BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik Obyek Penelitian Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh pemberian 1,25 Dihydroxyvitamin D (Calcitriol) terhadap kadar Fibroblast Growth Factor-23 (FGF-23) dan Albuminuria pada pasien Penyakit Ginjal Kronik (PGK) stadium V di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr. Moewardi Surakarta. Obyek penelitian dikumpulkan 43 pasien Penyakit Ginjal Kronik Stadium V dilakukan inklusi dan eksklusi didapatkan 30 pasien. Dari 30 pasien dilakukan randomisasi dibagi menjadi 2 kelompok yang digolongkan menjadi kelompok placebo dan perlakuan masing-masing 15 pasien. Dalam perjalanan kelompok placebo drop out 4 pasien karena keluarga pasien tidak menyetujui untuk melanjutkan penelitian dan satu lagi mengalami perburukan karena overload cairan. Sehingga tersisa baik kelompok perlakuan maupun kelompok placebo dengan total 26 orang. Obyek penelitian berjumlah 26 orang dibagi dalam dua kelompok sampel yaitu kelompok placebo dengan jumlah sampel sebanyak 11 orang dan kelompok perlakuan dengan jumlah sampel sebanyak 15 orang. Kelompok perlakuan mendapatkan perlakuan dengan pemberian 1,25 Dihydroxyvitamin D (Calcitriol), sedangkan kelompok placebo tidak mendapatkan perlakuan pemberian 1,25 Dihydroxyvitamin D (Calcitriol) itu tetapi diberikan plasebo. Sebelum melakukan analisis lebih lanjut, lebih dahulu dijelaskan karakteristik obyek penelitian untuk masing-masing kelompok sampel. Selain deskripsi singkat tentang karakteristik obyek penelitian, sekaligus dilihat sejauhmana tingkat homogenitas karakteristik obyek penelitian itu berdasarkan kelompok sampel. Karakteristik penelitian yang berupa variabel kualitatif, uji homogenitas dilakukan menggunakan uji Chi Square. Karakteristik penelitian yang berupa variabel-variabel kuantitatif, uji homogenitas dilakukan menggunakan uji beda 2 mean dimana jenis ujinya didasarkan pada distribusi data variabel karakteristik itu. Jika distribusi data variabel bersifat normal, maka uji beda 2 mean menggunakan jenis analisis statistik parametrik yaitu uji t untuk beda 2 mean sampel independent. Namun apabila distribusi data bersifat tidak normal, maka uji beda 2 mean menggunakan jenis analisis statistik non parametrik yaitu uji Mann-Whitney. 57

2 58 43 pasien Penyakit Ginjal Kronik stadium V Kriteria Inklusi Kriteria Eksklusi 30 pasien Randomisasi 15 pasien Kelompok Placebo 15 pasien Kelompok Uji Sebelum perlakuan: Sampel darah Fibroblast Growth Factor-23 (FGF-23) Sampel urin (Albuminuria) Sebelum perlakuan: Sampel darah Fibroblast Growth Factor-23 (FGF-23) Sampel urin (Albuminuria) Teraapi standar + Placebo 11 pasien setelah perlakuan: Sampel darah Fibroblast Growth Factor-23 (FGF-23) Sampel urin (Albuminuria) Drop Out : Kelompok placebo (4) Terapi standar + Calcitriol oral 1x0,5µg (4 minggu) 15 pasien setelah perlakuan: Sampel darah Fibroblast Growth Factor-23 (FGF-23) Sampel urin (Albuminuria) Analisis Statistik Gambar 5.1. Perjalanan penelitian Hasil uji homogenitas variabel karakteristik jenis kelamin menunjukkan bahwa variabel tersebut memiliki sebaran yang homogen antara kelompok sampel kontrol dan perlakuan. Nilai chi kuadrat didapatkan sebesar 3,939 dengan probabilitas sebesar 0,055 (p>0,05) yang berarti tidak ada perbedaan proporsi jenis kelamin laki-laki atau perempuan antara kelompok plasebo dan kelompok perlakuan.

3 59 Tabel 5.1. Perbandingan Jenis Kelamin Kelompok Placebo dan Kelompok Perlakuan Placebo Perlakuan Uji Chi Square Jenis Kelamin N % N % Χ 2 P value Laki-laki 3 27, ,70 Perempuan 8 72, ,30 Total , ,00 3,939 0,055 Berdasarkan tabel 5.1. di atas, pada kelompok plaacebo dari 11 orang sampel terdiri dari 3 orang laki-laki (27,30 persen) dan 8 orang perempuan (72,70 persen), sedangkan pada kelompok perlakuan dengan 15 orang sampel juga terdiri dari 10 orang laki-laki (66,70 persen) dan 5 orang perempuan (33,30 persen). Dengan komposisi jenis kelamin seperti diuraikan di atas didapatkan hasil pengujian bahwa variabel jenis kelamin adalah homogen berdasarkan kelompok sampel. Variabel karakteristik umur responden menunjukkan nilai rata-rata 48,93 tahun untuk kelompok perlakuan dengan standar deviasi 11,17 tahun dan sebesar 47,91 tahun untuk kelompok kontrol dengan standar deviasi sebesar 11,38 tahun. Distribusi data variabel umur baik pada kelompok kontrol maupun kelompok perlakuan bersifat tidak normal sehingga uji homogenitas untuk variabel umur digunakan uji statistic non parametrik uji beda 2 mean dengan uji Mann Whitney. Hasil analisis uji beda 2 mean menggunakan uji Mann Whitney mendapatkan nilai Z sebesar -0,235 dengan probabilitas 0,838 (p>0,05). Hasil itu menunjukkan uji beda 2 mean yang tidak signifikan pada derajat signifikansi 5 persen, yang berarti bahwa rata-rata umur antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan itu tidak berbeda secara meyakinkan atau dengan kata lain variabel karakteristik umur bersifat homogen. Deskripsi dan hasil pengujian karakteristik umur adalah sebagai berikut: Tabel 5.2. Perbandingan Umur Kelompok Placebo Kelompok Perlakuan Placebo Perlakuan Uji Beda 2 Mean Variabel Rata-rata Std Deviasi Rata-rata Std Deviasi Nilai t P value Umur (tahun) 47,91 11,38 48,93 11,17-0,235 0,838

4 60 Selain jenis kelamin dan umur sebagai karakteristik demografis, pengujian homogenitas juga dilakukan terhadap variabel karakteristik klinis yang meliputi Lama HD, Sistole, Diastole, Berat Badan (BB), HB, AL, Ureum, Creatinin, Kalsium, Albumin, Vitamin D Total dan Glukosa Darah Sewaktu (GDS). Setelah masing-masing variabel itu diuji normalitas datanya, kemudian dilanjutkan uji homogenitas variabel itu menurut kelompok sampel. Distribusi data variable Sistole, BB, HB, AL, Ureum, Creatinin, Albumin, Vitamin D Total dan GDS cenderung bersifat normal sehingga uji homogenitas atas variablevariabel di atas menggunakan statistik uji beda 2 mean uji t untuk sampel independent, sedangkan distribusi data variable Lama HD, Diastoledan Kalsium bersifat tidak normal sehingga uji homogenitas yang dilakukan menggunakan uji statistik beda 2 mean dengan uji Mann-Whitney. Berdasarkan deskripsi dan pengujian homogenitas variabel karakteristik klinis dalam tabel 5.3. berikut menunjukkan bahwa semua variabel karakteristik klinis bersifat homogen, karena perbedaan rata-rata variabel-variabel karakteristik klinis tersebut pada dua kelompok sampel yaitu kelompok perlakuan dan kelompok sampel tidak signifikan pada derajat signifikansi 5 persen (p>0,05). Deskripsi dan hasil pengujian homogenitas variabel karakteristik klinis yang bersifat dalam penelitian ini dapat disajikan dalam tabel berikut: Tabel 5.3. Perbandingan Variabel Karakteristik Klinis Awal pada Kelompok Placebo dan Kelompok Perlakuan Placebo Perlakuan Uji Beda 2 Mean Variabel Ratarata Std Rata- Std Nilai P value Deviasi rata Deviasi Statistik Lama HD 1,44 1,06 2,17 1,98 Z = -0,809 0,443 Sistole 148,18 17,22 159,33 22,82 t = -1,359 0,187 Diastole 90,91 5,39 95,33 9,15 Z = -1,251 0,281 BB 53,73 8,13 55,87 10,26 t = -0,572 0,573 HB 9,15 1,10 9,66 0,88 t = -1,299 0,206 AL 7,41 1,27 7,59 0,80 t = -0,455 0,653 Ureum 125,91 47,82 134,13 58,01 t = -0,384 0,705 Cretinin 10,67 1,90 11,07 4,66 t = -0,265 0,793 Kalsium 1,02 0,08 0,99 0,08 Z = -1,254 0,217

5 61 Albumin 3,78 0,23 3,75 0,24 t = 0,373 0,713 Vitamin D Total 17,69 7,82 14,47 3,88 t = 1,387 0,178 GDS 131,00 18,76 138,87 15,72 t = -1,162 0,257 Keterangan : *) Signifikan pada derajat signifikansi 5 persen. Uji homogenitas atas variabel Sistole, BB, HB, AL, Ureum, Creatinin, Albumin, Vitamin D Total dan GDS dengan menggunakan uji beda 2 uji t untuk sampel independent menunjukkan perbedaan yang tidak signifikan (p>0,05) yang berarti kesembilan variabel karakteristik klinis itu homogen. Uji homogenitas atas variabel Lama HD, Diastole dan Kalsium dengan menggunakan uji beda 2 mean uji Mann-Whitney menunjukkan perbedaan yang tidak signifikan (p>0,05) yang berarti keempat variabel karakteristik klinis itu homogen. Dengan demikian karena hampir semua variabel karakteristik baik demografis (jenis kelamin dan umur) maupun variabel klinis (Lama HD, Sistole, Diastole, Berat Badan (BB), HB, AL, Ureum, Creatinin, Kalsium, Albumin, Vitamin D Total dan Glukosa Darah Sewaktu (GDS) bersifat homogen, maka analisis dapat dilanjutkan pada pengujian terhadap variabel utama yaitu Fibroblast Growth Factor-23 (FGF-23) dan Albuminuria. 5.2 Pengujian Variabel Utama Pembuktian hipotesis ada pengaruh pemberian 1,25 Dihydroxyvitamin D (Calcitriol) terhadap kadar Fibroblast Growth Factor-23 (FGF-23) dan Albuminuria dilakukan dengan tiga cara, yaitu: 1. Menguji beda 2 mean Fibroblast Growth Factor-23 dan Albuminuria antara kelompok perlakuan dan kelompok placebo untuk masing-masing kondisi sebelum dan sesudah pemberian 1,25 Dihydroxyvitamin D (Calcitriol) dengan uji beda 2 mean sampel independent. Dengan langkah ini diharapkan pada kondisi setelah pemberian perlakuan perbedaan mean kelompok placebo dan kelompok sampel akan terjadi perbedaan yang signifikan, sedangkan pada kondisi sebelum pemberian perlakuan tidak terjadi perbedaan yang signifikan, karena pada kondisi ini sama-sama tidak diberikan perlakuan pemberian 1,25 Dihydroxyvitamin D (Calcitriol). 2. Menguji beda 2 mean variabel Fibroblast Growth Factor-23 dan Albuminuria sebelum dan sesudah dilakukan perlakuan untuk masing-masing kelompok sampel dengan uji beda 2 mean untuk sampel berpasangan. Dengan langkah ini diharapkan pada kelompok perlakuan akan terjadi perbedaan yang signifikan, sedangkan pada

