AKTIVITAS DAN CURAHAN WAKTU PETANI DALAM PROGRAM PERHUTANAN SOSIAL DI CIAMIS JAWA BARAT

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "AKTIVITAS DAN CURAHAN WAKTU PETANI DALAM PROGRAM PERHUTANAN SOSIAL DI CIAMIS JAWA BARAT"

Transkripsi

1 Jurnal Hutan Tropis Volume 5 No. 1 Maret 2017 ISSN E-ISSN AKTIVITAS DAN CURAHAN WAKTU PETANI DALAM PROGRAM PERHUTANAN SOSIAL DI CIAMIS JAWA BARAT Farmer s Activity and Time Allocation in Social Forestry Program in Ciamis, West Java Ary Widiyanto Balai Penelitian dan PengembanganTeknologi Agroforestry Jl Raya Ciamis-Banjar Km 4, PO BOX 5 Ciamis, Telp, (0265) Fax (0265) ABSTRACT. This study was conducted to determine the implementation one of the social forestry program in Ciamis, particularly related to the activity and time allocation of farmers during the program. This study used questionnaires and interviews with a total sample of respondents were 90 people, who came from three farmer groups or Lembaga Masyarakat Desa Hutan/ LMDH (each 30 people). Three LMDH represented three different planting patterns, namely; pine-coffee, teak-cardamom, and teak-papaya. The results indicate that during the first four years of the program, coffee farmers spent the longest time in the program (227 days), followed by cardamom farmers (174 days) and the last papaya farmer (108 days). Based on the activities, the longest activity for coffee farmers is maintenance, whereas for cardamom and papaya farmers are harvesting. Pine-coffee pattern can provide the greatest benefit to farmers because crop cultivation activity (coffee) that lasts a long time (20 years) compared cardamom (10 years) and papaya (2 years). In addition pine harvest waiting period also faster (30 years) compare to teak (up to 40 years). However, coffee farmers only earn twice from wood thinning activities, compared cardamom and papaya farmers, who earn six times from wood thinning. Keywords: Activities; time allocation; farmer; Community Based Forest Management ABSTRAK. Penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui implementasi salah satu program perhutanan sosial di Ciamis, khususnya terkait dengan aktivitas dan curahan waktu petani selama program. Penelitian ini menggunakan kuesioner dan wawancara dengan total sampel responden adalah sebanyak 90 orang, yang berasal dari tiga kelompok tani atau Lembaga Masyarakat Desa Hutan/LMDH (masing-masing 30 orang). Tiga LMDH ini mewakili tiga pola tanam yang berbeda, yaitu; pinus-kopi, jati-kapulaga, dan jati-pepaya. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa selama empat tahun pertama program, petani kopi mencurahkan waktu paling lama dalam program (227 hari), disusul petani kapulaga (174 hari) dan terakhir petani papaya (108 hari). Berdasarkan kegiatannya, kegiatan yang paling banyak memerlukan waktu bagi petani kopi adalah pemeliharan, sedangkan bagi petani kapulaga dan papaya adalah pemanenan. Kegiatan PHBM pinus-kopi dapat disebutkan memberikan manfaat paling besar kepada petani karena kegiatan budidaya tanaman sela (kopi) yang berlangsung lama (20 tahun) dibandingkan kapulaga (10 tahun) dan papaya (2 tahun). Selain itu masa tunggu panen kayu pinus juga berlangsung lebih cepat (30 tahun) dibandingkan kayu jati (sampai dengan 40 tahun). Meskipun demikian, petani kopi hanya mendapatkan dua kali kegiatan penjarangan kayu, jika dibandingkan petani kapulaga dan papaya, yang mendapatkan enam kali penjarangan kayu. Kata kunci: Aktivitas; curahan waktu; petani; Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat Penulis untuk korespondensi, surel: ary_301080@yahoo.co.id 48

2 Ary Widiyanto: Aktivitas dan Curahan Waktu Petani dalam Program...(5): PENDAHULUAN Salah satu bentuk perhutanan sosial atau social forestry di pulau Jawa adalah program pengelolaan hutan bersama masyarakat (PHBM). PHBM dicanangkan oleh Perum Perhutani sebagai tonggak transformasi Perusahaan kehutanan milik negara menuju yang berorientasi kepada masyarakat. Pengelolaan hutan Perum Perhutani tidak lagi berorientasi kepada produk kayu saja, melainkan kepada semua komponen sumberdaya hutan. Pola manajemen yang dulunya state based forest management berubah menjadi community based forest management, artinya proses pengelolaan hutan Perum Perhutani dilaksanakan bersama masyarakat dengan prinsip saling berbagi, kesetaraan dan keterbukaan. Suharti dan Murniati (2004) dalam Sukhmawati (2012) menyebutkan bahwa PHBM merupakan implementasi dari program Social Forestry yang mengembangkan pola investasi sesuai dengan keseimbangan tanggungjawab, biaya serta manfaat. Nilai dan proporsi berbagi dalam PHBM sesuai dengan nilai dan proporsi nilai produksi yang dikontribusikan oleh masing-masing pihak. Setiap daerah memiliki isu sosial, ekonomi, dan budaya yang berbeda-beda yang menyebabkan keragaman sistem usaha tani, penggunaan input, serta kendala yang dihadapi dalam penerapan PHBM. Keragaman ini mengakibatkan penetapan dalam proporsi bagi hasil antara daerah satu dengan yang lain berbeda. Purnomo (2006) mengatakan bahwa pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) adalah suatu pola atau sistem pengelolaan sumberdaya hutan. Hal tersebut sesuai dengan azaz kemitraan dan prinsip untuk menyeleraskan pola kepentingan antara pemangku kepentingan/ stakeholders. Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat ini dimaksudkan memadukan aspek ekonomi, ekologi dan sosial secara proposional dan profesional. PHBM bertujuan untuk meningkatkan peran dan tangung jawab Perhutani, masyarakat desa hutan dan pihak yang berkepentingan terhadap keberlanjutan fungsi dan manfaat sumberdaya hutan. Menurut Keputusan Direksi Perum Perhutani Nomor: 682/KPTS/DIR/2009, Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) merupakan sistem pengelolaan sumberdaya hutan yang dilakukan bersama oleh Perum Perhutani dan masyarakat desa hutan atau Perum Perhutani dengan masyarakat desa hutan dengan pihak yang berkepentingan (stakeholders) dengan jiwa berbagi (Perum Perhutani, 2009). Pihak yang berkepentingan (stakeholders) dalam PHBM adalah pihak-pihak diluar Perum Perhutani dan masyarakat desa hutan yang mempunyai perhatian dan berperan mendorong proses optimalisasi serta berkembangnya PHBM. Pihak lain tersebut diantaranya adalah Pemerintah Daerah, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Lembaga Ekonomi Masyarakat, Lembaga Sosial Masyarakat, Usaha Swasta, Lembaga Pendidikan, Lembaga Donor serta Forum komunikasi PHBM tingkat propinsi, kabupaten, dan kecamatan. Prinsip berbagi yang dimaksud adalah pembagian peran, tanggung jawab dan faktor produksi bahkan hingga pembagian hasil. Pengelolaan produk merupakan bentuk kegiatan dalam PHBM yang tidak hanya berorientasi produk kayu namun juga mengembangkan berbagai jenis produk selain kayu. Melalui kegiatan PHBM seluruh sumberdaya dan potensi hutan termasuk jasa lingkungan dapat dikerjasamakan. Pengelolaan peran yaitu dalam kegiatan PHBM masyarakat memiliki peran sebagai pelaku utama disamping Perum Perhutani. Masyarakat memiliki peran yang sangat besar mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi hingga proses pemanenan hasil. Hal ini untuk meningkatkan kualitas kerjasama dalam melaksanakan pengelolaan hutan. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui implementasi program PHBM di Ciamis, khususnya terkait dengan aktivitas dan curahan waktu petani selama program. Diharapkan dengan adanya informasi mengenai aktivitas apa saja yang dilaksanakan oleh petani dan alokasi waktu yang diperlukan selama program dapat dijadikan sebagai rujukan dalam programprogram serupa di tempat lain. 49

