Aktivitas Antihiperurisemia Ekstrak Etanol Herba Suruhan (Peperomia pellucida (L.) Kunth) Pada Mencit Jantan

Transkripsi

1 Aktivitas Antihiperurisemia Ekstrak Etanol Herba Suruhan (Peperomia pellucida (L.) Kunth) Pada Mencit Jantan Antihyperuricemic Activity of Ethanol Extract of Suruhan Herb (Peperomia pellucida (L.) Kunth) in Male Mice Irma Mariani br Tarigan 1, Saiful Bahri 1 * dan Awaluddin Saragih 2 1 Departemen Farmakologi Farmasi, Fakultas Farmasi, Universitas Sumatera Utara 2 Departemen Biologi Farmasi, Fakultas Farmasi, Universitas Sumatera Utara ABSTRAK Latar belakang: Pola makan yang tidak sehat dalam masyarakat yang sering mengkonsumsi protein hewani yang banyak mengandung purin tinggi, menyebabkan penyakit hiperurisemia semakin meningkat. Bila penyakit ini menyerang, penderita dapat mengalami siksaan nyeri, pembengkakan atau cacat persendian tangan dan kaki. Tanaman suruhan atau Peperomia pellucida (L.) Kunth, secara empiris telah digunakan dalam pengobatan asam urat oleh masyarakat. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek ekstrak etanol herba suruhan terhadap penurunan kadar asam urat pada mencit jantan yang diinduksi dengan kalium oksonat secara intraperitoneal. Metode penelitian: Uji efek penurunan kadar asam urat darah mencit dilakukan dengan cara menginduksi mecit dengan kalium oksonat, kemudian diberikan sediaan uji lalu di ukur kadarnya dengan alat pengukur kadar asam urat darah. Dosis ekstrak etanol herba suruhan yang diujikan yaitu 50, 100, dan 200 yang diberikan secara oral dengan pengamatan selang waktu 1 jam selama 5 jam. Sebagai kontrol positif digunakan allopurinol dosis 10 dan CMC 1% sebagai kontrol negatif. Masing-masing kelompok perlakuan terdiri dari 6 ekor mencit jantan. Data hasil pengujian dianalisis dengan metode analisis variansi (ANAVA), kemudian dilanjutkan dengan Post Hoc Duncan. Hasil: Hasil uji analisis menunjukkan bahwa efek penurunan kadar asam urat ekstrak etanol herba suruhan dosis 50 (24,35%) tidak berbeda signifikan dengan allopurinol dosis 10 (33,61%) dengan nilai signifikansi 0,450 (p>0,05). Kesimpulan: Disimpulkan bahwa ekstrak etanol herba suruhan mempunyai efek sebagai antihiperurisemia terhadap mencit. Kata kunci: ekstrak etanol herba suruhan; hiperurisemia; asam urat ABSTRACT Background: Unhealthy eating patterns in a society that often consume animal protein which contains high purine, cause hyperuricemia is increasing. When disease strikes, the patient may experience pain torture, swollen or deformed joints of the hands and feet. Suruhan or Peperomia pellucida (L.) Kunth has been used empirically in the treatment of uric acid by the community. Objective: To find out the effect of ethanol extract of suruhan herbs to decrease levels of uric acid in male mice induced by potassium oxonate intraperitoneally. Methods: The decreased of blood uric acid levels effect test is done by inducing mice with potassium oxonate then given the test preparation and measuring the levels with measure blood uric acid levels tool. Three dossages which tested were 50 mg/kg BW, 100 mg/kg BW and 200 mg/kg BW. All drugs and extracts were administered orally and observation with duration time in 1 hour during 5 hours. Allopurinol at dossage 10 mg/kg BW as positive control and carboxy methyl *Korespondensi penulis: saiful.bahri@usu.ac.id 37