6 62 kelompok placebo tidak terjadi perbedaan yang signifikan karena pada kelompok ini tidak diberikan perlakuan pemberian 1,25 Dihydroxyvitamin D (Calcitriol). 3. Menguji beda 2 mean variabel perubahan variabel Fibroblast Growth Factor-23 (delta- Fibroblast Growth Factor-23) dan perubahan variabel Albuminuria (delta-albuminuria) dengan uji beda 2 mean untuk sampel independent. Dengan langkah ini diharapkan ada perbedaan signifikan beda 2 mean kedua variabel perubahan tersebut (delta-fibroblast Growth Factor-23 dan delta-albuminuria) antar kelompok perlakuan dan kelompok placebo, karena kelompok perlakuan diharapkan mengalami perubahan setelah perlakuan sedangkan kelompok placebo tidak berubah setelah perlakuan. Sebelum dilakukan pengujian beda 2 mean itu, terlebih dahulu juga dilakukan pengujian normalitas data variabel utama untuk memastikan jenis uji statistik yang akan digunakan untuk pengujian beda 2 mean dimaksud. Langkah Pertama, variable Fibroblast Growth Factor-23 pada kondisi sebelum perlakuan pemberian 1,25 Dihydroxyvitamin D (Calcitriol), untuk data pada kelompok placebo berdistribusi tidak normal dan pada kelompok perlakuan berdistribusi normal, sehingga uji beda 2 mean tersebut dapat menggunakan uji t untuk sampel independent. Variabel Albuminuria untuk data pada kelompok placebomaupun kelompok perlakuan masing-masing berdistribusi tidak normal, sehingga ui beda 2 mean itu menggunakan uji Mann Whitney. Hasil pengujian beda 2 mean kelompok placebo dan perlakuan untuk variabel Fibroblast Growth Factor-23 dan Albuminuria pada kondisi sebelum perlakuan pemberian 1,25 Dihydroxyvitamin D (Calcitriol) menunjukkan hasil pengujian yang tidak signifikan pada derajat signifikansi 5 persen (p>0,05). Dengan demikian variable Fibroblast Growth Factor-23 dan Albuminuria kelompok placebo dan perlakuan pada kondisi sebelum perlakuan pemberian 1,25 Dihydroxyvitamin D (Calcitriol) tidak berbeda secara meyakinkan atau berarti kedua rata-rata itu relatif sama. Nilai mean dan standar deviasi serta hasil pengujian variabel Fibroblast Growth Factor-23 dan Albuminuria kelompok placebo dan perlakuan pada kondisi sebelum perlakuan adalah:

7 63 Tabel 5.4. Perbandingan Variabel Fibroblast Growth Factor-23 dan Albuminuria pada Kelompok Placebo dan Perlakuan di Kondisi Sebelum Perlakuan Placebo Perlakuan Uji Beda 2 Mean Variabel Rata-rata Std Rata-rata Std Nilai Deviasi Deviasi Statistik P value Fibroblast Growth Factor-23 (RU/mL) 876,24 795, ,96 845,97 t = -1,021 0,317 Albuminuria (µg/mg) 72,30 195,06 206,63 327,25 Z = -1,012 0,330 Keterangan: *) Signifikan pada derajat signifikansi 5 persen (p<0,05). **) Signifikan pada derajat signifikansi 1 persen (p<0,01). Variabel Fibroblast Growth Factor-23 sesudah perlakuan pemberian 1,25 Dihydroxyvitamin D (Calcitriol) pada kelompok placebo berdistribusi normal namun pada kelompok perlakuan berdistribusi tidak normal, sehingga uji beda 2 mean itu dapat menggunakan uji t untuk sampel independent. Sementara variabel Albuminuria sesudah perlakuan pemberian 1,25 Dihydroxyvitamin D (Calcitriol) pada kelompok placebo maupun kelompok perlakuan memiliki distribusi tidak normal, sehingga uji beda 2 mean itu menggunakan uji Mann Whitney. Hasil pengujian beda 2 mean kelompok placebo dan perlakuan untuk variable Fibroblast Growth Factor-23 dan Albuminuria pada kondisi sesudah perlakuan pemberian 1,25 Dihydroxyvitamin D (Calcitriol) menunjukkan hasil pengujian yang signifikan untuk variable Fibroblast Growth Factor-23 dan Albuminuria dengan derajat signifikansi 5 persen (p<0,05). Hal itu berarti setelah mendapat perlakuan pemberian 1,25 Dihydroxyvitamin D (Calcitriol) variable Fibroblast Growth Factor-23 dan Albuminuria pada kelompok perlakuan masing-masing memiliki rata-rata lebih rendah (mengalami penurunan) secara meyakinkan.

8 64 Tabel 5.5. Perbandingan kadar Fibroblast Growth Factor-23 dan Albuminuria Kelompok Placebo dan Perlakuan pada Kondisi Sesudah Perlakuan. Placebo Perlakuan Uji Beda 2 Mean Variabel Rata-rata Std Rata-rata Std Nilai P value Deviasi Deviasi Statistik Fibroblast Growth Factor-23 (RU/mL) 1235,69 791,71 612,33 487,32 t = 2,484 0,020* Albuminuria (µg/mg) 320,14 208,90 192,89 316,00 Z = -2,103 0,036* Keterangan : *) Signifikan pada derajat signifikansi 5 persen. **) Signifikan pada derajat signifikansi 1 persen. Perbandingan rata-rata variabel kadar Fibroblast Growth Factor-23 pada kelompok placebo dan kelompok perlakuan sebelum dan sesudah perlakuan dapat digambarkan sebagai berikut : p = 0,317 p = 0,020 Gambar 5.2. Perbandingan Kadar Fibroblast Growth Factor-23 Kelompok Placebo dan Kelompok Perlakuan pada Kondisi Sebelum (p= 0,317) dan Sesudah (0,020) Perlakuan

9 65 Nampak dalam gambar di atas bahwa kondisi sebelum perlakuan pemberian 1,25 Dihydroxyvitamin D (Calcitriol) tidak ada perbedaan rata-rata variabel Fibroblast Growth Factor-23 antara kelompok placebo dan perlakuan. Setelah dilakukan pemberian 1,25 Dihydroxyvitamin D (Calcitriol) kepada kelompok perlakuan, rata-rata variable Fibroblast Growth Factor-23 menurun, sementara kelompok kontrol yang tidak diberi 1,25 Dihydroxyvitamin D (Calcitriol) rata-rata variabel Fibroblast Growth Factor-23 cenderung meningkat, sehingga perbedaan rata-rata Fibroblast Growth Factor-23 pada kelompok kontrol dan perlakuan itu semakin nyata. Hal itu terbukti pada kondisi sebelum perlakuan perbedaan rata-rata Fibroblast Growth Factor-23 kelompok placebo dan perlakuan tidak signifikan, sedangkan pada kelompok perlakuan perbedaan rata-rata Fibroblast Growth Factor-23 itu signifikan pada derajat signifikansi 5 persen. Dengan demikian hipotesis pertama yang menyatakan bahwa Ada pengaruh pemberian 1,25 Dihydroxyvitamin D (Calcitriol) terhadap kadar Fibroblast Growth Factor-23 pada pasien Penyakit Ginjal Kronik Stadium V yang menjalani hemodialisis, dapat dibuktikan kebenarannya. Sedangkan perbandingan rata-rata variabel Albuminuria kelompok placebo dan kelompok perlakuan pada kondisi sebelum dan sesudah perlakuan dapat digambarkan sebagai berikut: P=0,330 P=0,036 Gambar 5.3. Perbandingan Albuminuria Kelompok Plasebo dan Kelompok Perlakuan pada Kondisi Sebelum (p = 0,330) dan Sesudah (0,036) Perlakuan

