V. HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "V. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 0 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5. Kondisi Eksisting Perairan Kali Surabaya Evaluasi kondisi eksisting perairan Kali Surabaya dilakukan dengan cara membandingkan hasil analisis parameter fisik dan kimia kualitas air dari contoh air yang diambil dengan kriteria mutu kualitas air yang berlaku, yaitu mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 8 tahun 00 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Kali Surabaya telah ditetapkan sebagai badan air golongan B (berdasarkan Keputusan Gubernur Jawa Timur Nomor 87 Tahun 988 tentang Peruntukan Air Sungai di Jawa Timur), yaitu sebagai bahan baku air minum dan keperluan rumah tangga lainnya (sama dengan kelas berdasarkan Peraturan Daerah Jatim Nomor Tahun 008), maka berdasarkan peraturan tersebut dalam penelitian ini sebagai pembanding digunakan Kriteria Mutu Air (KMA) kelas. 5.. Suhu Air Suhu air memiliki efek langsung dan tidak langsung di hampir semua aspek ekologi sungai serta mempunyai kaitan erat dengan kualitas perairan. Semakin tinggi suhu perairan semakin menurun kualitasnya, karena kandungan oksigen terlarut akan menurun sehingga banyak mikroorganisme perairan yang mati. Tinggi rendahnya suhu air dipengaruhi oleh suhu udara, kedalaman air, tutupan vegetasi di sempadan sungai dan kekeruhan air. Suhu perairan juga dapat berpengaruh terhadap kecepatan reaksi-reaksi kimia yang berlangsung dalam air. Pada umumnya, semakin tinggi suhu akan semakin cepat proses berlangsungnya reaksi kimia. Suhu perairan yang tinggi akan meningkatkan kelarutan senyawasenyawa kimia dan mempengaruhi dampak polutan pada kehidupan akuatik. Hasil pengukuran suhu air diperlihatkan pada Gambar 3. Nilai suhu air Kali Surabaya berfluktuasi dari zona hulu, zona tengah, dan zona hilir. Secara umum, suhu rata-rata perairan Kali Surabaya berkisar antara o C, dengan rata-rata keseluruhan 8.99 o C. Nilai suhu tertinggi terdapat di Karang Pilang (3.50 o C) dan nilai terendah terdapat di Gunungsari, Tambangan Cangkir, dan Jembatan Jrebeng (7.00 o C). Hal ini sesuai dengan pendapat Abowei & George (009), yang menyatakan bahwa suhu air sungai di daerah tropis umumnya bervariasi antara 5 o C dan 35 o C.

2 0 Suhu (oc) Agt Sep Okt Nop Des GS JS KP TB TC JJ Periode Pengamatan Ket: GS : Gunungsari KP: Karangpilang TC : Tambangan Cangkir JS : Jembatan Sepanjang TB: Tambangan Bambe JJ : Jembatan Jrebeng Gambar 3 Profil suhu perairan Kali Surabaya. Perbedaan suhu pada setiap titik pengamatan dipengaruhi oleh suhu udara, perbedaan intensitas cahaya matahari pada saat pengukuran, kondisi iklim, dan cuaca pada saat pengukuran. 35,00 34,00 Suhu 33,00 3,00 3,00 3,50 3,90 3,50 30,00 9,00 8,00 8,59 8,73 9,50 9,80 9,60 9,6 7,00 40,40 35,0 4,0 5,60,00 8,5 6,50,60 0,00 Jarak Upstream (km) Gambar 4 Profil suhu berdasarkan jarak upstream (km). Hasil pengukuran suhu ini sesuai dengan yang dilaporkan oleh peneliti Kali Surabaya sebelumnya. Bapedal Jatim (006) melaporkan rentang suhu Kali Surabaya o C, BLH Kota Surabaya (008) antara o C, dan PJT I (009) antara o C. Secara umum suhu perairan Kali Surabaya

3 03 memenuhi Kriteria Mutu Air (KMA) kelas dan dapat digunakan sebagai sumber air baku air minum karena deviasi suhu dari keadaan alamiahnya kurang dari 3 o C. 5.. Derajat Keasaman (ph) Derajat keasaman (ph) merupakan salah satu parameter penting dalam pemantauan kualitas air dan penentuan nilai daya guna perairan baik untuk keperluan rumah tangga, irigasi, kehidupan organisme perairan dan kepentingan lainnya. Nilai ph menunjukkan tingkat keasaman atau kekuatan asam dan basa dalam air. Besarnya ph air mempengaruhi kelarutan dan bentuk senyawa kimia dalam badan air. Perubahan ph dalam perairan akan mempengaruhi perubahan dan aktivitas biologis. Menurut Adeyemo et al. (008), pertumbuhan organisme perairan dapat berlangsung dengan baik pada kisaran ph Kategori ph dikatakan buruk jika hasil uji laboratorium mendekati nilai 6 (bersifat asam) atau mendekati nilai 9 (bersifat basa). Derajat keasaman yang dianjurkan menurut baku mutu air minum kelas adalah pada kisaran 6 9. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai ph air Kali Surabaya berfluktuasi dari zona hulu, zona tengah dan hilir, namun masih berada pada kisaran ph air normal yaitu ph 6 9. Nilai rata-rata ph air Kali Surabaya pada enam titik pengamatan berkisar antara , dengan nilai rata-rata keseluruhan 6.9. Nilai ph tertinggi terdapat di Jembatan Jrebeng (ph 7.60), sedangkan nilai ph terendah terdapat di Stasiun Tambangan Bambe (ph 5.90). Variasi nilai ph yang teramati dalam penelitian ini sesuai dengan hasil studi sebelumnya yang dilakukan oleh Ekeh dan Sikoki (003) di sungai Calabar, Ansa (005) di Delta Niger, dan Abowei dan George (009) di sungai Bonny yang mencatat nilai ph antara Fluktuasi nilai ph pada air sungai menurut Siradz et al. (008) dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain (i) bahan organik atau limbah organik. Meningkatnya kemasaman dipengaruhi oleh bahan organik yang membebaskan CO jika mengalami proses penguraian, (ii) bahan anorganik atau limbah anorganik. Air limbah industri bahan anorganik umumnya mengandung asam mineral dalam jumlah tinggi sehingga kemasamannya juga tinggi, (iii) basa dan garam basa dalam air, (iv) hujan asam akibat emisi gas. Secara umum ph perairan Kali Surabaya masih berada pada kisaran yang aman sebagai sumber air baku air minum berdasarkan ambang batas KMA kelas yang mensyaratkan nilai ph antara 6-9. Gambar 5 menampilkan variasi ph

4 04 perairan Kali Surabaya (profil ph) pada setiap titik pengamatan selama periode Agustus Desember 009. ph 7,90 7,70 7,50 7,30 7,0 6,90 6,70 6,50 6,30 6,0 5,90 5,70 5,50 Agt Sep Okt Nop Des GS 6,99 6,80 6,43 6,98 7,0 JS 6,9 6,83 6,66 7,0 7,0 KP 7,0 7,0 6,68 6,80 7,0 TB 7,0 5,90 6,66 7,50 7,0 TC 7,00 7,0 6,35 7,0 6,90 JJ 7,0 6,90 6,4 7,60 6,90 Periode Pengamatan Ket: GS : Gunungsari JS : Jembatan Sepanjang KP: Karangpilang TB: Tambangan Bambe TC : Tambangan Cangkir JJ : Jembatan Jrebeng Gambar 5 Profil kualitas air Kali Surabaya (parameter ph). Untuk melihat profil ph Kali Surabaya antara hulu-tengah-hilir dapat dilihat hasil pengukuran ph di 9 titik pengamatan mulai Jembatan Canggu (km 40.40) hingga Dam Jagir/Ngagel (km 0) seperti ditunjukan pada Gambar 6. ph 6,80 6,70 6,60 6,50 6,40 6,30 6,0 6,0 6,00 5,90 6,66 6,68 6,66 6,56 6,4 6,43 6,35 6, 6,05 40,40 35,0 4,0 5,60,00 8,5 6,50,60 0,00 Jarak upstream (km) Gambar 6 Profil kualitas air (ph) Kali Surabaya berdasarkan jarak upstream. Fluktuasi nilai ph pada setiap lokasi pengamatan diduga juga dapat disebabkan oleh perbedaan waktu dilakukannya pengambilan contoh dan pengaruh masukkan pencemar industri yang juga bersifat fluktuatif. Rata-rata

5 05 nilai ph air Kali Surabaya pada 9 titik pengamatan adalah 6.43 yang berarti sedikit asam. Industri yang diduga berkontribusi terhadap nilai ph Kali Surabaya yang sedikit asam adalah adanya lima perusahaan tahu pada km.70 hingga km 3.5 yang membuang air limbahnya secara langsung ke Kali Surabaya. Industri tahu umumnya menggunakan cuka atau asam asetat (CH 3 COOH) untuk memadatkan tahu, sehingga menyebabkan kadar ph air limbah rendah dan bersifat asam. Menurut Adeyemo et al. (008), masalah utama yang terkait dengan asidifikasi adalah peningkatan kelarutan beberapa logam, di samping pengaruhnya terhadap kerusakan daerah pengaliran sungai. Ketika nilai ph perairan < 4.5, maka kelarutan/konsentrasi logam dalam air akan meningkat. Hal ini menyebabkan logam di dalam air dapat bersifat racun bagi ikan dan menjadikan air tidak sesuai lagi untuk peruntukannya Konduktivitas Konduktivitas (DHL) merupakan salah satu parameter yang digunakan untuk mengetahui kadar elektrolit terlarutkan dalam air. Nilai konduktivitas dipengaruhi oleh konsentrasi ion, suhu air, dan jumlah padatan terlarut. Pada suatu perairan, semakin banyak garam-garam terlarut yang dapat terionisasi, nilai DHL semakin tinggi. Air suling memiliki DHL sekitar μs/cm. Perairan alami memiliki nilai DHL sekitar μs/cm, sedangkan perairan laut memiliki nilai DHL sangat tinggi karena banyak mengandung garam terlarut. Limbah industri memiliki nilai DHL mencapai μs/cm. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa nilai DHL berbeda antara titik pengamatan. Nilai rata-rata DHL pada enam titik pengamatan berkisar μs/cm, dengan rata-rata keseluruhan μs/cm. Nilai rata-rata DHL tertinggi ditemukan di Tambangan Bambe (530.6 μs/cm) dan terendah di Jembatan Jrebeng (46.6 μs/cm). Secara keseluruhan nilai DHL Kali Surabaya berada di bawah KMA kelas, yang mensyaratkan nilai DHL maksimum 500 μs/cm, meskipun pada beberapa titik pengamatan nilai DHL melebihi batas KMA kelas. Gambar 7 menampilkan variasi nilai DHL (profil DHL) Kali Surabaya pada enam stasiun pengamatan.

6 D H L (us/cm) Agt Sep Okt Nop Des GS JS KP TB TC JJ Periode Pengamatan Ket: GS : Gunungsari JS : Jembatan Sepanjang KP: Karangpilang TB: Tambangan Bambe TC : Tambangan Cangkir JJ : Jembatan Jrebeng Gambar 7 Profil konduktivitas Kali Surabaya. Pola perubahan nilai DHL Kali Surabaya antara zona hulu, zona tengah dan hilir dapat dilihat dari hasil pengukuran DHL tanggal 5 Oktober 009 mulai Jembatan Canggu (km 40.40) hingga Dam Jagir (Ngagel, km 0) seperti ditunjukkan pada Gambar D H L 460 (us/cm) Jarak Upstream (km) Gambar 8 Profil kualitas air Kali Surabaya (parameter DHL) berdasarkan jarak upstream. Secara umum terdapat kecenderungan peningkatan nilai DHL pada zona hulu ke hilir dari 49 μs/cm (hulu) menjadi 485 μs/cm (hilir). Hasil penelitian ini sesuai pendapat Abowei dan George (009) dan Alam et al. (007), yang

7 07 menyatakan bahwa nilai DHL air sungai meningkat dari hulu ke hilir dan nilai DHL musim kemarau lebih tinggi daripada musim hujan. Hal ini diduga terkait dengan meningkatnya pembuangan limbah di zona tengah dan hilir daerah aliran sungai yang sejalan dengan makin meningkatnya kepadatan penduduk dan industri di daerah tersebut. Kondisi tersebut sejalan pendapat Saeni (989), yang mengatakan bahwa peningkatkan nilai DHL merupakan akibat kenaikan garamgaram terlarut (seperti garam natrium, magnesium, klorida, dan sulfat) dan padatan terlarut yang berasal dari buangan penduduk, limbah industri, limpasan daerah pertanian, dan masuknya bahan-bahan aerosol ke dalam air Total Padatan Tersuspensi (TSS) Padatan tersuspensi terdiri atas partikel-partikel tersuspensi berupa lumpur dan pasir halus serta jasad-jasad renik terutama yang disebabkan oleh kikisan tanah atau erosi yang terbawa ke dalam badan air. Padatan tersuspensi mengandung bahan organik dan anorganik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai total padatan tersuspensi (TSS) di perairan Kali Surabaya rata-rata berkisar antara mg/l, dengan nilai rata-rata keseluruhan adalah 65.0 mg/l. Nilai TSS tertinggi ditemukan di Jembatan Jrebeng (74.67 mg/l) dan terendah di Tambangan Cangkir (56.67 mg/l). Fakta lain yang teramati adalah pada musim hujan terjadi peningkatan nilai TSS secara signifikan dari rata-rata mg/l pada periode Agustus- Nopember (musim kemarau) menjadi mg/l periode Desember (musim hujan). Tingginya kadar TSS di Kali Surabaya disebabkan oleh banyaknya partikel-partikel tersuspensi yang terdiri atas lumpur dan pasir halus serta jasadjasad renik terutama yang disebabkan oleh kikisan tanah atau erosi yang terbawa ke dalam badan air atau akibat pengendapan dan pembusukan bahan organik yang bersumber dari limbah pemukiman dan industri. Hal ini sesuai dengan pendapat Alam et al. (007) yang menyatakan bahwa peningkatan nilai TSS ini disebabkan oleh keberadaan lumpur (silt) dan partikel-partikel lempung (clay) yang meningkat di air sungai. Hasil pengukuran TSS Kali Surabaya ditunjukkan pada Gambar 9. Baku mutu air tahun 00 menetapkan bahwa kadar maksimum TSS yang diperbolehkan dalam penggunaan air kelas adalah 50 mg/l. Dengan demikian, secara umum Kali Surabaya tidak layak untuk dimanfaatkan sebagai sumber baku

8 08 air minum. TSS (mg/l) Agt Sep Okt Nop Des GS JS KP TB TC JJ BM-TSS Periode Pengamatan Ket: GS : Gunungsari JS : Jembatan Sepanjang KP : Karangpilang TB: Tambangan Bambe TC : Tambangan Cangkir JJ : Jembatan Jrebeng BM-TSS: Baku Mutu TSS Gambar 9 Sebaran nilai TSS Kali Surabaya. Masuknya padatan tersuspensi ke dalam perairan dapat menyebabkan menurunnya laju fotosintesis fitoplankton, sehingga produktivitas primer perairan menurun, yang pada gilirannya menyebabkan terganggunya keseluruhan rantai makanan. Menurut Adedokun et al. (008), padatan tersuspensi yang tinggi akan mempengaruhi biota di perairan melalui dua cara. Pertama, menghalangi dan mengurangi penentrasi cahaya ke dalam badan air, sehingga menghambat proses fotosintesis oleh fitoplankton dan tumbuhan air lainnya. Kondisi ini akan mengurangi pasokan oksigen terlarut dalam badan air. Kedua, secara langsung TSS yang tinggi dapat mengganggu biota perairan seperti ikan karena tersaring oleh insang Kandungan Oksigen Terlarut Oksigen terlarut (DO) merupakan parameter kualitas air kunci yang menggambarkan kondisi kesegaran air. Menurut Raja et al. (008), kadar DO menunjukkan jumlah oksigen terlarut dalam air atau mengindikasikan status oksigen dalam badan air. Kadar DO dalam perairan alami biasanya kurang dari 0 mg/l. Kandungan DO merupakan hal penting bagi kelangsungan organisme

9 09 perairan, sehingga penentuan kadar oksigen terlarut dalam air dapat dijadikan ukuran untuk menentukan mutu air. Oksigen terlarut merupakan kebutuhan vital bagi kelangsungan hidup organisme suatu perairan dan dapat menjadi faktor pembatas dalam penentuan kehadiran makhluk hidup dalam air. Perairan yang tercemar bahan organik akan mengalami penurunan kandungan oksigen terlarut karena oksigen yang tersedia dalam air akan digunakan mikroorganisme untuk menguraikan bahan pencemar organik. Pencemaran organik yang berlebihan akan meningkatkan aktivitas mikroorganisme pengurai, sehingga akan menimbulkan kondisi perairan tanpa oksigen (anoksik). Pada kondisi perairan anoksik, penguraian bahan organik tetap berlanjut namun terjadi secara anaerobik yang akan menghasilkan gas berbau busuk, diantaranya gas metan (CH 4 ), amoniak (NH 3 ) atau hidrogen sulfida (H S) (Bapedal 006). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar oksigen terlarut (DO) di perairan Kali Surabaya pada enam stasiun pengamatan di zona hulu lebih tinggi dibandingkan zona tengah dan hilir. Nilai DO tertinggi terdapat di Jembatan Jrebeng (6.0 mg/l), sedangkan nilai DO terendah terdapat di Jembatan Sepanjang (.5 mg/l). Nilai DO rata-rata berkisar mg/l, dengan nilai rata-rata keseluruhan 4.06 mg/l. Nilai DO ini lebih baik dibandingkan hasil penelitian Bapedal (006) di dua titik pengamatan (Bambe dan Pagesangan) dengan nilai DO berkisar mg/l, PJT I (008) pada titik pantau Gunungsari, Karang Pilang dan Ngagel menemukan kadar DO berkisar mg/l dan Maulidya dan Karnaningroem (00) yang menemukan kadar DO Kali Surabaya segmen Gunungsari-Jagir sebesar 5 mg/l. Menurut Akan et al. (00), standar DO yang ditentukan untuk keberlanjutan kehidupan organisme perairan adalah 5 mg/l, di bawah nilai tersebut berdampak negatif terhadap kehidupan organisme perairan. Jika konsentrasi DO di perairan berada di bawah mg/l menyebabkan kematian pada kebanyakan ikan. Data kualitas air Kali Surabaya berdasarkan parameter DO ditunjukkan pada Gambar 0. Gambar 0 menunjukkan bahwa kadar oksigen terlarut berfluktuasi antara periode pengamatan. Fluktuasi tersebut diduga akibat proses pencampuran (mixing) dan pergerakan massa air (turbulence), aktifitas fotosintesis, respirasi dan pengaruh limbah (effluent) yang masuk ke dalam badan air.

