PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah"

Transkripsi

1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Media massa sebagai medium informasi lebih banyak memberikan pelabelan terhadap perempuan sesuai dengan konstruksi masyarakat bahwa perempuan adalah makhluk kedua setelah laki-laki sehingga cenderung dilemahkan posisinya. Menurut Soemandoyo (1999) seorang wartawan dan praktisi televisi, marjinalisasi perempuan ini tidak hanya terjadi di wilayah domestik seperti keluarga, namun juga pada level penguasaan Negara, lembaga hukum, bahkan penguasaan media massa. Kesadaran masyarakat mengenai gender sangat dipengaruhi oleh media dan itulah alasan mengapa media harus menyesuaikan diri dengan norma dan budaya masyarakat Indonesia agar dapat diterima dengan baik. Hasilnya pencitraan perempuan di media masih cenderung negatif, subordinatif dan eksploitatif. Pekerja perempuan seringkali ditempatkan di kelas kedua atau sekunder di dunia kerja. Susanti (1998) mengatakan dalam sektor pekerjaan ini, upah pekerja perempuan cenderung diskriminatif dan terkadang beban kerja lebih berat. Penempatan pekerja perempuan tersebut terjadi karena perempuan pada dasarnya hanyalah seorang pembantu laki-laki yang tidak seharusnya memiliki posisi yang sama. Pembagian kerja berdasarkan jenis kelamin terjadi akibat kepercayaan masyarakat tentang peran perempuan dan laki-laki yang selama ini dikonstruksi berulang. Pendapat tersebut sesuai dengan kenyataan bahwa kebanyakan pengambil keputusan didominasi laki-laki, dan sebanyak 40% jurnalis perempuan hanya ditetapkan sebagai pegawai kontrak ( Dominasi lakilaki tersebut tidak hanya di level pengurus inti namun juga pada pekerja lapangan yang menggunakan teknologi informasi dan komunikasi. Jurnalis laki-laki cenderung bekerja di lapangan sedangkan perempuan di kantor. 1

2 Pekerja perempuan seringkali kurang mendapat kesempatan untuk bekerja di media. Seperti yang dikatakan oleh Ketua Aliansi Jurnalis Independen, Hasyim bahwa ada sekitar jurnalis di Indonesia dan dari jumlah itu hanya 10% yang perempuan. Jurnalis perempuan yang menempati posisi redaktur dan bisa mengambil keputusan hanya 6% ( Tidak hanya itu, dapat dilihat pekerja media di Indonesia lebih banyak laki-laki. Mulai dari camera person, penyiar televisi atau radio, produser dan posisi lainnya. Berdasarkan kuantitas jurnalis perempuan lebih sedikit dibandingkan jurnalis laki-laki. Hal tersebut bisa jadi merupakan bagian dari sistem yang melanggengkan kekuasaan pihak tertentu. Disitulah peran jurnalis sebuah perusahaan media untuk menentukan informasi yang akan dimuat. Hal yang menjadi bias gender adalah bagaimana struktur atau sistem media memberikan posisi atau jabatan kepada karyawan perempuan. Pernyataan yang hampir serupa diungkapkan oleh Badara (2012) yang mengatakan bahwa perempuan digambarkan sebagai makhluk yang pasif yang tidak bisa banyak melakukan sesuatu dibanding dengan laki-laki karena ideologi patriarki yang masih membayangi setiap penulisan berita. Hal tersebut merupakan hasil dari pemikiran agen yang dikonstruksi secara berulang. Di media permasalahan gender tidak terbatas pada produksi teks yang bias gender tetapi juga pada bidang profesi pekerja media karena kebanyakan jurnalis misalnya diposisikan sebagai profesi milik laki-laki. Pekerjaan jurnalis dianggap sebagai pekerjaan yang berat karena lebih banyak berada di luar ruangan. Hal itu sesuai dengan fisik laki-laki yang dianggap lebih kuat dibanding perempuan. Dibalik informasi atau representasi perempuan yang muncul di media perlu diketahui bahwa ada serangkaian proses redaksional. Ideologi jurnalis berdasarkan gender yang turun ke lapangan sangat mempengaruhi tulisan tentang perempuan. Masduki (2010) melakukan penelitian di radio di Bandung. Hasilnya pekerja perempuan di radio masih berada di level lebih rendah dibanding pekerja laki-laki dalam pengelolaan jabatan dan struktur organisasi. Perempuan tidak 2

3 ditempatkan sebagai pembuat keputusan karena posisinya yang cenderung marjinal. Pekerja perempuan diposisikan untuk bekerja sebagai sekretaris. Tugas sebagai sekretaris tidak memungkinkan perempuan untuk menjadi pembuat kebijakan dan cenderung menerima keputusan dari level yang lebih tinggi. Jumlah pekerja perempuan yang lebih sedikit membuat pekerja laki-laki menempati bagian-bagian penting seperti direktur radio. Pekerja perempuan yang sedikit menempati posisi lebih ringan dan sifatnya membantu pekerjaan manajermanajer. Menurut Masduki pembagian kerja tersebut terjadi karena pengaruh ideologi patriarki yang menjadi bagian dari pemikiran dan pemahaman seseorang. Pada akhirnya kesempatan kerja perempuan untuk berada di posisi penting cenderung terbatas dengan jumlah sedikit. Dalam penelitian ini, akan dibahas mengenai bagaimana strukturasi yang terjadi pada penyiar perempuan di media khususnya Rakosa Female Radio. Strukturasi yang dimaksud dapat dilihat dari level makro, mencakup seluruh unsur-unsur yang menjadi bagian dari strukturasi gender. Ditengah dominasi lakilaki yang menguasai media, Rakosa Female Radio memilih perempuan sebagai market pasar utama. Penelitian ini juga untuk mengetahui sejauh mana strukturasi terjadi dengan adanya agen yang mempunyai kuasa dalam menentukan posisi atau peran penyiar perempuan di Rakosa Female Radio. Strukturasi gender merupakan bentuk dari kepentingan ekonomi politik media yang menghubungkan kekuasaan dan struktur. Peneliti tertarik untuk mencari tahu bagaimana penyiar perempuan di Rakosa Female Radio mendapat haknya yang selama ini lebih banyak didominasi laki-laki. Hal tersebut didasari oleh fakta bahwa dari tujuh orang penyiar, dua diantaranya adalah perempuan dan lima laki-laki. Secara kuantitas penyiar perempuan lebih sedikit dibanding penyiar laki-laki. Peneliti berasumsi bahwa masih terjadi strukturasi gender penyiar di radio tersebut. Ada relasi kuasa yang menyebabkan jumlah penyiar perempuan lebih sedikit dibanding penyiar laki-laki sedangkan Rakosa Female Radio adalah radio yang bertemakan 3

4 perempuan. Namun di sisi lain, peneliti juga menyadari bahwa tidak semua penyiar perempuan harus berpikiran feminis dan penyiar laki-laki cenderung berkuasa. Ada kemungkinan bahwa perempuan tidak sensitif gender dan ada pula laki-laki baru atau yang sudah sadar akan feminisme. Penelitian sebelumnya yang dilakukan di Rakosa dilakukan oleh Dyah Ayu Triningtyas, mahasiswi jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Muhamadiyah Yogyakarta yang membahas tentang format Radio Rakosa sebagai radio perempuan di Yogyakarta. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa program siaran Rakosa dibuat berdasarkan kebutuhan perempuan. Format Radio Rakosa sebagai radio perempuan mempengaruhi format acara, format musik, gaya siaran, penyiar dan promosi iklan. Penelitian kedua ditulis oleh Sandro Bramantyo Tobing, mahasiswa jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Atma Jaya Yogyakarta dengan judul Pemahaman Penyiar Radio terhadap Konsep Kesetaraan Gender. Penelitian ini ingin melihat bagaimana peran dan pemahaman penyiar radio di Rakosa dalam menginformasikan kesetaraan gender melalui program siaran. Setelah melihat kedua penelitian tersebut, dengan objek penelitian yang sama yaitu di Rakosa Female Radio, peneliti akan melihat bagaimana strukturasi gender penyiar perempuan di radio tersebut. Hal yang membedakan dengan penelitian sebelumnya adalah penelitian ini melihat bagaimana strukturasi gender penyiar yang selama ini cenderung menempatkan perempuan di ranah domestik. Apakah penyiar perempuan di Rakosa Female Radio masih berada dalam konsep male industry atau terdapat kesadaran baru tentang konsep pekerja perempuan di radio. Peneliti juga akan mencari informasi bagaimana hubungan penyiar dengan pekerja lain sehingga diharapkan dapat terlihat relasi sosial yang terjadi. Perempuan tidak semuanya memiliki pemahaman tentang feminisme, namun tidak semua laki-laki selalu berusaha mendominasi perempuan di media. Asumsi tersebut akan menjadi dasar rumusan masalah selanjutnya. 4

5 B. Rumusan Masalah Bagaimana strukturasi gender di Rakosa Female Radio Yogyakarta? C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana strukturasi gender di Rakosa Female Radio. Penelitian ini untuk membuktikan bagaimana sistem yang terjadi di Rakosa Female Radio terutama yang terjadi kepada penyiar perempuan. Peneliti berasumsi meskipun sebagai radio perempuan, ada indikasi bahwa Rakosa Female Radio belum dapat keluar dari batasan struktur patriarki dengan pemahaman laki-laki yang masih cenderung dominan sesuai aturan yang selama ini berlaku. Hal tersebut salah satunya dapat dilihat dari jumlah penyiar perempuan yang lebih sedikit dibanding penyiar laki-laki. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Akademik Peneliti ingin memberikan kontribusi terhadap pengembangan konsep strukturasi gender dengan melakukan penelitian tentang peran dan posisi perempuan di media. Penelitian ini diharapkan semakin memperkaya ilmu komunikasi terutama tentang perempuan dan media yang selama ini berada dalam dominasi laki-laki. Hasil penelitian juga diharapkan dapat menjadi referensi bagi penelitian lain dan dapat merangsang munculnya penelitian sejenis namun dengan konsep dan pemikiran yang berbeda sehingga memunculkan sesuatu yang baru. 2. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan alternatif lain penggunaan konsep strukturasi gender. Bukan hanya tentang produksi pesan di media namun dengan melihat posisi perempuan di balik teks. Bagaimana kesadaran gender perempuan yang bekerja di media sehingga memungkinkan adanya perubahan struktur. 5

