BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
|
|
- Liani Salim
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Forensik adalah cabang ilmu kedokteran yang memberikan bantuan kepada penyidik untuk mendapatkan salah satu alat bukti baik untuk perkara pidana maupun perkara perdata (Hall, 1990). Alat bukti tersebut dapat berupa pemeriksaan terhadap korban maupun benda yang hasilnya berupa sebuah visum et repertum, atau yang dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) disebut sebagai Keterangan Ahli. Ilmu kedokteran forensik sudah berkembang sejak zaman Romawi, orang bijak atau raja sering menerima berbagai pengaduan masyakarat akan berbagai masalah, termasuk masalah kriminalitas yang memerlukan penetapan siapa yang salah dan siapa yang benar. Seiring dengan meningkatnya kasus kriminalitas dengan motif dan modus yang beragam, diperlukan ilmu yang dapat mengakomodasi kepentingan penegakan hukum. Ilmu kedokteran forensik atau disebut juga ilmu kedokteran kehakiman menjadi semakin penting untuk pembuktian dalam proses peradilan. Untuk memperoleh keadilan, pembuktian siapa yang benar dan siapa yang salah dalam kasus kriminalistas, pembuktian dilakukan secara ilmiah. Dalam mengungkap kejahatan yang berkenaan dengan tubuh manusia, diperlukan peran Kedokteran Forensik. Pembunuhan dengan kualitas tinggi seperti penggunaan racun, terror dengan bahan biologis, kimia nuklir, pembunuhan dengan perencanaan, sangat diperlukan keahlian dan pengetahuan Kedokteran Forensik. Kedokteran forensik bersama dengan kepolisian bermintra dalam mengungkapkan kasus perkara pidana yang menyangkut tubuh manusia. Penegakan keadilan yang berlandaskan profesionalisme, ilmiah, dan 1
2 kebenaran dirasa perlu oleh masyakarat, baik korban, pelaku, dan pihakpihak lain yang terkait dalam suatu tindak pidana. Studi dalam kedokteran forensik memberikan fakta yang kuat dalam menganalisis suatu tindak pidana dan sekaligus memberikan bukti yang nyata akan adanya suatu tindak pidana yang berhubungan dengan tubuh manusia melalui visum et repertum. Entomologi forensik adalah salah satu bagian dari ilmu forensik yang mengaplikasikan ilmu serangga untuk kepentingan pengungkapan hal-hal kriminal, terutama yang berkaitan dengan kasus kematian. Menurut Gaensslen (2009), entomologi forensik merupakan salah satu cabang dari sains forensik yang memberikan informasi mengenai serangga yang digunakan untuk menarik kesimpulan ketika melakukan investigasi yang berhubungan dengan kasus-kasus hukum yang berkaitan dengan manusia atau binatang. Kegiatan pakar entomologi forensik mengevaluasi aktivitas serangga dengan berbagai pendekatan dan teknik untuk membantu memperkirakan saat kematian dan menentukan apakah jaringan tubuh atau mayat telah dipindahkan dari suatu lokasi ke lokasi lain (Anderson, 2001). Selain itu pakar entomologi forensik juga diperlukan dalam mengungkap kasus overdosis, apabila mayat sudah terdekomposisi dan tidak dapat lagi diambil jaringan atau darahnya. Peranan serangga menjadi sangat penting, terutama dalam kasus toksikologi. Dengan memeriksa dan mengidentifikasi DNA pada tubuh serangga dalam entomologi forensik, maka kemungkinan untuk mendeteksi suatu senyawa akan semakin besar. Peranan serangga yang berfungsi sebagai pengurai sisa-sisa organisme yang sudah mati atau dikenal sebagai necrophagus menjadi organisme kunci dalam entomologi forensik. Salah satu contoh serangga necrophagus adalah lalat bangkai atau disebut juga blowfly. Lalat ini mengambil materi organik yang ada di dalam tubuh mayat, maka lalat tersebut akan meletakkan telur yang akan berkembang menjadi larva dan pupa (Sukontason et al., 2007). Lalat merupakan salah satu serangga yang 2
3 tertarik pada bau busuk mayat dengan menggunakan mayat yang membusuk sebagai media perkembangbiakan. Lalat akan meletakkan telurnya pada lokasi-lokasi yang lembab dan terlindung, seperti lubang mulut, hidung, anus, dan luka terbuka. Tempat-tempat seperti inilah yang menjadi sasaran utama tempat bertelurnya lalat. Lalat adalah salah satu indikator yang sangat berguna dalam bidang forensik antara lain untuk menentukan lokasi kematian dan membantu memperkirakan lama waktu kematian. Siklus hidup lalat, dari telur hingga menjadi imago (dewasa) dapat digunakan untuk membantu memperkirakan lama waktu kematian. Adanya berbagai perubahan dari berbagai jenis lalat dan serangga lain akan menimbulkan suatu komunitas pada mayat yang secara ekologis akan terjadi proses kompetisi, predasi, seleksi, dan penyebaran dalam tubuh mayat. Entomologi forensik yang salah satu kegunaannya dalam ilmu kedokteran forensik adalah dalam mengungkap penyebab kematian berkenaan dengan kasus overdosis (Amendt et al., 2004). Pada seseorang yang meninggal akibat kasus overdosis, dapat diketahui berapa dosis obat yang digunakan melalui menganalisa kandungan obat yang terkandung dalam serangga yang memakan jaringan dan tubuh mayat tersebut. Cabang ilmu yang mengkaji hal tersebut adalah toksikologi forensik, terutama dalam forensik entomotoksikologi. Toksikologi forensik adalah ilmu yang mempelajar aspek medikolegal dari bahan kimia yang mempunyai efek membahayakan manusia atau hewan sehingga dapat digunakan untuk membantu mencari atau menjelaskan penyebab kematian pada penyelidikan tindak pidana, seperti kasus pembunuhan baik terencana maupun tak terencana. Toksikologi forensik mencakup terapan ilmu alam dalam analisa racun sebagai bukti dalam tindak kriminal, mendeteksi dan mengidentifikasi konsentrasi dari racun dan metabolit dalam tubuh manusia atau hewan, dan menginterpretasikan temuan analisa kedalam 3
