STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PENANGKAPAN KAPAL OLEH KAPAL POLISI BAB I PENDAHULUAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PENANGKAPAN KAPAL OLEH KAPAL POLISI BAB I PENDAHULUAN"

Transkripsi

1 KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT DIREKTORAT KEPOLISIAN PERAIRAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PENANGKAPAN KAPAL OLEH KAPAL POLISI 1. Umum BAB I PENDAHULUAN a. Sebagaimana diketahui bahwa dalam setiap upaya penegakan hukum selalu disertai atau dilakukan upaya penangkapan terhadap para pelaku Tindak Pidana tersebut, demikian pula terhadap Tindak Pidana yang terjadi di wilayah perairan juga dilakukan penangkapan namun bukan hanya terhadap manusia atau orang sebagaimana lazimnya terjadi di darat melainkan juga terhadap kapal atau alat angkut di laut. b. Terhadap kapal yang diduga telah, sedang atau akan melakukan Tindak Pidana di wilayah perairan, dilakukan penindakan oleh Kapal Polisi yang melaksanakan tugas di wilayah tersebut. c. Berbagai faktor dapat mempengaruhi jalannya suatu proses penangkapan kapal oleh Kapal Polisi mulai kondisi alam atau cuaca, ukuran kapal serta situasi dan kondisi tempat atau wilayah terjadinya penangkapan. Faktor faktor tersebut berakibat pada timbulnya suatu keadaan yang membahayakan bagi awak Kapal Polisi yang bertugas. d. Agar Kapal Polisi dapat melaksanakan tugas dengan baik dalam melakukan upaya penangkapan dengan tidak melupakan faktor faktor yang dapat membahayakan bagi keselamatan awak Kapal Polisi tersebut, maka perlu disusun suatu Standart Operasional Prosedur sebagai pedoman dalam melaksanakan penangkapan kapal. e. 5 (lima) Pilar utama sesuai yang sampaikan oleh Bapak Presiden Republik Indonesia yaitu: 1 Kita harus membangun kembali budaya maritim dengan 17 (tujuh belas) ribu pulau, kita harus mampu mengelola wilayah perairan untuk kesejahteraan dan 2 Kita jaga

2 2 2 Kita jaga dan kelola sumber daya laut dengan fokus membangun keamanan laut/ perairan, melalui industri perikanan dengan menempatkan nelayan sebagai pilar utama. 3 Memberi prioritas pada pengembangan infrastruktur dan konektivitas maritim dengan membangun tol laut, deep seaport, logistik, industri perkapalan dan pariwisata maritim 4 Melalui diplomasi maritim guna mengajak mitra-mitra indonesia bekerja sama dibidang kelautan, dengan menghilangkan sumber konflik dilaut seperti pencurian ikan, perompakan, pencemaran laut dan sengketa wilayah 5 Sebagai negara yang menjadi titik tumpu dua samudra, indonesia mempunyai kewajiban membangun kekuasaan maritim guna menciptakan keutuhan kedaulatan demi menjaga kekayaan maritim indonesia. 2. Dasar a. Undang Undang Nomor 6 tahun 1996 tentang Perairan Indonesia c. Undang Undang Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara RI. d. Undang Undang Nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran. e. Peraturan Kapolri Nomor 22 Tahun 2010 tanggal 28 September 2010 tentang susunan organisasi dan tata kerja pada tingkat Kepolisian Daerah. 3. Maksud dan Tujuan a. Maksud Standart Operasional Prosedur (SOP) ini disusun dengan maksud untuk memberikan kejelasan bagi para awak Kapal Polisi yang melaksanakan tugas patroli. b. Tujuan Agar dijadikan pedoman dalam melaksanakan tugas oleh para awak Kapal Polisi terutama dalam melakukan penangkapan terhadap kapal yang diduga telah dan akan melakukan Tindak Pidana di perairan. 4. Ruang Lingkup Ruang lingkup prosedur tetap ini terbatas pada pelaksanaan tugas penangkapan terhadap kapal yang diduga telah, sedang dan akan melakukan Tindak Pidana di perairan 5. Pengertian..

3 3 5. Pengertian a. Kapal Polisi Kapal Polisi adalah kapal Negara dengan identitas tertentu yang digunakan Polri untuk melaksanakan patroli perairan guna mencegah terjadinya Tindak Pidana di perairan serta menjaga dan memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat perairan. b. Kapal Kapal adalah kendaraan air dengan bentuk dan jenis tertentu yang digerakkan dengan tenaga angin, tenaga mekanik, energi lainnya, ditarik atau ditunda, termasuk kendaraan yang berdaya dukung dinamis, kendaraan dibawah permukaan air, serta alat apung dan bangunan terapung yang dapat berpindah pindah. c. Penangkapan Penangkapan adalah suatu tindakan penyidik pengekangan sementara waktu kebebasan kapal dan awaknya apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan penyidikan atau penuntutan atau peradilan dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang undang. d. Awak Kapal Awak kapal adalah orang yang bekerja atau dipekerjakan diatas kapal oleh pemilik atau operator kapal untuk melakukan tugas diatas kapal sesuai dengan jabatannya yang tercantum dalam buku Sijil. e. Patroli Perairan Patroli Perairan adalah suatu bentuk kegiatan bergerak dari suatu tempat ke tempat tertentu yang dilakukan oleh anggota Polri dengan menggunakan kapal guna mencegah terjadinya suatu tindak kriminal, memberikan rasa aman, perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat di wilayah perairan. f. Bahaya..

4 4 f. Bahaya Bahaya adalah suatu situasi dan kondisi atau keadaan di suatu tempat atau lokasi yang dapat menimbulkan suatu akibat timbulnya kerugian baik itu berupa harta maupun jiwa. g. SOP Standart Operasional Prosedur adalah pedoman atau acuan untuk melaksanakan tugas pekerjaan sesuai dengan Fungsi dan alat penilaian kinerja instansi pemerintah berdasarkan indikator-indikator teknis. Administratif dan procedural sesuai dengan tata kerja dan system kerja pada unit kerja yang bersangkutan. 6. Tata Urut I. PENDAHULUAN II. KEADAAN BAHAYA III. CARA BERTINDAK IV. PELAKSANAAN PATROLI V. TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB VI. PENUTUP BAB II KEADAAN BAHAYA Yang dimaksud dengan keadaan bahaya dalam SOP ini adalah suatu situasi dan kondisi atau keadaan di suatu tempat atau lokasi yang dapat menimbulkan suatu akibat timbulnya kerugian baik itu berupa harta maupun jiwa yang dihadapi oleh awak Kapal Polisi yang sedang menjalankan tugas patroli dan melakukan upaya penangkapan terhadap kapal yang diduga telah dan akan melakukan Tindak Pidana di perairan. Adapun keadaan bahaya yang mungkin timbul dan dihadapi oleh awak Kapal Polisi adalah sebagai berikut : 1. Keadaan..

5 5 1. Keadaan bahaya akibat alam atau cuaca Keadaan bahaya akibat alam atau cuaca sangat sering dihadapi oleh awak Kapal Patroli Polisi dalam melaksanakan tugas patroli untuk mencegah terjadinya Tindak Pidana di perairan dan memelihara serta menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat di perairan. Indonesia yang berada di posisi strategis yaitu di antara 2 benua dan 2 samudera adalah negara yang beriklim tropis dan memiliki 2 musim saja, musim panas atau kemarau dan musim hujan. Situasi atau cuaca yang berpengaruh terhadap perairan belakangan ini sangat sulit diprediksi, pengaruh global warming terhadap cuaca sangat besar sehingga sering sekali terjadi perubahan cuaca yang berakibat gelombang besar dan timbulnya badai yang mengganggu dunia pelayaran. 2. Keadaan bahaya akibat situasi dan kondisi di wilayah penangkapan Keadaan bahaya yang diakibatkan oleh situasi dan kondisi di wilayah penangkapan bukanlah suatu keadaan bahaya yang sering dihadapi oleh awak Kapal Polisi sebagaimana keadaan bahaya yang diakibatkan cuaca. Biasanya situasi bahaya ini timbul dari adanya penolakan atau perlawanan yang diberikan oleh awak kapal yang akan ditangkap atau kelompok tertentu baik itu sesama kapal dan atau masyarakat di daerah atau wilayah penangkapan. Adapun bentuk bentuk perlawanan tersebut antara lain : a. Beradu argument. b. Tidak mau berhenti. c. Berhenti tetapi tidak mau diperiksa dan memperlihatkan dokumen. d. Melakukan penembakan atau melempar bom molotov. e. Mengepung dengan menggunakan kapal. III CARA...