6 E. Kerangka Pemikiran Untuk menganalisis fenomena yang menjadi topik penelitian dibutuhkan beberapa teori dan konsep secara umum. Teori-teori dan konsep umum yang digunakan adalah teori strukturasi di kehidupan sosial, strukturasi gender dalam perspektif ekonomi politik, gender dan jenis kelamin di industri kerja, serta representasi gender di radio. 1. Strukturasi dalam Konstruksi Sosial Strukturasi menjadi pintu masuk untuk melihat ketidakadilan yang dialami oleh perempuan di media. Konsep tersebut dikembangkan oleh Anthony Giddens, seorang sosiolog yang memberi perhatian terhadap perkembangan masyarakat. Strukturasi menurut Giddens (2003) adalah kondisi yang dapat menentukan proses hubungan secara berkesinambungan dalam struktur. Dalam proses tersebut terdapat penataan untuk membentuk sebuah pola. Strukturasi terdiri dari struktur, sistem dan dualitas struktur. Stuktur adalah aturan dan sumber daya yang saling berhubungan dan membentuk sistem sosial Strukturasi menjadi bagian dari pembedaan peran dan posisi perempuan sebagai pekerja di media. Secara tidak sadar teknologi informasi dan komunikasi sebagian besar masih dikuasai oleh laki-laki. Masyarakat dalam kehidupan sehari-hari berada dalam struktur yang membatasi perilaku. Giddens (2003) menyatakan bahwa dalam struktur terdapat aturan dan sumberdaya atau biasanya dikenal sebagai agen. Agen mempunyai kemampuan untuk mempertahankan sebuah pemahaman yang telah diyakini secara terus menerus seiring dengan aktivitasnya. Ketidakadilan yang dialami perempuan sebagai pekerja di media adalah sebuah pola yang dibuat untuk kepentingan agen tertentu. Agen tersebut memiliki kuasa untuk mengatur setiap aturan dalam struktur yang hanya dilihat satu sisi. Sisi lain terkadang tidak dimunculkan karena kepentingan tertentu sehingga seringkali apa yang diterima dan dipahami seseorang hanya sebagian dan tidak menyeluruh. 6

7 Giddens (2003) mengatakan strukturasi adalah penyeimbang analisis ekonomi politik yang seringkali dikaitkan dengan struktur, bisnis dan institusi pemerintah dengan menyatukan pendapat agen, hubungan sosial, proses sosial dan praktek sosial. Dalam dunia media, hampir semua aspek berhubungan dengan wilayah ekonomi dan politik. Bagaimana sebuah informasi dapat dikendalikan karena sebuah kepentingan di balik media. Masyarakat yang berada dalam wilayah strukturasi digerakkan oleh agen-agen yang dibedakan berdasarkan gender, kelas, ras dan gerakan sosial. Struktur dan agen berhubungan secara interelasi dan interdependen. Agen bekerja melalui struktur dan struktur bekerja melalui agen. Selain struktur, menurut Giddens (2003) bagian lain dari stukturasi adalah sistem. Sistem yaitu hubungan yang diproduksi antara agen atau kolektifitas yang diorganisasikan sehingga terjadi sebuah praktek sosial yang berlangsung secara regular, berkelanjutan. Untuk memperkuat aturan bahwa pekerja perempuan sebaiknya ditempatkan di bagian yang ringan harus didukung oleh sistem. Sistem menjalankan aturan yang telah dibuat oleh agen-agen yang memiliki kuasa. Bagian-bagian stukturasi tersebut menjadi rangkaian yang digunakan kapitalis untuk mendapatkan keuntungan tertentu. Strukturasi bukan hanya sekedar interaksi yang melibatkan sebuah hubungan namun juga pergerakan yang dapat merubah sebuah aturan. Dalam sebuah ironi strukturasi, Durham (2002) mengatakan pergerakan akan meningkatkan perubahan sosial dari fungsi tradisional dengan menjaga aturan sosial yang ada sebelumnya. Strukturasi memberikan kesempatan kepada agen yang dalam hal ini adalah media untuk menyampaikan informasi yang hampir sama setiap hari. Pekerja perempuan cenderung tidak mendapat hak yang sama dengan pekerja laki-laki. Menurut Ahmad Zaini Abar (2006), seorang staf peneliti di Lembaga Penelitian Pendidikan dan Penerbitan Yogyakarta (LP3Y) mengungkapkan bahwa marjinalisasi perempuan ini mencakup aspek lain seperti terbatasnya akses mereka ke media, baik sebagai pekerja ataupun pengambil 7

8 keputusan, serta tentu saja penggambaran perempuan oleh media. Kondisi tersebut merupakan hasil dari sistem sosial yang dibangun terus menerus oleh agen atau masyarakat. Strukturasi membuat sebuah batasan secara tidak kasat mata yang membuat perempuan belum dapat memaksimalkan kemampuan mengembangkan diri. Jika dilihat dari sudut pandang ekonomi politik, terindikasi adanya strukturasi pekerja dalam sistem media. Pekerja perempuan dan pekerja laki-laki di media cenderung ditempatkan di posisi dan peran yang berbeda disesuaikan dengan sistem sosial yang sudah berlangsung. Pembatasan yang dialami perempuan di media merupakan hasil dari strukturasi gender yang dapat dilihat dari konsep ekonomi politik. Melalui konsep ekonomi politik, peneliti dapat melihat relasi antara agen yang diuntungkan dan agen yang cenderung terdiskriminasi. 2. Strukturasi Gender dalam Perspektif Ekonomi Politik Peneliti menggunakan sudut pandang ekonomi politik karena selama ini pekerja perempuan di media cenderung didiskripsikan berada dalam dunia kapitalis dan ideologi patriarki. Merujuk pada pendapat Vincent Mosco (2009), seorang peneliti yang fokus pada ekonomi politik komunikasi, menyatakan bahwa ekonomi politik adalah ilmu yang mempelajari hubungan sosial antara manusia. Dalam hubungan tersebut terdapat proses produksi, distribusi, konsumsi dan pertukaran sesuatu yang dianggap menguntungkan. Konsep ekonomi politik muncul sejak adanya modal produksi para kapitalis yang melakukan berbagai cara untuk mendapat keuntungan. Fenomena tersebut yang kemudian juga digunakan untuk melihat dalam komunikasi dan media terjadi juga proses yang hampir sama dalam menghasilkan keuntungan pihak tertentu. Terdapat tiga pintu masuk menurut Mosco (2009) yang dapat digunakan untuk memahami proses yang terjadi di dunia komunikasi dan media yaitu komodifikasi, spasialisasi dan strukturasi. Peneliti menggunakan konsep strukturasi untuk melihat bagaimana agen sebenarnya dapat membuat sebuah 8

9 perubahan dalam struktur yang terbatas. Dalam penelitian ini, strukturasi digunakan untuk melihat relasi kuasa di media. Interaksi antara agen dan struktur saling mempengaruhi karena adanya hubungan pihak-pihak yang berkepentingan dengan salah satunya ada yang berkuasa. Dari hubungan tersebut ada salah satu yang akan termarjinalkan karena sistem lebih menguntungkan pihak tertentu. Di sisi lain, Soemandoyo (1999) menyatakan bahwa tumbuhnya aturan atau nilai tertentu terjadi akibat dinamika ekonomi politik. Ideologi patriarki yang diyakini secara terus menerus kemudian menimbulkan stereotipe yang cenderung merugikan perempuan. Dalam hal ini, laki-laki dianggap memiliki kepentingan tertentu karena relasi kuasa yang dimiliki. Agen tersebut berperan sebagai pembentuk kelas, gender, ras dan gerakan sosial dalam struktur. Hasil dari sesuatu yang dibentuk adalah sebuah sistem yang hingga saat ini diyakini bersama. Peneliti menggunakan konsep strukturasi untuk melihat struktur sosial khususnya hal-hal yang berhubungan dengan pekerja perempuan di Rakosa Female Radio. Sistem sosial adalah hasil bentukan aturan dan agen sebagai pihak yang memproduksinya. Pendekatan strukturasi dapat digunakan untuk melihat pembagian wilayah kerja gender khususnya perempuan di sistem sosial. Strukturasi menciptakan sebuah hierarki yang menempatkan perempuan berada di level bawah, sedikit kemampuan, tergantung dan dianggap sebagai pekerja yang fleksibel. Perempuan yang bekerja di media terbatas oleh aturan yang tidak berimbang. Sistem membedakan perempuan untuk dimarjinalkan dalam mengakses media, telekomunikasi dan teknologi informasi termasuk juga kompetisi pekerjaan di industri tersebut. Ada juga keterbatasan dalam berkomunikasi antara perempuan dan laki-laki. Berdasarkan perspektif tersebut, yang membedakan posisi gender adalah ideologi patriarki yang direproduksi oleh agen dalam sistem masyarakat. Fenomena yang terjadi tersebut menurut Badara (2012) tentang ideologi patriarki akan menghasilkan sebuah aturan bahwa perempuan berada di bawah kekuasaan laki-laki. Perempuan diibaratkan sebagai sebuah benda yang pada 9

10 akhirnya dapat diperlakukan sesuai dengan keinginan sang pemilik. Konstruksi sosial tentang perbedaan gender merupakan hasil dari pemikiran individu atau kelompok berkepentingan yang diproduksi untuk menciptakan sebuah pola relasi sosial. Sebuah aturan yang dikonstruksikan berulang secara tidak sadar akan mempengaruhi cara pandang seseorang dalam melihat sebuah fenomena. Masyarakat menilai suatu konstruksi sosial dianggap sebagai sesuatu yang tidak dapat diubah. Pandangan tersebut adalah produksi agen yang berlangsung berkelanjutan dalam waktu yang cukup lama. Agen dan struktur saling bekerja sama dalam memproduksi dan mereproduksi sistem. Munculnya ideologi patriarki tentang pembedaan antara perempuan dan laki-laki adalah hasil dari kepercayaan masyarakat yang terus menerus dilestarikan. Ideologi tersebut adalah hasil pemikiran dari agen dalam sistem sosial yang dengan kuasanya menjadikan konsep tersebut menjadi sesuatu yang dipercaya masyarakat. Menurut Kasiyan (2008) patriarki merupakan sebuah ideologi dengan laki-laki dominan dan berkuasa atas perempuan sekaligus anak-anak dalam keluarga hingga masyarakat, Perempuan nampak sebagai kelompok yang seringkali menjadi korban. Ideologi patriarki memberikan kesempatan laki-laki sebagai representasi sebuah prinsip hukum aturan kebenaran, kesadaran baru atau organisasi hierarki sosial. Hal yang hampir sama juga diungkapkan Sugihastuti dan Saptiawan (2007) bahwa pembedaan terhadap perempuan merupakan suatu penafsiran yang tanpa dasar dengan tujuan tertentu. Konsep strukturasi tersebut kemudian akan digunakan peneliti untuk melihat ekonomi politik media. Pola patriarki yang dibentuk dalam media adalah kepentingan dari agen yang merasa memiliki kuasa lebih dari kelompok lain. Hal tersebut kemudian menjadi sebuah aturan tidak tertulis yang terstruktur sehingga cenderung merugikan perempuan. Menurut Eriyanto (2008) perempuan digambarkan sebagai objek representasi, bahan pencitraan sehingga terkadang mereka yang tampil di media tidak dapat menampilkan diri sendiri. Perempuan didefinisikan bekerja di wilayah domestik, melayani suami atau tidak boleh tampil di ruang publik. 10