10 0 Kadar DO (mg/l) Agt Sep Okt Nop Des GS JS KP TB TC JJ BM-DO Periode Pengamatan Ket: GS : Gunungsari JS : Jembatan Sepanjang KP : Karangpilang TB : Tambangan Bambe TC : Tambangan Cangkir JJ : Jembatan Jrebeng BM-DO : Baku Mutu DO Gambar 0 Kualitas air Kali Surabaya berdasarkan parameter DO. Secara umum, kadar oksigen terlarut Kali Surabaya tidak memenuhi KMA kelas yang mensyaratkan kadar DO > 6 mg/l. Kadar DO tersebut memberikan gambaran bahwa secara umum Kali Surabaya sudah tercemar oleh bahan organik yang mudah terurai. Hal ini sejalan dengan pendapat Rahayu dan Tontowi (005) yang menyatakan bahwa besarnya oksigen terlarut dalam air menunjukkan tingkat kesegaran air di lokasi tersebut, sehingga apabila kadar oksigen terlarut rendah maka ada indikasi telah terjadi pencemaran oleh zat organik. Hal ini terjadi karena semakin banyak zat organik yang dapat diuraikan oleh mikroorganisme, semakin banyak pula oksigen yang diperlukan oleh mikroorganisme. Di samping itu, menurunnya kadar DO juga disebabkan oleh banyaknya limbah organik yang berasal dari limbah domestik dan limbah industri terutama di sekitar Kali Tengah. Profil kadar DO Kali Surabaya pada zona hulu-tengah-hilir ditunjukan pada Gambar berikut:

11 Kadar DO (mg/l) Jarak Upstream (km) DO terukur Baku Mutu-DO Gambar Profil kualitas air Kali Surabaya (parameter DO) pada bulan Oktober berdasarkan jarak upstream. Kadar DO pada zona hulu lebih tinggi daripada zona tengah dan hilir dengan nilai tertinggi 6.6 mg/l teramati di Canggu (km 40.4) dan terendah.5 mg/l di Gunungsari (km 6.5) (Gambar ). Kecenderungan serupa juga dilaporkan oleh Hart dan Zabbey (005) dan Davies et al. (008). Menurut Ayoade et al. (006) dan Siradz et al. (008), kadar DO yang lebih rendah pada zona hilir menunjukkan bahwa kondisi sungai pada zona hilir lebih tercemar terutama oleh bahan organik. Limbah domestik, pertanian, efluen industri dan sampah yang di buang ke dalam sungai menjadi penyebab utama tingginya tingkat pencemaran di bagian hilir sungai. Penurunan kadar DO dapat terjadi karena adanya penambahan beban pencemaran organik dalam jumlah besar, yang disebabkan oleh buangan limbah cair yang melebihi kemampuan self purifikasi sungai dan adanya bahan kimia yang dapat teroksidasi oleh oksigen. Selain itu, peristiwa resuspensi akibat penambahan debit air secara tiba-tiba mengakibatkan larutan-larutan racun di dasar sungai dapat terangkat dan tersuspensi dalam air sehingga meningkatkan kekeruhan Kebutuhan Oksigen Biokimia (BOD) BOD adalah kebutuhan oksigen untuk mendegradasi bahan organik menjadi anorganik tidak stabil kemudian menjadi senyawa lebih stabil. Besaran BOD digunakan sebagai cara untuk mengindikasikan pencemaran organik di perairan. Semakin banyak bahan organik yang terdapat dalam perairan, maka makin besar

12 jumlah oksigen yang dibutuhkan, sehingga harga BOD semakin besar yang mengindikasikan tingginya tingkat pencemaran. Hasil penelitian memperlihatkan, bahwa nilai BOD antar titik pengamatan dan periode pengamatan sangat beragam (Gambar ). Nilai BOD Kali Surabaya pada enam stasiun pengamatan rata-rata berkisar antara mg/l, dengan nilai rata-rata keseluruhan 4.84 mg/l. Hasil ini sesuai dengan pemantauan BLH (008) di tiga titik pantau Kali Surabaya (Kedurus, Gunungsari, dan Wonokromo) dengan nilai BOD mg/l, PJT I (00) di titik pantau Karang Pilang dengan nilai BOD mg/l, Gunungsari mg/l dan Jagir mg/l, namun berbeda dengan hasil penelitian Maulidya dan Karnaningroem (00) di segmen Gunungsari Jagir dengan nilai BOD berkisar 48 mg/l. Keseluruhan nilai rata-rata BOD Kali Surabaya berada di atas ambang batas KMA kelas yang mensyaratkan nilai BOD maksimum mg/l. Menurut Siradz et al. (008), nilai BOD yang tinggi secara langsung mencerminkan tingginya kegiatan mikroorganisme di dalam air dan secara tidak langsung memberikan petunjuk tentang kandungan bahan-bahan organik yang tersuspensikan B O D (mg/l) Agt Sep Okt Nop Des GS JS KP TB TC JJ BM-BOD Periode Pengamatan Ket: GS : Gunungsari JS : Jembatan Sepanjang KP : Karangpilang TB : Tambangan Bambe TC : Tambangan Cangkir JJ : Jembatan Jrebeng BM-BOD : Baku Mutu BOD Gambar Kualitas air Kali Surabaya berdasarkan parameter BOD 5.

13 3 Secara umum, nilai BOD hasil pengukuran tidak selalu meningkat dari hulu ke hilir, karena di setiap titik dapat terjadi pemasukan buangan organik ke sungai dengan konsentrasi BOD dan debit tertentu yang dapat menyebabkan penurunan atau peningkatan konsentrasi BOD sungai. Hal tersebut diperkuat Abowei & George (009) yang menyatakan bahwa nilai BOD secara umum tidak berbeda secara signifikan antar musim dan antara hulu hilir. Nilai BOD ekstrem ditemukan pada pengukuran bulan September 009 di Stasiun Tambangan Bambe dengan nilai BOD mencapai mg/l Kebutuhan Oksigen Kimia Kebutuhan Oksigen Kimia (COD) menunjukkan jumlah oksigen total yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan secara kimiawi, baik yang dapat didegradasi secara biologis (biodegradable) maupun yang sukar dibiodegradasi secara biologis (non-biodegradable). Nilai COD dapat digunakan sebagai ukuran bagi pencemaran air oleh bahan-bahan organik yang secara alamiah dapat dioksidasi melalui proses mikrobiologis dan mengakibatkan berkurangnya kadar DO di dalam air. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa kadar COD perairan Kali Surabaya pada enam titik pengamatan rata-rata berkisar mg/l, dengan nilai rata-rata keseluruhan 6.03 mg/l. Nilai rata-rata COD tertinggi ditemukan di Tambangan Bambe (8.89 mg/l) dan nilai terendah di Jembatan Jrebeng (. mg/l). Hasil penelitian ini sesuai hasil pemantauan PJT I (00) periode Januari Juni 00 di titik pantau Karang Pilang dengan nilai COD mg/l, Gunungsari mg/l dan Jagir mg/l. Perbandingan nilai rata-rata antara BOD 5 dan COD adalah 4.84/6.03 atau Menurut Alaerts dan Santika (984), hal ini memperlihatkan bahwa di samping terdapat bahanbahan pencemar organik yang dapat dibiodegradasi oleh mikroorganisme terdapat juga bahan-bahan yang tidak dapat dibiodegradasi. Hal tersebut diperkuat pendapat Raja et al. (008), yang menyatakan bahwa nilai COD yang lebih tinggi dari nilai BOD mengindikasikan keberadaan bahan-bahan yang dapat teroksidasi secara kimia terutama adalah bahan-bahan non-biodegradable. Secara keseluruhan, perairan Kali Surabaya ditinjau dari kadar COD tidak layak sebagai sumber air baku air minum berdasarkan ambang batas KMA kelas

14 4 yang mensyaratkan nilai COD maksimum 0 mg/l. Data hasil pengukuran kadar COD perairan Kali Surabaya disajikan pada Gambar C O D (mg/l) Agt Sep Okt Nop Des GS JS KP TB TC JJ BM-COD Periode Pengamatan Ket: GS : Gunungsari JS : Jembatan Sepanjang KP : Karangpilang TB : Tambangan Bambe TC : Tambangan Cangkir JJ : Jembatan Jrebeng BM-COD : Baku Mutu COD Gambar 3 Kualitas Kali Surabaya (parameter COD). Sumber pencemar BOD dan COD di Kali Surabaya yang dominan adalah limbah domestik dan limbah industri. Kontribusi limbah domestik terhadap tingginya nilai BOD dan COD Kali Surabaya adalah 59.77% dan 54.%, sedangkan sumber BOD sebesar 40.05% dan COD sebesar 45.75% berasal dari limbah industri. Kontribusi sektor industri terhadap tingginya konsentrasi BOD dan COD Kali Surabaya terutama berasal dari buangan limbah empat industri kertas, satu industri MSG, satu industri RPH, dan lima industri tahu. Di Sepanjang Kali Surabaya setidaknya terdapat lima industri tahu yang membuang air limbahnya secara langsung ke Kali Surabaya. Kelima industri tersebut adalah Perusahaan Tahu Kedurus, CV Sidomakmur, Perusahaan Tahu Purnomo, Perusahaan Tahu Halim, dan Perusahaan Tahu Gunungsari. Kapasitas produksi masing-masing industri tahu tersebut adalah 4 7 ton/hari. Industri tahu

15 5 merupakan industri yang banyak menggunakan air dalam proses produksinya baik sebagai bahan pencuci, pendingin dan bahan baku produksinya. Air yang digunakan dalam proses produksinya sekitar 5 liter/kg bahan baku kedelai. Mengingat kedelai sebagai bahan baku tahu mengandung protein (34.9%), karbohidrat (34.8%), lemak (8,%) dan bahan-bahan nutrisi lainnya, maka limbah cair yang dihasilkan dapat mengandung bahan organik yang tinggi. Akibatnya limbah cair industri tahu merupakan salah satu sumber pencemar BOD dan COD. Hal tersebut dikuatkan dengan hasil penelitian Nuriswanto (995) yang menunjukkan bahwa air limbah industri tahu memiliki angka BOD mg/l, COD mg/l, dan nilai ph Rumah Potong Hewan (RPH) Kedurus merupakan RPH milik Pemerintah Kota Surabaya. RPH Kedurus yang setiap hari memotong sekitar ekor sapi juga membuang langsung limbahnya ke Kali Surabaya. Limbah bekas pemotongan hewan mengalir melalui parit sepanjang sekitar 30 meter, limbah tersebut berwarna merah tua dan mengeluarkan bau busuk menyengat. Limbah RPH mengandung bahan pencemar organik yang tinggi. Hasil pemantauan PJT I (009), limbah RPH Kedurus pernah mencapai,965 mg/l untuk BOD dan 3,90.6 mg/l untuk COD serta ph 8.0 (basa). Padahal baku mutu BOD dan COD limbah RPH masing-masing adalah 00 dan 50 mg/l Nitrat, Nitrit dan Amonia Nitrat adalah salah satu bentuk senyawa nitrogen dan nutrien penting bagi pertumbuhan, reproduksi, dan kehidupan organisme. Menurut Adedokun et al. (008), senyawa nitrat terbentuk sebagai produk akhir oksidasi biokimia amonia yang dihasilkan dari pemecahan protein. Kandungan nitrat dan nitrit dalam air sungai sangat bergantung pada transpormasi secara mikrobial yang juga bergantung pada nilai DO. Kontaminasi nitrat pada air permukaan secara signifikan ditemukan pada daerah dengan tekanan penduduk tinggi dan daerah pengembangan pertanian (Adedokun et al. 008). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar nitrat perairan Kali Surabaya rata-rata berkisar mg/l, dengan nilai rata-rata keseluruhan 0.93 mg/l. Nilai rata-rata kadar nitrat tertinggi ditemukan di Jembatan Jrebeng (0.93 mg/l) dan terendah di Tambangan Bambe (0.693 mg/l). Keberadaan nitrat tersebut diduga berasal dari penggunaan pupuk pada lahan pertanian dekat sungai di

16 6 bagian hulu Kali Surabaya. Dugaan tersebut didasarkan atas beberapa laporan tentang kontaminasi nitrat pada air sungai akibat limbah pertanian, buangan domestik, dan limbah peternakan seperti yang dilaporkan Alam (995), Adedokun et al. (008), Raja et al. (008), dan Hassan et al. (008). Fakta lain yang teramati adalah nilai rata-rata kadar N-NO 3 pada saat terjadi hujan (Desember) lebih tinggi dibandingkan pada musim kemarau. Pada bulan Desember rata-rata nilai N-NO 3.3 mg/l, sedangkan pada bulan Agustus November berkisar mg/l. Kondisi tersebut sesuai hasil penelitian Adeyemo et al. (008), Hassan et al. (008), dan Nwankwoala et al. (009), yang menyimpulkan bahwa kadar nitrat pada musim hujan lebih tinggi dari musim kemarau, karena air hujan dapat membilas deposit nitrat yang terdapat pada permukaan tanah, namun kadar nitrat juga dapat menurun secara drastis jika terjadi musim hujan berkepanjangan. Selain itu tingginya kadar nitrat pada musim hujan mungkin juga disebabkan meningkatnya kadar DO, sebaliknya penurunan kadar nitrat pada musim kemarau mungkin akibat penyerapan oleh fitoplankton (Hassan et al. 008). Profil penyebaran kadar N-NO 3 Kali Surabaya pada enam stasiun pengamatan disajikan pada Gambar Kadar N-NO3 (mg/l) Agt Sep Okt Nop Des GS JS KP TB TC JJ BM-[N-NO3] Periode Pengamatan Ket: GS : Gunungsari JS : Jembatan Sepanjang KP : Karangpilang TB : Tambangan Bambe TC : Tambangan Cangkir JJ : Jembatan Jrebeng BM-[N-NO 3 ] : Baku Mutu N-NO 3 Gambar 4 Sebaran nilai rata-rata N-NO 3 Kali Surabaya.

17 7 Secara umum, kadar N-NO 3 perairan Kali Surabaya masih berada di bawah KMA kelas yang mensyaratkan kadar N-NO 3 maksimum 0 mg/l. Berdasarkan kadar N-NO 3 Kali Surabaya tidak tercemar oleh senyawa nitrat dan masih layak sebagai sumber air baku air minum. Hasil pengukuran kadar nitrit (N-NO ) perairan Kali Surabaya rata-rata berkisar mg/l, dengan nilai rata-rata keseluruhan 0.39 mg/l. Nilai rata-rata kadar N-NO tertinggi ditemukan di Gunungsari (0.87 mg/l) dan terendah di Jembatan Sepanjang (0.08 mg/l). Gambar 5 memperlihatkan sebaran nilai rata-rata N-NO Kali Surabaya pada enam stasiun pengamatan yang mewakili bagian hulu, tengah dan hilir Kali Surabaya. Secara umum, nilai nitrit di perairan Kali Surabaya sudah melampaui ambang batas baku mutu air kelas yang mensyaratkan kadar nitrit maksimum 0.06 mg/l. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa, Kali Surabaya ditinjau dari parameter N-NO tidak layak digunakan sebagai sumber air baku air minum. Tingginya kadar nitrit Kali Surabaya diduga berasal dari masukan limbah rumah tangga dan limbah industri di sepanjang Kali Surabaya terutama industri makanan dan industri percetakan Kadar N-NO 0.50 (mg/l) Agt Sep Okt Nop Des GS JS KP TB TC JJ BM-[N-NO] Periode Pengamatan Ket: GS : Gunungsari JS : Jembatan Sepanjang KP : Karangpilang TB : Tambangan Bambe TC : Tambangan Cangkir JJ : Jembatan Jrebeng BM-[N-NO ] : Baku Mutu N-NO Gambar 5 Sebaran kadar N-NO Kali Surabaya.

18 8 Hasil analisis kadar N-NH 3 di perairan Kali Surabaya rata-rata berkisar antara mg/l dengan nilai rata-rata keseluruhan 0.6 mg/l. Nilai rata-rata kadar N-NH 3 di temukan di Karang Pilang dan terendah di Jembatan Jrebeng. Kadar N-NH 3 yang lebih besar dari 0. mg/l tersebut mengindikasikan terjadinya pencemaran air dan mengganggu kehidupan ikan dan organisme akuatik lainnya ( namun berdasarkan KMA kelas mensyaratkan kadar N-NH 3 maksimum 0.5 mg/l maka ditinjau dari parameter N-NH 3 Kali Surabaya masih layak digunakan sebagai sumber air baku air minum. Hasil analisis kadar N-NH 3 diperlihatkan pada Gambar Kadar N-NH3 (mg/l) Agt Sep Okt Nop Des GS JS KP TB TC JJ BM-[N-NH3] Periode Pengamatan Ket: GS : Gunungsari JS : Jembatan Sepanjang KP : Karangpilang TB : Tambangan Bambe TC : Tambangan Cangkir JJ : Jembatan Jrebeng BM-[N-NH 3 ] : Baku Mutu N-NH 3 Gambar 6 Profil kualitas Kali Surabaya (paramater N-NH 3 ). Amonia bebas (NH3) yang tidak terionisasi bersifat toksik bagi organisme akuatik. Persentase amonia bebas meningkat dengan meningkatnya ph dan suhu perairan. Menurut Effendi (003), toksisitas amonia terhadap organisme akuatik dipengaruhi oleh ph, kadar oksigen terlarut, dan suhu. Pada ph rendah amonia akan bersifat racun jika jumlahnya banyak, sedangkan pada kondisi ph tinggi amonia akan bersifat racun meskipun kadarnya rendah. Ketika kadar N-NH 3 mencapai 0.06 mg/l, ikan akan mengalami kerusakan insang dan pada kadar 0. mg/l, ikan yang sensitif seperti beberapa jenis ikan air tawar dan ikan salmon

19 9 mulai mati, bahkan jika kadar N-NH 3 mendekati.0 mg/l beberapa jenis ikan yang toleran (seperti ikan gurame) mulai mati (( Kadar Fosfat Posfat merupakan anion yang tidak diinginkan dalam air, karena keberadaannya menjadi faktor pembatas eutrofikasi dan menimbulkan efek negatif bagi kehidupan akuatik. Menurut Adeyemo et al. (003), kandungan fosfat dan nitrat yang tinggi dalam perairan dapat menyebabkan eutrofokasi yakni meningkatkan pertumbuhan alga dan menurunkan kandungan oksigen terlarut dalam air. Senyawa fosfat di perairan dapat berasal dari sumber alami (seperti erosi tanah, buangan dari hewan, dan lapukan tumbuhan) dan dari limbah industri, limbah pertanian, dan limbah domestik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar fosfat (P-PO 4 ) di perairan Kali Surabaya rata-rata berkisar mg/l, dengan nilai rata-rata keseluruhan 0.65 mg/l. Nilai rata-rata kadar P-PO 4 ditemukan di Karang Pilang (0.0 mg/l) dan terendah di Jembatan Jrebeng (0.40 mg/l). Hasil analisis kadar fosfat di perairan Kali Surabaya pada enam stasiun pengamatan disajikan pada Gambar Kadar P-PO (mg/l) Agt Sep Okt Nop Des GS JS KP TB TC JJ BM-[P-PO4] Periode Pengamatan Ket: GS : Gunungsari JS : Jembatan Sepanjang KP : Karangpilang TB : Tambangan Bambe TC : Tambangan Cangkir JJ : Jembatan Jrebeng BM-[P-PO 4 ] : Baku Mutu P-PO 4 Gambar 7 Sebaran kadar P-PO 4 perairan Kali Surabaya. Berdasarkan KMA kelas yang mempersyaratkan kadar P-PO4 maksimum 0. mg/l, maka dapat disimpulkan bahwa dari 6 stasiun pengamatan Kali

20 0 Surabaya hanya Stasiun Karang Pilang yang tidak memenuhi baku mutu. Keberadaan fosfat di Kali Surabaya diduga bersumber dari limbah domestik (terutama kotoran manusia dan deterjen) dan limbah industri terutama industri makanan dan minuman, industri percetakan, industri plastik, dan industri deterjen Wing Surya serta limbah pertanian. Hal ini sesuai dengan pendapat Alaerts dan Santika (984), yang menyatakan bahwa sumber senyawa fosfat dapat berasal dari limbah penduduk, industri dan pertanian. Di daerah pertanian (hulu Kali Surabaya) senyawa fosfat berasal dari bahan pupuk, yang masuk ke dalam sungai melalui saluran pembuangan dan aliran air hujan. Fosfat dapat memasuki sungai melalui air buangan penduduk dan industri yang menggunakan bahan deterjen yang mengandung fosfat. Pendapat tersebut diperkuat Adedokun et al. (008), yang menyatakan bahwa keberadaan ion posfat dalam air sungai disebabkan oleh pelepasan limbah pertanian ke dalam sungai dan atau penggunaan aditif posfat dalam formulasi deterjen (Na 5 P 3 O 0 ) yang masuk ke dalam badan air melalui produksi limbah cair industri, domestik/perkotaan dan atau dari industri pakaian dan pencelupan warna Logam Merkuri, Timbal, dan Kadmium Logam merkuri (Hg), timbal (Pb), dan kadmium (Cd) merupakan kelompok logam berat yang tidak dapat didegradasi oleh tubuh, bersifat toksis walaupun pada konsentrasi rendah, dan keberadaannya dalam lingkungan perairan telah menjadi permasalahan lingkungan hidup. Logam berat menjadi berbahaya disebabkan sistem bioakumulasi, yakni peningkatan konsentrasi unsur logam tersebut dalam tubuh makluk hidup mengikuti tingkatan dalam rantai makanan. Akumulasi konsentrasi logam berat di alam mengakibatkan konsentrasi logam berat di tubuh manusia menjadi tinggi, karena jumlah logam berat yang terakumulasi lebih cepat dibandingkan dengan jumlah yang terekresi/terdegradasi. Hasil penelitian kandungan logam berat Hg, Pb, dan Cd di perairan Kali Surabaya memperlihatkan, bahwa kandungan logam berat terutama Pb dan Cd tidak selalu terdeteksi pada setiap titik pengamatan (Tabel 8). Untuk Hg, dari tiga kali pengukuran pada enam titik pengamatan, sebanyak 6 (89%) contoh mengandung Hg dengan kadar yang bervariasi dan 83% sampel diantaranya mengandung Hg dengan kadar yang melebihi KMA kelas yang mensyaratkan kadar Hg maksimum 0.00 mg/l. Tingkat pencemaran merkuri cukup tinggi ditemukan pada zona tengah (Tambangan Bambe) dan zona hulu (Tambangan

