KOMISI NASIONAL PENGENDALIAN ZOONOSIS REPUBLIK INDONESIA LAPORAN NASIONAL 2012 KOMISI NASIONAL PENGENDALIAN ZOONOSIS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KOMISI NASIONAL PENGENDALIAN ZOONOSIS REPUBLIK INDONESIA LAPORAN NASIONAL 2012 KOMISI NASIONAL PENGENDALIAN ZOONOSIS"

Transkripsi

1 KOMISI NASIONAL PENGENDALIAN ZOONOSIS REPUBLIK INDONESIA LAPORAN NASIONAL 2012 KOMISI NASIONAL PENGENDALIAN ZOONOSIS

2 Pengantar Dalam dekade terakhir ancaman penyakit yang menular dari hewan ke manusia terus meningkat baik di Indonesia maupun dunia. Karakter zoonosis yang tidak mengenal batas administratif wilayah menjadi tantangan dalam kerjasama antar provinsi, antar negara dan dunia yang semata-mata untuk melindungi masyarakat luas. Zoonosis telah diprediksi oleh para pakar dunia akan menjadi ancaman bagi masyarakat karena 70% dari penyakit menular baru (Emerging Infectious Diseases) yang berpotensi menimbulkan wabah dan pandemi yang berdampak pada kerugian jiwa, ekonomi dan sosial. Indonesia telah menjadi pelopor dalam pengendalian zoonosis secara lintas sektor. Komisi Nasional Pengendalian Zoonosis (KNPZ) lahir sebagai perluasan bidang kerja Komite Nasional Pengendalian Flu Burung dan Kesiapsiagaan Menghadapi Pandemi Influenza (KNFBPI) untuk : 1. Mengoordinasikan dan menyinkronkan perumusan kebijakan dan program nasional; 2. Mengoordinasikan dan menyinkronkan pelaksanaan dan pengawasan pengendalian zoonosis; 3. Memberikan arahan pelaksanaan kebijakan dan program pengendalian zoonosis kepada komisi provinsi pengendalian zoonosis dan komisi kabupaten/kotapengendalian zoonosis; 4. Evaluasi pelaksanaan pengendalian zoonosis secara nasional. Laporan ini merupakan refleksi penguatan koordinasi selama tahun Tentunya dalam tahun pertama masih menggali potensi kebijakan dan program untuk dikembangkan dan dilaksanakan secara terpadu agar pada waktunya sasaran yang diharapkan dapat tercapai. H.R Agung Laksono Ketua Komnas Pengendalian Zoonosis Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Kabinet Indonesia Bersatu II

3 Buku ini merupakan laporan upaya penguatan koordinasi pengendalian zoonosis yang diamanatkan Presiden melalui Perpres 30 tahun 2011 tentang pengendalian zoonosis. Terdapat dua hal strategis yang diamanatkan yaitu percepatan pengendalian dan penanggulangan situasi kedaruratan akibat zoonosis. Pada strategi pengendalian zoonosis melalui penguatan koordinasi maka sinkronisasi dan sinergitas sumberdaya lintas sektor menjadi kunci keberhasilan pengendalian zoonosis secara komprehensif dan terpadu. Pada tahun 2012 dan merupakan tahun pertama perjalanan organisasi koordinatif fungsional Komisi Nasional Pengendalian Zoonosis. Emil Agustiono Ketua Tim Pelaksana / Sekretaris Komnas Pengendalian Zoonosis Deputi III Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat

4 Daftar Isi 1 PERKEMBANGAN ZOONOSIS 1 2 PENGENDALIAN ZOONOSIS LINTAS SEKTOR 8 3 RAPAT KOORDINASIPERLINDUNGAN WILAYAH BEBAS ENDEMIS ZOONOSIS 10 4 PERTEMUAN KOORDINASI DALAM RANGKA PEMBENTUKAN SISTEM INFORMASI DAN DATA PERKEMBANGAN ZOONOSIS TERPADU 14 5 RAPAT KOORDINASI REGIONAL BARAT PENGENDALIAN ZOONOSIS 16 6 RAPAT KOORDINASI REGIONAL TIMUR PENGENDALIAN ZOONOSIS 18 7 PERTEMUAN KOORDINASI PENYUSUNAN REKOMENDASI KEBIJAKAN PERCEPATAN PENGENDALIAN ZOONOSIS 21 8 RAPAT KOORDINASI DALAM RANGKA SINKRONISASI ROADMAP PEMBEBASAN WILAYAH ENDEMIS ZOONOSIS 24 9 PERTEMUAN KOORDINASI PENYUSUNAN PERENCANAAN PROGRAM LINTAS SEKTOR PERTEMUAN KOORDINASI JURNALIS TANGGAP ZOONOSIS RAPAT KOORDINASI NASIONAL PENGENDALIAN ZOONOSIS PENYUSUNAN RENCANA KESIAPSIAGAAN DAN RESPON PANDEMI SEKTORAL (Sectoral Pandemi Preparedness And Response Plan) RAKOR TINGKAT MENTERI TENTANG PENGENDALIAN FLU BURUNG LINTAS SEKTOR (SIDANG KOMNAS PENGENDALIAN ZOONOSIS) 56

5 1 PERKEMBANGAN ZOONOSIS FLU BURUNG Flu burung (FB) pada unggas akibat Highly Patogenic Avian Influenza strain H5N1 clade 2.1 pertama kali dilaporkan pada tahun 2003 dan sampai dengan saat ini telah menyebar di seluruh provinsi kecuali Maluku Utara. Kejadian FB pada manusia pertama kali dilaporkan pada tahun 2005 akibat virus yang sama pada unggas. Evaluasi dari tahun 2003 sampai dengan 2012 terjadi kecenderungan penurunan kejadian FB baik pada unggas maupun manusia. Analisa epidemiologi berdasarkan waktu diketahui peningkatan kejadian FB pada unggas dan manusia terjadi antara Desember sampai dengan April atau dapat juga disimpulkan meningkat di saat musim penghujan. Kejadian kluster ke-16 terjadi di DKI jakarta pada awal januari Indonesia memiliki jumlah kejadian FB pada manusia terbanyak didunia dengan angka fatalitas tertinggi yaitu 83,3 % yang mengakibatkan 192 orang yang positif FB 160 diantaranya meninggal dunia. Waktu onset kejadian FB pada manusia pada waktu kurang atau sama dengan 2 hari memiliki kesembatan sembuh sebesar 38 %, untuk onset antara 3-5 hari memiliki kesempatan sembuh sebesar 26 % sedangkan kejadian onset terbanyak lebih dari 5 hari sehingga kesempatan sembuh menjadi lebih kecil hanya 14 %. Sejak terjadi FB pada manusia tahuun 2005 sampai dengan tahun 2012 (positif FB/kematian) menyebar di : DKI Jakarta (52/44), Jawa Barat (48/40), Banten (32/29), Jawa Tengah (13/12), Riau (10/8), KOMISI NASIONAL PENGENDALIAN ZOONOSIS 1

6 Gambar Diagram Perkembangan Flu Burung Pada Manusia (Sumber : Kementerian Kesehatan) Gambar Diagram Perkembangan Flu Burung Pada Unggas (Sumber : Kementerian Pertanian) 2 LAPORAN NASIONAL 2012

7 Jawa Timur (9/6), Sumatera Utara (8/7), Bali (6/6), Sumatera Barat (4/1), DI Yogyakarta (3/3), Lampung (3/0), Sumatera Selatan (1/1), Sulawesi Selatan (1/1), NTB (1/1) dan Bengkulu (1/1). Pada tahun 2012 telah dideteksi keberadaan virus varian baru Highly Patogenic Avian Influenza strain H5N1 clade oleh Kementerian Pertanian yang mematikan pada unggas bebek dimana sebelumnya tahan terhadap penularan. Varian virus baru tersebut dilaporkan oleh World Health Organisation (WHO) telah menular kepada manusia di China, Hongkong dan Bangladesh. Munculnya virus varian baru tersebut menyebabkan kerugian secara ekonomi bagi peternak bebek di 9 provinsi dan diprediksi tanpa ada pembatasan lalu lintas dan langkahlangkah penangan seperti depopulasi dengan kompensasi akan terus menyebar mengikuti pola perdagangan bebek. Vaksin Flu Burung untuk unggas varian baru ditargetkan oleh Kementerian Pertanian akan di produksi pada triwulan pertama tahun Sampai dengan Desember 2012 belum ada manusia yang dinyatakan positif FB varian baru kclade RABIES Rabies merupakan zoonosis dengan fatalitas paling tinggi hampir mendekati 100% apabila manusia yang terkena gigitan hewan penular rabies (HPR) tidak diberikan penanganan sesuai prosedur. Antara tahun 2008 sampai dengan 2010 kejadian rabies pada manusia (lyssa) terus meningkat. Namun pada tahun 2011 telah terjadi penurunan dibandingkan tahun 2010 sebesar 11% dan tahun 2012 telah Gambar Diagram Perkembangan Rabies Pada Manusia (Sumber : Kementerian Kesehatan) KOMISI NASIONAL PENGENDALIAN ZOONOSIS 3

8 Gambar Peta Daerah Endemis Rabies Pada Hewan (Sumber : Kementerian Pertanian) terjadi penurunan dibandingkan tahun 2011 sebesar 44%. Terjadinya penurunan selain karena cakupan pemberian Vaksin Anti Rabies (VAR) bagi manusia juga vaksinasi pada anjing yang hidup di sekitar masyarakat di daerah endemis. Untuk mencegah penularan rabies ke provinsi yang belum tertular Kementerian Pertanian merekomendasikan pelaksanaan vaksinasi anjing di provinsi bebas (Babel, Kepri, DKI Jakarta, Jateng, DIY, Jatim, Papua, dan Papua Barat). Kejadian Luar Biasa Rabies yang terjadi pada tahun 2012 di Pulau Babar, Kabupaten Maluku Barat Daya-Provinsi Maluku yang dimulai pada oktober 2011 sampai dengan januari 2012 menyebabkan 32 orang tergigit anjing penular rabies yang menyebabkan 2 orang meninggal. Kejadian Luar Biasa Rabies yang terjadi pada tahun 2012 lainnya terjadi di Kecamatan Morotai Utara, Kabupaten Pulau Morotai-Provinsi Maluku Utara yang dimulai pada januari 2011 sampai dengan Februari menyebabkan 56 orang tergigit anjing penular rabies yang menyebabkan 1 orang meninggal. ANTHRAKS Anthraks selama 5 tahun terakhir telah terjadi pada manusia di 12 kabupaten/ kota di 5 provinsi (DKI Jakarta, Jawa Barat, Sulawesi Selatan, NTT dan NTB). Karakter bakteri anthraks dapat membentuk spora yang mampu bertahan sampai dengan 100 tahun sehingga antisipasi perlu dilakukan terutama saat musim kemarau panjang. 11 provinsi endemis antraks pada hewan 4 LAPORAN NASIONAL 2012

9 Gambar Diagram Perkembangan Anthraks Pada Manusia (Sumber : Kementerian Kesehatan) adalah : Jawa Barat, DKI Jakarta, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, NTT, NTB, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Sumatera Barat dan Jambi. Selama tahun 2012 sebanyak 44 orang tertular anthraks dari ternak sakit atau tanah yang terkontaminasi spora yang tersebar di Kabupaten Maros dan Kabupaten Ende. LEPTOSPIROSIS Zoonosis yang tersebar luas di seluruh dunia yang ditularkan melalui urine tikus dan sering muncul mengiringi fenomena alam seperti banjir. Pada saat terjadi bencana nasional gunung merapi juga diiringi meningkatnya kejadian leptopirosis yang dimulai pada tahun 2010 sampai dengan 2011 di Kabupaten Bantul dan Kulon Progo provinsi DI Yogyakarta. Leptospirosis bersifat akut dan menyebabkan risiko kematian cukup tinggi. Gejala klinis leptospirosis mirip dengan penyakit demam dengan pendarahan (haemorragic fever) lainnya sehingga seringkali luput dari diagnosa. Pada tahun 2012 terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB)leptospirosis di Kabupaten Tulung Agung Provinsi Jawa Timur yang menyebabkan 1 orang meninggal dunia. Sedangkan pada tahun yang sama juga terjadi peningkatan angka fatalitas yang cukup tajam di Kota Semarang Provinsi Jawa Tengah. PES/PLAQUE Pes merupakan zoonosis yang termasuk dalam Public Health Emergency of KOMISI NASIONAL PENGENDALIAN ZOONOSIS 5

10 Gambar Diagram Perkembangan Leptospirosis Pada Manusia Secara Nasional Sampai Dengan Juni 2012 (Sumber : Kementerian Kesehatan) Gambar Diagram Perkembangan Leptospirosis Pada Manusia Berdasarkan Provinsi Per Tahun (Sumber : Kementerian Kesehatan) 6 LAPORAN NASIONAL 2012

11 International Concern (PHEIC) selain Flu Burung. Pes disebabkan oleh bakteri Yersinia pestis yang dituarkan melalui gigitan pinjal tikus (Xenopsylla cheopis) Pes berpotensi menjadi wabah apabila muncul dalam bentuk pes paru (pneumonic pes) yang ditularkan melalui percikan ludah penderita. Kejadian Pes terakhir dilaporkan pada tahun 2007 sebanyak 82 orang tertular. Daerah endemis Pes sebagai berikut : 1. Jawa Tengah (Kecamatan Selo dan Cepogo, Kabupaten Boyolali); 2. DI Yogyakarta (Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman); 3. Jawa Timur (Kecamatan Nongkojajar, Tosari, Puspo, Pasrepan, Kabupaten Pasuruan). Pada tahun 2012 tidak dilaprkan adanya masyarakat di daerah endemis Pes yang kembali tertular. Pemantauan Pes di daerah endemis masih terus dilakukan oleh dinas kesehatan setempat dengan melakukan pemeriksaan pinjal tikus yang berada di sekitar tempat aktifitas masyarakat. Gambar Diagram Hasil Pemeriksaan Spesimen Manusia Terhadap Pes (Sumber : Kementerian Kesehatan) Gambar Diagram Hasil Pemeriksaan Spesimen Rodent/ Hewan Pengerat Sebagai Hewan Penular Pes (Sumber : Kementerian Kesehatan) KOMISI NASIONAL PENGENDALIAN ZOONOSIS 7

12 2 PENGENDALIAN ZOONOSIS LINTAS SEKTOR Rapat Koordinasi penyusunan pedoman pengendalian lintas sektor yang diselenggarakan di DI. Yogyakarta pada Februari 2012 merupakan bagian dari implementasi penguatan koordinasi berdasarkan Perpres 30/2011 tentang pengendalian zoonosis. Tujuan dilaksanakan Rakor penyusunan pedoman lintas sektor adalah memperkuat kapasitas sumber daya berupa pedoman koordinasi lintas sektor dengan pendekatan konsep one health yaitu menggabungkan aspek kesehatan masyarakat, kesehatan hewan, kesehatan lingkungan dan satwa liar. Peserta hadir dalam rapat koordinasi terdiri dari utusan kementerian/lembaga anggota Komnas Pengendalian Zoonosis, Asda Bidang Kesra Provinsi DI Yogyakarta, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan, utusan Dinas Peternakan 8 LAPORAN NASIONAL 2012

13 Provinsi Sulawesi Selatan, utusan Dinas Kesehatan prov Jawa Barat, utusan Dinas Perternakan Provinsi Jawa Barat, utusan Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat, utusan Dinas Perternakan Provinsi Sumatera Barat, utusan Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat, utusan Dinas Perternakan Provinsi Kalimantan Barat, utusan Dinas Peternakan Provinsi Denpasar, utusan Dinas Kesehatan Provinsi Denpasar, Kasubdit Harvet Ditpolsatwa Baharkam-Polri, Prof. drh. Widya Asmara (Guru Besar Bagian Virologi Veteriner- Universitas Gajah Mada). Kesimpulan rakor penyusunan pedoman pengendalian lintas sektor adalah disepakatinya format yang menjadi dasar penyusunan pedoman koordinasi pengendalian zoonosis terpadu. KOMISI NASIONAL PENGENDALIAN ZOONOSIS 9

