NILAI BUDAYA DALAM LEKSIKON ERPANGIR KU LAU TRADISI SUKU KARO (KAJIAN ANTROPOLINGUISTIK)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "NILAI BUDAYA DALAM LEKSIKON ERPANGIR KU LAU TRADISI SUKU KARO (KAJIAN ANTROPOLINGUISTIK)"

Transkripsi

1 Telangkai Bahasa dan Sastra, April 2014, Copyright 2014, Program Studi Linguistik FIB USU, ISSN Tahun ke-8, No 1 NILAI BUDAYA DALAM LEKSIKON ERPANGIR KU LAU TRADISI SUKU KARO (KAJIAN ANTROPOLINGUISTIK) Ernawati Br Surbakti Politeknik Negeri Lhokseumawe surbakti80@gmail.com Absract This study analyzed about lexicon and cultural value that found in Erpangir ku lau lexicon. The analysis of the lexicon and cultural value of erpangir ku lau tradition used the descriptive qualitative method. The technique of collecting data was conducted by interviews and observations. The finding showed that the erpangir ku lau lexicon was grouped into two parts (1) the materials and tools, and (2) the process of erpangir ku lau activity. The cultural value in erpangir ku lau lexicon of karoness tradition contained the cultural values, namely (1) the value of harmony and peace, (2) the value of well-being, (3) religious value, (4) the value of nature oriented (environment), and (5) social values. Key words: cultural value, lexicon, erpangir ku lau PENDAHULUAN Latar Belakang Erpangir ku lau salah satu warisan budaya Karo yang sarat makna dan nilai budaya. Namun, pada waktu-waktu belakangan ini erpangir ku lau sudah jarang dilaksanakan oleh suku Karo khususnya suku Karo wilayah Kabupaten Langkat. Erpangir berlangir dengan menggunakan bahan-bahan dan ramuan tradisional. Tapin atau bagian sungai, pancur dijadikan sebagai tempat untuk melaksanakan tradisi erpangir ku lau oleh suku Karo. Erpangir ku lau adalah tradisi yang bernilai tinggi dan layak untuk dipertahankan oleh suku Karo karena tradisi ini memiliki fungsi bagi komunitas suku Karo. Dalam pelaksanaan tradisi erpangir kulau dibutuhkan bahasa sebagai alat komunikasi. Sibarani (2004: 59) mengatakan bahwa bahasa digunakan sebagai sarana ekspresi nilai-nilai budaya. Nilai-nilai budaya yang dapat disampaikan oleh bahasa sebagai jalur penerus kebudayaan terbagi atas tiga bagian kebudayaan yang saling berkaitan, yaitu kebudayaan ekspresi, kebudayaan tradisi, dan kebudayaan fisik. Kebudayaan ekspresi mencakup perasaan, keyakinan, intuisi, ide, dan imajinasi kolektif, kebudayaan tradisi mencakup nilai-nilai religi, adat istiadat, dan kebiasaan-kebiasaan; dan kebudayaan fisik mencakup hasil-hasil karya asli yang dimanfaatkan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Dari uraian tersebut penulis akan mengkaji kebudayaan tradisi yang mencakup nilai-nilai religi, adat istiadat, dan kebiasaan-kebiasaan suku Karo dalam menjalankan sebuah tradisi erpangir kulau. Dengan demikian, tulisan ini mengkaji deskripsi leksikon pada proses erpangir ku lau tradisi suku Karo dan nilai-nilai budaya 95

2 Ernawati Br Surbakti yang terkandung dalam erpangir kulau tradisi suku Karo. Berkaitan dengan uraian di atas dirumuskan masalah yang perlu dibahas yaitu Bagaimanakah deskripsi leksikon dalam tradisi erpangir ku lau suku Karo dan nilai budaya apakah yang terkandung dalam tradisi erpangir ku lau suku Karo? Tulisan ini diharapkan menjadi bahan informasi tentang nilai-nilai budaya dan leksikon dan bagi komunitas suku Karo agar tetap menggunakan bahasa Karo dan melestarikan tradisi suku Karo, khususnya tradisi erpangir ku lau demi kelangsungan hidup bermasyarakat dan warisan budaya bagi komunitas suku Karo. TINJAUAN PUSTAKA Teori Leksikon Leksikon adalah koleksi leksem pada suatu bahasa. Kajian terhadap leksikon mencakup apa yang dimaksud dengan kata, strukturisasi kosakata, penggunaan dan penyimpanan kata, pembelajaran kata, sejarah dan evolusi kata (etimologi), hubungan antarkata, serta proses pembentukan kata pada suatu bahasa. Dalam penggunaan seharihari, leksikon dianggap sebagai sinonim kamus atau kosakata. Sibarani (1997:4) sedikit membedakan leksikon dari perbendaharaan kata, yaitu Leksikon mencakup komponen yang mengandung segala informasi tentang kata dalam suatu bahasa seperti perilaku semantis, sintaksis, morfologis, dan fonologisnya, sedangkan perbendaharaan kata lebih ditekankan pada kekayaan kata yang dimiliki seseorang atau sesuatu bahasa. Chaer (2007: 5) mengatakan bahwa istilah leksikon berasal dari kata Yunani kuno yang berarti kata, ucapan, atau cara berbicara. Kata leksikon seperti ini sekerabat dengan leksem, leksikografi, leksikograf, leksikal, dan sebagainya. Sebaliknya, istilah kosa kata adalah istilah terbaru yang muncul ketika kita sedang giat-giatnya mencari kata atau istilah tidak berbau barat. Teori Semantik Leksikal Kata merupakan tumpuan dalam pembahasan semantik leksikal. Sweet dalam Palmer (1976: 37) membagi kata atas kata penuh (full words), kata tugas dan partikel (form words). Kata penuh mengandung makna tersendiri. Kata ini bebas konteks kalimat sehingga mudah dianalisis. Misalnya, nomina, verba, adjektiva, dan adverbia. Kata tugas merupakan bentuk bebas yang terikat konteks kalimat. Kata ini mengandung makna apabila berada dalam kalimat. Contohnya, pronomina, numeralia, interogatif, demonstratif, artikula, preposisi, konjungsi, dan interjeksi. Partikel merupakan bentuk terikat yang melekat pada kata dasar dan terikat pada konteks kalimat. Nilai Budaya Perspektif Antropolinguistik Kebudayaan merupakan seperangkat peraturan atau norma yang dimiliki bersama oleh para anggota masyarakat, yang kalau dilaksanakan oleh para anggotanya, melahirkan perilaku yang dipandang layak dan dapat diterima oleh seluruh anggota masyarakat tersebut (Haviland, 1999: 333). Dengan demikian, kebudayaan terdiri dari nilai-nilai, kepercayaan, dan persepsi abstrak tentang jagat raya yang berada di balik, dan yang tercermin dalam perilaku manusia (Mahsun, 2001: 2). Nilai budaya merupakan suatu gejala abstrak, ideal dan tidak inderawi atau kasat mata. Nilai budaya hanya bisa diketahui melalui pemahaman dan penafsiran tindakan, perbuatan, dan tuturan manusia 96

3 Telangkai Bahasa dan Sastra, Tahun Ke-8, No 1, April 2014 (Saryono, 1997:31). Dari pengertian ini dapat disimpulkan bahwa nilai budaya adalah sesuatu yang menjadi pusat dan sumber daya hidup dan kehidupan manusia secara individual, sosial, dan religius-transendental untuk dapat terjaganya pandangan hidup masyarakat. Nilai budaya juga dapat terungkap melalui galur-galur ungkapan yang mapan, sistem gramatika dan leksikon yang tersedia dalam bahasa ibu, seorang anak manusia yang menjadi anggota masyarakat telah dibentuk cara pandang, nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat bahasa dan budaya setempat. Sebagai contoh, melalui proses pemerolehan unsur-unsur kebahasaan yang berupa unsur leksikon dan atau kaidah gramatika tentang sistem pembentukan konsep waktu dalam bahasa Samawa, secara simultan pula telah tertanam cara pandang pada diri anggota komunitas sukubangsa Samawa tentang konsep keberadaan dirinya dalam dimensi waktu yang berorientasi pada masa kini yang lebih dekat dengan masa lampau dan masa mendatang (lihat Mahsun, 2001:3). Hal ini sejalan dengan pendapat Sapir (1921, 1949) dalam Simanjuntak (2009: 168) ia mengatakan bahwa tiap-tiap bahasa sesuatu masyarakat telah mendirikan sebuah dunia tersendiri untuk penutur bahasa itu. Sebanyak bahasa masyarakat-masyarakat dunia, sebanyak itulah dunia dibentuk oleh bahasa-bahasa itu untuk penutur-penuturnya. Wierzbicka (1997: 4) mengemukakan bahwa kata mencerminkan dan menceritakan karakteristik cara hidup dan cara berpikir penuturnya dan dapat memberikan petunjuk yang sangat bernilai dalam upaya memahami budaya penuturnya. Demikian juga dengan kata atau leksikon yang terkandung pada tradisi erpangir ku lau Suku Karo, leksikon tersebut dapat memberikan dan mencerminkan gambaran tentang pandangan orang Karo terhadap lingkungan dan pola berpikirnya. Penelitian yang berhubungan dengan topik ini masih sangat jarang dilakukan secara mendalam. Adapun tulisan yang berhubungan dengan topik ini adalah Leksikon Waktu Harian dalam Bahasa Sunda: Kajian Linguistik Antropologis. Penelitian ini ditulis oleh Fasya (2011) dalam kajiannya, leksikon waktu harian dalam berbagai bahasa, termasuk bahasa Sunda, tidak hanya dapat dilakukan secara terbatas di dalam konteks linguistik semata, tetapi juga dapat dilakukan dalam konteks sosial budaya yang lebih luas. Mampu menjangkau fungsinya dalam menopang praktik kebudayaan. Simpulan penelitian bahasa Sunda dapat mengungkap pandangan hidup orang Sunda yang selalu berusaha untuk menjaga harmoni antara (1) manusia dan manusia, (2) manusia dan alam, serta (3) manusia dan Tuhannya. Erpangir kulau adalah salah satu jenis kearifan lokal. Jenis karifan lokal menurut Sibarani, (2012:133) mengandung nilai-nilai budaya antara lain: (1) kesejahteraan, (2) kerja keras, (3) disiplin, (4) pendidikan, (5) kesehatan, (6) gotong-royong, (7) pengelolaan gender, (8) pelestarian dan kreativitas budaya, (9) peduli lingkungan, (10) kedamaian, (11) kesopansantunan, (12) kejujuran, (13) kesetiakawanan sosial, (14) kerukunan dan penyelesaian konflik, (15) komitmen, (16) pikiran positif, dan (rasa syukur). Sistem nilai budaya terdiri dari konsepsi-konsepsi yang hidup dalam pikiran sebagian besar warga masyarakat, mengenai hal-hal yang harus mereka anggap amat bernilai dalam hidup (Koentjaraningrat, 2004:25). Nilai-nilai budaya merupakan nilainilai yang disepakati dan tertanam dalam suatu masyarakat, lingkup organisasi, lingkungan masyarakat, yang mengakar pada suatu kebiasaan, kepercayaan (believe), simbol-simbol, dengan karakteristik tertentu yang dapat dibedakan satu dan lainnya sebagai acuan prilaku dan tanggapan atas apa yang akan terjadi atau sedang terjadi. 97