21 Cangkir), konsentrasi rata-rata merkuri masing-masing mencapai 0.0 mg/l atau. kali lipat dan mg/l atau 5.9 kali lipat dari KMA kelas, sedangkan nilai rata-rata kadar Hg keseluruhan adalah mg/l. Dengan demikian, secara umum Kali Surabaya tercemar merkuri hingga 9. kali lipat dari standar peruntukan air kelas sebagai bahan baku air minum. Kualitas air Kali Surabaya berdasarkan rerata kadar Hg, Pb, dan Cd pada enam titik pengamatan ditunjukkan pada Gambar 8. Tabel 8 Konsentrasi Hg, Pb, dan Cd perairan Kali Surabaya No. Lokasi Tanggal Konsentrasi (mg/l) Hg Pb Cd Gunungsari /09/ tt 05/0/ tt 4// tt 0.009* 0.058* tt* Sepanjang /09/ tt 05/0/ tt 4// tt tt * 0.0* tt* 3 K. Pilang /09/ tt 05/0/ // tt tt * 0.0* * 4 T. Bambe /09/ tt tt 05/0/ tt tt 4// tt 0.0* * tt* 5 T. Cangkir /09/ tt /0/ tt // tt tt 0.059* tt* 0.009* 6 J. Jrebeng /09/009 tt tt /0/ tt tt 4//009 tt tt tt 0.003* tt* * Rerata Total Baku Mutu ,0 Ket.: *= rerata, tt = tidak terdeteksi, LOD Hg 0.00 µg/l, Pb = mg/l, Cd = mg/l. Konsentrasi rata-rata Hg yang terukur dalam badan air Kali Surabaya berada di bawah nilai rata-rata Hg dalam sedimen, hasil penelitian Amtasi (00) menunjukkan bahwa rata-rata konsentrasi Hg di sedimen Kali Surabaya adalah 0.90 mg/l atau 90 kali lipat dari KMA kelas. Kelarutan Hg dalam air dipengaruhi oleh ph, pada ph tinggi kelarutan Hg rendah sehingga konsentrasi Hg dalam badan air yang terukur menjadi rendah. Hal tersebut sesuai pendapat Pikir (99) dan Palar (004) yang menyatakan bahwa, kenaikan ph menurunkan

22 kelarutan logam dalam air, karena kenaikan ph mengubah kestabilan dari bentuk karbonat menjadi hidroksida yang membentuk ikatan dengan partikel pada badan air, sehingga akan mengendap membentuk lumpur. Kondisi ini menyebabkan kandungan logam berat dalam sedimen jauh lebih tinggi dibandingkan dalam badan air Kadar Rerata (mg/l) GS JS KP TB TC JJ Hg Pb Cd Stasiun Pengamatan Gambar 8 Rerata kadar Hg, Pb, dan Cd di beberapa lokasi Kali Surabaya. Tingginya kadar merkuri di Kali Surabaya, diduga bersumber dari limbah penyemakan kulit, industri kertas, dan industri logam di sepanjang Kali Surabaya. Industri penyamakan kulit (terdapat di km 8.55) mengeluarkan limbah cair yang umumnya mengandung merkuri dalam bentuk senyawa HgCl atau Hg(CN). HgCl adalah garam yang paling mudah larut dan juga digunakan pada pelapisan logam dan pembersih hama. Hg(CN) banyak digunakan pada industri kimia. Industri pulp dan kertas (terdapat di km.40, km 3.0, km 9.80 dan km 4.0) diduga sebagai penyumbang logam ini. Selain dua jenis garam merkuri di atas, jenis lain dari garam merkuri juga biasa digunakan sebagai fungisida untuk membunuh jamur di dalam pulp, kertas, cat dan industri-industri pertanian. Menurut Fardiaz (99), senyawa Fenil merkuri asetat (FMA) merupakan komponen organomerkuri terpenting secara komersial yang banyak digunakan oleh industri pulp dan kertas untuk mencegah pembentukan lendir pada pulp kertas yang masih basah selama pengolahan dan penyimpanan. Pada industriindustri pertanian, komponen organomerkuri digunakan sebagai pelapis benih untuk mencegah pertumbuhan kapang, sedangkan pada industri kimia terutama

23 3 industri klor-alkali yang banyak memproduksi klorin dan soda kaustik (NaOH) dan industri plastik yang banyak menggunakan vinil klorida, logam merkuri digunakan sebagai katalis atau katoda dalam sel elektrolisis. Industri logam di sapanjang Kali Surabaya yang berlokasi di km.60, km.90, dan km 7.0 juga berpotensi sebagai sumber pencemar Hg. Hal tersebut didukung hasil penelitian Sudarmaji dan Yudhastuti (005), yang menyatakan bahwa di sepanjang Kali Brantas, Kali Surabaya, dan Kali Mas terdapat 9 industri dengan cemaran limbah berupa logam berat (Hg, Cu, Fe, Cr, Mn, Pb, Cd, Zn, dan Ni) dan terdapat 5 industri yang limbahnya mengandung Hg. Jenis industri di maksud adalah industri kertas, industri penyamakan kulit, industri kimia, dan industri logam. Nilai kandungan logam berat Pb di badan air Kali Surabaya memiliki variasi yang cukup tinggi, namun secara umum masih memenuhi KMA kelas yang mensyaratkan nilai maksimum 0.03 mg/l. Rata-rata konsentrasi Pb berkisar tt mg/l, dengan rata-rata keseluruhan 0.03 mg/l. Konsentrasi Pb tertinggi ditemukan di Gunungsari dengan konsentrasi mg/l atau.56 kali lipat nilai baku mutu, sedangkan pada Stasiun Jrebeng dan Cangkir keberadaan Pb tidak terdeteksi. Nilai ini masih berada di bawah KMA kelas yang mensyaratkan nilai maksimum 0.03 mg/l. Tingginya konsentrasi Pb di Stasiun Gunungsari diduga bersumber dari limbah industri keramik dan tegel serta industri logam yang banyak terdapat di daerah Sepanjang dan Karangpilang yang merupakan bagian hulu Dam Gunung Sari. Industri tersebut banyak menggunakan logam timbal sebagai campuran pada pembuatan pelapis keramik yang disebut glaze. Glaze adalah lapisan tipis gelas yang menyerap ke dalam permukaan tanah liat yang digunakan untuk membuat keramik. Komponen timbal yaitu PbO ditambahkan ke dalam glaze untuk membentuk sifat mengkilap yang tidak dapat dibentuk dengan oksida lainnya. Industri keramik dan tegel yang cukup besar di daerah tersebut adalah PT IKI Mutiara, Perusahaan Tegel LTS, PT Asia Victory, dan CV Bangun. Industri logam seperti PT. Spindo, PT. Timur Megah Steel, PT. Kedawung Setia, PT. Surabaya Wire dan PT. WIM Cycle yang berada di bagian hulu Kali Surabaya, selain menggunakan bahan-bahan kimia seperti larutan basa ataupun larutan asam, juga menggunakan bahan kimia mengandung logam-logam berat dan sedikit mengandung bahan-bahan organik. Jenis logam berat yang umumnya digunakan dalam bentuk garamnya adalah kromium, timbal, dan merkuri. Bahkan

24 4 pada pelapisan logam selain garam-garam logam berat juga menggunakan garamgaram tembaga dan komponen sianida. Senyawa-senyawa tersebut dapat mencemari lingkungan dan mengumpul di dalam tubuh suatu organisme dan tetap tinggal dalam jangka waktu lama sebagai racun yang terakumulasi (Fardiaz 99). Hal tersebut diperkuat hasil identifikasi Sudarmaji dan Yudhastuti (005), yang menyatakan bahwa cemaran Pb di Kali Brantas, Kali Surabaya, dan Kali Mas bersumber dari industri kimia, industri kertas, industri keramik, industri logam, dan industri sepeda. Hasil analisis konsentrasi Cd pada enam titik pengamatan pada tiga kali sampling menunjukkan bahwa keberadaan Cd terutama pada bagian tengah dan hilir tidak terdeteksi. Konsentrasi kadmium tertinggi ditemukan di Tambangan Cangkir yaitu sebesar mg/l atau.68 kali nilai baku mutu air kelas. Konsentrasi Cd rata-rata yang ditemukan adalah mg/l. Dengan demikian, ditinjau dari konsentrasi logam Cd Kali Surabaya memenuhi baku mutu air kelas yang mensyaratkan konsentrasi Cd maksimum 0.0 mg/l. 5. Beban Pencemaran dan Tingkat Pencemaran Kali Surabaya Beban pencemaran menggambarkan jumlah suatu unsur pencemar yang terkandung dalam air atau air limbah. Sumber pencemar air Kali Surabaya adalah air limbah industri, air limbah rumah tangga, dan air limbah lainnya. Pencemar tersebut masuk ke Kali Surabaya melalui beberapa cara pengalirannya. Aliran masuk ini dapat berupa point source atau aliran dengan saluran pada titik tertentu, seperti saluran drainase atau irigasi, anak sungai, dan outlet limbah industri. Sumber pencemar juga bisa berupa non point source atau aliran masuk yang tidak berupa saluran tertentu dan merata di sepanjang sungai sehingga debitnya sulit diukur. Data sumber pencemar point source yang telah dikumpulkan adalah data debit dan data kualitas limbah. 5.. Beban Pencemar dari Limbah Domestik Sumber pencemar Kali Surabaya dari limbah domestik berasal dari sanitasi masyarakat yang tinggal di sepanjang Kali Surabaya, sampah, detergen dan bahan buangan non-industri lainnya. Besarnya potensi beban pencemar dari sumber domestik dapat diperkirakan dengan cara mengalikan emisi BOD atau COD dengan jumlah penduduk. Emisi BOD atau COD adalah besarnya BOD atau COD

25 5 yang dihasilkan per orang setiap hari. Pada penelitian ini, perhitungan beban pencemaran dari limbah domestik yang dibuang ke Kali Surabaya, didasarkan atas hasil kuesioner pembuangan air limbah rumah tangga di sepanjang sisi kirikanan Kali Surabaya dan jumlah penduduk yang bertempat tinggal dalam zona lebih kurang 500 meter dari Kali Surabaya. Berdasarkan data BPS (008, 009), data Dinas PU Pengairan Jatim dan Perum Jasa Tirta I (009), diketahui bahwa jumlah penduduk yang tinggal dalam zona lebih kurang 500 meter dari Kali Surabaya adalah 34,4 jiwa. Hasil kuesioner terhadap 00 responden yang tinggal di stren Kali Surabaya diperoleh data yang dapat dipakai dalam perhitungan beban limbah domestik, yaitu pembuangan air limbah, bekas masak, mandi dan cuci yang disalurkan ke Kali Surabaya/anak sungainya sebanyak 3.50% (65 responden). Dengan demikian, persentase pembuangan limbah domestik ke Kali Surabaya yang dipakai untuk perhitungan adalah 3.50% dari jumlah penduduk di stren Kali Surabaya yaitu 43,590 jiwa. Data pemakaian jumlah air rata-rata menggunakan nilai rata-rata pemakaian air bersih berdasarkan hasil survei Direktorat Pengembangan Air Minum, Ditjen Cipta Karya tahun 006, yaitu 44 liter/orang/hari, sedangkan jumlah air buangan adalah 80% pemakaian air atau 5. liter/orang/hari, sehingga total debit air buangan penduduk di stren Kali Surabaya adalah 5,0.68 m 3 /hari. Data jumlah penduduk dan volume pembuangan limbah domestik ke Kali Surabaya disajikan pada Lampiran. UNEP (989) mengasumsikan bahwa secara teoritis beban BOD domestik adalah 5-70 g/orang/hari. Menurut Harnanto dan Hidayat (003), estimasi beban pencemaran akibat limbah domestik dapat dilakukan dengan mengalikan jumlah penduduk dengan faktor konversi, di mana untuk daerah perkotaan beban BOD adalah 46 gram BOD/orang/hari, sedangkan untuk daerah perdesaan 35 gram BOD/orang/hari, sedangkan menurut Salim (00), beban pencemaran domestik untuk setiap orang di Indonesia diperkirakan akan mengeluarkan COD sebesar 57 g/orang/hari. Berdasarkan beban BOD dan COD tersebut maka, konsentrasi BOD adalah 46/5. gram/liter atau mg/l, sedangkan konsentrasi COD adalah mg/l. Dengan demikian, beban pencemaran perairan Kali Surabaya bersumber limbah domestik (pemukiman) di bantaran Kali Surabaya untuk parameter pencemar BOD dan COD adalah :

26 6 Beban BOD = orang x 46 g/orang/hari = g/hari, kg/hari Beban COD = orang x 57 g/orang/hari = g/hari, kg/hari Berdasarkan KepMen Lingkungan Hidup nomor tahun 003, baku mutu air limbah domestik sebagai ukuran batas atau jumlah unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam air limbah domestik yang akan dibuang atau dilepas ke air permukaan mencakup parameter ph, BOD, TSS, dan minyak dan lemak. Tabel 9 menunjukkan baku mutu limbah domestik. Tabel 9 Baku mutu limbah domestik Parameter Satuan Baku Mutu ph BOD TSS Minyak dan lemak Sumber: KepMen LH No., mg/l mg/l mg/l Beban limbah domestik yang masuk ke Kali Surabaya selain bersumber dari limbah penduduk pada zona 500 meter pada sisi kiri-kanan Kali Surabaya juga bersumber dari tujuh saluran/drainase mulai Wonokromo hingga Pagesangan serta buangan limbah domestik melalui anak Kali Surabaya. Nilai parameter pencemar BOD, COD, TSS dan besarnya beban pencemaran limbah domestik yang bersumber dari drainase ditunjukkan pada Tabel 30 dan Tabel 3. Tabel 30 Kadar BOD, COD dan TSS pada saluran limbah domestik dan anak sungai No. Nama Saluran Pagesangan Saluran Jambangan Saluran Karah Saluran Pakuwon Saluran Gunungsari Saluran Ketintang Saluran Pulo W. Kali Kedungsumur Kali Marmoyo Kali Kedurus Kali Banjaran Lokasi (KM) Debit Kadar (mg/l) (m 3 /hari) BOD COD TSS 43,00 43,00 43,00 86,400 43,00, , , , ,

27 7 Tabel 3 Beban BOD, COD dan TSS pada saluran limbah domestik No Nama Beban (kg/hari) BOD COD TSS Saluran Pagesangan Saluran Jambangan , Saluran Karah,075.68, Saluran Pakuwon 6,903.36,06.9 6,78.4 Saluran Gunungsari,. 3, ,905.6 Saluran Ketintang Saluran Pulo W Kali Kedungsumur,79.07, , Kali Marmoyo , ,06.43 Kali Kedurus ,68.45,90.99 Kali Banjaran Total 3, ,55.6 6, Beban Pencemar dari Limbah Hotel Limbah domestik yang berasal dari aktivitas pariwisata/hotel merupakan bagian dari keseluruhan beban pencemaran yang masuk ke dalam sistem Kali Surabaya. Jumlah hotel yang terdapat di kota Surabaya sebanyak 4 unit yang terdiri atas 9 unit hotel berbintang dan unit hotel melati. Sebagian besar hotel berlokasi di pusat Kota Surabaya sehingga tidak membuang limbah ke Kali Surabaya, namun membuang limbahnya pada Kali Mas. Berdasarkan data BLH Kota Surabaya (009) dan PJT-I (009), jumlah hotel yang sudah memiliki dan mengoperasikan Instalasi Pengolah Air Limbah (IPAL) sebanyak 8 buah atau.77%. Jumlah hotel yang membuang limbah secara langsung ke Kali Surabaya buah, yaitu hotel Singgasana dengan debit rata-rata air limbah sebesar m 3 /hari. Hotel Singgasana terletak dekat Kali Surabaya tepatnya di sisi kanan Dam Gunungsari dari arah Ngagel. Hotel Singgasana termasuk hotel bintang 4 dengan jumlah kamar 4 dan karyawan sebanyak 30 orang. Rata-rata jumlah pengunjung 43,3 orang/tahun (Dinas Pariwisata Kota Surabaya 009). Hasil pemantauan PJT-I terhadap air limbah Hotel Singgasana terhadap parameter BOD, COD, dan TSS ketiganya masih memenuhi baku mutu. Kadar BOD 4.00 mg/l, COD 0.44 mg/l dan TSS mg/l, sedangkan baku mutu untuk ketiga parameter tersebut masing-masing adalah 50, 80, dan 80 mg/l. Besarnya beban pencemaran yang bersumber dari limbah hotel ditunjukkan pada Tabel 3.

28 8 Tabel 3 Beban pencemaran Kali Surabaya bersumber dari limbah hotel Parameter BOD COD TSS Debit Limbah Kadar (m 3 /hari) (mg/l) Beban (kg/hari) Beban pencemar BOD, COD, dan TSS dari hotel Singgasana yang masuk ke Kali Surabaya tergolong rendah karena selain parameter pencemar masih memenuhi baku mutu, debit buangan limbah juga kecil. Kondisi berbeda terjadi sebelum September 009, di mana IPAL tidak difungsikan secara maksimal sehingga air limbahnya mengandung BOD dan COD mencapai 33. dan mg/l (PJT-I 009). Saat ini, hotel Singgasana masih berada dalam pengawasan BLH Jatim dan Tim Sidak Kali Surabaya dan diwajibkan memiliki ijin pembuangan limbah cair (IPLC) serta melakukan uji kualitas air limbah secara rutin setiap tiga bulan ke laboratorium yang ditunjuk Gubernur Beban Pencemar dari Limbah Industri Banyaknya industri yang berdiri di sepanjang bantaran Kali Surabaya akan meningkatkan kualitas dan kuantitas limbah industri yang masuk ke badan air Kali Surabaya, yang pada akhirnya akan menurunkan kualitas air sungai tersebut. Di sepanjang Kali Surabaya terdapat sekitar 36 industri yang saluran pembuangan limbah cairnya menuju Kali Surabaya. Selain itu juga terdapat industri-industri yang letaknya di luar wilayah Kota Surabaya yang membuang limbahnya ke Kali Tengah (± 34 industri) yang akhirnya bermuara ke Kali Surabaya. Penyebaran industri pada daerah aliran sungai Kali Surabaya terutama sekali berlokasi di Driyorejo dan Karang Pilang. Jenis industri yang ada terutama adalah industri pulp dan kertas, industri makanan dan minuman, industri MSG, industri tekstil, industri minyak dan deterjen, dan industri kimia dan metalurgi. Daftar industri di Daerah Pengaliran Kali Surabaya disajikan pada Lampiran 3. Besarnya debit limbah dan kualitas air limbah industri sangat bervariasi untuk tiap jenis industri. Data debit limbah dan parameter pencemar air limbah industri di DPS Kali Surabaya disajikan pada Lampiran 4, sedangkan besarnya beban pencemaran yang bersumber dari limbah industri di DPS Kali Surabaya disajikan pada Lampiran 5.

29 9 Beban pencemar Kali Surabaya selain bersumber dari industri yang membuang limbahnya langsung ke Kali Surabaya juga bersumber dari buangan industri melalui Anak Sungai (Kali Tengah dan Kali Perning) dan saluran pembuangan Waru Gunung. Terdapat 6 industri yang membuang air limbahnya ke Kali Tengah yang merupakan anak Kali Surabaya. Industri tersebut adalah: PT. Multipack Unggul (kertas karton), PT. Samator (aneka gas), PT. Wim Cycle (sepeda), PT. Keramik Diamond Indah (keramik), PT. Surabaya Acetylene (gas), PT. Air Mas Murni (bahan baku sabun), PT. Platinum Ceramic (keramik), PT. Malindo Feedmill (industri makanan ternak), PT. Adyabuana Persada (keramik lantai), PT. Ever Industry Textil Mills (tekstil), PT. Atlantic Ocean Paint (industri cat), PT. Sinar Berlian Chemindo (industri kimia), PT. Surya Plastindo (industri plastik), PT. Unimos (biscuit), PT. Agrindo (mesin pertanian), PT. Sura Indah Wood (kayu lapis), PT. Tri Ratna (mesin diesel), PT. Golden Great Wall (makanan beku), PT. Bumisaka Steelindo (kawat), PT. Wira Logam (mur & baut), PT. Fendi Mungil (meubel rotan), PT. Indotama Megah Indah (karet), PT. Silikon Utama (stiker), PT. Forgindo Prima Steel (mur & baut), PT. Forindo Pandutama (tekstil), dan PT. Indopicri Co (sabun). Banyaknya industri yang membuang limbah ke Kali Tengah menyebabkan beban pencemaran Kali Surabaya meningkat. Hasil pengukuran in situ terhadap contoh air Kali Tengah (Oktober 009), menunjukkan bahwa nilai ph 6.7 (bersifat asam), DO. mg/l, DHL 405 µs, dan suhu 30.7 o C, sedangkan hasil analisis laboratorium untuk parameter BOD, COD, dan TSS masing-masing adalah 45.88, 36.67, dan 96.0 mg/l. Tabel 33 dan 34 menunjukkan kadar BOD, COD, TSS dan beban pencemaran yang bersumber dari anak sungai dan saluran limbah industri. Tabel 33 Kadar BOD, COD, dan TSS saluran limbah industri melalui anak sungai dan saluran Waru Gunung No Nama Anak Sungai/Saluran Lokasi (km) Debit Air Kadar Rata-rata (mg/l) (m 3 /detik) BOD COD TSS Saluran W. Gunung Kali Tengah Kali Perning

