PENENTUAN PENCIRI KERAGAMAN KONSUMSI PANGAN RUMAH TANGGA RAWAN PANGAN DENGAN METODE CHAID DAN EXHAUSTIVE CHAID YUNIAR WIDYANASTYAH
|
|
- Hengki Gunawan
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 PENENTUAN PENCIRI KERAGAMAN KONSUMSI PANGAN RUMAH TANGGA RAWAN PANGAN DENGAN METODE CHAID DAN EXHAUSTIVE CHAID YUNIAR WIDYANASTYAH DEPARTEMEN STATISTIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
2
3 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Penentuan Penciri Keragaman Konsumsi Pangan Rumah Tangga Rawan Pangan dengan Metode CHAID dan exhaustive CHAID adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juni 2015 Yuniar Widynasatyah NIM G
4 ABSTRAK YUNIAR WIDYANASTYAH. Penentuan Penciri Keragaman Konsumsi Pangan Rumah Tangga Rawan Pangan dengan Metode CHAID dan exhaustive CHAID. Dibimbing oleh AJI HAMIM WIGENA dan ANIK DJURAIDAH. Keragaman konsumsi pangan merupakan salah satu faktor yang menentukan status gizi individu juga masyarakat. Keragaman pangan individu dipengaruhi oleh karakteristik rumah tangga. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan penciri keragaman pangan pada rumah tangga rawan pangan di Kabupaten Bogor. Metode yang digunakan adalah Chi-Squared Automatic Interaction Detection (CHAID) dan exhaustive CHAID. Metode CHAID merupakan analisis non parametrik yang dapat digunakan untuk melihat keterkaitan antar peubah yang memiliki peubah respon kategorik. Output dari analisis CHAID adalah pohon klasifikasi. Dasar pengambilan keputusan metode CHAID menggunakan nilai khi-kuadrat. Metode exhaustive CHAID merupakan pengembangan dari metode CHAID. Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik rumah tangga yang menjadi penciri keragaman konsumsi pangan pada rumah tangga rawan pangan adalah agroekologi, status pekerjaan ibu, dan jenis pekerjaan kepala rumah tangga. Peubah yang menjadi penciri keragaman konsumsi pangan pada metode CHAID tidak berbeda dengan metode exhaustive CHAID. Perbedaan terletak pada jumlah kelompok yang dihasilkan pada jenis pekerjaan. Jenis pekerjaan pada metode CHAID terbagi menjadi 3 kelompok sedangkan pada metode exhaustive CHAID terbagi menjadi 4 kelompok. Hal ini terjadi karena koefisien pengali Bonferroni pada metode exhaustive CHAID telah dilakukan penyesuaian sehingga menghasilkan penduga dengan tingkat kepercayaan yang lebih besar. Kata kunci : CHAID, exhaustive CHAID, HDDS, keragaman konsumsi pangan ABSTRACT YUNIAR WIDYANASTYAH. Determination of Household Dietary Diversity on Household Food Insecurity with CHAID and exhaustive CHAID method. Supervised by AJI HAMIM WIGENA and ANIK DJURAIDAH. Household dietary diversity is one of the factors that determines the nutritional status of individuals and societies. Food diversity of individuals is affected by household characteristics. This study aims to determine the identifier of Household dietary diversity of household food insecurity in Bogor district. The method used was Chi-Squared Automatic Interaction Detection (CHAID) and exhaustive CHAID. CHAID method is non-parametric analysis used to find the relationship between variables related to categorical response. The output of this method is classification tree. CHAID method use chi-squared value as the basic
5 determination. Exhaustive CHAID method is the development of CHAID method. Results of the study showed that the characteristics of households identifying household dietary diversity were agroecology, mother s employment status, and head of the household s type of job. These identifier variables based on CHAID method are almost the same as those based on exhaustive CHAID method. The difference was the number of groups based on the type of jobs. In CHAID method the type of jobs was divided into 3 groups while in the exhaustive CHAID method is divided into 4 groups. This occured due to Bonferroni coefficient multiplier on exhaustive CHAID method was adjusted to with a greater level of confidence. Keywords: CHAID, exhaustive CHAID, HDDS, household dietary diversity
6 PENENTUAN PENCIRI KERAGAMAN KONSUMSI PANGAN RUMAH TANGGA RAWAN PANGAN DENGAN METODE CHAID DAN CHAID EXHAUSTIVE YUNIAR WIDYANASTYAH Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Statistika pada Departemen Statistika DEPARTEMEN STATISTIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
7
8
9 PRAKATA Assalamu alaykum Wr. Wb. Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta ala atas rahmat-nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Karya ilmiah ini berjudul Penentuan Penciri Keragaman Konsumsi Pangan Rumah Tangga Rawan Pangan dengan metode CHAID dan exhaustive CHAID. Penulis menyampaikan terima kasih kepada Bapak Dr Ir Aji Hamim Wigena, MSc dan Ibu Dr Ir Anik Djuraidah, MS selaku dosen pembimbing, Bapak Dr Anang Kurnia, MSi selaku dosen penguji, serta Ibu Dr Ir Yayuk Baliawati, MSc yang telah mengizinkan datanya dipakai untuk karya ilmiah ini. Terima kasih juga penulis sampaikan pada kelurga penulis dan seluruh pihak yang telah memberikan dukungan moril maupun materil. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Wassalamu alaykum Wr. Wb. Bogor, Juni 2015 Yuniar Widyanastyah
10 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL vi DAFTAR GAMBAR vi DAFTAR LAMPIRAN vi PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Tujuan Penelitian 2 TINJAUAN PUSTAKA 2 Keragaman Konsumsi Pangan 2 HDDS 3 METODE 4 Data 4 Prosedur Analisis Data 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 7 Karakteristik Sosial Ekonomi Rumah Tangga 7 Hasil Analisis Metode CHAID dan exhaustive CHAID 15 Perbandingan Hasil Analisis CHAID dan exhaustive CHAID 19 SIMPULAN DAN SARAN 20 Simpulan 20 Saran 20 DAFTAR PUSTAKA 21 LAMPIRAN 22 RIWAYAT HIDUP 23
11 DAFTAR TABEL 1 Kelompok pangan dan modifikasi skor HDDS 4 DAFTAR GAMBAR 1 Ukuran rumah tangga responden 8 2 Pekerjaan kepala rumah tangga 10 3 Pekerjaan kepala rumah tangga di Ciawi 10 4 Pekerjaan kepala rumah tangga di Ciawi 10 5 Pekerjaan kepala rumah tangga di Gunung Putri 11 6 Pekerjaan kepala rumah tangga di Cibinong 11 7 Status pekerjaan ibu rumah tangga 11 8 Jenis pekerjaan ibu rumah tangga 12 9 Tingkat pendidikan kepala rumahtangga Penghasilan kepala rumah tangga Diagram analisis metode CHAID Diagram analisis metode exhaustive CHAID 19 DAFTAR LAMPIRAN 1 Daftar peubah respon dan peubah penjelas 22
12
13 PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu masalah sosial yang dihadapi Indonesia adalah masih rendahnya status gizi masyarakat. Hal ini dapat diketahui dari berbagai masalah gizi seperti kurang gizi, anemia, gangguan akibat kekurangan yodium, kurang vitamin A, dan lain sebagainya (Khomsan 2012). Data hasil riset kesehatan dasar menunjukkan peningkatan jumlah permasalahan gizi pada balita tahun 2007 hingga Status gizi buruk balita pada tahun 2007 sebesar 5.4% sedangkan pada tahun 2013 meningkat menjadi 5.7%. Status kurang gizi pada tahun 2013 juga mengalami peningkatan sebesar 0.9% dalam kurun waktu 6 tahun dari 13% menjadi 13.9%. Kejadian gizi kurang dan gizi buruk di Indonesia umumnya terjadi pada balita yang berasal dari rumah tangga dengan status ekonomi rendah. Gangguan gizi disebabkan oleh faktor primer dan faktor sekunder (Almatsier 2003). Faktor primer mencangkup kesalahan kuantitas dan kualitas pangan yang dikonsumsi, seperti kurangnya ketersediaan pangan, kebiasaan makan yang salah, dan sebagainya. Faktor sekunder meliputi semua faktor yang menyebabkan zat gizi tidak sampai ke sel tubuh setelah dikonsumsi. Kualitas pangan berbanding lurus dengan keragaman konsumsi pangan. Konsumsi pangan yang berkualitas dapat diwujudkan apabila makanan yang dikonsumsi sehari-hari mengandung zat gizi lengkap dengan jumlah yang berimbang antar kelompok pangan, serta memperhatikan cita rasa, daya cerna, daya terima dan daya beli masyarakat (Apriani 2014). Keragaman konsumsi pangan menjadi salah satu indikator yang menentukan status gizi seseorang karena dengan makanan yang beragam kebutuhan karbohidrat, protein, nutrisi, mineral, dan vitamin akan terpenuhi dengan baik. Karakteristik rumah tangga juga menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi keragaman konsumsi pangan. Berdasarkan hal tersebut perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai peubahpeubah karakteristik rumah tangga yang menjadi penciri keragaman konsumsi pangan pada rumah tangga rawan pangan. Salah satu metode statistika yang dapat digunakan untuk menjawab permasalahan ini adalah metode Chi-Squared Automatic Interaction Detection (CHAID). Metode ini digunakan untuk menyelidiki struktur keterkaitan antara peubah, yaitu peubah respon kategorik dengan peubah-peubah penjelas kategorik (Alamudi 1998). Metode ini mampu memperlihatkan peubah penjelas yang berpengaruh nyata terhadap peubah respon. Metode hasil pengembangan CHAID juga digunakan pada penelitian ini yaitu exhaustive CHAID. Metode exhaustive CHAID dapat mengatasi kekurangan dari metode CHAID untuk mengatasi peubah penjelas yang memiliki banyak kategori dan untuk mengatasi peubah penjelas yang mengambang.
