BAB I PENDAHULUAN. Selama bertahun-tahun, para ekonomi telah mengakui bahwa perusahaanperusahaan
|
|
- Farida Oesman
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 1 BAB I PENDAHULUAN Koneksi politik merupakan fenomena umum yang terjadi di berbagai negara. Karya besar Faccio (2006, 2007) di 47 negara telah membuktikan bahwa tidak ada satu negara pun di dunia ini yang terbebas dari fenomena tersebut. Selama bertahun-tahun, para ekonomi telah mengakui bahwa perusahaanperusahaan yang terkoneksi politik telah menerima insentif yang berharga dari pemerintah, namun bukti empiris terkait hal ini tidak konsisten. Sebagian besar peneliti sepakat bahwa koneksi politik dominan berkembang pada lingkungan negara yang inhenren dengan praktek korupsi dan pada perusahaan dengan governance yang buruk. Berbagai studi empiris telah mendoukumentasikan bahwa sebagian besar fenomena koneksi politik dominan berkembang pada perusahaan-perusahaan Asia. ASEAN merupakan salah satu kawasan di Asia yang memiliki kasus koneksi politik yang tinggi. Umumnya, negara-negara yang berada dalam ruang lingkup ini juga tergolong sebagai negara yang sangat inheren dengan praktek korupsi, tetapi tidak semua perusahaan yang beroperasi di lingkungan ini memiliki governance yang buruk. Oleh karena itu, penelitian terkait hubungan antara koneksi politik dan kinerja, dengan efek moderasi lingkungan korupsi dan corporate governance sangat relevan dilakukan di kawasan ini. Disamping itu, kondisi yang demikian juga memungkinkan hasil penelitian ini untuk digeneralisasikan sebagai fenomena umum yang mungkin juga berlaku di berbagai negara.
2 Melalui konsep corporate governance, penelitian ini akan membahas bagaimana hubungan antara koneksi politik dan kinerja perusahaan, dan bagaimana peran lingkungan korupsi dan corporate governance pada hubungan tersebut. Sebagai latar belakang penelitian, bab ini menguraikan fenomenafenomena koneksi politik pada perusahaan-peusahaan publik di regional ASEAN, sekaligus memuat rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian. 1.1 Latar Belakang Skandal Enron Corporation kembali menunjukkan betapa besar koneksi politik bermain dalam kegiatan perusahaan. Keberadaan 35 orang pejabat birokrasi Gedung Putih dalam struktur pemegang saham dan partisipasi perusahaan bagi kepentingan partai politik hingga US$ 4,7 juta serta hubungan manis antara Kenneth Lay (komisaris dan CEO Enron) dengan Presiden George W. Bush, telah membebaskan perusahaan dari masalah perpajakannya. Tercatat bahwa lima tahun berturut-turut sebelum kebangkrutannya (2001), Enron sama sekali tidak membayar pajak pendapatannya kepada negara, meskipun ia memiliki laba bersih hingga miliaran dolar AS. Kasus ini juga kembali menunjukkan bahwa fenomena koneksi politik tidak hanya bermain di lingkungan negara berkembang yang umumnya sangat inheren dengan praktek korupsi, tetapi juga pada negaranegara maju yang umumnya kurang inheren dengan praktek korupsi. Meskipun peran koneksi politik sudah lama diakui dapat berdampak positif bagi kinerja perusahaan, namun beberapa bukti empiris juga telah mendokumentasikan hal sebaliknya. Beberapa peneliti menemukan bahwa nilai perusahaan yang terkoneksi politik akan sangat bergantung pada kekuatan 2
3 koneksinya itu (Goldman et al., 2009; Fisman, 2001), rendahnya tingkat transparansi dan akuntabilitas perusahaan (Faccio, 2007; Bushman et al., 2004), dan cenderung akan meningkatkan praktek korupsi (Domadenic et al., 2014; Ang et al., 2010; Shleifer & Vishny, 1994). Disamping itu, perusahaan juga dapat mengalami intervensi dari koneksi politiknya tersebut, misalnya perusahaan dapat dipaksa untuk memenuhi tuntutan koneksi politiknya yang bersifat non-profitable, seperti membuka lapangan kerja yang berlebihan (Xu et al., 2002). Berbagai studi empiris juga belum menunjukkan hasil yang konsisten terkait hubungan antara koneksi politik dan kinerja. Sebagian peneliti menemukan hubungan yang positif (misalnya, Niessen & Ruenzi, 2009; Drombovsky, 2008; Goldman et al., 2006), sebagian tidak menemukan hubungan yang signifikan (misalnya, Jackowicz et al., 2014; Osad & Andrew, 2013), dan beberapa diantaranya justru menemukan hubungan yang negatif (misalnya, Hadani & Schuler, 2013; Agrawal et al., 2012; Gillabert, 2011; Boubakri et al., 2008; Hersch et al., 2008; Fan et al., 2007; Ansolabehere et al., 2004). Ketidakkonsistenan tersebut menyebabkan bagaimana perbedaan kinerja antara perusahaan yang terkoneksi politik dengan perusahaan yang tidak terkoneksi politik, juga tidak konsisten. Beberapa diantaranya menemukan, bahwa perusahaan yang terkoneksi politik memiliki kinerja yang lebih baik dibandingkan dengan perusahaan yang tidak terkoneksi (misalnya, Niessen & Ruenzi, 2009; Ferguson & Voth, 2008; Goldman et al., 2006; Johnson & Mitton, 2003; Fisman, 2001), dan beberapa diantaranya justru menunjukkan hasil yang sebaliknya (misalnya Boubakri et al., 2008; Fan et al., 2007; Xu et al., 2002). 3
