KERTAS KERJA PERSEORANGAN (KKP)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KERTAS KERJA PERSEORANGAN (KKP)"

Transkripsi

1 KERTAS KERJA PERSEORANGAN (KKP) RENCANA KERJA PENINGKATAN KINERJA SDM DALAM PEMBINAAN PELAKU SARANA DISTRIBUSI ALKES PADA BIDANG SUMBER DAYA KESEHATAN DINAS KESEHATAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA OLEH : PESERTA No. 7 / Diklatpim III / VIII / DIY/ 2013 PEMERINTAH DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN DIKLAT KEPEMIMPINAN TINGKAT III ANGKATAN VIII YOGYAKARTA

2 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu aspek yang sangat menentukan dalam membangun sumber daya manusia berkualitas agar mampu bersaing di era yang penuh tantangan baik pada saat ini maupun masa yang akan datang. Mencermati aspek kesehatan dalam arti luas, tidak hanya sehat secara fisik tetapi juga psikhis, termasuk di dalamnya kesehatan mental yang direfleksikan dalam kemampuan atau kecerdasan intelektual, emosional dan spritual. Dalam konteks ini jelas, derajat kesehatan dapat memberikan pengaruh ke berbagai aspek kehidupan individu maupun masyarakat. Dalam konteks inilah, pembangunan di bidang kesehatan telah diimplementasikan melalui berbagai kebijakan / strategi, yang selanjutnya tertuang dalam berbagai program / kegiatan baik yang dilaksanakan oleh sektor kesehatan maupun sektor pendukung. Pelaksanaan program / kegiatan tidak terlepas dari peran serta pemerintah, swasta maupun masyarakat. Untuk merefleksikan keberhasilan pembangunan kesehatan tersebut, Dinas Kesehatan DIY telah menyusun Rencana Strategis yang dikuatkan dengan surat Kepala Dinas Kesehatan DIY nomor 050/1687/I.3 tentang Rencana Strategis Dinas Kesehatan Provinsi DIY Tahun Dalam rangka mencapai Visi, Misi yang telah ditetapkan, telah ditempuh melalui berbagai upaya yang selanjutnya tertuang dalam program/kegiatan Dinas Kesehatan DIY. Dengan berdasarkan hal tersebut di atas dan berdasarkan tugas dan fungsi yang telah diamanatkan dengan Peraturan Gubernur nomor 45 tahun

3 tentang Rincian Tugas Dinas Kesehatan Provinsi DIY, maka sudah selayaknya Dinas Kesehatan DIY menyusun perencanaan baik jangka menengah, lima (5) tahunan yang tertuang dalam Rencana Strategis maupun satu (1) tahunan dalam rencana kinerja tahunan. Salah satu tugas pokok dan fungsi Dinas Kesehatan DIY, antara lain di Bidang Sumber Daya Kesehatan. Dalam pelaksanaan tugas yang meliputi menyiapkan pedoman pelaksanaan, membimbing dan mengendalikan, mengkoordinasikan, serta fasilitasi dalam pelaksanaan pembiayaan dan jaminan kesehatan, tenaga dan sarana kesehatan, farmasi, makanan, minuman dan Alat kesehatan (Alkes) masih mengalami hambatan/kendala dalam penyelenggaraannya. Permasalahan tersebut antara lain dalam hal pembinaan pelaku sarana yang menyebabkan masih banyak Alkes yang dijual tidak mempunyai ijin edar. Hal tersebut tercermin dari banyaknya Alkes yang beredar tidak mempunyai ijin edar. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1190/Menkes/Per/VIII/2010 tentang Ijin Edar Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga dan Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 1191/Menkes/Per/VIII/2010 tentang Penyaluran Alat Kesehatan, disebutkan bahwa masyarakat perlu dilindungi kesehatan dan keselamatannya terhadap kesalahgunaan, penyalahgunaan dan penggunaan alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga yang tidak memenuhi persyaratan mutu, keamanan dan kemanfaatan. Pemerintah, pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah kabupaten/kota melakukan pembinaan secara berjenjang terhadap segala kegiatan yang berhubungan dengan peredaran alat kesehatan. Pembinaan tersebut diarahkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan alat

4 4 kesehatan (Alkes) yang memenuhi standar persyaratan mutu, keamanan dan kemanfaatan. Dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, sumber daya manusia (SDM) atau yang biasa disebut dengan Aparatur Pemerintah Daerah, merupakan subyek penggerak dalam kegiatan pemerintahan Daerah, yang meliputi pembangunan, pendidikan, kesehatan dan sebagainya. Dengan demikian, dibutuhkan sumber daya manusia yang benar-benar mampu dan memiliki etos kerja yang produktif, trampil, kreatif, disiplin dan profesional. Disamping itu juga diperlukan Aparatur Pemerintah Daerah yang mampu memanfaatkan, mengembangkan dan menguasai ilmu dan teknologi yang inovatif dalam rangka memacu pelaksanaan penyelenggaraan pemerintah Daerah, sehingga penyelenggaraan Pemerintah Daerah harus didukung dengan Aparatur Pemerintah Daerah yang berkualitas. Berdasarkan uraian tersebut di atas maka sesuai dengan tugas pokok dan fungsi dalam organisasi serta tema Diklat Kepemimpinan Tingkat III Angkatan VIII Pemerintah Daerah DIY tahun 2013 yaitu Membangun World Class Governance melalui Pengembangan Sumber Daya Manusia Aparatur, Pembangunan Berkelanjutan dan Peningkatan Kesadaran Berbangsa dan Berbudaya, penyusunan kertas kerja perseorangan ini mengambil judul Rencana Kerja Peningkatan Kinerja SDM Dalam Pembinaan Pelaku Sarana Distribusi Alkes Pada Bidang Sumber Daya Kesehatan Dinas Kesehatan Daerah Istimewa Yogyakarta. B. Isu Aktual Mengingat tugas pokok Bidang Sumber Daya Kesehatan Dinas Kesehatan DIY adalah menyiapkan pedoman pelaksanaan, membimbing dan

5 5 mengendalikan, mengkoordinasikan, serta fasilitasi dalam pelaksanaan pembiayaan dan jaminan kesehatan, tenaga dan sarana kesehatan, farmasi, makanan, minuman dan Alat kesehatan, yang mana masih banyak alat kesehatan yang dijual di sarana distribusi alat kesehatan belum mempunyai ijin edar. Salah satu jaminan bahwa alat kesehatan yang dijual itu bermutu adalah harus mempunyai ijin edar dari Kementrian Kesehatan. Bidang Sumber Daya Kesehatan Dinas Kesehatan DIY mempunyai kewajiban untuk melakukan pembinaan terhadap pelaku sarana distribusi Alat Kesehatan sehingga masyarakat mendapatkan Alat kesehatan yang bermutu terjamin keamanan dan kemanfaatannya. C. Visi dan Misi Organisasi 1. Visi Pembangunan kesehatan di DIY diselenggarakan dalam upaya mendukung visi nasional Masyarakat sehat yang mandiri dan berkeadilan. Guna mendukung visi nasional tersebut dan mendasarkan kepada analisis perkembangan situasi dan kondisi, memperhatikan dasar penyelenggaraan pembangunan dalam RPJM Nasional bidang kesehatan serta Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah DIY maka ditetapkan visi Dinas Kesehatan DIY sebagai berikut : Dinas Kesehatan yang katalistik mendukung terciptanya status kesehatan DIY yang tinggi serta sebagai pusat pelayanan dan pendidikan kesehatan yang bermutu dan beretika. Dinas Kesehatan DIY berkewajiban mewujudkan DIY sebagai daerah yang memiliki keunggulan derajad kesehatan tidak hanya dalam batas-batas nasional tetapi memiliki kesetaraan di tataran dunia

6 6 internasional khususnya di wilayah regional Asia Tenggara. Untuk mewujudkan hal tersebut DIY harus memiliki berbagai pelayanan yang lebih baik dengan menjadikannya sebagai pusat pelayanan kesehatan dan pendidikan yang bermutu secara nasional maupun internasional yang diimplementasikan kepada seluruh masyarakat DIY secara merata namun tetap terjangkau. Sebagai upaya mensukseskan Visi DIY sebagai pusat pendidikan di Indonesia, Dinas Kesehatan DIY memiliki kewajiban untuk mendukung dengan menjadikan DIY sebagai pusat bagi pendidikan, pelatihan, konsultasi dan penelitian kesehatan. Visi Dinas Kesehatan DIY akan dicapai dengan membuat berbagai upaya untuk mencegah meningkatnya risiko penyakit dan masalah kesehatan disertai dengan upaya penyediaan pelayanan kesehatan secara merata dan pembiayaan kesehatan yang mencukupi dengan dibarengi mewujudkan pelayanan kesehatan yang bermutu baik untuk sektor pemerintah maupun swasta. Sebagai penjabaran dari Visi dinas Kesehatan DIY, tujuan yang akan dicapai adalah Terselenggaranya pembangunan Kesehatan di Daerah Istimewa Yogyakarta secara berhasil guna dan berdaya guna, responsif terhadap kebutuhan dan hak masyarakat serta selaras dengan azas keadilan, melalui: a. Pembinaan, pengembangan, pelaksanaan dan pemantapan fungsi administrasi didukung sistem informasi, ilmu pengetahuan dan teknologi serta hukum kesehatan, b. Peningkatan akses, mutu serta keamanan pelayanan kesehatan, c. Peningkatan mutu dan kesejahteraan sumber daya manusia kesehatan.

7 7 2. Misi Untuk mewujudukan Visi Dinas Kesehatan DIY maka Misi yang dibangun adalah sebagai berikut: a. Mencegah meningkatnya risiko penyakit dan masalah kesehatan; b. Menyediakan upaya kesehatan pemerintah dan swasta yang merata dan bermutu; c. Meningkatkan pembiayaan kesehatan yang cukup untuk peningkatan status kesehatan masyarakat; d. Meningkatkan mutu pendidikan, pelatihan tenaga kesehatan serta penelitian kesehatan. Misi Dinas Kesehatan juga akan didukung dengan membuat penyelenggaraan pendidikan, pelatihan tenaga kesehatan dan penelitian kesehatan yang bermutu. D. Tugas Pokok dan Fungsi Penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi Bidang Sumber Daya Kesehatan Dinas Kesehatan DIY saat ini dalam pelaksanaannya yang meliputi pembiayaan tenaga kesehatan, pembinaan sarana tenaga dan kefarmasian saat ini masih mengalami berbagai hambatan / kendala. Berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta nomor 6 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tatakerja Dinas Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan sesuai dengan Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 45 Tahun 2008 Tanggal 12 Desember 2008 tentang Rincian Tugas dan Fungsi Dinas dan Unit Pelaksana Teknis Pada Dinas Kesehatan, disebutkan bahwa Bidang Sumber Daya Kesehatan mempunyai uraian tugas pokok dan fungsi sebagai berikut (tabel 1) :

