BAB I PENDAHULUAN. Teknologi stereoscopic telah banyak digunakan di negara-negara Asia

Transkripsi

1 1. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Teknologi stereoscopic telah banyak digunakan di negara-negara Asia seperti Cina, Jepang, Korea, dan juga Indonesia. Teknologi stereoscopic 3D mampu menampilkan obyek persepsi visual tiga dimensi (3D) dari layar dengan menggabungkan dua obyek yang berbeda. Disparitas atau jarak antara kedua obyek tersebut membentuk persepsi kedalaman yang membuat mata seakan-akan melihat objek 3 dimensi [1]. Teknologi stereoscopic telah digunakan secara luas, contohnya pada bidang kesehatan [2], militer [3], dan yang paling populer pada bidang entertainment seperti film [4] dan permainan (video game) komputer [5]. Dalam industri video game sendiri, jumlah pengguna video game di Indonesia saat ini mencapai sekitar 34 juta berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Newzoo selama tahun 2014 [6], dimana 19,9 juta di antaranya termasuk paying gamers yang rata-rata menghabiskan 9,12 dolar per tahun untuk video game. Pasar video game di Indonesia tumbuh paling pesat dibandingkan dengan negara-negara lain di Asia Tenggara. Dari pendapatan pasar video game di seluruh wilayah Asia Tenggara, persentase pendapatan Indonesia di pasar tersebut sebesar 16% pada tahun 2013, tumbuh menjadi 17% (181,1 juta dolar) pada tahun Pada tahun 2017 Newzoo memperkirakan persentase pendapatan akan tumbuh menjadi 21%. Berdasarkan pengamatan tersebut, Indonesia dapat dianggap sebagai pasar dengan potensi yang sangat besar untuk industri video game karena 1

2 minat dan antusiasme masyarakat yang semakin tinggi disertai dengan pertumbuhan penduduk yang pesat. Walaupun demikian, potensi tersebut harus disertai dengan pemahaman yang kuat oleh masyarakat mengenai masalah ergonomi dan keamanan dalam bermain video game, terutama jika video game dimainkan di layar stereoscopic. Hal ini penting untuk menghindarkan pengguna dari efek-efek biomedis dari teknologi stereoscopic [7], yaitu visually induced motion sickness (VIMS) atau dapat disebut juga sebagai cybersicknes [8][9]. Banyaknya keluhan terhadap produk Nintendo 3DS pada awal perilisannya di tahun 2011 merupakan salah satu contoh adanya dampak negatif dari teknologi stereoscopic 3D (S3D) bagi kesehatan penggunanya [10]. Cybersickness merupakan sickness yang mirip dengan motion sickness atau mabuk tetapi terjadi selama atau setelah menggunakan sistem virtual reality, contohnya pada tayangan berformat S3D [11]. Gejala umum dari cybersickness seperti mual, pusing, berkeringat atau lelah biasanya muncul selama atau setelah menyaksikan pergerakan dinamis dari konten virtual. Cybersickness disebabkan oleh sistem penglihatan yang tidak wajar saat pengguna melihat tayangan berformat S3D. Saat dihadapkan dengan konten stereoscopic, pengguna akan memfokuskan pandangan mereka ke layar datar, sementara gerakan mata vergence mereka berubah sesuai dengan persepsi kedalaman dalam konten S3D tersebut [12]. Penyebab cybersickness yang lain adalah adanya konflik antara sistem penglihatan (visual) dan sistem keseimbangan (vestibular) [13]. Selama menyaksikan konten S3D yang mengandung unsur gerak maju, sistem visual akan 2

3 menginformasikan otak bahwa pengguna konten S3D sedang dalam keadaan bergerak, sedangkan sistem keseimbangan menginformasikan otak bahwa pengguna konten S3D tidak bergerak. Ketidaksinkronan informasi inilah yang menjadi unsur pemacu cybersickness. Pengguna yang bermain video game berformat 3D dapat juga mengalami sickness karena efek ilusi gerakan dalam konten video game yang dimainkan [14]. Maka dari itu, muncul pertanyaan mengenai apakah pengaruh perbedaan format game (3D dan S3D) mempengaruhi tingkat kerentanan timbulnya sickness pada penggunanya. Penelitian mengenai cybersickness saat bermain video game telah dilakukan pada video game berformat 3D [15]. Sedangkan penelitian yang mengamati cybersickness pada konten S3D telah dilakukan pada konten yang tidak membutuhkan feedback atau kontrol dari pengguna sehingga pengguna hanya berinteraksi secara pasif, contohnya yaitu menonton film (movie video) [11][16] dan video simulasi [17]. Dari hasil penelitian-penelitian tersebut ditemukan bahwa cybersickness dapat terjadi karena pergerakan dinamik pada konten yang diamati. Berdasarkan penelitian sebelumnya, pengguna yang lebih sering melakukan fiksasi pandangan (pandangan mata stabil) ke satu titik di tengah layar konten lebih tahan terhadap cybersickness daripada yang tidak melakukan fiksasi pandangan atau pandangan mata menyebar [11]. Oleh karena itu, pada penelitian ini digunakan video game bergenre racing dan first-person shooter (FPS) untuk memberikan perbedaan pola fiksasi pandangan. Saat bermain game bergenre FPS, pengguna melakukan aksi menembak, meloncat, dan melihat sasaran yang 3