4 Terkait dengan ketidakkonsistenan tersebut, Faccio (2006, 2007) berpendapat bahwa koneksi politik hanya akan berdampak positif bagi kinerja perusahaan, jika dengan koneksi yang ada perusahaan mampu mendapatkan rente ekonomi dari pemerintah, di mana praktek rekte ekonomi itu sendiri dominan berkembang pada lingkungan negara yang inheren dengan praktek korupsi. Dengan menggunakan sampel lebih dari korporasi di 47 negara, ia menemukan bahwa terdapat interaksi yang sangat kuat antara koneksi politik dengan lingkungan korupsi di suatu negara. Perbedaan karakteristik antara perusahaan yang terkoneksi politik dengan perusahaan yang tidak terkoneksi politik, semakin jelas terlihat pada negara-negara yang sangat inheren dengan praktek korupsi. Pada kondisi ini, perusahaan-perusahaan yang terkoneksi politik memiliki peluang yang besar untuk mendapatkan rente ekonomi dari pemerintah melalui lobi-lobi koneksi yang dimilikinya, sehingga dengan rente itulah yang akan membawa kinerja perusahaan yang memiliki koneksi politik menjadi lebih unggul dibandingkan dengan kinerja perusahaan yang tidak memiliki koneksi politik. Pada dasarnya, praktek rente ekonomi (kronisme) dan koneksi politik tidak hanya tumbuh subur di lingkungan negara yang inheren dengan praktek korupsi, tetapi juga bermain di lingkungan negara yang kurang inheren dengan praktek korupsi. Hal ini dapat terjadi karena tidak semua perusahaan yang beroperasi di lingkungan yang kurang inheren dengan praktek korupsi memiliki governance yang baik, sebagaimana kasus Enron yang telah disinggungkan di muka. Disamping itu, kehadiran direksi-direksi yang memiliki koneksi politik juga tidak sepenuhnya menjamin keberhasilan perusahaan, sebagaimana yang telah diyakini 4
5 selama ini. Faccio (2006, 2007) berpendapat bahwa koneksi politik akan berdampak positif terhadap kinerja perusahaan, jika perusahaan berhasil mengekstrak insentif yang berharga (rente ekonomi) dari pemerintah, tetapi jika semua atau sebagian dari insentif itu dikonsumsi/digunakan oleh direksi-direksi yang saling terkoneksi, maka pemegang saham (terutama minoritas) hanya akan mendapatkan sedikit dari nilai yang tersisa atau mungkin tidak sama sekali. Dengan demikian, selain bergantung pada lingkungan korupsi, hubungan koneksi politik dan kinerja juga sangat bergantung pada governance perusahaan itu sendiri. Beberapa studi empiris juga telah mendokumentasikan bahwa fenomena koneksi politik lebih dominan berkembang pada perusahaan-perusahaan dengan governance yng buruk (misalnya, You & Du, 2012; Kang & Zhang, 2012; Yeh & Shu, 2010; Xu et al., 2002). ASEAN merupakan salah satu kawasan di Asia yang memiliki kasus koneksi politik yang tinggi. Secara berturut-turut, Faccio (2006) mendokumentasikan bahwa hampir 22,08% dari total perusahaan publik di Indonesia memiliki jalur politik, Malaysia 19,08%, Thailand 15,05%, Singapura 7,86% dan Filipina 4,39%. Lebih lanjut ia menegaskan bahwa sekitar 59,5% dari koneksi tersebut terjadi melalui direksi dan sisanya (40,5%) melalui pemegang saham terbesar. Dari berbagai kasus koneksi yang ada, sekitar 15,5% koneksi politik tersebut (direksi dan pemegang saham) terjadi dengan para pemimpin negara atau menteri, dan sisanya (59,6%) dengan anggota parlemen. Dari 24,9% kasus-kasus koneksi politik di ASEAN, kebanyak terjadi di Indonesia, Malaysia, Filipina, dan Thailand, sementara di Singapura sangat rendah. 5
6 Fenomena koneksi politik di regional ASEAN memang telah lama dan banyak menarik perhatian para peneliti. Misalnya, Fisman (2001) di Indonesia yang telah mendokumentasikan bagaimana insentif yang didapati oleh perusahaan-perusahaan yang terkoneksi dengan Presiden Soeharto, dan secara konsisten temuan tersebut juga didukung oleh berbagai studi empiris lainnya (misalnya, Leuz & Oberholzer-Gee, 2006). Demikian pula di Filipina, Hutchcoft (1988) telah mendokumentasikan bahwa perusahaan-perusahaan yang terkoneksi dengan Presiden Marcos juga memiliki kinerja yang lebih baik dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan yang tidak terkoneksi. Di Malaysia, studi terkait hal ini juga telah banyak dilakukan, misalnya Johnson & Mitton (2003) yang juga menemukan bahwa perusahaan-perusahaan yang terkoneksi politik dengan Perdana Menteri Mahatrhir, Anwar Ibrahim, dan Daim Zainuddin juga memiliki hubungan yang positif dengan kinerja. Akan tetapi, temuan mereka tidak sepenuhnya didukung oleh studi-studi lainnya, misalnya Faccio (2007) tidak menemukan adanya hubungan yang signifikan antara koneksi politik dan kinerja perusahaan publik di Malaysia. Demikian pula Polsiri & Wiwattanakantang (2006) di Thailand juga telah mendokumentasikan bagaimana insentif yang didapati oleh perusahaan-perusahaan yang terkoneksi dengan Perdana Menteri Thaksin dan Crown Property Biro. Temuan mereka juga didukung oleh beberapa studi lainnya, seperti Charumilind et al. (2006) dan Wiwattanakantang et al. (2008), tetapi studi Faccio (2007) justru menolak hasil temuan-temuan mereka. Tidak seperti negara-negara ASEAN lainnya, fenomena koneksi politik di Singapura tampaknya kurang berkembang. Hal ini mungkin didukung oleh 6
7 kualitas kelembagaan hukumnya yang sangat kuat, meskipun negara ini dikelilingi oleh negara-negara yang justru bertolakbelakang dengan kondisinya itu. Menariknya lagi, negara ini juga tampaknya tidak terpengaruh oleh sejarah dan budaya etnisnya sendiri, yaitu Cina, India, dan Melayu, di mana mereka sangat inheren dengan praktek tersebut. Studi Faccio (2006, 2007) memang menemukan kasus koneksi politik di negara ini, tetapi ia tidak menemukan adanya hubungan yang signifikan antara koneksi politik dan kinerja perusahaan. Akan tetapi, barubaru ini, Ang et al. (2014) justru menemukan bahwa perusahaan-perusahaan publik di Singapura yang terkoneksi politik dengan elit birokrasi juga mungkin telah menerima insentif yang berharga, hal ini terlihat dari kinerja mereka yang sangat signifikan berbeda dibandingkan dengan kinerja perusahaan-perusahaan yang tidak memiliki koneksi politik. Jika ditelusuri lebih jauh, perbedaan karakteristik antara perusahaan yang terkoneksi politik dengan perusahaan yang tidak terkoneksi politik akan semakin jelas terlihat pada sektor-sektor industri tertentu. Selain tingginya kasus koneksi politik pada perusahaan-perusahaan publik di regional ASEAN, Rajan & Zingales (1998) dan Kunio (1988) juga menyatakan bahwa negara-negara di regional ini memiliki praktek kronisme yang tinggi. Beberapa istilah yang digunakan untuk fenomena itu, antara lain crony capitalist dan keluarga presiden di Filipina, kapitalis kerajaan di Malaysia, keluarga cendana dan kapitalis konco di Indonesia, dan kapitalis birokrat di Thailand. Dengan demikian, ada indikasi yang kuat bahwa tingginya kasus koneksi politik di negara-negara ASEAN, mungkin erat kaitannya dengan kasus kronisme yang juga tinggi di regional tersebut. 7