30 30 Tabel 34 Beban pencemar dari buangan industri melalui anak sungai dan saluran pembuangan No Nama Anak Sungai Debit Air Beban Pencemar (kg/hari) (m 3 /detik) BOD COD TSS 3 Saluran W. Gunung Kali Tengah Kali Perning ,43.48, , ,06.50,4.93 6,578.4,90.8 Jumlah 5, , , Beban Pencemar dari Limbah Pertanian Selain dari industri, kegiatan pertanian juga berpotensi mencemari air terutama air sungai. Limbah pertanian biasanya terdiri atas bahan padat bekas tanaman yang bersifat organis, bahan pemberantas hama dan penyakit (pestisida), bahan pupuk yang mengandung nitrogen (N), fosfor (P), sulfur (S), dan mineral lainnya. Limbah kegiatan pertanian dapat berupa insektisida, pupuk kandang, pupuk urea, pupuk trisuper fosfat, pupuk ZA, dan lain-lain. Pupuk dan insektisida tersebut dapat terbawa air irigasi dan masuk kembali ke sungai. Penggunaan pupuk kimia dan pestisida dapat menyebabkan eutrofikasi lingkungan perairan. Lahan pertanian di DPS Kali Surabaya terdapat di bagian hulu Kali Surabaya dengan luas lahan 05 ha. Daerah yang berpotensi menjadi sumber pencemaran limbah pertanian adalah Kramat Temenggung dan Wonoayu. Data debit saluran pertanian dan parameter pencemar serta beban pencemaran yang bersumber dari limbah pertanian ditunjukkan pada Tabel 35 dan 36. Tabel 35 Debit dan parameter pencemar dua saluran limbah pertanian No Nama Saluran Kramat T. Wonoayu Lokasi (KM) Debit Kadar (mg/l) (m 3 /hari) BOD COD TSS N-NO3 P-PO4 9,894.4, Tabel 36 Beban pencemaran dari limbah pertanian No Nama Beban (kg/hari) BOD COD TSS N-NO3 P-PO4 Saluran Kramat T. Saluran Wonoayu Total

31 3 Secara keseluruhan besarnya beban pencemaran Kali Surabaya bersumber dari limbah domestik, limbah industri, dan limbah pertanian dirangkum menjadi tiga kelompok sesuai Tabel 37. Tabel 37 Resume beban pencemaran Kali Surabaya No Sumber Pencemar Beban Pencemaran (kg/hari) BOD COD TSS 3 Limbah Domestik Limbah Industri Limbah Pertanian 33,65.54, , , , , Total 55, , ,34. Berdasarkan Tabel 37, terlihat bahwa limbah domestik memberikan kontribusi beban pencemar terbesar dibandingkan sumber pencemar lain. Pada parameter BOD kontribusi limbah domestik mencapai 59.77%, limbah industri 40.05%, dan limbah pertanian 0.8%. Beban pencemar COD Kali Surabaya sebesar 54.% bersumber dari limbah domestik, 45.74% (industri), dan 0.5% (pertanian). Sementara, ditinjau dari pencemar TSS beban pencemaran Kali Surabaya 80.37% disebabkan limbah domestik, 9.30% oleh limbah industri, dan 0.33% akibat limbah pertanian. Limbah domestik yang dihasilkan dari rumah tangga cenderung tidak dikelola dengan baik akibatnya beban pencemaran air Kali Surabaya oleh limbah domestik menjadi tinggi. Hal sama juga terjadi di Jakarta dan Bandung. Berdasarkan data BLH Jawa Barat, kontribusi limbah domestik terhadap pencemaran air di Kota Bandung telah mencapai 80%, sedangkan di Jakarta mencapai 75%. Limbah industri yang mencemari Kali Surabaya sebagian besar berasal dari buangan limbah industri dari Kali Tengah dan industri-industri sepanjang Kali Surabaya yang membuang langsung limbahnya ke Kali Surabaya. Berdasarkan data pada Lampiran 5, dapat dirangkum sumber pencemar beban BOD dan COD dari industri di sepanjang Kali Surabaya yang tersaji dalam Tabel 38. Berdasarkan Tabel 38 dan data pada Lampiran 5, terlihat bahwa beban pencemar dari industri yang mencemari Kali Surabaya terutama bersumber dari empat industri kertas dan pulp dan satu industri MSG, yaitu PT Surya Agung Kertas, PT Surabaya Mekabox, PT Adiprima Suraprinta, PT Suparma dan PT

32 3 Miwon. Kelima industri tersebut menyumbang sekitar 63% beban BOD dan 64% beban COD sektor industri ke Kali Surabaya. Tabel 38 Klasifikasi sumber pencemar Kali Surabaya dari limbah industri Jenis Industri Jumlah Industri Beban pencemar Beban pencemar Beban (kg/hari) terhadap industri terhadap total BOD COD BOD COD BOD COD Kertas dan Pulp 5 0, , % 49.63% 9.60%.70% Makanan dan 9, , % 9.5% 4.4% 4.8% Minuman MSG 3, , % 4.85% 5.78% 6.79% Minyak dan %.7% 0.63% 0.53% Deterjen Tekstil dan Kulit %.43% 0.59% 0.65% Kimia, keramik dan Metalurgi % 0.93% 0.39% 0.43% PT Surya Agung Kertas merupakan industri kertas dan pulp terbesar kedua di Jawa Timur dengan kapasitas produksi 336,800 ton/tahun atau sekitar 93 ton/hari. Pabrik Kertas PT Adiprima Suraprinta merupakan industri kertas koran dengan kapasitas produksi 400 ton/hari. PT Surabaya Mekabox merupakan industri kertas pembungkus/karton box dengan produksi rata-rata 0 ton/hari, sementara kapasitas produksi industri kertas PT Suparma adalah sekitar 500 ton/hari. Menurut Sugiharto (005), jumlah air limbah yang berasal dari industri adalah sebesar 85 95% dari jumlah air yang dipergunakan. Total pemakaian air keempat industri pulp dan kertas di atas adalah sekitar 60,000 m 3 /hari. Oleh karena itu, jumlah buangan limbah yang berupa lumpur dihasilkan kurang lebih 5,000 57,000 m 3 /hari. Limbah dari industri pulp dan kertas bersumber pada pembuangan boiler dan proses pematangan kertas yang menghasilkan konsentrat lumpur beracun. Selain itu pada proses percetakan juga dihasilkan produk samping berupa konsentrat lumpur sebesar 4% dari volume limbah cair yang diolah. Pada industri pulp dan kertas, bahan baku utama yang digunakan adalah serat dari tanaman dengan kandungan utama berupa selulosa. Adanya komponen selulosa pada buangan limbah cair industri pulp dan kertas dapat menimbulkan bau busuk pada sungai jika tertimbun di dasar sungai dan meningkatkan kandungan COD.

33 Tingkat Pencemaran Kali Surabaya Pada penelitian ini tingkat pencemaran air Kali Surabaya relatif terhadap parameter kualitas air yang diijinkan didasarkan pada hasil analisis parameter fisik kimia air, yaitu: ph, TSS, DO, BOD, COD, N-NH 3, N-NO, N-NO 3, P-PO 4, dan kadar Hg, Pb, Cd. Hasil analisis parameter fisik kimia, dibandingkan dengan baku mutu air sesuai peruntukannya menggunakan langkah-langkah penentuan Indeks Pencemaran. Perairan akan semakin tercemar untuk suatu peruntukan (j) jika nilai (C i /L ij ) R dan atau (C i /L ij ) M lebih besar dari.0. Tingkat pencemaran suatu badan air akan semakin besar jika nilai maksimum C i /L ij dan atau nilai ratarata C i /L ij No makin besar. Perhitungan indeks pencemaran air Kali Surabaya dapat dilihat pada Lampiran 9. Rangkuman hasil perhitungan indeks pencemaran air Kali Surabaya diperlihatkan pada Tabel 39. Tabel 39 Indeks pencemaran air Kali Surabaya pada enam titik pengamatan Lokasi C i /Lij IP Rerata Maks Gunungsari Jemb. Sepanjang Karang Pilang Tamb. Bambe Tamb. Cangkir Jemb. Jrebeng Kategori Cemar ringan Cemar ringan Cemar ringan Cemar sedang Cemar sedang Cemar ringan Berdasarkan hasil perhitungan indeks pencemaran (Tabel 39) dan nilai indeks pencemaran Sumitomo dan Nemerow, menunjukan bahwa perairan Kali Surabaya telah mengalami pencemaran pada tingkat ringan hingga sedang oleh beberapa parameter kimia dan fisika. Kondisi ini berbeda dengan status mutu air berdasarkan indeks STORET. Berdasarkan indeks STORET, perairan Kali Surabaya berada dalam kondisi buruk atau tercemar berat. Perbedaan ini menunjukkan bahwa indeks pencemaran Sumitomo dan Nemerow mempunyai toleransi yang cukup besar terhadap pencemaran. Tabel 39 juga menunjukkan bahwa untuk zona paling hulu (Jrebeng), tingkat pencemaran paling rendah dengan nilai indeks pencemaran.03. Nilai indeks pencemaran tertinggi berada pada zona tengah yaitu Tambangan Bambe dengan nilai indeks pencemaran 5.59 (tercemar sedang).

34 34 Berdasarkan nilai indeks pencemaran Sumitomo dan Nemerow, dapat diperkirakan batasan parameter pencemar yang dapat mengakibatkan perairan dalam kondisi tercemar berat melalui penggunaan pendekatan persamaan: (C i /L ij ) =.0 + P.log(C i /L ij ) hasil pengukuran, dengan P konstanta yang umum digunakan yaitu 5. Suatu perairan dikatakan tercemar berat jika nilai IP > 0, dengan demikian, 0 < (,0 + 5.log(C i /L ij ) hasil pengukuran ). Penyelesaian persamaan ini memberikan hasil (C i /L ij ) hasil pengukuran kurang lebih 63. Berdasarkan hal tersebut maka evaluasi tingkat pencemaran dengan metode Pollution Index mempunyai batas toleransi yang sangat tinggi terhadap pencemaran, karena suatu perairan dinyatakan tercemar berat jika nilai parameter terukur sebagian besar nilainya lebih dari 63 kali nilai baku mutu air untuk peruntukannya. 5.3 Analisis Status Kualitas Air Kali Surabaya Metode yang digunakan untuk menentukan status kualitas air atau indeks mutu lingkungan perairan adalah metode STORET. Indeks kualitas air-storet (IKA-STORET) adalah suatu nilai yang dapat menggambarkan tentang kondisi kualitas air dari data mentah tentang kualitas air yang kemudian ditransformasikan menjadi suatu indeks. Indeks STORET dapat menggambarkan secara menyeluruh tentang kondisi umum kualitas air Kali Surabaya. Data parameter fisika dan kimia air hasil pengamatan dibandingkan dengan baku mutu air kelas, yang mencakup nilai minimum, maksimum dan nilai rata-rata setiap parameter yang kemudian diberi skor sesuai dengan tingkat pencemarannya. Baik buruknya kualitas perairan dapat diketahui dengan melihat parameter-parameter yang tidak memenuhi baku mutu yang ditetapkan. Hasil evaluasi kualitas air Kali Surabaya berdasarkan indeks STORET disajikan pada Lampiran 0, sedangkan status mutu Kali Surabaya menurut sistem STORET ditunjukkan pada Tabel 40 dan Gambar 9. Tabel 40 Status mutu air Kali Surabaya berdasarkan indeks STORET No Lokasi/Stasiun Gunungsari Jemb. Sepanjang Karang Pilang Tamb. Bambe Tamb. Cangkir Jemb. Jrebeng Skor Kelas I Kelas II Kelas III -04 (cemar berat) -84 (cemar berat) -96 (cemar berat) -9 (cemar berat) -04 (cemar berat) -80 (cemar berat) -88 (cemar berat) -68 (cemar berat -7 (cemar berat) -80 (cemar berat) -68 (cemar berat) -3 (cemar berat) -40 (cemar berat) -6 (cemar sedang) -8 (cemar sedang) -4 (cemar sedang) -8 (cemar ringan) -8 (cemar ringan)

35 35 Pada Tabel 40 dan Gambar 9 memperlihatkan kondisi status mutu Kali Surabaya menurut sistem nilai STORET dengan mengacu pada baku mutu air kelas I, kelas II, dan baku mutu air kelas III. Secara umum kondisi mutu air Kali Surabaya untuk sumber air baku air minum termasuk dalam kelas D (kelas IV), artinya kondisi Kali Surabaya sangat buruk atau tercemar berat. Nilai indeks STORET tertinggi terdapat pada Stasiun Gunungsari (-04) dan terendah terdapat pada Stasiun Jembatan Jrebeng (-80). Parameter organik (DO, BOD, COD) dan parameter anorganik (Hg) memberikan kontribusi yang tinggi terhadap rendahnya skor indeks STORET pada tiap stasiun pengamatan. Parameter lain yang juga berkontribusi bagi rendahnya indeks STORET adalah TSS, P-PO 4, dan kadar Pb. Nilai Storet Baik Sedang Buruk -0 GS JS KP TB TC JJ Kelas I Kelas II Kelas III Lokasi Pengamatan Gambar 9 Skor indeks STORET perairan Kali Surabaya. Kondisi mutu air untuk kegiatan perikanan, peternakan, dan pertamanan (kelas III) menunjukkan kecenderungan yang menurun dari zona hulu, tengah dan zona hilir, dengan status mutu bervariasi mulai tercemar ringan hingga tercemar berat. Nilai indeks STORET terendah ditemukan di bagian hulu Kali Surabaya, yaitu Stasiun Jrebeng (-8) dan Tambangan Cangkir (-8), sedangkan nilai tertinggi di Stasiun Gunungsari (-40). Parameter yang memberikan kontribusi bagi rendahnya indeks STORET untuk baku mutu air kelas III adalah kadar Hg, Pb, Cd, nilai DO, BOD, dan COD. Berdasarkan indeks STORET, jika parameter yang digunakan untuk mengevaluasi tingkat pencemaran kurang dari 0, maka sudah cukup untuk menyatakan bahwa perairan tersebut dalam kondisi buruk atau tercemar berat jika

36 36 terdapat tiga parameter kimia yang nilai konsentrasi minimum, rata-rata, dan nilai maksimumnya telah melampaui baku mutu yang ditetapkan meskipun nilai parameter lain masih memenuhi baku mutu. Jika parameter fisik-kimia yang digunakan untuk mengevaluasi kondisi perairan lebih dari atau sama dengan 0 parameter, maka kondisi perairan dapat dikatakan tercemar berat jika terdapat minimum satu parameter fisik-kimia yang nilai minimum, rata-rata, dan nilai maksimum telah melampaui baku mutu air sesuai peruntukannya. 5.4 Dampak Pencemaran Kali Surabaya terhadap Ekosistem dan Kesehatan Dampak pencemaran air pada umumnya dapat dibagi ke dalam empat kategori (Kurniawan 009), yaitu () dampak terhadap kehidupan biota air, () dampak terhadap kesehatan manusia, (3) dampak terhadap kualitas air tanah, dan (4) dampak terhadap estetika lingkungan Dampak terhadap Ekosistem Ekosistem sungai tidak berdiri sendiri namun berkaitan dengan berbagai ekosistem dan beranekaragam makhluk hidup, sehingga apabila terjadi gangguan yang merusak keseimbangan ekosistem sungai, maka keseimbangan lingkungan yang bergantung pada ekosistem sungai tersebut juga akan terganggu. Tingginya beban pencemaran organik yang masuk ke Kali Surabaya telah mengakibatkan terjadinya pencemaran berat, yang ditandai dengan kadar DO yang rendah dan kadar BOD, COD, dan TSS yang tinggi. Kondisi ini berdampak pada kehidupan organisme akuatik atau ekosistem Kali Surabaya. Tingkat produktivitas sistem akuatik selain dipengaruhi unsur karbon, juga sangat ditentukan oleh keberadaan unsur nitrogen dan fosfor. Kedua unsur tersebut dapat bersumber dari bahan organik, amonia, nitrit, nitrat, dan fosfat. Fosfor masuk ke dalam sistem akuatik dari sumber natural maupun antropogenik (penggunaan pupuk, deterjen) dan dekomposisi bahan organik, sedangkan senyawa nitrogen dapat bersumber dari atmosfer, dekomposisi bahan organik, fiksasi nitrogen, dan sumber-sumber natural maupun antropogenik. Nitrogen dan fosfor dalam sistem akuatik dikenal sebagai faktor pembatas (limiting factors). Pada ekosistem alami, nitrogen dan fosfor umumnya tersedia dalam jumlah terbatas dan membatasi pertumbuhan tumbuhan akuatik. Jika kandungan nitrogen dan fosfor bertambah, maka pertumbuhan tumbuhan akuatik akan terpacu dan menyebabkan terjadinya eutrofikasi pada badan air dan dapat berdampak negatif

37 37 terhadap ekosistem akuatik. Peningkatan masukan nitrogen dan fosfor dari limbah pertanian dan limbah domestik dapat mengubah komunitas akuatik, karena kedua unsur tersebut menstimulasi pertumbuhan alga yang dapat menutup permukaan air dan menghalangi penetrasi cahaya matahari ke dalam air. Pertumbuhan alga dan keberadaan partikel-partikel tersuspensi dari sumber-sumber pencemar akan meningkatkan turbiditas air, akibatnya jumlah sinar matahari yang tersedia untuk tumbuhan akuatik dalam air akan menurun. Hal ini sesuai dengan pendapat Arisandi (00) yang menyatakan bahwa, kandungan TSS dan padatan terlarut yang tinggi dapat mengakibatkan () menurunnya kandungan oksigen terlarut dalam badan air, sehingga mengganggu suplai oksigen bagi organisme air, seperti nekton dan bentos, () menurunkan penetrasi cahaya matahari yang masuk ke dalam badan air, sehingga mengganggu proses fotosintesis tumbuhan air, seperti hidrila, ganggang, dan alga, (3) sedimentasi dasar sungai, tingginya padatan yang terlarut akibat buangan limbah domestik dan industri dapat mengendap dan merubah karakteristik dasar sungai, akibatnya biota yang menetap di dasar sungai seperti kerang, remis, kijing, dan siput dapat tereliminasi. Menurut Ecoton (008), pengurangan kadar oksigen dalam air dapat mengakibatkan bencana akuatik berupa ikan munggut dan kematian invertebrata lainnya di sepanjang Kali Surabaya. Ikan munggut adalah terjadinya kematian ikan, kepiting dan udang air tawar secara masal dan tiba- tiba akibat kekurangan oksigen. Ecoton (008), mencatat bahwa dalam kurun waktu tahun di Kali Surabaya telah terjadi 50 kasus ikan mati masal. Jenis ikan yang mati didominasi oleh ikan bader yang berukuran tidak terlalu besar, dengan panjang antara 0-5 cm dan ikan mujaer. Ikan yang munggut tampak memiliki ciri-ciri yang khas, yaitu mengalami pendarahan dan berwarna kemerahan di bawah mulut, perut dan bagian sirip. Kondisi Kali Surabaya yang tercemar berat juga berdampak pada penurunan rantai makanan alami dan indeks keragaman biota akuatik serta timbulnya perubahan struktur dan fungsi komunitas sebagai akibat terganggunya keseimbangan ekosistem. Menurut Abdel-Gawad et al. (00), keberadaan bahan pencemar dapat mengakibatkan perubahan struktur dan fungsi biologi molekuler suatu organisme, sedangkan perubahan struktur dan fungsi komunitas perairan menurut Arisandi (00) disebabkan oleh hasil interaksi dua prinsip ekologi, yaitu prinsip toleransi dan kompetisi. Perubahan struktur komunitas dapat terlihat dari

38 38 perubahan indeks keragaman dan dominasi organisme dalam suatu ekosistem. Pada lingkungan yang tercemar, keragaman ekosistem akan menurun dan individu-individu yang toleran terhadap polutan yang akan mendominasi ekosistem tersebut. Hasil penelitian Amtasi (00) menunjukkan bahwa indeks keragaman hewan makro bentos di Kali Surabaya tergolong rendah, yaitu yang berarti kualitas Kali Surabaya dalam kondisi tercemar berat. Pada perubahan struktural, terjadi penurunan keanekaragaman spesies, organisasi komunitas menjadi lebih sederhana, dan tingkat perkembangan mundur menjauhi stadium klimaks, sedangkan pada perubahan fungsional, rantai makanan dan jaring-jaring makanan menjadi lebih pendek dan struktur organisasi tropiknya menjadi lebih sederhana. Perbedaan batas toleransi antara populasi terhadap faktor-faktor lingkungan mempengaruhi kemampuan berkompetisi. Jika kondisi lingkungan perairan menurun karena pencemaran, maka jenis organisme yang tidak toleran terhadap kondisi tersebut akan menurun populasinya, sebaliknya jenis-jenis organisme yang mempunyai toleransi terhadap kondisi tersebut akan meningkat populasinya, karena jenis-jenis kompetitornya berkurang. Menurut Setyorini (003b, 003c), di sepanjang Kali Surabaya pada tahun 980-an tercatat sebanyak 8 jenis ikan, namun pada tahun 003 jenis ikan tersebut mengalami penurunan menjadi tujuh jenis, yaitu ikan bader, keting, sili, nila, gabus, mujair, dan papar. Populasi ikan tersebut kalah dengan populasi cacing darah yang makin meningkat dari hulu ke hilir Kali Surabaya. Hasil penelitian Bapedal (006) terhadap komposisi makroinvertebrata Kali Surabaya memperlihatkan hal serupa, bahwa makroinvertebrata yang dijumpai di sepanjang Kali Surabaya terdiri atas 4 spesies dengan 6 kelas dan 5 ordo. Pada bagian hulu Kali Surabaya didominasi oleh Famili Baetidae (.80%), Thiaridae (5.53%), dan Atyidae (9.57%), sedangkan pada daerah industri (Driyorejo) didominasi oleh Lumbricidae (3.40%), Tubificidae (9.59%), Atyidae (0.3%), dan Lymnaeidae (6.49%). Pada daerah pemukiman dan industri (Waru Gunung, Karang Pilang, Kedurus, Gunungsari) makroinvertebrata yang dominan adalah Chironomidae (0.70%) dan Tubificidae (59.67%), pada bagian hilir Kali Surabaya juga didominasi oleh Famili Chironomidae (.76%) dan Tubificidae (40.34%). Famili Tubificidae (Ordo Oligochaeta) yang diwakili jenis cacing merah (Tubifex tubifex) merupakan makroinvertebrata paling dominan dan luas penyebarannya. Keberadaan cacing merah menggantikan dominasi Famili