14 RAPAT KOORDINASI 3 PERLINDUNGAN WILAYAH BEBAS ENDEMIS ZOONOSIS Rapat KoordinasiPerlindungan Wilayah Bebas Endemis Zoonosis dilaksanakan di Jakarta pada Februari 2012 merupakan bagian dari implementasi penguatan koordinasi berdasarkan Perpres 30/2011 tentang pengendalian zoonosis. Tujuan diselenggarakan rakor perlindungan wilayah bebas endemis zoonosis adalah memperkuat harmonisasi dan sinkronisasi kebijakan sektor tingkat nasional untuk menurunkan jumlah kematian danprevalensi serta dampak negatif yang dapat terjadi akibat penyakit menular dari hewan ke manusia atau sebaliknya yang disebut Zoonosis melalui adanya upaya pembebasan wilayah bebas Zoonosis lintas sektor. Peserta hadir dalam rapat koordinasi terdiri dari utusan kementerian/lembaga anggota Komnas Pengendalian Zoonosis yaitu : utusan Pusat Karantina Hewan dan Keamanan Hayati Hewani Badan Karantina Pertanian (Kementerian Pertanian), utusan Direktorat Pencegahan dan Penanggulangan Bencana Dirjen Pemerintahan Umum (Kementerian Dalam Negeri), utusan Direktorat Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dirjen Perhubungan Darat (Kementerian Perhubungan), utusan Direktorat Polisi Satwa Badan Pemeliharaan Keamanan POLRI, utusan Direktorat Surveilans, Immunisasi, Karantina dan Kesehatan Masyarakat Dirjen P2PL Kementerian Kesehatan. 10 LAPORAN NASIONAL 2012

15 Rakor Penguatan Perlindungan Wilayah Bebas dari Penularan Zoonosis secara Lintas Sektor sepakat menyampaikan rekomendasi hal-hal sebagai berikut : 1. Perlunya peningkatan pelaksanaan pengendalian zoonosis melalui: a. Pelaksanaan pengamatan, penyidikan, penelitian dan pemetaan zoonosis; b. Kegiatan pelaksanaan pengurangan risiko terjadinya wabah seperti melakukan sosialisasi, pelatihan, simulasi, geladi dan kewaspadaan dini; c. Perlunya peningkatan sanitasi dan higienis pasar tradisional; d. Kesiapan logistik obat dan vaksin untuk penanganan dan/atau tata laksana zoonosis; e. Up-date hasil Penelitian dan Pengembangan tentang Zoonosis; f. Peningkatan kemampuan deteksi awal dan respon cepat terhadap munculnya kedaruratan akibat zoonosis; 2. Perlunya peningkatan pengawasan lalu lintas hewan serta produknya melalui : a. Penetapan pintu masuk/keluar hewan serta produknya; b. Pemetaan lalu lintas hewan serta produknya baik lalu lintas darat, laut dan udara; c. Integrasi sistem pengawasan lalu lintas hewan dan produk ternak/ hewan non ternak melalui sistim pengawasan terpadu yaitu: KOMISI NASIONAL PENGENDALIAN ZOONOSIS 11

16 sarana pelayanan terpadu di jembatan timbang (pengawasan muatan) bagi hewan yang ditransportasikan menggunakan kendaraan umum (keterpaduan sistem check-point, jembatan timbang dan pengawasan lalu lintas di jalan oleh Polri); penguatan peran Polri dalam pengawasan lalu lintas hewan yang menggunakan kendaraan pribadi sesuai dengan pengaturan yang ditetapkan oleh sektor yang membidangi urusan kesehatan hewan; d. Penyediaan sarana dan prasarana (moda transportasi) khusus untuk lalu lintas hewan untuk mendukung pengembangan ekonomi rakyat khususnya peternakan; e. Pemenuhan standar kesejahteraan hewan pada ternak yang dilalu lintaskan guna meningkatkan kualitas produk ternak; f. Peningkatan kerjasama antar provinsi di wilayah perbatasan; 3. Perlunya penguatan regulasi untuk pengendalian zoonosis melalui : a. Akselerasi rencana revisi UU 32/2004 agar sektor Peternakan dan Kesehatan Hewan menjadi urusan wajib di daerah dalam rangka perlindungan masyarakat dari zoonosis; b. Perlu diskusi khusus tentang mekanisme penetapan kejadian luar biasa (KLB)/wabah zoonosis pada hewan dan manusia terkait dengan sinkronisasi pelaksanaan UU 4/1984 dengan UU 18/2009 guna menetapkan skala wabah dan mobilisasi sumberdaya penanganannya oleh pemerintah daerah; 12 LAPORAN NASIONAL 2012

17 c. Percepatan penerapan International Health Regulation 2005 secara lintas sektor; 4. Perlunya perubahan paradigma pengendalian zoonosis, yakni a. Pemberdayaan masyarakat dan swasta merupakan potensi sumberdaya yang menentukan dalam keberhasilan pengendalian zoonosis; b. Lembaga yang menangani tidak hanya sektor yang menangani urusan peternakan dan kesehatan tetapi semua sektor terkait sesuai dengan Perpres nomor 30 tahun 2011 tentang pengendalian zoonosis; c. Integrasi sitim pengendalian zoonsis melalui kelembagaan komisi pengendalian zoonosis yang terdiri dari unsur pelaksana, unsur koordinasi dan unsur komando; d. Memasukan program pencegahan dan pengendalian zoonosis ke dalam perencanaan pembangunan di daerah melalui Musrenbangda; e. Harmonisasi istilah kesehatan hewan baik di Pusat apalagi dengan Daerah; f. Meningkatkan anggaran APBN dan APBD untuk pencegahan dan pengendalian zoonosis; 5. Masing-masing Kementerian/Lembaga diharapkan dapat menguraikan perannya masing-masing dalam pengendalian zoonosis yang kemudian diatur dalam sebuah kebijakan sektoral guna melaksanakan strategi pengendalian zoonosis nasional secara lintas sektor. KOMISI NASIONAL PENGENDALIAN ZOONOSIS 13

18 PERTEMUAN KOORDINASI 4 DALAM RANGKA PEMBENTUKAN SISTEM INFORMASI DAN DATA PERKEMBANGAN ZOONOSIS TERPADU Pertemuan Koordinasi Dalam Rangka Pembentukan Sistem Informasi Dan Data Perkembangan Zoonosis Terpadu dilaksanakan di DI Yogyakarta Maret 2012 merupakan bagian dari implementasi penguatan koordinasi berdasarkan Perpres 30/2011 tentang pengendalian zoonosis. Tujuan diselenggarakan pertemuan pembentukan sistem informasi dan data adalah menghimpun model sistem pengumpulan informasi data zoonosis pada masing-masing sektor untuk mengembangkan dan menerbitkan sistem yang terpadu bagi pengendalian 14 LAPORAN NASIONAL 2012

19 zoonosis lintas sektor serta membangun website komnas pengendalian zoonosis. Peserta hadir dalam rapat koordinasi terdiri dari utusan kementerian/ lembaga anggota Komnas Pengendalian Zoonosis yang tergabung dalam tim pelaksana KNPZ, utusan Asda bidang Kesra Prov. DI. Yogyakarta, utusan Dinas Kesehatan, utusan Dinas Peternakan, utusan Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informasi Prov. DI. Yogyakarta, utusan BPPV Wates, Dekan FKH dan utusan FK UGM, kepala bagian Epidemiologi FK UGM dan kepala bagian Kesmavet FKH UGM. Rekomendasi pertemuan pembentukan sistem informasi dan data sebagai berikut: 1. Sistem yang telah ada di Kemenkes, Kementan dan Kemendagri akan menjadi bahan bagi pembangunan sistem informasi khususnya pada sistem yang telah dimiliki kemendagri yang telah line ke seluruh kabupaten/ kota di seluruh Indonesia. 2. akan membentuk working grup (incidentil) dan kelompok kecil yang akan membangun sistem. 3. Direncanakan simulasi terkait kesiapan system informasi dan data pengendalian zoonosis. KOMISI NASIONAL PENGENDALIAN ZOONOSIS 15

20 5 RAPAT KOORDINASI REGIONAL BARAT PENGENDALIAN ZOONOSIS Rapat Koordinasi Regional Barat Pengendalian zoonosis dilaksanakan di Medan pada Maret 2012 merupakan bagian dari implementasi penguatan koordinasi berdasarkan Perpres 30/2011 tentang pengendalian zoonosis. Tujuan diselenggarakan Rakor Regional adalah sosialisasi dan fasilitasi pembentukan Komisi Provinsi, Kabupaten dan Kota Pengendalian Zoonosis. Peserta hadir dalam rapat koordinasi terdiri dari utusan kementerian/lembaga anggota Komnas Pengendalian Zoonosis serta utusan sekretaris daerah dari 14 Provinsi wilayah barat (Provinsi Nangroe Aceh Darusallam, Provinsi Sumatera Utara, Provinsi Lampung, Provinsi Bangka Belitung, Provinsi Kepulauan Riau, Provinsi DKI Jakarta, Provinsi Banten, Provinsi Jawa Barat, Provinsi Bengkulu, Provinsi Sumatera Selatan, Provinsi Riau, Provinsi Jambi, Provinsi Kalimantan Barat) dan Sekda Kabupaten Kota di Sumatera Utara, Pemerintah Daerah Sumatera Utara. 16 LAPORAN NASIONAL 2012

21 Rekomendasi Rakor Regional sebagai berikut: 1. Pemerintah daerah menindaklanjuti Perpres 30/2011 tentang pengendalian zoonosis baik pelaksanaan strategi maupun pembentukan wadah koordinasi komisi provinsi dan kabupaten/kota yang ditetapkan dalam bentuk Peraturan Gubernur dan Peraturan Bupati/Walikota (pasal 24); 2. Sesuai UU no. 18 tahun 2009 menteri kesehatan dan menteri pertanian harus segera menetapkan zoonosis prioritas berdasarkan nilai strategis yaitu: Angka kesakitan (morbiditas) dan kematian (mortalitas) Potensi terjadinya wabah/pandemi zoonosis Dampak ekonomi (akibat kematian/ penurunan produksi ternak) 3. Membangun sistim perlindungan wilayah terhadap zoonosis yang ada dan sedang mengalami peningkatan kejadian pada wilayah yang berbatasan dengan wilayah Indonesia atau Negara yang sedang melakukan kerjasama dengan Indonesia yang melibatkan transportasi; 4. Membangun paradigma bahwa keberadaan SKPD yang menangani urusan kesehatan hewan terkait dengan zoonosis merupakan urusan wajib yang harus diselenggarakan karena dampak langsung pada kesehatan masyarakat yang menjadi urusan konkuren wajib dalam rangka melindungi masyarakat dari penularan zoonosis; 5. Menko kesra selaku ketua komnas perlu menerbitkan permenko tentang tata dan hubungan kerja, pedoman koordinasi dan bentuk laporan; 6. Pembentukan komisi pengendalian zoonosis di daerah dalam pendanaan kegiatan koordinasi berada di sekretaris daerah sedangkan pelaksanaan teknis pengendalian zoonosis berada di SKPD provinsi, kabupaten/kota yang terkait dengan pengendalian zoonosis. KOMISI NASIONAL PENGENDALIAN ZOONOSIS 17

22 6 RAPAT KOORDINASI REGIONAL TIMUR PENGENDALIAN ZOONOSIS Rapat Koordinasi Regional Timur Pengendalian zoonosis dilaksanakan di Makassar pada Maret 2012 merupakan bagian dari implementasi penguatan koordinasi berdasarkan Perpres 30/2011 tentang pengendalian zoonosis. Tujuan diselenggarakan Rakor Regional adalah sosialisasi dan fasilitasi pembentukan Komisi Provinsi, Kabupaten dan Kota Pengendalian Zoonosis. Peserta hadir dalam rapat koordinasi terdiri dari utusan kementerian/lembaga anggota Komnas Pengendalian Zoonosis serta utusan sekretaris daerah dari 14 Provinsi wilayah timur (Provinsi Sulawesi Utara, Provinsi Sulawesi Tenggara, Provinsi Sulawesi Tengah, Provinsi Gorontalo, Provinsi Maluku, Provinsi Kalimantan Timur, Provinsi Kalimantan Selatan, Provinsi Bali, Provinsi Nusa Tenggara Barat, Provinsi Nusa 18 LAPORAN NASIONAL 2012

23 Tenggara Timur, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Provinsi Jawa Tengah, Provinsi Jawa Timur, Provinsi Papua) dan utusan Sekda Kabupaten Kota se-sulawesi Selatan, SKPD provinsi Sulawesi Selatan terkait, unsur akademisi, serta organisasi profesi. Rekomendasi Rakor Regional sebagai berikut: 1. SKPD yang menangani fungsi kesehatan hewan terkait dengan zoonosis, merupakan urusan wajib yang harus diselenggarakan karena dampak langsung pada kesehatan masyarakat yang menjadi urusan konkuren wajib dalam rangka melindungi masyarakat dari penularan zoonosis; 2. Pemerintah daerah menindaklanjuti Perpres 30/2011 tentang pengendalian zoonosis baik pelaksanaan strategi maupun pembentukan wadah koordinasi komisi provinsi dan kabupaten/kota yang ditetapkan dalam bentuk Peraturan Gubernur dan Peraturan Bupati/Walikota (pasal 24); 3. Semua bentuk wadah koordinasi yang dibentuk oleh Gubernur atau Bupati/ Walikota tentang zoonosis melebur dalam wadah koordinasi komisi pengendalian zoonosis provinsi dan kabupaten/kota; 4. Memperkuat fungsi koordinasi sekda/ asda dalam pelaksanaan pengendalian zoonosis lintas sektor; 5. Pembentukan komisi pengendalian zoonosis di daerah dalam penyusunan perencanaan dan pendanaan kegiatan koordinasi berada di sekretaris daerah c.q asisten daerah yang menaungi bidang kesejahteraan rakyat sedangkan pelaksanaan teknis pengendalian zoonosis berada di SKPD provinsi, kabupaten/kota yang terkait dengan pengendalian zoonosis, anggaran teknis yang dimaksud adalah : ketersedian VAR dan Obat bagi manusia dan hewan serta logistik dan sarana prasarana lainnya yang berkaitan; KOMISI NASIONAL PENGENDALIAN ZOONOSIS 19

24 6. Selain dana APBD pengendalian zoonosis diusulkan dialokasikan melalui mekanisme pendanaan dekonsentrasi kementerian dalam negeri, kementerian kesehatan dan kementerian pertanian sesuai dengan PP NO. 19 tahun 2010 jo. PP no. 23 tahun 2011 tentang Gubernur sebagai aparat pemerintah di daerah; 7. Menjadikan sistem Partisipatory Diseases Surveilans and Response (PDSR) untuk penanganan Flu Burung yang akan berakhir pendanaan program bantuan luar negerinya pada tahun 2012 menjadi sebuah sistem yang menyatu dalam fungsi SKPD di Dinas yang menaungi fungsi kesehatan dan kesehatan hewan; 8. Perlu penguatan litbang melalui zoonosis center berbasis wilayah regional dengan melibatkan perguruan tinggi, lembaga penelitian nasional, balitbangkes, balitbangtan, balitbangda, serta laboratorium kesehatan dan veteriner di tingkat regional; 9. Perlu pemberitaan yang sesuai dan proporsional tentang zoonosis melalui komunikasi risiko dalam rangka mencerdaskan masyarakat untuk mencegah dan mengurangi dampak sosial akibat zoonosis sekaligus membentuk masyarakat yang responsive terhadap kejadian zoonosis; 10. Perlu dilakukan peningkatan kapasitas sumberdaya manusia dalam pengendalian zoonosis melalui pelatihan kemampuan diagnostik, surveilans, pelaporan, tatalaksana kasus dan sebagainya; 11. Jenis zoonosis yang memerlukan prioritas dalam pengendalian mengacu pada jenis zoonosis prioritas nasional dan juga menempatkan jenis zoonosis lain sesuai dengan karakter tantangan di daerah 20 LAPORAN NASIONAL 2012

