BAB I PENDAHULUAN. merupakan sesuatu yang buruk dan bersifat negatif, namun hal tersebut tetap saja

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. merupakan sesuatu yang buruk dan bersifat negatif, namun hal tersebut tetap saja"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Unsur kekerasan adalah salah satu unsur yang tidak bisa lepas dari peradaban manusia sejak zaman purba hingga era modern saat ini. Sekalipun unsur kekerasan merupakan sesuatu yang buruk dan bersifat negatif, namun hal tersebut tetap saja mudah dijumpai di masyarakat umum. Setiap manusia yang hidup di dunia pasti pernah menjadi korban ataupun pelaku dari sebuah tindak kekerasan. Banyak masyarakat yang masih memiliki anggapan bahwa unsur kekerasan sebatas pada kekerasan fisik saja, seperti memukul, menendang, atau menganiaya. Padahal kekerasan memiliki beragam jenisnya dan tidak terbatas pada hal-hal yang menyangkut kekerasan fisik saja. Kekerasan adalah bentuk tindakan yang dilakukan terhadap pihak lain baik pelakunya bersifat perorangan atau lebih dari seorang yang dapat mengakibatkan penderitaan bagi si korban. Kekerasan dapat diwujudkan dalam dua bentuk yaitu kekerasan fisik yang dapat mengakibatkan luka secara fisik hingga kematian dan kekerasan fisik yang tidak berakibat terhadap fisik korban, namun berakibat kepada timbulnya trauma berkepanjangan dari si korban terhadap hal-hal tertentu yang telah dialaminya (Saraswati, 1996: 2). Sedangkan dalam The Social Work Dictionary, kata 1

2 abuse, yang dalam Bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai kekerasan didefinisikan sebagai improper behavior, intended to cause physical, psychological, or financial harm to an individual or group atau perlakuan tidak pantas yang bertujuan untuk menyakiti seseorang atau golongan, baik secara fisik, psikis, maupun finansial (Baker via Huraerah, 2006: 36). Selain itu, kekerasan juga dapat diterjemahkan menjadi violence yang memiliki arti sebagai suatu serangan atau invasi (assault) terhadap fisik maupun integritas mental psikologi seseorang (Fakih via Sastriyani dkk, 2007: 7). Unsur kekerasan juga dapat dijumpai dalam berbagai unsur kehidupan seharihari manusia. Masyarakat luas dengan mudah mengakses berita-berita dengan unsur tindak kekerasan melalui media massa dan media elektronik. Berita-berita mengenai tindak kekerasan cukup banyak jumlahnya, bahkan kian hari kian bertambah. Selain dapat ditemukan di berbagai media, baik cetak maupun elektronik, unsur-unsur kekerasan juga terdapat dalam berbagai jenis karya sastra, mulai dari novel, puisi, film, komik, hingga dongeng. Dongeng adalah prosa rakyat yang tidak dianggap benar-benar terjadi oleh pengarang cerita dan dongeng tidak terikat oleh waktu maupun tempat (Danandjaja via Sastriyani, 2006: 43). Menurut Sastriyani, dongeng mampu memberi mimpi, harapan, amanat serta norma hidup tersurat maupun tersirat dalam kisahnya yang sederhana dan bersifat universal, artinya mampu diterima di daerah manapun tanpa menghiraukan batas-batas geografis dan politik. Dongeng bisa jadi merupakan karya sastra yang paling awal dikenal manusia. Cerita dongeng yang sederhana, mudah dipahami, dan bersifat fantasi membuat 2

3 dongeng kerap kali dijadikan sebagai sarana pengantar tidur oleh para orang tua bagi anak mereka. Tidak mengherankan jika cerita dongeng, baik dongeng yang berasal dari luar negeri maupun dongeng asli Indonesia, sangat mudah diterima oleh berbagai lapisan masyarakat dan ceritanya pun sudah sangat tidak asing bagi siapa saja. Salah satu penulis dongeng yang ceritanya paling dikenal di seluruh dunia hingga saat ini adalah Charles Perrault (12 Januari Mei 1703). Perrault lahir dalam keluarga borjuis di Paris, Prancis. Ia menghabiskan masa kecilnya di kota Paris dan memutuskan untuk masuk ke sebuah sekolah hukum bergengsi di sana. Setelah lulus, Perrault bekerja sebagai sekretaris menteri keuangan pada era Louis XIV. Perrault sudah mulai menulis puisi sejak masih muda, jauh sebelum ia bekerja di pemerintahan. Saat bekerja sebagai sekretaris pun ia masih aktif menulis. Tulisan yang ia buat biasanya berisi tentang puji-pujian kepada Louis XIV dan keluarganya. Ia juga menulis puisi yang bersifat rohaniah tentang agama Kristen. Perrault terpilih sebagai anggota l Académie française pada tahun Nama Charles Perrault sebagai seorang sastrawan baru dikenal secara luas pada usia yang ke-69 tahun. Pada tahun 1697, ia menerbitkan Histoires ou contes du temps passé atau Les Contes de ma Mère l Oye. Histoires ou contes du temps passé adalah buku kumpulan dongeng yang berisi sebelas dongeng karya Perrault, yaitu Barbe Blueu, La Belle au Bois Dormant, Cendrillon, Le Chat Botté, Les Fées, Peau d Âne, Le Petit Poucet, Riquet à la Houppe, Les Souhaites Ridicules dan Le Petit Chaperon Rouge. Tiga tahun sebelumnya tepatnya pada tahun 1694, Perrault telah terlebih dahulu menerbitkan dongeng Peau d Âne secara terpisah. 3

4 Kumpulan dongeng tersebut sangat terkenal dan menjadi sensasi pada masa itu. Gaya bahasa yang digunakan Perrault pada dongeng-dongengnya cenderung mudah dipahami namun juga sangat detail sehingga menghasilkan karya yang brilian. Hal tersebut membuat Perrault dinobatkan sebagai salah satu pelopor penulis dongeng bergaya modern bersama dengan sahabatnya, Jean de la Fontaine yang aktif menulis fabel atau cerita yang mengangkat hewan-hewan sebagai tokoh-tokohnya. Oleh sebab itu, kesusastraan anak Prancis mulai berkembang pada abad tersebut karena kemunculan Perrault dan de la Fontaine. Dongeng-dongeng karya Perrault juga dianggap relevan dengan situasi sosial pada masa dongeng tersebut diterbitkan, yakni pada abad ke-xvi. Situasi Prancis pada zaman itu dipenuhi kekerasan, perang, wabah penyakit, kekeringan dan kelaparan. Hal ini sesuai dengan cerita pada dongeng-dongeng Perrault yang menceritakan tentang kekerasan, peperangan, musim kering panjang. Sebagian besar cerita dongeng Perrault juga berlatar kerajaan yang sesuai dengan realita zaman itu. Pada abad ke-xvi, Prancis adalah negara monarki dengan campur tangan agama yang besar terhadap pemerintahan. Namun dongeng-dongeng Perrault juga menjadi pembicaraan karena banyak yang meragukan keasliannya. Mereka percaya bahwa Perrault hanya menuliskan kembali cerita-cerita rakyat yang selama ini hanya menyebar dari mulut ke mulut pada masa itu. Kepopuleran dongeng-dongeng Perrault membuat banyak penulis dongeng lain yang menceritakan ulang dan mengubahnya menjadi versi yang berbeda. Salah 4