11 Pembagian peran perempuan tidak hanya ada di dalam keluarga namun juga tercermin di media yang sehari-hari diakses. Hal tersebut merupakan proses strukturasi, agen yang berkuasa memunculkan ideologi patriarki yang diproduksi dan direproduksi. Apa yang muncul di media tentang perempuan yang termarjinalkan dianggap sebagai sebuah keuntungan karena cenderung lebih diperhatikan. Kepentingan untuk mendiskriminasikan perempuan seringkali menguntungkan sehingga keberadaan perempuan menjadi objek. Berdasarkan penelitian Fitri (2006) yang dimuat dalam Jurnal Pusat Studi Wanita Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, ada beberapa faktor penyebab kesenjangan gender yang salah satunya adalah nilai sosial budaya masyarakat yang sudah turun menurun, umumnya lebih mengutamakan laki-laki daripada perempuan dalam ideologi patriarki. Menurut Mosco (2009) ideologi patriarki berhubungan dengan kapitalisme yang mengakibatkan hierarki perempuan dan laki-laki dalam kelas sosial. Stereotipe perempuan di media tidak lepas dari agen-agen berkepentingan yang mencari keuntungan. Patriarki merupakan kepentingan politik khususnya laki-laki untuk menguasai perempuan yang menimbulkan perbedaan gender. Di sisi lain, kapitalisme adalah bagian dari tujuan mendapat profit dalam dunia ekonomi yang menyebabkan perbedaan kelas. Ilmu ekonomi politik dapat juga digunakan untuk melihat bagaimana posisi perempuan sebagai pekerja media, dalam penelitian ini yang digunakan sebagai subjek adalah penyiar perempuan di Rakosa radio. Untuk melihat bagaimana posisi dan peran perempuan dalam dunia kerja secara umum, peneliti akan membahas mengenai gender dan jenis kelamin di industri kerja. 3. Gender dan Jenis Kelamin di Industri Kerja a. Pembagian Kerja Berdasarkan Jenis Kelamin Mitos tentang posisi laki-laki yang seharusnya berada diatas perempuan, menyebabkan perbedaan peran dan posisi di dunia kerja. Dominasi laki-laki mempengaruhi bagaimana perempuan ditempatkan. England dan Farkas 11

12 (1986) mengungkapkan telah terjadi gap dalam pembagian kerja antara perempuan dan laki-laki. Pembedaan tersebut berdasarkan sifat-sifat gender yang dilekatkan kepada perempuan atau laki-laki. Sifat-sifat tersebut misalnya adalah perempuan identik dengan sesuatu yang detil, sensitif, mudah menangis, emosional, menyukai sesuatu yang rutin. Crompton (2007) menguatkan pandangan tersebut bahwa pekerjaan yang diangap cocok dengan karakter dan kemampuan tersebut misalnya mengurus rumah tangga, sekretaris atau perawat. Laki-laki dianggap lebih kuat, rasional, berani menerima tantangan sehingga diberikan pekerjaan yang menuntut fokus dengan mobilitas tinggi seperti mekanik atau dokter. Bukan hanya pekerjaan, gap juga menyebabkan perempuan seringkali mendapat upah yang lebih rendah dibanding laki-laki. Ada semacam aturan atau kontrak secara tidak tertulis yang harud dipatuhi oleh perempuan atau laki-laki soal pembagian kerja. Kontrak sosial tersebut menjadi pembatas yang menyebabkan adanya ketidakadilan yang umumnya dialami oleh perempuan. Menurut Baker dan Huiskes A. (1999) ada dua kontrak sosial di masyarakat yaitu gender contract dan employment contract. Gender contract menempatkan perempuan di wilayah domestik, bertanggung jawab atas semua urusan rumah tangga dan keluarga. Sedangkan employment contract memberikan tugas kepada laki-laki sebagai kepala keluarga untuk keluar rumah mencari nafkah, memenuhi kebutuhan ekonomi. Kontrak atau dapat disebut norma sosial merupakan kostruksi yang lama mengakar di masyarakat. Pembedaan karakter gender dan pembagian kerja disesuaikan dengan ideologi patriarki yang mengutamakan laki-laki untuk memegang kendali. Pekerja perempuan seringkali ditempatkan di kelas kedua atau sekunder di dunia kerja. Susanti (1998) mengatakan dalam sektor pekerjaan ini, upah pekerja perempuan cenderung diskriminatif dan terkadang beban kerja lebih berat. Penempatan pekerja perempuan tersebut terjadi karena perempuan pada 12

13 dasarnya hanyalah seorang pembantu laki-laki yang tidak seharusnya memiliki posisi yang sama. Pembagian kerja berdasarkan jenis kelamin terjadi akibat kepercayaan masyarakat tentang peran perempuan dan laki-laki yang selama ini dikonstruksi berulang. Pendapat serupa diungkapkan oleh Djoharwinarlien (2012) yang menyatakan bahwa patriarki yang terhierarki menjadi salah satu faktor terjadinya diskriminasi gender. Ideologi patriarki yang dipercaya sebagai norma adalah alasan perempuan sering dianggap sebagai kelas kedua. Perempuan cenderung harus mengalah di segala bidang, misalnya pendidikan, pengambilan keputusan atau persoalan karir. Laki-laki yang diidentikkan lebih layak berada di ruang publik diberikan peluang yang lebih luas dalam soal pekerjaan. Sehingga meskipun perempuan memiliki kemampuan yang sama, laki-laki tidak ingin kekuasaannya dalam sistem tersaingi. Kegagalan perempuan dalam mendapatkan keadilan di dunia kerja bukan hanya akibat dari diskriminasi kaum laki-laki. Menurut Bryson (1999) sebagian perempuan memilih bekerja paruh waktu agar sebagian waktu lainnya dapat digunakan untuk mengurus anak, suami dan keluarga. Pembagian kerja berdasarkan jenis kelamin terjadi karena ada sistem dan ada agen yang memproduksinya. Hal yang hampir sama juga diungkapkan oleh Crompton (2007) dengan menambahkan bahwa ketidakadilan yang diterima perempuan saat bekerja tidak semata-mata kesalahan sistem yang cenderung didominasi oleh laki-laki. Perempuan sendiri ikut andil dalam terbentuknya aturan yang terus diproduksi dengan memilih pekerjaan yang lebih fleksibel walaupun mereka sebenarnya bisa berada di posisi yang lebih penting. Hal berbeda diungkapkan oleh Partini (2013), seorang dosen Sosiologi yang mengajar tentang gender dan pembangunan mengatakan bahwa di lingkungan kerja produktif, gaji perempuan dan laki-laki yang berada di pangkat yang relatif sama secara formal tidak jauh berbeda. Hal tersebut merupakan dampak positif dari perjuangan perempuan dalam kesetaraan 13

14 gender. Namun dilihat dari perspektif kritis, kuatnya dominasi laki-laki di tingkat birokrasi belum menginginkan perempuan memiliki kekuasaan setingkat laki-laki. Meskipun pekerja perempuan mendapatkan upah yang hampir sama dengan jabatan yang lebih tinggi namun masih berada dibawah kontrol laki-laki. Pekerja perempuan sepertinya secara mulai mendapat perhatian di ruang publik, tetapi di sisi lain mereka belum bisa menunjukkan dirinya sendiri tanpa ada pengawasan dari laki-laki sebagai pihak yang merasa memiliki keuasaan. Pada akhirnya meskipun diberi kesempatan yang sama untuk mendapatkan pekerjaan, masih ada pihak dengan kepentingan tertentu yang membuat perempuan tidak sepenuhnya mengambil keputusan di tingkat teratas. Wacjman (1991) memberikan pendapat lain mengenai teknologi yang selama ini cenderung identik dengan maskulinitas tidak sepenuhnya dapat diterima. Selama ini, perempuan menjadi kelompok yang cenderung mendapat pekerjaan di bidang administrasi dan sekretariatan. Menurutnya ketika perempuan yang bekerja sebagai sekertaris di kantor dan dapat mengoperasikan komputer, hal tersebut dapat dilihat sebagai dampak positif. Perempuan dan teknologi dapat saling melengkapi dalam meningkatkan kualitas kerja. Pandangan optimis tersebut merupakan solusi bagi keterbatasan perempuan dalam bekerja. Menurutnya selama ini teknologi dan informasi cenderung didominasi laki-laki, namun ketika perempuan juga mampu menguasainya artinya ada sebuah perkembangan. Pandangan pesimis dan optimis tentang perempuan dan kesempatan kerja berkembang seiring dengan perubahan waktu. Beberapa peneliti merasa perempuan masih memiliki keterbatasan dalam bekerja dan di sisi lain teknologi secara tidak langsung telah menolong perempuan untuk mengembangkan diri. Pembagian kerja berdasarkan jenis kelamin merupakan salah satu ketidakadilan yang dialami perempuan. Menurut Fakih (2006) masalah yang sering dihadapi perempuan di lingkungan sosial, salah satunya 14

15 adalah adanya beban kerja yang tidak sesuai. Seringkali perempuan digambarkan sebagai ibu sekaligus pencari nafkah di luar rumah. Penggambaran tersebut merupakan beban ganda perempuan. Perempuan harus menjalankan peran domestik sekaligus publik. Akibatnya perempuan secara tidak langsung merasakan lelah secara fisik dan psikis akibat harus bekerja keras mencari nafkah sekaligus masih menjalankan tugas rumah. Setelah membahas tentang peran dan posisi perempuan di dunia kerja secara umum, berikutnya akan diurai bagaimana pekerja perempuan dan pekerja laki-laki di media. Konsep ini dibahas untuk mengetahui bagaimana posisi perempuan di media yang selama ini berada dalam dominasi laki-laki. b. Pekerja Perempuan dan Pekerja Laki-laki di Media Interaksi masyarakat dengan media massa yang sangat intensif membuat mereka sedikit banyak bergantung pada media. Di era modern ini, media dianggap dapat menjadi sumber referensi yang cukup terpercaya. Menurutnya, seseorang hampir setiap saat bersentuhan dengan media dalam kegiatan sehari-hari. Narendra (2006), peneliti di Pusat Kajian Media dan Budaya Populer mengatakan bahwa media massa adalah medium yang dapat mereproduksi sudut pandang seseorang terhadap budaya. Apapun kegiatan yang dilakukan seringkali berhubungan dengan media seperti menonton berita, mendengarkan musik, melihat iklan tidak hanya di media cetak atau elektronik namun juga di jalanan. Oleh karena itu, wajar jika media massa memiliki pengaruh yang cukup kuat terhadap kognisi, afeksi dan perilaku manusia. Apa yang dimunculkan di media, menjadi sebuah kepercayaan umum karena diproduksi terus menerus. Gender menjadi salah satu tema yang cenderung didefinisikan sesuai dengan kepentingan kelompok tertentu dan dipublikasikan melalui media secara berulang. Menurut Ibrahim (dalam Ibrahim dan Suranto, 1998) media massa adalah tempat mempertahankan mitos-mitos seputar potret, citra, presentasi dan representasi perempuan 15

16 melalui ruang publik, ruang privat, bahkan hingga ruang batin mereka. Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa perempuan telah dikuasai bukan saja secara fisik namun juga hingga ideologi yang terus menerus direproduksi dan terkesan tidak dapat diubah. Penguasaan laki-laki dalam sistem media cenderung mendeskriminasi perempuan tidak hanya melalui audio atau visual namun hingga ke dalam pemikiran audiens. Kerugian perempuan yang seringkali dianggap marjinal tidak hanya dapat dilihat melalui produksi teks di media. Proses yang cukup penting sebelum masyarakat menerima informasi di media adalah kebijakan manajemen atau redaksional. Seorang laki-laki yang menjadi direktur atau pemimpin redaksi memiliki akses bagaimana menggambarkan perempuan sesuai dengan perspektif dan kepentingannya dan juga media itu sendiri. Menurut pendapat Pearson, West dan Turner (1995) ketika laki-laki menjadi seorang editor rubrik atau halaman khusus di media cetak dia lebih cenderung menempatkan berita tentang perempuan di wilayah hiburan, liburan atau sesuatu yang menyenangkan. Sedangkan jika seorang perempuan yang menjadi editor sebuah media cetak dia akan memberikan perhatian lebih terhadap berita tentang perempuan lain. Begitu juga menurut Siregar, dkk (1999), Direktur Lembaga Penelitian Pendidikan dan Penerbitan Yogyakarta (LP3Y) bahwa penempatan jurnalis perempuan cenderung ada di wilayah mode, kecantikan, kesehatan, rumah tangga dan bidang domestik lainnya. Perbedaan gender menghasilkan cara pandang yang juga berbeda tentang suatu hal yang sama. Pengetahuan dan pengalaman jurnalis tentang gender menentukan bagaimana sebuah berita dibingkai. Perempuan dalam sistem media adalah bagian dari sistem sosial yang telah berlangsung setiap saat sehingga munculnya stereotipe. Pelabelan yang seringkali melemahkan perempuan merupakan dampak dari politisasi dan juga kepentingan ekonomi agen-agen dalam sistem yang menginginkan seorang atau sekelompok orang tetap memegang kekuasaan. 16