4 suatu argumentasi penyebab keracunan atau bahkan kematian (Gunn et al., 2006). Banyak kasus keracunan dan overdosis, baik yang menyebabkan kematian maupun tidak yang sulit terungkap, yang umumnya disebabkan karena seringkali data yang diperlukan tidak cukup untuk dapat membuktikan penyebabnya. Salah satu contoh kasus overdosis yang tinggi di Indonesia adalah overdosis yang disebabkan oleh penggunan Heroin. Setiap harinya terdapat 2 3 orang yang meninggal akibat overdosis Heroin (Soebijito, 2011). Selain itu, Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang kaya akan hasil pertaniannya. Untuk memaksimalkan hasil pertanian dari serangan hama, seringkali petani menggunakan pestisida baik yang bersifat alami (dengan memanfaatkan musuh alami atau natural enemy) atau dengan menggunakan pestisida kimiawi. Pestisida merupakan zat, senyawa kimia, organisme, virus, dan zat lain-lain yang digunakan untuk melakukan perlindungan tanaman atau sebagain dari organ tanaman saja. Selain untuk melindungan tanaman dari serangan hama, petani juga kerap menggunakan pestisida untuk membasmi gulma yang berkembang disekitar tanaman yang dibudidayakan. Seringkali penggunaan pestisida diaplikasikan tidak sesuai dengan anjuran yang disarankan. Penggunaan pestisida yang tidak tepat dapat memberikan akibat samping keracunan. WHO (World Health Organization) memperkirakan setiap tahun tejadi sekitar 25 juta kasus keracunan pestisida atau sekitar 68,493 kasus setiap harinya (Raini, 2007). Terdapat beberapa jenis pestisida yang dijual di pasaran. Beberapa jenis dari pestisida, yaitu akarisida, algasida, alvisida, bakterisida, dan lain-lain. Namun seringkali, kurangnya pemahaman mengenai hal-hal apa saja yang diperlukan untuk membuat suatu hasil dan kesimpulan mengenai kasus keracunan menjadikan strategi dan metode pengambilan data-data di lapangan yang menjadi kurang tepat. Dengan adanya cabang ilmu toksikologi forensik, dapat membantu mengungkap kasus-kasus keracunan dan overdosis. Dengan memahami terlebih dahulu 4
5 biologi zat penyebab keracunan dan overdosis, sumber toksikan, metode pengambilan sampel, metode analisa, dan interpretasi data, maka akan didapatkan hasil dan kesimpulan yang lebih tepat. Sampai saat ini belum diketahui secara pasti berapa akumulasi pestisida, malathion yang terdapat pada larva, pupa, dan imago dari blowfly, khususnya pada tiga konsentrasi Malathion yang berbeda, yaitu LD 50, ½ LD 50, dan 1/3 LD 50. Akumulasi Malathion dicurigai lebih banyak terdapat pada imago, sehingga efek yang ditimbulkan oleh Malathion ini akan lebih besar pada imago dibandingkan pada larva dan pupa. Oleh karena itu, penelitian ini perlu dilakukan dengan tujuan untuk mempelajari akumulasi Malathion pada larva, pupa, dan imago fleshfly yang diberi pakan hati tikus putih jantan (Rattus norvegicus, Bekenhout, 1769). Mempelajari pada siklus hidup manakah terdapat akumulasi Malathion terbanyak. Mempelajari pengaruh Malathion pada siklus hidup dan morfologinya fleshfly. B. Permasalahan Pada banyak kasus, ditemukan mayat yang mati karena mengkonsumsi malathion, namun tidak diketahui pada dosis berapa yang menyebabkan kematian tersebut, dikarenakan tubuh mayat yang telah mengalami dekomposisi sehingga tidak ada jaringan yang tersisa untuk dianalisa. Analisis yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan sampel berupa serangga yang terdapat disekitar mayat sebagai sarana untuk mengetahui dosis berapakah yang menyebabkan seseorang tersebut meninggal atau dosis berapakah yang dikonsumsi seseorang untuk mengakhiri hidupnya. Sehingga muncul pertanyaan penelitian sebagai berikut: apakah dapat diketahui dosis malathion pada larva, pupa, dan imago fleshfly yang diberi pakan hati tikus putih jantan (Rattus norvegicus, Berkenhout, 1769)? Pada siklus hidup manakah ditemukan dosis 5
6 malathion terbanyak? Apakah adanya malathion pada tubuh fleshfly mempengaruhi siklus hidup dan morfologinya serta apakah terdapat perbedaan diameter pupa fleshfly yang terlihat dari sediaan preparat histologis? C. Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah mempelajari kadar dan sensitivitas malathion pada larva, pupa, dan imago fleshfly yang diberi pakan hati tikus putih jantan (Rattus norvegicus, Bekenhout, 1769). Mempelajari pada siklus hidup manakah terdapat akumulasi malathion terbanyak. Mempelajari pengaruh malathion pada siklus hidup dan morfologi fleshfly serta pengaruhnya terhadap diameter pupa fleshfly yang teramati melalui sediaan preparat histologis. D. Manfaat Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah untuk menambah informasi ilmiah khususnya dalam bidang entomotoxicology serta menambah wawasan mengenai akumulasi malathion pada larva, pupa, dan imago fleshfly sehingga diharapkan dapat menjadi acuan dalam mempelajari kasus kematian atau keracunan yang disebabkan oleh konsumsi malathion. 6
BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Ilmu forensik merupakan penerapan ilmu. pengetahuan tertentu yang digunakan untuk
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Ilmu forensik merupakan penerapan ilmu pengetahuan tertentu yang digunakan untuk kepentingan penegakan hukum dan keadilan. Dalam penyidikan suatu kasus kriminal, diperlukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Lalat adalah salah satu jenis serangga, yang mendekomposisi komponen
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lalat adalah salah satu jenis serangga, yang mendekomposisi komponen organik pada hewan, dan juga bagi mayat manusia. Oleh karena itu, serangga dapat digunakan untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Fenomena maraknya kriminalitas di era globalisasi. semakin merisaukan segala pihak.