25 PERTEMUAN KOORDINASI 7 PENYUSUNAN REKOMENDASI KEBIJAKAN PERCEPATAN PENGENDALIAN ZOONOSIS Koordinasi Penyusunan Rekomendasi Kebijakan Percepatan Pengendalian Zoonosis dilaksanakan di Bandung Mei dan November 2012 merupakan bagian dari implementasi penguatan koordinasi berdasarkan Perpres 30/2011 tentang pengendalian zoonosis. Tujuan diselenggarakan Koordinasi Penyusunan Rekomendasi Kebijakan Percepatan Pengendalian Zoonosis adalah memberikan rekomendasi pengembangan kebijakan dari sudut pandang berbeagai latar belakang keilmuan atau kepakaran. Peserta hadir dalam pertemuan koordinasi Tim Pelaksana Komisi Nasional Pengendalian Zoonosis unsur Pakar dan Akademisi, yaitu : 1. Prof. dr. Amin Soebandrio, Ph.D, SpMK; 2. Prof. drh. Wiku Bawono Adisasminto, M.Sc., Ph.D; 3. Prof. Dr. Herawati Sudoyo, MS, Ph.D; 4. Prof. Dr. dr. Nasrin Kodim, MPH; 5. Prof. drh. IGN Mahardika; 6. Prof. drh. Widya Asmara; 7. Dr. drh. Heru Setijanto; 8. Dr. drh. CA. Nidom, M.Si; 9. Dr. Erlina Burhan, SpP, MSc; 10. Dr. Risman Musa, MA; 11. Dr. Sardikin Giriputro; 12. Dr. dr. Budiman Bela, SpMK; 13. Dr. drh. Agus Wiyono; 14. Dr. dr. Agus Suwandono, MPH; KOMISI NASIONAL PENGENDALIAN ZOONOSIS 21

26 15. Kepala Balai Besar Penelitian Veteriner- Kemtan, dan; 16. Perwakilan dari Badan Litbang Kesehatan-Kemkes. Rekomendasi pertemuan Tim Pelaksana Unsur Pakar dan akademisi sebagai berikut: 1. Panel Ahli mengusulkan beberapa masukan perihal penyelenggaraan rakornas pertama komnas pengendalian zoonosis : Arahan menteri diarahkan pada tema utama one health; Perlunya pembelajaran daerah tentang penanganan zoonosis; Pengelompokan peserta rakornas akan dibuat menjadi empat kelompok yaitu : Komitmen daerah dalam rangka membuat perencanaan terhadap turunan Perpres 30/2011 dan perencanaan anggaran; Penguatan kelembagaan dan sistem komando dalam rangka respon cepat penanganan kejadian zoonosis; Pemberdayaan masyarakat dan KIE; Penelitan dan pengembangan. 2. Panel ahli mengusulkan agar kegiatan surveilans yang dilakukan oleh sektor terkait supaya dilakukan secara konsisten dan berkelanjutan; 3. Panel ahli setuju bahwa enam zoonosis strategis yang menjadi prioritas penanganan komnas zoonosis adalah flu burung, rabies, antraks, leptospirosis, brucellosis, pes, sesuai yang tertuang dalam renstranas. Zoonosis lain akan dikelompokan ke dalam New emerging dan neglected zoonosis; 4. Panel ahli mengusulkan bahwa renstanas perlu penyempurnaan pada matrik agar konsisten dalam menetapkan indikator keberhasilan baik output maupun outcome. Lampiran Matrik yang tercantum dalam dokumen final ternyata bukan yang up date 5 maret 2012, contoh : masukan kemenkes; 5. Panel ahli berpendapat bahwa susunan anggota tim pelaksana sebagian besar adalah pejabat struktural yang sudah memiliki tupoksi tersendiri sehingga dalam pelaksana tugas komnas zoonosis sangat terbatas. Sebagai solusi adalah mengacu pada struktur KPAN; 6. Program komnas zoonosis tahun anggaran 2013, panel ahli akan bertindak sebagai pemberi masukan subtansi pada program dan kegiatan yang tertuang dalam renstranas; 22 LAPORAN NASIONAL 2012

27 7. Panel ahli mengusulkan perlu ada kajian strategis terkait kebijakan, seperti apakah kita sudah perlu mengembangan vaksin pada manusia, dll. Panel ahli akan berperan sebagai evaluator dan penilai hasil penelitian serta melanjutkannya sebagai rekomendasi panel ahli komnas zoonosis; 8. Panel ahli mengusulkan perlunya penguatan kapasitas dalam forensik mikrobiologi dan peningkatan keamanan laboratorium; 9. Panel ahli berpendapat bahwa segala macam isu yang terkait mutasi virus adalah konsumsi terbatas para ahli dan belum bisa disampaikan ke masyarakat umum kecuali yang sudah mendapat kesepakatan panel ahli dan harus disampaikan oleh perwakilan panel ahli; 10. Komnas pengendalian zoonosis di minta mendorong kerjasama riset terpadu antara perguruan tinggi dengan pusat penelitian untuk berkolaborasi memperkuat penelitian tentang penyakit menular baru (New- Emerging Infectious Diseases); 11. Komnas pengendalian zoonosis agar memperkuat perannya dalam antisipasi wabah dan pandemi yang berpotensi terjadi guna pengurangan dampak multi sektor. KOMISI NASIONAL PENGENDALIAN ZOONOSIS 23

28 RAPAT KOORDINASI DALAM 8 RANGKA SINKRONISASI ROADMAP PEMBEBASAN WILAYAH ENDEMIS ZOONOSIS Rapat Koordinasi Dalam Rangka Sinkronisasi Roadmap Pembebasan Wilayah Endemis Zoonosis dilaksanakan di Bandung, Juni 2012 bagian dari implementasi penguatan koordinasi berdasarkan Perpres 30/2011 tentang pengendalian zoonosis. Tujuan diselenggarakan Rapat Koordinasi Dalam Rangka Sinkronisasi Roadmap Pembebasan Wilayah Endemis Zoonosis adalah sinkronisasi kebijakan dan program lintas sektor sebagai bagian dari upya percepatan pengendalian zoonosis secara terpadu. Peserta hadir dalam pertemuan koordinasi adalah utusan Kementerian/Lembaga anggota Komnas Pengendalian Zoonosis: Kementerian Kesehatan, Kementerian Pertanian, Kementerian Dalam Negeri, POLRI, Tim Pelaksana Unsur Pakar/ Akademisi Komnas Pengendalian Zoonosis. Rekomendasi Rakor Penyusunan Roadmap Pembebasan wilayah Endemis zoonosis sebagai berikut : 1. Perlu disepakati Zoonosis prioritas antara Kemenkes dan Kementan karena dalam pembuatan Roadmap zoonosis isinya sangat universal, sehingga perlu disepakati bentuk dari Roadmap tersebut; 2. Perlunya koordinasi untuk menentukan siapa yang akan mengolah dan membuat mapping dari data yang 24 LAPORAN NASIONAL 2012

29 sudah tersedia di Kemenkes dan Kementan, termasuk roadmap beberapa zoonosis yang sudah tersedia, sehingga akan menjadi peta zoonosis yang Komprehensif dan terpadu; 3. Perlunya penyelarasan informasi dan distribusi Vaksin di daerah-daerah endemis zoonosis dengan memberikan pemahaman tentang jenis-jenis vaksin yang barumaupun yang sudah ada serta implementasinya terhadap penyakit-penyakit yang terkait; 4. Perlunya kelembagaan yang jelas, karena rantai komando birokrasi tidak akan efektif tanpa dukungan dari Pemerintah Daerah termasuk penguatan kapasitas Pemda dalam hal penganggaran; 5. Perlunya kajian mengenai Peta Zoonosis termasuk penanganan dan pengendaliannya. Gambar Rapat Koordinasi Dalam Rangka Sinkronisasi Roadmap Pembebasan Wilayah Endemis Zoonosis KOMISI NASIONAL PENGENDALIAN ZOONOSIS 25

30 9 PERTEMUAN KOORDINASI PENYUSUNAN PERENCANAAN PROGRAM LINTAS SEKTOR Pertemuan Koordinasi Penyusunan Perencanaan Program Lintas Sektor dilaksanakan di Bandung, Juni 2012 merupakan bagian dari implementasi penguatan koordinasi berdasarkan Perpres 30/2011 tentang pengendalian zoonosis. Tujuan diselenggarakan pertemuan penyusunan perencanaan program lintas sektor adalah untuk sosialisasi dan koordinasi serta sinkronisasi pelaksanaan Rencana Strategis Nasional Pengendalian Zoonosis Terpadu Peserta hadir dalam pertemuan koordinasi adalah utusan Kementerian/ Lembaga anggota Komnas Pengendalian Zoonosis yaitu: Kementerian Kesehatan, Kementerian Pertanian, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Keuangan, Kementerian Pertahanan, Kementerian PPN/BAPPENAS, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Perhubungan, Kementerian Komunikasi dan Informatika,Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Riset dan Teknologi, Sekretariat Kabinet, Kementerian Pembangunan Desa Tertinggal,Kementerian Kehutanan, Badan Intelijen Negara,TNI, POLRI, PMI, Organisasi Profesi (PB IDI dan PB PDHI) Rekomendasi penyusunan perencanaan program lintas sektor sebagai berikut : 26 LAPORAN NASIONAL 2012

31 1. Pengendalian zoonosis harus ditangani secara lintas sektor karena berdampak pada sosial, ekonomi, budaya, keamanan dan pertahanan. Isu strategis dalam pengendalian zoonosis tidak hanya pada angka kesakitan dan kematian manusia serta nilai ekonomis kematian hewan, namun sudah sampai pada kekhawatiran potensi pandemi dan ancaman biodefens; 2. Sesuai amanah Peraturan Presiden nomer 30 tahun 2011, Kelembagaan dalam pengendalian zoonosis dikoordinasi oleh Komisi Nasional Pengendalian Zoonosis (KNPZ) yang beranggotakan 21 Kementerian dan Lembaga. KNPZ adalah lembaga koordinasi pengendalian zoonosis dalam kondisi bukan wabah, sedangkan pada saat pandemi, KNPZ dalam kapasitas sebagai pusat Pengendali zoonosis akan bertindak sebagai unsur pengarah pada BNPB. Untuk itu, perlu penguatan kapasitas dan mekanisme dalam pengendalian pandemi yang disebabkan zoonosis; 3. Segera dicanangkan/dilaunching oleh Kemenko Kesra; Rencana Strategi Nasional Pengendalian Zoonosis Telah terpadu (Renstanas zoonosis terpadu) yang telah disusun dengan melibatkan lintas Kementerian/ Lembaga terkait, ditandatangani oleh Menteri PPN/Kepala Bappenas, diperkuat dengan Keputusan Menteri Koordinator Bidang Kesra nomer 28 tahun Dalam rangka peningkatan sistem infokom perlu didukung dengan penerbitan website komnas pengendalian zoonosis; KOMISI NASIONAL PENGENDALIAN ZOONOSIS 27

32 5. Renstranas tersebut masih harus segera ditindaklanjuti dengan penyusunan rencana aksi dari masing-masing Kementerian/Lembaga. Untuk itu, Renstranas ini masih perlu terus dimonitor dan internalisasi pada program serta perencanaan anggaran masing-masing Kementerian/Lembaga guna melihat keterkaitan antar strategi. Untuk itu diperlukan Tim Kecil yang dibentuk KNPZ untuk menyusun Rencana Aksi dengan cara menyusun matriks yang mampu melihat interface antar Kementerian/Lembaga; Optimalisasi program dan anggaran serta dengan memperhitungkan SDM dan daya dukung; 6. Renstranas Pengendalian Zoonosis terpadu yang merupakan dokumen hidup harus sejalan dengan RPJMN dan berbagai Renstra Kementerian/ Lembaga, sehingga apabila terdapat program kegiatan Kementerian/ Lembaga yang belum ada pada Renstranas, maka program kegiatan tersebut dapat dimasukkan sebagai INISIATIF BARU khususnya pada matrik kegiatan, namun pemutakhirannya tetap mengacu pada delapan strategi pengendalian yang ada; 7. Dalam upaya optimalisasi pelaksanaan Renstranas Zoonosis Terpadu , diperlukan adanya koordinasi dan sinkronisasi mulai dari perencanaan program sampai monitoring dan 28 LAPORAN NASIONAL 2012

33 evaluasi program, baik program yang sudah tertuang dalam lampiran matrik pada renstranas (sudah diberi pejelasan ataupun yang masih ditandai bintang satu/belum diberi penjelasan), maupun upaya realisasi program new inisiative (ditandai bintang dua). Pelaksanaan koordinasi dan sinkronisasi ini dapat diawali dengan koordinasi perencanaan kegiatan pengendalian zoonosis tahun anggaran 2013 yang telah disusun KL terkait serta evaluasi pelaksanaan kegiatan tahun anggaran 2012; 8. Menyadari bahwa selain Komnas Pengendalian Zoonosis terdapat juga Komnas terkait kesehatan, misalnya Komnas Implementasi IHR di Ditjen P2PL dan Komnas PINERE di Badan Litbangkes, maka diperlukan harmonisasi kegiatan tersebut dengan inisiatif Komisi Nasional Zoonosis; 9. Panel Ahli Komnas Pengendalian Zoonosis diiharapkan dapat merencanakan kegiatan penelitian dan pengembangan tentang zoonosis antara lain dengan memanfaatkan Sumber Daya Manusia di Perguruan Tinggi dengan menfaatkan anggaran di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan; 10. Mengingat terdapat pergeseran trend perubahan bio-terorism dari penggunaan bahan peledak menjadi bioterorism termasuk zoonosis, maka diharapkan TNI dan POLRI serta BIN dapat lebih berperan pada koordinasi pengendalian zoonosis. Untuk itu diperlukan pembicaraan khusus agar mekanisme koordinasi ini dapat berjalan; 11. Agar Simulasi Pandemi nampak seperti kejadian yang sesungguhnya, maka disarankan agar kegiatan simulasi memberikan gambaran aspek yang sifatnya lebih kompleks bukan hanya gambaran korban manusia saja; KOMISI NASIONAL PENGENDALIAN ZOONOSIS 29

34 10 PERTEMUAN KOORDINASI JURNALIS TANGGAP ZOONOSIS Pertemuan Koordinasi Jurnalis Tanggap Zoonosis dilaksanakan di Jakarta, pada 5 Juli 2012 merupakan bagian dari implementasi penguatan koordinasi berdasarkan Perpres 30/2011 tentang pengendalian zoonosis. Tujuan diselenggarakan Pertemuan Jurnalis Tanggap Zoonosis adalah membentuk publik awarenes di masyarakat tentang zoonosis dan membentuk media komunikasi yang baik antara pemerintah dengan masyarakat dengan jangkauan publikasi yang luas mengenai upaya pemerintah dalam mengendalikan zoonosis. Peserta hadir dalam pertemuan koordinasi adalah Kementerian Kesehatan, 30 LAPORAN NASIONAL 2012

35 Kementarian Pertanian, Kementerian Komunikasi dan Informasi, organisasi internasional seperti FAO, WHO, lembaga donor seperti USAID serta perwakilan jurnalis dari media cetak dan media elektronik nasional. Kesimpulan pertemuan koordinasi jurnalis tanggap zoonosis sebagai berikut: 2. Jurnalis tertarik isue zoonosis khususnya kejadian wabah dan potensi kematian yang ditimbulkan; 3. Jurnalis merupakan mitra pemerintah dalam mensosialisasikan pencegahan dan penanganan dini zoonosis guna meningkatkan pengetahuan masyarakat. 1. FAO akan menyampaikan pemantauan media elektronik tentang zoonosis; KOMISI NASIONAL PENGENDALIAN ZOONOSIS 31

36 RAPAT KOORDINASI NASIONAL PENGENDALIAN ZOONOSIS Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) zoonosis lintas sektor dan pembentukan pengendalian zoonosis 2012 paradigma mengenai pendekatan diselenggarakan di Denpasar-Bali pada kesehatan semesta serta nilai strategis 24-27September 2012 merupakan bagian zoonosis kepada pemerintah daerah, dari implementasi penguatan koordinasi organisasi internasional, lembaga swadaya berdasarkan Perpres 30/2011 tentang masyarakat dan organisasi profesi. pengendalian zoonosis Rakornas dihadiri oleh para pejabat eselon Tu j u a n d i s e l e n g g a r a k a n r a k o r n a s I, II dan III dari Kementerian/Lembaga adalah untuk sosialisasi dan sinkronisasi anggota Komnas Pengendalian Zoonosis kebijakan nasional tentang pengendalian dan undangan perwakilan Pemerintah L AP O R A N NA S I O NA L