3 Jurnal Hutan Tropis Volume 5 No. 1, Edisi Maret 2017 METODE PENELITIAN Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Ciamis dan Kota Banjar, dua kabupaten di Provinsi Jawa Barat. Kabupaten ini berada pada koordinat sampai Bujur Timur dan sampai Lintang Selatan. Kabupaten Ciamis memiliki 26 kecamatan dan 265 desa dan Kota Banjar memiliki empat kecamatan dan 23 desa (BPS, 2013). Penelitian ini dilakukan di Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Ciamis, BKPH Banjar Selatan, dan BKPH Banjar Utara; semua termasuk dalam KPH Ciamis. Lingkup penelitian adalah tiga kelompok tani diantara 106 kelompok tani yang berpartisipasi dalam PHBM di KPH Ciamis, yang terletak di tiga ketinggian yang berbeda. menggunakan tabulasi silang dan analisis statistik deskriptif. Analisis ini disajikan dalam bentuk tabel dan gambar untuk menggambarkan persentase, frekuensi, atau intensitas masing-masing variabel. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Umum Masyarakat di Lokasi Program Pada saat ini, sebanyak 106 kelompok tani terlibat dalam program PHBM di KPH Ciamis. Namun, tidak semua dari kelompok ini aktif dalam program PHBM karena keterbatasan waktu program. Saat ini, program PHBM telah berjalan selama lebih dari tujuh tahun di KPH Ciamis. Tabel 1 menunjukan beberapa kombinasi pola tanam dalam program PHBM di KPH Ciamis. Data dan Analisa Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari, Februari, Juli, dan Agustus 2015, dan Februari Penelitian ini menggunakan pendekatan deduktif dengan metode kuantitatif dan kualitatif. Kami menggunakan purposive sampling dalam memilih staf perhutani dan anggota kelompok tani, aktor utama dalam program PHBM. Penelitian ini memilih tiga kelompok tani, yang mewakili tiga pola tanam (pohon-tanaman pertanian) yang berbeda. Data penelitian dikumpulkan melalui kuesioner dari 90 responden di tiga kelompok tani atau Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH), sebagai peserta PHBM. Kuesioner terdiri dari dua bagian. Bagian pertama menanyakan tentang informasi umum khususnya kondisi sosial-demografi responden. Bagian kedua menanyakan tentang aktivitas atau kegiatan anggota dalam program PHBM. Data yang telah didapatkan kemudian dihitung, dikategorikan, dan diklasifikasikan dengan program Microsoft Excel. Untuk menganalisis data, kami Tabel 1. Tiga Kelompok Tani yang Mewakili Tiga Pola Tanam Yang Berbeda No. Kelompok Tani 1 Sinapeul Indah Pola Tanam Pinus- Kopi 2 Ajisaka Jati- Pepaya 3 Pasir Mukti Jati- Kapulaga Desa BKPH Kabupaten/ Kota Kertamandala Ciamis Ciamis Purwaharja Banjar Banjar Utara Sukasari Banjar Ciamis Selatan Selain itu, waktu mulai dalam program, jumlah sharing area, dan jumlah anggota untuk setiap kelompok tani dapat dilihat pada Tabel 2. Informasi yang paling penting dari tabel ini adalah bahwa petani di kelompok tani Sinapeul Indah memiliki daerah asal yang berbeda dengan lokasi aktivitas. Ini berarti bahwa para petani harus pindah dari desa mereka ke lokasi program selama program berjalan, terutama pada penanaman, pemeliharaan, dan panen. Informasi penting lainnya adalah ada tiga pola tanam pada ketinggian yang berbeda: pinus-kopi (dataran tinggi), jati-kapulaga (dataran menengah), dan jati-pepaya (dataran rendah). 50

4 Ary Widiyanto: Aktivitas dan Curahan Waktu Petani dalam Program...(5): Tabel 2. Informasi Umum Tiga Kelompok Tani Nama LMDH Sinapeul Indah Pasir Mukti Aji Saka Lokasi dalam Program Daerah Pegunungan Dataran Menengah Dataran Rendah Daerah Asal Desa Rajadesa, Kec Rajadesa Desa Sukasari, Kec Cidolog Desa Purwaharja, Kec Purwaharja Daerah Kegiatan/ Program Desa Kertamandala Kec Panjalu Desa Sukasari, Kec Cidolog Desa Purwaharja, Kec Purwaharja Jarak ke Ibukota Kabupaten/Kota (km) BKPH Banjar Utara Ciamis Banjar Selatan Pola Kayu-Tanaman Pinus-kopi Jati-kapulaga Jati-Pepaya Mulai Program PHBM Sharing Area Kelompok (ha) Sharing Area Individu (ha) (r=0.9) 0.31 (r=0.31) (r=0.21) Jumlah Anggota Kepemilikan Lahan (ha) (r=1) (r=0.35) (r=0.38) Umur (tahun) (r=44) (r=48.8) (r=50.2) Jumlah Anggota Keluarga 2-7 (r=3.5) 2-5 (r=3.1) 2-5 (r=3.6) (orang) Lama Pendidikan 6-12 (r=6.9) 6-9 (r=6.5) 6-12 (r=7.3) Pendapatan (x Rp 1,000) 850-1,500 (r=1,071) 1,000-1,500 (r=1,150) 300-1,500 (r=1,043) Catatan. r =rata-rata Aktivitas dan Curahan Waktu Petani Pada Program PHBM Dalam program ini, Perhutani mengelola dan bertanggung jawab untuk hutan atau pohon, dan masyarakat mengelola dan bertanggung jawab untuk tanaman. Pohon dan tanaman manajemen meliputi penanaman, perawatan, pemupukan, dan panen. Pada awal penanaman, jarak pohon 3m x 3m atau sekitar pohon/ha. Setelah beberapa kali penjarangan pohon, pada saat panen, jarak pohon menjadi 9m x 9m atau sekitar 123 pohon/ha. Petani dapat menanam tanaman mereka diantara garis tanam pohon. Sistem ini umumnya disebut sebagai tumpangsari atau agroforestri. LMDH Sinapeul Indah Kelompok tani Sinapeul Indah terletak di Desa Kertamandala, Kecamatan Panjalu, Kabupaten Ciamis dengan total area seluas 4.33 km 2. Jumlah penduduk desa Kertamandala adalah orang (821 rumah tangga), sehingga memiliki kepadatan penduduk 908 orang / km2. Petani di kelompok tani ini memiliki kepemilikan lahan rata-rata sebesar 1,01 ha dan rata-rata sharing area seluas 0,9 ha, lebih besar jika dibandingkan dengan kelompok tani lainnya. Karakteristik khusus lain adalah bahwa petani di kelompok tani ini berasal dari Kecamatan Rajadesa, sekitar 25 km dari Kecamatan Panjalu, lokasi program. Dengan demikian mereka harus tinggal sementara di Kecamatan Panjalu dan membangun pondok dengan menggunakan kayu, bambu dan daun. Mereka juga harus melakukan perjalanan bolakbalik ke desa mereka sendiri pada hari-hari tertentu setelah mereka menyelesaikan pekerjaan mereka dalam program ini. Usia rata-rata petani kopi (44 tahun) lebih rendah dibandingkan dengan petani kapulaga (48,8 tahun) dan petani pepaya (50,2 tahun). Hal ini dapat dijelaskan oleh fakta bahwa lokasi pinus-kopi yang terletak di daerah pegunungan, yang membutuhkan kegiatan fisik lebih keras dibandingkan jati-kapulaga (di dataran menengah) dan jati-pepaya (dataran rendah). Dibandingkan pola lain, mereka harus menghabiskan waktu terlama dalam program ini. Rata-rata, mereka membutuhkan 227 hari untuk kegiatan dalam empat tahun pertama program. 51

5 Jurnal Hutan Tropis Volume 5 No. 1, Edisi Maret 2017 Panen kopi terjadi tiga kali setahun dimulai pada bulan ke-30. Rata-rata panen adalah kg di tahun ketiga dan sekitar kg di tahun keempat. Mereka akan mendapatkan produksi kopi tertinggi di lima sampai 10 tahun. Curahan waktu petani di LMDH ini dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1. Curahan Waktu Petani Kopi dalam Program PHBM selama Empat Tahun Pertama Jumlah ini lebih besar dari hasil panen kopi di BKPH Candiroto, KPH Kedu Utara Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah, yang berada pada kisaran kg (Wisman, 2010). Berdasarkan Gambar 1 di atas terlihat bahwa aktivitas dan curahan waktu petani paling lama adalah di awal atau tahun pertama program. Kegiatan di tahun pertama meliputi persiapan lahan, penanaman (pinus dan kopi), serta pemeliharaan tanaman kopi. Adapun jenis kegiatan yang paling membutuhkan banyak waktu bagi petani kopi adalah kegiatan pemeliharaan, yang mencapai 144 hari dalam 4 tahun. LMDH Pasir Mukti Kelompok tani ini terletak di Desa Sukasari, Cidolog Kecamatan, Kabupaten Ciamis dengan luas total sekitar 5,06 km2. Jumlah penduduk desa Sukasari adalah orang (623 rumah tangga), sehingga memiliki kepadatan penduduk 357 orang / km2. Dibandingkan dengan kelompok tani lainnya, petani di Pasir Mukti memiliki rata-rata pendapatan bulanan yang lebih tinggi. Pendapatan ini mungkin berasal dari pekerjaan lain yang mereka miliki, selain pendapatan dari tanah mereka sendiri. Produk pertanian potensial dari Kecamatan Cidolog didominasi oleh kayu Albasia (Paraserianthes falcataria, sekitar 11,2% dari total produksi Ciamis) dan singkong (11% dari total produksi Kabupaten). Petani di daerah ini sebagian besar menanam jenisjenis pohon dan tanaman di lahan mereka sendiri. Dengan kepemilikan lahan sekitar 0,4 ha, ubi kayu dapat mendukung kebutuhan sehari-hari dan Albasia memberikan penghasilan jangka panjang. Pemanenan terjadi tiga kali setahun dimulai pada bulan kedelapan dengan, panen rata-rata per petani dari 178 kg pada tahun pertama, 953 kg di tahun kedua, dan kg pada tahun ketiga. Pada tahun keempat, produksi menurun hingga kg. Biasanya tahun ketiga dan keempat adalah puncak produksi kapulaga. Harga per unit adalah Rp / kg dalam kondisi mentah atau basah dan Rp / kg dalam kondisi kering. Pada tahun pertama, beberapa petani cenderung menjual dalam kondisi basah, karena mereka membutuhkan uang secepatnya, untuk menutupi pengeluaran mereka di awal program. Jumlah ini lebih sedikit dibandingkan hasil penelitian Selesiyah (2011), yang menyebutkan bahwa hasil panen kapulaga di Desa Sedayu Kecamatan Loano Kabupaten Purworejo mencapai 224 kg pada tahun pertama, kg di tahun kedua, dan di tahun ketiga. Gambar 2. Curahan Waktu Petani Kapulaga dalam Program PHBM selama Empat Tahun Pertama Berbeda dengan petani kopi (Gambar 1), bagi petani kapulaga aktivitas dan curahan waktu petani paling lama adalah pada tahun ketiga (Gambar 2). Pada tahun ini produksi kapulaga mencapai titik tertinggi sehingga membutuhkan waktu banyak, khususnya untuk kegiatan pemanenan. Adapun jenis kegiatan yang paling membutuhkan banyak waktu bagi petani kapulaga adalah kegiatan pemanenan, yang mencapai 84 hari dalam 4 tahun. Secara keseluruhan, total curahan waktu petani kapulaga di program ini adalah 174 hari dalam 4 tahun, masih lebih sedikit dibandingkan petani kopi (227 hari dalam empat tahun). 52