5 satu versi lain yang paling terkenal adalah versi Grimm Bersaudara yang ditulis 100 tahun setelah versi asli Perrault. Dongeng-dongeng Perrault juga banyak diadaptasi menjadi film, opera, teater, dan tari balet. Naskah dongeng-dongeng Perrault sudah banyak diterjemahkan ke berbagai bahasa dan selalu dicetak ulang. Hal-hal tersebut yang membuat dongeng-dongeng karya Perrault menjadi sangat dikenal dan dapat dikatakan sebagai cerita dongeng paling populer di seluruh dunia. Pada penelitian ini penulis menganalisis mengenai unsur-unsur kekerasan yang terdapat pada empat dongeng karya Charles Perrault, yaitu Barbe Bleue, La Belle au Bois Dormant, Le Petit Poucet, dan Le Petit Chaperon Rouge yang terdapat dalam versi elektronik Un livre pour l été: Neuf contes de Charles Perrault yang diterbitkan oleh Ministère de l éducation nationale, de la jeunesse et de la vie associative dalam Éditions Centre national de documentation pédagogique pada bulan Mei 2011 ( rrault.pdf). Unsur-unsur kekerasan pada keempat cerita dongeng tersebut akan dikelompokkan berdasarkan pendekatan-pendekatan kekerasan yang dicetuskan oleh Drs. Eb. Surbakti dalam bukunya Awas Tayangan Televisi (2008) dan dianalisis menggunakan teori semiotika Charles Sanders Peirce. 5

6 1.2 Rumusan Masalah Dongeng-dongeng karya Charles Perrault adalah beberapa dongeng yang paling dikenal di seluruh dunia hingga saat ini karena sudah banyak diterjemahkan ke berbagai bahasa dan sudah diadaptasi menjadi berbagai versi seperti film dan teater. Sekalipun awalnya cerita-cerita dongeng tersebut tidak diperuntukkan bagi anak-anak karena belum berkembangnya sastra anak pada zaman itu, namun seiring berjalannya waktu cerita dongeng tersebut lebih populer di kalangan anak-anak karena cenderung mudah dipahami dan memiliki unsur fantasi yang sangat disukai anak-anak. Sebagai salah satu jenis sastra anak yang paling terkenal, dongeng kerap kali menjadi sarana pengantar tidur bagi para orang tua kepada anak-anak mereka. Cerita dongeng memang memiliki pesan moral yang bertujuan untuk mengajarkan nilai-nilai kebaikan bagi anak-anak sedari dini. Namun di sisi lain, beberapa dongeng karya Charles Perrault juga memiliki unsur-unsur yang cenderung buruk. Salah satu unsur negatif yang paling banyak ditemukan adalah unsur kekerasan. Unsur kekerasan tersebut tentu saja memberikan pengaruh yang tidak baik bagi anak-anak yang saat ini merupakan pangsa pasar utama bagi dongeng-dongeng karya Charles Perrault. 1.3 Pertanyaan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka pertanyaan yang bisa disimpulkan adalah: 6

7 1. Jenis-jenis tindak kekerasan apa saja yang terdapat pada dongeng Barbe Bleue, La Belle au Bois Dormant, Le Petit Poucet, dan Le Petit Chaperon Rouge karya Charles Perraut dan, 2. Tanda-tanda apa saja yang terdapat pada keempat dongeng tersebut yang mengacu pada sebuah tindakan kekerasan. 1.4 Tujuan Penelitian Berdasarkan pertanyaan penelitian yang telah dirumuskan di atas, tujuan penelitian ini adalah mengungkap bentuk-bentuk kekerasan dan tanda-tanda apa saja yang menjadi acuan sebuah tindakan kekerasan pada dongeng Barbe Bleue, La Belle au Bois Dormant, Le Petit Poucet, dan Le Petit Chaperon Rouge karya Charles Perrault. Tujuan lainnya adalah sebagai referensi bagi peneliti dalam meneliti karya sastra, khususnya dongeng yang berkaitan dengan unsur-unsur kekerasan dengan pendekatan semiotik Landasan Teori Teori adalah sebuah penyelidikan eksperimental yang mampu menghasilkan fakta berdasarkan ilmu pasti, logika, metodologi dan argumentasi (KBBI, 2008: 1444). Teori memberikan justifikasi pada penentuan variabel penelitian yang 7

8 digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian. Berikut adalah teori-teori yang digunakan dalam penelitian ini Teori Semiotika Charles Sanders Peirce Semiotika, apalagi semiotika mutakhir, memang dipenuhi beragam jargon dan isu, beragam teori dan pendekatan, yang kompleks dan satu sama lain barangkali tidak lagi jelas batas-batasnya, atau bahkan tidak seiring-sejalan. Kendatipun demikian, pada garis besarnya kita dapat menelusuri dua buah tradisi besar yang berasal dari dua induk yang berbeda di dalam sejarah perkembangan semiotika, Charles Sanders Peirce dan Ferdinand de Saussure (Budiman, 2005: 33). Kedua tokoh aliran besar semiotika tersebut hidup di masa yang sama tetapi tidak saling mengenal. Semiotika Peirce (Amerika Serikat) bermula dari interesnya untuk menyelidiki bagaimana manusia berfikir, sampai-sampai Peirce menyimpulkan bahwa semiotika tak lain adalah sinonim untuk logika; sedangkan semiotika Saussure (Prancis) mengemuka dari pikiran-pikiran yang dituliskan berdasarkan pada teori kebahasaan (Marianto via Budiman, 2005: 18). Penelitian ini akan menggunakan teori semiotika Peirce. Charles Sanders Peirce adalah seorang filsuf, ahli logika dan ilmuwan dari Amerika Serikat. Peirce (10 September April 1914) dikenal sebagai seorang filsuf paling orisinal dan berwarna, serta merupakan logikawan terbesar Amerika. Salah satu hasil pemikiran Peirce yang paling terkenal dan masih terus digunakan 8

9 hingga saat ini adalah pemikirannya mengenai teori semiotika atau teori mengenai tanda. Sebagai seorang filsuf dan ahli logika, Peirce berkehendak untuk menyelidiki apa dan bagaimana proses bernalar manusia. Teori Peirce tentang tanda dilandasi oleh tujuan besar ini sehingga tidak mengherankan apabila dia menyimpulkan bahwa semiotika tidak lain dan tidak bukan adalah sinonim bagi logika (Budiman, 2005: 33-34). Logic, in its general sense, is, ( ), onlyn another name for semiotic ( ), the quasi-necessary, or formal, doctrine as quasi-necessary, or formal, I mean that we observe the characters of such sign as we know, and from such an observation, ( ), we are led to statements, eminently fallible, and therefore in one sense by no means necessary (Peirce via Budiman, 2005: 34). Logika, secara umum, adalah ( ) sekedar nama lain bagi semiotika ( ), suatu doktrin formal atau quasi-necessary tentang tanda-tanda. Yang saya maksud dengan mengatakan doktrin ini sebagai quasi-necessary atau formal adalah bahwa kita mengamati karakter-karakter tanda tersebut sebagaimana yang kita tahu, dan dari pemngamatan tadi ( ) kita diarahkan kepada pernyataanpernyataan yang bisa saja keliru dan, dengan demikian, dalam arti tertentu sama sekali tidak niscaya. Menurut Peirce, semiotika adalah doktrin formal tentang tanda-tanda. Baginya semiotika adalah suatu tindakan (action), pengaruh (influence), atau kerja sama antara tiga subyek, yaitu tanda (sign), objek (object), dan interpretan (interpretant). Tanda adalah segala sesuatu yang ada pada seseorang untuk menyatakan sesuatu yang lain dalam beberapa hal atau kapasitas. Tanda dapat berarti bagi seseorang, jika hubungan yang berarti ini diperantarai oleh interpretan. Sebuah tanda dapat memiliki arti bila sebelumnya telah dimaknai atau telah ditentukan maknanya (Zoest, 1996: 43). 9

10 Menurut Peirce, tanda terdiri dari tiga bentuk, yaitu ikon, indeks, dan simbol. (1) Ikon adalah tanda yang didasarkan pada kemiripan antara tanda (representamen) dan objeknya, walaupun tidak semata-mata bertumpu pada pencitraan naturalistik seperti apa adanya. Contoh ikon adalah tanda-tanda toilet pria/wanita, bangunan ibadah, tanda dilarang membunyikan klakson, dll (Budiman, 2005: 22-23). (2) Indeks adalah hubungan kausal di antara representamen dan objeknya. Misalnya, kalau seseorang terkena razia kendaraan bermotor dan tak dapat menunjukkan SIM, maka ini adalah tanda (indeks) bahwa pengemudi itu akan kehilangan uang sejumlah tertentu untuk denda atas tilang (bukti pelanggaran) (Budiman, 2005: 23). (3) Simbol adalah tanda yang representamennya merujuk kepada objeknya tanpa motivasi, arbitrer-dasarnya adalah konvensi atau kesepakatan. Kata-kata, bahasa tubuh, gerakan tangan, bentuk dan posisi jemari tangan kebanyakan merupakan simbol-simbol (Budiman, 2005: 23). Dengan demikian, bahasa juga merupakan sistem simbol karena tandatanda yang membentuknya bersifat arbitrer dan konvensional Teori Kekerasan Kata kekerasan berdasar dari kata keras. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kekerasan dapat didefiniskan sebagai: 1) suatu perihal (bersifat, berciri 10