10 66 Nampak dalam gambar di atas bahwa kondisi sebelum perlakuan pemberian 1,25 Dihydroxyvitamin D (Calcitriol) tidak ada perbedaan rata-rata variabel Albuminuria antara kelompok kontrol dan perlakuan. Setelah dilakukan pemberian 1,25 Dihydroxyvitamin D (Calcitriol) kepada kelompok perlakuan, rata-rata variabel Albuminuria menurun, sementara kelompok kontrol yang tidak diberi 1,25 Dihydroxyvitamin D (Calcitriol) ratarata variabel Albuminuria cenderung meningkat, sehingga perbedaan rata-rata Albuminuria pada kelompok kontrol dan perlakuan itu semakin nyata. Hal itu terbukti pada kondisi sebelum perlakuan perbedaan rata-rata Albuminuria kelompok kontrol dan perlakuan tidak signifikan, sedangkan pada kelompok perlakuan perbedaan rata-rata Albuminuria itu signifikan pada derajat signifikansi 5 persen. Dengan demikian hipotesis kedua yang menyatakan bahwa Ada pengaruh pemberian 1,25 Dihydroxyvitamin D (Calcitriol) terhadap Albuminuria pada pasien Penyakit Ginjal Kronik Stadium V yang menjalani hemodialisis, juga dapat benar-benar terbukti secara meyakinkan. Jadi dengan pemberian 1,25 Dihydroxyvitamin D (Calcitriol) benar-benar dapat menurunkan Fibroblast Growth Factor-23 dan Albuminuria. Langkah Kedua, variable Fibroblast Growth Factor-23 sebelum perlakuan pada kelompok placebo berdistribusi tidak normal sementara sesudah perlakuan berdistribusi normal, maka uji beda 2 mean untuk sampel berpasangan dapat dilakukan dengan uji beda 2 mean dengan uji t untuk sampel berpasangan. Demikian pula variabel Albuminuria sebelum perlakuan pada kelompok placebo memiliki distribusi tidak normal, namun sesudah perlakuan memiliki distribusi normal, sehingga uji beda 2 mean variabel Albuminuria sebelum dan sesudah perlakuan pada kelompok placebo ini juga dapat menggunakan uji beda 2 mean dengan uji t untuk sampel berpasangan. Hasil pengujian beda 2 mean variabel Fibroblast Growth Factor-23 sebelum dan sesudah perlakuan pada kelompok placebo menunjukkan bahwa rata-rata variable Fibroblast Growth Factor-23 tersebut berubah meningkat tidak signifikan pada derajat signifikansi 5 persen (p>0,05). Sedangkan pengujian beda 2 mean variabel Albuminuria sebelum dan sesudah perlakuan pada kelompok placebo bahwa rata-rata variabel Albuminuria itu berubah meningkat signifikan pada derajat signifikansi 5 persen (p<0,05). Perbandingan variabel Fibroblast Growth Factor-23 dan Albuminuria sebelum dan sesudah perlakuan pada kelompok placebo itu adalah sebagai berikut:

11 67 Tabel 5.6. Perbandingan Fibroblast Growth Factor-23 dan Albuminuria Sebelum dan Sesudah Perlakuan pada Kelompok Placebo Sebelum Sesudah Uji Beda 2 Mean Variabel Rata-rata Std Rata-rata Std Nilai P value Deviasi Deviasi Statistik Fibroblast Growth Factor-23 (RU/mL) 876,24 795, ,69 791,71 t = -2,128 0,059 Albuminuria (µg/mg) 72,30 195,06 320,14 208,90 t = -4,338 0,001* Keterangan: * Signifikan pada Derajat Signifikansi 5 persen. Variabel Fibroblast Growth Factor-23 sebelum pada kelompok sampel perlakuan berdistribusi normal, namun sesudah perlakuan variabel Fibroblast Growth Factor-23 pada kelompok placebo itu berdistribusi tidak normal, sehingga pengujian beda 2 mean sebelum dan sesudah perlakuan pada kelompok perlakuan itu dapat menggunakan uji t untuk sampel berpasangan. Variabel Albuminuria sebelum dan sesudah perlakuan pada kelompok sampel perlakuan masing-masing berdistribusi tidak normal, sehingga pengujian beda 2 mean sebelum dan sesudah perlakuan pada kelompok perlakuan itu menggunakan uji Wilcoxon. Hasil pengujian beda 2 mean sampel berpasangan variabel Fibroblast Growth Factor-23 dengan menggunakan uji t untuk sampel berpasangan menunjukkan hasil pengujian yang signifikan pada derajat signifikansi sebesar 5 persen (p<0,05). Demikian pula hasil pengujian beda 2 mean berpasangan atas variabel Albuminuria sebelum dan sesudah perlakuan pada kelompok sampel perlakuan menunjukkan hasil pengujian yang signifikan pada derajat signifikansi sebesar 5 persen (p<0,05) untuk kedua variabel tersebut. Hal itu dapat diartikan bahwa setelah mendapatkan perlakuan pemberian 1,25 Dihydroxyvitamin D (Calcitriol), variabel Fibroblast Growth Factor-23 dan Albuminuria mengalami perubahan secara meyakinkan. Variabel Fibroblast Growth Factor-23 setelah perlakuan mengalami perubahan yang menurun secara meyakinkan, demikian pula variabel Albuminuria setelah perlakuan juga mengalami perubahan yang menurun secara signifikan.

12 68 Tabel 5.7. Perbandingan Fibroblast Growth Factor-23 dan Albuminuria Sebelum dan Sesudah Perlakuan pada Kelompok Perlakuan Sebelum Sesudah Uji Beda 2 Mean Variabel Rata-rata Std Rata-rata Std Nilai P value Deviasi Deviasi Statistik Fibroblast Growth Factor-23 (RU/mL) 1210,96 845,97 612,33 487,32 t = 3,812 0,002** Albuminuria (ug/mg) 206,63 327,25 192,89 316,00 t = -3,408 0,001** Keterangan: * Signifikan pada Derajat Signifikansi 5 persen. ** Signifikan pada Derajat Signifikansi 1 persen. Perbandingan rata-rata variabel kadar Fibroblast Growth Factor-23 sebelum dan sesudah perlakuan baik pada kelompok placebo maupun kelompok perlakuan dapat digambarkan sebagai berikut : Fibroblast Growth Factor-23 p = 0,059 p = 0,002 RU/mL 1, , , , , Sebelum Sesudah Plasebo Perlakuan Gambar 5.4. Perbandingan Kadar Fibroblast Growth Factor-23 Sebelum dan Sesudah Perlakuan pada Kelompok Placebo maupun kelompok perlakuan Nampak dalam gambar di atas bahwa pada kelompok placebo rata-rata variabel Fibroblast Growth Factor-23 sebelum dan setelah perlakuan pemberian 1,25 Dihydroxy vitamin D (Calcitriol) cenderung tidak ada perbedaan yang meyakinkan. Pada kelompok perlakuan, rata-rata variabel Fibroblast Growth Factor-23 mengalami perubahan menurun

13 69 setelah dilakukan pemberian 1,25 Dihydroxyvitamin D (Calcitriol), sehingga perbedaan rata-rata Fibroblast Growth Factor-23 sebelum dan sesudah perlakuan pada kelompok perlakuan itu relatif lebih nyata penurunannya. Hal itu terbukti pada kelompok placebo perbedaan rata-rata Fibroblast Growth Factor-23 sebelum dan setelah perlakuan tidak signifikan, sedangkan pada kelompok perlakuan perbedaan rata-rata Fibroblast Growth Factor-23 itu sebelum dan sesudah perlakuan signifikan pada derajat signifikansi 5 persen. Dengan demikian hipotesis pertama yang menyatakan bahwa Ada pengaruh pemberian 1,25 Dihydroxyvitamin D (Calcitriol) terhadap kadar Fibroblast Growth Factor-23 pada pasien Penyakit Ginjal Kronik Stadium V yang menjalani hemodialisis, dapat dibuktikan kebenarannya. Sedangkan perbandingan rata-rata variabel Albuminuria sebelum dan sesudah perlakuan baik pada kelompok placebo maupun kelompok perlakuan adalah: Albuminuria μg/mg p = 0, p = 0, Sebelum Sesudah Plasebo Perlakuan Gambar 5.5. Perbandingan Albuminuria Sebelum dan Sesudah Perlakuan pada Kelompok Placebo dan Kelompok Perlakuan Nampak dalam gambar di atas bahwa pada kelompok placebo rata-rata variabel Albuminuria sebelum dan setelah perlakuan pemberian 1,25 Dihydroxyvitamin D (Calcitriol) cenderung berbeda dengan kecenderungan meningkat bahkan dengan peningkatan yang meyakinkan. Pada kelompok perlakuan, rata-rata variabel Albuminuria mengalami perubahan menurun setelah dilakukan pemberian 1,25 Dihydroxyvitamin D (Calcitriol), sehingga perbedaan rata-rata Albuminuria sebelum dan sesudah perlakuan pada kelompok perlakuan itu relatif lebih nyata penurunannya. Dan ternyata perubahan

14 70 menurun variabel Albuminuria setelah perlakuan pada kelompok sampel perlakuan itu signifikan pada derajat signifikansi 5 persen. Dengan demikian hipotesis kedua yang menyatakan bahwa: Ada pengaruh 1,25 Dihydroxyvitamin D (Calcitriol) terhadap Albuminuria pada pasien Penyakit Ginjal Kronik Stadium V yang menjalani hemodialisis dapat benar-benar terbukti secara meyakinkan. Langkah Ketiga, pembuktian hipotesis pertama dan kedua itu juga dapat dilakukan dengan menggunakan pengujian atas variabel perubahan Fibroblast Growth Factor-23 (delta-fibroblast Growth Factor-23) dan perubahan Albuminuria (delta-albuminuria). Variabel perubahan Fibroblast Growth Factor-23 (delta-fibroblast Growth Factor-23) merupakan selisih Fibroblast Growth Factor-23 sebelum perlakuan dengan Fibroblast Growth Factor-23 sesudah perlakuan, sedangkan variabel perubahan Albuminuria (deltaalbuminuria) merupakan selisih Albuminuria sebelum perlakuan dengan Albuminuria sesudah perlakuan. Maka apabila rata-rata variabel perubahan (delta) itu positif menunjukkan adanya penurunan setelah ada perlakuan dan sebaliknya jika rata-rata variabel perubahan (delta) itu negatif berarti setelah ada perlakuan variabel itu mengalami peningkatan. Variabel delta-fibroblast Growth Factor-23 pada kelompok placebo berdistribusi normal dan pada kelompok perlakuan memiliki distribusi tidak normal, sehingga pengujian beda 2 mean delta-fibroblast Growth Factor-23 pada kelompok placebo dan perlakuan dapat menggunakan uji t untuk sampel independent. Variabel deltaalbuminuriapada kelompok control memiliki distribusi normal sedangkan pada kelompok perlakuan berdistribusi tidak normal, sehingga uji beda 2 mean itu dapat menggunakan uji t untuk sampel independent. Uji beda 2 mean variabel delta Fibroblast Growth Factor-23 dan delta Albuminuria pada kelompok placebo dan kelompok perlakuan dengan mengunakan uji t untuk sampel independent mendapatkan hasil bahwa kedua variabel itu berbeda secara meyakinkan pada derajat signifikansi sebesar 5 persen (p<0,05).