4 diperkirakan akan menyebabkan pandangan mata pengguna lebih tersebar atau fluktuatif. Sedangkan saat bermain game bergenre racing, pengguna hanya melakukan aksi belok kanan atau kiri yang diperkirakan akan menyebabkan pandangan mata pengguna yang lebih terfokus ke tengah layar. Hingga saat ini, efek dari format dan genre video game yang berbeda terhadap munculnya gejala cybersickness belum pernah dilakukan oleh penelitipeneliti sebelumnya. Kebaruan penelitian ini terhadap penelitian-penelitian sebelumnya yang juga meneliti cybersickness dapat dilihat pada Tabel 1.1. Pada penelitian ini, penulis akan menginvestigasi cybersickness pada saat bermain video game dengan format yang berbeda yaitu 3D dan S3D, serta genre yang berbeda yaitu FPS dan racing. Pemilihan genre game ini karena game bergenre FPS dan racing menunjukkan sudut pandang orang pertama sehingga tampilan game akan lebih terasa nyata saat dimainkan. Penelitian akan menginsvestigasi munculnya cybersickness menggunakan kuesioner berupa Simulator Sickness Questionnaire (SSQ) dan pengukuran pandangan mata melalui gaze tracker. Tabel 1.1 Kebaruan Penelitian Mengenai cybersickness Penelitian Tahun Teknologi Display Jenis Konten Guo, et al [15] D Video game bergenre first-person adventure Bruck & Watters [17] 2009 Stereoscopic 3D Simulated Video Wibirama & Hamamoto [11] 2014 Stereoscopic 3D Movie Video Penelitian ini D dan Stereoscopic 3D Video game bergenre FPS dan racing 4

5 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan sebelumnya, disusun rumusan masalah sebagai berikut: a) Efek biomedis dari bermain video game berupa cybersickness belum banyak diketahui oleh para pengguna video game, sehingga dibutuhkan panduan penggunaan game yang benar untuk mengurangi potensi munculnya gejala cybersickness. b) Pengaruh jenis format video game yang berbeda (3D dan stereoscopic 3D) saat memainkannya secara aktif terhadap munculnya gejala cybersickness belum diketahui. c) Pengaruh genre game yang berbeda (FPS dan racing) pada saat bermain game berformat stereoscopic 3D terhadap munculnya gejala cybersickness belum diketahui Batasan Masalah Penelitian yang dilakukan memiliki batasan dalam beberapa aspek. Batasan tersebut diantaranya a) Teknologi stereoscopic 3D yang digunakan adalah active 3D. b) Video game yang digunakan bergenre FPS dan racing. c) Partisipan berjenis kelamin laki-laki dan berusia sekitar tahun untuk menghindari efek usia dan jenis kelamin terhadap munculnya gejala cybersickness. 5

6 d) Partisipan menggunakan kacamata 3D saat sesi ekperimen bermain video game berformat stereoscopic 3D. e) Partisipan dalam kondisi sehat (istirahat cukup, dalam kondisi bugar) saat eksperimen dilaksanakan Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan oleh penulis dengan beberapa tujuan yaitu sebagai berikut: a) Mengetahui efek dari format video game yang berbeda (3D dan S3D) terhadap munculnya gejala cybersickness. b) Mengetahui efek dari jenis genre game yang berbeda (FPS dan racing) terhadap gejala cybersickness Manfaat Penelitian Manfaat penelitian dapat dilihat dari dua aspek yaitu untuk pembaca dan untuk pengembang atau developer video game. Untuk peneliti dan pengguna video game, manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut: a) Memberikan informasi tentang pengaruh jenis format dan genre game yang berbeda terhadap munculnya gejala cybersickness. b) Mendorong pengguna dan konsumen video game untuk meminimalisir efek-efek biomedis yang muncul saat berinteraksi dengan teknologi stereoscopic 3D. 6

7 Selanjutnya dari sisi developer yang akan membuat video game berformat stereoscopic 3D, manfaat penelitian ini adalah agar memperhatikan prosedur pembuatan video game yang tepat sehingga dapat mengurangi dampak negatifnya dan menghasilkan video game yang ramah terhadap pengguna (user friendly) Sistematika Penulisan Dalam penulisan laporan tugas akhir ini, penulis menggunakan sistematika untuk memperjelas keseluruhan isi dari penelitian. Adapun sistematika penulisan adalah sebagai berikut: a) BAB I : Pendahuluan Pada bab ini berisi pengantar menuju ke hal yang akan diteliti oleh penulis. Secara rinci berisi latar belakang masalah, perumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, serta sistematika penulisan. b) BAB II : Tinjauan Pustaka dan Dasar Teori Pada bab ini berisi mengenai tinjauan pustaka dan dasar teori dari penelitian yang telah digunakan sebagai acuan dan dasar dalam penelitian. c) BAB III : Metode Penelitian Pada bab ini dijelaskan langkah-langkah yang dilakukan penulis dalam melakukan penelitian. Secara rinci bab ini berisi alat dan bahan penelitian, sumber data penelitian, tahap penelitian, rancangan eksperimen, proses eksperimen, serta proses analisis. d) BAB IV : Hasil dan Pembahasan Pada bab ini dijelaskan hasil penelitian dan pembahasannya. 7

8 e) BAB V : Kesimpulan dan Saran Pada bab ini berisi kesimpulan dari hasil pengujian yang akan dikaitkan dengan tujuan penelitian yang dibuat. Selain itu terdapat juga saran, yang berisi hal yang belum dieksplorasi oleh penulis, yang diharapkan dapat diteruskan oleh peneliti selanjutnya. 8