BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dikonsumsi seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu (Baliwati, dkk,
|
|
- Surya Lie
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 2.1 Pola Konsumsi Pangan BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pola konsumsi pangan adalah susunan jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu (Baliwati, dkk, 2010). Pola konsumsi pangan berfungsi untuk mengarahkan agar pola pemanfaatan pangan secara nasional dapat memenuhi kaidah mutu, keanekaragaman, kandungan gizi, keamanan dan kehalalan, di samping juga untuk efisiensi makan dalam mencegah pemborosan. Pola konsumsi pangan juga mengarahkan agar pemanfaatan pangan dalam tubuh (utility food) dapat optimal, dengan peningkatan atas kesadaran pentingnya pola konsumsi yang beragam, dengan gizi seimbang mencakup energi, protein, vitamin dan mineral serta aman (Badan Ketahanan Pangan, 2012). Pola makan yang baik mengandung makanan pokok, lauk-pauk, buah-buahan dan sayur-sayuran serta dimakan dalam jumlah cukup sesuai dengan kebutuhan. Pola makan yang baik dan jenis hidangan yang beraneka ragam dapat menjamin terpenuhinya kecukupan sumber tenaga, zat pembangun dan zat pengatur bagi kebutuhan gizi seseorang, sehingga status gizi seseorang akan lebih baik dan memperkuat daya tahan tubuh terhadap serangan penyakit (Baliwati, dkk, 2010) Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pola Konsumsi Pangan Pola konsumsi pangan dibentuk oleh beberapa faktor yang mempengaruhinya. Secara umum adapun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pola konsumsi pangan tersebut adalah : 6
2 7 1. Jumlah anggota keluarga Jumlah anggota keluarga dapat mempengaruhi jumlah dan pembagian ragam pangan yang dikonsumsi dalam keluarga. Semakin banyak anggota keluarga, maka makanan untuk setiap orang akan berkurang terutama pada keluarga dengan ekonomi lemah (Suhardjo, dkk,1986). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Fransiska (2013) tentang analisis diversifikasi konsumsi pangan beras dan pangan non beras, dijumpai bahwa jumlah anggota rumah tangga berpengaruh nyata dan positif terhadap konsumsi pangan rumah tangga. Hal ini juga didukung dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Bangun (2013) menunjukkan bahwa jumlah anggota keluarga berpengaruh nyata dengan tingkat konsumsi beras dimana semakin banyak anggota keluarga semakin banyak beras yang dikonsumsi. 2. Pendidikan Menurut Husaini (1989) dalam penelitian Ampera dkk perilaku konsumsi pangan seseorang atau keluarga dipengaruhi oleh tingkat pendidikan atau pengetahuan tentang pangan itu sendiri, dalam satu keluarga biasanya ibu yang bertanggung jawab terhadap makanan keluarga. Karena pengetahuan gizi bertujuan untuk mengubah perilaku konsumsi masyarakat kearah konsumsi pangan yang sehat dan bergizi. Penelitian yang dilakukan oleh Mapandin (2005) dalam tesisnya yang berjudul hubungan faktor-faktor sosial budaya dengan konsumsi makanan pokok rumah tangga pada masyarakat di kecamatan Wamena, kabupaten
3 8 Jayawijaya didapatkan bahwa kontribusi energi makanan pokok dengan kategori pada rumah tangga dengan ibu rumah tangga berpendidikan dasar jauh lebih besar dibandingkan pada rumah tangga dengan ibu rumah tangga berpendidikan lanjut. 3. Budaya Kebudayaan juga menentukan kapan seseorang boleh atau tidak boleh memakan suatu makanan (tabu), walaupun tidak semua tabu rasional, bahkan banyak jenis tabu yang tidak masuk akal. Oleh karena itu kebudayaan mempengaruhi seseorang dalam konsumsi pangan yang menyangkut pemilihan jenis pangan, serta persiapan serta penyajiannya (Siregar, 2009). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Mapandin (2005) ditemukan bahwa faktor budaya juga sangat berperan dalam konsumsi makanan pokok rumah tangga beragam. Semakin kuat faktor budaya yang dianut, semakin sedikit jenis makanan pokok yang dikonsumsi. 4. Lingkungan Faktor lingkungan cukup besar pengaruhnya terhadap pembentukan perilaku makan. Lingkungan yang dimaksud dapat berupa lingkungan keluarga, sekolah, serta adanya promosi melalui media elektronik maupun cetak (Handayani, 2012). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sebayang (2012) tentang gambaran pola konsumsi makanan mahasiswa di Universitas Indonesia dijumpai bahwa 90,6% responden memiliki pengaruh yang kuat dari teman sebaya dalam hal
4 9 konsumsi makanan dan sisanya memiliki pengaruh yang lemah terhadap pola konsumsi. 5. Peraturan/program pemerintah Adanya dukungan baik berupa peraturan ataupun program pemerintah dapat menyebabkan kepatuhan peserta program (Nahampun, 2009), sehingga akan membantu masyarakat atau peserta dari program tersebut untuk memperbaiki pola konsumsinya menjadi lebih baik. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sihotang (2008) diketahui bahwa semakin keluarga sadar gizi maka status gizi balita baik. Terlihat dari persentase status gizi balita dimana pada keluarga yang telah melaksanakan indikator sadar gizi, balita dengan status gizi baik adalah 100%. Sementara keluarga yang tidak sadar gizi masih ditemukan status gizi kurang dan status gizi buruk. 2.3 Pola Pangan Harapan Penilaian keberhasilan upaya percepatan penganekaragaman pola konsumsi pangan memerlukan suatu parameter. Parameter yang digunakan adalah PPH. Pola Pangan Harapan adalah susunan beragam pangan atau kelompok pangan yang didasarkan atas sumbangan energinya, baik secara absolut maupun relatif terhadap total energi baik dalam hal ketersediaan maupun konsumsi pangan sehingga mampu mencukupi kebutuhan konsumsi pangan penduduk sekaligus mempertimbangkan keseimbangan gizi yang didukung dengan citarasa, daya cerna, daya terima masyarakat, kuantitas dan kemampuan daya beli masyarakat (Baliwati,dkk, 2010).