37 7. Tentara Nasional Indonesia 8. Kepolisian Republik Indonesia 9. Sekretariat Kabinet 10. Badan Intelijen Negara Daerah dari unsur Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Sekretariat Daerah (Asisten Bidang Kesejahteraan Rakyat), Dinas Kesehatan, Dinas yang menaungi fungsi 11. Perwakilan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam 12. Perwakilan Provinsi Sumatera Utara 13. Perwakilan Provinsi Sumatera Barat kesehatan hewan, Badan Perencanaan 14. Perwakilan Provinsi Riau Pembangunan Daerah dan Badan 15. Perwakilan Provinsi Jambi Penanggulangan Bencana Daerah dari Perwakilan Provinsi Sumatera Selatan provinsi sebagai berikut : 17. Perwakilan Provinsi Kalimantan Barat 1. Kementerian Dalam Negeri 18. Perwakilan Provinsi Kalimantan Selatan 2. Kementerian Pertanian 19. Perwakilan Provinsi Kalimantan Timur 3. Kementerian Kesehatan 20. Perwakilan Provinsi Banten 4. Kementerian Komunikasi dan Informasi 21. Perwakilan Provinsi Jawa Barat 5. Kementerian Pariwisata dan Ekonomi 22. Perwakilan Provinsi Jawa Tengah Kreatif 6. K e m e n t e r i a n 23. Perwakilan Provinsi DI Yogyakarta Perencanaan Pembangunan Nasional/BAPPENAS 24. Perwakilan Provinsi Jawa Timur KOMISI NASIONAL PENGENDALIAN ZOONOSIS 33

38 25. Perwakilan Provinsi Bali 26. Perwakilan Provinsi Maluku 27. Perwakilan Provinsi Papua 28. Perwakilan Provinsi Papua Barat 29. Perwakilan Provinsi Sulawesi Tengah 30. Perwakilan Provinsi Sulawesi Utara 31. Perwakilan Provinsi Gorontalo 32. National Zoonosis Center Institut Pertanian Bogor 33. Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia 34. WHO Representative to Indonesia 35. FAO Representative to Indonesia 36. USAID Indonesia 37. AUSAID Indonesia 38. SAVE project manajer 39. RESPOND project manajer 40. PREDICT project manajer Informasi yang didapat dalam pelaksanaan Rakornas sebagai berikut : 1. Desentralisasi Dan Kepemimpinan Daerah Dalam Pengendalian Zoonosis Pemerintah daerah menindaklanjuti arah kebijakan pengendalian zoonosis di daerah dengan acuan rencana jangka menengah dan panjang daerah dan pengalokasian anggaran pengendalian zoonosis sesuai fungsi SKPD anggota Komisi pengendalian zoonosis provinsi, kabupaten dan kota; Melaksanakan pengendalian zoonosis berdasarkan spesifitas tantangan di kabupaten/kota dengan melakukan penguatan kerjasama antar wilayah yang melalui koordinasi pemerintah daerah provinsi; Pemerintah pusat fokus kepada zoonosis yang berpotensi menimbulkan wabah meluas antar wilayah, berdampak secara ekonomi dan menjadi ancaman terhadap kesehatan dan kehidupan manusia; Pemerintah daerah segera membentuk wadah koordinasi 34 LAPORAN NASIONAL 2012

39 komisi pengendalian zoonosis sebagai wadah untuk mensinergiskan peran dan sumberdaya pengendalian zoonosis sesuai dengan tugas dan fungsi SKPD yang tergabung dalam wadah tersebut; Melakukan penguatan kapasitas pemerintah desa/kelurahan dalam berperan sebagai ujung tombak untuk menggerakan masyarakat di wilayahnya guna berpartisipasi aktif dalam pengendalian zoonosis; 2. Tantangan Dan Pelaksanaan International Health Regulations (IHR) 2005 Dalam Pengendalian Zoonosis Di Lintas Batas Pelaksanaan pengendalian zoonosis lintas batas terdapat beberapa tantangan yaitu: 1) Tingkat endemisitas zoonosis masih tinggi sehingga masyarakat masih terancam dengan tertular dari hewan sebagai sumber penularan sehingga perlu dilakukan advokasi penguatan regulasi di daerah dan menjalankan regulasi tersebut secara konsisten; 2) Keterbatasan tenaga kesehatan hewan (veterinarian) di daerah kabupaten/kota endemis; 3) Keterbatasan mobilitas operasional karena kurangnya sarana dan prasarana, kondisi geografis dan pendanaan; 4) Disparitas kapasitas sumberdaya Pemda dalam melakukan pengendalian zoonosis; 5) Diperlukan kerjasama untuk membatasi penyebaran zoonosis melalui pengawasan lalu lintas hewan antar wilayah Indonesia maupun dengan negara lain di pintu masuk wilayah; 6) Masyarakat dan pemangku kepentingan masih belum sepenuhnya paham tentang pengendalian zoonosis sehingga aspek sosial-budaya dalam masyarakat diarahkan harus mendukung upaya pengendalian zoonosis; Akselerasi peningkatan kapasitas inti bidang surveilans dan point of entry (bandara, pelabuhan, pos lintas batas) untuk optimalisasi Implementasi /pelaksanaan International Health Regulations (IHR) 2005 target 2014 tercapai; Konsep one health merupakan salah satu kunci keberhasilan pengendalian zoonosis; Percepatan Implementasi KOMISI NASIONAL PENGENDALIAN ZOONOSIS 35

40 Perpres No.30 tahun 2011 sangat semakin meningkat karena : mendukung upaya pengendalian 1) Interaksi antara hewan domestik, Public Health Emergency of ternak dan satwa liar dengan I n te r n a t i o n a l Co n ce r n ( P H E I C ) manusia; khususnya pengendalian kejadian/ kasus zoonosis berpotensi PHEIC. 3. Unifikasi Sistim Kesehatan Menuju perubahan iklim dan mobilitas penduduk (urbanisasi) yang Dunia Bebas Zoonosis mempengaruhi kerapatan Zo o n o s i s m e m i l i k i d i v e r s i t a s penduduk sehingga berdampak induk semang (hewan penular) pada kualitas kesehatan yang sangat beragam demikian masyarakat; h a l ny a d e n g a n d a m p a k y a n g Wabah zoonosis dapat berdampak ditimbulkan sehingga diperlukan pada kerugian jiwa, ekonomi dan pendekatan multi sektor dalam sosial namun dapat dicegah dan pengendaliannya; dikendalikan secara lintas sektor Potensi ancaman pandemi zoonosis 36 2) Degradasi ekosistem, polusi, L AP O R A N NA S I O NA L untuk itu diperluk an unifik asi

41 kesehatan hewan, kesehatan masyarakat, kesehatan lingkungan dan kesehatan satwa liar; Peran Pemda sebagai garda terdepan harus didukung oleh akademisi, peneliti, organisasi profesi, dunia usaha dan masyarakat; Strategi sinergitas dan koordinasi untuk pembangunan kesejahteraan rakyat salah satunya adalah pengendalian zoonosis dan pengurangan dampak termasuk dalam pilar penanggulangan, antisipasi dan tanggap cepat gangguan kesejahteraan rakyat artinya munculnya wabah zoonosis akan mengganggu pencapaian kesejahteraan rakyat; Apabila dilakukan penilaian risiko maka sebagian besar wilayah Indonesia merupakan memiliki risiko tinggi terhadap penularan zoonosis dengan melihat kepadatan penduduk, populasi hewan penular, kesiapan kapasitas sumberdaya (manusia, prasarana-sarana, anggaran dan kelembagaan) akibat disparitas dalam prioritas dan arah kebijakan antar daerah; Terdapat tantangan dalam pelaksanaan pengendalian zoonosis yang perlu segera di diselesaikan yaitu : 1) Lemahnya sinergitas dan sinkronisasi program lintas sektor; 2) Belum optimalnya pemanfaatan dan pengembangan IPTEK; 3) Kurangnya jumlah dan kompetensi Sumber Daya Manusia; 4) Lemahnya dukungan regulasi sebagai dasar pengambilan kebijakan di daerah. 4. Tantangan Dalam Pelaksanaan Kebijakan Dan Strategi Konservasi Hutan Untuk Perlindungan Kesehatan Satwa Liar Indonesia merupakan negara mega biodiversity atau memiliki kenakeragaman hayati yang sangat tinggi baik dari jumlah spesies hewan maupun tubuhan yang berada dalam hutan tropis yang luasnya mencapai 71% luas daratan indonesia; Dalam pelaksanaan pengendalian zoonosis melalui kesehatan satwa liar yang termasuk dalam upaya konservasi maka terdapat dua pembagian ruang yaitu : 1) Konservasi in-situ merupakan konservasi yang dilakukan di habitat alaminya atau hutan) KOMISI NASIONAL PENGENDALIAN ZOONOSIS 37

42 melalui upaya perlindungan habitan dan satwa liar, penegakan hukum, manajemen kawasan, monitoring dan evaluasi; 2) Konservasi ek-situ merupakan konservasi yang dilakukan di luar habitat alaminya seperti kebun binatang, pusat rehabilitasi, taman safari, pusat penangkaran dan taman satwa dengan berpedoman pada indikator kesejahteraan satwa liar di konservasi ek-situ yaitu : Bebas dari rasa lapar dan haus, Bebas dari ketidaknyamanan lingkungan, Bebas dari rasa sakit, luka, dan penyakit, Bebas dari rasa takut dan tertekan; dan Bebas untuk mengekspresikan perilaku alami. Kebijakan Kementerian Kehutanan dalam pengendalian zoonosis dilakukan dengan penguatan fungsi Balai Konservasi Sumber Daya Alam utnuk melaksanakan surveilans, pemantauan terhadap habitat satwa liar, perubahan biologis dan kejadian kematian yang tidak wajar. Dalam kondisi tertentu maka Kementerian Kehutanan dapat melakukan pembatasan ekspor pemanfaatan satwa liar untuk kepentingan komersil dan penghentian sementara ijin angkut tumbuhan dan satwa dalam negeri. Kementerian Kehutanan bekerjasama dengan lembaga atau instansi terkait yang berkompeten dalam pemeriksaan kesehatan satwa liar di lokasi-lokasi konservasi; Untuk memperkuat peran Kementerian Kehutanan melalui fungsi konservasi satwa liar tentang pengendalian zoonosis maka saat ini telah di susun naskah akademik tentang pengendalian dan penanggulangan zoonosis pada satwa liar guna dijadikan substansi kebijakan dalam bentuk peraturan menteri kehutanan. 5. Pencegahan Penularan Zoonosis Di Daerah Tujuan Wisata Dampak wabah zoonosis berakibat multi dimensional salah satunya berdampak pada sektor pariwisata yang sebagaian besar melibatkan masyarakat destinasi pariwisata, apabila terjadi wabah zoonosis maka akan menurunkan citra destinasi pariwisata bagi wisatawan sehingga kesejahteraan masyarakat di daerah destinasi pariwisata akan terganggu; Kementerian pariwisata dan Ekonomi Kreatif bersama dinas 38 LAPORAN NASIONAL 2012

43 pariwisata bertugas untuk mengendalikan penyebaran zoonosis di daerah tujuan wisata guna mengurangi dampak zoonosis melalui peningkatan partisipasi pemangku kepentingan di daerah tujuan wisata yang akan diatur melalui Peraturan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif; Ruang lingkup pencegahan penyebaran zoonosis di lingkungan pariwisata adalah upaya keterpaduan kegiatan seluruh unsur masyarakat di bidang usaha kepariwisataan yang meliputi pencegahan penyebaran, penanganan dini penyebaran dan pengawasan serta evaluasi; Upaya yang akan dilaksanakan dalam pengendalian zoonosis di sektor pariwisata adalah antara lain: 1) Mewajibkan pelaksana pelayanan pariwisata mempunyai higene personal yang baik; 2) Menjaga kebersihan dan melakukan sanitasi lingkungan tempat usaha pariwisata; 3) Peningkatan pengetahuan karyawan pariwisata; di lingkungan 4) Penyediakan makanan dan minuman wajib melakukan pengawasan produk makanan beserta proses pengelolahannya; 5) Wajib mengawasi kondisi kesehatan hewan peliharaannya dan wajib memvaksinasi hewan tersebut secara teratur; 6) Bagi usaha perjalanan dianjurkan untuk selalu mendapatkan informasi masalah penyakit di tempat tujuan perjalanan, sehingga dapat di tunda atau dilakukan vaksinasi sebelumnya; 7) Menyebarluaskan bahan komunikasi, informasi, edukasi. Pembinaan dan pengawasan dalam pengendalian zoonosis di sektor pariwisata adalah : 1) Secara reguler dilakukan pemantauan melalui laporan 3 bulan sekali oleh Dinas pariwisata kab/kota, 6 bulan sekali oleh Dinas pariwisata provinsi dan 1 tahun sekali oleh Pusat; 2) Hasil pemantauan dibahas dalam pertemuan periodik sekurang-kurangnya 1 tahun 1 kali; 3) Menindak lanjuti keluhan pelanggan atau masyarakat; 4) Memberi peringatan lisan atau KOMISI NASIONAL PENGENDALIAN ZOONOSIS 39

44 tertulis bila terdapat hal-hal yang tidak sesuai dengan hal-hal yang terkait pencegahan dan pengendalian zoonosis; 5) Melakukan usulan perbaikan terhadap hal-hal yang belum dilaksanakan secara optimal. Tantangan yang dihadapi oleh sektor pariwisata untuk berperan aktif dalam pengendalian zoonosis adalah : 1) Kapasitas SDM di daerah destinasi wisata masih terbatas baik wawasan maupun kemampuan operasionalnya; 2) Tingkat endemi zoonosis masih tinggi (AI, Rabies dan anthrax); 3) Belum optimalnya pemberdayaan masyarakat, Pemda, bersama asosiasi untuk melaksanakan kegiatan dalam mencegah penyebaran zoonosis; 4) Sosialisasi dan implementasi Regulasi (Perpres 30/2011 tentang Pengendalian Zoonosis ) belum optimal. 6. Rencana Strategis Pengendalian Zoonosis Terpadu Penyusunan renstra sebagai salah satu bentuk dokumen terpadu nasional dengan tujuan untuk melakukan pengendalian dalam rangka mencegah dan mengurangi dampak negatif akibat bencana / wabah zoonosis. Renstra juga bermanfaat agar upaya pengendalian zoonosis terpadu dapat lebih terarah sehingga sasaran pengendalian zoonosis dapat tercapai pada waktunya; Penyusunan renstranas merupakan salah satu implementasi tugas Komnas pengendalian zoonosis yaitu mengoordinasikan dan menyinkronkan perumusan kebijakan dan program nasional pengendalian zoonosis serta pelaksanaan strategi nasional pengendalian zoonosis melalui p erencanaan terpadu dan percepatan pengendalian; Luasnya potensi dampak zoonosis dan karakteristik tantangan di daerah menjadikan pemerintah bukan satu-satunya penangungjawab dan pelaksana dalam pengendalian zoonosis, karena seluruh komponen masyarakat termasuk swasta memiliki fungsi dan peran yang sama pentingnya. Dampak zoonosis dibagi menjadi dua yaitu : 1) Dampak secara langsung yang berhubungan dengan kesehatan masyarakat mulai dari dampak 40 LAPORAN NASIONAL 2012

45 penyakit akut hingga kronis serta mulai dari tingkat mortalitas rendah hingga tinggi; 2) Dampak Tidak Langsung berkaitan dengan perekonomian rakyat dan keamanan. Sasaran pengendalian zoonosis adalah : 1) Mempertahankan dan memperluas daerah bebas zoonosis; 2) Menurunkan kasus penularan dan kematian akibat zoonosis pada hewan dan manusia di masyarakat; 3) Mengurangi dampak yang ditimbulkan akibat zoonosis. Kebijakan nasional dalam pengendalian zoonosis diarahkan untuk mengantisipasi dan menanggulangi situasi kedaruratan akibat wabah zoonosis melalui percepatan pengendalian zoonosis dengan langkah-langkah komprehensif dan lintas sektor dari pemerintah, dunia usaha dan masyarakat serta pembentukan mekanisme sistem komando pengendalian zoonosis yang terpadu dalam situasi kedaruratan akibat wabah/pandemi zoonosis; Pengukuran keberhasilan pengendalian zoonosis dilihat dari aspek pelaporan, pemantauan dan evaluasi terhadap indikator dan mekanisme keberhasilan, pemanfaatan data dan informasi serta pengembangan kapasitas. 7. Nilai Strategis Zoonosis Dari Sudut Pandang Pertahanan Nasional Zoonosis akan menjadi ancaman terhadap pertahanan negara apabila digunakan sebagai senjata pemusnah massal atau digunakan dalam tindak bioterorisme; Undang-undang nomor 3 tahun 2002 tentang pertahanan negara mengatur bahwa sistim pertahanan negara dalam menghadapi ancaman non militer menempatkan lembaga pemerintah di luar bidang pertahanan sebagai unsur utama sesuai dengan bentuk dan sifat ancaman yang dihadapi dengan didukung oleh unsur-unsur lain dari kekuatan bangsa; Bioteror diartikan sebuah ancaman atau tindakan dengan menggunakan patogen yang menyebabkan sakit atau kematian pada manusia, hewan dan tumbuhan yang bertujuan untuk menyebabkan kepanikan dan rasa takut pada masyarakat; Aksi bioteror kepada indonesia dan KOMISI NASIONAL PENGENDALIAN ZOONOSIS 41