2 cellulose 1% as negative control. Each treatment group consisted of 6 male mice. Test result were analyzed by the method of Analysis of Variance (ANAVA) followed by Post Hoc Duncan method. Results: Analysis of the test results indicate that the effect of decreasing the levels of uric acid ethanol extract of suruhan herb dose of 50 mg / kg BW (24.35%) did not give a significant differences with allopurinol dose of 10 mg / kg BW (33.61%) with a significance value is (p> 0.05). Conclusion: It is concluded that ethanol extract of suruhan herb has antihyperuricemic effects to the mice. Keywords: ethanol extract of suruhan herb; hiperuricemic; uric acid PENDAHULUAN Indonesia merupakan mega senter keragaman hayati dunia, dan menduduki urutan terkaya kedua di dunia setelah Brazil. Di Indonesia diperkirakan hidup sekitar spesies tumbuhan, dimana dari seluruh spesies tumbuhan tersebut, diketahui sekurang-kurangnya spesies tumbuhan berkhasiat sebagai tanaman obat dan kurang lebih 300 spesies yang baru digunakan sebagai bahan obat tradisional oleh industri obat tradisional (Depkes RI, 2007). Untuk itu perlu dilakukan pengembangan obat tradisional secara berkelanjutan dan terpadu sehingga kekayaan alam Indonesia dapat dimanfaatkan secara maksimal untuk meningkatkan pelayanan kesehatan masyarakat. Salah satu tumbuhan yang berkhasiat obat adalah suruhan (Peperomia pellucida (L.) Kunth) yang dewasa ini sering digunakan oleh masyarakat Desa Sumber Melati Diski, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara. Berdasarkan hasil survei yang dilakukan pada masyarakat di desa tersebut diperoleh informasi bahwa tumbuhan yang dikenal masyarakat dengan nama suruhan sudah sejak lama digunakan sebagai obat yaitu untuk mengobati beberapa penyakit seperti asam urat dan bisul (abses). Pola makan yang tidak sehat dalam masyarakat yang berprotein tinggi, terutama protein hewani yang banyak mengandung purin tinggi, menyebabkan penyakit hiperurisemia (kelebihan asam urat) semakin meningkat. Penumpukan kristal pada umumnya terjadi pada jaringan sekitar sendi, sehingga menimbulkan rasa nyeri di daerah tersebut. Penyakit akibat hiperurisemia dikenal sebagai gout atau penyakit pirai (Pribadi dan Ernawati, 2010). Gout merupakan diagnosis klinis sedangkan hiperurisemia adalah kondisi biokimiawi (Lyrawati, 2005). Umumnya untuk mengatasi penyakit hiperurisemia digunakan obatobat sintesis seperti allopurinol, namun dapat menimbulkan efek yang merugikan dan berbahaya seperti gangguan pada kulit, lambung, usus, gangguan darah (Sukandar, dkk., 2008), dan interstisial nefritis akut (Yu dan Barry, 2008). Untuk mengatasi hal tersebut, dikembangkan pengobatan alternatif menggunakan tanaman obat seperti suruhan. Beberapa hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa tanaman suruhan mempunyai potensi sebagai antiinflamasi (Wijaya dan Monica, 2004), memiliki efek antipiretik (Khan, et al., 2007), antimikroba dan anti kanker (Wei, et al., 2011), dan memiliki efek analgetik (Mulyani, 2011). Penelitian Lestari (2010), diketahui bahwa herba suruhan mengandung senyawa kimia golongan glikosida, falavonoid, tanin dan steroid/triterpenoid. Berdasarkan uraian di atas, maka perlu dilakukan uji efek ekstrak etanol herba suruhan terhadap penurunan kadar asam urat pada mencit jantan yang diinduksi dengan potassium oxonate dosis

3 METODE PENELITIAN Hewan percobaan yang di gunakan dalam penelitian ini adalah mencit putih jantan dengan berat g sebanyak 30 ekor. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah larutan suspensi CMC Na 1%, potassium oxonate, aqua pro injeksi, ekstrak etanol herba suruhan, allopurinol. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah neraca hewan, oral sonde, stopwatch, spuit 1 ml, alat pengukur kadar asam urat Nesco. Prosedur Percobaan: Sebelum pengujian mencit dipuasakan selama 18 jam (tidak makan tetapi tetap di beri minum). Hewan dikelompokkan ke dalam 5 kelompok, yang masing-masing kelompok terdiri dari 6 ekor mencit. Kemudian masing-masing mencit dalam kelompok ditimbang dan diberi tanda pada bagian ekor. Tiap kelompok diukur kadar asam urat puasa dengan meneteskan darah yang berasal dari vena ekor mencit pada test strip, tunggu beberapa detik sampai darah merata pada zona reaksi dengan otomatis. Dalam 6 detik, kadar asam urat dalam darah mencit akan tampil pada layar alat. Kemudian mencit diinjeksikan dengan potassium oxonat dosis 200 mg/kg secara intraperitoneal (i.p.). Satu jam kemudian diukur kadar asam urat darah mencit. Setelah diukur kadar asam uratnya masing-masing mencit diberi perlakuan sebagai berikut: a) Kelompok I : Diberikan suspensi CMC 1% b) Kelompok II : Diberikan suspensi allopurinol dosis 10 c) Kelompok III : Diberikan suspensi EEHS dosis 50 d) Kelompok IV : Diberikan suspensi EEHS dosis 100 e) Kelompok V : Diberikan suspensi EEHS dosis 200 Satu jam kemudian diukur kadar asam urat darah mencit, lalu diukur kembali setelah 2 jam, 3 jam, dan 4 jam dengan cara yang sama. HASIL DAN PEMBAHASAN Setelah dilakukan orientasi dengan variasi dosis suspensi ekstrak etanol herba suruhan (EEHS) 50, 100, 200, dan 400, dipilih dosis yang memberikan efek penurunan kadar asam urat optimum yaitu dengan nilai penurunan kadar asam urat mendekati nilai penurunan kadar asam urat suspensi allopurinol dengan dosis 10 sebagai pembanding. Dosis EEHS yang dipilih adalah 50, 100 dan 200, karena ketiga dosis tersebut memberikan efek yang paling baik dibandingkan dosis yang lainnya. Selanjutnya dilakukan percobaan untuk masing-masing kelompok, dimana setiap kelompok diulangi sebanyak 6 kali. Potassium oxonate digunakan sebagai penginduksi hiperurisemia, dimana potassium oxonate menghambat enzim uricase yang mengubah asam urat menjadi alantoin sehingga kadar asam urat dalam darah meningkat (Mazzali, et al., 2001). Hasil pengukuran rata-rata kadar asam urat mencit untuk setiap kelompok dapat dilihat pada Tabel 1 dan untuk grafik kadar asam urat rata-rata mencit setelah perlakuan dapat dilihat pada Gambar 1. Tabel 1. Kadar asam urat rata-rata mencit setelah perlakuan (n=6) Kelompok CMC 1% Allopurinol Dosis 10 Rata-rata kadar asam urat puasa SD (mg/dl) 1,22 0,15 1,15 0,12 Rata-rata kadar asam urat setelah pemberian potassium oxonate SD (mg/dl) 1 2,27 0,49 2,92 0,68 2 3,52 0,68 2,55 0,93 3 4,22 1,81 1,8 0,93 4 4,4 1,93 1,58 0, ,22 1,58 0,40 39

4 EEHS dosis 50 EEHS dosis 100 EEHS dosis 200 1,22 0,12 1,55 0,62 1,4 0,36 4 1,19 3,98 0,68 4,03 0,96 3,53 1,58 3,62 1,80 3,87 1,36 2,95 0,99 2,53 0,66 2,78 1,45 2,82 0,98 2,43 0,72 2,2 0,96 2,82 0,98 2,05 0,66 2,05 0,83 ekstrak yang diuji menunjukkan adanya penurunan kadar asam urat. Pada jam ke-1, suspensi CMC 1%, suspensi allopurinol 10, suspensi EEHS 50, suspensi EEHS 100, dan suspensi EEHS 200, kadar asam urat mengalami kenaikan. Hal ini disebabkan potassium oxonate telah bekerja menghambat enzim uricase sehingga kadar asam urat di dalam darah mencit meningkat. Dan suspensi Allopurinol 10, suspensi EEHS 50, suspensi EEHS 100, suspensi EEHS 200 belum diberikan pada hewan uji. Pada jam ke-2, ke-3, ke-4 dan ke-5 kelompok yang diberikan suspensi allopurinol 10, suspensi EEHS 50, suspensi EEHS 100 mg/kg, suspensi EEHS 200 memberikan efek penurunan kadar asam urat, kelompok yang diberikan suspensi CMC 1% tidak memberikan efek penurunan kadar asam urat (kadar asam urat tetap meningkat). Untuk melihat kekuatan ekstrak etanol herba suruhan dan allopurinol dalam menurunkan kadar asam urat, dihitunglah % penurunan kadar asam urat. Hasil perhitungan rata-rata % penurunan kadar asam urat yang diperoleh dari setiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 2 dan untuk grafik rata-rata % penurunan kadar asam urat yang diperoleh dari setiap perlakuan dapat dilihat pada Gambar 2 yang tertera dibawah ini. Gambar 1. Grafik kadar asam urat ratarata mencit setelah perlakuan Tabel 2. Rata-rata persen penurunan kadar asam urat yang diperoleh dari setiap perlakuan Pada grafik di atas dapat dilihat bahwa ekstrak memiliki efek terhadap penurunan kadar asam urat, hal ini dapat dilihat dengan membandingkannya dengan pemberian suspensi CMC 1%, dimana pada pemberian suspensi CMC 1% kadar asam urat terus meningkat sedangkan pada Kelompok Rata-rata % penurunan kadar asam urat setelah pemberian sediaan uji

