EKSPLORASI DAN IDENTIFIKASI CENDAWAN ANTAGONIS TERHADAP Rigidoporus lignosus PENYEBAB JAMUR AKAR PUTIH PADA KARET ALCHEMI PUTRI JULIANTIKA KUSDIANA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "EKSPLORASI DAN IDENTIFIKASI CENDAWAN ANTAGONIS TERHADAP Rigidoporus lignosus PENYEBAB JAMUR AKAR PUTIH PADA KARET ALCHEMI PUTRI JULIANTIKA KUSDIANA"

Transkripsi

1 EKSPLORASI DAN IDENTIFIKASI CENDAWAN ANTAGONIS TERHADAP Rigidoporus lignosus PENYEBAB JAMUR AKAR PUTIH PADA KARET ALCHEMI PUTRI JULIANTIKA KUSDIANA DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

2 ABSTRAK ALCHEMI PUTRI JULIANTIKA KUSDIANA. Eksplorasi dan Identifikasi Cendawan Antagonis terhadap Rigidoporus lignosus Penyebab Jamur Akar Putih pada Karet. Dibimbing oleh MEITY SURADJI SINAGA. Industri karet berperan dalam peningkatan pendapatan petani, masyarakat, dan negara, juga dalam pembuatan produk, serta peranan terhadap pelestarian lingkungan. Salah satu hambatan dalam pengembangan budidaya karet adalah adanya penyakit jamur akar putih yang disebabkan oleh Rigidoporus lignosus. Penelitian ini bertujuan mengeksplorasi dan mengidentifikasi cendawan antagonis terhadap R. lignosus. Penelitian dilakukan dengan mengambil contoh tanah dari tanaman karet dan kelapa sawit untuk dibuat suspensi. Suspensi dibuat seri pengenceran hingga tingkat pengenceran 10-5, masing-masing seri pengenceran tersebut diambil sebanyak 1 ml suspensi dan dibiakkan pada media potato dextrose agar (PDA). Uji antagonisme in vitro antara agens antagonis dengan R. lignosus dilakukan dengan menggunakan metode dual culture. Pengamatan dilakukan dengan mengukur jari-jari koloni patogen yang menjauhi isolat cendawan kandidat dan jari-jari koloni patogen yang mendekati isolat cendawan kandidat, serta menghitung penghambatan kandidat agens antagonis. Identifikasi menggunakan compound microscope. Dari hasil isolasi cendawan rhizosfer diperoleh 26 isolat kandidat antagonis, 10 isolat diantaranya memiliki kemampuan antagonisme terhadap patogen R. lignosus. Hasil identifikasi menunjukkan sebanyak tiga isolat adalah Trichoderma harzianum, enam isolat adalah Gliocladium virens, dan satu isolat adalah Penicillium resticulosum. Mekanisme antagonis yang dilakukan oleh T. harzianum dan G. virens adalah hiperparasit, antibiosis, lisis, dan kompetisi ruang. Sedangkan untuk P. resticulosum adalah kompetisi ruang. Kata kunci : Rigidoporus lignosus, karet, cendawan antagonis

3 EKSPLORASI DAN IDENTIFIKASI CENDAWAN ANTAGONIS TERHADAP Rigidoporus lignosus PENYEBAB JAMUR AKAR PUTIH PADA KARET ALCHEMI PUTRI JULIANTIKA KUSDIANA Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Proteksi Tanaman DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

4 Judul Skripsi : Eksplorasi dan Identifikasi Cendawan Antagonis terhadap Rigidoporus lignosus Penyebab Jamur Akar Putih pada Karet Nama Mahasiswa : Alchemi Putri Juliantika Kusdiana NIM : A Menyetujui, Dosen Pembimbing Prof. Dr. Ir. Meity Suradji Sinaga, M.Sc NIP Mengetahui, Ketua Departemen Proteksi Tanaman Prof. Dr. Ir. Dadang, M.Sc NIP Tanggal Lulus :

5 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Garut, Jawa Barat pada tanggal 18 Juli Penulis merupakan putri pertama dari tiga bersaudara pasangan Bapak Drs. Nandang Kusdiana dan Ibu Ika Kartika, SPd. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah menengah atas di SMA Negeri 1 Cibatu, Garut pada tahun Pada tahun yang sama penulis melanjutkan studinya di Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI). Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam beberapa organisasi kemahasiswaan, yaitu Unit Kegiatan Mahasiswa Lingkung Seni Sunda Gentra Kaheman (2007), Himpunan Mahasiswa Garut (2007), Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Pertanian pada divisi Inventarisasi dan Keinternalan ( ), Himpunan Mahasiswa Proteksi Tanaman (HIMASITA) pada divisi Pengembangan Sumber Daya Manusia ( ), dan pada divisi Human Resource Development ( ). Pada tahun 2009, penulis magang di PT Perkebunan Nusantara VIII perkebunan karet Jalupang, Subang, Jawa Barat. Selain itu, penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Hama dan Penyakit Benih dan Pasca Panen (2010), asisten praktikum mata kuliah Pengelolaan dan Pemanfaatan Pestisida (2011), dan asisten praktikum mata kuliah Klinik Tanaman (2011).

6 PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat-nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Eksplorasi dan Identifikasi Cendawan Antagonis terhadap Rigidoporus lignosus Penyebab Jamur Akar Putih pada Karet. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Proteksi Tanaman, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Mikologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Institut Pertanian Bogor dari bulan Februari sampai bulan Juli Penulis menyadari bahwa tanpa bimbingan, dukungan, dan bantuan dari berbagai pihak, penulis tidak dapat berbuat maksimal dalam menyelesaikan skripsi ini. Untuk itu dengan rasa tulus pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada: 1. Prof. Dr. Ir. Meity Suradji Sinaga, MSc selaku dosen pembimbing yang senantiasa memberikan bimbingan, masukan, dan arahan kepada penulis; 2. Dr. Ir. Idham Sakti Harahap, MSc selaku dosen penguji tamu yang telah memberikan arahan dan saran yang bermanfaat; 3. PT Perkebunan Nusantara VIII, perkebunan karet Jalupang, Jawa Barat dan PT Perkebunan Nusantara IV, perkebunan kelapa sawit Adolina, Sumatera Utara atas izin dan kerjasamanya dalam pengambilan contoh tanah; 4. Ayahanda Drs. Nandang Kusdiana dan Ibunda Ika Kartika, SPd. yang tak henti-hentinya memberi perhatian dan bantuan moril maupun spiritual, yang mana setiap langkah, gerak, dan ucapnya merupakan do a bagi penulis, serta kedua adik penulis Benzena Dwi Putra Kusdiana dan Chemistry Melika Putri Kusdiana; 5. Keluarga besar Bapak H. Ohan Suhana (alm) dan Bapak Japar Sidiq (alm) yang selalu memberikan doa dan dukungannya kepada penulis; 6. Keluarga besar Kaslieyitno Albarru, SE. atas semangat, perhatian, dan dukungannya kepada penulis; 7. Sahabat seperjuangan Proteksi Tanaman 44, khususnya kepada Nur asiah, Etika Ayu Kusumadewi, dan Nur Izza Faiqatul Himmah; 8. Rekan kerja di Laboratorium Mikologi, Bapak Dadang Surachman, mba Dian Safitri, M. Julyanda, Veronica, dan Bapak Fajar Rianto; 9. Sahabat AGGS, Umu Rosidah, Rizky Agnestia Andini, Khusnul Khotimah, Rina Rystiawati (alm), Rima Rachmawati, Noor Zuhaidha, Siti Saadah, dan Azizah Purwitasari; 10. Mahasiswa, dosen, staff, beserta laboran Departemen Proteksi Tanaman, serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk kedepannya. Akhir kata penulis serahkan skripsi ini dengan penuh rasa bangga. Bogor, Oktober 2011 Alchemi Putri Juliantika Kusdiana

7 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... Halaman PENDAHULUAN... 1 Latar belakang... 1 Tujuan Penelitian... 3 Manfaat Penelitian... 3 TINJAUAN PUSTAKA... 4 Tanaman Karet... 4 Budidaya Karet... 4 Klon Karet... 4 Penyakit Jamur Akar Putih pada Karet... 4 Patogen Penyebab Jamur Akar Putih... 4 Sebaran Penyakit... 5 Daur Penyakit... 5 Gejala Penyakit Jamur Akar Putih... 5 Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Penyakit... 6 Pengendalian Penyakit... 8 Pengendalian Hayati... 8 Trichoderma harzianum Gliocladium virens Penicillium resticulosum BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan Metode Pengambilan Contoh Tanah Isolasi Cendawan Rhizosfer Uji Antagonisme in Vitro Uji Kemampuan Antagonis Identifikasi Cendawan Antagonis Rancangan Percobaan dan Analisis Data HASIL DAN PEMBAHASAN Eksplorasi Cendawan Rhizosfer Uji Antagonisme in Vitro Identifikasi Cendawan KESIMPULAN DAN SARAN viii ix x

8 vii Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 30

9 DAFTAR TABEL Halaman 1 Hasil eksplorasi cendawan rhizosfer pada pertanaman karet dan kelapa sawit Persen penghambatan oleh kandidat cendawan antagonis terhadap pertumbuhan koloni patogen R. lignosus Hasil identifikasi cendawan... 24

10 DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Hasil uji antagonisme in vitro cendawan rhizosfer dengan cendawan R. lignosus pada satu hsi kandidat cendawan antagonis Hasil uji antagonisme in vitro cendawan rhizosfer dengan cendawan R. lignosus pada tujuh hsi kandidat cendawan antagonis Trichoderma harzianum hasil identifikasi isolat L, S, dan V Gliocladium virens hasil identifikasi isolat F, I, J, K, N, dan W Penicillium resticulosum hasil identifikasi isolat O... 23

11 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Isolat hasil eksplorasi dari tanah rhizosfer karet dan kelapa sawit Jari-jari pertumbuhan koloni patogen R. lignosus pada media PDA termodifikasi Persen penghambatan pertumbuhan koloni R. lignosus oleh kandidat cendawan antagonis... 35

12 PENDAHULUAN Latar Belakang Karet merupakan salah satu tanaman perkebunan yang mempunyai peran penting bagi subsektor perkebunan negara Indonesia. Indonesia merupakan negara produsen karet dunia terbesar bersama dua negara produsen karet alam lainnya yaitu Thailand dan Malaysia. Indonesia memberikan kontribusi sebesar 26% dari total produksi karet alam dunia. Pengembangan industri karet memberi manfaat dalam peningkatan pendapatan petani, masyarakat, dan negara. Selain itu, industri karet memiliki berbagai macam kegunaan baik untuk industri ban maupun produk lainnya seperti untuk kebutuhan kesehatan, properti atau bangunan, farmasi, dan peranan pertanaman karet terhadap pelestarian lingkungan (Deptan 2010). Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (2009), luas lahan karet di Indonesia mencapai 5,264 juta hektar dengan produksi karet kering sebanyak 640,787 ton. Produksi karet menciptakan nilai tambah di dalam negeri dan ekspor sebagai penghasil devisa bagi negara. Pengembangan industri karet hingga saat ini terus dilakukan. Namun, terdapat hambatan dalam pengembangan budidaya karet tersebut antara lain adanya serangan penyakit. Diantaranya penyakit penting yang menyerang karet adalah penyakit jamur akar putih (JAP) yang disebabkan oleh cendawan Rigidoporus lignosus (Farid et al. 2006; Holliday 1996; Ilahang et al. 2006). Penyakit jamur akar putih mengakibatkan kerugian ekonomi negara yang cukup besar, tidak hanya akibat kerusakan tanaman tetapi juga akibat biaya yang diperlukan untuk pengendaliannya. Kerugian ekonomi yang ditimbulkan di perkebunan karet Indonesia diperkirakan sekitar Rp miliar per tahun dengan perkiraan penyakit di perkebunan besar (negara/swasta) sebesar 3% dan di perkebunan rakyat sebesar 5%. Selain itu, kerugian ekonomi akibat biaya pengendalian penyakit pun cukup besar. Biaya pencegahan penyakit dengan pembongkaran dan pembersihan tunggul yang merupakan sumber infeksi penyakit pada perkebunan besar diperkirakan sekitar Rp miliar per tahun, dan biaya pengobatan tanaman sakit sekitar Rp miliar per tahun. Penyakit