39 39 Baetidae (Ordo Ephemeroptera) yang merupakan makroinvertebrata yang paling sempit sebarannya dan ordo yang tidak toleran terhadap kadar DO rendah menunjukkan bahwa lokasi tersebut sudah tercemar dengan bahan organik. Peningkatan populasi jenis Tubifex tubifex dari hulu ke hilir merupakan akibat tingginya tingkat pencemaran organik di Kali Surabaya dari zona hulu ke hilir Dampak terhadap Kesehatan (Analisis Risiko) Analisis risiko dampak pencemaran terhadap kesehatan merupakan suatu pendekatan untuk mencermati potensi besarnya risiko yang dimulai dengan mendiskripsikan masalah lingkungan yang telah dikenal dan melibatkan penetapan risiko pada kesehatan manusia yang berkaitan dengan masalah lingkungan yang bersangkutan. Menurut EPA (005), analisis risiko adalah karakterisasi dari bahaya-bahaya potensial yang berefek pada kesehatan manusia dan bahaya terhadap lingkungan. Risiko adalah kemungkinan suatu kejadian yang tidak diharapkan terjadi sehingga mengganggu apa yang seharusnya terjadi dari suatu kegiatan atau mengganggu tujuan. Analisis risiko digunakan untuk mengetahui besarnya risiko sebagai dasar dalam pengambilan keputusan dalam manajemen risiko. Berdasarkan KepMenKes Nomor 907 Tahun 00 tentang Syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas Air Minum, memberikan persyaratan kualitas air minum di antaranya kadar maksimum yang diperbolehkan untuk Hg 0.00 mg/l, Cd mg/l, sementara untuk logam Pb tidak masuk sebagai logam yang dianggap mempunyai pengaruh langsung pada kesehatan. Hal yang sama diperoleh dari IRIS (007), juga tidak menyertakan nilai RfD Pb untuk analisis risiko. Untuk menentukan tingkat risiko Hg dan Cd digunakan nilai dosis-respon kuantitatif zatzat kimia dalam berbagai spesi dan formulanya yang telah ada dalam pangkalan data Integrated Risk Information System dari US-EPA (IRIS 007). Hasil analisis untuk parameter logam berat merkuri (Hg), kadmium (Cd), dan timbal (Pb) pada sampel air PDAM Karang Pilang yang memanfaatkan Kali Surabaya sebagai sumber air baku air minum Surabaya disajikan dalam Tabel 4. Bedasarkan hasil analisis sampel air minum PDAM Kota Surabaya yang diambil pada 6 titik pengamatan di Kecamatan Karang Pilang berdasarkan jarak dari sumber (sumber, 00 m, 500 m, km,.5 km, dan km), menunjukkan bahwa kandungan cemaran merkuri, timbal, dan kadmium tidak terdeteksi.

40 40 Berdasarkan data ini, maka prediksi besarnya tingkat risiko karsinogenik bagi yang meminum air dari sumber tersebut tidak perlu dilakukan. Tabel 4 Konsentrasi Hg, Pb, Cd dalam sampel air minum PDAM Parameter Konsentrasi Terukur (mg/l) Minimum Maksimum Hg Pb Cd tt tt tt tt tt tt Ket.: tt = tidak terdeteksi, LOD Hg 0.00 µg/l, Pb = mg/l, Cd = mg/l. Jika dilihat dari kandungan rata-rata logam berat pada lokasi intake PDAM Karang Pilang untuk Hg mg/l, Pb 0.0 mg/l, dan Cd mg/l memang cukup mengkawatirkan terhadap kualitas air PDAM yang dihasilkan. Pada kenyataannya, produk instalasi pengolah air minum (IPAM) PDAM Karang Pilang mampu mereduksi bahan pencemar tersebut sehingga kualitas air minum yang dihasilkan aman dikonsumsi ditinjau dari parameter logam berat berdasarkan KepMenKes Nomor 907 Tahun 00 tentang Syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas Air Minum. Pengolahan air yang digunakan oleh perusahaan daerah air minum (PDAM) Karang Pilang terdiri atas beberapa unit pengolahan, yaitu unit aerator, prasedimentasi, flashmix, slow mix, sedimentasi, dan filter cepat. Proses sedimentasi dilakukan dengan menambahkan bahan kimia aluminium sulfat (Al (SO 3 ) 3.4H O) sebagai koagulan. Proses ini bertujuan untuk menghilangkan kandungan logam berat, zat organik beracun, senyawa fosfor, dan partikel-partikel yang sukar mengendap sekaligus untuk menjernihkan air. Tahap selanjutnya adalah proses oksidasi menggunakan kalium permanganat atau kalium kromat bertujuan untuk menurunkan kandungan bahan organik dan menghilangkan partikel-partikel berwarna sehingga air menjadi lebih jernih. Proses flokulasi, sedimentasi akhir, penyaringan dan desinfeksi menggunakan kaporit merupakan tahap akhir proses. Berdasarkan aspek ekonomi, pencemaran air Kali Surabaya menimbulkan kerugian ekonomi yang sangat besar. Hasil studi ADB (dalam Kurniawan 009), menunjukkan bahwa setiap kenaikan konsentrasi pencemar BOD sebesar mg/l pada sungai meningkatkan biaya produksi air minum sekitar Rp 9.7 per meter kubik atau menyebabkan kenaikan biaya produksi PDAM sebesar 5% dari ratarata tarif air nasional.

41 4 Total produksi rata-rata air minum PDAM Kota Surabaya adalah 0,93,000 m 3 /bulan (BPS 009). Sementara pengambilan air Kali Surabaya untuk air baku PDAM adalah 6,70,39.68 m 3 /bulan (PJT I 009), sehingga setiap bulan PDAM Kota Surabaya harus membayar retribusi air baku kepada PJT I sebesar Rp.35 Milyar. Nilai BOD rata-rata Kali Surabaya di lokasi intake PDAM Karang Pilang periode Agustus sampai Desember 009 adalah 3.93 mg/l, dengan demikian tambahan biaya pengolahan untuk menurunkan kandungan BOD sampai memenuhi baku mutu sesuai KepMenKes Nomor 907 Tahun 00 rata-rata sekitar Rp 473 juta/bulan, sehingga rata-rata setiap tahun PDAM Kota Surabaya harus menganggarkan Rp 0 Milyar untuk mengantisipasi pencemaran Kali Surabaya. Berdasarkan kadar rata-rata logam berat merkuri (Hg), timbal (Pb), dan kadmium (Cd) di perairan Kali Surabaya, menunjukkan bahwa hanya logam Hg yang kadarnya melampaui KMA kelas. Oleh karena itu, analisis risiko kesehatan untuk mengkuantifikasi pemaparan hanya dilakukan terhadap pencemaran Hg sebagai risk agent di Kali Surabaya. Kadar Hg di perairan Kali Surabaya yang digunakan untuk perhitungan analisis risiko kesehatan adalah kadar Hg rata-rata hasil penelitian dari enam titik sampling, yaitu mg/l, sedangkan kadar Hg pada sedimen Kali Surabaya menggunakan data hasil penelitian Amtasi (00) pada tiga titik sampling, yaitu Karang Pilang (0. mg/l), Kedurus (0.7 mg/l), dan Jagir (0.09 mg/l) dengan nilai rata-rata 0.9 mg/l. Hasil perhitungan total paparan atau asupan Hg menggunakan persamaan -6 dan nilai default faktor-faktor pemaparan (Tabel 8) terhadap penduduk yang melakukan aktivitas langsung di perairan Kali Surabaya disajikan pada Tabel 4. Tabel 4 Total tingkat pemaparan Hg No. Sumber Paparan Jumlah Paparan Hg (mg/kg bb/hari) Anak Dewasa Kontak dermal dengan kontaminan dalam 9.58E-7 9.7E-8 air sungai Kontak dermal dengan kontaminan dalam.08e-6.4e-6 sedimen 3 Asupan dari air sungai.5e E-7 4 Asupan dari material tersuspensi.64e-0 3.5E- 5 Asupan dari sedimen.04e E-8 Total 5.59E-6.3E-6

42 4 Total paparan harian rata-rata (mg/kg bb/hari) adalah 6 x 5.59E 6 64 x.3e 6 + =.99E HQ =.99E 5.40E 5 =.4 Berdasarkan kriteria kebahayaan (risiko) yang diberikan oleh Landis & Ming (999), yaitu sangat berisiko, hazard quotient (HQ > ), risiko potensial (HQ = ), dan risiko rendah (HQ < ), maka pencemaran Hg di perairan Kali Surabaya sangat berisiko bagi individu dengan berat badan 70 kg (dewasa) dan 5 kg (anak) bila melakukan aktivitas berkontak dengan air dan dasar sungai (mandi, berenang, mencuci) dengan frekuensi 30 hari/tahun selama - jam/hari, karena nilai HQ di atas. 5.5 Persepsi dan Partisipasi Masyarakat dalam Pengendalian Pencemaran Untuk mengetahui persepsi dan partisipasi masyarakat terhadap pengendalian pencemaran air Kali Surabaya dilakukan survei lapangan menggunakan kuesioner berupa daftar pertanyaan terstruktur. Responden yang dipilih dalam penelitian ini adalah masyarakat yang tinggal di sepanjang Kali Surabaya pada sisi kiri-kanan zona 500 meter dari Kali Surabaya. Jumlah responden yang dipilih sebanyak 00 orang dengan tingkat kesalahan sekitar 7%. Persepsi masyarakat yang dievaluasi mencakup: () Pemanfaatan / penggunaan Kali Surabaya, () Pandangan responden terhadap masalah penurunan kualitas Kali Surabaya, (3) Pandangan responden terhadap kelayakan air Kali Surabaya untuk peruntukan, dan (4) Pandangan responden terhadap pencegahan dan penanggulangan pencemaran air Kali Surabaya. Partisipasi masyarakat dalam pengendalian pencemaran dapat berupa keterlibatan responden baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap upaya pengendalian pencemaran Karakteristik Responden Hasil kuesioner menunjukkan bahwa sebagian besar status responden dalam keluarga adalah kepala keluarga (6.0%) dan proporsi terbesar kedua adalah pasangan suami-istri (3.0%). Karakteristik responden selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 30 dan Lampiran 6.

43 43 (a) (b) Gambar 30 (a) Proporsi status responden dalam keluarga (b) Proporsi tingkat pendidikan responden. Pendidikan formal masyarakat sekitar bantaran Kali Surabaya sebagian besar adalah pendidikan menengah (SMA 33% dan SMP 7%) dan pendidikan dasar 9%), sementara masyarakat yang berpendidikan tinggi hanya 4%. Pada data pada Lampiran 6, tampak bahwa pekerjaan responden sebagian besar adalah pedagang/wiraswasta (40.5%) dan pegawai swasta/bumn (3.5%). Pendapatan rata-rata responden per minggu antara Rp 50,000 Rp 50,000 (43.5%) dan Rp 50,000 Rp 350,000 (.0%). Keluarga inti yang tinggal bersama dalam satu rumah dengan responden berjumlah 3 4 orang (44.0%) dan berjumlah 5 6 orang (37.5%). Mayoritas responden memiliki bangunan rumah permanen/tembok penuh (8.0%). Jarak rumah responden terhadap Kali Surabaya sebagian besar sekitar 0 meter dari Kali Surabaya (8.0%) dan sekitar 50 meter dari Kali Surabaya (6.0%) Persepsi Masyarakat tentang Pengendalian Pencemaran Persepsi pada hakekatnya merupakan pandangan individu terhadap suatu objek atau stimulus. Persepsi yang benar terhadap lingkungannya sangat diperlukan karena persepsi merupakan dasar pembentukkan sikap dan perilaku yang akan menentukan tindakan individu selanjutnya. Menurut Sasanti (003), Persepsi merupakan suatu proses pengenalan atau identifikasi sesuatu dengan menggunakan panca indera. Kesan yang diterima individu sangat bergantung pada seluruh pengalaman yang telah diperoleh melalui proses berpikir dan belajar, serta dipengaruhi oleh faktor yang berasal dari dalam diri individu. Menurut Hartley (006), persepsi individu terhadap suatu objek sangat dipengaruhi oleh informasi, ketidakpastian atau ketidaklengkapan informasi dapat menyebabkan

44 44 persepsi yang tidak benar. Lebih lanjut Hartley (006) menyatakan bahwa informasi berkaitan dengan ilmu pengetahun dan teknologi, pengetahuan lokal, karakteristik daerah, tata nilai, kontek lokal dan informasi lain terkait faktor politik, sosial, ekonomi, dan lingkungan. Interpretasi individu terhadap kualitas, pemanfaatan dan kelayakan sungai untuk peruntukan dapat mempengaruhi persepsi dan sikapnya terhadap upaya pencegahan dan penanggulangan pencemaran air sungai. Hasil pengumpulan data melalui kuesioner menunjukkan bahwa masyarakat sekitar bantaran Kali Surabaya pada umumnya memiliki persepsi yang tinggi terhadap pemanfaatan Kali Surabaya dan kelayakan air Kali Surabaya, namun persepsi masyarakat terhadap masalah kualitas air Kali Surabaya umumnya masih sedang dan perlu ditingkatkan. Hasil analisis persepsi ditunjukkan pada Gambar 3. Gambar 3 Persepsi masyarakat terhadap pemanfaatan, masalah kualitas air dan kelayakan air Kali Surabaya. Gambar 3 menunjukkan bahwa persepsi masyarakat sekitar Kali Surabaya tentang pemanfaatan atau penggunaan Kali Surabaya sudah baik dan tinggi, di mana 76.33% responden menyatakan penggunaan Kali Surabaya sebagai sumber air baku air minum PDAM, 5.5% menyatakan untuk pertanian dan perikanan dan hanya 8.4% responden yang memiliki persepsi rendah yakni menyatakan Kali Surabaya pemanfaatannya untuk mandi, cuci, buang hajat dan untuk menampung limbah pemukiman. Tingginya persepsi responden terhadap pemanfaatan sungai diharapkan dapat menjadi dasar yang mempengaruhi sikap dan perilaku masyarakat untuk tidak mencemari sungai dan ikut melakukan upaya-upaya perbaikan kualitas air Kali Surabaya, sehingga di masa yang akan

45 45 datang kualitas air Kali Surabaya akan memenuhi standar kualitas air untuk bahan baku air minum. Persepsi masyarakat yang benar terhadap upaya pengendalian pencemaran air Kali Surabaya merupakan faktor penting karena akan menentukan peran dan partisipasi masyarakat selanjutnya. Hasil analisis data kuesioner menunjukkan bahwa secara umum, masyarakat sekitar bantaran Kali Surabaya memiliki persepsi yang tinggi terhadap pencegahan dan penanggulangan pencemaran air Kali Surabaya (Gambar 3), namun hal tersebut tidak sejalan dengan kondisi Kali Surabaya yang masih tetap tercemar berat. Hal ini diduga akibat kurangnya sarana dan prasarana seperti IPAL komunal, MCK umum, jarak dan tempat pembuangan sementara (TPS), dan lain-lain. Hasil penelitian JICA dan KLH tahun 007 (KLH 008) menunjukkan bahwa 5% orang yang tinggal dalam jarak 00 m dengan tempat penampungan sampah melakukan pembuangan sampah ke sungai, sementara sebanyak 70% orang yang tinggal dengan jarak antara 00 m hingga 00 m dengan TPS melakukan pembuangan sampah ke sungai. Menurut Harihanto (00), ada tiga faktor yang menyebabkan perilaku individu tidak sesuai dengan sikap dan tindakannya, yaitu: motivasi, pandangan mengenai perilaku panutan, dan pandangan mengenai konsekuensi dari perilaku tertentu terhadap air sungai. Gambar 3 Persentase persepsi masyarakat tentang pengendalian pencemaran Partisipasi Masyarakat dalam Pengendalian Pencemaran Partisipasi (participation) adalah suatu tindak mengambil bagian atau memberi sumbangan pada aktivitas atau peristiwa. Tindak itu dapat dilakukan

46 46 oleh perorangan atau oleh sejumlah orang yang terorganisasikan atau tidak terorganisasikan. Partisipasi masyarakat dalam pengendalian pencemaran air Kali Surabaya adalah keterlibatan masyarakat baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap aktivitas pengendalian pencemaran. Menurut Benjathikul (986), partisipasi masyarakat dipengaruhi oleh faktor sosial, ekonomi, politik, budaya, dan faktor sosio-psikologi. Hasil analisis data kuesioner partisipasi masyarakat dalam pengendalian pencemaran ditunjukkan pada Gambar 33. Gambar 33 Partisipasi masyarakat dalam pengendalian pencemaran. Gambar 33 menunjukkan bahwa partisipasi masyarakat dalam pengendalian pencemaran air Kali Surabaya cukup tinggi (56.0%), namun jauh di bawah nilai persepsi masyarakat. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa persepsi yang benar tentang pencegahan dan penanggulangan pencemaran air tidak selalu diikuti tindakan nyata dalam pengendalian. Hal tersebut sesuai hasil penelitian Pimon (004) yang menyatakan bahwa selain adanya persepsi yang benar, partisipasi masyarakat juga dipengaruhi oleh faktor gender, pengetahuan, tingkat pendapatan, status sosial dan pesan persepsi (message perception), namun tidak berkaitan dengan usia, pekerjaan, dan lama tinggal dalam komunitas. Hal tersebut juga sesuai dengan hasil penelitian Mulyanto (003), yang menyimpulkan bahwa tingkat partisipasi masyarakat terhadap pengendalian pencemaran berbeda-beda sesuai situasi setempat (sosial, ekonomi, kultural). Aspek ekonomi mempunyai pengaruh kecil terhadap partisipasi masyarakat, namun kondisi sosial dan budaya masyarakat berpengaruh signifikan terhadap partisipasi masyarakat dalam pengendalian pencemaran, terutama menyangkut penanggulangan limbah domestik.

47 47 Bentuk-bentuk partisipasi yang diberikan responden 3.0% berupa uang/dana, 57.5% tenaga, 5.5% bahan, dan 5.0% berupa ide, saran, dan pemikiran. Hasil kuesioner juga menunjukkan bahwa sebanyak 65 responden (3.5%) membuang air limbah, bekas masak, mandi, dan mencuci ke Kali Surabaya. Hasil ini senada dengan hasil penelitian JICA dan KLH tahun 007 (KLH 008), yang menyatakan bahwa berdasarkan hasil wawancara terhadap 4 responden di Kota Bogor, Palembang, dan Gorontalo menunjukkan bahwa rata-rata 30% orang yang tinggal di bantaran sungai atau sempadan sungai melakukan pembuangan sampah ke sungai. 5.6 Prioritas Kegiatan Reduksi Beban Pencemaran Salah satu prinsip dasar pengendalian pencemaran air adalah melakukan reduksi kadar atau beban pencemaran sampai dengan tingkat baku mutu yang ditetapkan. Analisis prioritas kegiatan kegiatan reduksi beban pencemaran dilakukan untuk menentukan pilihan alternatif dari berbagai kegiatan yang diusulkan dalam menurunkan beban pencemar pada Kali Surabaya. Teknik pengambilan keputusan yang digunakan adalah AHP. Penentuan alternatif kegiatan dan kriteria yang dikembangkan dalam rangka mereduksi beban pencemaran Kali Surabaya baik yang bersumber dari limbah industri maupun limbah domestik, dilakukan dengan cara melakukan wawancara mendalam dengan pakar (expert judgement) dan pengisian kuesioner untuk menjaring berbagai informasi tentang kriteria dan alternatif terkait kegiatan reduksi beban pencemaran. Wawancara dilakukan terhadap enam narasumber yang berasal dari Perguruan Tinggi (ITS), LSM ECOTON, Dinas PU Pengairan Jatim, Perum Jasa Tirta I, Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota Surabaya, dan BLH Jatim. Berdasarkan hasil wawancara, alternatif kegiatan reduksi beban pencemaran Kali Surabaya yang berhasil diidentifikasi adalah: () Pembuatan UPL komunal (A-), () Penerapan pajak limbah pencemar industri (A-), (3) Pemantauan kualitas limbah dan sumber air (A-3), (4) Penyuluhan (A-4), (5) Pengetatan sistem perijinan pembuangan limbah (A-5), (6) Sistem penegakan hukum lingkungan (A-6), (7) Penetapan kelas air Kali Surabaya (A-7),

48 48 (8) Penetapan daya tampung beban pencemaran (A-8), (9) Relokasi industri (A-9), (0) Penataan ruang (A-0). Kriteria yang digunakan untuk menentukan prioritas kegiatan reduksi beban pencemaran adalah: () Keadilan (K-), () Keberlanjutan (K-), (3) Partisipasi masyarakat (K-3), (4) Prosedur dan persyaratan (K-4), (5) Efisiensi (K-5), dan (6) Kemudahan manajemen (K-6). Analisis AHP kegiatan reduksi beban pencemaran Kali Surabaya ditetapkan tiga level. Level satu adalah tujuan, yaitu kegiatan yang efektif dan efisien untuk mereduksi beban pencemaran Kali Surabaya. Level dua adalah kriteria yang digunakan untuk menentukan prioritas kegiatan reduksi beban pencemaran, dan level tiga adalah alternatif kegiatan reduksi beban pencemaran Kali Surabaya. Berdasarkan tujuan, alternatif dan kriteria yang dikembangkan kemudian dilakukan penilaian kepentingan alternatif menurut pakar dalam bentuk tujuh tabel kuesioner matriks perbandingan berpasangan (pairwise comparison). Matriks hasil penilaian pakar berupa matriks individu (N (ij) ) tentang kepentingan relatif antar elemen, kemudian diolah menjadi matriks gabungan (N G(ij) ) dengan menggunakan persamaan geometric mean, N G(ij) = 6 N x N x x N. ( ij) ( ij)... 6( ij) Hasil setiap matriks perbandingan ditentukan eigen vector-nya dan Consistency Ratio (CR) untuk mendapatkan local priority dan global priority. Elemen yang paling penting atau mendapat prioritas paling tinggi ditentukan berdasarkan nilai eigen dan global priority. Hasil analisis AHP menggunakan aplikasi program ExpertChoice 000, menunjukkan bahwa kriteria kemudahan manajemen (eigen value 0.37) menjadi kriteria paling penting untuk diimplementasikan dalam kegiatan reduksi beban pencemaran Kali Surabaya dan diikuti oleh kriteria efisiensi (0.305), keadilan (0.370), keberlanjutan (0.3), prosedur dan persyaratan (0.059), dan terakhir adalah partisipasi masyarakat (0.050). Urutan kriteria disusun berdasarkan pada bobot prioritas yang dihasilkan matriks perbandingan, di mana bobot yang lebih tinggi diletakkan sebagai faktor utama, sedangkan semakin kecil bobot akan semakin rendah kriterianya dalam penentuan kegiatan reduksi beban pencemaran Kali Surabaya. Perbandingan prioritas berdasarkan eigen value untuk seluruh kriteria ditunjukkan pada Gambar 34.

