BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Transkripsi

1 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Pada bab ini akan dijelaskan permasalahan penelitian dengan kesimpulan hasil penelitian, diskusi, serta saran untuk penelitian sejenis lainnya. 5.1 KESIMPULAN Terkait dari penelitian yang telah dilakukan mengenai gambaran pola asuh ayah yang masa kecilnya tumbuh dan berkembang dalam kondisi fatherless, maka peneliti menyimpulkan sebagai berikut: Pola Asuh yang Diterapkan pada Anak oleh Ayah yang Tumbuh dan Berkembang dalam Kondisi Fatherless Pola asuh yang diterapkan oleh seorang ayah yang semasa kecilnya tumbuh dan berkembang dalam kondisi fatherless cenderung mengarah antara tipe pengasuhan yang otoritatif dan tipe pengasuhan permissive indifferent. Mereka memberikan kebebasan pada anak mereka untuk melakukan apa yang mereka sukai dan mendengarkan pendapat dan keinginan dari anak mereka tetapi tetap ada standart dan batasan tertentu yang tidak boleh dilanggar, bila anak melanggar maka hukuman akan diberikan dan juga arahan. Namun, waktu A, B, dan C yang 190

2 191 lebih banyak dihabiskan untuk bekerja membuat A, B, dan C cenderung kurang berperan dalam pengasuhan terutama dalam hal pengawasan anak sehingga terkesan mengabaikan anak mereka dan sebagian besar mereka terlibat hanya dalam hal bermain dengan anak mereka saja. Sedangkan dalam pengawasan anak sehari-hari yang lebih berperan pada keluarga subjek A dan B adalah istri mereka sedangkan pada keluarga subjek C yang lebih berperan dalam pengawasan adalah ibu subjek C. Ayah yang tumbuh dan berkembang dalam kondisi fatherless tanpa adanya figur pengganti ayah akan belajar bagaimana bersikap dan berperan sebagai seorang ayah dari cerita dan pengalaman teman-temannya dan dari pengalaman ayah mertuanya, sedangkan ayah yang tumbuh dan berkembang dalam kondisi fatherless tetapi mendapatkan figur pengganti ayahnya bisa mencontoh bagaimana sikap dan peran seorang ayah dari apa yang figur pengganti tersebut lakukan. Keterlibatan ayah yang tumbuh dan berkembang dalam kondisi fatherless dalam pengasuhan anaknya, meliputi : a) Paternal Engagement Ayah yang tumbuh dan berkembang dalam kondisi fatherless berinteraksi langsung dengan anak dengan bermain, menghabiskan waktu luang dengan jalan-jalan atau berkumpul di rumah bersama anak dan keluarga. Kehadiran dan kesediaan untuk terlibat dalam mengasuh anak masih terkendala dalam hal waktu yang masih lebih banyak dihabiskan untuk bekerja. b) Paternal Accessibility

3 192 Ayah yang tumbuh dan berkembang dalam kondisi fatherless cenderung terbuka dalam hal komunikasi dan memberikan kebebasan kepada anaknya tetapi pengawasan dan kontrol tetap dilakukan sebagai sebuah standart yang tidak boleh dilanggar. c) Paternal Responsibility Ayah yang tumbuh dan berkembang dalam kondisi fatherless memenuhi tanggung jawabnya dengan bekerja keras untuk bisa menafkahi dan juga memenuhi kebutuhan keluarga dan pendidikan anaknya. Pola asuh yang diterapkan oleh ayah yang tumbuh dan berkembang dalam kondisi fatherless dipengaruhi oleh: 1. Pengalaman masa lalu Pengasuhan yang mereka terapkan pada anak mereka sebagian besar sama dengan apa yang diterapkan oleh ibu atau figur yang mengasuh mereka semasa kecil, mereka mencontoh yang baik dari pengasuhan yang mereka terima dan memperbaiki hal-hal yang menurut mereka akan membuat anaknya merasa terkekang atau tidak bahagia seperti apa yang mereka rasakan dulu. 2. Kepribadian Ayah yang tumbuh dan berkembang dalam kondisi fatherless cenderung bersikap menghargai individualitas anak, tetapi juga menekankan batasanbatasan.