13 2 tersebut dapat menimbulkan kerusakan di kebun entres, tanaman belum menghasilkan, dan tanaman menghasilkan. Kerusakan berat sering terjadi pada tanaman belum menghasilkan. Kematian tanaman mengakibatkan rendahnya kerapatan pohon karet per hektar yang berpengaruh langsung terhadap produktivitas kebun karet (Situmorang 2004). Jamur akar putih menjadi penyakit yang sangat penting karena penyebabnya memiliki kisaran inang yang luas. Selain menyerang karet, jamur akar putih dapat menyerang teh, kopi, kakao, kelapa sawit, mangga, nangka, ubi kayu, jati, cengkeh, duwet, lamtoro, sengon, dadap, nibung, kapur barus, cemara, kayu besi, meranti, rasamala, walikukun, kesambi, randu alas, kumpas, akasia, Ficus spp., dan Agzelia sp. Jamur akar putih juga dapat menyerang pupuk hijau, seperti Tephrosia spp. dan Crotalaria spp. Tanaman penutup tanah kacangan yang menjalar (legume creeping cover, LCC) juga rentan terhadap jamur akar ini (Semangun 2000). Serangan patogen R. lignosus menyebabkan akar menjadi busuk dan umumnya ditumbuhi rizomorf cendawan. Gejala tampak pada daun; daun-daun yang semula tampak hijau segar berubah menjadi layu, berwarna kusam, dan akhirnya kering (Pawirosoemardjo 2004). Beberapa cara pengendalian penyakit jamur akar putih telah dilakukan, diantaranya dengan menghilangkan tunggul-tunggul atau organ tanaman berkayu secara tuntas sebagai sumber infeksi, menanam tanaman penutup tanah jenis leguminosa, pelumasan dan penyiraman fungisida, serta pengendalian dengan menggunakan agens hayati seperti Trichoderma spp. yang bersifat antagonis terhadap patogen (Pawirosoemardjo 2004). Penyakit jamur akar putih efektif dikendalikan dengan pengendalian hayati menggunakan agens antagonis, seperti Trichoderma spp. (Widyastuti et al. 1998). Eksplorasi pada tanah rhizosfer karet dan kelapa sawit dilakukan dalam penelitian ini, guna mencari cendawan antagonis lainnya yang diharapkan dapat efektif dan stabil bila dilakukan pengendalian penyakit jamur akar putih dengan menggunakan pengendalian hayati. Pengendalian hayati adalah pengurangan jumlah inokulum dalam keadaan aktif maupun dorman atau penurunan aktivitas patogen sebagai parasit oleh satu

14 3 atau lebih organisme yang berlangsung secara alami atau melalui manipulasi lingkungan, inang, antagonis, atau dengan introduksi secara massal satu atau lebih organisme antagonis (Cook & Baker 1983). Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi dan mengidentifikasi cendawan antagonis terhadap R. lignosus. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini ialah memperoleh beberapa cendawan antagonis yang berpotensi menghambat dan menekan perkembangan R. lignosus, sehingga dapat dikembangkan sebagai metode pengendalian hayati penyakit jamur akar putih pada tanaman karet.

15 TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Karet Budidaya Karet Pembangunan kebun karet diperlukan manajemen dan teknologi budidaya tanaman karet yang memperhatikan syarat tumbuh tanaman karet, klon klon karet rekomendasi, bahan tanam atau bibit, persiapan tanam dan penanaman, pemeliharaan tanaman meliputi pengendalian gulma; pemupukan; dan pengendalian penyakit, serta penyadapan atau panen (Anwar 2001). Klon Karet Klon unggul baru merupakan syarat utama agar komoditas karet dapat menghasilkan produksi dengan tingkat produktivitas yang tinggi sehingga dapat menguntungkan dalam persaingan global. Klon karet unggul yang dihasilkan oleh Balai Penelitian Karet Sembawa direkomendasikan untuk periode tahun yang disesuaikan dengan Undang-Undang No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman yang menyebutkan bahwa klon/varietas yang dapat disebarluaskan kepada pengguna harus berupa benih bina. Klon anjuran komersial dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu kelompok klon penghasil lateks (IRR 104, IRR 112, IRR 118, IRR 220, BPM 24, PB 260, PB 330, dan PB 340) dan penghasil lateks-kayu (RRIC 100, IRR 5, IRR 39, IRR 42, IRR 107, dan IRR 119), sedangkan benih anjuran untuk batang bawah (AVROS 2037, GT 1, BPM 24, PB 260, RRIC 100, dan PB 330) (Ditjenbun 2010). Penyakit Jamur Akar Putih pada Karet Patogen Penyebab Jamur Akar Putih Penyakit jamur akar putih disebabkan oleh cendawan Rigidoporus lignosus (Kloztch) Imazeki atau Rigidoporus microporus (Swartz: Fr.) van Ov., Polyporus lignosus Klotzsch, meskipun sekarang cendawan tersebut masih sering dikenal

16 5 dengan nama Fomes lignosus (Klotzsch) Bres. Cendawan ini mempunyai lebih kurang 35 nama lain (sinonim) (Semangun 2000). Sebaran Penyakit Penyakit jamur akar putih menyebar di perkebunan karet daerah tropik terutama Indonesia. Penyakit ini dijumpai di dataran rendah, dataran tinggi, dan di daerah beriklim basah dan kering dengan keparahan penyakit yang berbeda. Daerah yang sering mengalami serangan skala berat adalah Riau, Sumatera Barat, dan Kalimantan Barat; serangan skala sedang adalah Nangro Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Jambi, sebagian Sumatera Selatan, sebagian Bengkulu, dan sebagian Lampung; dan serangan skala ringan adalah Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Timur (Situmorang et al. 2006). Daur Penyakit Penyakit jamur akar putih R. lignosus tergolong ke dalam tipe epidemik penyakit monosiklik. Penyakit monosiklik adalah penyakit yang untuk menyebabkan kehilangan produksi yang sangat tinggi, atau yang dapat mematikan tanaman hanya dengan satu siklus infeksi per siklus tanaman (Sinaga 2004). Jamur akar putih terutama menular karena adanya kontak antara akar tanaman sehat dengan akar tanaman sakit, atau dengan kayu-kayu yang mengandung cendawan R. lignosus. Cendawan ini dapat menular dengan perantaraan rizomorf. Rizomorf pada jamur akar putih dapat menjalar bebas dalam tanah (Semangun 2000). Gejala Penyakit Jamur Akar Putih Penyakit jamur akar putih dapat mengakibatkan kematian pada tanaman. Tanaman berumur dua sampai enam tahun sangat rentan terhadap penyakit ini. Pada umumnya tanaman umur tiga tahun akan mati dalam waktu enam bulan, dan tanaman enam tahun akan mati dalam waktu 12 bulan setelah terjadinya infeksi

17 6 pertama, hal ini tergantung kepada banyaknya bibit penyakit (patogen) yang terdapat dalam tanah. Penyakit akar putih sering menimbulkan kerusakan pada areal pertanaman yang terdapat banyak tunggul atau sisa akar kayu, bekas tanaman tua atau bekas hutan primer, atau tanah gembur dan berpasir (Situmorang & Budiman 2003). Serangan patogen R. lignosus menyebabkan akar menjadi busuk dan umumnya ditumbuhi rizomorf cendawan. Rizomorf adalah paduan kompak benang-benang cendawan yang menyerupai akar tanaman. Rizomorf yang muda berwarna putih dan bentuknya pipih, semakin tua umur rizomorf warna putih tersebut berubah menjadi kuning gading, dan bentuknya menyerupai akar rambut. Membusuknya akar diduga karena rusaknya struktur kimia kulit dan kayu akibat enzim yang dihasilkan cendawan. Gejala yang tampak pada daun adalah daundaun yang semula tampak hijau segar berubah menjadi layu, berwarna kusam, dan akhirnya kering. Pada keadaan tersebut menunjukkan bahwa tanaman telah menderita serangan pada tahap lanjut dan tidak mungkin untuk diselamatkan. Selain dapat menyerang secara akut, R. lignosus dapat pula menyerang secara kronis pada tanaman yang telah tua. Gejala serangan secara kronis tersebut tidak tampak jelas, dan baru terlihat apabila tanaman dibongkar, sebagian akar-akarnya telah ditumbuhi rizomorf cendawan (Pawirosoemardjo 2004). Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Penyakit Berdasarkan konsep segitiga penyakit, perkembangan penyakit akar putih tergantung dari tiga faktor, yaitu karet (inang), R. lignosus (patogen), dan lingkungan (Prasetyo et al. 2009). Faktor yang mempengaruhi perkembangan penyakit jamur akar putih adalah umumnya penyakit berjangkit dan dapat mengakibatkan banyak kematian pada pertanaman karet muda yang berumur 2-4 tahun. Masalah tersebut umumnya muncul setelah suatu kebun karet diremajakan atau suatu hutan dikonversi menjadi kebun karet. Timbulnya penyakit akar R. lignosus erat hubungannya dengan kebersihan lahan. Tunggul atau sisa tebangan pohon, perdu, dan semak yang tertinggal dalam tanah merupakan substrat R. lignosus. Potensi R. lignosus

18 7 sangat ditentukan oleh banyaknya tunggul di lahan yang bersangkutan. Lama bertahan R. lignosus dalam tanah di samping ditentukan oleh hal tersebut juga ditentukan oleh ikut sertanya organisme renik yang melapukkan tunggul. Penularan penyakit terjadi karena adanya kontak akar sakit dan sehat atau adanya miselium yang tumbuh dari food base di sekitar perakaran tanaman sehat (Pawirosoemardjo 2004). Tunggul yang telah terinfeksi jamur akar putih menjadi sumber penularan yang sangat efektif melalui kontak akar menular ke tunggul lain di dekatnya dan menjadi sumber infeksi baru. Pada tunggul tersebut, cendawan membentuk badan buah yang membebaskan banyak spora ke udara dan mendarat ke permukaan tunggul lain, sebagian kecil spora ini akan berkecambah di permukaan tunggul dan berkembang masuk sampai ke perakaran. Hal ini merupakan faktor penyebab bahwa kebun-kebun yang bertunggul akan mengalami serangan berat penyakit jamur akar putih (Situmorang 2004). Menurut Situmorang (2004), kondisi asal pertanaman karet mempengaruhi perkembangan penyakit akar putih. Kebun bertunggul yang berasal dari bekas kebun karet tua dan hutan primer akan menyebabkan serangan berat. Tunggul sebagai sumber infeksi dan sumber energi cendawan akan membantu perkembangan penyakit akar putih lebih cepat. Rongga-rongga bekas akar tunggul dalam tanah akan membantu pergerakan cendawan dalam tanah sehingga mempercepat terjadinya infeksi dan penyebaran patogen. Perkembangan penyakit akar putih pun dipengaruhi oleh kondisi iklim, topografi, dan kondisi tanah, seperti tekstur/struktur; kejenuhan air; dan kemasaman tanah. Kebun-kebun di daerah dengan curah hujan tinggi lebih dari 4000 mm/tahun, dan bulan musim kemaraunya yang tidak jelas biasanya akan mendapat serangan yang lebih berat. Kelembaban tinggi secara terus menerus sangat disukai oleh jamur akar putih bagi perkembangannya. Sedangkan di daerah dengan curah hujan di bawah 2000 mm/tahun biasanya mengalami serangan ringan. Curah hujan yang rendah mengakibatkan kondisi kelembaban tanah lebih rendah sehingga jamur akar putih kurang berkembang. Penyakit ini sering terjadi pada kebun yang topografinya datar atau landai karena kelembaban tanah yang tinggi yang disukai cendawan dapat dipertahankan lebih lama terutama setelah hujan karena perembesan air berlangsung lama, sedangkan di daerah yang

19 8 topografinya berbukit serangan penyakit relatif ringan sampai sedang karena perembesan air lebih cepat dan tanahnya lebih cepat kering sehingga mengakibatkan perkembangan jamur akar putih tertekan. Penyakit ini juga dapat berkembang lebih baik pada tanah bertekstur kasar/berpasir atau berstruktur gembur berpasir daripada bertekstur halus/liat atau berstruktur padat. Miselia atau rizomorf cendawan akan lebih mudah bergerak menembus tanah berpori daripada tanah padat sehingga penularan patogen akan berlangsung lebih cepat. Cendawan pun berkembang baik pada tanah bereaksi netral ph 6-7 dan pada tanah dengan kapasitas kejenuhan air tanah 80-90%. Kondisi ini biasanya terjadi pada awal sampai akhir musim hujan sehingga selama musim hujan perkembangan penyakit lebih cepat (Situmorang 2004). Pengendalian Penyakit Strategi pengelolaan penyakit untuk menghadapi penyakit penting tanaman karet di masa mendatang adalah pengendalian penyakit yang berbasis epidemiologis dan ekobiologis penyakit yaitu (1) menurunkan inokulum awal/initial penyakit (Q/Xo), (2) menekan laju infeksi (R/r), dan (3) menekan periode epidemik (t). Strategi tersebut dapat diaplikasikan secara tunggal atau kombinasi yang berdasarkan konsep pengendalian hama terpadu (PHT). Prinsip pengendalian tradisional yaitu penghindaran, eksklusi, eradikasi, proteksi, resistensi, dan terapi tetap dimanfaatkan untuk digunakan menjadi taktik-taktit pengendalian dalam penyusunan suatu stategi pengendalian yang holistik (Sinaga 2004). Pengendalian Hayati Patogen tular tanah merupakan kelompok mikroba penggangu tanaman yang keberadaan dan hidupnya di dalam tanah. Pengendalian yang sering dilakukan khususnya dengan menggunakan agensia kimia sintetis. Agensia kimia yang digunakan selain tidak khas terhadap spesies patogen tular tanah, juga belum mampu mencapai keberadaan patogen tersebut dan didukung oleh kemampuan patogen di dalam membentuk pertahanan diri (Soesanto 2008), serta mempunyai

