BAB I PENDAHULAN. Perkembangan teknologi di era modern kini telah memberikan banyak keuntungan
|
|
- Ari Gunardi
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 1 BAB I PENDAHULAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi di era modern kini telah memberikan banyak keuntungan dalam segala kebutuhan atau keperluan manusia, baik dalam bidang informasi, komunikasi, transpotasi dan bidang-bidang lainnya. Berbagai jenis teknologi dan perlengkapan diciptakan untuk membantu pekerjaan manusia agar lebih efektif, cepat dan mudah. Penciptaan teknologi baru tidak hanya membawa dampak positif dalam kehidupan manusia, terlebih penciptaan, pengembangan atau penemuan tersebut membawa manusia dalam segala hal yang lebih bersifat instan. Dampak negatif yang paling nyata sering terjadi di dalam perkembangan teknologi militer atau alat berperang yang sewaktu-waktu berpotensi mengancam kehidupan manusia. 1 Negara-negara maju pada era modern terlihat berlomba-lomba untuk menemukan, mengembangkan atau menciptakan persenjataan yang lebih unggul. 2 Perlombaan dalam mengembangkan sarana dan metode berperang oleh banyak negara tersebut 1 Lihat, Ronan Doaré, Didier Danet, Jean-Paul Hanon, & Gérard de Boisboissel, Robots on the Battleield Contemporary Issues and Implications for the Future, Combat Studies Institute Press, Fort Leavenworth, Kansas, Hlm Ibid.
2 2 justru menimbulkan potensi terjadinya penyalahgunaan yang akan mengancam pencapaian perdamaian dan keamanan internasional serta penghormatan terhadap nilai kemanusiaan, seperti munculnya senjata nuklir, biologi, kimia, peluru kendali, misil pendeteksi panas dan senjata non-konvensional lainnya pasca perang dunia kedua yang merupakan contoh nyata dapak negatif dari perkembangan sarana dan metode berperang, perkembangan teknologi militer yang akhir-akhir ini menjadi sorotan dunia internasional adalah lahirnya teknologi pesawat tanpa awak, yang perkembangannya pada dekade terakhir ini telihat tidak dapat diimbangi oleh kemajuan pengaturan hukum internasional. 3 Pesawat tanpa awak memiliki manfaat yang sangat besar bagi negara yang memilikinya, terutama untuk mendukung kegiatan-kegiatan sosial maupun militer. Fungsi positif penggunaan pesawat tanpa awak pada kegiatan-kegiatan sosial antara lain, sebagai sarana transportasi logistik di daerah terpencil yang sulit diakses, pemetaan jalur pipa, kegunaan pertanian, pemadam kebakaran serta pencarian orang hilang. Bahkan kini Amerika Serikat telah memberikan sertifikasi terhadap pesawat tanpa awak jenis Northrop Grumman Global Hawk untuk dapat digunakan sebagai alat transportasi sipil lintas negara. Pesawat tanpa awak dalam melaksanakan tugas militerpun memiliki keunggulan yang sangat baik dibandingkan teknologi pesawat udara militer lainnya, yaitu sebagai alat pengintai, pemburuan terduga militan, melaksanakan misi pada wilayah-wilayah 3 Orasi Ilmiah, Abad 21 Akan Muncul Senjata Pemusnah Massal!, 2009, diakses dari: ata.pemusnah.massal, pada tanggal 27 Juni 2014, pukul: WIB.
3 3 yang berbahaya, dan untuk melakukan patroli keamanan secara rutin serta membantu tugas-tugas kepolisian. 4 Pesawat tanpa awak muncul pertama kali sebagai alat militer pada abad ke 18 yang digunakan oleh North Atlantic Treaty Organizations (NATO) untuk keperluan pengintaian dan mata-mata, demikian pula Amerika Serikat telah menggunakan pesawat tanpa awak sebagai alat pengintai pada perang teluk tahun 1990, bahkan jauh sebelumnya Israel telah menggunakan pesawat tanpa awak pengintai pada tahun 1982 dan tahun 1996 di Lebanon. Pesawat tanpa awak pada prakteknya memang lebih banyak digunakan sebagai alat militer. Minimnya resiko dalam melakukan misi-misi berbahaya, tingkat efisiensi penggunaan yang tinggi serta biaya produksi yang lebih kecil dibandingkan dengan pesawat berawak menjadi alasan utama mengapa pesawat tanpa awak sangat diminati penggunaannya di bidang militer. Keunggulan-keunggulan tersebut juga menyebabkan pesawat tanpa awak banyak digunakan dan dikembangkan di berbagai negara. 5 Pesawat tanpa awak pada prakteknya memiliki target sasaran yaitu berupa sekelompok orang yang menunjukan tanda-tanda, atau karakteristik tertentu akan tetapi identitas mereka tidak diketahui. Definisi target dalam serangan pesawat tanpa awak yang tidak spesifik, mendetil serta tidak adanya penyelidikan terlebih dahulu mengakibatkan banyak jatuhnya korban jiwa yang bukan merupakan target 4 Witny Tanod, Analisis Yuridis Terhadap Penggunaan Kekuatan Bersenjata Dengan Menggunakan Pesawat Tanpa Awak (Unmanned Drones) Dalam Hukum Internasional, 2013, diakses dari: ejournal.unsrat.ac.id/index.php/lexcrimen/article/download/1009/822, pada tanggal 5 Mei 2014, pukul WIB. Hlm. 3 5 Aviasi dan Alutsista, Keunggulan Pesawat Tanpa Awak, 2011, diakses dari: pada tanggal: 27 Juni 2014, pukul: WIB.
4 4 atau sasaran militer. Bahkan dalam melakukan penyerangan, pesawat tanpa awak kini telah dilengkapi sistem mandiri atau otonom, dengan hanya diprogram sebelumnya pesawat dapat menyerang tanpa kendali dan tanpa peringatan terhadap objek yang sesuai dengan program targetnya. 6 Pada satu sisi perkembangan teknologi, khususnya pengembangan pesawat tanpa awak memang memberikan banyak manfaat yang positif, namun di sisi lain kemajuan teknologi tersebut tidak dapat diimbangi dengan kemajuan hukum yang ada, sehingga kesenjangan ini justru berpeluang terjadinya penyalahgunaan kekuatan militer tersebut. Ketentuan-ketentuan yang terdapat pada ke empat Konvensi Jenewa 1949 mengenai perlindungan korban perang, serta pengaturan-pengaturan mengenai alat dan metode berperang pada Konvensi-konvensi Den Haag 1907 telah memberikan petunjuk yang jelas mengenai apa yang dimaksud sebagai pelanggaran penggunaan kekuatan militer. Contoh tindakan yang merupakan penyalahgunaan kekuatan militer terdapat di dalam Pasal 50 Konvensi Jenewa I 1949 bahwa yang merupakan pelanggaan berat dalam penggunaan sarana dan metode berperang yaitu, pembunuhan yang disengaja, penganiayaan atau perlakuan tak berkeperimanusiaan, menyebabkan dengan sengaja penderitaan besar atau luka berat atas badan dan kesehatan, pembinasaan luas, tindakan pemilikan atas harta benda yang tidak dibenarkan oleh kepentingan militer dan dilaksanakan dengan melawan hukum serta penyerangan yang dilakukan dengan membabi buta. Ketentuan-ketentuan bersamaan dalam Hukum Humaniter Internasional (HHI) juga telah mentapkan bahwa segala sarana dan metode 6 Covert Drone War, diakses dari: pada tanggal 10 Januari 2014, pukul WIB.