8 Disamping itu, berdasarkan hasil survei Lembaga Transparansi Internasional, selama periode 2011 hingga 2014 rata-rata Corruption Perseptions Index (CPI) negara-negara di kawasan ASEAN berada pada posisi yang sangat bervariasi, yakni mulai dari yang terbaik (Singapura, rata-rata peringkat CPI: 5,5), tergolong baik (Malaysia, rata-rata peringkat CPI: 54,3), dan tidak baik (Indonesia, 104,3; Filipina 103,3; dan Thailand, 88,8). Tinggi-rendahnya CPI ini akan menggambarkan kondisi budaya penegakan hukum anti-korupsi di suatu negara. Suatu negara dengan CPI tinggi menunjukkan bahwa negara tersebut sangat inheren dengan praktek korupsi, dan begitu pula sebaliknya. Hasil survei ASEAN Capital Market Forum (ACMF), selama tahun 2011 hingga 2014 menunjukkan bahwa implementasi governance pada perusahaan-perusahaan publik di regional ini juga sangat variatif, yakni mulai dari yang sangat baik (Thailand, rata-rata skor ASEAN Corporate Governance Scorecard (ACGS): 71,0), tergolong baik (Malaysia, 66,4), dan kurang baik (Indonesia, 48,2 dan Filipina, 52,9, dan Singapura, 62,7). Dengan demikian, secara umum terindikasi bahwa tingginya kasus koneksi politik di negara-negara ASEAN (khususnya bagi Indonesia dan Filipina), mungkin erat kaitannya dengan praktek rente ekonomi (kronisme) yang juga tinggi. Di samping itu, tingginya kedua kasus tersebut juga mungkin didukung oleh lingkungan negaranya yang sangat inheren dengan praktek korupsi dan dengan governance perusahaan yang buruk. Tetapi, spesifiknya di Malaysia dan Thailand, ada indikasi bahwa tingginya kasus koneksi politik dan rente ekonomi tidak sepenuhnya didukung oleh lingkungan korupsi dan governance perusahaan, 8
9 sehingga hal ini yang mungkin menyebabkan terjadinya ketidakkonsistenan pada hasil kajian empiris di kedua negara tersebut. Sedangkan di Singapura, kasus koneksi politik dan rente ekonomi mungkin tidak memiliki peluang besar untuk terjadi negara ini. Hal ini disebabkan oleh lingkungan negara tersebut yang kurang inheren dengan praktek korupsi dan kronisme. Tetapi bagaimanapun, studi empiris terbaru juga telah menangkap adanya insentif yang sangat berharga bagi perusahaan-perusahaan yang terkoneksi politik dengan elit birokrasi di negara itu. Hal ini mungkin didukung oleh governance perusahaan yang lemah, sebagaimana yang dilansir oleh ACMF bahwa secara umum perusahaan-perusahaan publik di Singapura memiliki governance yang lebih lemah dibandingkan governance perusahaan-perusahaan publik di Malaysia dan Thailand. Dengan demikian, fenomena-fenomena tersebut sangat mendukung untuk dilakukan pengujian terhadap hipotesis yang diajukan. Berdasarkan hasil survei Lembaga Transparansi Internasional dan ACMF tersebut, fenomena koneksi politik pada perusahaan-perusahaan publik di regional ASEAN dapat digolongkan ke dalam empat ketegori: (1) perusahaan dengan governance yang baik dan beroperasi di lingkungan negara yang kurang inheren dengan praktek korupsi; (2) perusahaan dengan governance yang baik, tetapi beroperasi di negara yang inheren dengan praktek korupsi; (3) perusahaan dengan governance yang buruk, tetapi beroperasi di lingkungan negara yang kurang inheren dengan praktek korupsi; dan (4) perusahaan dengan governance yang lemah dan beroperasi pada lingkungan negara sangat inheren dengan praktek korupsi. Oleh karena itu, fenomena ini akan semakin mendukung untuk dilakukan 9
10 pengujian terhadap hipotesis yang diajukan, karena dapat digeneralisasikan sebagai fenomena umum yang mungkin juga berlaku di berbagai negara. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah di uraikan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana hubungan antara koneksi politik dan kinerja perusahaan? 2. Apakah terdapat perbedaan antara kinerja perusahaan yang terkoneksi politik dengan perusahaan yang tidak terkoneksi politik? 3. Apakah hubungan antara koneksi politik dan kinerja perusahaan bergantung pada lingkungan korupsi dan juga bergantung pada governance perusahaan itu sendiri? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah: 1. Menguji hubungan koneksi politik dan kinerja perusahaan. 2. Menguji dan membandingkan antara kinerja perusahaan yang terkoneksi politik dengan kinerja perusahaan yang tidak terkoneksi politik. 3. Menguji efek moderasi dari lingkungan korupsi dan corporate governance pada hubungan antara koneksi politik dan kinerja perusahaan. 10
11 1.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi: 1. Pemerintah dan otoritas pasar modal, dapat dijadikan sebagai bahan masukan dalam merumuskan kebijakan serta pengambilan keputusan terkait dengan aturan politik pada perusahaan-perusahaan publik. 2. Perusahaan Publik, dapat dijadikan sebagai bahan masukan dalam merumuskan kebijakan dan pengambilan keputusan terkait dengan peran koneksi politik dalam perusahaan demi meningkatkan kinerja atau menjaga reputasi perusahaan. 3. Investor, dapat dijadikan sebagai bahan masukan dalam proses pengambilan keputusan untuk berinvestasi di perusahaan-perusahaan publik. 4. Empirikal, dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan metode penelitian, serta dapat dijadikan sebagai sumber rujukan bagi penelitian lebih lanjut, khususnya terkait dengan masalah koneksi politik. 11
