BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Transkripsi

1 2 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang. Negara berkembang memiliki permasalahan yang lebih kompleks dibandingkan dengan negara-negara maju, mulai dari pertumbuhan penduduk yang tinggi, kesenjangan sosial, hingga kurangnya sarana dan prasarana yang menunjang pembangunan itu sendiri. Diantara banyak permasalahan itu, permasalahan yang banyak terjadi antara lain kepadatan lalu lintas. Kepadatan lalu lintas terjadi tentu tidak lepas dari semakin bertambahnya jumlah pemakai jalan, baik pejalan kaki, pengguna kendaraan non motor, bermotor roda dua atau tiga, dan mobil. Berdasarkan data dari badan pusat statistik jumlah pengguna jalan di Indonesia dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Kepadatan lalu lintas dapat terjadi karena berbagai macam sebab, antara lain pertumbuhan jalan dan pertambahan jumlah kendaraan yang tidak seimbang, kesadaran yang kurang dari pengemudi untuk mengikuti peraturan sehingga jalan menjadi kurang teratur, dan lain sebagainya. Kepadatan lalu lintas juga memiliki banyak dampak buruk antara lain pengemudi jalan mengalami kerugian waktu karena kecepatan mengemudi yang rendah, hal ini juga dapat menyebabkan kelelahan dan juga rasa bosan sehingga dapat menurunkan kewaspadaan pengemudi, selain itu juga dapat meningkatkan stress pengguna jalan, bahkan dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan yang dapat menimbulkan banyak kerugian dari kesehatan hingga kerugian materiil. Salah satu cara yang efektif dan aman untuk melatih pengemudi baru agar dapat mengetahui kondisi jalan dan dapat mengemudi dengan baik sehingga resiko yang terjadi dapat diminimalisir adalah dengan menggunakan driving simulator (Park dkk, 2005). Selain untuk melatih pengemudi baru, driving simulator dapat juga

2 3 digunakan untuk melatih keterampilan mengemudi bagi pengemudi yang sudah berpengalaman. Driving simulator adalah alat yang digunakan untuk simulasi dalam mengemudikan kendaraan. Simulasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah metode pelatihan yang meragakan sesuatu dalam bentuk tiruan yang mirip dengan keadaan yang sesungguhnya. Driving simulator sudah ditemukan sejak tahun 1960 tetapi masih terlalu mahal untuk digunakan dalam kepentingan penelitian atau pendidikan. Namun, beberapa waktu belakangan, alat tersebut mulai terjangkau dan dapat digunakan oleh banyak kalangan di berbagai negara. Di Indonesia sendiri, alat tersebut sudah mulai digunakan untuk berbagai kepentingan seperti penelitian, bahkan untuk mendapatkan lisensi mengemudi. Penelitian terdahulu berjudul Driver's Readiness To Use Car Driving Simulator as a Tool To Improve Driving Skill : A Preliminary Study yang dilakukan oleh Rozmi Ismail, Mohamad Hanif Md Saad, Mohd Jailani Mohd Nor, Redzwan Rozli (2016) menunjukkan hasil bahwa penggunaan driving simulator penting menurut responden. Responden yang digunakan dalam penelitian merupakan pengemudi, alat tersebut dinilai berguna untuk meningkatkan proses pelatihan mengemudi. Berdasarkan hasil penelitian ini, disarankan agar simulator mengemudi harus dilaksanakan dalam kurikulum mengemudi untuk menghasilkan pengemudi yang kompeten. Di Indonesia sendiri, driving simulator sudah digunakan untuk penelitian, pelatihan, dan untuk mendapatkan SIM B, SIM B Umum, dan SIM A Umum. Dilansir dari news.detik.com, Driving simulator untuk ujian Surat Izin Mengemudi (SIM) di Samsat Jakarta Barat, berjumlah 42 unit dan 23 unit diantaranya merupakan simulator kendaraan roda empat. Driving simulator ini sudah digunakan untuk ujian mendapatkan SIM, namun dikeluhkan oleh sebagian peserta karena dirasa lebih sulit daripada mengendarai kendaraan yang sesungguhnya. Meskipun begitu, driving simulator tetap digunakan dan justru ditambah unit dan penyebarannya di seluruh Indonesia karena dirasa penting.