8 8 No Tabel 1. Tugas Pokok dan Fungsi Bidang Sumber Daya Kesehatan Dinas Kesehatan Daerah Istimewa Yogyakarta ( L. 1 ) Tugas Pokok : Tugas Pokok dan Fungsi Menyiapkan pedoman pelaksanaan, membimbing dan mengendalikan, mengkoordinasikan, serta fasilitasi dalam pelaksanaan pembiayaan dan jaminan kesehatan, tenaga dan sarana kesehatan, farmasi, makanan, minuman dan Alat kesehatan. Fungsi : a. penyusunan program Bidang Sumber Daya Kesehatan; b. pelaksanaan koordinasi pembiayaan dan jaminan kesehatan, pembinaan tenaga dan sarana kesehatan, farmasi makanan dan minuman dan alat kesehatan; c. perumusan pedoman, pelaksanaan pembiayaan dan jaminan kesehatan, pembinaan tenaga dan sarana kesehatan, farmasi, makanan dan minuman dan alat kesehatan; d. penyelenggaraan bimbingan dan pengendalian pelaksanaan pembiayaan dan jaminan kesehatan, pembinaan tenaga dan sarana kesehatan, farmasi, makanan dan minuman dan alat kesehatan; e. fasilitasi kegiatan pembiayaan dan jaminan kesehatan, pembinaan tenaga dan sarana kesehatan, farmasi, makanan dan minuman dan alat kesehatan; f. evaluasi dan penyusunan laporan program Bidang Sumber Daya Kesehatan; g. pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh atasan sesuai tugas dan fungsinya. E. Tujuan Jangka Panjang Berdasarkan tugas pokok dan fungsi tersebut di atas, dan dengan berdasarkan hasil evaluasi penyelenggaraannya, maka Bidang Sumber Daya Kesehatan Dinas Kesehatan DIY merumuskan tujuan jangka panjang yang diharapkan dapat dicapai dengan sumberdaya yang ada. Untuk lebih jelasnya, mengenai rumusan tujuan jangka panjang dimaksud dapat dilihat sebagai berikut (Tabel 2):

9 9 No Tabel 2. Tujuan Jangka Panjang Bidang Sumber Daya Kesehatan Dinas Kesehatan Daerah Istimewa Yogyakarta ( L. 2 ) Tujuan Jangka Panjang 1. Meningkatkan pengawasan Alkes 2. Meningkatkan pembinaan pelaku sarana 3. Meningkatkan kewasdaan terhadap Alkes Ketiga tujuan jangka panjang tersebut selanjutnya dianalisis dengan menggunakan metode USG (U = Urgency, S = Seriousness dan G = Growth). Skala yang digunakan untuk melakukan penilaian adalah : 1 sampai dengan 5, dimana arti masing-masing skala adalah sebagai berikut: 1. Angka 1 : sangat rendah; 2. Angka 2 : rendah; 3. Angka 3 : cukup; 4. Angka 4 : tinggi; 5. Angka 5 : sangat tinggi. Hasil penilaian selengkapnya adalah sebagai berikut (Tabel 3): Tabel 3. Analisis USG Tujuan Jangka Panjang Prioritas Bidang Sumber Daya Kesehatan Dinas Kesehatan DIY No Tujuan Jangka Panjang U S G Total 1. Meningkatkan pengawasan Alkes Meningkatkan pembinaan pelaku sarana 3. Meningkatkan kewasdaan terhadap Alkes Tujuan prioritas : nomor 2 Meningkatkan pembinaan pelaku sarana Berdasarkan tabel USG di atas, tujuan jangka panjang prioritas yang dipilih adalah tujuan nomor 2 dengan skor USG 15 yaitu Meningkatkan

10 10 pembinaan pelaku sarana. Pemilihan prioritas tersebut dengan pertimbangan bahwa dengan mewujudkan pembinaan pelaku sarana, diharapkan dapat meningkatkan penyelenggaraan pembangunan kesehatan di Daerah Istimewa Yogyakarta secara berhasil guna dan berdaya guna, responsif terhadap kebutuhan dan hak masyarakat serta selaras dengan azas keadilan. F. Tujuan Jangka Pendek, Indikator Kinerja dan Perolehan Informasi 1. Tujuan Jangka Pendek Dalam upaya pencapaian daya guna dan hasil guna tujuan jangka panjang organisasi secara optimal seperti yang ditetapkan dalam Tabel 3 di atas, maka perlu ditetapkan tujuan jangka pendek. Untuk mencapai tujuan jangka panjang, pelaksanaan bertahap yang dijabarkan pada tujuan jangka pendek Bidang Sumber Daya Kesehatan Dinas Kesehatan DIY sebagaimana berikut (Tabel 4): No Tabel 4. Tujuan Jangka Pendek Bidang Sumber Daya Kesehatan Dinas Kesehatan Daerah Istimewa Yogyakarta ( L. 3 ) Tujuan Jangka Pendek 1. Meningkatnya kinerja SDM dalam pembinaan pelaku sarana 2. Meningkatnya kemampuan pelaku sarana dalam rangka Cara Distribusi Alkes yang Baik (CDAKB) 3. Meningkatnya pemahaman pelaku sarana dalam hal peraturan di bidang Alkes Dari ketiga tujuan jangka pendek tersebut di atas, yang menjadi prioritas adalah nomor urut 1 yaitu Meningkatnya kinerja SDM dalam pembinaan pelaku sarana. Hal ini berdasarkan hasil penilaian dengan teknik analisis manajemen menggunakan metode USG.

11 11 Teknik penilaiannya digunakan skala 1 sampai dengan 5. Adapun arti masing-masing skala adalah sebagai berikut: a. Angka 1 : Menunjukkan sangat rendah; b. Angka 2 : Menunjukkan rendah; c. Angka 3 : Menunjukkan cukup; d. Angka 4 : Menunjukkan tinggi; e. Angka 5 : Menunjukkan sangat tinggi. Hasil analisis USG kemudian disajikan sebagai berikut (tabel 5): Tabel 5. Analisis USG Tujuan Jangka Pendek Prioritas Bidang Sumber Daya Kesehatan Dinas Kesehatan DIY No Tujuan Jangka Pendek U S G Total 1. Meningkatnya kinerja SDM dalam pembinaan pelaku sarana distribusi Alkes 2. Meningkatnya kemampuan pelaku sarana dalam rangka Cara Distribusi Alkes yang Baik(CDAKB) 3. Meningkatnya pemahaman pelaku sarana dalam hal peraturan di bidang Alkes Tujuan prioritas : Nomor 1 Meningkatnya kinerja SDM dalam pembinaan pelaku sarana distribusi Alkes Dari ketiga hasil penilaian tabel prioritas dan isu aktual tujuan jangka pendek berdasarkan teknik analisis manajemen tersebut di atas, yang menjadi prioritas utama dari tujuan jangka pendek adalah Meningkatnya kinerja SDM dalam pembinaan pelaku sarana distribusi Alkes. Pemilihan prioritas tersebut menurut penulis, merupakan prioritas yang mendesak untuk dilaksanakan dengan pertimbangan bahwa dengan meningkatkan kemampuan SDM dalam pembinaan pelaku sarana

12 12 maka akan semakin efisien dan efektif pemanfaatan sumber daya yang ada guna mencapai tujuan Dinas Kesehatan DIY yang telah ditetapkan. 2. Indikator Kinerja Indikator kinerja yang digunakan untuk mengukur keberhasilan pencapaian tujuan jangka pendek adalah sebagai berikut : a. Jumlah SDM yang mampu melakukan pembinaan, satuan indikator kinerjanya adalah orang. b. Pembinaan pelaku sarana, satuan indikatornya adalah kali. c. Jumlah pelaku sarana yang mempunyai kesadaran untuk mendistribusikan Alkes yang mempunyai ijin edar, satuan indikatornya adalah orang. d. Jumlah sarana Distribusi Alkes yang berijin, satuan indikatornya unit. 3. Perolehan Informasi Untuk mendapatkan gambaran secara kongkrit dari keempat indikator kinerja tersebut, maka perolehan informasi dapat diperoleh di Bidang Sumber Daya Kesehatan Dinas Kesehatan DIY. Untuk lebih jelasnya berikut disampaikan tentang prioritas tujuan jangka pendek, indikator kinerja, satuan ukuran serta sumber / perolehan informasi, seperti tabel di bawah ini (Tabel 6) :

13 13 No Tabel 6. Prioritas Tukadek, Indikator Kinerja dan Perolehan Informasi Pada Bidang Sumber Daya Kesehatan Dinas Kesehatan DIY ( L. 3B ) Prioritas Tukadek 1. Meningkatnya kinerja SDM dalam pembinaan pelaku sarana distribusi Alkes Indikator Kinerja a. Jumlah SDM yang mampu melakukan pembinaan b. Pembinaan pelaku sarana Satuan Ukuran Perolehan Informasi Diperoleh Di Dicari Di Orang Dinkes DIY Bidang Sumber Daya Kesehatan Kali Dinkes DIY Bidang Sumber Daya Kesehatan c. Jumlah pelaku sarana distribusi Alkes yang mempunyai kesadaran untuk mendistribusikan Alkes yang mempunyai ijin edar d. Jumlah sarana yang berijin Orang Dinkes DIY Bidang Sumber Daya Kesehatan Unit Dinkes DIY Bidang Sumber Daya Kesehatan

14 BAB II GAMBARAN KEADAAN A. Keadaan Tingkat Kinerja Sekarang 1. Struktur Organisasi Dinas Kesehatan DIY dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta nomor 6 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tatakerja Dinas Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Selanjutnya untuk menyelenggarakan tugas fungsi Dinas Kesehatan DIY, diselenggarakan atas dasar Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 45 Tahun 2008 Tanggal 12 Desember 2008 tentang Rincian Tugas dan Fungsi Dinas dan Unit Pelaksana Teknis Pada Dinas Kesehatan. Tugas Dinas Kesehatan DIY sesuai dengan pasal 2 pada Peraturan Gubernur Nomor 45 Tahun 2008 adalah Dinas Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan urusan Pemerintah Daerah di bidang kesehatan dan kewenangan dekonsentrasi serta tugas pembantuan yang diberikan oleh pemerintah. Sedangkan pada pasal 3 disebutkan bahwa fungsi Dinas Kesehatan DIY adalah : a. penyusunan dan pengendalian program di bidang kesehatan; b. perumusan kebijakan teknis bidang kesehatan; c. pengendalian penyakit, pengelolaan survailans dan kejadian luar biasa (KLB) serta imunisasi, penyelenggaraan kesehatan lingkungan; d. pengelolaan kesehatan dasar, rujukan, khusus; e. penyelenggaraan pelayanan informasi kesehatan; 14

15 15 f. pengelolaan kesehatan keluarga, gizi, promosi kesehatan dan kemitraan; g. pengelolaan pembiayaan dan jaminan kesehatan; h. pembinaan tenaga dan sarana kesehatan, farmasi, makanan, minuman dan alat kesehatan; i. pelaksanaan koordinasi dan pemberian perijinan bidang kesehatan; j. pemberian fasilitasi penyelenggaraan kesehatan Kabupaten/Kota; k. pelaksanaan pelayanan umum di bidang kesehatan; l. pemberdayaan sumber daya dan mitra kerja dibidang kesehatan; m. pelaksanaan kegiatan ketatausahaan; n. pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Gubernur sesuai dengan fungsi dan tugasnya. Adapun susunan organisasi dan tata kerja Dinas Kesehatan DIY sesuai pasal 4 Peraturan Gubernur Nomor 45 Tahun 2008 adalah sebagai berikut: a. Kepala Dinas; b. Sekretariat, terdiri dari : 1) Subbagian Umum; 2) Subbagian Keuangan; 3) Subbagian Program. c. Bidang Pencegahan dan Penanggulangan Masalah Kesehatan, terdiri dari : 1) Seksi Pengendalian Penyakit; 2) Seksi Survailans dan Imunisasi; 3) Seksi Penyehatan Llingkungan. d. Bidang Pelayanan Kesehatan, terdiri dari :