6 Ary Widiyanto: Aktivitas dan Curahan Waktu Petani dalam Program...(5): LMDH Aji Saka Kelompok tani ini terletak di Desa Purwaharja, Purwaharja Kecamatan, Banjar Kota dengan luas total sekitar 4,72 km2. Jumlah penduduk desa Purwaharja adalah orang (2.875 rumah tangga), dan kepadatan penduduk adalah orang / km2. Terletak di daerah dataran rendah dan sangat dekat dengan jalan provinsi, kelompok Aji Saka memiliki lebih banyak akses ke pusat kota termasuk fasilitas. Itulah mengapa pencapaian pendidikan rata-rata petani, 7,3 tahun, lebih tinggi dibandingkan dengan Sinapeul Indah (6,9 tahun) dan Pasir Mukti (6,5 tahun) kelompok. Namun, ratarata, usia mereka lebih tinggi dibandingkan dengan dua lainnya. Dengan lokasi program yang relatif dekat dengan rumah mereka, ini bukan masalah bagi mereka. Petani dari tanaman kelompok tani Aji Saka memilih pepaya sebagai tanaman mereka. Jenis tanaman lain yang umumnya dibudidayakan di daerah ini adalah padi, jagung, kedelai, ubi kayu, dan kacang tanah. Anggota LMDH dapat menanam pepaya sampai tahun ketiga, di mana pohonpohon (jati) tumbuh lebih besar dan mulai menutupi tanaman. Ini berarti bahwa pendapatan anggota dari program berkurang karena anggota tidak bisa lagi menanam tanaman dan belum bisa mendapatkan penghasilan dari panen pohon. Pola jati-pepaya memiliki karakteristik tertentu. Petani akan mendapatkan penghasilan dari program ini dimulai pada bulan ketujuh. Setelah itu, mereka akan memanen dan menjual pepaya setiap minggu. Panen rata-rata kg pada tahun pertama dan kg pada tahun kedua, dengan harga per unit Rp sampai Rp per kg. Gambar 3. Curahan Waktu Petani Pepaya dalam Program PHBM selama Empat Tahun Pertama Berbeda dengan pola tanam lain, kegiatan petani papaya hanya berlangsung secara penuh pada dua tahun pertama program. Hal ini disebabkan produksi papaya sudah tidak optimal, ketiga pohon jati sudah mulai tinggi dan menutupi papaya. Pepaya termasuk tanaman yang membutuhkan cahaya matahari yang cukup dalam pertumbuhannya. Dalam dua tahun masa produksi, aktivitas dan curahan waktu petani papaya lebih lama pada tahun kedua (Gambar 3). Pada tahun ini produksi pepaya lebih besar dibandingkan tahun pertama, sehingga membutuhkan waktu banyak untuk kegiatan pemanenan. Adapun jenis kegiatan yang paling membutuhkan banyak waktu bagi petani pepaya adalah kegiatan pemanenan, yang mencapai 72 hari dalam 4 tahun. Secara keseluruhan, total curahan waktu petani kapulaga di program ini adalah 108 hari dalam 4 tahun, masih lebih sedikit dibandingkan petani kopi dan kapulaga. Hal ini dapat dipahami dari durasi produksi papaya yang memang lebih pendek waktunya dibandingkan kopi dan kapulaga. Aktivitas petani pada program PHBM dirangkum dalam Tabel 3 Tabel 3 Aktivitas Petani pada Program PHBM Aktivitas Kelompok Tani/LMDH Sinapeul Indah Pasir Mukti Aji Saka Tahun 1 Penanaman pinus dan kopi Penanaman Jati dan kapulaga Penanaman Jati dan pepaya Panen pepaya Tahun 2 Pemeliharaan tanaman (kopi) Pemeliharaan tanaman Pemeliharaan tanaman Papaya Harvesting Tahun 3 Pemeliharaan tanaman (kopi) Pemeliharaan tanaman Tahun 4 Pemeliharaan tanaman (kopi) Pemeliharaan tanaman Tahun 5-10 Pemeliharaan tanaman (kopi) Penjarangan Kayu Pemeliharaan tanaman Penjarangan Kayu Penjarangan kayu 53

7 Jurnal Hutan Tropis Volume 5 No. 1, Edisi Maret 2017 Tahun Pemeliharaan tanaman (kopi) Penjarangan kayu Penjarangan kayu Penjarangan Kayu Tahun Pemeliharaan tanaman (kopi) Penjarangan kayu Penjarangan kayu Tahun 25 Penjarangan kayu Penjarangan kayu Tahun 30 Penebangan Kayu Pinus Penjarangan kayu Penjarangan kayu Tahun 35 Penjarangan kayu Penjarangan kayu Tahun 40 Penebangan Kayu Jati Penebangan Kayu Jati Petani kapulaga menganggap program ini sebagai pekerjaan tambahan. pekerjaan utama mereka adalah sebagai petani di lahan mereka sendiri dan sebagai buruh di sektor pertanian. Ini adalah alasan utama mengapa petani di kelompok tani ini memilih kapulaga sebagai tanaman mereka. Juga, kapulaga tidak perlu perlakuan khusus yang berarti petani dapat menghabiskan waktu lebih sedikit dalam program. Pekerjaan tambahan yang tersedia untuk orang-orang tergantung pada lokasi mereka. Kota menyediakan lebih berbagai pekerjaan dibandingkan dengan daerah pedesaan, baik di sektor formal maupun informal dan off-farm sektor. petani Aji Saka manfaat dari aspek ini. Mereka mendapatkan lebih banyak kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan tambahan, sebagian besar sebagai buruh di industri off-farm. Terkait prioritas ini, Wallace dan Moss (2002) menyatakan bahwa teori ekonomi mengidentifikasi bahwa perilaku seperti itu dimotivasi oleh keinginan untuk memaksimalkan tingkat kepuasan atau utilitas. Jadi dapat dikatakan bahwa untuk memahami cara di mana petani mengalokasikan sumber daya mereka dan tanggapan kemungkinan mereka untuk perubahan kebijakan pertanian. Pengetahuan diperlukan faktor motivasi penting - tujuan, sasaran dan nilai-nilai - yang merupakan titik fokus dari keputusan mereka. Meskipun demikian, motivasi ekonomi bukanlah satu-satunya faktor utama petani untuk berpartisipasi dalam program PHBM. Hasil penelitian Puspita (2006) menunjukkan bahwa motivasi yang paling kuat mendorong para petani dalam kegiatan PHBM adalah motivasi ekologi. Hal ini membuktikan bahwa alasan kuat petani hutan mengikuti kegiatan PHBM adalah untuk menjaga dan mempertahankan kelestarian hutan, menjaga kelestarian alam baik tata air, menjaga kesuburan tanah, dan terjaganya kebersihan udara. Azmi (2008) mengemukakan bahwa keberhasilan program PHBM untuk diterima oleh masyarakat pada akhirnya ditentukan oleh keputusan petani sekitar hutan untuk mau terlibat dalam program. Semakin banyak petani yang terlibat berarti semakin besar objek yang menjadi sasaran program sehingga manfaat peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan akan dirasakan oleh banyak individu. Hal ini juga berarti akan semakin besar tenaga potensial yang dapat dimanfaatkan oleh Perhutani dalam mengelola dan merawat hutannya Wiersum (1984) dalam Kartasubrata (1986) menganalisa partisipasi masyarakat dalam pembangunan kehutanan mengemukakan bahwa ada empat jenis masukan dasar untuk berpartisipasi yaitu dalam bentuk lahan, tenaga kerja, modal dan teknologi. Dalam hal ini teknologi dibedakan antara teknologi profesional yang berdasarkan ilmu kehutanan dan teknologi asli yang berdasarkan pengalaman penduduk setempat. Pada penilitian ini, bentuk partisipasi masyarakat lebih dominan pada bentuk tenaga kerja, modal dan teknologi asli berdasarkan pengalaman mereka. sedangkan partisipasi dalam bentuk lahan sudah disediakan oleh Perhutani. SIMPULAN Kondisi sosio-ekonomi petani peserta program PHBM bervariasi, meskipun secara umum mereka memiliki karakteristik; tingkat pendapatan dan 54