49 49 Gambar 34 Perbandingan prioritas kriteria kegiatan reduksi beban pencemaran. Hasil analisis berdasarkan matriks perbandingan berpasangan antar elemen level tiga (alternatif) dengan memperhatikan keterkaitannya dengan level dua (kriteria) diperoleh peringkat keseluruhan alternatif berupa bobot prioritas lokal kegiatan reduksi beban pencemaran Kali Surabaya terhadap keenam kriteria yang dikembangkan. Operasi perkalian antar matriks lokal kemudian dilanjutkan operasi perkalian dengan prioritas global ditunjukkan pada Tabel 43, sedangkan struktur AHP pemilihan kegiatan reduksi baban pencemaran (KRBP) ditunjukkan pada Gambar 35. Tabel 43 Prioritas lokal dan prioritas global kegiatan reduksi beban pencemaran KRITERIA K- K- K-3 K-4 K-5 K-6 Prioritas % Global Bobot Kriteria UPL Komunal Pajak limbah industri Pemantauan kualitas limbah & sumber air Penyuluhan Pengetatan perijinan pembuangan limbah Sistem penegakan hukum lingkungan Penetapan kelas air Penetapan daya tampung BP Relokasi industri Penataan ruang

50 50 Berdasarkan data Tabel 43 dan Gambar 35, terlihat bahwa penetapan kelas air Kali Surabaya mempunyai nilai yang tertinggi (0.00), karena dari enam kriteria yang dikembangkan untuk menentukan kegiatan reduksi beban pencemaran, penetapan kelas air Kali Surabaya mempunyai empat nilai unggul, yaitu keadilan, keberlanjutan, prosedur dan persyaratan, dan efisiensi. Di samping itu, nilai unggul penetapan kelas air Kali Surabaya terletak pada kriteria efisiensi yang mempunyai bobot kriteria tertinggi kedua (eigen value 0.305). Kegiatan penyuluhan mempunyai bobot kriteria tertinggi kedua (0.7), disusul penetapan daya tampung beban pencemaran (0.45), pemantauan kualitas limbah dan sumber air (0.5), pembuatan UPL komunal (0.087), penataan ruang (0.067), pengetatan sistem perijinan pembuangan limbah (0.066), sistem penegakan hukum lingkungan (0.063), penerapan pajak limbah industri (0.044), dan terakhir relokasi industri (0.03). Oleh karena itu, prioritas kegiatan yang perlu dilakukan untuk mereduksi beban pencemaran air dalam kasus ini adalah penetapan kelas air Kali Surabaya, kemudian penyuluhan, penetapan daya tampung beban pencemaran, pemantauan kualitas limbah dan sumber air, pembutan UPL komunal, penataan ruang, pengetatan sistem perijinan pembuangan limbah, sistem penegakan hukum lingkungan, pajak limbah industri, dan terakhir adalah relokasi industri. Penetapan kelas air adalah menetapkan mutu air berdasarkan kemungkinan kegunaannya bagi suatu peruntukan air. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 00, klasifikasi mutu air ditetapkan menjadi 4 (empat) kelas. Pembagian kelas ini didasarkan pada peringkat (gradasi) tingkatan baiknya mutu air, dan kemungkinan kegunaannya. Tingkatan mutu air Kelas merupakan tingkatan yang terbaik. Secara relatif, tingkatan mutu air Kelas lebih baik dari Kelas, 3, dan 4. Sejak keluarnya PP Nomor 8/00 dan Perda Jawa Timur Nomor /008 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, maka SK Gubernur Jatim nomor 87/988 tentang Peruntukan Air Sungai di Jatim, yang menetapkan Kali Surabaya masuk golongan B (untuk bahan baku air minum) seharusnya direvisi.

51 5 TUJUAN Reduksi Beban Pencemaran Air Kali Surabaya Secara Efektif dan Efisien KRITERIA Keadilan 0.37 Keberlanjutan 0.3 Partisipasi Masyarakat Prosedur dan Persyaratan Efisiensi Kemudahan Manajemen 0.37 ALTERNATIF PUPLK PPLPI PKLSA 0.5 Penyuluhan 0.7 PSPPL SPHL PKAKS 0.00 PDTBP 0.45 RIND 0.03 PTRU Gambar 35 Struktur AHP pemilihan kegiatan reduksi baban pencemaran Kali Surabaya. Keterangan: PUPLK : Pembuatan UPL Komunal PKAKS : Penetapan Kelas Air Kali Surabaya PPLPI : Penerapan Pajak Limbah Industri PDTBP : Penetapan Daya Tampung Beban Pencemaran PKLSA : Pemantauan Kualitas Limbah & Sumber RIND : Relokasi Industri Air PSPPL : Pengetatan Perijinan Pembuangan Limbah PTRU : Penataan Ruang SPHL : Sistem Penegakan Hukum Lingkungan

52 5 Proses revisi tersebut perlu dilakukan karena ada aspek lain terkait beban cemaran sungai yang semestinya juga didefinisikan. Ketidakjelasan status kelas dan beban Kali Surabaya menyebabkan penegakan hukum sulit dilaksanakan. Pelanggaran oleh industri pencemar umumnya hanya dikenakan pelanggaran Perda tentang baku mutu limbah yang ancaman hukuman denda Rp 5 juta atau kewajiban memperbaiki Instalasi Pengolah Air Limbah (IPAL). Karenanya, penetapan kelas air Kali Surabaya menjadi hal yang mendesak dalam rangka penegakan hukum lingkungan dan pengendalian pencemaran Kali Surabaya. Masyarakat seringkali memanfaatkan sungai sebagai tempat pembuangan limbah dari kegiatan domestik, industri, dan pertanian. Sungai belum dipandang sebagai wilayah yang indah dan nyaman bagi seluruh lapisan masyarakat yang memanfaatkannya sebagaimana yang diinginkan dalam penerapan water front city (KLH 008). Adanya persepsi masyarakat yang menganggap sungai dan bantaran sungai sebagai tempat pembuangan limbah, baik limbah cair maupun limbah padat akan meningkatkan pencemaran Kali Surabaya. Semakin berkembangnya pemukiman penduduk di sekitar sempadan sungai akan meningkatkan jumlah masyarakat yang membuang limbah atau sampahnya ke sungai dan semakin meningkatkan beban pencemaran ke Kali Surabaya. Kondisi ini dapat terjadi karena kurang dilibatkannya masyarakat dalam upaya-upaya pengendalian pencemaran dan pengawasan pengelolaan Kali Surabaya. Pendekatan penyelesaian masalah pencemaran di Kali Surabaya yang hanya menggunakan pendekatan teknis dan penegakan hukum dan mengabaikan peran masyarakat yang seringkali aktif berinteraksi dengan sumber pencemar menjadi tidak efektif. Partisipasi masyarakat merupakan faktor penting dalam mengembalikan kualitas air Kali Surabaya. Partisipasi masyarakat yang efektif membutuhkan prakondisi. Hardjasoemantri (986) merumuskan syarat-syarat agar partisipasi masyarakat menjadi efektif dan berdaya guna, yaitu: () Pemastian penerimaan informasi dengan mewajibkan pemrakarsa kegiatan mengumumkan rencana kegiatannya; () Informasi lintas batas; mengingat masalah lingkungan tidak mengenal batas wilayah yang dibuat manusia; (3) Informasi tepat waktu; suatu proses peran serta masyarakat yang efektif memerlukan informasi sedini dan seteliti mungkin, sebelum keputusan terakhir diambil sehingga masih ada kesempatan untuk

53 53 mempertimbangkan dan mengusulkan alternatif-alternatif pilihan; (4) Informasi yang lengkap dan menyeluruh; dan (5) Informasi yang dapat dipahami. Dalam rangka peningkatan peran dan partisipasi masyarakat terhadap pengendalian pencemaran air Kali Surabaya, kegiatan penyuluhan utamanya bagi masyarakat di sekitar bantaran Kali Surabaya menjadi urgen dilakukan. Penyuluhan dilakukan tidak semata-mata dalam bentuk pelatihan atau sosialisasi, namun ada aspek kegiatan lain yang mampu memberdayakan masyarakat sekitar sungai. Kegiatan penyuluhan dan pemberdayaan masyarakat tersebut antara lain melalui penyebarluasan informasi, pendidikan non formal, penjelasan dan penguatan komunitas dengan tujuan edukasi, diseminasi inovasi, fasilitasi, konsultasi, supervisi, pemantauan dan evaluasi. Dalam UU No. 3/009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH), peran masyarakat dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup diatur secara khusus pada Bab XI, Pasal 70. Dalam ayat () pasal tersebut dinyatakan bahwa masyarakat memiliki hak dan kesempatan yang sama dan seluas-luasnya untuk berperan aktif dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Bentuk-bentuk peran diatur dalam ayat () berupa pengawasan sosial; pemberian saran, pendapat, usul, keberatan, pengaduan; dan/atau penyampaian informasi dan/atau laporan. Sementara tujuan peran masyarakat sesuai ayat (3) adalah untuk: meningkatkan kepedulian dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup; meningkatkan kemandirian, keberdayaan masyarakat, dan kemitraan; menumbuhkembangkan kemampuan dan kepeloporan masyarakat; menumbuhkembangkan ketanggapsegeraan masyarakat untuk melakukan pengawasan sosial; dan mengembangkan dan menjaga budaya dan kearifan lokal dalam rangka pelestarian fungsi lingkungan hidup. Penetapan daya tampung beban pencemaran (DTBP) adalah penetapan kemampuan air Kali Surabaya dalam menerima masukan pencemaran tanpa menyebabkan air tersebut tercemar. Besarnya beban pencemaran yang dapat diterima oleh air Kali Surabaya untuk semua parameter kualitas air dapat diketahui dari besar daya tampung di setiap segmen sungai. Menurut Masduqi (006), besarnya beban pencemaran yang diterima Kali Surabaya, menyebabkan Kali Surabaya tidak lagi mempunyai daya tampung dalam menerima beban pencemaran. Berdasarkan hal tersebut maka kajian penetapan DTBP perlu

54 54 dilakukan minimal setiap lima tahun untuk menentukan kondisi beban pencemaran air Kali Surabaya dan menentukan berapa besar volume dan karakter limbah cair dari limbah industri yang boleh dibuang ke Kali Surabaya. Hasil penetapan DTBP dapat digunakan sebagai dasar untuk menentukan kelas peruntukan dan pengelolaan air Kali Surabaya dalam bentuk Peraturan Gubernur. Selain itu, penetapan DTBP juga dapat digunakan sebagai dasar untuk pemberian ijin lokasi, pengelolaan air dan sumber air, penetapan rencana tata ruang, pemberian ijin pembuangan air limbah, dan penetapan mutu air sasaran dan program kerja pengendalian pencemaran air. Lemahnya sistem pemantauan terhadap kualitas limbah industri dan sumber air oleh BLH Jatim dan instansi terkait lainnya menyebabkan ketaatan industri untuk membangun dan mengoperasikan IPAL masih rendah. Jumlah seluruh industri di Surabaya 5768 industri terdiri atas 40 industri kecil, 533 industri sedang, dan 4 industri besar (BPS 009). Menurut BLH (009), jumlah industri yang telah memiliki IPAL hanya 37 industri (.37%), padahal IPAL adalah instrumen penting dalam mengurangi beban pencemaran yang ditimbulkan oleh aktivitas industri akibatnya beban limbah industri yang terbuang ke Kali Surabaya tetap tinggi. Karenanya, Pemantauan kualitas limbah industri harus dilakukan terus menerus dan memberikan sanksi tegas bagi industri pelanggar. Upaya inspeksi mendadak juga perlu dilakukan oleh lembaga pemerintah yang berwenang memberi sanksi administratif berupa denda hingga menutup industri yang terbukti mencemar. Lembaga pengelola lingkungan hidup harus memiliki wewenang yang kuat dalam mengawasi dan memberi sanksi kepada industri yang mencemari Kali Surabaya. Sesuai Master Plan Pengendalian Pencemaran Air Kali Surabaya, untuk mencukupi kualitas air baku mutu air minum diperlukan upaya antara lain menurunkan beban limbah industri mencapai 90% terhadap prediksi beban pencemaran tahun 00, menurunkan beban limbah domestik mencapai 65% dari prediksi beban pencemaran tahun 00, dan menambah debit pengenceran dari 7.5 m 3 /detik menjadi 0 m 3 /detik dengan membangun waduk dan bendungan. Salah satu tahapan kegiatan untuk tahun adalah melakukan pemantauan kualitas limbah dan sumber air serta pendugaan cadangan air diberbagai lokasi. Selain itu, upaya yang dilakukan Perum Jasa Tirta I untuk pengendalian pencemaran air Kali Surabaya adalah melakukan pemantauan

55 55 kualitas air secara periodik, pengenceran, pengerukan dan pembersihan sampah sungai serta pemberdayaan masyarakat melalui kerjasama dengan lembaga swadaya masyarakat dan perguruan tinggi. Limbah cair domestik dari pemukiman bantaran Kali Surabaya memberikan kontribusi pencemar cukup besar selain limbah cair dari sektor industri. Oleh karena itu untuk membantu meningkatkan daya dukung Kali Surabaya sebagai sungai kelas perlu dilakukan perencanaan IPAL domestik untuk pemukiman bantaran Kali Surabaya. Pembuatan UPL atau IPAL komunal merupakan salah satu upaya penanganan sistem dainase dan sistem sanitasi secara terpadu dan terpusat melalui pembangunan unit pengolah air limbah secara komunal atau bersama melalui saluran-saluran yang membentuk jaringan sinitasi. UPL komunal domestik merupakan sarana berupa sumur atau tandon yang ditanam di tanah sejumlah sembilan bak. Bak pertama berfungsi sebagai penampung awal air limbah rumah tangga. Setelah itu, disalurkan pada bak kedua dengan proses penjernihan hingga memasuki bak yang terakhir. Pada proses di IPAL tersebut, dapat diketahui perbedaan limbah rumah tangga yang belum dan telah diolah. Pada bak satu, air masih tampak keruh dan berwarna kelabu, namun air hasil olahan pada bak kesembilan lebih tampak jernih dan bening. Air pada bak kesembilan tersebut yang nantinya akan disalurkan ke sungai. Sejauh ini, Badan Lingkungan Hidup (BLH) Jatim telah membangun unit pengolah limbah (UPL) komunal domestik secara cluster di dua tempat, yakni di Desa Bambe dan Kelurahan Karah. Pembangunan UPL komunal tersebut merupakan upaya untuk meminimalisir pembuangan kotoran atau limbah domestik dari masyarakat di sepanjang Kali Surabaya yang biasanya cenderung langsung dibuang ke sungai. Sesuai rencana BLH, target IPAL domestik yang akan dibangun di sempadan Kali Surabaya sebanyak 74 cluster. Lokasi pembangunan UPL komunal di Wonokromo 0 cluster, Jambangan 4 cluster, Karang Pilang 4 cluster dan Driyorejo 6 cluster. Jika target pembuatan UPL komunal dapat terealisasi diharapkan limbah rumah tangga yang berpotensi mencemari Kali Surabaya dapat diolah secara mandiri oleh masyarakat, agar lebih ramah lingkungan dan pencemaran Kali Surabaya dapat direduksi. Kebijakan pengendalian pencemaran dapat ditempuh dengan optimalisasi pemanfaatan lahan melalui konsep kebijakan penataan ruang. Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan

56 56 pengendalian pemanfaatan ruang (UU No 6/007). Penerapan konsep tata ruang berbagai jenis kegiatan dapat diatur sesuai peruntukannya sehingga relatif tidak mengganggu keberadaan ekosistem di sekitarnya. Terkait pengendalian pencemaran Kali Surabaya, Prianto (009) mengusulkan alokasi luas lahan industri optimum dari aspek ekonomi dan lingkungan seluas ± 308,96 hektar. Area yang sudah dikembangkan seluas ±,4 hektar, sedangkan sisanya yang masih bisa dikembangkan adalah ± 96,54 hektar. Lokasi pengembangan industri baru yang diusulkan meliputi enam desa, yaitu : Driyorejo, Cangkir, Bambe, Mulung, Tenaru dan Kesamben Wetan. Sesuai UU No. 3/009, salah satu upaya preventif dalam rangka pengendalian dampak lingkungan hidup dalam hal ini reduksi beban pencemaran Kali Surabaya adalah mendayagunakan secara maksimal instrumen pengawasan dan perijinan. Upaya tersebut di antaranya melalui kontribusi pemerintah untuk melakukan penyeleksian secara ketat bagi pemberian ijin pembuangan limbah dan pengawasan yang intensif dari pihak terkait (BLH, Jasa Tirta, PU Pengairan) terhadap industri yang membuang limbah melebihi baku mutu. Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang akan membuang air limbah ke air/sumber air wajib mengajukan ijin pembuangan air limbah sesuai ketentuan peraturan perundangan yang berlaku. Tujuan pengetatan perijinan pembuangan limbah adalah sebagai upaya pencegahan pencemaran dari sumber pencemar, upaya penanggulangan dan atau pemulihan mutu air pada sumber-sumber air serta untuk mewujudkan kelestarian fungsi air, agar air yang ada pada sumber-sumber air dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan sesuai peruntukannya. Setiap industri yang mengajukan ijin pembuangan limbah cair (IPLC) ke Kabupaten atau Kota melalui BLH harus diseleksi secara ketat dan memenuhi persyaratan sesuai PP No. 8/00 dengan melaporkan desain IPAL, debit limbah, peta lokasi pembuangan, dan area pembuangan limbah. Dalam rangka reduksi beban pencemaran dan kerusakan lingkungan selain upaya preventif juga perlu dilakukan upaya represif berupa penegakan hukum lingkungan yang efektif, adil, dan konsisten terhadap pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup yang sudah terjadi. Perangkat perundang-undangan lingkungan harus ditegakkan. Siapa pun yang terbukti merusak lingkungan harus mendapat hukuman sesuai ketentuan yang berlaku dalam perfektif rasa keadilan masyarakat. Seluruh aparat hukum dari polisi, jaksa, dan hakim harus memiliki environmental