20 9 kisaran inang yang luas. Berdasarkan biologi patogen tersebut, maka pengendalian hayati berpeluang baik untuk berhasil (Susanto 2002). Pengendalian hayati merupakan perlindungan pada tanaman dari patogen tanaman termasuk penyebaran mikroorganisme antagonis pada saat setelah atau sebelum terjadinya infeksi patogen. Mekanisme dari biokontrol organisme yaitu dalam melemahkan atau membunuh patogen tanaman dengan perlawanan yaitu memparasit patogen secara langsung, memproduksi antibiotik (toksin), dan kemampuannnya dalam kompetisi ruang dan nutrisi, produksi enzim untuk melawan komponen sel patogen, menginduksi respon ketahanan tanaman, dan produksi metabolisme tanaman dalam menstimulasi perkecambahan spora patogen (Agrios 2005). Pengendalian hayati adalah semua kondisi atau praktik yang berpengaruh terhadap penurunan daya tahan atau kegiatan patogen tanaman melalui interaksi dengan agensia organisme hidup lainnya (selain manusia), yang menghasilkan penurunan keberadaan penyakit yang disebabkan oleh patogen (Soesanto 2008). Sinaga (2006) mengemukakan bahwa introduksi agens antagonis berpotensi mengendalikan patogen-patogen tular tanah. Aplikasi agens antagonis menunjukkan inisiasi langsung dalam menekan inokulum patogen, mencegah kolonisasi patogen, melindungi perkecambahan biji dan akar tanaman dari infeksi, selain itu agens antagonis dapat langsung menghambat patogen dengan sekresi antibiotik, berkompetisi terhadap ruang dan atau nutrisi, menginduksi proses ketahanan tanaman, serta interaksi langsung dengan patogen. Interaksi yang terjadi berupa hiperparasit, hiperpatogen, atau predator melalui destruksi unit-unit propagatif (propagul) atau biomassa, sehingga dapat mengurangi kepadatan inokulum dan aktivitas patogen. Menurut Harman (2000) ada tiga komponen dasar dalam sistem pengendalian hayati, yaitu agens memiliki suatu mekanisme yang baik untuk pengendalian hayati, agens dapat bersaing dan bertahan di dalam lingkungan tempat agens antagonis itu digunakan, dan agens dapat berkoloni dan berproliferasi pada tempat aplikasi dan tumbuh pada bagian tanaman secara baik setelah dilakukan aplikasi (bersimbiosis dengan tanaman inang).

21 10 Trichoderma harzianum Cendawan T. harzianum merupakan cendawan antagonis utama yang efektif digunakan dalam pengendalian penyakit pada pertanian (Amin et al. 2010). T. harzianum merupakan agen biokontrol yang dapat hidup dalam pathosistem berbeda, dapat menyeimbangkan tanah, dan tidak berbahaya bagi organisme bermanfaat lainnya (Monte & Llobell 2003; Ha 2010). Mekanisme antagonis dari Trichoderma adalah (1) mycopasitism yaitu cendawan yang mendapatkan nutrisi dari cendawan lainnya tanpa memberikan manfaat, (2) antibiosis yaitu hubungan antara dua organisme yang dapat merugikan salah satu organisme, biasanya salah satu organisme memproduksi toksik, (3) kompetisi nutrisi atau ruang, (4) toleransi terhadap stres melalui akar ditingkatkan dan perkembangan tanaman, (5) penyerapan nutrisi anorganik, (6) induksi resistensi, (7) inaktivasi enzim patogen (Widyastuti 2006). Morfologi secara mikroskopis untuk cendawan T. harzianum adalah konidiofor hialin, bercabang banyak; fialid tunggal atau dengan kelompok; konidia (phialospora) hialin, sel tunggal, oval, biasanya mudah dikenal dengan pertumbuhannya yang cepat dan konidia hijau; bersifat saprofitik di tanah atau pada kayu, beberapa spesies dilaporkan bersifat parasit pada cendawan lain (Barnett & Hunter 1998). Klamidospora berwarna cokelat kebulatan (Watanabe 2002). Gliocladium virens Gliocladium sp. dapat mengendalikan beberapa patogen tular tanah. Cendawan tersebut dapat mengolonisasi mikroba lain, sehingga mikroba tersebut tidak dapat berkembang. G. virens dapat menghasilkan antibiotik gliotoksin dan viridin yang dapat menekan perkembangan mikroba lain (Cook & Baker 1983). G. virens merupakan cendawan antagonis yang memiliki mekanisme antagonis mycoparasit dan dapat memproduksi bahan antifungi (Paulitz & Linderman 1991). Morfologi secara mikroskopis untuk cendawan G. virens adalah konidiofor hialin, tegak lurus, sederhana atau bercabang berlawanan atau verticillately,

22 11 terutama pada metula, septat, massa spora fialid pada cabang apikal. Konidia hijau muda, massa hijau tua, elips atau kebulatan, sel tunggal. Klamidospora bulat atau kebulatan (Watanabe 2002). Penicillium resticulosum Penicillium sp. merupakan cendawan yang dapat memproduksi beberapa mycotoxins (Agrios 2005). Koloni Penicillium sp. umumnya tumbuh cepat, berwarna hijau, kadang-kadang putih, dan kebanyakan memiliki konidiofor yang padat (Miftakhurohmah & Noveriza 2009). Morfologi secara mikroskopis untuk cendawan P. resticulosum adalah konidiofor hialin muncul dari miselium tunggal, tegak lurus, bercabang dekat puncak dengan 2-3 metula, penicillate, berakhir dengan kumpulan fialid; konidia (phialospore) hialin atau massa berwarna cerah, satu sel, kebanyakan bulat atau oval (Barnett & Hunter 1998; Watanabe 2002).

23 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan dari bulan Februari sampai bulan Juli 2011 di Laboratorium Mikologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bahan Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah tanah yang diambil dari rhizosfer tanaman karet PT Perkebunan Nusantara VIII, Jalupang, Subang, Jawa Barat; tanah yang diambil dari rhizosfer tanaman kelapa sawit PT Perkebunan Nusantara IV, Adolina, Sumatera Utara; media Potato Dextrose Agar (PDA); media Malt Extract Agar (MEA); serta isolat cendawan R. lignosus dan T. harzianum koleksi Laboratorium Mikologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Institut Pertanian Bogor. Metode Pengambilan Contoh Tanah Contoh tanah diambil dari tanaman karet dan kelapa sawit. Eksplorasi pada tanah rhizosfer tanaman karet dilakukan pada tiga lahan tanaman belum menghasilkan (TBM) dengan tahun tanam 2005, 2007, dan 2008, serta tiga lahan tanaman menghasilkan (TM) dengan tahun tanam 1987, 1989, dan Eksplorasi pada tanah rhizosfer tanaman kelapa sawit dilakukan pada tiga lahan tanaman dengan tahun tanam 1998 dan tiga lahan tanaman dengan tahun tanam Pengambilan contoh tanah pada tanaman karet dan kelapa sawit dilakukan pada tanaman yang sehat diantara tanaman-tanaman yang sakit. Contoh tanah diambil menggunakan bor tanah (diameter 5 cm) pada kedalaman cm sebanyak sepuluh titik pada masing-masing blok tanaman (1 blok = 1 ha). Contoh tanah rhizosfer dari kesepuluh titik tersebut dicampur lalu diambil sebanyak

24 13 ±0,5 kg sebagai contoh tanah untuk eksplorasi cendawan rhizosfer di laboratorium. Isolasi Cendawan Rhizosfer Isolasi cendawan rhizosfer dilakukan dengan teknik pengenceran dengan dua ulangan. Sebanyak 10 g contoh tanah disuspensikan ke dalam labu Erlenmeyer yang telah diisi 90 ml air destilata dan diguncang menggunakan shaker dengan kecepatan 120 rpm selama 15 menit. Suspensi yang dihasilkan segera dibuat seri pengenceran hingga tingkat pengenceran 10-5 dengan mengambil 1 ml suspensi dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi berisi 9 ml air destilata. Masing-masing seri pengenceran tersebut diambil sebanyak 0,1 ml suspensi dan dibiakkan pada media PDA. Tiap koloni cendawan yang tumbuh dikelompokkan berdasarkan bentuk dan warna koloni, kemudian dimurnikan. Semua mikroorganisme yang diperoleh diuji potensi antagonismenya terhadap R. lignosus. Uji antagonisme dilakukan dengan metode uji ganda pada media PDA. Uji Antagonisme in Vitro Uji antagonisme in vitro antara kandidat cendawan antagonis dengan R. lignosus sebagai patogen dilakukan dengan menggunakan metode uji ganda (dual culture) pada media PDA termodifikasi. Pada pengujian ini media PDA yang digunakan dimasukkan antibiotik kloramfenikol yang mempunyai spektrum anti bakteri yang luas. Kandidat cendawan antagonis diinokulasikan pada media dengan jarak 3 cm dari koloni cendawan R. lignosus yang berumur empat hari setelah inokulasi (hsi). Diameter masing-masing cendawan uji sebesar 3 mm. Tiap pengujian dilakukan tiga kali ulangan. Pengamatan dilakukan dengan mengukur jari-jari koloni cendawan R. lignosus yang menjauhi koloni cendawan kandidat (R1) dan jari-jari koloni cendawan R. lignosus yang mendekati kandidat antagonis (R2), serta menghitung penghambatan kandidat agens antagonis (I). Pengamatan dilakukan setiap hari hingga hari kesembilan setelah kandidat cendawan antagonis ditanam.

25 14 Keterangan : R1 P R2 A P : Koloni cendawan patogen R. lignosus 3 cm 3 cm A : Koloni cendawan kandidat antagonis R1 : Jari-jari koloni R. lignosus yang menjauhi koloni cendawan kandidat antagonis R2 : Jari-jari koloni R. lignosus yang mendekati koloni cendawan kandidat antagonis Uji Kemampuan Antagonis Besarnya pengaruh penghambatan agens antagonis terhadap patogen dihitung menggunakan rumus persentase: Keterangan : I = (R1-R2) R1 x 100% I : Persentase penghambatan cendawan antagonis (%) R1 : R2 : Jari-jari koloni R. lignosus yang menjauhi koloni cendawan kandidat antagonis Jari-jari koloni R. lignosus yang mendekati koloni cendawan kandidat antagonis Catatan : bila koloni pertumbuhan R. lignosus sudah tertutup oleh koloni kandidat antagonis, maka dianggap persentase penghambatan cendawan antagonis (I) = 100%. Identifikasi Cendawan Antagonis Cendawan yang memiliki nilai persen penghambatan yang tinggi terhadap patogen R. lignosus dimurnikan menggunakan media PDA dan media MEA untuk dilakukan identifikasi sementara di bawah compound microscope (perbesaran 400x). Identifikasi dilakukan dengan melihat penciri hifa dan percabangan, pembentukan konidium atau spora, serta bentuk konidiumnya. Identifikasi cendawan menggunakan kunci determinasi Barnett & Hunter (1998), Watanabe (2002), dan Doctor Fungi (

26 15 Rancangan Percobaan dan Analisis Data Rancangan percobaan yang dilakukan pada uji antagonisme in vitro adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL). Masing-masing perlakuan dilakukan sebanyak tiga kali ulangan, sehingga terdapat 81 unit percobaan. Pengaruh interaksi antara kedua faktor diamati selama sembilan hari setelah inokulasi. Data yang diperoleh dianalisis dengan Microsoft Office Excel 2007 dan dengan analisis sidik ragam menggunakan program Statistical Analysis System (SAS) versi Perlakuan yang berpengaruh nyata diuji lanjut dengan uji Duncan dengan taraf α = 0,05 (Mattjik & Sumertajaya 2006).