17 Menurut Piliang (dalam Siregar, 2000), salah satu penulis yang memberikan perhatian pada isu gender menyatakan bahwa dalam persoalan ekonomi politik, perempuan digunakan dalam proses ekonomi. Aktivitas ekonomi tersebut terjadi berdasarkan ideologi tertentu atau konstruksi sosial. Penggunaan perempuan sebagai pihak yang cenderung disubordinasikan merupakan hasil dari relasi sosial yaitu relasi gender. Relasi gender dikonstruksi berdasarkan pemahaman atau ideologi tertentu khususnya patriarki yang tidak hanya terjadi pada produksi teks namun juga di manajemen media. Manajemen media adalah bagian penting dalam produksi informasi yang dikonsumsi khalayak. Sehingga apapun yang diberikan media cenderung diterima individu tanpa adanya pemeriksaan kembali. Media memberikan pesan yang tidak jauh berbeda dengan apa yang sudah dikonstruksi khalayak sendiri. Dalam hal ini, stereotipe perempuan yang cenderung dipinggirkan bukanlah sesuatu hal yang perlu dipertanyakan lagi karena dianggap sudah sesuai dengan ideologi patriarki. Permasalahan tentang gender dan ketidakadilan manajerial atau redaksional menurut Soemandoyo (1999) adalah salah satu masalah yang sering terjadi di media. Hal yang seringkali menjadi masalah tentang pemberitaan gender adalah ketidakadilan dalam manajemen. Kebijakan redaksi yang cenderung didominasi oleh laki-laki memunculkan struktur yang melemahkan posisi perempuan. Perbedaan latar belakang gender sebagai agen pengambil keputusan menjadi salah satu faktor penentu apa saja program yang dimunculkan. Keinginan untuk mendominasi sistem dapat terlihat dari pembagian peran dan posisi perempuan di media. Kecenderungan yang terjadi akibat adanya patriarki dan kapitalisme yang mempengaruhi cara pandang seseorang membuat adanya hierarki dalam penempatan pekerja perempuan. Pekerja di balik produksi teks adalah salah satu agen yang berperan untuk mempengaruhi publik tentang program yang dihasilkan khususnya perempuan. 17

18 Ketidakadilan yang dialami jenis kelamin tertentu di media sebagai pekerja seringkali tidak menjadi masalah khususnya bagi perempuan sendiri. Menurut Siregar, dkk (2000) pekerja perempuan terkadang justru ikut mempertahankan nilai atau norma tertentu yang diyakini benar. Struktur dalam masyarakat memiliki pengaruh terhadap pemikiran seseorang. Banyaknya pekerja perempuan di media tidak menjamin informasi yang dihasilkan sesuai dengan persamaan gender. Di satu sisi, pekerja perempuan, misalnya jurnalis tidak merasa dirugikan dengan pembagian kerja di rubrik lebih ringan. Di sisi lain, perempuan sudah sadar tentang kesetaraan gender namun tidak dapat melakukan perubahan karena terbentur oleh struktur yang cenderung didominasi laki-laki. Sebagai pekerja media, tidak semua perempuan memiliki pemikiran bahwa mereka adalah pihak yang cenderung dirugikan. Setelah berbicara mengenai bagaimana pekerja perempuan dan laki-laki di media, selanjutnya akan dibahas bagaimana gender di radio. Penggambaran ketidakadilan gender khususnya perempuan tidak hanya banyak terjadi di media cetak dan televisi namun juga muncul di program siaran radio. Program yang disiarkan melalui radio juga mempengaruhi pengetahuan pendengar, khususnya perempuan. 4. Representasi Gender di Radio Penggambaran perempuan yang seringkali dijadikan bahan penelitian adalah di media cetak, film, sinetron atau iklan-iklan di televisi. Penelitian yang dilakukan Maulida (2005) menyatakan bahwa konten di media kerap menampilkan sesuatu yang sangat stereotipe. Misalnya saja dalam film atau sinetron, perempuan selalu digambarkan sebagai pihak yang teraniaya, lemah, selalu menangis dan meratapi nasibnya. Di sisi lain, laki-laki digambarkan sebagai sosok pelindung, pemberani, pekerja keras dan hero (pahlawan). Pelabelan terhadap perempuan juga terjadi di radio. Pembedaan peran seorang perempuan atau laki-laki di media adalah berdasarkan agen yang mengkonstruksi 18

19 sifat-sifat gender. Perempuan yang diidentikkan dengan sifat-sifat sesuai dengan konstruksi sosial tersebut juga dapat dilihat di radio. Menurut Masduki (2010) studi tentang gender di radio berada dalam konsep patriarki, ekonomi politik khususnya strukturasi. Radio dan ketidakadilan gender khususnya perempuan bukan hanya bersifat kultural namun juga bagian dari regulasi ekonomi politik media. Kepentingan agen tertentu untuk melanggengkan kekuasaan adalah melalui media. Media merupakan medium yang cukup efektif untuk menginformasikan sesuatu karena jangkauan yang luas dan diterima oleh khalayak luas. Radio menjadi media yang dapat diakses setiap saat dan sifatnya audio sehingga dapat didengarkan tanpa harus fokus secara visual seperti televisi. Seseorang dapat mendengarkan radio sambil melakukan kegiatan lain dimanapun. Informasi yang diberikan cenderung ringan dan bagi agen yang memiliki kepentingan hal tersebut dapat dijadikan pintu masuk untuk menyisipkan tematema tertentu. Pendengar secara tidak langsung lebih mudah memahami tanpa perlu mengeluarkan banyak energi seperti misalnya membaca surat kabar atau menonton televisi. Penelitian Neto dan Santos (2009) menyebutkan adanya stereotipe tentang perempuan dan laki-laki yang dalam iklan radio di Portugis. Perempuan dan lakilaki digambarkan dengan karakter masing-masing. Misalnya dalam hal peran perempuan digambarkan sebagai seorang yang bergantung sedangkan laki-laki memerankan tokoh selebritis. Pengaturan peran yang cenderung membuat perempuan tidak memiliki posisi tawar terjadi karena sistem yang melekat di masyarakat. Iklan dengan mudah mengkonstruksi peran perempuan dan laki-laki berdasarkan stereotipe. Sesuatu yang diulang secara terus menerus akan lebih mudah diterima masyarakat secara umum. Penggambaran tersebut tidak lepas dari pemahaman tentang karakter perempuan dan laki-laki yang dikonstruksi dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga ketika pembedaan tersebut diinformasikan melalui media khususnya radio tidak ada yang perlu diperdebatkan. 19

20 Hal yang hampir sama diungkapkan Soemandoyo (2000) bahwa adanya kecenderungan represif dan dominasi patriarki di media seringkai menempatkan perempuan pada peran domestik dibanding sektor publik. Keadaan itu disebabkan media massa hidup dalam budaya laki-laki yang mendominasi. Kepentingan pihak tertentu untuk menguasai sistem merupakan bagian dari kapitalisme. Menurut Widyatama (2006), hubungan perempuan dan laki-laki di media adalah menyangkut struktur kekuasaan. Struktur tersebut dibangun karena adanya hierarki kekuasaan, ada yang menguasai dan ada yang dikuasai. Pembedaan wilayah perempuan adalah hasil dari penguatan stereotipe tentang peran gender yang seringkali dimenangkan oleh laki-laki. Hal tersebut karena laki-laki cenderung memenangkan kuasa atas perempuan dalam berbagai terutama di media dari mulai representasi hingga pekerja di balik informasi. Program yang disiarkan melalui radio adalah representasi dari sistem sosial masyarakat. Walaupun perempuan cenderung mendapat ketidakadilan namun melalui media khususnya radio masih ada yang membuat program yang memberikan efek baik bagi citra perempuan. Berdasarkan penelitian Asiedu (2012) radio dan teknologi mempengaruhi pengetahuan perempuan di Afrika. Penelitian tersebut melihat bahwa perempuan yang memiliki pengetahuan rendah dapat dengan mudah dipengaruhi oleh program siaran radio. Radio dan teknologi disana seharusnya dapat memberikan informasi yang tidak lagi memarginalkan kelompok tertentu khususnya perempuan. Namun sebuah organisasi bernama World Association of Community Radio Broadcaster (AMARC) berusaha memberikan pelatihan kepada radio-radio di Afrika agar program yang disiarkan berorientasi gender. Pelatihan tersebut dimaksudkan agar penggambaran perempuan di radio lebih baik dan tidak stereotipe. Menurut peneliti, hasil dari kedua penelitian yang berbeda tersebut menunjukkan bahwa radio masih memiliki kekuatan untuk mempengaruhi pendengar. Program yang dibuat oleh radio tentang gender berhasil memunculkan sebuah kesadaran baru karena adanya agen perubahan yaitu pekerja radio. 20

21 Informasi yang dikonstruksi terus menerus akan dianggap sebagai sebuah kenyataan. Media sebagai Hal tersebut mengindikasikan bahwa sebenarnya media khususnya radio mampu memberikan sebuah pandangan baru tentang perempuan. Namun kepentingan ekonomi politik dari beberapa pihak yang masih ingin melanggengkan kekuasaan patriarki menjadi alasan perempuan masih cenderung dipinggirkan di media. Kepentingan tersebut direproduksi secara berulang melalui sistem sehingga cenderung terlihat alami sesuai dengan kesepakatan bersama. Masduki (2010) mengungkapkan alasan mengapa perempuan cenderung terpinggirkan di media khususnya radio, yang pertama adalah ideologi patriarki yang meluas hingga penguasaan teknologi media. Kedua, dasar ekonomi perempuan yang seringkali lemah dan stereotipe pendidikan rendah. Hal-hal tersebut kemudian menjadi dasar pembagian kerja perempuan di radio. Studi gender di radio menurutnya dapat dilihat dari yang pertama adalah bagaimana gender dikonotasikan pada jenis kelamin tertentu, radio untuk siapa dan dikelola siapa. Kedua, radio sebagai teks yang diekspor ke ruang publik di satu sisi dan di sisi lainnya profil pendengar, bagaimana korelasi keduanya. Apakah pendengar perempuan aktif atau pasif. Ketiga tentang studi manajerial untuk melihat posisi perempuan yang bekerja di radio, bagaimana kontribusi mereka. Terakhir, adalah bagaimana potret studi radio pada level akademik dan vokasional. Seringkali penyiar perempuan diberikan program siaran yang bersifat ringan bukan tema penting. Masduki (2010) mengatakan bahwa perempuan masih berada di posisi marjinal dalam hal struktur pengelolaan jabatan. Perempuan tidak menempati posisi-posisi penting dalam organisasi dan cenderung ditempatkan di bagian sekretaris. Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat dikatakan bahwa posisi perempuan di radio masih cenderung tidak ditempatkan sebagai pembuat keputusan. Jumlah pekerja laki-laki yang cenderung dominan di radio tersebut mempengaruhi penempatan pekerja perempuan. Sehingga pekerja perempuan yang sedikit ditempatkan di posisi lebih ringan. Pembagian kerja antara perempuan dipengaruhi oleh ideologi patriarki yang sudah menjadi bagian dari 21