14 2 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah : 1. Menentukan peubah karakteristik rumah tangga yang menjadi penciri keragaman konsumsi pangan pada rumah tangga rawan pangan 2. Membandingkan hasil peubah yang menjadi penciri keragaman konsumsi pangan dengan metode CHAID dan exhaustive CHAID. TINJAUAN PUSTAKA Keragaman Konsumsi Pangan Menurut kementrian pertanian, komsumsi pangan merupakan jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi oleh seseorang atau penduduk dalam jangka waktu tertentu untuk hidup sehat dan produktif. Keragaman konsumsi pangan rumah tangga merupakan jumlah jenis makanan yang berbeda yang dikonsumsi selama periode tertentu yang ditetapkan (Baliwati dan Briawan 2013). Menurut FAO (2008) keragaman konsumsi pangan adalah jumlah pangan atau kelompok pangan yang berbeda yang dikonsumsi selama periode tertentu yang ditetapkan yaitu dapat bertindak sebagai indikator alternatif dari keamanan makanan pada berbagai keadaan, termasuk negara dengan pendapatan sedang atau menengah, daerah pedesaan dan urban, serta untuk berbagai musim. Informasi tentang keragaman konsumsi pangan efektif menjadi indikator yang mempengaruhi status gizi di suatu komunitas tertentu. Konsumsi pangan yang lebih beragam berkaitan erat dengan kecukupan energi dan protein, persentase protein hewani (protein kualitas tinggi), dan pendapatan rumah tangga. Pada rumah tangga yang sangat miskin, peningkatan pengeluaran untuk makanan yang dihasilkan dari penghasilan tambahan berhubungan dengan peningkatan kualitas dan kuantitas konsumsi pangan (Baliwati dan Briawan 2013). Keragaman konsumsi pangan ditentukan oleh beberapa faktor diantaranya karakteristik rumah tangga, daya beli rumah tangga pada pangan, pengetahuan gizi, dan akses pangan. Keragaman konsumsi pangan mendapat dukungan dari kementrian pertanian yaitu dengan menjadikan diversifikasi pangan sebagai rencana strategis kementrian. Salah satu dasar hukum yang mendukung program percepatan penganekaragaman konsumsi pangan adalah Peraturan Pemerintah Nomor 68 tahun 2002 Pasal 9. Peraturan ini berisi tentang ketahanan pangan yang menyatakan bahwa penganekaragaman konsumsi pangan diselenggarakan untuk meningkatkan ketahanan pangan dengan memperhatikan sumber daya, kelembagaan, dan budaya lokal (Baliwati dan Briawan 2013). Household Dietary Diversity Score (HDDS) Household Dietary Diversity Score (HDDS) merupakan metode kualitatif untuk mengukur keragaman konsumsi pangan yang dikembangkan oleh Food and Agricultural Organisation (FAO). Penelitian tentang HDDS telah dilakukan di
15 beberapa negara. Pengumpulan data konsumsi pangan dilakukan dengan metode HDDS melalui kuesioner recall 1 24 jam. Jenis makanan yang dicatat adalah makanan yang dikonsumsi di rumah termasuk makanan yang dibuat dirumah atau makanan yang dibeli dari luar tetapi dimakan di rumah. Makanan yang dibeli dan dimakan diluar tidak dicatat di metode HDDS ini. Penilaian keragaman konsumsi pangan dengan HDDS ini merupakan penilaian secara kualitatif sehingga jumlah makanan yang dikonsumsi tidak utama. Ketika salah satu anggota mengkonsumsi jenis makanan tertentu walau dengan jumlah sedikit tetap dicatat dalam kuesioner. Recall dilakukan terhadap ibu yang bertanggung jawab sebagai penyedia makanan dalam rumah tangga. Ibu rumah tangga diminta untuk menyebutkan makanan yang dikonsumsi oleh anggota rumah tangga 1 24 jam sebelumnya. Metode HDDS memiliki beberapa keterbatasan yaitu hanya menggambarkan konsumsi pangan rumah tangga di dalam rumah saja sehingga tidak sesuai digunakan untuk menilai keragaman konsumsi pangan rumah tangga yang memiliki kebiasaan makan di luar rumah (Kennedy et al. 2010). Pada kuesioner HDDS, jenis makanan dikelompokkan ke dalam 16 kelompok makanan (Kennedy et al. 2011). Pada penghitungan skor HDDS, jenisjenis pangan dikelompokkan menjadi 12 kelompok seperti tercantum pada Tabel 1. Jenis sayur-sayuran pada nomor 3,4 dan 5 dijadikan satu kelompok. Buahbuahan pada nomor 6 dan 7 dijadikan satu kelompok. Jenis makanan jeroan dan daging-dagingan dijadikan satu kelompok sehingga diperoleh 12 kelompok jenis makanan. Pemberian skor dilakukan dengan memberikan skor 1 jika rumah tangga mengkonsumsi salah satu jenis pangan yang terdapat dalam kelompok pangan dan skor 0 jika tidak mengkonsumsi salah satu jenis pangan yang terdapat dalam kelompok pangan yang sudah ditetapkan oleh FAO (Kennedy et al. 2011). Keragaman konsumsi pangan berdasarkan HDDS dikelompokkan ke dalam tiga kategori yaitu rendah jika konsumsi 3 jenis bahan pangan, sedang jika konsumsi 4 sampai 5 jenis bahan pangan, dan dikelompkkan pada kategori tinggi jika konsumsi 6 jenis bahan pangan. Melalui skor HDDS dapat diketahui persentase rumah tangga yang memperoleh asupan vitamin A dan zat besi. Penilaian kualitatif ini dapat menggambarkan kecukupan asupan vitamin A dan zat besi secara kasar. Hal tersebut dapat menjadi dasar penentuan kelompok masyarakat yang diduga mengalami defisiensi vitamin A dan zat besi (Kennedy et al. 2011). Sehingga dalam penilaian secara kuantitatif tidak membutuhkan waktu yang lama dan biaya yang besar karena kelompok target sudah diidentifikasi melalui skor HDDS. Metode HDDS belum valid ketika diterapkan pada keluarga rawan pangan di Kabupaten Bogor sehingga perlu diadakan modifikasi terhadap pemberian skor HDDS dengan memperhatikan fungsi gizi yang dimiliki oleh masing-masing kelompok pangan. Setelah dilakukan modifikasi, maka terbentuklah kriteria skor hasil modifikasi (Melani 2014). Kelompok pangan dan modifikasi skor HDDS tercantum pada Tabel 1. 3
16 4 Tabel 1 Kelompok pangan dan modifikasi skor HDDS Kelompok pangan Kategori sumber Kuesioner Skor HDDS zat gizi Serelia Serelia Sumber Umbi-umbian Umbi-umbian karbohidrat Gula dan pemanis Gula dan pemanis Modifikasi skor HDDS 0 = tidak konsumsi 1 = berasal dari 1 kelompok pangan 2 = berasal dari 2 kelompok pangan Minyak dan lemak Minyak dan lemak Sumber lemak 0 = tidak konsumsi 1 = konsumsi 1 jenis 2 = konsumsi 2 jenis Daging-dagingan Daging dan olahannya Sumber protein Jeroan hewani Telur Telur Ikan dan makanan Ikan dan makanan laut laut Susu dan Susu dan olahannya olahannya Kacang-kacangan Kacang-kacangan Sumber protein nabati Sayur sumber vitamin A Sayuran hijau Sayuran lainnya Buah sumber vitamin A Buah lainnya Bumbu dan minuman Sayur-sayuran Buah-buahan Bumbu dan minuman Sumber vitamin dan mineral Lain-lain 0 = tidak konsumsi 1 = berasal dari 1 kelompok pangan 2 = berasal dari 2 kelompok pangan 0 = tidak konsumsi 1 = konsumsi 1 jenis 2 = konsumsi 2 jenis 0 = tidak konsumsi 1 = berasal dari 1 kelompok pangan 2 = berasal dari 2 kelompok pangan 0 = tidak konsumsi 1 = konsumsi 1 jenis 2 = konsumsi 2 jenis METODE Data Data yang digunakan adalah data primer dari penelitian unggulan perguruan tinggi yang dilaksanakan oleh Baliwati dan Briawan (2013). Objek penelitian adalah 420 rumah tangga di daerah Cigudeg, Ciawi, Gunung Putri, dan Cibinong. Kriteria inklusi objek diantaranya memiliki minimal satu anak usia di bawah lima tahun (balita), termasuk ke dalam kelompok rumah tangga miskin, dan pekerjaan utama kepala rumah tangga sesuai dengan karakteristik masingmasing kecamatan. Jenis pekerjaan tersebut termasuk ke dalam pekerjaan kelas
17 menengah ke bawah sehingga dianggap sesuai untuk menilai keragaman konsumsi pangan dan identifikasi rumah tangga rawan pangan di Kabupaten Bogor. Metode penarikan contoh dilakukan dengan purposive sampling. Penelitian dilakukan dengan wawancara terhadap ibu rumah tangga responden (Baliwati dan Briawan 2013). Peubah penjelas berupa karakteristik sosial ekonomi rumah tangga meliputi usia kepala rumah tangga, usia ibu rumah tangga, tingkat pendidikan kepala rumah tangga, tingkat pendidikan ibu rumah tangga, pekerjaan kepala rumah tangga, pekerjaan ibu rumah tangga, penghasilan kepala rumah tangga, ukuran keluarga, dan agroekologi daerah tinggal rumah tangga. Peubah respon merupakan skor keragaman konsumsi pangan dari hasil modifikasi skor HDDS. Pemberian skor HDDS dilakukan dengan memberikan skor 0 jika rumah tangga sama sekali tidak mengonsumsi kelompok pangan pada masing-masing kategori, skor 1 jika rumah tangga mengonsumsi salah satu kelompok pangan pada masing-masing kategori, dan skor 2 jika rumah tangga mengonsumsi sama dengan atau lebih dari dua kelompok pangan pada masing-masing kategori. Skor maksimal dari masing-masing kategori adalah 2 sehingga skor total maksimal adalah 12. Keragaman konsumsi pangan berdasarkan skor HDDS modifikasi dikelompokkan ke dalam tiga kategori yaitu rendah (skor 5), sedang (skor 6 8), dan tinggi (skor 9) (Melani 2014). 5 Prosedur Analisis Data Tahapan analisis yang dilakukan dalam penelitian ini adalah : 1. Melakukan analisis deskriptif terhadap data yang telah diperoleh untuk mengetahui karakteristik kondisi rumah tangga responden 2. Mengidentifikasi peubah penciri dengan metode CHAID Metode CHAID adalah salah satu tipe dari metode AID yang diajukan oleh Kass (1980) untuk menyelidiki struktur keterkaitan antar peubah, yaitu antar peubah respon kategorik dengan peubah penjelas yang umumnya kategorik (Alamudi 1998). CHAID termasuk dalam analisis statistika nonparametrik sehingga tidak diperlukan asumsi-asumsi yang harus dipenuhi pada analisis statistika parametrik. Metode CHAID menggunakan kriteria khi-kuadrat dalam pengoperasiannya (Kass 1980). Tahapan yang dilakukan pada metode CHAID terbagi menjadi tiga tahap (Kass 1980), yaitu : a. Tahap Penggabungan, pada tahap ini dilakukan pemeriksaan terhadap nilai khi-kuadrat peubah respon terhadap masing-masing peubah penjelas. Langkah pertama adalah membuat tabulasi silang antara peubah respon dengan masing-masing peubah penjelas. Langkah kedua memasangkan peubah-peubah penjelas dengan peubah respon yang berhubungan nyata. Langkah berikutnya adalah menghitung nilai khikuadrat (χ 2 ) setiap pasangan kategori dengan rumus (Agresti 1990) : χ 2 hitung
18 6 dengan, E ij =, i = 1,...,r dan j=1,...,c E ij : nilai harapan pengamatan pada baris ke-i dan kolom ke-j n ij : banyaknya pengamatan pada baris ke-i dan kolom ke-j n i. : total banyaknya pengamatan pada baris ke-i n.j : total banyaknya pengamatan pada kolom ke-j n : total banyaknya pengamatan Setelah menghitung nilai khi-kuadrat, melakukan uji hipotesis pada setiap pasangan kategori. Hipotesis pada uji khi-kuadrat adalah : H 0 : peubah respon dan peubah penjelas saling bebas H 1 : peubah respon dan peubah penjelas tidak saling bebas Keputusan yang diambil pada uji hipotesis ini adalah tolak H 0 jika nilai χ 2 hitung > χ 2 (α;(r-1)(c-1)). Langkah berikutnya yaitu menghitung nilai-p untuk setiap pasangan. Apabila ada pasangan kategori yang memiliki nilai χ 2 hitung < χ 2 (α;(r-1)(c-1) maka dilakukan penggabungan pasangan dengan nilai khi-kuadrat terkecil dan nilai-p terbesar ke dalam satu kategori baru. Langkah terakhir dari tahap ini adalah memeriksa kembali nilai khi-kuadrat kategori baru setelah digabung dengan kategori lainnya jika masih terdapat pasangan yang nilai χ 2 hitung < χ 2 (α;(r-1)(c-1)) maka kembalikan ke langkah sebelumnya. b. Tahap pemisahan merupakan tahap memilih peubah yang digunakan sebagai pemisah simpul terbaik. Peubah penjelas yang memiliki nilai-p terkecil menjadi peubah yang digunakan sebagi pemisah simpul terbaik, jika ada tidak ada peubah penjelas yang memiliki nilai-p α, maka pemisahan tidak dilakukan. c. Tahap penghentian dilakukan jika sudah tidak ada hubungan nyata antara peubah penjelas dengan peubah respon dan ukuran dari anak simpul kurang dari nilai ukuran anak simpul minimum spesifikasi. Jika terdapat penggabungan pada peubah penjelas maka dilakukan koreksi Bonferroni untuk masing-masing jenis peubah bebas adalah sebagai berikut : i. Pengali Bonferroni tipe bebas untuk peubah asal berskala nominal ii. iii. Pengali Bonferroni tipe monotonik untuk peubah asal berskala ordinal B = ) Pengali Bonferroni tipe mengambang untuk peubah asal berskala ordinal namun terdapat kategori yang belum dapat ditentukan urutannya B = ) + r )
19 dengan, B : pengali Bonferroni c : banyaknya kategori asal r : banyaknya kategori baru i : kategori baru ke-i. 3. Mengidentifikasi peubah penciri dengan metode exhaustive CHAID Metode CHAID mengalami perkembangan algoritme, untuk penyesuaian Bonferroni pada jumlah kategori lebih besar dari empat dan peubah penjelas mengambang (Zhang et al. 2014). Exhaustive CHAID dilakukan dengan mereduksi c kategori menjadi c - 1 kategori dengan cara menggabungkan kategori yang paling tidak nyata. Pada peubah pejelas mengambang, kategori mengambang dikeluarkan sementara selama proses reduksi kategori. Selanjutnya digabung dengan salah satu kategori serupa, bila tidak serupa maka kategori mengambang dikeluarkan (Soemartojo 2002). Pengali Bonferroni pada exhaustive CHAID adalah : N BC (c) = 1 + dengan, N(c r + 1, c r) = c r untuk skala ordinal 7 N(c r + 1, c r) = untuk skala nominal N(c r + 1, c r) adalah banyaknya cara untuk mengelompokkan (c r + 1) kategori menjadi (c r) kategori. Pada peubah mengambang, pengali Bonferroni yang digunakan adalah pengali Bonferroni pada peubah ordinal, tetapi ketika peubah mengambang digabung penyesuaian koefisien Bonferroninya adalah : N BC (c) = N BC (c 1) + (c 1) Membandingkan hasil analisis peubah penciri dengan metode CHAID dan exhaustive CHAID HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Sosial Ekonomi Rumah Tangga Jumlah rumah tangga yang menjadi contoh sebanyak 420. Terdapat beberapa rumah tangga yang tidak memenuhi syarat sehingga dilakukan cleaning data. Setelah dilakukan cleaning data rumah tangga yang dapat dijadikan sebagai contoh sebanyak 400. Sebaran wilayah rumah tangga mencangkup daerah Cigudeg, Ciawi, Gunung Putri, dan Cibinong. Masing-masing daerah memiliki karakteristik agroekologi yang berbeda. Sebanyak 102 rumah tangga (26%) berasal dari daerah Cigudeg yang merupakan daerah pertanian padi, 98 rumah tangga (24%) berasal dari daerah Ciawi yang merupakan daerah pertanian sayur,
20 8 101 rumah tangga (25%) berasal dari daerah industri Gunung Putri, dan 99 rumah tangga (25%) berasal dari daerah padat penduduk yaitu Cibinong. Ukuran rumah tangga responden terbagi menjadi tiga kategori, yaitu kecil, sedang, dan besar. Rumah tangga yang memiliki anggota kurang dari lima orang termasuk dalam kategori kecil. Rumah tangga yang memiliki jumlah anggota lima hingga tujuh orang termasuk dalam kategori sedang. Rumah tangga yang memiliki jumlah anggota lebih dari tujuh orang termasuk dalam kategori besar. Kategori ukuran rumah tangga responden dapat dilihat di Gambar 1. Secara umum 52.5% responden termasuk dalam kategori rumah tangga berukuran kecil. Sebanyak 40% responden temasuk dalam kategori rumah tangga berukuran sedang. Rumah tangga berukuran besar sebanyak 7.5%. Gambar 1 menunjukkan ukuran rumah tangga setiap daerah contoh. Kecenderungan sebaran ukuran rumah tangga berbeda setiap daerahnya. Responden yang berada diaerah Cigudeg didominasi dengan rumah tangga berukuran sedang sebanyak 50%, diikuti dengan rumah tangga berukuran kecil sebanyak 37.3% dan 12.7% merupakan rumah tangga berukuran besar. Daerah Ciawi memiliki karakteristik ukuran rumah tangga yang mirip dengan daerah Cigudeg, dimana ukuran keluarga responden didominasi oleh kategori sedang lalu diikuti dengan kategori kecil dan besar berturut-turut. Sebanyak 56.1% rumah tangga Ciawi berasal dari rumah tangga kategori sedang, 29.6% rumah tangga berasal dari rumah tangga kategori kecil, dan 14.3% rumah tangga berasal dari rumah tangga kategori besar. Daerah Gunung Putri memiliki karakteristik yang berbeda. Mayoritas responden di Gunung Putri termasuk dalam rumah tangga dengan kategori kecil sebanyak 88.1%. Rumah tangga dengan ukuran sedang sebanyak 11.9%. Daerah Cibinong memiliki rumah tangga berukuran kecil sebanyak 54.6%, rumah tangga berukuran sedang 42.4%, dan rumah tangga berukuran besar 3%. Gambar 1 Ukuran rumah tangga responden Karakteristik usia kepala rumah tangga terbagi menjadi 4 kategori yaitu dewasa awal, dewasa pertengahan, dewasa akhir dan lansia. Dewasa awal merupakan kategori usia 19 hingga 29 tahun, dewasa pertengahan merupakan kategori usia 30 hingga 49 tahun, dewasa akhir berada di usia 50 hingga 59 tahun, dan lansia berada di usia lebih dari 59 tahun. Sebagian besar kepala rumah tangga
21 berada di kategori usia dewasa pertengahan dan dewasa awal. Sebanyak 68% kepala rumah tangga berada di kategori usia dewasa pertengahan, 24.5% kepala rumah tangga berada di kategori usia dewasa awal. Sebanyak 5.75% dan 1.75% kepala rumah tangga berada di usia dewasa akhir dan lansia. Karakteristik usia ibu rumah tangga memiliki pola yang tidak berbeda jauh dengan kepala rumah tangga, hanya saja kategori usia ibu rumah tangga terbagi menjadi 5, yaitu remaja (usia 10 sampai 18 tahun), dewasa awal (usia 19 sampai 29 tahun), dewasa pertengahan (usia 30 sampai 49 tahun), dewasa akhir (usia 50 sampai 59 tahun), dan lansia (usia lebih dari 59 tahun). Sebanyak 53.75% ibu rumah tangga termasuk dalam kategori usia dewasa pertengahan, 44% ibu rumah tangga termasuk dalam kategori usia dewasa awal, sisanya merupakan ibu rumah tangga yang termasuk dalam kategori usia remaja, dewasa akhir, dan lansia. Jenis pekerjaan kepala rumah tangga terbagi menjadi 9 kategori, yaitu petani, pedagang, pengamen, buruh tani, buruh non tani, PNS/ABRI/POLRI, bekerja di bidang jasa, dan tidak bekerja. Secara keseluruhan, sebagian besar kepala keluarga bekerja sebagai buruh. Persentase kepala rumah tangga bekerja sebagai buruh sebesar 75% dan 41% diantaranya bekerja sebagai buruh non tani sedangkan 34% lainnya bekerja sebagai buruh tani. Sebanyak 8% kepala rumah tangga bekerja di bidang jasa, 6% kepala rumah tangga bekerja sebagai pedagang, 5% bekerja di bidang lain yang tidak termasuk dalam kategori yang disediakan, 4% kepala rumah tangga bekerja sebagai petani. Selebihnya kepala rumah tangga bekerja sebagai pengamen, PNS/ABRI/POLRI, dan tidak bekerja. Setiap daerah memiliki pola pekerjaan yang berbeda. Sebaran pekerjaan kepala rumah tangga akan disajikan dalam Gambar 2 hingga 6. Berdasarkan Gambar 3, pekerjaan kepala rumah tangga di daerah Cigudeg memiliki keselarasan dengan karakteristik wilayah agroekologinya yaitu daerah pertanian padi, sehingga sebanyak 70% kepala rumah tangga bekerja sebagai buruh tani. Pekerjaan buruh non tani menempati posisi terbesar kedua dengan persentase sebanyak 17%. Selebihnya, kepala rumah tangga menekuni pekerjaan sebagai petani, pedagang, dan pekerja di bidang jasa dengan persentase masingmasing sebesar 8%, 2% dan 3%. Karakteristik pekerjaan kepala rumah tangga di daerah Ciawi tidak memiliki perbedaan yang besar dengam daerah Cigudeg. Hal ini terjadi karena daearah Ciawi memiliki karakteristik agroekologi berupa daerah pertanian sayur. Berasarkan Gambar 4 sebanyak 68% kepala rumah tangga bekerja sebagai buruh tani, lalu diikuti oleh buruh non tani sebesar 10%. Sebanyak 8% kepala rumah tangga bekerja sebagai petani, 6% kepala rumah tangga bekerja di bidang jasa, 2% kepala rumah tangga bekerja sebagai pedagang, 1% bekerja sebagai PNS/ABRI/POLRI, dan 5% bekerja di bidang lainnya. Jenis pekerjaan yang dimiliki kepala rumah tangga di daerah Gunung Putri memiliki pola yang sangat berbeda dengan dua daerah sebelumnya. Hal ini disebabkan karakteristik agroekologi Gunung Putri yang merupakan daerah industri. Gambar 5 menunjukkan mayoritas kepala rumah tangga bekerja sebagai buruh non tani dengan persentase sebesar 94%. Selebihnya sebanyak 2% kepala rumah tangga bekerja sebagai pedagang, 2% kelapa keluarga bekerja di bidang jasa, 1% bekerja di bidang lainnya, dan 1% kepala rumah tangga tidak bekerja. Gambar 6 menunjukkan jenis pekerjaan yang dimiliki kepala rumah tangga di daerah Cibinong. Jenis pekerjaan kepala keluarga di Cibinong berbeda 9
22 10 dengan tiga daerah sebelumnya. Sebanyak 42% kepala keluarga bekerja sebagai buruh non tani. Selanjutnya pekerjaan di bidang jasa ditekuni oleh kepala keluarga di daerah Cibinong sebesar 21%. Pekerjaan terbesar ketiga yang dimiliki oleh kepala keluarga di daerah Cibinong adalah pedagang dengan persentase sebesar 16%. Sebanyak 13% kepala rumah tangga bekerja di bidang lain yang tidak disebutkan di delapan kategori lain. Selanjutnya, 5% kepala rumah tangga bekerja sebagai pengamen. Sisanya pekerjaan kepala rumah tangga di Cibinong adalah petani dan tidak bekerja, masing masing sebesar 1%. Gambar 2 Pekerjaan kepala rumah tangga Gambar 3 Pekerjaan kepala rumah tangga daerah Cigudeg Gambar 4 Pekerjaan kepala rumah tangga daerah Ciawi
23 11 Gambar 5 Pekerjaan kepala rumah tangga di Gunung Putri Gambar 6 Pekerjaan kepala rumah tangga di Cibinong Status pekerjaan ibu rumah tangga terbagi menjadi dua kategori, yaitu bekerja dan tidak bekerja. Pada Gambar 7 dapat dilihat bahwa 83% ibu rumah tangga tidak bekerja, dan 17% ibu rumah tangga bekerja. Gambar 8 memperlihatkan jenis pekerjaan yang dimiliki oleh ibu rumah tangga. Sebanyak 36% ibu rumah tangga bekerja sebagai buruh non tani, 22% ibu rumah tangga bekerja sebagai pedagang, 13% ibu rumah tangga bekerja sebagai buruh tani. Sebanyak 12% ibu rumah tangga bekerja di bidang lainnya yang tidak disebutkan di delapan kategori sebelumnya. Sebesar 9% ibu rumah tangga bekerja di bidang jasa, 4% bekerja sebagai pengamen, 3% ibu rumah tangga bekerja sebagai petani, dan 1% bekerja sebagai PNS/ABRI/POLRI. Gambar 7 Status pekerjaan ibu rumah tangga
24 12 Gambar 8 Jenis pekerjaan ibu rumah tangga Status pendidikan kepala rumah tangga responden sebagian besar mencapai jenjang sekolah dasar dengan persentase sebesar 43%. Sebanyak 34.25% pendidikan kepala rumah tangga mencapai tingkat sekolah menengah atas. Sebanyak 20.25% kepala rumah tangga hanya mampu menemuh pendidikan sampai sekolah menengah pertama. Kepala rumah tangga yang menempuh pendidikan hingga perguruan tinggi mencapai 1.5% sedangkan kepala rumah tangga yang tidak bersekolah sebanyak 0.25%. Gambar 9 menunjukkan pendidikan kepala rumah tangga responden. Terdapat perbedaan yang besar pada karakteristik pendidikan kepala rumah tangga di keempat daerah tersebut. Gambar 9 menunjukkan mayoritas tingkat pendidikan kepala rumah tangga di Cigudeg hanya samapi sekolah menengah pertama dengan persentase sebesar 89.22%, bahkan terdapat kepala rumah tangga yang tidak sampai lulus sekolah dasar di daerah ini. Sebanyak 9.8 % kepala rumah tangga menempuh pendidikan hingga sekolah menegah pertama. Hal yang hampir serupa terjadi di daerah pertanian padi Ciawi. Sebanyak 63.27% kepala rumah tangga di Ciawi tercatat hanya dapat menempuh pendidikan hingga sekolah dasar. Sebanyak 23.47% kepala rumah tangga daerah Ciawi mampu menyelsaikan pendidikan hingga sekolah menengah pertama. Kepala rumah tangga yang dapat menyelesaikan pendidikannya hingga sekolah menegah atas berjumlah 13.26%. Gambar 9 menunjukkan tingkat pendidikan kepala rumah tangga di daerah Gunung Putri dan Cibinong lebih baik dari daerah Ciawi dan Cigudeg. Daerah Gunung Putri dan Cibinong memiliki kepala rumah tangga dengan tingkat pendidikan mayoritas sekolah menegah atas. Daerah Gunung Putri terdapat 71.29% kepala rumah tangga yang lulus sekolah menengah atas. Sebanyak 21.28% kepala rumah menempuh pendidikan hingga sekolah menengah pertama, 3.96% kepala rumah tangga menyelesaikan pendidikannya di tingkat sekolah dasar. Sebanyak 2.97% kepala rumah tangga di daerah Gunung Putri menempuh pendidikan hingga perguruan tinggi.
25 13 Gambar 9 Tingkat pendidikan kepala rumah tangga Karakteristik pendidikan ibu rumah tangga memiliki pola yang tidak berbeda denga tingkat pendidikan kepala rumah tangga. Sebagian besar ibu rumah tangga tangga menyelesaikan pendidikan di bangku sekolah dasar dengan persentase sebesar 51.5%. Selanjutnya sebanyak 25.5% ibu rumah tangga berpendidiakn sekolah menengah pertama. Ibu rumah tangga yang menyelesaikan pendidikan di sekolah menengah atas sebanyak 20.5%. Ibu rumah tangga yang lulus perguruan tinggi sebanyak 1.5%, ibu rumah tangga yang tidak melanjutkan sekolah menengah pertama sebanyak 1%. Tingkat pendididkan ibu rumah tangga daerah Cigudeg dan Ciawi sebagian besar hanya mencapai sekolah dasar dengan persentase berturut-turut 95% dan 73%. Pola tingkat pendidikan ibu rumah tangga di derah Gunung Putri cenderung di dominasi oleh sekolah menengah pertama dan sekolah menengah atas dengan persentase yang tidak berbeda jauh. Sebanyak 45% ibu rumah tangga di daerah Gunung Putri hanya menyelesaikan pendidikannya hingga sekolah menengah pertama dan 43% ibu rumah tangga daerah Gunung Putri berpendidikan hingga sekolah menengah atas. Sebanyak 10% ibu rmuah tangga hanya menyelesaikan pendidikannya hingga sekolah dasar dan 2% lainnya ibu rumah tangga di Gunung Putri menyelesaikan pendidikannya hingga perguruan tinggi. Penghasilan kepala keluarga terbagi menjadi empat kategori. Kategori pertama penghasilan yang kurang dari Rp ,00. Kategori dua merupakan penghasilan yang berada diantara Rp ,00 hingga Rp ,00. Kategori ketiga merupakan penghasilan yang berada pada nilai Rp ,00 hingga Rp ,00. Kategori keempat merupakan penghasilan yang lebih dari Rp ,00. Berdasarkan hasil penelitian, sebanyak 43% kepala rumah tangga responden berpenghasilan kurang dari Rp ,00. Terdapat 30% responden yang berpenghasilan lebih dari Rp ,00. Kepala rumah tangga yang memiliki penghasilan diantara Rp Rp sebesar 17.25%. Sisanya sebanyak 9,75% kepala rumah tangga berpenghasilan diantara Rp ,00 Rp ,00. Gambar 10 menunjukkan penghasilan kepala rumah tangga di keempat daerah. Berdasarkan Gambar 10, diketahui bahwa
26 14 mayoritas kepala rumah tangga di daerah Cigudeg memiliki penghasilan kurang dari Rp ,00 dengan persentase sebesar 90.2%. Terdapat 6.8% kepala rumah tangga memiliki penghasilan dari Rp ,00 hingga Rp ,00. Sebanyak 2% kepala rumah tangga berpenghasilan sebesar Rp ,00 hingga Rp ,00. Kepala rumah tangga yang memiliki penghasilan lebih besar dari Rp ,00 sebanyak 1%. Pada daerah Ciawi memiliki karakteristik penghasilan yang sedikit berbeda dengan daerah Cigudeg. Penghasilan sebagian besar kepala rumah tangga di daerah Ciawi berada diantara kurang dari ,00 dan Rp ,00 hingga Rp ,00 dengan persentase masing-masing sebesar 61.2% dan 31.6%. Penghasilan kepala rumah tangga yang menempati posisi ketiga berada diatas Rp ,00 dengan persentase sebesar 4.1%. Sisanya sebanyak 3.1% kepala rumah tangga berpenghasilan sebesar Rp ,00 hingga Rp ,00. Penghasilan kepala rumah tangga di daerah Gunung Putri sangat berbeda dengan dua daerah sebelumnya. Kepala rumah tangga di daerah Gunung Putri mayoritas berpenghasilan diatas Rp ,00. Hal ini dapat dikarenakan wilayah agroekologi daerahnya yang merupakan daerah industri. Persentase kepala rumah tangga yang lebih besar dari Rp ,00 adalah 83.1%. Kepala rumah tangga yang memiliki penghasilan dari Rp hingga Rp sebanyak 13.9%. Terdapat 3% kepala rumah tangga yang memiliki penghasilan dibawah Rp ,00. Gambar 10 menunjukkan penghasilan kepala rumah tangga di daerah Cibinong menyebar hampir merata di keempat kategori. Kepala rumah tangga yang memiliki penghasilan lebih besar dari Rp ,00 dan kepala rumah tangga yang berpenghasilan Rp ,00 hingga Rp ,00 memiliki persentase yang sama yaitu sebesar 31.3%. Terdapat 20.2% kepala rumah tangga yang berpenghasilan Rp ,00 hingga Rp ,00. Selebihnya terdapat 17.2% kepala rumah tangga yang memiliki penghasilan kurang dari Rp ,00. Gambar 10 Penghasilan kepala rumah tangga
27 15 Hasil Analisis CHAID dan exhaustive CHAID Pada hasil analisis CHAID, dari sembilan karakteristik rumah tangga yang diduga berpengaruh terhadap keragaman konsumsi pangan rumah tangga rawan pangan terdapat 3 karakteristik yang berpengaruh nyata terhadap keragaman konsusmi pangan dengan batas titik kritis α = 5%. Ketiga karakteristik ini adalah agroekologi rumah tangga, status pekerjaan ibu rumah tangga dan jenis pekerjaan kepala rumah tangga. Ketiga karakteristik ini menjadi penciri keragaman konsumsi pangan rumah tangga rawan pangan pada kategori sedang. Penelitian ini tidak mendapatkan karakteristik keluarga yang menjadi penciri keragaman konsumsi pangan pada kategori rendah dan tinggi. Hal ini disebabkan kurangnya jumlah rumah tangga yang termasuk ke dalam kategori rendah dan tinggi. Hasil diagram klasifikasi CHAID pada Gambar 11 menunjukkan bahwa terdapat 10 simpul yang terbentuk dengan 6 simpul terminal. Hasil analisis CHAID menunjukkan bahwa dari 400 rumah tangga, sebagian besar capaian keragaman konsumsi pangannya berada di kategori sedang, kemudian kategori tinggi dan kategori rendah pada posisi terakhir dengan persentase sebesar 68.3%. Keragaman konsumsi pangan kategori tinggi memiliki persentase sebesar 17.2% dan kategori rendah memiliki persentase sebesar 14.5%. Terlihat dari seluruh simpul yang terbentuk, kategori sedang pada keragaman konsumsi pangan menjadi kategori yang mendominasi simpul. Perbedaan simpul terdapat pada urutan kategori setelahnya. Peubah yang berpengaruh terhadap keragaman konsumsi pangan pada rumah tangga rawan pangan adalah agroekologi rumah tangga dengan nilai-p sebesar 0.000, sehingga dapat dikatakan bahwa agroekologi merupakan peubah penciri pertama yang membedakan keragaman konsumsi pangan pada rumah tangga rawan pangan. Agroekologi pada metode ini dipisah menjadi 2 simpul. Setiap simpul merupakan gabungan dari kategori agroekologi. Agroekologi yang digabung adalah agroekologi daerah Gunung Putri yang merupakan wilayah industri dan Ciawi yang merupakan daerah pertanian sayur. Agroekologi lainnya merupakan gabungan dari daerah pertanian padi dan padat penduduk yang berdomisili di Cigudeg dan Cibinong. Pada simpul pertama yang merupakan gabungan dari agroekologi industri dan pertanian padi mempunyai keragaman konsumsi pangan yang sedang sebanyak 68.8%. Jumlah kategori keragaman konsumsi pangan tinggi menempati posisi kedua sebesar 22.6%. Kategori rendah menempati posisi terakhir dangan jumlah rumah tangga sebesar 8.5%. Berdasarkan konsep HDDS, diduga daerah pertanian sayur memiliki keragaman konsumsi pangan yang besar karena mudahnya akses fisik masyarakat terhadap beberapa kelompok pangan. Pada daerah industri diketahui penghasilan kepala rumah tangga di daerah ini lebih baik dari tiga daerah lainnya. Mayoritas kepala keluarga pada daerah ini berpenghasilan lebih dari Rp ,00. Berdasarkan pernyataan tersebut dapat dikatakan akses ekonomi masyarakat daerah industri terhadap pangan menjadi salah satu faktor yang mendukung tingginya keragaman konsumsi pangan di daerah ini. Simpul kedua yang merupakan gabungan dari daerah pertanian padi dan daerah padat penduduk ini memiliki nilai keragaman konsumsi pangan yang sedang sebesar 67.8%. Nilai keragaman konsumsi pangan kategori rendah menempati posisi kedua dengan persentase sebesar 20.3%. Selebihnya termasuk dalam kategori
28 16 keragaman konsumsi pangan kategori tinggi dengan persentase sebesar 11.9%. Perbedaan karakteristik kedua simpul tersebut terletak pada urutan kedua dari nilai keragaman konsumsi pangannya. Pada simpul ini nilai keragaman konsumsi pangan kategori rendah lebih banyak dari kategori tinggi. Walaupun daerah Cigudeg merupakan daerah pertanian padi, tetapi terlihat akses ekonomi terhadap pangan dan akses fisik terhadap pangan luar di daerah ini tergolong rendah. Hal ini dapat dilihat dari mayoritas kepala rumah tangganya yang memiliki penghasilan kurang dari Rp ,00. Pada daerah padat penduduk di Cibinong ini sebagian besar kepala keluarga bekerja sebagai buruh non tani dan supir angkutan umum sehingga sebagian besar dari mereka tidak makan di rumah. Hal ini dapat menjadi salah satu penyebab besarnya kategori keragaman konsumsi pangan yang rendah di daerah ini. Karakteristik keluarga selanjutnya yang menjadi penciri terhadap keragaman konsumsi pangan di rumah tangga rawan pangan adalah status pekerjaan ibu. Status pekerjaan ibu menjadi pemisah keragaman konsumsi pangan di daerah agroekologi pertanian padi dan daerah padat penduduk. Gambar 11 menunjukkan pada rumah tangga daerah pertanian padi dan padat penduduk yang ibu rumah tangganya tidak bekerja memiliki kecenderungan yang berbeda pada kategori urutan kedua pada nilai keragaman konsumsi pangan dengan ibu rumah tangga yang bekerja. Nilai keragaman pangan rendah memiliki persentase yang lebih besar dari pada nilai keragaman konsumsi pangan yang tinggi pada rumah tangga yang ibunya tidak bekerja, sedangkan pada rumah tangga yang ibunya bekerja memiliki jumlah nilai keragaman konsumsi pangan tinggi yang lebih banyak dari nilai keragaman konsumsi pangan yang rendah. Hal ini dapat dijelaskan dari pekerjaan ibu rumah tangga yang sebagian besar bekerja sebagai buruh non tani dan pedagang sehingga penghasilan ibu dapat membantu menaikkan akses ekonomi rumah tangga terhadap pangan. Agroekologi kembali menjadi penciri pemisah keragaman konsumsi pangan di rumah tangga yang ibunya berstatus sebagai pekerja. Daerah padat penduduk dipisah menjadi simpul yang berbeda dengan daerah pertanian padi. Pada daerah padat penduduk,nilai keragaman konsumsi berada di kategori sedang dan tinggi. Hal ini dapat terjadi karena pekerjaan ibu rumah tangga di daerah ini sebagian besar adalah buruh nontani dan pedagang sehingga dapat membantu akses ekonomi keluarga yang cukup besar terhadap pangan. Pada daerah pertanian padi nilai keragaman konsumsi pangan berada di kategori rendah dan sedang. Hal ini terjadi karena pekerjaan ibu rumah tangga di daerah ini sebagian besar bekerja sebagai petani sehingga sumbangsi terhadap akses ekonomi keluarga tidak terlalu berpengaruh. Rumah tangga yang ibu rumah tangganya tidak bekerja dipisah berdasarkan jenis pekerjaan kepala rumah tangga. Jenis pekerjan kepala rumah tangga terpisah menjadi 3 simpul. Terjadi penggabungan kategori pekerjaan. Simpul pertama merupakan penggabungan dari jenis pekerjaan sebagai petani, buruh tani, dan pekerjaan di bidang jasa. Pada simpul ini terdapat 59.7% rumah tangga yang memiliki nilai keragaman sedang dan diikuti oleh nilai keragaman rendah sebesar 35.1%. Pada simpul yang merupakan gabungan dari pekerjaan buruh tani, pengamen, dan pekerjaan di bidang lain memiliki nilai keragaman yang sedang dengan persentase sebesar 79.7%. Pada rumah tangga yang jenis pekerjaan kepala rumah tangga nya berupa pedagang memiliki pola yang berbeda
29 dengan lainnya. Nilai keragaman pada simpul ini sebagian besar di wilayah sedang dan tinggi dengan persentase masing-masing sebesar 57.1% dan 35.7%. 17 Gambar 11 Diagram analisis metode CHAID
30 18 Gambar 12 menunjukkan diagram hasil analisis exhaustive CHAID. Terlihat karakteristik yang menjadi penciri keragaman konsumsi pangan sama seperti hasil analisis CHAID yaitu agroekologi, status pekerjaan ibu rumah tangga, dan jenis pekerjaan kepala rumah tangga. Jumlah simpul yang terbentuk adalah 10 dengan 7 simpul terminal. Kategori agroekologi menjadi simpul pemisah pertama. Agroekologi dipisah menjadi dua kelompok yaitu kelompok agroekologi pertanian sayur dan daerah industri dengan agroekologi pertanian padi dan daerah padat penduduk. Status pekerjaan ibu menjadi simpul pemisah kedua pada agroekologi pertanian padi dan daerah padat penduduk. Pekerjaan kepala rumah tangga menjadi simpul pemisah pada kelompok keluarga yang memiliki ibu rumah tangga tidak bekerja. Kelompok pekerjaan kepala rumah tangga terbagi menjadi 4. Kelompok pertama adalah pekerjaan buruh non tani dan pekerjaan di bidang jasa. Kelompok ini didominasi oleh keragaman konsumsi pangan dengan kategori sedang lalu diikuti oleh kategori rendah. Kelompok pekerjaan kedua adalah pekerjaan buruh tani, pengamen, dan lainnya. Kelompok ini juga didominasi oleh keragaman konsumsi pangan dengan kategori sedang. Perbedaan jumlah responden yang memiliki kategori keragaman konsumsi pangan rendah dan tinggi tidak terlampau jauh, dengan kategori rendah lebih banyak 3 responden dari kategori tinggi. Kelompok selanjutnya merupakan pekerjaan sebagai pedagang. Kelompok ini pun didominasi oleh keragaman konsumsi pangan kategori sedang. Perbedaan terlihat dari kategori terbesar kedua yaitu kategori tinggi. Hal ini dapat terjadi karena pekerjaan sebagai pedagang dapat berkontribusi besar terhadap akses ekonomi rumah tangga pada bahan pangan. Kelompok pekerjaan terakhir adalah pekerjaan sebagai petani. Kelompok ini berbeda dengan kelompok lainnya karena keragaman konsumsi pangannya didominasi oleh kategori rendah. Kelompok pekerjaan ini menjadi penciri kategori keragaman konsumsi pangan rendah. Kelompok rumah tangga yang memiliki ibu rumah tangga bukan pekerja dipisah menjadi 2 simpul berdasarkan agroekologinya. Daerah Agroekologi pertanian padi di Ciawi dan agroekologi padat penduduk di Cibinong. Terdapat perbedaan pola keragaman konsumsi pangan pada daerah tersebut. Derah agroekologi pertanian padi memiliki keragaman konsumsi pangan yang didominasi oleh kategori sedang lalu diikuti oleh kategori rendah. Keragaman konsumsi pangan pada daerah Cibinong keragaman konsumsi pangan didominasi oleh kategori sedang lalu diikuti oleh kategori rendah.
31 19 Gambar 12 Diagram analisis metode exhaustive CHAID Pembandingan Hasil analisis metode CHAID dan exhaustive CHAID Hasil analisis metode CHAID dan exhaustive CHAID menghasilkan penciri keragaman konsumsi pangan yang sama. Perbedaan hanya terlihat pada jumlah pengelompokkan pada jenis kategori pekerjaan kepala rumah tangga. Pada analisis exhaustive CHAID pekerjaan petani tidak digabung dengan kelompok pekerjaan lain. Pekerjaan petani menempati simpul sendiri. Hal ini terjadi karena pada proses penggabungan kategori di metode exhaustive CHAID dilakukan reduksi terlebih dahulu pada kategori. Pengali Bonferroni pada exhaustive CHAID pun berbeda dengan metode CHAID. Pada metode CHAID
32 20 koefisien Bonferroni meningkat cepat seiring dengan bertambahnya jumlah kategori sedangkan besarnya koefisien Bonferroni pada metode exhaustive CHAID telah mengalami penyesuaian. Besarnya koefisien Bonferroni mengakibatkan tingkat taraf nyata menjadi rendah. Hal ini yang menyebabkan Karakteristik jenis pekerjaan kepala rumah tangga memiliki skala nominal dengan 9 kategori. Analisis exhaustive CHAID menghasilkan nilai-p yang lebih kecil pada penciri jenis pekerjaan kepala rumah tangga dari pada nilai-p pada metode CHAID. Pohon analisis metode exhaustive CHAID menghasilkan ketepatan klasifikasi sebesar 69% sedangkan pohon analisis metode CHAID menghasilkan ketepatan klasifikasi sebesar 68.5%. Ketika peneliti mencoba memasukkan data ukuran rumah tangga tanpa dilakukan pengkategorian, metode exhaustive CHAID menghasilkan pohon klasifikasi yang sama sedangkan metode CHAID menghasilkan pohon yang berbeda. Berdasarkan hal tersebut maka pohon klasifikasi metode exhaustive CHAID lebih konsisten dari pada metode CHAID. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Karakteristik rumah tangga yang menjadi peubah penciri keragaman komsumsi pangan pada rumah tangga rawan pangan dengan kategori sedang yaitu agroekologi, status pekerjaan ibu rumah tangga dan jenis pekerjaan kepala rumah tangga. Peubah agroekologi menjadi penciri utama pembeda keragaman konsumsi pangan pada responden. Pada rumah tangga daerah Cigudeg dan Cibinong, peubah yang berpengaruh nyata terhadap keragaman konsumsi pangan yaitu status pekerjaan ibu rumah tangga. Pada ibu rumah tangga yang tidak bekerja di daerah ini dipisahkan berdasarkan jenis pekerjaan kepala rumah tangganya. Pada ibu rumah tangga yang bekerja di daerah ini terbagi lagi oleh daerah agroekologinya. Hasil peubah penciri yang didapatkan oleh analisis CHAID dan exhaustive CHAID tidak berbeda. Ketepatan klasifikasi pada metode exhaustive CHAID lebih tinggi dari pada metode CHAID. Pohon klasifikasi exhaustive CHAID lebih konsisten dari pada metode CHAID. Perbedaannya hanya terdapat pada jumlah simpul yang terbentuk. Saran Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai rekomendasi untuk pemerintah dalam menangani masalah ketahanan pangan Indonesia. Selain itu dapat dijadikan sebagai sarana pertimbangan LSM yang bergerak dalam bidang pangan untuk melakukan sosialisasi diversifikasi pangan. Penyuluhan tentang diversifikasi pangan pada rumah tangga rawan pangan dapat mendahulukan daerah Cigudeg dan Cibinong yang ibu rumah tangganya tidak bekerja. Jika ingin dilakukan penelitian lanjutan, disarankan untuk memperhitungkan proporsi keragaman konsumsi pangan sehingga dapat ditemukan penciri pada semua keragaman konsumsi pangan.
33 21 DAFTAR PUSTAKA Agresti A Categorical Data Analysis. USA: University of Florida. Alamudi A, Wigena AH, Aunuddin Eksplorasi Struktur Data Menggunakan Metode CHAID. Forum Statistika dan Komputasi. Institut Pertanian Bogor. ISSN: Almatsier S Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Utama. Apriani A Sudah B2SA kah Makanan yang Kita Konsumsi[Internet]. [diacu 2014 Januari 13]. Tersedia dari: [Balitbangkes] Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Republik Indonesia Riset Kesehatan Dasar Jakarta(ID): Depkes. Baliwati YF, Briawan D Validasi Metode HDDS (House Hold Dietary Diversity Score) untuk Identifikasi Rumah Tangga Rawan Pangan di Indonesia. Prosiding Seminar Hasil-Hasil PPM IPB 2013[Internet]. [diunduh 2013 Januari 13]; Vol. I: ISBN: , [FAO] Food and Agricultur Organization Report On Use of The Household Food Insecurity Access Scale and Household Dietary Diversity Score in Two Survey Rpunds in Manica and Sofala Provinces Mozambique FAO food security project GCP/MOZ/079/BEL. Kass G V An exploratory technique for large quantities for categorical analysis data. App Statis. 29, No 2 : Kennedy G, Ballard T, Dop MC Guidelines for Measuring Household and Individual Dietary Diversity. Roma (IT): FAO. Khomsan A Ekologi Masalah Gizi, Pangan, dan Kemiskinan. Bandung : Penerbit Alfabeta. Melani V Validasi Household Dietary Diversity Score (HDDS) sebagai Metode Alternatif dalam Mengidentifikasi Rumah Tangga Rawan Pangan di Wilayah Agroekologi Pertanian. Tesis. Program Studi Gizi Masyarakat IPB : Bogor. Soemartojo Kajian metode CHAID dan CHAID exhaustive sebagai Analisa Pohon Berstruktur. Tesis. Program Studi Statistika IPB : Bogor. Zhang J, Yu B, Chikaraisih M Interdepenendces household residential and car ownership behavior : a life history analysis. Journal of Transport Geography 34 (2014)
PENERAPAN METODE CHAID DAN REGRESI LOGISTIK DALAM ANALISIS SEGMENTASI PASAR KONSUMEN AQUA DIMAS FAJAR AIRLANGGA
PENERAPAN METODE CHAID DAN REGRESI LOGISTIK DALAM ANALISIS SEGMENTASI PASAR KONSUMEN AQUA DIMAS FAJAR AIRLANGGA DEPARTEMEN STATISTIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Lebih terperinciANALISIS CHAID UNTUK IDENTIFIKASI KETEPATAN WAKTU LULUS BERDASARKAN KARAKTERISTIK MAHASISWA
Xplore, 2013, Vol. 2(1):e10(1-5) c 2013 Departemen Statistika FMIPA IPB ANALISIS CHAID UNTUK IDENTIFIKASI KETEPATAN WAKTU LULUS BERDASARKAN KARAKTERISTIK MAHASISWA Rindy Anggun Pertiwi, Indahwati, Farit
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Klasifikasi Klasifikasi merupakan proses untuk menemukan model atau fungsi yang menjelaskan atau membedakan konsep atau kelas data, dengan tujuan untuk
Lebih terperinciKLASIFIKASI STATUS KERJA PADA ANGKATAN KERJA KOTA SEMARANG TAHUN 2014 MENGGUNAKAN METODE CHAID DAN CART
KLASIFIKASI STATUS KERJA PADA ANGKATAN KERJA KOTA SEMARANG TAHUN 2014 MENGGUNAKAN METODE CHAID DAN CART SKRIPSI Disusun Oleh : NOVIE ERISKA ARITONANG 24010211140081 JURUSAN STATISTIKA FAKULTAS SAINS DAN
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kualitas dan kuantitas makanan yang dikonsumsi oleh suatu kelompok sosial
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsumsi Pangan Kualitas dan kuantitas makanan yang dikonsumsi oleh suatu kelompok sosial budaya dipengaruhi banyak hal yang saling kait mengait, di samping untuk memenuhi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. konsep-konsep dasar pada QUEST dan CHAID, algoritma QUEST, algoritma
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab ini akan membahas pengertian metode klasifikasi berstruktur pohon, konsep-konsep dasar pada QUEST dan CHAID, algoritma QUEST, algoritma CHAID, keakuratan dan kesalahan dalam
Lebih terperinciPENERAPAN METODE CHAID (CHI-SQUARED AUTOMATIC INTERACTION DETECTION) DAN EXHAUSTIVE CHAID PADA KLASIFIKASI PRODUKSI JAGUNG DI PULAU JAWA
PENERAPAN METODE CHAID (CHI-SQUARED AUTOMATIC INTERACTION DETECTION) DAN EXHAUSTIVE CHAID PADA KLASIFIKASI PRODUKSI JAGUNG DI PULAU JAWA Anas Tohari, Yuliana Susanti, dan Tri Atmojo Kusmayadi Program Studi
Lebih terperinciPOLA PANGAN HARAPAN (PPH)
PANDUAN PENGHITUNGAN POLA PANGAN HARAPAN (PPH) Skor PPH Nasional Tahun 2009-2014 75,7 85,7 85,6 83,5 81,4 83,4 Kacangkacangan Buah/Biji Berminyak 5,0 3,0 10,0 Minyak dan Lemak Gula 5,0 Sayur & buah Lain-lain
Lebih terperinciPola Konsumsi Pangan Penyandang Disabilitas di Kota Malang
Indonesian Journal of Disability Studies ISSN : - Pola Konsumsi Pangan Penyandang Disabilitas di Kota Malang * Agustina Shinta Pusat Studi dan Layanan Disabilitas (PSLD), Universitas Brawijaya, Malang,
Lebih terperinciMETODE. Keadaan umum 2010 wilayah. BPS, Jakarta Konsumsi pangan 2 menurut kelompok dan jenis pangan
METODE Desain, Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan dengan pendekatan prospective study dengan menggunakan data hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Provinsi Papua tahun 2008 sampai tahun
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7) Tempat dan Waktu Penelitian.
I PENDAHULUAN Bab ini akan dibahas mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7)
Lebih terperinciANALISIS KEPUASAN PESERTA KURSUS KOMPUTER MENGGUNAKAN METODE CHAID BERBASIS KOMPUTER
ANALISIS KEPUASAN PESERTA KURSUS KOMPUTER MENGGUNAKAN METODE CHAID BERBASIS KOMPUTER RONITA BINUS UNIVERSITTY, Jakarta, Indonesia, 11530 Abstrak Kesuksesan selalu menjadi tujuan sebuah perusahaan, begitu
Lebih terperinciANALISIS BIAYA KONSUMSI PANGAN, PENGETAHUAN GIZI, SERTA TINGKAT KECUKUPAN GIZI SISWI SMA DI PESANTREN LA TANSA, BANTEN SYIFA PUJIANTI
ANALISIS BIAYA KONSUMSI PANGAN, PENGETAHUAN GIZI, SERTA TINGKAT KECUKUPAN GIZI SISWI SMA DI PESANTREN LA TANSA, BANTEN SYIFA PUJIANTI DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN
Lebih terperinciBAB VIII KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. 1. Tingkat partisipasi konsumsi rumah tangga di DIY menurut wilayah tempat
BAB VIII KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 8.1. Kesimpulan 1. Tingkat partisipasi konsumsi rumah tangga di DIY menurut wilayah tempat tinggal, tingkat kemiskinan dan distribusi raskin yang terbanyak adalah
Lebih terperinciMETODE QUEST DAN CHAID PADA KLASIFIKASI KARAKTERISTIK NASABAH KREDIT
E-Jurnal Matematika Vol. 4 (4), November 2015, pp. 163-168 ISSN: 2303-1751 METODE QUEST DAN CHAID PADA KLASIFIKASI KARAKTERISTIK NASABAH KREDIT Nur Faiza 1, I Wayan Sumarjaya 2, I Gusti Ayu Made Srinadi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan sektor yang berperan penting terhadap pemenuhan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang berperan penting terhadap pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat Indonesia. Secara umum pangan diartikan sebagai segala sesuatu
Lebih terperinciFaktor-Faktor Yang Mem pengaruhi Waktu Penyusunan Tugas Akhir Mahasiswa S1 (Studi Kasus : Mahasiswa FMIPA Unsyiah)
Jurnal Gradien Vol. 10 No.2 Juli 2014 : 1000-1004 Faktor-Faktor Yang Mem pengaruhi Waktu Penyusunan Tugas Akhir Mahasiswa S1 (Studi Kasus : Mahasiswa FMIPA Unsyiah) Nany Salwa 1, Fitriana A.R 1 dan Sri
Lebih terperinciJIIA, VOLUME 5 No. 2, MEI 2017
POLA KONSUMSI PANGAN PADA RUMAH TANGGA PETANI DI DESA RUGUK KECAMATAN KETAPANG KABUPATEN LAMPUNG SELATAN (Food Consumption Patterns of Farmers Household at Ruguk Village Ketapang Sub District South Lampung
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. laut ini, salah satunya ialah digunakan untuk memenuhi kebutuhan pangan.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perairan laut di Indonesia mengandung sumberdaya kelautan dan perikanan yang siap diolah dan dimanfaatkan semaksimal mungkin, sehingga sejumlah besar rakyat Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hari dalam jumlah tertentu sebagai sumber energy dan zat-zat gizi. Kekurangan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang dibutuhkan setiap hari dalam jumlah tertentu sebagai sumber energy dan zat-zat gizi. Kekurangan atau kelebihan dalam
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional
III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan data dan melakukan analisis sehubungan dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. cukup mendasar, dianggapnya strategis dan sering mencakup hal-hal yang bersifat
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Amang (1993), Pangan merupakan salah satu kebutuhan manusia yang cukup mendasar, dianggapnya strategis dan sering mencakup hal-hal yang bersifat emosional
Lebih terperinciKonsumsi Pangan. Preferensi Pangan. Karakteristik Makanan:
23 KERANGKA PEMIKIRAN Menurut Suhardjo (1989), latar belakang sosial budaya mempengaruhi pemilihan jenis pangan melalui dua cara yaitu informasi mengenai gizi dan preferensi berdasarkan konteks dua karakteristik
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN
Tinjauan Pustaka TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN Menurut Saliem dkk dalam Ariani dan Tribastuti (2002), pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar bagi
Lebih terperinciKAJIAN MENGENAI BERBAGAI METODE PENILAIAN KERAGAMAN KONSUMSI PANGAN RUMAH TANGGA PUTRI INDRIANI SETIAWAN
KAJIAN MENGENAI BERBAGAI METODE PENILAIAN KERAGAMAN KONSUMSI PANGAN RUMAH TANGGA PUTRI INDRIANI SETIAWAN DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015 PERNYATAAN
Lebih terperinciPEMBENTUKAN POHON KLASIFIKASI DENGAN METODE CHAID
Buletin Ilmiah Mat. Stat. dan Terapannya (Bimaster) Volume 02, No. 1 (2013), hal 45 50. PEMBENTUKAN POHON KLASIFIKASI DENGAN METODE CHAID Yustisia Wirania, Muhlasah Novitasari Mara, Dadan Kusnandar INTISARI
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. hidup anak sangat tergantung pada orang tuanya (Sediaoetama, 2008).
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anak Balita Anak balita merupakan kelompok yang menunjukkan pertumbuhan yang pesat sehingga memerlukan zat gizi yang tinggi setiap kilogram berat badannya. Anak balita ini justru
Lebih terperinciANALISIS IPK MAHASISWA PENERIMA BEASISWA BIDIK MISI IPB DENGAN PENDEKATAN METODE CHAID FERRY ANTONI MS
ANALISIS IPK MAHASISWA PENERIMA BEASISWA BIDIK MISI IPB DENGAN PENDEKATAN METODE CHAID FERRY ANTONI MS DEPARTEMEN STATISTIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
Lebih terperinciMODEL PENDUGA VOLUME POHON MAHONI DAUN BESAR (Swietenia macrophylla, King) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT WAHYU NAZRI YANDI
MODEL PENDUGA VOLUME POHON MAHONI DAUN BESAR (Swietenia macrophylla, King) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT WAHYU NAZRI YANDI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
27 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Sosial Ekonomi Sampel dalam penelitian ini adalah wanita dewasa dengan rentang usia 20-55 tahun. Menurut Hurlock (2004) rentang usia sampel penelitian ini dapat dikelompokkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk jangka waktu tertentu yang akan dipenuhi dari penghasilannya. Dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pola Konsumsi adalah susunan tingkat kebutuhan seseorang atau rumahtangga untuk jangka waktu tertentu yang akan dipenuhi dari penghasilannya. Dalam menyusun pola konsumsi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Ilmu Gizi Prof.DR.Dr.Poorwo Soedarmo melalui Lembaga Makanan Rakyat
20 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pola menu empat sehat lima sempurna adalah pola menu seimbang yang bila disusun dengan baik mengandung semua zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh. Pola menu ini diperkenalkan
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN. No Data Sumber Instansi 1 Konsumsi pangan menurut kelompok dan jenis pangan
17 METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian ini menggunakan desain prospective study berdasarkan data hasil survei sosial ekonomi nasional (Susenas) Provinsi Riau tahun 2008-2010. Pemilihan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN A. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat penting karena pertanian berhubungan langsung dengan ketersediaan pangan. Pangan yang dikonsumsi oleh individu terdapat komponen-komponen
Lebih terperinci(PERFORMANCE ANALYSIS OF FARMER GROUP AND ITS RELATIONSHIP WITH HOUSEHOLD FOOD SECURITY LEVEL (CASE STUDY IN RASANAE TIMUR SUBDISTRICT BIMA CITY)
AGRISE Volume XIV No. 2 Bulan Mei 2014 ISSN: 1412-1425 ANALISIS TINGKAT KINERJA KELOMPOK TANI SERTA HUBUNGANNYA DENGAN TINGKAT KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA PETANI (STUDI KASUS DI KECAMATAN RASANAE TIMUR
Lebih terperinciPENGETAHUAN IBU DALAM PEMENUHAN GIZI TERHADAP TUMBUH KEMBANG BALITA DI PUSKESMAS LAK-LAK KUTACANE ACEH TENGGARA
PENGETAHUAN IBU DALAM PEMENUHAN GIZI TERHADAP TUMBUH KEMBANG BALITA DI PUSKESMAS LAK-LAK KUTACANE ACEH TENGGARA Elfi Manya Sari *, Reni Asmara Ariga ** * Mahasiswa Fakustas Keperawatan USU ** Dosen Departemen
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan adalah usaha untuk meningkatkan kualitas dan perikehidupan masyarakat Indonesia, yang dilakukan secara terus menerus, berlandaskan kemampuan wilayah dengan
Lebih terperinciBuletin IKATAN Vol. 3 No. 1 Tahun
DIVERSIFIKASI KONSUMSI MASYARAKAT BERDASARKAN SKOR POLA PANGAN HARAPAN PADA LOKASI MKRPL DI KEC. KRAMATWATU KAB. SERANG Yati Astuti 1) dan Fitri Normasari 2) 1) Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten
Lebih terperinciPENANGGULANGAN GIZI BURUK MELALUI ANALISIS SIKAP DAN KEBIASAAN IBU DALAM PENGATURAN MAKANAN KELUARGA
Jurnal Gizi dan Pangan, 2011, 6(1): 84-89 Journal of Nutrition and Food, 2011, 6(1): 84-89 PENANGGULANGAN GIZI BURUK MELALUI ANALISIS SIKAP DAN KEBIASAAN IBU DALAM PENGATURAN MAKANAN KELUARGA (Preventing
Lebih terperinci22/02/2017. Outline SURVEI KONSUMSI PANGAN. Manfaat survei konsumsi pangan. Metode Survei Konsumsi Pangan. Tujuan Survei Konsumsi Pangan
Outline SURVEI KONSUMSI PANGAN Pengantar Survei Konsumsi Pangan Tujuan Survei Konsumsi Pangan Metode berdasarkan Jenis Data yang diperoleh Metode berdasarkan Sasaran Pengamatan Neraca Bahan Makanan Pola
Lebih terperinciAdequacy Levels of Energy and Protein with Nutritional Status in Infants of Poor Households in The Subdistrict of Blambangan Umpu District of Waykanan
Adequacy Levels of Energy and Protein with Nutritional Status in Infants of Poor Households in The Subdistrict of Blambangan Umpu District of Waykanan Silaen P, Zuraidah R, Larasati TA. Medical Faculty
Lebih terperinciOleh FEBRlYANTl A
ANALISIS KERAGAMAN PANGAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN RATA-RATA TINGKAT KONSUnFISI ZAT GlZl KELUARGA MlSKlN Dl DESA ClBlTUNG KULON, KECAMATAN PAMIJAHAN, KABUPATEM BOGOR Oleh FEBRlYANTl A 30.0873 JURUSAN GlZl
Lebih terperinciOleh FEBRlYANTl A
ANALISIS KERAGAMAN PANGAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN RATA-RATA TINGKAT KONSUnFISI ZAT GlZl KELUARGA MlSKlN Dl DESA ClBlTUNG KULON, KECAMATAN PAMIJAHAN, KABUPATEM BOGOR Oleh FEBRlYANTl A 30.0873 JURUSAN GlZl
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN IBU DENGAN PEMBERIAN ASUPAN PRODUK PANGAN ASAL HEWAN PADA BAYI
SEMDI UNAYA-2017, 240-245 November 2017 http://ocs.abulyatama.ac.id/ HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN IBU DENGAN PEMBERIAN ASUPAN PRODUK PANGAN ASAL HEWAN PADA BAYI Dian Fera 1, Sugito 2, T. Reza Ferasyi 3,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Pola Konsumsi Non Beras Sektor pertanian tidak akan pernah lepas dari fungsinya sebagai sumber
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Konsumsi yang berkualitas dapat diwujudkan apabila makanan yang. kesadaran terhadap pangan beragam, bergizi, seimbang dan aman.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu upaya untuk menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas adalah dengan memperbaiki kualitas konsumsi pangan masyarakat. Konsumsi yang berkualitas dapat
Lebih terperinciBAB. I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB. I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan ketahanan pangan merupakan prioritas utama dalam pembangunan karena pangan merupakan kebutuhan yang paling hakiki dan mendasar bagi sumberdaya manusia suatu
Lebih terperinciPERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
VALIDASI HOUSEHOLD DIETARY DIVERSITY SCORE (HDDS) SEBAGAI METODE ALTERNATIF DALAM MENGIDENTIFIKASI RUMAH TANGGA RAWAN PANGAN DI WILAYAH AGROEKOLOGI PERTANIAN VITRIA MELANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT
Lebih terperinciHubungan Faktor Sosial Ekonomi Dengan Tingkat Permintaan Daging Sapi Di Pasar Boja Kecamatan Boja Kabupaten Kendal
On Line at : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/aaj Hubungan Faktor Sosial Ekonomi Dengan Tingkat Permintaan Daging Sapi Di Pasar Boja Kecamatan Boja Kabupaten Kendal (The Relationship of Social
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sampai usia lanjut (Depkes RI, 2001). mineral. Menurut Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VI 1998
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya manusia. Kekurangan gizi dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan fisik dan perkembangan kecerdasan terganggu, menurunnya
Lebih terperinciImplementasi Metode Chi-Squared Automatic Interaction Detection pada Klasifikasi Indeks Prestasi Kumulatif Mahasiswa FMIPA UNIROW
Implementasi Metode Chi-Squared Automatic Interaction Detection pada Klasifikasi Indeks Prestasi Kumulatif Mahasiswa FMIPA UNIROW Kresna Oktafianto Program Studi Matematika FMIPA Universitas Ronggolawe
Lebih terperinciANALISIS POLA KONSUMSI PANGAN DI PROVINSI JAWA BARAT RATNA CAHYANINGSIH
ANALISIS POLA KONSUMSI PANGAN DI PROVINSI JAWA BARAT RATNA CAHYANINGSIH PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 ANALISIS POLA KONSUMSI
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN Desain, Sumber dan Jenis Data
20 METODE PENELITIAN Desain, Sumber dan Jenis Data Penelitian ini menggunakan data Susenas Modul Konsumsi tahun 2005 yang dikumpulkan dengan desain cross sectional. Data Susenas Modul Konsumsi terdiri
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pangan Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling utama, karena itu pemenuhannya menjadi bagian dari hak asasi setiap individu. Di Indonesia,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia masih memerlukan perhatian yang lebih terhadap persoalan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia masih memerlukan perhatian yang lebih terhadap persoalan pangan. Banyak kasus kurang gizi disebabkan karena rendahnya pemahaman pola konsumsi yang sehat
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. dikonsumsi seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu (Baliwati, dkk,
2.1 Pola Konsumsi Pangan BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pola konsumsi pangan adalah susunan jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu (Baliwati, dkk, 2010). Pola
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Chi-square Automatic Interaction Detection (CHAID) adalah merupakan suatu kasus khusus dari algoritma pendeteksian interaksi otomatis yang biasa disebut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Ketahanan pangan merupakan kondisi terpenuhinya pangan rumah tangga yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Ketahanan pangan merupakan kondisi terpenuhinya pangan rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya,
Lebih terperinciANALISIS POLA KONSUMSI PANGAN DAN TINGKAT KONSUMSI BERAS DI DESA SENTRA PRODUKSI PADI
ANALISIS POLA KONSUMSI PANGAN DAN TINGKAT KONSUMSI BERAS DI DESA SENTRA PRODUKSI PADI (Studi Kasus: Desa Dua Ramunia, Kecamatan Beringin, Kabupaten Deli Serdang) 1) Haga Prana P. Bangun, 2) Salmiah, 3)
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas, dan produktif (Hadi, 2005). bangsa bagi pembangunan yang berkesinambungan (sustainable
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan suatu bangsa sangat tergantung kepada keberhasilan bangsa itu sendiri dalam menyiapkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas,
Lebih terperinciKeragaman Pangan dan Tingkat Kecukupan Energi serta Protein Pada Balita. Dietary Diversity, Energy and Protein Adequacy in Children
Andadari dan Mahmudiono. Amerta Nutr (2017) 172-179 172 RESEARCH STUDY Open Access Keragaman Pangan dan Tingkat Kecukupan Energi serta Protein Pada Balita Dietary Diversity, Energy and Protein Adequacy
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan pertanian sebagai bagian dari pembangunan nasional selama ini mempunyai tugas utama untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat, menyediakan kesempatan kerja, serta
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Perilaku Pemilih Partai Politik
3 TINJAUAN PUSTAKA Perilaku Pemilih Agustino (2009) menyebutkan terdapat tiga pendekatan teori yang sering digunakan oleh banyak ahli politik untuk memahami perilaku pemilih diantaranya pendekatan sosiologis,
Lebih terperinciPGM 2011, 34(2): Reliabilitas metode pengumpulan data konsumsi S. Prihatini; dkk
RELIABILITAS METODE PENGUMPULAN DATA KONSUMSI MAKANAN TINGKAT RUMAHTANGGA DAN INDIVIDU (RELIABILITY DATA COLLECTION METHODS OF HOUSEHOLD AND INDIVIDUAL FOOD CONSUMPTION) ABSTRACT Sri Prihatini 1, Trintrin
Lebih terperinciPENGETAHUAN IBU DALAM PENATALAKSANAAN GIZI SEIMBANG PADA KELUARGA DI DESA SIBORBORON KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN
PENGETAHUAN IBU DALAM PENATALAKSANAAN GIZI SEIMBANG PADA KELUARGA DI DESA SIBORBORON KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN Emmi Silitonga* Lufthiani** *Mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara
Lebih terperinciGambar 3 Hubungan ketahanan pangan rumahtangga, kondisi lingkungan, morbidity, konsumsi pangan dan status gizi Balita
22 KERANGKA PEMIKIRAN Status gizi yang baik, terutama pada anak merupakan salah satu aset penting untuk pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas. Sumber daya manusia yang berkualitas merupakan
Lebih terperinciPEMODELAN VARIABEL-VARIABEL PENGELUARAN RUMAH TANGGA UNTUK KONSUMSI TELUR ATAU SUSU DI KABUPATEN MAGELANG MENGGUNAKAN REGRESI TOBIT
PEMODELAN VARIABEL-VARIABEL PENGELUARAN RUMAH TANGGA UNTUK KONSUMSI TELUR ATAU SUSU DI KABUPATEN MAGELANG MENGGUNAKAN REGRESI TOBIT SKRIPSI Disusun Oleh : VILIYAN INDAKA ARDHI 24010211140090 JURUSAN STATISTIKA
Lebih terperinciIDENTIFIKASI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MAHASISWA PASCASARJANA IPB BERHENTI STUDI MENGGUNAKAN ANALISIS CHAID DAN REGRESI LOGISTIK
IDENTIFIKASI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MAHASISWA PASCASARJANA IPB BERHENTI STUDI MENGGUNAKAN ANALISIS CHAID DAN REGRESI LOGISTIK Mohamad Jajuli Teknik Informatika, Fakultas Ilmu Komputer, Universitas
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sarapan Pagi Sarapan pagi adalah makanan atau minuman yang memberikan energi dan zat gizi lain yang dikonsumsi pada waktu pagi hari. Makan pagi ini penting karena makanan yang
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
23 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Contoh Karakteristik contoh meliputi usia, pendidikan, status pekerjaan, jenis pekerjaan, riwayat kehamilan serta pengeluaran/bulan untuk susu. Karakteristik contoh
Lebih terperincikonsumsi merupakan salahsatu indikator pengukuran tingkat ketahanan pangan. Dengan demikian, bila tingkat konsumsi rumahtangga sudah terpenuhi maka
21 KERANGKA PEMIKIRAN Ketahanan pangan rumahtangga dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah karakteristik rumahtangga (meliputi ukuran rumahtangga, pendidikan kepala dan ibu rumahtangga, dan
Lebih terperinciANALISIS DIVERSIFIKASI KONSUMSI PANGAN RUMAH TANGGA PETANI MINA MENDONG PENDAHULUAN
P R O S I D I N G 125 ANALISIS DIVERSIFIKASI KONSUMSI PANGAN RUMAH TANGGA PETANI MINA MENDONG Farah Ainun Jamil 1, Pudji Purwanti 2, Riski Agung Lestariadi 2 1 Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya
Lebih terperinciPROPORSI PENGELUARAN DAN KONSUMSI PANGAN PADA DAERAH RAWAN BANJIR DI KABUPATEN BOJONEGORO MENUJU EKONOMI KREATIF BERBASIS KETAHANAN PANGAN WILAYAH
PROPORSI PENGELUARAN DAN KONSUMSI PANGAN PADA DAERAH RAWAN BANJIR DI KABUPATEN BOJONEGORO MENUJU EKONOMI KREATIF BERBASIS KETAHANAN PANGAN WILAYAH RINGKASAN Suprapti Supardi dan Aulia Qonita Penelitian
Lebih terperinciBAB III METODE CHI-SQUARED AUTOMATIC INTERACTION DETECTION
BAB III METODE CHI-SQUARED AUTOMATIC INTERACTION DETECTION 3.1 Analisis CHAID Metode CHAID pertama kali diperkenalkan G. V. Kass 1980, metode CHAID merupakan teknik yang lebih awal dikenal sebagai Automatic
Lebih terperinciTINGKAT PENGETAHUAN GIZI, KESESUAIAN DIET DAN STATUS GIZI ANGGOTA UNIT KEGIATAN MAHASISWA (UKM) SEPAKBOLA INSTITUT PERTANIAN BOGOR B A S I R
TINGKAT PENGETAHUAN GIZI, KESESUAIAN DIET DAN STATUS GIZI ANGGOTA UNIT KEGIATAN MAHASISWA (UKM) SEPAKBOLA INSTITUT PERTANIAN BOGOR B A S I R PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS
Lebih terperinciSTRATEGI PENGEMBANGAN DAYA SAING PRODUK UNGGULAN DAERAH INDUSTRI KECIL MENENGAH KABUPATEN BANYUMAS MUHAMMAD UNGGUL ABDUL FATTAH
i STRATEGI PENGEMBANGAN DAYA SAING PRODUK UNGGULAN DAERAH INDUSTRI KECIL MENENGAH KABUPATEN BANYUMAS MUHAMMAD UNGGUL ABDUL FATTAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016 iii PERNYATAAN
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Tinjauan Pustaka Pangan adalah sesuatu yang hakiki dan menjadi hak setiap warga negara untuk memperolehnya. Ketersediaan pangan sebaiknya
Lebih terperinciPEMANFAATAN TUMBUHAN OLEH MASYARAKAT DI SEKITAR HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SUKABUMI MUHAMMAD IRKHAM NAZMURAKHMAN
1 PEMANFAATAN TUMBUHAN OLEH MASYARAKAT DI SEKITAR HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SUKABUMI MUHAMMAD IRKHAM NAZMURAKHMAN DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN
Lebih terperinciWALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG
WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN GERAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL KOTA KEDIRI WALIKOTA KEDIRI, Menimbang
Lebih terperinciJIIA, VOLUME 1 No. 2, APRIL 2013
KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA NELAYAN DI KECAMATAN TELUK BETUNG SELATAN KOTA BANDAR LAMPUNG (Food Security of the Fisherman Household in Teluk Betung Selatan Sub-Distric of Bandar Lampung City) Pramita
Lebih terperinciPENGARUH PEMENUHAN TUGAS PERKEMBANGAN KELUARGA DENGAN ANAK USIA REMAJA TERHADAP PENCAPAIAN TUGAS PERKEMBANGAN REMAJA. Lia Nurjanah
PENGARUH PEMENUHAN TUGAS PERKEMBANGAN KELUARGA DENGAN ANAK USIA REMAJA TERHADAP PENCAPAIAN TUGAS PERKEMBANGAN REMAJA Lia Nurjanah DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berakhir pada usia 19 tahun (Proverawati, 2010) Remaja adalah kelompok yang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Siswa Menengah Atas (SMA) tergolong usia remaja yang merupakan usia peralihan dari anak-anak menuju dewasa yang berawal dari usia 10 tahun dan berakhir pada
Lebih terperinciDIVERSIFIKASI KONSUMSI PANGAN RUMAH TANGGA PEDESAAN DI DESA SUKOLILO KECAMATAN WAJAK KABUPATEN MALANG Oleh : Gema Iftitah Anugerah Y*
DIVERSIFIKASI KONSUMSI PANGAN RUMAH TANGGA PEDESAAN DI DESA SUKOLILO KECAMATAN WAJAK KABUPATEN MALANG Oleh : Gema Iftitah Anugerah Y* ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk: (1) menganalisis pola konsumsi
Lebih terperinciUNIVERSITAS UDAYANA FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN SKOR POLA PANGAN HARAPAN (PPH) PADA RUMAH TANGGA SASARAN (RTS) DI DESA BATUKANDIK PULAU NUSA PENIDA
UNIVERSITAS UDAYANA FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN SKOR POLA PANGAN HARAPAN (PPH) PADA RUMAH TANGGA SASARAN (RTS) DI DESA BATUKANDIK PULAU NUSA PENIDA ANAK AGUNG SAGUNG PUTRI KUSUMA DEWI PROGRAM STUDI
Lebih terperinciMETODE SKOR KONSUMSI PANGAN UNTUK MENILAI KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA (METHOD OF FOOD CONSUMPTION SCORE [FCS] FOR ASSESSING HOUSEHOLD FOOD SECURITY)
Metode skor konsumsi pangan (Sembiring AC; dkk) METODE SKOR KONSUMSI PANGAN UNTUK MENILAI KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA (METHOD OF FOOD CONSUMPTION SCORE [FCS] FOR ASSESSING HOUSEHOLD FOOD SECURITY) Anita
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. strategis dan sering mencakup hal-hal yang bersifat emosional, bahkan politis.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan salah satu kebutuhan manusia yang mendasar, dianggap strategis dan sering mencakup hal-hal yang bersifat emosional, bahkan politis. Terpenuhinya pangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak sekolah merupakan generasi penerus dan modal pembangunan. Oleh karena itu, tingkat kesehatannya perlu dibina dan ditingkatkan. Salah satu upaya kesehatan tersebut
Lebih terperinciANALISIS TINGKAT KEMAJUAN DESA DI KABUPATEN BOGOR DENGAN METODE CHAID DAN REGRESI LOGISTIK ORDINAL DENI SUHANDANI
ANALISIS TINGKAT KEMAJUAN DESA DI KABUPATEN BOGOR DENGAN METODE CHAID DAN REGRESI LOGISTIK ORDINAL DENI SUHANDANI DEPARTEMEN STATISTIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN
Lebih terperinciPENYELENGGARAAN MAKANAN, TINGKAT KECUKUPAN DAN STATUS GIZI PENDERITA SKIZOFRENIA DI RUMAH SAKIT Dr. H. MARZOEKI MAHDI BOGOR.
PENYELENGGARAAN MAKANAN, TINGKAT KECUKUPAN DAN STATUS GIZI PENDERITA SKIZOFRENIA DI RUMAH SAKIT Dr. H. MARZOEKI MAHDI BOGOR Temu Salmawati PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS
Lebih terperinciPERBEDAAN POLA PANGAN HARAPAN DI PEDESAAN DAN PERKOTAAN KABUPATEN SUKOHARJO (Studi di Desa Banmati dan Kelurahan Jetis)
PERBEDAAN POLA PANGAN HARAPAN DI PEDESAAN DAN PERKOTAAN KABUPATEN SUKOHARJO (Studi di Desa Banmati dan Kelurahan Jetis) PENELITIAN Disusun Dan Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Menyelesaikan Studi
Lebih terperinciOBJEK DAN METODE PENELITIAN. Objek dalam penelitian ini adalah pola konsumsi daging ayam broiler,
39 III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1. Objek Penelitian Objek dalam penelitian ini adalah pola konsumsi daging ayam broiler, sedangkan subjek yang terlibat di dalam penelitian ini adalah mahasiswa aktif
Lebih terperinciBAB III METODE CHAID EXHAUSTIVE
BAB III METODE CHAID EXHAUSTIVE 31 CHAID Exhaustive Metode CHAID Exhaustive dikemukakan oleh D Biggs et al (1991) yang merupakan evaluasi dari metode sebelumnya yaitu CHAID (Kass, 1980) untuk penyesuaian
Lebih terperinciII. TINAJUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Pangan merupakan kebutuhan mendasar bagi setiap makhluk hidup
7 II. TINAJUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN A. Tinjauan Pustaka 1. Pola makan anak balita Pangan merupakan kebutuhan mendasar bagi setiap makhluk hidup khususnya manusia. Pangan merupakan bahan yang
Lebih terperinciGUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 71 TAHUN 2009 TENTANG
GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 71 TAHUN 2009 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN GERAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL PROVINSI JAWA TIMUR GUBERNUR
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN
II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2. 1 Tinjauan Pustaka Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN. n [(1.96) 2 x (0.188 x 0.812)] (0.1) 2. n 59 Keterangan: = jumlah contoh
METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study. Penelitian ini menggunakan data yang berasal dari penelitian payung Ajinomoto IPB Nutrition Program
Lebih terperinciMETODE QUEST DAN CHAID PADA KLASIFIKASI KARAKTERISTIK NASABAH KREDIT [SKRIPSI] KOMPETENSI STATISTIKA
METODE QUEST DAN CHAID PADA KLASIFIKASI KARAKTERISTIK NASABAH KREDIT (Studi Kasus: Nasabah Adira Kredit Elektronik Cabang Denpasar) [SKRIPSI] KOMPETENSI STATISTIKA NUR FAIZA 0908405045 JURUSAN MATEMATIKA
Lebih terperinciProgram Studi : Ilmu Gizi / Ilmu Kesehatan Masyarakat (Lingkari salah satu) Umur Sampel : tahun
70 KUESIONER PENGUMPULAN DATA PERBEDAAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN ASUPAN SARAPAN ANTARA MAHASISWA PROGRAM STUDI ILMU GIZI DENGAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT DI UNIVERSITAS ESA UNGGUL KUESIONER DATA
Lebih terperinciSUCI ARSITA SARI. R
ii iii iv ABSTRAK SUCI ARSITA SARI. R1115086. 2016. Pengaruh Penyuluhan Gizi terhadap Pengetahuan Ibu tentang Pola Makan Balita di Desa Sambirejo Kecamatan Mantingan Kabupaten Ngawi. Program Studi DIV
Lebih terperinciMETODOLOGI. Lokasi dan Waktu Penelitian
METODOLOGI Desain Penelitian Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif dengan teknik survei dalam bentuk penelitian deskriptif korelasional. Penelitian ini berusaha menggambarkan karakteristik
Lebih terperinci