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Fenomena maraknya kriminalitas di era globalisasi semakin merisaukan segala pihak. Wikipedia mendefinisikan kriminalitas adalah segala sesuatu perbuatan manusia yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kematian merupakan hal yang pasti akan dialami. setiap makhluk hidup. Kematian menurut ilmu kedokteran
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kematian merupakan hal yang pasti akan dialami setiap makhluk hidup. Kematian menurut ilmu kedokteran didefinisikan sebagai berhentinya fungsi sirkulasi dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bukti yang dibutuhkan dalam hal kepentingan pemeriksaan suatu
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bukti yang dibutuhkan dalam hal kepentingan pemeriksaan suatu perkara pidana, seringkali para aparat penegak hukum dihadapkan pada suatu masalah atau hal-hal tertentu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seluruh makhluk biologis akan mengalami kematian. dengan cara yang bermacam macam yang pada dasarnya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seluruh makhluk biologis akan mengalami kematian dengan cara yang bermacam macam yang pada dasarnya akibat dari berhentinya suplai oksigen ke otak (Indriati,
Lebih terperinciRuang Lingkup. Penerapan konsep, teori dan metode sains dalam bidang kedokteran atau perawatan kesehatan. Bidang:
Ruang Lingkup Penerapan konsep, teori dan metode sains dalam bidang kedokteran atau perawatan kesehatan. Bidang: Fisika medik, Kimia medik, Biologi medik, Fisika Medik Aplikasi konsep, prinsip, hukum-hukum,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan 5 besar negara dengan populasi. penduduk terbanyak di dunia. Jumlah penduduk yang
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia merupakan 5 besar negara dengan populasi penduduk terbanyak di dunia. Jumlah penduduk yang banyak ini tentu akan menyebabkan Indonesia memiliki perilaku dan
Lebih terperinciPengantar Toksikologi Forensik. I M. A. Gelgel Wirasuta
Pengantar Toksikologi Forensik I M. A. Gelgel Wirasuta LMIS (1979) berdasarkan aplikasinya toksikologi dikelompokkan dalam tiga kelompok besar, yakni: Farmakologi Immunologi Biologi Patologi Kimia Toksikologi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Penelitian. Kejahatan merupakan perilaku anti sosial dan juga
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Kejahatan merupakan perilaku anti sosial dan juga gejala sosial yang bersifat universal. Pembunuhan, penganiayaan, pemerkosaan, hingga kejahatan-kejahatan
Lebih terperinciENTOMOLOGI FORENSIK. Oleh Maria Krishanta Manek : Rico Rotinggo : Roman Rolanda Mesada :
ENTOMOLOGI FORENSIK Oleh Maria Krishanta Manek : 0808013578 Rico Rotinggo : 0808013590 Roman Rolanda Mesada : 0808013592 Pembimbing : Dr. Denny Mathius Konsulen : Dr. Cahyono Kaelan, Sp.PA (K), Sp.S, Ph.D
Lebih terperinciSMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 10. HAMA DAN PENYAKIT TANAMANlatihan soal 10.1
SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 10. HAMA DAN PENYAKIT TANAMANlatihan soal 10.1 1. Berikut ini yang merupakan tanda bahwa tanaman dirusak oleh cacing, kecuali.. Bintil akar B. Bercak akar Busuk akar Lubang pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. seluruh bagian dari tanaman ini dimanfaatkan sebagai obat bagi manusia (Deptan,
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pare (Momordica ) merupakan tumbuhan dataran rendah yang seluruh bagian dari tanaman ini dimanfaatkan sebagai obat bagi manusia (Deptan, 2002 dalam Irwanto, 2008).