22 pemahaman seseorang. Kesempatan pekerja perempuan untuk berada di posisi penting karena jumlahnya sedikit dan cenderung terbatas. F. Metodologi Penelitian 1. Jenis Penelitian Penelitian ini bersifat kualitatif dengan menggunakan paradigma kritis. Riset kualitatif menurut Patilima (2007) digunakan untuk melihat gejala sebagai suatu hal yang saling terkait dalam hubungan sosial yang menyeluruh, holistik dan sistemik. Peneliti menggunakan penelitian kualitatif agar dapat melakukan wawancara, observasi dan studi dokumen secara mendalam terkait dengan strukturasi gender di media yang melibatkan ideologi patriarki. Peneliti menganggap patriarki sebagai sebuah ideologi yang tidak dapat diteliti hanya di permukaan. Sedangkan paradigma kritis berdasarkan pandangan Hidayat (2006) berusaha mengungkap the real structure dibalik ilusi dan kebutuhan palsu yang ditampakkan dunia materi, guna mengembangkan kesadaran sosial untuk memperbaiki kondisi kehidupan subjek penelitian. Paradigma kritis digunakan sebagai cara pandang untuk melihat sesuatu yang terjadi dibalik fenomena strukturasi penyiar perempuan di Rakosa Female Radio. Berdasarkan data penyiar di Rakosa Female Radio, dari tujuh orang penyiar terdapat dua orang perempuan dan lima orang laki-laki. Peneliti berasumsi bahwa meskipun sebagai radio perempuan, namun masih terdapat dominasi laki-laki dalam industri media tersebut. Secara kuantitas, penyiar perempuan lebih sedikit dibanding penyiar laki-laki. Banyaknya penyiar laki-laki akan mempengaruhi bagaimana sudut pandang pendengar. Manajer siaran yang bertugas untuk merencanakan program dan mengatur penyiar yang membawakannya juga adalah seorang laki-laki. Pengetahuan dan ideologi lakilaki tersebut secara tidak langsung akan berpengaruh pada pembuatan program sesuai dengan keinginannya. 22

23 Untuk itu, penelitian ini ingin membuktikan bagaimana strukturasi yang terjadi di radio dengan slogan Female Radio. Penelitian kualitatif ini sesuai dengan paradigma kritis karena tema yang diangkat peneliti yaitu tentang feminisme yang juga melihat sebuah fenomena secara kritis. Jenis penelitian kualitatif dan paradigma kritis tersebut diharapkan dapat mengungkap bahwa telah terjadi sebuah ketidakadilan pembagian kerja berdasarkan sistem patriarki yang cenderung terjadi di media. Meskipun di sisi lain tidak semua pekerja perempuan memiliki ideologi yang mendukung tentang kesetaraan gender. Begitu juga pekerja laki-laki, tidak semuanya merasa harus dominan dalam sebuah struktur organisasi media khususnya radio. Menurut Guba dan Lincoln (1994), secara ontologi paradigma kritis memahami sebuah realitas yang merupakan kumpulan dari bidang sosial, politik, budaya, ekonomi, etnik dan gender yang menjadi sebuah struktur yang saat ini dipercaya sebagai realita yang sesungguhnya. Strukturasi gender merupakan sebuah fenomena yang masih menjadi perdebatan. Dalam penelitian ini, peneliti ingin memberikan pandangan baru tentang strukturasi dan gender. Kemudian secara epistimologi, relasi yang terjalin antara pihak yang diteliti dan peneliti adalah transaksional atau subjektif dan tidak dapat dipisahkan. Hubungan diharapkan terjadi secara alami dan tanpa paksaan sehingga menghasilkan temuan data yang maksimal. 2. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah studi kasus. Menurut Mulyana (2004) studi kasus dapat memberikan penjelasan secara komprehensif tentang individu, kelompok, sebuah organisasi atau komunitas, program tertentu atau fenomena sosial lainnya. Metode ini bertujuan untuk memberikan sebuah pandangan secara lengkap dan menyeluruh tentang suatu kasus. Peneliti memilih desain studi kasus tunggal karena tema yang dipilih dianggap unik. Argumen peneliti mengapa topik yang dijadikan penelitian unik karena radio Rakosa 23

24 merupakan satu-satunya radio yang bertemakan perempuan di Yogyakarta ( Rakosa Female Radio menjadi radio dengan segmentasi perempuan ditengah radio-radio yang memilih pasar anak muda. Yin (2006) mengatakan bahwa desain studi kasus tunggal dapat digunakan ketika ada sebuah kasus yang cukup berharga untuk diteliti. Dalam penelitian ini, peneliti memilih studi kasus untuk mengetahui bagaimana strukturasi gender di Rakosa Female Radio. Studi kasus menurut Salim (2006) digunakan dalam penelitian untuk mempelajari, menerangkan atau menginterpretasikan suatu kasus dalam konteksnya yang alamiah tanpa adanya intervensi pihak luar. Pendapat lain tentang studi kasus menurut Stake (1994) adalah proses pembelajaran tentang kasus dan produk dari apa yang telah dipelajari. Pendapat lain tentang studi kasus menurut Salim (2006), studi kasus bukan lagi sebagai kajian sederhana, tetapi merupakan kajian yang lengkap, memiliki cakupan luas dan mendasar. Metode ini dipilih karena melalui studi kasus peneliti dapat menginvestigasi topik unik tentang strukturasi pekerja perempuan di Rakosa Female Radio secara mendalam. Untuk itu, metode studi kasus dipilih sebagai alat utuk membantu mengungkap sebuah struktur di radio tersebut yang merekrut penyiar perempuan lebih sedikit dibanding penyiar laki-laki. Bagaimana strukturasi gender yang terjadi sehinggga pekerja perempuan lebih sedikit di radio dengan segmen perempuan. 3. Subjek Penelitian Subjek yang akan menjadi informan adalah orang-orang yang dianggap dapat memberikan informasi mengenai strukturasi gender di Rakosa Female Radio. Subjek penelitian ini adalah informan primer yaitu penyiar perempuan kemudian informan sekunder yaitu penyiar laki-laki, manajer siaran dan manajer HRD. Peneliti ingin mengetahui bagaimana strukturasi gender di Rakosa Female Radio secara menyeluruh. Informan-informan tersebut dianggap sebagai agen 24

25 yang dapat membawa perubahan dalam sistem sosial yang selama ini cenderung melemahkan pekerja perempuan. Subjek penelitian dipilih berdasarkan posisi atau jabatan di Rakosa Female Radio sehingga diharapkan dapat memberikan informasi tentang strukturasi gender. Informan yang dipilih tidak hanya pekerja perempuan namun juga pekerja laki-laki sebagai agar peneliti mendapat sudut pandang lain dalam mengungkap sebuah fakta. Peneliti berasumsi bahwa tidak semua laki-laki memiliki ideologi patriarki dan cenderung mendominasi. Sebaliknya tidak semua perempuan memperjuangkan posisinya agar mendapat keadilan yang sama dalam struktur. 4. Teknik Pengumpulan Data a. Wawancara Setelah melakukan observasi, peneliti akan melakukan wawancara kepada beberapa informan yang dianggap memiliki kompentensi. Wawancara dilakukan untuk mendapatkan data secara langsung dari narasumber. Menurut Mulyana (2004) wawancara adalah bentuk komunikasi antara dua orang, melibatkan seseorang yang ingin memperoleh informasi dari seseorang lainnya dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan berdasarkan tujuan tertentu. Wawancara akan dilakukan secara mendalam dengan sampel purposif yang dipilih berdasarkan posisi atau jabatan informan tersebut di Rakosa Female Radio. Selain penyiar, peneliti juga akan mewawancarai pekerja yang terlibat di manajemen siaran dan manajemen HRD. Informan primer adalah penyiar perempuan, informan sekunder adalah penyiar laki-laki, manajer siaran dan manajer HRD. Informan yang akan diwawancarai dapat dilihat di tabel jadwal penelitian. Dalam wawancara studi kasus, menurut Yin (2006) yang paling sering digunakan adalah model open-ended. Peneliti akan bertanya kepada informan tentang sebuah fenomena atau fakta yang berkaitan dengan masalah penelitian. Informan diharapkan dapat memberikan opini dan pendapat 25

26 mereka sendiri. Wawancara dilakukan sesuai dengan pertanyaan penelitian. Pertanyaan besar utama antara lain bagaimana pemahaman penyiar perempuan terhadap budaya patriarki yang mendominasi media, bagaimana dampak pemimpin perempuan dalam memimpin media yang selama ini cenderung dijabat laki-laki, bagaimana peran pekerja perempuan dalam menciptakan sebuah kesadaran baru tentang kesetaraan gender di media. Informan tersebut akan menjawab pertanyaan yang sudah ditetapkan oleh peneliti yang bersifat fleksibel disesuaikan dengan kondisi saat wawancara. Seluruh penyiar di Rakosa Female Radio berjumlah tujuh orang, dua orang penyiar perempuan dan lima orang penyiar laki-laki. Informasi mengenai informan dapat dilihat dalam tabel berikut. Tabel 1. Summary Informan Daftar Nama Informan Informan Primer No Nama Posisi 1 Saptaning Jati Mulyanti (Haning) Penyiar Perempuan 2 Erina Sabrina Penyiar Perempuan Informan Sekunder 1 Agus Setiadi (Bagus) Penyiar Laki-laki 2 Ratna Dyah Manajer HRD 3 Nurcholish (Fariz) Manajer Siaran Tabel 1 adalah nama-nama informan dan posisi di Rakosa Female Radio. Peneliti kemudian akan mewawancarai dua penyiar perempuan dan satu laki-laki agar informasi yang didapat diharapkan dapat berimbang. Kemudian peneliti akan mewawancarai Manajer HRD. Pekerja yang menjadi informan ada lima orang, yaitu pertama penyiar perempuan Saptaning Jati 26

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Dalam penelitian ini, peneliti meneliti mengenai pemaknaan pasangan suami-istri di Surabaya terkait peran gender dalam film Erin Brockovich. Gender sendiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengarang menciptakan karya sastra sebagai ide kreatifnya. Sebagai orang yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengarang menciptakan karya sastra sebagai ide kreatifnya. Sebagai orang yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra tercipta sebagai reaksi dinamika sosial dan kultural yang terjadi dalam masyarakat. Terdapat struktur sosial yang melatarbelakangi seorang pengarang

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN. Perempuan sebagai subjek yang aktif dalam urusan-urusan publik

BAB IV KESIMPULAN. Perempuan sebagai subjek yang aktif dalam urusan-urusan publik 68 BAB IV KESIMPULAN Perempuan sebagai subjek yang aktif dalam urusan-urusan publik (ekonomi) merupakan konsep kesetaraan gender. Perempuan tidak selalu berada dalam urusan-urusan domestik yang menyudutkannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Isu tentang gender telah menjadi bahasan analisis sosial, menjadi pokok

BAB I PENDAHULUAN. Isu tentang gender telah menjadi bahasan analisis sosial, menjadi pokok 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Isu tentang gender telah menjadi bahasan analisis sosial, menjadi pokok bahasan dalam perdebatan mengenai perubahan sosial dan juga menjadi topik utama dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 2008:8).Sastra sebagai seni kreatif yang menggunakan manusia dan segala macam

I. PENDAHULUAN. 2008:8).Sastra sebagai seni kreatif yang menggunakan manusia dan segala macam I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai mediumnya (Semi, 2008:8).Sastra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu media komunikasi massa yaitu televisi memiliki peran yang cukup besar dalam menyebarkan informasi dan memberikan hiburan kepada masyarakat. Sebagai media

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pekerja dan itu menjadi penanda waktu yang beremansipasi.