57 57 sense agar lebih mempertimbangkan dampak kebijakannya pada kehidupan generasi mendatang yang juga membutuhkan lingkungan yang bersih dan sehat. Industri, hotel, rumah sakit dan berbagai bentuk usaha/kegiatan yang membuang limbah cair atau padat yang tidak sesuai kriteria baku mutu harus diberikan pinalti secara tegas dan konsisten sesuai UU No 3/009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) untuk menjamin kepastian hukum bagi perlindungan dan pengelolaan Kali Surabaya secara berkelanjutan. Selain harus memiliki ijin pembuangan limbah ke Kali Surabaya, pihak industri sebaiknya juga harus membayar pajak pembuangan limbah untuk membiayai rehabilitasi bagian sungai yang tercemar dan membiayai pemantauan dan pengawasan limbah. Pemberlakuan pajak limbah pencemar adalah salah satu cara yang harus dicoba untuk menekan tingkat pencemaran sungai-sungai di Indonesia khususnya Kali Surabaya. Penerapan pajak pembuangan limbah dikenakan pada setiap industri yang membuang limbahnya ke Kali Surabaya. Industri, hotel dan rumah sakit yang membuang limbahnya ke Kali Surabaya harus membayar pajak pembuangan limbah yang besarnya tergantung pada jumlah limbah, besarnya kandungan dan tingkat toksisitas zat pencemar dalam limbah yang dibuang. Hasil pajak pembuangan limbah industri dapat dijadikan biaya operasional BLH dalam mengelola lingkungan sungai. Relokasi industri menurut tata ruang dapat mereduksi beban pencemaran Kali Surabaya. Relokasi industri adalah perpindahan atau pemindahan lokasi industri dari lokasi awal ke lokasi baru dengan alasan tertentu. Relokasi industri terutama diprioritaskan pada lima industri yang membuang limbah organik cukup besar, yaitu empat industri kertas dan satu industri MSG (penyedap rasa). Relokasi industri tersebut dapat dilakukan ke kawasan industri di wilayah SIER Rungkut yang memiliki luas area 45 ha atau ke lokasi pengembangan industri baru di enam desa seperti yang diusulkan Prianto (009). 5.7 Pemilihan Teknologi Pengendalian Pencemaran Air Pemilihan teknologi pengendalian pencemaran air, dikembangkan untuk menentukan pilihan teknologi pengendalian pencemaran air yang paling efektif. Teknik pengambilan keputusan yang digunakan adalah Teknik Perbandingan Indeks Kinerja (comparative performance index, CPI). Alternatif teknologi

58 58 pengendalian pencemaran air untuk berbagai teknologi pengolahan kimia, fisika, biologi atau kombinasinya ditentukan berdasarkan sumber dari pustaka dan pakar. Alternatif teknologi pengendalian pencemaran air yang berhasil diidentifikasi berdasarkan pendapat pakar adalah: () Pengendapan, () Screening, (3) Wastewater Garden, (4) Filtrasi, (5) Lumpur Aktif, (6) Desinfeksi, dan (7) Biofilter, sedangkan kriteria yang digunakan untuk penilaian alternatif adalah: () Efisiensi pemisahan; () Biaya investasi; (3) Produk samping; (4) Biaya operasional; dan (5) Kemudahan pengoperasian. Efisiensi pemisahan dievaluasi menggunakan skala ordinal (5 = sangat efisien, 4 = efisien, 3 = cukup efisien, = kurang efisien, = tidak efisien). Biaya investasi adalah jumlah biaya pengadaan teknologi pengendalian hingga siap dioperasikan. Evaluasi biaya investasi menggunakan skala ordinal (5 = sangat tinggi, 4 = tinggi, 3= sedang, = rendah, = sangat rendah). Produk samping (kg/hari) dihitung dari jumlah lumpur atau produk samping lainnya yang terbentuk sebagai efek samping penerapan teknologi. Biaya operasional dievaluasi dengan menggunakan skala ordinal ( 5 = sangat tinggi, 4 = tinggi, 3= sedang, = rendah, = sangat rendah), kemudahan pengoperasian juga dievaluasi menggunakan skala ordinal (5 = sangat mudah, 4 = mudah, 3 = cukup mudah, = sulit, = sangat sulit). Nilai rata-rata hasil penilaian pakar terhadap tujuh alternatif teknologi pengendalian pencemaran air berdasarkan lima kriteria yang ditetapkan disajikan pada Tabel 44. Tabel 44 Matriks hasil penilaian alternatif teknologi pengendalian pencemaran air Alternatif Kriteria () () (3) (4) (5) Pengendapan Screening 60 5 Wastewater Garden Filtrasi Lumpur Aktif Desinfeksi Biofilter Bobot Kriteria Keterangan: () Efisiensi; () Biaya investasi; (3) Produk samping; (4) Biaya operasional (5) Kemudahan pengoperasian.

59 59 Berdasarkan matriks penilaian alternatif (Tabel 44), selanjutnya dilakukan transformasi menggunakan kriteria tren positif dan tren negatif dan hasilnya disajikan pada Tabel 45. Berdasarkan hasil analisis menggunakan indeks gabungan (composite index) di atas, menunjukkan bahwa wastewater garden dengan nilai alternatif.50 menempati peringkat ke satu sebagai teknologi pengendalian pencemaran air Kali Surabaya berdasarkan lima kriteria yang dievaluasi, diikuti dengan filtrasi, screening, biofilter, pengendapan, lumpur aktif, dan peringkat terakhir adalah desinfeksi. Tabel 45 Matriks hasil transformasi melalui teknik perbandingan indeks kinerja Kriteria Nilai Alternatif () () (3) (4) (5) Alternatif Peringkat Pengendapan Screening Wastewater Garden Filtrasi Lumpur Aktif Desinfeksi Biofilter Bobot Kriteria Wastewater garden merupakan salah satu teknik mereduksi beban limbah dengan manfaatkan berbagai jenis tanaman yang mempunyai kemampuan baik dalam menyerap bahan nutrien yang terdapat pada limbah. Pada waktu yang sama oksigen dan mikroba yang terdapat dalam sistem wastewater garden melenyapkan bakteri berbahaya penyebab penyakit yang terdapat dalam air limbah yang tidak diolah. Efisiensi teknik wastewater garden sebenarnya tergolong sedang, namun teknik ini unggul dari aspek biaya investasi dan kemudahan operasional. Hal ini didukung hasil penelitian Nelson et al. (006) yang menunjukkan bahwa teknik wastewater garden hanya mampu meremoval COD 65-75%, BOD 87.9%, total P 76.4%, total N 79.0%, dan TSS 44.4%. Biaya investasi pengadaan teknologi wastewater garden hingga siap dioperasikan sekitar 5 juta rupiah yang jauh lebih murah dibandingkan teknologi biofilter dan lumpur aktif yang masing-masing membutuhkan biaya investasi mencapai sekitar 500 dan 400 juta rupiah. Produk samping yang dihasilkan wastewater garden juga

60 60 tergolong kecil berupa lumpur dan sisa-sisa reruntuhan tanaman sekitar 40 kg/hari untuk tiap area. Filtrasi adalah pembersihan partikel padat dari suatu fluida dengan melewatkannya pada medium penyaringan atau septum. Filtrasi digunakan untuk memisahkan campuran heterogen zat padat yang tidak larut dalam cairan. Selain itu, filtrasi dapat menghilangkan bakteri secara efektif dan juga membantu penyisihan warna, rasa, bau, besi dan mangan. Menurut Masduqi (004), mekanisme filtrasi yang dominan dalam filter pasir cepat adalah mechanical straining, yaitu tertangkapnya partikel oleh media filter karena ukuran partikel lebih besar daripada ukuran pori-pori media, sedangkan mekanisme filtrasi dalam filter pasir lambat adalah proses biologis. Selain itu, mekanisme juga dapat menggunakan membran dan karbon aktif. Membran ditujukan untuk menyaring bahan berukuran molekuler dan ionik, sedangkan karbon aktif digunakan untuk media adsorpsi dengan tujuan untuk menghilangkan bahan organik. Berdasarkan kecepatan alirannya, filtrasi dibagi menjadi: () Slow sand filter (saringan pasir lambat), merupakan penyaringan partikel yang tidak didahului oleh proses pengolahan kimiawi (koagulasi). Kecepatan aliran dalam media pasir ini kecil karena ukuran media pasir lebih kecil. Saringan pasir lambat lebih menyerupai penyaringan air secara alami. () Rapid sand filter (saringan pasir cepat), merupakan penyaringan partikel yang didahului oleh proses pengolahan kimiawi (koagulasi). Kecepatan aliran air dalam media pasir lebih besar karena ukuran media pasir lebih besar. Biasanya filter ini digunakan untuk menyaring partikel yang tidak terendapkan di bak sedimentasi. Berdasarkan hasil expert judgement, penerapan teknologi filtrasi untuk pengendalian pencemaran dianggap efisien dan tahapan operasional yang relatif mudah meskipun untuk pengadaan teknologi tersebut membutuhkan biaya investasi sekitar 50 juta dan produk samping berupa lumpur yang dihasilkan relatif tinggi yaitu 70 kg/hari. Hasil analisis dengan CPI menempatkan teknologi filtrasi pada peringkat ke dua sebagai teknologi pengendalian pencemaran air Kali Surabaya. Screening merupakan salah satu teknik pengolahan limbah secara fisika. Screening biasanya menjadi bagian dari suatu bangunan penyadap air, yang terdiri atas batang-batang besi yang disusun berjajar/paralel (disebut screen). Screening juga sering ditempatkan pada saluran terbuka yang menghubungkan sungai (sumber air) menuju ke bak pengumpul. Pada umumnya, sebelum dilakukan

61 6 pengolahan lanjutan terhadap air buangan, diinginkan agar bahan-bahan tersuspensi berukuran besar dan yang mudah mengendap atau bahan-bahan yang terapung disisihkan terlebih dahulu. Screening dimaksudkan untuk menyaring benda-benda kasar terapung atau melayang di air (daun, plastik, kayu, kain, botol plastik, bangkai binatang, dan sebagainya). Penyaringan (screening) merupakan cara yang efisien dan murah untuk menyisihkan bahan tersuspensi yang berukuran besar. Bahan tersuspensi yang mudah mengendap dapat disisihkan secara mudah dengan proses pengendapan. Parameter desain yang utama untuk proses pengendapan ini adalah kecepatan mengendap partikel dan waktu detensi hidrolis di dalam bak pengendap. Dalam pengoperasiannya, air akan mengalir melalui bukaan (space) di antara batang besi. Bila air membawa benda kasar, maka benda ini akan tertahan oleh besi berjajar tersebut. Hasil analisis CPI menempatkan teknologi screening pada peringkat ke tiga sebagai teknologi pengendalian pencemaran air Kali Surabaya. Ditinjau dari kriteria efisiensi, penerapan screening yang paling tidak efisien dalam meremoval limbah, namun teknologi ini memiliki tiga nilai unggul yaitu biaya investasi dan operasional paling rendah (biaya investasi sekitar 0 juta) dan pengoperasiannya sangat mudah. Biofiltrasi adalah suatu teknik pengendalian pencemaran menggunakan material hidup untuk menangkap dan melakukan proses degradasi polutan secara biologi. Teknologi ini merupakan salah satu teknologi yang banyak digunakan untuk pengolahan air limbah domestik yang cukup handal dan perawatannya mudah. Hal ini sesuai pendapat Uhl (000), Juhna dan Melin (006) yang menyatakan bahwa teknik biofilter sangat efektif untuk mendegradasi bahanbahan organik, mampu mereduksi keberadaan mikroorganisme penyebab penyakit, dan membutuhkan biaya pemeliharaan yang relatif rendah. Teknik biofiter menggunakan mikroorganisme (bakteri dan jamur) untuk memisahkan bahan pencemar atau mengurai bahan organik sehingga mampu menurunkan konsentrasi BOD, COD maupun TSS lebih dari 90%. Menurut USEPA (998) dan Said (009), keunggulan teknik biofilter antara lain () medium filter yang digunakan tahan hingga 0 tahun, () tahan terhadap fluktuasi jumlah air limbah maupun fluktuasi konsentrasi, (3) operasional dan perawatannya mudah dan sederhana, (4) konsumsi energi (listrik untuk blower) lebih rendah, (5) tahan terhadap fluktuasi debit maupun konsentrasi, (6) dapat diaplikasikan untuk

62 6 pengolahan berbagai macam air limbah baik limbah domestik maupun limbah industri dan (7) dapat dirancang untuk skala kecil maupun skala besar. Lebih lanjut USEPA (998) menyatakan bahwa teknologi biofilter mampu meremoval BOD hingga 95-96%, TSS 97-98%, N-NH %, dan total nitrogen 59-65%. Berdasarkan hasil expert judgement, penerapan teknologi biofilter untuk pengendalian pencemaran dianggap paling efisien dan tahapan operasional yang mudah meskipun untuk pengadaan teknologi tersebut membutuhkan biaya investasi paling tinggi dibandingkan ke enam alternatif lainnya. Koemantoro (007) berdasarkan hasil kajian tentang strategi pemenuhan baku mutu badan air lokasi intake PDAM Karang Pilang juga merekomendasikan teknologi biofilter untuk mengurangi beban pencemar di hilir Kali Tengah. Pengendapan merupakan salah satu teknik pengolahan limbah secara kimia. Menurut Carlsson (998), teknik pengendapan banyak dimanfaatkan untuk memisahkan partikel-partikel tersuspensi yang lebih berat dari air. Pengendapan partikel-partikel didasarkan pada perbedaan gaya gravitasi dan densitas antara partikel dan cairan. Pengolahan air buangan dengan teknik pengendapan biasanya dilakukan untuk menghilangkan partikel-partikel yang tidak mudah mengendap (koloid), logam berat, senyawa fosfor, dan zat organik beracun; dengan membubuhkan bahan kimia tertentu yang diperlukan. Penyisihan bahan-bahan tersebut pada prinsipnya berlangsung melalui perubahan sifat bahan, yaitu dari tak dapat diendapkan menjadi mudah diendapkan (flokulasi-koagulasi), baik dengan atau tanpa reaksi oksidasi-reduksi. Menurut Masduqi (004), ditinjau dari jenis partikel yang diendapkan, pengendapan dibedakan menjadi prasedimentasi dan sedimentasi (mengendapkan partikel flokulen). Bak pengendap ideal tersusun oleh empat zona, yaitu zona inlet, zona pengendapan, zona lumpur, dan zona outlet. Prasedimentasi dimaksudkan untuk mengendapkan partikel diskret atau partikel kasar atau lumpur. Partikel diskret adalah partikel yang tidak mengalami perubahan bentuk dan ukuran selama mengendap di dalam air. Lumpur aktif (activated sludge) merupakan salah satu teknik pengendalian pencemaran air dengan prinsip pengolahan aerobik yang mengoksidasi material organik menjadi CO dan H O (Klopping et al. 995). Menurut Herlambang & Wahjono (999), lumpur aktif adalah ekosistem yang kompleks yang terdiri atas bakteri, protozoa, virus, dan organisme-organisme lainnya. Istilah lumpur aktif digunakan untuk suspensi biologis atau massa mikroba yang sangat aktif

63 63 mendegradasi bahan-bahan organik yang terlarut. Degradasi bahan organik dengan lumpur aktif dilakukan dengan memanfaatkan kemampuan mikroba mendegradasi bahan organik kompleks menjadi senyawa stabil dan dapat menurunkan nilai BOD (biochemical oxygen demand) dan COD (chemical oxygen demand) limbah kurang lebih %. Keberhasilan pengolahan limbah dengan lumpur aktif dalam batas tertentu ditentukan oleh kemampuan bakteri untuk membentuk flok. Menurut Sulistyanto (003), lumpur aktif juga mampu memetabolisme dan memecah zat-zat pencemar yang ada dalam limbah. 5.8 Pemodelan Sistem Pengendalian Pencemaran Air Kali Surabaya Pemodelan sistem merupakan penyederhanaan dari sebuah obyek atau situasi guna menemukan peubah-peubah penting dan tepat serta hubungan antar peubah dalam sistem berdasarkan hasil pendekatan kotak gelap (black box). Pada diagram kotak gelap sistem pengendalian pencemaran air Kali Surabaya (Gambar 9), tampak bahwa dalam sistem tersebut masukan/input yang mempengaruhi keberlanjutan pengendalian adalah input lingkungan, input terkontrol, dan input tak terkontrol. Input lingkungan mencakup peraturan perundangan. Input terkontrol merupakan input yang dapat dikendalikan pelaksanaan manajemennya dalam sistem untuk menghasilkan output yang dikehendaki, sedangkan input tidak terkontrol merupakan input/masukan yang tidak dapat dikontrol. Variabel-variabel yang mencakup input terkontrol merupakan hasil analisis atas elemen program dalam membangun sistem, yaitu laju pertumbuhan penduduk dan kesadaran masyarakat, persepsi masyarakat, implementasi peraturan pengendalian pencemaran air, komitmen/dukungan Pemerintah Daerah, dan sistem dan kapasitas kelembagaan. Sementara itu, variabel-variabel yang termasuk input tidak terkontrol yaitu limbah non-point, debit air dan beban limbah. Pada proses umpan balik (feedback) terhadap input terkontrol dan tidak terkontrol diperoleh output yang dikehendaki dan tidak dikehendaki yang dapat digunakan untuk menilai kinerja sistem. Output yang dikehendaki adalah output dari hasil umpan balik input yang diharapkan muncul dalam sistem, sedangkan output yang tidak dikehendaki merupakan output yang tidak dikehendaki terjadi. Output/keluaran yang dikehendaki dari pelaksanaan sistem yaitu beban pencemaran menurun, kualitas air memenuhi baku mutu kelas dan meningkatnya partisipasi masyarakat, sedangkan output yang tidak dikehendaki

64 64 yaitu jumlah beban limbah meningkat, kurangnya kerjasama stakeholders, penurunan kesehatan masyarakat, dan kualitas air terus menurun. Model pengendalian pencemaran air Kali Surabaya disusun oleh beberapa sub-sub model, yaitu sub-model lingkungan, sub-model ekonomi, dan sub-model sosial. Ketiga sub-model tersebut kemudian diintegrasikan menjadi satu model pengendalian pencemaran air Kali Surabaya Sub-Model Lingkungan Sub model lingkungan dalam sistem pengendalian pencemaran air Kali Surabaya merupakan bagian pemodelan untuk mengetahui pengaruh variabelvariabel lingkungan, seperti permasalahan limbah dan pencemaran air Kali Surabaya terhadap keberlanjutan sistem. Pengaruh variabel-variabel lingkungan tersebut terhadap sistem kemudian disajikan dalam diagram sebab akibat, seperti ditunjukkan pada Gambar 36. Pemakaian Air Aktifitas Membuang Limbah Domestik + Volume Limbah + + Jumlah Hotel Beban Pencemaran Limbah Domestik + + Beban Pencemaran Limbah Hotel + Total Beban Pencemaran + + Beban Pencemaran Limbah Pertanian Beban Pencemaran Limbah Industri + + Ratio Beban Pencemaran dan Kapasitas Asimilasi Luas Lahan Pertanian yang dibudidaya secara konvensional + - Jumlah Industri yang tidak memiliki IPAL Kapasitas Asimilasi Gambar 36 Diagram sub-model lingkungan pengendalian pencemaran Kali Surabaya. Berdasarkan diagram sub model lingkungan (Gambar 36) diketahui bahwa total beban pencemaran Kali Surabaya merupakan akumulasi dari beban pencemaran limbah hotel, beban pencemaran limbah domestik, beban pencemaran

65 65 limbah pertanian, dan beban pencemaran limbah industri. Peningkatan beban pencemaran limbah domestik sangat dipengaruhi oleh peningkatan volume limbah yang besarnya sangat dipengaruhi oleh faktor tingkat pemakaian air dan aktivitas membuang limbah domestik oleh masyarakat. Sementara itu, beban pencemaran limbah pertanian sangat dipengaruhi oleh luas lahan pertanian di sepanjang Kali Surabaya, dan untuk beban pencemaran limbah industri dan hotel sangat dipengaruhi oleh jumlah hotel dan industri yang membuang limbahnya ke badan Kali Surabaya. Secara keseluruhan total beban pencemaran Kali Surabaya akan sangat mempengaruhi kapasitas asimilasi Kali Surabaya atau kemampuan Kali Surabaya mereduksi beban pencemaran akibat pembuangan limbah domestik, industri, pertanian dan hotel. Diagram stock flow sub model lingkungan dalam sistem pengendalian pencemaran Kali Surabaya dapat dilihat pada Gambar 37. Limbah Domestik Pemakaian_Air Pddk_Pemb_Limb Air_Buangan Pengguna_Air Vol_Limb Limbah Pertanian Sumber Zona 500 m FBOD FCOD BBOD500 BCOD500 Saluran Limbah Domestik dan Anak Sungai BBODSH BCODSH BTSSSH BBODS BCODS BTSSS Lahan_Pertanian BBODPH TBBODP TBBODLD TBCODLD TBTSSLD FLPL BCODPH BTSSPH TBCODP TBTSSP BOD COD TBBODH Limbah Hotel Jml_H BBODHH PJH BNNO3PH TBNNO3P NNO3 TSS TBCODH BCODHH FPH FPJH BPO4PH TBPO4P PPO4 TBTSSH BTSSHH Jml_Ind_A Anak Sungai DPS Jml_Ind_D PJIA BBODIAH BBODIA TBBODI BBODI BBODIH PJID FPIA BCODIAH BCODIA TBCODI BCODI BCODIH FPID FPJIA BTSSIAH BTSSIA TBTSSI BTSSI BTSSIH FPJID Limbah Industri (a)