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terdakwa melakukan perbuatan pidana sebagaimana yang didakwakan Penuntut. tahun 1981 tentang Kitab Hukum Acara Pidana.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembuktian merupakan tahap paling menentukan dalam proses peradilan pidana mengingat pada tahap pembuktian tersebut akan ditentukan terbukti tidaknya seorang
Lebih terperinciCARA CARA PENGENDALIAN OPT DAN APLIKASI PHESTISIDA YANG AMAN BAGI KESEHATAN 1) SUHARNO 2) 1) Judul karya ilmiah di Website 2)
CARA CARA PENGENDALIAN OPT DAN APLIKASI PHESTISIDA YANG AMAN BAGI KESEHATAN 1) SUHARNO 2) 1) Judul karya ilmiah di Website 2) Lektor Kepala/Pembina TK.I. Dosen STPP Yogyakarta. I. PENDAHULUAN Penurunan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menyebabkan produksi sayuran meningkat setiap tahunnya.
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sayuran adalah produk pertanian yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi dan memiliki beragam manfaat kesehatan bagi manusia.bagi kebanyakan orang, sayuran memberikan
Lebih terperinciPengertian Maksud dan Tujuan Pembuatan Visum et Repertum Pembagian Visum et Repertum
VISUM et REPERTUM Pengertian Menurut bahasa: berasal dari kata latin yaitu visum (sesuatu yang dilihat) dan repertum (melaporkan). Menurut istilah: adalah laporan tertulis yang dibuat oleh dokter berdasarkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Di masa sekarang ini pemerintah Indonesia sedang giat-giatnya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di masa sekarang ini pemerintah Indonesia sedang giat-giatnya melaksanakan pembangunan di segala bidang, baik pembangunan fisik maupun pembangunan mental spiritual
Lebih terperinciBerikut ini beberapa manfaat dan dampak positif perkembangan ilmu biologi :
Manfaat dan Bahaya Ilmu Biologi Manfaat Ilmu Biologi Berikut ini manfaat yang disumbangkan oleh biologi, antara lain : 1. Memberikan pemahaman lebih mendalam kepada diri seseorang yang dapat diterapkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pemukiman penduduk serta tempat-tempat umum lainnya. Pada saat ini telah
1 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Lingkungan mempunyai pengaruh serta kepentingan yang relatif besar dalam hal peranannya sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kematian merupakan proses alamiah dan pasti. Penyebab kematian pada manusia sendiri sangat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kematian merupakan proses alamiah dan pasti terjadi. Penyebab kematian pada manusia sendiri sangat bervariasi, dapat terjadi karena proses patologis dari dalam tubuh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam bidang pertanian pestisida merupakan sarana untuk membunuh hamahama
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam bidang pertanian pestisida merupakan sarana untuk membunuh hamahama tanaman. Penggunaannya yang sesuai aturan dan dengan cara yang tepat adalah hal mutlak yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mudah ditembus oleh alat-alat pertanian dan hama atau penyakit tanaman
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kubis merupakan salah satu jenis sayuran yang banyak dikonsumsi karena berbagai manfaat yang terdapat di dalam kubis. Kubis dikenal sebagai sumber vitamin A, B, dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. faktor struktur tanah, pencemaran, keadaan udara, cuaca dan iklim, kesalahan cara
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gangguan pada tanaman dapat disebabkan oleh faktor biotik ataupun abiotik. Faktor pengganggu biotik adalah semua penyebab gangguan yang terdiri atas organisme atau makhluk
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. 1. Biologi Sitophilus oryzae L. (Coleoptera: Curculionidae)
TINJAUAN PUSTAKA 1. Biologi Sitophilus oryzae L. (Coleoptera: Curculionidae) Gambar 1: Telur, larva, pupa dan imago S. oryzae S. oryzae ditemukan diberbagai negara di seluruh dunia terutama beriklim panas.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Prinsip ekologi telah diabaikan secara terus menerus dalam pertanian modern,
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Prinsip ekologi telah diabaikan secara terus menerus dalam pertanian modern, akibatnya agroekosistem menjadi tidak stabil. Kerusakan-kerusakan tersebut menimbulkan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Aktivitas penyerbukan terjadi pada tanaman sayur-sayuran, buah-buahan, kacangkacangan,
1 I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Serangga merupakan golongan hewan yang dominan di muka bumi. Dalam jumlahnya serangga melebihi jumlah semua hewan melata yang ada baik di darat maupun di air, dan keberadaannya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hama. Pertanian jenis sayuran kol, kubis, sawi dan sebagainya, salah satu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kerusakan tanaman yang disebabkan oleh organisme atau serangga merupakan masalah penting bagi petani di Indonesia. Petani mengeluarkan biaya yang cukup besar untuk menanggulangi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan penyebab pertama kematian pada remaja usia tahun (WHO, 2013).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kecelakaan lalu lintas merupakan penyebab kematian kedelapan di dunia dan penyebab pertama kematian pada remaja usia 15-29 tahun (WHO, 2013). Secara global, diperkirakan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pencemaran lingkungan yang diakibatkan dari kegiatan pertanian merupakan salah satu masalah lingkungan yang telah ada sejak berdirinya konsep Revolusi Hijau. Bahan kimia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam ilmu pengetahuan hukum dikatakan bahwa tujuan hukum adalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam ilmu pengetahuan hukum dikatakan bahwa tujuan hukum adalah untuk menjamin adanya kepastian hukum bersendikan keadilan agar ketertiban, kemakmuran dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Peningkatan produksi kubis di Indonesia banyak mengalami hambatan, di
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan produksi kubis di Indonesia banyak mengalami hambatan, di antaranya disebabkan serangan hama tanaman. Banyak hama yang menyerang tanaman kubis, salah satunya
Lebih terperinciPERAN DOKTER AHLI FORENSIK DALAM MENGUNGKAP PERKARA PIDANA SAMPAI PADA TINGKAT PENYIDIKAN. Skripsi
PERAN DOKTER AHLI FORENSIK DALAM MENGUNGKAP PERKARA PIDANA SAMPAI PADA TINGKAT PENYIDIKAN Skripsi Diajukan Sebagai Salah Satu Persyaratan Untuk Menyelesaikan Program Studi Strata 1 Ilmu Hukum Di Fakultas
Lebih terperinciPeta Konsep. Tujuan Pembelajaran. gulma biologi hama predator. 148 IPA SMP/MTs Kelas VIII. Tikus. Hama. Ulat. Kutu loncat. Lalat. Cacing.