BAB I PENDAHULUAN. berpendapatan menengah ke bawah (The World Bank, 2015). Pemerintahan Indonesia
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Indonesia, adalah salah satu negara berkembang dan termasuk negara berpendapatan menengah ke bawah (The World Bank, 2015). Pemerintahan Indonesia berbentuk Republik
Lebih terperinci(Tempo.co, 4 Juni 2012) mengatakan perusahaan perusahaan milik negara (BUMN) menjadi berantakan setelah dicampuri orang orang dari partai politik.
I. PENDAHULUAN Ketidakpercayaan publik terhadap pemerintah dan ketidakstabilan politik pada akhir pemerintahan Soeharto menyebabkan perekonomian Indonesia menjadi tidak pasti, inflasi yang tinggi (77.63
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dipungkiri bahwa salah satu keberhasilan sebuah perusahaan tidak terlepas dari adanya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pengaruh koneksi politik suatu perusahaan terhadap kinerja perusahaan begitu penting untuk memahami hubungan antara politisi dengan perusahaan serta pengaruhnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Krisis finansial di Asia Timur dan Asia Tenggara tahun 1997, bangkrutnya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Krisis finansial di Asia Timur dan Asia Tenggara tahun 1997, bangkrutnya Enron dan WorldCom, serta krisis subprime mortgage di Amerika Serikat yang menyebabkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Praktek rent seeking (mencari rente) merupakan tindakan setiap kelompok
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Praktek rent seeking (mencari rente) merupakan tindakan setiap kelompok kepentingan yang berupaya mendapatkan keuntungan ekonomi yang sebesarbesarnya dengan upaya yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan sebuah perusahaan tidak terlepas dari pengaruh lingkungan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Keberhasilan sebuah perusahaan tidak terlepas dari pengaruh lingkungan di mana perusahaan tersebut didirikan. Salah satu faktor lingkungan yang berpengaruh
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Awal tahun 1990 terdapat fenomena di negara negara pengutang yang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Awal tahun 1990 terdapat fenomena di negara negara pengutang yang mulai mengalihkan perhatian dalam bentuk alternatif bagi pembiayaan pembangunan yang
Lebih terperinci(Noor et. al (2010)). Sistem perpajakan di Indonesia menggunakan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Tarif pajak digunakan dalam perhitungan besarnya pajak terutang. Tarif pajak efektif yaitu persentase tarif pajak yang efektif berlaku atau harus diterapkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mempunyai peranan penting bagi pengukuran dan penilaian kinerja sebuah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laporan keuangan merupakan hasil akhir dari proses akuntansi yang mempunyai peranan penting bagi pengukuran dan penilaian kinerja sebuah perusahaan. Sebuah perusahaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memiliki rata-rata nilai corporate governance rendah diantara lima negara lain
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Corporate governance adalah salah satu faktor non keuangan perusahaan yang di Indonesia wajib dilaksanakan dan diungkapkan pelaksanaannya (Bapepam-LK, 2012). Meskipun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Runtuhnya sistem ekonomi komunis menjelang akhir abad ke-20,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Runtuhnya sistem ekonomi komunis menjelang akhir abad ke-20, menjadikan sistem ekonomi kapitalis sebagai satu-satunya sistem ekonomi yang paling dominan di seluruh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tata kelola perusahaan (Good Corporate Governance) merupakan konsep
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tata kelola perusahaan (Good Corporate Governance) merupakan konsep untuk meningkatkan kinerja perusahaan. Peningkatan kinerja dicapai melalui pengawasan atau pemantauan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. mencapai tujuan yang telah dibuat. Perusahaan yang dapat mencapai hampir
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Kinerja Perusahaan Hasil kinerja perusahaan bisa dilihat dari seberapa jauh perusahaan dapat mencapai tujuan yang telah dibuat.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Beragam penelitian terkait tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beragam penelitian terkait tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility; selanjutnya disingkat CSR) telah banyak dilakukan dalam literatur akuntansi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perusahaan. Manajer diharapkan menggunakan resources yang ada sematamata
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pada perusahaan korporasi yang relatif besar umumnya terdapat pemisahan fungsi pemilikan dan pengelolaan perusahaan. Pemegang saham mengalami kesulitan untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. munculnya kasus Enron, Worldcom, Parmalat, dan Tyco. Perusahaan tersebut
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Good Corporate Governance (GCG) menarik perhatian dunia ketika munculnya kasus Enron, Worldcom, Parmalat, dan Tyco. Perusahaan tersebut mengalami kebangkrutan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Djemat, dan Soembodo (2003) juga menemukan bahwa rata-rata sebanyak