46 pernah terjadi di wilayah indonesia terjadi pada juni 2005 pada kedutaan RI di Canberra yang saat itu dikirimi amplop berisi bubuk spora anthraks kemudian setelah diteliti ternyata hanya bubuk putih biasa namun hal ini menyebabkan kepanikan pada karyawan kedutaan dan kedutaan RI ditutup selama 1 minggu, aksi bioteror kedua terjadi pada 23 april 2012 pada kedutaan Perancis di Jakarta namun dengan kecepatan informasi dan respon diketahui bahwa bubuk putih dalam amplop tersebut bukan bubuk spora anthraks dan kedutaan Prancis tetap berjalan seperti sediakala; Apabila spora anthraks disebarkan di saluran udara suatu gedung maka membutuhkan waktu 1 tahun untuk dekontaminasi sehingga akan menyebabkan kerugian yang sangat besar; 6,5 Kg bubuk spora anthraks daya bunuhnya sama dengan 1 mega ton bom nuklir atau setara dengan 160 metrik ton senjata kimia; Zoonosis memiliki nilai ganda dapat digunakan untuk kesejahteraan masyarakat dan sebaliknya dapat disalahgunakan untuk teror atau senjata pemusnah massal; Ancaman bioteror sudah pernah terjadi dan mengarah kepada ancaman non militer sehingga penanganannya dikedepankan instansi diluar bidang pertahanan. 8. Zoonosis Pada Hewan Dan Pengendaliannya Tantangan dunia kesehatan dalam dasawarsa terakhir menjadi cukup kompleks antara lain : ketersedian pangan yang berkelanjutan, emerging diseases, polusi, perubahan iklim, Genetic Modified Organisms (GMO s), migrasi dan ledakan populasi; Kemajuan moda transportasi dan pertambahan populasi manusia di dunia menyebabkan terjadinya percepatan perpindahan dari satu tempat ke tempat lain, kecepatan perpindahan manusia tersebut juga tidak lepas dengan risiko perpindahan patogen (mikroorganisme penyebab sakit); Peningkatan populasi manusia juga meningkatkan demand terhadap kebutuhan pangan baik berupa karbohidrat maupun protein hewani sehingga memacu produsen melakukan intensifikasi dan manipulasi ekologi guna meningkatkan produksi bahan pangan. Kemajuan ekonomi dunia 42 LAPORAN NASIONAL 2012

47 dan kemudahan mendapatkan akses terhadap suatu barang dan jasa turut mempengaruhi gaya hidup seperti berburu dan pemeliharaan satwa eksotik. Energi merupakan suatu kebutuhan pada era modern sehingga ekplorasi dan eksploitasi terhadap sumber energi di daerah pedalaman hutan menjadi suatu pilihan, hal demikian akan menyebabkan pengalihfungsian lahan. Beberapa hal tersebut akan memicu kerentanan terhadap munculnya suatu penyakit pada manusia; Munculnya wabah penyakit hewan yang menular pada manusia atau zoonosis telah berdampak terhadap perekonomian dunia. Epidemi SARS di beberapa negara telah menyebabkan kerugian ekonomi paling besar mencapai 50 milyar USD dibanding epidemi lainnya seperti Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) pada sapi yang mencapai 30 milyar USD hanya di Inggris saja dan Bovine Spongiform Encephalopaty (BSE) atau sapi gila di Inggris, Jepang dan Amerika yang mencapai 18 milyar USD; One Health merupakan representasi strategi interdisiplin dalam menangani kesehatan sebagai satu kesatuan menyeluruh juga didefinisikan sebagai usaha-usaha yang dilakukan secara bersama secara multisektor yang bekerja dalam cakupan lokal, nasional dan global untuk memperoleh kesehatan yang optimal pada manusia, hewan dan lingkungan. Kedepan paradigma kesehatan akan mengedepankan pendekatan populasi secara pro aktif dilakukan dengan prinsip pencegahan pada sistim global dengan keterlibatan inter-disiplin; Kedekatan interaksi antara manusia dengan hewan yang mutlak diperlukan akan mempengaruhi terjadinya zoonosis, untuk melakukan pengendalian guna menciptakan keseimbangan antara hewan, manusia dan lingkungan maka profesi dokter hewan memiliki peranan antara lain : 1) Perawatan kesehatan dan perlindungan terhadap hewan penghasil makanan, hewan sebagai teman, hewan olahraga dan hewan laboratorium, pelestarian hewan liar dan akuatik (konservasi); 2) Penetapan diagnosis, surveilans dan pengendalian zoonosis pada hewan penular, dan KOMISI NASIONAL PENGENDALIAN ZOONOSIS 43

48 perlindungan terhadap bahaya lingkungan yang mengancam hewan dan manusia; 3) Bertanggung jawab terhadap aspek kesehatan dari produksi, pengolahan dan pemasaran makanan asal hewan; 4) Penelitian biomedis dasar dan komparatif dan aplikasi temuan ilmiah untuk kebutuhan kesehatan manusia dan hewan. Terdapat 4 zoonosis prioritas yang ditangani Kementerian Pertanian yaitu : Rabies, Flu Burung, Brucellosis dan anthraks. Secara umum perkembangan zoonosis peda hewan penular relatif menurun jika dibandingkan tahuntahun sebelumnya, namun untuk antraks oleh karena sifat spora yang mampu bertahan puluhan tahun dan kemunculannya juga dipengaruhi siklus musim dan curah hujan maka terjadi fluktuatif setiap tahunnya; Fokus pengendalian zoonosis dilakukan berdasarkan jenis patogen seperti : 1) Pengendalian flu burung pada unggas dilakukan melalui vaksinasi pada area berisiko, biosecurity, kontrol lalu lintas dan urveillans; 2) Pengendalian rabies pada anjing sebagai hewan penular dilakukan melalui vaksinasi untuk mencapai kekebalan kelompok, managemen populasi anjing dan meningkatkan tanggung jawab pemilik anjing; 3) Pengendalian anthraks pada ternak dilakukan melalui vaksinasi area endemik, kontrol lalu lintas dan tindakan disposal pada hewan terinfeksi; 4) Pengendalian brucellosis pada ternak yang tertular dilakukan berdasarkan tingkat prevalensi, untuk daerah dengan prevalensi lebih dari 2% dilakukan vaksinasi sedangkan untuk daerah dengan prevalensi kurang dari 2% dilakukan culling berkompensasi. Selain itu dilakukan pengawasan lalu lintas ternak. Masyarakat memiliki peran sangat penting dalam pengendalian zoonosis sehingga perlu dilakukan kampanye kesadaran masyarakat (Public awareness) agar masyarakat harus mendapat informasi yang benar tentang risiko dan bahaya zoonosa strategis serta cara pengendaliannya. 44 LAPORAN NASIONAL 2012

49 9. Pengurangan Risiko Penularan Zoonosis Melalui Pasar Sehat Pasar tradisional adalah salah satu fasilitas yang penting di kab/ kota dalam menyediakan pasokan makanan, gizi yang penting bagi kesehatan. Pasar tradisional menjadi sandaran hidup bagi pedagang; Jumlah pasar tradisional di indonesia baik dalam wilayah kabupaten/kota maupun desa mencapai pasar, namun 95% kondisi bangunannya sudah berusia lebih dari 25 tahun sehingga dapat dikatakan sudah tidak layak lagi. Berdasarkan studi sampel lingkungan diketahui bahwa 47% pasar tradisional sudah tercemar oleh virus Flu Burung; Pasar tradisional menjadi salah satu tempat berisiko penularan zoonosis karena : 1) Budaya masyarakat indonesia lebih menyukai membeli daging segar dibanding yang sudah melalui proses pengolahan terlebih dahulu; 2) Rendahnya sanitasi pasar dan higiene personal pedagang; 3) Tidak terkelolanya sampah, perawatan fasilitas umum dan pengaturan zona pasar dengan baik, dan ; 4) Lemahnya pegawasan terhadap keamanan dan kualitas produk. Upaya pemutusan rantai penularan zoonosis di pasar dilakukan melalui promosi Pola Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), pembersihan pasar, pemeriksaan rutin dan promosi keamanan pangan, kerjasama lintas sektor dalam peningkatan kesehatan hewan, peningkatan pengetahuan pedagang, perbaikan infrasutruktur dan pemberdayaan masyarakat pasar; Kementerian kesehatan berupaya menurunkan risiko penularan flu burung dan penyakit yang dihantarkan melalui pangan di pasar tradisional melalui Program Pasar Sehat (PPS) untuk memberdayakan komunitas pasar dalam mewujudkan Pasar Sehat yang mandiri dan berkelanjutan; Program pasar sehat dilaksanakan di 9 provinsi yaitu : 1. Pasar Cibubur, Kota Jakarta Timur, 2. Pasar Podosugih, Kota Pekalongan, 3. Pasar Margorejo, Kota Metro, 4. Pasar Argosari, Kabupaten Gunung Kidul, 5. Pasar Wonosari, Kota Malang, 6. Pasar Pagesangan, Kota KOMISI NASIONAL PENGENDALIAN ZOONOSIS 45

50 Mataram, 7. Pasar Rawa Indah, Kota Bontang, 8. Pasar Ibuh, Kota Payakumbuh, 9. Pasar Gianyar, KabupatenGianyar, 10. Pasar Bunder, Kabupaten Sragen; Konsep program pasar sehat diharapkan mampu mewujudkan kondisi pasar yang bersih, aman, nyaman dan sehat oleh masyarakat secara mandiri dan berkesinambungan melalui : ketersediaan infrastruktur yg memenuhi syarat, masyarakat Pasar yg berdaya, meningkatnya PHBS dan manajemen efektif, efisien, akuntabel untuk itu telah disusun pedoman program pasar sehat melalui Kepmenkes nomor 519 tahun 2007 tentang pedoman program pasar sehat; Komponen kegiatan pasar sehat terdiri dari : 1) Koordinasi : Pertemuan LS di daerah untuk mengembangkan proyek percontohan PPS dan Sosialisasi PPS kepada pemerintah daerah dan pembentukan kelembagaan; 2) Penguatan kapasitas : Menyusun modul TOT Pasar Sehat (antara lain: PHAST, Pembersihan Pasar, Manajemen PPS dan Strategi PPS dan Melatih fasilitator daerah (propinsi, kab/kota, dan komunitas pasar); 3) Fasilitas penunjang PHBS : Peningkatan kualitas sarana sanitasi dan air bersih, melengkapi kit keamanan pangan, kit pembersihan pasar dan pembersihan pasar secara rutin; 4) Peningkatan Kesadaran : Survey KAP tentang PPS dan AI, mengembangkan media komunikasi PPS serta mengembangan Radio Land, sebagai media infomasi dan edukasi di pasar. Potensi pengembangan PPS dipasar tradisional diseluruh Indonesia yang berjumlah (tradisional dan desa) dan pengembangan lokasi-lokasi percontohan lainnya baik melalui anggaran APBN (tahun 2012 di 8 lokasi), dana daerah dan CSR Perusahaan. 10. Penguatan Riset dan Kajian Pengendalian Zoonosis Kejadian zoonosis merupakan interaksi tiga komponen yaitu agen, host dan lingkungan. Agen merupakan komponen yang sangat beragam seperti 46 LAPORAN NASIONAL 2012

51 Infektivitas, Patogenisitas, Virulensi, Imunogenisitas, Stabilitas antigenic dan Survival. Komponen lingkungan terdiri dari Cuaca, Habitat/Kandang, Geografi, Vegetasi, Kualitas udara, Pakan-Air dan Tanah-Lahan. Komponen inang/host zoonosis memiliki keragaman dan dapat dikelompokkan sesuai dengan fungsi hewan penular; Paradigma yang masih banyak terjadi bahwa banyak sekali kejadian anthraks pada manusia tidak dilaporkan karena faktor pertimbangan non kesehatan dengan mempertimbangkan dampak yang akan terjadi oleh karena hal tersebut maka akan meningkatkan potensi terjadinya wabah zoonosis sehingga zoonosis harus ditangani secara komprehensif dan profesional; Terdapat 3 tantangan yang harus dipahami dalam pengendalian zoonosis yaitu :1) karakter alami penyakit (the nature of disease), 2) menilai (to assess) resiko-resiko terhadap manusia, 3) munculnya strain pandemi asal hewan (animal origin); Pencegahan merupakan prinsip utama dalam pengendalian zoonosis namun masih diperlukan penguatan kajian dalam mendukung upaya pencegahan zoonosis yang meliputi : 1) Pengenalan zoonosis terutama riset zoonosis pada satwa liar yang telah dilaporkan bahwa 60% zoonosis melibatkan satwa liar dalam penularannya kepada manusia, oleh karena itu dibutuhkan penguatan kerjasama khususnya dalam melengkapi kapasitas secara lintas sektor, salah satunya : diagnostik laboratorium dan peningkatan kapasitas SDM antara Kementerian Kehutanan dengan Kementerian Pertanian dan Perguruan Tinggi; 2) Investigasi terhadap patogen apa saja yang kemungkinan dibawa oleh satwa liar khususnya yang memasuki habitat manusia, untuk melakukan investigasi tersebut terdapat permasalahan terutama dalam pengambilan sampel; 3) Kolaborasi harus memperhatikan struktur hubungan antar institusi karena adanya pembatasan yang diatur oleh regulasi yang berlaku di sektor masing-masing, salah KOMISI NASIONAL PENGENDALIAN ZOONOSIS 47

52 satu wadah kolaborasi dapat dilakukan dalam pusat kajian zoonosis/zoonosis center-ipb untuk menyusun suatu kajian secara komprehensif; 4) Diagnosis, surveilans dan intervensi merupakan tiga tema kajian yang berkaitan erat. Diagnosis berhubungan dengan penegakan diagnosa yang hanya mungkin dilakukan di RS rujukan atau laboratorium referensi. Surveilans untuk mengurangi potensi dampak akibat wabah zoonosis sehingga dilakukan secara berkelanjutan dengan keterlibatan lintas sektor, namun belum terlaksana secara terpadu sehingga diperlukan kajian untuk memecahkan hambatan pelaksanaannya. Intervensi melalui pemberdayaan masyarakat merupakan langkah cerdas dan hemat biaya sehingga diperlukan kajian tentang model pelaksanaannya; 5) Riset mengenai epidemiologi terapan, ekologi dan molekular epidemiologi; 6) Peningkatan kapasitas SDM masyarakat, laboran dan petugas lapangan sehingga diperlukan kajian dalam penyusunan materi dalam pelaksanaannya; 7) Informasi dan komunikasi untuk menyusun suatu substansi informasi yang dapat dengan mudah diterima oleh masyarakat sehingga terjadi proses komunikasi yang efektif; Dalam melaksanakan penguatan riset dan kajian pengendalian zoonosis diperlukan input berupa data dan informasi zoonosis dan renstranas pengendalian zoonosis terpadu. Pelaksanaan riset dan kajian terkait kelemahan, kekuatan, peluang dan ancaman dipengaruhi oleh sistim yang berlaku secara nasional, metodologi, sumber daya manusia, institusi/lembaga riset, manajemen, unsur pendukung dan sarana prasarana. Sehingga hasil riset dan kajian dapat menghasilkan suatu output yang menjadi dasar pengambilan kebijakan nasional komprehensif. Untuk melakukan hal tersebut maka diperlukan sinergitas program pengendalian zoonosis dari pusat hingga daerah yang akan langsung berdampak kepada masyarakat indonesia makmur dan sejahtera. 48 LAPORAN NASIONAL 2012