5 10 Pola Pangan Harapan mencerminkan susunan konsumsi pangan anjuran untuk hidup sehat, aktif dan produktif. Dengan pendekatan PPH dapat dinilai mutu pangan berdasarkan skor pangan dari sembilan bahan pangan. Ketersediaan pangan sepanjang waktu, dalam jumlah yang cukup dan hanya terjangkau sangat menentukan tingkat konsumsi pangan di tingkat rumah tangga. Selanjutnya pola konsumsi pangan rumah tangga akan berpengaruh pada komposisi konsumsi pangan (Depkes RI, 2010). Tiap negara mempunyai potensi dan sosial budaya yang berbeda-beda. Bagi Indonesia menurut hasil Workshop on Food and Agriculture Planning for Nutritional Adequacy di Jakarta tanggal Oktober 1989 direkomendasikan sebagai berikut: kelompok padi-padian sekitar 50%, makanan berpati sekitar 5%, pangan hewani sekitar 15-20%, minyak dan lemak lebih dari 10%, kacang-kacangan sekitar 5%, gula 6-7%, buah dan sayur 5% (FAO-MOA, 1989). Menurut Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WKNPG) VII tahun 2004, susunan PPH nasional yang telah disepakati terdapat pada Table 2.1 dengan target pencapaian energi sebesar 2000 kkal/kapita/hari.
6 11 No Tabel 2.1. Pola Konsumsi Pangan Beragam, Bergizi dan Berimbang Nasional Kelompok Pangan Porsi (gram) Pola Pangan Harapan Nasional Konsumsi Energi (kkal) % AKE Bobot Skor Mutu (PPH) 1 Padi-padian 275 1,000 50,0 0,5 25,0 2 Umbi-umbian ,0 0,5 3, 0 3 Pangan hewani ,0 2,0 24,0 4 Minyak dan ,0 0,5 5,0 lemak 5 Biji berminyak ,0 0,5 1,5 6 Kacang-kacangan ,0 2,0 10,0 7 Gula ,0 0,5 2,5 8 Sayur dan buah ,0 5,0 30,0 9 lain-lain 60 3,0 0,0 0,0 Jumlah 2, ,0 100,0 Sumber: Pusat Penganekaragaman Konsumsi Dan Keamanan Pangan, 2013 Pada konsep PPH, setiap kelompok pangan dalam bentuk energi mempunyai pembobot yang berbeda tergantung dari peranan pangan dari masing-masing kelompok terhadap pertumbuhan dan perkembangan manusia. Sebagai contoh, pembobot pada kelompok padi-padian, umbi-umbian dan gula hanya 0,5 karena pangan tersebut hanya sebagai sumber energi untuk pertumbuhan manusia. Sebaliknya pangan hewani dan kacang-kacangan sebagai sumber protein yang berfungsi sebagai pertumbuhan dan perkembangan manusia mempunyai pembobot 2 dan sayur/buah sebagai sumber vitamin dan mineral, serat, dan lain-lain mempunyai pembobot 5. Dengan mengkalikan proporsi energi dengan masing-masing pembobotnya, maka dalam konsep PPH akan diperoleh skor sebesar 100. Dalam arti diversifikasi konsumsi pangan sesuai konsep PPH harus mempunyai skor 100 (Ariani, 2005).
7 12 Penilaian untuk keberhasilan penganekaragaman (diversifikasi) konsumsi pangan berdasarkan skor mutu PPH yang dicapai dibagi dalam 3 (tiga) kategori sebagai berikut (Suhardjo dalam Sembiring (2002)) : a. Segitiga perunggu Skor mutu pangan kurang dari 78, dengan ciri-ciri antara lain : - Energi dari padi-padian dan umbi-umbian masih tinggi diatas norma PPH - Energi dari pangan hewani, sayur dan buah serta kacang-kacangan masih rendah dibawah norma PPH - Energi dari minyak dan gula relatif sudah memenuhi norma PPH b. Segitiga Perak Skor mutu pangan 78-87, dengan ciri-ciri antara lain : - Energi dari padi-padian dan umbi-umbian makin menurun, namun masih diatas norma PPH - Energi dari pangan hewani, sayur dan buah serta kacang-kacangan masih rendah masing- masing antara 8-12% dan 4-5% - Energi dari minyak, kacang-kacangan dan gula relatif sudah memenuhi norma PPH c. Segitiga Emas Skor mutu pangan 88 keatas dengan ciri-ciri antara lain : - Energi dari padi-padian sedikit diatas norma PPH atau relatif sama - Energi dari pangan hewani diatas 12% atau relatif sama dengan norma PPH - Energi dari kelompok pangan lain sudah relatif memenuhi norma PPH
8 13 Penelitian yang dilakukan oleh Rosida tentang pola konsumsi pangan keluarga dan pola pangan harapan (PPH) di Desa Kampong Jeumpa Kecamatan Glumpang Tiga Kabupaten Pidie ditemukan bahwa rata-rata konsumsi energi penduduk Desa Kampong Jeumpa sebesar 2045 kalori lebih tinggi dari kecukupan energi yaitu 2000 kalori. Komposisi pangan yang dikonsumsi belum berimbang antar kelompok pangan dan gizi, dimana konsumsi padi-padian dan pangan hewani cukup tinggi sebesar 67,2% dan 15,5% sedangkan, kelompok pangan lain sangat rendah dibanding PPH Nasional yang telah ditetapkan. Komposisi pangan yang tidak seimbang tersebut menyebabkan skor mutu PPH menjadi rendah yaitu 68,2. Hal ini mengindikasikan bahwa sekalipun kecukupan energi terpenuhi tidak menjamin skor mutu PPH menjadi lebih baik. 2.4 Angka Kecukupan Gizi Angka kecukupan gizi yang dianjurkan (AKG) adalah banyaknya masingmasing zat essensial yang harus dipenuhi dari makanan mencakup hampir semua orang sehat untuk mencegah defisiensi zat gizi. Angka kecukupan gizi rata-rata yang dianjurkan pada masing-masing orang per hari bervariasi tergantung pada umur, jenis kelamin, dan keadaan fisiologis individu tersebut (Almatsier, 2005). Tubuh manusia membutuhkan aneka ragam makanan untuk memenuhi kebutuhan zat gizi tersebut. Kekurangan atau kelebihan zat gizi tersebut akan menyebabkan kelainan atau penyakit bagi tubuh. Oleh karena itu, perlu diterapkan kebiasaan mengkonsumsi makanan yang seimbang sejak usia dini dengan jumlah yang sesuai untuk mencukupi kebutuhan masing-masing individu, sehingga tercapai kondisi kesehatan yang prima (Sebayang, 2012).