5 5 berperang harus sesuai dengan prinsip-prinsip atau asas-asas yang menjadi dasar dalam penggunaan kekuatan militer di setiap situasi dan kondisi konflik apapun. 7 Segala bentuk sarana dan metode berperang yang bertentangan dengan prinsip dan asas-asas HHI tersebut secara tegas dinyatakan sebagai bentuk pelanggaran penggunaan kekuatan militer. Amerika Serikat akhir-akhir ini kerap menggunakan pesawat tanpa awak yang biasa disebut Unmanned Aerial Vehicle (UAV), dan merupakan pesawat udara yang dapat diterbangkan dari jarak jauh atau dioperasikan tanpa menggunakan keahlian awak penerbangan di dalamnya. Pesawat tanpa awak khususnya pada fungsi militer memiliki kekuatan dan kecepatan yang memang dirancang untuk melakukan pengintaian, serangan senjata berat serta melakukan penyerangan tak terduga. 8 Pesawat tanpa awak dalam penggunaannya oleh Amerika Serikat dipersenjatai dengan rudal-rudal dan dapat menjatuhkan bom yang mampu menimbulkan kerusakan yang sangat serius. Mengingat besarnya peluang terjadinya penyalahgunaan kekuatan militer pada pesawat tanpa awak, maka membatasi penggunaannya sebagai alat militer sangatlah penting. 9 Contoh kasus yang merupakan penyalahgunaan pesawat tanpa awak yaitu serangan Amerika Serikat terhadap negara Afganistan, Irak, Yaman, Somalia dan Pakistan dengan 7 Use force, diakses dari: 20force. docx, pada tanggal 27 Juni 2014, pukul WIB. 8 The New York Times, Predator Drones and Unmanned Aerial Vehicles (UAVs), diakses dari: index.html, pada tanggal 5 September 2013, pukul WIB. 9 O'Connell dan Mary Ellen, Socio-Legal Perspectives on the Use of Lethal Force: A case study of Pakistan, Oxford, Hlm. 84
6 6 alasan spionase jaringan terrorisme dan berbagai macam alasan bahkan dengan memanfaatkan hak personalitasnya. 10 Amerika Serikat untuk pertama kalinya mengakui telah menggunakan pesawat tanpa awak yang dilengkapi misil untuk menyerang target yang mengancam patroli Amerika Serikat dan Inggris di Irak Selatan pada Oktober Penyerangan Amerika Serikat terhadap negara-negara Timur Tengah dengan menggunakan pesawat tanpa awak telah menimbulkan kerusakan skala besar dan kerusakan lingkungan dalam jangka waktu yang lama bahkan banyak mengakibatkan jatuhnya korban jiwa yang bukan merupakan sasaran militer. 12 Amerika Serikat mengatakan serangan ini menargetkan terroris, namun sumbersumber data menyatakan warga sipil telah menjadi korban utama dari serangan tersebut. Selain Amerika Serikat, Israel juga merupakan pihak yang sering melanggar aturan internasional terkait penggunaan pesawat tanpa awak, salah satu bukti nyata ialah serangan pesawat tanpa awak oleh rezim Israel di jalur Gaza pada 14 Agustus 2007 sampai dengan sekarang. 13 Hasil penelitian yang dilakukan para aktivis hak asasi manusia di Oxford University menyebutkan bahwa jumlah korban tewas akibat serangan pesawat tanpa awak Amerika Serikat di bawah kepemimpinan Barack Obama diperkirakan mencapai jiwa. Sedangkan The Bureau of Investigative Journalism (TBIJ), mengatakan bahwa selain operasi pesawat tanpa awak di wilayah Afganistan, 10 The New York Times, Predator Drones and Unmanned Aerial Vehicles (UAVs). Op. Cit. 11 News, Serangan pesawat tanpa awak (UAV) , diakses dari pada tangal 18 Desember 2013, pukul WIB. Ibid. 13 Menit.tv, Pesawat Tanpa Awak AS Banyak Makan Korban Sipil, 2013, /welcome/read/2013/10/24/24866/0/14/pesawat-tanpa-awak-as-banyak-makan-korban-sipil, pada tanggal 10 Januari 2014, pukul WIB.
7 7 Pemerintahan Barack Obama juga mengembangkan program pengunaan pesawat tanpa awak otonom di Pakistan dan juga meningkatkan penggunaannya di Yaman dan Somalia dan negara-negara lainnya yang dianggap sebagai basis Al-Qaeda. 14 Human Rights Watch dan Amnesti Internasional pada bulan Oktober 2009 sampai pada Januari 2012 telah menerbitkan dua laporan yang mengkritik keras kerahasiaan program pesawat tanpa awak Amerika Serikat, dan menyerukan penyelidikan atas kematian korban serangan yang jelas-jelas tidak ada hubungannya dengan terrorisme atau tujuan militer yang akan dicapai. Meskipun Amerika Serikat menyatakan bahwa target serangan adalah anggota kelompok terroris, seperti Hakimullah Mehsud, pemimpin Taliban Pakistan yang dituduh bertanggung jawab atas kematian ratusan warga sipil dalam berbagai tindak kejahatan terrorisme yang dinyatakan tewas dalam serangan pesawat tanpa awak Amerika Serikat di Pakistan, 15 namun Perdana Menteri Pakistan, Nawaz Sharif berulang kali menuntut diakhirinya serangan di Pakistan dengan menyatakan bahwa penggunaannya bukan hanya merupakan pelanggaran terus-menerus terhadap integritas teritorial Pakistan, tetapi juga merugikan tekad dan upaya pemerintah domestik untuk menghilangkan terrorisme dari negara Pakistan yang kini justru semakin kuat dan terorganisir. 16 Menyikapi pernyataan Perdana Menteri Pakistan, Pengadilan Tinggi Peshawar pada bulai Mei 2012 telah memutuskan bahwa serangan pesawat tanpa awak Amerika Serikat di wilayah Pakistan adalah ilegal dan tidak manusiawi, 14 Ibid. 15 PBB Minta AS Serahkan Data Korban Serangan Pesawat Tanpa Awak, diakses dari: /indonesia/dunia/2013/10/131018_amerika_pesawattanpaawak.shtml, pada tanggal 10 Januari 2014, pukul WIB. 16 Ibid.
