BAB IV KESIMPULAN. Meiji membentuk suatu hubungan homoerotisme di antara para laki-laki di Jepang.

Transkripsi

1 BAB IV KESIMPULAN Tradisi nanshoku yang ada di Jepang sejak jaman Heian sampai awal Meiji membentuk suatu hubungan homoerotisme di antara para laki-laki di Jepang. Nanshoku yang pada awalnya berkembang dan menyebar di kalangan pendeta Budha dan kaum bangsawan, pada jaman Edo ( ) menyebar di lapisan masyarakat Jepang atas dasar struktur usia dan gender pelakunya, yaitu melibatkan laki-laki muda sebagai partner pasif (insertee) dari laki-laki yang lebih dewasa, sedangkan unsur gender melibatkan peran homoseksual yang lebih spesifik, seperti melakukan cross dressing (laki-laki yang berpakaian layaknya perempuan) yang memungkinkan laki-laki lain tertarik untuk melakukan hubungan seksual dengannya. Pada jaman Edo hubungan sesama jenis semacam ini dipandang sebagai suatu hal yang lumrah, suatu kondisi yang sangat berbeda dengan Jepang setelah Perang Dunia II (masa Showa). Pada masa ini pada masyarakat Jepang yang mendapat banyak pengaruh dari Barat mulai tumbuh rasa homophobia, ketakutan dan kebencian akan homoseksualisme. Sampai pada akhirnya istilah nanshoku tidak digunakan lagi dan digunakannya istilah asing gei dan homo untuk menunjuk hubungan seksual antara sesama jenis. Kinjiki yang ditulis dan diselesaikan Mishima Yukio pada kisaran tahun menggunakan terminologi nanshokuka untuk menunjukkan pelaku homoseksual untuk menunjukkan struktur hubungan yang ada pada tokoh gay di 96

2 97 dalam novel. Ini terlihat pada hubungan yang dijalin Minami Yuichi dengan Eichan dan Minoru, di mana kedua laki-laki yang berusia lebih muda daripada Yuichi ini bertindak sebagai peran pasif, sedangkan saat Yuichi menjalin hubungan dengan Tuan Kaburagi dia yang menjadi peran pasif dikarenakan dia berusia lebih muda, berparas lebih cantik/tampan dan secara tingkat ekonomi dia lebih rendah daripada kedua laki-laki tadi. Hal ini sesuai dengan struktur yang ada dalam hubungan nanshoku, yaitu menyangkut struktur usia dan gender seperti yang disebutkan sebelumnya. Ikatan homososial yang dijalin Yuichi dengan Hinoki Shunsuke tidak didasarkan akan hasrat seksual. Ikatan homososial antara keduanya dimulai dengan ketertarikan Shunsuke pada Yuichi, serta keinginan Shunsuke untuk menggunakan Yuichi sebagai boneka, alat balas dendamnya pada perempuanperempuan yang telah menyakiti hatinya. Kondisi Yuichi sebagai seorang gay oleh Shunsuke dipandang sebagai suatu keadaan yang sempurna karena dia tidak akan jatuh cinta pada perempuan-perempuan itu, dan hal itu tentunya akan sangat menyakitkan bagi perempuan yang telah jatuh hati pada Yuichi tanpa mengetahui orientasi seksual Yuichi. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Eve Sedgwick mengenai Male Homosocial Desire, terdapat dua kontinum dalam hubungan homososial antara laki-laki, yaitu men-loving-men (laki-laki yang mencintai laki-laki) dan men-promoting-the-interest-of-men (laki-laki yang menyatakan ketertarikannya pada sesama laki-laki). Dalam kedua kontinum ini bisa terdapat hasrat (desire) seksual, bisa juga tanpa adanya tendesi seksual yang mana tidak ada batasan yang terlihat di dalamnya. Hubungan yang dijalin oleh Shunsuke dan