9 Penganekaragaman Pangan Penganekaragaman pangan adalah upaya peningkatan ketersediaan dan konsumsi pangan yang beragam, bergizi seimbang, dan berbasis pada potensi sumber daya lokal (UU RI No 18 Tahun 2012 Tentang Pangan). Penganekaragaman konsumsi pangan selama ini sering diartikan terlalu sederhana, berupa penganekaragaman konsumsi pangan pokok, terutama pangan non beras. Penganekaragaman konsumsi pangan seharusnya mengonsumsi aneka ragam pangan dari berbagai kelompok pangan, baik pangan pokok, lauk pauk, sayuran maupun buah dalam jumlah yang cukup. Tujuan utama penganekaragaman konsumsi pangan adalah untuk meningkatkan mutu gizi konsumsi dan mengurangi ketergantungan konsumsi pangan pada salah satu jenis atau kelompok pangan (Baliwati, dkk, 2010). Menurut Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi , penganekaragaman pangan atau diversifikasi pangan adalah upaya peningkatan konsumsi aneka ragam pangan dengan prinsip gizi seimbang. Pola makan yang bermutu gizi seimbang mensyaratkan perlunya diversifikasi pangan dalam menu sehari-hari. Pangan yang beranekaragam sangat penting karena tidak ada satu jenis panganpun yang dapat menyediakan gizi bagi seseorang secara lengkap. Melalui konsumsi pangan yang beranekaragam maka kekurangan zat gizi dari satu jenis pangan akan dilengkapi oleh gizi dari pangan yang lain. Kecuali Air Susu Ibu (ASI) untuk bayi baru lahir sampai berusia enam bulan. Hal ini disebabkan karena ASI dapat mencukupi kebutuhan untuk tumbuh dan berkembang dengan optimal, serta sesuai dengan kondisi fisiologis pencernaan dan fungsi lainnya dalam tubuh bayi.
10 15 Pada sisi lain, kesadaran akan pentingnya konsumsi pangan beranekaragam menyebabkan ketergantungan terhadap satu jenis pangan dapat dicegah sehingga akan memantapkan ketahanan pangan rumah tangga (Khomsan, 2012). Semakin banyak jenis pangan yang dikonsumsi, semakin kuat ketahanan pangan (Khaeron, 2012). Penganekaragaman pangan atau diversifikasi pangan terbagi menjadi 3 (tiga) golongan yaitu (Cahyani, 2008) : 1. Diversifikasi horizontal merupakan upaya penganekaragaman produk yang dihasilkan (dari sisi penawaran) dan produk yang dikonsumsi (dari sisi permintaan) pada tingkat individu, rumah tangga maupun perusahaan. Secara prinsip diversifikasi horizontal adalah pengekaragaman antar komoditas. 2. Diversifikasi vertikal merupakan upaya pengembangan produk pangan pokok menjadi produk baru untuk keverluan pada tingkat konsumsi. Secara prinsip diversifikasi pangan vertikal adalah upaya pengembangan produk setelah panen didalamnya termasuk kegiatan pengolahan hasil dan limbah pertanian. Diversifikasi vertikal ini dimaksudkan untuk meningkatkan nilai tambah dari komoditas pangan agar lebih berdaya guna bagi kebutuhan manusia. 3. Diversifikasi regional merupakan diversifikasi antara wilayah dan sosial budaya yaitu upaya penganekaragaman pangan yang dikonsumsi berdasarkan potensi pangan lokal. 2.6 Program Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Pelaksanaan kegiatan P2KP merupakan implementasi dari Rencana Strategis Kementerian Pertanian yaitu Empat Sukses Pertanian. Salah satu dari Empat Sukses
11 16 tersebut adalah Peningkatan Diversifikasi Pangan, yang merupakan salah satu kontrak kerja antara Menteri Pertanian dengan Presiden Republik Indonesia pada tahun Tujuannya adalah untuk meningkatkan keanekaragaman pangan sesuai dengan karakteristik wilayah. Kontrak kerja ini merupakan tindak lanjut dari Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 2009 tentang Kebijakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumber Daya Lokal, yang ditindaklanjuti oleh Peraturan Menteri Pertanian Nomor 43/Permentan/OT.140/10/2009 tentang Gerakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumber Daya Lokal. Peraturan tersebut kini menjadi acuan untuk mendorong upaya penganekaragaman konsumsi pangan dengan cepat melalui basis kearifan lokal serta kerja sama terintegerasi antara pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat. Di tingkat provinsi, kebijakan tersebut telah ditindaklanjuti melalui surat edaran atau Peraturan Gubernur (Pergub), dan di tingkat kabupaten/kota ditindaklanjuti dengan surat edaran atau Peraturan Bupati/Walikota (Perbup/Perwalikota) (Badan Ketahanan Pangan, 2014) Ruang Lingkup Kegiatan P2KP 1. Optimalisasi Pemanfaatan Pekarangan melalui Konsep KRPL Optimalisasi pemanfaatan pekarangan merupakan upaya pemberdayaan wanita dalam mengoptimalkan pekarangan sebagai sumber pangan. Upaya ini dilakukan dengan membudidayakan berbagai jenis tanaman sesuai kebutuhan keluarga seperti aneka sayuran, buah serta budidaya ternak dan ikan sebagai tambahan untuk ketersediaan sumber karbohidrat, vitamin, mineral dan protein bagi keluarga di kawasan perumahan/warga yang berdekatan. Dengan demikian akan terbentuk sebuah kawasan yang kaya akan sumber pangan. Pendekatan
12 17 pengembangan ini dilakukan dengan mengembangkan pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture), antara lain dengan membangun kebun bibit dan mengutamakan sumber daya lokal disertai dengan pemanfaatan pengetahuan lokal (local wisdom),sehingga kelestarian alampun tetap terjaga. Implementasi kegiatan ini disebut Kawasan Rumah Pangan Lestari (Badan Ketahanan Pangan, 2014). Kelompok sasaran kegiatan optimalisasi pemanfaatan pekarangan adalah kelompok wanita yang beranggotakan minimal 30 rumah tangga yang berdomisili berdekatan dalam satu desa sehingga membentuk kawasan. Setiap anggota wajib memanfaatkan pekarangan dengan menanam tanaman sumber pangan (sayur, buah, umbi) ataupun memelihara ternak dan ikan. Tujuannya adalah mencukupi ketersediaan pangan dan gizi di tingkat rumah tangga. Hasil dari usaha pekarangan ini diutamakan untuk dikonsumsi oleh rumah tangga bersangkutan dan apabila berlebih dapat dibagikan/disumbangkan kepada anggota kelompok atau secara bersama-sama dijual oleh kelompok (Badan Ketahanan Pangan, 2014). Adapun kriteria-kriteria yang harus dipenuhi oleh calon kelompok ini yaitu : a. Kelompok wanita yang beranggotakan minimal 30 rumah tangga yang berdomisili berdekatan dalam satu kawasan, sehingga dapat membentuk kawasan pekarangan dengan konsep KRPL. b. Bukan kelompok penerima bansos lainnya ditahun berjalan. c. Memiliki struktur organisasi yang jelas dan diketahui kepala desa. d. Mampu menyediakan lahan untuk kebun bibit (bukan menyewa lahan) dan memeliharanya untuk kepentingan anggota kelompok dan masyarakat desa lainnya (surat pernyataan).