BAB I PENDAHULUAN. pekerja dan itu menjadi penanda waktu yang beremansipasi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perempuan dalam televisi senantiasa hanya mempertentangkan antara wanita karir dan menjadi ibu-ibu rumah tangga. Dua posisi ini ada didalam lokasi yang berseberangan.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perselingkuhan sebagai..., Innieke Dwi Putri, FIB UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Perselingkuhan sebagai..., Innieke Dwi Putri, FIB UI, Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra menggambarkan jiwa masyarakat. Karya sastra sebagai interpretasi kehidupan, melukiskan perilaku kehidupan manusia yang terjadi dalam masyarakat. Segala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentunya sangat berkaitan dengan hidup dan kehidupan manusia serta kemanusiaan. Ia

BAB I PENDAHULUAN. tentunya sangat berkaitan dengan hidup dan kehidupan manusia serta kemanusiaan. Ia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan salah satu cabang kesenian yang selalu berada dalam peradaban manusia semenjak ribuan tahun lalu. Penelitian terhadap karya sastra penting

Lebih terperinci

dapat dilihat bahwa media massa memiliki pengaruh yang besar dalam

dapat dilihat bahwa media massa memiliki pengaruh yang besar dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang- Undang No 33 tahun 2009 dalam pasal 1 ayat 1 menyebutkan bahwa film adalah karya seni budaya yang merupakan pranata sosial dan media komunikasi massa yang dibuat

Lebih terperinci

Media massa berperon dalam menanamkan false consciousness,

Media massa berperon dalam menanamkan false consciousness, HEGEMONI PATRIARKI DI MEDIA MASSA ABSTRAK Media massa berperon dalam menanamkan false consciousness, atau kesadaran palsu yang oleh Gramsci disebut hegemoni, di mana terjadi pertarungan ideologi. Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia (NKRI) tidaklah kecil. Perjuangan perempuan Indonesia dalam

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia (NKRI) tidaklah kecil. Perjuangan perempuan Indonesia dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peran kaum perempuan Indonesia dalam menegakkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tidaklah kecil. Perjuangan perempuan Indonesia dalam menegakkan NKRI dipelopori

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. LATAR BELAKANG Timbulnya anggapan bahwa kaum perempuan lebih lemah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. LATAR BELAKANG Timbulnya anggapan bahwa kaum perempuan lebih lemah BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Timbulnya anggapan bahwa kaum perempuan lebih lemah daripada kaum laki-laki masih dapat kita jumpai saat ini. Perbedaan antara laki-laki dan perempuan yang telah dikonstruksikan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Behavior dalam Pandangan Nitze tentang Perspektif Tuan dan Buruh Sosiologi perilaku memusatkan perhatian pada hubungan antara pengaruh perilaku seorang aktor terhadap lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan mediator utama dalam mengekspresikan pikiran, mengonseptualisasi, menafsirkan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan mediator utama dalam mengekspresikan pikiran, mengonseptualisasi, menafsirkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah aspek penting interaksi manusia. Dengan bahasa, baik itu bahasa lisan, tulisan maupun isyarat, orang akan melakukan suatu komunikasi dan kontak sosial.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Laki-laki dan perempuan memang berbeda, tetapi bukan berarti perbedaan itu diperuntukkan untuk saling menindas, selain dari jenis kelamin, laki-laki dan perempuan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metodologi berasal dari kata Yunani 'methodologia' yang berarti teknik atau prosedur, yang lebih merujuk kepada alur pemikiran umum atau menyeluruh dan juga gagasan teoritis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga banyak perusahaan go publik yang ikut berperan dalam peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. sehingga banyak perusahaan go publik yang ikut berperan dalam peningkatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semakin pesatnya perkembangan profesi akuntan publik di Indonesia dewasa ini dan meningkatnya pemahaman masyarakat terhadap profesi auditor mampu membawa perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum pers mempunyai beberapa fungsi yang saling berhubungan satu

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum pers mempunyai beberapa fungsi yang saling berhubungan satu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum pers mempunyai beberapa fungsi yang saling berhubungan satu sama lain, yakni sebagai media informasi, media pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial. Fungsi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Peran Pekerjaan dan Keluarga Fenomena wanita bekerja di luar rumah oleh banyak pihak dianggap sebagai sesuatu yang relatif baru bagi masyarakat Indonesia. Kendati semakin lumrah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. iklan, karena iklan ada dimana-mana. Secara sederhana iklan merupakan sebuah

BAB I PENDAHULUAN. iklan, karena iklan ada dimana-mana. Secara sederhana iklan merupakan sebuah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Iklan telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia. Mulai dari bangun tidur sampai saat akan kembali tidur kita pasti akan menjumpai

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN Identitas Nasional dalam Imajinasi Kurikulum kurikulum Konstruksi tersebut melakukan the making process dalam

BAB V KESIMPULAN Identitas Nasional dalam Imajinasi Kurikulum kurikulum Konstruksi tersebut melakukan the making process dalam BAB V KESIMPULAN 5.1. Identitas Nasional dalam Imajinasi Kurikulum 2013 Konstruksi Identitas Nasional Indonesia tidaklah berlangsung secara alamiah. Ia berlangsung dengan konstruksi besar, dalam hal ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang luas. Tanaman tertentu adalah tanaman semusim dan atau tanaman

BAB I PENDAHULUAN. yang luas. Tanaman tertentu adalah tanaman semusim dan atau tanaman BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkebunan merupakan aktivitas budi daya tanaman tertentu pada lahan yang luas. Tanaman tertentu adalah tanaman semusim dan atau tanaman tahunan yang jenis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hitam dan putih adalah konsep dualisme yang ada di masyarakat, dimana

BAB I PENDAHULUAN. Hitam dan putih adalah konsep dualisme yang ada di masyarakat, dimana BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Hitam dan putih adalah konsep dualisme yang ada di masyarakat, dimana hitam sering identik dengan salah dan putih identik dengan benar. Pertentangan konsep

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Bab ini merupakan kesimpulan yang menjabarkan pernyataan singkat hasil temuan penelitian yang menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian. Kesimpulan penelitian akan dimulai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Disertasi ini mengkaji tentang relasi gender dalam keterlibatan perempuan. minoritas seperti pemuda, petani, perempuan, dan

BAB I PENDAHULUAN. Disertasi ini mengkaji tentang relasi gender dalam keterlibatan perempuan. minoritas seperti pemuda, petani, perempuan, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Disertasi ini mengkaji tentang relasi gender dalam keterlibatan perempuan di radio komunitas. Karakteristik radio komunitas yang didirikan oleh komunitas, untuk komunitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. efektif dan efisien untuk berkomunikasi dengan konsumen sasaran.

BAB I PENDAHULUAN. efektif dan efisien untuk berkomunikasi dengan konsumen sasaran. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Industri periklanan belakangan ini menunjukan perubahan orientasi yang sangat signifikan dari sifatnya yang hanya sekedar menempatkan iklan berbayar di media massa menjadi

Lebih terperinci

Sesi 8: Pemberitaan tentang Masalah Gender

Sesi 8: Pemberitaan tentang Masalah Gender Sesi 8: Pemberitaan tentang Masalah Gender 1 Tujuan belajar 1. Memahami arti stereotip dan stereotip gender 2. Mengidentifikasi karakter utama stereotip gender 3. Mengakui stereotip gender dalam media

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khalayak. Karena menurut McLuhan (dalam Rakhmat,2008:224), media

BAB I PENDAHULUAN. khalayak. Karena menurut McLuhan (dalam Rakhmat,2008:224), media BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat ini, media massa sudah menjadi kebutuhan penting bagi khalayak. Karena menurut McLuhan (dalam Rakhmat,2008:224), media massa adalah perpanjangan alat indra.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perempuan adalah tiang negara, artinya tegak runtuhnya suatu negara berada di tangan kaum perempuan. Penerus peradaban lahir dari rahim seorang perempuan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil kreatif penulis yang berisi potret kehidupan manusia yang dituangkan dalam bentuk tulisan, sehingga dapat dinikmati,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Media seni-budaya merupakan tempat yang paling banyak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Media seni-budaya merupakan tempat yang paling banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Media seni-budaya merupakan tempat yang paling banyak merepresentasikan perempuan sebagai pihak yang terpinggirkan, tereksploitasi, dan lain sebagainya. Perempuan sebagai

Lebih terperinci

MENGIKAT TALI KOMUNITAS MEMUTUS RANTAI KEKERASANTERHADAPPEREMPUAN

MENGIKAT TALI KOMUNITAS MEMUTUS RANTAI KEKERASANTERHADAPPEREMPUAN MENGIKAT TALI KOMUNITAS MEMUTUS RANTAI KEKERASANTERHADAPPEREMPUAN Danang Arif Darmawan Yogyakarta: Media Wacana 2008, xvi + 1 06 halaman Direview oleh: Sari Seftiani Pada awalnya, buku ini merupakan sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Severin & Takard (2001:295) menyatakan bahwa media massa menjadi

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Severin & Takard (2001:295) menyatakan bahwa media massa menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Informasi telah menjadi kebutuhan yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat. Severin & Takard (2001:295) menyatakan bahwa media massa menjadi konsumsi yang menguntungkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat yang kian berkembang pada dasarnya memiliki rasa ingin tahu yang besar. Mereka ingin tahu apa yang terjadi di tengah-tengah dunia global. Program informasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Gender adalah perbedaan jenis kelamin berdasarkan budaya, di mana lakilaki

BAB 1 PENDAHULUAN. Gender adalah perbedaan jenis kelamin berdasarkan budaya, di mana lakilaki BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gender adalah perbedaan jenis kelamin berdasarkan budaya, di mana lakilaki dan perempuan dibedakan sesuai dengan perannya masing-masing yang dikonstruksikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting dan strategis dalam pembangunan serta berjalannya perekonomian bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. penting dan strategis dalam pembangunan serta berjalannya perekonomian bangsa. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Buruh adalah salah satu bagian sosial dari bangsa yang seharusnya dianggap penting dan strategis dalam pembangunan serta berjalannya perekonomian bangsa. Opini masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. harus dipenuhi, seperti kebutuhan untuk mengetahui berita tentang dunia fashion,

BAB I PENDAHULUAN. harus dipenuhi, seperti kebutuhan untuk mengetahui berita tentang dunia fashion, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Media telah menjadi bagian dalam kehidupan masyarakat sehari-hari, bahkan kita tidak akan pernah terlepas dari media. Seiring dengan perkembangan peradaban