5 Allopurinol Dosis 10 mg/kg EEHS dosis 50 mg/kg EEHS dosis 100 mg/kg EEHS dosis 200 mg/kg 13,51 34,64 43,15 43,15 13,98 24,99 29,22 29,18 8,88 34,81 37,52 47,60 2,31 29,63 45,18 48,96 Gambar 2. Grafik rata-rata persen penurunan kadar asam urat yang diperoleh dari setiap perlakuan Pada jam ke-1 setelah pemberian suspensi EEHS dan allopurinol, suspensi EEHS dosis 50 memberikan efek penurunan kadar asam urat yang sama dengan suspensi allopurinol dosis 10. EEHS dosis 100 dan suspensi EEHS dosis 200 memberikan efek penurunan kadar asam urat yang lebih lemah dari allopurinol dosis 10. Pada jam ke-2 setelah pemberian suspensi EEHS dan allopurinol, suspensi EEHS dosis 100 memberikan efek penurunan kadar asam urat yang sama dengan suspensi allopurinol dosis 10. EEHS dosis 200 dan suspensi EEHS dosis 50 memberikan efek penurunan kadar asam urat yang lebih lemah dari suspensi allopurinol dosis 10. Pada jam ke-3 setelah pemberian suspensi EEHS dan allopurinol, suspensi EEHS dosis 200 memberikan kuat dibandingkan dengan suspensi allopurinol dosis 10. EEHS dosis 100 dan suspensi EEHS dosis 50 memberikan lemah dari suspensi allopurinol dosis 10. Pada jam ke-4 setelah pemberian suspensi EEHS dan allopurinol, suspensi EEHS dosis 200 dan suspensi EEHS dosis 100 memberikan kuat dibandingkan dengan suspensi allopurinol dosis 10. EEHS dosis 50 memberikan lemah dari suspensi allopurinol dosis 10. Data persen penurunan kadar asam urat dianalisa secara statistik dengan metode ANAVA lalu dilanjutkan dengan uji Post Hoc Duncan untuk % penurunan rata-rata stiap jam setelah pemberian suspensi ekstrak etanol herba suruhan dan allopurinol. Pada uji Duncan rata-rata persen penurunan kadar asam urat stiap jam terlihat bahwa antara perlakuan suspensi EEHS dosis 50, suspensi EEHS dosis 200, suspensi EEHS dosis 100 dan suspensi allopurinol dosis 10 menunjukkan persen penurunan kadar asam urat yang tidak berbeda signifikan, dengan nilai signifikansi 0,450 (p>0,05). Persen penurunan kadar asam urat stiap 41

6 jam dari suspensi EEHS dosis 50 mg/kg yaitu 24,35%, suspensi EEHS dosis 200 yaitu 31,52%, suspensi EEHS dosis 100 yaitu 32,20% dan suspensi Allopurinol dosis 10 mg/kg yaitu 33,61%. Berdasarkan hasil uji statistik diatas dapat disimpulkan bahwa suspensi EEHS dosis 50 memiliki efek penurunan kadar asam urat yang sama dengan suspensi allopurinol dosis 10. Sementara efek yang ditunjukkan oleh suspensi EEHS dosis 100 dan suspensi EEHS dosis 200 tidak lebih baik dibandingkan dengan dosis 50. Sehingga dapat disimpulkan bahwa EEHS dosis 50 memiliki efek penurunan kadar asam urat yang lebih baik. Peningkatan dosis obat seharusnya akan meningkatkan respon yang sebanding dengan dosis yang ditingkatkan, namun dengan meningkatnya dosis peningkatan respon pada akhirnya akan menurun, karena sudah tercapai dosis yang sudah tidak dapat meningkatkan respon lagi (Bourne dan Zastrow, 2001). Hal ini sering terjadi pada obat bahan alam, karena komponen senyawa yang dikandungnya tidaklah tunggal melainkan terdiri dari berbagai macam senyawa kimia, dimana komponen komponen tersebut saling bekerja sama untuk menimbulkan efek. Namun dengan peningkatan dosis, jumlah senyawa kimia yang dikandung semakin banyak, sehingga terjadi interaksi merugikan yang menyebabkan