13 18 e. Mampu mengelola keuangan kelompok dan melaksanakan kegiatan secara berkesinambungan (surat pernyataan). f. Khusus untuk daerah yang sulit memenuhi jumlah anggotanya dapat mengambil anggota kelompok dari desa terdekat dan nama desa yang ditetapkan sebagai penerima manfaat adalah desa dengan jumlah anggota rumah tangga terbanyak. Kelompok wanita pelaksana optimalisasi pemanfaatan pekarangan dengan konsep KRPL ini diberikan dana bantuan sebesar Rp ,- (empat puluh tujuh juta rupiah) yang dimanfaatkan untuk pengembangan pekarangan anggota dan demplot, kebun bibit, pengembangan kebun sekolah, serta pengembangan menu B2SA dari hasil pekarangan. Apabila kelompok tidak dapat memanfaatkan bantuan sosial ini maka pemberi bantuan berhak mencabut seluruh dana tersebut secara sepihak. Rincian kegiatan yang dilaksanakan oleh kelompok ini adalah : 1. Melaksanakan sosialisasi optimalisasi pemanfaatan pekarangan oleh penyuluh pendamping kepada kelompok penerima manfaat melalui metode Sekolah Lapangan (SL). 2. Melaksanakan pengembangan demplot pekarangan sebagai Laboratorium Lapangan (LL) sekaligus sebagai pekarangan percontohan. 3. Mengembangkan kebun bibit kelompok yang diarahkan untuk menjadi cikal bakal kebun bibit desa
14 19 4. Mengembangkan pekarangan milik anggota kelompok penerima manfaat sesuai hasil musyawarah anggota sesuai dengan potensi wilayah maupun kebutuhan anggota. 5. Setiap desa P2KP harus membina satu sekolah untuk mengembangkan kebun sekolah dengan tanaman sayuran, buah-buahan dan umbi-umbian. 6. Tanaman yang dibudidayakan adalah sayur, buah maupun umbi-umbian dengan memperhatikan sistem rotasi tanaman. 7. Membudidayakan unggas atau ternak kecil. 8. Mengenalkan beberapa organism pengganggu tanaman. 9. Melakukan pertemuan kelompok secara periodik minimal satu kali sebulan. 10. Melakukan penyuluhan tentang pangan yang beragam, bergizi seimbang dan aman untuk hidup sehat, aktif dan produktif. 11. Demonstrasi penyiapan pangan dan penyiapan menu makanan yang beragam, bergizi, seimbang dan aman. 2. Model Pengembangan Pangan Pokok Lokal (MP3L). Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk mengembangkan pangan lokal sumber karbohidrat selain beras dan terigu yang secara khusus dipersiapkan untuk mendukung pelaksanaan program pangan bersubsidi bagi keluarga berpendapatan rendah. Kegiatan ini dilaksanakan melalui kerja sama dengan perguruan tinggi dan berbagai instansi terkait yang bertujuan untuk (Badan Ketahanan Pangan, 2014): a. Mengembangkan beras/nasi non beras sumber karbohidrat yang dapat disandingkan dengan beras/nasi, berbahan baku sumber pangan lokal;
15 20 b. Mengembalikan kesadaran masyarakat untuk kembali pada pola konsumsi pangan pokok asalnya melalui penyediaan bahan pangan non-beras/non-terigu dari sumber pangan lokal; c. Perbaikan mutu konsumsi pangan masyarakat melalui penurunan konsumsi beras dan peningkatan konsumsi pangan pokok selain beras yang diimbangi dengan konsumsi pangan hewani serta sayur dan buah. 3. Sosialisasi dan Promosi P2KP Kegiatan Sosialisasi dan Promosi P2KP dimaksudkan untuk memasyarakatkan dan membudayakan pola konsumsi pangan B2SA kepada masyarakat melalui upaya-upaya penyebarluasan informasi, penyadaran sikap dan perilaku serta ajakan untuk memanfaatkan pangan lokal sebagai sumber gizi keluarga demi terciptanya pola hidup yang sehat, aktif dan produktif (Badan Ketahanan Pangan, 2014) Tujuan Program Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Secara umum tujuan program P2KP adalah untuk memfasilitasi dan mendorong terwujudnya pola konsumsi pangan masyarakat yang B2SA yang diindikasikan dengan meningkatnya skor PPH (Badan Ketahanan Pangan, 2014). Adapun tujuan khusus program P2KP adalah untuk (Badan Ketahanan Pangan, 2014): a. Meningkatkan kesadaran, peran, dan partisipasi masyarakat dalam mewujudkan pola konsumsi pangan yang Beragam, Bergizi Seimbang dan Aman (B2SA) serta mengurangi ketergantungan terhadap bahan pangan pokok beras;
16 21 b. Meningkatkan partisipasi kelompok wanita dalam penyediaan sumber pangan dan gizi keluarga melalui optimalisasi pemanfaatan pekarangan sebagai penghasil sumber karbohidrat, protein, vitamin dan mineral untuk konsumsi keluarga; dan c. Mendorong pengembangan usaha pengolahan pangan skala Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) sumber karbohidrat selain beras dan terigu yang berbasis sumber daya dan kearifan lokal.
17 Kerangka Teori Faktor Predisposisi (Predisposing factors) : Jumlah anggota keluarga Pendidikan Faktor Pendukung (Enabling Factors) : Lingkungan Perilaku (Pola Konsumsi) Faktor pendorong (Reinforcing Factors) : Undang-Undang Peraturan pemerintah Program Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Gambar 2.1 Kerangka Teori Lawrence Green (1980) Sebagaimana kita ketahui bahwa pola makan adalah perilaku yang ditempuh seseorang dalam memilih, menggunakan bahan makanan dalam konsumsi pangan setiap hari meliputi jenis makanan, jumlah makanan dan frekuensi makanan yang berdasarkan pada faktor-faktor sosial, budaya dimana mereka hidup. Perilaku sangat
18 23 mempengaruhi seseorang dalam bertingkah laku. Menurut Green dalam Notoadmodjo (2005), perilaku dipengaruhi oleh 3 (tiga) faktor utama yaitu : 1. Faktor Predisposisi (predisposing factors), yaitu : Faktor-faktor yang dapat mempermudah atau mempredisposisi terjadinya perilaku pada diri seseorang atau masyarakat, seperti : umur, pengetahuan, pengalaman, pendidikan, sikap, keyakinan, jumlah anggota keluarga dan lain sebagainya. 2. Faktor Pendukung (enabling factors), yaitu : faktor yang mendukung timbulnya perilaku seperti lingkungan fisik, dana dan sumber daya yang ada di masyarakat. 3. Faktor Pendorong (reinforcing factors), yaitu : faktor yang memperkuat atau mendorong seseorang untuk berperilaku. Kadang-kadang sekalipun seseorang tahu dan mampu untuk berperilaku sehat, tetapi tidak melakukannya. Sehingga harus didorong dengan adanya tokoh masyarakat, peraturan, undang-undang, surat keputusan dari para pejabat pemerintahan pusat atau daerah, didalam hal ini adalah Program Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan merupakan faktor penguat perilaku pola konsumsi.