Peta Konsep Hama Tikus Mengidentifikasi hama dan penyakit pada tumbuhan Penyakit Ulat Kutu loncat Lalat Cacing Wereng Burung Virus Bakteri Jamur Pengendalian Hama Gulma Biologis Mekanis Kimia Pola tertentu
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. adalah bertujuan untuk mencari kebenaran materi terhadap perkara tersebut. Hal
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemeriksaan suatu perkara pidana dalam suatu proses peradilan pada hakekatnya adalah bertujuan untuk mencari kebenaran materi terhadap perkara tersebut. Hal ini
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan
TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Spodoptera litura F. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Filum Kelas Ordo Famili Subfamili Genus : Arthropoda : Insecta
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. peradilan adalah untuk mencari kebenaran materiil (materiile waarheid)
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan utama pemeriksaan suatu perkara pidana dalam proses peradilan adalah untuk mencari kebenaran materiil (materiile waarheid) terhadap perkara tersebut.
Lebih terperinciIlmu Forensik? Ruang Lingkup. Kriminalistik
Pengantar Menuju Ilmu Forensik Ilmu Forensik? forensic science secara umum adalah the application of science to law. Secara umum ilmu dapat diartikan sebagai aplikasi atau pemanfaatan ilmu pengetahuan
Lebih terperinciTINJAUAN TERHADAP LANGKAH JAKSA PENUNTUT UMUM DALAM MEMBUKTIKAN PERKARA TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA YANG MENGGUNAKAN RACUN
SKRIPSI/ PENULISAN HUKUM TINJAUAN TERHADAP LANGKAH JAKSA PENUNTUT UMUM DALAM MEMBUKTIKAN PERKARA TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA YANG MENGGUNAKAN RACUN Disusun oleh : Laurensius Geraldy Hutagalung NPM
Lebih terperinci1.2 Tujuan Untuk mengetahui etika dalam pengendalian OPT atau hama dan penyakit pada tanaman.
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gangguan hama dan penyakit pada tanaman merupakan salah satu kendala yang cukup rumit dalam pertanian. Keberadaan penyakit dapat menghambat pertumbuhan dan pembentukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang dapat bersifat racun, menghambat pertumbuhan/perkembangan, tingkah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pestisida berasal dari kata pest, yang berarti hama dan cida, yang berarti pembunuh, jadi pestisida adalah substansi kimia digunakan untuk membunuh atau mengendalikan
Lebih terperinciTOKSIKOMETRIK. Studi yang mempelajari dosis dan respon yang dihasilkan. Efek toksik. lethal dosis 50
TOKSIKOMETRIK TOKSIKOMETRIK Toksikologi erat hubungannya dengan penilaian kuantitatif tentang berat dan kekerapan efek toksik sehubungan dengan terpaparnya mahluk hidup. Sifat spesifik dan efek suatu paparan
Lebih terperinciPENGELOLAAN ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN SECARA TERPADU
PENGELOLAAN ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN SECARA TERPADU Oleh : Awaluddin (Widyaiswara) I. LATAR BELAKANG A. Pendahuluan Program peningkatan produksi dan produktivitas tanaman masih banyak kendala yang
Lebih terperinciTINJAUAN TERHADAP LANGKAH JAKSA PENUNTUT UMUM DALAM MEMBUKTIKAN PERKARA TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA YANG MENGGUNAKAN RACUN
Jurnal Skripsi TINJAUAN TERHADAP LANGKAH JAKSA PENUNTUT UMUM DALAM MEMBUKTIKAN PERKARA TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA YANG MENGGUNAKAN RACUN Disusun oleh : 1.Laurensius Geraldy Hutagalung Dibimbing
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dikalangan masyarakat kerap terjadi peristiwa pelanggaran hukum yang menyangkut tubuh dan nyawa manusia. Untuk pengusutan dan penyidikan serta penyelesaian masalah
Lebih terperinciKONSEP MATI MENURUT HUKUM
KONSEP MATI MENURUT HUKUM A. DEFINISI KEMATIAN Menurut UU no.36 tahun 2009 tentang Kesehatan pasal 117, kematian didefinisikan sebagai Seseorang dinyatakan mati apabila fungsi system jantung-sirkulasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di Indonesia dan menempati urutan pertama di Asia. Pada
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia dan menempati urutan pertama di Asia. Pada tahun 2014, sampai pertengahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai negara tropis, Indonesia memperoleh kedudukan terhormat di dunia dalam kekayaan keanekaragaman jenis tumbuhan, hewan, dan mikroba, dengan demikian Indonesia
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Nyamuk Aedes Agypti merupakan vektor virus dengue penyebab penyakit
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nyamuk Aedes Agypti merupakan vektor virus dengue penyebab penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) terutama di daerah tropis dan subtropis. Walaupun beberapa spesies dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Angka kematian tidak wajar yang kadang-kadang belum. diketahui penyebabnya saat ini semakin meningkat.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Angka kematian tidak wajar yang kadang-kadang belum diketahui penyebabnya saat ini semakin meningkat. Berbagai faktor ikut berperan di dalam meningkatnya angka kematian
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di negara negara
I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Nyamuk Aedes aegypti merupakan salah satu vektor yang dapat menyebabkan penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD). Penyakit DBD merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dilaporkan pada WHO setiap tahun, akan tetapi WHO mengestimasi jumlah