27 HASIL DAN PEMBAHASAN Eksplorasi Cendawan Rhizosfer Hasil eksplorasi cendawan yang dilakukan pada tanah rhizosfer yang berasal dari areal tanaman karet di PT Perkebunan Nusantara VIII, Jalupang, Subang, Jawa Barat dan tanah rhizosfer yang berasal dari areal tanaman kelapa sawit di PT Perkebunan Nusantara IV, Adolina, Sumatera Utara diperoleh 26 jenis cendawan. Sebanyak 14 isolat diantaranya berasal dari tanah rhizosfer karet dan 12 isolat berasal dari tanah rhizosfer kelapa sawit (Tabel 1). Tabel 1 Hasil eksplorasi cendawan rhizosfer pada pertanaman karet dan kelapa sawit Kode Isolat Fase pertumbuhan Tahun Tanam Jenis Tanaman A - - kelapa sawit (pembanding) B TBM 2005 karet C TBM 2005 karet D TBM 2005 karet E TBM 2005 karet F TBM 2005 karet G TBM 2007 karet H TBM 2007 karet I TBM 2007 karet J TBM 2008 karet K TM 1987 karet L TM 1989 karet M TM 1989 karet N TM 1989 karet O TM 1991 karet P TBM 2006 (a) kelapa sawit Q TBM 2006 (a) kelapa sawit R TBM 2006 (a) kelapa sawit S TBM 2006 (b) kelapa sawit T TBM 2006 (b) kelapa sawit U TBM 2006 (c) kelapa sawit V TBM 2006 (c) kelapa sawit W TBM 2006 (c) kelapa sawit X TBM 2006 (c) kelapa sawit Y TM 1998 (a) kelapa sawit Z TM 1998 (b) kelapa sawit AA TM 1998 (c) kelapa sawit

28 17 Selanjutnya cendawan hasil eksplorasi tersebut diuji kemampuan antagonisme in vitro terhadap cendawan patogen R. lignosus. Sebagai pembanding positif digunakan isolat A yaitu cendawan Trichoderma harzianum yang telah teridentifikasi kemampuan antagonismenya terhadap berbagai patogen, termasuk R. lignosus. Pada uji antagonisme in vitro terdapat 27 perlakuan dengan ulangan sebanyak tiga kali. Uji Antagonisme in Vitro Dalam pengujian antagonisme in vitro dengan menggunakan media PDA, patogen R. lignosus diinokulasikan empat hari lebih dulu dari inokulasi cendawan kandidat antagonis. Hal ini dilakukan karena pertumbuhan patogen R. lignosus sangat lambat. Pengamatan dilakukan hingga sembilan hsi cendawan kandidat antagonis dengan mengukur jari-jari koloni patogen R. lignosus yang menjauhi koloni cendawan kandidat antagonis (R1) dan jari-jari koloni patogen R. lignosus yang mendekati koloni cendawan kandidat antagonis (R2). Beberapa calon antagonis menunjukkan efek penghambatan yang cepat yaitu 100% seperti penghambatan yang dilakukan oleh T. harzianum (isolat A) sebagai pembanding positif. Uji antagonisme in vitro dari berbagai macam kandidat antagonis yang diperoleh disajikan pada tabel 2. Berdasarkan persentase penghambatan pada empat hsi kandidat cendawan antagonis yang disajikan pada tabel 2. Isolat F, I, J, K, L, N, O, S, V, dan W memiliki nilai yang tidak berbeda nyata dengan isolat A sebagai pembanding positif, hal ini menunjukkan bahwa isolat-isolat tersebut memiliki kemampuan menghambat yang dapat menekan perkembangan patogen R. lignosus. Isolat F, J, dan L memiliki nilai persentase penghambatan yang sama dengan isolat A, hal tersebut membuktikan bahwa isolat F, J, dan L dapat menghambat pertumbuhan patogen uji secara maksimum seperti yang dilakukan oleh isolat pembanding (T. harzianum). Selanjutnya kesepuluh isolat kandidat antagonis yang menjanjikan tersebut akan diidentifikasi hingga tingkat spesies.

29 18 Tabel 2 Persen penghambatan oleh kandidat cendawan antagonis terhadap pertumbuhan koloni patogen R. lignosus Perlakuan Penghambatan (%) Perlakuan Penghambatan (%) A 100,00a* O 81,11abcde B 25,93def P 6,67f C 22,22def Q 22,22def D 30,56cdef R 16,67f E 20,00f S 94,44a F 100,00a T 20,63ef G 5,56f U 8,33f H 22,22def V 94,44a I 87,78abc W 90,48ab J 100,00a X 22,22def K 81,11abcde Y 33,33bcdef L 100,00a Z 11,11f M 11,11f AA 31,11cdef N 82,22abcd * Angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (uji selang ganda Duncan 5%) Pada hari pertama nampak perkembangan koloni isolat kandidat antagonis uji belum menghambat koloni cendawan R. lignosus secara nyata. Masing-masing isolat uji dalam uji ganda memiliki diameter koloni yang masih kecil (± 7,5 mm), hampir sama dengan diameter koloni R. lignosus dan belum terjadi kontak langsung antara kedua koloni. Interaksi antara kedua koloni terjadi pada empat hsi cendawan kandidat antagonis. Pada saat itu, diamater koloni kandidat antagonis sudah jauh lebih besar dari diameter koloni patogen uji. Selain terjadi penghambatan perkembangan koloni R. lignosus, beberapa koloni isolat kandidat antagonis uji sudah mampu tumbuh di atas koloni patogen uji (over growth). Hal ini menunjukkan adanya hiperparasitisme, sebelum terjadi antagonis pada koloni patogen nampak adanya zona penghambatan serta kompetisi ruang dan nutrisi oleh kandidat antagonis. Adanya zona penghambatan menunjukkan terjadi

30 19 mekanisme lisis dan atau antibiosis oleh isolat kandidat agens antagonis terhadap patogen uji. Mekanisme hiperparasit menunjukkan agens antagonis secara langsung memarasit dan mengambil makanan dari patogen uji. Mekanisme antibiosis yang dilakukan oleh agens antagonis bila agens tersebut menghasilkan suatu metabolit yang bersifat toksik bagi organisme lainnya sehingga dapat menghambat pertumbuhan dan mematikan inangnya. Mekanisme lisis adalah istilah umum untuk peristiwa penghancuran, desintregasi, disolusi, atau dekomposisi materi biologi yang dilakukan oleh enzim. Sedangkan mekanisme kompetisi merupakan persaingan tumbuh antar antagonis dan patogen uji untuk mendapatkan nutrisi dan ruang yang ketersediaannya terbatas (Cook & Baker 1983). A B C D E F G H I J K Gambar 1. Hasil uji antagonisme in vitro cendawan rhizosfer dengan cendawan R. lignosus pada satu hsi kandidat cendawan antagonis. A. Isolat A; B. isolat F; C. isolat I; D. isolat J; E. isolat K; F. isolat L; G. isolat N; H. isolat O; I. isolat S; J. isolat V; dan K. isolat W

31 20 A B C D E F G H I J K Gambar 2. Hasil uji antagonisme in vitro cendawan rhizosfer dengan cendawan R. lignosus pada tujuh hsi kandidat cendawan antagonis. A. Isolat A; B. isolat F; C. isolat I; D. isolat J; E. isolat K; F. isolat L; G. isolat N; H. isolat O; I. isolat S; J. isolat V; dan K. isolat W Identifikasi Cendawan Sepuluh isolat kandidat antagonis di antara 26 cendawan kandidat antagonis uji yang menunjukkan nilai persentase penghambatan tidak berbeda nyata dengan isolat pembanding positif T. harzianum diidentifikasi. Kesepuluh isolat tersebut diperoleh dari tanah rhizosfer karet dan kelapa sawit. Berdasarkan identifikasi dengan kunci identifikasi Barnett & Hunter (1998), Watanabe (2002), dan Doctor Fungi ( diperoleh hasil identifikasi seperti tercantum dalam tabel 3. Identifikasi dari media MEA menggunakan Doctor Fungi untuk cendawan T. harzianum terdapat kriteria sebagai berikut. Cendawan T. harzianum memiliki konidia berbentuk semi bulat hingga lonjong telur, dengan kisaran ukuran panjang konidia (2,0-)2,7-3,5(-5,0) µm dan lebar (1,8-)2,5-3,0(-4,0) µm. Konidia berdinding halus dengan pigmentasi berwarna hijau. Konidiofor dengan cabang

32 21 bagian lateral berpasangan. Fialid memiliki kisaran panjang 6,5-6,7 µm dan lebar (1,6-)2,5-3,5(-4,5) µm, sehingga kisaran rasio panjang dan lebar fialid adalah 2,1-2,2 µm, kisaran lebar bagian dasar fialid (1,0-)1,6-2,5(-3,5) µm dengan kisaran sel pendukung (1,5-2,4-3,6(5,6) µm, rasio panjang fialid dan lebar sel pendukung adalah (1,0-)1,5-3,0(-9,5) µm, rasio lebar dasar dengan lebar sel pendukung adalah (0,3-)(0,5-0,9(-1,6) µm. Klamidospora berbentuk bulat kebulatan. Askospora berbentuk dimorfik berwarna hijau dengan kisaran panjang (3,0-)4,3-4,4(-5,6) µm dan lebar (2,8-)3,9-4,0(-5,2) µm. Kriteria cendawan Gliocladium virens dari identifikasi Doctor Fungi pada media MEA adalah cendawan memiliki konidia yang berdinding halus, berbentuk lonjong atau kebulatan dengan pigmentasi berwarna hijau. Kisaran panjang konidia (3,6-)4,5-4,7(-5,8) µm dan lebar (3,0-)3,9-4,0(-4,8) µm, sehingga kisaran rasio dari panjang dan lebar tersebut (0,9-)1,1-1,2(-1,5) µm. Konidiofor memiliki kisaran panjang (10,0)-40,6-63,5(-150,0) µm dan lebar (3,0-)4,9-5,3(-6,9) µm. Fialid memiliki kisaran panjang (5,6-)8,8-9,2(-14,3) µm dan lebar (1,4-)2,3-2,4(-3,4) µm, sehingga rasio panjang dan lebar berkisar (1,5-)2,2-2,3(-3,4) µm, dengan lebar sel pendukung (2,2-)4,0-4,3(-5,2) µm. Klamidospora berbentuk kebulatan atau lonjong dengan panjang (5,8-)8,6-9,8(-16,2) µm. Askospora berwarna hijau tua dengan bentuk dimorfik. Kisaran panjang askospora adalah (4,0-)5,0-5,5(-6,5) µm dan lebar (4,0-)5,0-5,5(-6,5) µm, serta panjang proximal (4,0-)5,0-5,5(-6,5) µm dengan lebar proximal (4,5-)5,0-5,5 µm. Morfologi cendawan Penicillium resticulosum pada Watanabe (2002) adalah konidiofor hialin dan tegak lurus dengan panjang µm. Percabangan terdapat pada bagian ujung dengan kisaran panjang cabang primer 10-12,8 µm dan lebar 2,5-2,8 µm. Fialid berukuran panjang 10-12,5 µm dan lebar 2,5 µm. konidia hialin, berbentuk kebulatan dengan diamater 2,1-2,8 µm. Berdasarkan kriteria-kriteria tersebut, hasil identifikasi untuk sepuluh isolat yang memiliki nilai persen penghambatan yang tinggi terhadap patogen R. lignosus diperoleh tiga jenis cendawan yang berbeda yaitu tiga isolat (isolat L, S, dan V) yang berasal dari tanah rhizosfer karet dan kelapa sawit merupakan

33 22 cendawan Trichoderma harzianum, enam isolat (isolat F, I, J, K, N, dan W) yang berasal dari tanah rhizosfer karet dan kelapa sawit merupakan cendawan Gliocladium virens, serta satu isolat (isolat O) yang berasal dari rhizosfer karet merupakan cendawan Penicillium resticulosum. A B C D E Gambar 3. Trichoderma harzianum hasil identifikasi isolat L, S, dan V. A. konidiofor dan percabangan pada media MEA; B. konidia pada media MEA; C. fialid pada media PDA; D. konidiofor dan percabangan pada media PDA; E. konidiofor dan konidium pada media PDA Trichoderma spp. mempunyai konidia yang berdinding halus dan berbentuk semi bulat hingga oval pendek, koloni mula-mula berwarna hialin, lalu menjadi putih kehijauan, dan selanjutnya hijau tua terutama pada bagian yang menunjukkan banyak terdapat konidia. Konidiofor dapat bercabang menyerupai piramida yaitu pada bagian bawah cabang lateral yang berulang-ulang, sedangkan semakin ke ujung percabangan menjadi bertambah pendek. Fialid tampak langsing dan panjang terutama pada apeks dari cabang (Domsch et al. 1993).