6 6 BAB III CARA BERTINDAK Untuk menghadapi keadaan bahaya sebagaimana telah diuraikan diatas maka diperlukan suatu cara bertindak yang menjadi pegangan bagi para Komandan Kapal Polisi dalam melaksanakan tugas terutama dalam melakukan upaya penangkapan. Adapun cara bertindak tersebut sangat tergantung dengan keadaan bahaya yang dihadapi. Antara lain sebagai berikut : 1. Menghadapi keadaan bahaya akibat keadaan alam atau cuaca a. Bila kapal berada di pangkalan atau pelabuhankomandan Kapal Polisi bila mendapat perintah atau informasi tentang adanya kapal yang diduga telah atau akan melakukan Tindak Pidana di perairan namun cuaca buruk dan tidak memungkinkan melaut maka Komandan Kapal Polisi wajib melakukan : 1) Menganalisa situasi dapat atau tidaknya dilakukan upaya penangkapan. 2) Melaporkan kepada pimpinan bahwa keadaan tidak memungkinkan untuk melaut. 3) Membuat laporan tertulis tentang alasan tidak melaksanakan tugas atau melaut akibat cuaca buruk. 4) Walaupun berada di pangkalan atau pelabuhan Komandan Kapal wajib memperhitungkan keamanan kapal dan segera memindahkannya ke tempat lain bila tidak aman. b. Bila kapal dalam perjalanan Komandan Kapal Polisi bila dalam pelaksanaan tugasnya di perjalanan mendapati keadaan bahaya akibat cuaca buruk sementara ada perintah atau informasi tentang adanya kapal yang diduga telah atau akan melakukan Tindak Pidana maka Komandan Kapal Polisi wajib : 1) Menganalisa situasi dapat atau tidaknya melanjutkan perjalanan dalam upaya penangkapan. 2) melaporkan...

7 7 2) Melaporkan kepada pimpinan tentang situasi yang dihadapi dan memberikan alasan dan saran 3) Membuat laporan tertulis tentang alasan tidak melanjutkan perjalanan dalam rangka melaksanakan tugas akibat cuaca buruk. 4) Segera melakukan briefing dengan awak kapal lainnya untuk menetukan atau mengambil keputusan demi keselamatan kapal dan awaknya seperti berlindung di balik pulau, sandar di pelabuhan terdekat dll. 2 Menghadapi keadaan bahaya akibat situasi dan kondisi di wilayah penangkapan. a. Negosiasi. Bila dalam pelaksanaan tugasnya Kapal Polisi menemukan kapal yang diduga telah, sedang melakukan dan atau akan melakukan Tindak Pidana serta harus dilakukan upaya penangkapan tetapi mendapatkan perlawanan atau penolakan maka cara bertindak pertama yang harus dilakukan adalah negosiasi. Dalam melakukan negosiasi harus diperhatikan : 1) Komandan Kapal Polisi harus segera menganalisa situasi dan kondisi perairan saat itu serta melakukan penilaian terhadap awak kapal yang akan ditangkap untuk mengetahui kemungkinan dapat dilakukan upaya negosiasi. 2) Komandan Kapal Polisi setelah menganalisa dan menilai serta memutuskan dilakukan upaya negosiasi selanjutnya mengambil tindakan untuk dapat melakukan komunikasi dengan nakhoda kapal yang ditangkap. 3) Tindakan ini dapat diawali dengan memberikan isyarat atau himbauan dengan pengeras suara agar kapal tersebut berhenti atau mendekat ke Kapal Polisi. 4) Dalam komunikasi dengan nakhoda kapal setiap Komandan Kapal Polisi wajib menyampaikan hal hal terkait perundang undangan atau peraturan yang telah dilanggar sebagai alasan atau dasar dilakukannya penangkapan. Dengan demikian diharapkan nakhoda dapat mengerti dan menerima dengan baik dan tidak melakukan penolakan atau perlawanan. 5) dalam...

8 8 5) Dalam menyampaikan atau menjelaskan alasan atau dasar penangkapan Komandan Kapal Polisi harus memperhatikan bahasa yang digunakan tidak kasar dan menyinggung, tidak bersikap arogan, mampu mengontrol emosi dan memberikan opsi atau pilihan yang menguntungkan bagi kedua pihak. 6) Pelaksanaan negosiasi dapat menggunakan radio komunikasi, pengeras suara maupun secara langsung atau tatap muka. b. Melarikan kapal tangkapan Penolakan atau perlawanan terhadap upaya penangkapan yang dilakukan oleh Kapal Polisi bukan hanya dilakukan oleh kapal yang diduga telah, sedang dan atau akan melakukan Tindak Pidana tetapi dapat juga dilakukan oleh kapal kapal lain atau masyarakat yang merasa dirugikan sehingga timbul keinginan menyelesaikan masalah dengan cara mereka sendiri. Dalam situasi yang demikian Komandan Kapal Polisi segera melakukan tindakan : 1) Negosiasi, tentunya dengan mengikuti tahap tahap pelaksanaannya sebagaimana telah disampaikan diatas. Perbedaannya hanya pihak yang diajak bernegosiasi pada situasi ini bukan dari pihak kapal yang ditangkap melainkan dari pihak kapal atau masyarakat yang merasa dirugikan. 2) Sebelum memulai negosiasi Komandan Kapal Polisi menempatkan posisi kapal tangkapan pada posisi aman dan strategis dengan tujuan apabila terjadi sesuatu hal buruk dapat menyelamatkan diri. Sedangkan posisi Kapal Polisi juga mengatur posisi yang menguntungkan baik untuk melindungi kapal tangkapan maupun Kapal Polisi sendiri. 3) Apabila negosiasi yang dilakukan oleh Komandan Kapal Polisi dengan pihak kapal atau masyarakat yang merasa dirugikan berjalan alot dan mereka tetap memaksakan kehendak, maka Komandan Kapal Polisi harus segera melakukan antisipasi terhadap timbulnya atau terjadinya tindakan anarkis dengan memerintahkan awak Kapal Polisi segera bersiaga melakukan pengamanan terhadap kapal tangkapan dan Kapal Polisi. 4) untuk...

9 9 4) Untuk pengamanan kapal tangkapan Komandan Kapal Polisi melakukan tindakan dengan menempatkan awak Kapal Polisi di kapal tangkapan dengan bersenjata lengkap dan amunisi sesuai kebutuhan, memerintahkan awak Kapal Polisi yang berada di kapal tangkapan segera menggerakan kapal untuk mulai menjauh dari lokasi penangkapan secara perlahan. 5) Untuk pengamanan Kapal Polisi maka Komandan Kapal Polisi segera memerintahkan awaknya bersiaga dengan segera menggunakan perlengkapan termasuk senjata dengan amunisinya dan menempatkan diri pada posisi untuk melindungi kapal apabila pihak kapal dan masyarakat yang merasa dirugikan mulai melakukan tindakan yang menjurus anarkis, maka Komandan Kapal Polisi segera memerintahkan awak Kapal Polisi yang berada di kapal tangkapan segera melarikan kapal tangkapan menuju pangkalan terdekat, sedangkan Kapal Polisi menjauhi lokasi sambil melindungi diri dan menghambat kapal yang akan berbuat anarkis. c. Melepaskan kapal tangkapan Kapal Polisi dalam pelaksanaan tugasnya terkadang menjumpai kelompok kapal yang telah, sedang dan atau akan melakukan Tindak Pidana. Upaya penangkapan hanya dapat dilakukan terhadap salah satu kapal dari kelompok kapal tersebut. Sehingga seringkali mendapat penolakan dan perlawanan dari kapal kapal yang tergabung dalam kelompok tersebut. Dalam menghadapi situasi yang demikian, maka Komandan Kapal Polisi mengambil tindakan : 1) Langkah pertama Komandan Kapal Polisi tetap diwajibkan melakukan upaya negosiasi dengan perwakilan dari kelompok kapal tersebut sebagai upaya awal, dengan tetap mengikuti tahap tahap yang sudah ditentukan. 2) Apabila negosiasi tidak ditemukan titik temu, masing masing pihak tetap mempertahankan pendapat dan kehendak sehingga tidak ada solusi maka Komandan Kapal Polisi menganalisa dan memutuskan apakah dapat meneruskan upaya penangkapan dengan cara melarikan kapal tangkapan. 3) apabila...