11 keras); 2) perbuatan seseorang atau sekelompok orang yang menyebabkan cedera atau matinya orang lain atau menyebabkan kerusakan fisik dan barang orang lain; 3) paksaan (KBBI, 2008: 677). Jika diperhatikan, definisi kekerasan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia masih terbatas pada kekerasan fisik saja. Sedangkan menurut Webster (Merriam, 1981: 2554) kekerasan didefinisikan sebagai penggunaan kekuatan fisik untuk melukai atau menganiaya, perlakuan atau prosedur yang kasar serta keras, dilukai atau terluka dikarenakan penyimpangan, pelanggaran, atau perkataan tidak senonoh; kejam, sesuatu yang kuat, bergolak, atau hebat dan cenderung menghancurkan atau memaksa. Perasaan atau ekspresi yang berapi-api juga termasuk hal-hal yang timbul dari aksi atau perasaan tersebut. Berdasarkan berbagai pengertian mengenai kekerasan di atas, dapat disimpulkan bahwa kekerasan tidak terbatas pada kekerasan yang bersifat fisik saja, tetapi terdapat pula kekerasan yang bersifat non fisik. Pada penelitian ini, pendekatan kekerasan yang digunakan berdasarkan teori yang dicetuskan oleh Drs. Eb. Surbakti dalam bukunya yang berjudul Awas Tayangan Televisi (2008). Surbakti mengelompokkan tindakan kekerasan menjadi delapan jenis, yaitu: (1) Kekerasan Rumah Tangga Setiap perbuatan terhadap seseorang, terutama yang mengakibatkan timbulnya penderitaan secara fisik, seksual, maupun psikologis dan/atau penelantaraan rumah tangga, termasuk ancaman untuk melakukan 11

12 perbuatan, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga. Korban adalah orang yang mengalami kekerasan dan/atau ancaman kekerasan dalam lingkup rumah tangga (Surbakti, 2008: 149). (2) Kekerasan Fisik Tindakan fisik yang dilakukan terhadap orang lain atau kelompok yang mengakibatkan luka fisik, seksual, dan psikologis. Indikatornya berupa memukul, menendang, menampar, mendorong (paksa), menjambak, menyundut, atau melakukan percobaan pembunuhan (Surbakti, 2008: 149). (3) Kekerasan Psikologis Penggunaan kekerasan secara sengaja termasuk memaksa secara fisik terhadap orang lain atau kelompok yang mengakibatkan luka fisik, mental, spiritual, moral, dan pertumbuhan sosial. Indikatornya adalah berupa pengendalian, manipulasi, eksploitasi, kesewenangan, merendahkan atau menghina, pemaksaan, ancaman, dan pelanggaran (Surbakti, 2008: 150). (4) Kekerasan Seksual Semua tindakan seksual atau kecenderungan bertindak seksual yang bersifat intimidasi non fisik (kata-kata, bahasa, gambar) atau fisik (gerakan kasat mata dengan memegang, menyentuh, meraba, mencium) yang dilakukan seorang laki-laki atau kelompoknya terhadap perempuan atau kelompoknya. Indikatornya berupa: meraba, mencium secara paksa, 12

13 merangkul, melihat bagian tubuh secara paksa, gurauan porno, siulan, ejekan dan julukan atau secara non verbal, seperti ekspresi wajah, gerakan tubuh atau pun perbuatan lainnya yang meminta perhatian seksual yang tidak dikehendaki korban bersifat melecehkan dan/atau menghina korban (Surbakti, 2008: 150). (5) Kekerasan Simbol Kekerasan pada tingkat bahasa dan simbol, sebagai konsekuensi perayaan individualisme dalam politik. Penggunaan bahasa dan simbol inilah yang merendahkan, menghina, dan menyakitkan berdasarkan ukuran kesantunan sosial. Bahasa dan simbol itu tidak merusak tubuh atau fisik, tetapi melukai hati, menghancurkan keluhuran dan harga diri manusia. Kekerasan simbol macam ini dilakukan oleh elit-elit politik di ruang sidang, ataupun oleh massa rakyat di ruang-ruang demonstrasi jalanan (Surbakti, 2008: 154). (6) Kekerasan Slogan Kekerasan yang muncul pada suatu pernyataan, yang mencerminkan sikap mau menang sendiri serta ketidakmampuan untuk menerima kekalahan. Tindakan ini dilakukan dengan tanpa memperhatikan kondisi fisik dan psikis dari korbannya (Surbakti, 2008: 154). (7) Kekerasan Struktural Kekerasan ini dapat terjadi akibat adanya struktur di masyarakat yang menekan dan menghambat masyarakat untuk tumbuh kembang secara 13

14 optimal. Kekuasaan yang represif, pemerintahan yang tidak adil dan diskriminatif adalah pelaku yang dominan pada kekerasan struktural di masyarakat. Salah satu bentuk kekerasan struktural adalah ketidakadilan sosial. Bisa berupa sesuatu yang non fisik, yang psikologis berupa stigmatisasi, yang kultural, yang sosial, yang ekonomis dengan diskriminasi etnis (Surbakti, 2008: 159). (8) Kekerasan Sistem Kekerasan yang merusak tatanan paling dalam, esensial atau fundamental dari sistem sosial, kultural, atau spiritual. Misalnya, kebebasan berpendapat individualistik yang diusung di dalam sistematik demokrasi (liberal) telah merongrong tatanan dan sistem etika yang ada berbasis komunal. Semangat individualisme yang dirayakan oleh demokrasi liberal merongrong sistem persaudaraan dan asketisme yang dibawa oleh ajaran agama (Surbakti, 2008: 158) Tinjauan Pustaka Setelah mencari berbagai tulisan yang berkaitan dengan unsur kekerasan pada dongeng-dongeng karya Charles Perrault, penulis menemukan beberapa skripsi yang membahas hal tersebut. Yang pertama adalah skripsi dari Universitas Negeri Semarang dengan judul Analisis Tindak Kekerasan dalam Dongeng Le Petit Poucet karya Charles Perrault yang ditulis oleh Titah Furi Hadiyanti (2010). Skripsi ini 14

15 membahas tentang tindak kekerasan yang terjadi dalam dongeng Le Petit Poucet dan penyebabnya. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan strukturalisme dan psikologi sastra. Metode dan teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data yaitu metode simak dan teknik catat. Dalam penelitian ini, Hadiyanti menyimpulkan bahwa tindak kekerasan yang terdapat dalam dongeng Le Petit Poucet dilakukan hampir oleh semua tokoh. Tindak kekerasan yang ditampilkan dalam dongeng ini adalah kekerasan fisik dan kekerasan psikologis. Tindak kekerasan yang terjadi dalam dongeng Le Petit Poucet mempunyai bentuk serta penyebab yang berbeda-beda. Melalui analisis tersebut dapat ditemukan makna dari kekerasan itu sendiri yaitu tindakan melukai suatu pihak, baik secara fisik maupun psikologis, dengan penyebab yang bermacam-macam, baik itu kebiasaan maupun keterpaksaan untuk mempertahankan hidup. Penelitian berikutnya adalah penelitian yang ditulis oleh Estrelita Ryasti Sari dari Universitas Indonesia dengan judul Unsur kekerasan dalam dongeng Le Petit Poucet karya Charles Perrault (2016). Penelitian ini membahas tentang fungsi serta makna kekerasan yang terdapat dalam dongeng Le Petit Poucet karya Charles Perrault dengan pendekatan struktural. Teori yang digunakan adalah teori struktural mengenai hubungan sintagmatik dan paradigmatik dari Roland Barthes serta teori tentang sekuen dari M.P. Schmitt dan A. Viala. Analisis sintagmatik menunjukkan bahwa terdapat peristiwa yang mengandung unsur kekerasan dalam alur cerita. Analisis paradigmatik memperlihatkan fungsi dan makna dari unsur kekerasan yang tampak melalui analisis tokoh, analisis latar ruang dan analisis latar waktu. Sari 15

