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA. Bakteri Asam Laktat adalah kelompok bakteri yang mampu mengubah

II TINJAUAN PUSTAKA. Bakteri Asam Laktat adalah kelompok bakteri yang mampu mengubah 5 II TINJAUAN PUSTAKA A. Bakteri Asam Laktat Bakteri Asam Laktat adalah kelompok bakteri yang mampu mengubah karbohidrat menjadi asam laktat (Amin dan Leksono, 2001). Karakter fisiologis BAL dikelompokkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nila merah (Oreochromis sp.) merupakan salah satu jenis komoditas perikanan air tawar yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Permintaan pasar untuk ikan Nila merah sangat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Bakteriosin

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Bakteriosin HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Bakteriosin Isolat bakteri asam laktat (BAL) yang digunakan adalah Lactobacillus fermentum 2B2 yang berasal dari daging sapi. Bakteri L. fermentum 2B2 ini berdasarkan penelitian

Lebih terperinci

o Archaebacteria o Eubacteria

o Archaebacteria o Eubacteria o Archaebacteria o Eubacteria Tujuan Pembelajaran: Menjelaskan tentang monera... Ciri umum Golongan Peranan CIRI UMUM MONERA Nukleus :Prokariotik Sel : Monoseluler Reproduksi:Pembelahan sel Bakteri: pembelahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Glukosa adalah monosakarida yang berperan sebagai sumber karbon pada media pertumbuhan mikrobia, yang juga merupakan salah satu produk pertanian yang murah dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kasus infeksi bakteri semakin meningkat setiap tahunnya. Infeksi bakteri dapat diobati dengan antibiotika yang sesuai. Namun terdapat penyalahgunaan antibiotika

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan Bakteri Asam dan Bakteri Patogen Pemeriksaan terhadap kultur bakteri meliputi Bakteri Asam Laktat (BAL) dan bakteri patogen dilakukan diawal penelitian untuk memastikan

Lebih terperinci

Penambahan jumlah sel pada bakteri dilakukan secara biner (membelah diri) yaitu dari 1 sel membelah menjadi 2 sel yang identik dengan sel induk

Penambahan jumlah sel pada bakteri dilakukan secara biner (membelah diri) yaitu dari 1 sel membelah menjadi 2 sel yang identik dengan sel induk Firman Jaya 2 Diartikan sebagai penambahan jumlah sel Penambahan jumlah sel pada bakteri dilakukan secara biner (membelah diri) yaitu dari 1 sel membelah menjadi 2 sel yang identik dengan sel induk 3 4

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. makanan yang tidak tercerna. Alat pencernaan itik termasuk ke dalam kelompok

II. TINJAUAN PUSTAKA. makanan yang tidak tercerna. Alat pencernaan itik termasuk ke dalam kelompok II. TINJAUAN PUSTAKA A. Usus Itik Semua saluran pencernaan hewan dapat disebut sebagai tabung dari mulut sampai anus, yang memiliki fungsi untuk mencerna, mengabsorbsi, dan mengeluarkan sisa makanan yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Uji Ketahanan Lactobacillus plantarum Terhadap Asam

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Uji Ketahanan Lactobacillus plantarum Terhadap Asam 36 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Uji Ketahanan Lactobacillus plantarum Terhadap Asam Bakteri asam laktat yang digunakan sebagai kultur probiotik umumnya diberikan melalui sistem pangan. Untuk itu bakteri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Saat ini masyarakat dunia dan juga Indonesia mulai mengutamakan penggunaan obat secara alami (back to nature). Pemanfaatan herbal medicine ramai dibicarakan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Produk yang dihasilkan oleh itik yang bernilai ekonomis antara lain: telur, daging,

I. PENDAHULUAN. Produk yang dihasilkan oleh itik yang bernilai ekonomis antara lain: telur, daging, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Itik merupakan salah satu unggas penting yang diternakkan di Indonesia. Ternak ini memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi dengan produk yang dihasilkannya. Produk yang

