BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Perkembangan zaman berdampak pada perubahan pola makan yang lebih banyak

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Perkembangan zaman berdampak pada perubahan pola makan yang lebih banyak mengkonsumsi jenis makanan cepat saji, makanan kemasan dan makanan yang diawetkan yang saat ini semakin banyak dijual di pasar, baik itu pasar tradisional maupun pasar swalayan. Bahan tambahan makanan banyak sekali digunakan dalam kehidupan sehari-hari, seperti penggunaan L- asam glutamat yang digunakan dalam bentuk garamnya yaitu monosodium glutamat (MSG) yang berfungsi sebagai penambah rasa makanan (Maidawilis, 2010; Eweka & Om iniabohs, 2011). Monosodium glutamat telah dikonsumsi secara luas di seluruh dunia. Berbagai merk dagang MSG telah dikenal masyarakat seperti Ajinomoto, Vetsin, Micin, Sasa, dan Miwon dimana produk-produk ini digunakan sebagai bumbu masak dan penyedap rasa (flavour enhancer) (Winarno, 1986). Hal yang mengkhawatirkan adalah banyaknya bahan makanan yang biasa dikonsumsi anak-anak dan tidak mencantumkan kandungan MSG (Erb, 2003). Pada tahun 1997, setiap tahun produksi MSG Indonesia mencapai ton/tahun dengan konsumsi mengalami kenaikan rata-rata sekitar 24,1% pertahun. Masyarakat Indonesia rata-rata mengkonsumsi MSG sekitar 0,6 gr/kgbb (Prawirohardjono et al., 2000; Ardyanto, 2004). Di beberapa negara, penggunaan MSG bisa mencapai 143 mg/kgbb. Secara umum, konsumsi MSG bisa mencapai 10 1

2 gram per hari, terlebih lagi pada masakan-masakan di restoran China. Sedangkan konsentrasi aman yang diperbolehkan untuk dikonsumsi adalah maksimal 120 mg/kgbb/hari (Collison et al., 2009). Keuntungan dan kerugian penggunaan MSG masih dipelajari oleh beberapa peneliti. Dari penelitian Yanamoto et al. (2009), didapatkan hasil bahwa MSG memiliki keuntungan yaitu dapat digunakan sebagai penambah nafsu makan pada usia lanjut. Namun tidak sedikit peneliti yang mengatakan bahwa penggunaan MSG memiliki banyak efek negatif yang gejalanya dapat dirasakan oleh manusia kurang lebih 10 menit sampai 2 jam setelah terpapar MSG seperti kelemahan, pusing, berkeringat, dan lain-lain. Hal ini diperkuat oleh penelitian yang dilakukan Xiong et al., (2009) yang menyebutkan bahwa MSG akan menyebabkan sel neuron membengkak dan mengalami kematian. Glutamat merupakan neurotransmiter terbanyak di otak, yang sifatnya eksitatorik, yang penting dalam perkembangan sistem saraf, perkembangan plastisitas sinaps, proses pembelajaran dan memori (Smith, 2000; Wang & Qin, 2010; Onaolopo & Onaolopo, 2011). Namun, penggunaan MSG yang berlebihan akan membuat glutamat menjadi zat toksin yang dapat menyebabkan kematian sel neuron melalui mekanisme aktivasi reseptor asam amino eksitatorik secara berlebihan (Blaylock, 1997; Smith, 2000; Balazs et al., 2006). Monosodium glutamat dapat menyebabkan stimulasi yang berlebihan terhadap reseptor glutamat. Stimulasi yang berlebihan ini, akan menyebabkan peningkatan konsentrasi Ca 2+ yang diduga menjadi awal penyebab nekrosis sel dan memicu