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Di Indonesia, sebagian besar perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia masih dimiliki secara mayoritas atau dominan oleh keluarga pendiri perusahaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan letter of intent (LOI) yang ditandatangani oleh
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejalan dengan letter of intent (LOI) yang ditandatangani oleh pemerintah Indonesia dan International Monetary Fund (IMF) pada tahun 1998, yang mencantumkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kondisi pasar modal di Indonesia saat ini semakin berkembang sehingga
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kondisi pasar modal di Indonesia saat ini semakin berkembang sehingga membuat persaingan antar perusahaan semakin ketat. Perusahaan berusaha meningkatkan nilai perusahaannya
Lebih terperinciII. KERANGKA TEORITIS DAN HIPOTESIS
II. KERANGKA TEORITIS DAN HIPOTESIS 1. Kinerja Perusahaan Menurut Keats & Hitt (1988), kinerja merupakan konsep yang sulit, baik dari definisi maupun dari pengukurannya. Untuk mendapatkan hasil yang komprehensif,
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. Bab V terdiri dari kesimpulan, keterbatasan dan saran untuk penelitian. pihak yang berkepentingan terhadap hasil penelitian.
BAB V PENUTUP Bab V terdiri dari kesimpulan, keterbatasan dan saran untuk penelitian selanjutnya. Kesimpulan merupakan penyajian singkat mengenai hasil penelitian dan pembahasan, sedangkan saran merupakan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. dan pemeringkatan penerapan GCG pada perusahaan-perusahaan di Indonesia.
BAB 1 PENDAHULUAN 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Corporate Governance Perception Index (CGPI) adalah program riset dan pemeringkatan penerapan GCG pada perusahaan-perusahaan di Indonesia. CGPI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pengungkapan informasi perusahaan dan reformasi corporate governance
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengungkapan informasi perusahaan dan reformasi corporate governance dapat dipandang sebagai kegiatan yang memiliki dua sisi kelebihan dan kekurangan (Hermalin dan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pasar modal memiliki peran yang sangat penting dalam perekonomian suatu negara, karena pasar modal merupakan lembaga intermediasi dana dari pihak yang kelebihan dana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sangatlah penting bagi perusahaan publik. Hal ini dilakukan sebagai wujud
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengungkapan informasi yang terbuka mengenai perusahaan sangatlah penting bagi perusahaan publik. Hal ini dilakukan sebagai wujud transparansi dan akuntabilitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Beberapa tahun terakhir, ekonomi berbasis pengetahuan menjadi tren dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beberapa tahun terakhir, ekonomi berbasis pengetahuan menjadi tren dan strategi penting dalam meningkatkan perekonomian sebuah negara. World Bank dan Organisation for
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perkembangan perbankan yang semakin pesat saat ini menimbulkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar belakang Penelitian Perkembangan perbankan yang semakin pesat saat ini menimbulkan persaingan bank semakin ketat, persaingan ini mengakibatkan pasar perbankan semakin dinamis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Kehidupan ekonomi masyarakat pada era saat ini tidak terlepas dari dunia
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kehidupan ekonomi masyarakat pada era saat ini tidak terlepas dari dunia perbankan. Sejatinya perbankan merupakan mitra masyarakat untuk memenuhi segala kebutuhan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sebuah berita mengenai negara dengan direksi wanita terbanyak. Disebutkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Awal tahun 2015, sebuah media masa terkemuka di Indonesia menulis sebuah berita mengenai negara dengan direksi wanita terbanyak. Disebutkan bahwa berdasarkan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. menentukan arah kinerja perusahaan. Pada awalnya corporate governance lahir
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Corporate governance merupakan tata kelola perusahaan yang menjelaskan hubungan antara berbagai partisipan dalam perusahaan yang menentukan arah kinerja perusahaan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Jika manajer perusahaan melakukan tindakan-tindakan yang mementingkan diri sendiri dengan
A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Adanya pemisahan kepemilikan perusahaan dengan pengelolaan perusahaan atau terjadinya hubungan agensi seperti ini rawan terjadinya konflik, yaitu konflik kepentingan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kelola perusahaan yang baik (good corporate governance) dalam perusahaan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Jensen dan Meckling menyatakan bahwa perusahaan yang memisahkan fungsi kepemilikan dan fungsi pengelolaan akan rentan terhadap konflik. Konflik ini merupakan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah
1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN Perekonomian di dunia telah berkembang tanpa mengenal batas negara karena pengaruh globalisasi. Setiap pemilik perusahaan multinasional saling bersaing untuk
Lebih terperinciBAB VI. KESIMPULAN. integrasi ekonomi ASEAN menghasilkan kesimpulan sebagai berikut: perdagangan di kawasan ASEAN dan negara anggotanya.