53 Berdasarkan masukan dari para peserta rakornas, pembicara dan hasil diskusi menghasilkan kesimpulan, tindak lanjut dan rekomendasi sebagai berikut: KESIMPULAN : 1. Kementerian / Lembaga telah berpartisipasi aktif dalam penyusunan Renstranas Pengendalian Zoonosis Terpadu, untuk itu perlu dievaluasi tindak lanjut pelaksanaannya; 2. Sesuai UU no. 18 tahun 2009, Menteri Pertanian bersama dengan Menteri Kesehatan harus segera menetapkan zoonosis prioritas nasional dan juga menempatkan jenis zoonosis lain sesuai dengan karakter tantangan di daerah yang akan menjadi penyusunan analisis situasi zoonosis dan rencana kerja pengendalian zoonosis; 3. Kementerian Kesehatan perlu mengimplementasikan IHR 2005 dalam pengendalian zoonosis sesuai dengan konsep One Health; 4. Kementerian Pertanian perlu mengakselerasikan pemanfaatan sistem Partisipatory Diseases Surveilans and Response (PDSR) menjadi sebuah sistem di SKPD yang melaksanakan fungsi kesehatan dan kesehatan hewan dalam pengendalian zoonosis; 5. Menko Kesra selaku ketua Komnas perlu menerbitkan Permenko tentang tata dan hubungan kerja, pedoman koordinasi dan bentuk laporan; 6. Kementerian Kehutanan perlu penguatan sistim perlindungan wilayah terhadap zoonosis di daerah perbatasan dan segera menyelesaikan naskah akademik guna penyusunan Peraturan Menteri Kehutanan tentang Pengendalian dan Penanggulangan Zoonosis pada Satwa Liar; 7. Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif bersama dinas pariwisata siap bekerjasama mengendalikan penyebaran zoonosis di daerah tujuan wisata, menyebarluaskan bahan komunikasi, informasi, edukasi kepada seluruh pemangku kepentingan pariwisata termasuk masyarakat wisata; 8. Zoonosis memiliki nilai ganda untuk kesejahteraan masyarakat namun juga memiliki potensi penyalahgunaan sebagai senjata biologis dan tindakan bioterorisme; 9. Bahan bahasan para peserta Rakornas perihal perlunya keberadaan SKPD yang menangani fungsi kesehatan hewan terkait dengan zoonosis merupakan urusan wajib perlu diselesaikan dalam waktu sesegera mungkin; KOMISI NASIONAL PENGENDALIAN ZOONOSIS 49

54 LANGKAH-LANGKAH TINDAK LANJUT yang perlu dilakukan sebagai berikut : 1. Sosialisasi Renstra dan sinkronisasi dengan perencanaan di daerah oleh Bappenas; 2. Penguatan pengendalian zoonosis di semua sektor di Pusat dan Daerah melalui: Penyampaian dengan lugas yang dimaksud dengan zoonosis dengan bahasa yang mudah dipahami seluruh lapisan masyarakat dengan melibatkan media masa nasional dan lokal; Perumusan State of Urgency / tingkat kegawatan/tingkat kepentingan zoonosis oleh KL anggota Komnas Zoonosis; Implementasi peran sektoral dalam pengendalian zoonosis; Peningkatan kapasitas kepemimpinan (leadership); Komunikasi kemajuan / progress pengendaian zoonosis. Membentuk tim guna memberikan asistensi kepada pemerintah daerah dalam pengendalian zoonosis Menyusun pemetaan risiko penularan zoonosis terintegrasi antara sektor kesehatan manusia, kesehatan hewan dan konservasi satwa liar. 3. Peningkatan pemahaman sense of crisis zoonosis pada seluruh lapisan masyarakat; 4. Pemberitaan yang sesuai dan proporsional tentang zoonosis melalui komunikasi risiko dalam rangka mencerdaskan masyarakat untuk mencegah dan mengurangi dampak sosial akibat zoonosis sekaligus membentuk masyarakat yang responsive terhadap kejadian zoonosis; 5. Peningkatan kuantitas dan kualitas tenaga kesehatan hewan di Indonesia serta tenaga kesehatan terutama di Indonesia bagian Timur; 6. Peningkatan kapasitas sumberdaya manusia di Pusat dan Daerah dalam pengendalian zoonosis melalui pelatihan kemampuan diagnostik, surveilans, pelaporan, tatalaksana kasus dan kemampuan manajerial program pengendalian zoonosis; 7. Penguatan Litbang melalui zoonosis center berbasis wilayah regional dengan melibatkan perguruan tinggi, lembaga penelitian nasional, balitbangkes, balitbangtan, balitbangda, serta laboratorium kesehatan dan veteriner di tingkat regional guna penyusunan kajian secara komprehensif tentang pengendalian zoonosis; 50 LAPORAN NASIONAL 2012

55 REKOMENDASI : 1. Menindaklanjuti langkah-langkah yang disepakati dalam rakornas pengendalian zoonosis; 2. Masing-masing Provinsi dan Kabupaten/Kota menindaklanjuti dengan : a. Semua bentuk wadah koordinasi yang dibentuk oleh Gubernur atau Bupati/Walikota tentang zoonosis melebur dalam wadah koordinasi komisi pengendalian zoonosis provinsi dan kabupaten/kota; b. Menyusun rencana kerja dan pendanaan kegiatan koordinasi berada di sekretaris daerah c.q asisten daerah yang menaungi bidang kesejahteraan rakyat; c. SKPD provinsi, kabupaten/kota yang terkait dengan pengendalian zoonosis melaksanaan teknis pengendalian zoonosis; d. Selain dana APBD pengendalian zoonosis dapat diusulkan dialokasikan melalui mekanisme pendanaan dekonsentrasi kementerian / lembaga teknis terkait; 3. Perlu sosialisasi pasar sehat di seluruh Indonesia dalam rangka pengendalian zoonosis KOMISI NASIONAL PENGENDALIAN ZOONOSIS 51

56 PENYUSUNAN RENCANA 12 KESIAPSIAGAAN DAN RESPON PANDEMI SEKTORAL (Sectoral Pandemi Preparedness And Response Plan) GAMBARAN UMUM Berdasarkan Kerangka Aksi Hyogo (HFA ) dan ketentuan hukum yang berlaku di Republik Indonesia dalam memperkuat kapasitas pengurangan resiko dan manjemen bencana, Whole-of- Society penyusunan rencana kesiapsiagaan dan respon pandemi ini dipimpin oleh Kementerian Koordinasi Bidang Kesejahteraan Rakyat (Menko Kesra). PREPARE Project adalah sebuah proyek kesiapsiagaan multisektor dalam menghadapi pandemi yang diimplementasikan oleh International Medical Corps dengan didanai oleh United States Agency for International Development (USAID). Proyek ini diimplementasikan di empat negara di Africa, tiga negara di Asia Tenggara, serta merupakan inisiatif global dari East African Community (EAC) dan Association of Southeast Asian Nations (ASEAN). PREPARE-Indonesia dipimpin oleh Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Republik Indonesia (Menko Kesra) dengan didukung K/L anggota Komisi Nasional Zoonosis (Komnas Zoonosis) dan berkoordinasi dengan International Medical Corps, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Kementerian Kesehatan, United Nations Office for the Coordination of Humanitarian Affairs (UN-OCHA), dan World Health Organization (WHO), serta mitra lainnya. 52 LAPORAN NASIONAL 2012

57 LATAR BELAKANG Pandemi dan bencana berskala besar lainnya merupakan ancaman serius di Indonesia. Untungnya, ancaman pandemi yang ada saat ini seperti SARS dan H1N1 (flu babi) berdampak minimal terhadap ekonomi dan sosial. Namun, transmisi lanjutan dari agen pandemi lain seperti H5N1(flu burung) menjadi perhatian serius karena berpotensi besar berkembang menjadi wabah. Sebuah pandemi besar akan memiliki dampak yang luar biasa terhadap berfungsinya masyarakat dan bisnis/usaha di Indonesia, karena dapat menyebabkan para pekerja absen dari pekerjaannya sampai dengan 40% dikarenakan sakit dan adanya gangguan dalam jalur penyediaan pasokan dan pelayanan penting. Rencana kesiapsiagaan dalam mengurangi dampak pandemi merupakan hal yang sangat penting. Langkah-langkah yang kongkrit dan berkesinambungan telah dilakukan dalam sistem kesehatan dan juga pada level koordinasi nasional sebagai persiapan menghadapi pandemi. Bagaimanapun juga, sudah merupakan konsensus di tingkat global untuk memperluas rencana kesiapsiagaan yang meliputi rencana tingkat sektoral bagi sektor penyedia layanan penting. Karena dampak pandemi seperti absensi karyawan dapat menyebabkan gangguan dalam penyediaan layanan penting seperti penyediaan energi, transportasi udara atau layanan telekomunikasi. Sangatlah penting bagi sektor-sektor tersebut untuk menjaga fungsi mereka yang vital bagi keberlanjutan masyarakat Indonesia saat terjadi pandemi. Tipe rencana kesiapsiagaan di tingkat sektoral disebut rencana kesiapsiagaan Whole-of-Society. Banyak usaha perorangan yang telah mempunyai Rencana Keberlanjutan Usaha atau yang biasa disebut Business Continuity Plans (BCP) atau rencana kontijensi yang menangani skenario serupa. Rencana perusahaan baik publik ataupun privat, adalah komponen yang penting dari rencana kesiapsiagaan di tingkat sektoral, namun sebuah rencana kesiapsiagaan sektoral juga diperlukan untuk usaha koordinasi, mengidentifikasi tim respons krisis dan memprioritaskan penyediaan layanan. Tipe rencana kesiapsiagaan yang menggunakan skenario terburuk dari pandemi, juga dapat digunakan untuk bencana slow-onset seperti banjir, letusan gunung berapi dan kerusuhan. RANGKAIAN KEGIATAN Pada bulan Desember 2011 di Bandung, Menko Kesra bersama dengan KOMISI NASIONAL PENGENDALIAN ZOONOSIS 53

58 International Medical Corps, dengan pendanaan dari United States Agency for International Development (USAID) melalui PREPARE Pandemic Preparedness Project telah menyelenggarakan lokakarya yang bertajuk: Whole-of-Society Pandemic and Large-Scale Disaster Response Planning: Strengthening Continuity of Essential Operations and Services. Hasil dari lokakarya ini adalah penguatan rencana BCP di tingkat sektoral dan pemahaman akan saling kebergantungan antara delapan sektor penyedia layanan penting. Maret 2012, sebuah Tim Pengawas Proyek atau yang disebut Project Oversight Group (POG) dibentuk untuk mengawasi dan mengarahkan PREPARE Project. POG ini diketuai oleh Komisi Nasional Zoonosis (Komnas Zoonosis) dan International Medical Corps dengan didukung dan berkoordinasi dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Kementerian Kesehatan, United Nations Office for the Coordination of Humanitarian Affairs (UN-OCHA), dan World Health Organization (WHO), serta mitra lainnya arahan dari Kemenko Kesra dan USAID Indonesia. April 2012, PREPARE Project memutuskan untuk fokus pada pengembangan Pandemic Preparedness and Response Plans bagi tiga sektor penyedia layanan penting Energi, Komunikasi dan Transportasi Udara. Kemudian dibentuklah Kelompok Kerja Teknis atau Technical Working Groups (TWGs) untuk masing-masing sektor dalam rangka mengembangkan dan menyusun rencana kesiapsiagaan ini. TWG beranggotakan 15 individu yang mewakili lembaga-lembaga publik dan swasta di masing-masing sektor. Mei 2012, sebuah daftar anggota TWG yang diusulkan mendapatkan persetujuan dari Menko Kesra. Pada tanggal 2 Mei 2012 di Hotel Akmani Jakarta, usulan anggota TWG dari Kementerian dan sejumlah perusahaan penyedia layanan penting di ketiga sektor tersebut diundang dalam kegiatan Sosialisasi TWG PREPARE Project untuk memperkenalkan proyek, rencana kerja dan berdiskusi mengenai pelaksanaan proyek tersebut. Juni 2012, langkah selanjutnya dari serangkaian kegiatan PREPARE Project di Indonesia adalah penyelenggaraan lokakakarya atau Workshop 1: Whole-of- Society Pandemic and Large-Scale Disaster Response Planning: Preventing and Contending with Disruptions in Essential Operations and Services. Workshop 1 yang diadakan pada tanggal 4-6 Juni di Hotel Horison Bekasi telah menghasilkan : 54 LAPORAN NASIONAL 2012

59 1. Pembentukan awal anggota TWG untuk : Sektor Komunikasi (15 anggota) termasuk produksi dan penyedia layanan telepon, seluler, internet, televisi, radio dan surat kabar. Sektor Energi (15 anggota) termasuk suplai, produksi dan distribusi listrik, mineral dan batubara, serta minyak dan gas. Sektor Transportasi Udara (15 anggota) termasuk pengoperasian bandar udara, air traffic control (ATC), pemeliharaan pesawat dan airplane maintenance, and pengawasan serta kontrol bandar udara. 2. Draft atau rancangan Sector Pandemic Preparedness and Response Plans untuk masing-masing sektor TWG diatas. Rencana ini akan terus dikembangkan oleh anggota TWG dan pemangku kepentingan yang terlibat di sektor masing-masing. 3. Peta rencana aksi untuk menyempurnakan dan memfinalisasi draft rencana kesiapsiagaan dan respon yang sudah dibuat. sektor perhubungan udara, komunikasi, energi. Sebagai pengarah dalam simulasi ini antara lain Kemenko Kesra, Kemkes, KNPZ, BNPB. Simulasi ini di desain untuk mengklarifikasi aturan dan tanggung jawab dalam menjaga keberlangsungan layanan penting khususnya di sektor perhubungan udara, komunikasi, energi dan kesehatan termasuk pola komando dan koordinasi serta kelembagaan baik di level pusat maupun daerah. HASIL KEGIATAN 1. Rancangan dokumen rencana kesiapsiagaan dan respon menghadapi pandemi sektor transportasi udara; 2. Rancangan dokumen rencana kesiapsiagaan dan respon menghadapi pandemi sektor komunikasi; 3. Rancangan dokumen rencana kesiapsiagaan dan respon menghadapi pandemi sektor energi. November 2012 dilaksanakan table top exercise di Hotel Aston Bogor tanggal 5 7 november Peserta dalam simulasi tersebut berasal dari perwakilan dari KOMISI NASIONAL PENGENDALIAN ZOONOSIS 55

60 RAKOR TINGKAT MENTERI 13 TENTANG PENGENDALIAN FLU BURUNG LINTAS SEKTOR (SIDANG KOMNAS PENGENDALIAN ZOONOSIS) 27 Desember 2012 LATAR BELAKANG Meningkatnya kematian unggas akhir-akhir ini terutama itik telah menimbulkan kerugian sosial dan ekonomi selain menyebabkan kepanikan di masyarakat mengingat potensi penularannya kepada manusia (zoonotik); Penyebab kematian itik dan unggas air lainnya tersebut akibat virus H5N1 clade baru (2.3.2) yang berbeda dengan penyebab flu burung pada ayam dan manusia akibat virus H5N1 clade lama (2.1.3); Pemerintah pusat dan Pemda telah melaksanakan langkah-langkah pencegahan dan pengendalian FB dengan melakukan kegiatan : a. Penguatan surveilans terpadu; b. Peningkatan penyehatan lingkungan melalui biosecurity; c. Public awareness melalui dialog interaktif dan media komunikasi sellular; d. Depopulasi unggas walaupun dana kompensasi belum tersedia; e. Restrukturisasi perunggasan dan capacity building; f. Pengawasan lalu lintas perdagangan unggas; g. Pengawasan orang dengan influenza like illness di setiap bandara untuk mencegah penyebaran virus influenza; h. Penguatan regulasi (pergub, perbup, perwalikota dan perda); 56 LAPORAN NASIONAL 2012

61 Gambar Sidang Komnas Pengendalian Zoonosis (dari kiri ke kanan : E.E Mangindaan-Menhub, Tifatul Sembiring-Menkominfo, H.R Agung Laksono-Menko Kesra, Nafsiah Mboi-Menkes, Suswono-Mentan) i. Dihentikan impor unggas asal Australia mengingat saat ini terjadi wabah penyakit menular pada unggas (Flu Burung strain H7N7) di Australia; TANTANGAN SAAT INI 1. Dana kompensasi untuk depopulasi unggas masih belum tersedia; 2. Vaksin H5N1 pada unggas dan manusia harus diproduksi segera; 3. Kesiapan menghadapi pandemi secara nasional harus dioptimalkan; 4. Peran legislatif masih perlu disinkronkan dengan eksekutif dalam hal fungsi penganggaran pengendalian FB dan zoonosis lainnya ; 5. Pengawasan lalu lintas perdagangan unggas secara illegal masih kurang; 6. Kapasitas kelembagaan Pemda untuk mencegah zoonosis belum optimal; KESIMPULAN 1. Belum ada laporan penularan FB clade baru (2.3.2) pada manusia; 2. Pemerintah pusat dan pemerintah daerah telah berhasil mengendalikan FB dengan penurunan kasus FB pada unggas dan manusia; 3. Kesiapan pemerintah untuk mengendalikan FB di daerah dan lintas negara masih perlu ditingkatkan agar tidak terjadi pandemi; KOMISI NASIONAL PENGENDALIAN ZOONOSIS 57