16 16 1) Seksi Kesehatan Dasar; 2) Seksi Kesehatan Rujukan dan Kesehatan Khusus; 3) Seksi Pelayanan Informasi Kesehatan. e. Bidang Kesehatan Masyarakat, terdiri dari : 1) Seksi Kesehatan Keluarga; 2) Seksi Promosi Kesehatan dan Kemitraan; 3) Seksi Gizi. f. Bidang Sumber Daya Kesehatan, terdiri dari : 1) Seksi Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan; 2) Seksi Bina Tenaga dan Sarana Kesehatan; 3) Seksi Farmasi, Makanan, Minuman dan Alat Kesehatan. g. U P T D, terdiri dari : 1) Balai Pengobatan Penyakit Paru-Paru, terdiri dari: a) Kepala Balai; b) Subbagian Tata Usaha; c) Seksi Penunjang Medik; d) Seksi Pelayanan Medik; e) Kelompok Jabatan Fungsional. 2) Balai Laboratorium Kesehatan, terdiri dari: a) Kepala Balai; b) Subbagian Tata Usaha; c) Seksi Pelayanan; d) Kelompok Jabatan Fungsional. 3) Balai Pelatihan Kesehatan, terdiri dari: a) Kepala Balai; b) Subbagian Tata Usaha;

17 17 c) Seksi Program dan Pengembangan; d) Seksi Operasional; e) Kelompok Jabatan Fungsional. 4) Balai Penyelenggara Jaminan Kesehatan Sosial, terdiri dari: a) Kepala Balai; b) Subbagian Tata Usaha; c) Seksi Kepesertaan; d) Seksi Pemeliharaan Kesehatan. e) Kelompok Jabatan Fungsional. j. Kelompok Jabatan Fungsional. 2. Sumber Daya Manusia Sumber daya manusia yang terdapat pada Bidang Sumber Daya Kesehatan Dinas Kesehatan DIY sebanyak 36 orang dengan perincian sebagai berikut : a. Berdasarkan Golongan dan Ruang 1) Golongan I : - orang 2) Golongan II : 1 orang 3) Golongan III : 29 orang 4) Golongan IV : 6 orang b. Berdasarkan Pendidikan 1) SMU/SMK : 7 orang 2) D3 : 8 orang 3) Sarjana : 14 orang 4) Pasca Sarjana (S2) : 7 orang

18 18 3. Sarana dan Prasarana Untuk mendukung kegiatan operasional sehari-sehari, Bidang Sumber Daya Kesehatan Dinas Kesehatan Daerah Istimewa Yogyakarta mempunyai sejumlah sarana dan prasarana kerja sebagai berikut : a. Kendaraan Roda 4 : 1 unit b. Kendaraan Roda 2 : 3 unit c. Laptop / Komputer : 12 unit d. Printer : 10 unit e. Mesin ketik : 3 buah f. Filing cabinet : 12 buah g. Meja / Kursi Kerja : 40 buah 4. Tingkat Kinerja Sekarang Sesuai dengan tujuan jangka pendek yang diprioritaskan yaitu meningkatnya kinerja SDM dalam pembinaan pelaku sarana distribusi Alkes maka tingkat kinerja Bidang Sumber Daya Kesehatan berdasarkan indikator kinerja yang telah ditetapkan adalah sebagai berikut : a. Jumlah SDM yang mampu melakukan pembinaan Saat ini jumlah SDM yang mampu melakukan pembinaan terhadap pelaku sarana hanya ada 2 (dua) orang yang mana telah mendapatkan pelatihan dalam melakukan pembinaan terhadap pelaku sarana. b. Pembinaan pelaku sarana Sebagai bagian tugas dan fungsi Bidang Sumber Daya Kesehatan maka setiap tahun dilaksanakan pembinaan terhadap pelaku sarana. Namun dengan keterbatasan SDM yang

19 19 ada sehingga menyebabkan pembinaan terhadap pelaku sarana hanya mampu dilakukan sebanyak 1 kali dalam setahun. c. Jumlah pelaku sarana yang mempunyai kesadaran untuk mendistribusikan Alkes yang mempunyai ijin edar. Jumlah sarana di DIY lebih dari 20 sarana, namun belum semua pelaku sarana distribusi mempunyai kesadaran untuk mendistribusikan Alkes yang berijin. d. Jumlah sarana yang berijin. Jumlah sarana yang ada di DIY yang terdaftar di Dinkes DIY baru sejumlah 20 sarana. Hal ini disebabkan belum semua mau mengurus ijin, selama ini sarana hanya bersifat sementara saja, hanya untuk kegiatan tender saja. Dengan adanya peraturan dari Menteri Kesehatan Nomor 1191 tahun 2010 tentang Penyaluran Alat Kesehatan maka sarana distribusi tersebut harus mengajukan ijin penyalur Alat kesehatan sesuai dengan persyaratan peraturan yang baru. B. Keadaan Tingkat Kinerja yang Diinginkan Berdasarkan uraian tingkat kinerja sekarang, maka diperlukan adanya tindakan perbaikan yang lebih komprehensif dalam rangka meningkatkan kinerja SDM dalam pembinaan pelaku sarana yang dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Jumlah SDM yang mampu melakukan pembinaan Jumlah SDM yang mampu melakukan pembinaan di bidang Alkes saat ini baru terdapat 2 (dua) orang. Diharapkan dengan adanya motivasi

20 20 yang kuat dari SDM aparatur untuk belajar serta adanya pelatihan/diklat bagi SDM aparatur maka pada tahun mendatang jumlah tersebut akan meningkat menjadi 6 (enam) orang. 2. Pembinaan pelaku sarana Pembinaan terhadap pelaku sarana saat ini telah dilaksanakan rata-rata sebanyak 1 kali dalam setahun, diharapkan dengan meningkatnya ketersediaan sumber daya yang dimiliki maka pelaksanaan pembinaan pelaku sarana akan dapat ditingkatkan menjadi 4 kali dalam setahun. 3. Jumlah pelaku sarana yang mempunyai kesadaran untuk mendistribusikan Alkes yang mempunyai ijin edar Jumlah pelaku sarana yang mempunyai kesadaran untuk mendistribusikan Alkes yang mempunyai ijin edar saat ini di DIY sebanyak 20 orang, diharapkan dengan semakin meningkatnya pembinaan maka jumlah tersebut akan meningkat menjadi 30 orang. 4. Jumlah sarana yang berijin Jumlah sarana yang berijin saat ini berjumlah 20 sarana, diharapkan pada tahun mendatang akan meningkat menjadi 30 sarana. Hal ini dapat dicapai apabila didukung dengan peningkatan kompetensi dan kesadaran para pelaku sarana untuk mematuhi peraturan perundangan di bidang Alkes. Berdasarkan uraian keadaan tingkat kinerja sekarang dan tingkat kinerja yang diinginkan pada Bidang Sumber Daya Kesehatan maka dapat dirangkum sebagai berikut (Tabel. 7) :

21 21 Tabel 7 Tujuan Jangka Pendek, Tingkat Kinerja Sekarang dan Tingkat Kinerja Yang Diinginkan Pada Bidang Sumber Daya Kesehatan Dinas Kesehatan Daerah Istimewa Yogyakarta ( L. 4 ) Tukadek Meningkatnya kinerja SDM dalam pembinaan pelaku sarana Indikator Kinerja a. Jumlah SDM yang mampu melakukan pembinaan b. Pembinaan pelaku sarana c. Jumlah pelaku sarana distribusi Alkes yang mempunyai kesadaran untuk mendistribusikan Alkes yang mempunyai ijin edar d. Jumlah sarana yang berijin. Satuan Tingkat Kinerja Tingkat Kinerja Yang Diinginkan (Thn 2014) Ukuran Sekarang 3 6 (2013) bln bln 9 bln 12 bln Orang Kali / tahun Orang Unit

22 BAB III IDENTIFIKASI DAN ANALISIS KEKUATAN PENGHAMBAT DAN KEKUATAN PENDORONG A. Identifikasi dan Analisis Kekuatan Penghambat Utama Kinerja 1. Identifikasi Kekuatan Penghambat Utama Kinerja Dalam rangka peningkatan kinerja SDM dalam pembinaan pelaku sarana pada Bidang Sumber Daya Kesehatan Dinas Kesehatan Daerah Istimewa Yogyakarta, tidak terlepas dari adanya kekuatan penghambat yang akan menghalangi pencapaian tujuan jangka pendek. Kekuatan penghambat yang ada dan diperkirakan akan muncul harus dapat diidentifikasi dan diantisipasi sedini mungkin. Berdasarkan gambaran kinerja sekarang dan gambaran kinerja yang diinginkan dalam upaya meningkatkan kinerja SDM dalam pembinaan pelaku sarana pada Dinas Kesehatan Daerah Istimewa Yogyakarta, maka disajikan beberapa faktor yang menjadi kekuatan penghambat dalam upaya mencapai tujuan jangka pendek tersebut. Pada langkah ini adalah mengidentifikasikan kekuatan penghambat utama (L.5) yang dapat dianggap sebagai kekuatan yang merintangi tercapainya tujuan, yang berjumlah 6 (enam) berasal dari 3 (tiga) kelemahan (Weaknesses) dan 3 (tiga) ancaman (Threats). Dalam membuat L.5 diklasifikasikan menurut dimensinya yang meliputi sumber daya manusia, prosedur, dana, sarana dan prasarana, mekanisme kerja dan koordinasi yang berasal dari dalam organisasi atau luar (Tabel. 6). Identifikasi Kekuatan Penghambat Utama ( L. 5) dapat dijelaskan sebagai berikut (Tabel. 8): 22

23 23 No H1 H2 H3 H4 H5 H6 Tabel 8. Identifikasi Kekuatan Penghambat Utama Bidang Sumber Daya Kesehatan Dinas Kesehatan Daerah Istimewa Yogyakarta ( L. 5 ) Kekuatan Penghambat Utama Kinerja Lemahnya koordinasi antar staf Terbatasnya SDM yang mampu dalam melakukan pembinaan Belum optimalnya etos kerja SDM Banyaknya sarana yang belum berijin Belum berlakunya sanksi hukum bagi pelaku sarana distribusi Alkes yang mengedarkan Alkes yang tidak mempunyai ijin edar Kurangnya partisipasi masyarakat dalam melaporkan sarana yang tak berijin 2. Analisis Kekuatan Penghambat Utama Kinerja Untuk pemberian nilai atau bobot besarnya hambatan (dampak) dari kekuatan penghambat serta tingkat kemudahan dalam pemecahan kekuatan penghambat maka perlu dilakukan analisis terhadap kekuatan penghambat yang teridentifikasi sebagai berikut : H.1 Lemahnya koordinasi antar staf Koordinasi dan kerjasama antar staf di Bidang Sumber Daya Kesehatan saat ini belum berjalan dengan baik. Hal ini dapat dilihat dari penyelesaian setiap pekerjaan / kegiatan yang serapannya masih banyak yang kurang dari 90%. Lemahnya koordinasi antar staf tersebut mengakibatkan pelaksanaan tugas pokok dan fungsi menjadi kurang optimal. H.2 Terbatasnya SDM yang mampu dalam melakukan pembinaan Jumlah SDM yang mampu melakukan pembinaan terhadap pelaku sarana saat ini hanya ada 2 orang yang telah mendapatkan pelatihan dalam melakukan pembinaan terhadap