4 Nilai yang dianut Walaupun Ayah yang tumbuh dan berkembang dalam kondisi fatherless cenderung menerapkan pengasuhan yang membebaskan anaknya, tetapi mereka tetap menerapkan nilai kedisiplinan, nilai keagamaan, dan juga nilai kesopanan seperti yang diterapkan semasa kecil mereka dulu Dampak yang Dirasakan oleh Ayah yang Tumbuh dan Berkembang dalam Kondisi Fatherless Ayah yang semasa kecilnya tumbuh dan berkembang dalam kondisi fatherless cenderung merasakan kesedihan karena merasa berbeda dengan temantemannya yang tumbuh dan berkembang dengan adanya sosok seorang ayah. Bagi mereka yang mengalami fatherless karena perceraian dan anak hasil hubungan diluar pernikahan cenderung lebih menyimpan kekesalan yang mendalam terhadap sosok ayahnya. Dengan kondisi fatherless yang dialami pada masa kecilnya, membuat mereka berusaha untuk membangun hubungan yang dekat dengan anak dan terlibat dalam pengasuhan, namun management waktu dalam hal pekerjaan masih menjadi kendala utama dalam ikut berperannya mereka dalam pengasuhan anak. 5.2 DISKUSI

5 194 Pada anak-anak dengan kondisi tanpa ayah yang dikarenakan anak tersebut merupakan hasil dari hubungan di luar pernikahan rentan mengalami ketertinggalan di sekolahnya atau tidak naik kelas, dengan penelitian ini maka diketahui bahwa hal tersebut salah satunya bisa dihindari dengan adanya figur pengganti ayah dan juga penerapan pola asuh yang tepat. Hal ini ditemukan pada subjek C, subjek C yang merupakan anak hasil dari hubungan diluar pernikahan tidak mengalami ketertinggalan di sekolahnya karena pola asuh yang diterapkan oleh pamannya sebagai figur pengganti ayah. Paman subjek C menerapkan pengasuhan yang mengutamakan pendidikan, pendidikan sekolah menjadi hal utama yang diajarkan kepada subjek C dan paman subjek C juga memberikan batasan yang ketat dalam waktu bermain agar lebih fokus kepada pelajaran sekolah. Subjek C selalu berusaha agar nilainya tidak jelek karena takut dimarahi oleh pamannya, oleh sebab itu subjek C tidak mengalami ketertinggalan di sekolah. Dengan dilakukannya penelitian ini maka mendukung hasil penelitian longitudinal yang dilakukan oleh Osborne dan McLanahan (dalam Sundari dan Herdajani, 2013) yang menyatakan bahwa adanya tingkat agresi yang lebih tinggi pada anak laki-laki yang hanya tinggal dengan ibu. Hal ini terjadi pada subjek A dan B yang tumbuh dan berkembang dalam kondisi fatherless dan tidak ada figur pengganti seorang ayah, subjek A dan B hanya tinggal dan menerima pengasuhan dari ibu saja. Pada penelitian sebelumnya (Dajuwitaningsih, 2015) penerapan pola asuh yang dilakukan oleh saudara kandung dari ibu ada kecenderungan menggunakan pola asuh permisif. Namun dalam penelitian ini, paman dan bibi dari subjek C

6 195 yang merupakan saudara kandung dari ibu C lebih menerapkan pola asuh otoritatif dalam pengasuhan subjek C. Mereka memberikan kebebasan pada subjek C tetapi dengan tegas menetapkan batasan terutama dalam hal kedisiplinan dan juga pendidikan sekolah, hal ini mungkin dilatarbelakangi oleh profesi dari paman subjek C sebagai dosen dan juga bibi dari subjek C sebagai seorang guru. Hetherington dan Hagan (dalam Kamila dan Mukhlis, 2013) menyatakan bahwa bagi anak-anak (terutama anak laki-laki) yang tumbuh tanpa figur seorang ayah sebagian besar memiliki masalah pada peran gender dan perkembangan identitas gender serta penyesuaian sosial. Dalam penelitian ini, masalah tersebut dapat diatasi dengan penerapan pola asuh yang tepat. Pola asuh otoritatif yang diterapkan pada subjek B dan C pada masa kecilnya, membuat mereka memilki kebebasan, bisa bersosialisasi dengan baik, dan memiliki banyak teman sehingga tidak menghadapi masalah dalam penyesuaian sosial. Untuk mengatasi masalah pada peran gender dan perkembangan identitas gender, subjek B belajar dan mencontoh bagaimana cara bersikap sebagai laki-laki dari teman-temannya sedangkan subjek C belajar dan mencontoh dari pamannya sebagai figur pengganti ayahnya. 5.3 SARAN Peneliti menyadari bahwa karena keterbatasan waktu yang dimiliki sehingga hasil penelitian ini masih belum sempurna. Peneliti menyarankan perlunya dilakukan penelitian sejenis dengan jumlah subjek yang lebih banyak

7 196 dan lebih beragam, serta wawancara dan observasi yang lebih mendalam. Peneliti juga menyarankan untuk penelitian sejenis selanjutnya, dalam menentukan kriteria subjek penelitian maka perlu adanya pertimbangan terhadap usia anak dari subjek penelitian agar aspek-aspek dan keterlibatan subjek dalam pengasuhan bisa diteliti lebih jelas.