10 10 3) Apabila cara melarikan kapal tangkapan mendapatkan reaksi yang diprediksi dapat menjadi anarkis dan menurut analisa serta penilaian dari Komandan Kapal Polisi membahayakan keselamatan Kapal Polisi dan awaknya, maka Komandan Kapal Polisi melakukan cara bertindak terakhir yang dapat dilakukan yaitu dengan melepaskan kapal tangkapan. 4) Keputusan dari Komandan Kapal Polisi untuk melakukan tindakan melepaskan kapal tangkapan adalah suatu tindakan yang dilakukan dengan penuh rasa tanggung jawab terhadap keselamatan Kapal Polisi dan awaknya, serta wajib membuat laporan tertulis secara lengkap setelah tindakan itu dilaksanakan. 5) Penyelesaian lebih lanjut dapat dilaksanakan di daratan melalui Sat Polair kewilayahan dan Polres setempat ataupun bersama Pemda, Instansi lain dan tokoh masyarakat setempat. BAB IV PELAKSANAAN PATROLI 1. Pengawasan Sasaran a. Informasi dan Laporan 1. Informasi Intelijen dari Komando Atas, Komando Samping atau Instansi lain 2. Laporan dari masyarakat Nelayan / Pantai 3. Informasi Laporan dari kapal niaga 4. Informasi / Laporan dari Pesawat Udara pengintai / Patroli Udara b. Deteksi 1. Radar 2. Pengawas Visual 2. Pengenal dan Penilaian Sasaran a. Sasaran yang di gunakan berupa : 1. Radio Komonikasi, Isyarat 2. Teropong 3. Radar

11 11 3. Radar 4. Peralatan lain 5. Data Intelijen yang sudah di siapkan dikapal khususnya menyangkut daerah di mana kontak sasaran terdeteksi. b. Pengenalan 1. Pengenalan awal untuk memperkirakan apakah sasaran kapal perang Kapal Niaga, Kapal Ikan dengan cara menganalisa sasaran. 2. Mengenal dengan Radar untuk menentukan gerakan sasaran. 3. Mengenal Visual untuk mtukan : a. Jenis Sasaran b. Bendera c. Nomor Lambung d. Tanda tanda pengenal lainnya. 4. Pengenalan dengankomonikasi Radio atau Isyarat untuk menentukan : a. Nama Kapal : b. Nakoda : c. Jenis Kapal : d. Agen Perusahaan : e. Pelabuhan singga terakhir : f. Muatan Kapal : g. Jumlah Abk : c. Penilaian sasaran dilaksanakan dengan mengkoreksi data yang di dapat dari hasil pengenalan sasaran dengan datan atau informasi intelijen yang ada untuk mendapatkan konfermasi dan selanjudnya menentukan keputusan tindakan yang akan diambil berupa : 1. Diadakan penindakan pengejaran, penghentian dan pemeriksaan. 2. Sasaran di abaikan atau di tinggalkan apabila tidak ada kecurigaan. 3. Meneruskan hasil penilaian ke Komando Atas apabila hasil penilaian meragukan karna data Intelijen yang ada di kapal tidak cukup untuk menentukan tindakan terhadap sasaran. 3. Pengejaran...

12 12 3. Pengejaran a. Dasar Pasal 111 UU No. 17 Tahun 1985, Pengejaran dilaksanakan bila kapal yang dicurigai mengabaiakan perintah berhenti dengan tanda yang dapat didengar atau dapat dilihat yang di berikan kapal Patroli. b. Hak pengejaran seketika adalah Hak Mengejar dan Menahan Kapal Asing sampai dilaut lepas karena dicurigai melakukan pelanggaran hokum / Tindak Pidana di Perairan Pedalaman, Perairan Nusantara, Laut Teritorial, Zona Tambahan, ZEEI atau Landas Kontinen Indonesia, pengejaran itu harus dilakukan mulai dari tempat kejadian sampai dengan laut lepas secara terus menerus tanpa putus. Pengejran harus di hentikan apabila kapal asing itu telah memasuki laut Teritorial Negara Pihak Ketiga. c. Hak Pengejaran Seketika dapat dilakukan oleh : 1) Kapal Perang / Pesawat Udara Militer. 2) Kapal atau Pesawat Udara lainnya yang diberi tanda. 3) Pengejaran dengan pesawat udara militer disesuaikan dengan kebutuhan dan hasilnya dikoordinasikan dengan unsure kamla. d. Pengejaran Lintas Perbatasan Perairan antar Kedua Negara Tetangga diatur sesuai dengan Perjanjian Bilateral yang berlaku. 4. Penghentian Kapal a. Dasar Hukum yang di gunakan. 1. Pasal 27 ayat (2) Jo 110 UU No. 17 Tahun Pasal 7 ayat (1) UU No. 8 Tahun Pasal 31 UU No. 9 Tahun 1985 b. Syarat syarat Penghentian Kapal 1. Prosedur Penghentian Kapal. Prosedur penghentian Kapal untuk keperluan pemeriksaan dilaut di awali dengan menyebutkan identitas kapal sendiri dengan menggunakan tanda atau Isyarat : a. Dimulai dengan perintah berhenti dengan tanda yang dapat di dengar atau dapat di lihat meliputi : 1. Bendera K 2. Optis Lampu 3. Semaphore 4. Megaphone..

13 13 4. Megaphone 5. Menembakan Peluru Api. b. Jika perintah di atas menurut cara cara diatas tidak di indahkan oleh kapal tersangka maka kapal tersebut di beri peringatan dengan tembakan Peluru hampa. c. Jika peringatan ini juga tidak di indahkan supaya di lepaskan tembakan dengan peluru tajam dengan sasaran tembakan air laut di haluan dan di haluan air laut di belakang buritan yang dapat di lihat dengan jelas dari kapalyang di curigai. d. Hal hal Khusus : 1. Jika keadaan mendesak supaya jangan ragu ragu untuk mengambil tindakan kekerasan. Tindakan kekerasan itu harus seimbang dengan keadaan yang sesunggunya, macam kapal dan kepentingan yang harus dilindungi. Pada umumnya dalam menjalankan tindakan kekerasan dimulai dengan senjata yang paling. 2. Pada waktu menembak dengan peluru tajam tembakan harus diarahkan sedemikian rupa supaya sedapat mungkin tidak menimbulkan korban jiwa, jadi permulaan melalui / melewati, kemudian di badan kapal dibagian yang tidak memuat penumpang dan diusahakan sedapat mungkin jangan membahayakan keadaan kapal / perahu yang akan di periksa. 3. Bagaimanapun juga supaya di usahakan menolong orang orang yang tenggelam. 4. Bagaimanapun juga supaya diusahakan menolong orang orang yang tenggelam. 5. Pemeriksaan Kapal a. Dasar Hukum : 1) Pasal 7 UU No. 8 Tahun ) Pasal 27 ayat (2) Jo 110 UU No. 17 Tahun 1985 b. Etika...

14 14 b. Etika dalam Pemeriksaan Kapal 1) Harus Etis 2) Berbaju Dinas 3) Tahu tugas / wewenang / apa yang tidak akan diperiksa 4) Perhatikan keselamatan 5) Tahu barang barang berbahaya 6) Tidak menyalahgunakan wewenang 7) Tugas periksa adalah mewakili Negara 8) Tahu aturan aturan hukumnya 9) Gunakan Ceklist Hal hal yang harus diperhatikan dalam Menghentikan dan Memeriksa Kapal : Dalam hal melakukan tindakan kekerasan yang harus dilakukan yaitu harus seimbang dengan keadaan sesungguhnya, macam kapal, kepentingan yang harus dilindungi. 1) Keadaan Mendesak / Necessary Suatu keadaan yang dapat membahayakan kapal petugas dan ABK, perlu diadakan / dilakukan tindakan pembelaan diri. Misal : Kapal diminta berhenti, tapi malah kapal tersebut dengan sengaja menabrakkan kapalnya ke kapal petugas. Ini dapat diartikan sebagai suatu tindakan yang dilancarkan berupa suatu ancaman / perlawanan yang membahayakan, sehingga harus dihadap dengan tindakan kekerasan sebagai tindakan bela diri. 2) Tindakan Kekerasan harus dilakukan secara berimbang untuk menghadapi ancaman tubrukan yang sengaja dilancarkan terhadap kapal petugas, maka tindakan bela diri yang dianggap seimbang adalah menembakan kapal penabrak dihaluan dengan tujuan membocorkan kapal tersebut, sehingga tindakan / niat penabrak dapat digagalkan. Dan untuk mencegah kapal petugas harus diarahkan pada lambung kapal yang di periksa. 3) Jika..