4 Ernawati Br Surbakti Sehubungan dengan ini Prosser (1978:303) mengatakan bahwa nilai adalah aspek budaya yang paling dalam tertanam dalam suatu masyarakat. Lebih lanjut Prosser mengelompokkan nilai menjadi lima bagian, yaitu (1) nilai yang berhubungan dengan Tuhan, (2) nilai yang berhubungan dengan dan berorientasi dengan alam, (3) nilai yang berhubungan dengan dan berorientasi pada waktu, (4) nilai yang berhubungan dan berorientasi pada kegiatan, dan (5) nilai yang berhubungan dan berorientasi pada hubungan antarmanusia. Kluckhon dalam Pelly (1994) mengemukakan nilai budaya merupakan sebuah konsep beruang lingkup luas yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar warga suatu masyarakat, mengenai apa yang paling berharga dalam hidup. METODE PENELITIAN Penelitian tentang nilai budaya pada tradisi erpangir ku lau secara umum masih terbatas. Dengan demikian, semua leksikon yang ditemukan dianalisis. Metode yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptip kualitatif. Moleong (2006: 6) mengatakan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dll., secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah. Metode kualitatif ini digunakan karena beberapa pertimbangan. Pertama, menyesuaikan metode kualitatif lebih mudah apabila berhadapan dengan kenyataan jamak; kedua, metode ini menyajikan secara langsung hakikat hubungan antara peneliti dan responden; ketiga, metode ini lebih peka dan lebih dapat menyesuaikan diri dengan banyak penajaman pengaruh bersama pola-pola nilai yang dihadapi (Moleong, 2006: 9). Metode ini sangat tepat dan alami untuk menemukan data, menganalisis, serta melihat fenomena yang sedang terjadi. Sesuai dengan judul penelitian dan masalah penelitian, lokasi penelitian ini adalah satu Kecamatan Sei Bingei. Kecamatan Sei Bingei terdiri atas enam belas kelurahan/desa, yaitu (1) Kelurahan/Desa Belinteng, (2) Kelurahan/Desa Durian Lingga, (3) Kelurahan/Desa Gunung Ambat, (4) Kelurahan/Desa Kwala Mencirim, (5) Kelurahan/Desa Mekar Jaya, (6) Kelurahan/Desa Namo Ukur Selatan, (7) Kelurahan/Desa Namo Ukur Utara, (8) Kelurahan/Desa Pasar IV Namo Terasi, (9) Kelurahan/Desa Pasar VI Kwala Mencirim, (10) Kelurahan/Desa Pasar VIII Namo Terasi, (11) Kelurahan/Desa Pekan Sawah, (12) Kelurahan/Desa Purwobinangun, (13) Kelurahan/Desa Rumah Galuh, (14) Kelurahan/Desa Simpang Kuta Buluh, (15) Kelurahan/Desa Tanjung Gunung, dan (16) Kelurahan/Desa Telaga. (Sumber: BPS Kecamatan Sei Bingei dalam Angka 2012). Penentuan sumber data penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primernya adalah kata-kata yang didapat dari informan komunitas suku Karo Kecamatan Sei Bingei, Kabupaten Langkat. Data sekunder adalah dokumen tertulis seperti kamus bahasa Karo dan dokumen buku-buku yang berhubungan dengan tradisi suku Karo. Jumlah data merujuk kepada Chaer (2007:39) yang menyatakan bahwa dalam penelitian kualitatif, jumlah data yang dikumpulkan tidak tergantung pada jumlah tertentu, melainkan tergantung pada taraf dirasakan telah memadai. Pengumpulan data dalam penelitian ini terkait dengan leksikon erpangir ku lau. Data yang diperoleh dari dokumen tertulis, wawancara mendalam, dan observasi partisipan. Wawancara adalah bentuk perbincangan, seni bertanya dan mendengar. Wawancara bukanlah perangkat netral dalam memproduksi realitas. Dalam konteks ini, 98

5 Telangkai Bahasa dan Sastra, Tahun Ke-8, No 1, April 2014 berbagai jawaban diutarakan. Jadi, wawancara merupakan perangkat untuk memproduksi pemahaman situasional (situated understandings) yang bersumber dari episode-episode interaksional khusus (Denzin dan Lincoln, 2009: 495). Fontana dan Frey mengutip catatan Lapangan Malinowski (dalam Denzin dan Lincoln, 2009: 508) mengatakan wawancara terdiri atas tiga macam yaitu terstruktur (structured), semi-terstruktur (semistructured), atau tak terstruktur (unstructured). Wawancara terstruktur mengacu pada situasi ketika seorang peneliti melontarkan sederet pertanyaan temporal pada tiap-tiap responden berdasarkan kategori-kategori jawaban tertentu/terbatas sedangkan wawancara tak terstruktur memberikan ruang yang lebih luas dibandingkan dengan tipe-tipe wawancara yang lain. Wawancara terstruktur bertujuan untuk meraih keakuratan data dari karakteristik yang dapat dikodekan untuk menjelaskan prilaku dalam berbagai kategori yang telah ditetapkan sebelumnya (preestablished categories). Wawancara tak terstruktur digunakan untuk memahami kompleksitas perilaku anggota masyarakat tanpa adanya kategori a priori yang dapat membatasi kekayaan data yang dapat kita peroleh. Penelitian ini penulis menggunakan wawancara terstruktur dan takterstruktur. Untuk mendapatkan kekayaan data yang alami tentang deskripsi leksikon pada prosesi erpangir kulau dan nilai budaya yang terkandung pada tradisi tersebut. Proses analisis data dimulai sejak pengumpulan data dilakukan dan sesudah meninggalkan lapangan. Proses analisis data ditelaah dari seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber, yaitu dari wawancara, pengamatan yang sudah dituliskan dalam catatan lapangan, dokumen resmi, gambar, dan foto. Untuk menjawab rumusan masalah pertama dan kedua, analisis data penelitian ini mengacu kepada pendapat Huberman dan Miles (1984,1994) dalam Denzin dan Lincoln (2009: 592) Analisis data (data analysis) terdiri atas tiga subproses yang saling terkait yaitu reduksi data, penyajian data, dan pengambilan kesimpulan/verifikasi. Proses ini dilakukan sebelum tahap pengumpulan data, persisnya pada saat menentukan rancangan dan perencanaan penelitian; sewaktu proses pengumpulan data sementara dan analisis awal; serta setelah tahap pengumpulan data akhir. Reduksi data (data reduction), berarti bahwa kesemestaan potensi yang dimiliki oleh data disederhanakan dalam sebuah mekanisme antisipatoris. Hal ini dilakukan ketika peneliti menentukan kerangka kerja konseptual (conceptual framework), pertanyaan penelitian, kasus, instrumen penelitian yang digunakan jika hasil catatan lapangan, wawancara, rekaman, dan data lain telah tersedia, tahap seleksi data berikutnya adalah perangkuman data (data summary), pengodean (coding), merumuskan tema-tema, pengelompokan (clustering), dan penyajian cerita secara tertulis (Huberman dan Miles 1984,1994 dalam Denzin dan Lincoln 2009: 592). Hal ini sejalan dengan pendapat Moleong (2006: 247) bahwa proses analisis dengan mengadakan reduksi data yang dilakukan dengan jalan melakukan abstraksi. Kemudian menyusunnya dalam satuan-satuan. Satuan-satuan ini kemudian dikategorisasikan pada langkah berikutnya. Kategori-kategori itu dibuat sambil melakukan koding. Tahap akhir dari analisis data ialah mengadakan pemeriksaan keabsahan data (Moleong 2006, 247). Hal ini juga sejalan dengan pendapat Seiddel (1998) dalam Moleong (2006: 248), proses penganalisisan data berjalan sebagai berikut: (1) mencatat yang menghasilkan catatan lapangan, dengan hal diberi kode agar sumber datanya tetap dapat ditelusuri, (2) mengumpulkan, memilah-milah mengklasifikasikan, mensintesiskan, dan membuat indeksnya, (3) berpikir dengan jalan membuat agar kategori data itu mempunyai makna, mencari, dan menemukan pola dan hubungan- 99