19 Kerangka konsep Kerangka konsep pada penelitian ini diambil dari skema Green (1980) seperti yang dapat dilihat dibawah ini : Program Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan: - Optimalisasi pemanfaatan pekarangan melalui konsep KRPL Pola Konsumsi: - - Jenis - - Jumlah - - Frekuensi Gambar 2.2 Kerangka konsep Kerangka konsep diatas dapat dijelaskan bahwa program P2KP dengan kegiatan optimalisasi pemanfaatan pekarangan dengan konsep kawasan rumah pangan lestari dapat mempengaruhi pola konsumsi yang meliputi jenis, jumlah dan frekuensi. Pola konsumsi dapat mempengaruhi tingkat kecukupan energi, tingkat kecukupan protein dan tingkat keragaman konsumsi pangan. - Tingkat kecukupan energi - Tingkat kecukupan Protein - Tingkat Keragaman Konsumsi Pangan
BAB I PENDAHULUAN. dengan Presiden Republik Indonesia pada tahun , yang bertujuan untuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kegiatan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP) merupakan implementasi dari Rencana Strategis Kementerian Pertanian yaitu Empat Sukses Pertanian, yang
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kualitas dan kuantitas makanan yang dikonsumsi oleh suatu kelompok sosial
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsumsi Pangan Kualitas dan kuantitas makanan yang dikonsumsi oleh suatu kelompok sosial budaya dipengaruhi banyak hal yang saling kait mengait, di samping untuk memenuhi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. strategis dan sering mencakup hal-hal yang bersifat emosional, bahkan politis.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan salah satu kebutuhan manusia yang mendasar, dianggap strategis dan sering mencakup hal-hal yang bersifat emosional, bahkan politis. Terpenuhinya pangan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. untuk alasan sebagai berikut (Swindale & Bilinsky 2006):
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penganekaragaman Konsumsi Pangan Household Dietary Diversity (keragaman konsumsi pangan rumah tangga) merupakan jumlah jenis makanan yang berbeda yang dikonsumsi selama periode
Lebih terperinciGUBERNUR SUMATERA BARAT
GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR : 08 TAHUN 2017 TENTANG PENGANEKARAGAMAN PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT, Menimbang
Lebih terperinciWALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG
WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN GERAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL KOTA KEDIRI WALIKOTA KEDIRI, Menimbang
Lebih terperinciBUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL
BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TAPIN, Menimbang
Lebih terperinciGUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 71 TAHUN 2009 TENTANG
GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 71 TAHUN 2009 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN GERAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL PROVINSI JAWA TIMUR GUBERNUR
Lebih terperinciBADAN KETAHANAN PANGAN PROPINSI SUMATERA BARAT TAHUN Disampaikan pada : Pertemuan Sinkronisasi Kegiatan dengan Kabupaten/Kota
BADAN KETAHANAN PANGAN PROPINSI SUMATERA BARAT TAHUN 2016 Disampaikan pada : Pertemuan Sinkronisasi Kegiatan dengan Kabupaten/Kota Bukittinggi, Maret 2016 BIDANG PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN (PKP)
Lebih terperinciBUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 16 TAHUN 2011
BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG PELAKSANAAN GERAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL KABUPATEN BLITAR BUPATI BLITAR Menimbang : a.
Lebih terperinciBUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG GERAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL
BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG GERAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKAMARA, Menimbang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. pangan dan rempah yang beraneka ragam. Berbagai jenis tanaman pangan yaitu
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang kaya dengan ketersediaan pangan dan rempah yang beraneka ragam. Berbagai jenis tanaman pangan yaitu padi-padian, umbi-umbian,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan adalah usaha untuk meningkatkan kualitas dan perikehidupan masyarakat Indonesia, yang dilakukan secara terus menerus, berlandaskan kemampuan wilayah dengan
Lebih terperinciBuletin IKATAN Vol. 3 No. 1 Tahun
DIVERSIFIKASI KONSUMSI MASYARAKAT BERDASARKAN SKOR POLA PANGAN HARAPAN PADA LOKASI MKRPL DI KEC. KRAMATWATU KAB. SERANG Yati Astuti 1) dan Fitri Normasari 2) 1) Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN. Pertanian. Konsumsi Pangan. Sumber Daya Lokal.
No.397, 2009 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN. Pertanian. Konsumsi Pangan. Sumber Daya Lokal. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 43/Permentan/OT.140/10/2009 TENTANG GERAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk jangka waktu tertentu yang akan dipenuhi dari penghasilannya. Dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pola Konsumsi adalah susunan tingkat kebutuhan seseorang atau rumahtangga untuk jangka waktu tertentu yang akan dipenuhi dari penghasilannya. Dalam menyusun pola konsumsi
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7) Tempat dan Waktu Penelitian.