15 15 3) Jika diantara penumpang ada yang melakukan perlawanan bersenjata supaya tanpa ragu ragu lagi diambil tindakan yang menggunakan senpi terhadap mereka. Macam senpi yang dipergunakan tergantung pada keadaan. 4) Anggota regu pemeriksaan yang datang diatas kapal yang diperiksa harus jelas identitasnya sebagai anggota Pol Air, dengan perkataan lain mereka harus berseragam. 5) Komandan / Ketua Regu Pemeriksaan harus senantiasa menjaga pelaksanaan tugas pemeriksaan berjalan yang lancer dan tertib. c. Tindakan Pemeriksaan 1) Pemeriksaan dilaksanakan setelah kapal berhasil dihentikan, pemeriksaan diawali dengan peran pemeriksaan dengan tujuan untuk mencari bukti yang cukup bahwa yang diperiksa melakukan Tindak Pidana di laut. Tindakan yang dilaksanakan selama mengadakan pemeriksaan : a) Komandan / Nahkoda Kapal 1) Melengkapi team pemeriksa dengan Surat Pemeriksaan. 2) Selalu memperhatikan keamanan personel dan material. b) Tim Pemeriksa 1) Mengumpulkan ABK kapal yang diperiksa pada suatu tempat. 2) Ketua team pemeriksa menunjukkan Surat Pemeriksa. 3) Memeriksa kelengkapan dokumen kapal. 4) Mengecek atau memeriksa secara fisik tentang muatan, crew, penumpang dab lain lain yang di anggap mencurigai. 5) Selalu berkomunikasi dengan Komandan Kapal Pemeriksa. 2) Macam bentuk formulir pemeriksaan dokumen kapal (Lihat Lampiran) d. Pedoman..

16 16 d. Pedoman tentang Pelaksanaan Pemeriksaan di Laut adalah sebagai berikut : 1. Catat Posisi, tanggal dan waktu pemeriksaan dilakukan. 2. Sebelum pemeriksaan dilakukan, Nahkoda kapal yang diperiksa dimuka Perwira Pemeriksa diyakinkan bahwa keadaan muatan sesuai / tidak sesuai dengan daftar muatan. Hal ini dilakukan secara tertulis. 3. Pemeriksaan harus disaksikan oleh Nahkoda atau ABK Kapal yang diperiksa. 4. Semua Pemeriksaan harus dilakukan secara tertib, tegas, teliti dan tidak memakan waktulama serta tidak terjadi hal yang tidak di inginkan. 5. Setelah selesai pemeriksaan, hal hal yang harus dilakukan : a. Minta Surat Pernyataan tertulis dari Nahkoda Kapal yang diperiksa yang menerangkan bahwa pemeriksaan berjalan dengan tertib, tidak terjadi kerusakan atau kehilangan. b. Minta Surat Pernyataan tertulis dari Nahkoda Kapal yang diperiksa yang menerangkan hasil pemeriksaan Surat surat. c. Mencatat dalam buku journal kapal yang diperiksa atau memberikan surat yang meliputi : 1. Bilamana dan dimana kapal diperiksa. 2. Pendapat tentang hasil pemeriksaan secara garis besar. 3. Perintah yang diberikan. d. Ijin yang diberikan dengan tanggal dan jam berangkat, Pelabuhan / tempat yang dituju, route yang ditempuh. e. Tanda tangan Perwira Pemeriksa dengan menyebutkan nama terang dan selanjutnya menyebutkan nama kapal dan membubuhkan cap kapal. e. Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan Kapal 1. Apabila tidak terdapat bukti atau petunjuk yang kuat ada Tindak Pidana. a. Kapal segera dibebaskan b. Dalam Buku Journal Pelayaran Kapal dicatat tentang telah diadakan pemeriksaan dengan menyebutkan posisi dan waktu di lakukan pemeriksaan. c. Minta Surat pernyataan tertulis dari Nahkoda tentang keadaan muatan dan hasil muat. 2 Apabila...

17 17 2. Apabila dari hasil pemeriksaan diatas kapal terdapat bukti atau petunjuk yang kuat telah terjadi suatu Tindak Pidana sesuai ketentuan Hukum yang berlaku, mak : a. Perwira Pemeriksa setelah mendapat pengarahan dari Komandan Kapal menyatakan kepada Nahkoda Kapal yang di periksa bahwa Nahkoda, ABK, bersama kapalnya tidak diijinkan untuk melanjutkan pelayaran dan selanjutnya akan di bawa ke pelabuhan madna (dijelaskan namanya) serta di uraikan secar singkat tentang jenis pelanggaran Hukum yang dilakukan. b. Meminta pengesahan kepada Nahkoda pada gambar Ploting Posisi atau Gambar Situas Pengejaran yang telah ditanda tangani oleh nahkoda. (GSPP) c. Komandan / Nahkoda menerbitkan Surat Perintah kepada Kapal yang diperiksa untuk membawa kapal dan orang ke pelabuhan RI yang ditentukan. Dasar penangkapan : 1. Pasal 16 yo 17 KUHAP 2. Pasal 27 (2) yo pasal 105 UU No. 17 Tahun Membawa kapal tangkapan kepelabuhan terdekat atau yang ditentukan untuk pemeriksaan / penyidikan lebih lanjut dapat ditempuh beberapa alternative sebagai berikut : a. Di Ad Hock 1) Komandan Kapal Pemeriksa menerbitkan Surat Ad Hock kepada Nahkoda / tersangka supaya membawa kapalnya sendiri kepelabuhan sesuai yang di perintahkan. 2) Alat bukti surat / dokumen dan benda-benda yang mudah dipindahkan telah diamankan oleh kapal pemeriksa. 3) Dapat ditempatkan petugas atau tanpa petugas. 4) Cara membawa kapal tangkapan dengan meng Ad Hock hanya terhadap kapal berbendera Indonesia. 5) Surat Ad Hock dibuat rangkap 3 (tiga), 1 (satu) untuk tersangka, 1 (satu) untuk instansi yang dituju, 1 (satu) untuk arsip kapal. b. Pengawalan..

18 18 b. Pengawalan 1. Kapal tangkapan beserta tersangka/nahkoda dan ABKnya dibawa kepelabuhan yang ditentukan. 2. Kapal Petugas / Pengawal mengawal dari samping pada jarak aman. 3. Dapat ditempatkan Perwira dan Pasukan pengawal diatas kapal tangkapan. 4. Barang bukti dalam kapal harus berada dalam pengawasan petugas. 5. Sebagian ABK kapal tangkapan dapat dipindahkan. c. Digandeng / Diseret / Ditunda 1. Kapal tangkapan yang tidak bisa jalan sendiri dibawa oleh kapal petugas dengan cara digandeng / diseret / ditunda. 2. Sebagian ABK Kapal tangkapan dapat dipindahkan ke kapal petugas dan mendapatkan pengawalan diatas kapal tangkapan. d. Pemindahan atau sebagian seluruh tersangka dari kapal tangkapan. 1. Kapal di bawah oleh petugas di pelabuhan yang di tuju. 2. Para tersangka atau sebagian tersangka ditempatkan diatas kapal petugas e. Hal hal Khusus 1. Dalam hal kapal tangkapan rusak berat dan dapat menimbulkan bahaya bagi tersangka serta cuaca tidak memungkinkan untuk diseret, maka dapat ditenggelamkan. 2. Tindakan membawa kapal / Ad Hock Dokumen yang harus dibuat: a. Surat Perintah dan Berita Acara tentang tindakan membawa kapal atau Ad Hock kepelabuhan terdekat. b. Berita Acara Serah Terima dengan pangkalan untuk diteruskan kepada Penyidik yang berwenang. f. Dalam hal menyita muatan / kapal / perahu, harus dilakukan sebagai berikut 1. Setiap pelanggaran dilaut yang bersifat pelanggaran / kejahatan, selain dibuatkan BAP penyitaan yang di serahkan kepada Nahkoda / tersangka. 2. Dalam rangka PAM barang bukti tersebut dilakukan dua cara : a. Barang.

19 19 a. Barang bukti dipindahkan ke kapal pemeriksa dan ditempatkan / disimpan sedemikian rupa sebagai keamanan barang bukti tersebut terjamin. b. Barang bukti tetap diatas kapal yang bersangkutan dengan mengadakan penyegelan. 6. Penggeledahan Kapal 1) Kegiatan ini dimaksudkan untuk mencari / menemukan Barang Bukti Kejahatan. 2) Hal hal yang perlu diperhatikan dalam penggeledahan kapal : a) Pusatkan perhatian pada ruang - ruang tersembunyi. b) Mengikutkan minimal dua orang awak kapal yang diperiksa, hal mana diperlukan sebagai saksi bahwa Penyelidikan tidak merugikan pihak kapal yang diperiksa. c) Jaga jarak antara tim pemeriksa dan awak kapal untuk menjaga keamanan dari ancaman mendadak. d) Perhatikan lubang lubang, pintu pintu, benda benda di sekitar tempat yang dilalui / diperiksa yang setiap saat dapat menjadi bahaya yang mengancam anggota tim pemeriksa. e) Mengatur posisi tubuh sehubung dengan tempat dan senjata sehingga setiap saat dapat menjaga kewaspadaan dari segala kemungkinan ancaman bahaya. 3) Pada pemeriksaan alat alat penyeberang agar diperhatikan kemungkinan adanya pengakuan yang tidak benar missal : ABK mengaku sebagai juragan atau sebaliknya oleh karena itu tindakan Pemeriksa adalah : a) Pemeriksaan dilaksanakan setelah kapal berhasil dihentikan. Pemeriksaan diawali dengan peran pemeriksaan dengan tujuan untuk mencari bukti yang cukup bahwa yang di periksa melakukan tindak pidana di laut. b) Tindakan yang dilaksanakan oleh Komandan kapal adalah Melengkapi tim pemeriksa dengan Surat Perintah selalu mengutamakan keselamatan dan keamanan personil serta materil. c) Tim pemeriksa melaksanakan pemeriksaan dengan urutan sebagai berikut : 1) Mengumpulkan ABK kapal yang dicurigai pada suatu tempat. 2) Menunjukan Surat Perintah tim pemeriksa. 3) Pemeriksaan..