34 23 A B C D E F G Gambar 4. Gliocladium virens hasil identifikasi F, I, J, K, N, dan W. A. konidia pada media MEA; B. percabangan pada media MEA; C. D. E. F. G. konidiofor pada media PDA Gliocladium sp. mempunyai konidifor tegak, muncul dari substrat atau dari hifa, bersepta bening dan tidak berwarna, bercabang pada ujungnya, mempunyai bentuk peniculate dan kepalanya menghasilkan spora licin, sel spora genus fialid dan kadang-kadang berbentuk botol, konvek pada satu sisi fialosporanya berwarna kuning (Barnett and Hunter 1998). A B C D Gambar 5. Penicillium resticulosum hasil identifikasi isolat O. A. B. C. D. konidiofor dan konidia Penicillium sp. tergolong dalam kelas Deuteromycetes yang tidak memiliki spora seksual, ordo Monilliales dengan konidiofor keluar bebas dari miselia, famili Monililliaceae dengan miselia tidak berwarna atau berwarna cerah. Penicilium sp. biasanya bersepta, badan buah berbentuk seperti sapu yang diikuti

35 24 sterigma dan konidia yang tersusun seperti rantai. Konidia pada hampir semua spesies saat masih muda berwarna hijau kemudian berubah menjadi kecoklatan (Domsch et al. 1993). Tabel 3 Hasil identifikasi cendawan Isolat Fase Pertumbuhan Tahun Tanam Jenis tanaman Hasil Identifikasi F TBM 2005 karet G. virens I TBM 2007 karet G. virens J TBM 2008 karet G. virens K TM 1987 karet G. virens L TM 1989 karet T. harzianum N TM 1989 karet G. virens O TM 1991 karet P. resticulosum S TBM 2006 (b) kelapa sawit T. harzianum V TBM 2006 (c) kelapa sawit T. harzianum W TBM 2006 (c) kelapa sawit G. virens Beberapa penelitian menunjukkan bahwa cendawan T. harzianum dan G. virens merupakan cendawan antagonis utama yang digunakan dalam pengendalian penyakit pada berbagai tanaman. Agens antagonis tersebut nyata dapat menekan pertumbuhan patogen dengan mekanisme hiperparasitisme, lisis, dan toksisitas, serta persaingan ruang dan hara (Retnosari 2011). Trichoderma spp. mempunyai daya antagonistik yang tinggi dan dapat mengeluarkan toksik, sehingga dapat menghambat bahkan mematikan cendawan lain dan beberapa isolat Trichoderma spp. mampu tumbuh di atas isolat jamur akar putih (Widyastuti et al. 1999). Cendawan T. harzianum merupakan cendawan antagonis utama yang digunakan dalam pengendalian berbagai penyakit pada berbagai tanaman (Monte & Llobell 2003; Ha 2010). Gliocladium sp. merupakan salah satu agens biokontrol, terutama untuk patogen-patogen tular tanah dari berbagai tanaman, seperti kedelai, tomat, jagung, kacang tanah, cabai, kelapa sawit, dan panili (Sinaga 1993). G. virens berpotensi

36 25 untuk melakukan mycoparasite dan merupakan agens yang efektif untuk banyak patogen tular tanah, seperti Rhizoctonia solani, Sclerotinia sclerotiorum, Sclerotium rolfsii, Pythium ultimum. Mekanisme biokontrol yang dilakukan adalah parasit, antibiosis, kompetisi, dan lisis. Strains G. virens berpotensi untuk memproduksi beberapa tipe metabolit antifungi (Jash et al. 2006). Cendawan Penicillium sp. akan memproduksi mikotoksin jika menemukan kondisi yang optimum bagi pertumbuhannya (Miftakhurohmah & Noveriza 2009). Penicillium resticulosum dapat memproduksi zat antibakteri yang dapat menekan pertumbuhan Staphylococcus aureus (Birkinshaw et al. 1942).

37 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Dari rhizosfer di areal karet dan kelapa sawit diperoleh 26 isolat kandidat antagonis, 10 isolat diantaranya (isolat F, I, J, K, L, N, O, S, V, dan W) memiliki kemampuan antagonisme in vitro yang tinggi terhadap patogen R. lignosus. Hasil identifikasi menunjukkan isolat L, S, dan V adalah Trichoderma harzianum, dan isolat F, I, J, K, N, dan W adalah Gliocladium virens, sedangkan isolat O adalah Penicillium resticulosum. Mekanisme antagonis yang dilakukan oleh T. harzianum dan G. virens adalah hiperparasit, antibiosis, lisis, dan kompetisi ruang. Sedangkan mekanisme antagonis yang dilakukan oleh P. resticulosum adalah kompetisi ruang. Saran Perlu dilakukan penelitian lanjut untuk mengidentifikasi ketiga isolat agens antagonis yang diperoleh dari tanah rhizosfer karet dan kelapa sawit terhadap patogen R. lignosus secara molekuler dan mengevaluasi keefektifan pengendalian hayati ketiga isolat tersebut pada tanaman karet dengan skala rumah kasa dan lapangan.

38 DAFTAR PUSTAKA Agrios GN Plant Pathology. Ed ke-5. London: Elsevier Academic Press. Amin F, Razdan VK, Mohiddin FA, Bhat KA, Banday S Potential of Trichoderma species as biocontrol agents of soil borne fungal propagules. J Phytol 2(10): Anwar C Budidaya karet. Medan: Pusat Penelitian Karet. Barnett HL, Hunter BB Ilustrated Genera of Imperfect Fungi. Ed ke-4. Minnesota: APS Press. Birkinshaw JH, Raistrick H, Smith G Fumaryl-dl-alanine (Fumaromonodl-alanide), a metabolic product of Penicillium resticulosum sp. nov. Di dalam: Studies in the Biochemistry of Micro-organisms 7: [BPS] Badan Pusat Statistik Luas tanaman perkebunan besar menurut jenis tanaman. diakses tanggal 17 Juni [BPS] Badan Pusat Statistik Produksi perkebunan besar menurut jenis tanaman. diakses tanggal 17 Juni Cook RJ, Baker KF The Nature and Practice of Biological Control of Plant Patogen. USA: The American Phytopathological Society. [Deptan] Departemen Pertanian Kebijakan pengembangan agribisnis karet. diakses tanggal 17 Juni [Ditjenbun] Direktorat Jenderal Perkebunan, Departemen Pertanian Rekomendasi klon karet unggul periode diakses tanggal 17 Juni Domsch KH, Gams W, Anderson TH Compendium of Soil Fungi. IHW- Verlag. Farid AM, Lee SS, Maziah Z, Rosli H, Norwati M Root rot in tree species other than Acacia. Di dalam: Potter et al., editor. Heart rot and root rot in tropical Acacia plantations. Proceedings of a Workshop Held; Yogyakarta, 7-9 February Canberra: ACIAR Proceedings. 124:hlm Ha TN Using Trichoderma species for biological control of plant pathogens in Vietnam. ISSAAS 16(1): Harman GE Myths and dogmas of biocontrol changes in perception derived from research on Trichoderma harzianum. Plant Dis 84(4): Holliday P Pioneer of root disease control in Hevea rubber. Mycologist 10(2): Ilahang, Budi, Wibawa G, Joshi L Status dan pengendalian penyakit jamur akar putih pada sistem wanatani berbasis karet unggul di Kalimantan Barat. Lokakarya Nasional Jamur Akar Putih; Pontianak, 30 November Hlm 1-11.

39 28 Jash S, Khalko S, Bose S, Roy M, Pan S Morphological and physiological characterization of some mutant isolates of Gliocladium virens, a potential mycoparasite of sclerotial plant pathogens. Indian J Agric Res 40(2): Mattjik AA, Sumertajaya M Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab. Bogor: Institut Pertanian Bogor Press. Miftakhurohmah, Noveriza R Deteksi cendawan kontaminan pada sisa benih jahe merah dan jahe putih kecil. Bul. Littro. 20(2): Monte E, Llobell A Trichoderma in organic agriculture. Proceedings V World Avocado Congress. Hlm Paulitz TC, Linderman RG Lack of antagonism beetwen the biocontrol agent Gliocladium virens and vesicular arbuscular mycorrhizal fungi. New Phytol (117): Pawirosoemardjo S Manajemen pengendalian penyakit penting dalam upaya mengamankan target produksi karet nasional tahun Di dalam: Situmorang et al., editor. Strategi Pengelolaan Penyakit Tanaman Karet untuk Mempertahankan Potensi Produksi Mendukung Industri Perkaretan Indonesia Tahun Prosiding Pertemuan Teknis; Palembang, 6-7 Oktober Palembang: Pusat Penelitian Karet. hlm Prasetyo J, Aeny TN, Suharjo R The corellation between white rot (Rigidoporus lignosus L.) incidence and soil characters of rubber ecosystem in Penumangan Baru, Lampung. HPT Tropika 9(2): Retnosari E Identifikasi penyebab busuk pangkal batang Jeruk (citrus spp.) serta uji antagonisme in vitro dengan Trichoderma harzianum dan Gliocladium virens [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Semangun H Penyakit-Penyakit Tanaman Perkebunan di Indonesia. Ed ke-4. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Sinaga MS Prospek Gliocladium sebagai agen biokontrol patogen tular tanah. Agrotek 1(2):4-7. Sinaga MS Strategi pengelolaan penyakit penting tanaman karet di Indonesia pada masa mendatang. Di dalam: Situmorang et al., editor. Strategi Pengelolaan Penyakit Tanaman Karet untuk Mempertahankan Potensi Produksi Mendukung Industri Perkaretan Indonesia Tahun Prosiding Pertemuan Teknis; Palembang, 6-7 Oktober Palembang: Pusat Penelitian Karet. hlm Sinaga MS Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Tumbuhan. Ed ke-2. Jakarta: Penebar Swadaya. Situmorang A, Budiman A Penyakit Tanaman Karet dan Pengendaliannya. Palembang: Pusat Penelitian Karet, Balai Penelitian Sembawa. Situmorang A, Suryaningtyas H, Pawirosoemardjo S Current status of white root disease (R. microporus) and the disease control management in

40 29 rubber plantation of Indonesia. Di dalam: Pawirosoemardjo et al., editor. Proceedings International Workshop on White Root Disease of Hevea Rubber; Salatiga, November Salatiga, Indonesian Rubber Research Institute. Hlm Situmorang A Status dan manajemen pengendalian penyakit akar putih di perkebunan karet. Di dalam: Situmorang et al., editor. Strategi Pengelolaan Penyakit Tanaman Karet untuk Mempertahankan Potensi Produksi Mendukung Industri Perkaretan Indonesia Tahun Prosiding Pertemuan Teknis; Palembang, 6-7 Oktober Palembang: Pusat Penelitian Karet. hlm Soesanto L Pengantar Pengendalian Hayati Penyakit Tanaman. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Susanto A Kajian pengendalian hayati Ganoderma boninense Pat. penyebab penyakit busuk pangkal batang kelapa sawit [disertasi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Watanabe T Pictorial Atlas of Soil and Seed Fungi. Ed ke-2. Florida: CSC Press. Widyastuti SM, Sumardi, Harjono Potensi antagonistik tiga Trichoderma spp. terhadap delapan penyakit akar tanaman kehutanan. Buletin Kehutanan 41:2-10. Widyastuti SM, Sumardi, Hidayati N Kemampuan Trichoderma spp. untuk pengendalian hayati jamur akar putih pada Acacia mangium secara in vitro. Buletin Kehutanan 36: Widyastuti SM The biological control of Ganoderma root rot by Trichoderma. Di dalam: Potter et al., editor. Heart rot and root rot in tropical Acacia plantations. Proceedings of a Workshop Held; Yogyakarta, 7 9 February Canberra: ACIAR Proceedings. 124: hlm

41 LAMPIRAN

42 31 Lampiran 1 Isolat hasil eksplorasi dari tanah rhizosfer karet dan kelapa sawit A B C D E F G H I J K L M N O P Q R S T U V W X Y Z AA Keterangan : Koloni isolat Trichoderma harzianum (A), koloni isolat hasil eksplorasi cendawan rhizosfer (B AA).

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Eksplorasi Cendawan Rhizosfer Hasil eksplorasi cendawan yang dilakukan pada tanah rhizosfer yang berasal dari areal tanaman karet di PT Perkebunan Nusantara VIII, Jalupang, Subang,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Karet. Budidaya Karet

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Karet. Budidaya Karet TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Karet Budidaya Karet Pembangunan kebun karet diperlukan manajemen dan teknologi budidaya tanaman karet yang memperhatikan syarat tumbuh tanaman karet, klon klon karet rekomendasi,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan Penelitian Metode Penelitian Isolasi dan Identifikasi Cendawan Patogen

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan Penelitian Metode Penelitian Isolasi dan Identifikasi Cendawan Patogen 14 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Percobaan dilaksanakan dari bulan Maret sampai bulan Juli 2012 di Laboratorium Mikologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Agrios (1996) taksonomi penyakit busuk pangkal batang

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Agrios (1996) taksonomi penyakit busuk pangkal batang TINJAUAN PUSTAKA Biologi Jamur Busuk Pangkal Batang Menurut Agrios (1996) taksonomi penyakit busuk pangkal batang (Ganoderma spp.) adalah sebagai berikut: Kingdom Phylum Class Subclass Order Family Genus

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Alexopoulus dan Mims (1979), klasifikasi jamur C. cassiicola. : Corynespora cassiicola (Berk. & Curt.) Wei.

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Alexopoulus dan Mims (1979), klasifikasi jamur C. cassiicola. : Corynespora cassiicola (Berk. & Curt.) Wei. 19 TINJAUAN PUSTAKA Biologi Penyakit Menurut Alexopoulus dan Mims (1979), klasifikasi jamur C. cassiicola adalah sebagai berikut : Divisio Sub Divisio Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Eumycophyta : Eumycotina

Lebih terperinci

SEBARAN PENYAKIT AKAR PUTIH BEBERAPA CENDAWAN ANTAGONIS. Oleh A

SEBARAN PENYAKIT AKAR PUTIH BEBERAPA CENDAWAN ANTAGONIS. Oleh A SEBARAN PENYAKIT AKAR PUTIH (Rigidoporus microporus (~watz) Van Ov.) PADA TANAMAN TEH (Cnmellin sinensis (L.) 0. Kuntze) DI LAPANG DAN EKSPLORASI BEBERAPA CENDAWAN ANTAGONIS Oleh ANNA ENDRI EIASTUTI -

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit layu fusarium yang disebabkan oleh jamur patogen Fusarium sp.