Lebih terperinci

3. HASIL PENELITIAN Fermentasi Asinan Rebung

3. HASIL PENELITIAN Fermentasi Asinan Rebung 3. HASIL PENELITIAN 3.1. Fermentasi Asinan Rebung Rebung yang digunakan untuk asinan rebung ialah rebung jenis rebung kuning bambu betung (Dendrocalamus asper) dengan kualitas yang baik (Gambar 5a). Fermentasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekspor komoditi hasil perikanan dari Indonesia yang terbesar sampai saat ini adalah udang. Realisasi ekspor udang pada tahun 2007 mencapai 160.797 ton dengan nilai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 39 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Rata-Rata Jumlah Bakteri yang Terdapat pada Feses Sapi Potong Sebelum (inlet) dan Sesudah (outlet) Proses Pembentukan Biogas dalam Reaktor Tipe Fixed-Dome Hasil perhitungan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkembangan Budi Daya Udang di Indonesia Pasokan ikan dunia pada saat ini sebagian besar berasal dari penangkapan ikan di perairan laut. Namun demikian, pemanfaatan sumber

Lebih terperinci

BAB II TINJUAN PUSTAKA

BAB II TINJUAN PUSTAKA BAB II TINJUAN PUSTAKA A. Titanium Dioksida (TiO 2 ) Titanium merupakan salah satu unsur logam transisi golongan IV B, berbentuk padat yang berwarna putih keperakan. Titanium murni dapat larut dalam larutan

Lebih terperinci

B. KARAKTERISTIK VIRUS

B. KARAKTERISTIK VIRUS BAB 9 V I R U S A. PENDAHULUAN Virus merupakan elemen genetik yang mengandung salah satu DNA atau RNA yang dapat berada dalam dua kondisi yang berbeda, yaitu secara intraseluler dan ekstrseluler. Dalam

Lebih terperinci

Sel : Unit Kehidupan Terkecil. Konsep Kunci

Sel : Unit Kehidupan Terkecil. Konsep Kunci Sel : Unit Kehidupan Terkecil Konsep Kunci Cara pengamatan sel: Mikroskop, Teknik Biokimia Jenis sel di alam: Prokariot Eukariot Eukariot: Mikroorganisme, Tumbuhan, Hewan Membran Sel Organel Sel Mitokondria

Lebih terperinci

PENGANTAR TENTANG PENGERTIAN DASAR FISIOLOGI MIKROBIA

PENGANTAR TENTANG PENGERTIAN DASAR FISIOLOGI MIKROBIA PENGANTAR TENTANG PENGERTIAN DASAR FISIOLOGI MIKROBIA Definisi fisiologi mikrobia dan kompetensi Apakah arti fisiologi mikrobia? Definisi Fisiologi menurut the Concise Oxford Dictionary, adalah ilmu yang

Lebih terperinci

II. RERAN DAN KARAKTERISTIK MIKROBIA YANG PENTING DALAM PANGAN

II. RERAN DAN KARAKTERISTIK MIKROBIA YANG PENTING DALAM PANGAN II. RERAN DAN KARAKTERISTIK MIKROBIA YANG PENTING DALAM PANGAN 2.1. KLASIFIKASI DAN NOMENCLATUR Klasifikasi Mikroorganisme dapat diklasifikasikan menurut berbagai kriteria Contoh : suhu optimum pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mulut memiliki lebih dari 700 spesies bakteri yang hidup di dalamnya dan. hampir seluruhnya merupakan flora normal atau komensal.