16 menyimpulkan bahwa seluruh aspek yang dibahas dalam skripsi ini menunjukkan keberadaan, fungsi dan makna dari unsur kekerasan dalam dongeng Le Petit Poucet karya Charles Perrault. Ditinjau dari sisi objek formal yang digunakan, penulis menemukan beberapa tulisan yang mengangkat kekerasan dengan tinjauan teori semiotika sebagai topiknya. Yang pertama adalah skripsi dari Jurusan Sastra Prancis Fakultas Ilmu Budaya UGM dengan judul Kekerasan dalam Tiga Seri Komik Astérix: Le Bouclier Arverne, Astérix et Cléopatre, dan Astérix aux Jeux Olympiques: Tinjauan Semiotika (2012). Skripsi yang ditulis oleh Yohan Panggabean ini meneliti tentang tiga seri komik Astérix yang ternyata banyak memiliki unsur kekerasan sekalipun komik adalah salah satu jenis sastra anak dan banyak dibaca oleh anak-anak. Kekerasan yang terdapat pada tiga seri komik tersebut tidak hanya kekerasan fisik saja tetapi juga terdapat kekerasan psikis. Penelitian ini menggunakan teori semiotika Charles Sanders Peirce karena bertujuan untuk mengungkap tanda-tanda yang mengacu pada aksi tindak kekerasan yang difokuskan pada ikon, indeks, dan simbol. Teori lain yang digunakan adalah teori kekerasan Eb. Surbakti. Penelitian kedua yang juga menggunakan teori kekerasan dan teori semiotika sebagai objek formalnya adalah skripsi dari Jurusan Sastra Prancis Fakultas Ilmu Budaya UGM yang ditulis oleh Bagus Anindito (2009) dengan judul Simbol-simbol Kekerasan terhadap Anak dalam La Guerre des Boutons karya Louis Pergaud (Tinjauan Semiotik). Penelitian ini meneliti tentang permusuhan antara anak-anak dari dua desa yang berbeda dikarenakan suatu perbedaan. Permusuhan ini dianggap 16

17 wajar karena sudah turun temurun oleh orang tua dari anak-anak tersebut. Teori semiotika Peirce digunakan untuk meneliti simbol-simbol kekerasan berupa bahasa kiasan dan ragam bentuk kekerasan yang terjadi melalui penggunaan kata, kalimat, dan frasa dalam novel La Guerre des Boutons. Pendekatan kekerasan yang digunakan pada penelitian ini berdasarkan pada pendekatan kekerasan dalam rumah tangga (domestic abuse) yang secara khusus berlaku di Indonesia, sebagaimana tertuang pada Undang-Undang no. 23 pasal 5, 6, 7, dan 9. Penelitian terakhir yang digunakan penulis sebagai tinjauan pustaka adalah skripsi dari Jurusan Sastra Prancis Fakultas Ilmu Budaya UGM dengan judul Makna Simbolik Tindakan Kekerasan dalam Notre-Dame de Paris yang ditulis oleh Retno Dewanti (2010). Penelitian ini berfokus pada kekerasan terhadap perempuan yang dialami oleh tokoh bernama La Esmeralda. La Esmeralda adalah seorang penari keturunan Mesir. Status sosialnya menjadikan dirinya marjinal yang memudahkan dirinya mengalami tindak kekerasan. Sebagai seorang perempuan, posisi La Esmeralda menjadi serba salah karena dianggap sebagai pemicu tindakan kekerasan dan harus bertanggung jawab atas penderitaan yang dialaminya. Penelitian ini menggunakan teori semiotika Peirce dan teori kekerasan terhadap perempuan berdasarkan pada deklarasi PBB mengenai pengertian tentang kekerasan terhadap perempuan pada tahun

18 1.7 Metode Penelitian Metode yang digunakan untuk menganalisis permasalahan dalam penelitian ini adalah metode struktural semiotik. Data-data yang digunakan dalam metode ini meliputi kata, kalimat dan dialog. Penelitian dengan metode ini memerlukan beberapa tahap. Tahap pertama adalah pembacaan awal (heuristic reading). Pembacaan awal adalah pembacaan karya sastra pada sistem semiotik tingkat pertama dimana makna yang dipahami masih merupakan makna harafiah. Tahapan ini bertujuan untuk mencari siapa saja tokoh-tokoh yang melakukan tindak kekerasan dalam empat dongeng karya Charles Perrault. Tahap berikutnya adalah pembacaan hermeneutik. Hermeneutik adalah ilmu atau teknik memahami karya sastra dan ungkapan bahasa dalam arti luas menurut maksudnya. Kerja hermeneutik berupa pemahaman karya sastra pada tataran semiotik tingkat kedua. Jika pada heuristik dibutuhkan pengetahuan tentang kode-kode bahasa, maka pada hermeneutik dibutukan pengetahuan tentang kode-kode lain, yaitu kode sastra dan budaya (Teeuw, 1984: 123). Tahap ini mengelompokkan jenis-jenis kekerasan yang dilakukan oleh tokoh-tokoh dalam empat dongeng karya Charles Perrault dan dianalisis dengan pendekatan kekerasan menurut Eb. Surbakti. Tahap ketiga adalah mengelompokkan data dengan melihat ciri-ciri yang diduga sebagai tindak kekerasan. Tahap keempat adalah mengelompokkan jenis-jenis kekerasan serta tanda-tanda yang terdapat di dalamnya dilanjutkan dengan menganalisis data, dan yang terakhir adalah penarikan kesimpulan. 18

19 1.8 Sistematika Penyajian Untuk memudahkan pengerjaan dan juga pembacaan penelitian ini, maka penulisan penelitian ini akan terbagi dalam empat bab, yaitu: BAB I PENDAHULUAN berisi latar belakang, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori yang digunakan dalam penelitian, metode yang digunakan dalam penelitian, dan sistematika penyajian. BAB II TINDAK KEKERASAN DALAM DONGENG BARBE BLEUE, LA BELLE AU BOIS DORMANT, LE PETIT POUCET DAN LE PETIT CHAPERON ROUGE berisi analisis dan pengelompokkan tindakan-tindakan kekerasan pada empat cerita dongeng tersebut berdasarkan teori kekerasan Eb. Surbakti. BAB II I TANDA-TANDA KEKERASAN DALAM DONGENG BARBE BLEUE, LA BELLE AU BOIS DORMANT, LE PETIT POUCET DAN LE PETIT CHAPERON ROUGE berisi analisis dan pengelompokkan tindakan-tindakan kekerasan pada empat cerita dongeng tersebut berdasarkan teori semiotika Peirce yang terbagi menjadi ikon, indeks, dan simbol. BAB IV KESIMPULAN berisi tentang kesimpulan dari hasil analisis penelitian secara keseluruhan. 19

BAB IV KESIMPULAN. memang tidak dijadikan tema utama. Tetapi unsur-unsur kekerasan tersebut seolah

BAB IV KESIMPULAN. memang tidak dijadikan tema utama. Tetapi unsur-unsur kekerasan tersebut seolah BAB IV KESIMPULAN Unsur-unsur kekerasan yang dapat ditemukan dalam sebuah cerita dongeng memang tidak dijadikan tema utama. Tetapi unsur-unsur kekerasan tersebut seolah tidak bisa dilepaskan dari sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pikiran sastrawan tentang kehidupan yang diungkapkan lewat bahasa (Sayuti,