24 24 pelaku sarana. Dengan banyaknya pelaku sarana di DIY maka jumlah tersebut dirasakan masih belum memadai. H.3 Belum optimalnya etos kerja SDM Etos kerja SDM sangat berpengaruh terhadap kinerja dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya. Etos kerja yang rendah akan menyebabkan pelaksanaan kegiatan menjadi kurang optimal karena kurangnya motivasi dan keinginan untuk menghasilkan output kegiatan sesuai dengan target yang ditetapkan. H.4 Banyaknya sarana yang belum berijin Sarana di wilayah DIY cukup banyak, namun yang sudah memiliki ijin baru sebanyak 20 unit. Hal ini disebabkan oleh kurangnya kesadaran pelaku sarana untuk mengurus ijinnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku. H.5 Belum berlakunya sanksi hukum bagi pelaku sarana yang mengedarkan Alkes yang tidak mempunyai ijin edar Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1191 tahun 2010 tentang Penyaluran Alat Kesehatan disebutkan tentang adanya sanksi administratif terhadap pelanggaran dalam yang tak berijin. Sanksi administratif dapat berupa teguran lisan, teguran tertulis sampai dengan pencabutan izin. Sedangkan sanksi hukum pidana tidak diatur dalam Permenkes tersebut. H.6 Kurangnya partisipasi masyarakat dalam melaporkan sarana distribusi Alkes yang tak berijin Masyarakat merupakan pihak yang paling dirugikan terhadap peredaran Alkes yang tak berijin karena Alkes tersebut belum tentu

25 25 telah memenuhi standar dan/atau persyaratan mutu, keamanan, dan kemanfaatan. Namun demikian saat ini peran dan partisipasi masyarakat untuk melaporkan sarana yang tak berijin masih kurang optimal. 3. Dampak Relatif dan Kemudahan Pemecahan Kekuatan Penghambat Utama Kinerja Setelah kekuatan penghambat terhadap pencapaian tujuan diidentifikasi dan dianalisis, maka diperoleh gambaran akan pemecahan kekuatan penghambat utama dalam rangka pencapaian Tukadek. Dalam penyusunan KKP ini untuk menentukan dampak relatif dan mudahnya memecahkan (L.6) melalui Identifikasi Kekuatan Penghambat Utama (L.5), kemudian dianalisis dengan memberikan nilai atau bobot terhadap 2 (dua) hal yaitu: a. Besarnya dampak kekuatan penghambat dianalisis melalui pengukuran dengan skala interval angka 5 (dampak sangat kuat menghambat) sampai angka 1 (dampak sangat kurang menghambat). b. Besarnya tingkat kemudahan dalam memecahkan kekuatan penghambat dianalisis melalui pengukuran dengan skala interval angka 5 (hambatan sangat mudah dipecahkan) sampai dengan angka 1 (sangat sukar dipecahkan). Untuk lebih jelas memberikan gambaran mengenai besarnya dampak relatif kekuatan penghambat terhadap tujuan jangka pendek maka perlu dilakukan penilaian dengan menggunakan skala ukuran kuantitatif sebagai berikut : a. Angka 5 : Menyatakan dampak sangat kuat menghambat

26 26 b. Angka 4 : Menyatakan dampak kuat menghambat. c. Angka 3 : Menyatakan dampak cukup kuat menghambat. d. Angka 2 : Menyatakan dampak kurang kuat menghambat. e. Angka 1 : Menyatakan dampak sangat kurang kuat menghambat. Skala penilaian kuantitatif terhadap mudah tidaknya pemecahan kekuatan penghambat dapat digunakan skala penilaian/bobot sebagai berikut : a. Angka 5 : Menyatakan hambatan sangat mudah dipecahkan. b. Angka 4 : Menyatakan hambatan mudah dipecahkan. c. Angka 3 : Menyatakan hambatan cukup mudah dipecahkan. d. Angka 2 : Menyatakan hambatan sukar dipecahkan. e. Angka 1 : Menyatakan hambatan sangat sukar dipecahkan. Hasil analisis tersebut menjadi Kekuatan Penghambat, Dampak Relatif dan Kemudahan Pemecahannya (L.6) yang dapat disajikan sebagai berikut (Tabel. 9): No H1 H2 H3 H4 H5 H6 Tabel 9. Kekuatan Penghambat, Dampak Relatif dan Kemudahan Pemecahannya Pada Bidang Sumber Daya Kesehatan Dinas Kesehatan Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2013 ( L. 6 ) Kekuatan Penghambat Lemahnya koordinasi antar staf Terbatasnya SDM yang mampu dalam melakukan pembinaan Belum optimalnya etos kerja SDM Banyaknya sarana yang belum berijin Belum berlakunya sanksi hukum bagi pelaku sarana yang mengedarkan Alkes yang tidak mempunyai ijin edar Kurangnya partisipasi masyarakat dalam melaporkan sarana distribusi Alkes yang tak berijin Dampak Relatif Kemudahan Pemecahannya

27 27 B. Identifikasi dan Analisis Kekuatan Pendorong Utama Kinerja 1. Identifikasi Kekuatan Pendorong Utama Kinerja Disamping kekuatan penghambat yang ditemui dalam upaya pencapaian tujuan jangka pendek yang telah ditetapkan, juga terdapat sejumlah kekuatan pendorong yang akan membantu dalam rangka peningkatan kinerja yang diinginkan. Kekuatan pendorong tersebut berjumlah 6 (enam) berasal dari 3 (tiga) kekuatan (Strengths) dan 3 (tiga) peluang (Opportunities). Hasil identifikasi kekuatan pendorong selanjutnya dianalisis untuk mengetahui kekuatan pendorong yang dapat dijadikan kekuatan kunci. Adapaun hasil identifikasi kekuatan pendorong utama (L.7) dalam upaya peningkatan kinerja Jumlah SDM yang mampu melakukan pembinaan dapat dijelaskan sebagai berikut (Tabel.10) : No D1 D2 D3 D4 D5 D6 Tabel 10. Identifikasi Kekuatan Pendorong Utama Bidang Sumber Daya Kesehatan Dinas Kesehatan Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2013 ( L. 7 ) Kekuatan Pendorong Utama Kinerja Adanya SOP tentang pembinaan Adanya kewenangan untuk melakukan pembinaan Adanya dana untuk melakukan pembinaan Adanya koordinasi dengan Asosiasi Pengusaha di bidang Alkes Adanya peraturan perundangan yang mendukung Adanya kesempatan Diklat PPNS yang dibiayai Kemenkes 2. Analisis Kekuatan Pendorong Utama Kinerja Penjelasan tentang kekuatan pendorong yang membantu dalam penyajian tujuan jangka pendek dapat diuraikan sebagai berikut:

28 28 D.1 Adanya SOP tentang pembinaan Dinas Kesehatan DIY telah menyusun SOP tentang pembinaan pelaku sarana sebagai standar pedoman dalam melaksanakan pembinaan. Dengan adanya SOP tersebut diharapkan pembinaan pelaku sarana akan menjadi lebih optimal. D.2 Adanya kewenangan untuk melakukan pembinaan Kewenangan Dinas Kesehatan DIY untuk melakukan pembinaan pelaku sarana diatur dalam Peraturan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 6 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tatakerja Dinas Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 45 Tahun 2008 tentang Rincian Tugas dan Fungsi Dinas dan Unit Pelaksana Teknis Pada Dinas Kesehatan. D.3 Adanya dana untuk melakukan pembinaan Untuk melakukan pembinaan pelaku sarana dibutuhkan dana berupa anggaran kegiatan pembinaan yang dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan DIY. Secara umum, dana untuk melakukan pembinaan tersebut sudah tersedia cukup memadai. D.4 Adanya koordinasi dengan Asosiasi Pengusaha di bidang Alkes Dalam pelaksanaan pembinaan pelaku sarana maka Dinas Kesehatan DIY berkoordinasi dengan Asosiasi Pengusaha di bidang Alkes, seperti Gakeslab DIY (Gabungan Perusahaan Alat Kesehatan dan Laboratorium Propinsi DIY). Gakeslab DIY bekerjasama erat dengan Dinas Kesehatan DIY dalam masalah perijinan, pembinaan, pengamanan dan pengawasan

29 29 produksi dan distribusi alat kesehatan di DIY baik terhadap Produk Alat Kesehatan itu sendiri maupun terhadap Sarana Alat Kesehatan dan sumber daya manusia yang berkaitan dengan produksi, distribusi serta penggunaan Alat Kesehatan. D.5 Adanya peraturan perundangan yang mendukung Peraturan perundangan yang mendukung upaya pembinaan pelaku sarana diantaranya yaitu Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1191 tahun 2010 tentang Penyaluran Alat Kesehatan. D.6 Adanya kesempatan Diklat PPNS yang dibiayai Kemenkes Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes) melalui Pusdiklat Aparatur Kesehatan selalu melaksanakan Diklat PPNS setiap tahun. Hal ini menjadi peluang bagi SDM di Dinas Kesehatan DIY untuk meningkatkan kompetensinya, khususnya di bidang PPNS (Penyidik Pegawai Negeri Sipil) kesehatan. 3. Dampak Relatif dan tingkat Kendali Kekuatan Pendorong Utama Kinerja Selanjutnya akan dilaksanakan analisis dengan memberikan bobot atau nilai terhadap kekuatan pendorong yang disusun dan untuk masingmasing kekuatan pendorong diberikan penjelasan siapa saja yang mempunyai kendali dan atau pengaruh terhadap kekuatan pendorong tersebut. Untuk menganalisis Dampak Relatif dan Tingkat Kendali Kekuatan Kendali (L.8) berdasarkan Kekuatan Pendorong Utama (L.7), dengan memberikan nilai atau bobot terhadap 2 (dua) hal yaitu :

30 30 a. Besarnya dampak relatif terhadap pencapaian Tukadek, dianalisis melalui pengukuran dengan skala interval angka 5 (dampak sangat kuat mendorong) sampai angka 1 (dampak sangat kurang mendorong) sebagai berikut : 1) Angka 5 : menyatakan dampak sangat kuat mendorong. 2) Angka 4 : menyatakan dampak kuat mendorong. 3) Angka 3 : menyatakan dampak cukup kuat mendorong. 4) Angka 2 : menyatakan dampak kurang mendorong. 5) Angka 1 : menyatakan dampak sangat kurang mendorong. b. Besarnya tingkat kendali kekuatan pendorong yang ada di bawah pengaruh penulis, dianalisis melalui pengukuran dengan skala interval angka 5 (seluruhnya di bawah kendali dan atau pengaruh penulis) sampai angka 1 (sangat kecil di bawah kendali dan atau pengaruh penulis) sebagai berikut : 1) Angka 5 : menyatakan seluruhnya di bawah kendali. 2) Angka 4 : menyatakan sebagian besar di bawah kendali. 3) Angka 3 : menyatakan sebagian di bawah kendali. 4) Angka 2 : menyatakan sebagian kecil di bawah kendali. 5) Angka 1 : menyatakan seluruhnya di luar kendali. Adapun analisis Kekuatan Pendorong, Dampak Relatif dan Tingkat Kendali (L.8) dapat dijelaskan sebagai berikut (Tabel. 11) :