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit layu fusarium yang disebabkan oleh jamur patogen Fusarium sp. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Penyakit layu fusarium yang disebabkan oleh jamur patogen Fusarium sp. merupakan salah satu penyakit yang sering menyerang tanaman pertanian termasuk tanaman

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Isolasi Cendawan Rizosfer

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Isolasi Cendawan Rizosfer 10 HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Lokasi pengambilan sampel berada di dua tempat yang berbeda : lokasi pertama, Kabupaten Bogor. Kabupaten Bogor memiliki ketinggian + 400 m dpl (diatas permukaan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kitin dan Bakteri Kitinolitik Kitin adalah polimer kedua terbanyak di alam setelah selulosa. Kitin merupakan komponen penyusun tubuh serangga, udang, kepiting, cumi-cumi, dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. memilih bahan pangan yang aman bagi kesehatan dan ramah lingkungan. Gaya

I. PENDAHULUAN. memilih bahan pangan yang aman bagi kesehatan dan ramah lingkungan. Gaya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Memasuki abad 21, masyarakat dunia mulai sadar akan bahaya yang ditimbulkan oleh pemakaian bahan kimia sintetis dalam pertanian. Orang semakin arif dalam memilih bahan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun klasifikasi Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc. menurut. : Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc.

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun klasifikasi Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc. menurut. : Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc. TINJAUAN PUSTAKA Biologi Penyakit Adapun klasifikasi Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc. menurut Dwidjoseputro (1978) sebagai berikut : Divisio Subdivisio Kelas Ordo Family Genus Spesies : Mycota

Lebih terperinci

WASPADA PENYAKIT Rhizoctonia!!

WASPADA PENYAKIT Rhizoctonia!! WASPADA PENYAKIT Rhizoctonia!! I. Latar Belakang Luas areal kebun kopi di Indonesia sekarang, lebih kurang 1,3 juta ha, sedangkan produksi kopi Indonesia sekarang, lebih kurang 740.000 ton dengan produksi

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO

PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO Jalan Raya Dringu Nomor 81 Telp. (0335) 420517 Fax. (4238210) PROBOLINGGO 67271 POTENSI JAMUR ANTAGONIS Trichoderma spp PENGENDALI HAYATI PENYAKIT LANAS DI PEMBIBITAN TEMBAKAU

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Pembiakan P. fluorescens dari Kultur Penyimpanan

BAHAN DAN METODE. Pembiakan P. fluorescens dari Kultur Penyimpanan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor mulai bulan Februari

Lebih terperinci

JAP PADA TANAMAN KARET

JAP PADA TANAMAN KARET JAP PADA TANAMAN KARET Tanaman Karet Karet (Hevea brasiliensis) berasal dari Brazilia, Amerika Selatan, mulai dibudidayakan di Sumatera Utara pada tahun 1903 dan di Jawa tahun 1906. Tanaman karet dilihat

Lebih terperinci

PERKEMBANGANJamur Akar Putih (Rigidoporus lignosus) TANAMAN KARET TRIWULAN IV 2014 di WILAYAH KERJA BBPPTP SURABAYA Oleh : Endang Hidayanti, SP

PERKEMBANGANJamur Akar Putih (Rigidoporus lignosus) TANAMAN KARET TRIWULAN IV 2014 di WILAYAH KERJA BBPPTP SURABAYA Oleh : Endang Hidayanti, SP PERKEMBANGANJamur Akar Putih (Rigidoporus lignosus) TANAMAN KARET TRIWULAN IV 2014 di WILAYAH KERJA BBPPTP SURABAYA Oleh : Endang Hidayanti, SP GAMBARAN UMUM Tanamankaret(Haveabrasiliensis) merupakan salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. B. Tujuan Penulisan

BAB I PENDAHULUAN. B. Tujuan Penulisan BAB I PENDAHULUAN Peningkatan produksi karet yang optimal harus dimulai dengan pemilihan klon yang unggul, penggunaan bibit yang berkualitas sebagai batang bawah dan batang atas serta pemeliharaan yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Penyakit oleh B. theobromae Penyakit yang disebabkan oleh B. theobromae pada lima tanaman inang menunjukkan gejala yang beragam dan bagian yang terinfeksi berbeda-beda (Gambar

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi penyakit busuk pangkal batang (Ganodermaspp.) Spesies : Ganoderma spp. (Alexopolus and Mims, 1996).

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi penyakit busuk pangkal batang (Ganodermaspp.) Spesies : Ganoderma spp. (Alexopolus and Mims, 1996). 5 TINJAUAN PUSTAKA Biologi penyakit busuk pangkal batang (Ganodermaspp.) Kingdom Divisio Class Ordo Famili Genus : Myceteae : Eumycophyta : Basidiomycetes : Aphyllophorales : Ganodermataceae : Ganoderma

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Alexopoulus dan Mims (1979), jamur Ceratocystis fimbriata

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Alexopoulus dan Mims (1979), jamur Ceratocystis fimbriata 4 TINJAUAN PUSTAKA Biologi Ceratocystis fimbriata. Menurut Alexopoulus dan Mims (1979), jamur Ceratocystis fimbriata dapat diklasifikasikan sebagai berikut, Kingdom : Myceteae, Divisi : Amastigomycota,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Belanda, karet telah dijadikan sebagai komoditas unggulan bersama tebu, kopi, teh,

TINJAUAN PUSTAKA. Belanda, karet telah dijadikan sebagai komoditas unggulan bersama tebu, kopi, teh, II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perkembangan Perkebunan Karet di Indonesia. Pembangunan perkebunan di Indonesia dikembangkan oleh pemerintah kolonial Belanda, karet telah dijadikan sebagai komoditas unggulan bersama

Lebih terperinci

PENGENDALIAN LAYU FUSARIUM PADA TANAMAN PISANG (Musa paradisiaca L.) SECARA KULTUR TEKNIS DAN HAYATI MIFTAHUL HUDA

PENGENDALIAN LAYU FUSARIUM PADA TANAMAN PISANG (Musa paradisiaca L.) SECARA KULTUR TEKNIS DAN HAYATI MIFTAHUL HUDA PENGENDALIAN LAYU FUSARIUM PADA TANAMAN PISANG (Musa paradisiaca L.) SECARA KULTUR TEKNIS DAN HAYATI MIFTAHUL HUDA DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 ABSTRAK MIFTAHUL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Colletotrichum capsici dan Fusarium oxysporum merupakan fungi

BAB I PENDAHULUAN. Colletotrichum capsici dan Fusarium oxysporum merupakan fungi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Colletotrichum capsici dan Fusarium oxysporum merupakan fungi patogen tular tanah (Yulipriyanto, 2010) penyebab penyakit pada beberapa tanaman family Solanaceae

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman tembakau dalam sistem klasifikasi tanaman masuk dalam famili

I. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman tembakau dalam sistem klasifikasi tanaman masuk dalam famili I. TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Tanaman Tembakau 1.1.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman tembakau dalam sistem klasifikasi tanaman masuk dalam famili Solanaceae. Secara sistematis, klasifikasi tanaman tembakau

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tabel 1 Kombinasi perlakuan yang dilakukan di lapangan

BAHAN DAN METODE. Tabel 1 Kombinasi perlakuan yang dilakukan di lapangan 13 BAHAN DAN METODE Tempat dan waktu Penelitian ini dilaksanakan di Desa Ciburuy, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor serta di Laboratorium Bakteriologi, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. serius karena peranannya cukup penting dalam perekonomian nasional. Hal ini

I. PENDAHULUAN. serius karena peranannya cukup penting dalam perekonomian nasional. Hal ini 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kakao merupakan salah satu komoditi perkebunan yang mendapatkan perhatian serius karena peranannya cukup penting dalam perekonomian nasional. Hal ini terlihat

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Taksonomi Tanaman Karet Sistem klasifikasi, kedudukan tanaman karet sebagai berikut :

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Taksonomi Tanaman Karet Sistem klasifikasi, kedudukan tanaman karet sebagai berikut : BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi Tanaman Karet Sistem klasifikasi, kedudukan tanaman karet sebagai berikut : Kingdom Divisi Sub divisi Kelas Ordo Family Genus Spesies : Plantae (tumbuh-tumbuhan) :

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Peremajaan Aktinomiset dari Kultur Penyimpanan Perbanyakan Sclerotium rolfsii dari Kultur Penyimpanan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Peremajaan Aktinomiset dari Kultur Penyimpanan Perbanyakan Sclerotium rolfsii dari Kultur Penyimpanan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB) mulai Maret 2011 sampai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit antraknosa pada tanaman cabai disebabkan oleh tiga spesies cendawan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit antraknosa pada tanaman cabai disebabkan oleh tiga spesies cendawan 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Antraknosa Cabai Penyakit antraknosa pada tanaman cabai disebabkan oleh tiga spesies cendawan Colletotrichum yaitu C. acutatum, C. gloeosporioides, dan C. capsici (Direktorat

Lebih terperinci

CARA APLIKASI Trichoderma spp. UNTUK MENEKAN INFEKSI BUSUK PANGKAL BATANG (Athelia rolfsii (Curzi)) PADA BEBERAPA VARIETAS KEDELAI DI RUMAH KASSA

CARA APLIKASI Trichoderma spp. UNTUK MENEKAN INFEKSI BUSUK PANGKAL BATANG (Athelia rolfsii (Curzi)) PADA BEBERAPA VARIETAS KEDELAI DI RUMAH KASSA CARA APLIKASI Trichoderma spp. UNTUK MENEKAN INFEKSI BUSUK PANGKAL BATANG (Athelia rolfsii (Curzi)) PADA BEBERAPA VARIETAS KEDELAI DI RUMAH KASSA SKRIPSI OLEH: RAFIKA HUSNA 110301021/AGROEKOTEKNOLOGI PROGRAM

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Agrios (1996), penyakit bercak coklat sempit diklasifikasikan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Agrios (1996), penyakit bercak coklat sempit diklasifikasikan TINJAUAN PUSTAKA Patogen C. oryzae Miyake Biologi Menurut Agrios (1996), penyakit bercak coklat sempit diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Divisio Sub divisi Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Myceteae

Lebih terperinci

TINJAUAN LITERATUR. Klasifikasi jamur Corynespora cassiicola menurut Alexopolus dan Mims. : Corynespora cassiicola (Berk. & Curt.

TINJAUAN LITERATUR. Klasifikasi jamur Corynespora cassiicola menurut Alexopolus dan Mims. : Corynespora cassiicola (Berk. & Curt. TINJAUAN LITERATUR Biologi Penyakit Klasifikasi jamur Corynespora cassiicola menurut Alexopolus dan Mims (1979) adalah sebagai berikut : Divisi Sub Divisi Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Eumicophyta

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. bekas tambang, dan pohon peneduh. Beberapa kelebihan tanaman jabon

TINJAUAN PUSTAKA. bekas tambang, dan pohon peneduh. Beberapa kelebihan tanaman jabon TINJAUAN PUSTAKA Jabon (Anthocephalus cadamba) merupakan salah satu jenis tumbuhan lokal Indonesia yang berpotensi baik untuk dikembangkan dalam pembangunan hutan tanaman maupun untuk tujuan lainnya, seperti

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sebagian besar produk perkebunan utama diekspor ke negara-negara lain. Ekspor. teh dan kakao (Kementerian Pertanian, 2015).

PENDAHULUAN. Sebagian besar produk perkebunan utama diekspor ke negara-negara lain. Ekspor. teh dan kakao (Kementerian Pertanian, 2015). 12 PENDAHULUAN Latar Belakang Sub-sektor perkebunan merupakan penyumbang ekspor terbesar di sektor pertanian dengan nilai ekspor yang jauh lebih besar dibandingkan nilai impornya. Sebagian besar produk

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Fungi mikoriza arbuskular (FMA) merupakan fungi obligat, dimana untuk

TINJAUAN PUSTAKA. Fungi mikoriza arbuskular (FMA) merupakan fungi obligat, dimana untuk II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fungi Mikoriza Arbuskular Fungi mikoriza arbuskular (FMA) merupakan fungi obligat, dimana untuk kelangsungan hidupnya fungi berasosiasi dengan akar tanaman. Spora berkecambah dengan

Lebih terperinci

Tabel 1 Persentase penghambatan koloni dan filtrat isolat Streptomyces terhadap pertumbuhan S. rolfsii Isolat Streptomyces spp.