20 20 3) Pemeriksaan dokumen kapal dan kelengkapannya. 4) Mengecek / memeriksa serta fisik tentang muatan, crew, penumpang dan hal-hal lain yang dianggap mencurigakan dan patut diduga melakukan tindak pidana di wilayah perairan. 5) Selalu berkomunikasi dan berkoordinasi dengan Komandan / Nahkoda kapal pemeriksa. 4) Cara Penyegelan : 1. Bila barang bukti tersebut sudah berada didalam palka maka palka ditutup dan disegel sedemikian rupa sehingga bila ada perubahan akan merusak segel. 2. Bila barang bukti tersebut berada diatas dek / diruang kapal lainnya dapat dilakukan : a. Barang barang tersebut dimasukan dalam palka selanjutnya disegel. b. Meminta pada Nahkoda untuk menyediakan ruangan guna pengamanan barang bukti tersebut dan menyegel pintu pintu / jendela ruangan tersebut. BAB V TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB 1. Tugas Dalam hal Kapal Polisi melakukan upaya penangkapan terhadap kapal yang diduga telah, sedang dan atau akan melakukan Tindak Pidana di perairan dalam keadaan bahaya maka pada saat itu juga bagi seluruh awak Kapal Polisi wajib melaksanakan tugas yang bertujuan demi keselamatan Kapal Polisi dan dirinya. Diluar peran masing-masing diatas kapal. Pembagian tugas tersebut sebagai berikut: a. Komandan Kapal Patroli dan Perwira lainnya. 1) Menganalisa dan menilai situasi daerah atau lokasi penangkapan kapal. 2) Menganalisa dan menilai kekuatan yang dihadapi. 3) Melakukan negosiasi dengan pihak yang melakukan Tindak Pidana. 4) Mengambil...

21 21 4) Mengambil keputusan guna melakukan suatu tindakan dalam upaya penangkapan. 5) Mengawasi pelaksanaan tugas awak Kapal Polisi. 6) Membuat laporan pelaksanaan tugas. b. Awak Kapal Polisi. 1) Mengamankan Kapal Polisi. 2) Mengamankan kapal tangkapan. 3) Menjaga dan mengawal kapal tangkapan. 4) Menyiapkan peralatan dan senjata serta amunisi yang dibutuhkan dan diperlukan dalam penangkapan, pengamanan serta pengawalan. 2. Tanggung Jawab Dalam hal keselamatan Kapal Polisi beserta awaknya ketika dalam keadaan bahaya hendak melakukan upaya penangkapan terhadap kapal yang diduga telah, sedang dan atau akan melakukan Tindak Pidana sepenuhnya menjadi tanggung jawab Komandan Kapal Polisi tersebut. BAB VI PENUTUP 1. Demikian Standart Operasional Prosedur (SOP) penangkapan kapal oleh Kapal Polisi dalam keadaan bahaya ini dibuat untuk digunakan dan dipedomani dalam pelaksanaan tugas Kapal Polisi. 2. Standart operasional prosedur ini berlaku terhitung mulai tanggal dikeluarkan. Dikeluarkan di : Lembar pada tanggal : Agustus 2016 DIREKTUR KEPOLISIAN PERAIRAN POLDA NTB EDWIN RACHMAT ADIKUSUMO KOMBES POL NRP

22 KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT DIREKTORAT KEPOLISIAN PERAIRAN STANDART OPERASIONAL PROSEDUR Tentang PATROLI DAN PENANGKAPAN KAPAL OLEH KAPAL POLISI Lembar, Agustus 2016

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PENGAWASAN SUMBERDAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PENGAWASAN SUMBERDAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PENGAWASAN SUMBERDAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.350/DJ-PSDKP/2011 TENTANG PETUNJUK TEKNIS MENGHENTIKAN, MEMERIKSA, MEMBAWA DAN MENAHAN KAPAL OLEH KAPAL PENGAWAS PERIKANAN

Lebih terperinci

KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT DIREKTORAT KEPOLISIAN PERAIRAN

KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT DIREKTORAT KEPOLISIAN PERAIRAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT DIREKTORAT KEPOLISIAN PERAIRAN STANDART OPERASIONAL PROSEDUR Tentang SAR ( SEARCH AND RESCUE ) PENANGANAN KECELAKAAN DIWILAYAH PERAIRAN Lembar,

Lebih terperinci

2017, No Penggunaan Senjata Api Dinas di Lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai; Mengingat : Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 1996 te

2017, No Penggunaan Senjata Api Dinas di Lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai; Mengingat : Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 1996 te No.1133, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. Penggunaan Senjata Api Dinas. Ditjen Bea dan Cukai. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 113/PMK.04/2017 TENTANG PENGGUNAAN SENJATA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.68, 2013 HUKUM. Keimigrasian. Administrasi. Pelaksanaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5409) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 113/PMK.04/2017 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 113/PMK.04/2017 TENTANG PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 113/PMK.04/2017 TENTANG PENGGUNAAN SENJATA API DINAS DI LINGKUNGAN DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa keimigrasian merupakan bagian dari perwujudan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

STANDART OPERATION PROCEDURE (SOP)

STANDART OPERATION PROCEDURE (SOP) KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARAN BARAT RESOR BIMA KOTA STANDART OPERATION PROCEDURE (SOP) Tentang PENGGELEDAHAN TINDAK PIDANA NARKOBA POLRES BIMA KOTA Menimbang : Semakin berkembangnya

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa pengaturan keimigrasian yang meliputi lalu lintas orang masuk atau ke luar wilayah

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN NUNUKAN NOMOR 04 TAHUN 2005

PERATURAN DAERAH KABUPATEN NUNUKAN NOMOR 04 TAHUN 2005 PERATURAN DAERAH KABUPATEN NUNUKAN NOMOR 04 TAHUN 2005 TENTANG PENERBITAN SURAT-SURAT KAPAL, SURAT KETERANGAN KECAKAPAN, DISPENSASI PENUMPANG DAN SURAT IZIN BERLAYAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT DIREKTORAT KEPOLISIAN PERAIRAN I. PENDAHULUAN. 1. Umum

KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT DIREKTORAT KEPOLISIAN PERAIRAN I. PENDAHULUAN. 1. Umum KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT DIREKTORAT KEPOLISIAN PERAIRAN STANDART OPERASIONAL PROSEDUR TENTANG KECEPATAN PELAYANAN TEAM QUICK RESPON DITPOLAIR MENDATANGI TKP GANGGUAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pengaturan keimigrasian yang meliputi lalu lintas

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PERMEN-KP/2017 TENTANG TINDAKAN KHUSUS TERHADAP KAPAL PERIKANAN BERBENDERA ASING YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERIKANAN DENGAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan: Bab I KETENTUAN UMUM Pasal 1 1. Keimigrasian adalah hal ihwal lalu lintas orang yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Keimigrasian merupakan bagian dari perwujudan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia, 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA Nomor 15 TAHUN 1992 TENTANG PENERBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia, Menimbang : a. bahwa transportasi mempunyai peranan penting dan

Lebih terperinci

STANDART OPERASIONAL PROSEDUR TENTANG POLMAS PERAIRAN

STANDART OPERASIONAL PROSEDUR TENTANG POLMAS PERAIRAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT DIREKTORAT KEPOLISIAN PERAIRAN STANDART OPERASIONAL PROSEDUR TENTANG POLMAS PERAIRAN BAB I P E N D A H U L U A N 1. Umum a. Kepolisian Negara

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG TINDAK PIDANA PELAYARAN DI INDONESIA. A. Pengaturan Tindak Pidana Pelayaran Di Dalam KUHP

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG TINDAK PIDANA PELAYARAN DI INDONESIA. A. Pengaturan Tindak Pidana Pelayaran Di Dalam KUHP 29 BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG TINDAK PIDANA PELAYARAN DI INDONESIA A. Pengaturan Tindak Pidana Pelayaran Di Dalam KUHP Indonesia merupakan negara maritim terbesar di dunia, yang mana hal tersebut

Lebih terperinci

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) TATA CARA PENGELOLAAN BARANG BUKTI DI LINGKUNGAN DIREKTORAT RESESRE NARKOBA KEPOLISIAN DAERAH NUSA TENGGARA BARAT