8 Ary Widiyanto: Aktivitas dan Curahan Waktu Petani dalam Program...(5): pendidikan rendah serta mayoritas bekerja di sektor pertanian. Petani PHBM umumnya aktif dalam program PHBM selama tanaman pertanian mereka menghasilkan. Aktivitas dan jumlah curahan waktu berbeda untuk tiap kelompok tani. Selama empat tahun pertama program, petani kopi mencurahkan waktu paling lama dalam program (227 hari), disusul petani kapulaga (174 hari) dan terakhir petani papaya (108 hari). Berdasarkan kegiatannya, kegiatan yang paling banyak memerlukan waktu bagi petani kopi adalah pemeliharan, sedangkan bagi petani kapulaga dan papaya adalah pemanenan. Kegiatan PHBM pinus-kopi dapat disebutkan memberikan manfaat paling besar kepada petani karena kegiatan budidaya tanaman sela (kopi) yang berlangsung lama (20 tahun) dibandingkan kapulaga (10 tahun) dan papaya (2 tahun). Selain itu masa tunggu panen kayu pinus juga berlangsung lebih cepat (30 tahun) dibandingkan kayu jati (sampai dengan 40 tahun). Meskipun demikian, petani kopi hanya mendapatkan dua kali kegiatan penjarangan kayu, jika dibandingkan petani kapulaga dan papaya, yang mendapatkan enam kali penjarangan kayu. DAFTAR PUSTAKA Azmi, Z Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keputusan Petani Mengikuti Program PHBM serta Pengaruhnya terhadap Pendapatan dan Curahan Kerja. Skripsi; Institut Pertanian Bogor. Bogor. Tidak Dipublikasikan. Badan Pusat Statistik (BPS) Ciamis Dalam Angka Badan Pusat Statistik Kabupaten Ciamis. Kartasubrata, J Partisipasi Rakyat dalam Pengelolaan dan Pemanfaatan Hutan di Jawa. Fakultas Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Perum Perhutani Surat Keputusan Dewan Pengawas Perum Perhutani No.136/KPTS/ DIR/2001 tentang Program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat. Jakarta. Perum Perhutani Pedoman Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat. Jakarta: Purnomo, A.M Strategi mata pencaharian masyarakat hutan (Studi kasus program pengelolaan hutan bersama masyarakat di Kabupaten Kuningan, Propinsi Jawa Barat. Tesis; Institut Pertanian Bogor. Bogor. Tidak Dipublikasikan. Puspita, I.D Motivasi petani dan peranan kelompok tani hutan (KTH) dalam PHBM di KPH Bandung Selatan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Tidak Dipublikasikan. Selisiyah, A Kelayakan Usaha Agroforestri Mahoni dan Kopi dengan Sistem Bagi Hasil di KPH Kedu Utara. Skripsi; Institut Pertanian Bogor. Bogor. Tidak Dipublikasikan. Sukhmawati, D.N Partisipasi Masyarakat Desa Hutan dalam Program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat di KPH Cepu. Skripsi; Institut Pertanian Bogor. Bogor. Tidak Dipublikasikan. Wallace, M.T., & Moss, J.E Farmer decisionmaking with conflicting goals: A recursive strategic programming analysis. Journal of Agricultural Economics. 53 (1): Wisman, I.N Kelayakan Usaha Agroforestri Mahoni (Swietenia macrophylla King) dan Kopi (Coffea spp) dengan Sistem Bagi Hasil di BKPH Candiroto, KPH Kedu Utara, Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah. Skripsi; Institut Pertanian Bogor. Bogor. Tidak Dipublikasikan. 55

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan secara berkesinambungan bagi kesejahteraan masyarakat, baik. generasi sekarang maupun yang akan datang.

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan secara berkesinambungan bagi kesejahteraan masyarakat, baik. generasi sekarang maupun yang akan datang. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan sebagai modal pembangunan nasional memiliki manfaat yang nyata bagi kehidupan, baik manfaat ekologi, sosial budaya maupun ekonomi, secara seimbang dan dinamis.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jawa Madura pada tahun 2012 mencapai ,71 km 2. Hutan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Jawa Madura pada tahun 2012 mencapai ,71 km 2. Hutan tersebut BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Luas kawasan hutan di Pulau Jawa berdasarkan catatan BKPH Wilayah IX Jawa Madura pada tahun 2012 mencapai 129.600,71 km 2. Hutan tersebut dikelilingi ±6.807 desa dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hutan negara, dimana kawasannya sudah dikepung kurang lebih 6000 desa

BAB I PENDAHULUAN. hutan negara, dimana kawasannya sudah dikepung kurang lebih 6000 desa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tingkat perkembangan penduduk di Indonesia khususnya di Pulau Jawa terus meningkat dengan tingkat kepadatan penduduk sebesar 9941 jiwa/km 2 (BPS, 2010) selalu dihadapkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 15 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat adalah suatu program pengelolaan sumber daya hutan yang dilakukan bersama dengan jiwa berbagi

Lebih terperinci

DAMPAK EKONOMI IMPLEMENTASI PROGRAM PENGELOLAAN HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (PHBM) PADA PERUM PERHUTANI UNIT II JAWA TIMUR

DAMPAK EKONOMI IMPLEMENTASI PROGRAM PENGELOLAAN HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (PHBM) PADA PERUM PERHUTANI UNIT II JAWA TIMUR DAMPAK EKONOMI IMPLEMENTASI PROGRAM PENGELOLAAN HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (PHBM) PADA PERUM PERHUTANI UNIT II JAWA TIMUR Theresia Avila *) & Bambang Suyadi **) Abstract: This research was conducted to determine

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peran Perempuan Dalam Pengelolaan Sumberdaya Hutan Hutan memiliki kedekatan hubungan dengan masyarakat disekitarnya terkait dengan faktor ekonomi, budaya dan lingkungan. Hutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekelilingnya, baik dari aspek ekologi, sosial dan ekonomi. Wiersum (1990)

BAB I PENDAHULUAN. sekelilingnya, baik dari aspek ekologi, sosial dan ekonomi. Wiersum (1990) 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada paradigma kehutanan sosial, masyarakat diikutsertakan dan dilibatkan sebagai stakeholder dalam pengelolaan hutan, bukan hanya sebagai seorang buruh melainkan

Lebih terperinci

ANALISIS USAHA MODEL TUMPANGSARI PADA LAHAN PERHUTANI Studi Kasus Di RPH Cipondok BKPH Cibingbin KPH Kuningan

ANALISIS USAHA MODEL TUMPANGSARI PADA LAHAN PERHUTANI Studi Kasus Di RPH Cipondok BKPH Cibingbin KPH Kuningan ANALISIS USAHA MODEL TUMPANGSARI PADA LAHAN PERHUTANI Studi Kasus Di RPH Cipondok BKPH Cibingbin KPH Kuningan Nina Herlina, Syamsul Millah, Oding Syafrudin Program Studi Kehutanan, Fakultas Kehutanan Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perum Perhutani adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang diberi

BAB I PENDAHULUAN. Perum Perhutani adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang diberi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perum Perhutani adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang diberi tugas dan wewenang untuk menyelenggarakan kegiatan pengelolaan hutan seluas 2,4 juta Ha di hutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang digunakan oleh negara Indonesia. Menurut pasal Pasal 33 ayat (3) disebutkan

BAB I PENDAHULUAN. yang digunakan oleh negara Indonesia. Menurut pasal Pasal 33 ayat (3) disebutkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Suatu negara mempunyai konstitusi yang digunakan sebagai dasar untuk mengatur pemerintahan. Undang-Undang Dasar 1945 merupakan konstitusi tertinggi yang digunakan oleh

Lebih terperinci

PARTISIPASI PETANI DALAM PROGRAM GERAKAN MULTI AKTIVITAS AGRIBISNIS (GEMAR) DI DESA SANDINGTAMAN, KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS

PARTISIPASI PETANI DALAM PROGRAM GERAKAN MULTI AKTIVITAS AGRIBISNIS (GEMAR) DI DESA SANDINGTAMAN, KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS PARTISIPASI PETANI DALAM PROGRAM GERAKAN MULTI AKTIVITAS AGRIBISNIS () DI DESA SANDINGTAMAN, KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS Eva Fauziyah Balai Penelitian Teknologi Agroforestry Jl. Raya Ciamis-Banjar

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Pembangunan di bidang kehutanan diarahkan untuk memberikan manfaat sebesarbesarnya

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Pembangunan di bidang kehutanan diarahkan untuk memberikan manfaat sebesarbesarnya PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu kriteria keberhasilan pembangunan adalah meningkatnya kualitas hidup masyarakat melalui peningkatan partisipasinya dalam pembangunan itu sendiri. Pembangunan di bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan mahkluk hidup di bumi. Kekayaan alam bermanfaat

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan mahkluk hidup di bumi. Kekayaan alam bermanfaat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan sumberdaya alam yang mempunyai peran sangat penting dalam kehidupan mahkluk hidup di bumi. Kekayaan alam bermanfaat bagi kelangsungan kehidupan di

Lebih terperinci

KAJIAN KELEMBAGAAN PENGELOLAAN HUTAN AGROFORESTRY BERSAMA DENGAN MASYARAKAT DI KESATUAN PEMANGKUAN HUTAN BANDUNG SELATAN

KAJIAN KELEMBAGAAN PENGELOLAAN HUTAN AGROFORESTRY BERSAMA DENGAN MASYARAKAT DI KESATUAN PEMANGKUAN HUTAN BANDUNG SELATAN KAJIAN KELEMBAGAAN PENGELOLAAN HUTAN AGROFORESTRY BERSAMA DENGAN MASYARAKAT DI KESATUAN PEMANGKUAN HUTAN BANDUNG SELATAN Triyono Puspitojati dan Idin Saefudin Balai Penelitian Teknology Agroforestry. Jl.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. maupun sebagai sumber mata pencaharian sementara penduduk Indonesia.

I. PENDAHULUAN. maupun sebagai sumber mata pencaharian sementara penduduk Indonesia. 17 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkebunan sebagai salah satu subsektor pertanian, mempunyai peranan penting dalam meningkatkan pertumbuhan perekonomian nasional. Baik sebagai sumber penghasil devisa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang harus dilindungi keberadaannya. Selain sebagai gudang penyimpan

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang harus dilindungi keberadaannya. Selain sebagai gudang penyimpan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang sangat bermanfaat bagi manusia. Hutan merupakan ekosistem yang menjadi penyangga kehidupan manusia yang harus dilindungi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melampaui dua tahapan, yaitu ekstraksi kayu dan pengelolaan hutan tanaman. mengikuti paradigma baru, yaitu kehutanan sosial.

BAB I PENDAHULUAN. melampaui dua tahapan, yaitu ekstraksi kayu dan pengelolaan hutan tanaman. mengikuti paradigma baru, yaitu kehutanan sosial. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejarah pengelolaan hutan di Jawa telah melewati waktu yang amat panjang, khususnya untuk hutan jati. Secara garis besar, sejarah hutan jati di Jawa telah melampaui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lapangan kerja dan memberikan kesempatan membuka peluang berusaha hingga

BAB I PENDAHULUAN. lapangan kerja dan memberikan kesempatan membuka peluang berusaha hingga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya hutan dari masa ke masa senantiasa memberikan kontribusi dalam mendukung pembangunan nasional. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya peranan sumberdaya hutan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung

Lebih terperinci

BAB IV KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB IV KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN BAB IV KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Kecamatan Conggeang 4.1.1 Letak geografis dan administrasi pemerintahan Secara geografis, Kecamatan Conggeang terletak di sebelah utara Kabupaten Sumedang. Kecamatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dea Indriani Fauzia, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dea Indriani Fauzia, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hutan Indonesia merupakan salah satu hutan tropis di dunia dan ditempatkan pada urutan kedua dalam hal tingkat keanekaragaman hayatinya dan ditempatkan diurutan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hutan Berdasarkan pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1967, arti hutan dirumuskan sebagai Suatu lapangan tetumbuhan pohon-pohonan yang secara keseluruhan merupakan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DIREKSI PERUM PERHUTANI NOMOR : 436/KPTS/DIR/2011 TENTANG PEDOMAN BERBAGI HASIL HUTAN KAYU DIREKTUR UTAMA PERUM PERHUTANI

KEPUTUSAN DIREKSI PERUM PERHUTANI NOMOR : 436/KPTS/DIR/2011 TENTANG PEDOMAN BERBAGI HASIL HUTAN KAYU DIREKTUR UTAMA PERUM PERHUTANI KEPUTUSAN DIREKSI PERUM PERHUTANI NOMOR : 436/KPTS/DIR/2011 TENTANG PEDOMAN BERBAGI HASIL HUTAN KAYU DIREKTUR UTAMA PERUM PERHUTANI Menimbang : Mengingat : a. bahwa Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama

Lebih terperinci

Pengambilan Sampel Pola Agroforestri Pengambilan Sampel Petani Penggarap Lahan Agroforestri Metode Analisis...

Pengambilan Sampel Pola Agroforestri Pengambilan Sampel Petani Penggarap Lahan Agroforestri Metode Analisis... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERNYATAAN... iii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR LAMPIRAN... x INTISARI... xii ABSTRACT...

Lebih terperinci

PENGELOLAAN SUMBERDAYA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT DALAM SISTEM AGROFORESTRY

PENGELOLAAN SUMBERDAYA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT DALAM SISTEM AGROFORESTRY PENGELOLAAN SUMBERDAYA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT DALAM SISTEM AGROFORESTRY Oleh: Totok Dwinur Haryanto 1 Abstract : Cooperative forest management is a social forestry strategy to improve community prosperity.

Lebih terperinci

POTENSI PENGEMBANGAN KEDELAI DI KAWASAN HUTAN

POTENSI PENGEMBANGAN KEDELAI DI KAWASAN HUTAN POTENSI PENGEMBANGAN KEDELAI DI KAWASAN HUTAN Suwarno Asisten Direktur Perum Perhutani Unit 2 PENDAHULUAN Perusahaan Umum (Perum) Perhutani Unit 2 berdasar Peraturan Pemerintah No. 72 tahun 2010 mendapat

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 28 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Implementasi Program PHBM di Perum Perhutani KPH Cepu Salah satu bentuk kebijakan baru yang dikeluarkan oleh Perhutani untuk menangani masalah pencurian kayu dan kebakaran

Lebih terperinci

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR HUBUNGAN KARAKTERISTIK ANGGOTA MASYARAKAT SEKITAR HUTAN DAN BEBERAPA FAKTOR PENDUKUNG DENGAN PARTISIPASINYA DALAM PELESTARIAN HUTAN DI KAWASAN PEMANGKUAN HUTAN PARUNG PANJANG KABUPATEN BOGOR YAYUK SISWIYANTI

Lebih terperinci

BAB VI KELEMBAGAAN USAHA KAYU RAKYAT

BAB VI KELEMBAGAAN USAHA KAYU RAKYAT BAB VI KELEMBAGAAN USAHA KAYU RAKYAT 6.1 Kelembagaan Pengurusan Hutan Rakyat Usaha kayu rakyat tidak menjadi mata pencaharian utama karena berbagai alasan antara lain usia panen yang lama, tidak dapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan merupakan salah satu unsur vital dalam suatu organisasi atau lembaga apapun, baik lembaga pemerintah, swasta, pendidikan, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) atau

Lebih terperinci

KOMPOSISI JENIS DAN POLA AGROFORESTRY di DESA SUKARASA, KECAMATAN TANJUNGSARI, BOGOR, JAWA BARAT ABSTRACT

KOMPOSISI JENIS DAN POLA AGROFORESTRY di DESA SUKARASA, KECAMATAN TANJUNGSARI, BOGOR, JAWA BARAT ABSTRACT KOMPOSISI JENIS DAN POLA AGROFORESTRY di DESA SUKARASA, KECAMATAN TANJUNGSARI, BOGOR, JAWA BARAT (The types and patterns of agroforestry composition at Sukarasa Village, Tanjungsari District, Bogor, West

Lebih terperinci

Kontribusi Pendapatan Buruh (Lisna Listiani)

Kontribusi Pendapatan Buruh (Lisna Listiani) Kontribusi Pendapatan Buruh (Lisna Listiani) KONTRIBUSI PENDAPATAN BURUH TANI PEREMPUAN TERHADAP TOTAL PENDAPATAN RUMAH TANGGA PETANI DI DESA BABAKANMULYA KECAMATAN JALAKSANA KABUPATEN KUNINGAN JAWA BARAT

Lebih terperinci

Kajian Tinjauan Kritis Pengelolaan Hutan di Pulau Jawa

Kajian Tinjauan Kritis Pengelolaan Hutan di Pulau Jawa ISSN : 2085-787X Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Badan Penelitian, Pengembangan dan Inovasi PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN SOSIAL, EKONOMI, KEBIJAKAN DAN PERUBAHAN IKLIM Jl. Gunung Batu No.

Lebih terperinci

LATAR BELAKANG PENGEMBANGAN KOMUNITAS

LATAR BELAKANG PENGEMBANGAN KOMUNITAS LATAR BELAKANG PENGEMBANGAN KOMUNITAS Pada kegiatan Praktek Lapangan 2 yang telah dilakukan di Desa Tonjong, penulis telah mengevaluasi program atau proyek pengembangan masyarakat/ komunitas yang ada di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumber mata pencahariannya. Mereka memanfaatkan hasil hutan baik hasil hutan

BAB I PENDAHULUAN. sumber mata pencahariannya. Mereka memanfaatkan hasil hutan baik hasil hutan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan alam dan keanekaragaman hayati yang melimpah. Sebagian besar dari masyarakat Indonesia, terutama yang tinggal di

Lebih terperinci

Teknik dan Biaya Budidaya Jabon (Anthocephalus cadamba Miq.) oleh Petani Kayu Rakyat

Teknik dan Biaya Budidaya Jabon (Anthocephalus cadamba Miq.) oleh Petani Kayu Rakyat JURNAL Vol. 04 Desember SILVIKULTUR 2013 TROPIKA Teknik dan Budidaya Jabon 177 Vol. 04 No. 3 Desember 2013, Hal. 178 182 ISSN: 2086-8227 Teknik dan Biaya Budidaya Jabon (Anthocephalus cadamba Miq.) oleh

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan 1. Keadaan Geografi Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105,14 sampai dengan 105,45 Bujur Timur dan 5,15 sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengelolaan hutan seperti yang diamanatkan UU No. 41 tahun 1999 pasal 2 dan 3 harus berasaskan manfaat dan lestari, kerakyatan, keadilan, kebersamaan, keterbukaan,

Lebih terperinci

Pengusahaan Tanaman Kedelai di Lahan Hutan Jati Wilayah Jawa Timur

Pengusahaan Tanaman Kedelai di Lahan Hutan Jati Wilayah Jawa Timur 1 Pengusahaan Tanaman Kedelai di Lahan Hutan Jati Wilayah Jawa Timur Alih fungsi areal yang sesuai bagi pertumbuhan tanaman kedelai menjadi areal perindustrian dan perumahan merupakan salah satu penyebab

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang 70 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Tanggamus 1. Keadaan Geografis Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten

Lebih terperinci

VI. GAMBARAN UMUM PENGELOLAAN SUMBERDAYA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT Sejarah Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat

VI. GAMBARAN UMUM PENGELOLAAN SUMBERDAYA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT Sejarah Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat 73 VI. GAMBARAN UMUM PENGELOLAAN SUMBERDAYA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT 6.1. Sejarah Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat Hutan sebagai asset dan modal pembangunan nasional memiliki potensi dan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DIREKSI PERUM PERHUTANI NOMOR : 682/KPTS/DIR/2009 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT

KEPUTUSAN DIREKSI PERUM PERHUTANI NOMOR : 682/KPTS/DIR/2009 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT KEPUTUSAN DIREKSI PERUM PERHUTANI NOMOR : 682/KPTS/DIR/2009 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT DIREKTUR UTAMA PERUM PERHUTANI Menimbang : Mengingat : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

PENDAPATAN TENAGA KERJA KELUARGA PADA USAHA TERNAK SAPI POTONG DI KECAMATAN TOROH KABUPATEN GROBOGAN

PENDAPATAN TENAGA KERJA KELUARGA PADA USAHA TERNAK SAPI POTONG DI KECAMATAN TOROH KABUPATEN GROBOGAN M. Handayani, dkk Pendapatan Tenaga Kerja... PENDAPATAN TENAGA KERJA KELUARGA PADA USAHA TERNAK SAPI POTONG DI KECAMATAN TOROH KABUPATEN GROBOGAN FAMILY LABOUR INCOME ON CATTLE FARMING IN TOROH SUBDISTRICT

Lebih terperinci

Kemitraan Kehutanan di Hutan Lindung Jawa Tengah

Kemitraan Kehutanan di Hutan Lindung Jawa Tengah POLICY PAPER No 03/2014 Kemitraan Kehutanan di Hutan Lindung Jawa Tengah Oleh : Totok Dwi Diantoro Agus Budi Purwanto Ronald M Ferdaus Edi Suprapto POLICY PAPER No 03/2014 Kemitraan Kehutanan di Hutan

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI EKONOMI DAN KONTRIBUSI PENGGUNAAN LAHAN SISTEM AGROFORESTRI DI DESA SOSOR DOLOK, KECAMATAN HARIAN, KABUPATEN SAMOSIR SKRIPSI

ANALISIS NILAI EKONOMI DAN KONTRIBUSI PENGGUNAAN LAHAN SISTEM AGROFORESTRI DI DESA SOSOR DOLOK, KECAMATAN HARIAN, KABUPATEN SAMOSIR SKRIPSI ANALISIS NILAI EKONOMI DAN KONTRIBUSI PENGGUNAAN LAHAN SISTEM AGROFORESTRI DI DESA SOSOR DOLOK, KECAMATAN HARIAN, KABUPATEN SAMOSIR SKRIPSI Oleh : IRVAN EFENDI NAIBAHO 101201146 PROGRAM STUDI KEHUTANAN

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK LINGKUNGAN, KARAKTERISTIK PETANI PESANGGEM, DAN PERAN MASYARAKAT LOKAL DALAM PHBM KPH KENDAL TUGAS AKHIR

KARAKTERISTIK LINGKUNGAN, KARAKTERISTIK PETANI PESANGGEM, DAN PERAN MASYARAKAT LOKAL DALAM PHBM KPH KENDAL TUGAS AKHIR KARAKTERISTIK LINGKUNGAN, KARAKTERISTIK PETANI PESANGGEM, DAN PERAN MASYARAKAT LOKAL DALAM PHBM KPH KENDAL TUGAS AKHIR Oleh: TRI JATMININGSIH L2D005407 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pulau Jawa memiliki jumlah penduduk yang tinggi, kurang lebih 57,5%

BAB I PENDAHULUAN. Pulau Jawa memiliki jumlah penduduk yang tinggi, kurang lebih 57,5% BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pulau Jawa memiliki jumlah penduduk yang tinggi, kurang lebih 57,5% penduduk Indonesia tinggal di pulau ini (Badan Pusat Statistik, 2014). Pulau yang memiliki luasan

Lebih terperinci

PROSIDING Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : KAJIAN POTENSI KAYU PERTUKANGAN DARI HUTAN RAKYAT PADA BEBERAPA KABUPATEN DI JAWA BARAT

PROSIDING Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : KAJIAN POTENSI KAYU PERTUKANGAN DARI HUTAN RAKYAT PADA BEBERAPA KABUPATEN DI JAWA BARAT KAJIAN POTENSI KAYU PERTUKANGAN DARI HUTAN RAKYAT PADA BEBERAPA KABUPATEN DI JAWA BARAT Oleh: Ridwan A. Pasaribu & Han Roliadi 1) ABSTRAK Departemen Kehutanan telah menetapkan salah satu kebijakan yaitu

Lebih terperinci

III. KEADAAN UMUM LOKASI

III. KEADAAN UMUM LOKASI III. KEADAAN UMUM LOKASI Penelitian dilakukan di wilayah Jawa Timur dan berdasarkan jenis datanya terbagi menjadi 2 yaitu: data habitat dan morfometri. Data karakteristik habitat diambil di Kabupaten Nganjuk,

Lebih terperinci

ANALISA BIAPA-MAEBFMT PILOT PROYEK PERHUTMm SBSPAL DAN OPTIMALPSASI USMATAPBX TUHPAMBSARI DI RPW KIARA PAVUNG, KPH CIANJUR, JAW8 BARAT.

ANALISA BIAPA-MAEBFMT PILOT PROYEK PERHUTMm SBSPAL DAN OPTIMALPSASI USMATAPBX TUHPAMBSARI DI RPW KIARA PAVUNG, KPH CIANJUR, JAW8 BARAT. ANALISA BIAPA-MAEBFMT PILOT PROYEK PERHUTMm SBSPAL DAN OPTIMALPSASI USMATAPBX TUHPAMBSARI DI RPW KIARA PAVUNG, KPH CIANJUR, JAW8 BARAT Oleh E. 6. T ~gu Manurung $1 Tidak kurang dari 6000 desa di pulau

Lebih terperinci

DAMPAK TEKNOLOGI MULSA PLASTIK TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI TOMAT

DAMPAK TEKNOLOGI MULSA PLASTIK TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI TOMAT EPP.Vo. 7. No 1. 2010 : 14-19 14 DAMPAK TEKNOLOGI MULSA PLASTIK TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI TOMAT (Lycopersicum Esculentum L. Mill) DI DESA BANGUNREJO KECAMATAN TENGGARONG SEBERANG KABUPATEN

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Karakteristik Wilayah Lokasi yang dipilih untuk penelitian ini adalah Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor. Desa Gunung Malang merupakan salah

Lebih terperinci

PELUANG PENINGKATAN PERANAN HUTAN PRODUKSI KPH RANDUBLATUNG TERHADAP PENINGKATAN KONDISI SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT SEKITAR

PELUANG PENINGKATAN PERANAN HUTAN PRODUKSI KPH RANDUBLATUNG TERHADAP PENINGKATAN KONDISI SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT SEKITAR i PELUANG PENINGKATAN PERANAN HUTAN PRODUKSI KPH RANDUBLATUNG TERHADAP PENINGKATAN KONDISI SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT SEKITAR (Studi Kasus: Kecamatan Randublatung) TUGAS AKHIR Oleh: MEILYA AYU S L2D 001

Lebih terperinci

AGROFORESTRY : SISTEM PENGGUNAAN LAHAN YANG MAMPU MENINGKATKAN PENDAPATAN MASYARAKAT DAN MENJAGA KEBERLANJUTAN

AGROFORESTRY : SISTEM PENGGUNAAN LAHAN YANG MAMPU MENINGKATKAN PENDAPATAN MASYARAKAT DAN MENJAGA KEBERLANJUTAN AGROFORESTRY : SISTEM PENGGUNAAN LAHAN YANG MAMPU MENINGKATKAN PENDAPATAN MASYARAKAT DAN MENJAGA KEBERLANJUTAN Noviana Khususiyah, Subekti Rahayu, dan S. Suyanto World Agroforestry Centre (ICRAF) Southeast

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumatera Barat memiliki kawasan hutan yang luas. Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.35/Menhut-II/2013 tanggal 15 Januari 2013 tentang perubahan atas

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Hutan rakyat adalah hutan yang tumbuh di atas tanah milik dengan luas

III. METODE PENELITIAN. Hutan rakyat adalah hutan yang tumbuh di atas tanah milik dengan luas III. METODE PENELITIAN A. Kerangka Pemikiran Hutan rakyat adalah hutan yang tumbuh di atas tanah milik dengan luas minimum 0,25 ha. Hutan rakyat ini merupakan suatu pengembangan pengelolaan hutan yang

Lebih terperinci

POLA PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT PADA LAHAN KRITIS (Studi Kasus di Kecamatan Pitu Riawa Kabupaten Sidrap Sulawesi Selatan) Oleh : Nur Hayati

POLA PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT PADA LAHAN KRITIS (Studi Kasus di Kecamatan Pitu Riawa Kabupaten Sidrap Sulawesi Selatan) Oleh : Nur Hayati POLA PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT PADA LAHAN KRITIS (Studi Kasus di Kecamatan Pitu Riawa Kabupaten Sidrap Sulawesi Selatan) Oleh : Nur Hayati Ringkasan Penelitian ini dilakukan terhadap anggota Kelompok Tani

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. Pada Bab IV ini peneliti akan menyajikan kesimpulan dan saran. Kesimpulan

BAB IV PENUTUP. Pada Bab IV ini peneliti akan menyajikan kesimpulan dan saran. Kesimpulan BAB IV PENUTUP Pada Bab IV ini peneliti akan menyajikan kesimpulan dan saran. Kesimpulan dan saran dipaparkan oleh peneliti berdasarkan hasil penelitian yang telah dianalisis pada bab sebelumnya. 4.1 Kesimpulan