BAB VI. KESIMPULAN 6.1. Kesimpulan Hasil penelitian mengenai aliran perdagangan dan investasi pada kawasan integrasi ekonomi ASEAN menghasilkan kesimpulan sebagai berikut: 1. Integrasi ekonomi memberi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan pemiliknya atau pemegang saham, atau
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu tujuan penting pendirian suatu perusahaan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan pemiliknya atau pemegang saham, atau memaksimalkan kekayaan pemegang saham
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memperluas pangsa pasarnya. Baik dengan memperluas jangkauan pasarnya serta
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Persaingan bisinis antar perusahaan yang semakin ketat menuntut untuk mengambangkan perusahaannya agar tetap bisa bertahan. Salah satu upaya yang dilakukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lemahnya praktek good corporate governance pada korporasi atau perusahaan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang terkena krisis finansial Asia 1997-1998. Krisis finansial yang melanda Indonesia ini dipandang sebagai akibat lemahnya praktek
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dengan keadaan sekarang ini, khususnya dalam dunia ekonomi, pengelolaan perusahaan (corporate governance) telah dianggap penting sebagaimana pemerintahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Laporan keuangan merupakan proses akhir dalam proses akuntansi yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Laporan keuangan merupakan proses akhir dalam proses akuntansi yang mempunyai peranan penting bagi pengukuran dan penilaian kinerja sebuah perusahaan. tujuan laporan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Awal munculnya konsep Corporate Governance ini karena adanya. bertanggung jawab. Masalah Corporate Governance ini semakin menjadi
1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Awal munculnya konsep Corporate Governance ini karena adanya tuntutan publik terhadap lingkungan perusahaan yang jujur, bersih, dan bertanggung jawab. Masalah Corporate
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan diawasi, misalnya melalui penetapan tujuan perusahaan dan monitoring terhadap
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beberapa skandal perusahaan yang berskala besar telah menarik perhatian publik ke isu-isu tentang bagaimana seharusnya perusahaan dikelola. Skandal perusahaan seperti
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Penelitian terkait hubungan antara struktur kepemilikan dengan kinerja
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian terkait hubungan antara struktur kepemilikan dengan kinerja perusahaan merupakan pembahasan yang luas tentang tatakelola perusahaan. Isu ini masih
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dirancang untuk menjadi standar akuntansi tunggal yang berlaku secara global.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG International Financial Reporting Standards selanjutnya disingkat dengan IFRS dirancang untuk menjadi standar akuntansi tunggal yang berlaku secara global. Penerapan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. diungkapkan oleh perusahaan adalah Good Corporate Governance (GCG),
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Informasi merupakan kebutuhan yang mendasar bagi para investor maupun calon investor dalam mengambil keputusan. Dibutuhkan informasi yang lengkap, akurat serta
Lebih terperinci2016 PENGARUH KONSERVATISME TERHAD AP ASIMETRI INFORMASI D ENGAN D IMOD ERASI EFEKTIFITAS PENGAWASAN D EWAN KOMISARIS
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat ini timbul pro kontra mengenai laporan keuangan yang disebabkan penggunaan prinsip konservatisme akuntansi dalam pelaporan laporan keuangannya. Lo (2005)
Lebih terperinciASEAN DAN KERJASAMA EKONOMI REGIONAL. [Dewi Triwahyuni]
ASEAN DAN KERJASAMA EKONOMI REGIONAL [Dewi Triwahyuni] FAKTOR-FAKTOR PENDORONG KERJASAMA DI ASIA TENGGARA Setiap negara butuh hubungan dan kerja sama dengan negara lain dalam berbagai hal. Sebagai contoh,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sekuritas dengan harapan memperoleh return yang optimal. Bagi investor dan calon
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pasar modal memiliki peranan penting bagi perekonomian suatu Negara. Hal ini dikarenakan pasar modal menjalankan dua fungsi sekaligus, yaitu sebagai alternatif
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ekonomi melalui pembangunan infrastruktur, aset-aset publik, dan fasilitas umum
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pajak merupakan sumber pendanaan penting bagi perekonomian Indonesia. Sejalan dengan fungsi utama yang diinginkan dalam peraturan perpajakan yaitu fungsi anggaran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengenai kemampuan atau kinerja perusahaan dalam menghasilkan return di. strategi bisnis agar terhindar dari kebangkrutan.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pada umumnya tujuan para investor menginvestasikan modalnya adalah untuk memperoleh return atas modal yang mereka investasikan. Oleh karena itu, para investor
Lebih terperinciBAB I. Pendahuluan. yang berbeda. Oleh karena itu manajer keuangan perusahaan perlu memahami
BAB I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Untuk dapat menjalankan kegiatan operasinya dengan lancar, sebuah perusahaan membutuhkan sejumlah dana. Dana tersebut dapat diperoleh melalui berbagai macam sumber
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Corporate governance sampai saat ini memiliki peranan yang sangat penting di dalam menyelaraskan kepentingan prinsipal dan agen. Menurut Forum for Corporate
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Istilah good corporate governance atau dikenal dengan GCG menjadi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang penelitian Istilah good corporate governance atau dikenal dengan GCG menjadi topik permasalahan yang penting di Indonesia. Sedikitnya terdapat dua faktor yang menyebabkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bisnis dalam mengambangkan usahanya, globalisasi juga dapat memberikan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Selain memberikan peluang bisnis yang dapat mendorong para pelaku bisnis dalam mengambangkan usahanya, globalisasi juga dapat memberikan tantangan dan hambatan bagi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. begitu halnya di Indonesia. Perdagangan bebas menempatkan lingkungan usaha
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Akhir-akhir ini dunia disibukkan dengan berita mengenai perdagangan bebas, begitu halnya di Indonesia. Perdagangan bebas menempatkan lingkungan usaha dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sebagai pengelola anggaran, bahkan legislatif dan yudikatif yang memiliki peran
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Korupsi merupakan musuh bersama setiap negara, karena hal ini sudah menjadi fenomena mendunia yang berdampak pada seluruh sektor. Tidak hanya lembaga eksekutif tersandung
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang menarik. Isu mengenai corporate governance ini mulai mengemuka,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Corporate governance telah menjadi topik pembicaraan dan penelitian yang menarik. Isu mengenai corporate governance ini mulai mengemuka, khususnya di Indonesia,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berbagai kasus pelanggaran etika di bidang akuntansi yang melibatkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berbagai kasus pelanggaran etika di bidang akuntansi yang melibatkan orang internal organisasi telah terjadi di dunia. Salah satunya adalah kasus Enron yang terjadi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) di negara-negara Asia Tenggara, yakni kondisi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada sektor perbankan, tahun 2020 merupakan tahun diberlakukannya Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) di negara-negara Asia Tenggara, yakni kondisi semua tenaga kerja bisa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam pembukaan Undang Undang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam pembukaan Undang Undang Dasar 1945 alinea keempat disebutkan tujuannya, yaitu membentuk suatu pemerintahan Negara Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berpengaruh di dunia. Bursa saham New York (New York Stock Exchange)
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Amerika Serikat memiliki salah satu pasar keuangan terbesar dan paling berpengaruh di dunia. Bursa saham New York (New York Stock Exchange) merupakan bursa terbesar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berbagai keputusan bisnis. Menurut Statement of Financial Accounting Concepts
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laporan keuangan merupakan bentuk komunikasi perusahaan kepada berbagai pihak yang bersangkutan dengan operasional bisnis perusahaan. Informasiinformasi pada laporan
Lebih terperinciBAB I. Pendahuluan. disebut Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) dimulai tahun 2015 ini. Secara
BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Implementasi perjanjian ASEAN Free Trade Area (AFTA) atau biasa disebut Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) dimulai tahun 2015 ini. Secara umum perjanjian ini bertujuan
Lebih terperinciCorruption Perception Index Terus perkuat integritas sektor publik. Dorong integritas bisnis sektor swasta.