3 4 Penggunaan simulator dalam mengemudi merupakan hal yang penting, tetapi penggunaan simulator tersebut dapat menyebabkan gejala-gejala fisiologis yang disebut dengan visually induced motion sickness (VIMS) (Brooks dkk, 2010, Classen dkk, 2011). Visually induced motion sickness adalah kondisi dimana pengguna driving simulator merasakan gejala-gejala seperti pusing, mual, dan juga kelelahan pada mata selama atau sesudah penggunaan simulator (Kennedy dkk, 2010). Visually induced motion sickness dapat disebabkan oleh pemandangan yang tidak natural dalam lingkungan yang virtual (Takada dkk, 2012). Penelitian sebelumnya meneliti visually induced motion sickness dalam kondisi berbeda yaitu perbedaan usia dari partisipan, tugas yang berbeda, konten grafis dari simulasi, durasi dari simulasi, desain skenario simulasi, dan konfigurasi display (Classen dkk, 2011). Penelitian sebelumnya belum meneliti apakah kepadatan lalu lintas dalam mengemudi dapat mempengaruhi visually induced motion sickness pada partisipan. Hubungan antara kepadatan jalan dengan visually induced motion sickness belum diketahui sehingga peneliti akan meneliti adanya visually induced motion sickness pada partisipan yang mengemudikan driving simulator pada kepadatan jalan rendah, sedang, dan tinggi. Visually induced motion sickness dapat diukur dengan menggunakan simulator sickness questionnaire (SSQ). SSQ biasa digunakan untuk mengobservasi visually induced motion sickness dalam berbagai kondisi kebugaran fisik dari partisipan. Pada penelitian ini, SSQ diberikan kepada partisipan pada saat responden selesai menggunakan simulator untuk mengetahui perubahan yang terjadi seperti munculnya gejala-gejala visually induced motion sickness setelah penggunaan simulator. Kuesioner berisi berbagai gejala visually induced motion sickness seperti rasa tidak nyaman, kelelahan, sakit kepala, kelelahan pada mata, dan lain sebagainya. Pada penelitian kali ini akan lebih memfokuskan pada tingkat kepadatan lalu lintas yang berbeda, tingkat kepadatan lalu lintas pada penelitian ini dibedakan menjadi 3 level, yaitu low (30%), medium (60%), dan high (90%).

4 5 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka muncul pertanyaan bagaimana pengaruh penggunaan driving simulator dengan tingkat kepadatan lalu lintas yang berbeda terhadap kondisi fisik partisipan yaitu visually induced motion sickness. Topik ini diangkat karena penelitian mengenai pengaruh penggunaan driving simulator dengan tingkat kepadatan lalu lintas yang berbeda terhadap visually induced motion sickness pada partisipan tidak banyak dilakukan. 1.3 Asumsi dan Batasan Masalah Asumsi dan batasan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Responden penelitian adalah mahasiswa yang dapat mengendarai mobil dan telah memiliki Surat Ijin Mengemudi untuk kendaraan bermotor tipe A (mobil). 2. Penelitian ini berbasis simulasi dengan menggunakan software City Car Driving dengan supporting tools berupa steering dan pedal controller. 3. Faktor-faktor lingkungan seperti temperatur dan kebisingan tidak termasuk dalam hal-hal yang disimulasikan. 4. Pengaturan skenario disesuaikan dengan kapabilitas dari software simulasi. 5. Rambu-rambu lalu lintas yang digunakan dalam penelitian ini adalah ramburambu berdasarkan rambu-rambu Eropa. 6. Durasi simulasi diatur dengan batasan sekitar 20 menit. 7. Metode yang digunakan dalam mengukur visually induced motion sickness adalah simulator sickness questionnaire (SSQ).

5 6 1.4 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk: 1. Mengidentifikasi pengaruh dari tingkat kepadatan lalu lintas pada driving simulator terhadap gejala visually induced motion sickness. 2. Mengidentifikasi pengaruh dari durasi penggunaan driving simulator terhadap gejala visually induced motion sickness. 3. Mengidentifikasi pengaruh dari gejala visually induced motion sickness terhadap performansi mengemudi menggunakan driving simulator. 1.5 Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh dari tingkat kepadatan lalu lintas yang berbeda terhadap visually induced motion sickness dalam pemakaian driving simulator sehingga dapat diketahui dampak dari penggunaan alat tersebut pada kondisi fisik partisipan dan juga untuk mengetahui pengaruh dari tingkat kepadatan lalu lintas pada driving simulator terhadap performansi pengemudi.