8 8 melanggar piagam PBB tentang hak asasi manusia serta merupakan kejahatan perang. 17 Amerika Serikat memang telah mengurangi jumlah serangan pesawat tanpa awak di Pakistan setelah keluarnya putusan Peshawar, Pemerintahan Barack Obama berjanji akan menerapkan aturan ketat dan transparansi yang lebih baik untuk program tersebut, akan tetapi pesawat tanpa awak Amerika Serikat masih terus terbang di atas wilayah Pakistan, meskipun tidak melakukan penyerangan. 18 Amerika Serikat dan sekutunya menginvasi Afghanistan, Yaman, Somalia, Irak dan Pakistan setelah serangan terroris yang terjadi pada 11 September 2001 sebagai bagian dari tindakan perang melawan terror. Tindakan perang melawan terror mendapatkan kritikan keras dari berbagai elemen masyarakat internasional. New Amerika Foundation yang bermarkas di Washington menyatakan ada 350 serangan pesawat tanpa awak Amerika Serikat sejak tahun 2004 selama pemerintahan Presiden Barack Obama. New Amerika Fwoundation juga memperkirakan jumlah korban tewas khusus invasi Amerika Serikat ke Afganistan berjumlah dan Selanjutnya TBIJ mengatakan jumlah korban tewas akibat serangan-serangan di Pakistan, Yaman dan Somalia antara sampai orang. 19 Pesawat tanpa awak Amerika Serikat melakukan serangan di negara Pakistan dengan total 380 serangan, serta serangan pada masa pemerintahan Barack Obama berjumlah 329 serangan dengan total terbunuh orang termasuk didalamnya korban anak-anak berjumlah orang dan korban luka orang. 17 Drone: Perang Tanpa Moralitas Ala Amerika, diakses dari, syamina5-drone-perang-tanpa-moralitas-ala-amerika.html, pada tanggal 10 Januari 2014, pukul WIB. Op. Cit. 18 Menit.tv, Pesawat Tanpa Awak AS Banyak Makan Korban Sipil, Op. Cit. 19 Ibid.
9 9 sedangkan serangan pesawat tanpa awak di negara Yaman total serangan, total terbunuh orang, anak terbunuh: 5 orang serta dengan serangan tambahan berjumlah serangan, dengan data total terbunuh orang, terluka orang dan serangan operasi lain berjumlah serangan, dengan korban terbunuh orang, anak-anak orang serta korban terluka orang. Selain itu serangan terhadap negara Somalia dengan total serangan 4-10, total terbunuh 9-30 orang, terluka 2-24 orang serta meliputi serangan pada operasi lainnya berjumlah 8-15 serangan, total terbunuh orang, anakanak 1-3 orang. 20 United Nations (UN) Secretary-General Ban Ki-moon pada saat dilangsungkannya The Inaguration of a Centre for International Peace and Stability di Islamabad menyatakan bahwa penggunaan pesawat tanpa awak harus tunduk pada aturan hukum internasional yang sudah lama berlaku, termasuk hukum kemanusiaan internasional sama seperti sarana dan metode berperang lainnya. 21 Ban Ki-moom juga mengatakan bahwa penggunaan pesawat tanpa awak oleh Amerika Serikat di wilayah negara-negara lain yang banyak mengakibatkan jatuhnya korban jiwa, menimbulkan keprihatinan tinggi terhadap terlaksananya hukum internasional. Selain itu United Nations Commission on Human Rights (UNCHR) juga telah menyerukan Amerika Serikat untuk memastikan kepatuhan terhadap hukum internasional yang berlaku dan menekan 20 The Bureau of Investigative Journalism, Covert Drone War, diakses dari: pada tanggal 21 Juni 2014, pukul WIB. 21 The New York Times, Journal of a Centre for International Peace and Stability in Islamabad, diakses dari Peace and Stability index.html, pada tanggal 5 September 2013, pukul WIB.
10 10 penyalahgunaan kekuatan militer yang dilarang dalam hukum internasional terkait penggunaan pesawat tanpa awak. 22 Hukum internasional telah memberikan kewajiban kepada negara yang mengembangkan sarana dan metode berperang yang dicantumkan di dalam Pasal 36, Protokol Tambahan I Konvensi Jenewa 1977 untuk menyikapi banyaknya masalah yang timbul karena perkembangan sarana dan metode berperang yang begitu pesat dengan menyatakan: A bil su u negara mengadakan studi, mengembangkan suatu senjata baru atau cara berperang baru, maka negara tersebut diharuskan menentukan apakah penggunaannya akan dilarang oleh protokol ini dan ketentuan lain dari hukum internasional yang berlaku bagi negara s bu (P s l 36) Ketentuan di atas menuntut dan mewajibkan negara-negara yang mengembangkan alat dan metode berperang baru untuk mengkaji dan menilai apakah alat dan metode berperang yang dikembangkan sesuai dengan ketentuan Protokol, nilainilai kemanusiaan serta hukum internasional lainnya yang terkait dan wajib dihormati oleh semua pihak. 23 Pesawat tanpa awak terkait penggunaannya yang marak oleh berbagai negara hingga saat ini memang belum memiliki pengaturan khusus, namun hal inilah yang mendorong peneliti untuk melakukan pengkajian terhadap ketentuan hukum internasional serta mengumpulkan ketentuan-ketentuan yang relevan untuk dapat dijadikan sebagai dasar hukum dalam penggunaan pesawat tanpa awak. Dengan i i ulis ilih li i g ju ul A lisis Yu i is P ggu Pesawat Tanpa Awak (Unmanned Aerial Vehicle/UAV) Sebagai Alat Militer oleh Amerika Serikat di Wilayah Negara Lain Menurut Hukum Internasional. 22 Ibid. 23 Ahmad Baharudin Naim, Hukum Humaniter Internasional, Universitas Lampung, Bandar Lampung, Hlm. 3