Lebih terperinci

REPRESENTASI PEREMPUAN DEWASA YANG TERBELENGGU DALAM TAYANGAN IKLAN TELEVISI

REPRESENTASI PEREMPUAN DEWASA YANG TERBELENGGU DALAM TAYANGAN IKLAN TELEVISI REPRESENTASI PEREMPUAN DEWASA YANG TERBELENGGU DALAM TAYANGAN IKLAN TELEVISI Analisis Semiotika John Fiske pada Tayangan TVC Tri Always On versi Perempuan SKRIPSI Diajukan sebagai Syarat Memperoleh Gelar

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian Objek penelitian dalam penelitian ini adalah teks berita pelecehan seksual yang dimuat di tabloidnova.com yang tayang dari bulan Januari hingga September

Lebih terperinci

PEMBUATAN MEDIA INTERNAL PERUSAHAAN PERUM PERHUTANI UNIT I JAWA TENGAH GEMA WANA RESUME. Disusun oleh : Dewi Susanti D0C007023

PEMBUATAN MEDIA INTERNAL PERUSAHAAN PERUM PERHUTANI UNIT I JAWA TENGAH GEMA WANA RESUME. Disusun oleh : Dewi Susanti D0C007023 PEMBUATAN MEDIA INTERNAL PERUSAHAAN PERUM PERHUTANI UNIT I JAWA TENGAH GEMA WANA RESUME Disusun oleh : Dewi Susanti D0C007023 PROGRAM DIPLOMA III PUBLIC RELATIONS FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

Lebih terperinci

2016 EKSISTENSI MAHASISWI D ALAM BERORGANISASI D I LINGKUNGAN FAKULTAS PEND ID IKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

2016 EKSISTENSI MAHASISWI D ALAM BERORGANISASI D I LINGKUNGAN FAKULTAS PEND ID IKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Mahasiswa identik dengan kaum terdidik yang sedang menjalani proses pematangan intelektual. Peran ganda yang dijalani oleh mahasiswa mendorong mereka untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. upaya dari anggota organisasi untuk meningkatkan suatu jabatan yang ada.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. upaya dari anggota organisasi untuk meningkatkan suatu jabatan yang ada. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Masyarakat hidup secara berkelompok dalam suatu kesatuan sistem sosial atau organisasi. Salah satu bidang dalam organisasi yaitu bidang politik (Wirawan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih dapat kita jumpai hingga saat ini. Perbedaan antara laki- laki dan

BAB I PENDAHULUAN. masih dapat kita jumpai hingga saat ini. Perbedaan antara laki- laki dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Timbulnya anggapan bahwa perempuan merupakan kaum lemah masih dapat kita jumpai hingga saat ini. Perbedaan antara laki- laki dan perempuan yang telah di konstruksikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sering kita jumpai banyak wanita masa kini yang mengadopsi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sering kita jumpai banyak wanita masa kini yang mengadopsi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sering kita jumpai banyak wanita masa kini yang mengadopsi penuh gaya hidup luar negeri. Pakaian yang terbuka dan minimalis, gaya hidup yang hedonis dan konsumtif,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berperan penting atau tokoh pembawa jalannya cerita dalam karya sastra.

BAB I PENDAHULUAN. berperan penting atau tokoh pembawa jalannya cerita dalam karya sastra. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra memuat perilaku manusia melalui karakter tokoh-tokoh cerita. Hadirnya tokoh dalam suatu karya dapat menghidupkan cerita dalam karya sastra. Keberadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberantas kemiskinan yang tujuannya untuk mensejahterakan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. memberantas kemiskinan yang tujuannya untuk mensejahterakan masyarakat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kajian perempuan merupakan suatu kajian yang sangat menarik perhatian. Hal ini terbukti banyak penelitian tentang kaum perempuan. Perempuan merupakan hal penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia kedua setelah laki-laki. Tatanan sosial memberi kedudukan perempuan

BAB I PENDAHULUAN. manusia kedua setelah laki-laki. Tatanan sosial memberi kedudukan perempuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perempuan oleh masyarakat kadang-kadang masih dianggap sebagai manusia kedua setelah laki-laki. Tatanan sosial memberi kedudukan perempuan tidak lebih penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. persepsi mengenai bagaimana sosok pria dan wanita. Dengan demikian

BAB I PENDAHULUAN. persepsi mengenai bagaimana sosok pria dan wanita. Dengan demikian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Media massa memiliki peran signifikan yang besar dalam pembentukkan persepsi mengenai bagaimana sosok pria dan wanita. Dengan demikian tercerminkan wacana dominan tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi faktor determinan dalam kehidupan sosial, ekonomi dan budaya bangsa Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. menjadi faktor determinan dalam kehidupan sosial, ekonomi dan budaya bangsa Indonesia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebebasan pers merupakan salah satu indikator penting dalam membangun suatu negara yang menganut sistem demokrasi seperti Indonesia. Pasca reformasi 1998 media massa

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. pedesaan yang sesungguhnya berwajah perempuan dari kelas buruh. Bagian

BAB V KESIMPULAN. pedesaan yang sesungguhnya berwajah perempuan dari kelas buruh. Bagian BAB V KESIMPULAN Bagian kesimpulan ini menyampaikan empat hal. Pertama, mekanisme ekstraksi surplus yang terjadi dalam relasi sosial produksi pertanian padi dan posisi perempuan buruh tani di dalamnya.

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional ( 2005:588), konsep didefenisikan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. medium yang lain seperti menyebarkan hiburan, menyajikan cerita, peristiwa, musik, drama,

BAB I PENDAHULUAN. medium yang lain seperti menyebarkan hiburan, menyajikan cerita, peristiwa, musik, drama, BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Film pertama kali ditemukan pada abad 19, tetapi memiliki fungsi yang sama dengan medium yang lain seperti menyebarkan hiburan, menyajikan cerita, peristiwa, musik,

Lebih terperinci

PENDEKATAN TEORITIS. Tinjauan Pustaka

PENDEKATAN TEORITIS. Tinjauan Pustaka 5 PENDEKATAN TEORITIS Tinjauan Pustaka Konsep Gender Gender merupakan suatu konsep yang merujuk pada peran dan hubungan antara laki-laki dan perempuan yang tidak ditentukan oleh perbedaan biologis, tetapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam telaah-telaah ilmu sosial, bahasa menempati posisi yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. Dalam telaah-telaah ilmu sosial, bahasa menempati posisi yang sangat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Dalam telaah-telaah ilmu sosial, bahasa menempati posisi yang sangat penting. Posisi penting bahasa tersebut, semakin diakui terutama setelah munculnya

Lebih terperinci

BAHASA IKLAN DAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN: SEBUAH KAJIAN KOMUNIKASI DAN BAHASA TERHADAP IKLAN TV PRODUK CITRA

BAHASA IKLAN DAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN: SEBUAH KAJIAN KOMUNIKASI DAN BAHASA TERHADAP IKLAN TV PRODUK CITRA BAHASA IKLAN DAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN: SEBUAH KAJIAN KOMUNIKASI DAN BAHASA TERHADAP IKLAN TV PRODUK CITRA Unika Atma Jaya, Jakarta Memasarkan sebuah produk di media massa bertujuan untuk mencapai target

Lebih terperinci

Gambar 1.1 : Foto Sampul Majalah Laki-Laki Dewasa Sumber:

Gambar 1.1 : Foto Sampul Majalah Laki-Laki Dewasa Sumber: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Menurut Widyokusumo (2012:613) bahwa sampul majalah merupakan ujung tombak dari daya tarik sebuah majalah. Dalam penelitian tersebut dideskripsikan anatomi sampul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan Indonesia kearah modernisasi maka semakin banyak peluang bagi perempuan untuk berperan dalam pembangunan. Tetapi berhubung masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menguntungkan, salah satunya adalah pertukaran informasi guna meningkatkan. ilmu pengetahuan diantara kedua belah pihak.

BAB I PENDAHULUAN. menguntungkan, salah satunya adalah pertukaran informasi guna meningkatkan. ilmu pengetahuan diantara kedua belah pihak. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebuah bangsa besar adalah bangsa yang memiliki masyarakat yang berilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan bisa diperoleh dari berbagai sumber, misalnya lembaga

Lebih terperinci

2015 PERANAN PEREMPUAN DALAM POLITIK NASIONAL JEPANG TAHUN

2015 PERANAN PEREMPUAN DALAM POLITIK NASIONAL JEPANG TAHUN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Jepang merupakan negara maju yang terkenal dengan masyarakatnya yang giat bekerja dan juga dikenal sebagai negara yang penduduknya masih menjunjung tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Itu lah sepenggal kata yang diucapkan oleh Mike Lucock yang

BAB I PENDAHULUAN. Itu lah sepenggal kata yang diucapkan oleh Mike Lucock yang I.1. Latar Balakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Perempuan Kudu di rumah nyuci baju, ngurus suami, ngurus anak, masak, dan patuh dengan suami dan bila tidak dilakukan semua berarti itu haram!!. Itu lah sepenggal

Lebih terperinci

JURNALISME BERPERSPEKTIF GENDER

JURNALISME BERPERSPEKTIF GENDER JURNALISME BERPERSPEKTIF GENDER Sarah Santi FIKOM - Universitas INDONUSA Esa Unggul, Jakarta Jl. Arjuna Utara Tol Tomang, Kebun Jeruk, Jakarta 11510 sarah.santi@indonusa.ac.id ABSTRAK Persoalan perempuan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan kemajuan zaman. Masyrakat modern kini menjadikan informasi sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan kemajuan zaman. Masyrakat modern kini menjadikan informasi sebagai BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi terus berkembang seiring dengan kemajuan zaman. Masyrakat modern kini menjadikan informasi sebagai kebutuhan pokok,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut (Ratna, 2009, hlm.182-183) Polarisasi laki-laki berada lebih tinggi dari perempuan sudah terbentuk dengan sendirinya sejak awal. Anak laki-laki, lebihlebih

Lebih terperinci

Dekonstruksi Maskulinitas dan Feminitas dalam Sinetron ABG Jadi Manten Skripsi Disusun untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan Pendidikan Strata 1

Dekonstruksi Maskulinitas dan Feminitas dalam Sinetron ABG Jadi Manten Skripsi Disusun untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan Pendidikan Strata 1 Dekonstruksi Maskulinitas dan Feminitas dalam Sinetron ABG Jadi Manten Skripsi Disusun untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan Pendidikan Strata 1 Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. historisnya, dipersoalkan oleh pemeluk agama, serta

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. historisnya, dipersoalkan oleh pemeluk agama, serta BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Praktik poligami dalam bentuk tindakan-tindakan seksual pada perempuan dan keluarga dekatnya telah lama terjadi dan menjadi tradisi masyarakat tertentu di belahan

Lebih terperinci

ABSTRAK. Munculnya berbagai kasus kasus seperti pemerkosaan diangkot, kekerasan

ABSTRAK. Munculnya berbagai kasus kasus seperti pemerkosaan diangkot, kekerasan ABSTRAK JUDUL : Analisis Bingkai: Objektifikasi Perempuan dalam Buku Sarinah NAMA : Yudha Setya Nugraha NIM : D2C009030 Munculnya berbagai kasus kasus seperti pemerkosaan diangkot, kekerasan dalam rumah

Lebih terperinci

GENDER, PEMBANGUNAN DAN KEPEMIMPINAN

GENDER, PEMBANGUNAN DAN KEPEMIMPINAN G E N D E R B R I E F S E R I E S NO. 1 GENDER, PEMBANGUNAN DAN KEPEMIMPINAN The Australia-Indonesia Partnership for Reconstruction and Development Local Governance and Community Infrastructure for Communities