Tabel 1 Persentase penghambatan koloni dan filtrat isolat Streptomyces terhadap pertumbuhan S. rolfsii Isolat Streptomyces spp. 4 Tinggi tanaman kumulatif dikonversi menjadi LADKT (luasan area di bawah kurva perkembangan tinggi tanaman) menggunakan rumus sama seperti perhitungan LADKP. KB dihitung dengan rumus (Sutopo 2002): Perhitungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Teknologi pertanian, khususnya dalam pengendalian penyakit tanaman di

BAB I PENDAHULUAN. Teknologi pertanian, khususnya dalam pengendalian penyakit tanaman di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Teknologi pertanian, khususnya dalam pengendalian penyakit tanaman di Indonesia masih banyak mengandalkan penggunaan pestisida. Penggunaan pestisida yang tidak bijaksana

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Cabai merah adalah salah satu komoditas sayuran penting yang banyak

PENDAHULUAN. Cabai merah adalah salah satu komoditas sayuran penting yang banyak PENDAHULUAN Latar Belakang Cabai merah adalah salah satu komoditas sayuran penting yang banyak diusahakan oleh petani di dataran rendah, dalam arti luas tanam dan nilai produksinya. Luas pertanaman cabai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 : Pengamatan mikroskopis S. rolfsii Sumber :

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 : Pengamatan mikroskopis S. rolfsii Sumber : 4 TINJAUAN PUSTAKA Biologi Penyebab Penyakit Jamur penyebab penyakit rebah semai ini dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom Divisi Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Fungi : Basidiomycota : Basidiomycetes

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia dan lingkup internasional. Di Indonesia karet merupakan salah satu

I. PENDAHULUAN. Indonesia dan lingkup internasional. Di Indonesia karet merupakan salah satu I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Tanaman karet merupakan salah satu komoditas pertanian penting untuk perkebunan Indonesia dan lingkup internasional. Di Indonesia karet merupakan salah satu penghasil

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit Jamur Akar Putih (Rigidoporus lignosus Klotzsch) R. lignosus dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit Jamur Akar Putih (Rigidoporus lignosus Klotzsch) R. lignosus dapat diklasifikasikan sebagai berikut: TINJAUAN PUSTAKA Penyakit Jamur Akar Putih (Rigidoporus lignosus Klotzsch) Biologi Penyakit Menurut Alexopoulus dan Mims (1979) penyakit Jamur Akar Putih (JAP) R. lignosus dapat diklasifikasikan sebagai

Lebih terperinci

PENGARUH Trichoderma viride dan Pseudomonas fluorescens TERHADAP PERTUMBUHAN Phytophthora palmivora Butl. PADA BERBAGAI MEDIA TUMBUH.

PENGARUH Trichoderma viride dan Pseudomonas fluorescens TERHADAP PERTUMBUHAN Phytophthora palmivora Butl. PADA BERBAGAI MEDIA TUMBUH. 0 PENGARUH Trichoderma viride dan Pseudomonas fluorescens TERHADAP PERTUMBUHAN Phytophthora palmivora Butl. PADA BERBAGAI MEDIA TUMBUH (Skripsi) Oleh YANI KURNIAWATI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian Penyiapan tanaman uji

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian Penyiapan tanaman uji BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Juli 2010 Maret 2011. Penelitian dilakukan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kacang Tanah Kacang tanah berasal dari Amerika Selatan, namun saat ini telah menyebar ke seluruh dunia yang beriklim tropis atau subtropis. Cina dan India merupakan penghasil

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian Penyediaan Isolat Fusarium sp. dan Bakteri Aktivator

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian Penyediaan Isolat Fusarium sp. dan Bakteri Aktivator BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikologi, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, dan Laboratorium Mikrobiologi dan Kesehatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi Tanaman Bawang merah (Allium ascalonicum L) merupakan tanaman semusim yang membentuk rumpun, tumbuh tegak dengan tinggi mencapai 15-50 cm (Rahayu, 1999). Menurut

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Jamur Patogen Sclerotium rolfsii. inang yang sangat luas. Menurut Alexopoulus dan Mims (1979), jamur ini

TINJAUAN PUSTAKA. Jamur Patogen Sclerotium rolfsii. inang yang sangat luas. Menurut Alexopoulus dan Mims (1979), jamur ini TINJAUAN PUSTAKA Jamur Patogen Sclerotium rolfsii Sclerotium rolfsii merupakan jamur tular tanah dan mempunyai kisaran inang yang sangat luas. Menurut Alexopoulus dan Mims (1979), jamur ini termasuk Deuteromycetes,

Lebih terperinci

Trichoderma spp. ENDOFIT AMPUH SEBAGAI AGENS PENGENDALI HAYATI (APH)

Trichoderma spp. ENDOFIT AMPUH SEBAGAI AGENS PENGENDALI HAYATI (APH) Trichoderma spp. ENDOFIT AMPUH SEBAGAI AGENS PENGENDALI HAYATI (APH) I. Latar Belakang Kebijakan penggunaan pestisida tidak selamanya menguntungkan. Hasil evaluasi memperlihatkan, timbul kerugian yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Benih adalah ovule atau bakal biji yang masak yang mengandung suatu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Benih adalah ovule atau bakal biji yang masak yang mengandung suatu II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kuaiitas dan Kesehatan Benih Cabai Benih adalah ovule atau bakal biji yang masak yang mengandung suatu tanaman mini atau embrio yang biasanya terbentuk dari bersatunya sel-sel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki pasar global, persyaratan produk-produk pertanian ramah

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki pasar global, persyaratan produk-produk pertanian ramah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan ilmu pengetahuan dan penerapan teknologi budidaya tanaman yang dilakukan perlu berorientasi pada pemanfaatan sumber daya alam yang efektif penggunaannya, sehingga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kentang (Solanum tuberosum L.) adalah tanaman pangan utama keempat dunia setelah

I. PENDAHULUAN. Kentang (Solanum tuberosum L.) adalah tanaman pangan utama keempat dunia setelah 18 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kentang (Solanum tuberosum L.) adalah tanaman pangan utama keempat dunia setelah gandum, jagung dan padi. Di Indonesia kentang merupakan komoditas hortikultura yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. seluruh dunia dan tergolong spesies dengan keragaman genetis yang besar.

I. PENDAHULUAN. seluruh dunia dan tergolong spesies dengan keragaman genetis yang besar. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Jagung (Zea mays) merupakan salah satu tanaman serealia yang tumbuh hampir di seluruh dunia dan tergolong spesies dengan keragaman genetis yang besar. Jagung

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi jamur Corynespora cassiicola menurut Alexopolus dan Mims. : Corynespora cassiicola (Berk. & Curt.

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi jamur Corynespora cassiicola menurut Alexopolus dan Mims. : Corynespora cassiicola (Berk. & Curt. TINJAUAN PUSTAKA Biologi Penyakit Klasifikasi jamur Corynespora cassiicola menurut Alexopolus dan Mims (1979) adalah sebagai berikut : Divisi Sub Divisi Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Eumycophyta :

Lebih terperinci

Kompos, Mikroorganisme Fungsional dan Kesuburan Tanah

Kompos, Mikroorganisme Fungsional dan Kesuburan Tanah Kompos, Mikroorganisme Fungsional dan Kesuburan Tanah Oleh Embriani BBPPTP Surabaya Latar Belakang Mikroorganisme fungsional yang dikenal sebagai biofungisida adalah jamur Trichoderma sp. dan jamur vesikular

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Kasa Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat

BAHAN DAN METODE. Kasa Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat BAHAN DAN METODE Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan dan di Rumah Kasa Fakultas Pertanian, Medan dengan ketinggian tempat + 25 m dpl pada Bulan Mei

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penting di antara rempah-rempah lainnya (king of spices), baik ditinjau dari segi

I. PENDAHULUAN. penting di antara rempah-rempah lainnya (king of spices), baik ditinjau dari segi I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Lada (Piper nigrum L.) merupakan salah satu jenis rempah yang paling penting di antara rempah-rempah lainnya (king of spices), baik ditinjau dari segi perannya dalam menyumbangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan tanaman sayuran yang

BAB I PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan tanaman sayuran yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan tanaman sayuran yang memiliki banyak manfaat bagi kehidupan manusia. Hal tersebut menyebabkan permintaan bawang merah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. industri masakan dan industri obat-obatan atau jamu. Pada tahun 2004, produktivitas

BAB I PENDAHULUAN. industri masakan dan industri obat-obatan atau jamu. Pada tahun 2004, produktivitas 2 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Cabai (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu komoditas unggulan hortikultura Indonesia, selain digunakan untuk keperluan rumah tangga, saat ini cabai juga

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cabai Klasifikasi ilmiah cabai adalah Kingdom : Plantae Divisi : Magnolyophyta Kelas : Magnolyopsida Ordo : Solanales Famili : Solanaceae Genus : Capsicum Spesies : Capsicum

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tembakau (Nicotiana tabacum L.) merupakan jenis tanaman yang sangat dikenal

I. PENDAHULUAN. Tembakau (Nicotiana tabacum L.) merupakan jenis tanaman yang sangat dikenal I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tembakau (Nicotiana tabacum L.) merupakan jenis tanaman yang sangat dikenal di dunia termasuk juga dikalangan masyarakat Indonesia. Tembakau termasuk komoditas yang mempunyai

Lebih terperinci

PERAN AGENS ANTAGONIS DAN TEKNIK BUDIDAYA DALAM PENGENDALIAN TERPADU PENYAKIT LAYU FUSARIUM PADA PISANG LANDES BRONSON SIBARANI

PERAN AGENS ANTAGONIS DAN TEKNIK BUDIDAYA DALAM PENGENDALIAN TERPADU PENYAKIT LAYU FUSARIUM PADA PISANG LANDES BRONSON SIBARANI PERAN AGENS ANTAGONIS DAN TEKNIK BUDIDAYA DALAM PENGENDALIAN TERPADU PENYAKIT LAYU FUSARIUM PADA PISANG LANDES BRONSON SIBARANI PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi Bakteri Endofit Asal Bogor, Cipanas, dan Lembang Bakteri endofit yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari tiga tempat yang berbeda dalam satu propinsi Jawa Barat. Bogor,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. berpotensi sebagai komoditas agribisnis yang dibudidayakan hampir di seluruh

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. berpotensi sebagai komoditas agribisnis yang dibudidayakan hampir di seluruh I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pisang merupakan komoditas penunjang ketahanan pangan dan juga berpotensi sebagai komoditas agribisnis yang dibudidayakan hampir di seluruh negara beriklim tropik maupun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Penyakit busuk akar (root rot disease) telah menjadi ancaman besar Hutan

I. PENDAHULUAN. Penyakit busuk akar (root rot disease) telah menjadi ancaman besar Hutan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyakit busuk akar (root rot disease) telah menjadi ancaman besar Hutan Tanaman Industri (HTI) mangium di Indonesia (Lee, 2000; Old et al., 2000; Sankaran et

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Tanaman Cabai Budidaya Tanaman Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Tanaman Cabai Budidaya Tanaman Cabai 4 TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Tanaman Cabai Tanaman cabai (Capsicum annum L.) tergolong divisi Magnoliophyta, kelas Magnolipsida, ordo Solanales, Family Solanaceae, genus Capsicum. Beberapa spesies

Lebih terperinci

II. TELAAH PUSTAKA. bio.unsoed.ac.id

II. TELAAH PUSTAKA. bio.unsoed.ac.id II. TELAAH PUSTAKA Koloni Trichoderma spp. pada medium Malt Extract Agar (MEA) berwarna putih, kuning, hijau muda, dan hijau tua. Trichoderma spp. merupakan kapang Deutromycetes yang tersusun atas banyak

Lebih terperinci

Created by. Lisa Marianah (Widyaiswara Pertama, BPP Jambi) PEMBUATAN PUPUK BOKASHI MENGGUNAKAN JAMUR Trichoderma sp. SEBAGAI DEKOMPOSER

Created by. Lisa Marianah (Widyaiswara Pertama, BPP Jambi) PEMBUATAN PUPUK BOKASHI MENGGUNAKAN JAMUR Trichoderma sp. SEBAGAI DEKOMPOSER PEMBUATAN PUPUK BOKASHI MENGGUNAKAN JAMUR Trichoderma sp. SEBAGAI DEKOMPOSER A. Latar Belakang Pupuk merupakan bahan tambahan yang diberikan ke tanah untuk tujuan memperkaya atau meningkatkan kondisi kesuburan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Dwidjoseputro (1978), Cylindrocladium sp. masuk ke dalam

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Dwidjoseputro (1978), Cylindrocladium sp. masuk ke dalam TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Cylindrocladium sp. Menurut Dwidjoseputro (1978), Cylindrocladium sp. masuk ke dalam subdivisi Eumycotina, kelas Deuteromycetes (fungi imperfect/fungi tidak sempurna), Ordo Moniliales,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman lada (Piper nigrum L.) adalah tanaman perkebunan yang bernilai ekonomi

I. PENDAHULUAN. Tanaman lada (Piper nigrum L.) adalah tanaman perkebunan yang bernilai ekonomi 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman lada (Piper nigrum L.) adalah tanaman perkebunan yang bernilai ekonomi tinggi. Tanaman ini dapat mulai berbuah pada umur 2-3 tahun. Di Lampung, komoditas

Lebih terperinci

HASIL. Pengaruh Seduhan Kompos terhadap Pertumbuhan Koloni S. rolfsii secara In Vitro A B C

HASIL. Pengaruh Seduhan Kompos terhadap Pertumbuhan Koloni S. rolfsii secara In Vitro A B C HASIL Pengaruh Seduhan Kompos terhadap Pertumbuhan Koloni S. rolfsii secara In Vitro Pertumbuhan Koloni S. rolfsii dengan Inokulum Sklerotia Pada 5 HSI diameter koloni cendawan pada semua perlakuan seduhan