6 Ernawati Br Surbakti hubungan, dan membuat temuan-temuan umum. Dari uraian pendapat tersebut maka penulis akan membuat temuan-temuan umum dan khususnya nilai-nilai yang terkandung dalam leksikon erpangir ku lau tradisi suku Karo. HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN Deskripsi Leksikon Erpangir ku Lau Deskripsi leksikon erpangir ku lau dikelompokan menjadi dua kelompok yaitu (1) bahan dan alat (2) kegiatan pada saat proses erpangir ku lau. Dari contoh pengelompokan leksikon erpangir ku lau di bawah, dapat kita lihat perbedaan contoh leksikon jika di bentuk ke dalam kalimat. Pangir langir Guru si baso mangiri Br Surbakti. (S-P-O) Guru si baso melangiri Br Surbakti. Br Surbakti pangiri Br Ginting! (S-P-O) Br Surbakti langiri Br Ginting! Berdasarkan pola kalimat, kedua kalimat tersebut sama-sama kalimat tunggal dengan pola S-P-O sedangkan berdasarkan maksud dan tujuan memiliki kalimat yang berbeda. Kalimat pertama menyatakan kalimat berita atau informasi bahwa guru si baso telah mangiri br surbakti. Sedangkan kalimat kedua adalah kalimat perintah. Kalimat pertama terdapat kata mangiri yang terbentuk dari morfem dasar pangir dan sufiks i. Kalimat kedua terdapat kata pangiri yang terbentuk dari kata pangir dan sufiks i. Perbedaan tersebut mewariskan kekayaan bahasa dan nilai budaya penuturnya. Hal ini sejalan dengan pendapat Boas (1966: 59) dalam Palmer (1999: 11) mengatakan bahwa bahasa merupakan manifestasi terpenting dari kehidupan mental penuturnya. Alat dan Bahan Belo: Belo cawir Belo baja Belo minak Bulung simalemmalem: Besi-besi Sangkesempilet Tabar-tabar Lak-lak galuh si tabar Batu penggilingen Tabel 1 Deskripsi Leksikon Erpangir ku Lau Kegiatan Arti Proses Makna Sirih Daun penyembuh Batu penggilingen Erpangir ku Lau Belo telu sedalanen Ercibal {-er} Ngilingi{n-i} Ngiling{n-} Sirih tiga sejalan adalah alat yang digunakan untuk persembahan ke nenek moyang/leluhur Seperangkat daun ini tidak dapat dipisahkan satu per satu, dia adalah bagian satu dengan yang lain. Jika dikatakan daun simalem-malem maka komunitas Karo memahaminya empat macam tersebut adalah bagiannya Tempat menggiling jera dan kuning gersing, batu berasal dari sungai 100

7 Telangkai Bahasa dan Sastra, Tahun Ke-8, No 1, April 2014 Cimpa: Pustak Rambe-rambe lepat Sejenis kue yang terbuat dari tepung Nimpa {n} Kue khusus yang ditumbuk dan dimasak oleh anak beru sebagai makanan khas acara erpangir ku lau Dagangen Kapan Dagangen ingan ercibal Tempat untuk menyembah pada tradisi erpangir ku lau harus menggunakan kain putih/kapan Guru si baso Jera Kuning gersing Manuk: Manuk mbiring Manuk mentar Seseorang yang memiliki kemampuan supranatural Jintan Kunyit Ayam Ayam hitam Ayam putih Lit pemetehna {pe-na} Ngampeken jinujung {ng-ken} dan {in} Tawar penggel;pengeruang Pajuh-pajuhen {-en} Mumbang Kelapa muda Lau penguras {pe-} Memiliki kemampuan Meletakkan kemampuan supranatural Ramuan pelengkap yang digunakan dalam air kemasan pangir Ayam hitam dipersiapkan sebagai persembahan sebagai obat Ayamputih dipersiapkan sebagai persembahan kepada leluhur yang suci Air kelapa muda yang digunakan sebagai air untuk mensucikan (air suci) Mangkuk Mangkok putih Ingan lau penguras Tempat air suci atau air yang digunakan untuk mensucikan diri Pangir Langir Erpangir {er-} Mangiri {-i} Pangiri {-i} Berlangir Melangiri orang lain (benefaktif) Rimo: rimo mukur, rimo peraga, rimo malem, rimo gawang, rimo kayu, rimo kejaren, rimo macan, rimo manis, rimo nipis, rimo kersik, rimo bali Sumpit Jeruk Wadah tempat cimpa dan beras piher Bahan utama dalam membuat pangir, terutama rimo mukur tanpa rimo mukur maka pangir tidak sah 101

8 Ernawati Br Surbakti Leksikon yang terdapat dari bahan dan alat yang memperlihatkan nilai budaya komunitas Karo adalah belo. Belo yang digunakan pada acara tersebut adalah belo telu sedalanen atau sirih yang digunan dalam satu perangkat yang tidak terpisahkan, yaitu belo cawir (belo dan buah mayang), belo baja, dan belo minak. Yang digunakan oleh guru sebagai persembahan atau ercibal man nini tudung (leluhur) ras begu jabu. Leksikon selanjutnya adalah Bulung simalem-malem. Bulung simalem-malem terdiri atas besi-besi, sangke-sempilet, tabar-tabar, dan lak-lak galuh si tabar. Jika komunitas suku Karo mengatakan pulungenna atau kuhna atau ramuannya adalah bulung simalem-malem daun penyembuh/ketenangan artinya ke empat jenis tersebut merupakan satu kesatuan. Uniknya suku karo memiliki nama yang detail dari setiap ramuan. jenis daun besi-besi dan sangke sempilet berasal dari jenis yang sama hanya perbedaan batang di daun sedikit saja. Besi-besi batang di daunnya berwarna hitam sedangkan sangke sempilet berwarna hijau, sedangkan bagian lain memiliki jenis daun batang dan lainnya sama namun mereka di kelompokkan dalam kelas bulung simalem-malem. Ini membuktikan bahwa pola pikir komunitas karo suka mengelompokkan jenis-jenis tumbuhan yang dikaitkan dengan kekerabatan dan tradisi pengobatan tradisional. Memiliki kelompok sosial yang saling membutuhkan tidak dapat dipisahkan. Leksikon tapin dan batu penggilingen memperlihatkan bahwa komunitas suku Karo suka memanfaatkan sungai sebagai tempat untuk melakukan tradisi-tradisi suku Karo. Tapin adalah bagian kecil sungai sebagai tempat melakukan aktivitas mandi, mencuci, dan tradisi erpangir ku lau. Mengapa harus sungai atau lau? Seperti nama tradisi ini erpangir ku lau. Artinya lau adalah tempat sakral yang digunakan untuk mensucikan diri. Lau dalam bahasa Karo adalah air. Namun jika pergi ke sungai juga dikatakan dengan ku lau. Jika ke pancuran juga dikatakan ku lau. Jika ke danau pun suku Karo akan menyebutnya dengan kata ku lau. Lau dalam bahasa Karo memiliki arti yang luas sesuai dengan konteks yang digunakan. Dari tabel 1 di atas terdapat leksikon kegiatan proses erpangir ku lau yang mengandung prefiks er-, ng-, pe-, er- terdapat pada leksikon ercibal mempersembahkan, ngilling menggiling, nimpa membuat cimpa, penguras air yang digunakan untuk mensucikan, dan erpangir berlangir. er + cibal sembah ercibal mempersembahkan ng + giling giling ngilling menggiling ramuan jera dan kunyit pe + nguras menguras penyakit penguras air suci untuk menguras penyakit er + pangir langir erpangir berlangir Leksikon kegiatan proses erpangir ku lau juga mengandung sufiks -en, dan -i terdapat pada leksikon pajuh-pajuhen yang dipuja, mangiri melangiri orang lain, pangiri melangiri orang lain pajuh-pajuh puja-puja + en pajuh-pajuhen pemujaan panggir langir + i pangiri melangiri orang lain panggir langir + i mangiri melangiri orang lain Leksikon kegiatan proses erpangir ku lau juga mengandung infiks in- terdapat pada leksikon jinujung ilmu atau pengetahuan magis yang di miliki dan konfiks pe-na, ngken, n-i pada leksikon pemetehna kemampuan magisnya, ngampeken meletakkan dan ngilingi menggilingi pe + meteh tahu + na pemetehna kemampuan atau pengetahuan ng + ampe letak; + ken ngampeken meletakkan pengetahuan magis dari leluhur ng + giling giling +I ngilingi menggiling ramuan 102

9 Telangkai Bahasa dan Sastra, Tahun Ke-8, No 1, April 2014 Jenis-jenis Erpangir ku Lau (menurut Tarigan, Sarjani (2009)) a. Erpangir namsamken pinakit: i lakoken sekalak si usur sakit. (erpangir menghilangkan penyakit; dikerjakan oleh keluarga/seorang yang sering sakit) b. Erpangir erkiteken nipi gulut: i lakoken sekalak jelma erpangir gelah ula reh sinanggel. (erpangir dikarenakan mimpi yang tidak bagus; dilakukan seorang atau sekeluarga erpangir agar tidak datang musibah) c. Erpangir mindo rezeki: ialoken sekalak jelma erpangir gelah jumpa rejeki. (erpangir minta rejeki; dilakukan seorang atau sekeluarga erpangir biar jumpa rejeki) d. Erpangir jumpa rejeki (ncidahken keriahen ukur): ialoken erkiteken enggo seh sura-surana.(erpangir jumpa rejeki (memperlihatkan kebahagiaan hati); dilakukan dikarenakan sudah sampai cita-cita atau keinginan) e. Erpangir ngampeken jinujung: i lakoken erpangir gelah jenujung e enggo tampe ibas ia, gelah banci ula ngege ku jabu.(erpangir menang ngampeken) f. Erpangir buang kengalen : ilakoken sekalak singuda-nguda/ anak perana erkitekiteken lenga lalap erjabu.(dilakukan oleh seorang anak gadis dan anak lajang dikarenakan belum berumah tangga). Nilai Budaya dalam Leksikon Tradisi Erpangir Kulau Berdasarkan besar kecilnya pesta Erpangir ku Lau dapat terlihat bahwa tradisi ini mengandung nilai sosial, tradisi ini tidak harus dari keluarga yang turun temurun memiliki uang banyak atau kaya raya. Erpangir ku lau memiliki bagian-bagian berdasarkan kesanggupan ekonomi penyelenggaranya antara lain: a. Kerja singuda (pesta terkecil); erpangir ku lau dengan biaya yang paling kecil. Penyelenggara cukup mengumpulkan bahan utama pangir yang di dapat dari hutan atau ladang penyelenggara. Jika bahan pangir tidak ada di ladang penyelenggara. Penyelenggara dapat meminta ke tetangga atau saudara yang memiliki bahan tersebut tanpa bayaran. Mengapa tidak berbayar karena jiwa sosial komunitas Karo terhadap acara tradisi yang sakral seperti erpangir kulau bertujuan untuk menyelesaikan masalah atau obat terhadap salah satu penyakit. Pada awalnya ramuan tradisonal tersebut hanya dapat diminta dan tidak dapat dibeli (pantang), namun belakangan ini seiring tergerusnya tradisi-tradisi suku karo dan keperluan ekonomi sehingga masyarakat suku Karo tidak menanam ramuan dan tumbuhan keperluan pangir di ladang mereka. Padahal sebagian bahan pangir dapat ditanam di batas-batas ladang masyarakat tanpa mengurangi lahan-lahan pertanian. Dari hasil wawancara, bukan karena keperluan ekonomi bahan tersebut tidak ditanam lagi, namun pada umumnya mereka menganggap tidak terlalu penting untuk ditanam karena tradisi erpangir sudah jarang dilaksanakan. Padahal sebagai penguat galungi galengan ladang-ladang masyarakat sangat cocok ditanam dan tidak mengganggu tanaman budidaya. Selain bahan pangir penyelenggara mempersiapkan manuk sebagai tambul yang dipersiapkan istri sang penyelenggara atau istri yang punya hajatan. Guru di persiapkan atau dihubungi untuk mangiri yang punya hajatan atau yang akan di pangiri. Syarat saudara yang berkumpul adalah sangkep si telu saja. Sangkep si telu adalah tiga yang utuh ini terdiri dari unsur kelompok anakberu-senina-kalimbubu yang berfungsi sebagai media pemersatu dalam pertalian kekerabatan suku Karo. b. Kerja sintengah (pesta tengah maksudnya dari segi besarnya pesta ini adalah kategori tengah); erpangir ku lau tapi la ergendang. Maksudnya di kategori kedua ini pesta erpangir ini tidak menggunakan gendang. Yang datang pada acara ini lebih ramai dari 103

10 Ernawati Br Surbakti c. acara erpangir yang paling kecil. Yang datang pada acara ini sangkep ngelluh (senina.anak beru, kalimbubu) dan ditambah dengan tutur si waluh (puang kalimbubu, kalimbubu, senina, sembuyak, senina sipemeren, senina sepengalon/sedalanen, anak beru, anak beru menteri). Artinya acara sintengah ini lebih ramai karena keberdaan tutur siwaluh disini di undang untuk bersilaturahim dalam acara erpangir ku lau. Tentu saja biaya yang dikeluarkan lebih banyak dari kerja yang paling kecil. d. Kerja sintua (pesta yang paling besar); erpangir janah erkata gendang, pesta tradisi ini menggunakan gendang yaitu alat musik karo yang khas. Gendang disini bukanlah acara hiburan seperti kerboard muda-mudi. Gendang ini digunakan untuk penggiring guru sibaso menari dengan khas memanggil roh nenek moyang. Yang mengatur acara ini adalah anak beru. Yang mangiri adalah guru sibaso atau yang memiliki kemampuan supranatural dan pengalaman dalam acara erpangir ku lau dan sudah dikenal oleh komunitas Karo serta teruji kemahirannya. Yang erpangir bukanlah satu keluarga inti saja. Tempat melaksanakan erpangir yaitu di sungai besar yaitu di tapin yang ditentukan oleh guru si baso. Saat menuju ke sungai diikuti atau di arak oleh guru pesalang dalan. Guru pesalang dalan (guru yang menjaga amannya jalan). Selain keluarga inti kalimbubu dari keluarga inti yang punya hajatan juga di pangiri oleh guru. Pada saat erpangir selalu akan diakhiri dengan meludahi sampah rempah yang tertinggal sebanyak empat kali. setelah acara erpangir selesai. Semua yang erpangir pulang harus bersih rose. Setelah itu pulang ke rumah. Pulang ke rumah tetap diarakkan oleh para guru dan sangkep geluh. Sesampai di rumah anak beru yang bertugas memasak telah mempersiapkan masakan untuk dimakan.tentu saja yang dimuliakan adalah yang memiliki acara dan kalimbubu.kemudian anak beru menghaturkan acara demi acara salah satunya menari bersama namun dengan nada musik dan aturan yang sangat sopan. Setelah tahapan-tahapan acara selesai maka yang laki-laki merokok. Karena rokok di suku Karo adalah simbol kebersamaan laki-laki sedangkan perempuan menyirih. Setelah acara selesai, di aturlah kepulangan kalimbubu yaitu dengan membawa oleh-oleh di sumpit biasanya berisi cimpa. Karena sudah salang sai meriah ukur (berbahagia). Dari uraian besar kecilnya kerja dan proses erpangir kulau maka nilai-nilai budaya yang terkandung pada erpangir kulau tradisi suku Karo terdiri atas: 1. Nilai Keharmonisan dan Kedamaian Tradisi adalah suatu hal yang tertanam dalam alam pikiran guyub tutur Karo. Tradisi memiliki nilai budaya yang dapat diwariskan kepada generasi muda sebagai salah satu upaya penyambung silaturahim dan menciptakan keharmonisan. erpangir ku lau (n) tradisi berlangir erpangir (v) berlangir ipangiri, pangiri, magiri. Erpangir ku lau adalah salah satu tradisi yang dilakukan oleh suku Karo dalam menjaga keharmonisan keluarga. Di dalam keluarga sering kali terjadi perpecahan, beda pendapat, dan bahkan perkelahian antarsaudara. Tradisi erpangir ku lau adalah salah satu wadah yang dapat digunakan untuk mencegah dan menyelesaikan permasalahan jika dalam keluarga sudah terjadi permasalahan. Hal ini dilakukan oleh komunitas karo pada jenis erpangir ku lau yaitu Erpangir erkiteken nipi gulut: i lakoken sekalak jelma erpangir gelah ula reh sinanggel erpangir dikarenakan mimpi yang tidak bagus; dilakukan seorang atau sekeluarga erpangir agar tidak datang musibah. Datang musibah di sini maksudnya bermacam-macam, pada satu keluarga jika ada anak tiga bersaudara bertengkar besar karena suatu hal, jika tidak dapat didamaikan lagi maka sanak saudara akan melakukan 104

11 Telangkai Bahasa dan Sastra, Tahun Ke-8, No 1, April 2014 tradisi erpangir. Pada jenis erpangir inilah dapat digali nilai keharmonisan keluarga dan komunitas suku Karo. 2. Nilai Kesejahteraan Erpangir ku lau juga memiliki fungsi dan jenis yaitu erpangir mindo rezeki: ialoken sekalak jelma erpangir gelah jumpa rejeki erpangir minta rejeki; dilakukan seorang atau sekeluarga erpangir biar jumpa rejeki tentu saja di sini kegiatan ini hanya sebagai penyemangat dan harus tetap bekerja keras. Erpangir ku lau juga dilakukan untuk memperlihatkan kebahagiaan yaitu erpangir jumpa rejeki (ncidahken keriahen ukur): ialoken erkiteken enggo seh sura-surana. erpangir jumpa rejeki (memperlihatkan kebahagiaan hati); dilakukan dikarenakan sudah sampai cita-cita atau keinginan kegiatan ini adalah sebuah bentuk ucapan terima kasih. Dari kegiatan ini terlihat bahwa komunitas suku Karo tidak lupa berterima kasih di karenakan sudah diberi kesejahteraan. 3. Nilai Religius Erpangir juga sering dilakukan untuk meletakkan ilmu pengetahuan (pengetahuan magis, tentunya yang di letakkan adalah yang baik dan positif) kepada orang yang akan menyandang pengetahuan magis yang diberikan oleh leluhurnya. Dalam hal ini erpangir ku lau ini disebut ngampeken jinujung dilakukan agar tampe pada keturunan leluhur tersebut agar tidak ngege atau mengganggu ku keluarga atau jabu. Di sini terlihat bahwa sebagian masyarakat Karo masih memiliki kepercayaan kepada nenek moyangnya atau leluhurnya. Karena dianggap segala permasalahan dapat diselesaikan jika kita mengadu dan berserah kepada Dibata Si Mada Kuasa ras begu jabu Tuhan yang Mahakuasa dan begu jabu (kekuatan ghaib nenek moyang/keluarga). Agar begu jabu ras nini tudung kerina ngarak-ngarak agar begu jabu dan nenek moyang menjaga. 4. Nilai yang berorientasi dengan alam (lingkungan) Dari bahan-bahan pangir yang digunakan yaitu (1) rimo, biasanya digunakan atau pada awalnya menggunakan 11 jenis yaitu rimo mukur, rimo peraga, rimo malem, rimo gawang, rimo kayu, rimo kejaren, rimo kuku arimo, rimo manis, rimo nipis, rimo kersik, rimo bali. Dikarenakan saat ini sebagian besar rimo sudah sulit untuk di dapat maka 5 jenis saja pun sudah sah. Asalkan jeruk yang harus ada adalah rimo mukur. Ini dikarenakan rimo mukur adalah rimo yang paling sakral bagi komunitas suku Karo. Dari jenis 11 berubah menjadi 5, ini menandakan sudah banyak jenis rimo yang tidak dibudidayakan lagi saat ini. Ini artinya tradisi erpangir ku lau sangat mendukung kelangsungan hidup jenis-jenis jeruk. (2) Bulung si malem-malem, besi-besi, sangke sempilet, tabar-tabar, lak-lak galuh sitabar. (3) Belo:belo bujur, belo cawir (belo+buah mayang), ras belo baja minak.(4) Galuh si mas dilengkapi dengan cimpa: pustak, ramberambe, lepat. Galuh si mas pada acara ini biasanya akan ditanam kembali, artinya tradisi ini adalah salah satu warisan budaya suku Karo yang mendukung pelestarian lingkungan. (5) Mumbang: untuk lau penguras. Mumbang adalah buah kelapa muda yang digunakan sebagai air untuk penguras (mensucikan) diri. Artinya kelapa harus di budidayakan karena dibutuhkan oleh komunitas Karo dalam menjalankan tradisinya. Yang terakhir adalah tapin. Tapin adalah salah satu tempat atau bagian sungai yang digunakan untuk menjalankan ritual tradisi erpangir kulau. Artinya tapin adalah salah satu bagian sungai yang harus di lestarikan dikarenakan sungai adalah salah satu tempat untuk menjalankan 105

12 Ernawati Br Surbakti ritual tradisi erpangir kulau yang bermanfaat bagi komunitas suku Karo dalam menjalankan tradisi. 5. Nilai Sosial Nilai sosial yang terkandung pada tradisi erpangir ku lau adalah pada sifat kebersamaan dalam mensukseskan acara erpangir ku lau yang dilaksanakan oleh perangkat sangkep ngelluh. Tanpa memandang kelas sosial. Berdasarkan besar kecilnya pesta Erpangir ku lau tradisi ini tidak harus dari keluarga yang turun temurun memiliki uang banyak atau kaya raya. Erpangir ku lau memiliki bagianbagian berdasarkan kesanggupan ekonomi penyelenggaranya yaitu kerja singuda, sintengah, dan sintua. SIMPULAN Deskripsi leksikon erpangir ku lau dikelompokan menjadi dua kelompok yaitu (1) bahan dan alat (2) kegiatan pada saat proses erpangir ku lau. Leksikon kegiatan proses erpangir ku lau mengandung a.prefiks er-, ng-, pe-, er- terdapat pada leksikon ercibal mempersembahkan, ngilling menggiling, nimpa membuat cimpa, penguras air yang digunakan untuk mensucikan, dan erpangir berlangir. b. sufiks -en, dan -i terdapat pada leksikon pajuh-pajuhen yang dipuja, mangiri melangiri orang lain, pangiri melangiri orang lain. c. infiks in- terdapat pada leksikon jinujung ilmu atau pengetahuan magis yang di miliki dan d. konfiks pe-na, ng-ken, n-i pada leksikon pemetehna kemampuan magisnya, ngampeken meletakkan dan ngilingi menggilingi. Nilai budaya dalam leksikon erpangir ku lau tradisi suku Karo mengandung nilai-nilai budaya yaitu (1) nilai keharmonisan dan kedamaian, (2) nilai kesejahteraan, (3) nilai religius, (4) nilai yang berorientasi dengan alam (lingkungan), dan (5) nilai sosial. DAFTAR PUSTAKA Badan Pusat Statistik Kabupaten Langkat Kabupaten Langkat Dalam Angka Stabat: BPS Kabupaten Langkat. Chaer, Abdul Leksikologi dan Leksikografi Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta. Denzin dan Lincoln Handbook of Qualitative Research. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. (Diterjemahkan oleh Dariyatno, Fata, Abi, dan Rinaldi). Fasya, Mahmud Leksikon Waktu Harian dalam Bahasa Sunda: Kajian Linguistik Antropologi. [Konferensi Linguistik Tahunan Atma Jaya 9: Tingkat Internasional]. Jakarta: Pusat Kajian Bahasa dan Budaya Unika Atma Jaya. Haviland, William A Antropologi. Edisi Keempat, Jilid I. Jakarta: Penerbit Erlangga. Koentjaraningrat Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta: Gramedia. Mahsun Metode Penelitian Bahasa. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Mahsun Peran Bahasa Ibu dalam Membangun Kebudayaan Daerah. [Makalah yang disajikan dalam Musyakarah Reaq Adat Tanaq Samawa]. Sumbawa. Moleong, Lexy J Metodologi Penelitian Kualitatif. [Edisi Revisi] Bandung: Rosdakarya. 106

13 Telangkai Bahasa dan Sastra, Tahun Ke-8, No 1, April 2014 Palmer, Gary B Towards a Theory of Cultural Linguistics. Austin: University of Texas Press. Palmer, F.R Semantics a New Outline. Cambridge: Cambridge University. Pelly, Usman, Teori-Teori Sosial Budaya. Proyek Pembinaan dan Peningkatan Mutu Tenaga Kependidikan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi dan Kebudayaan. Prinst, Darwin Kamus Karo Indonesia. Medan: Bina Media Perintis. Prinst, Darwin Adat Karo. Medan: Bina Media Perintis. Prosser, M The Cultural Dialoque: An Introduction to Intercultural Communication. Boston: Houghton-Mifflin. Saryono, Dj Representasi Nilai Budaya Jawa dalam Prosa Fiksi Indonesia. [Disertasi]. Malang: Universitas Negeri Malang. Sibarani, Robert Kearifan Lokal. Jakarta: Asosiasi Tradisi Lisan (ATL). Sibarani, Robert Leksikografi. Medan: USU Press. Sudaryanto Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa Pengantar Penelitian Wahana Kebudayaan secara Linguistis. Yogyakarta: Duta Wacana University Press. Simanjuntak, Mangantar Pengantar Neuropsikolinguistik. Medan: Perpustakaan Nasional RI. Tarigan, Sarjani Lentera Kehidupan Orang Karo dalam Berbudaya. Medan: BABKI Press. Wierzbicka, Anna Understanding Cultures Through Their Key Words: English, Russian, Polish German, and Japanese. Newyork: Oxford University Press. 107

NILAI BUDAYA DALAM LEKSIKON ERPANGIR KU LAU TRADISI SUKU KARO (KAJIAN ANTROPOLINGUISTIK)

NILAI BUDAYA DALAM LEKSIKON ERPANGIR KU LAU TRADISI SUKU KARO (KAJIAN ANTROPOLINGUISTIK) Telangkai Bahasa dan Sastra, April 2014, 95-107 Copyright 2014, Program Studi Linguistik FIB USU, ISSN 1978-8266 Tahun Ke-8 No.1 NILAI BUDAYA DALAM LEKSIKON ERPANGIR KU LAU TRADISI SUKU KARO (KAJIAN ANTROPOLINGUISTIK)

Lebih terperinci

BAB II KONSEP LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat Melayu Sakai di Desa Kesumbo Ampai : Kajian Antropolinguistik.

BAB II KONSEP LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat Melayu Sakai di Desa Kesumbo Ampai : Kajian Antropolinguistik. BAB II KONSEP LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan diuraikan konsep, landasan teori, dan tinjauan pustaka yang akan digunakan dalam penelitian Leksikon dalam pengobatan tradisional masyarakat

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. al-gayoni, Yusradi Usman Ekolinguistik. Jakarta: Pang Linge Bekerjasama dengan Research Center for Gayo (RCfG).

DAFTAR PUSTAKA. al-gayoni, Yusradi Usman Ekolinguistik. Jakarta: Pang Linge Bekerjasama dengan Research Center for Gayo (RCfG). DAFTAR PUSTAKA Rujukan dari Buku: Alwi, Dardjowidjojo, Lapoliwa, dan Moeliono. 1993. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. al-gayoni, Yusradi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dulu mereka telah memiliki budaya. Budaya dalam hal ini memiliki arti bahwa

BAB I PENDAHULUAN. dulu mereka telah memiliki budaya. Budaya dalam hal ini memiliki arti bahwa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Suku Karo merupakan suku bangsa tersendiri dalam tubuh bangsa Indonesia. Suku Karo mempunyai bahasa tersendiri yaitu bahasa Karo. Suku Karo yang merupakan bagian

Lebih terperinci

KONSEP NASI DALAM BAHASA SUNDA: STUDI ANTROPOLINGUISTIK DI KAMPUNG NAGA, KECAMATAN SALAWU, KABUPATEN TASIKMALAYA

KONSEP NASI DALAM BAHASA SUNDA: STUDI ANTROPOLINGUISTIK DI KAMPUNG NAGA, KECAMATAN SALAWU, KABUPATEN TASIKMALAYA KONSEP NASI DALAM BAHASA SUNDA: STUDI ANTROPOLINGUISTIK DI KAMPUNG NAGA, KECAMATAN SALAWU, KABUPATEN TASIKMALAYA Rizki Hidayatullah & Mahmud Fasya Universitas Pendidikan Indonesia rizkihidayatullah73@yahoo.co.id

Lebih terperinci

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 INFORMED CONSENT Lembar Pernyataan Persetujuan oleh Subjek Saya yang bertanda tangan dibawah

Lebih terperinci

GLOSARIUM. : Hari kelima dalam sisten penanggalan Karo. : Hari ke-13 dalam sistem penanggalan Karo.

GLOSARIUM. : Hari kelima dalam sisten penanggalan Karo. : Hari ke-13 dalam sistem penanggalan Karo. 242 GLOSARIUM Aditia Aditia Naik Aditia Turun Aerophone : Hari pertama dalam sistem penanggalan Karo. : Hari kedelapan dalam sistem penanggalan Karo. : Hari ke-22 dalam sistem penanggalan Karo. : Alat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ungkapan adalah aspek fonologis atau grafemis dari unsur bahasa yang mendukung makna. Bahasa bersifat abstrak, bahasa itu adanya hanya dalam pemakaian (Sudaryanto,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk adat istiadat, seni tradisional dan bahasa daerah. Sumatera

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk adat istiadat, seni tradisional dan bahasa daerah. Sumatera BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa Indonesia memiliki kekayaan budaya yang beraneka ragam dalam bentuk adat istiadat, seni tradisional dan bahasa daerah. Sumatera merupakan pulau keenam terbesar

Lebih terperinci

DAFTAR INFORMAN. Pekerjaan : Wiraswasta dan pemusik tradisional Karo (penggual) Pekerjaan : Wiraswasta dan pemusik tradisional Karo (penggual)

DAFTAR INFORMAN. Pekerjaan : Wiraswasta dan pemusik tradisional Karo (penggual) Pekerjaan : Wiraswasta dan pemusik tradisional Karo (penggual) DAFTAR INFORMAN 1. Nama : Timbangan Perangin-angin : Medan Pekerjaan : Wiraswasta dan pemusik tradisional Karo (penggual) 2. Nama : Mail bangun : kabanjahe Pekerjaan : Wiraswasta dan pemusik tradisional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. turun temurun. Kebiasaan tersebut terkait dengan kebudayaan yang terdapat dalam

BAB I PENDAHULUAN. turun temurun. Kebiasaan tersebut terkait dengan kebudayaan yang terdapat dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tradisi merupakan kebiasaan dalam suatu masyarakat yang diwariskan secara turun temurun. Kebiasaan tersebut terkait dengan kebudayaan yang terdapat dalam suatu masyarakat.

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. disepakati bersama oleh pemakai bahasa sehingga dapat dimengerti (Bolinger

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. disepakati bersama oleh pemakai bahasa sehingga dapat dimengerti (Bolinger BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep 2.1.1 Makna Makna merupakan hubungan antara bahasa dengan dunia luar yang telah disepakati bersama oleh pemakai bahasa sehingga dapat dimengerti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nurshopia Agustina, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nurshopia Agustina, 2013 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai makhluk sosial, orang Sunda dapat mengembangkan jenis-jenis khas yang menarik yaitu mengembangkan macam-macam agroekosistem seperti berladang, bercocok tanam,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebudayaan adalah salah satu yang dimiliki oleh setiap negara dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebudayaan adalah salah satu yang dimiliki oleh setiap negara dan 1 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Kebudayaan adalah salah satu yang dimiliki oleh setiap negara dan menjadi identitasnya masing-masing. Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki beragam kebudayaan,

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. kebiasaan-kebiasaan tersebut adalah berupa folklor yang hidup dalam masyarakat.

I.PENDAHULUAN. kebiasaan-kebiasaan tersebut adalah berupa folklor yang hidup dalam masyarakat. I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara kepulauan, yang memiliki berbagai macam suku bangsa yang kaya akan kebudayaan serta adat istiadat, bahasa, kepercayaan, keyakinan dan kebiasaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menentukan dan menetapkan masa depan masyarakat melalui pelaksana religinya.

BAB I PENDAHULUAN. menentukan dan menetapkan masa depan masyarakat melalui pelaksana religinya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Merayakan upacara-upacara yang terkait pada lingkaran kehidupan merupakan hal yang sangat penting bagi masyarakat Karo. Upacara atau perayaan berhubungan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia memiliki banyak sekali kebudayaan yang berbeda-beda,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia memiliki banyak sekali kebudayaan yang berbeda-beda, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia memiliki banyak sekali kebudayaan yang berbeda-beda, yang di dalam kebudayaan tersebut terdapat adat istidat, seni tradisional dan bahasa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk, yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk, yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk, yang memiliki keragaman atas dasar suku (etnis), adat istiadat, agama, bahasa dan lainnya. Masyarakat etnis

Lebih terperinci

BAB 3 METODE DAN MODEL PENELITIAN. dalam penelitian ini akan dijabarkan sebagai berikut.

BAB 3 METODE DAN MODEL PENELITIAN. dalam penelitian ini akan dijabarkan sebagai berikut. 37 BAB 3 METODE DAN MODEL PENELITIAN 3.1 Metodologi Penelitian Hal-hal yang berkaitan dengan metodologi penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini akan dijabarkan sebagai berikut. 3.1.1 Pendekatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk. Kemajemukan itu dapat dikenali dari keanekaragaman budaya, adat, suku, ras, bahasa, maupun agama. Kemajemukan budaya menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing,

BAB I PENDAHULUAN. memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehidupan bangsa di dunia yang mendiami suatu daerah tertentu memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing, setiap bangsa memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rias, tata busana, pentas, setting, lighting, dan property. Elemen-elemen tari dapat

BAB I PENDAHULUAN. rias, tata busana, pentas, setting, lighting, dan property. Elemen-elemen tari dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seni tari merupakan ungkapan perasaan manusia yang dilahirkan melalui gerakgerak tubuh manusia. Maka dapat dilihat bahwa hakikat tari adalah gerak. Disamping gerak sebagai

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS. persaudaraan antar keluarga/gandong sangat diprioritaskan. Bagaimana melalui meja

BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS. persaudaraan antar keluarga/gandong sangat diprioritaskan. Bagaimana melalui meja BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS Salah satu adat perkawinan di Paperu adalah adat meja gandong. Gandong menjadi penekanan utama. Artinya bahwa nilai kebersamaan atau persekutuan atau persaudaraan antar keluarga/gandong

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hal yang tercakup seperti adat serta upacara tradisional. Negara Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. hal yang tercakup seperti adat serta upacara tradisional. Negara Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Budaya merupakan bagian dari kehidupan masyarakat, budaya ada di dalam masyarakat dan lahir dari pengalaman hidup sehari-hari yang dialami oleh setiap kelompok

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia mempunyai berbagai macam kekayaan tradisional yang memiliki jenis dan ciri khas dari tiap daerahnya masing-masing. Baik itu adat istiadat, pakaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah kehidupan manusia, kebudayaan selalu ada sebagai upaya dan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah kehidupan manusia, kebudayaan selalu ada sebagai upaya dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam sejarah kehidupan manusia, kebudayaan selalu ada sebagai upaya dan kegiatan manusia untuk menguasai alam dan mengolahnya bagi pemenuhan kebutuhan manusia. Kebudayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. [Type text]

BAB I PENDAHULUAN. [Type text] BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Tari adalah suatu pertunjukan yang melibatkan seluruh elemen masyarakat pendukungnya. Tari merupakan warisan budaya leluhur dari beberapa abad yang lampau. Tari

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Yosomulyo, Kecamatan Gambiran, Kabupaten Banyuwangi.

BAB III METODE PENELITIAN. Yosomulyo, Kecamatan Gambiran, Kabupaten Banyuwangi. 34 BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Dalam Penelitian ini peneliti mengambil lokasi penelitian di Desa Yosomulyo, Kecamatan Gambiran, Kabupaten Banyuwangi. Pemilihan tempat ini karena masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Utara yang berjarak ± 160 Km dari Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara (Medan). Kota

BAB I PENDAHULUAN. Utara yang berjarak ± 160 Km dari Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara (Medan). Kota BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kota Kisaran adalah Ibu Kota dari Kabupaten Asahan, Provinsi Sumatera Utara yang berjarak ± 160 Km dari Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara (Medan). Kota Kisaran

Lebih terperinci

2015 KAJIAN NILAI-NILAI BUDAYA UPACARA ADAT NYANGKU DALAM KEHIDUPAN DI ERA MODERNISASI

2015 KAJIAN NILAI-NILAI BUDAYA UPACARA ADAT NYANGKU DALAM KEHIDUPAN DI ERA MODERNISASI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang terkenal dengan keanekaragaman budaya, hal ini dikarenakan Indonesia terdiri dari berbagai suku dan adat budaya. Setiap suku

Lebih terperinci

BAB II KONSEP,LANDASAN TEORI,DAN TINJAUAN PUSTAKA. Irawati (2011 : 6) menyatakan bahwa konsep merupakan ide-ide, penggambaran halhal

BAB II KONSEP,LANDASAN TEORI,DAN TINJAUAN PUSTAKA. Irawati (2011 : 6) menyatakan bahwa konsep merupakan ide-ide, penggambaran halhal BAB II KONSEP,LANDASAN TEORI,DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Irawati (2011 : 6) menyatakan bahwa konsep merupakan ide-ide, penggambaran halhal atau benda-benda ataupun gejala sosial yang dinyatakan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Musik merupakan simponi kehidupan manusia, menjadi bagian yang mewarnai kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Musik merupakan simponi kehidupan manusia, menjadi bagian yang mewarnai kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Musik merupakan simponi kehidupan manusia, menjadi bagian yang mewarnai kehidupan sehari-hari manusia. M usik tak sekedar memberikan hiburan, tetapi mampu memberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dan lingkungan, baik lingkungan alam maupun lingkungan sosialbudaya,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dan lingkungan, baik lingkungan alam maupun lingkungan sosialbudaya, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia dan lingkungan, baik lingkungan alam maupun lingkungan sosialbudaya, merupakan sebuah sistem yang saling terkait satu sama lain. Manusia dalam menjalani kehidupannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berada dari beberapa etnik yang ada di Sumatra Utara yaitu etnik Karo atau kalak

BAB I PENDAHULUAN. berada dari beberapa etnik yang ada di Sumatra Utara yaitu etnik Karo atau kalak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia atau disebut dengan Nusantara adalah sebuah Negara yang terdiri dari banyak Pulau dan sebuah Bangsa yang memiliki berbagai kebudayaan etnik, agama,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan berfikir. Perilaku konsumen memiliki berbagai macam pengertian. Salah

BAB I PENDAHULUAN. dan berfikir. Perilaku konsumen memiliki berbagai macam pengertian. Salah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perilaku konsumen merupakan suatu hal yang umum kita dapati di kehidupan kita sehari-hari. Perilaku konsumen dapat dikatakan sebagai pelengkap kegiatan ekonomi. Untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai salah satu negara yang sangat luas dan memiliki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai salah satu negara yang sangat luas dan memiliki BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai salah satu negara yang sangat luas dan memiliki beranekaragam suku bangsa, tentu memiliki puluhan bahkan ratusan adat budaya. Salah satunya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Masalah. Bagi ahli antropologi, religi merupakan satu fenomena budaya. Ia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Masalah. Bagi ahli antropologi, religi merupakan satu fenomena budaya. Ia merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Bagi ahli antropologi, religi merupakan satu fenomena budaya. Ia merupakan satu ekspresi mengenai apa yang sekelompok manusia pahami, hayati, dan yakini baik

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 64 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Penelitian tradisi lisan merupakan obyek kajian yang cukup kompleks. Kompleksitas kajian tradisi lisan, semisal upacara adat dapat disebabkan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disepakati oleh adat, tata nilai adat digunakan untuk mengatur kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. disepakati oleh adat, tata nilai adat digunakan untuk mengatur kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Budaya pantun dalam Dendang lahir secara adat di suku Serawai. Isi dan makna nilai-nilai keetnisan suku Serawai berkembang berdasarkan pola pikir yang disepakati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aprilia Marantika Dewi, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aprilia Marantika Dewi, 2013 BAB I PENDAHULUAN Dalam bagian ini diuraikan (1) latar belakang, (2) masalah, (3) tujuan penelitian, (4) manfaat penelitian, dan (5) struktur organisasi penulisan. Adapun uraiannya sebagai berikut. A.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah Seiring dengan perkembangan zaman, beberapa budaya Indonesia yang terkikis oleh budaya barat sehingga generasi muda hampir melupakan budaya bangsa sendiri. Banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masyarakat dan kebudayaan merupakan hubungan yang sangat sulit dipisahkan. Sebab masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. universal artinya dapat di temukan pada setiap kebudayaan. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. universal artinya dapat di temukan pada setiap kebudayaan. Menurut BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebudayaan suatu daerah dengan daerah lain pada umumnya berbeda, dan kebudayaan tersebut seantiasa berkembang dari waktu ke waktu. Kebudayaan tersebut berkembang disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan dan dilestarikan dengan cara cara yang tradisional. Masyarakat. lingkungan dimana mereka bertempat tinggal.

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan dan dilestarikan dengan cara cara yang tradisional. Masyarakat. lingkungan dimana mereka bertempat tinggal. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Hampir setiap komunitas masyarakat mempunyai pengetahuan yang diturunkan secara turun temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya, dikembangkan dan dilestarikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk, memiliki berbagai suku, ras, bahasa dan kebudayaan yang diwariskan secara turun-temurun oleh nenek moyang. Adanya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Waktu enam bulan ini diharapkan dapat dimaksimalkan peneliti dalam

BAB III METODE PENELITIAN. Waktu enam bulan ini diharapkan dapat dimaksimalkan peneliti dalam 36 BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian 1. Waktu Penelitian Waktu yang diperlukan untuk melakukan penelitian ini yaitu selama enam bulan, dimulai dari 20 juli 2015 sampai 20 Januari

Lebih terperinci

BAB II STRUKTUR SOSIAL DAN BUDAYA MASYARAKAT KARO. Jauh sebelum kedatangan Belanda, orang-orang Karo sudah bermukim dan mendiami

BAB II STRUKTUR SOSIAL DAN BUDAYA MASYARAKAT KARO. Jauh sebelum kedatangan Belanda, orang-orang Karo sudah bermukim dan mendiami BAB II STRUKTUR SOSIAL DAN BUDAYA MASYARAKAT KARO 2.1 Domisili Orang Karo Jauh sebelum kedatangan Belanda, orang-orang Karo sudah bermukim dan mendiami sebagian besar daerah Sumatra Timur, wilayah ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan Konfusianisme adalah konsep bakti terhadap orang tua.

BAB I PENDAHULUAN. dengan Konfusianisme adalah konsep bakti terhadap orang tua. BAB I PENDAHULUAN 1 Latar Belakang Kematian bagi masyarakat Tionghoa (yang tetap berpegang pada tradisi) masih sangat tabu untuk dibicarakan, sebab mereka percaya bahwa kematian merupakan sumber malapetaka

Lebih terperinci

ini. Setiap daerah memilki ciri khas kebudayaan yang berbeda, salah satunya di

ini. Setiap daerah memilki ciri khas kebudayaan yang berbeda, salah satunya di 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara dengan beraneka ragam macam budaya. Kebudayaan daerah tercermin dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat di seluruh daerah di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perasaanya. Sebagai masyarakat yang berinteraksi mereka mempunyai penilaian

BAB I PENDAHULUAN. perasaanya. Sebagai masyarakat yang berinteraksi mereka mempunyai penilaian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah 1.1.1 Latar belakang Manusia sebagai mahluk sosial selalu berinteraksi dengan sesamanya, dengan bahasalah mereka dapat mengungkapkan pikiran, gagasan, maksud

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar yang terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar yang terdiri dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar yang terdiri dari berbagai suku yang tersebar di seluruh pelosok tanah air. Setiap suku memiliki kebudayaan, tradisi

Lebih terperinci

Mahmud Fasya. Universitas Pendidikan Indonesia

Mahmud Fasya. Universitas Pendidikan Indonesia Mahmud Fasya Universitas Pendidikan Indonesia Pengantar Rekaman sejarah menunjukkan bahwa manusia telah mengenal waktu sejak zaman dahulu. Pengenalan itu bermula dari kebiasaan manusia yang selalu telaten

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan ASPEK PENDIDIKAN NILAI RELIGIUS DALAM PROSESI LAMARAN PADA PERKAWINAN ADAT JAWA (Studi Kasus Di Dukuh Sentulan, Kelurahan Kalimacan, Kecamatan Kalijambe, Kabupaten Sragen) NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. buddayah, yaitu bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi atau akal.

BAB I PENDAHULUAN. buddayah, yaitu bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi atau akal. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia dikenal sebagai Negara yang terdiri atas berbagai suku bangsa. Masing-masing suku bangsa memiliki warisan budaya yang tak ternilai harganya.kata budaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Struktur karya sastra dibedakan menjadi dua jenis yaitu struktur dalam

BAB I PENDAHULUAN. Struktur karya sastra dibedakan menjadi dua jenis yaitu struktur dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Struktur karya sastra dibedakan menjadi dua jenis yaitu struktur dalam (intrinsik) dan luar (ekstrinsik). Pada gilirannya analisis pun tidak terlepas dari kedua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bangsa Indonesia terdiri dari banyak suku bangsa. Setiap suku memiliki keunikan masing-masing baik dalam seni budaya maupun tradisi. Warisan ini sampai sekarang masih

Lebih terperinci

Pendidikan pada hakekatnya merupakan proses pembudayaan dan pemberdayaan

Pendidikan pada hakekatnya merupakan proses pembudayaan dan pemberdayaan Latar Belakang Pendidikan pada hakekatnya merupakan proses pembudayaan dan pemberdayaan manusia yang sedang berkembang menuju pribadi yang mandiri untuk membangun dirinya sendiri maupun masyarakatnya.

Lebih terperinci

CERITA RAKYAT GUNUNG SRANDIL DI DESA GLEMPANG PASIR KECAMATAN ADIPALA KABUPATEN CILACAP (TINJAUAN FOLKLOR)

CERITA RAKYAT GUNUNG SRANDIL DI DESA GLEMPANG PASIR KECAMATAN ADIPALA KABUPATEN CILACAP (TINJAUAN FOLKLOR) CERITA RAKYAT GUNUNG SRANDIL DI DESA GLEMPANG PASIR KECAMATAN ADIPALA KABUPATEN CILACAP (TINJAUAN FOLKLOR) Oleh: Dyah Susanti program studi pendidikan bahasa dan sastra jawa shanti.kece@yahoo.com Abstrak:

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sakral, sebuah pernikahan dapat menghalalkan hubungan antara pria dan wanita.

BAB 1 PENDAHULUAN. sakral, sebuah pernikahan dapat menghalalkan hubungan antara pria dan wanita. 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pernikahan merupakan salah satu tahap penting dalam kehidupan manusia. Selain merubah status seseorang dalam masyarakat, pernikahan juga merupakan hal yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan orang perorang antar generasi. Konflik tersebut sering muncul antar tetangga,

BAB I PENDAHULUAN. dengan orang perorang antar generasi. Konflik tersebut sering muncul antar tetangga, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Konflik tanah yang muncul sering sekali terjadi karena adanya masalah dengan orang perorang antar generasi. Konflik tersebut sering muncul antar tetangga,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai merauke, menyebabkan Indonesia memiliki banyak pulau. dijadikan modal bagi pengembang budaya secara keseluruhan.

BAB I PENDAHULUAN. sampai merauke, menyebabkan Indonesia memiliki banyak pulau. dijadikan modal bagi pengembang budaya secara keseluruhan. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara geografis, letak Indonesia yang terbentang dari sabang sampai merauke, menyebabkan Indonesia memiliki banyak pulau. Indonesia yang terkenal dengan banyak pulau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini sudah memiliki kebudayaan dan karya sastra tersendiri.

BAB I PENDAHULUAN. ini sudah memiliki kebudayaan dan karya sastra tersendiri. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar yang terdiri atas berbagai suku yang tersebar di seluruh pelosok tanah air. Salah satunya adalah etnis Batak. Etnis

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. dicapai dalam penelitian ini adalah penulis dapat mengetahui gambaran secara

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. dicapai dalam penelitian ini adalah penulis dapat mengetahui gambaran secara BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metode penelitian yang meneliti status sekelompok manusia, suatu kondisi, suatu obyek, suatu pemikiran ataupun suatu peristiwa masa sekarang. Tujuan yang ingin dicapai dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setiap etnis menebar diseluruh pelosok Negeri. Masing masing etnis tersebut

BAB I PENDAHULUAN. setiap etnis menebar diseluruh pelosok Negeri. Masing masing etnis tersebut 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan Negara yang kaya akan etnis budaya, dimana setiap etnis menebar diseluruh pelosok Negeri. Masing masing etnis tersebut memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kemajuan teknologi komunikasi menyebabkan generasi mudah kita terjebak dalam koptasi budaya luar. Salah kapra dalam memanfaatkan teknologi membuat generasi

Lebih terperinci

ANALISIS BENTUK DAN MAKNA AFIKS VERBA PADA TEKS BACAAN DALAM BUKU SISWA BAHASA INDONESIA SMP/MTS KELAS VII KURIKULUM 2013

ANALISIS BENTUK DAN MAKNA AFIKS VERBA PADA TEKS BACAAN DALAM BUKU SISWA BAHASA INDONESIA SMP/MTS KELAS VII KURIKULUM 2013 ANALISIS BENTUK DAN MAKNA AFIKS VERBA PADA TEKS BACAAN DALAM BUKU SISWA BAHASA INDONESIA SMP/MTS KELAS VII KURIKULUM 2013 ARTIKEL PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Minangkabau. Tradisi ini dapat ditemui dalam upacara perkawinan, batagak gala

BAB I PENDAHULUAN. Minangkabau. Tradisi ini dapat ditemui dalam upacara perkawinan, batagak gala BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bararak adalah suatu tradisi yang terdapat dalam kehidupan masyarakat Minangkabau. Tradisi ini dapat ditemui dalam upacara perkawinan, batagak gala (pengangkatan) penghulu,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Pendekatan Penelitian Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI (1998), pendekatan merupakan suatu usaha/ proses yang dilakukan dalam rangka

Lebih terperinci

Oleh, Albina Septifo Br. Bukit Drs. Syamsul Arif, M.Pd ABSTRAK

Oleh, Albina Septifo Br. Bukit Drs. Syamsul Arif, M.Pd ABSTRAK ANALISIS TINDAK TUTUR RAKUT SITELU SAAT ERDIDONG-DIDONG DALAM PESTA ADAT PERKAWINAN MASYARAKAT KARO DI KABUPATEN KARO (KAJIAN PRAGMATIK) Oleh, Albina Septifo Br. Bukit Drs. Syamsul Arif, M.Pd ABSTRAK Penggunaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat tersebut yang berusaha menjaga dan melestarikannya sehingga

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat tersebut yang berusaha menjaga dan melestarikannya sehingga 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bhineka Tunggal Ika adalah semboyan bangsa Indonesia terhadap perbedaan suku bangsa dan budaya yang menjadi kekayaan bangsa Indonesia. Setiap daerah masing-masing

Lebih terperinci

UPACARA NENGGET PADA MASYARAKAT SUKU KARO

UPACARA NENGGET PADA MASYARAKAT SUKU KARO UPACARA NENGGET PADA MASYARAKAT SUKU KARO (Studi Deskriptif: Desa Saran Padang, Kecamatan Dolok Silau, Kabupaten Simalungun) SKRIPSI DIAJUKAN GUNA MEMENUHI SALAH SALAH SATU SYARAT UNTUK MEMPEROLEH GELAR

Lebih terperinci

TRADISI PEMBUATAN TANGKAL UNTUK IBU HAMIL PADA SUKU MELAYU DI DESA SEI BEROMBANG KECAMATAN PANAI HILIR KABUPATEN LABUHAN BATU

TRADISI PEMBUATAN TANGKAL UNTUK IBU HAMIL PADA SUKU MELAYU DI DESA SEI BEROMBANG KECAMATAN PANAI HILIR KABUPATEN LABUHAN BATU TRADISI PEMBUATAN TANGKAL UNTUK IBU HAMIL PADA SUKU MELAYU DI DESA SEI BEROMBANG KECAMATAN PANAI HILIR KABUPATEN LABUHAN BATU Oleh: Rosramadhana, Payerli Pasaribu, dan Waston Malau Abstrak Pada masyarakat

Lebih terperinci

Penggunaan Bentuk dan Jenis Honorifik Bahasa Jawa di Kabupaten Purworejo

Penggunaan Bentuk dan Jenis Honorifik Bahasa Jawa di Kabupaten Purworejo Penggunaan Bentuk dan Jenis Honorifik Bahasa Jawa di Kabupaten Purworejo Oleh: Ari Fariza Ma rifati Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa afaryza@yahoo.com Abstrak: Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk berbagai keperluan. Upacara adat adalah suatu hal yang penting bagi

BAB I PENDAHULUAN. untuk berbagai keperluan. Upacara adat adalah suatu hal yang penting bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat Angkola sampai saat ini masih menjalankan upacara adat untuk berbagai keperluan. Upacara adat adalah suatu hal yang penting bagi masyarakat Angkola. Pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tadut merupakan salah satu nama kesenian etnik Besemah yang berupa sastra tutur/ sastra lisan yang isinya pengajaran agama Islam di daerah provinsi Sumatera Selatan.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. A. Kajian Pustaka

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. A. Kajian Pustaka BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Kajian Pustaka 1. Tinjauan Studi Terdahulu Penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan aspek pandangan yaitu pada tahun 2000 oleh Chatarina dari Fakultas Ilmu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sastra adalah salah satu saluran kreativitas yang penting dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sastra adalah salah satu saluran kreativitas yang penting dalam kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra adalah salah satu saluran kreativitas yang penting dalam kehidupan manusia. Hal inilah kemudian yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya. Sastra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang memiliki kekayaan budaya dan

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang memiliki kekayaan budaya dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Bangsa Indonesia adalah bangsa yang memiliki kekayaan budaya dan tradisi yang beragam yang tersebar di seluruh pelosok tanah air. Kekayaan budaya dan tradisi

Lebih terperinci

UPAYA MELESTARIKAN NILAI-NILAI BUDAYA PADA MASYARAKAT DAYAK DESA SENEBAN

UPAYA MELESTARIKAN NILAI-NILAI BUDAYA PADA MASYARAKAT DAYAK DESA SENEBAN UPAYA MELESTARIKAN NILAI-NILAI BUDAYA PADA MASYARAKAT DAYAK DESA SENEBAN Syarif Firmansyah Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Fakultas Ilmu Pendidikan dan Pengetahuan Sosial IKIP PGRI

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian Penelitian ini dilakukan di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), tepatnya di Bagian Humas, Biro Kerjasama dan Pemasyarakatan Iptek (BKPI). Kantor

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam pelaksanaan upacara perkawinan, setiap suku bangsa di Indonesia memiliki

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam pelaksanaan upacara perkawinan, setiap suku bangsa di Indonesia memiliki 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2. Tinjauan Pustaka 2.1 Konsep Pelaksanaan Adat Perkawinan Dalam pelaksanaan upacara perkawinan, setiap suku bangsa di Indonesia memiliki dan senantiasa menggunakan adat-istiadat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Belajar 9 Tahun Dalam Sastra Dayak Ngaju, (Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2003), 20.

BAB I PENDAHULUAN. Belajar 9 Tahun Dalam Sastra Dayak Ngaju, (Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2003), 20. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Suku Dayak Ngaju merupakan suku Dayak yang berdomisili di Provinsi Kalimantan Tengah. Umumnya, suku Dayak Ngaju tinggal di sepanjang sungaisungai besar seperti

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kebudayaan dapat diartikan sebagai suatu nilai dan pikiran yang hidup pada sebuah masyarakat, dan dalam suatu nilai, dan pikiran ini berkembang sejumlah

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Dalam penelitian ini peneliti menggunakan beberapa konsep seperti pemerolehan bahasa, morfologi, afiksasi dan prefiks, penggunaan konsep ini

Lebih terperinci

Alat Sintaksis. Kata Tugas (Partikel) Intonasi. Peran. Alat SINTAKSIS. Bahasan dalam Sintaksis. Morfologi. Sintaksis URUTAN KATA 03/01/2015

Alat Sintaksis. Kata Tugas (Partikel) Intonasi. Peran. Alat SINTAKSIS. Bahasan dalam Sintaksis. Morfologi. Sintaksis URUTAN KATA 03/01/2015 SINTAKSIS Pengantar Linguistik Umum 26 November 2014 Morfologi Sintaksis Tata bahasa (gramatika) Bahasan dalam Sintaksis Morfologi Struktur intern kata Tata kata Satuan Fungsi Sintaksis Struktur antar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada era perkembangan seperti ini setiap Negara perlu menggali dan mengenal serta

BAB I PENDAHULUAN. Pada era perkembangan seperti ini setiap Negara perlu menggali dan mengenal serta BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemanfaatan tumbuhan sebagai obat sudah seumur dengan peradaban manusia. Tumbuhan adalah gudang yang memiliki sejuta manfaat termasuk untuk obat berbagai penyakit.

Lebih terperinci

BAB 8 KESIMPULAN DAN KONTRIBUSI

BAB 8 KESIMPULAN DAN KONTRIBUSI BAB 8 KESIMPULAN DAN KONTRIBUSI 8.1. Kesimpulan Berdasarkan analisis dan pembahasan dalam penelitan ini maka dibuat kesimpulan dari fokus kajian mengenai, perubahan ruang hunian, gaya hidup dan gender,

Lebih terperinci

PENYEBAB INTERFERENSI GRAMATIS

PENYEBAB INTERFERENSI GRAMATIS PENYEBAB INTERFERENSI GRAMATIS BAHASA BATAK ANGKOLA DALAM KARANGAN BERBAHASA INDONESIA SISWA KELAS 5 SDN 105010 SIGAMA KECAMATAN PADANG BOLAK TAPANULI SELATAN Fitriani Lubis Fakultas Bahasa dan Seni Universitas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian dan Subjek Penelitian Penelitian ini dilakukan di lingkungan masyarakat Sunda Kecamatan Cililin, Kabupaten Bandung Barat. Upacara adat Ngaras kerap ditemukan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang dibuat dengan bahan alami secara tradisional (Agoes, Azwar H:

BAB 1 PENDAHULUAN. yang dibuat dengan bahan alami secara tradisional (Agoes, Azwar H: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pengobatan tradisional merupakan pengobatan yang menggunakan obatobatan yang dibuat dengan bahan alami secara tradisional (Agoes, Azwar H: 1992). Obat ini merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya keanekaragaman seni dan budaya.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya keanekaragaman seni dan budaya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya keanekaragaman seni dan budaya. Kebudayaan lokal sering disebut kebudayaan etnis atau folklor (budaya tradisi). Kebudayaan lokal

Lebih terperinci

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Struktur masyarakat Indonesia yang majemuk menjadikan bangsa Indonesia memiliki keanekaragaman adat istiadat, budaya, suku, ras, bahasa dan agama. Kemajemukan tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Islam adalah agama rahmatan lil alamin.ajarannya diperuntukkan bagi umat

BAB I PENDAHULUAN. Islam adalah agama rahmatan lil alamin.ajarannya diperuntukkan bagi umat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Islam adalah agama rahmatan lil alamin.ajarannya diperuntukkan bagi umat manusia secara keseluruhan. Ajaran Islam dapat berpengaruh bagi umat manusia dalam segala

Lebih terperinci

KERJA TAHUNAN, PESTA TRADISI MASYARAKAT KARO

KERJA TAHUNAN, PESTA TRADISI MASYARAKAT KARO 86 " Kerja Tahunan, Pesta Tradisi Masyarakat Karo. Junita Setiana Ginting. KERJA TAHUNAN, PESTA TRADISI MASYARAKAT KARO Junita Setiana Ginting Staf Pengajar FIB Universitas Sumatera Utara Abstrak: Karya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Kebudayaan Indonesia sangat beragam. Pengaruh-pengaruh

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Kebudayaan Indonesia sangat beragam. Pengaruh-pengaruh 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebudayaan merupakan sistem nilai yang terkandung dalam sebuah masyarakat. Kebudayaan Indonesia sangat beragam. Pengaruh-pengaruh kebudayaan yang membentuk lapis-lapis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekayaan budaya nasional yang tetap harus dijaga kelestariannya.guna

BAB I PENDAHULUAN. kekayaan budaya nasional yang tetap harus dijaga kelestariannya.guna BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ragam dari kebudayaan yaitu sistem religi dan upacara keagamaan, sistem dan organisasi kemasyarakatan, sistem pengetahuan, bahasa, kesenian, system mata pencaharian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki banyak suku, etnis dan budaya. Salah satunya adalah suku

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki banyak suku, etnis dan budaya. Salah satunya adalah suku BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki banyak suku, etnis dan budaya. Salah satunya adalah suku X di Kabupaten Papua yang menganut tradisi potong jari ketika salah seorang anggota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesemuanya adalah satu dalam pangkuan NKRI. Dengan demikian, sangat

BAB I PENDAHULUAN. kesemuanya adalah satu dalam pangkuan NKRI. Dengan demikian, sangat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara kita negara Bineka tunggal ika, yang terdiri dari beberapa suku Bangsa dengan berbagai adat istiadat, bahasa dan kebudayaanya.namun kesemuanya adalah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini tergolong penelitian kualitatif yaitu penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian dilakukan di Kecamatan Ngombol, Kabupaten Purworejo. Peneliti memilih lokasi ini karena di daerah tersebut tradisi pemasangan tuwuhan sudah

Lebih terperinci