62 Gambar Suasana Sidang Komnas Pengendalian Zoonosis TINDAK LANJUT Kemkominfo agar terus memperkuat sosialisasi ancaman dan pencegahan FB dan zoonosis lainnya melalui berbagai media termasuk media selular; Pemda sebagai garda terdepan pengendalian FB dan zoonosis lainnya perlu diperkuat kapasitasnya; Kementerian perhubungan dan Pemda (Dinas Perhubungan) agar memperketat pengawasan lalu intas perdagangan unggas bersama balai karantina hewan / Polri /TNI; Kementerian BUMN, kementerian kesehatan, kementerian pertanian, dan kementerian keuangan agar membahas produksi vaksin; Bappenas dan Kementerian keuangan agar berupaya menambah anggaran kesiapsiagaan menghadapi pandemi termasuk dana kompensasi dan operasional pencegahan dan penanggulangan FB dan zoonosis lainnya; Disarankan perlu posko pada setiap Kementerian terkait pengendalian FB sampai keadaan aman. 58 LAPORAN NASIONAL 2012

Emil Agustiono Ketua Tim Pelaksana / Sekretaris Komnas Pengendalian Zoonosis Deputi III Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat

Emil Agustiono Ketua Tim Pelaksana / Sekretaris Komnas Pengendalian Zoonosis Deputi III Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Buku ini merupakan laporan upaya penguatan koordinasi pengendalian zoonosis yang diamanatkan Presiden melalui Perpres 30 tahun 2011 tentang pengendalian zoonosis. Terdapat dua hal strategis yang diamanatkan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN ZOONOSIS DALAM OTONOMI DAERAH

KEBIJAKAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN ZOONOSIS DALAM OTONOMI DAERAH KEBIJAKAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN ZOONOSIS DALAM OTONOMI DAERAH Disampaikan oleh : DIREKTORAT JENDERAL PEMERINTAHAN UMUM KEMENTERIAN DALAM NEGERI 1 I. LATAR BELAKANG WILAYAH INDONESIA MEMILIKI KONDISI

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PENGENDALIAN ZOONOSIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa sampai saat ini, Indonesia masih menghadapi permasalahan penyakit hewan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN UMUM PENGENDALIAN FLU BURUNG DI INDONESIA DIREKTUR PANGAN DAN PERTANIAN BOGOR, 25 FEBRUARI 2009

KEBIJAKAN UMUM PENGENDALIAN FLU BURUNG DI INDONESIA DIREKTUR PANGAN DAN PERTANIAN BOGOR, 25 FEBRUARI 2009 KEBIJAKAN UMUM PENGENDALIAN FLU BURUNG DI INDONESIA DIREKTUR PANGAN DAN PERTANIAN BOGOR, 25 FEBRUARI 29 1 OUTLINE 1. PENDAHULUAN 2. DAMPAK WABAH AI 3. PERMASALAHAN 4. KEBIJAKAN UMUM 4.1. STRATEGI PENGENDALIAN

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PENGENDALIAN ZOONOSIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PENGENDALIAN ZOONOSIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PENGENDALIAN ZOONOSIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sampai saat ini,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2006 TENTANG KOMITE NASIONAL PENGENDALIAN FLU BURUNG (AVIAN INFLUENZA) DAN KESIAPSIAGAAN MENGHADAPI PANDEMI INFLUENZA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2006 TENTANG DAN KESIAPSIAGAAN MENGHADAPI PANDEMI INFLUENZA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2006 TENTANG DAN KESIAPSIAGAAN MENGHADAPI PANDEMI INFLUENZA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2006 TENTANG KOMITE NASIONAL PENGENDALIAN FLU BURUNG (AVIAN INFLUENZA) DAN KESIAPSIAGAAN MENGHADAPI PANDEMI INFLUENZA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

KEMENHAN. Satuan Kesehatan. Pengendalian. Zoonosis. Pelibatan.

KEMENHAN. Satuan Kesehatan. Pengendalian. Zoonosis. Pelibatan. No.1258, 2014 KEMENHAN. Satuan Kesehatan. Pengendalian. Zoonosis. Pelibatan. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2014 TENTANG PELIBATAN SATUAN KESEHATAN KEMENTERIAN PERTAHANAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terakhir, tidak hanya menimbulkan kepanikan bagi masyarakat tetapi juga menjadi

BAB I PENDAHULUAN. terakhir, tidak hanya menimbulkan kepanikan bagi masyarakat tetapi juga menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Merebaknya kasus flu burung di dunia khususnya Indonesia beberapa tahun terakhir, tidak hanya menimbulkan kepanikan bagi masyarakat tetapi juga menjadi masalah kesehatan

Lebih terperinci

KOORDINASI TEKNIS PEMBANGUNAN

KOORDINASI TEKNIS PEMBANGUNAN KOORDINASI TEKNIS PEMBANGUNAN Ir. Diah Indrajati, M.Sc Plt. Direktur Jenderal Bina Pembangunan Daerah Disampaikan dalam acara: Temu Konsultasi Triwulan I Bappenas Bappeda Provinsi Seluruh Indonesia Tahun

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGENDALIAN ZOONOSIS DI INDONESIA

KEBIJAKAN PENGENDALIAN ZOONOSIS DI INDONESIA KEBIJAKAN PENGENDALIAN ZOONOSIS DI INDONESIA Drg. Vensya Sitohang, M. Epid Direktur P2PTVZ, Ditjen P2P, Kementerian Kesehatan Bincang-bincang tentang PP NO 3 Tahun 2017 Jakarta, 24 Februari 2017 ZOONOSIS

Lebih terperinci

ROAD MAP NASIONAL PEMBERANTASAN RABIES DI INDONESIA

ROAD MAP NASIONAL PEMBERANTASAN RABIES DI INDONESIA KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN DIREKTORAT KESEHATAN HEWAN ROAD MAP NASIONAL PEMBERANTASAN RABIES DI INDONESIA N I KETUT DIARMITA DIREKTUR KESEHATAN HEWAN BOGOR,

Lebih terperinci

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 74 TAHUN 2013 TENTANG KOMISI PENGENDALIAN ZOONOSIS KABUPATEN BADUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 74 TAHUN 2013 TENTANG KOMISI PENGENDALIAN ZOONOSIS KABUPATEN BADUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 74 TAHUN 2013 TENTANG KOMISI PENGENDALIAN ZOONOSIS KABUPATEN BADUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang : bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

PIDATO PENGANTAR MENTERI PERTANIAN PADA RAPAT KERJA DENGAN KOMISI IV DPR-RI TANGGAL 1 FEBRUARI 2007

PIDATO PENGANTAR MENTERI PERTANIAN PADA RAPAT KERJA DENGAN KOMISI IV DPR-RI TANGGAL 1 FEBRUARI 2007 PIDATO PENGANTAR MENTERI PERTANIAN PADA RAPAT KERJA DENGAN KOMISI IV DPR-RI TANGGAL 1 FEBRUARI 2007 Assalamu'alaikum warohmatullahi wabarokatuh Saudara Ketua dan Wakil Ketua Komisi IV DPR-RI, yang terhormat

Lebih terperinci

Peran ORI dalam penyelesaian laporan/pengaduan dan pengawasan implementasi UU Pelayanan Publik

Peran ORI dalam penyelesaian laporan/pengaduan dan pengawasan implementasi UU Pelayanan Publik Peran ORI dalam penyelesaian laporan/pengaduan dan pengawasan implementasi UU Pelayanan Publik Oleh : Budi Santoso, SH, LL.M (Ombudsman RI Bid.Penyelesaian Laporan/Pengaduan) Jakarta, 24 Juli 2013 Rekapitulasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyakit zoonosis yang ditularkan oleh virus Avian Influenza tipe A sub tipe

BAB I PENDAHULUAN. penyakit zoonosis yang ditularkan oleh virus Avian Influenza tipe A sub tipe BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Avian Influenza (AI) atau flu burung atau sampar unggas merupakan penyakit zoonosis yang ditularkan oleh virus Avian Influenza tipe A sub tipe H5N1 dari family Orthomyxoviridae.

Lebih terperinci

2018, No Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 127, Tamba

2018, No Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 127, Tamba BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.11, 2018 KEMHAN. Penanggulangan Wabah Penyakit Menular. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2017 TENTANG PENANGGULANGAN WABAH PENYAKIT MENULAR

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.130, 2014 LINGKUNGAN HIDUP. Penyakit Hewan. Peternakan. Pengendalian. Penanggulangan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5543) PERATURAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 06/Permentan/OT.140/1/2007 TENTANG PEMBENTUKAN UNIT PENGENDALI PENYAKIT AVIAN INFLUENZA REGIONAL

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 06/Permentan/OT.140/1/2007 TENTANG PEMBENTUKAN UNIT PENGENDALI PENYAKIT AVIAN INFLUENZA REGIONAL PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 06/Permentan/OT.140/1/2007 TENTANG PEMBENTUKAN UNIT PENGENDALI PENYAKIT AVIAN INFLUENZA REGIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, MENTERI PERTANIAN Menimbang : a.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1043, 2012 KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL. Pelimpahan Urusan Pemerintahan. Gubernur. Dekonsentrasi. PERATURAN

Lebih terperinci

Prof. Dr. Drh. I Gusti Ngurah Mahardika Universitas Udayana Denpasar-Bali HP:

Prof. Dr. Drh. I Gusti Ngurah Mahardika Universitas Udayana Denpasar-Bali   HP: M Prof. Dr. Drh. I Gusti Ngurah Mahardika Universitas Udayana Denpasar-Bali Email: gnmahardika@indosat.net.id HP: 08123805727 Gambaran Umum penyakit zoonosis yang berpotensi menjadi Emerging Infectious

Lebih terperinci

Deputi Bidang SDM dan Kebudayaan. Disampaikan dalam Penutupan Pra-Musrenbangnas 2013 Jakarta, 29 April 2013

Deputi Bidang SDM dan Kebudayaan. Disampaikan dalam Penutupan Pra-Musrenbangnas 2013 Jakarta, 29 April 2013 Deputi Bidang SDM dan Kebudayaan Disampaikan dalam Penutupan Pra-Musrenbangnas 2013 Jakarta, 29 April 2013 SISTEMATIKA 1. Arah Kebijakan Prioritas Nasional 2. Isu-isu Penting dalam Prioritas Nasional (PN)

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2016 NOMOR : SP DIPA /2016

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2016 NOMOR : SP DIPA /2016 SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 216 MOR SP DIPA-24.1-/216 DS771-654-627-359 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 17 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. UU No.

Lebih terperinci

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 36 TAHUN 2016 TENTANG KOMISI PENGENDALIAN ZOONOSIS KOTA YOGYAKARTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA YOGYAKARTA,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Tingginya angka kejadian Rabies di Indonesia yang berstatus endemis

BAB 1 PENDAHULUAN. Tingginya angka kejadian Rabies di Indonesia yang berstatus endemis BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingginya angka kejadian Rabies di Indonesia yang berstatus endemis Rabies, kini menjadi tantangan bagi pencapaian target Indonesia bebas Rabies pada 2015. Guna penanggulangan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA, SALINAN PERATURAN MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2018 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DENGAN

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember 2009 Kepala Pusat Penanggulangan Krisis, Dr. Rustam S. Pakaya, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember 2009 Kepala Pusat Penanggulangan Krisis, Dr. Rustam S. Pakaya, MPH NIP KATA PENGANTAR Berkat rahmat Tuhan Yang Maha Esa, buku Buku Profil Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat Bencana Tahun 2008 ini dapat diselesaikan sebagaimana yang telah direncanakan. Buku ini menggambarkan

Lebih terperinci

2015, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 2

2015, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 2 No.1866, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMTAN. Hewan. Penyakit. Pemberantasan. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61/Permentan/PK.320/12/2015 TENTANG PEMBERANTASAN PENYAKIT HEWAN

Lebih terperinci

DATA DAN INFORMASI KEHUTANAN

DATA DAN INFORMASI KEHUTANAN DATA DAN INFORMASI KEHUTANAN Pangkal Pinang 16-17 April 2014 BAGIAN DATA DAN INFORMASI BIRO PERENCANAAN KEMENHUT email: datin_rocan@dephut.go.id PENDAHULUAN Latar Belakang Perkembangan pelaksanaan pembangunan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

MODEL KELEMBAGAAN INSTANSI LINGKUNGAN HIDUP DI DAERAH

MODEL KELEMBAGAAN INSTANSI LINGKUNGAN HIDUP DI DAERAH MODEL KELEMBAGAAN INSTANSI LINGKUNGAN HIDUP DI DAERAH Herman Hermawan Kepala Pusat Kebijakan Strategis KLHK Email: pusjakstra@gmail.com Rapat Regional Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Wilayah Barat

Lebih terperinci

PROGRAM PENYUSUNAN PERATURAN PRESIDEN PRIORITAS TAHUN 2014

PROGRAM PENYUSUNAN PERATURAN PRESIDEN PRIORITAS TAHUN 2014 LAMPIRAN KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 20 TAHUN 2014 TANGGAL : 20 MEI 2014 PROGRAM PENYUSUNAN PERATURAN PRESIDEN PRIORITAS TAHUN 2014 1. RPerpres tentang Penyelenggaraan Sistem Administrasi

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2016 NOMOR : SP DIPA /2016

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2016 NOMOR : SP DIPA /2016 SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 216 MOR SP DIPA-24.3-/216 DS71-99-46-4 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 17 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. UU No. 1 Tahun

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 2349/MENKES/PER/XI/2011 TENTANG

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 2349/MENKES/PER/XI/2011 TENTANG PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR : 2349/MENKES/PER/XI/2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS DI BIDANG TEKNIK KESEHATAN LINGKUNGAN DAN PENGENDALIAN PENYAKIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61/Permentan/PK.320/12/2015 TENTANG PEMBERANTASAN PENYAKIT HEWAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61/Permentan/PK.320/12/2015 TENTANG PEMBERANTASAN PENYAKIT HEWAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61/Permentan/PK.320/12/2015 TENTANG PEMBERANTASAN PENYAKIT HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.75, 2014 BNPP. Penyusunan. Rencana Aksi. Pedoman. PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA AKSI PENGELOLAAN

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2016 NOMOR : SP DIPA /2016

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2016 NOMOR : SP DIPA /2016 SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 216 MOR SP DIPA-33.-/216 DS334-938-12-823 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 1 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. UU No. 1 Tahun

Lebih terperinci

TUGAS DAN FUNGSI BIRO, BAGIAN, DAN SUBBAGIAN KOMISI PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA. No BIRO BAGIAN SUB-BAGIAN

TUGAS DAN FUNGSI BIRO, BAGIAN, DAN SUBBAGIAN KOMISI PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA. No BIRO BAGIAN SUB-BAGIAN TUGAS DAN FUNGSI BIRO, BAGIAN, DAN SUBBAGIAN KOMISI PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA No BIRO BAGIAN SUB-BAGIAN 1 Biro Perencanaan dan Data 1. Bagian Program dan Anggaran Menyusun rencana, program, anggaran,

Lebih terperinci

2011, No Gubernur sebagaimana dimaksud pada huruf a, ditetapkan dengan Peraturan Menteri; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud

2011, No Gubernur sebagaimana dimaksud pada huruf a, ditetapkan dengan Peraturan Menteri; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.917, 2011 BAPPENAS. Pelimpahan Kewenangan. Dekonsentrasi. Tahun Anggaran 2012. PERATURAN MENTERI NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. mamalia dan memiliki tingkat kematian yang sangat tinggi. Sangat sedikit penderita