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Nama Mario Teguh agaknya sudah familiar ditelinga masyarakat, terutama bagi penonton setia Mario Teguh Golden Ways. Mario Teguh adalah figur publik yang terkenal

Lebih terperinci

MENGAPA MENGELUH? Oleh Yoseph Andreas Gual

MENGAPA MENGELUH? Oleh Yoseph Andreas Gual MENGAPA MENGELUH? Oleh Yoseph Andreas Gual Banyak penikmat media (cetak) yang sering membandingkan isi media A, B dan C. Mereka kemudian bertanya mengapa media A memberitakan topik ini sedangkan topik

Lebih terperinci

PEREMPUAN DALAM BIROKRASI Hambatan Kepemimpinan Perempuan dalam Birokrasi Pemerintah Provinsi DIY

PEREMPUAN DALAM BIROKRASI Hambatan Kepemimpinan Perempuan dalam Birokrasi Pemerintah Provinsi DIY PEREMPUAN DALAM BIROKRASI Hambatan Kepemimpinan Perempuan dalam Birokrasi Pemerintah Provinsi DIY Rike Anggun Mahasiswa Jurusan Manajemen dan Kebijakan Publik Universitas Gadjah Mada rikeanggunartisa@gmail.com

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Paradigma Paradigma menurut Nyoman Kutha Ratna (2011:21) adalah seperangkat keyakinan mendasar, pandangan dunia yang berfungsi untuk menuntun tindakantindakan manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sendiri. Dengan sendirinya perkembangan usaha penerbitan pers mulai

BAB I PENDAHULUAN. sendiri. Dengan sendirinya perkembangan usaha penerbitan pers mulai 9 BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah Memasuki era reformasi kebebasan pers seolah-olah seperti terlepas dari belenggu yang sebelumnya mengekang arti kebebasan itu sendiri. Dengan sendirinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sama dengan pegawai lainnya. Kaum minoritas berjumlah sedikit dibanding kaum

BAB I PENDAHULUAN. sama dengan pegawai lainnya. Kaum minoritas berjumlah sedikit dibanding kaum BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Di era modern saat ini, pekerjaan menjadi kebutuhan setiap orang. Kebutuhan hidup yang semakin tinggi memaksa orang untuk mencari pekerjaan yang lebih baik. Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berdemokrasi seperti saat ini. William L. Rivers menempatkan media massa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berdemokrasi seperti saat ini. William L. Rivers menempatkan media massa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Media massa merupakan bagian yang sangat penting dalam kehidupan berdemokrasi seperti saat ini. William L. Rivers menempatkan media massa sebagai four estate

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Dalam menyelesaikan persoalan penelitian dibutuhkan metode sebagai proses yang harus ditempuh oleh peneliti. Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan

Lebih terperinci

Strategi Gerakan untuk Kepentingan Perempuan Surya Tjandra Unika Atma Jaya Jakarta, 10 Maret 2016

Strategi Gerakan untuk Kepentingan Perempuan Surya Tjandra Unika Atma Jaya Jakarta, 10 Maret 2016 Strategi Gerakan untuk Kepentingan Perempuan Surya Tjandra Unika Atma Jaya Jakarta, 10 Maret 2016 Pijakan Awal Pengalaman perjuangan rakyat untuk gagasan2, prinsip2 dan kemungkinan2 baru, perlu terus berada

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Mencermati hasil analisis data dan pembahasan mengenai profesionalisme wartawan / jurnalis pada stasiun televisi lokal

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Mencermati hasil analisis data dan pembahasan mengenai profesionalisme wartawan / jurnalis pada stasiun televisi lokal BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Mencermati hasil analisis data dan pembahasan mengenai profesionalisme wartawan / jurnalis pada stasiun televisi lokal Batu Televisi (Batu TV) Kota Batu Jawa Timur pada bulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akar perselisihan. Isu dan permasalahan yang berhubungan dengan gender,

BAB I PENDAHULUAN. akar perselisihan. Isu dan permasalahan yang berhubungan dengan gender, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat masih terkungkung oleh tradisi gender, bahkan sejak masih kecil. Gender hadir di dalam pergaulan, percakapan, dan sering juga menjadi akar perselisihan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Teknologi dan informasi berkembang pesat di era global. Imbasnya,

BAB I PENDAHULUAN. Teknologi dan informasi berkembang pesat di era global. Imbasnya, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Teknologi dan informasi berkembang pesat di era global. Imbasnya, komunikasi menjadi demikian penting bagi kehidupan masyarakat. Salah satu ciri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Wacana merupakan salah satu kata yang sering digunakan dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Wacana merupakan salah satu kata yang sering digunakan dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wacana merupakan salah satu kata yang sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Masyarakat umumnya memahami wacana sebagai perbincangan terkait topik tertentu.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Penelitian. Kota berasal dari kata urban yang mengandung pengertian kekotaan dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Penelitian. Kota berasal dari kata urban yang mengandung pengertian kekotaan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Penelitian Kota berasal dari kata urban yang mengandung pengertian kekotaan dan perkotaan. Kekotaan menyangkut sifat-sifat yang melekat pada kota dalam artian fisikal, sosial,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih memandang mereka sebagai subordinat laki-laki. Salah satu bentuk

BAB I PENDAHULUAN. masih memandang mereka sebagai subordinat laki-laki. Salah satu bentuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konstruksi budaya patriarki yang masih mengakar kuat di Indonesia hingga saat ini, mengakibatkan posisi perempuan semakin terpuruk, terutama pada kelompok miskin. Perempuan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebebasan pers Indonesia ditandai dengan datangnya era reformasi dimulai

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebebasan pers Indonesia ditandai dengan datangnya era reformasi dimulai BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kebebasan pers Indonesia ditandai dengan datangnya era reformasi dimulai tahun 1998 setelah peristiwa pengunduran diri Soeharto dari jabatan kepresidenan. Pers Indonesia

Lebih terperinci

BERITA LITERASI MEDIA DAN WEBSITE KPI (ANALISIS ISI KUANTITATIF BERITA MENGENAI LITERASI MEDIA PADA WEBSITE KOMISI PENYIARAN INDONESIA)

BERITA LITERASI MEDIA DAN WEBSITE KPI (ANALISIS ISI KUANTITATIF BERITA MENGENAI LITERASI MEDIA PADA WEBSITE KOMISI PENYIARAN INDONESIA) BERITA LITERASI MEDIA DAN WEBSITE KPI (ANALISIS ISI KUANTITATIF BERITA MENGENAI LITERASI MEDIA PADA WEBSITE KOMISI PENYIARAN INDONESIA) Karina Pinem 100904046 Abstrak Penelitian ini berjudul Literasi Media

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN. Pertama, poligami direpresentasikan oleh majalah Sabili, Syir ah dan NooR dengan

BAB VI KESIMPULAN. Pertama, poligami direpresentasikan oleh majalah Sabili, Syir ah dan NooR dengan BAB VI KESIMPULAN 6.1 Kesimpulan Hasil analisa wacana kritis terhadap poligami pada media cetak Islam yakni majalah Sabili, Syir ah dan NooR ternyata menemukan beberapa kesimpulan. Pertama, poligami direpresentasikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa dan manusia bagai dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan.

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa dan manusia bagai dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Bahasa dan manusia bagai dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan. Manusia selalu memerlukan bahasa di setiap geraknya, hampir dapat dipastikan semua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Stasiun televisi ini berkembang karena masyarakat luas haus akan hiburan

BAB I PENDAHULUAN. Stasiun televisi ini berkembang karena masyarakat luas haus akan hiburan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan dunia pertelevisian di Indonesia saat ini sangatlah pesat, salah satu buktinya adalah banyak stasiun televisi yang bermunculan. Stasiun televisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB I PENDAHULUAN I.1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Perempuan selalu menjadi sebuah topik yang menarik untuk dibicarakan terutama di dalam media massa. Pandangan masyarakat mengenai perempuan selama ini seringkali

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar belakang Penelitian

PENDAHULUAN Latar belakang Penelitian PENDAHULUAN Latar belakang Penelitian Sejalan dengan perkembangan teknologi informasi yang melahirkan konsekueansi logis bagi dunia penyiaran radio, maka dengan perkembangan daya pikir seorang manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Karya sastra adalah salah satu jenis hasil budidaya masyarakat yang dinyatakan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Karya sastra adalah salah satu jenis hasil budidaya masyarakat yang dinyatakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Karya sastra adalah salah satu jenis hasil budidaya masyarakat yang dinyatakan dengan bahasa, baik lisan maupun tulis, yang mengandung keindahan. Karya sastra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perempuan karir, dalam segala levelnya, kian hari kian mewabah. Dari posisi pucuk pimpinan negara, top executive, hingga kondektur bus bahkan tukang becak. Hingga kini

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Setiap media, didalamnya mengandung sebuah pesan akan makna tertentu. Pesan tersebut digambarkan melalui isi dari media tersebut, bisa berupa lirik (lagu), alur cerita (film),

Lebih terperinci

BAB V. Refleksi Hasil Penelitian

BAB V. Refleksi Hasil Penelitian BAB V Refleksi Hasil Penelitian 5.2.1 Implikasi Teoritis Implikasi teoritis yang didapatkan dalam penelitian ini yaitu media menciptakan pesan yang disampaikan kepada khalayak dan khalayak memaknai pesan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pikiran atau perasaan oleh seseorang (komunikator) kepada orang lain

BAB I PENDAHULUAN. pikiran atau perasaan oleh seseorang (komunikator) kepada orang lain BAB I PENDAHULUAN 1.1 latar belakang masalah Proses komunikasi pada hakekatnya adalah suatu proses penyampaian pikiran atau perasaan oleh seseorang (komunikator) kepada orang lain (komunikan). Secara umum,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peran Berita Politik Dalam Surat Kabar Pikiran Rakyat Terhadap Pengetahuan Politik Mahasiswa Ilmu Sosial se-kota Bandung

BAB I PENDAHULUAN. Peran Berita Politik Dalam Surat Kabar Pikiran Rakyat Terhadap Pengetahuan Politik Mahasiswa Ilmu Sosial se-kota Bandung BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi di era globalisasi ini, terutama teknologi informasi dan komunikasi yang semakin berkembang dengan cepat,

Lebih terperinci

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejarah dikenal sebagai salah satu cabang ilmu yang mempelajari peristiwa pada masa lampau untuk kemudian diaplikasikan pada masa kini bahkan diproyeksikan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra diciptakan berdasarkan imajinasi dan berlandaskan pada bahasa yang digunakan untuk memperoleh efek makna tertentu guna mencapai efek estetik. Sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam satu dasawarsa terakhir ini, telah melahirkan karakteristik tertentu dalam

BAB I PENDAHULUAN. dalam satu dasawarsa terakhir ini, telah melahirkan karakteristik tertentu dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Liberalisasi politik yang hadir bersamaan dengan liberalisasi ekonomi dalam satu dasawarsa terakhir ini, telah melahirkan karakteristik tertentu dalam pemilihan umum

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI... ii. KATA PENGANTAR... iii. DAFTAR GAMBAR... viii BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah.

DAFTAR ISI. HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI... ii. KATA PENGANTAR... iii. DAFTAR GAMBAR... viii BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL...i HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... v DAFTAR GAMBAR... viii ABSTRAKSI... ix BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang Masalah. 1 1.2.

Lebih terperinci