31 31 No D1 D2 D3 D4 D5 D6 Tabel 11. Kekuatan Pendorong, Dampak Relatif dan Tingkat Kendali Dinas Kesehatan Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2013 ( L. 8 ) Kekuatan Pendorong Adanya SOP tentang pembinaan Dampak Relatif Tingkat Kendali 5 3 Pihak Lain Yang Berpengaruh Biro Organisasi Adanya kewenangan untuk melakukan pembinaan 4 4 Gubernur Adanya dana untuk melakukan pembinaan 4 4 TAPD, DPRD Adanya koordinasi dengan Asosiasi Asosiasi Pengusaha di bidang 3 3 Pengusaha Alkes Adanya peraturan perundangan DPR, yang mendukung 4 3 Kemenkes Adanya kesempatan Diklat PPNS yang dibiayai Kemenkes 3 3 Kemenkes C. Perkiraan Tingkat Kekuatan Relatif Pendorong dan Penghambat Pada tahapan ini dilaksanakan pembobotan kembali kekuatankekuatan yang telah diperoleh dalam rangka menentukan tingkat kekuatan relatif dari kekuatan pendorong dan penghambat. Dalam menetapkan kekuatan relatif, penilaiannya didasarkan logika, sistematika berpikir dan pengalaman, sehingga pada langkah ini akan tergambar satu perangkat kekuatan yang menghalangi gerakan menuju tingkat kinerja yang diinginkan dan satu perangkat lainnya menopang gerakan menuju ke tingkat kinerja yang diinginkan. Untuk membobot tingkat kekuatan relatif dari kekuatan pendorong dan penghambat (L.9) dipergunakan pengukuran dengan skala interval angka 5 (mewakili kekuatan relatif yang sangat kuat) sampai angka 1 (mewakili kekuatan relatif yang sangat lemah). Dalam menetapkan tingkat kekuatan relatif penilaiannya didasarkan atas professional judgement yaitu

32 32 pertimbangan-pertimbangan profesional yang sejalan dengan standar dan kriteria yang telah ditetapkan oleh profesi yang dianut, termasuk di dalamnya pengetahuan dan nilai-nilai moral dan prinsip-prinsip etika. Hasil analisis penilaian tingkat kekuatan relatif pendorong dan penghambat (L.9) dapat disajikan sebagai berikut (Tabel. 12) : No D1 Tabel 12. Tingkat Kekuatan Relatif Pendorong dan Penghambat Dinas Kesehatan Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2013 ( L. 9 ) Tingkat Kekuatan Pendorong Kekuatan Relatif Adanya SOP tentang pembinaan. 4 No H1 Tingkat Kekuatan Penghambat Kekuatan Relatif Lemahnya koordinasi antar staf 3 D2 D3 Adanya kewenangan untuk melakukan pembinaan 4 Adanya dana untuk melakukan pembinaan 4 H2 H3 Terbatasnya SDM yang mampu dalam melakukan 4 pembinaan Belum optimalnya etos kerja SDM 4 D4 D5 D6 Adanya koordinasi dengan Asosiasi Pengusaha di 3 bidang Alkes Adanya peraturan perundangan yang mendukung 4 Adanya kesempatan Diklat PPNS yang dibiayai Kemenkes 3 H4 H5 H6 Banyaknya sarana yang belum berijin Belum berlakunya sanksi hukum bagi pelaku sarana yang mengedarkan Alkes yang tidak mempunyai ijin edar Kurangnya partisipasi masyarakat dalam melaporkan sarana yang tak berijin D. Diagram Medan Kekuatan Untuk menemukan kekuatan mana yang mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam upaya pencapaian tujuan jangka pendek, perlu dibuat dalam bentuk diagram medan kekuatan. Untuk menggambarkan diagram dengan menggunakan pengukuran interval angka 1 sampai angka 5 sesuai

33 33 dengan nilai tingkat kekuatan. Garis tegak lurus pada titik 0 (nol) menggambarkan kinerja saat ini. Diagram medan kekuatan tersebut adalah sebagai berikut (Gambar 1) : Arah Yang Diinginkan D1-4 D2-4 D3-4 D4-3 D5-4 D6-3 H1-3 H2-4 H3-4 H4-4 H5-4 H D = 22 H = 21 Gambar 1. Diagram Medan Kekuatan Dinas Kesehatan Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2013 ( L. 10 ) Agar anak panah dalam diagram memperlihatkan setiap kekuatan yang panjangnya berbanding dengan kekuatan relatif yang dimiliki, maka penetapan posisi anak panah tersebut ditempatkan secara selang seling, hal ini dimaksudkan untuk menghindari penafsiran bahwa masing-masing

34 34 kekuatan saling berhadapan. Untuk dapat mengenali dengan cepat dan untuk memperjelas diagram pada masing-masing anak panah ditulis kekuatan relatif yang dimiliki. E. Keterkaitan Antar Kekuatan Kekuatan penghambat dan pendorong dimungkinkan untuk mempunyai keterkaitan antara satu dengan yang lainnya. Keterkaitan tersebut dapat terjadi antara kekuatan pendorong dengan kekuatan pendorong lainnya, kekuatan pendorong dengan kekuatan penghambat, dan antara kekuatan penghambat dengan kekuatan penghambat lainnya. Untuk menilai besar keterkaitan antar kekuatan digunakan nilai pembobotan sebagai berikut : Angka 5 : menyatakan besar sekali keterkaitannya. Angka 3 : menyatakan besar keterkaitannya. Angka 1 : menyatakan kecil keterkaitannya. Angka 0 : menyatakan tidak ada keterkaitannya. Gambar keterkaitan antara kekuatan pendorong dan kekuatan penghambat adalah sebagai berikut ( Gambar 2 ) :

35 35 D1 Adanya SOP tentang pembinaan 5 D2 Adanya kewenangan untuk melakukan pembinaan 3 1 D3 Adanya dana untuk melakukan pembinaan Adanya koordinasi dengan Asosiasi Pengusaha di bidang D4 Alkes D5 Adanya peraturan perundangan yang mendukung Adanya kesempatan Diklat PPNS yang dibiayai D6 Kemenkes H1 Lemahnya koordinasi antar staf Terbatasnya SDM yang mampu dalam H2 melakukan pembinaan H3 Belum optimalnya etos kerja SDM Banyaknya sarana distribusi H4 Alkes yang belum berijin Belum berlakunya sanksi hukum bagi pelaku sarana yang mengedarkan Alkes yang tidak mempunyai ijin H5 edar Kurangnya partisipasi masyarakat dalam melaporkan sarana H6 yang tak berijin. Jumlah Nilai Keterkaitan D1 D2 D3 D4 D5 D6 H1 H2 H3 H4 H5 H6 Gambar 2. Keterkaitan Antar Kekuatan Dinas Kesehatan Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2013 ( L. 11 ) F. Kekuatan Kunci Pendorong dan Penghambat 1. Proses Pemilihan Kekuatan Kunci Setelah mendapatkan gambaran dari langkah-langkah sebelumnya yaitu dari hasil analisis L. 6, L. 8, L. 9 dan L. 11, kemudian selanjutnya

36 36 menentukan kekuatan pendorong dan kekuatan penghambat yang merupakan kekuatan kunci ( L.11). Dalam proses penentuan kekuatan kunci perlu mempertimbangkan sebagai berikut (LAN, 1995) : a. Ditentukan oleh tingkat kekuatan relatif pendorong dan penghambat yang lebih besar. b. Apabila tingkat kekuatan relatif sama, maka dipilih berdasarkan tingkat keterkaitan yang lebih besar. c. Apabila tingkat keterkaitan sama besarnya, maka dipilih berdasarkan tingkat kendali kekuatan pendorong dan kemudahan pemecahan kekuatan penghambat yang lebih besar. d. Apabila tingkat kendali kekuatan pendorong atau kemudahan pemecahan kekuatan penghambat sama besarnya, maka dipilih yang dampaknya lebih besar. e. Apabila juga masih sama, diserahkan pada pertimbangan sendiri untuk memilih berdasarkan kemampuan yang dimiliki (professional judgement). Untuk lebih jelasnya mengenai proses pemilihan kekuatan kunci dapat dilihat sebagai berikut (Tabel 13) :

37 37 No Kekuatan L.5 & l.7 Tabel 13. Proses Pemilihan Kekuatan Kunci Bidang Sumber Daya Kesehatan Dinas Kesehatan Daerah Istimewa Yogyakarta ( L. 12A ) Dampak L.8 & L.6 Kemudahan Pemecahan L.6 Tk. Kendali L.8 Tk. Kekuatan Relatif L.9 Tk. Keterkaitan L.11 Prioritas Kekuatan Kunci 1. D I 2. D II 3. D IV 4. D VI 5. D III 6. D V 1. H V 2. H I 3. H III 4. H II 5. H IV 6. H VI 2. Kekuatan Kunci Kekuatan kunci pada dasarnya merupakan kekuatan-kekuatan yang besar dampaknya terhadap pencapaian tujuan jangka pendek atau yang mempunyai pengaruh terhadap kemudahan, serta kekuatan pendorong yang ada di bawah kendali. Dengan mempertimbangkan kembali tingkat kekuatan relatif dan keterkaitan, maka dapat ditentukan Kekuatan Kunci (L. 12. B) sebagai berikut (Tabel 14) :

38 38 Tabel 14. Kekuatan Kunci Bidang Sumber Daya Kesehatan Dinas Kesehatan Daerah Istimewa Yogyakarta ( L. 12B ) Kode Kekuatan Pendorong Kode Kekuatan Penghambat D1 D2 Adanya SOP tentang pembinaan. Adanya kewenangan untuk melakukan pembinaan H2 H4 Terbatasnya SDM yang mampu dalam melakukan pembinaan Banyaknya sarana distribusi Alkes yang belum berijin D5 Adanya peraturan perundangan yang mendukung H3 Belum optimalnya etos kerja SDM H5 Belum berlakunya sanksi hukum bagi pelaku sarana yang mengedarkan Alkes yang tidak mempunyai ijin edar.