Lebih terperinci

PROGRAM PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PENGELOLAAN HUTAN BERBASIS MASYARAKAT (PHBM)

PROGRAM PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PENGELOLAAN HUTAN BERBASIS MASYARAKAT (PHBM) PROGRAM PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PENGELOLAAN HUTAN BERBASIS MASYARAKAT (PHBM) Proses Penyusunan Rencana Program Pelaksanaan Program Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (PHBM) di tingkat Desa Tonjong

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI TAMBAH BAWANG MERAH LOKAL PALU MENJADI BAWANG GORENG DI KOTA PALU

ANALISIS NILAI TAMBAH BAWANG MERAH LOKAL PALU MENJADI BAWANG GORENG DI KOTA PALU e-j. Agrotekbis 1 (4) : 353-360, Oktober 2013 ISSN : 2338-3011 ANALISIS NILAI TAMBAH BAWANG MERAH LOKAL PALU MENJADI BAWANG GORENG DI KOTA PALU Analysis Added Value Of Local Palu Onions To Become Fried

Lebih terperinci

HUBUNGAN SOSIAL EKONOMI RUMAH TANGGA TANI DENGAN PENERAPAN AGROFORESTRI DI DESA KAYUUWI KECAMATAN KAWANGKOAN BARAT KABUPATEN MINAHASA

HUBUNGAN SOSIAL EKONOMI RUMAH TANGGA TANI DENGAN PENERAPAN AGROFORESTRI DI DESA KAYUUWI KECAMATAN KAWANGKOAN BARAT KABUPATEN MINAHASA HUBUNGAN SOSIAL EKONOMI RUMAH TANGGA TANI DENGAN PENERAPAN AGROFORESTRI DI DESA KAYUUWI KECAMATAN KAWANGKOAN BARAT KABUPATEN MINAHASA Meldi Djela (), Hengki D. Walangitan (), Reynold P Kainde (), Wawan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. sekitar 4 Km dari Kabupaten Gunungkidul dan berjarak 43 km, dari ibu kota

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. sekitar 4 Km dari Kabupaten Gunungkidul dan berjarak 43 km, dari ibu kota IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Letak Geografis Desa Piyaman merupakan salah satu Desa dari total 14 Desa yang berada di Kecamatan Wonosari, Kabupaten Gunungkidul. Desa Piyaman berjarak sekitar

Lebih terperinci

BUPATI SEMARANG SAMBUTAN BUPATI SEMARANG PADA ACARA PANEN JAGUNG DILAHAN PERUM PERHUTANI DESA PENAWANGAN

BUPATI SEMARANG SAMBUTAN BUPATI SEMARANG PADA ACARA PANEN JAGUNG DILAHAN PERUM PERHUTANI DESA PENAWANGAN 1 BUPATI SEMARANG SAMBUTAN BUPATI SEMARANG PADA ACARA PANEN JAGUNG DILAHAN PERUM PERHUTANI DESA PENAWANGAN TANGGAL 11 MARET 2015 HUMAS DAN PROTOKOL SETDA KABUPATEN SEMARANG 2 Assalamu alaikum Wr. Wb. Salam

Lebih terperinci

PARTISIPASI PETANI DALAM PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT (Kasus di Kecamatan Kertanegara Kabupaten Purbalingga Provinsi Jawa Tengah) AMIN FAUZI

PARTISIPASI PETANI DALAM PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT (Kasus di Kecamatan Kertanegara Kabupaten Purbalingga Provinsi Jawa Tengah) AMIN FAUZI PARTISIPASI PETANI DALAM PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT (Kasus di Kecamatan Kertanegara Kabupaten Purbalingga Provinsi Jawa Tengah) AMIN FAUZI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rapat dan menutup areal yang cukup luas. Sesuai dengan UU No. 41 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. rapat dan menutup areal yang cukup luas. Sesuai dengan UU No. 41 Tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan adalah suatu kumpulan atau asosiasi pohon-pohon yang cukup rapat dan menutup areal yang cukup luas. Sesuai dengan UU No. 41 Tahun 1999 tentang kehutanan bahwa

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskrifsi Umum Lokasi Penelitian Kecamatan Popayato Barat merupakan salah satu dari tiga belas Kecamatan yang ada di Kabupaten Pohuwato Provinsi Gorontalo. Kecamatan Popayato

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia berorientasi pada konglomerasi dan bersifat sentralistik. Dalam situasi

I. PENDAHULUAN. Indonesia berorientasi pada konglomerasi dan bersifat sentralistik. Dalam situasi I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam kurun waktu lebih dari 30 tahun terakhir pengelolaan hutan di Indonesia berorientasi pada konglomerasi dan bersifat sentralistik. Dalam situasi politik yang masih

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

BAB IV GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN BAB IV GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 4.1 Profil Perum Perhutani 4.1.1 Visi Misi Perum Perhutani Perum Perhutani adalah salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang diberi tugas dan wewenang untuk penyelenggaraan

Lebih terperinci

PROSIDING Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : POTENSI HUTAN RAKYAT DI INDONESIA DAN PERMASALAHANNYA Oleh : Sukadaryati 1) ABSTRAK

PROSIDING Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : POTENSI HUTAN RAKYAT DI INDONESIA DAN PERMASALAHANNYA Oleh : Sukadaryati 1) ABSTRAK POTENSI HUTAN RAKYAT DI INDONESIA DAN PERMASALAHANNYA Oleh : Sukadaryati 1) ABSTRAK Hutan rakyat sudah lama ada dan terus berkembang di masyarakat. Manfaat yang diperoleh dari hutan rakyat sangat dirasakan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Kabupaten Blora merupakan kabupaten yang berada di Provinsi Jawa

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Kabupaten Blora merupakan kabupaten yang berada di Provinsi Jawa V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Kabupaten Blora merupakan kabupaten yang berada di Provinsi Jawa Tengah. Kabupaten Blora terbagi dalam 16 kecamatan yaitu Kecamatan Jati, Kecamatan Randublatung, Kecamatan

Lebih terperinci

korespondensi: ABSTRAK

korespondensi: ABSTRAK TINGKAT PARTISIPASI PETANI HUTAN DALAM PROGRAM PENGELOLAAN HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (PHBM) PERHUTANI (KASUS DI DESA BUNIWANGI, KECAMATAN PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI) Adi Winata 1 dan Ernik Yuliana

Lebih terperinci

MANAJEMEN USAHA TANI PADA LAHAN KERING DI KABUPATEN GUNUNG KIDUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

MANAJEMEN USAHA TANI PADA LAHAN KERING DI KABUPATEN GUNUNG KIDUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA MANAJEMEN USAHA TANI PADA LAHAN KERING DI KABUPATEN GUNUNG KIDUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Pujastuti Sulistyaning Dyah Magister Manajemen, Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Yogyakarta,

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Gambaran Umum Kabupaten Lampung Selatan

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Gambaran Umum Kabupaten Lampung Selatan 84 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Gambaran Umum Kabupaten Lampung Selatan 1. Letak Geografis Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105 o 14 sampai dengan 105 o 45 Bujur Timur dan 5

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. dengan yang lainnya tidak terpisahkan (Awang, 2002). kehutanan Indonesia adalah membagi lahan hutan kedalam pengelolaan yang

PENDAHULUAN. dengan yang lainnya tidak terpisahkan (Awang, 2002). kehutanan Indonesia adalah membagi lahan hutan kedalam pengelolaan yang PENDAHULUAN Hutan Menurut Undang-Undang Kehutanan No. 41/1999 hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi oleh pepohonan dalam persekutuan

Lebih terperinci

VI. PERSEPSI TERHADAP PROGRAM PEMBAYARAN JASA LINGKUNGAN. 6.1 Mekanisme Pembayaran Jasa Lingkungan

VI. PERSEPSI TERHADAP PROGRAM PEMBAYARAN JASA LINGKUNGAN. 6.1 Mekanisme Pembayaran Jasa Lingkungan VI. PERSEPSI TERHADAP PROGRAM PEMBAYARAN JASA LINGKUNGAN 6.1 Mekanisme Pembayaran Jasa Lingkungan Berdasrkan Tim Studi PES RMI (2007) program Pembayaran Jasa Lingkungan (PJL) DAS Brantas melibatkan beberapa

Lebih terperinci

Gambar 2. Tingkat Produktivitas Tanaman Unggulan Kab. Garut Tahun

Gambar 2. Tingkat Produktivitas Tanaman Unggulan Kab. Garut Tahun V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Gambaran Umum Agroekonomi Kabupaten Garut Kabupaten Garut memiliki 42 kecamatan dengan luas wilayah administratif sebesar 306.519 ha. Sektor pertanian Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memperbaiki berbagai aspek kehidupan masyarakat. Sebagai proses perubahan

BAB I PENDAHULUAN. memperbaiki berbagai aspek kehidupan masyarakat. Sebagai proses perubahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Komunikasi dan pembangunan merupakan dua hal yang saling berhubungan sangat erat. Pembangunan adalah proses perubahan yang direncanakan untuk memperbaiki berbagai

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DEWAN PENGAWAS PERUM PERHUTANI (Selaku Pengurus Perusahaan) NOMOR : 136/KPTS/DIR/2001 PENGELOLAAN SUMBERDAYA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT

KEPUTUSAN DEWAN PENGAWAS PERUM PERHUTANI (Selaku Pengurus Perusahaan) NOMOR : 136/KPTS/DIR/2001 PENGELOLAAN SUMBERDAYA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT PERUM PERHUTANI (PERUSAHAAN UMUM KEHUTANAN NEGARA) GEDUNG MANGGALA WANABAKTI BLOK VII LT. 8-11 JI. Gatot Subroto, Senayan, P.O. Box 19/Jkwb Jakarta Pusat (10270) KEPUTUSAN DEWAN PENGAWAS PERUM PERHUTANI

Lebih terperinci

Perhutani. Tonny Soehartono

Perhutani. Tonny Soehartono Tonny Soehartono 6 Bab 2 Perhutani Perhutani dan Sejarahnya Perhutani adalah Perusahaan Umum yang didirikan pada tahun 1972 melalui Peraturan Pemerintah No. 15 tahun 1972, dengan wilayah kerja Provinsi

Lebih terperinci

Lokasi Penelitian Penetapan Lokasi Kajian Analisa Data

Lokasi Penelitian Penetapan Lokasi Kajian Analisa Data PENDAHULUAN Hutan produksi merupakan suatu kawasan hutan tetap yang ditetapkan pemerintah untuk mengemban fungsi pokok memproduksi hasil hutan. Pengelolaan hutan produksi tidak semata hanya untuk mencapai

Lebih terperinci

2014 EVALUASI KESESUAIAN LAHAN PERTANIAN UNTUK TANAMAN PANGAN DI KECAMATAN CIMAUNG KABUPATEN BANDUNG

2014 EVALUASI KESESUAIAN LAHAN PERTANIAN UNTUK TANAMAN PANGAN DI KECAMATAN CIMAUNG KABUPATEN BANDUNG A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN berikut : FAO dalam Arsyad (2012:206) mengemukakan pengertian lahan sebagai Lahan diartikan sebagai lingkungan fisik yang terdiri atas iklim, relief, tanah, air, dan

Lebih terperinci

MAKSIMISASI KEUNTUNGAN USAHA BUDIDAYA RUMPUT LAUT DI DESA LALOMBI KECAMATAN BANAWA SELATAN KABUPATEN DONGGALA

MAKSIMISASI KEUNTUNGAN USAHA BUDIDAYA RUMPUT LAUT DI DESA LALOMBI KECAMATAN BANAWA SELATAN KABUPATEN DONGGALA e-j. Agrotekbis 1 (2) : 198-203, Juni 2013 ISSN : 2338-3011 MAKSIMISASI KEUNTUNGAN USAHA BUDIDAYA RUMPUT LAUT DI DESA LALOMBI KECAMATAN BANAWA SELATAN KABUPATEN DONGGALA Profit Maximization Of Seaweed

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2014

PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2014 ANALISIS GENDER PENYADAP PINUS DI DUSUN SIDOMULYO, DESA JAMBEWANGI, RPH GUNUNGSARI, BKPH GLENMORE, KPH BANYUWANGI BARAT, PERUM PERHUTANI UNIT II JAWA TIMUR SKRIPSI Oleh : Pratiwi 101201065 Manajemen Hutan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia kaya akan potensi sumberdaya alam, tanah yang subur dan didukung

I. PENDAHULUAN. Indonesia kaya akan potensi sumberdaya alam, tanah yang subur dan didukung 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia kaya akan potensi sumberdaya alam, tanah yang subur dan didukung oleh ketersediaannya air yang cukup merupakan faktor fisik pendukung majunya potensi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan

I. PENDAHULUAN. Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan lingkungan telah mendorong kesadaran publik terhadap isu-isu mengenai pentingnya transformasi paradigma

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang mempunyai iklim tropis, berpeluang besar bagi pengembangan budidaya tanaman buah-buahan, terutama buah-buahan tropika.

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kecamatan Sragi merupakan salah satu kecamatan dari 17 Kecamatan yang

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kecamatan Sragi merupakan salah satu kecamatan dari 17 Kecamatan yang 43 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Gambaran Umum Daerah Penelitian 1. Keadaan Umum Kecamatan Sragi a. Letak Geografis Kecamatan Sragi merupakan salah satu kecamatan dari 17 Kecamatan yang ada di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keputusan (SK) perhutani No. 136/KPTS/DIR/2001. berkurangnya akses masyarakat terhadap hutan dan berdampak pula pada

BAB I PENDAHULUAN. keputusan (SK) perhutani No. 136/KPTS/DIR/2001. berkurangnya akses masyarakat terhadap hutan dan berdampak pula pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Penetapan program pengelolaan hutan bersama masyarakat (PHBM) merupakan upaya pemerintah dan perum perhutani untuk menyelamatkan sumber daya hutan dan linkungan

Lebih terperinci

1 BAB I. PENDAHULUAN

1 BAB I. PENDAHULUAN 1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang (UU) Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan menyatakan bahwa hutan merupakan kekayaan alam yang dianugerahkan oleh Tuhan kepada bangsa Indonesia, merupakan

Lebih terperinci

VI KARAKTERISTIK UMUM RESPONDEN

VI KARAKTERISTIK UMUM RESPONDEN VI KARAKTERISTIK UMUM RESPONDEN Karakteristik umum dari responden pada penelitian ini diidentifikasi berdasarkan jenis kelamin, usia, status pernikahan, tingkat pendidikan, pendapatan di luar usahatani

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Pulau Jawa, dan sebaliknya. Provinsi Lampung memiliki 12 kabupaten dan 2

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Pulau Jawa, dan sebaliknya. Provinsi Lampung memiliki 12 kabupaten dan 2 42 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Provinsi Lampung merupakan penghubung utama lalu lintas Pulau Sumatera dan Pulau Jawa, dan sebaliknya. Provinsi Lampung memiliki 12 kabupaten dan 2 kota. Provinsi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 144 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan pada tiga wilayah pengelolaan hutan Perum Perhutani Unit I Provinsi Jawa Tengah yaitu KPH Pekalongan Timur, KPH Kedu Selatan

Lebih terperinci

ZONASI KONDISI KAWASAN HUTAN NEGARA DI DIENG DAN ARAHAN PENGELOLAAN YANG BERWAWASAN LINGKUNGAN T U G A S A K H I R. Oleh : INDIRA PUSPITA L2D

ZONASI KONDISI KAWASAN HUTAN NEGARA DI DIENG DAN ARAHAN PENGELOLAAN YANG BERWAWASAN LINGKUNGAN T U G A S A K H I R. Oleh : INDIRA PUSPITA L2D ZONASI KONDISI KAWASAN HUTAN NEGARA DI DIENG DAN ARAHAN PENGELOLAAN YANG BERWAWASAN LINGKUNGAN T U G A S A K H I R Oleh : INDIRA PUSPITA L2D 303 291 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI UBI KAYU (Manihot esculenta) ABSTRAK

ANALISIS USAHATANI UBI KAYU (Manihot esculenta) ABSTRAK ANALISIS USAHATANI UBI KAYU (Manihot esculenta) Studi Kasus : Desa Marihat Bandar, Kecamatan Bandar, Kabupaten Simalungun Bill Clinton Siregar*), Dr. Ir. Rahmanta Ginting, M.Si**), Ir. M. Jufri, M.Si**)

Lebih terperinci

PENINGKATAN KESEJAHTERAAN PETANI MELALUI PENGEMBANGAN AGROFORESTRY

PENINGKATAN KESEJAHTERAAN PETANI MELALUI PENGEMBANGAN AGROFORESTRY PENINGKATAN KESEJAHTERAAN PETANI MELALUI PENGEMBANGAN AGROFORESTRY BADAN PENELITIAN, PENGEMBANGAN DAN INOVASI KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN BALAI PENELITIAN KEHUTANAN MANADO 2016 PENDAHULUAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Hutan merupakan bagian penting dari negara Indonesia. Menurut angka

I. PENDAHULUAN. Hutan merupakan bagian penting dari negara Indonesia. Menurut angka 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan merupakan bagian penting dari negara Indonesia. Menurut angka resmi Kementerian Kehutanan Republik Indonesia pada tahun 2012 luas kawasan hutan di Indonesia sekitar

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM SUMBUL PEGAGAN. Sumbul Pegagan adalah salah satu dari enam belas kecamatan di Kabupaten

BAB II GAMBARAN UMUM SUMBUL PEGAGAN. Sumbul Pegagan adalah salah satu dari enam belas kecamatan di Kabupaten BAB II GAMBARAN UMUM SUMBUL PEGAGAN 2.1 Letak Geografis Sumbul Pegagan Sumbul Pegagan adalah salah satu dari enam belas kecamatan di Kabupaten Dairi, Propinsi Sumatera Utara. Secara geografis Sumbul Pegagan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Interpretasi Visual Penggunaan Lahan Melalui Citra Landsat Interpretasi visual penggunaan lahan dengan menggunakan citra Landsat kombinasi band 542 (RGB) pada daerah penelitian

Lebih terperinci

SINTESA HASIL PENELITIAN RPI AGROFORESTRI TAHUN

SINTESA HASIL PENELITIAN RPI AGROFORESTRI TAHUN SINTESA HASIL PENELITIAN RPI AGROFORESTRI TAHUN 2012-2014 TUJUAN untuk merumuskan model agroforestry yang dapat diterapkan dengan mempertimbangkan aspek budidaya, lingkungan dan sosial ekonomi SASARAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Rakyat dan Pengelolaannya Hutan rakyat adalah suatu lapangan yang berada di luar kawasan hutan negara yang bertumbuhan pohon-pohonan sedemikian rupa sehingga secara keseluruhan

Lebih terperinci