15 71 Tabel 5.8 Perbandingan Delta Fibroblast Growth Factor-23 dan Delta Albuminuria pada Kelompok Placebo dan Kelompok Perlakuan Placebo Perlakuan Uji Beda 2 Mean Variabel Rata-rata Std Rata-rata Std Nilai P value Deviasi Deviasi Statistik Delta-Fibroblast Growth Factor ,45 560,23 598,63 608,27 t = -5,332 0,001** (RU/mL) Delta-albuminuria (µg/mg) -247,84 189,48 13,73 23,15 t = -4,100 0,001** Keterangan : * Signifikan pada Derajat Signifikansi 5 persen. ** Signifikan pada Derajat Signifikansi 1 persen. Nampak bahwa perubahan Fibroblast Growth Factor-23 (delta-fibroblast Growth Factor-23) dan perubahan Albuminuria (delta-albuminuria) pada kelompok placebo masing-masing negatif yang berarti sebelum diberi 1,25 Dihydroxyvitamin D (Calcitriol) kedua variabel itu cenderung mengalami peningkatan, namun setelah diberikan perlakuan dengan pemberian 1,25 Dihydroxyvitamin D (Calcitriol) masing-masing variabel Fibroblast Growth Factor-23 dan Albuminuria meningkat hal itu nampak pada selisih kedua variabel pada kelompok perlakuan yang bernilai rata-rata positif. Perbandingan ratarata variabel Delta-Fibroblast Growth Factor-23 dan Delta-albuminuria pada kelompok placebo dan kelompok perlakuan dapat digambarkan sebagai berikut : Delta FGF-23 dan Delta Albuminuria Plasebo Perlakuan p=0, Delta FGF-23 p=0, Delta Albumin

16 72 Gambar 5.6. Perbandingan Variabel Perubahan Fibroblast Growth Factor-23 (Delta- Fibroblast Growth Factor-23) dan perubahan Albuminuria (Deltaalbuminuria) pada Kelompok placebo (p=0,001) dan Kelompok Perlakuan (p=0,001) Sehingga dengan demikian hipotesis pertama yang menyatakan bahwa : Ada pengaruh pemberian 1,25 Dihydroxyvitamin D (Calcitriol) terhadap kadar Fibroblast Growth Factor-23 pada pasien Penyakit Ginjal Kronik Stadium V yang menjalani hemodialisis dapat dibuktikan kebenarannya. Demikian pula hipotesis kedua yang menyatakan bahwa : Ada pengaruh 1,25 Dihydroxyvitamin D (Calcitriol) terhadap Albuminuria pada pasien Penyakit Ginjal Kronik Stadium V yang menjalani hemodialisis juga dapat dibuktikan kebenarannya

17 73 BAB 6 PEMBAHASAN 6.1 Berdasarkan Prinsip Ontologi Berdasarkan prinsip ontologi,penyakit Ginjal Kronis (PGK) adalah suatu proses patofisiologi dengan etiologi yang beragam yang dapat mengakibatkan penurunan fungsi ginjal secara progresif dan pada umumnya akan berakhir dengan gagal ginjal. Gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang ireversibel, dimana pada suatu derajat memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, baik berupa dialisis atau transplantasi ginjal (Suwitra, 2006). Penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada pasien Penyakit Ginjal Kronik adalah insiden kardiovaskuler yang didasari oleh proses aterosklerosis. Stres oksidatif dan reaksi inflamasi merupakan faktor yang bertanggung jawab dalam pembentukan dan perkembangan plak arteriosklerotik (Montesa et al, 2009). Peningkatan kadar substansi prooksidan dan penurunan kadar antioksidan pada pasien dialisis memainkan peran penting terjadinya stres oksidatif dan menghasilkan kerusakan molekul yang ireversibel. Adanya hubungan antara stres oksidatif dan insiden kardiovaskuler pada pasien hemodialisis telah dibuktikan oleh banyak penelitian (Payson et al, 2004). Berbagai macam faktor resiko dan perubahan metabolik yang didapatkan pada kondisi uremia, berkontribusi terhadap terjadinya faktor resiko penyakit kardiovaskuler pada populasi tersebut (Muntner, 2005). Fibroblast Growth Factor-23 sangat penting untuk mempertahankan homeostasis fosfat dan dikaitkan dengan regulasi metabolisme vitamin D (1,25 (OH) 2 D 3) (Yu dan Putih,2005; Liu et al, 2006; Razzaque dan Lanske, 2006). Fibroblast Growth Factor-23 berinteraksi dengan reseptor Fibroblast Growth Factor Reseptor (FGFRs) karena adanya kofaktor klotho (Goetz et al 2007; Kurosu et al, 2006; Urakawa et al, 2006). Gen klotho mengkode protein transmembran dengan ekstraseluler domain terdiri dari dua domain homolog yangurutan homolog dengan b- glukosidase. Klotho memfasilitasi pengikatan Fibroblast Growth Factor-23 untuk Fibroblast Growth Factor Reseptor FGFR1c, FGFR3c dan FGFR4 (Kurosu et al, 2006; Urakawa et al, 2006). Ekspresi klotho menentukan spesifisitas fungsi jaringan Fibroblast Growth Factor-23(Urakawa et al, 2006; Torres et al, 2007). Klotho sebagian

18 74 besar terdapat dalam sel epitel tubulus distal ginjal, kelenjar paratiroid dan glandula hipofisis (Torres et al, 2007; Nabeshima Y, 2006). Fibroblast Growth Factor-23- Klotho ditemukan untuk menghambat transportasi fosfat di sel epitel proksimal tubulus ginjal (PTEC) oleh cotransporters natrium fosfat (Yu dan Putih, 2005). Vitamin D merupakan salah satu dari hormon steroid dan terdapat secara alami dalam berbagai macam makanan. Sejumlah makanan yang telah difortifikasi dan juga sinar matahari yang memproduksi vitamin D di kulit, merupakan prohormon yang akan mengalami 2 tahap hidroksilasi untuk menghasilkan bentuk hormon yang aktif. Hidroksilasi pertama terjadi di hati menghasilkan 25(OH)D3 dan hidroksilasi tahap dua terjadi di ginjal dengan bantuan enzim 1 -hydroxylase yang menghasilkan bentuk aktif 1,25(OH)2D (Jia dan Zhang, 2013). Peran vitamin D sebagai anti inflamasi melalui penekanan pada jalur Nuclear Factor kb (NF-ĸB), dimana jalur Nuclear Factor kbini sangat berperan penting dalam progresivitas penyakit ginjal, karena jalur tersebut akan memicu inflamasi dan fibrogenesis melalui pelepasan sitokin pro inflamasi (Lang, 2014). Peran vitamin D aktifdalam mengatasifibrosis ginjal dan disfungsi ginjal pada beberapa jalur patogen berkorelasi antara menurunnya vitamin D aktif pada ginjaldan rendahnya kadar serum 1,25(OH)2D3atau Calcitriol sering dikaitkan denganpenurunan fungsi ginjal (Llach dan Yudd, 1998). 6.2 Pendekatan prinsip Epistomologi a. Pengaruh pemberian 1,25 dihydroxyvitamin D (Calcitriol) terhadap kadar Fibroblast Growth Factor-23 pada pasien penyakit ginjal kronik stadium V. Penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian 1,25 dihydroxyvitamin D (calcitriol) pada kelompok perlakuan mengalami penurunan kadar Fibroblast Growth Factor-23 yang bermakna dibandingkan kelompok placebo pada pasien penyakit ginjal kronik stadium V. Hal ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan olehyan et al, 2013 yang menyebutkan bahwa rendahnya kadar 25- hydroxyvitamin Datau 25(OH) vitamin D berhubungan dengan meningkatnya resiko penyakit jantung vaskuler. Penelitian epidemiologi menyebutkan bahwa rendahnya kadar 25- hydroxy vitamin D berhubungan dengan meningkatnya resiko penyakit jantung vaskuler (Ku et al, 2013). Penelitian lain menyebutkan bahwa rendahnya kadar vitamin D

19 75 pada pasien Penyakit Ginjal Kronik baik pre dialisis maupun yang menjalani dialisis berhubungan erat dengan peningkatan mortalitas dan kejadian kardiovaskuler (Pilz et al, 2011). Fibroblast Growth Factor-23 mempunyai efek menghambat kalsifikasi melalui penurunan kalsium serum dan kadar fosfat. Shimada menunjukkanfibroblast Growth Factor-23dapat menekan ekspresi ginjal dari enzim 1a-hidroksilase dengan mengubah metabolit vitamin D ke dalam bentuk aktif (Shimada T et al, 2004). Fibroblast Growth Factor-23 dapat mengurangi kalsifikasi dengan menghambat aktivitas vitamin D. Inaba baru-baru ini melaporkan bahwa Fibroblast Growth Factor-23 merupakan faktor independen yang berhubungan dengan kalsifikasi pada arteri, tetapi tidak pada aorta pada pasien yang menjalani hemodialisis (Inaba et al, 2006). Kalsifikasi kardiovaskular merupakan penyebab utama kematian pada pasien penyakit ginjal kronis yang menjalani dialisis, meskipun serum Fibroblast Growth Factor-23 tinggi (Stompor T, 2007; Cozzolino et al, 2007; DeLoach SS dan Berns JS, 2007). Vitamin D juga mencegah nefrosklerosis dan memperlambat progresivitas Penyakit Ginjal Kronik melalui efek anti inflamasi dan anti proliferatimya. Pada pasien Penyakit Ginjal Kronik stadium 3-5, terapi dengan calcitriol dihubungkan dengan tren ke depan dapat memperlambat kebutuhan inisiasi dialisis. Vitamin D dikenal merupakan terapi lini pertama yang dapat menekan kadar hormon parathiroid pada pasien Penyakit Ginjal Kronik dengan hiperparathiroid sekunder. Selain menekan kadar hormon parathiroid, vitamin D juga dapat memodulasi respon imun dan diferensiasi sel. Karena efek tersebut, diharapkan vitamin D dapat mengontrol status inflamasi pada pasien Penyakit Ginjal Kronikdan pemberian vitamin D dapat menekan mortalitas pada pasien Penyakit Ginjal Kronik (Teng et al, 2003). b. Pengaruh pemberian 1,25 dihydroxyvitamin D (Calcitriol) terhadap Albuminuria pada pasien penyakit ginjal kronik stadium V. Pada penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian1,25 dihydroxyvitamin D (calcitriol) dapat menurunkan albuminuria pada Penyakit Ginjal Kronik stadium V. Hal ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Moscovici et