I PENDAHULUAN Bab ini akan dibahas mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7)
Lebih terperinciWALIKOTA PROBOLINGGO
WALIKOTA PROBOLINGGO SALINAN PERATURAN WALIKOTA PROBOLINGGO NOMOR 34 TAHUN 2010 TENTANG PETUNJUK TEKNIS GERAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL KOTA PROBOLINGGO DENGAN
Lebih terperinciPERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG KEBIJAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG KEBIJAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang Mengingat : a. bahwa
Lebih terperinciPROGRAM DAN KEGIATAN BIDANG KONSUMSI DAN PENGANEKARAGAMAN PANGAN TAHUN 2017
PROGRAM DAN KEGIATAN BIDANG KONSUMSI DAN PENGANEKARAGAMAN PANGAN TAHUN 2017 DINAS KETAHANAN PANGAN PROVINSI JAWA TENGAH Ungaran, Januari 2017 ASPEK KONSUMSI PANGAN DALAM UU NO 18/2012 Pasal 60 (1) Pemerintah
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Pola Konsumsi Non Beras Sektor pertanian tidak akan pernah lepas dari fungsinya sebagai sumber
Lebih terperinciPOLA PANGAN HARAPAN (PPH)
PANDUAN PENGHITUNGAN POLA PANGAN HARAPAN (PPH) Skor PPH Nasional Tahun 2009-2014 75,7 85,7 85,6 83,5 81,4 83,4 Kacangkacangan Buah/Biji Berminyak 5,0 3,0 10,0 Minyak dan Lemak Gula 5,0 Sayur & buah Lain-lain
Lebih terperinciBUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG
BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL DI KABUPATEN PURWOREJO Menimbang a. bahwa
Lebih terperinciPERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 60 TAHUN 2010 TENTANG PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBERDAYA LOKAL GUBERNUR JAWA BARAT,
PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 60 TAHUN 2010 TENTANG PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBERDAYA LOKAL GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang Mengingat a. bahwa dalam rangka mewujudkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ketahanan pangan pada tingkat nasional, regional, maupun rumah tangga. Menurut
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sasaran pembangunan pangan dalam GBHN 1999 adalah terwujudnya ketahanan pangan pada tingkat nasional, regional, maupun rumah tangga. Menurut Undang-Undang No. 18 Tahun
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan sektor yang berperan penting terhadap pemenuhan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang berperan penting terhadap pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat Indonesia. Secara umum pangan diartikan sebagai segala sesuatu
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan pertanian sebagai bagian dari pembangunan nasional selama ini mempunyai tugas utama untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat, menyediakan kesempatan kerja, serta
Lebih terperinciBUPATI BARITO UTARA PERATURAN BUPATI BARITO UTARA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG
BUPATI BARITO UTARA PERATURAN BUPATI BARITO UTARA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG GERAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL BUPATI BARITO UTARA Menimbang : a. bahwa untuk
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sarapan Pagi Sarapan pagi adalah makanan atau minuman yang memberikan energi dan zat gizi lain yang dikonsumsi pada waktu pagi hari. Makan pagi ini penting karena makanan yang
Lebih terperinciGUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG
GUBERNUR JAMBI Menimbang PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL DI PROVINSI JAMBI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. cukup mendasar, dianggapnya strategis dan sering mencakup hal-hal yang bersifat
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Amang (1993), Pangan merupakan salah satu kebutuhan manusia yang cukup mendasar, dianggapnya strategis dan sering mencakup hal-hal yang bersifat emosional
Lebih terperinciWALIKOTA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 51 TAHUN 2010 TENTANG
WALIKOTA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 51 TAHUN 2010 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL WALIKOTA YOGYAKARTA, Menimbang
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN
Tinjauan Pustaka TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN Menurut Saliem dkk dalam Ariani dan Tribastuti (2002), pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar bagi
Lebih terperinciPEDOMAN GERAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BAB I PENDAHULUAN
LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 15/Permentan/OT.140/2/2013 TANGGAL : 11 Februari 2013 PEDOMAN GERAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN. No Data Sumber Instansi 1 Konsumsi pangan menurut kelompok dan jenis pangan
17 METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian ini menggunakan desain prospective study berdasarkan data hasil survei sosial ekonomi nasional (Susenas) Provinsi Riau tahun 2008-2010. Pemilihan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN A. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat penting karena pertanian berhubungan langsung dengan ketersediaan pangan. Pangan yang dikonsumsi oleh individu terdapat komponen-komponen
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. nasional. Pembangunan pertanian memberikan sumbangsih yang cukup besar
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan pertanian merupakan bagian integral dari pembangunan ekonomi nasional. Pembangunan pertanian memberikan sumbangsih yang cukup besar bagi perekonomian
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional
III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan data dan melakukan analisis sehubungan dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. laut ini, salah satunya ialah digunakan untuk memenuhi kebutuhan pangan.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perairan laut di Indonesia mengandung sumberdaya kelautan dan perikanan yang siap diolah dan dimanfaatkan semaksimal mungkin, sehingga sejumlah besar rakyat Indonesia
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 18/Permetan/HK.140/4/2015 TENTANG
PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 18/Permetan/HK.140/4/2015 TENTANG PEDOMAN GERAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN TAHUN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. gizinya (BKP, 2013). Menurut Suhardjo dalam Yudaningrum (2011), konsumsi
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsumsi Pangan Konsumsi Pangan adalah sejumlah makanan dan minuman yang dikonsumsi seseorang, kelompok, atau penduduk untuk memenuhi kebutuhan gizinya (BKP, 2013). Menurut
Lebih terperinci5 / 7
LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG KEBIJAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL A. LATAR BELAKANG Keberhasilan pembangunan suatu
Lebih terperinci2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Ketahanan Pangan dan Gizi adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan
No.60, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KESEJAHTERAAN. Pangan. Gizi. Ketahanan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5680) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan
Lebih terperinci22/02/2017. Outline SURVEI KONSUMSI PANGAN. Manfaat survei konsumsi pangan. Metode Survei Konsumsi Pangan. Tujuan Survei Konsumsi Pangan
Outline SURVEI KONSUMSI PANGAN Pengantar Survei Konsumsi Pangan Tujuan Survei Konsumsi Pangan Metode berdasarkan Jenis Data yang diperoleh Metode berdasarkan Sasaran Pengamatan Neraca Bahan Makanan Pola
Lebih terperinciPOLA PANGAN HARAPAN PADA MASYARAKAT DI KELURAHAN BANMATI KECAMATAN SUKOHARJO KABUPATEN SUKOHARJO
POLA PANGAN HARAPAN PADA MASYARAKAT DI KELURAHAN BANMATI KECAMATAN SUKOHARJO KABUPATEN SUKOHARJO KARYA TULIS ILMIAH Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Program Studi Diploma III (Tiga)