menurunnya efek. Jumlah reseptor yang terbatas juga membatasi efek yang ditimbulkan, karena tidak semua obat dapat berikatan dengan reseptor sehingga walaupun dosis ditingkatkan, respon tidak bertambah. Berdasarkan penelitian Lestari (2010), diketahui bahwa herba suruhan mengandung senyawa kimia golongan glikosida, flavonoid, tanin dan steroid/triterpenoid. Diduga flavonoid yang terkandung pada tumbuhan inilah yang memberikan efek penurunan kadar asam urat dari herba suruhan tersebut. Kemampuan senyawa tersebut dalam menurunkan asam urat adalah dengan mekanisme hambatan terhadap aktivitas xantin oksidase pada basa purin sehingga akan menurunkan produksi asam urat (Azmi, 2010). Efek samping yang sering timbul akibat pemakaian obat-obat sintesis dihindari dengan penggunaan ekstrak yang terdiri dari berbagai macam komponen senyawa kimia, yang diharapkan interaksi antar komponen-komponen tersebut dapat meniadakan efek samping. KESIMPULAN Ekstrak etanol herba suruhan dapat menurunkan kadar asam urat. Dosis 50 yang diberikan per oral pada mencit jantan memberikan efek penurunan kadar asam urat yang tidak berbeda signifikan dengan allopurinol dosis 10 (p>0,05) pada mencit yang diinduksi dengan potasium oxonate dosis 200 mg/kg. DAFTAR PUSTAKA Azmi, U. (2010). Efek Ekstrak Etanol Daging Buah Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl.) Terhadap Penurunan Kadar Asam Urat Pada Mencit Putih Jantan yang Diinduksi Potasium Oxonate. Skripsi. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surkarta. Bourne dan Zastrow. (2001). Reseptor dan Farmakodinamika Obat. Dalam: Farmakologi Dasar dan Klinik. Editor: Katzung, B.G. Penerjemah: Dripa Sjabana. Buku I. Edisi 8. Jakarta: Penerbit Salemba Medika. Hal. 23. Depkes RI. (2007). Kotranas. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal

7 Khan, A., Rahman, M., dan Islam, S. (2007). Antipyretic Activity of Peperomia pellucida Leaves in Rabbit. Turk J Biol. 32(1): Lestari, P. (2010). Karakterisasi Simplisia Dan Isolasi Senyawa Triterpenoida/Steroida Dari Herba Suruhan (Peperomiae pellucidae herba). Skripsi. Medan: Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara. Lyrawati, D. (2005). Gout Farmakologi. Diakses tanggal 18 Juni /11/gout_obat_hosppharm.pdf. Mazzali, M., Kanellis, J., Han, L., Feng, L., Yang, X.L., Chen, Q., Duk, H.K., Katherine, L., Gordon, W.S., Nakagawa, T., Hui Y.L., dan Richard J.J. (2001). Hyperuricemia Induces A Primary Renal Arteriolopathy in Rats By A Blood Pressureindependent Mechanism. Division of Nephrology, Baylor College of Medicine, Houston, Texas. Diakses tanggal 02 Juli med/ Wei, S.L., Wee, W., Siong, J.Y.F., dan Syamsumir, D.F. (2011). Characterization of Anticancer, Antimicrobial, Antioxidant Properties and Chemical Compositions of Peperomia pellucida Leaf Extract. Diakses tanggal 29 Juni iles/pdf/_/19482.pdf. Wijaya, S., dan Monica, S.W. (2004). Uji Efek Antiinflamasi Ekstrak Herba Suruhan (Peperomia pellucida L. Kunth) Pada Tikus Putih Jantan. Berk. Penel. Hayati. 9(1): Yu, A.S.L., dan Barry, M.B. (2008). Tubulo Interstitial Diseases of The Kidney. Dalam: Harrison s Principles of Internal Medicine. Editor: Fauci, A.S., et al. Edisi 17. Volume 2. United States of America: Mc Graw-Hill Companies, Inc. Hal Mulyani, D. (2011). Uji Efek Analgetik Herba Suruhan (Peperomia pellucida) Pada Mencit Putih Betina. Scientia. 1(2): Pribadi, F.W., dan Ernawati, D.A. (2010). Efek Catechin Terhadap Kadar Asam Urat, C-Reaktive Protein(CRP) dan Malondialdehid Darah Tikus Putih (Rattus norvegicus) Hiperurisemia. Mandala of Health. 4(1): Sukandar, E.Y., Andrajati,R., Sigit, J.I., Adnyana, I.K., Setiadi, A.P., dan Kusnandar. (2008). ISO Farmakoterapi. Jakarta: PT. ISFI Penerbitan. Halaman 655,