11 Rumusan Masalah 1. Bagaimana pengaturan hukum internasional yang relevan untuk menjadi dasar hukum terkait penggunaan pesawat tanpa awak (Unmanned Aerial Vehicle/UAV) sebagai alat militer? 2. Apakah serangan menggunakan pesawat tanpa awak (Unmanned Aerial Vehicle/UAV) oleh Amerika Serikat di wilayah negara lain melanggar hukum internasional? 1.3. Tujuan Dan Manfaat Penelitian Tujuan Penelitian a. Mengetahui dan menganalisis pengaturan hukum internasional yang relevan untuk menjadi dasar hukum penggunaan pesawat tanpa awak (Unmanned Aerial Vehicle/UAV) sebagai alat militer. b. Mengetahui dan menganalisis apakah serangan menggunakan pesawat tanpa awak (Unmanned Aerial Vehicle/UAV) oleh Amerika Serikat di wilayah negara lain telah melanggar hukum internasional Manfaat Penelitian a. Kegunaan Teoritis Berguna untuk pengembangan kemampuan berkarya ilmiah dan daya nalar, dengan acuan yang disesuaikan dengan disiplin ilmu yang dipelajari yaitu hukum pada umumnya dan hukum internasional pada khususnya serta
12 12 berguna untuk menambah pengetahuan teoritis dalam penelitian yang berkaitan dengan hukum internasional. b. Kegunaan Praktis Sebagai bahan bacaan dan tambahan pengetahuan terkait dengan penggunaan pesawat tanpa awak (Unmanned Aerial Vehicle/UAV) menurut hukum internasional, serta sebagai bahan acuan awal analisis lebih lanjut mengenai pengaturan hukum internasional terhadap dampak penyalahgunaan kekuatan militer serta sebagai bahan bacaan dan bahan ajar hukum humaniter internasional mengenai penggunaan alat atau kekuatan militer Ruang Lingkup Kajian Ruang lingkup kajian yang diteliti adalah menganalisis hukum internasional yang relevan dan dapat berlaku untuk dijadikan dasar hukum terkait penggunaan pesawat tanpa awak yang digunakan sebagai alat militer dan bukan pada fungsinya dalam bidang sosial atau sipil. Permasalahan kedua mengenai serangan pesawat tanpa awak yang dilakukan oleh amerika serikat diwilayah negara lain, peneliti membatasi pengkajian yang ada dalam skripsi ini dengan menitik beratkan pada pertanyaan mengenai hukum apa yang menjadi dasar bagi serangan tersebut. Peneliti juga menempatkan dua pandangan, dimana pengkajian pertama melihat hukum internasional secara normatif melalui pengaturan-pengaturan yang berkaitan dengan kasus, sedangkan pandangan kedua dengan melihat dari sudut subjektif Amerika Serikat mengenai alasan dan faktor yang menjadi pembenaran atas serangan tersebut. Dua pandangan tersebut berfungsi untuk membentuk pendapat yang lebih komprehensif.
13 Sistematika Penulisan Peneliti menulis skripsi ini dengan merujuk pada pedoman penulisan karya ilmiah pada umumnya, Penulisan skripsi ini dibagi menjadi 5 (lima) Bab, yaitu: BAB I: PENDAHULUAN Bab ini menguraikan latar belakang permasalahan mengenai lahirnya teknologi pesawat tanpa awak sebagai alat militer modern yang menjadi sorotan dunia internasional dewasa ini, serta menghadirkan data dampak dari penggunaannya di wilayah negara lain oleh Amerika Serikat. Dikemukakan pula rumusan masalah yang akan diteliti dan tentang apa tujuan penulis dalam tulisannya, serta yang terakhir adalah tentang bagaimana sistematika penulisan yang digunakan dalam penulisan skripsi ini. BAB II: TINJAUAN PUSTAKA Bab ini akan meringkas dan menjelaskan tentang istilah yang ada dalam penelitian. Membentuk landasan teori yang sesuai dengan ruang lingkup bahasan mengenai penggunaan pesawat tanpa awak serta menjelaskan secara umum asas dan prinsip HHI. Bab ini juga mencantumkan tinjauan umum mengenai hal-hal yang berkaitan dengan penggunaan pesawat tanpa awak militer oleh Amerika Serikat di wilayah negara lain yang bertujuan untuk menunjang hasil penelitian. BAB III: METODE PENELITIAN Bab ini memuat penjelasan tentang metode yang digunakan penulis dalam penyusunan dan penelitiannya, akan diuraikan secara singkat mengenai cara penulis dalam melakukan pendekatan masalah serta kemudian menjelaskan
14 14 bagaimana penulis menghimpun dan mengolah data hingga menjadi tulisan yang dapat dipahami, akan ditampilkan pula jenis analisis data yang digunakan dalam penelitian. BAB IV: PEMBAHASAN Bab ini mengandung hasil penelitian yang dilakukan penulis sebagai hasil pengolahan data yang merupakan jawaban atas permasalahan yang diteliti. Selanjutnya akan memaparkan hukum yang relevan untuk menjadi landasan hukum bagi penggunaan pesawat tanpa awak, dan akan menampilkan serta menguraikan hukum yang berlaku dalam kasus penggunaan pesawat tanpa awak sebagai alat militer oleh Amerika Serikat di wilayah negara Afganistan, Yaman, Somalia, Irak dan Pakistan. BAB V: PENUTUP Dalam bab ini akan diuraikan kesimpulan, garis besar atau pokok pikiran dari hasil penelitian. kesimpulan merupakan uraian singkat hasil analisis penulis terhadap permasalahan. Dalam bab ini pula akan disertakan saran-saran yang didasarkan atas hasil keseluruhan penelitian sebagai pemecahan masalah yang diangkat dan dibahas pada skripsi.
BAB I PENDAHULUAN. Teknologi adalah metode ilmiah untuk mencapai tujuan praktis ilmu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Teknologi adalah metode ilmiah untuk mencapai tujuan praktis ilmu pengetahuan terapan atau keseluruhan sarana untuk menyediakan barangbarang yang diperlukan bagi kelangsungan
Lebih terperinciSumber Hk.