3 produksi ROS. ROS akan merusak hampir semua komponen biomolekul sel yang menghasilkan kerusakan pada membran, sitotoksik, mutagenositas dan yang lebih penting adalah terjadinya modifikasi enzim (Singh et al., 2003). Otak merupakan organ yang paling rentan terhadap eksitotoksin seperti MSG (Blaylock, 1997; Singh et al., 2003). Neurotoksin seperti MSG memungkinkan menjadi penyebab munculnya efek negatif pada cerebellum. Pada penggunaan jangka panjang, MSG ini dapat menyebabkan kerusakan pada pembentukan perilaku, fungsi motorik dan kognitif (Kiss et al., 2005), terutama pada usia remaja karena perkembangan sinaps dan sirkuit otak masih berlangsung (Blaylocks, 1997). Cerebellum berperan penting dalam pengaturan aktivitas dan koordinasi motorik (Guyton & Hall, 2011). Neuron cortex cerebellum, terdiri atas lima tipe sel yaitu : sel Golgi, sel Purkinje, sel basket, sel granulla, dan sel stellata (Barlow, 2002; Ganong, 2005; Hendelman, 2006). Dalam hal pengaturan koordinasi motorik, sel Purkinje memiliki peranan fungsional yang utama, selain karena jumlahnya yang paling banyak pada tubuh manusia, sel ini juga menjadi pusat penjalaran sinyal di cortex cerebellum (Guyton & Hall, 2011). Dilaporkan bahwa pemberian MSG dengan dosis 3 gr dan 6 gr pada tikus Wistar dewasa, secara histologi menunjukkan adanya kerusakan dan kematian sel Purkinje cerebellum yang menyebabkan terjadinya perubahan fungsi koordinasi motorik (Eweka & Om Iniabohs, 2008). Aminuddin et al. (2014) melakukan penelitian tentang pengaruh pemberian ekstrak bawang putih terhadap jumlah sel Purkinje dan koordinasi motorik tikus Wistar yang diberi paparan MSG intraperitoneal dengan

4 dosis 4 mg/grbb. Pada pemberian MSG 4 mg/grbb(i.p) menyebabkan tikus menjadi hiperaktif dan mengalami kejang, kemudian 50% tikus mengalami kematian 60 menit setelah pemberian MSG. Dosis 4 mg/grbb ini termasuk dalam dosis tinggi yang dapat menyebabkan kematian sel saraf secara akut (Blaylock, 1997). Kemudian dilakukan penurunan dosis MSG menjadi 2 mg/grbb (i.p), berat badan tikus berangsur-angsur mengalami penurunan, jumlah sel Purkinje berbeda secara signifikan pada kelompok perlakuan (kelompok yang diberi paparan MSG dan ekstrak bawang putih) dan kelompok kontrol positif (kelompok yang diberi paparan MSG), sedangkan jumlah sel Purkinje antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol negatif (kelompok yang diberi 0,9% NaCl) menunjukkan perbedaan yang tidak signifikan. Analisis pada koordinasi motorik antar kelompok menunjukkan hasil tidak ada perbedaan yang signifikan antara kelompok kontrol negatif dengan kelompok kontrol positif, baik berdasarkan jumlah jatuh maupun lama bertahan di atas alat uji tabung putar. Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk mengkaji dosis MSG yang dapat menimbulkan efek neurotoksik khususnya pada koordinasi motorik dan jumlah sel Purkinje cerebellum. Dalam hal ini, peneliti akan melakukan penelitian pada tikus Wistar dengan memberikan paparan MSG secara intraperitoneal dengan dosis 2,5 mg/grbb; 3,0 mg/grbb; dan 3,5 mg/grbb selama 10 hari berturut-turut.

5 I.2. Perumusan Masalah Berdasarkan permasalahan tersebut, maka muncul pertanyaan penelitian sebagai berikut : 1. Apakah paparan MSG dosis lebih tinggi menyebabkan gangguan koordinasi motorik tikus Wistar (Rattus norvegicus) jantan remaja yang lebih besar dibandingkan dengan paparan MSG dosis lebih rendah? 2. Apakah paparan MSG dosis lebih tinggi menyebabkan jumlah sel Purkinje cerebellum tikus Wistar (Rattus norvegicus) jantan remaja lebih sedikit dibandingkan dengan paparan MSG dosis lebih rendah? 3. Apakah ada hubungan antara koordinasi motorik dengan jumlah sel Purkinje cerebellum tikus Wistar (Rattus norvegicus) jantan remaja? I.3. Tujuan Penelitian I.3.1. Tujuan umum Untuk mengkaji seberapa besar gangguan koordinasi motorik dan jumlah sel Purkinje cerebellum dan tikus Wistar (Rattus norvegicus) jantan remaja yang diberi paparan MSG dengan dosis pemberian yang berbeda-beda (2,5 mg/grbb; 3,0 mg/grbb; dan 3,5 mg/grbb).