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) TATA CARA PENGELOLAAN BARANG BUKTI DI LINGKUNGAN DIREKTORAT RESESRE NARKOBA KEPOLISIAN DAERAH NUSA TENGGARA BARAT KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT DIREKTORAT RESERSE NARKOBA STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) TATA CARA PENGELOLAAN BARANG BUKTI DI LINGKUNGAN DIREKTORAT RESESRE NARKOBA

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. No.1834, 2015 KEMENKUMHAM. TPI. Masuk dan Keluar. Wilayah Indonesia. Pencabutan. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

BERITA NEGARA. No.1834, 2015 KEMENKUMHAM. TPI. Masuk dan Keluar. Wilayah Indonesia. Pencabutan. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1834, 2015 KEMENKUMHAM. TPI. Masuk dan Keluar. Wilayah Indonesia. Pencabutan. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2015 TENTANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa pengaturan keimigrasian yang meliputi lalu lintas

Lebih terperinci

DIREKTUR JENDERAL PENGAWASAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN,

DIREKTUR JENDERAL PENGAWASAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN, KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN DIREKTORATJENDERAL PENGAWASAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN Jl. Medan Merdeka Timur No.16 Lt.15 Gd.Mina Bahari II, Jakarta Pusat 10110 Telp (021) 3519070 ext 1524/1526,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1996 TENTANG PENINDAKAN DI BIDANG KEPABEANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1996 TENTANG PENINDAKAN DI BIDANG KEPABEANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1996 TENTANG PENINDAKAN DI BIDANG KEPABEANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Undang-undang Nomor 8 Drt. Tahun 1955 Tentang Tindak Pidana Imigrasi telah dicabut dan diganti terakhir dengan Undang-undang Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian. UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PERMEN-KP/2017 TENTANG PENANGANAN TINDAK PIDANA PERIKANAN OLEH PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TAPIN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TAPIN, PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 05 TAHUN 2005 TENTANG RETRIBUSI PENERBITAN SERTIFIKAT KESEMPURNAAN KAPAL, PAS KAPAL, REGISTRASI KAPAL DAN SURAT KETERANGAN KECAKAPAN AWAK KAPAL DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa keamanan dalam negeri

Lebih terperinci

SAN REMO MANUAL TENTANG HUKUM PERANG DI LAUT BAB I KETENTUAN UMUM. Bagian I Ruang Lingkup Penerapan Hukum

SAN REMO MANUAL TENTANG HUKUM PERANG DI LAUT BAB I KETENTUAN UMUM. Bagian I Ruang Lingkup Penerapan Hukum Catatan : Naskah ini adalah terjemahan yang dikerjakan oleh Tim TNI AL dan ICRC (Perbanyakan dan penggandaan hanya dapat dilakukan atas ijin team penterjemah) SAN REMO MANUAL TENTANG HUKUM PERANG DI LAUT

Lebih terperinci

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR KEGIATAN PENGAWALAN SAT SABHARA POLRES SUMBAWA BARAT BAB I PENDAHULUAN

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR KEGIATAN PENGAWALAN SAT SABHARA POLRES SUMBAWA BARAT BAB I PENDAHULUAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT RESORT SUMBAWA BARAT Jalan Telaga Baru Taliwang 84355 STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR KEGIATAN PENGAWALAN SAT SABHARA POLRES SUMBAWA BARAT BAB

Lebih terperinci

STANDART OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) SATUAN SABHARA

STANDART OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) SATUAN SABHARA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT RESOR BIMA KOTA STANDART OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) SATUAN SABHARA T ENT ANG TINDAK PIDANA RINGAN (TIPIRING) DI W ILAYAH HUKUM POL R E S

Lebih terperinci

ANOTASI UNDANG-UNDANG BERDASARKAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN

ANOTASI UNDANG-UNDANG BERDASARKAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN ANOTASI UNDANG-UNDANG BERDASARKAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN KEPANITERAAN DAN SEKRETARIAT JENDERAL MAHKAMAH KONSTISI REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENERBITAN SURAT TANDA KEBANGSAAN KAPAL INDONESIA UNTUK KAPAL BERUKURAN KURANG DARI TUJUH GROSS TONNAGE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

STANDARD OPERASIONAL PROSEDUR TENTANG TIPIRING

STANDARD OPERASIONAL PROSEDUR TENTANG TIPIRING 1 KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH KEPULAUAN BANGKA BELITUNG RESOR PANGKALPINANG STANDARD OPERASIONAL PROSEDUR TENTANG TIPIRING I. PENDAHULUAN 1. UMUM a. Polri sebagai aparat negara yang bertugas

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGAWASAN PENGANGKUTAN BARANG TERTENTU DALAM DAERAH PABEAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGAWASAN PENGANGKUTAN BARANG TERTENTU DALAM DAERAH PABEAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGAWASAN PENGANGKUTAN BARANG TERTENTU DALAM DAERAH PABEAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Keimigrasian merupakan bagian dari perwujudan

Lebih terperinci

BARESKRIM POLRI STANDARD OPERASIONAL PROSEDUR PENGGELEDAHAN MARKAS BESAR KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN RESERSE KRIMINAL. 1.

BARESKRIM POLRI STANDARD OPERASIONAL PROSEDUR PENGGELEDAHAN MARKAS BESAR KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN RESERSE KRIMINAL. 1. MARKAS BESAR KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN RESERSE KRIMINAL BARESKRIM POLRI STANDARD OPERASIONAL PROSEDUR PENGGELEDAHAN 1. Penggeledahan A. Pertimbangan 1. Salah satu kegiatan penindakan upaya

Lebih terperinci

Pembagian Kewenangan Dalam Penegakan Hukum Terhadap Pelanggaran Peraturan Perundang-Undangan Di Perairan Indonesia

Pembagian Kewenangan Dalam Penegakan Hukum Terhadap Pelanggaran Peraturan Perundang-Undangan Di Perairan Indonesia Pembagian Kewenangan Dalam Penegakan Hukum Terhadap Pelanggaran Peraturan Perundang-Undangan Di Perairan Indonesia Abdul Muthalib Tahar dan Widya Krulinasari Dosen Bagian Hukum Internasional Fakultas Hukum

Lebih terperinci

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) TENTANG PENANGKAPAN DILINGKUNGAN RESKRIM POLRES LOMBOK TIMUR

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) TENTANG PENANGKAPAN DILINGKUNGAN RESKRIM POLRES LOMBOK TIMUR KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT RESOR LOMBOK TIMUR 1. Pengertian STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) TENTANG PENANGKAPAN DILINGKUNGAN RESKRIM POLRES LOMBOK TIMUR Penangkapan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia, Menimbang: a. bahwa pengaturan keimigrasian yang meliputi lalu lintas

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NO. POL. : 5 TAHUN 2005 TENTANG

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NO. POL. : 5 TAHUN 2005 TENTANG Hasil rapat 7-7-05 PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NO. POL. : 5 TAHUN 2005 TENTANG TEKNIS PELAKSANAAN PERLINDUNGAN TERHADAP SAKSI, PENYIDIK, PENUNTUT UMUM, HAKIM DAN KELUARGANYA DALAM

Lebih terperinci

DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sarana Pengangkut Laut

DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sarana Pengangkut Laut DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sarana Pengangkut Laut i DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR PETUNJUK PENGGUNAAN MODUL PETA KONSEP MODUL i ii iv v vi A B PENDAHULUAN A.1 Deskripsi Singkat

Lebih terperinci

KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT DIREKTORAT TAHANAN DAN BARANG BUKTI

KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT DIREKTORAT TAHANAN DAN BARANG BUKTI KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT DIREKTORAT TAHANAN DAN BARANG BUKTI STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) TATA CARA PENGELOLAAN BARANG BUKTI DI LINGKUNGAN DIREKTORAT TAHANAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUNLIK INDONESIA NOMOR PER.03/MEN/2007 TENTANG SURAT LAIK OPERASI KAPAL PERIKANAN

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUNLIK INDONESIA NOMOR PER.03/MEN/2007 TENTANG SURAT LAIK OPERASI KAPAL PERIKANAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUNLIK INDONESIA NOMOR PER.03/MEN/2007 TENTANG SURAT LAIK OPERASI KAPAL PERIKANAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sebagai

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN NOMOR 22 TAHUN 2012 TENTANG SERTIFIKASI DAN REGISTRASI KENDARAAN DI ATAS AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA

Lebih terperinci

2013, No Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negar

2013, No Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negar LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.156, 2013 TRANSPORTASI. Darat. Laut. Udara. Kecelakaan. Investigasi. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5448) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.403, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHAN. Pengamanan. Wilayah Perbatasan. Kebijakan. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG KEBIJAKAN PENGAMANAN WILAYAH