39 BAB IV STRATEGI DAN RENCANA KEGIATAN TERKOORDINASI A. Ide-Ide Strategis Setelah kekuatan kunci dipilih, langkah berikutnya adalah menentukan strategi dan rencana aksi yang akan dilakukan agar kinerja yang diinginkan dapat tercapai. Strategi merupakan rencana tindakan yang tepat dan dapat digunakan sebagai sarana untuk memaksimalkan pengaruh kekuatan kunci atau keunggulan organisasi agar terarah pada pencapaian kinerja (tujuan) yang telah ditetapkan. Proses penyusunan strategi dilakukan melalui serangkaian pengembangan visi, misi, tujuan jangka panjang, tujuan jangka pendek, identifikasi peluang dan kekuatan, dan identifikasi kelemahan dan ancaman, serta menganalisanya guna menentukan kekuatan kunci. Strategi kegiatan ini diarahkan untuk dapat mengatasi kekuatan-kekuatan penghambat yang ada, serta diharapkan pula dapat memacu kekuatan pendorong. Rumusan strategi dibuat dalam bentuk pernyataan positif atau kalimat yang bersifat operasional, spesifik dan terarah pada indikator kinerja yang ingin dicapai / ditingkatkan. Ada 2 (dua) strategi utama yang dapat ditetapkan terhadap kekuatan kunci organisasi yaitu : 1. Strategi optimalisasi atau efektifitas terhadap kekuatan kunci pendorong yang diandalkan / diunggulkan. 2. Strategi perubahan atau perbaikan atau eliminasi terhadap kekuatan kunci penghambat. Adapun ide-ide strategis untuk meningkatkan kinerja SDM dalam pembinaan pelaku sarana adalah sebagai berikut (Tabel 15) : 39

40 40 Tabel 15. Ide-Ide Strategis Bidang Sumber Daya Kesehatan Dinas Kesehatan Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2014 ( L. 13 ) No Kode Kekuatan Pendorong dan Penghambat Kunci 1. D1 Adanya SOP tentang pembinaan Strategi Tingkatkan pembinaan pelaku sarana sesuai dengan SOP yang telah ditetapkan 2. D2 Adanya kewenangan untuk melakukan pembinaan 3. D5 Adanya peraturan perundangan yang mendukung 4. H2 Terbatasnya SDM yang mampu dalam melakukan pembinaan 5. H4 Banyaknya sarana distribusi Alkes yang belum berijin 6. H3 Belum optimalnya etos kerja SDM 7. H5 Belum berlakunya sanksi hukum bagi pelaku sarana yang mengedarkan Alkes yang tidak mempunyai ijin edar Manfaatkan kewenangan yang ada untuk meningkatkan pembinaan pelaku sarana Pelajari dan gunakan peraturan perundangan tentang sebagai pedoman Tingkatkan kemampuan SDM dalam pembinaan pelaku sarana distribusi Alkes melalui diklat / pelatihan Tingkatkan kesadaran pelaku sarana dalam mengurus ijin usaha Tingkatkan etos kerja SDM dalam pembinaan pelaku sarana distribusi Alkes Terapkan sanksi bagi pelaku sarana yang mengedarkan Alkes yang tidak mempunyai ijin edar B. Rencana Kegiatan Terkoordinasi Setelah strategi dan kegiatan-kegiatan diiventarisasi dalam satu format maka langkah selanjutnya menentukan siapa atau unit mana yang akan melaksanakan kegiatan tersebut dan siapa yang akan bertanggung jawab serta menentukan jadwal waktunya. Untuk Rencana Kegiatan Terkoordinasi (L.14) tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut (Tabel. 16) :

41 41 No Tabel 16. Rencana Kegiatan Terkoordinasi Dinas Kesehatan Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2014 ( L. 14 ) Ko de Kekuatan Kunci Pendorong & Penghambat 1. D1 Adanya SOP tentang pembinaan Strategi Tingkatkan pembinaan pelaku sarana sesuai dengan SOP yang telah ditetapkan Langkah Kegiatan a. Mensosialisasi kan SOP pembinaan pelaku sarana kepada SDM b. Menggunakan SOP sebagai standar dalam pelaksanaan pembinaan pelaku sarana Penanggung Jawab Kabid Sumber Daya Kesehatan Kabid Sumber Daya Kesehatan Jadwal Waktu (2014) Januari Jan-des 2. D2 Adanya kewenangan untuk melakukan pembinaan Manfaatkan kewenangan yang ada untuk meningkatkan pembinaan pelaku sarana a. Menyusun rencana dan target pembinaan pelaku sarana b. Melaksanakan pembinaan pelaku sarana sesuai target yang ditetapkan Kabid Sumber Daya Kesehatan Kabid Sumber Daya Kesehatan Januari Jan - Des 3. D5 Adanya peraturan perundangan yang mendukung Pelajari dan gunakan peraturan perundangan tentang distribusi Alkes sebagai pedoman a. Mempelajari peraturan perundangan tentang b. Mensosialisasi kan peraturan perundangan kepada pelaku sarana Kabid Sumber Daya Kesehatan Kabid Sumber Daya Kesehatan Jan Mar

42 42 No Ko de Kekuatan Kunci Pendorong & Penghambat 4. H2 Terbatasnya SDM yang mampu dalam melakukan pembinaan Strategi Tingkatkan kemampuan SDM dalam pembinaan pelaku sarana melalui diklat / pelatihan Langkah Kegiatan a. Mendata SDM untuk mengikuti diklat / pelatihan pembinaan pelaku sarana b. Mengirimkan SDM mengikuti diklat setiap kali ada kesempatan Penanggung Jawab Kabid Sumber Daya Kesehatan Kepala Dinas Jadwal Waktu (2014) Feb Feb - Nov 5. H4 Banyaknya sarana distribusi Alkes yang belum berijin Tingkatkan kesadaran pelaku sarana distribusi Alkes dalam mengurus ijin usaha distribusi Alkes a. Melaksanakan koordinasi dengan Asosiasi Pengusaha Alkes di wilayah DIY Kabid Sumber Daya Kesehatan Feb b. Memfasilitasi pengajuan permohonan ijin usaha Kabid Sumber Daya Kesehatan Setiap ada permoho nan 6. H3 Belum optimalnya etos kerja SDM Tingkatkan etos kerja SDM dalam pembinaan pelaku sarana a. Memberikan motivasi dan etos kerja kepada SDM melalui pembinaan internal secara rutin Kabid Sumber Daya Kesehatan Setiap triwulan b. Memberikan teguran terhadap SDM yang kurang disiplin dalam pelaksanaan tupoksi Kabid Sumber Daya Kesehatan Setiap indisipli ner

KERTAS KERJA PERSEORANGAN (KKP)

KERTAS KERJA PERSEORANGAN (KKP) KERTAS KERJA PERSEORANGAN (KKP) RENCANA KERJA PENINGKATAN KINERJA TIM PELAKSANA DAN POKMAS DISTRIBUSI RASKIN TINGKAT DUSUN OLEH BIDANG KESEJAHTERAAN SOSIAL DINAS TENAGA KERJA DAN SOSIAL KABUPATEN BANTUL

Lebih terperinci

KERTAS KERJA PERSEORANGAN (KKP)

KERTAS KERJA PERSEORANGAN (KKP) KERTAS KERJA PERSEORANGAN (KKP) RENCANA KERJA PENINGKATAN KINERJA PENGELOLAAN ARSIP DAN DOKUMENTASI PADA BAGIAN TATA USAHA PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION JAWA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

KERTAS KERJA PERSEORANGAN (KKP)

KERTAS KERJA PERSEORANGAN (KKP) KERTAS KERJA PERSEORANGAN (KKP) RENCANA KERJA PENINGKATAN KINERJA APARATUR DALAM PENYUSUNAN PRODUK HUKUM DAERAH PADA BAGIAN HUKUM SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN SLEMAN OLEH : PESERTA No. 33 / Diklatpim III

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA MAGELANG RENCANA STRATEGIS DINAS KESEHATAN KOTA MAGELANG

PEMERINTAH KOTA MAGELANG RENCANA STRATEGIS DINAS KESEHATAN KOTA MAGELANG PEMERINTAH KOTA MAGELANG RENCANA STRATEGIS DINAS KESEHATAN KOTA MAGELANG - 2021 i KATA PENGANTAR Pembangunan kesehatan dilaksanakan dengan tujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup

Lebih terperinci

WALIKOTA SURAKARTA PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG

WALIKOTA SURAKARTA PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG WALIKOTA SURAKARTA PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS KESEHATAN KOTA SURAKARTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURAKARTA,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 SERI D NOMOR 9 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 SERI D NOMOR 9 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 SERI D NOMOR 9 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT

Lebih terperinci

BUPATI BANYUMAS PERATURAN BUPATI BANYUMAS NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PENJABARAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN BANYUMAS

BUPATI BANYUMAS PERATURAN BUPATI BANYUMAS NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PENJABARAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN BANYUMAS BUPATI BANYUMAS PERATURAN BUPATI BANYUMAS NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PENJABARAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN BANYUMAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUMAS, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dalam Sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia, Kecamatan merupakan salah satu ujung tombak dari Pemerintahan Daerah yang langsung berhadapan (face to

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumber daya yang tersedia. Perencanaan

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN

RENCANA STRATEGIS BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN RENCANA STRATEGIS BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN 2016-2021 Kata Pengantar Alhamdulillah, puji syukur kehadirat ALLAH SWT, atas limpahan rahmat, berkat dan hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan

Lebih terperinci

GAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH,

GAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH, SALINAN GAH GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 54 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS PERDAGANGAN DAN PERINDUSTRIAN PROVINSI

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG RINCIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG RINCIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG RINCIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1 Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pelayanan Dinas Bina Marga Kabupaten Grobogan. Permasalahan berdasarkan tugas dan fungsi

Lebih terperinci

Rencana Kerja Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Pelalawan 2016 BAB. I PENDAHULUAN

Rencana Kerja Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Pelalawan 2016 BAB. I PENDAHULUAN BAB. I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil merupakan unsur pelaksanaan Pemerintah Daerah yang dipimpin oleh seorang Kepala Dinas yang berada dibawah dan bertanggung jawab

Lebih terperinci

GUBERNUR JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG

GUBERNUR JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG [ GUBERNUR JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG ORGANISASI DAN TATAKERJA LEMBAGA LAIN SEBAGAI BAGIAN

Lebih terperinci

RENCANA KERJA KECAMATAN ANGSANA TAHUN 2017

RENCANA KERJA KECAMATAN ANGSANA TAHUN 2017 RENCANA KERJA KECAMATAN ANGSANA TAHUN 2017 PEMERINTAH KABUPATEN TANAH BUMBU KECAMATAN ANGSANA DAFTAR ISI Halaman Daftar Isi... ii Daftar Tabel... iii Daftar Bagan... iv Daftar Singkatan... v BAB I PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 79 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 79 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 79 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN PURBALINGGA

Lebih terperinci

BUPATI BANYUMAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

BUPATI BANYUMAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI BANYUMAS PERATURAN BUPATI BANYUMAS NOMOR 32 TAHUN 2010 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI BADAN PELAKSANA PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN, KEHUTANAN DAN KETAHANAN PANGAN KABUPATEN BANYUMAS DENGAN

Lebih terperinci

Pada hakekatnya reformasi birokrasi pemerintah merupakan proses

Pada hakekatnya reformasi birokrasi pemerintah merupakan proses B A B I P E N D A H U L UA N A. LATAR BELAKANG Pada hakekatnya reformasi birokrasi pemerintah merupakan proses pembaharuan yang dilakukan secara bertahap dan berkelanjutan melalui langkah-langkah strategis

Lebih terperinci

RENCANA KERJA TAHUNAN ( RKT ) TAHUN 2017

RENCANA KERJA TAHUNAN ( RKT ) TAHUN 2017 RENCANA KERJA TAHUNAN ( RKT ) TAHUN 2017 DINAS KESEHATAN DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL KABUPATEN JEMBRANA FEBRUARI 2017 Dinas dan Kesos Kabupaten Jembrana KATA PENGANTAR Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat

Lebih terperinci

RENCANA KERJA KECAMATAN ANGSANA TAHUN 2016

RENCANA KERJA KECAMATAN ANGSANA TAHUN 2016 RENCANA KERJA KECAMATAN ANGSANA TAHUN 2016 PEMERINTAH KABUPATEN TANAH BUMBU KECAMATAN ANGSANA DAFTAR ISI Halaman Daftar Isi... ii Daftar Tabel... iii Daftar Bagan... iv Daftar Singkatan... v BAB I PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