3 98 Yuichi berawal pada kontinum ketertarikan Shunsuke pada Yuichi tanpa adanya hasrat seksual di dalamnya. Shunsuke yang berperan sebagai mentor dan sampai mengangkat Yuichi sebagai anak angkatnya memberikan amae pada Yuichi. Amae yang diberikan Shunsuke ini yang membawa dirinya akhirnya jatuh cinta pada Yuichi. Dia menyadari hal tersebut saat dia merasa cemburu dengan kedekatan Yuichi dengan Nyonya Kaburagi. Kontinum hubungan antara laki-laki dalam Male Homosocial Desire dapat jatuh pada kontinum manapun, walaupun pada awalnya tidak dilandasi oleh hasrat seksual. Ini terlihat dari kontinum hubungan Yuichi dengan Shunsuke yang awalnya berada pada kontinum menpromoting-the-interest-of-men berakhir pada kontinum men-loving-men. Dalam hubungan erotic triangle, Yasuko sebagai perempuan yang dinikahi Yuichi memiliki peran sebagai konduktor atau jembatan bagi hubungan homososial Yuichi dengan Shunsuke. Ini terlihat dari bertambah eratnya ikatan homososial antara Yuichi dengan Shunsuke setelah Yuichi menyanggupi untuk menikahi Yasuko, hal ini dikarenakan Shunsuke menjanjikan untuk mengajari Yuichi segala hal mengenai pernikahan dan perempuan. Yuichi juga sangat terbuka pada Shunsuke mengenai dirinya yang seorang gay, mereka juga sering bertemu di Rudon, gay bar tempat Yuichi bertemu dengan teman-teman gaynya. Hubungan erotic triangle antara ketiganya dimulai dengan rasa persaingan yang dirasakan Shunsuke pada Yuichi, di mana dia merasa iri dengan segala sesuatu yang dimiliki oleh Yuichi. Rasa persaingan (rivalry) ini membawa Shunsuke untuk mendekati Yuichi dan pada akhirnya menjalin ikatan pertemanan (mentoring) dengan pemuda tersebut. Ikatan yang terbentuk antara Yuichi dengan

4 99 Shunsuke justru lebih erat dibandingkan Yuichi dengan Yasuko yang merupakan istrinya. Terlihat di sini bahwa Yasuko hanya berperan sebagai penghubung bagi hubungan homososial antara Yuichi dengan Shunsuke. Pemunculan narasi Male Homosocial Desire oleh Mishima Yukio besar kemungkinannya dengan minat sang penulis akan budaya asli Jepang dan dunia militer serta samurai. Nanshoku yang berkembang dengan pesat sejak jaman Heian banyak terjadi di lingkungan pendeta Budha dan samurai. Para samurai yang menuntut ilmu di biara Budha tidak sedikit yang akhirnya menjalin hubungan seksual dengan para pendeta Budha itu dan setelah selesai masa belajarnya dia akan melanjutkan nanshoku itu di lingkungan samurainya. Catatan sejarah menyebutkan banyak jenderal besar Jepang yang memiliki kekasih lakilaki pada masa tersebut. Gary Leupp menyebutkan hal ini terjadi karena salah satunya kurangnya/tidak adanya perempuan selama mereka bertugas di medan pertempuran. Hubungan antara atasan dengan bawahan yang di dalamnya terdapat amae membawa munculnya homosexual feeling yang pada akhirnya mendorong adanya male homosocial. Mishima Yukio sendiri sering dirumorkan sebagai seorang homoseksual, dikarenakan cerita dalam Kamen no Kokuhaku (Confession of the Mask) yang menceritakan seorang pemuda yang kebingungan dengan orientasi seksualnya dan mendapati dirinya mencintai sesama laki-laki. Sudut pandang penulisan dari sudut pandang orang pertama membuat banyak orang berspekulasi novel ini bercerita tentang diri Mishima sendiri. Kinjiki yang juga mengusung tema homoseksual semakin memantapkan spekulasi orang mengenai kecenderungan orientasi seksual Mishima sebagai seorang gay, walaupun dia

5 100 telah menikah dan memiliki beberapa orang anak. Semua pendapat ini tidak dapat dibuktikan kebenarannya karena Mishima sendiri tidak pernah memberikan pernyataan apapun mengenai orientasi seksualnya.