Lebih terperinciBERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2010 NOMOR 5 SERI E
BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2010 NOMOR 5 SERI E BUPATI BANJARNEGARA PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 5 TAHUN 2011 T E N T A N G PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dekade ini termasuk di Indonesia. Berdasar Undang-undang Nomor 18 tahun 2012
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketahanan pangan (food security) telah menjadi isu global selama dua dekade ini termasuk di Indonesia. Berdasar Undang-undang Nomor 18 tahun 2012 tentang Pangan disebutkan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. cukup. Salah satu komoditas pangan yang dijadikan pangan pokok
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu kebutuhan dasar manusia adalah kebutuhan akan pangan yang cukup. Salah satu komoditas pangan yang dijadikan pangan pokok masyarakat Indonesia adalah beras. Beras
Lebih terperinciPENGEMBANGAN KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (KRPL) Bunaiyah Honorita
PENGEMBANGAN KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (KRPL) Bunaiyah Honorita Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bengkulu Jl. Irian Km. 6,5 Bengkulu 38119 PENDAHULUAN Hingga saat ini, upaya mewujudkan ketahanan
Lebih terperinciBUPATI KUDUS. PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 20 Tahun 2010 TENTANG
BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 20 Tahun 2010 TENTANG KEBIJAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBERDAYA LOKAL DI KABUPATEN KUDUS BUPATI KUDUS, Menimbang : a. bahwa dalam
Lebih terperinciFAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN POLA PANGAN HARAPAN (PPH) DI KECAMATAN SUKOHARJO KABUPATEN SUKOHARJO
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN POLA PANGAN HARAPAN (PPH) DI KECAMATAN SUKOHARJO KABUPATEN SUKOHARJO KARYA TULIS ILMIAH Disusun Dan Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Menyelesaikan Program
Lebih terperinciBUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG
BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG GERAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL DI KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT
Lebih terperinciBAB. I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB. I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan ketahanan pangan merupakan prioritas utama dalam pembangunan karena pangan merupakan kebutuhan yang paling hakiki dan mendasar bagi sumberdaya manusia suatu
Lebih terperinciPEDOMAN GERAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN (P2KP) TAHUN 2014
LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 09/Permentan/OT.140/1/2014 TANGGAL : 27 Januari 2014 PEDOMAN GERAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN (P2KP) TAHUN 2014 BAB I
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. rumah tangga. Menurut (Hanafie, 2010) ketahanan pangan bagi suatu negara
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia sehingga secara normatif sumber utama pasokan pangan harus dapat diproduksi sendiri hingga tingkat rumah tangga. Menurut (Hanafie,
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan
Lebih terperinciMETODE. Keadaan umum 2010 wilayah. BPS, Jakarta Konsumsi pangan 2 menurut kelompok dan jenis pangan
METODE Desain, Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan dengan pendekatan prospective study dengan menggunakan data hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Provinsi Papua tahun 2008 sampai tahun
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 15/Permentan/OT.140/2/2013 TENTANG
PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 15/Permentan/OT.140/2/2013 TENTANG PROGRAM PENINGKATAN DIVERSIFIKASI DAN KETAHANAN PANGAN MASYARAKAT BADAN KETAHANAN PANGAN TAHUN ANGGARAN 2013 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciPERATURAN BUPATI BELITUNG TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG
SALINAN PERATURAN BUPATI BELITUNG TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG GERAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN MELALUI KONSEP RUMAH PANGAN LESTARI BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. hidup anak sangat tergantung pada orang tuanya (Sediaoetama, 2008).
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anak Balita Anak balita merupakan kelompok yang menunjukkan pertumbuhan yang pesat sehingga memerlukan zat gizi yang tinggi setiap kilogram berat badannya. Anak balita ini justru
Lebih terperinciKATA PENGANTAR. Semoga bermanfaat. Kepala Badan Ketahanan Pangan. Achmad Suryana. P a n d u a n T e k n i s P 2 K P t a h u n
KATA PENGANTAR Diversifikasi pangan merupakan salah satu cara adaptasi yang efektif untuk mengurangi resiko produksi akibat perubahan iklim dan kondusif dalam mendukung perkembangan industri pengolahan
Lebih terperinciBERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 5 TAHUN 2017
BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 5 TAHUN 2017 PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG GERAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA
Lebih terperinciLangkah-langkah yang telah dilakukan untuk mengatasi kendala dalam pencapaian indikator kinerja antara lain:
RINGKASAN EKSEKUTIF Sesuai dengan Peraturan Menteri Pertanian No. 61/Permentan/OT.140/10/2010 dan dalam rangka mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi Badan Ketahanan Pangan, maka Pusat Penganekaragaman
Lebih terperinciPERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 36 TAHUN 2011 TENTANG
PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 36 TAHUN 2011 TENTANG PETUNUJUK PELAKSANAAN GERAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL DI KABUPATEN ACEH TIMUR DENGAN RAHMAT ALLAH
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu butir yang tercantum dalam pembangunan milenium (Millenium Development Goals) adalah menurunkan proporsi penduduk miskin dan kelaparan menjadi setengahnya antara tahun
Lebih terperinciPERANAN PKK DALAM MENDUKUNG PEMANFAATAN LAHAN PEKARANGAN SEBAGAI SUMBER GIZI KELUARGA. Oleh: TP. PKK KABUPATEN KARANGANYAR
PERANAN PKK DALAM MENDUKUNG PEMANFAATAN LAHAN PEKARANGAN SEBAGAI SUMBER GIZI KELUARGA Oleh: TP. PKK KABUPATEN KARANGANYAR LATAR BELAKANG Lebih dari 50 % dari total penduduk indonesia adalah wanita (BPS,
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. 1. Model Pengembangan Pangan Pokok Lokal (MP3L)
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN A. Tinjauan Pustaka 1. Model Pengembangan Pangan Pokok Lokal (MP3L) Pangan menjadi kebutuhan pokok bagi manusia dimanapun. Kebutuhan akan pangan harus tercukupi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pangan Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling utama, karena itu pemenuhannya menjadi bagian dari hak asasi setiap individu. Di Indonesia,
Lebih terperinciBUPATI MALUKU TENGGARA
SALINAN N BUPATI MALUKU TENGGARA PERATURAN BUPATI MALUKU TENGGARA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG MEMBANGUN KEMANDIRIAN PANGAN MELALUI DIVERSIFIKASI PANGAN POKOK BERBASIS PANGAN LOKAL (ENBAL) DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciPENDAHULUAN A. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling hakiki. Karena itu, sejak berdirinya Negara Republik Indonesia, UUD 1945 telah mengamanatkan bahwa Negara wajib menjalankan
Lebih terperinciII. TINAJUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Pangan merupakan kebutuhan mendasar bagi setiap makhluk hidup