20 76 al, yang menyebutkan penurunan fungsi ginjal pada Penyakit Ginjal Kronikakan disertai dengan penurunan produksi 1,25-dihydroxyvitamin D, dimulai pada Penyakit Ginjal Kronik stadium 2 yang secara progresif bertambah rendah dengan bertambahnya stadium penyakit. Rendahnya kadar 1,25 dihydroxyvitamin D tersebut akan menyebabkan beberapa efek samping pada pasien Penyakit Ginjal Kronik, meliputi gangguan pada homeostasis mineral tulang dan hormon parathiroid, kalsifikasi ekstraskeletal dan terganggunya fungsi biologi multiorgan (Moscovici et al, 2007). Beberapa studi observasional menunjukkan rendahnya 25 (OH) D dan 1,25 (OH) 2D pada pasien Chronic Kidney Disease dan Endstate Renal Disease termasuk hilangnya protein yang mengikat vitamin D dalam urin, sintesis tidak efektif setelah terpapar radiasi ultraviolet dan berkurangnya asupan gizi (Wolf M et al, 2007; Bhan I,2010; Koenig KG, 1992). Rendahnyakadar D 25 (OH) pada pasien dengan Chronic Kidney Disease dan Endstate Renal Disease telah dikaitkan dengan resiko yang lebih tinggi dari seluruh penyebab kematian pada penyakit ginjal (Ravani P et al, 2009; Drechsler C et al, 2010; Drechsler C et al, 2011). Pada populasi umum, tingkat 25 (OH) D yang rendah juga dikaitkan dengan semua penyebabkematian, kejadian kardiovaskular, penyakit pembuluh darah perifer, hipertensi, gagal jantung kongestif dan kebutuhan untuk terapi penggantian ginjal (Melamed ML, 2008; Wang TJ et al, 2008; Forman JP et al, 2007). Rendahnya 1,25 (OH) dihubungkan dengan semua penyebab kematian, terapi vitamin D aktif juga telah dikaitkan dengan perkembangan lebih lambat untuk mencegah penyakit cardiovaskuler (Wolf M et al, 2007; Dobnig H et al, 2008). Beberapa jaringan memiliki 25-hydroxyvitamin D 1α-hidroksilase yang dapat mengkonversi 25-hydroxyvitaminD untuk 1,25 dihydroxyvitamin D (Zehnder, 2001). Namun pada serum 1,25 dihidroksivitamin D atau Calcitriol diatur oleh ginjal menjadi 25-hydroxyvitamin D 1α-hidroksilase. Dalam studi barubaru ini evaluasi penyakit ginjal tahap awal, defisiensi calcitriol (didefinisikan bila kadar vitamin D serum <22 pg/ ml ditemukan pada 32% Chronic Kidney Diseasestg 3 dan >60 % pada Chronic Kidney Disease stg 4 dan 5 pasien pradialisis (Levin, 2005). Dalam Journal Clinical of American Society of Nephrology tahun 2009 menyebutkan bahwa pemberian paricalcitol dapat menurunkan kadar Hormon

21 77 Paratiroid, sedangkan ergocalciferol tidak menurunkan kadar Hormon Paratiroid.Pada penelitian secara meta-analisis menunjukkan bahwa terapi vitamin D aktif telah terbukti menurunkan kadar Hormon Paratiroid (Kalantar ZK dan Kovesdy CP, 2009; Kovesdy CP et al, 2012). 6.3 Pendekatan Prinsip Axiologi Berdasarkan prinsip axiology, secara keseluruhan manfaat hasil penelitian ini adalah pemberian1,25 dihydroxyvitamin D (calcitriol 0,5µg/ hari)pada pasien penyakit ginjal kronik stadium V yang menjalani hemodialisis, dapat menurunkan resiko komplikasi atherosklerosis melalui penurunan kadar Fibroblast Growth Factor- 23 dan penurunan albuminuria. Dari hasil penelitian ini menunjukkan dapat digunakannya 1,25 dihydroxyvitamin D (calcitriol) sebagai terapi alternatif atau suplementasi dalam penatalaksanaan pasien penyakit ginjal kronik stadium V yang menjalani hemodialisis. 6.4 Keterbatasan Penelitian a. Penelitian ini hanya melibatkan satu center dengan subyek penelitian dan jangka waktu penelitian yang terbatas. b. Penggunaan obat rutin yang berbeda-beda pada masing-masing subyek penelitian tidak dapat diseragamkan sehingga tidak diketahui apakah terdapat pengaruh antara obat yang dikonsumsi pasien terhadap penyerapan vitamin D, kadar Fibroblast Growth Factor-23 dan albuminuria. c. Penelitian ini memerlukan gradasi dosis vitamin D, dalam hal ini dosis calcitriol, dimana perlu disesuaikan dengan level kadar 1,25 Dihydroxyvitamin D pada masing-masing individu, apakah dia masuk dalam kelompok defisiensi vitamin D (kadar serum vitamin D <20 ng/ ml) atau masuk dalam kelompok insuffisiensi vitamin D (kadar serum vitamin D <30 ng/ ml), untuk mendapatkan dosis yang paling tepat.

BAB 5 ANALISIS HASIL PENELITIAN. Dismutase Oral (SOD) terhadap kadar Glicated Albumin (GA) dan high sentitif c-

BAB 5 ANALISIS HASIL PENELITIAN. Dismutase Oral (SOD) terhadap kadar Glicated Albumin (GA) dan high sentitif c- BAB 5 ANALISIS HASIL PENELITIAN 5.1 Hasil peneltian 5.1.1 Proses Analisis Penelitian Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh Super Oxide Dismutase Oral (SOD) terhadap kadar Glicated Albumin

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh Super Oxide. Dismutase Oral (SOD) terhadap kadar TGFβ1 dan Mean

BAB 5 HASIL PENELITIAN. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh Super Oxide. Dismutase Oral (SOD) terhadap kadar TGFβ1 dan Mean 42 BAB 5 HASIL PENELITIAN 5.1. Karakteristik Obyek Penelitian Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh Super Oxide Dismutase Oral (SOD) terhadap kadar TGFβ1 dan Mean Platelete Volume (MPV)

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Subyek Penelitian Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan penurunan kadar HsCRP dan tekanan darah antara pemberian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL Penelitian ini dilakukan pada penderita asma rawat jalan di RSUD Dr. Moewardi Surakarta pada bulan Agustus-September 2016. Jumlah keseluruhan subjek yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan lambat. PGK umumnya berakhir dengan gagal ginjal yang memerlukan terapi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan lambat. PGK umumnya berakhir dengan gagal ginjal yang memerlukan terapi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit ginjal kronik (PGK) adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan lambat. PGK umumnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. buruk, dan memerlukan biaya perawatan yang mahal. 1 Jumlah pasien PGK secara

BAB I PENDAHULUAN. buruk, dan memerlukan biaya perawatan yang mahal. 1 Jumlah pasien PGK secara 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit ginjal kronik (PGK) merupakan masalah kesehatan yang mendunia dengan angka kejadian yang terus meningkat, mempunyai prognosis buruk, dan memerlukan biaya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kontrol (hanya terapi empirik). Dua biomarker yaitu kadar TNF- serum diukur

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kontrol (hanya terapi empirik). Dua biomarker yaitu kadar TNF- serum diukur digilib.uns.ac.id BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL Penelitian dilakukan pada pasien pneumonia yang dirawat inap di RSUD Dr.Moewardi Surakarta. Selama bulan September 2015 hingga Oktober 2015 diambil

Lebih terperinci

Kata Kunci: Penyakit Ginjal Kronis Stadium V, 1,25 Dihydroxyvitamin D (Calcitriol), Fibroblast Growth Factor-23, Albuminuria

Kata Kunci: Penyakit Ginjal Kronis Stadium V, 1,25 Dihydroxyvitamin D (Calcitriol), Fibroblast Growth Factor-23, Albuminuria PENGARUH PEMBERIAN 1,25 DIHYDROXYVITAMIN D (CALCITRIOL) TERHADAP KADAR FIBROBLAST GROWTH FACTOR-23 DAN ALBUMINURIA PADA PASIEN PENYAKIT GINJAL KRONIK STADIUM V YANG MENJALANI HEMODIALISIS THE EFFECT OF

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang irreversibel,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang irreversibel, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologi dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan pada umumnya berakhir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit ginjal kronik merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia. Di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit ginjal kronik merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia. Di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit ginjal kronik merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia. Di Amerika Serikat, didapatkan peningkatan insiden dan prevalensi dari gagal ginjal, dengan prognosis

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obat dikeluarkan dari tubuh melalui berbagai organ ekskresi dalam bentuk asalnya atau dalam bentuk metabolit hasil biotransformasi. Ekskresi di sini merupakan hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN Penderita penyakit - penyakit ginjal kronik (PGK) mempunyai resiko kematian yang jauh lebih tinggi dibandingkan populasi normal. Banyak faktor yang berkontribusi terhadap tingginya, resiko

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2006). Pasien dengan penyakit ginjal kronik (PGK)mempunyai risiko lebih besar

BAB I PENDAHULUAN. 2006). Pasien dengan penyakit ginjal kronik (PGK)mempunyai risiko lebih besar BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang irreversibel, dimana pada suatu derajat sehingga memerlukan terapi pengganti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara menahun dan sifatnya irreversibel, ditandai dengan kadar ureum dan

BAB I PENDAHULUAN. secara menahun dan sifatnya irreversibel, ditandai dengan kadar ureum dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit ginjal kronik (PGK) adalah penurunan fungsi ginjal yang terjadi secara menahun dan sifatnya irreversibel, ditandai dengan kadar ureum dan kreatinin yang sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Acute kidney injury (AKI) telah menjadi masalah kesehatan global di seluruh

BAB I PENDAHULUAN. Acute kidney injury (AKI) telah menjadi masalah kesehatan global di seluruh 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Acute kidney injury (AKI) telah menjadi masalah kesehatan global di seluruh dunia. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya kejadian AKI baik yang terjadi di masyarakat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. keluhan maupun gejala klinis kecuali sudah terjun pada stadium terminal (gagal