GubernurJawaBarat. Jalan Diponegoro Nomor 22 Telepon : (022) Faks. (022) BANDUNG

GubernurJawaBarat. Jalan Diponegoro Nomor 22 Telepon : (022) Faks. (022) BANDUNG GubernurJawaBarat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI, RINCIAN TUGAS UNIT DAN TATA KERJA BADAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PROVINSI JAWA BARAT Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 26 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 26 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN SALINAN NOMOR 26/2016 PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 26 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

Lebih terperinci

1.1 Latar Belakang I - 1. Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2010

1.1 Latar Belakang I - 1. Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2010 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perencanaan Pembangunan Daerah dibagi menjadi beberapa tahapan mulai dari Perencanaan Jangka Panjang, Jangka Menengah, dan Tahunan. Dokumen perencanaan jangka panjang

Lebih terperinci

WALIKOTA DEPOK PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALIKOTA DEPOK NOMOR 86 TAHUN 2016

WALIKOTA DEPOK PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALIKOTA DEPOK NOMOR 86 TAHUN 2016 SALINAN WALIKOTA DEPOK PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALIKOTA DEPOK NOMOR 86 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS PERDAGANGAN DAN PERINDUSTRIAN DENGAN

Lebih terperinci

TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN

TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN 13 BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN 3.1 Telaahan Terhadap Kebijakan Nasional dan Provinsi Dokumen Renja BKD adalah dokumen perencanaan untuk periode 1 (satu) tahun, dan bersumber dari dokumen

Lebih terperinci

4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara

4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara BUPATI TASIKMALAYA PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI TASIKMALAYA NOMOR 60 TAHUN 2016 TENTANG RINCIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TASIKMALAYA, Menimbang

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATAKERJA INSPEKTORAT, BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH,

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 7 Tahun : 2011 Seri : D PERATURAN BUPATI GUNUNGKIDUL NOMOR 62 TAHUN 2011 TENTANG URAIAN TUGAS DINAS KESEHATAN

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 53 TAHUN 2015 TENTANG

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 53 TAHUN 2015 TENTANG SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 53 TAHUN 2015 TENTANG RINCIAN TUGAS DAN FUNGSI SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA SELATAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA SELATAN, PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN, PENGENDALIAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR : 84 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR : 84 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR : 84 TAHUN 2013 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN PURWOREJO BUPATI PURWOREJO, Menimbang : bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman Judul Surat Keputusan Kepala Dinas Pendidikan

DAFTAR ISI. Halaman Judul Surat Keputusan Kepala Dinas Pendidikan DAFTAR ISI Halaman Judul Surat Keputusan Kepala Dinas Pendidikan DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN 1 A. LATAR BELAKANG 1 B. LANDASAN HUKUM 4 C. MAKSUD DAN TUJUAN 6 D. SISTEMATIKA PENULISAN 6 BAB II GAMBARAN

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1 Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pelayanan Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah. Dalam upaya meningkatkan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SALATIGA DAFTAR INFORMASI PUBLIK RINGKASAN RENCANA KERJA BADAN PELAYANAN PERIZINAN TERPADU DAN PENANAMAN MODAL KOTA SALATIGA

PEMERINTAH KOTA SALATIGA DAFTAR INFORMASI PUBLIK RINGKASAN RENCANA KERJA BADAN PELAYANAN PERIZINAN TERPADU DAN PENANAMAN MODAL KOTA SALATIGA PEMERINTAH KOTA SALATIGA DAFTAR INFORMASI PUBLIK RINGKASAN RENCANA KERJA BADAN PELAYANAN PERIZINAN TERPADU DAN PENANAMAN MODAL KOTA SALATIGA TAHUN 2017 1 PERENCANAAN KINERJA 2.1. PERENCANAAN STRATEGIS

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA TANGERANG

PEMERINTAH KOTA TANGERANG RINGKASAN RENJA BKPP TA. 2016 Pendahuluan Rencana Pembangunan Tahunan Organisasi Perangkat Daerah, yang selanjutnya disebut Rencana Kerja Organisasi Perangkat Daerah (Renja-OPD), adalah dokumen perencanaan

Lebih terperinci

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA UNSUR ORGANISASI DINAS KESEHATAN

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA UNSUR ORGANISASI DINAS KESEHATAN BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA UNSUR ORGANISASI DINAS KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS, Menimbang

Lebih terperinci

WALIKOTA TASIKMALAYA,

WALIKOTA TASIKMALAYA, WALIKOTA TASIKMALAYA PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR 22 TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI DAN RINCIAN TUGAS UNIT DINAS KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA, Menimbang

Lebih terperinci

- 3 - MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG PEDOMAN TEKNIS PENGORGANISASIAN DINAS KESEHATAN PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA.

- 3 - MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG PEDOMAN TEKNIS PENGORGANISASIAN DINAS KESEHATAN PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA. - 2 - Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063); 2. Undang-Undang

Lebih terperinci

BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG MEKANISME TAHUNAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN KABUPATEN MALANG BUPATI MALANG,

BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG MEKANISME TAHUNAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN KABUPATEN MALANG BUPATI MALANG, 1 BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG MEKANISME TAHUNAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN KABUPATEN MALANG BUPATI MALANG, Menimbang : a. bahwa untuk lebih menjamin ketepatan dan

Lebih terperinci

Revisi PP.38/2007 serta implikasinya terhadap urusan direktorat jenderal bina upaya kesehatan.

Revisi PP.38/2007 serta implikasinya terhadap urusan direktorat jenderal bina upaya kesehatan. Revisi PP.38/2007 serta implikasinya terhadap urusan direktorat jenderal bina upaya kesehatan. Dr. Kuntjoro Adi Purjanto, M.Kes Sekretaris Ditjen Bina Upaya Kesehatan kementerian kesehatan republik indonesia

Lebih terperinci

RENCANA KERJA BADAN KEPEGAWAIAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN TAHUN 2015

RENCANA KERJA BADAN KEPEGAWAIAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN TAHUN 2015 RENCANA KERJA BADAN KEPEGAWAIAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN TAHUN 2015 REVISI KE II BADAN KEPEGAWAIAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN 1 KATA PENGANTAR Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN

GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 072 TAHUN 2012 TENTANG POLA HUBUNGAN KERJA DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

I. PROFIL DINAS TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN 2015

I. PROFIL DINAS TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN 2015 I. PROFIL DINAS TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN 2015 A. SEJARAH INSTANSI Disnakertrans DIY Dinas Tenaga Kerja Provinsi DIY yang disingkat DTK diatur dalam Peraturan Pemerintah

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. 2.1 Sejarah Dinas Permukiman Dan Perumahan Provinsi Jawa Barat

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. 2.1 Sejarah Dinas Permukiman Dan Perumahan Provinsi Jawa Barat 16 BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1 Sejarah Dinas Permukiman Dan Provinsi Jawa Barat Dinas Permukiman dan Provinsi Jawa Barat ini merupakan salah satu unsur Organisasi Pemerintah Daerah (OPD) Provinsi

Lebih terperinci

BUPATI SUMBAWA BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BUPATI SUMBAWA BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT BUPATI SUMBAWA BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN BUPATI SUMBAWA BARAT NOMOR 31 TAHUN 2017 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN, PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI, DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT GIGI DAN MULUT PROVINSI KALIMANTAN SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Renstra Dinas Kesehatan Kabupaten Garut Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Renstra Dinas Kesehatan Kabupaten Garut Tahun 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional yang dilaksanakan secara bertahap dan berkesinambungan serta ditujukan untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB IV VISI MISI, TUJUAN, SASARAN STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB IV VISI MISI, TUJUAN, SASARAN STRATEGI DAN KEBIJAKAN BAB IV VISI MISI, TUJUAN, SASARAN STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1. Visi dan Misi SKPD Visi SKPD adalah gambaran arah pembangunan atau kondisi masa depan yang ingin dicapai SKPD melalui penyelenggaraan tugas

Lebih terperinci

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 56 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 56 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 56 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN BLORA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR 54 TAHUN 2016 Menimbang TENTANG TUGAS POKOK DAN RINCIAN TUGAS UNIT DINAS KESEHATAN KOTA TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB II PERENCANAAN KINERJA

BAB II PERENCANAAN KINERJA BAB II PERENCANAAN KINERJA B adan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kabupaten Probolinggo menjalankan amanat Misi Kedua dari RPJMD Kabupaten Probolinggo Tahun 2013 2018 yaitu MEWUJUDKAN MASYARAKAT

Lebih terperinci

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN WALIKOTA MATARAM NOMOR : 42 TAHUN 2016 TENTANG

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN WALIKOTA MATARAM NOMOR : 42 TAHUN 2016 TENTANG WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN WALIKOTA MATARAM NOMOR : 42 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA SATUAN SATUAN POLISI PAMONG PRAJA

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI SUBANG NOMOR : TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN BUPATI SUBANG NOMOR : TAHUN 2008 TENTANG PERATURAN BUPATI SUBANG NOMOR : TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PELAKSANA PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN, KEHUTANAN DAN KETAHANAN PANGAN KABUPATEN SUBANG BUPATI SUBANG, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2008 tentang perubahan kedua atas Undang Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan

Lebih terperinci

B A B III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

B A B III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI B A B III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1 Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas Dan Fungsi Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Utara Untuk mengidentifikasi permasalahan

Lebih terperinci

BAB IV VISI MISI SASARAN DAN TUJUAN

BAB IV VISI MISI SASARAN DAN TUJUAN BAB IV VISI MISI SASARAN DAN TUJUAN 4.1. VISI DAN MISI Visi adalah rumusan umum mengenai keadaan yang diinginkan pada akhir periode perencanaan, yang mencerminkan harapan yang ingin dicapai dilandasi oleh

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 5 TAHUN 2014

LEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 5 TAHUN 2014 LEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 5 TAHUN 2014 PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR NUSA

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 15 TAHUN 2010 TENTANG PENGENDALIAN PRODUKSI DAN PEREDARAN GARAM

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 15 TAHUN 2010 TENTANG PENGENDALIAN PRODUKSI DAN PEREDARAN GARAM RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 15 TAHUN 2010 TENTANG PENGENDALIAN PRODUKSI DAN PEREDARAN GARAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2009 TENTANG PEMBIAYAAN, PEMBINAAN, DAN PENGAWASAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2009 TENTANG PEMBIAYAAN, PEMBINAAN, DAN PENGAWASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2009 TENTANG PEMBIAYAAN, PEMBINAAN, DAN PENGAWASAN PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN, DAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT 1 BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 70 TAHUN 2016 TENTANG TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KABUPATEN GARUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang

Lebih terperinci

KERTAS KERJA PERSEORANGAN (KKP)

KERTAS KERJA PERSEORANGAN (KKP) KERTAS KERJA PERSEORANGAN (KKP) RENCANA KERJA PENINGKATAN KINERJA PEMBINAAN PENYUSUNAN DOKUMEN RENCANA KERJA SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH (RENJA SKPD) OLEH SUBBAGIAN PERENCANAAN DINAS PERINDUSTRIAN, PERDAGANGAN,

Lebih terperinci

- 1 - PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG

- 1 - PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG - 1 - PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN DAERAH

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN DAERAH BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN DAERAH 5.1 VISI DAN MISI KOTA CIMAHI. Sesuai dengan ketentuan yang diatur di dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kab. Soppeng

BAB I PENDAHULUAN. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kab. Soppeng 8 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sesuai amanat Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah,