7 II. TINAJUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN A. Tinjauan Pustaka 1. Pola makan anak balita Pangan merupakan kebutuhan mendasar bagi setiap makhluk hidup khususnya manusia. Pangan merupakan bahan yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketersediaan pangan dalam jumlah yang cukup sepanjang waktu merupakan keniscayaan yang tidak terbantahkan. Hal ini menjadi prioritas pembangunan pertanian nasional dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. keseluruhan pembangunan yang tengah dilakukan di Indonesia. Terbukti
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan pertanian memegang peranan penting dalam keseluruhan pembangunan yang tengah dilakukan di Indonesia. Terbukti dengan pentingnya sektor pertanian, dimana
Lebih terperincipadi-padian, umbi-umbian, sayuran, buah-buahan, dan pangan dari hewani yaitu
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang kaya dengan ketersediaan pangan dan rempah yang beraneka ragam.berbagai jenis tanaman pangan yaitu padi-padian, umbi-umbian,
Lebih terperinciKetahanan Pangan dan Pertanian. disampaikan pada : Workshop Hari Gizi Nasional (HGN) ke-55
Ketahanan Pangan dan Pertanian disampaikan pada : Workshop Hari Gizi Nasional (HGN) ke-55 Pusat Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan Badan Ketahanan Pangan Februari 2015 KONDISI KETAHANAN PANGAN
Lebih terperinciII. KERANGKA PENDEKATAN TEORI. 1. Program Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP)
II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Program Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP) Program percepatan penganekaragaman konsumsi pangan (P2KP) dimulai pada tahun 2010 kementerian
Lebih terperinciRENCANA STRATEGIS PUSAT PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI DAN KEAMANAN PANGAN
REVISI RENCANA STRATEGIS PUSAT PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI DAN KEAMANAN PANGAN 2015-2019 PUSAT PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI DAN KEAMANAN PANGAN BADAN KETAHANAN PANGAN JAKARTA 2015 Renstra Pusat Pusat PKKP 2015-2019
Lebih terperinciGUBERNUR SULAWESI BARAT
GUBERNUR SULAWESI BARAT PERATURAN GUBERNUR SULAWESI BARAT NOMOR 01.a TAHUN 2011 TENTANG GERAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciPola Konsumsi Pangan Penyandang Disabilitas di Kota Malang
Indonesian Journal of Disability Studies ISSN : - Pola Konsumsi Pangan Penyandang Disabilitas di Kota Malang * Agustina Shinta Pusat Studi dan Layanan Disabilitas (PSLD), Universitas Brawijaya, Malang,
Lebih terperinciPERBEDAAN POLA PANGAN HARAPAN DI PEDESAAN DAN PERKOTAAN KABUPATEN SUKOHARJO (Studi di Desa Banmati dan Kelurahan Jetis)
PERBEDAAN POLA PANGAN HARAPAN DI PEDESAAN DAN PERKOTAAN KABUPATEN SUKOHARJO (Studi di Desa Banmati dan Kelurahan Jetis) PENELITIAN Disusun Dan Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Menyelesaikan Studi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan merupakan hal yang sangat penting dan strategis bagi keberlangsungan hidup umat manusia. Kebutuhan manusia akan pangan ialah hal yang sangat mendasar, sebab konsumsi
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Konsumsi yang berkualitas dapat diwujudkan apabila makanan yang. kesadaran terhadap pangan beragam, bergizi, seimbang dan aman.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu upaya untuk menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas adalah dengan memperbaiki kualitas konsumsi pangan masyarakat. Konsumsi yang berkualitas dapat
Lebih terperinciKOMPOSISI KONSUMSI ENERGI DAN PROTEIN YANG DIANJURKAN
KOMPOSISI KONSUMSI ENERGI DAN PROTEIN YANG DIANJURKAN A. KOMPOSISI KONSUMSI ENERGI YANG DIANJURKAN Tabel 1. Komposisi Konsumsi Pangan Berdasarkan Pola Pangan Harapan Pola Pangan Harapan Nasional % AKG
Lebih terperinciPENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN DAN GIZI : FAKTOR PENDUKUNG PENINGKATAN KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA
PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN DAN GIZI : FAKTOR PENDUKUNG PENINGKATAN KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA Oleh : Dr. Ir. Achmad Suryana, MS Kepala Badan Ketahanan Pangan Departemen Pertanian RI RINGKASAN Berbagai
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pangan Menurut Balitbang (2008), Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia, karena itu pemenuhan atas pangan yang cukup, bergizi dan aman menjadi
Lebih terperinciAnalisis Pola Konsumsi Pangan Rumah Tangga Perkotaan Dalam Mewujudkan Diversifikasi Konsumsi Pangan (Studi Kasus di Kota Bandar Lampung)
Analisis Pola Konsumsi Pangan Rumah Tangga Perkotaan Dalam Mewujudkan Diversifikasi Konsumsi Pangan (Studi Kasus di Kota Bandar Lampung) Nasriati Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Lampung Jl. ZA. Pagar
Lebih terperinciGUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 5 TAHUN 2013
GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG KETAHANAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI, Menimbang : bahwa dalam rangka
Lebih terperinciKontribusi Pemanfaatan Lahan Pekarangan terhadap Pemenuhan Gizi Keluarga dan Pengeluaran Pangan Rumah Tangga
Kontribusi Pemanfaatan Lahan Pekarangan terhadap Pemenuhan Gizi Keluarga dan Pengeluaran Pangan Rumah Tangga Neneng Ratna, Erni Gustiani dan Arti Djatiharti Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Barat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. peradaban masyarakat untuk memenuhi kualitas hidup semakin dituntut
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan manusia sehingga ketersediaan pangan bagi masyarakat harus selalu terjamin. Manusia dengan segala kemampuannya selalu berusaha mencukupi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. seseorang dengan tujuan tertentu pada waktu tertentu. Konsumsi pangan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsumsi Pangan Konsumsi pangan adalah jenis dan jumlah pangan yang di makan oleh seseorang dengan tujuan tertentu pada waktu tertentu. Konsumsi pangan dimaksudkan untuk memenuhi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang di olah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengertian pangan menurut Peraturan Pemerintah RI Nomor 28 Tahun 2004 adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang di olah maupun yang tidak
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan pokok manusia selain sandang dan papan. Ketersediaan pangan yang cukup menjadi isu nasional untuk mengentaskan kerawanan pangan di berbagai daerah.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketahanan pangan merupakan suatu kondisi di mana setiap manusia mampu mengkonsumsi pangan dan gizi secara seimbang untuk status gizi baik. Menurut UU Pangan No 7 tahun
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Ketahanan Pangan
4 TINJAUAN PUSTAKA Ketahanan Pangan Menurut UU No 7 tahun 1997, pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun yang tidak diolah ataupun produk turunannya
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sayuran merupakan salah satu sumber mineral mikro yang berperan sangat penting dalam proses metabolisme tubuh (Indira, 2015). Mineral mikro sendiri merupakan mineral
Lebih terperinciINDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) BADAN KETAHANAN PANGAN PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN
(IKU) BADAN KETAHANAN PANGAN PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NO 1. Dipertahankannya ketersediaan pangan yang cukup, meningkatkan kemandirian masyarakat, pemantapan ketahanan pangan dan menurunnya
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. berlanjut hingga dewasa bila tidak diatasi sedari dini.
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usia 0-24 bulan merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang pesat. Periode emas tersebut dapat diwujudkan apabila pada masa ini, bayi dan anak mendapatkan asupan
Lebih terperinci