Corruption Perception Index 2016 Terus perkuat integritas sektor publik. Dorong integritas bisnis sektor swasta. Apa itu Corruption Perception Index (CPI)? Indeks Gabungan Hingga 13 sumber data Menggambarkan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. masih bersifat private atau belum go public, nilai perusahaan ditetapkan oleh lembaga
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perusahaan umumnya berusaha meningkatkan nilai perusahaan setiap periode karena tingginya nilai perusahaan yang tercantum dalam harga saham akan dapat meningkatkan kemakmuran
Lebih terperinci1.1 Latar Belakang. individu.
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tidak dapat dipungkiri bahwa keberhasilan bisnis membutuhkan dukungan dari dunia politik.menurut Budiarjo (1982) definisi politik yaitu bermacammacam kegiatan dalam
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. kesimpulan bahwa sistem corporate governance yang buruk dalam. menimpa negara-negara ASEAN. Praktik-praktik corporate governance
BAB 1 A. Latar Belakang PENDAHULUAN Menurut laporan world bank dalam Sutedi (2012), pada tahun 1999 penyebab terjadinya krisis ekonomi di asia timur dikarenakan oleh kegagalan dalam penerapan corporate
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menyampaikan informasi mengenai perasahaan yang go public kepada pihakpihak
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Laporan tahunan merupakan salah satu media yang digunakan untuk menyampaikan informasi mengenai perasahaan yang go public kepada pihakpihak berkepentingan yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kesejahteraan merupakan aspek penting dari kualitas suatu bangsa.
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Penelitian Kesejahteraan merupakan aspek penting dari kualitas suatu bangsa. Kesejahteraan bagi seluruh masyarakat di negara tersebut menjadi salah satu tujuan dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Setelah negara Indonesia dan negara negara di Asia Timur lainnya
BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Setelah negara Indonesia dan negara negara di Asia Timur lainnya mengalami krisis ekonomi yang dimulai pada pertengahan tahun 1997 dan
Lebih terperinciPenelitian mengenai perusahaan keluarga telah beberapa dilakukan di Amerika Serikat. Dalam (Anderson dan Reeb, 2004), perusahaan keluarga mempunyai
I. PENDAHULUAN Perusahaan keluarga merupakan salah satu dasar komunitas bisnis, mayoritas perusahaan di seluruh dunia dimiliki oleh keluarga (Burkart et al., 2003). Di Indonesia, lebih dari 90 persen bisnis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sektor perekonomian. Salah satu penyebab krisis adalah lemahnya implementasi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Krisis yang terjadi tahun 1997 di Indonesia telah menghancurkan berbagai sektor perekonomian. Salah satu penyebab krisis adalah lemahnya implementasi corporate
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Krisis finansial yang menimpa kawasan Asia Timur pada tahun
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Krisis finansial yang menimpa kawasan Asia Timur pada tahun 1997 1998 bermula di Thailand, menyebar ke hampir seluruh ASEAN dan turut dirasakan juga oleh Korea Selatan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menerus dan berkesinambungan yang bertujuan untuk meningkatkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan nasional adalah kegiatan yang berlangsung secara terus menerus dan berkesinambungan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat baik materiil
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Keruntuhan ekonomi yang menimpa bangsa ini tidak bisa lepas dari adanya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keruntuhan ekonomi yang menimpa bangsa ini tidak bisa lepas dari adanya praktek bisnis yang kurang adil dalam masyarakat. Dalam dunia bisnis manajemen dan kegiatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Istilah Good Corporate Governance mulai dikenal pada tahun Istilah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Istilah Good Corporate Governance mulai dikenal pada tahun 1997. Istilah Good Corporate Governance ini lebih dikenal pada waktu munculnya skandal yang dialami
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia di era sekarang ini, keadaan ekonomi selalu mengalami
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia di era sekarang ini, keadaan ekonomi selalu mengalami perubahan menciptakan arus persaingan yang semakin ketat dan kondisi keuangan yang tidak menentu.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. faktor, yaitu: kualitas standar akuntansi yang bagus dan perlindungan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Motivasi Kualitas laba akuntansi yang baik, setidaknya dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu: kualitas standar akuntansi yang bagus dan perlindungan investor yang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) merupakan perusahaan milik negara yang
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) merupakan perusahaan milik negara yang bergerak dalam produksi barang dan jasa. Modal yang didapat BUMN berasal dari keuangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Menurut PSAK No. 1 (revisi 2012), laporan keuangan adalah suatu
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Menurut PSAK No. 1 (revisi 2012), laporan keuangan adalah suatu penyajian terstruktur dari posisi dan kinerja keuangan suatu entitas dalam suatu periode.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perubahan yang pesat dalam bidang teknologi informasi. ekonomi, sosial, budaya maupun politik mempengaruhi kondisi dunia bisnis dan persaingan yang timbul
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Setelah beberapa tahun kemudian atau di tahun 1970-an, fakta
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berawal dari tahun 1959, pemerintah Indonesia dengan konfrontasi politiknya mulai mengambil alih perusahaan-perusahaan milik Belanda. Namun yang terjadi setelah mengambil