BAB I PENDAHULUAN. Mulut memiliki lebih dari 700 spesies bakteri yang hidup di dalamnya dan. hampir seluruhnya merupakan flora normal atau komensal. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tubuh secara alami merupakan tempat berkoloninya kompleks mikroorganisme, terutama bakteri. Bakteri-bakteri ini secara umum tidak berbahaya dan ditemukan di

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hewan adalah bakteri. Mikroorganisme tersebut memiliki peranan yang positif

I. PENDAHULUAN. hewan adalah bakteri. Mikroorganisme tersebut memiliki peranan yang positif I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mikroorganisme yang paling sering berhubungan erat dengan manusia dan hewan adalah bakteri. Mikroorganisme tersebut memiliki peranan yang positif di berbagai bidang, salah

Lebih terperinci

Macam macam mikroba pada biogas

Macam macam mikroba pada biogas Pembuatan Biogas F I T R I A M I L A N D A ( 1 5 0 0 0 2 0 0 3 6 ) A N J U RORO N A I S Y A ( 1 5 0 0 0 2 0 0 3 7 ) D I N D A F E N I D W I P U T R I F E R I ( 1 5 0 0 0 2 0 0 3 9 ) S A L S A B I L L A

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Berat Basah. Tabel 7. Pengaruh Perlakuan terhadap Berat Basah Usus Besar

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Berat Basah. Tabel 7. Pengaruh Perlakuan terhadap Berat Basah Usus Besar IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Berat Basah Analisis sampel yang pertama diperoleh data berat basah yang menunjukkan berat sel dan air dari usus besar tersebut. Tabel 7. Pengaruh

Lebih terperinci

Teknologi Pengelolaan Kualitas Air. KUALITAS BIOLOGIS dan MANIPULASI MIKROBA: Probiotik

Teknologi Pengelolaan Kualitas Air. KUALITAS BIOLOGIS dan MANIPULASI MIKROBA: Probiotik Teknologi Pengelolaan Kualitas Air KUALITAS BIOLOGIS dan MANIPULASI MIKROBA: Probiotik Program Alih Jenjang D4 Bidang Akuakultur SITH, ITB VEDCA SEAMOLEC, 2009 LATAR BELAKANG Akuakultur ikan, krustasea,

Lebih terperinci

IV PEMBAHASAN. 4.1 Kandungan Protein Produk Limbah Udang Hasil Fermentasi Bacillus licheniformis Dilanjutkan oleh Saccharomyces cereviseae

IV PEMBAHASAN. 4.1 Kandungan Protein Produk Limbah Udang Hasil Fermentasi Bacillus licheniformis Dilanjutkan oleh Saccharomyces cereviseae 25 IV PEMBAHASAN 4.1 Kandungan Protein Produk Limbah Udang Hasil Fermentasi Bacillus licheniformis Dilanjutkan oleh Saccharomyces cereviseae Rata-rata kandungan protein produk limbah udang hasil fermentasi

Lebih terperinci

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI BAKTERI ASAM LAKTAT DARI FESES BAYI DAN EVALUASI IN VITRO POTENSI PROBIOTIK

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI BAKTERI ASAM LAKTAT DARI FESES BAYI DAN EVALUASI IN VITRO POTENSI PROBIOTIK ISOLASI DAN IDENTIFIKASI BAKTERI ASAM LAKTAT DARI FESES BAYI DAN EVALUASI IN VITRO POTENSI PROBIOTIK 1. Widodo, S.P., M.Sc., Ph.D. 2. Prof. drh. Widya Asmara, S.U., Ph.D. 3. Tiyas Tono Taufiq, S.Pt, M.Biotech

Lebih terperinci

PEMBAHASAN UMUM Karakterisasi Genotipe Cabai

PEMBAHASAN UMUM Karakterisasi Genotipe Cabai 77 PEMBAHASAN UMUM Karakterisasi Genotipe Cabai Varietas cabai yang tahan terhadap infeksi Begomovirus, penyebab penyakit daun keriting kuning, merupakan komponen utama yang diandalkan dalam upaya pengendalian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 7 Gambar 3 Diagram alir identifikasi bakteri Gram Positif Sumber: Bergey dan Breed 1994; Lay 1994 Analisis Data Analisis data dengan menggunakan metode deskriptif. HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi Bakteri

Lebih terperinci

BAB 7. MIKROBIOLOGI HASIL PERIKANAN. 7.1 Jenis-jenis Mikroba Pada Produk Perikanan