6 I.3.2. Tujuan Khusus 1. Mengukur kemampuan koordinasi motorik tikus Wistar (Rattus norvegicus) jantan remaja yang diberi paparan MSG dengan dosis pemberian yang berbedabeda (2,5 mg/grbb, 3,0 mg/grbb, dan 3,5 mg/grbb). 2. Menghitung jumlah sel Purkinje cerebellum tikus Wistar (Rattus norvegicus) jantan remaja yang diberi paparan MSG dengan dosis pemberian yang berbedabeda (2,5 mg/grbb; 3,0 mg/grbb; dan 3,5 mg/grbb). 3. Mengkaji hubungan antara koordinasi motorik dengan jumlah sel Purkinje cerebellum tikus Wistar (Rattus norvegicus) jantan remaja. I.4. Keaslian Penelitian Penelitian tentang pengaruh pemberian monosodium glutamat terhadap koordinasi motorik dan jumlah sel Purkinje cerebellum tikus Wistar (Rattus norvegicus) jantan remaja, belum pernah diteliti sebelumnya. Penelitian yang berkaitan antara lain : 1. Prawiroharjono et al. (2000), dengan judul penelitian The administration to Indonesians of monosodium L-glutamate in Indonesian foods: an assessment of adverse reactions in a randomized double-blind, crossover, placebo controlled study. Dari penelitian yang dilakukan di Indonesia mengenai penggunaan MSG pada makanan untuk sarapan pagi, siang, dan malam sebanyak 1,5-3,0 gr/hari menunjukkan tidak terdapat gelaja Complex syndrome seperti rasa panas di leher, lengan dan dada, sakit kepala, pusing, mual, muntah, dan berdebar-debar. Tetapi

7 penggunaan berlebihan dapat menimbulkan gangguan lambung, gangguan tidur dan mual-mual. Bahkan beberapa orang ada yang mengalami reaksi alergi berupa gatal, dan panas. 2. Eweka dan Om Iniabohs (2007), dengan judul penelitian Histological studies of monosodium glutamat on the cerebellum of adult wistar rats. Dari penelitian ini, didapatkan hasil bahwa pemberian 3 gr dan 6 gr MSG selama 14 hari dapat merusak dan menyebabkan kematian sel Purkinje dan sel granul, dan semakin tinggi dosis MSG yang diberikan, menunjukkan tingkat kerusakan sel yang lebih berat. Pada penelitian ini, jumlah sel Purkinje cerebellumnya tidak dihitung. 3. Aminuddin et al. (2014), dengan judul The effects of black garlic (Allium sativum L.) ethanol extract on the estimated total number of Purkinje cells and motor coordination of male adolescent Wistar rats treated with monosodium glutamate Penelitian ini dilakukan dengan memberikan injeksi intraperitoneal MSG 2 mg/grbb dan ditambah ekstrak etanol bawang putih dengan berbagai dosis yang berbeda. Dari penelitian ini, didapatkan hasil bahwa jumlah sel Purkinje berbeda secara signifikan pada kelompok perlakuan (kelompok yang diberi paparan MSG dan ekstrak bawang putih) dan kelompok kontrol positif (kelompok yang diberi paparan MSG), sedangkan jumlah sel Purkinje antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol negatif (kelompok yang diberi 0,9% NaCl) menunjukkan perbedaan yang tidak signifikan. Analisis pada koordinasi motorik antar kelompok menunjukkan hasil tidak ada perbedaan yang signifikan antara kelompok kontrol negatif dengan kelompok kontrol positif, baik

8 berdasarkan jumlah jatuh maupun lama bertahan di atas alat uji tabung putar. Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu mengunakan dosis MSG bertingkat (2,5 mg/grbb; 3,0 mg/grbb; dan 3,5 mg/grbb) dan tidak menggunakan ekstrak etanol bawang putih. I.5. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah : 1. Bagi masyarakat, diharapkan dapat menjadi sumber informasi tentang seberapa besar gangguan yang terjadi akibat dari penggunaan MSG sehingga dapat terhindar dari masalah-masalah akibat penggunaan yang berlebih khususnya pada otak yang berkaitan dengan gerakan dan koordinasi motorik. 2. Bagi perkembangan ilmu pengetahuan, diharapkan dapat menjadi dasar bagi model penelitian terkait pengaruh MSG terhadap cerebellum. 3. Bagi BPOM, diharapkan penelitian ini dapat dijadikan dasar untuk mencantumkan kandungan MSG pada setiap produksi makanan dengan memperhatikan batas aman konsumsi MSG.