PENDAHULUAN. Latar Belakang. mamalia dan memiliki tingkat kematian yang sangat tinggi. Sangat sedikit penderita PENDAHULUAN Latar Belakang Rabies adalah penyakit viral yang mempengaruhi sistem saraf pusat pada mamalia dan memiliki tingkat kematian yang sangat tinggi. Sangat sedikit penderita yang dapat bertahan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 185 TAHUN 2014 TENTANG PERCEPATAN PENYEDIAAN AIR MINUM DAN SANITASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 185 TAHUN 2014 TENTANG PERCEPATAN PENYEDIAAN AIR MINUM DAN SANITASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 185 TAHUN 2014 TENTANG PERCEPATAN PENYEDIAAN AIR MINUM DAN SANITASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa air minum

Lebih terperinci

DUKUNGAN PASCAPANEN DAN PEMBINAAN USAHA

DUKUNGAN PASCAPANEN DAN PEMBINAAN USAHA DUKUNGAN PASCAPANEN DAN PEMBINAAN USAHA PEDOMAN TEKNIS PEMBINAAN USAHA PERKEBUNAN TAHUN 2013 DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN DESEMBER 2012 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan

Lebih terperinci

PAPARAN PADA ACARA MUSRENBANG RPJMD PROVINSI BANTEN TAHUN

PAPARAN PADA ACARA MUSRENBANG RPJMD PROVINSI BANTEN TAHUN MENTERIDALAM NEGERI REPUBLIKINDONESIA PAPARAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PADA ACARA MUSRENBANG RPJMD PROVINSI BANTEN TAHUN 2017-2022 Serang 20 Juni 2017 TUJUAN PEMERINTAHAN DAERAH UU No. 23

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1292, 2012 KEMENTERIAN NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH. Dekonsentrasi. Kegiatan. Anggaran. Pedoman. PERATURAN MENTERI NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pes merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri Yersinia pestis.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pes merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri Yersinia pestis. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pes merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri Yersinia pestis. Pes termasuk penyakit karantina internasional. Di Indonesia penyakit ini kemungkinan timbul

Lebih terperinci

FORUM KOORDINASI DEWAN RISET DAERAH SE-SUMATERA Periode Tahun

FORUM KOORDINASI DEWAN RISET DAERAH SE-SUMATERA Periode Tahun FORUM KOORDINASI DEWAN RISET DAERAH SE-SUMATERA Periode Tahun 2017-2020 SK KETUA DEWAN RISET NASIONAL NOMOR: 27/Ka.DRN/X/2017 TENTANG PEMBENTUKAN FORUM KOORDINASI DEWAN RISET DAERAH SE-SUMATERA PERIODE

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.389, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KESEHATAN. Penyediaan Air Minum. Sanitasi. Percepatan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 185 TAHUN 2014 TENTANG PERCEPATAN PENYEDIAAN AIR MINUM

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2017 NOMOR : SP DIPA /2017

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2017 NOMOR : SP DIPA /2017 SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 21 MOR SP DIPA-32.1-/21 DS553-54-8921-629 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 1 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. UU No. 1 Tahun

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.214, 2012 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LINGKUNGAN HIDUP. Peternakan. Kesehatan. Veteriner. Hewan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5356) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

I. Permasalahan yang Dihadapi

I. Permasalahan yang Dihadapi BAB 34 REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI DI WILAYAH PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM DAN KEPULAUAN NIAS PROVINSI SUMATRA UTARA, SERTA PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DAN PROVINSI JAWA TENGAH I. Permasalahan

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2017 NOMOR : SP DIPA /2017

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2017 NOMOR : SP DIPA /2017 SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 217 MOR SP DIPA-115.1-/217 DS887-83-754-948 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 17 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. UU No.

Lebih terperinci

UPT-BPSPL Balai Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut DAN. UPT-BKKPN Balai Kawasan Konservasi Perairan Nasional

UPT-BPSPL Balai Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut DAN. UPT-BKKPN Balai Kawasan Konservasi Perairan Nasional UNIT PELAKSANA TEKNIS DITJEN KP3K UPT-BPSPL Balai Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut DAN UPT-BKKPN Balai Kawasan Konservasi Perairan Nasional Sekretariat Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan

Lebih terperinci

PERENCANAAN PENANGGULANGAN KRISIS KESEHATAN TAHUN

PERENCANAAN PENANGGULANGAN KRISIS KESEHATAN TAHUN PERENCANAAN PENANGGULANGAN KRISIS KESEHATAN TAHUN 2015-2019 I. PERENCANAAN 2015-2019 A. LATAR BELAKANG Pembangunan nasional adalah rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan yang meliputi seluruh

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK NOMOR DIPA--0/2013 DS 0310-1636-8566-5090 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. UU No. 1 Tahun 2004 tentang

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG PROGRAM PENYUSUNAN PERATURAN PRESIDEN PRIORITAS TAHUN 2014

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG PROGRAM PENYUSUNAN PERATURAN PRESIDEN PRIORITAS TAHUN 2014 KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG PROGRAM PENYUSUNAN PERATURAN PRESIDEN PRIORITAS TAHUN 2014 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 228

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 36 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 36 TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 36 TAHUN 2014 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT DI PROVINSI

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN INDUK

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN INDUK SURAT PENGESAHAN NOMOR SP DIPA-.03-0/AG/2014 DS 9057-0470-5019-2220 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. UU No. 23 Tahun

Lebih terperinci

Buletin SKDR. Minggu ke: 5 Thn 2017

Buletin SKDR. Minggu ke: 5 Thn 2017 Gambar 1. Kelengkapan dan Ketepatan laporan SKDR Minggu ke 05 tahun 2017 (Pertanggal 9 Februari 2017) Minggu ke-5 2017, terdapat 13 provinsi yang memiliki ketepatan dan kelengkapan laporan SKDR >= 80%.

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 783/MENKES/SK/X/2006. TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 783/MENKES/SK/X/2006. TENTANG 1 dari 8 KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 783/MENKES/SK/X/2006. TENTANG REGIONALISASI PUSAT BANTUAN PENANGANAN KRISIS KESEHATAN AKIBAT BENCANA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PERMASALAHAN DALAM PELAKSANAAN PENGENDALIAN FLU BURUNG DI JAWA BARAT. oleh : Ir. Koesmajadi TP Kepala Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat

PERMASALAHAN DALAM PELAKSANAAN PENGENDALIAN FLU BURUNG DI JAWA BARAT. oleh : Ir. Koesmajadi TP Kepala Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat PERMASALAHAN DALAM PELAKSANAAN PENGENDALIAN FLU BURUNG Latar Belakang DI JAWA BARAT oleh : Ir. Koesmajadi TP Kepala Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat Highly Pathogenic Avian influenza(hpai) adalah satu

Lebih terperinci

2 3. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 61, Tambahan Lembaran

2 3. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 61, Tambahan Lembaran No.1750, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKES Sistem Informasi. Krisis Kesehatan. Penanggulangan Pencabutan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM

Lebih terperinci

PERAN DINAS KESEHATAN DALAM PELAKSANAAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL (JKN) DI DAERAH. Oleh : KOMISI VII RAKERKESNAS REGIONAL BARAT

PERAN DINAS KESEHATAN DALAM PELAKSANAAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL (JKN) DI DAERAH. Oleh : KOMISI VII RAKERKESNAS REGIONAL BARAT PERAN DINAS KESEHATAN DALAM PELAKSANAAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL (JKN) DI DAERAH Oleh : KOMISI VII RAKERKESNAS REGIONAL BARAT 1 2 Penanggung Jawab : Sekjen Kemenkes Pimpinan Sidang : Kadinkes Sumatera

Lebih terperinci

PENATAAN RUANG KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS)

PENATAAN RUANG KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) SERI REGIONAL DEVELOPMENT ISSUES AND POLICIES (14) PENATAAN RUANG KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) November 2011 1 KATA PENGANTAR Buklet nomor

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.13/Menlhk/Setjen/OTL.0/1/2016 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI PENGENDALIAN PERUBAHAN IKLIM DAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 311/MENKES/SK/V/2009 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 311/MENKES/SK/V/2009 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 311/MENKES/SK/V/2009 TENTANG PENETAPAN PENYAKIT FLU BARU H1N1 (MEXICAN STRAIN) SEBAGAI PENYAKIT YANG DAPAT MENIMBULKAN WABAH MENTERI KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BKPM. Jabatan. Kelas Jabatan. Tunjangan. Kinerja.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BKPM. Jabatan. Kelas Jabatan. Tunjangan. Kinerja. No.701, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BKPM. Jabatan. Kelas Jabatan. Tunjangan. Kinerja. PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1652, 2014 KEMENDIKBUD. Mutu Pendidikan. Aceh. Sumatera Utara. Riau. Jambi. Sumatera Selatan. Kepulauan Bangka Belitung. Bengkulu. Lampung. Banten. DKI Jakarta. Jawa

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 041/P/2017 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 041/P/2017 TENTANG SALINAN KEPUTUSAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 041/P/2017 TENTANG PENETAPAN ALOKASI DANA DEKONSENTRASI KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN TAHUN ANGGARAN 2017 MENTERI PENDIDIKAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.97,2012 KEMENTERIAN PERUMAHAN RAKYAT. Pelimpahan. Sebagian Urusan. Dekonsentrasi PERATURAN MENTERI PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2012 TENTANG PELIMPAHAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.115, 2010 Kementerian Perumahan Rakyat. Pelimpahan wewenang. Dekonsentrasi.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.115, 2010 Kementerian Perumahan Rakyat. Pelimpahan wewenang. Dekonsentrasi. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.115, 2010 Kementerian Perumahan Rakyat. Pelimpahan wewenang. Dekonsentrasi. PERATURAN MENTERI PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 03/PERMEN/M/2010 TENTANG PELIMPAHAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA PEMERINTAH PROVINSI PAPUA PERATURAN DAERAH PROVINSI PAPUA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI PAPUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

Institut Pertanian Bogor

Institut Pertanian Bogor Institut Pertanian Bogor Usulan Pengembangan National Zoonoses Center Institut Pertanian Bogor Latar Belakang Peningkatan ancaman penyakitpenyakit infeksius yang bersumber pada hewan merupakan dampak:

Lebih terperinci

Rencana Aksi Pengembangan Industri Unggulan Provinsi Buku Peta Jalan Pengembangan Kompetensi Inti Industri Daerah

Rencana Aksi Pengembangan Industri Unggulan Provinsi Buku Peta Jalan Pengembangan Kompetensi Inti Industri Daerah PEDOMAN PELAKSANAAN DISKUSI KELOMPOK PADA RAPAT KERJA DEPARTEMEN PERINDUSTRIAN DENGAN DINAS PERINDUSTRIAN KABUPATEN/KOTA DI KAWASAN BARAT INDONESIA Surabaya, 13 Maret 2008 pkl. 09.00 21.00 WIB 1. Latar

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MANUSIA. Pelimpahan Kewenangan. Dekonsentrasi.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MANUSIA. Pelimpahan Kewenangan. Dekonsentrasi. No.522, 2009 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MANUSIA. Pelimpahan Kewenangan. Dekonsentrasi. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

KERANGKA PELAKSANAAN TUJUAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN (TPB)

KERANGKA PELAKSANAAN TUJUAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN (TPB) KERANGKA PELAKSANAAN TUJUAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN (TPB) Deputi Kemaritiman dan SDA Kementerian PPN/Bappenas Disampaikan pada Rapat Pedoman Teknis Perumusan RAN TPB Jakarta, 23 Juni 2016 OUTLINE 1.

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2015 NOMOR : SP DIPA /2015

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2015 NOMOR : SP DIPA /2015 SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 215 MOR SP DIPA-18.1-/215 DS8665-5462-5865-5297 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 17 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. UU

Lebih terperinci

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR... TAHUN 2017 TENTANG PELAKSANAAN KOORDINASI

Lebih terperinci

IMPLIKASI UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2014 DALAM KERANGKA PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH DI BIDANG PENATAAN RUANG

IMPLIKASI UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2014 DALAM KERANGKA PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH DI BIDANG PENATAAN RUANG KEMENTERIAN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA IMPLIKASI UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2014 DALAM KERANGKA PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH DI BIDANG PENATAAN RUANG Oleh : Ir. DIAH INDRAJATI, M.Sc Plt.

Lebih terperinci

Perkembangan Kasus Avian Influenza (AI) pada Unggas Kondisi s/d 31 Mei 2014

Perkembangan Kasus Avian Influenza (AI) pada Unggas Kondisi s/d 31 Mei 2014 Perkembangan Kasus Avian Influenza (AI) pada Unggas Kondisi s/d 31 Mei 2014 Laporan perkembangan kasus penyakit Avian Influenza (AI) pada unggas di Indonesia berdasarkan hasil Uji Cepat (Rapid Test) positif

Lebih terperinci

Desa Hijau. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Desa Hijau. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Desa Hijau Untuk Indonesia Hijau dan Sehat Direktorat Pemulihan Kerusakan Lahan Akses Terbuka Direktorat Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA, - 1 - SALINAN PERATURAN MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PELIMPAHAN URUSAN PEMERINTAHAN KEMENTERIAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 ayat (1). Pembangunan bidang kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 ayat (1). Pembangunan bidang kesehatan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan merupakan upaya untuk memenuhi salah satu hak dasar rakyat, yaitu hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan sesuai dengan amanat Undang-Undang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.14/Menlhk/Setjen/OTL.0/1/2016 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI PERHUTANAN SOSIAL DAN KEMITRAAN LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG KOMISI PENANGGULANGAN ACQUIRED IMMUNE DEFICIENCY SYNDROME (AIDS) PROVINSI JAWA TENGAH DAN SEKRETARIAT KOMISI PENANGGULANGAN ACQUIRED IMMUNE DEFICIENCY

Lebih terperinci

Oleh: Ellyna Chairani Direktorat Sistem dan Pelaporan EKP, BAPPENAS. Jakarta, 8 Desember 2015 Kementerian Kesehatan

Oleh: Ellyna Chairani Direktorat Sistem dan Pelaporan EKP, BAPPENAS. Jakarta, 8 Desember 2015 Kementerian Kesehatan Oleh: Ellyna Chairani Direktorat Sistem dan Pelaporan EKP, BAPPENAS Jakarta, 8 Desember 2015 Kementerian Kesehatan Outline Paparan 1. Kinerja Pelaksanaan Rencana Kerja Kemenkes 2014-2015 - Capaian Indikator

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BERITA DAERAH KOTA BEKASI BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 42 2012 SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 42 TAHUN 2012 TENTANG BADAN KOORDINASI PENATAAN RUANG DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BEKASI, Menimbang

Lebih terperinci

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perencanaan Pemb

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perencanaan Pemb BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 315, 2016 BAPPENAS. Penyelenggaraan Dekonsentrasi. Pelimpahan. Tahun Anggaran 2016. PERATURAN MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.127, 2013 KEMENTERIAN KESEHATAN. Keracunan Pangan. Kejadian Luar Biasa. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG KEJADIAN LUAR BIASA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian. Rabies merupakan Hama Penyakit Hewan Karantina (HPHK) Golongan II

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian. Rabies merupakan Hama Penyakit Hewan Karantina (HPHK) Golongan II BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Rabies merupakan Hama Penyakit Hewan Karantina (HPHK) Golongan II berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor: 3238/Kpts/PD.630/9/2009 tentang Penggolongan

Lebih terperinci

PENANGGULANGAN BENCANA NON ALAM MENGHADAPI PENINGKATAN ANCAMAN EMERGING INFECTIOUS DISEASE

PENANGGULANGAN BENCANA NON ALAM MENGHADAPI PENINGKATAN ANCAMAN EMERGING INFECTIOUS DISEASE BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA PENANGGULANGAN BENCANA NON ALAM MENGHADAPI PENINGKATAN ANCAMAN EMERGING INFECTIOUS DISEASE IR. DODY RUSWANDI, MSCE DEPUTI BIDANG PENCEGAHAN DAN KESIAPSIAGAAN Jakarta,

Lebih terperinci

KOORDINASI PENGAWALAN PENGGUNAAN DANA DESA 2017

KOORDINASI PENGAWALAN PENGGUNAAN DANA DESA 2017 Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan KOORDINASI PENGAWALAN PENGGUNAAN DANA DESA 2017 Yogyakarta, 12 Januari 2017 TUGAS KEMENKO PMK (Sesuai Perpres Nomor 9 Tahun 2015) Menyelenggarakan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.15/Menlhk/Setjen/OTL.0/1/2016 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI PENGAMANAN DAN PENEGAKAN HUKUM LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

Lebih terperinci