BAB I PENDAHULUAN. pikiran sastrawan tentang kehidupan yang diungkapkan lewat bahasa (Sayuti, A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Karya sastra pada dasarnya merupakan cerminan perasaan, pengalaman, pikiran sastrawan tentang kehidupan yang diungkapkan lewat bahasa (Sayuti, 1998:67). Karya sastra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk dibahas. Bahasa merupakan suatu alat komunikasi yang digunakan

BAB I PENDAHULUAN. untuk dibahas. Bahasa merupakan suatu alat komunikasi yang digunakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kajian mengenai bahasa adalah kajian yang tidak akan pernah habis untuk dibahas. Bahasa merupakan suatu alat komunikasi yang digunakan untuk menyampaikan ide

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. dalam dongeng-dongeng karya Charles Perrault. Kemudian penulis

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. dalam dongeng-dongeng karya Charles Perrault. Kemudian penulis BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Pada bab ini, penulis ingin menyampaikan kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai analisis tokoh antagonis dalam dongeng-dongeng karya Charles Perrault.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. yang mempunyai langkah-langkah yang sistematis. Sedangkan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. yang mempunyai langkah-langkah yang sistematis. Sedangkan BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode adalah suatu prosedur atau cara untuk mengetahui sesuatu yang mempunyai langkah-langkah yang sistematis. Sedangkan metodologi adalah suatu pengkajian

Lebih terperinci

PEMALSUAN TANDA SEBAGAI FENOMENA SEMIOTIKA BUDAYA

PEMALSUAN TANDA SEBAGAI FENOMENA SEMIOTIKA BUDAYA PEMALSUAN TANDA SEBAGAI FENOMENA SEMIOTIKA BUDAYA Oleh: Tedi Permadi Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni - Universitas

Lebih terperinci

13Ilmu. semiotika. Sri Wahyuning Astuti, S.Psi. M,Ikom. Analisis semiotik, pisau analis semiotik, metode semiotika, semiotika dan komunikasi

13Ilmu. semiotika. Sri Wahyuning Astuti, S.Psi. M,Ikom. Analisis semiotik, pisau analis semiotik, metode semiotika, semiotika dan komunikasi semiotika Modul ke: Analisis semiotik, pisau analis semiotik, metode semiotika, semiotika dan komunikasi Fakultas 13Ilmu Komunikasi Sri Wahyuning Astuti, S.Psi. M,Ikom Program Studi S1 Brodcasting analisis

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. membahas konsep teoritik berbagai kelebihan dan kelemahannya. 19 Dan jenis

BAB III METODE PENELITIAN. membahas konsep teoritik berbagai kelebihan dan kelemahannya. 19 Dan jenis 37 BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Dan Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan metode pengkajian pendekatan analisis semiotik. Dengan jenis penelitian kualiatif, yaitu metodologi penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Karya sastra adalah sebuah struktur yang kompleks. Oleh karena itu, untuk dapat memahaminya haruslah karya sastra dianalisis. Dalam analisis itu karya sastra diuraikan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan 45 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif, yaitu penelitian untuk menggambarkan sifat suatu keadaan yang sementara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. membutuhkan bahasa sebagai sarana untuk berkomunikasi atau berinteraksi.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. membutuhkan bahasa sebagai sarana untuk berkomunikasi atau berinteraksi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Interaksi sosial memainkan peran dalam masyarakat individu atau kelompok. Interaksi diperlukan untuk berkomunikasi satu sama lain. Selain itu, masyarakat membutuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak adil, dan tidak dapat dibenarkan, yang disertai dengan emosi yang hebat atau

BAB I PENDAHULUAN. tidak adil, dan tidak dapat dibenarkan, yang disertai dengan emosi yang hebat atau BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Mendengar kata kekerasan, saat ini telah menjadi sesuatu hal yang diresahkan oleh siapapun. Menurut Black (1951) kekerasan adalah pemakaian kekuatan yang

Lebih terperinci

Lex Et Societatis Vol. V/No. 9/Nov/2017

Lex Et Societatis Vol. V/No. 9/Nov/2017 ASPEK HUKUM KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA BERDASARKAN UU NO.23 TAHUN 2004 1 Oleh : Ollij A. Kereh 2 ; Friend H. Anis 3 Abstrak Perkembangan kehidupan sosial dewasa ini menunjukkan menurunnya nilai-nilai

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. Kajian pustaka memuat hasil-hasil penelitian terdahulu yang berkaitan dengan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. Kajian pustaka memuat hasil-hasil penelitian terdahulu yang berkaitan dengan BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka memuat hasil-hasil penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian yang akan dilakukan. Penelitian tentang geguritan

Lebih terperinci

Semiotika, Tanda dan Makna

Semiotika, Tanda dan Makna Modul 8 Semiotika, Tanda dan Makna Tujuan Instruksional Khusus: Mahasiswa diharapkan dapat mengerti dan memahami jenis-jenis semiotika. 8.1. Tiga Pendekatan Semiotika Berkenaan dengan studi semiotik pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan bentuk realita dari hasil imajinasi dan pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana ekspresi pengarang saja,

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Simpulan. hubungan intertekstual antara novel Tantri Perempuan yang Bercerita karya Cok

BAB V PENUTUP. A. Simpulan. hubungan intertekstual antara novel Tantri Perempuan yang Bercerita karya Cok digilib.uns.ac.id BAB V PENUTUP A. Simpulan Fokus kajian dalam penelitian ini adalah menemukan benang merah hubungan intertekstual antara novel Tantri Perempuan yang Bercerita karya Cok Sawitri terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penikmatnya. Karya sastra ditulis pada kurun waktu tertentu langsung berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. penikmatnya. Karya sastra ditulis pada kurun waktu tertentu langsung berkaitan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra terbentuk atas dasar gambaran kehidupan masyarakat, karena dalam menciptakan karya sastra pengarang memadukan apa yang dialami dengan apa yang diketahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan pelanjut masa depan bangsa. Secara real, situasi anak Indonesia masih dan terus

BAB I PENDAHULUAN. dan pelanjut masa depan bangsa. Secara real, situasi anak Indonesia masih dan terus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Status dan kondisi anak Indonesia adalah paradoks. Secara ideal, anak adalah pewaris dan pelanjut masa depan bangsa. Secara real, situasi anak Indonesia masih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis yakni prosa (fiksi), puisi, dan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis yakni prosa (fiksi), puisi, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra merupakan sebuah karya seni yang dapat memikat hati dan bersifat mendidik. Berbagai jenis karya sastra yang telah hadir dalam lingkungan masyarakat dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Film merupakan salah satu media komunikasi massa yang memuat banyak sekali tanda dan makna yang menggambarkan suatu paham tertentu. Selain itu, film juga merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut beberapa situs di internet, naskah-naskah teater Molière

BAB I PENDAHULUAN. Menurut beberapa situs di internet, naskah-naskah teater Molière 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut beberapa situs di internet, naskah-naskah teater Molière khususnya naskah Dom Juan masih sering dipentaskan hingga saat sekarang, padahal teater tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perempuan dengan pengertian sebagai tindakan atau serangan terhadap. menyebabkan penderitaan dan kesengsaraan.

BAB I PENDAHULUAN. perempuan dengan pengertian sebagai tindakan atau serangan terhadap. menyebabkan penderitaan dan kesengsaraan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Istilah kekerasan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai perbuatan seseorang atau sekelompok orang yang menyebabkan cedera atau matinya orang lain atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. film video laser setiap minggunya. Film lebih dahulu menjadi media hiburan

BAB I PENDAHULUAN. film video laser setiap minggunya. Film lebih dahulu menjadi media hiburan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Film adalah bentuk dominan dari komunikasi massa visual di belahan dunia. Lebih dari ratusan juta orang menonton film di bioskop, film televisi dan film video laser

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Kekerasan adalah perbuatan yang dapat berupa fisik maupun non fisik,

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Kekerasan adalah perbuatan yang dapat berupa fisik maupun non fisik, BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA Kekerasan adalah perbuatan yang dapat berupa fisik maupun non fisik, dilakukan secara aktif maupun dengan cara pasif (tidak berbuat), dikehendaki oleh pelaku, dan ada akibat yang

Lebih terperinci

MAKSUD DAN TUJUAN. Menganalisis sajak adalah usaha menangkap dan memberi makna kepada teks sajak.