BAB 7. MIKROBIOLOGI HASIL PERIKANAN. 7.1 Jenis-jenis Mikroba Pada Produk Perikanan BAB 7. MIKROBIOLOGI HASIL PERIKANAN 7.1 Jenis-jenis Mikroba Pada Produk Perikanan Jumlah dan jenis populasi mikroorganisme yang terdapat pada berbagai produk perikanan sangat spesifik. Hal ini disebabkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. AKTIVITAS KUALITATIF ENZIM KITINOLITIK (INDEKS KITINOLITIK)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. AKTIVITAS KUALITATIF ENZIM KITINOLITIK (INDEKS KITINOLITIK) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. AKTIVITAS KUALITATIF ENZIM KITINOLITIK (INDEKS KITINOLITIK) Peremajaan dan purifikasi terhadap kedelapan kultur koleksi isolat bakteri dilakukan terlebih dahulu sebelum pengujian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pemotongan hewan Pacar Keling, Surabaya. dengan waktu pengamatan setiap 4 jam

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pemotongan hewan Pacar Keling, Surabaya. dengan waktu pengamatan setiap 4 jam BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian tentang skrining dan uji aktivitas enzim protease bakteri hasil isolasi dari limbah Rumah Pemotongan Hewan (RPH) Pacar Keling Surabaya menghasilkan data-data sebagai

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup Berdasarkan hasil pengamatan selama 40 hari massa pemeliharaan terhadap benih ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) diketahui rata-rata tingkat kelangsungan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. pendapatan perkapita masyarakat, kebutuhan bahan makanan semakin

PENDAHULUAN. Latar Belakang. pendapatan perkapita masyarakat, kebutuhan bahan makanan semakin PENDAHULUAN Latar Belakang Seiring dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk dan pendapatan perkapita masyarakat, kebutuhan bahan makanan semakin meningkat, tidak terkecuali pangan asal hewan terutama

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh berbagai spesies mikroorganisme, yang dalam konsentrasi rendah. mampu menghambat pertumbuhan mikroorganisme lainnya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh berbagai spesies mikroorganisme, yang dalam konsentrasi rendah. mampu menghambat pertumbuhan mikroorganisme lainnya. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Antibiotik Antibiotik adalah suatu substansi kimia yang diperoleh atau dibentuk oleh berbagai spesies mikroorganisme, yang dalam konsentrasi rendah mampu menghambat pertumbuhan

Lebih terperinci

organel yang tersebar dalam sitosol organisme

organel yang tersebar dalam sitosol organisme STRUKTUR DAN FUNGSI MITOKONDRIA Mitokondria Mitokondria merupakan organel yang tersebar dalam sitosol organisme eukariot. STRUKTUR MITOKONDRIA Ukuran : diameter 0.2 1.0 μm panjang 1-4 μm mitokondria dalam

Lebih terperinci

DISKUSI BIOKIMIA DIMULAI DENGAN SEL KARENA SEL MERUPAKAN KERANGKA ALAMIAH DARI HAMPIR SEMUA REAKSI BIOKIMIA

DISKUSI BIOKIMIA DIMULAI DENGAN SEL KARENA SEL MERUPAKAN KERANGKA ALAMIAH DARI HAMPIR SEMUA REAKSI BIOKIMIA DISKUSI BIOKIMIA DIMULAI DENGAN SEL KARENA SEL MERUPAKAN KERANGKA ALAMIAH DARI HAMPIR SEMUA REAKSI BIOKIMIA PERBEDAAN UTAMA ANTARA BIOKIMIA DAN KIMIA ADALAH BAHWA REAKSI BIOKIMIA BERLANGSUNG DI DALAM BATASAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tempe merupakan produk pangan tradisional Indonesia berbahan dasar kacang

I. PENDAHULUAN. Tempe merupakan produk pangan tradisional Indonesia berbahan dasar kacang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Tempe merupakan produk pangan tradisional Indonesia berbahan dasar kacang kedelai (Glycine max) yang diolah melalui proses fermentasi oleh kapang. Secara umum,

Lebih terperinci