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan pemerintah yang digunakan sebagai dasar pertimbangan pengambilan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laporan keuangan disiapkan untuk memberikan informasi yang berguna bagi para pemakai laporan keuangan seperti pemegang saham (investor), kreditor dan pemerintah yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Setelah Indonesia dan negara-negara di Asia Timur lainnya mengalami krisis
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setelah Indonesia dan negara-negara di Asia Timur lainnya mengalami krisis ekonomi yang dimulai pada pertengahan tahun 1987, isu mengenai good corporate governance
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. corporate governance ini diharapkan ada regulasi serta aturan mengenai
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Corporate governance saat ini merupakan kebutuhan vital bagi seluruh pelaku bisnis dan menjadi tuntutan bagi masyarakat dengan adanya corporate governance ini diharapkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pembayaran pajak merupakan kontribusi wajib kepada negara yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pembayaran pajak merupakan kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan sebagai wajib pajak dengan tidak mendapatkan timbal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. era globalisasi ini, dibutuhkan manajemen perusahaan yang kompetitif untuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam persaingan bisnis yang sangat ketat seperti saat ini, aset perusahaan yang tinggi saja tidak cukup menjamin sebuah perusahaan untuk tetap bertahan. Pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perusahaan publik atau perusahaan terbuka adalah perusahaan yang sebagian atau
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perusahaan publik atau perusahaan terbuka adalah perusahaan yang sebagian atau seluruh sahamnya dimiliki oleh masyarakat. Proses penjualan saham ke masyarakat dilakukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bisnis di negara-negara Asia Timur. Misalnya, ketika pasar modal eksternal tidak
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pinjaman berelasi 1 merupakan hal yang sering dilakukan dalam kelompok bisnis di negara-negara Asia Timur. Misalnya, ketika pasar modal eksternal tidak 2 berkembang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Globalisasi pasar dan bisnis, ekspansi geografis, kompleksitas dari
BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Globalisasi pasar dan bisnis, ekspansi geografis, kompleksitas dari operasi perusahaan serta kompleksitas akuntansi adalah beberapa faktor yang menjadikan pelaporan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. membayar hutang-hutangnya, oportunitas pengembangan investasi yang baru,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu informasi penting yang terkandung dalam laporan keuangan adalah laba. Pihak eksternal perusahaan seperti para pemegang saham, kreditur, pemerintah,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hukum, melaksanakan good governance, tetapi jika moral tidak berubah dan sikap
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Praktik kecurangan akuntansi dalam organisasi hanya bisa dicegah dan dibasmi apabila ada komitmen tinggi untuk tidak melakukan berbagai bentuk kecurangan dari masing-masing
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebagai pelaku ekonomi terbesar di Indonesia diharapkan mampu terus tumbuh dan berkembang agar mampu melakukan kompetisi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masalah keuangan merupakan salah satu masalah yang sangat vital bagi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah keuangan merupakan salah satu masalah yang sangat vital bagi perusahaan dalam perkembangan bisnis disemua perusahaan. Salah satu tujuan utama didirikannya perusahaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perdana atau dikenal dengan Initial Public Offering (IPO) (Purbarangga dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kegiatan perusahaan ketika menawarkan dan menjual sebagian sahamnya di pasar modal untuk pertama kali disebut sebagai penawaran umum perdana atau dikenal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Akhir-akhir ini laporan keuangan telah menjadi isu sentral, sebagai sumber
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Akhir-akhir ini laporan keuangan telah menjadi isu sentral, sebagai sumber penyalahgunaan informasi yang merugikan pihak-pihak yang berkepentingan. Fenomena
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu faktor penggerak perekonomian dunia saat ini adalah minyak mentah. Kinerja dari harga minyak mentah dunia menjadi tolok ukur bagi kinerja perekonomian dunia
Lebih terperinciAbstrak. Kata kunci: penghindaran pajak, corporate governance, koneksi politik, leverage, dan return on asset
Judul : Pengaruh Corporate Governance, Koneksi Politik, Leverage, dan Return On Asset terhadap Penghindaran Pajak Nama : Gusti Ayu Widya Lestari NIM : 1306305004 Abstrak Penghindaran pajak merupakan usaha
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perusahaan yang sehat. Dalam studi yang dilakukan oleh Asian Development
BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Masalah Konsep good corporate governance mulai banyak diperbincangkan di Indonesia saat krisis ekonomi melanda Asia Tenggara termasuk Indonesia. Dampak dari krisis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. itulah, pemerintah maupun investor memberikan perhatian yang lebih dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Di negara Indonesia, isu mengenai tata kelola perusahaan mengemuka setelah Indonesia mengalami krisis yang berkepanjangan sejak tahun 1998. Sejak itulah,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. tingkat pengembalian investasi yang tinggi kepada pemegang saham
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perusahaan adalah sebuah organisasi yang didirikan oleh individu atau sekelompok orang atau badan lain yang kegiatannya melakukan produksi dan distribusi untuk
Lebih terperinci