Sumber Hk 2 Protokol Tambahan 1977 ( PT 1977 ) : merupakan tambahan dan pelengkap atas 4 Konvensi-Konvensi Jenewa 1949 ( KJ 1949 ) PT I/1977 berkaitan dengan perlindungan korban sengketa bersenjata internasional
Lebih terperinciEksistensi Konvensi Jenewa di Masa Depan
Eksistensi Konvensi Jenewa di Masa Depan Menilai dari jumlah korban sipil dan penyebaran teror terhadap warga sipil terutama rakyat Gaza yang dilakukan oleh Israel selama konflik sejak tahun 2009 lalu
Lebih terperinciHUKUM HUMANITER INTERNASIONAL KONFLIK BERSENJATA NON-INTERNASIONAL
HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL KONFLIK BERSENJATA NON-INTERNASIONAL Malahayati Kapita Selekta Hukum Internasional October 10, 2015 Kata Pengantar Syukur Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. internasional, negara harus memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara merupakan salah satu subjek hukum internasional. Sebagai subjek hukum internasional, negara harus memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu, salah satunya
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN OLEH TERORIS,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perang atau konflik bersenjata merupakan salah satu bentuk peristiwa yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perang atau konflik bersenjata merupakan salah satu bentuk peristiwa yang hampir sama tuanya dengan peradaban kehidupan manusia. Perang merupakan suatu keadaan dimana
Lebih terperinciDUA BELAS FAKTA DAN KEKELIRUAN TENTANG KONVENSI MUNISI TANDAN (Convention on Cluster Munitions)
Fakta dan Kekeliruan April 2009 DUA BELAS FAKTA DAN KEKELIRUAN TENTANG KONVENSI MUNISI TANDAN (Convention on Cluster Munitions) Kekeliruan 1: Bergabung dengan Konvensi Munisi Tandan (CCM) menimbulkan ancaman
Lebih terperinciLEGALITAS PENGGUNAAN BOM CURAH (CLUSTER BOMB) PADA AGRESI MILITER ISRAEL KE PALESTINA DALAM PERSPEKTIF HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL
LEGALITAS PENGGUNAAN BOM CURAH (CLUSTER BOMB) PADA AGRESI MILITER ISRAEL KE PALESTINA DALAM PERSPEKTIF HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL Oleh: Alan Kusuma Dinakara Pembimbing: Dr. I Gede Dewa Palguna SH.,
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dapat dipakai untuk melakukan penyerangan kepada pihak musuh. Peraturanperaturan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Konvensi-konvensi Den Haag tahun 1899 merupakan hasil Konferensi Perdamaian I di Den Haag pada tanggal 18 Mei-29 Juli 1899. Konvensi Den Haag merupakan peraturan
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.324, 2013 KEMENTERIAN PERTAHANAN. Hukum. Humaniter. Hak Asasi Manusia. Penyelenggaraan Pertahanan Negara. Penerapan. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinciDIPONEGORO LAW JOURNAL Volume 5, Nomor 4, Tahun 2016 Website :
ANALISIS YURIDIS PENGGUNAAN PESAWAT TANPA AWAK SEBAGAI ALAT UTAMA PERSENJATAAN DITINJAU DARI HUKUM INTERNASIONAL (STUDI KASUS PENGGUNAAN DRONE OLEH AMERIKA SERIKAT DI PAKISTAN) Arman Surya Nicolas Marbun*,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Konflik bersenjata atau dalam bahasa asing disebut sebagai armed conflict
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konflik bersenjata atau dalam bahasa asing disebut sebagai armed conflict merupakan suatu keadaan yang tidak asing lagi di mata dunia internasional. Dalam kurun waktu
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN. meningkat pula frekuensi lalu lintas transportasi laut yang mengangkut manusia
1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan meningkatnya hubungan perdagangan antar negara, maka semakin meningkat pula frekuensi lalu lintas transportasi laut yang mengangkut manusia dan barang-barang/kargo.
Lebih terperinciPERLINDUNGAN KOMBATAN. Siapa yang boleh dijadikan obyek peperangan dan tidak. Distinction principle. Pasal 1 HR Kombatan..?
PERLINDUNGAN KOMBATAN Pasal 1 HR Kombatan..? Distinction principle Siapa yang boleh dijadikan obyek peperangan dan tidak. Dipimpin seorang yang bertanggungjawab atas bawahannya Mempunyai lambang yang dapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perubahan yang cukup signifikan termasuk dalam peperangan. Perkembangan
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan teknologi, banyak hal mengalami perubahan yang cukup signifikan termasuk dalam peperangan. Perkembangan teknologi akan mempengaruhi cara
Lebih terperincibilateral, multilateral maupun regional dan peningkatan henemoni Amerika Serikat di dunia. Pada masa perang dingin, kebijakan luar negeri Amerika
BAB V KESIMPULAN Amerika Serikat merupakan negara adikuasa dengan dinamika kebijakan politik luar negeri yang dinamis. Kebijakan luar negeri yang diputuskan oleh Amerika Serikat disesuaikan dengan isu
Lebih terperinciI. UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan
PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN
Lebih terperinciLampiran. Timeline Konflik Yang Terjadi Di Suriah Kekerasan di kota Deera setelah sekelompok remaja
Lampiran Timeline Konflik Yang Terjadi Di Suriah Maret 2011 Kekerasan di kota Deera setelah sekelompok remaja membuat graffiti politik, puluhan orang tewas ketika pasukan keamanan menindak Demonstran Mei
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kewajiban negara adalah melindungi, memajukan, dan mensejahterakan warga negara. Tanggung jawab negara untuk memenuhi kewajiban negara menciptakan suatu bentuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penderitaan. Manusia diciptakan bersuku suku dan berbangsa bangsa untuk saling
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada hakekatnya semua manusia mendambakan untuk hidup dalam suasana damai, tenteram, dan sejahtera, bahkan tak satupun makhluk hidup ini yang suka akan penderitaan.
Lebih terperinciTelah menyetujui sebagai berikut: Pasal 1. Untuk tujuan Konvensi ini:
LAMPIRAN II UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perdagangan orang merupakan bentuk modern dari perbudakan manusia.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perdagangan orang merupakan bentuk modern dari perbudakan manusia. Perbudakan adalah kondisi seseorang di bawah kepemilikan orang lain. Praktek serupa perbudakan
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. yang sedang berlaku. Fokus kajian dalam penelitian ini adalah hukum positif (Ius
50 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam skripsi ini merupakan penelitian ilmu hukum normatif yang meneliti dan mengkaji hukum tertulis dan kaidah hukum
Lebih terperinciPERAN DEWAN KEAMANAN PERSERIKATAN BANGSA BANGSA DALAM PEMBATASAN PENGGUNAAN SENJATA
PERAN DEWAN KEAMANAN PERSERIKATAN BANGSA BANGSA DALAM PEMBATASAN PENGGUNAAN SENJATA Oleh Grace Amelia Agustin Tansia Suatra Putrawan Program Kekhususan Hukum Internasional dan Bisnis Internasional Fakultas
Lebih terperinciBAB III PROBLEMATIKA KEMANUSIAAN DI PALESTINA
BAB III PROBLEMATIKA KEMANUSIAAN DI PALESTINA Pada bab ini penulis akan bercerita tentang bagaimana sejarah konflik antara Palestina dan Israel dan dampak yang terjadi pada warga Palestina akibat dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perang sipil Libya Tahun 2011 adalah konflik yang merupakan bagian dari musim semi
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Perang sipil Libya Tahun 2011 adalah konflik yang merupakan bagian dari musim semi arab. Perang ini diawali oleh unjuk rasa di Benghazi pada 15 Februari 2011,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memonitoring aktivitas nuklir negara-negara di dunia, International Atomic. kasus Iran ini kepada Dewan Keamanan PBB.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada Februari 2003, Iran mengumumkan program pengayaan uranium yang berpusat di Natanz. Iran mengklaim bahwa program pengayaan uranium tersebut akan digunakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap negara di dunia memiliki cita-cita dan tujuan utama untuk
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap negara di dunia memiliki cita-cita dan tujuan utama untuk membangun negaranya menjadi negara yang sejahtera, aman serta sebagai pelindung bagi setiap
Lebih terperinciBAB III PENUTUP. bersenjata internasional maupun non-internasional. serangan yang ditujukan kepada mereka adalah dilarang.
BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Tujuan utama pembentukan Konvensi Jenewa 1949 adalah untuk memberikan perlindungan bagi korban perang terutama kepada penduduk sipil. Perlindungan ini berlaku dalam setiap
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG LAMBANG PALANG MERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG LAMBANG PALANG MERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia
Lebih terperinciBAB I. Pendahuluan. Amsterdam ke Kuala Lumpur pada tanggal 17 Juli 2014 dengan 298 penumpang
BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Penerbangan MH-17 Malaysia Airlines merupakan penerbangan dari Amsterdam ke Kuala Lumpur pada tanggal 17 Juli 2014 dengan 298 penumpang dari berbagai negara, pesawat
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF THE FINANCING OF TERRORISM, 1999 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENDANAAN TERORISME,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian ini menggunakan kajian pustaka yang berkaitan mengenai
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Kajian Pustaka Penelitian ini menggunakan kajian pustaka yang berkaitan mengenai respon negara terhadap terorisme serta upaya-upaya yang dilakukan negara untuk menangani terorisme.
Lebih terperinciRANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN
RANCANGAN LAPORAN SINGKAT RAPAT PANJA KOMISI III DPR-RI DENGAN KEPALA BADAN PEMBINAAN HUKUM NASIONAL (BPHN) DALAM RANGKA PEMBAHASAN DIM RUU TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA ---------------------------------------------------
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF THE FINANCING OF TERRORISM, 1999 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENDANAAN TERORISME,
Lebih terperinciKonvensi tentang Pencegahan dan Penghukuman Kejahatan Genosida
Konvensi tentang Pencegahan dan Penghukuman Kejahatan Genosida Disetujut dan diusulkan untuk penandatanganan dan ratiftkasi atau aksesi dengan resolusi Majelis Umum 260 A (HI), 9 December 1948 Negara-negara
Lebih terperinciEKSISTENSI DAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENTARA BAYARAN (MERCENARIES) YANG TERLIBAT KONFLIK BERSENJATA MENURUT HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL
EKSISTENSI DAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENTARA BAYARAN (MERCENARIES) YANG TERLIBAT KONFLIK BERSENJATA MENURUT HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL Diajukan Guna Memenuhi Sebahagian Persyaratan Untuk Memperoleh
Lebih terperinciAbstract. Keywords ; Military Attack, NATO, Libya, Civilian
JUSTIFIKASI PERLINDUNGAN PENDUDUK SIPIL DALAM SERANGAN MILITER PAKTA PERTAHANAN ATLANTIK UTARA (THE NORTH ATLANTIC TREATY ORGANIZATION/NATO) TERHADAP LIBYA Oleh: Veronika Puteri Kangagung I Dewa Gede Palguna
Lebih terperinciLEGALITAS PENGGUNAAN DRONE YANG MELINTASI BATAS NEGARA BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONAL
LEGALITAS PENGGUNAAN DRONE YANG MELINTASI BATAS NEGARA BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONAL Oleh: Neza Zakaria, Sasmini E-mail: nezakaria@yahoo.com Abstract Keywords: A. Pendahuluan Drone atau adalah pesawat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kejahatan terorisme sudah menjadi fenomena internasional, melihat
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kejahatan terorisme sudah menjadi fenomena internasional, melihat dari aksi-aksi teror yang terjadi dewasa ini seolah-olah memberi gambaran bahwa kejahatan
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA
PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA I. UMUM Bahwa hak asasi manusia yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945, Deklarasi Universal
Lebih terperinciPENGARUH AIPAC TERHADAP KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT PASCA PERISTIWA 11 SEPTEMBER 2001
PENGARUH AIPAC TERHADAP KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT PASCA PERISTIWA 11 SEPTEMBER 2001 Oleh: Muh. Miftachun Niam (08430008) Natashia Cecillia Angelina (09430028) ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Serangan kelompok teroris Al-Qaeda terhadap World Trade Center dan Pentagon pada tanggal 11 September 2001 menjadi peristiwa yang mengubah kebijakan luar negeri Amerika
Lebih terperinci2018, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Wilayah Udara adalah wilayah kedaulatan udara di a
No.12, 2018 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERTAHANAN. RI. Wilayah Udara. Pengamanan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6181) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinciATURAN PERILAKU BAGI APARAT PENEGAK HUKUM
ATURAN PERILAKU BAGI APARAT PENEGAK HUKUM Diadopsi oleh Resolusi Sidang Umum PBB No. 34/169 Tanggal 17 Desember 1979 Pasal 1 Aparat penegak hukum di setiap saat memenuhi kewajiban yang ditetapkan oleh
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PENGESAHAN TRAKTAT PELARANGAN MENYELURUH UJI COBA NUKLIR (COMPREHENSIVE NUCLEAR-TEST-BAN TREATY) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan kesimpulan dari pembahasan di atas mengenai. perlindungan pihak ICRC ditinjau dari Konvensi Jenewa 1949 dan
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan kesimpulan dari pembahasan di atas mengenai perlindungan pihak ICRC ditinjau dari Konvensi Jenewa 1949 dan Protokol tambahannya serta sumber hukum lain yang menguatkan
Lebih terperinciLEGALITAS PENGGUNAAN PELURU KENDALI BALISTIK ANTARBENUA (INTERCONTINENTAL BALLISTIC MISSILE) DALAM PERANG ANTARNEGARA
LEGALITAS PENGGUNAAN PELURU KENDALI BALISTIK ANTARBENUA (INTERCONTINENTAL BALLISTIC MISSILE) DALAM PERANG ANTARNEGARA Oleh : I Gede Bagus Wicaksana Ni Made Ari Yuliartini Griadhi Program Kekhususan Hukum
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN. evaluasi kegagalan dan keberhasilan kebijakan War on Terrorism dapat disimpulkan
BAB V KESIMPULAN Dari penjelasan pada Bab III dan Bab IV mengenai implementasi serta evaluasi kegagalan dan keberhasilan kebijakan War on Terrorism dapat disimpulkan bahwa kebijakan tersebut gagal. Pada
Lebih terperinciBAB VI KESIMPULAN. Kennedy hanya menjalankan jabatan kepresidenan selama dua tahun yakni
BAB VI KESIMPULAN Kennedy hanya menjalankan jabatan kepresidenan selama dua tahun yakni sejak tahun 1961 hingga 1963, akan tetapi Kennedy tetap mampu membuat kebijakan-kebijakan penting yang memiliki dampak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. manusia. Potensi ruang angkasa untuk kehidupan manusia mulai dikembangkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ruang angkasa merupakan sebuah tempat baru bagi manusia, sebelumnya ruang angkasa merupakan wilayah yang asing dan tidak tersentuh oleh peradaban manusia. Potensi ruang
Lebih terperinciUMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan
PENJELASAN ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF THE FINANCING OF TERRORISM, 1999 (KONVENSI INTERNASIONAL
Lebih terperinciTINJAUAN HUKUM HUMANITER MENGENAI PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA BAGI PERSONIL MILITER YANG MENJADI TAWANAN PERANG
TINJAUAN HUKUM HUMANITER MENGENAI PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA BAGI PERSONIL MILITER YANG MENJADI TAWANAN PERANG Oleh: Ivan Donald Girsang Pembimbing : I Made Pasek Diantha, I Made Budi Arsika Program
Lebih terperinciBAB II ATURAN-ATURAN HUKUM INTERNASIONAL TENTANG PEROMPAKAN. A. Perompakan Menurut UNCLOS (United Nations Convention on the
BAB II ATURAN-ATURAN HUKUM INTERNASIONAL TENTANG PEROMPAKAN A. Perompakan Menurut UNCLOS (United Nations Convention on the Law of the Sea) Dalam Konvensi Hukum Laut Perserikatan Bangsa-bangsa (United Nation
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perang etnis menurut Paul R. Kimmel dipandang lebih berbahaya dibandingkan perang antar negara karena terdapat sentimen primordial yang dirasakan oleh pihak yang bertikai
Lebih terperinciInstitute for Criminal Justice Reform
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENGESAHAN OPTIONAL PROTOCOL TO THE CONVENTION ON THE RIGHTS OF THE CHILD ON THE INVOLVEMENT OF CHILDREN IN ARMED CONFLICT (PROTOKOL OPSIONAL
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini rasanya cukup relevan untuk membicarakan masalah polisi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini rasanya cukup relevan untuk membicarakan masalah polisi dan perubahan sosial, tidak hanya perubahan-perubahan yang berlangsung dengan intensif ditingkat
Lebih terperinciAncaman Terhadap Ketahanan Nasional
Ancaman Terhadap Ketahanan Nasional Pengertian ketahanan nasional adalah kondisi dinamika, yaitu suatu bangsa yang berisi keuletan dan ketangguhan yang mampu mengembangkan ketahanan, Kekuatan nasional
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. baik sengketa dalam negeri maupun luar negeri. Sengketa-sengketa tersebut dapat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Semenjak awal kelahirannya, suatu negara tak lepas dari namanya sengketa, baik sengketa dalam negeri maupun luar negeri. Sengketa-sengketa tersebut dapat dipicu
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pasca serangan kelompok teroris Al Qaeda di pusat perdagangan dunia yaitu gedung WTC (World Trade Centre) pada 11 September 2001 lalu, George Walker Bush sebagai Presiden
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ketika lawan terbunuh, peperangan adalah suatu pembunuhan besar-besaran
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Hukum Humaniter Internasional yang dulu disebut Hukum Perang, atau hukum sengketa bersenjata, memiliki sejarah yang sama tuanya dengan peradaban manusia. 1 Inti dari
Lebih terperinciUNOFFICIAL TRANSLATION
UNOFFICIAL TRANSLATION Prinsip-prinsip Siracusa mengenai Ketentuan Pembatasan dan Pengurangan Hak Asasi Manusia (HAM) dalam Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik Annex, UN Doc E / CN.4 /
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Perdagangan perempuan dan anak (trafficking) telah lama terjadi di muka
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perdagangan perempuan dan anak (trafficking) telah lama terjadi di muka bumi ini dan merupakan tindakan yang bertentangan dengan harkat dan martabat manusia, dan telah
Lebih terperinciPENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA
PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA Disajikan dalam kegiatan pembelajaran untuk Australian Defence Force Staff di Balai Bahasa Universitas Pendidikan Indonesia di Bandung, Indonesia 10 September 2007
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang melimpah membuat beberapa Negara di Eropa mempunyai niat untuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Letak Asia Tenggara yang sangat strategis serta memiliki kekayaan alam yang melimpah membuat beberapa Negara di Eropa mempunyai niat untuk menguasai wilayah di Asia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewan keamanan PBB bertugas untuk menjaga perdamaian dan keamanan antar negara dan dalam melaksanakan tugasnya bertindak atas nama negaranegara anggota PBB.
Lebih terperinci1.1 Latar Belakang. BAB I : Pendahuluan
BAB I : Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Penarikan pasukan Amerika Serikat dari Afghanistan barangkali merupakan salah satu kebijakan pemerintahan Obama yang paling dilematis. Keputusan untuk menarik pasukan
Lebih terperinciMAKALAH. Hukum Hak Asasi Manusia & Hukum Humaniter. Oleh: Dr. Fadillah Agus, S.H., M.H. FRR Law Office FH Unpad
PELATIHAN HAM DASAR DOSEN HUKUM HAM SE-INDONESIA Singgasana Hotel Surabaya, 10 13 Oktober 2011 MAKALAH Hukum Hak Asasi Manusia & Hukum Humaniter Oleh: Dr. Fadillah Agus, S.H., M.H. FRR Law Office FH Unpad
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. melakukan mobilisasi atau perpindahan tanpa batas yang menciptakan sebuah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Globalisasi membuka kesempatan besar bagi penduduk dunia untuk melakukan mobilisasi atau perpindahan tanpa batas yang menciptakan sebuah integrasi dalam komunitas
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN. Berdasakan hasil penelitian dan pembahasan pada Bab IV, maka
BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasakan hasil penelitian dan pembahasan pada Bab IV, maka kesimpulan yang dapat diambil adalah sebagi berikut. 1. Pandangan Hukum Humaniter Internasional
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perperangan sejak dahulunya adalah hal yang tidak diinginkan semua orang karena
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perperangan sejak dahulunya adalah hal yang tidak diinginkan semua orang karena akibat yang ditimbulkan begitu sangat besar,tak hanya harta benda tetapi juga nyawa yang
Lebih terperinciPENJAHAT PERANG DITINJAU MENURUT HUKUM INTERNASIONAL ABSTRAK SKRIPSI. OLEH RUSTYATTITO TRIST{O DJATMIKO 1{RP xtrm
PENJAHAT PERANG DITINJAU MENURUT HUKUM INTERNASIONAL ABSTRAK SKRIPSI OLEH RUSTYATTITO TRIST{O DJATMIKO 1{RP 2880310 xtrm 88.7. @4. 12061.06198 FAI(UITAS HUI(UM UIIIUERSITAS SURABAYA SURABAYA 1994 Surabaya,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. informasi dan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Pada zaman modern sekarang ini, pertumbuhan dan perkembangan manusia seakan tidak mengenal batas ruang dan waktu karena didukung oleh derasnya arus informasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. intervensi militer oleh pasukan koalisi Amerika Serikat, Inggris, Perancis, Kanada dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa 1973 yang menghasilkan intervensi militer oleh pasukan koalisi Amerika Serikat, Inggris, Perancis, Kanada dan Italia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kepentingan dan tujuan diantara negara negara yang ada. Perbedaan perbedaan
BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Sepanjang perjalanan sejarah umat manusia, selalu timbul perbedaan kepentingan dan tujuan diantara negara negara yang ada. Perbedaan perbedaan ini memberikan dinamika
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1 Al-Banna, Shofwan Palestine Emang Gue Pikirin. Pro-U Media. Yogyakarta. Hal Op. Cit. Hal 112.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Perang berkecamuk setiap harinya di dunia sejak ratusan tahun yang lalu. Jutaan korban tewas dan lebih banyak lagi yang trauma. Konflik Palestina dan Israel
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara sebagai suatu organisasi kekuasaan tertinggi memiliki peran
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara sebagai suatu organisasi kekuasaan tertinggi memiliki peran penting dalam melindungi hak-hak warga negaranya. Dalam menjalankan perannya tersebut, negara
Lebih terperinciSAN REMO MANUAL TENTANG HUKUM PERANG DI LAUT BAB I KETENTUAN UMUM. Bagian I Ruang Lingkup Penerapan Hukum
Catatan : Naskah ini adalah terjemahan yang dikerjakan oleh Tim TNI AL dan ICRC (Perbanyakan dan penggandaan hanya dapat dilakukan atas ijin team penterjemah) SAN REMO MANUAL TENTANG HUKUM PERANG DI LAUT
Lebih terperinciBAB VI PENUTUP. perusakan dan pembakaran. Wilayah persebaran aksi perkelahian terkait konflik
BAB VI PENUTUP VI.1 Kesimpulan Konflik TNI-Polri selama periode pasca Reformasi, 80% merupakan aksi perkelahian dalam bentuk penganiayaan, penembakan, pengeroyokan dan bentrokan; dan 20% sisanya merupakan
Lebih terperinciPERBANDINGAN KEBIJAKAN LUAR NEGERI AMERIKA SERIKAT TERHADAP NEGARA- NEGARA ISLAM PADA MASA PEMERINTAHAN GEORGE WALKER BUSH DAN BARACK OBAMA RESUME
PERBANDINGAN KEBIJAKAN LUAR NEGERI AMERIKA SERIKAT TERHADAP NEGARA- NEGARA ISLAM PADA MASA PEMERINTAHAN GEORGE WALKER BUSH DAN BARACK OBAMA RESUME Dinamika politik internasional pasca berakhirnya Perang
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF ACTS OF NUCLEAR TERRORISM (KONVENSI INTERNASIONAL PENANGGULANGAN TINDAKAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara ialah subjek hukum internasional dalam arti yang klasik,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara ialah subjek hukum internasional dalam arti yang klasik, dalam hal ini negara yang dimaksud yaitu negara yang berdaulat. 1 Sebagai subjek hukum internasional,
Lebih terperinciANALISIS PELANGGARAN HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL DALAM KONFLIK BERSENJATA ISRAEL-HEZBOLLAH Oleh
ANALISIS PELANGGARAN HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL DALAM KONFLIK BERSENJATA ISRAEL-HEZBOLLAH Oleh Ayu Krishna Putri Paramita I Made Pasek Diantha I Made Budi Arsika Bagian Hukum Internasional Fakultas
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1998 TENTANG PENGESAHAN CONVENTION ON THE PROHIBITION OF THE DEVELOPMENT, PRODUCTION, STOCKPILING AND USE OF CHEMICAL WEAPONS AND ON THEIR DESTRUCTION (KONVENSI
Lebih terperinciPemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Romania, selanjutmya disebut Para Pihak :
PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH ROMANIA TENTANG KERJASAMA PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN KEJAHATAN TERORGANISIR TRANSNASIONAL, TERORISME DAN JENIS KEJAHATAN LAINNYA Pemerintah
Lebih terperinciPENYELESAIAN KONFLIK HIZBULLAH ISRAEL DI LIBANON OLEH PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA DITINJAU DARI HUKUM INTERNASIONAL
ABSTRAK PENYELESAIAN KONFLIK HIZBULLAH ISRAEL DI LIBANON OLEH PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA DITINJAU DARI HUKUM INTERNASIONAL Oleh Asta Bratawijaya Konflik bersenjata di Libanon antara kelompok bersenjata
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hukum Humaniter Internasional bertujuan untuk memanusiawikan perang agar korban
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Hukum Humaniter Internasional bertujuan untuk memanusiawikan perang agar korban akibat perang seminimal mungkin dapat dikurangi. Namun implementasinya,
Lebih terperinciNorway, di Yogyakarta tanggal September 2005
HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL DAN KEJAHATAN PERANG Dipresentasikan oleh : Fadillah Agus Disampaikan dalam Training, Training Hukum HAM bagi Dosen Pengajar Hukum dan HAM di Fakultas Hukum pada Perguruan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan pelaksanaan HAM lebih banyak dijadikan objek power game diantara blokblok
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Promosi dan proteksi Hak Asasi Manusia (HAM) boleh dikatakan telah menjadi agenda internasional. Jika sebelumnya, selama lebih dari 40 tahun, ide dan pelaksanaan HAM
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1995 TENTANG ANGKUTAN UDARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1995 TENTANG ANGKUTAN UDARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa undang-undang Nomor 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan telah mengatur
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang berkaitan dengan modus-modus kejahatan.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini modus kejahatan semakin berkembang seiring dengan perkembangan zaman. Dalam perkembangannya kita dihadapkan untuk bisa lebih maju dan lebih siap dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hubungan-hubungan yang ada di antara manusia itu sendiri. Perang adalah
BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Perang merupakan suatu peristiwa yang memiliki umur yang sama tua nya dengan peradaban manusia di muka bumi ini. Dimana perang itu lahir dari hubungan-hubungan yang
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2003 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang berciri Nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan hak-haknya ditetapkan dengan undang-undang.
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2007 TENTANG
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2007 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK KOREA (TREATY ON EXTRADITION BETWEEN THE REPUBLIC OF INDONESIA AND THE
Lebih terperinciPENGANGKATAN ANAK SEBAGAI USAHA PERLINDUNGAN HAK ANAK
MAKALAH PENGANGKATAN ANAK SEBAGAI USAHA PERLINDUNGAN HAK ANAK Disusun oleh RIZKY ARGAMA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, NOVEMBER 2006 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penghargaan, penghormatan,
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2003 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG
Lebih terperinci