Lebih terperinci

PERATURAN KESYAHBANDARAN DI PELABUHAN PERIKANAN

PERATURAN KESYAHBANDARAN DI PELABUHAN PERIKANAN KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN DIREKTORAT JENDERAL PERIKANAN TANGKAP DIREKTORAT PELABUHAN PERIKANAN PERATURAN KESYAHBANDARAN DI PELABUHAN PERIKANAN SYAHBANDAR DI PELABUHAN PERIKANAN Memiliki kompetensi

Lebih terperinci

PELAKSANAAN TINDAKAN KHUSUS TERHADAP KAPAL PERIKANAN BERBENDERA ASING DALAM PASAL 69 AYAT (4) UU NO. 45 TAHUN 2009

PELAKSANAAN TINDAKAN KHUSUS TERHADAP KAPAL PERIKANAN BERBENDERA ASING DALAM PASAL 69 AYAT (4) UU NO. 45 TAHUN 2009 PELAKSANAAN TINDAKAN KHUSUS TERHADAP KAPAL PERIKANAN BERBENDERA ASING DALAM PASAL 69 AYAT (4) UU NO. 45 TAHUN 2009 A. UU No. 45 Tahun 2009 tentang Perikanan 1. Perkembangan UU Perikanan di Indonesia Bangsa

Lebih terperinci

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT RESOR MATARAM STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PENGGELEDAHAN SATUAN RESERSE KRIMINAL POLRES MATARAM Mataram, 01 Januari 2016 STANDAR OPERASIONAL

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace mencabut: UU 28-1997 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 2, 2002 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4168) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT TAHUN 2012 NOMOR 4

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT TAHUN 2012 NOMOR 4 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT TAHUN 2012 NOMOR 4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DI KABUPATEN TANAH LAUT DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PEMELIHARA KEAMANAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN KEPALA BADAN PEMELIHARA KEAMANAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PERATURAN KEPALA BADAN PEMELIHARA KEAMANAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG TINDAKAN PERTAMA DI TEMPAT KEJADIAN PERKARA (TPTKP) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN

Lebih terperinci

2018, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Wilayah Udara adalah wilayah kedaulatan udara di a

2018, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Wilayah Udara adalah wilayah kedaulatan udara di a No.12, 2018 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERTAHANAN. RI. Wilayah Udara. Pengamanan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6181) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai negara kepulauan (Archipelagic State) memiliki lebih kurang 17.500 pulau, dengan total panjang garis pantai mencapai 95.181 km

Lebih terperinci

PEDOMAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) INISIATIF. Tentang SISTEM PENGUNGKAPAN KASUS SAT RESKRIM DENGAN TEAM ELITE SAT SABHARA POLRES LOMBOK TIMUR

PEDOMAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) INISIATIF. Tentang SISTEM PENGUNGKAPAN KASUS SAT RESKRIM DENGAN TEAM ELITE SAT SABHARA POLRES LOMBOK TIMUR KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT RESOR LOMBOK TIMUR PEDOMAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) INISIATIF Tentang SISTEM PENGUNGKAPAN KASUS SAT RESKRIM DENGAN TEAM ELITE SAT

Lebih terperinci

STANDART OPERASIONAL PROSEDUR NO. DOKUMEN : SOP-SAMBANG NUSA/ / /2016

STANDART OPERASIONAL PROSEDUR NO. DOKUMEN : SOP-SAMBANG NUSA/ / /2016 KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT DIREKTORAT KEPOLISIAN PERAIRAN STANDART OPERASIONAL PROSEDUR NO. DOKUMEN : SOP-SAMBANG NUSA/ / /2016 Tentang PELAKSANAAN SAMBANG NUSA DI

Lebih terperinci

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 3 TAHUN 1989 (3/1989) Tanggal: 1 APRIL 1989 (JAKARTA)

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 3 TAHUN 1989 (3/1989) Tanggal: 1 APRIL 1989 (JAKARTA) Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 3 TAHUN 1989 (3/1989) Tanggal: 1 APRIL 1989 (JAKARTA) Sumber: LN 1989/11; TLN NO. 3391 Tentang: TELEKOMUNIKASI Indeks: PERHUBUNGAN. TELEKOMUNIKASI.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1961 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN POKOK KEPOLISIAN NEGARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1961 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN POKOK KEPOLISIAN NEGARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1961 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN POKOK KEPOLISIAN NEGARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: perlu diadakan Undang-undang tentang ketentuan-ketentuan

Lebih terperinci

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR ( SOP ) SATUAN SABHARA POLRES MATARAM DALAM PENANGANAN UNJUK RASA

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR ( SOP ) SATUAN SABHARA POLRES MATARAM DALAM PENANGANAN UNJUK RASA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT RESORT MATARAM STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR ( SOP ) SATUAN SABHARA POLRES MATARAM DALAM PENANGANAN UNJUK RASA I. PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam mewujudkan tujuan

Lebih terperinci

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR ( SOP ) PENGAWALAN TAHANAN POLRES MATARAM

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR ( SOP ) PENGAWALAN TAHANAN POLRES MATARAM KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT RESORT MATARAM STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR ( SOP ) PENGAWALAN TAHANAN POLRES MATARAM I. PENDAHULUAN 1. LATAR BELKAKANG a. Bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

BAB 4 MENERAPKAN PROSEDUR PENYELAMATAN DIRI DARURAT DAN SAR

BAB 4 MENERAPKAN PROSEDUR PENYELAMATAN DIRI DARURAT DAN SAR BAB 4 MENERAPKAN PROSEDUR PENYELAMATAN DIRI DARURAT DAN SAR Kapal laut yang berlayar melintasi samudera di berbagai daerah pelayaran dalam kurun waktu yang cukup, bergerak dengan adanya daya dorong pada

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

BAB II. Regulasi penerbangan yang lama yaitu Undang-Undang Nomor 15 Tahun. itu harus mendasarkan pada ketentuan Pasal 102 ayat (1) KUHAP yang

BAB II. Regulasi penerbangan yang lama yaitu Undang-Undang Nomor 15 Tahun. itu harus mendasarkan pada ketentuan Pasal 102 ayat (1) KUHAP yang BAB II PERBUATAN-PERBUATAN YANG TERMASUK LINGKUP TINDAK PIDANA DI BIDANG PENERBANGAN DALAM PERSPEKTIF UNDANG UNDANG RI NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PENERBANGAN C. Perbandingan Undang-Undang Nomor 15 Tahun

Lebih terperinci

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT RESOR MATARAM STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PENYUSUNAN BERKAS PERKARA SATUAN RESERSE KRIMINAL POLRES MATARAM Mataram, 01 Januari 2016

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Kepolisian Negara Republik Indonesia. Negara Republik Indonesia disebutkan bahwa Kepolisian bertujuan untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Kepolisian Negara Republik Indonesia. Negara Republik Indonesia disebutkan bahwa Kepolisian bertujuan untuk II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kepolisian Republik Indonesia 1. Pengertian Kepolisian Negara Republik Indonesia Menurut Pasal 4 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia disebutkan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

*35478 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 1 TAHUN 1998 (1/1998) TENTANG PEMERIKSAAN KECELAKAAN KAPAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

*35478 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 1 TAHUN 1998 (1/1998) TENTANG PEMERIKSAAN KECELAKAAN KAPAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Copyright (C) 2000 BPHN PP 1/1998, PEMERIKSAAN KECELAKAAN KAPAL Menimbang: *35478 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 1 TAHUN 1998 (1/1998) TENTANG PEMERIKSAAN KECELAKAAN KAPAL PRESIDEN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 1999 TENTANG TELEKOMUNIKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 1999 TENTANG TELEKOMUNIKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 1999 TENTANG TELEKOMUNIKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa tujuan pembangunan nasional adalah untuk

Lebih terperinci

PUSANEV_BPHN. Prof. Dr. Suhaidi,SH,MH

PUSANEV_BPHN. Prof. Dr. Suhaidi,SH,MH Prof. Dr. Suhaidi,SH,MH Disampaikan pada Diskusi Publik Analisis dan Evaluasi Hukum Dalam Rangka Penguatan Sistem Pertahanan Negara Medan, 12 Mei 2016 PASAL 1 BUTIR 2 UU NO 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PENGAMANAN EKSEKUSI JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PENGAMANAN EKSEKUSI JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA HASIL FINAL 26 Mei 2011 PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PENGAMANAN EKSEKUSI JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PENGAMANAN EKSEKUSI JAMINAN FIDUSIA

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PENGAMANAN EKSEKUSI JAMINAN FIDUSIA HASIL FINAL 26 Mei 2011 PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PENGAMANAN EKSEKUSI JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK

Lebih terperinci

KAJIAN TERHADAP PENYITAAN SEBAGAI PEMAKSAAN YANG DIHALALKAN OLEH HUKUM

KAJIAN TERHADAP PENYITAAN SEBAGAI PEMAKSAAN YANG DIHALALKAN OLEH HUKUM KAJIAN TERHADAP PENYITAAN SEBAGAI PEMAKSAAN YANG DIHALALKAN OLEH HUKUM Oleh : Sumaidi ABSTRAK Penyitaan merupakan tindakan paksa yang dilegitimasi (dibenarkan) oleh undang-undang atau dihalalkan oleh hukum,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 1992 TENTANG PELAYARAN [LN 1992/98, TLN 3493]

UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 1992 TENTANG PELAYARAN [LN 1992/98, TLN 3493] UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 1992 TENTANG PELAYARAN [LN 1992/98, TLN 3493] BAB XIII KETENTUAN PIDANA Pasal 100 (1) Barangsiapa dengan sengaja merusak atau melakukan tindakan apapun yang mengakibatkan tidak

Lebih terperinci

2013, No Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negar

2013, No Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negar No.386, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN. Kesyahbandaran. Pelabuhan Perikanan. Pedoman. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3/PERMEN-KP/2013

Lebih terperinci

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT RESOR LOMBOK TIMUR STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR TENTANG PENANGANAN KECELAKAAN LALU LINTAS LINTAS Selong, Januari 2015 BIDANG LAKA LANTAS

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. 1. Mengenai Perkembangan Penegakan Hukum Terhadap Kapal. Fishing (IUUF) di Wilayah Pengelolaan Perikanan Indonesia.

BAB V PENUTUP. 1. Mengenai Perkembangan Penegakan Hukum Terhadap Kapal. Fishing (IUUF) di Wilayah Pengelolaan Perikanan Indonesia. 161 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Menjawab rumusan masalah dalam Penulisan Hukum ini, Penulis memiliki kesimpulan sebagi berikut : 1. Mengenai Perkembangan Penegakan Hukum Terhadap Kapal Asing yang Melakukan

Lebih terperinci

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 12 TAHUN 2007 TENTANG

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 12 TAHUN 2007 TENTANG BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 12 TAHUN 2007 TENTANG RETRIBUSI PENERBITAN SURAT TANDA KEBANGSAAN KAPAL ( PAS KECIL ) DENGAN TONASE KOTOR KURANG DARI 7 ( GT < 7 ) DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2002 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2002 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2002 TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN KAPAL ASING DALAM MELAKSANAKAN LINTAS DAMAI MELALUI PERAIRAN INDONESIA Menimbang : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1960 TENTANG PERMINTAAN DAN PELAKSANAAN BANTUAN MILITER PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1960 TENTANG PERMINTAAN DAN PELAKSANAAN BANTUAN MILITER PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 16 TAHUN 1960 TENTANG PERMINTAAN DAN PELAKSANAAN BANTUAN MILITER PRESIDEN, Menimbang : bahwa perlu menyempurnakan cara permintaan dan pelaksanaan bantuan militer, sebagaimana

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG RETRIBUSI JASA FASILITAS PERAIRAN DAN PELABUHAN / DERMAGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG MANAJEMEN PENYIDIKAN OLEH PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG MANAJEMEN PENYIDIKAN OLEH PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG MANAJEMEN PENYIDIKAN OLEH PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG MANAJEMEN PENYIDIKAN OLEH PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG MANAJEMEN PENYIDIKAN OLEH PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG MANAJEMEN PENYIDIKAN OLEH PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB II PERIHAL ORANG-ORANG. *Untuk pengurus kapal berkaitan erat dengan Badan Hukum atu orang seperti dibawah ini: PENGUSAHA KAPAL /PEMILIK KAPAL

BAB II PERIHAL ORANG-ORANG. *Untuk pengurus kapal berkaitan erat dengan Badan Hukum atu orang seperti dibawah ini: PENGUSAHA KAPAL /PEMILIK KAPAL BAB II PERIHAL ORANG-ORANG *Untuk pengurus kapal berkaitan erat dengan Badan Hukum atu orang seperti dibawah ini: A. Pengusaha Kapal/Pemilik Kapal. 1. Nakhoda 2. Awak Kapal 3. Umum. PENGUSAHA KAPAL /PEMILIK

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 20 TAHUN 2002 TENTANG KETERTIBAN DALAM KAWASAN PELABUHAN PEMERINTAH KOTA TARAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 20 TAHUN 2002 TENTANG KETERTIBAN DALAM KAWASAN PELABUHAN PEMERINTAH KOTA TARAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 20 TAHUN 2002 TENTANG KETERTIBAN DALAM KAWASAN PELABUHAN PEMERINTAH KOTA TARAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1998 TENTANG PEMERIKSAAN KECELAKAAN KAPAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1998 TENTANG PEMERIKSAAN KECELAKAAN KAPAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1998 TENTANG PEMERIKSAAN KECELAKAAN KAPAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: bahwa sebagai pelaksanaan ketentuan Pasal 93 ayat (3) Undang-undang

Lebih terperinci

DAFTAR INVENTARISASI MASALAH (DIM) FRAKSI-FRAKSI DPR RI ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KEIMIGRASIAN

DAFTAR INVENTARISASI MASALAH (DIM) FRAKSI-FRAKSI DPR RI ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KEIMIGRASIAN DAFTAR INVENTARISASI MASALAH (DIM) FRAKSI-FRAKSI DPR RI ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KEIMIGRASIAN 1. RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KEIMIGRASIAN

Lebih terperinci

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN Oleh DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd Materi Ke-2 Mencermati Peradilan di Indonesia

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN Oleh DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd Materi Ke-2 Mencermati Peradilan di Indonesia PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN Oleh DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd Materi Ke-2 Mencermati Peradilan di Indonesia PENGERTIAN PERADILAN Peradilan adalah suatu proses yang dijalankan di pengadilan yang

Lebih terperinci

WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 30 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENERBITAN PAS KECIL UNTUK KAPAL KURANG DARI 7 GROSSE TONNAGE

WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 30 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENERBITAN PAS KECIL UNTUK KAPAL KURANG DARI 7 GROSSE TONNAGE SALINAN WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 30 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENERBITAN PAS KECIL UNTUK KAPAL KURANG DARI 7 GROSSE TONNAGE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TEGAL, Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 1999 TENTANG TELEKOMUNIKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 1999 TENTANG TELEKOMUNIKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 1999 TENTANG TELEKOMUNIKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa tujuan pembangunan nasional adalah untuk mewujudkan

Lebih terperinci

2017, No tentang Standar Operasional Prosedur Penegakan Hukum Satuan Tugas Pemberantasan Penangkapan Ikan secara Ilegal (Illegal Fishing); Meng

2017, No tentang Standar Operasional Prosedur Penegakan Hukum Satuan Tugas Pemberantasan Penangkapan Ikan secara Ilegal (Illegal Fishing); Meng No.949, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-KP. SOP Satgas ILLEGAL FISHING. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37/PERMEN-KP/2017 TENTANG STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR

Lebih terperinci

STANDART OPERATION PROCEDURE (SOP)

STANDART OPERATION PROCEDURE (SOP) KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARAN BARAT RESORT BIMA KOTA STANDART OPERATION PROCEDURE (SOP) Tentang PENYITAAN BARANG BUKTI TINDAK PIDANA NARKOBA POLRES BIMA KOTA Menimbang : Semakin

Lebih terperinci

NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN

NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pengaturan keimigrasian yang meliputi lalu lintas

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 05/MEN/2007 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM PEMANTAUAN KAPAL PERIKANAN

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 05/MEN/2007 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM PEMANTAUAN KAPAL PERIKANAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 05/MEN/2007 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM PEMANTAUAN KAPAL PERIKANAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME [LN 2002/106, TLN 4232]

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME [LN 2002/106, TLN 4232] PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME [LN 2002/106, TLN 4232] BAB III TINDAK PIDANA TERORISME Pasal 6 Setiap orang yang dengan sengaja

Lebih terperinci

KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH ACEH DIREKTORAT KEPOLISIAN PERAIRAN BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH ACEH DIREKTORAT KEPOLISIAN PERAIRAN BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH ACEH DIREKTORAT KEPOLISIAN PERAIRAN BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Provinsi Aceh yang terletak di ujung barat Indonesia, secara geografis di kelilingi oleh

Lebih terperinci

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Kelima, Penyidikan Oleh Badan Narkotika Nasional (BNN)

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Kelima, Penyidikan Oleh Badan Narkotika Nasional (BNN) Modul E-Learning 3 PENEGAKAN HUKUM Bagian Kelima, Penyidikan Oleh Badan Narkotika Nasional (BNN) 3.5 Penyidikan Oleh Badan Narkotika Nasional (BNN) 3.5.1 Kewenangan Penyidikan oleh BNN Dalam melaksanakan

Lebih terperinci