MAKSUD DAN TUJUAN. Menganalisis sajak adalah usaha menangkap dan memberi makna kepada teks sajak. ANALISIS SEMIOTIKA MAKSUD DAN TUJUAN Menganalisis sajak adalah usaha menangkap dan memberi makna kepada teks sajak. Menganalisis sajak itu bertujuan memahami makna sajak SEMIOTIKA TOKOH SEMIOTIKA XXX PUISI

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA

BAB IV ANALISIS DATA BAB IV ANALISIS DATA A. Temuan Penelitian Film merupakan media komunikasi yang efektif untuk menyampaikan pesan sosial maupun moral kepada khalayak dengan tujuan memberikan informasi, hiburan, dan ilmu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga bahasa menjadi media sastra. Karya sastra muncul dalam bentuk ungkapan

BAB I PENDAHULUAN. sehingga bahasa menjadi media sastra. Karya sastra muncul dalam bentuk ungkapan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan sebuah bentuk seni yang dituangkan melalui bahasa, sehingga bahasa menjadi media sastra. Karya sastra muncul dalam bentuk ungkapan pribadi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu objek tertentu. Rene Wellek mengatakan bahwa sastra adalah institusi sosial

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu objek tertentu. Rene Wellek mengatakan bahwa sastra adalah institusi sosial BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Rumusan Masalah 1.1.1. Latar Belakang Sastra 1 merupakan curahan hati manusia berupa pengalaman atau pikiran tentang suatu objek tertentu. Rene Wellek mengatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Film merupakan salah satu media massa yang telah dikenal oleh hampir seluruh lapisan masyarakat. Melalui media televisi, film telah menjadi salah satu media massa yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perselingkuhan sebagai..., Innieke Dwi Putri, FIB UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Perselingkuhan sebagai..., Innieke Dwi Putri, FIB UI, Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra menggambarkan jiwa masyarakat. Karya sastra sebagai interpretasi kehidupan, melukiskan perilaku kehidupan manusia yang terjadi dalam masyarakat. Segala

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 41 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian Penelitian ini bersifat Interpretatif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif interpretatif yaitu suatu metode yang memfokuskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diabaikan karena Ijime dapat terjadi pada setiap orang, bahkan di negara-negara

BAB I PENDAHULUAN. diabaikan karena Ijime dapat terjadi pada setiap orang, bahkan di negara-negara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ijime atau penganiayaan merupakan fenomena sosial yang tidak dapat diabaikan karena Ijime dapat terjadi pada setiap orang, bahkan di negara-negara maju juga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Teori Semiotika Pragmatik (Charles Sanders Pierce)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Teori Semiotika Pragmatik (Charles Sanders Pierce) BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. Tinjauan Pustaka 2.1. Teori Semiotika Pragmatik (Charles Sanders Pierce) Istilah Semiotik yang dikemukakan pada akhir abad ke-19 oleh filsuf aliran pragmatik Amerika, Charles

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tindakan kekerasan yang terjadi di lingkungan masyarakat semakin

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tindakan kekerasan yang terjadi di lingkungan masyarakat semakin 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindakan kekerasan yang terjadi di lingkungan masyarakat semakin meresahkan. Dalam menyelesaikan suatu konflik atau permasalahan disertai dengan tindakan kekerasan.

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil pembahasan penelitian dalam skripsi ini, maka dapat

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil pembahasan penelitian dalam skripsi ini, maka dapat A. Kesimpulan BAB V PENUTUP Berdasarkan hasil pembahasan penelitian dalam skripsi ini, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. alur yang digunakan dalam kumpulan dongeng La Barbe Bleue, Les Fées,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial di sekitarnya (Iswanto

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial di sekitarnya (Iswanto BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra lahir di tengah-tengah masyarakat sebagai hasil imajinasi pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial di sekitarnya (Iswanto dalam

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. berdasarkan hasil penelitian dan analisis data yang telah diperoleh pada bab-bab

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. berdasarkan hasil penelitian dan analisis data yang telah diperoleh pada bab-bab BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Pada bab ini, penulis akan memberikan kesimpulan serta saran berdasarkan hasil penelitian dan analisis data yang telah diperoleh pada bab-bab sebelumnya. 5.1 Kesimpulan 5.1.1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Dewasa ini penyimpangan sosial di Indonesia marak terjadi dengan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Dewasa ini penyimpangan sosial di Indonesia marak terjadi dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dewasa ini penyimpangan sosial di Indonesia marak terjadi dengan munculnya berbagai konflik yang berujung kekerasan karena berbagai aspek seperti politik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. film memiliki realitas tersendiri yang memiliki dampak yang dapat membuat

BAB I PENDAHULUAN. film memiliki realitas tersendiri yang memiliki dampak yang dapat membuat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Konteks Penelitian Film merupakan suatu media komunikasi massa yang sangat penting untuk mengkomunikasikan tentang suatu realita yang terjadi dalam kehidupan sehari hari, film memiliki

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Paradigma Paradigma penelitian ini menggunakan pendekatan kritis melalui metode kualitatif yang menggambarkan dan menginterpretasikan tentang suatu situasi, peristiwa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berperan penting atau tokoh pembawa jalannya cerita dalam karya sastra.

BAB I PENDAHULUAN. berperan penting atau tokoh pembawa jalannya cerita dalam karya sastra. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra memuat perilaku manusia melalui karakter tokoh-tokoh cerita. Hadirnya tokoh dalam suatu karya dapat menghidupkan cerita dalam karya sastra. Keberadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seni lukis ini memiliki keunikan tersendiri dalam pemaknaan karyanya.

BAB I PENDAHULUAN. Seni lukis ini memiliki keunikan tersendiri dalam pemaknaan karyanya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seni lukis merupakan bagian dari seni rupa yang objek penggambarannya bisa dilakukan pada media batu atau tembok, kertas, kanvas, dan kebanyakan pelukis memilih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyampaikan gagasan-gagasan ataupun merefleksikan pandangannya terhadap

BAB I PENDAHULUAN. menyampaikan gagasan-gagasan ataupun merefleksikan pandangannya terhadap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan wadah yang digunakan oleh pengarang dalam menyampaikan gagasan-gagasan ataupun merefleksikan pandangannya terhadap berbagai masalah yang diamati

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. dan Eksploitasi Wanita dalam Novel The Lost Arabian Women karya Qanta A.

BAB II KAJIAN TEORI. dan Eksploitasi Wanita dalam Novel The Lost Arabian Women karya Qanta A. BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Penelitian yang Relevan Sebelumnya Kajian yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang telah dilakukan oleh Nikmawati yang berjudul Perlawanan Tokoh Terhadap Diskriminasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satunya adalah krisis multidimensi yang diderita oleh siswa sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN. Salah satunya adalah krisis multidimensi yang diderita oleh siswa sebagai sumber 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dunia pendidikan Indonesia saat ini kembali tercoreng dengan adanya tindak kekerasan yang dilakukan oleh para siswanya, khususnya siswa Sekolah Menengah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar belakang Amerika Serikat merupakan salah satu negara adidaya dunia, terlihat dari beberapa industri besar dari teknologi hingga perfilman. Industri perfilman Amerika merupakan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. produksi dan strukstur sosial. Pandangan kritis melihat masyarakat sebagai suatu

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. produksi dan strukstur sosial. Pandangan kritis melihat masyarakat sebagai suatu 35 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Paradigma Kritis Penelitian ini termasuk dalam kategori paradigma kritis. Paradigma ini mempunyai pandangan tertentu bagaimana media dan pada akhirnya informasi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pun mulai bebas mengemukakan pendapat. Salah satunya adalah kebebasan di bidang

BAB I PENDAHULUAN. pun mulai bebas mengemukakan pendapat. Salah satunya adalah kebebasan di bidang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Runtuhnya orde baru dan beralih menjadi era reformasi di Indonesia telah memberikan kebebasan, dalam arti wartawan bebas memberikan suatu informasi. Masyarakat pun

