PENGANTAR. Latar Belakang. Protein merupakan senyawa yang tersusun dari substansi-substansi yang

Transkripsi

1 PENGANTAR Latar Belakang Protein merupakan senyawa yang tersusun dari substansi-substansi yang disebut asam amino. Protein terdistribusi pada tubuh dalam bentuk jaringan tubuh, enzim dan hormon. Protein dibutuhkan oleh ternak, tak terkecuali ternak ruminansia untuk maintenance jaringan tubuh, maupun untuk produksi. Oleh karena pentingnya fungsi protein tersebut, ternak ruminansia membutuhkan pasokan protein yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Ternak ruminansia mendapatkan pasokan protein dari protein pakan yang tidak terdegradasi dalam rumen, maupun protein mikrobia yang merupakan produk fermentasi dalam rumen. Mengingat hal tersebut, perlu dilakukan studi tentang kontribusi mikrobia dalam menyediakan protein bagi ternak inangnya. Hal ini dapat dijadikan suatu acuan dalam usaha mengoptimalkan kontribusi protein mikrobia terhadap ternak ruminansia. Pengukuran kontribusi mikrobia, dapat diukur menggunakan metode in vivo berdasarkan total protein yang melewati duodenum dan proporsi protein mikrobia ditentukan menggunakan penanda. Penanda yang umumnya digunakan, diantaranya adalah isotop 15 N, asam nukleat (RNA dan DNA) serta DAPA ( 2,6 diaminopimelic acid). Metode in vivo ini membutuhkan ternak dengan kanulasi pada duodenum nya, untuk mengambil sampel digesta yang akan dianalisis (Givens et al., 2000; Csapo et al., 2001; Ramos et al., 2011). Metode in vivo yang dilakukan membutuhkan ternak kanulasi. Dipandang dari segi kepraktisan dalam pelaksanaan di lapangan, serta perhatian terhadap animal welfare, maka perlu digunakan metode lain yang lebih praktis dan sejalan dengan animal welfare, yaitu menggunakan metode yang berdasarkan

2 pengukuran ekskresi total derivat purin (DP), yang diekskresikan dalam urin selama 24 jam (Givens et al., 2000). Prinsip pengukuran kontribusi mikrobia menggunakan ekskresi DP sebenarnya cukup sederhana dan memiliki korelasi positif dengan pengukuran secara in vivo. Menurut Chen dan Gomez (1995), asam nukleat yang meninggalkan rumen utamanya berasal dari mikrobia. Hal ini disebabkan karena pakan ternak ruminansia pada umumnya rendah akan asam nukleat maupun basa purin, sehingga sebagian besar akan terdegradasi di dalam rumen. Purin dari asam nukleat yang meninggalkan rumen akan diserap kemudian didegradasi sehingga menghasilkan DP yang kemudian diekskresikan lewat urin. Ekskresi DP yang meliputi allantoin, asam urat, xanthin dan hypoxanthin memiliki hubungan langsung dengan purin terserap. Dengan diketahuinya rasio nitrogen (N) purin : total N pada biomassa mikrobia rumen, absorbsi N mikrobia dapat dihitung dari jumlah purin terserap yang ditentukan melalui ekskresi DP lewat urin. Metode penentuan ekskresi DP ini telah banyak dilakukan untuk meneliti sintesis protein mikrobia dalam rumen dan kontribusinya pada ternak inang. Penelitian antara lain dilakukan oleh Belenguer et al. (2002), Mota et al. (2008), Ruiz et al. (2004a), Ruiz et al. (2004b), Borja et al. (2014), Jetana (2005), dan Astuti dan Wina (2002), meneliti ekskresi DP kambing. Abarghuei et al. (2011), Abubakar et al. (2010), Sebata et al. (2005), Tao Ma et al. (2014), dan Bueno et al. (2010) meneliti ekskresi DP pada domba. Braga et al. (2012) dan Barbosa et al. (2011) meneliti ekskresi DP sapi Nellore, George et al. (2006) dan Singh et al. (2007) meneliti ekskresi DP pada sapi Crossbred, sedangkan Vlassa et al.

3 (2009), Kazemi-Bonchenari et al. (2011), Gehman dan Kononof (2010) pada sapi perah, serta Yusiati (2005) pada sapi PO, sapi Bali, sapi PFH, dan kerbau. Metode estimasi sintesis protein mikrobia menggunakan pengukuran DP dalam urin, membutuhkan koleksi urin total selama 24 jam. Hal ini dirasa kurang aplikatif, sehingga diperlukan metode yang lebih praktis dan tidak memerlukan waktu yang lama, yaitu pengukuran DP secara spot sampling. Dengan demikian urin tidak dikoleksi selama 24 jam, tetapi dikoleksi secara spot pada jam tertentu yang dianggap berkorelasi dengan koleksi total. Teknik spot sampling membutuhkan kadar creatinine urin yang dikombinasikan dengan kadar DP, dalam bentuk rasio DP:Creatinine (DP:C). Chen dan Ørskov (2003), menyatakan bahwa terdapat korelasi positif antara rasio DP:Creatinine pada urin spot sampling dengan DP pada urin total koleksi. Hal ini didukung beberapa literatur yang juga menyatakan bahwa terdapat korelasi positif antara rasio DP:Creatinine urin spot sampling dengan urin total koleksi (Chen et al., 1995; Dipu et al., 2006; Chizzoti et al., 2008; Salman et al., 2013). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa teknik spot sampling yang dilengkapi dengan rasio DP:Creatinine memberikan estimasi yang memuaskan pada penentuan ekskresi total derivat purin, dan memungkinkan dapat digunakannya teknik spot sampling, saat koleksi total urin dirasa kurang aplikatif. Namun demikian, untuk dapat mengaplikasikan teknik spot sampling DP, terlebih dahulu dibutuhkan penentuan waktu spot sampling yang memiliki korelasi terkuat antara DP:Creatinine spot sampling dengan ekskresi total DP. Hal ini diperlukan, karena menurut Chen dan Ørskov (2003), terdapat variasi diurnal pada DP yang ditentukan menggunakan teknik spot sampling. Oleh karena itu perlu penentuan waktu spot sampling yang paling tepat, untuk