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang World Health Organization (WHO) melaporkan infeksi dengue merupakan mosquito-borne disease yang tercepat pertumbuhannya. Sekitar 1 juta dilaporkan pada WHO setiap
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Siklus hidup lalat buah mengalami 4 stadia yaitu telur, larva, pupa dan
15 TINJAUAN PUSTAKA Biologi Bactrocera sp. (Diptera : Tephtritidae) Siklus hidup lalat buah mengalami 4 stadia yaitu telur, larva, pupa dan dewasa. Lalat buah betina memasukkan telur ke dalam kulit buah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1. Latar belakang. Di rumah sakit Dr. Sardjito, angka kejadian kasus forensik klinik (hidup) yang dilakukan
1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar belakang Di rumah sakit Dr. Sardjito, angka kejadian kasus forensik klinik (hidup) yang dilakukan dengan kekerasan tajam maupun tumpul atau keduanya, seksual, kecelakaan lalu
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Senyawa kimia sangat banyak digunakan untuk mengendalikan hama. Di
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Senyawa kimia sangat banyak digunakan untuk mengendalikan hama. Di dunia, tercatat sejumlah 2 juta ton pestisida telah digunakan pertahunnya. Jenis pestisida yang banyak
Lebih terperinciBAB II. 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang KUHP. yang dibuat tertulis dengan mengingat sumpah jabatan atau dikuatkan dengan
BAB II PENGATURAN HUKUM YANG MENGATUR VISUM ET REPERTUM DALAM TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN SESEORANG A. Pengaturan Visum et Repertum dalam Perundang-undangan Indonesia 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946
Lebih terperinciKEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM BAGI HAKIM DALAM MEMPERTIMBANGKAN PUTUSANNYA. Oleh : Sumaidi, SH.MH
KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM BAGI HAKIM DALAM MEMPERTIMBANGKAN PUTUSANNYA Oleh : Sumaidi, SH.MH Abstrak Aparat penegak hukum mengalami kendala dalam proses pengumpulan alat-alat bukti yang sah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perlindungan tanaman secara preventif dan kuratif merupakan bagian yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perlindungan tanaman secara preventif dan kuratif merupakan bagian yang sangat penting dalam upaya menekan kehilangan hasil pertanian yang diakibatkan oleh Organisme
Lebih terperinciPESTISIDA 1. Pengertian 2. Dinamika Pestisida di lingkungan Permasalahan
PESTISIDA 1. Pengertian Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 1973, tentang Pengawasan atas Peredaran dan Penggunaan Pestisida yang dimaksud dengan Pestisida adalah sebagai berikut: Semua zat kimia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kejahatan atau tindak pidana merupakan sebuah hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Perkembangan serta dinamika masyarakat menyebabkan hal
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Dalam kondisi pertanian Indonesia saat ini dengan harga pestisida tinggi, menyebabkan bahwa usaha tani menjadi tidak menguntungkan sehingga pendapatan tidak layak. Kondisi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. belajar biologi tidak hanya berasal dari buku saja, melainkan seperti proses
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Biologi merupakan cabang ilmu yang mempelajari segala hal yang berhubungan dengan makhluk hidup. Seperti struktur yang membentuk makhluk hidup, komponen yang dibutuhkan
Lebih terperinciDAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA
DAFTAR ISI Halaman SAMPUL DALAM. i PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI. ii ABSTRACT.... iii ABSTRAK..... iv RINGKASAN. v HALAMAN PERSETUJUAN viii TIM PENGUJI. ix RIWAYAT HIDUP. x KATA PENGANTAR. xi DAFTAR ISI
Lebih terperinciPengelolaan Agroekosistem dalam Pengendalian OPT. Status Pengendalian
Pengelolaan Agroekosistem dalam Pengendalian OPT Dr. Akhmad Rizali Materi: http://rizali.staff.ub.ac.id Status Pengendalian Pengendalian yang berlaku di lapangan masih bersifat konvensional Tujuan : memusnahkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan. Tumbuhan yang digunakan meliputi untuk bahan pangan,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya akan flora dan fauna. Kekayaan sumber daya alam hayati itu baru sebagian yang sudah dimanfaatkan. Tumbuhan yang digunakan meliputi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dinyatakan bersalah dan dijatuhi pidana. hubungan seksual dengan korban. Untuk menentukan hal yang demikian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembuktian memegang peranan yang sangat penting dalam proses pemeriksaan sidang pengadilan, karena dengan pembuktian inilah nasib terdakwa ditentukan, dan hanya dengan
Lebih terperinciSKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S1 Program Studi Pendidikan Biologi
EFEK PEMBERIAN KOMBUCHA COFFEE TERHADAP KADAR ASAM URAT DARAH TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus L) JANTAN YANG DIINDUKSI URIC ACID SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. pertanggungjawaban pidana, dapat disimpulkan bahwa:
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pemaparan dan kajian penulis tentang penerapan banutan Psikiater dan ilmu Psikiatri Kehakiman dalam menentukan kemampuan pertanggungjawaban pidana, dapat disimpulkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berada disekitar kita. Pemerkosaan merupakan suatu perbuatan yang dinilai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tingkat perkembangan kasus perkosaan yang terjadi di masyarakat pada saat ini dapat dikatakan bahwa kejahatan pemerkosaan telah berkembang dalam kuantitas maupun kualitas
Lebih terperinciPencatatan, Pelaporan Kasus Keracunan dan Penanganan Keracunan. Toksikologi (Teori)
Pencatatan, Pelaporan Kasus Keracunan dan Penanganan Keracunan Toksikologi (Teori) KELOMPOK 2 Anggota : 1. Adi Lesmana 2. Devy Arianti L. 3. Dian Eka Susanti 4. Eneng Neni 5. Eningtyas 6. Khanti 7. Nurawantitiani
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pengendalian hama tanaman merupakan salah satu faktor yang menentukan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengendalian hama tanaman merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan dalam usaha tani. Pada belakangan tahun ini ada anggapan bahwa pengendalian hama
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Visum et Repertum 2.1.1. Pengertian Visum et Repertum Secara harfiah kata Visum et Repertum berasal dari kata visual (melihat) dan reperta (temukan), sehingga Visum et Repertum
Lebih terperinciModul 1: Peranan, Jenis, dan Faktor Berperan
i M Tinjauan Mata Kuliah ata kuliah Penyimpanan dan Penggudangan ini dimaksudkan agar mahasiswa dapat berpikir kritis dan komprehensif serta bertindak praktis menghadapi berbagai permasalahan yang berkaitan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perkembangan pengendalian hama dan penyakit melalui insektisida
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Perkembangan pengendalian hama dan penyakit melalui insektisida sintetik telah menimbulkan banyak efek yang membahayakan bagi kesehatan. Salah satunya adalah timbulnya
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan
3 TINJAUAN PUSTAKA Lalat Buah (Bactrocera spp.) Biologi Menurut Departemen Pertanian (2012), lalat buah dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Phylum Klass Ordo Sub-ordo Family Genus Spesies : Arthropoda
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) pada dekade terakhir menjadi masalah kesehatan global, ditandai dengan meningkatnya kasus DBD di dunia. World Health Organization (WHO)
Lebih terperinciPERANAN DOKTER FORENSIK DALAM PEMBUKTIAN PERKARA PIDANA. Oleh : Yulia Monita dan Dheny Wahyudhi 1 ABSTRAK
Peranan Dokter Forensik, Pembuktian Pidana 127 PERANAN DOKTER FORENSIK DALAM PEMBUKTIAN PERKARA PIDANA Oleh : Yulia Monita dan Dheny Wahyudhi 1 ABSTRAK Di dalam pembuktian perkara tindak pidana yang berkaitan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Berbagai peristiwa yang terjadi ditanah air seperti. kecelakaan pesawat, kecelakaan mobil, pencurian organ,
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Berbagai peristiwa yang terjadi ditanah air seperti kecelakaan pesawat, kecelakaan mobil, pencurian organ, bom bunuh diri, mutilasi, dan pemerkosaan tidak pernah lepas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi ternyata. membawa dampak sampingan terhadap jenis, kualitas dan
BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi ternyata membawa dampak sampingan terhadap jenis, kualitas dan kuantitas kejahatan. Seiring dengan adanya perkembangan tindak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. atau jasad renik yang terdapat pada manusia dan binatang lainnya (Parwiro,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pestisida di Indonesia telah memusnahkan 55% jenis hama dan 72% agen pengendali hayati. Pestisida adalah zat khusus untuk memberantas atau mencegah gangguan serangga,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dukung bagi mahluk hidup untuk hidup secara optimal (Depkes, 2010). Seiring
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Udara adalah komponen lingkungan yang penting dalam kehidupan yang perlu dipelihara dan ditingkatkan kualitasnya, sehingga dapat memberikan daya dukung bagi mahluk hidup
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada hakekatnya adalah bertujuan untuk mencari kebenaran materiil (materiile waarheid) terhadap perkara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hama karena mereka menganggu tumbuhan dengan memakannya. Belalang, kumbang, ulat,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tumbuhan tidak selamanya bisa hidup tanpa gangguan. Kadang tumbuhan mengalami gangguan oleh binatang atau organisme kecil (virus, bakteri, atau jamur). Hewan dapat disebut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penyediaan bahan pangan pokok terutama ketergantungan masyarakat yang besar
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Indonesia saat ini menghadapi masalah yang serius berkaitan dengan usaha penyediaan bahan pangan pokok terutama ketergantungan masyarakat yang besar terhadap padi,
Lebih terperinciAnnual Report 2013 Program Pengkajian dan Penerapan TeknologiLingkungan
KARAKTERISASI EKSTRAK DAN FRAKSI AKTIF KELUWAK (PANGIUM EDULE REINW) SEBAGAI PEMBASMI KUTU RAMBUT PENGGANTI LINDANANALISIS POTENSI DAMPAK LINGKUNGAN, PRODUKSI DAN PEMANFAATANNYA Amita I. Sitomurni Pusat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pilihan bagi masyarakat moderen karena lebih praktis dan bergengsi.