I. PENDAHULUAN. keluhan maupun gejala klinis kecuali sudah terjun pada stadium terminal (gagal I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit ginjal kronik merupakan permasalahan bidang nefrologi dengan angka kejadian masih cukup tinggi, etiologi luas dan komplek, sering diawali tanpa keluhan maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Gagal ginjal adalah masalah kesehatan dunia. Prevalensi yang semakin meningkat, tingginya biaya, dan

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Gagal ginjal adalah masalah kesehatan dunia. Prevalensi yang semakin meningkat, tingginya biaya, dan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Gagal ginjal adalah masalah kesehatan dunia. Prevalensi yang semakin meningkat, tingginya biaya, dan buruknya prognosis gagal ginjal kini merupakan masalah yang menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di negara-negara yang sedang berkembang, penyakit tidak menular seperti penyakit jantung, kanker dan depresi akan menjadi penyebab utama kematian dan disabilitas. Hasil

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum Rumah Sakit RSUD dr. Moewardi. 1. Rumah Sakit Umum Daerah dr. Moewardi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum Rumah Sakit RSUD dr. Moewardi. 1. Rumah Sakit Umum Daerah dr. Moewardi BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Rumah Sakit RSUD dr. Moewardi 1. Rumah Sakit Umum Daerah dr. Moewardi RSUD dr. Moewardi adalah rumah sakit umum milik pemerintah Propinsi Jawa Tengah. Berdasarkan

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Penyakit ginjal kronik (PGK) adalah suatu proses patofisiologi dengan

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Penyakit ginjal kronik (PGK) adalah suatu proses patofisiologi dengan 1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Penyakit ginjal kronik (PGK) adalah suatu proses patofisiologi dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan pada umumnya

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gagal Ginjal Kronik (GGK) merupakan sindrom klinis yang bersifat

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gagal Ginjal Kronik (GGK) merupakan sindrom klinis yang bersifat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gagal Ginjal Kronik (GGK) merupakan sindrom klinis yang bersifat progresif dan dapat menyebabkan kematian pada sebagian besar kasus stadium terminal (Fored, 2003). Penyakit

Lebih terperinci

PROPORSI ANGKA KEJADIAN NEFROPATI DIABETIK PADA LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN PENDERITA DIABETES MELITUS TAHUN 2009 DI RSUD DR.MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI

PROPORSI ANGKA KEJADIAN NEFROPATI DIABETIK PADA LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN PENDERITA DIABETES MELITUS TAHUN 2009 DI RSUD DR.MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI PROPORSI ANGKA KEJADIAN NEFROPATI DIABETIK PADA LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN PENDERITA DIABETES MELITUS TAHUN 2009 DI RSUD DR.MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI Oleh: PIGUR AGUS MARWANTO J 500 060 047 FAKULTAS KEDOKTERAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 6. Distribusi subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 6. Distribusi subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Karakteristik Penelitian ini dilaksanakan di RSUD Dr. Moewardi pada tanggal 10 oktober- 12 november 2012. Data merupakan data sekunder yang diambil dari rekam medis

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kreatinin serum pada pasien diabetes melitus tipe 2 telah dilakukan di RS

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kreatinin serum pada pasien diabetes melitus tipe 2 telah dilakukan di RS BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Gambaran Hasil Penelitian Pelaksanaan penelitian tentang korelasi antara kadar asam urat dan kreatinin serum pada pasien diabetes melitus tipe 2 telah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Brunner dan Suddarth, 2002)

I. PENDAHULUAN. urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Brunner dan Suddarth, 2002) 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gagal Ginjal Kronik / penyakit ginjal tahap akhir (ESRD / End Stage Renal Disease) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah World health organization ( WHO ) telah mengumumkan bahwa prevalensi diabetes mellitus ( DM) akan meningkat di seluruh dunia pada millenium ketiga ini, termasuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. DM yaitu DM tipe-1 dan DM tipe-2. Diabetes tipe-1 terutama disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. DM yaitu DM tipe-1 dan DM tipe-2. Diabetes tipe-1 terutama disebabkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ulkus diabetikum (UD) adalah luka terbuka pada permukaan kulit yang disebabkan oleh adanya komplikasi kronik berupa mikroangiopati dan makroangiopati akibat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mempertahankan homeostasis tubuh. Ginjal menjalankan fungsi yang vital

I. PENDAHULUAN. mempertahankan homeostasis tubuh. Ginjal menjalankan fungsi yang vital I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ginjal merupakan salah satu organ penting dalam tubuh yang berperan dalam mempertahankan homeostasis tubuh. Ginjal menjalankan fungsi yang vital sebagai pengatur volume

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Pada tahun 1990, penyakit ginjal kronik merupakan penyakit ke-27 di

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Pada tahun 1990, penyakit ginjal kronik merupakan penyakit ke-27 di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit ginjal kronik saat ini menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia. Pada tahun 1990, penyakit ginjal kronik merupakan penyakit ke-27 di dunia yang menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. prevalensinya semakin meningkat setiap tahun di negara-negara berkembang

BAB I PENDAHULUAN. prevalensinya semakin meningkat setiap tahun di negara-negara berkembang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ginjal merupakan organ penting dari manusia. Berbagai penyakit yang menyerang fungsi ginjal dapat menyebabkan beberapa masalah pada tubuh manusia, seperti penumpukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan angka kejadian yang masih cukup tinggi. Di Amerika Serikat, UKDW

BAB I PENDAHULUAN. dengan angka kejadian yang masih cukup tinggi. Di Amerika Serikat, UKDW BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gagal ginjal kronik merupakan permasalahan di bidang nefrologi dengan angka kejadian yang masih cukup tinggi. Di Amerika Serikat, data tahun 1995-1999 menyatakan insidensi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit ginjal adalah salah satu penyebab paling penting dari kematian dan cacat tubuh di banyak negara di seluruh dunia (Guyton & Hall, 1997). Sedangkan menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bervariasi dari 2-3 bulan hingga tahun (Price dan Wilson, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. bervariasi dari 2-3 bulan hingga tahun (Price dan Wilson, 2006). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gagal Ginjal Kronik (GGK) merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat (biasanya berlangsung selama beberapa tahun). Perjalanan penyakit ginjal stadium

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar belakang Ginjal merupakan organ yang mempunyai fungsi vital pada manusia, organ ini memerankan berbagai fungsi tubuh yang sangat penting bagi kehidupan, yakni menyaring (filtrasi)

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian analitik-observasional dengan desain

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian analitik-observasional dengan desain 49 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian analitik-observasional dengan desain penelitian cross sectional yang bertujuan untuk menggali apakah terdapat perbedaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai organ pengeksresi ginjal bertugas menyaring zat-zat yang sudah tidak

BAB I PENDAHULUAN. sebagai organ pengeksresi ginjal bertugas menyaring zat-zat yang sudah tidak BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Ginjal punya peran penting sebagai organ pengekresi dan non ekresi, sebagai organ pengeksresi ginjal bertugas menyaring zat-zat yang sudah tidak dibutuhkan oleh tubuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gagal Ginjal Kronis (GGK) adalah kegagalan fungsi ginjal untuk mempertahankan metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit akibat destruksi struktur ginjal yang

Lebih terperinci

Vitamin D and diabetes

Vitamin D and diabetes Vitamin D and diabetes a b s t r a t c Atas dasar bukti dari studi hewan dan manusia, vitamin D telah muncul sebagai risiko potensial pengubah untuk tipe 1 dan tipe 2 diabetes (diabetes tipe 1 dan tipe

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3.1 Desain penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik dengan rancangan kohort prospektif.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3.1 Desain penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik dengan rancangan kohort prospektif. BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik dengan rancangan kohort prospektif. 3.2 Tempat dan Waktu 3.2.1 Tempat Penelitian dilakukan di unit hemodialisis

Lebih terperinci

PERBEDAAN PENYEBAB GAGAL GINJAL ANTARA USIA TUA DAN MUDA PADA PENDERITA PENYAKIT GINJAL KRONIK STADIUM V YANG MENJALANI HEMODIALISIS DI RSUD

PERBEDAAN PENYEBAB GAGAL GINJAL ANTARA USIA TUA DAN MUDA PADA PENDERITA PENYAKIT GINJAL KRONIK STADIUM V YANG MENJALANI HEMODIALISIS DI RSUD PERBEDAAN PENYEBAB GAGAL GINJAL ANTARA USIA TUA DAN MUDA PADA PENDERITA PENYAKIT GINJAL KRONIK STADIUM V YANG MENJALANI HEMODIALISIS DI RSUD Dr. MOEWARDI SKRIPSI Diajukan Oleh : ARLIS WICAK KUSUMO J 500060025

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Penyakit ginjal kronis (Chronic Kidney Disease / CKD) merupakan

BAB I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Penyakit ginjal kronis (Chronic Kidney Disease / CKD) merupakan BAB I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penyakit ginjal kronis (Chronic Kidney Disease / CKD) merupakan masalah kesehatan baik di negara maju maupun negara berkembang (Prodjosudjadi & Suhardjono, 2009).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia sehingga diperlukan penanganan dan pencegahan yang tepat untuk

BAB I PENDAHULUAN. dunia sehingga diperlukan penanganan dan pencegahan yang tepat untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gagal ginjal kronik merupakan masalah kesehatan masyarakat di seluruh dunia sehingga diperlukan penanganan dan pencegahan yang tepat untuk mengatasinya. Gagal ginjal

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dalam waktu yang bersamaan (Sastroasmoro, 2008). Penelitian ini dilakukan di Unit Hemodialisis RSUD Dr.