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKA N KANTOR KECAMATAN BELANTIKAN RAYA

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKA N KANTOR KECAMATAN BELANTIKAN RAYA BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKA N KANTOR KECAMATAN BELANTIKAN RAYA Kantor Kecamatan Belantikan Raya menyusun visi, misi, tujuan, sasaran, program dan kegiatan yang realistis dengan

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN UTARA

GUBERNUR KALIMANTAN UTARA 1 GUBERNUR KALIMANTAN UTARA PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN UTARA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA INSPEKTORAT, BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH, SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DAN LEMBAGA

Lebih terperinci

GAMBARAN PELAYANAN DINAS KOPERASI UKM DAN PERINDUSTRIAN PERDAGANGAN KOTA BANDUNG

GAMBARAN PELAYANAN DINAS KOPERASI UKM DAN PERINDUSTRIAN PERDAGANGAN KOTA BANDUNG GAMBARAN PELAYANAN DINAS KOPERASI UKM DAN PERINDUSTRIAN PERDAGANGAN KOTA BANDUNG Dinas Koperasi UKM dan Perindustrian Perdagangan Kota Bandung adalah salah satu perangkat daerah di lingkungan Pemerintah

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. Dinas Tata Ruang dan Permukiman Provinsi Jawa Barat, pada tahun 2009

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. Dinas Tata Ruang dan Permukiman Provinsi Jawa Barat, pada tahun 2009 BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1 Sejarah Instansi Dinas Permukiman dan Perumahan Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu Dinas yang bergerak dalam bidang Ke Cipta Karyaan, sebelumnya bernama Dinas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dinas Peternakan Provinsi Jawa sebagai Satuan Kerja Perangkat Daerah berkewajiban untuk menyiapkan Rencana Strategis sebagai acuan penyelenggaraan pemerintahan dan

Lebih terperinci

- 2 - BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1

- 2 - BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 - 2-3. 4. 5. 6. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1968 tentang Berlakunya Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1967 dan Pelaksanaan Pemerintahan di Propinsi Bengkulu (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI, DAN KEBIJAKAN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI, DAN KEBIJAKAN BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI, DAN KEBIJAKAN A. VISI DAN MISI 1. VISI Badan Kepegawaian Daerah (BKD) sebagai Satuan Kerja Perangkat Daerah mengemban tugas dalam menjamin kelancaran penyelenggaraan

Lebih terperinci

-2- Pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan Pemerintahan Daerah terdiri atas pembinaan dan pengawasan umum serta pembinaan dan pengawasan te

-2- Pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan Pemerintahan Daerah terdiri atas pembinaan dan pengawasan umum serta pembinaan dan pengawasan te TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I PEMERINTAH DAERAH. Penyelenggaraan. Pembinaan. Pengawasan. Pencabutan. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 73) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT

PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT Faksimili : (022) 4236219 DAFTAR ISI Daftar Isi... Daftar Tabel... i ii BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Maksud dan Tujuan... 7 1.3. Sistematika Penulisan...

Lebih terperinci

2 Mengingat e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu membentuk Undang-Undang tentang

2 Mengingat e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu membentuk Undang-Undang tentang No.307, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KESEHATAN. Keperawatan. Pelayanan. Praktik. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5612) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

Rencana Kerja (RENJA ) 2015

Rencana Kerja (RENJA ) 2015 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang - Undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (UU-SPPN) yang telah dijabarkan secara teknis dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri

Lebih terperinci

GubernurJawaBarat GUBERNUR JAWA BARAT,

GubernurJawaBarat GUBERNUR JAWA BARAT, GubernurJawaBarat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 44 TAHUN 2009 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI, RINCIAN TUGAS UNIT DAN TATA KERJA SATUAN POLISI PAMONG PRAJA PROVINSI JAWA BARAT GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI WAY KANAN PROVINSI LAMPUNG

BUPATI WAY KANAN PROVINSI LAMPUNG -1- BUPATI WAY KANAN PROVINSI LAMPUNG PERATURAN BUPATI WAY KANAN NOMOR 52 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KABUPATEN WAY KANAN

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG PETA JALAN (ROAD MAP) SISTEM PEMBINAAN PRAKTIK KEDOKTERAN

SALINAN PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG PETA JALAN (ROAD MAP) SISTEM PEMBINAAN PRAKTIK KEDOKTERAN SALINAN PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG PETA JALAN (ROAD MAP) SISTEM PEMBINAAN PRAKTIK KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA,

Lebih terperinci

PROFIL BADAN KETAHANAN PANGAN

PROFIL BADAN KETAHANAN PANGAN A. Tugas Pokok dan Fungsi PROFIL BADAN KETAHANAN PANGAN pengkajian, penyiapan perumusan kebijakan, pengembangan, pemantauan, dan pemantapan ketersediaan pangan, serta pencegahan dan penanggulangan kerawanan

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN Lampiran Keputusan Direktur Pengawasan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif Nomor HK.06.02.351.03.15.196 Tahun 2015 Tentang Rencana Strategis Direktorat Pengawasan Narkotika, Psikotropika

Lebih terperinci

-2- MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN GUBERNUR TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN.

-2- MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN GUBERNUR TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN. GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 103 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BLITAR PROFIL BAGIAN PEMERINTAHAN SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN BLITAR

PEMERINTAH KABUPATEN BLITAR PROFIL BAGIAN PEMERINTAHAN SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN BLITAR PEMERINTAH KABUPATEN BLITAR PROFIL BAGIAN PEMERINTAHAN SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN BLITAR Disusun oleh : BAGIAN PEMERINTAHAN SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN BLITAR TAHUN 2017 KATA PENGANTAR Puji syukur kami

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 85 TAHUN 2016 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 85 TAHUN 2016 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 85 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, URAIAN TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS PERTANIAN DAN KETAHANAN PANGAN

Lebih terperinci

BAB III TUGAS POKOK DINAS Pasal 5 Dinas mempunyai tugas membantu Gubernur melaksanakan urusan pemerintahan bidang lingkungan hidup yang menjadi

BAB III TUGAS POKOK DINAS Pasal 5 Dinas mempunyai tugas membantu Gubernur melaksanakan urusan pemerintahan bidang lingkungan hidup yang menjadi GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 88 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA DINAS LINGKUNGAN HIDUP PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Bontang, Desember 2015 Kepala, Ir. Hj. Yuli Hartati, MM NIP LAKIP 2015, Kantor Ketahanan Pangan Kota Bontang

KATA PENGANTAR. Bontang, Desember 2015 Kepala, Ir. Hj. Yuli Hartati, MM NIP LAKIP 2015, Kantor Ketahanan Pangan Kota Bontang KATA PENGANTAR Dengan Mengucapkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) tahun 2015 Kantor Ketahanan Pangan Kota Bontang telah selesai disusun.

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1 Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pelayanan Rumah Sakit Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Pacitan sebagai pusat rujukan layanan

Lebih terperinci

Bupati Pandeglang PERATURAN BUPATI PANDEGLANG NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG

Bupati Pandeglang PERATURAN BUPATI PANDEGLANG NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG Bupati Pandeglang PERATURAN BUPATI PANDEGLANG NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KABUPATEN PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Bandung, Januari 2015 KEPALA BADAN PENANAMAN MODAL DAN PERIJINAN TERPADU PROVINSI JAWA BARAT

KATA PENGANTAR. Bandung, Januari 2015 KEPALA BADAN PENANAMAN MODAL DAN PERIJINAN TERPADU PROVINSI JAWA BARAT KATA PENGANTAR Sebagai tindaklanjut dari Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 Tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, yang mewajibkan bagi setiap pimpinan instansi pemerintah untuk mempertanggungjawabkan

Lebih terperinci

BUPATI SUMBA BARAT DAYA PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI SUMBA BARAT DAYA PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI SUMBA BARAT DAYA PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA TAHUN 2014

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam upaya mendorong penyelenggaraan kepemerintahan yang baik, Majelis Permusyawaratan Rakyat telah menetapkan Tap MPR RI Nomor : XI/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan

Lebih terperinci

BUPATI KAPUAS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KAPUAS NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI KAPUAS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KAPUAS NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG 1 SALINAN BUPATI KAPUAS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KAPUAS NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS TRANSMIGRASI KABUPATEN KAPUAS

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 74 TAHUN 2016 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 74 TAHUN 2016 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 74 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, URAIAN TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN

BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN 3.1 Telaahan terhadap Kebijakan Nasional Rencana program dan kegiatan pada Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Pemalang mendasarkan pada pencapaian Prioritas

Lebih terperinci

MATRIK RENCANA OPERASIONAL KEGIATAN TAHUNAN KECAMATAN NGANTANG TAHUN 2014

MATRIK RENCANA OPERASIONAL KEGIATAN TAHUNAN KECAMATAN NGANTANG TAHUN 2014 MATRIK RENCANA OPERASIONAL KEGIATAN TAHUNAN KECAMATAN NGANTANG TAHUN 2014 NO KEGIATAN ANGGARAN B U L A N PPTK Jan Feb Mrt Apr Mei Ju n Jul Ags Sep Okt Nop Des 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 BELANJA

Lebih terperinci

Terwujudnya Masyarakat Tenaga Kerja Kabupaten Bandung yang Mandiri, Produktif, Profesional dan Berdaya Saing

Terwujudnya Masyarakat Tenaga Kerja Kabupaten Bandung yang Mandiri, Produktif, Profesional dan Berdaya Saing BAB II PROGRAM KERJA 2.1 Visi dan Misi Dinas Tenaga Kerja merupakan instansi teknis yang melaksanakan salah satu urusan rumah tangga Daerah dibidang ketenagakerjaan dan ketransmigrasian, dengan kewenangannya

Lebih terperinci

KERTAS KERJA PERSEORANGAN (KKP)

KERTAS KERJA PERSEORANGAN (KKP) KERTAS KERJA PERSEORANGAN (KKP) RENCANA KERJA PENINGKATAN KINERJA PEMBINAAN SUMBER DAYA PERANGKAT DESA OLEH SEKSI TATA PEMERINTAHAN KECAMATAN SEWON KABUPATEN BANTUL OLEH : PESERTA NO : 13/DIKLAT PIM IV/VIII/2013

Lebih terperinci

2. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1963 tentang Tenaga Kesehatan; 3. Undang-undang Nomor 3 Tahun 1966 tentang Kesehatan Jiwa;

2. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1963 tentang Tenaga Kesehatan; 3. Undang-undang Nomor 3 Tahun 1966 tentang Kesehatan Jiwa; PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG PEMBENTUKAN, SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA YOGYAKARTA Menimbang : a. Bahwa dalam

Lebih terperinci

BUPATI SUMBAWA BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BUPATI SUMBAWA BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT BUPATI SUMBAWA BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN BUPATI SUMBAWA BARAT NOMOR 32 TAHUN 2017 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS KETAHANAN PANGANN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARO NOMOR 19 TAHUN 2008 T E N T A N G ORGANISASI DAN TATA KERJA LEMBAGA TEKNIS DAERAH KABUPATEN KARO

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARO NOMOR 19 TAHUN 2008 T E N T A N G ORGANISASI DAN TATA KERJA LEMBAGA TEKNIS DAERAH KABUPATEN KARO PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARO NOMOR 19 TAHUN 2008 T E N T A N G ORGANISASI DAN TATA KERJA LEMBAGA TEKNIS DAERAH KABUPATEN KARO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARO Menimbang : a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci