BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Dalam bab ini akan dibahas teori mengenai Self-esteem, Body Dissatisfaction

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Dalam bab ini akan dibahas teori mengenai Self-esteem, Body Dissatisfaction"

Transkripsi

1 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dibahas teori mengenai Self-esteem, Body Dissatisfaction dan Eating Disorders. 2.1 Self-Esteem Definisi Self-esteem Istilah self-esteem dalam bahasa indonesia disebut dengan penghargaan diri. Berikut merupakan penjabaran dari pengertian self-esteem menurut beberapa tokoh: Rosenberg (1965) mendefinisikan self-esteem sebagai perasaan penerimaan diri (self-acceptance), penghargaan diri (self-respect dan self-worth) dan evaluasi diri yang positif yang dikonseptualisasikan sebagai karakteristik yang relatif menetap. Baron dan Byrne (dalam Geldard, 2010) mengatakan bahwa self-esteem merupakan penilaian inidividu terhadap diri sendiri dan dipengaruhi oleh karakteristik yang dimiliki orang lain dalam menjadi pembanding. Menurut Atwater dan Duffy (2002) self-esteem adalah evaluasi pribadi terhadap diri sendiri yang menghasilkan perasaan berharga yang terkait dengan konsep diri. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa definisi self-esteem adalah suatu penilaian atau evaluasi individu terhadap dirinya sendiri yang relatif menetap, penerimaan pada diri yang diekpresikan melalui perilaku dan sikapnya terhadap diri sendiri serta meliputi berbagai karakteristik baik positif maupun negatif yang menghasilkan perasaan berharga. 10

2 Bagian konstruk dari Self-esteem Menurut Heatherton dan Polivy (1991) self-esteem, dapat dikonstruk menjadi komponen utama yakni : a. Performance self-esteem mengacu pada kompetensi umum seseorang meliputi kemampuan intelektual, performa hasil sekolah, kapasitas diri, percaya diri, self-efficacy dam self agency. b. Social self-esteem mengacu pada bagaimana seseorang mempercayai pandangan orang lain menurut mereka. Apabila orang lain terutama significant others menghargai mereka maka akan memiliki social self-esteem yang tinggi. Seseorang dengan social self-esteem yang rendah akan merasakan kecemasan ketika berada di publik dan akan sangat khawatir mengenai image mereka dan bagaimana orang lain memandang mereka. c. Physical (Appearance) self-esteem mengacu pada bagaimana seseorang melihat fisik mereka meliputi skills, penampilan menarik, body image dan juga stigma mengenai ras dan etnis Faktor yang mempengaruhi Self-esteem Berikut merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi self-esteem: 1. Lingkungan Keluarga Tempat sosialisasi pertama adalah lingkungan keluarga. Perlakuan adil, pemberian kesempatan untuk aktif dan pendidikan yang demokratis biasanya terdapat pada anak yang memiliki self-esteem yang tinggi (Monks, 2004). 2. Lingkungan Sosial Lingkungan sosial dimana individu berada turut mempengaruhi pembentukan self-esteem. Individu mulai menyadari bahwa dirinya

3 12 berharga sebagai individu dengan lingkungannya. Penilaian masyarakat terhadap individu akhirnya mempengaruhi konsep diri yakni self-esteem (Sriati, 2008). Hubungan dengan teman dan keluarga juga dapat mempengaruhi self-esteem. Selain itu, pernikahan dan hubungan yang saling mendukung juga mampu meningkatkan self-esteem (Orth, Robins, dan Trzesniewski, 2010). Kehilangan kasih sayang, penghinaan dan dijauhi teman akan menurunkan self-esteem. Sebaliknya pengalaman, keberhasilan, persahabatan dam kemasyhuran akan meningkatkan selfesteem. Hubungan dengan sesama anggota masyarakat dengan budaya, ras dan agama yang berbeda dapat turut mempengaruhi self-esteem. (Monks, 2004). 3. Faktor Psikologis Penerimaan diri akan mengarahkan individu untuk mampu menentukan arah dirinya pada saat mulai memasuki hidup bermasyarakat sebagai anggota masyarakat yang sudah dewasa. (Monks, 2004). 4. Demografis (Gender, Usia dan Etnis) Perbedaan jenis kelamin antara pria dan wanita dapat mengakibatkan terjadinya perbedaan yang terkait dengan pola pikir, cara berpikir serta cara bertindak (Monks, 2004). Hal ini paling banyak terjadi pada usia remaja dan dewasa sedangkan tidak berpengaruh besar pada usia tua. Etnik juga berpengaruh terhadap self-esteem (Orth, Robins, dan Trzesniewski, 2010). 5. Status Sosial Ekonomi Status sosial ekonomi yang meliputi tingkat pendidikan, pendapatan, dan gengsi pekerjaan. Status sosial ekonomi dapat mempengaruhi self-esteem

4 13 karena status dan kekayaan dapat mempengaruhi persepsi seseorang tentang nilai dirinya (Orth, Robins, dan Trzesniewski, 2010) Self-esteem pada Remaja Flemming & Courtney (1984) dalam Frey (1994) mengemukakan bahwa selfesteem pada remaja dibagi menjadi lima aspek, yaitu : 1. Perasaan ingin dihormati Perasaan ingin diterima oleh orang lain, perasaan ingin dihargai, didukung, diperhatikan, dan merasa diri berguna. 2. Percaya diri dalam bersosialisasi Merasa percaya diri, mudah bergaul dengan orang lain, baik baru dikenal maupun baru dikenal. 3. Kemampuan akademik Sukses memenuhi tuntutan prestasi ditandai oleh keberhasilan individu dalam mengerjakan bermacam-macam tugas pekerjaan dengan baik dan benar. 4. Penampilan fisik Kemampuan merasa bahwa diri memiliki kelebihan, merasa diri menarik, dan merasa percaya diri. 5. Kemampuan fisik Mampu melakukan sesuatu dalam bentuk aktivitas, dapat berprestasi dalam hal kemampuan fisik Self-esteem pada Dewasa Muda Pada usia dewasa muda ini, orang telah memiliki pekerjaan yang stabil, keluarga, dan hubungan percintaan, dikarakteristikan dengan pencapaian prestasi puncak dan memiliki kontrol akan diri sendiri dan lingkungannya (Erickson & Levinson dalam Orth, Robins, dan Trzesniewski, 2010 ).

5 14 Selama tugasnya ini, individu meningkatkan posisi pekerjaan dalam status dan kekuasaan, di mana hal ini dapat meningkatkan self-esteem. Menurut Crocker dan Wolfe (Dannefer, 1984 dalam Orth, Robins, dan Trzesniewski, 2010), selfesteem yang positif akan didapat apabila individu mampu melihat dan mengenal dirinya sendiri pada masa perkembangan, dari pada adanya penghargaan dari luar dirinya. 2.2 Body Dissatisfaction Sebelum menjelaskan Body Dissatisfaction, akan dibahas sedikit mengenai Body Image karena Body Dissatisfaction merupakan bagian dari Body Image Body Image Menurut Cash & Pruzinsky (1989; 1990), Body image dapat didefinisikan sebagai : Body image is regarded as multi-dimensional self-attitudes towards one s body particularly focusing on appearance. The body image construct is comprised of at least two independent modalities including perceptual (size estimations) and attitudinal (body-related affects and cognitions) Body image dapat dipandang sebagai sikap diri yang multi dimensi terhadap tubuh seseorang terutama berfokus pada penampilan (Cash & Pruzinsky, 1990). Konstruk dari body image setidaknya terdiri dari dua komponen yaitu persepsi (perkiraan ukuran) dan sikap ( terkait dengan tubuh dan mempengaruhi kognisi) (Cash, 1989).

6 15 Menurut De Panfilis, Rabbaglio, Rossi, Zita & Maggini (2003), Body Image adalah : a person s mental image and evaluation of his or her physical appearance and the effect of these perceptions and attitudes on behaviour Body Image dapat didefinisikan sebagai gambaran dan evaluasi mental seseorang terhadap penampilan fisiknya dan efek persepsi tersebut serta sikap terhadap tingkah lakunya (De Panfilis, Rabbaglio, Rossi, Zita & Maggini, 2003). Spurgas (2005) mendefinisikan body image sebagai : The way a person perceives his/her body is influenced by a variety of factors including the degree of importance their physical appearance has to their overall sense of self Cara seseorang mempersepsikan tubuhnya yang dipengaruhi oleh berbagai faktor termasuk tingkat pentingnya penampilan fisik terhadap keseluruhan rasa pada diri mereka (Spurgas, 2005). Beberapa contoh dimensi yang mencakup body image adalah : perception, attitude, cognition, behavior, affect, fear of fatness, body distortion, body dissatisfaction, cognitive-behavioral investment, evaluation, preference for thinness, dan restrictive eating (Brown, T., Cash, T., & Mikulla, P., 1990). Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa body image adalah gambaran, evaluasi mental serta persepsi diri seseorang terhadap penampilan fisik termasuk tubuh, yang dipengaruhi faktor seperti pentingnya tingkat penampilan fisik, serta efeknya terhadap tingkah laku dan keseluruhan rasa pada diri.

7 Komponen dan Aspek-aspek Body Image Body image terdiri dari berbagai dimensi yang saling mempengaruhi, meliputi afeksi (kognisi), afeksi dan evaluasi serta behavioral (Thompson, 1996). 1. Persepsi (kognisi) Merupakan komponen yang mencakup ketepatan individu dalam mempersepsikan ukuran tubuhnya. Persepsi yang dimaksud lebih menekankan kepada perkiraan mengenai ukuran tubuh, mencakup ukuran pada area tertentu serta berat badan 2. Afeksi dan evaluasi Merupakan komponen yang mencakup kepuasan individu terhadap tubuhnya, afeksi, evaluasi serta kecemasan individu terhadap penampilan tubuhnya. Komponen afeksi dapat berupa perasaan positif maupun negatif, suka maupun tidak suka, puas maupun tidak puas, malu bahkan benci terhadap tubuhnya sendiri dan mempengaruhi proses berpikir, berbicara dan pengungkapan kondisi tubuh seseorang. 3. Tingkah laku (behavioral) Merupakan komponen yang mencakup penginderaan terhadap situasi yang berhubungan dengan penampilan fisik dan membuat tidak nyaman.

8 17 Dalam penelitian ini, aspek-aspek yang diukur meliputi ketiga dimensi tersebut yang diukur ke dalam tiga domain somatik yakni penampilan fisik, kebugaran dan kesehatan. Serta tiga sub-domain lainnya yang mengukur kepuasan area tubuh, kecemasan terhadap kegemukan dan pengkategorian berat badan yang dibagi menjadi 10 subskala yaitu : 1. Appearance Evaluation Yaitu mengukur tingkat kepuasan individu dengan penampilan tubuhnya. 2. Appearance Orientation Yaitu mengukur tingkat perhatian individu dengan penampilan tubuhnya 3. Fitness Evaluation Yaitu mengukur tingkat penilaian individu terhadap kebugaran fisiknya. 4. Fitness Orientation Yaitu mengukur tingkat pentingnya kebugaran fisik pada individu. 5. Health Evaluation Yaitu mengukur tingkat penilaian individu terhadap kesehatan tubuhnya. 6. Health Orientation Yaitu mengukur tingkat pentingnya pengetahuan dan kesadaran individu akan kesehatan tubuhnya. 7. Illness Orientation Yaitu mengukur tingkat pengetahuan dan kesadaran individu terhadap penyakit serta reaksi terhadap masalah penyakit yang dirasakan oleh tubuhnya. 8. Body Areas Satisfaction Scale

9 18 Yaitu mengukur tingkat kepuasan individu terhadap berbagai aspek tertentu dari tubuhnya 9. Overweight Preoccupation Yaitu mengukur tingkat kecemasan individu terhadap kegemukan serta kewaspadaan akan berat badan. 10. Self-Classified Weight Yaitu mengukur tingkat persepsi dan penilaian individu terhadap berat badannya dan menggolongkannya ke dalam golongan tertentu Definisi Body dissatisfaction Grogan (1999) mendefinisikan body dissatisfaction sebagai pikiran dan perasaan negatif individu terhadap tubuhnya. Ogden (dalam Adlard, 2006) menyatakan bahwa body dissatisfaction adalah kesenjangan antara persepsi individu terhadap ukuran tubuh ideal dengan ukuran tubuh mereka sebenarnya atau dapat juga dideskripsikan sebagai perasaan tidak puas terhadap bentuk dan ukuran tubuh. Body dissatisfaction merupakan keterpakuan pikiran akan penilaian negatif mengenai tampilan fisik dan adanya perasaan malu akan keadaan fisik ketika berada dalam lingkungan sosial (Rosen dan Reiter, 1995). Sarwer, Wadeen dan Foster (dalam Esther, 2002) mengemukakan bahwa body dissatisfaction dapat dilihat dari penilaian individu mengenai beberapa hal yang berhubungan dengan tubuhnya, yaitu : 1. Berat badan yang dimiliki, 2. Tinggi badan yang dimiliki, serta 3. Bagian-bagian tubuh tertentu (perut, payudara, pinggang, pinggul, bokong, paha dan betis)

10 19 Dari beberapa uraian diatas dapat disimpulkan bahwa body dissatisfaction merupakan evaluasi negatif dan keterpakuan pikiran terhadap tampilan fisik terkait dengan perasaan tidak puas akan bentuk tubuh ataupun berat badan yang dapat menimbulkan rasa malu di lingkungan sosial yang dapat dilihat dari penilaian individu mengenai hal-hal yang berhubungan dengan tubuhnya seperti berat badan, tinggi badan serta bagian-bagian tubuh tertentu yakni perut, payudara, pinggang, pinggul,bokong, paha dan betis Faktor-faktor yang mempengaruhi Body Dissatisfaction 1. Gender Perbedaan pandangan antara pria dan wanita dalam memandang tubuhnya menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi kepuasan tubuh. Umumnya wanita memiliki pandangan akan tubuhnya dengan melihat dari segi estetika dan evaluatif, dan sebaliknya pria memiliki pandangan akan tubunya lebih pada fungsional sehingga body dissatisfaction pada wanita lebih tinggi daripada pria (Secord & Jourard dalam Marina, 1997; Kurnia, 2005). 2. Berat Badan Body dissatisfaction terkait erat dengan tingkat kurus atau gemuk seseorang. Hal tersebut didukung oleh penelitian yang menemukan bahwa berat badan dan ukuran tubuh berperan penting dalam mempengaruhi body dissatisfaction pada wanita, terutama di lingkungan budaya yang menekankan pentingnya penampilan (Thompson, 1990 dalam Kurnia, 2005). 3. Budaya Budaya pada suatu lingkungan masyarakat sangat berpengaruh terhadap body dissatisfaction seseorang, terutama yang menekankan pada standar tubuh ideal (Kurnia, 2005).

11 20 4. Media massa Media massa sangat besar perannya terhadap perkembangan body dissatisfaction seseorang. Iklan dan artikel yang berhubungan dengan diet serta kelangsingan memberikan informasi mengenai standar tubuh ideal yang berlaku di masyarakat dan memberikan tekanan sosial yang menguatkan keinginan untuk mencapai berat badan sesuai dengan standar tersebut (Pattiasina, 1998). 5. Sosial Keluarga, teman dan orang lain yang berada di lingkungan sekitar secara tidak langsung memberikan standar dan nilai untuk penampilan. 6. Profesi dan Karir Tuntutan karir atau profesi tertentu yang mengharuskan seseorang untuk bertubuh langsing dan ideal menjadi tekanan bagi individu untuk mencapai standar berat badan dan ukuran tubuh tertentu (Wolf, 2004). 2.3 Eating Disorders Sebelum membahas mengenai Eating Disorders, akan dibahas terlebih dahulu sedikit mengenai Perilaku makan (Eating Attitudes) Eating Attitudes Menurut Jones, Bennett, Olmsted, Lawson & Rodin (2001), Eating Attitudes adalah : Eating attitudes can include thoughts about dieting, striving for thinness and preoccupation with food. Abnormal or disturbed eating attitudes are attitudes that surround food that are unhealthy or different from that of the general population

12 21 Eating attitudes (perilaku makan) dapat mencakup pikiran tentang diet, upaya untuk kurus dan obsesi terhadap makanan. Eating attitudes yang abnormal atau terganggu adalah sikap yang melingkupi perilaku makan yang tidak sehat atau berbeda dari populasi pada umumnya (Jones, Bennett, Olmsted, Lawson & Rodin, 2001). Perilaku makan yang terganggu dapat menimbulkan permasalahan kesehatan yang cukup signifikan dan memiliki keterkaitan dengan eating disorders (Powell & Kahn, 1995) Definisi Eating disorders Eating disorders adalah segala bentuk karakteristik penyimpangan perilaku atau kebiasaan makan yang sangat parah, mengakibatkan konsumsi dan penyerapan makanan berubah serta secara signifikan mengganggu kesehatan fisik serta fungsi psikososial (Fairburn & Walsh, 1995). Polivy dan Herman (1987) mendefinisikan eating disorders sebagai perilaku makan yang tidak normal dan tidak sesuai dengan standar fisiologis serta sering diasosiasikan dengan adanya perhatian yang sangat besar pada berat badan. Gangguan makan (Eating Disorders) hadir ketika seseorang mengalami gangguan parah dalam tingkah laku makan, seperti mengurangi kadar makanan dengan ekstrem atau makan terlalu banyak yang ekstrem, atau perasaan menderita atau keprihatinan tentang berat atau bentuk tubuh yang ekstrem. Seseorang dengan gangguan makan mungkin berawal dari mengkonsumsi makanan yang lebih sedikit atau lebih banyak daripada biasa, tetapi pada tahap tertentu, keinginan untuk makan lebih sedikit atau lebih banyak terus menerus di luar keinginan (APA, 2005).

13 Faktor-faktor yang mempengaruhi kecenderungan Eating Disorders Berikut merupakan faktor-faktor menurut Fisher et.al (dalam Santrock, 2001) yang mempengaruhi dan turut mendorong timbulnya kecenderungan eating disorders : 1. Faktor Sosial Faktor sosial sangat berperan dalam mempengaruhi seseorang untuk melakukan eating disorders contohnya seperti pandangan masyarakat akan penampilan dan tubuh yang langsing serta pada umumnya wanita lebih dituntut untuk memperhatikan berat badannya. Pengaruh media massa seperti televisi, iklan dan sebagainya juga turut mendorong seseorang untuk melakukan usaha diet demi memiliki tubuh langsing seperti yang ditayangkan (Herman & Polivy, 1987). 2. Faktor Psikologis Faktos psikologis dari dalam diri individu juga turut berperan dalam mempengaruhi mempengaruhi seseorang untuk melakukan eating disorders. Umumnya individu yang menekankan pentingnya penampilan akan berusaha untuk menjaga penampilannya dengan cara apapun termasuk diet berlebihan agar penampilannya tetap terlihat menarik dan dihargai oleh orang lain (Tanenhaus, 1992). 3. Faktor Fisiologis Dalam faktor fisiologis, jika bagian otak yang disebut dengan hypothalamus menjadi abnormal, maka akan memungkinkan individu untuk menjadi anoreksia. Selain itu, individu yang memiliki faktor keturunan yang berkecenderungan gemuk, cenderung berusaha untuk menurunkan berat badannya (Tannenhaus, 1992).

14 Tipe Eating disorders Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, 4 th Edition (DSM-IV TR) mengklasifikasikan tiga jenis gangguan makan yaitu anorexia nervosa (AN), bulimia nervosa (BN), dan eating disorders not otherwise specified (EDNOS). (National Institute of Mental Health (NIMH), 2007) Anorexia Nervosa Menurut DSM-IV, anoreksia nervosa dapat dicirikan sebagai keengganan untuk memiliki dan mempertahankan berat badan normal, ketakutan yang berlebihan untuk menaikkan berat badan, dan tidak mengalami menstruasi selama 3 siklus berturut-turut. Anoreksia nervosa terbagi kepada dua jenis yaitu : 1. Restricting-type Individu tersebut menurunkan berat badan dengan berdiet saja tanpa makan berlebihan (binge eating) atau memuntahkan kembali (purging). Mereka terlalu membatasi konsumsi karbohidrat dan makanan yang mengandung lemak. 2. Binge-eating/purging type Individu tersebut makan secara berlebihan kemudian memuntahkannya kembali secara sengaja (APA, 2005) Diagnosa Anorexia Nervosa IV-TR) : Berikut ini merupakan kriteria untuk diagnosa anorexia nervosa (DSM

15 24 1. Menolak mempertahankan berat badan pada level normal atau sedikit di atas normal. 2. Ketakutan yang intens bahwa berat badan akan naik atau menjadi gemuk. 3. Evaluasi yang tidak tepat terhadap berat badan atau bentuk tubuhnya sendiri, atau menyangkal keseriusan keadaan berat badannya yang rendah. 4. Amenorrhea pada wanita pascamenarke, yaitu tidak adanya siklus menstruasi selama tiga bulan berturut-turut Bulimia Nervosa (BN) Bulimia nervosa (BN) digambarkan sebagai periode makan berlebihan yang berulang (binge eating) dan dilanjutkan dengan perilaku kompensasi (muntah, berpuasa, berolahraga, atau kombinasinya). Makan berlebihan disertai dengan perasaan subjektif kehilangan kontrol ketika makan. Muntah yang dilakukan secara sengaja atau berolahraga (exercise) secara berlebihan, serta penyalahgunaan pencahar, diuretik, amfetamin dan tiroksin (Chavez dan Insel, 2007). Bulimia nervosa digolongkan pada orang yang mengalami masalah dalam mengkonsumsi makanan dengan jumlah yang sangat banyak (misalnya, binge-eating) secara berulang-ulang dan sering, dan merasakan kurangnya kontrol terhadap makan. Perilaku binge eating diikuti dengan perilaku yang mengkompensasi binge dengan menyingkirkan makanan yang dimakan (misalnya, muntah, penggunaan obat cuci perut (laxative) atau diuretik yang berlebihan), berpuasa dan atau olahraga yang berlebihan (APA, 2005). Tidak seperti anoreksia nervosa, orang yang menderita bulimia nervosa dapat

16 25 termasuk pada golongan dengan berat badan yang normal sesuai dengan umur mereka. Akan tetapi seperti hal-nya anoreksia nervosa, mereka juga mempunyai ketakutan untuk pertambahan berat badan, sangat nekat untuk mengurangi berat badan, dan merasa ketidakbahagiaan yang besar atas ukuran dan bentuk tubuh. Kebiasaannya, perilaku bulimik adalah rahasia, karena selalu disertai dengan perasaan jijik dan malu. Siklus perilaku binge-ing dan penyingkiran ini selalu berulang selama beberapa kali dalam seminggu (APA, 2005). DSM-IV membagi Bulimia Nervosa menjadi dua bentuk yaitu purging dan nonpurging. 1. Purging Individu memuntahkan kembali makanan secara sengaja atau menyalahgunakan obat pencahar, diuretik atau enema. 2. Non- purging Individu menggunakan cara lain selain cara yang digunakan pada tipe purging, seperti berpuasa atau olahraga (exercise) secara berlebihan. Diagnosa untuk Bulimia Nervosa Berikut merupakan kriteria untuk diagnosa Bulimia nervosa (DSM IV-TR) : 1. Episode berulang binge-eating (makan berlebih) yang ditandai asupan makanan yang luar biasa banyak dalam waktu 2 jam, ditambah kekurangan sense of control terhadap makan selama episode-episode ini

17 26 2. Perilaku kompensasi yang tidak pas dan berulang kali dilakuan untuk mencegah bertambahnya berat badan, seperti dengan sengaja merangsang muntah, penyalahgunaan obat pencahar, berpuasa, atau melakukan olahraga secara berlebihan 3. Secara rata-rata, binge-ing atau perilaku kompensasi yang tidak tepat itu terjadi paling sedikit dua kali seminggu selama minimal 3 bulan 4. Preokupasi atau perhatian yang berlebihan pada bentuk tubuh dan berat badan Eating disorders not otherwise specified (EDNOS) Diagnosa ini meliputi gangguan perilaku makan yang tidak memenuhi keseluruhan kriteria pada diagnosa anoreksia nervosa dan bulimia nervosa. Hal-hal tersebut termasuk : 1. Untuk pasien wanita, ditemukan semua kriteria untuk diagnosis Anorexia Nervosa tetapi pasien tetap mengalami menstruasi secara reguler. 2. Ditemukan semua kriteria untuk diagnosis Anorexia Nervosa kecuali penurunan berat badan yang signifikan yakni berat badan pasien tetap berada dalam jangkauan normal. 3. Ditemukan semua kriteria untuk diagnosis Bulimia Nervosa kecuali Binge eating dan perilaku kompensasi muncul kurang dari 2 kali dalam seminggu atau kurang dari 3 bulan. 4. Pasien memiliki berat badan normal dan menggunakan perilaku kompensasi setelah makan sejumlah kecil makanan (contoh: memuntahkan setelah memakan dua biskuit)

18 27 5. Pasien melakukan perilaku mengunyah dan memuntahkan kembali secara berulang-ulang tetapi tidak menelannya, sejumlah banyak makanan. 6. Binge eating disorder: terjadi perilaku makan yang berlebihan secara berulang tanpa diikuti dengan adanya perilaku rutin dalam mengkompensasi makanan seperti pada bulimia nervosa Binge Eating Disorders (BED) Menurut DSM-IV, kriteria binge eating disorder (BED) adalah periode makan yang berlebihan, sama seperti bulimia nervosa, tetapi yang membedakan binge eating disorder dengan bulimia nervosa ialah pada binge eating tidak melibatkan perilaku untuk melawan periode makan berlebihan tersebut, seperti memuntahkan kembali makanan, penggunaan obat pencahar dan berolahraga berlebihan. Tercantum dalam lampiran DSM IV-TR sebagai diagnosis untuk studi lebih lanjut, binge eating disorder dicirikan dengan perilaku makan yang tidak terkendali (binge) tanpa diikuti dengan adanya perilaku memuntahkan secara sengaja atau penyalahgunaan obat pencahar. Memiliki hubungan dengan gejala obesitas. Individu yang mengalami binge eating juga merasa bersalah, malu dan atau distress dengan binge eating mereka yang dapat membawa kepada lebih banyak episode pada perilaku makan berlebihan yang tidak terkendali. Mereka juga sering mempunyai penyakit psikologis termasuk kecemasan, depresi, dan masalah kepribadian (APA, 2005) Body Mass Index Body Mass Index (BMI) atau Indeks Massa Tubuh (IMT) merupakan nilai yang diambil dari perhitungan antara berat badan (BB) dan tinggi badan (TB)

19 28 seseorang sebagai panduan berat badan ideal yang diukur sesuai rumus tertentu lalu hasilnya dibandingkan dengan klasifikasi yang telah ada. Indeks massa tubuh berkaitan dengan eating disorders. Ada banyak cara untuk mengukur Indeks Massa Tubuh salah satunya adalah standar yang dibuat oleh Departemen Kesehatan RI yaitu: Tabel 2. 1 Rumus IMT Indeks Massa Tubuh = Berat Badan (kg) Tinggi Badan (m) 2 Sumber: Depkes RI (2002) Tabel 2. 2 Klasifikasi Indeks Massa Tubuh KEADAAN KATEGORI IMT KURUS Kekurangan berat badan tingkat Berat < 17 Kekurangan berat badan tingkat ringan NORMAL Berat badan Normal GEMUK Kelebihan berat badan tingkat Ringan Kelebihan berat badan tingkat Berat > 27 Sumber: Depkes RI (2002)

20 29 Tabel 2. 3 Klasifikasi Berat Badan yang diusulkan berdasarkan BMI pada Penduduk Asia Dewasa Kategori BMI (kg/m2) Underweight < 18.5 kg/m 2 Batas Normal kg/m 2 Overweight > 23 At Risk kg/m 2 Obese I kg/m 2 Obese II > 30.0 kg/m 2 Sumber: WHO (2000) Tahap Perkembangan Tahap krisis perkembangan menurut Erik Erikson (dalam Santrock, 2001) yang sesuai dengan subjek penelitian : A. Identitas dan kebingungan identitas (identity versus identity confusion) Adalah tahap kelima yang dialami individu selama tahun-tahun masa remaja. Pada tahap ini mereka dihadapkan oleh pencarian siapa mereka, bagaimana mereka nanti, dan ke mana mereka akan menuju masa depannya. Satu dimensi yang penting adalah penjajakan pilihan-pilihan alternatif terhadap peran. Penjajakan karir merupakan hal penting. Orangtua harus mengijinkan anak remaja menjajaki banyak peran dan berbagai jalan. Jika anak menjajaki berbagai peran dan menemukan peran positif maka ia akan mencapai identitas yang positif. Jika orangtua menolak identitas remaja sedangkan remaja tidak mengetahui banyak

21 30 peran dan juga tidak dijelaskan tentang jalan masa depan yang positif maka ia akan mengalami kebingungan identitas. B. Keintiman dan keterkucilan (intimacy versus isolation) Tahap keenam yang dialami pada masa-masa awal dewasa. Pada masa ini individu dihadapi tugas perkembangan pembentukan relasi intim dengan orang lain. Saat anak muda membentuk persahabatan yang sehat dan relasi akrab yang intim dengan orang lain, keintiman akan dicapai, kalau tidak, isolasi akan terjadi. C. Bangkit dan berhenti (generality versus stagnation) Tahap ketujuh perkembangan yang dialami pada masa pertengahan dewasa. Persoalan utama adalah membantu generasi muda mengembangkan dan mengarahkan kehidupan yang berguna (generality). Perasaan belum melakukan sesuatu untuk menolong generasi berikutnya adalah stagnation.

22 Kerangka Berpikir Gambar 2.1 Kerangka Berpikir Ballet Dancer Body Self-Esteem Body Dissatisfaction Eating Disorders Penjelasan kerangka berpikir Tubuh merupakan instrumen bagi penari ballet sehingga keberadaannya menjadi sangat penting untuk kelanjutan profesi penari ballet. Tuntutan agar penampilan tubuhnya selalu menarik dan ideal membuat para penari ballet merasa memiliki dorongan untuk terus menjaga tubuhnya agar selalu kurus. Tuntutan untuk menjadi kurus menyebabkan para penari menjadi tidak puas akan tubuhnya yang dapat menyebabkan munculnya body dissatisfaction. Ketika para penari telah mengembangkan body dissatisfaction, mereka akan memiliki self-esteem yang rendah akan dirinya sendiri. Untuk membuat dirinya merasa tubuhnya akan lebih baik, para penari umumnya akan terus menjaga perilaku dalam kontrol makannya, yang apabila dilakukan secara ekstrem dapat menyebabkan Eating Disorders. Oleh karena itu peneliti membuat kerangka berfikir yaitu berawal dari tubuh (body) yang menjadi media atau instrumen bagi penari, dihubungkan dengan dari dua variabel

23 32 yakni variabel bebas yaitu self-esteem dan body dissatisfaction yang diharapkan akan menghasilkan satu variabel terikat yaitu eating disorder. Dari hasil penelitian tersebut maka penelitian akan menemukan apakah self-esteem dan body dissatisfaction mampu memberikan prediksi terhadap kecenderungan eating disorders pada penari ballet. 2.5 Hipotesis Dengan demikian hipotesis yang akan ditarik oleh peneliti adalah : Ho 1 : Self-esteem dan Body dissatisfaction secara bersama tidak mampu memprediksikan kecenderungan Eating disorders pada penari ballet. Ha 1 : Self-esteem dan Body dissatisfaction secara bersama mampu memprediksikan kecenderungan Eating disorders pada penari ballet. Ho2 : Self-esteem tidak mampu memprediksikan kecenderungan Eating Disorders pada penari ballet. Ha2 : Self-esteem mampu memprediksikan kecenderungan Eating Disorders pada penari ballet. Ho3 : Body Dissatisfaction tidak mampu memprediksikan kecenderungan Eating Disorders pada penari ballet. Ha3 : Body Dissatisfaction mampu memprediksikan kecenderungan Eating Disorders pada penari ballet.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kebutuhan dasar manusia untuk bertahan hidup salah satunya adalah pemenuhan nutrisi terhadap tubuh karena dalam hierarki Maslow kebutuhan fisiologis salah satunya yaitu

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perilaku Diet 2.1.1 Pengertian Perilaku Diet Perilaku adalah suatu respon atau reaksi organisme terhadap stimulus dari lingkungan sekitar. Lewin (dalam Azwar, 1995) menyatakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Remaja dan Model

TINJAUAN PUSTAKA Remaja dan Model TINJAUAN PUSTAKA Remaja dan Model Masa remaja merupakan jalan panjang yang menjembatani periode kehidupan anak dan orang dewasa, yang berawal pada usia 9-10 tahun dan berakhir di usia 18 tahun. Pertumbuhan

Lebih terperinci

BULIMIA NERVOSA. 1. Frekuensi binge eating

BULIMIA NERVOSA. 1. Frekuensi binge eating Kesehatan remaja sangat penting untuk kemajuan suatu bangsa. Hal ini disebabkan karena remaja yang sehat akan melahirkan anak yang sehat, generasi yang sehat, dan manula yang sehat. Sedangkan remaja yang

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. Dalam bab ini akan dibahas mengenai perumusan variabel, definisi

BAB 3 METODE PENELITIAN. Dalam bab ini akan dibahas mengenai perumusan variabel, definisi BAB 3 METODE PENELITIAN Dalam bab ini akan dibahas mengenai perumusan variabel, definisi operasional variabel, subjek, teknik sampling, desain penelitian, metode pengumpulan data, alat ukur, prosedur serta

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Wanita selalu merasa tertekan untuk menjadi sosok yang cantik dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Wanita selalu merasa tertekan untuk menjadi sosok yang cantik dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wanita selalu merasa tertekan untuk menjadi sosok yang cantik dan sempurna. Tren sosok sempurna bagi wanita berubah dari tahun ke tahunnya. Saat ini bentuk tubuh yang

Lebih terperinci

37.3% Anorexia Nervosa

37.3% Anorexia Nervosa S E S I 1 Penelitian oleh Makino et al (2004), prevalensi AN meningkat tiap tahun. Lebih tinggi pada negara barat 37.3% Anorexia Nervosa Penelitian oleh Ahmad Syafiq (2008) di Jakarta pada remaja periode

Lebih terperinci

REACHING YOUR ULTIMATE BEAUTY GOALS THROUGH BALANCED NUTRITION Beta Sindiana Dewi

REACHING YOUR ULTIMATE BEAUTY GOALS THROUGH BALANCED NUTRITION Beta Sindiana Dewi REACHING YOUR ULTIMATE BEAUTY GOALS THROUGH BALANCED NUTRITION Beta Sindiana Dewi BODY IMAGE (CITRA TUBUH) Citra tubuh adalah persepsi dan sikap seseorang tentang dirinya sendiri, juga bagaimana ia menganggap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan dalam kehidupan manusia. Perkembangan adalah perubahanperubahan

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan dalam kehidupan manusia. Perkembangan adalah perubahanperubahan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Perkembangan merupakan proses yang terjadi secara terus menerus dan berkesinambungan dalam kehidupan manusia. Perkembangan adalah perubahanperubahan yang dialami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Universitas Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Makan adalah suatu kebutuhan bagi setiap individu untuk menunjang aktivitas sehari-hari dan mendukung proses metabolisme tubuh. Kebiasaan dan perilaku makan secara

Lebih terperinci

Manusia merupakan makhluk hidup yang selalu berkembang mengikuti tahaptahap. perkembangan tertentu. Manusia hams melewati satu tahap ke tahap

Manusia merupakan makhluk hidup yang selalu berkembang mengikuti tahaptahap. perkembangan tertentu. Manusia hams melewati satu tahap ke tahap BABI PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk hidup yang selalu berkembang mengikuti tahaptahap perkembangan tertentu. Manusia hams melewati satu tahap ke tahap

Lebih terperinci

BAB II. Tinjauan Pustaka

BAB II. Tinjauan Pustaka BAB II Tinjauan Pustaka Dalam bab ini peneliti akan membahas tentang tinjauan pustaka, dimana dalam bab ini peneliti akan menjelaskan lebih dalam mengenai body image dan harga diri sesuai dengan teori-teori

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Penampilan merupakan faktor penting bagi setiap orang terutama bagi

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Penampilan merupakan faktor penting bagi setiap orang terutama bagi BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penampilan merupakan faktor penting bagi setiap orang terutama bagi seorang wanita. Sampai saat ini, pada umumnya masyarakat masih beranggapan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada remaja khususnya remaja putri kerap kali melakukan perilaku diet untuk menurunkan berat badannya, hal ini dikarenakan remaja putri lebih memperhatikan bentuk tubuhnya

Lebih terperinci

Perkembangan Sepanjang Hayat

Perkembangan Sepanjang Hayat Modul ke: Perkembangan Sepanjang Hayat Memahami Masa Perkembangan Remaja dalam Aspek Psikososial Fakultas PSIKOLOGI Hanifah, M.Psi, Psikolog Program Studi Psikologi http://mercubuana.ac.id Memahami Masa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Makan Makan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia untuk mempertahankan kelangsungan hidup. Tanpa makan manusia tidak akan dapat memenuhi kebutuhan gizinya. Motivasi untuk

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN GANGGUAN MAKAN PADA REMAJA PEREMPUAN DI MODELING SCHOOL RIA NATALINA PURBA

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN GANGGUAN MAKAN PADA REMAJA PEREMPUAN DI MODELING SCHOOL RIA NATALINA PURBA FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN GANGGUAN MAKAN PADA REMAJA PEREMPUAN DI MODELING SCHOOL RIA NATALINA PURBA DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012 ABSTRACT

Lebih terperinci

PERANAN SELF-ESTEEM DAN BODY DISSATISFACTION DALAM MEMPREDIKSI KECENDERUNGAN EATING DISORDERS PADA PENARI BALLET

PERANAN SELF-ESTEEM DAN BODY DISSATISFACTION DALAM MEMPREDIKSI KECENDERUNGAN EATING DISORDERS PADA PENARI BALLET PERANAN SELF-ESTEEM DAN BODY DISSATISFACTION DALAM MEMPREDIKSI KECENDERUNGAN EATING DISORDERS PADA PENARI BALLET Naily Zainab Bina Nusantara University, Jl. Kemanggisan Ilir No. 45 Kemanggisan Palmerah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak ke masa dewasa yang ditandai oleh perubahan mendasar yaitu perubahan secara biologis, psikologis, dan juga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Body Image 1. Pengertian Body image adalah sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar dan tidak sadar. Sikap ini mencakup persepsi dan perasaan tentang ukuran, bentuk, fungsi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. keseluruhan, termasuk karakteristik fisik dan fungsional dan sikap. terhadap karakteristik tersebut.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. keseluruhan, termasuk karakteristik fisik dan fungsional dan sikap. terhadap karakteristik tersebut. 13 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Body Image 1. Pengertian Body Image Menurut Schilder (dalam Carsini, 2002), body image adalah gambaran mental yang terbentuk tentang tubuh seseorang secara keseluruhan, termasuk

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI DAN RUMUSAN MASALAH. Menurut Branden (dalam Esri, 2004) perilaku seseorang mempengaruhi dan

BAB II LANDASAN TEORI DAN RUMUSAN MASALAH. Menurut Branden (dalam Esri, 2004) perilaku seseorang mempengaruhi dan 6 BAB II LANDASAN TEORI DAN RUMUSAN MASALAH II.1 Pengertian Harga diri (Self-Esteem (SE)) II.1.1 Definisi Harga diri (Self-Esteem) Menurut Branden (dalam Esri, 2004) perilaku seseorang mempengaruhi dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bentuk tubuh dan berat badan yang ideal. Hal tersebut dikarenakan selain

BAB I PENDAHULUAN. bentuk tubuh dan berat badan yang ideal. Hal tersebut dikarenakan selain 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai remaja, mahasisiwi merupakan sosok individu yang sedang dalam proses perubahan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Perubahanperubahan tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. paling sering disorot oleh masyarakat. Peran masyarakat dan media membawa

BAB I PENDAHULUAN. paling sering disorot oleh masyarakat. Peran masyarakat dan media membawa BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Bentuk tubuh dan berat badan merupakan persoalan perempuan yang paling sering disorot oleh masyarakat. Peran masyarakat dan media membawa pengaruh besar dalam mendorong

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ketika memulai relasi pertemanan, orang lain akan menilai individu diantaranya

BAB I PENDAHULUAN. Ketika memulai relasi pertemanan, orang lain akan menilai individu diantaranya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ketika memulai relasi pertemanan, orang lain akan menilai individu diantaranya berdasarkan cara berpakaian, cara berjalan, cara duduk, cara bicara, dan tampilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 20 tahun sampai 30 tahun, dan mulai mengalami penurunan pada usia lebih dari

BAB I PENDAHULUAN. 20 tahun sampai 30 tahun, dan mulai mengalami penurunan pada usia lebih dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Pada masa dewasa awal, kondisi fisik mencapai puncak bekisar antara usia 20 tahun sampai 30 tahun, dan mulai mengalami penurunan pada usia lebih dari 30 tahun.

Lebih terperinci

Eksistensi Bulimia Nervosa Pada Remaja Dekade Ini Oleh: Ni Made Karisma Wijayanti

Eksistensi Bulimia Nervosa Pada Remaja Dekade Ini Oleh: Ni Made Karisma Wijayanti Eksistensi Bulimia Nervosa Pada Remaja Dekade Ini Oleh: Ni Made Karisma Wijayanti Gangguan Makan sebagai Gangguan Kejiwaan Kebutuhan dasar manusia untuk bertahan hidup salah satunya adalah pemenuhan nutrisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa adalah status yang disandang oleh seseorang karena

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa adalah status yang disandang oleh seseorang karena BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Mahasiswa adalah status yang disandang oleh seseorang karena hubungannya dengan perguruan tinggi yang diharapkan dapat menjadi caloncalon intelektual. Mahasiswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mengandung dan melahirkan adalah hal yang diharapkan dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Mengandung dan melahirkan adalah hal yang diharapkan dalam kehidupan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Mengandung dan melahirkan adalah hal yang diharapkan dalam kehidupan pernikahan. Wanita, memiliki peran dan tanggung jawab yang berbeda dengan pria setelah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penampilan fisik seseorang memang dianggap sebagai suatu hal yang

BAB I PENDAHULUAN. Penampilan fisik seseorang memang dianggap sebagai suatu hal yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penampilan fisik seseorang memang dianggap sebagai suatu hal yang penting dalam kehidupan di masa kini. Dengan tampil menarik, wanita akan merasa lebih berharga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perempuan merupakan makhluk ciptaan Tuhan yang menarik perhatian. Oleh

BAB I PENDAHULUAN. perempuan merupakan makhluk ciptaan Tuhan yang menarik perhatian. Oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap perempuan ingin terlihat cantik dan menarik. Hal ini wajar, karena perempuan merupakan makhluk ciptaan Tuhan yang menarik perhatian. Oleh karena itu,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setelah masa anak-anak dan sebelum dewasa (WHO, 2014). Masa remaja adalah

BAB I PENDAHULUAN. setelah masa anak-anak dan sebelum dewasa (WHO, 2014). Masa remaja adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan periode pertumbuhan dan perkembangan manusia yang terjadi setelah masa anak-anak dan sebelum dewasa (WHO, 2014). Masa remaja adalah masa transisi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan remaja, karena remaja tidak lagi hanya berinteraksi dengan keluarga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan remaja, karena remaja tidak lagi hanya berinteraksi dengan keluarga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lingkungan sering menilai seseorang berdasarkan pakaian, cara bicara, cara berjalan, dan bentuk tubuh. Lingkungan mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam

Lebih terperinci

EATING DISORDERS. Silvia Erfan

EATING DISORDERS. Silvia Erfan EATING DISORDERS Silvia Erfan Tingkat Kemampuan 2: mendiagnosis dan merujuk Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik terhadap penyakit tersebut dan menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak tiga tahun yang lalu, WHO sebagai organisasi kesehatan dunia telah

BAB I PENDAHULUAN. Sejak tiga tahun yang lalu, WHO sebagai organisasi kesehatan dunia telah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejak tiga tahun yang lalu, WHO sebagai organisasi kesehatan dunia telah menyatakan bahwa obesitas merupakan masalah global yang perlu ditanggulangi (www.gizikesehatan.ugm.ac.id).

Lebih terperinci

Harga Diri Pada Remaja Akhir yang Mengalami Gangguan Makan (Bulimia) FADILLA PERMATA PUTRI ( ) 5PA03

Harga Diri Pada Remaja Akhir yang Mengalami Gangguan Makan (Bulimia) FADILLA PERMATA PUTRI ( ) 5PA03 Harga Diri Pada Remaja Akhir yang Mengalami Gangguan Makan (Bulimia) FADILLA PERMATA PUTRI (12510484) 5PA03 Latar Belakang Di Indonesia ada 38% orang yang memiliki gangguan pola makan. Dan kebanyakan dari

Lebih terperinci

9 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Body Image (Citra Tubuh) 2.1.1 Definisi Body Image (Citra Tubuh) Body Image (Citra Tubuh) merupakan evaluasi dari pengalaman subjektif individu tentang persepsi, pikiran dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja merupakan suatu periode dalam perkembangan individu yang merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang meliputi perubahan biologis,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri, manusia selalu

BAB 1 PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri, manusia selalu BAB 1 PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH Sebagai makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri, manusia selalu membutuhkan kehadiran orang lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Oleh karena itu, seseorang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Gangguan makan digambarkan sebagai gangguan berat dalam perilaku makan dan perhatian yang berlebihan tentang berat dan bentuk badan. Onsetnya biasanya pada usia remaja. Menurut DSM-IV,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kepercayaan Diri. 1. Pengertian Kepercayaan diri merupakan sebagai suatu sikap atau perasaan yakin akan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kepercayaan Diri. 1. Pengertian Kepercayaan diri merupakan sebagai suatu sikap atau perasaan yakin akan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kepercayaan Diri 1. Pengertian Kepercayaan diri merupakan sebagai suatu sikap atau perasaan yakin akan kemampuan diri sendiri sehingga seseorang tidak terpengaruh oleh orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Citra tubuh adalah suatu pemahaman yang meliputi. persepsi, pikiran, dan perasaan seseorang mengenai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Citra tubuh adalah suatu pemahaman yang meliputi. persepsi, pikiran, dan perasaan seseorang mengenai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Citra tubuh adalah suatu pemahaman yang meliputi persepsi, pikiran, dan perasaan seseorang mengenai ukuran, bentuk, dan struktur tubuhnya sendiri, dan pada umumnya dikonseptualisasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif yang bersifat korelasional, yang bertujuan untuk melihat hubungan antara satu variabel dengan variabel lain.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Hubungan antara..., Istiqomah Nugroho Putri, FKM UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Hubungan antara..., Istiqomah Nugroho Putri, FKM UI, Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyimpangan perilaku makan merupakan perilaku makan yang membatasi asupan makanan secara ketat supaya mempertahankan berat badannya yang akan berdampak negatif terhadap

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN. 5.1 Hasil Univariat Kecenderungan Penyimpangan Perilaku Makan

BAB V HASIL PENELITIAN. 5.1 Hasil Univariat Kecenderungan Penyimpangan Perilaku Makan 39 BAB V HASIL PENELITIAN 5.1 Hasil Univariat 5.1.1 Kecenderungan Penyimpangan Perilaku Makan Tabel 5.1 Distribusi Responden Berdasarkan Kecenderungan Tipe Penyimpangan Perilaku Makan pada Mahasiswi Jurusan

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU SISWI-SISWI OQ MODELLING SCHOOL

ABSTRAK GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU SISWI-SISWI OQ MODELLING SCHOOL ABSTRAK GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU SISWI-SISWI OQ MODELLING SCHOOL DAN MALIK MOESTARAM MODELLING SCHOOL BANDUNG PERIODE JULI SEPTEMBER 2010 TERHADAP POLA DIET Nyssa Jualim, 2010. Pembimbing:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Overweight/obesitas merupakan akar dari berbagai penyakit tidak menular seperti diabetes, hipertensi, dan penyakit kardiovaskuler yang saat ini masih menjadi masalah

Lebih terperinci

RESENSI FILM MISS CONGENIALITY

RESENSI FILM MISS CONGENIALITY K A M I S, 1 6 D E S E M B E R 2 0 1 0 GANGGUAN MAKAN - "BULIMIA NERVOSA" RESENSI FILM MISS CONGENIALITY Dalam film ini seorang agen FBI yang bernama Hart (Sandra Bullock) ditugaskan untuk menyamar sebagai

Lebih terperinci

BODY DYSMORPHIC DISORDER Oleh : Siti Nurzaakiyah dan Nandang Budiman

BODY DYSMORPHIC DISORDER Oleh : Siti Nurzaakiyah dan Nandang Budiman BODY DYSMORPHIC DISORDER Oleh : Siti Nurzaakiyah dan Nandang Budiman A. Konsep Dasar Body Dysmorphic Disorder (BDD) 1. Definisi Body Dysmorphic Disorder (BDD) Body Dysmorphic Disorder (BDD) awalnya dikategorikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja banyak permasalahan yang harus dihadapi, salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja banyak permasalahan yang harus dihadapi, salah satunya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja banyak permasalahan yang harus dihadapi, salah satunya adalah permasalahan fisik yang berhubungan dengan ketidakpuasan atau keprihatinan terhadap

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN. SMA Negeri &0 terletak di jalan Bulungan I Blok C, Kebayoran Baru,

BAB 5 HASIL PENELITIAN. SMA Negeri &0 terletak di jalan Bulungan I Blok C, Kebayoran Baru, BAB 5 HASIL PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum SMA Negeri 70 SMA Negeri &0 terletak di jalan Bulungan I Blok C, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. SMA Negeri 70 Jakarta merupakan gabungan dari dua SMA negeri,

Lebih terperinci

Gangguan makan. Anorexia nervosa Bulimia nervosa Gangguan binge-eating Reverse anorexia

Gangguan makan. Anorexia nervosa Bulimia nervosa Gangguan binge-eating Reverse anorexia Gangguan makan Gangguan makan Menjelaskan etiologi dan faktor-faktor yang menyebabkan gangguan makan Menjelaskan gambaran klinik gangguan makan anoreksia dan bulimia Menjelaskan prinsip pengelolaan pasien

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kesehatan adalah masalah yang sangat penting dan selalu menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kesehatan adalah masalah yang sangat penting dan selalu menjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah kesehatan adalah masalah yang sangat penting dan selalu menjadi topik pembicaraan yang tak henti-henti. Kesehatan menjadi hal yang paling penting dalam

Lebih terperinci

C. Variabel Penelitian Dalam penelitian ini terdapat 2 variabel, yaitu: 1. Variabel independen : body image 2. Variabel dependen : perilaku diet

C. Variabel Penelitian Dalam penelitian ini terdapat 2 variabel, yaitu: 1. Variabel independen : body image 2. Variabel dependen : perilaku diet BAB III METODE PENELITIAN A. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi Populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang memiliki kualitas dan karakteristik khusus yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah individu yang berkembang dari masa kanak-kanak menuju

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah individu yang berkembang dari masa kanak-kanak menuju BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja adalah individu yang berkembang dari masa kanak-kanak menuju kedewasaan (Neufeldt & Guralnik, 1996). Menurut World Health Organization (WHO), disebutkan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa remaja penampilan fisik merupakan hal yang paling sering

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa remaja penampilan fisik merupakan hal yang paling sering BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada masa remaja penampilan fisik merupakan hal yang paling sering diperhatikan. Biasanya keinginan untuk tampil sempurna sering diartikan dengan memiliki tubuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyimpangan perilaku makan, seperti anoreksia nervosa dan bulimia nervosa, pada umumnya dialami oleh wanita serta berhubungan dengan beberapa masalah kesehatan lainnya.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Status Nutrisi 2.1.1 Definisi Status Nutrisi Status nutrisi merupakan hasil interaksi antara makanan yang dikonsumsi dan energi yang dikeluarkan oleh tubuh. Menurut Supariasa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Obesitas 1. Defenisi Obesitas atau yang biasa dikenal sebagai kegemukan, merupakan suatu masalah yang cukup merisaukan di kalangan remaja. Obesitas atau kegemukan terjadi pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mencapai tujuan. Komunikasi sebagai proses interaksi di antara orang untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mencapai tujuan. Komunikasi sebagai proses interaksi di antara orang untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Interaksi sosial harus didahului oleh kontak dan komunikasi. Komunikasi sebagai usaha untuk membuat satuan sosial dari individu dengan mengunakan bahasa atau

Lebih terperinci

Dewasa ini obesitas atau kegemukan merupakan salah satu masalah utama di

Dewasa ini obesitas atau kegemukan merupakan salah satu masalah utama di BABI PENDAHULUAN BABI PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dewasa ini obesitas atau kegemukan merupakan salah satu masalah utama di Indonesia. Gray & Taitz (dalam Subardja, 2004: 12), obesitas adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Obesitas Obesitas adalah kondisi kelebihan berat tubuh akibat tertimbun lemak yang melebihi 25 % dari berat tubuh, orang yang kelebihan berat badan biasanya karena kelebihan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mereka dan membangun citra tubuh atau body image). Pada umumnya remaja putri

BAB I PENDAHULUAN. mereka dan membangun citra tubuh atau body image). Pada umumnya remaja putri BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja disebut juga masa puberitas dimana perkembangan fisik berlangsung cepat yang menyebabkan remaja menjadi sangat memperhatikan tubuh mereka dan membangun

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA HUBUNGAN ANTARA FAKTOR INDIVIDU DAN FAKTOR LINGKUNGAN DENGAN KECENDERUNGAN PERILAKU MAKAN MENYIMPANG PADA SISWI SMA TUGU IBU DEPOK TAHUN 2012 SKRIPSI NURULIA RACHMAT 0806340870 FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian 1 BAB 1 PENDAHULUAN Bab ini merupakan pendahuluan dari keseluruhan laporan penelitian yang menguraikan pokok bahasan tentang latar belakang masalah yang menjadi fokus penelitian, pertanyaan penelitian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai salah satu periode dalam kehidupan manusia, remaja sering dianggap memiliki karakter yang unik karena pada masa itulah terjadi perubahan baik fisik maupun psikologi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa peralihan dimana seorang remaja mengalami perubahan baik secara fisik, psikis maupun sosialnya. Perubahan fisik remaja merupakan perubahan

Lebih terperinci

Erikson berpendapat bahwa perkembangan manusia melalui tahap tahap. psikososial dan tahap tahap perkembangan tersebut terus berlanjut sampai

Erikson berpendapat bahwa perkembangan manusia melalui tahap tahap. psikososial dan tahap tahap perkembangan tersebut terus berlanjut sampai Teori Psikososial, Erik Erikson ( 1902-1994 ) Erikson berpendapat bahwa perkembangan manusia melalui tahap tahap psikososial dan tahap tahap perkembangan tersebut terus berlanjut sampai manusia tersebut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Body Dissatisfaction. body image sebagai suatu sikap dan penilaian individu mengenai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Body Dissatisfaction. body image sebagai suatu sikap dan penilaian individu mengenai BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Body Dissatisfaction 1. Pengertian Body Dissatisfaction Cash & Pruzinsky (Marshall & Lengyell, 2012) mendefinisikan body image sebagai suatu sikap dan penilaian individu mengenai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Frekuensi Merokok 1. Definisi frekuensi Frekuensi berasal dari bahasa Inggris frequency berarti kekerapan, keseimbangan, keseringan, atau jarangkerap. Smet (1994) mengatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dunia internasional menghadapi masalah baru, semakin banyak anak-anak dan remaja yang kelebihan berat badan. Berdasarkan data dari National Health and Nutrition Examination

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan seseorang mengalami masa kanak-kanak, remaja dan dewasa. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak menjadi dewasa, pada masa ini seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Obesitas merupakan masalah yang banyak dijumpai baik di negara maju maupun di negara berkembang. Obesitas merupakan suatu masalah serius pada masa remaja seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan terlihat baik tetapi juga dari segi kesehatan. Terutama anak muda lebih

BAB I PENDAHULUAN. akan terlihat baik tetapi juga dari segi kesehatan. Terutama anak muda lebih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Mempunyai berat badan yang ideal atau normal adalah keinginan setiap orang agar terlihat proposional. Bukan dari segi penampilan fisik saja yang akan terlihat

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Cash & Smolak (2011), body image merupakan hasil dari berbagai

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Cash & Smolak (2011), body image merupakan hasil dari berbagai BAB II LANDASAN TEORI A. Body Image 1. Definisi Body Image Menurut Cash & Smolak (2011), body image merupakan hasil dari berbagai pengalaman psikologis individu berkaitan dengan tubuhnya, khususnya tampilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ataupun psikologis pada orang tuanya. Mereka justru merasa tertantang untuk

BAB I PENDAHULUAN. ataupun psikologis pada orang tuanya. Mereka justru merasa tertantang untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagai individu yang sudah tergolong dewasa, peran dan tanggung jawabnya tentu makin bertambah besar. Mereka tidak bergantung secara ekonomis, sosiologis ataupun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Makanan Tanpa kita sadari sejak dari lahir kita terkait baik secara personal maupun emosional dengan makanan. Berjalan dengan waktu kebanyakan orang akan merasa mendapatkan

Lebih terperinci

Universitas Indonesia

Universitas Indonesia 1 1. Pendahuluan 1. 1. Latar Belakang Kebanyakan individu tentunya ingin tampil sempurna dan menarik dihadapan individu lainnya. Untuk tampil baik, kebanyakan dari mereka menganggap citra tubuh (body image)

Lebih terperinci

BAB 2 TINJUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJUAN PUSTAKA BAB 2 TINJUAN PUSTAKA 2.1 Overweight 2.1.1 Definisi Overweight Overweight dan obesitas merupakan dua hal yang berbeda. Overweight adalah berat badan yang melebihi berat badan normal, sedangkan obesitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia memiliki ukuran dan proporsi tubuh yang berbeda-beda satu

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia memiliki ukuran dan proporsi tubuh yang berbeda-beda satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap manusia memiliki ukuran dan proporsi tubuh yang berbeda-beda satu sama lain. Perbedaan bentuk tubuh satu sama lain seringkali membuat beberapa orang

Lebih terperinci

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1 DAFTAR ISI PERNYATAAN... i ABSTRAK... ii KATA PENGANTAR... iv UCAPAN TERIMAKASIH... v DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR LAMPIRAN... xi BAB I PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pendekatan

BAB III METODE PENELITIAN. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pendekatan BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pendekatan kuantitatif. Metode penelitian kuantitatif dinamakan metode tradisional, karena

Lebih terperinci

HUBUNGAN PERSEPSI TUBUH DENGAN GANGGUAN MAKAN PADA MAHASISWA MOHAMAD YULIANTO KURNIAWAN

HUBUNGAN PERSEPSI TUBUH DENGAN GANGGUAN MAKAN PADA MAHASISWA MOHAMAD YULIANTO KURNIAWAN HUBUNGAN PERSEPSI TUBUH DENGAN GANGGUAN MAKAN PADA MAHASISWA MOHAMAD YULIANTO KURNIAWAN DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI

Lebih terperinci

Hubungan Antara Body Image dan Self-Esteem. Pada Dewasa Awal Tuna Daksa. Dahlia Nur Permata Sari Fakultas Psikologi Universitas Surabaya, 2012

Hubungan Antara Body Image dan Self-Esteem. Pada Dewasa Awal Tuna Daksa. Dahlia Nur Permata Sari Fakultas Psikologi Universitas Surabaya, 2012 Hubungan Antara Body Image dan Self-Esteem Pada Dewasa Awal Tuna Daksa Dahlia Nur Permata Sari Fakultas Psikologi Universitas Surabaya, 2012 Abstrak. Penelitian ini meneliti mengenai pengaruh body image

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Hubungan Antara..., Gita Handayani Ermanza, F.PSI UI, 20081

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Hubungan Antara..., Gita Handayani Ermanza, F.PSI UI, 20081 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja mengalami masa puber yang dianggap sebagai periode tumpang tindih karena mencakup masa akhir kanak-kanak dan masa awal remaja. Masa puber ditandai dengan pertumbuhan

Lebih terperinci

Pendahuluan. Hubungan antara..., Adinda Rizkiany Sutjijoso, F.Psi UI, 2008

Pendahuluan. Hubungan antara..., Adinda Rizkiany Sutjijoso, F.Psi UI, 2008 12 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Angka jumlah penderita obesitas pada anak-anak terus meningkat di seluruh dunia (Marsh, Papaioannou, & Theodorakis, 2006; WHO Expert Consultation, 2004 dalam Siregar,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berada pada tahap transisi antara masa kanak-kanak dan dewasa, dengan

BAB I PENDAHULUAN. yang berada pada tahap transisi antara masa kanak-kanak dan dewasa, dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dalam perkembangannya akan tumbuh dengan mengalami dan melalui masa-masa tertentu, yaitu dimulai dari masa balita sampai masa tua. Salah satu masa yang penting

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN TEORITIS 14 BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Masa Dewasa Awal 2.1.1 Definisi Dewasa Awal Istilah adult atau dewasa berasal dari kata kerja latin yang berarti tumbuh menjadi dewasa. Oleh karena itu orang dewasa adalah

Lebih terperinci

BABI PENDAHULUAN. Era tahun 1960-an figur seorang model identik dengan bentuk tubuh yang

BABI PENDAHULUAN. Era tahun 1960-an figur seorang model identik dengan bentuk tubuh yang BABI PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Era tahun 1960-an figur seorang model identik dengan bentuk tubuh yang gemuk, padat dan berisi, seperti figur model Marilyn Monroe yang memiliki tubuh yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bentuk tubuh tersebut secara umum terdapat pada perbedaan proporsi tubuh, serta

BAB I PENDAHULUAN. bentuk tubuh tersebut secara umum terdapat pada perbedaan proporsi tubuh, serta BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan dengan berbagai bentuk tubuh yang berbeda. Perbedaan bentuk tubuh tersebut secara umum terdapat pada perbedaan proporsi tubuh, serta karakteristik

Lebih terperinci

2015 HUBUNGAN ANTARA BOD Y IMAGE D ENGAN PERILAKU D IET PAD A WANITA D EWASA AWAL D I UPI

2015 HUBUNGAN ANTARA BOD Y IMAGE D ENGAN PERILAKU D IET PAD A WANITA D EWASA AWAL D I UPI BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Wanita dan pria pada umumnya memiliki minat yang beragam ketika memasuki masa dewasa awal, seperti minat mengenai fisik, pakaian, perhiasan, harta dan belief

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pacu tumbuh (growth spurt), timbul ciri-ciri seks sekunder, tercapai fertilitas dan

BAB I PENDAHULUAN. pacu tumbuh (growth spurt), timbul ciri-ciri seks sekunder, tercapai fertilitas dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja adalah masa transisi antara anak dan dewasa yang terjadi pacu tumbuh (growth spurt), timbul ciri-ciri seks sekunder, tercapai fertilitas dan terjadi perubahan-perubahan

Lebih terperinci

GIZI KESEHATAN MASYARAKAT. Dr. TRI NISWATI UTAMI, M.Kes

GIZI KESEHATAN MASYARAKAT. Dr. TRI NISWATI UTAMI, M.Kes GIZI KESEHATAN MASYARAKAT Dr. TRI NISWATI UTAMI, M.Kes Introduction Gizi sec. Umum zat yang dibutuhkan oleh tubuh untuk pertumbuhan, perkembangan, pemeliharaan dan memperbaiki jaringan tubuh. Gizi (nutrisi)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Masa remaja adalah suatu tahap antara masa kanak kanak dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Masa remaja adalah suatu tahap antara masa kanak kanak dengan 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Remaja 1. Definisi Masa remaja adalah suatu tahap antara masa kanak kanak dengan masa dewasa. Dalam masa ini, remaja itu berkembang kearah kematangan seksual, memantapkan identitas

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Manusia merupakan mahluk hidup yang memiliki segala keunikan

BAB II LANDASAN TEORI. Manusia merupakan mahluk hidup yang memiliki segala keunikan BAB II LANDASAN TEORI II. A. HARGA DIRI II. A. 1. Definisi Harga Diri Manusia merupakan mahluk hidup yang memiliki segala keunikan dan tidak lepas dari proses pembahasan ruang psikologi. Diri manusia secara

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Gangguan Makan Gangguan makan ditandai dengan ekstrem. Gangguan makan hadir ketika seseorang mengalami gangguan parah dalam tingkah laku makan, seperti mengurangi kadar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia memiliki hak untuk dapat hidup sehat. Karena kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia memiliki hak untuk dapat hidup sehat. Karena kesehatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap manusia memiliki hak untuk dapat hidup sehat. Karena kesehatan sangat penting maka pemerintah Indonesia memberikan perhatian berupa subsidi dalam bidang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutritute dalam bentuk. variabel tertentu ( Istiany, 2013).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutritute dalam bentuk. variabel tertentu ( Istiany, 2013). BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Status Gizi a. Definisi Status Gizi Staus gizi merupakan ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutritute dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang kritis karena terjadi peralihan dari masa kanak-kanak menuju dewasa, yang

BAB I PENDAHULUAN. yang kritis karena terjadi peralihan dari masa kanak-kanak menuju dewasa, yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja dianggap sebagai periode perubahan dan merupakan masa yang kritis karena terjadi peralihan dari masa kanak-kanak menuju dewasa, yang ditandai

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu kebutuhan pokok manusia adalah pangan. Dalam proses pemenuhan kebutuhan pangan, salah satu aktivitas yang bersifat individual adalah konsumsi pangan. Bagi individu,

Lebih terperinci