BAB III METODE PENELITIAN. dalam waktu yang bersamaan (Sastroasmoro, 2008). Penelitian ini dilakukan di Unit Hemodialisis RSUD Dr. BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian observational analitik dengan pendekatan potong lintang, yaitu observasi dan pengukuran pada variabel bebas (faktor risiko)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. CKD merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia yang berdampak besar pada

BAB I PENDAHULUAN. CKD merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia yang berdampak besar pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG CKD merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia yang berdampak besar pada masalah medik, ekonomi dan sosial yang sangat besar bagi pasien dan keluarganya, baik di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau fungsi ginjal yang berlangsung 3 bulan dengan atau tanpa disertai

BAB I PENDAHULUAN. atau fungsi ginjal yang berlangsung 3 bulan dengan atau tanpa disertai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Chronic kidney disease (CKD) adalah suatu kerusakan pada struktur atau fungsi ginjal yang berlangsung 3 bulan dengan atau tanpa disertai penurunan glomerular filtration

Lebih terperinci

PGK dengan HD IDWG BIA PHASE ANGLE

PGK dengan HD IDWG BIA PHASE ANGLE BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1 Kerangka Konsep PGK dengan HD Etiologi Compliance (Kepatuhan Pasien, kualitas HD) Asupan cairan Asupan Garam dan nutrisi IDWG BIA Komposisi cairan Status

Lebih terperinci

BAB 4 METODE PENELITIAN. Jenis penelitian adalah eksperimental dengan rancangan pre and post

BAB 4 METODE PENELITIAN. Jenis penelitian adalah eksperimental dengan rancangan pre and post BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1. Desain penelitian Jenis penelitian adalah eksperimental dengan rancangan pre and post test design sehingga dapat diketahui perubahan yang terjadi akibat perlakuan. Perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Cedera ginjal akut (Acute Kidney Injury / AKI) memiliki insidensi yang terus meningkat setiap tahunnya

BAB I PENDAHULUAN. Cedera ginjal akut (Acute Kidney Injury / AKI) memiliki insidensi yang terus meningkat setiap tahunnya 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Cedera ginjal akut (Acute Kidney Injury / AKI) memiliki insidensi yang terus meningkat setiap tahunnya (Cerda et al., 2008). Berbagai macam strategi pencegahan telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara menahun dan umumnya bersifat irreversibel, ditandai dengan kadar

BAB I PENDAHULUAN. secara menahun dan umumnya bersifat irreversibel, ditandai dengan kadar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit ginjal kronik (PGK) adalah penurunan faal ginjal yang terjadi secara menahun dan umumnya bersifat irreversibel, ditandai dengan kadar ureum dan kreatinin yang

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL. 2,3 (0,3-17,5) Jenis Kelamin Pria 62 57,4 Wanita 46 42,6

BAB 4 HASIL. 2,3 (0,3-17,5) Jenis Kelamin Pria 62 57,4 Wanita 46 42,6 BAB 4 HASIL 4.1. Data Umum Pada data umum akan ditampilkan data usia, lama menjalani hemodialisis, dan jenis kelamin pasien. Data tersebut ditampilkan pada tabel 4.1. Tabel 4.1. Data Demogragis dan Lama

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi di seluruh dunia oleh World Health Organization (WHO) dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi di seluruh dunia oleh World Health Organization (WHO) dengan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus (DM) telah dikategorikan sebagai penyakit yang terjadi di seluruh dunia oleh World Health Organization (WHO) dengan jumlah pasien yang terus meningkat

Lebih terperinci

TESIS. Oleh: Intan Herlina S PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I ILMU PENYAKIT DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN UNS. RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA

TESIS. Oleh: Intan Herlina S PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I ILMU PENYAKIT DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN UNS. RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA TESIS PENGARUH PEMBERIAN 1,25 DIHYDROXYVITAMIN D (CALCITRIOL) TERHADAP KADAR FIBROBLAST GROWTH FACTOR-23 DAN ALBUMINURIA PADA PASIEN PENYAKIT GINJAL KRONIK STADIUM V YANG MENJALANI HEMODIALISIS Oleh: Intan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Secara alamiah seluruh komponen tubuh setelah mencapai usia dewasa tidak

PENDAHULUAN. Secara alamiah seluruh komponen tubuh setelah mencapai usia dewasa tidak 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara alamiah seluruh komponen tubuh setelah mencapai usia dewasa tidak dapat berkembang lagi, tetapi justru terjadi penurunan fungsi tubuh karena proses penuaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit ginjal kronik (PGK) atau chronic kidney disease (CKD) adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit ginjal kronik (PGK) atau chronic kidney disease (CKD) adalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit ginjal kronik (PGK) atau chronic kidney disease (CKD) adalah suatu penurunan fungsi ginjal yang progresif dan ireversibel akibat suatu proses patofisiologis

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. nefrologi dengan angka kejadian yang cukup tinggi, etiologi luas, dan sering diawali

BAB 1 PENDAHULUAN. nefrologi dengan angka kejadian yang cukup tinggi, etiologi luas, dan sering diawali BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit ginjal kronik (PGK) merupakan salah satu permasalahan dibidang nefrologi dengan angka kejadian yang cukup tinggi, etiologi luas, dan sering diawali tanpa keluhan

Lebih terperinci

I. BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. cukup tinggi menyebabkan kematian penduduk dunia dan sekarang ini jumlah

I. BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. cukup tinggi menyebabkan kematian penduduk dunia dan sekarang ini jumlah I. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Gagal ginjal kronis merupakan salah satu penyakit tidak menular yang cukup tinggi menyebabkan kematian penduduk dunia dan sekarang ini jumlah kasusnya terus meningkat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi sekarang ini mampu

BAB I PENDAHULUAN. Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi sekarang ini mampu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi sekarang ini mampu merubah gaya hidup manusia yang semakin konsumtif dan menyukai sesuatu yang cepat, praktis serta ekonomis.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lupus Eritematosus Sistemik (LES) merupakan penyakit multisistem yang disebabkan kerusakan jaringan akibat deposisi kompleks imun berupa ikatan antibodi dengan komplemen.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gagal ginjal kronis atau End Stage Renal Desease (ESRD) merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Gagal ginjal kronis atau End Stage Renal Desease (ESRD) merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gagal ginjal kronis atau End Stage Renal Desease (ESRD) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan ireversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tekanan darah tinggi atau hipertensi merupakan masalah kesehatan yang cukup dominan baik di negara maju maupun negara berkembang termasuk Indonesia. Prevalensi Tekanan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ASUPAN PROTEIN NABATI DAN HEWANI DENGAN KADAR UREUM DAN KREATININ PADA PENDERITA GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN HEMODIALISIS RAWAT JALAN DI RSUP

HUBUNGAN ASUPAN PROTEIN NABATI DAN HEWANI DENGAN KADAR UREUM DAN KREATININ PADA PENDERITA GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN HEMODIALISIS RAWAT JALAN DI RSUP HUBUNGAN ASUPAN PROTEIN NABATI DAN HEWANI DENGAN KADAR UREUM DAN KREATININ PADA PENDERITA GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN HEMODIALISIS RAWAT JALAN DI RSUP Dr. SOERADJI TIRTONEGORO KLATEN Skripsi ini Disusun

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. yang digunakan yaitu tahun. Penelitian ini menggunakan. tiap panti tersebut mengalami hipertensi.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. yang digunakan yaitu tahun. Penelitian ini menggunakan. tiap panti tersebut mengalami hipertensi. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Partisipan Penelitian Partisipan pada penelitian ini yaitu para lanjut usia (lansia) yang ada di Panti Wredha Salib Putih Salatiga sebagai kelompok

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pengganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi ginjal (Suwitra, 2009).

I. PENDAHULUAN. pengganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi ginjal (Suwitra, 2009). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gagal Ginjal Kronis (GGK) merupakan keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang ireversibel. Pada suatu derajat tertentu, penyakit ini membutuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Banyak penyebab dari disfungsi ginjal progresif yang berlanjut pada tahap

BAB I PENDAHULUAN. Banyak penyebab dari disfungsi ginjal progresif yang berlanjut pada tahap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Banyak penyebab dari disfungsi ginjal progresif yang berlanjut pada tahap akhir atau gagal ginjal terminal. Richard Bright pada tahun 1800 menggambarkan beberapa pasien

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pada pria dan 21,6% pada wanita (Zhu et al., 2011). Data tahun 2012 pada populasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pada pria dan 21,6% pada wanita (Zhu et al., 2011). Data tahun 2012 pada populasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Prevalensi hiperurisemia pada populasi manusia cukup tinggi. Studi di Amerika tahun 2011 menunjukkan bahwa prevalensi hiperurisemia sebesar 21,2% pada pria dan 21,6%

Lebih terperinci

PERBEDAAN ASUPAN MAKAN DAN STATUS GIZI ANTARA PASIEN HEMODIALISIS ADEKUAT DAN INADEKUAT PENYAKIT GINJAL KRONIK

PERBEDAAN ASUPAN MAKAN DAN STATUS GIZI ANTARA PASIEN HEMODIALISIS ADEKUAT DAN INADEKUAT PENYAKIT GINJAL KRONIK PERBEDAAN ASUPAN MAKAN DAN STATUS GIZI ANTARA PASIEN HEMODIALISIS ADEKUAT DAN INADEKUAT PENYAKIT GINJAL KRONIK Lina Zuyana¹ dan Merryana Adriani² 1 Program Studi S1 Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. menggunakan uji Chi Square atau Fisher Exact jika jumlah sel tidak. memenuhi (Sastroasmoro dan Ismael, 2011).

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. menggunakan uji Chi Square atau Fisher Exact jika jumlah sel tidak. memenuhi (Sastroasmoro dan Ismael, 2011). BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Hasil penelitian terdiri atas analisis deskriptif dan analisis data secara statistik, yaitu karakteristik dasar dan hasil analisis antar variabel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan peningkatan angka morbiditas secara global sebesar 4,5 %, dan

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan peningkatan angka morbiditas secara global sebesar 4,5 %, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hipertensi dikenal secara luas sebagai penyakit kardiovaskular dimana penderita memiliki tekanan darah diatas normal. Penyakit ini diperkirakan telah menyebabkan peningkatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Ginjal Kronik (PGK) kini telah menjadi masalah kesehatan serius di dunia. Menurut (WHO, 2002) dan Burden of Disease, penyakit ginjal dan saluran kemih telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terbesar di dunia. Menurut data dari International Diabetes Federation (IDF)

BAB I PENDAHULUAN. terbesar di dunia. Menurut data dari International Diabetes Federation (IDF) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah satu masalah kesehatan yang terbesar di dunia. Menurut data dari International Diabetes Federation (IDF) tahun 2013, didapatkan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian analitik-observasional dengan menggunakan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian analitik-observasional dengan menggunakan III. METODOLOGI PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian analitik-observasional dengan menggunakan desain penelitian cross sectional untuk melihat hubungan adekuasi hemodialisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit ginjal kronik (PGK) disebut sebagai penyakit renal tahap akhir yang merupakan gangguan fungsi renal yang progesif dan irreversibel dimana terjadinya

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI OPERASIONAL

BAB III KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI OPERASIONAL BAB III KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI OPERASIONAL Bab III menguraikan kerangka konsep penelitian, hipotesis penelitian dan definisi operasional. A. Kerangka Konsep Kerangka konsep penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mencapai 400 per kematian (WHO, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mencapai 400 per kematian (WHO, 2013). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kardiovaskular merupakan penyakit gangguan pada jantung dan pembuluh darah, termasuk penyakit jantung koroner, stroke, gagal jantung kongestif, penyakit vaskular

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. A. Karakteristik responden yang mempengaruhi tekanan darah. rentang tahun dan lansia akhir pada rentang tahun.