4 mendapatkan hasil yang representatif. Yusiati (2005) yang meneliti DP pada sapi PO dan sapi Bali, melaporkan dalam penelitiannya bahwa waktu spot sampling yang terbaik adalah pada pagi hari. Namun demikian, waktu spot sampling terbaik suatu bangsa ternak, dapat berbeda dengan bangsa ternak lainya. Hal ini ditunjukkan dengan waktu spot sampling terbaik sapi Bali yaitu mulai pukul 4.00 hingga 7.00 dengan persamaan Y=-7,28+1,30X dan pukul 7.00 hingga dengan persamaan Y=-5,48+1,46X, sedangkan sapi PO pukul 1.00 hingga 4.00 dengan persamaan Y=18,57+0,75X dan pukul 4.00 hingga 7.00 dengan persamaan Y=17,64+0,87X. Derivat purin diketahui merupakan hasil metabolisme dari basa purin dalam tubuh ternak. Setiap spesies maupun bangsa ternak memiliki kecenderungan metabolisme yang berbeda. Hal ini disebabkan karena faktor genetis yang berbeda, tidak terkecuali ternak ruminansia yang ada di Indonesia. Menurut Yusiati (2005) perb edaan genus, spesies maupun bangsa ternak, akan menunjukkan perbedaan ekskresi DP. Hal ini melatarbelakangi penelitian ini untuk mengetahui perbandingan ekskresi DP antara dua bangsa kambing yang berbeda, yaitu kambing Bligon dan kambing Kejobong. Mengingat Kambing Bligon dan Kejobong merupakan komoditi ternak yang potensial di kembangkan, serta merupakan kekayaan ragam ternak kambing Indonesia yang sepatutnya dilestarikan. Kambing Bligon dan Kejobong merupakan dua bangsa kambing yang berbeda, sehingga memiliki genetis yang berbeda pula. Diketahui bahwa kambing Bligon merupakan persilangan antara kambing Kacang dan Ettawa (Prawirodigdo, 2008), sedangkan kambing Kejobong diduga merupakan persilangan kambing Kacang dengan Benggala (Astuti et al., 2007). Perbedaan

5 genetis kedua bangsa kambing tersebut, nampaknya didukung perbedaan lingkungan asal kedua bangsa kambing. Diketahui bahwa kambing Kejobong memiliki keunikan dibanding kambing Bligon. Kambing Kejobong merupakan kambing persilangan yang diseleksi secara turun temurun di daerah Purbalingga Jawa Tengah, sehingga menghasilkan warna tubuh hitam (Astuti et al., 2007; Muryanto, 2008). Berbeda dengan kambing Kejobong, daerah pengembangan kambing Bligon relatif telah menyebar di kawasan Jawa tengah seperti Kabupaten Brebes, Tegal, Pekalongan (Prawirodigdo, 2008) dan Kabupaten Blora (Utomo et al., 2005). Perbedaan lingkungan asal kedua bangsa kambing, berpotensi menimbulkan perbedaan pakan utama yang dikonsumsi maupun pebedaan kondisi lingkungan. Perbedaan-perbedaan tersebut memiliki potensi pengaruh pada proses pencernaan, termasuk sintesis protein mikrobia rumen. Oleh karena itu, sekiranya diperlukan studi tentang kontribusi protein mikrobia rumen bagi ternak inangnya melalui metode estimasi penentuan DP secara spot sampling, dengan membandingkan antara kedua bangsa kambing tersebut. Sehingga diharapkan dengan adanya penelitian ini, dapat dijadikan sebagai acuan dalam usaha mengoptimalkan kontribusi protein mikrobia terhadap ternak inang. Pada akhirnya berguna dalam meningkatkan produktivitas ternak, dan akan mendukung pelestarian ragam kekayaan ternak kambing Indonesia. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1) Mengetahui korelasi antara ekskresi DP spot sampling dengan ekskresi DP total koleksi pada kambing Bligon dan kambing Kejobong. 2) Mengetahui waktu pengambilan sampel yang tepat dalam

6 spot sampling untuk dapat memprediksi sintesis protein mikrobia pada kedua bangsa kambing tersebut. Manfaat Penelitian Teknik spot sampling ini dapat digunakan untuk menentukan ekskresi total DP tanpa harus melakukan koleksi total urin, sehingga dapat menghemat waktu serta lebih praktis dan aplikatif diterapkan pada kondisi lapangan. Lebih lanjut, hasil penelitian ini dapat digunakan untuk menentukan pasokan protein mikrobia, evaluasi kualitas pakan, dan evaluasi efisiensi penggunaan pakan pada ternak, dalam hal ini kambing Bligon dan Kejobong. Pada akhirnya, penggunaan teknik spot sampling derivat purin dapat bermanfaat dalam mendukung pengembangan dan pelestarian ragam ternak kambing Indonesia.