Lebih terperinci

JAMUR AKAR PUTIH (JAP) PADA KOMODITI CENGKEH TRIWULAN II DI WILAYAH KERJA BBPPTP SURABAYA. Effendi Wibowo, SP dan Yudi Yulianto, SP

JAMUR AKAR PUTIH (JAP) PADA KOMODITI CENGKEH TRIWULAN II DI WILAYAH KERJA BBPPTP SURABAYA. Effendi Wibowo, SP dan Yudi Yulianto, SP JAMUR AKAR PUTIH (JAP) PADA KOMODITI CENGKEH TRIWULAN II DI WILAYAH KERJA BBPPTP SURABAYA Effendi Wibowo, SP dan Yudi Yulianto, SP Tanaman yang diserang penyakit jamur akar putih mula-mula daunnya tampak

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Magniliophyta, subdivisi: Angiospermae, kelas: Liliopsida, ordo: Asparagales, famili:

II. TINJAUAN PUSTAKA. Magniliophyta, subdivisi: Angiospermae, kelas: Liliopsida, ordo: Asparagales, famili: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanaman Anggrek Dendrobium Tanaman anggrek dikiasifikasikan ke dalam kingdom: Plantae, divisi: Magniliophyta, subdivisi: Angiospermae, kelas: Liliopsida, ordo: Asparagales, famili:

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Dalam rangka memenuhi permintaan dalam negeri dan meningkatkan devisa negara dari sektor non migas, pemerintah telah menempuh beberapa upaya diantaranya pengembangan komoditas

Lebih terperinci

PERAN DAUN CENGKEH TERHADAP PENGENDALIAN LAYU FUSARIUM PADA TANAMAN TOMAT

PERAN DAUN CENGKEH TERHADAP PENGENDALIAN LAYU FUSARIUM PADA TANAMAN TOMAT ISSN 1411939 PERAN DAUN CENGKEH TERHADAP PENGENDALIAN LAYU FUSARIUM PADA TANAMAN TOMAT Trias Novita Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Jambi Kampus Pinang Masak, Mendalo Darat, Jambi

Lebih terperinci

Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran, Indonesia ABSTRACT

Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran, Indonesia ABSTRACT Pemanfaatan kompos sampah plus Trichoderma harzianum sebagai media tanam dan agen pengendali penyakit rebah kecambah (Rhizoctonia oryzae) pada tanaman padi Hersanti/hersanti@plasa.com Jurusan Hama dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. fenotipik (morfologi) mempunyai morfologi basidiokarp yang beragam.

TINJAUAN PUSTAKA. fenotipik (morfologi) mempunyai morfologi basidiokarp yang beragam. TINJAUAN PUSTAKA Biologi Jamur Busuk Pangkal Batang (G. boninense Pat.) Menurut Agrios (1996) taksonomi penyakit busuk pangkal batang (G. boninense ) adalah sebagai berikut: Kingdom Phylum Class Subclass

Lebih terperinci

*

* Identifikasi Cendawan Mikroskopis yang Berasosiasi dengan Penyakit Busuk Pangkal Batang Tanaman Lada (Piper nigrum L.) di Desa Batuah Kecamatan Loa Janan Kutai Kartanegara Ayu Laila Dewi 1,*, Linda Oktavianingsih

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Stadium ini ditemukan pada daun daun tua yang sedang membusuk. Jamur ini

TINJAUAN PUSTAKA. Stadium ini ditemukan pada daun daun tua yang sedang membusuk. Jamur ini TINJAUAN PUSTAKA Biologi Penyakit Penyakit gugur daun yang menyerang tanaman karet disebabkan oleh Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc. Stadium sempurna (Perfect stage) dari jamur ini adalah Glomerella

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Mikoriza merupakan fungi akar yang memiliki peran dan manfaat yang penting

I. PENDAHULUAN. Mikoriza merupakan fungi akar yang memiliki peran dan manfaat yang penting I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Mikoriza merupakan fungi akar yang memiliki peran dan manfaat yang penting dalam dunia pertanian, karena mikoriza memiliki kemampuan menunjang pertumbuhan

Lebih terperinci

TINJAUAN LITERATUR. Klasifikasi penyakit C. gloeosporioides (Penz.) Sacc menurut

TINJAUAN LITERATUR. Klasifikasi penyakit C. gloeosporioides (Penz.) Sacc menurut TINJAUAN LITERATUR Biologi penyakit Klasifikasi penyakit C. gloeosporioides (Penz.) Sacc menurut Dwidjoseputro (1978) sebagai berikut: Divisio Sub divisi Kelas Ordo Family Genus Species : Mycota : Eumycotyna

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT PADA BUDIDAYA CABAI MERAH

IDENTIFIKASI DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT PADA BUDIDAYA CABAI MERAH IDENTIFIKASI DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT PADA BUDIDAYA CABAI MERAH Nurbaiti Pendahuluan Produktifitas cabai di Aceh masih rendah 10.3 ton/ha (BPS, 2014) apabila dibandingkan dengan potensi produksi yang

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu 15 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di laboratorium dan rumah kaca Hama dan Penyakit dan rumah kaca Balai penelitian Tanaman Obat dan Aromatik (BALITTRO), Bogor; pada bulan Oktober

Lebih terperinci

BAB IV. EKOLOGI PENYAKIT TUMBUHAN PENDAHULUAN

BAB IV. EKOLOGI PENYAKIT TUMBUHAN PENDAHULUAN BAB IV. EKOLOGI PENYAKIT TUMBUHAN PENDAHULUAN Materi ini menguraikan tentang pengaruh lingkungan terhadap perkembangan penyakit tumbuhan. Patogen penyebab penyakit tumbuhan merupakan jasad yang berukuran

Lebih terperinci

Analisis Sidik Ragam Jumlah Sklerotium S. rolfsii Pada Perlakuan Jenis Ekstrak Pupuk Kandang dan Lama Perendaman umur 1, 2, 3 dan 4 hsi

Analisis Sidik Ragam Jumlah Sklerotium S. rolfsii Pada Perlakuan Jenis Ekstrak Pupuk Kandang dan Lama Perendaman umur 1, 2, 3 dan 4 hsi Lampiran 1. Analisis Sidik Ragam Jumlah Sklerotium S. rolfsii Pada Perlakuan Jenis Ekstrak Pupuk Kandang dan Lama Perendaman umur 1, 2, 3 dan 4 hsi SK db F hit 1 hsi 2 hsi 3 hsi 4 hsi Efek K 2 8.60** 19.30**

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Kehutanan dan di Laboratorium Hama dan Penyakit Tanaman Program Studi

METODE PENELITIAN. Kehutanan dan di Laboratorium Hama dan Penyakit Tanaman Program Studi 23 METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Bioteknologi Program Studi Kehutanan dan di Laboratorium Hama dan Penyakit Tanaman Program Studi Agroekoteknologi,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. yang cukup penting di Indonesia, yaitu sebagai sumber protein nabati.

PENDAHULUAN. Latar Belakang. yang cukup penting di Indonesia, yaitu sebagai sumber protein nabati. PENDAHULUAN Latar Belakang Kacang tanah (Arachis hypogaea L) merupakan salah satu sumber pangan yang cukup penting di Indonesia, yaitu sebagai sumber protein nabati. Berdasarkan luas pertanaman, kacang

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Tanaman, serta Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, Universitas

III. BAHAN DAN METODE. Tanaman, serta Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, Universitas 13 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Hama dan Penyakit Bidang Proteksi Tanaman, serta Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, Universitas

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Jahe (Zingiber officinale Rosc) sebagai salah satu tanaman temu-temuan

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Jahe (Zingiber officinale Rosc) sebagai salah satu tanaman temu-temuan PENDAHULUAN Latar Belakang Jahe (Zingiber officinale Rosc) sebagai salah satu tanaman temu-temuan banyak digunakan sebagai bumbu, bahan obat tradisional, manisan, atau minuman penyegar, dan sebagai bahan

Lebih terperinci

Potensi Agen Hayati dalam Menghambat Pertumbuhan Phytium sp. secara In Vitro

Potensi Agen Hayati dalam Menghambat Pertumbuhan Phytium sp. secara In Vitro Potensi Agen Hayati dalam Menghambat Pertumbuhan Phytium sp. secara In Vitro Liza Octriana Balai Penelitian Tanaman Buah Tropika, Jl. Raya Solok Aripan Km. 8 PO Box 5, Solok 27301 Telp. (0755) 20137; Faks.

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA PENELITIAN

LAPORAN AKHIR PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA PENELITIAN LAPORAN AKHIR PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA PENELITIAN PEMANFAATAN BAKTERI KITINOLITIK DALAM PENGENDALIAN PENYAKIT ANTRAKNOSA (Colletotrichum gloeosporioides) SEBAGAI PENYAKIT PENTING PASCAPANEN PADA BUAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia, termasuk ke dalam jenis tanaman polong-polongan. Saat ini tanaman

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia, termasuk ke dalam jenis tanaman polong-polongan. Saat ini tanaman BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai (Glycine max (L.) Merill.), merupakan salah satu sumber protein penting di Indonesia, termasuk ke dalam jenis tanaman polong-polongan. Saat ini tanaman kedelai

Lebih terperinci

UJI ANTAGONIS JAMUR TRICHODERMA, VERTICILLIUM DAN TORULOMYCES TERHADAP Ganoderma boninense Pat. SECARA IN VITRO

UJI ANTAGONIS JAMUR TRICHODERMA, VERTICILLIUM DAN TORULOMYCES TERHADAP Ganoderma boninense Pat. SECARA IN VITRO UJI ANTAGONIS JAMUR TRICHODERMA, VERTICILLIUM DAN TORULOMYCES TERHADAP Ganoderma boninense Pat. SECARA IN VITRO ANTAGONISTIC ASSESSMENT OF TRICHODERMA, VERTICILLIUM AND TORULOMYCES TO CONTROL Ganoderma

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Uk'ntiflkasi.lamur Ri/o.sfir Tanaman Ncna» Bcrdasarkan hasil identifikasi di laboratorium, ditemukan beberapa mikroorganisme rizosfir dari tanaman nenas di lahan petani nenas

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. 1.1 Tanaman Cabai Rawit (Capsicum frutescens L.)

I. TINJAUAN PUSTAKA. 1.1 Tanaman Cabai Rawit (Capsicum frutescens L.) I. TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Tanaman Cabai Rawit (Capsicum frutescens L.) Cabai rawit (Capsicum frutescens L.) merupakan tanaman yang bersasal dari benua Amerika. Tanaman ini cocok dikembangkan di daerah tropis

Lebih terperinci

PENYAKIT VASCULAR STREAK DIEBACK (VSD) PADA TANAMAN KAKAO (THEOBROMA CACAO L) DAN. Oleh Administrator Kamis, 09 Februari :51

PENYAKIT VASCULAR STREAK DIEBACK (VSD) PADA TANAMAN KAKAO (THEOBROMA CACAO L) DAN. Oleh Administrator Kamis, 09 Februari :51 Kakao (Theobroma cacao L) merupakan satu-satunya diantara 22 spesies yang masuk marga Theobroma, Suku sterculiacecae yang diusahakan secara komersial. Kakao merupakan tanaman tahunan yang memerlukan lingkungan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan dan Rumah Kaca University Farm, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penyiapan Tanaman Uji Pemeliharaan dan Penyiapan Suspensi Bakteri Endofit dan PGPR

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penyiapan Tanaman Uji Pemeliharaan dan Penyiapan Suspensi Bakteri Endofit dan PGPR 17 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor dan di Rumah Kaca, University Farm,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tembakau (Nicotiana tabacum L.) merupakan jenis tanaman yang dipanen

I. PENDAHULUAN. Tembakau (Nicotiana tabacum L.) merupakan jenis tanaman yang dipanen I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tembakau (Nicotiana tabacum L.) merupakan jenis tanaman yang dipanen daunnya dan merupakan bahan baku utama dalam industri rokok. Tanaman ini merupakan salah satu komoditas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai Cabai (Capsicum annuum L.) termasuk dalam genus Capsicum yang spesiesnya telah dibudidayakan, keempat spesies lainnya yaitu Capsicum baccatum, Capsicum pubescens,

Lebih terperinci

PENGARUH PEMUASAAN TERHADAP KONSUMSI, BOBOT TUBUH, DAN LAMA HIDUP TIKUS RUMAH (Rattus rattus diardii L.) DAN TIKUS POHON (Rattus tiomanicus Miller)

PENGARUH PEMUASAAN TERHADAP KONSUMSI, BOBOT TUBUH, DAN LAMA HIDUP TIKUS RUMAH (Rattus rattus diardii L.) DAN TIKUS POHON (Rattus tiomanicus Miller) PENGARUH PEMUASAAN TERHADAP KONSUMSI, BOBOT TUBUH, DAN LAMA HIDUP TIKUS RUMAH (Rattus rattus diardii L.) DAN TIKUS POHON (Rattus tiomanicus Miller) NUR RACHMAN A44104056 PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT

Lebih terperinci