BAB V PEMBAHASAN. A. Karakteristik responden yang mempengaruhi tekanan darah. rentang tahun dan lansia akhir pada rentang tahun. BAB V PEMBAHASAN A. Karakteristik responden yang mempengaruhi tekanan darah Seluruh responden pada penelitian ini memiliki rentang usia 45-65 tahun di posyandu Lansia RW 18 dan RW 19 Kelurahan Jebres,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Psoriasis merupakan penyakit kulit yang penyebabnya sampai saat ini masih belum

BAB I PENDAHULUAN. Psoriasis merupakan penyakit kulit yang penyebabnya sampai saat ini masih belum 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Psoriasis merupakan penyakit kulit yang penyebabnya sampai saat ini masih belum diketahui. Penyakit ini tidak mengancam jiwa, namun lesi kulit yang terjadi menimbulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (PGK) tahap akhir yang menjalani dialisis masih sangat tinggi, kira-kira 15 -

BAB I PENDAHULUAN. (PGK) tahap akhir yang menjalani dialisis masih sangat tinggi, kira-kira 15 - BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Angka morbiditas dan mortalitas pasien penyakit ginjal kronik (PGK) tahap akhir yang menjalani dialisis masih sangat tinggi, kira-kira 15-20 persen per tahun, meskipun

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN A. PENGARUH PEMBERIAN PISANG AMBON TERHADAP. kelompok kontrol pemberian pisang ambon, rata-rata tekanan darah sistolik

BAB V PEMBAHASAN A. PENGARUH PEMBERIAN PISANG AMBON TERHADAP. kelompok kontrol pemberian pisang ambon, rata-rata tekanan darah sistolik BAB V PEMBAHASAN A. PENGARUH PEMBERIAN PISANG AMBON TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan kepada 20 responden pada kelompok kontrol pemberian pisang ambon, rata-rata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ginjal memiliki peranan yang sangat vital sebagai organ tubuh

BAB I PENDAHULUAN. Ginjal memiliki peranan yang sangat vital sebagai organ tubuh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ginjal memiliki peranan yang sangat vital sebagai organ tubuh manusia terutama dalam sistem urinaria. Pada manusia, ginjal berfungsi untuk mengatur keseimbangan cairan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ginjal merupakan organ terpenting dalam mempertahankan homeostasis cairan tubuh secara baik. Berbagai fungsi ginjal untuk mempertahankan homeostatic dengan mengatur

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Amerika Serikat misalnya, angka kejadian gagal ginjal meningkat tajam dalam 10

BAB 1 PENDAHULUAN. Amerika Serikat misalnya, angka kejadian gagal ginjal meningkat tajam dalam 10 BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Di negara maju, angka penderita gangguan ginjal cukup tinggi. Di Amerika Serikat misalnya, angka kejadian gagal ginjal meningkat tajam dalam 10 tahun. Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan progresif, kadang sampai bertahun-tahun, dengan pasien sering tidak

BAB I PENDAHULUAN. dan progresif, kadang sampai bertahun-tahun, dengan pasien sering tidak BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Chronic Kidney Disease adalah kondisi ireversibel di mana fungsi ginjal menurun dari waktu ke waktu. CKD biasanya berkembang secara perlahan dan progresif, kadang sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Ginjal memiliki fungsi untuk mengeluarkan bahan dan sisa-sisa

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Ginjal memiliki fungsi untuk mengeluarkan bahan dan sisa-sisa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ginjal berperan sangat penting bagi sistem pengeluaran (ekskresi) manusia. Ginjal memiliki fungsi untuk mengeluarkan bahan dan sisa-sisa metabolisme yang tidak diperlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Psoriasis merupakan penyakit kulit autoimun kronis yang mengakibatkan

BAB I PENDAHULUAN. Psoriasis merupakan penyakit kulit autoimun kronis yang mengakibatkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Psoriasis merupakan penyakit kulit autoimun kronis yang mengakibatkan proliferasi berlebihan di epidermis. Normalnya seseorang mengalami pergantian kulit setiap 3-4

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 8,7% di tahun 2001, dan menjadi 9,6% di tahun

BAB I PENDAHULUAN. 8,7% di tahun 2001, dan menjadi 9,6% di tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Asma merupakan penyakit kronik yang sering ditemukan dan merupakan salah satu penyebab angka kesakitan pada anak di seluruh dunia. Di negara maju dan negara berkembang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil penelitian 1. Karakteristik dasar subyek penelitian Penelitian dilakukan sejak 22 Juni 2016 sampai 1 Agustus 2016 di Puskesmas Pandak I Bantul. Sampel penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1,2,3. 4 United Nations Programme on HIV/AIDS melaporkan

BAB I PENDAHULUAN 1,2,3. 4 United Nations Programme on HIV/AIDS melaporkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala atau penyakit yang disebabkan menurunnya kekebalan tubuh akibat infeksi dari virus Human Immunodeficiency

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit ginjal kronik (PGK) adalah suatu proses patofisiologi dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan pada umumnya berakhir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Gagal Ginjal Kronik (GGK) merupakan suatu keadaan klinis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Gagal Ginjal Kronik (GGK) merupakan suatu keadaan klinis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gagal Ginjal Kronik (GGK) merupakan suatu keadaan klinis kerusakan ginjal yang progresif dan irreversible dengan etiologi yang beragam. Setiap penyakit yang terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus (DM) yang dikenal sebagai kencing manis adalah penyakit metabolik kronik yang dapat berdampak gangguan fungsi organ lain seperti mata, ginjal, saraf,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Disease: Improving Global Outcomes Quality (KDIGO) dan the Kidney Disease

BAB I PENDAHULUAN. Disease: Improving Global Outcomes Quality (KDIGO) dan the Kidney Disease 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit ginjal kronik hampir selalu bersifat asimtomatik pada stadium awal. Definisi dari penyakit ginjal kronik yang paling diterima adalah dari Kidney Disease:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. penyakit yang merusak nefron ginjal (Price dan Wilson, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. penyakit yang merusak nefron ginjal (Price dan Wilson, 2006). BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penyakit ginjal kronik (PGK) merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat (biasanya berlangsung beberapa tahun), ginjal kehilangan kemampuannya untuk mempertahankan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. serum terhadap kejadian acute coronary syndrome (ACS) telah dilakukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. serum terhadap kejadian acute coronary syndrome (ACS) telah dilakukan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Gambaran Hasil Penelitian Pelaksanaan penelitian tentang hubungan antara kadar asam urat serum terhadap kejadian acute coronary syndrome (ACS) telah dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. multipel. Semua upaya mencegah gagal ginjal amat penting. Dengan demikian,

BAB I PENDAHULUAN. multipel. Semua upaya mencegah gagal ginjal amat penting. Dengan demikian, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gagal ginjal adalah hilangnya fungsi ginjal. Karena ginjal memiiki peran vital dalam mempertahankan homeostasis, gagal ginjal menyebabkan efek sistemik multipel. Semua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. kasus terbanyak yaitu 91% dari seluruh kasus DM di dunia, meliputi individu

BAB I PENDAHULUAN UKDW. kasus terbanyak yaitu 91% dari seluruh kasus DM di dunia, meliputi individu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Diabetes Melitus (DM) merupakan kelainan metabolisme dari karbohidrat, protein dan lemak yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit ginjal kronik (PGK) adalah salah satu penyakit dengan risiko

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit ginjal kronik (PGK) adalah salah satu penyakit dengan risiko BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit ginjal kronik (PGK) adalah salah satu penyakit dengan risiko mortalitas dan morbiditas yang sangat tinggi di dunia. Sekitar 26 juta orang dewasa di Amerika

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN. Penelitian eksperimental telah dilakukan pada penderita rinosinusitis

BAB IV HASIL PENELITIAN. Penelitian eksperimental telah dilakukan pada penderita rinosinusitis BAB IV HASIL PENELITIAN Penelitian eksperimental telah dilakukan pada penderita rinosinusitis kronik yang berobat di Poliklinik Ilmu Kesehatan THT-KL. Selama penelitian diambil sampel sebanyak 50 pasien

Lebih terperinci

DETEKSI DINI DAN PENCEGAHAN PENYAKIT GAGAL GINJAL KRONIK. Oleh: Yuyun Rindiastuti Mahasiswa Fakultas Kedokteran UNS BAB I PENDAHULUAN

DETEKSI DINI DAN PENCEGAHAN PENYAKIT GAGAL GINJAL KRONIK. Oleh: Yuyun Rindiastuti Mahasiswa Fakultas Kedokteran UNS BAB I PENDAHULUAN DETEKSI DINI DAN PENCEGAHAN PENYAKIT GAGAL GINJAL KRONIK Oleh: Yuyun Rindiastuti Mahasiswa Fakultas Kedokteran UNS BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di negara maju, penyakit kronik tidak menular (cronic

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Adanya kelainan struktural atau fungsional pada. ginjal yang berlangsung selama minimal 3 bulan disebut

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Adanya kelainan struktural atau fungsional pada. ginjal yang berlangsung selama minimal 3 bulan disebut BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Adanya kelainan struktural atau fungsional pada ginjal yang berlangsung selama minimal 3 bulan disebut sebagai gagal ginjal kronis (Tanto, et al, 2014). Di Amerika

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gagal ginjal kronik atau CKD (Chronic Kidney Disease) merupakan keadaan klinis kerusakan ginjal yang progresif dan ireversibel (Wilson, 2005) yang ditandai dengan

Lebih terperinci