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Perubahan gaya hidup dengan memilih makan yang siap saji menjadi pilihan bagi masyarakat moderen karena lebih praktis dan bergengsi. Masyarakat kita, umumnya diperkotaan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penggunaan bahan pemanis di dalam bahan makanan dan minuman sudah dimulai sejak berabad-abad yang lalu. Bahan pemanis alami yang sangat umum digunakan adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. seperti kurang berolahraga dan pola makan yang tidak sehat dan berlebihan serta
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang berkembang, sehingga banyak menimbulkan perubahan baik dari pola hidup maupun pola makan. Pola hidup seperti kurang berolahraga dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indra Sukarno Putra, 2013
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan terhadap produk pertanian semakin meningkat sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk. Bahan pangan yang tersedia harus mencukupi kebutuhan masyarakat.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang perlu dikembangkan adalah produk alam hayati (Sastrodiharjo et al.,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penggunaan pestisida sintetik pada umumnya kurang aman karena mempunyai dampak yang merugikan terhadap kesehatan dan lingkungan hidup, untuk itu pestisida sintetik yang
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Saat ini Indonesia menjadi negara produsen kopi keempat terbesar dunia setelah
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kopi (Coffea spp.) Saat ini Indonesia menjadi negara produsen kopi keempat terbesar dunia setelah Brazil, Vietnam dan Colombia. Dari total produksi, sekitar 67% diekspor sedangkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sampai pembunuhan bahkan banyak pula jenis-jenis kejahatan baru yang. muncul seiring perkembangan umat manusia salah satunya adalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini perkembangan teknologi dan ekonomi begitu pesat diikuti dengan globalisasi di segala bidang. Namun dengan ini tingkat kejahatanpun ikut meningkat hal tersebut
Lebih terperincitanam, tanamlah apa saja maumu aku akan tetap datang mengganggu karena kau telah merusak habitatku maka aku akan selalu menjadi pesaingmu
tanam, tanamlah apa saja maumu aku akan tetap datang mengganggu karena kau telah merusak habitatku maka aku akan selalu menjadi pesaingmu ttd. Organisme Pengganggu 1 Agroekologi (Ekologi Pertanian) adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terjadi setiap saat setelah kelahiran hidup (WHO). Menurut Undang-Undang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Seiring berkembangnya jaman, Ilmu Kedokteran Forensik juga semakin berkembang. Ilmu kedokteran forensik sangat berperan dalam kepentingan peradilan untuk membantu menentukan
Lebih terperinciTINJAUAN YURIDIS PERANAN BUKTI FORENSIK DAN LAPORAN INTELEJEN PADA TAHAP PENYIDIKAN TINDAK PIDANA TERORISME DI KOTA MEDAN (STUDI DI POLRESTA MEDAN)
TINJAUAN YURIDIS PERANAN BUKTI FORENSIK DAN LAPORAN INTELEJEN PADA TAHAP PENYIDIKAN TINDAK PIDANA TERORISME DI KOTA MEDAN (STUDI DI POLRESTA MEDAN) SKRIPSI Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dunia, terdapat 1,23 miliar penduduk di 58 negara yang berisiko tertular filariasis dan membutuhkan terapi preventif. Lebih dari 120 juta penduduk terinfeksi filariasis
Lebih terperinciRENDAMAN DAUN PEPAYA (Carica papaya) SEBAGAI PESTISIDA NABATI UNTUK PENGENDALIAN HAMA ULAT GRAYAK (Spodoptera litura) PADA TANAMAN CABAI
RENDAMAN DAUN PEPAYA (Carica papaya) SEBAGAI PESTISIDA NABATI UNTUK PENGENDALIAN HAMA ULAT GRAYAK (Spodoptera litura) PADA TANAMAN CABAI Prehatin Trirahayu Ningrum, Rahayu Sri Pujiati, Ellyke, Anita Dewi
Lebih terperinciI. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Uji Penolakan. terhadap penolakan hama kutu beras. Namun perlakuan serbuk
I. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Uji Penolakan Hasil penelitian menunjukan dosis ekstrak rimpang kencur memberikan pengaruh nyata terhadap penolakan hama kutu beras. Namun perlakuan serbuk ekstrak rimpang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dan fakta menunjukkan bahwa jumlah kasus kanker terus meningkat. etnik, paling sering menyebabkan kematian pada wanita Hispanik dan
I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Kanker termasuk salah satu penyebab utama kematian di seluruh dunia, dan fakta menunjukkan bahwa jumlah kasus kanker terus meningkat (Depkes, 2013). Di Amerika Serikat,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tumbuhan, hewan, mineral, sediaan sarian (galenika) atau campuran dari bahanbahan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obat tradisional merupakan bahan atau ramuan bahan berupa bahan tumbuhan, hewan, mineral, sediaan sarian (galenika) atau campuran dari bahanbahan tersebut yang secara
Lebih terperinci