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra sebagai sebuah ungkapan pribadi pengarang berdasarkan kreativitas/ imajinasi pengarang. Sastra juga dapat dijadikan sebagai wadah seorang pengarang untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini sering kita dengar tentang banyaknya kasus kekerasan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini sering kita dengar tentang banyaknya kasus kekerasan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini sering kita dengar tentang banyaknya kasus kekerasan yang dilakukan dilingkungan institusi pendidikan yang semakin menjadi permasalahan dan menimbulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sastra adalah karya seni yang dikarang menurut standar bahasa. kata-kata yang indah dan gaya bahasa serta gaya cerita yang menarik,

BAB I PENDAHULUAN. Sastra adalah karya seni yang dikarang menurut standar bahasa. kata-kata yang indah dan gaya bahasa serta gaya cerita yang menarik, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah 1.1.1 Latar Belakang Sastra adalah karya seni yang dikarang menurut standar bahasa kesusastraan. Standar bahasa kesusastraan yang dimaksudkan adalah penggunaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bullying atau ijime adalah masalah umum di setiap generasi dan setiap

BAB I PENDAHULUAN. Bullying atau ijime adalah masalah umum di setiap generasi dan setiap BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bullying atau ijime adalah masalah umum di setiap generasi dan setiap negara. Di Jepang sendiri, ijime adalah sebuah fenomena sosial yang cukup serius. Yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan sebuah cerita fiksi atau rekaan yang dihasilkan lewat proses kreatif dan imajinasi pengarang. Tetapi, dalam proses kreatif penciptaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. proses saling tolong menolong dan saling memberi agar kehidupan kita. saling mencintai, menyayangi dan mengasihi.

BAB I PENDAHULUAN. proses saling tolong menolong dan saling memberi agar kehidupan kita. saling mencintai, menyayangi dan mengasihi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dunia ini kita sebagai manusia tidak bisa hidup dalam kesendirian, kita sebagai makhluk yang sosialis, tentunya membutuhkan proses saling tolong menolong

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 38 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Paradigma Penelitian pada hakikatnya merupakan suatu upaya untuk menemukan kebenaran atau untuk lebih membenarkan kebenaran. Usaha untuk mengejar kebenaran dilakukan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 19 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif, yaitu penelitian untuk menggambarkan sifat suatu keadaan yang sementara berjalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Drama hadir atas proses yang panjang dan tidak hanya terhenti sebagai

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Drama hadir atas proses yang panjang dan tidak hanya terhenti sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Drama hadir atas proses yang panjang dan tidak hanya terhenti sebagai seni pertunjukan, akan tetapi berlanjut dengan menunjukan fungsinya dalam kehidupan masyarakat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN 9 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka Untuk memperjelas dan memantapkan ruang lingkup permasalahan, sumber data, dan kerangka teoretis penelitian ini,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan gambaran hasil rekaan seseorang yang. memiliki unsur-unsur seperti pikiran, perasaan, pengalaman, ide-ide,

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan gambaran hasil rekaan seseorang yang. memiliki unsur-unsur seperti pikiran, perasaan, pengalaman, ide-ide, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan gambaran hasil rekaan seseorang yang dituangkan dalam bahasa. Kegiatan sastra merupakan suatu kegiatan yang memiliki unsur-unsur seperti pikiran,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hubungan antarmasyarakat, antara masyarakat dan seseorang, antarmanusia, dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hubungan antarmasyarakat, antara masyarakat dan seseorang, antarmanusia, dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra diciptakan oleh sastrawan untuk dinikmati, dipahami, dan dimanfaatkan oleh masyarakat. Sastrawan itu sendiri adalah anggota masyarakat, ia terikat

Lebih terperinci

12Ilmu. semiotika. Sri Wahyuning Astuti, S.Psi. M,Ikom. Sejarah semiotika, tanda dan penanda, macam-macam semiotika, dan bahasa sebagai penanda.

12Ilmu. semiotika. Sri Wahyuning Astuti, S.Psi. M,Ikom. Sejarah semiotika, tanda dan penanda, macam-macam semiotika, dan bahasa sebagai penanda. semiotika Modul ke: Sejarah semiotika, tanda dan penanda, macam-macam semiotika, dan bahasa sebagai penanda. Fakultas 12Ilmu Komunikasi Sri Wahyuning Astuti, S.Psi. M,Ikom Program Studi S1 Brodcasting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. massa sangat beragam dan memiliki kekhasan yang berbeda-beda. Salah satu. rubrik yang ada di dalam media Jawa Pos adalah Clekit.

BAB I PENDAHULUAN. massa sangat beragam dan memiliki kekhasan yang berbeda-beda. Salah satu. rubrik yang ada di dalam media Jawa Pos adalah Clekit. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Media massa merupakan bagian yang tidak terpisahkan di dalam masyarakat. Media massa merupakan bagian yang penting dalam memberikan informasi dan pengetahuan di dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Film dalam perspektif praktik sosial maupun komunikasi massa, tidak

BAB I PENDAHULUAN. Film dalam perspektif praktik sosial maupun komunikasi massa, tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Film dalam perspektif praktik sosial maupun komunikasi massa, tidak dimaknai sebagai ekspresi seni pembuatnya, tetapi melibatkan interaksi yang kompleks

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Film merupakan salah satu media komunikasi massa yang telah dikenal oleh hampir seluruh lapisan masyarakat. Pada era digital seperti sekarang, film dapat disaksikan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SUMENEP

PEMERINTAH KABUPATEN SUMENEP PEMERINTAH KABUPATEN SUMENEP PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMENEP NOMOR : 7 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMENEP

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Wanita merupakan topik pembicaraan yang terus dikupas di media masa

BAB I PENDAHULUAN. Wanita merupakan topik pembicaraan yang terus dikupas di media masa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Wanita merupakan topik pembicaraan yang terus dikupas di media masa dari abad ke abad. Tulisan awal tentang wanita dipelopori oleh Lady Mary Wortley Montagu

Lebih terperinci

BAB VII PENGHARGAAN TERHADAP HIDUP MANUSIA

BAB VII PENGHARGAAN TERHADAP HIDUP MANUSIA BAB VII PENGHARGAAN TERHADAP HIDUP MANUSIA 1 A. KEKERASAN DAN BUDAYA KASIH MATERI AGAMA KATOLIK XI 1 STANDAR KOMPETENSI 2 Memahami karya Yesus Kristus yang mewartakan Kerajaan Allah dan penerusannya oleh

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS YURIDIS UNDANG-UNDANG NO. 23 TAHUN 2004 TENTANG KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (UU PKDRT)

BAB IV ANALISIS YURIDIS UNDANG-UNDANG NO. 23 TAHUN 2004 TENTANG KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (UU PKDRT) BAB IV ANALISIS YURIDIS UNDANG-UNDANG NO. 23 TAHUN 2004 TENTANG KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (UU PKDRT) A. Penafsiran dan Ruang Lingkup Rumah Tangga Dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut tersebar di daerah-daerah sehingga setiap daerah memiliki kebudayaan yang berbeda-beda.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada hakekatnya, hidup manusia tidak bisa lepas dari bersastra. Kata sastra

BAB I PENDAHULUAN. Pada hakekatnya, hidup manusia tidak bisa lepas dari bersastra. Kata sastra BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada hakekatnya, hidup manusia tidak bisa lepas dari bersastra. Kata sastra sudah sangat erat dengan kehidupan dan kebudayaan manusia, karena dimanapun manusia

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian. Adapun jenis penelitiannya peneliti menggunakan jenis analisis semiotik dengan menggunakan model Charles Sander Pierce. Alasan peneliti menngunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring berjalannya waktu, dunia perfilman telah mengalami perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Seiring berjalannya waktu, dunia perfilman telah mengalami perkembangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring berjalannya waktu, dunia perfilman telah mengalami perkembangan yang pesat saat ini. Film juga telah memberikan manfaat bagi kehidupan masyarakat. Selain

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. karya sastra. Di zaman modern seperti sekarang ini, karya sastra sudah berkembang

BAB 1 PENDAHULUAN. karya sastra. Di zaman modern seperti sekarang ini, karya sastra sudah berkembang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra adalah suatu hal yang yang tidak bisa lepas dari diri seorang manusia, dalam pribadi setiap manusia pasti memiliki rasa cinta atau rasa ingin tahu terhadap

Lebih terperinci

1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam era globalisasi saat ini, terdapat suatu fenomena yang terjadi yaitu para pemilik modal berlomba-lomba menginvestasikan modal mereka guna mengincar keuntungan

Lebih terperinci

ILUSTRASI DONGENG KLASIK LITTLE RED RIDING HOOD

ILUSTRASI DONGENG KLASIK LITTLE RED RIDING HOOD BAB II ILUSTRASI DONGENG KLASIK LITTLE RED RIDING HOOD II.1. Pengertian Dongeng Dongeng menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008) merupakan cerita yang tidak benar-benar terjadi, terutama tentang kejadian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hal yang dikomunikasikan yang dapat dimengerti oleh kedua belah pihak.

BAB I PENDAHULUAN. hal yang dikomunikasikan yang dapat dimengerti oleh kedua belah pihak. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Komunikasi merupakan kebutuhan manusia yang sangat penting. Komunikasi dibutuhkan untuk memperoleh atau member informasi dari atau kepada orang lain. Kebutuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa manusia menemukan jati diri. Pencarian. memiliki kecenderungan untuk melakukan hal-hal diluar dugaan yang

I. PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa manusia menemukan jati diri. Pencarian. memiliki kecenderungan untuk melakukan hal-hal diluar dugaan yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa manusia menemukan jati diri. Pencarian tersebut direfleksikan melalui aktivitas berkelompok dan menonjolkan keegoannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan semiotik lazim dipakai oleh ilmuwan Amerika. Istilah tersebut

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan semiotik lazim dipakai oleh ilmuwan Amerika. Istilah tersebut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semiotik atau semiologi merupakan terminologi yang merujuk pada ilmu yang sama. Istilah semiologi lebih banyak digunakan di Eropa sedangkan semiotik lazim dipakai oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perubahan zaman yang semakin pesat ini membawa dampak ke berbagai

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perubahan zaman yang semakin pesat ini membawa dampak ke berbagai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perubahan zaman yang semakin pesat ini membawa dampak ke berbagai aspek kehidupan terutama dalam bidang pendidikan. Terselenggaranya pendidikan yang efektif

Lebih terperinci

Pedologi. Penganiayaan Anak dan Kekerasan dalam Rumah Tangga. Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog. Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi Psikologi

Pedologi. Penganiayaan Anak dan Kekerasan dalam Rumah Tangga. Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog. Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi Psikologi Modul ke: 13 Pedologi Penganiayaan Anak dan Kekerasan dalam Rumah Tangga Fakultas PSIKOLOGI Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id KEKERASAN TERHADAP ANAK Kekerasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sesuatu pertunjukan teater (Kamus Bahasa Indonesia: 212). Namun, dewasa ini

BAB I PENDAHULUAN. sesuatu pertunjukan teater (Kamus Bahasa Indonesia: 212). Namun, dewasa ini 1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Drama merupakan kisah utama yang memiliki konflik yang disusun untuk sesuatu pertunjukan teater (Kamus Bahasa Indonesia: 212). Namun, dewasa ini drama bukan hanya

Lebih terperinci

1. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR BAHASA INDONESIA SD/MI

1. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR BAHASA INDONESIA SD/MI SALINAN LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN NOMOR 24 TAHUN 2016 TENTANG KOMPETENSI INTI DAN PELAJARAN PADA KURIKULUM 2013 PADA PENDIDIKAN DASAR DAN PENDIDIKAN MENENGAH 1. KOMPETENSI INTI

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Metode merupakan alat pemecah masalah, mencapai suatu tujuan atau untuk mendapatkan sebuah penyelesaian. Dalam metode terkandung teknik yakni

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Negara Jepang adalah salah satu negara yang kerap dijadikan acuan dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Negara Jepang adalah salah satu negara yang kerap dijadikan acuan dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Jepang adalah salah satu negara yang kerap dijadikan acuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Akan tetapi, dibalik kemajuan teknologinya yang pesat

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 27 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN Dalam bagian metode penelitian, peneliti memaparkan mengenai (1) metode penelitian, (2) sumber data, (3) teknik penelitian, (4) definisi operasional. 3.1 Metode Penelitian

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain (Alwi, dkk 2003: 588).

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain (Alwi, dkk 2003: 588). BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apapun yang ada diluar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra dapat dikatakan bahwa wujud dari perkembangan peradaban

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra dapat dikatakan bahwa wujud dari perkembangan peradaban BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Karya sastra dapat dikatakan bahwa wujud dari perkembangan peradaban manusia sesuai dengan lingkungan karena pada dasarnya, karya sastra itu merupakan unsur

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nilai budaya yang dimaksud adalah nilai budaya daerah yang dipandang sebagai suatu

BAB I PENDAHULUAN. Nilai budaya yang dimaksud adalah nilai budaya daerah yang dipandang sebagai suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia terdiri dari beraneka ragam suku yang masing-masing suku tersebut memiliki nilai budaya yang dapat membedakan ciri yang satu dengan yang lainnya.

Lebih terperinci

2015 ANALISIS NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM NOVELET MONSIEUR IBRAHIM ET LES FLEURS DU CORAN (2001) KARYA ÉRIC-ÉMMANUEL SCHMITT

2015 ANALISIS NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM NOVELET MONSIEUR IBRAHIM ET LES FLEURS DU CORAN (2001) KARYA ÉRIC-ÉMMANUEL SCHMITT BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan salah satu produk manusia yang dibuat secara kreatif, baik bersifat rekaan maupun fakta yang dituangkan melalui bahasa. Bahasa merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra adalah karya lisan atau tertulis yang memiliki berbagai ciri keunggulan seperti keorisinilan, keartistikan, keindahan dalam isi dan ungkapannya (Sudjiman,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kreativitas imajinatif. Secara garis besar dibedakan atas sastra lisan dan tulisan, lama

BAB I PENDAHULUAN. kreativitas imajinatif. Secara garis besar dibedakan atas sastra lisan dan tulisan, lama 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra adalah berbagai bentuk tulisan, karangan, gubahan, yang didominasi oleh aspek-aspek estetis. Ciri utama yang lain karya sastra adalah kreativitas imajinatif.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra diciptakan oleh sastrawan untuk dinikmati dan dipahami serta dimanfaatkan oleh masyarakat pembaca. Karya sastra memberikan kesenangan dan pemahaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. imaginasi, pengamatan, dan perenungannya dalam bentuk karya sastra. Karya-karya

BAB I PENDAHULUAN. imaginasi, pengamatan, dan perenungannya dalam bentuk karya sastra. Karya-karya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra termasuk salah satu dari bentuk seni yang bermedium bahasa, baik lisan maupun tulisan. Melalui bahasa, pengarang dapat mengungkapkan imaginasi, pengamatan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak bisa menangani masalahnya dapat mengakibatkan stres. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. tidak bisa menangani masalahnya dapat mengakibatkan stres. Menurut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap orang memiliki permasalahan dalam hidupnya, dan mereka memiliki caranya masing-masing untuk menangani masalah tersebut. Ada orang yang bisa menangani masalahnya,

Lebih terperinci

PENGANIAYAAN TERHADAP ANAK DALAM KELUARGA

PENGANIAYAAN TERHADAP ANAK DALAM KELUARGA PENGANIAYAAN TERHADAP ANAK DALAM KELUARGA Oleh: Alva Nadia Makalah ini disampaikan pada Seminar Online Kharisma ke-3, dengan Tema: Kekerasan Pada Anak: Efek Psikis, Fisik, dan Tinjauan Agama Dunia Maya,

Lebih terperinci

PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA

PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA Disajikan dalam kegiatan pembelajaran untuk Australian Defence Force Staff di Balai Bahasa Universitas Pendidikan Indonesia di Bandung, Indonesia 10 September 2007

Lebih terperinci