66 66 BOD FLBODK KABOD LKABOD LBODK BODK FKABOD FLTSSK PBOD FLPPO4K TSS LTSSK TSSK PTSS PPPO4 PPO4K PPO4 LPPO4K LKATSS KATSS PTP KAPPO4 LKAPPO4 FKATSS FKAPPO4 PNNO3 LCODK CODK PCOD NNO3K LNNO3K FLCODK COD NNO3 FLNNO3K LKACOD KACOD KANNO3 LKANNO3 FKACOD FKANNO3 Gambar 37 Diagram stock flow sub model lingkungan pengendalian pencemaran air Kali Surabaya (a) beban pencemaran dari sumber pencemaran dan (b) beban pencemaran Kali Surabaya. Keterangan: BODK = beban pencemaran BOD Kali Surabaya CODK = beban pencemaran COD Kali Surabaya Jml_H = jumlah hotel yang membuang limbah ke Kali Surabaya Jml_Ind_A = jumlah industri yang saluran pembuangan limbah cairnya menuju Kali Surabaya melalui anak sungai Jml_Ind_D = jumlah industri yang saluran pembuangan limbah cairnya menuju Kali Surabaya KABOD = kapasitas asimilasi untuk parameter BOD KACOD = kapasitas asimilasi untuk parameter COD KANNO3 = kapasitas asimilasi untuk parameter N-NO 3 KAPPO4 = kapasitas asimilasi untuk parameter P-PO 4 KATSS = kapasitas asimilasi untuk parameter TSS Lahan_Pertanian = luas lahan pertanian di daerah hulu NNO3K = beban pencemaran N-NO 3 Kali Surabaya PPO4K = beban pencemaran P-PO 4 Kali Surabaya TSSK = beban pencemaran TSS Kali Surabaya LBODK = laju masukan beban pencemaran BOD di Kali Surabaya LCODK = laju masukan beban pencemaran COD di Kali Surabaya LKABOD = laju masukan kapasitas asimilasi untuk parameter BOD di Kali Surabaya LKACOD = laju masukan kapasitas asimilasi untuk parameter COD di Kali Surabaya LKANNO3 = laju masukan kapasitas asimilasi untuk parameter N-NO 3 di Kali Surabaya (b)

67 67 LKAPPO4 LKATSS LNNO3K LPPO4K LTSSK PJH PJIA PJID BBOD500 BBODI BBODIA BBODS BCOD500 BCODI BCODIA BCODS BOD BTSSI BTSSIA BTSSS COD FKABOD FKACOD FKANNO3 FKAPPO4 FKATSS FLBODK FLCODK FLNNO3K FLPL FLPPO4K FLTSSK FPH FPIA FPID FPJH FPJIA FPJID NNO3 PBOD PCOD Pengguna_Air PNNO3 PPO4 PPPO4 PTP PTSS TBBODH TBBODI TBBODLD TBBODP TBCODH TBCODI TBCODLD TBCODP TBNNO3P = laju masukan kapasitas asimilasi untuk parameter P-PO 4 di Kali Surabaya = laju masukan kapasitas asimilasi untuk parameter TSS di Kali Surabaya = laju masukan beban pencemaran N-NO 3 di Kali Surabaya = laju masukan beban pencemaran P-PO 4 di Kali Surabaya = laju masukan beban pencemaran TSS di Kali Surabaya = fraksi pertumbuhan jumlah hotel yang membuang limbah ke Kali Surabaya = pertumbuhan jumlah industri yang saluran pembuangan limbah cairnya menuju Kali Surabaya melalui anak sungai = pertumbuhan jumlah industri yang saluran pembuangan limbah cairnya menuju Kali Surabaya = jumlah beban BOD dalam satu tahun pada zona 500 m = beban BOD limbah industri per tahun = beban BOD per tahun dari limbah industri melalui anak sungai = beban BOD per tahun pada saluran limbah domestik dan anak sungai = jumlah beban COD dalam satu tahun pada zona 500 m = beban COD limbah industri per tahun = beban COD per tahun dari limbah industri melalui anak sungai = beban BOD per tahun pada saluran limbah domestik dan anak sungai = beban BOD sumber pencemar = beban TSS limbah industri per tahun = beban TSS per tahun dari limbah industri melalui anak sungai = beban TSS per hari pada saluran limbah domestik dan anak sungai = beban COD dari sumber pencemar = fraksi kapasitas asimilasi BOD di Kali Surabaya = fraksi kapasitas asimilasi COD di Kali Surabaya = fraksi kapasitas asimilasi N-NO 3 di Kali Surabaya = fraksi kapasitas asimilasi P-PO 4 di Kali Surabaya = fraksi kapasitas asimilasi TSS di Kali Surabaya = fraksi konstanta pertambahan BOD di Kali Surabaya = fraksi konstanta pertambahan COD di Kali Surabaya = fraksi konstanta pertambahan N-NO 3 di Kali Surabaya = fraksi lahan pertanian terhadap limbah = fraksi konstanta pertambahan P-PO 4 di Kali Surabaya = fraksi konstanta pertambahan TSS di Kali Surabaya = fraksi perkembangan hotel = fraksi perkembangan industri melalui anak sungai = fraksi perkembangan industri = fraksi pertumbuhan jumlah hotel yang membuang limbah ke Kali Surabaya = fraksi pertumbuhan jumlah industri yang saluran pembuangan limbah cairnya menuju Kali Surabaya melalui anak sungai = fraksi pertumbuhan jumlah industri yang saluran pembuangan limbah cairnya menuju Kali Surabaya = beban N-NO 3 dari sumber pencemar = persentase BOD telah melampaui kapasitas asimilasi di Kali Surabaya = persentase COD telah melampaui kapasitas asimilasi di Kali Surabaya = jumlah penggunaan air dalam satu tahun = persentase N-NO 3 telah melampaui kapasitas asimilasi di Kali Surabaya = beban P-PO 4 dari sumber pencemar = persentase P-PO 4 telah melampaui kapasitas asimilasi di Kali Surabaya = persentase rata-rata total beban pencemaran yang telah melampaui kapasitas asimilasinya di Kali Surabaya = persentase TSS telah melampaui kapasitas asimilasi di Kali Surabaya = total beban BOD limbah hotel per tahun = total beban pencemaran BOD limbah industri per tahun = total beban pencemaran BOD limbah domestik per tahun = total beban pencemaran BOD pertanian per tahun = total beban COD limbah hotel per tahun = total beban pencemaran COD limbah industri per tahun = total beban pencemaran COD limbah domestic per tahun = total beban pencemaran COD pertanian per tahun = total beban pencemaran N-NO 3 pertanian per tahun

68 68 TBPO4P = total beban pencemaran P-PO 4 pertanian per tahun TBTSSH = total beban TSS limbah hotel per tahun TBTSSI = total beban pencemaran TSS limbah industri per tahun TBTSSLD = total beban pencemaran TSS limbah domestic per tahun TBTSSP = total beban pencemaran TSS pertanian per tahun TSS = beban TSS dari sumber pencemar Vol_Limb = volume limbah dari jumlah penduduk pembuang limbah Air_Buangan = jumlah air buangan per orang BBODHH = beban BOD limbah hotel per hari BBODIAH = beban BOD limbah industri melalui anak sungai per hari BBODIH = beban BOD limbah industri per hari BBODPH = beban BOD limbah pertanian per hari BBODSH = beban BOD per hari pada saluran limbah domestik dan anak sungai BCODHH = beban COD limbah hotel per hari BCODIAH = beban COD limbah industri melalui anak sungai per hari BCODIH = beban COD limbah industri per hari BCODPH = beban COD limbah pertanian per hari BCODSH = beban COD per hari pada saluran limbah domestik dan anak sungai BNNO3PH = beban N-NO 3 limbah pertanian per hari BPO4PH = beban P-PO 4 limbah pertanian per hari BTSSHH = beban TSS limbah hotel per hari BTSSIAH = beban TSS limbah industri melalui anak sungai per hari BTSSIH = beban TSS limbah industri per hari BTSSPH = beban TSS limbah pertanian per hari BTSSSH = beban TSS per hari pada saluran limbah domestik dan anak sungai FBOD = faktor konversi beban BOD daerah perkotaan FCOD = faktor konversi beban COD daerah perkotaan Pemakaian_Air = jumlah air rata-rata yang digunakan per orang per hari Model pengendalian pencemaran Kali Surabaya sub model lingkungan yang telah dirumuskan dapat digunakan dengan beberapa asumsi yang akan membatasi keberlakuan model khususnya sub model lingkungan. Asumsi-asumsi tersebut adalah persentase pembuangan limbah domestik ke Kali Surabaya yang dipakai untuk perhitungan adalah 3.50% dari jumlah penduduk di stren Kali Surabaya. Data pemakaian jumlah air rata-rata menggunakan nilai rata-rata pemakaian air bersih berdasarkan hasil survei Direktorat Pengembangan Air Minum, Ditjen Cipta Karya tahun 006, yaitu 44 liter/orang/hari, sedangkan jumlah air buangan adalah 80% pemakaian air atau 5. liter/orang/hari. Untuk mendapatkan jumlah limbah per tahun dikalikan dengan 30 hari dan bulan. Faktor konversi yang digunakan untuk mengestimasi beban pencemaran akibat limbah domestik untuk BOD adalah 46 gram /orang/hari (Harnanto dan Hidayat 003) dan COD 57 g/orang/hari (Salim 00). Jumlah hotel yang membuang limbah secara langsung ke Kali Surabaya sebanyak buah, yaitu hotel Singgasana dengan debit rata-rata air limbah sebesar m 3 /hari. Beban pencemar BOD, COD, dan TSS dari hotel Singgasana yang masuk ke Kali Surabaya tergolong rendah, karena selain parameter pencemar masih memenuhi baku mutu, debit buangan limbah juga kecil.

69 69 Beban pencemar Kali Surabaya selain bersumber dari industri yang membuang limbahnya langsung ke Kali Surabaya juga bersumber dari buangan industri melalui Anak Sungai (Kali Tengah dan Kali Perning) dan saluran pembuangan Waru Gunung. Terdapat 6 industri yang membuang air limbahnya ke Kali Tengah yang merupakan anak Kali Surabaya. Kegiatan pertanian juga berpotensi mencemari air terutama air sungai. Penggunaan pupuk kimia dan pestisida dapat menyebabkan eutrofikasi lingkungan perairan. Lahan pertanian di DPS Kali Surabaya hanya terdapat di bagian hulu Kali Surabaya dengan luas lahan 05 ha. Daerah yang berpotensi menjadi sumber pencemaran limbah pertanian adalah Desa Kramat Temenggung dan Desa Wonoayu. Limbah domestik memberikan kontribusi beban pencemar terbesar dibandingkan sumber pencemar lain. Untuk parameter BOD kontribusi limbah domestik mencapai 59.77%, COD 54.% dan untuk beban pencemar TSS kontribusi limbah domestik mencapai 80.37%. Berdasarkan sub-model lingkungan tampak bahwa laju pertambahan limbah berfungsi sebagai laju masukan pada level limbah merupakan perkalian antara jumlah limbah yang dikeluarkan per orang per hari selama satu tahun yang terdapat sebagai constanta pada angka limbah dengan populasi yang merupakan pertambahan penduduk dari imigrasi dan kelahiran yang dikurangi dengan emigrasi dan kematian sebagai auxiliary. Besarnya potensi beban pencemar dari sumber domestik dapat diperkirakan dengan cara mengalikan emisi BOD, COD dan TSS dengan jumlah penduduk. Emisi BOD, COD atau TSS adalah besarnya BOD, COD atau TSS yang dihasilkan per orang setiap hari. Pada penelitian ini, perhitungan beban pencemaran dari limbah domestik yang dibuang ke Kali Surabaya, didasarkan pada hasil kuesioner pembuangan air limbah rumah tangga di sepanjang sisi kirikanan Kali Surabaya dan jumlah penduduk yang bertempat tinggal dalam zona lebih kurang 500 meter dari Kali Surabaya. Besarnya potensi beban pencemar dari sumber industri dapat diperkirakan dengan cara mengalikan emisi BOD, COD atau TSS dengan jumlah industri. Emisi BOD, COD atau TSS adalah besarnya BOD, COD atau TSS yang dihasilkan oleh industri setiap hari. Pada penelitian ini, perhitungan beban pencemaran dari limbah industri yang dibuang ke Kali Surabaya, didasarkan atas

70 70 data industri yang melakukan pembuangan air limbah industrinya langsung ke Kali Surabaya. Di sepanjang Kali Surabaya terdapat sekitar 36 industri yang saluran pembuangan limbah cairnya menuju Kali Surabaya. Selain itu juga terdapat industri-industri yang letaknya di luar wilayah Kota Surabaya yang membuang limbahnya ke Kali Tengah yang akhirnya bermuara ke Kali Surabaya. Jenis industri tersebut terutama adalah industri pulp dan kertas, industri makanan dan minuman, industri MSG, industri tekstil, industri minyak dan deterjen, dan industri kimia dan metalurgi. Besarnya potensi beban pencemar dari sumber hotel dapat diperkirakan dengan cara mengalikan emisi BOD, COD atau TSS dengan jumlah hotel. Emisi BOD, COD atau TSS adalah besarnya BOD, COD atau TSS yang dihasilkan per hotel setiap hari. Pada penelitian ini, perhitungan beban pencemaran dari limbah hotel yang dibuang ke Kali Surabaya, didasarkan pada data hotel yang melakukan pembuangan air limbah langsung ke Kali Surabaya. Nilai pencemaran limbah pertanian dari tiap-tiap parameter (BOD, COD dan TSS) sebagai auxiliary merupakan perkalian antara jumlah limbah pertanian dibagi pertambahan limbah sebagai laju masukan pada limbah dengan kontribusi pencemar pertanian dan luas area pertanian sebagai konstanta Sub-Model Ekonomi Sub model ekonomi dalam sistem pengendalian pencemaran air Kali Surabaya merupakan bagian pemodelan untuk mengetahui pengaruh variabelvariabel ekonomi, seperti pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan sektoral, tingkat pendapatan dan jumlah populasi penduduk terhadap keberlanjutan sistem. Diagram sebab akibat pengaruh variabel-variabel ekonomi terhadap sistem disajikan pada Gambar 38. Berdasarkan diagram sub model ekonomi (Gambar 38), diketahui bahwa pertumbuhan ekonomi dalam model pengendalian pencemaran Kali Surabaya merupakan akumulasi dari pertumbuhan sektor-sektor ekonomi antara lain pertanian, industri, perdagangan, hotel dan restoran (PHR), dan listrik, gas dan air (LGA) sebagai dampak turunan dari peningkatan pangsa sektor-sektor tersebut. Pertumbuhan ekonomi tersebut pada akhirnya akan berdampak pada pertumbuhan pendapatan masyarakat. Bentuk diagram alir sub-model ekonomi dalam pengendalian pencemaran air Kali Surabaya disajikan pada Gambar 39.

71 7 Pendapatan Ekonomi Pangsa Pertumbuhan Bangunan + Pertambahan Pendapatan - Populasi Pangsa Pertumbuhan Pertanian + + Pertumbuhan Bangunan Pertumbuhan Hotel Pertumbuhan Ekonomi + + Pertumbuhan Pertanian + + Pertumbuhan Listrik, Gas dan Air + + Pertumbuhan Industri Pangsa Pertumbuhan Hotel + + Pangsa Pertumbuhan Listrik, Gas dan Air Pangsa Pertumbuhan Industri Gambar 38 Diagram sub model ekonomi pengendalian pencemaran Kali Surabaya. Populasi Pertambahan_Pendapatan Pendapatan Pendapatan_Ekonomi Pert_Pert Pert Aktivitas_Ekonomi PHR Pert_PHR Pangsa_Pert_Pert Pangsa_Pert_PHR Pert_Ind Ind LGA Pert_LGA Pangsa_Pert_Ind Pangsa_Pert_LGA Gambar 39 Stock flow diagram sub-model ekonomi.

72 7 Keterangan: Ind = angka pertumbuhan sektor industri LGA = angka pertumbuhan sektor listrik, gas dan air bersih Pert = angka pertumbuhan sektor pertanian PHR = angka pertumbuhan sektor perdagangan, hotel dan restoran Populasi = jumlah penduduk kota surabaya Pert_Ind = laju pertumbuhan sektor industri Pert_LGA = laju pertumbuhan sektor listrik, gas dan air bersih (LGA) Pert_Pert = laju pertumbuhan sektor pertanian Pert_PHR = laju pertumbuhan sektor perdagangan, hotel dan restoran Pendapatan = pendapatan ekonomi per kapita Pertambahan_Pendapatan = persen pertambahan pendapatan per kapita Pangsa_Pert_Ind = persentase pertambahan pangsa pertumbuhan sektor industri Pangsa_Pert_LGA = persentase pertambahan pangsa pertumbuhan sektor LGA Pangsa_Pert_Pert = persentase pertambahan pangsa pertumbuhan sektor pertanian Pangsa_Pert_PHR = persentase pertambahan pangsa pertumbuhan sektor hotel Pendapatan_Ekonomi = pendapatan ekonomi per kapita di awal simulasi Model pengendalian pencemaran Kali Surabaya sub model ekonomi yang telah dirumuskan dapat digunakan dengan bebarapa asumsi yang akan membatasi keberlakuan model khususnya sub model ekonomi. Asumsi-asumsi tersebut adalah untuk aktivitas ekonomi sebagai auxiliary merupakan penjumlahan dari kontribusi tiap sektor, seperti listrik, gas dan air (LGA), perdagangan, hotel dan restoran (PHR), pertanian dan industri sebagai laju masukan dengan kontribusi masing-masing sektor sebagai konstanta. Pertumbuhan dari tiap-tiap sektor, seperti pertanian, perdagangan, hotel dan restoran (PHR), listrik, gas dan air (LGA) dan industri sebagai auxiliary besarnya sangat dipengaruhi oleh pangsa pasar dari masing-masing sektor sebagai laju masukan Sub-Model Sosial Sub model sosial dalam sistem pengendalian pencemaran air Kali Surabaya merupakan bagian pemodelan untuk mengetahui pengaruh variabel-variabel sosial, seperti jumlah populasi, kelahiran, kematian, imigrasi, emigrasi, pendidikan, dan partisipasi masyarakat terhadap keberlanjutan sistem. Hubungan sebab akibat antara unsur di dalam sistem sosial ditunjukkan pada Gambar 40. Berdasarkan diagram sub model sosial (Gambar 40), pengendalian pencemaran Kali Surabaya sangat dipengaruhi oleh faktor dinamika populasi. Jumlah populasi akan mengalami pertambahan apabila terjadi peningkatan jumlah kelahiran dan imigrasi atau terjadi penurunan jumlah emigrasi dan tingkat kematian. Dalam sistem pengendalian pencemaran Kali Surabaya, peningkatan jumlah populasi berdampak pada peningkatan aktivitas membuang limbah domestik dan untuk mengimbanginya dapat dilakukan melalui pendekatan

73 73 pendidikan dan partisipasi. Dampak lain dari peningkatan jumlah populasi adalah peningkatan penggunaan lahan pemukiman dan peningkatan konversi lahan pertanian menjadi lahan pemukiman. Gambaran tentang diagram alir sub model sosial dalam sistem pengendalian pencemaran Kali Surabaya ditunjukkan pada Gambar 4. Imigrasi + - Emigrasi + + Populasi Kelahiran + Kematian - Aktifitas Membuang Limbah Domestik + Lahan Permukiman Pendidikan dan Partisipasi Lahan Pertanian - Gambar 40 Diagram sub-model sosial pengendalian pencemaran Kali Surabaya. Model pengendalian pencemaran air Kali Surabaya sub model sosial yang telah dirumuskan dapat digunakan dengan beberapa asumsi yang akan membatasi keberlakuan model khususnya sub model sosial. Asumsi-asumsi tersebut adalah jumlah populasi sebagai auxiliary merupakan penjumlahan dari jumlah populasi saat ini sebagai konstanta dengan jumlah kelahiran dan imigrasi sebagai laju masukan penambah dan jumlah kematian dan emigrasi sebagai laju masukan pengurang. Terjadinya dinamika perpindahan penduduk yang keluar masuk lokasi ternyata ikut mempengaruhi model simulasi yang dibuat. Jumlah imigrasi sebagai auxiliary besarannya ditentukan oleh nilai imigrasi normal. Penduduk keluar (emigrasi) besarannya ditentukan oleh nilai emigrasi normal sebagai laju keluaran terhadap populasi. Di samping itu, laju pertambahan dan pengurangan populasi sebagai dampak terjadinya kelahiran dan kematian, dalam model simulasi besarannya ditentukan oleh nilai fertilitas dan mortalitas sebagai konstanta.

74 74 Kelahiran Kematian Pertumbuhan_Populasi Imigrasi_Normal Imigrasi Emigrasi Emigrasi_Normal Fertilitas Kelahiran Populasi Kematian Mortalitas FrPBtr PopBtr Fr_Pemb_Limb Fr_500m Pddk_500m Pddk_Pemb_Limb Lahan_Permukiman Laju_Keb_Lahan_Permukiman Pendidikan Lahan_Pertanian Konversi_LP Fr_Permukiman Fr_LP Gambar 4 Stock flow diagram sub-model sosial dalam pengendalian pencemaran air Kali Surabaya. Keterangan: Lahan_Pemukiman = luas lahan pemukiman di hulu sungai Lahan_Pertanian = luas lahan pertanian di daerah hulu Konversi_LP = laju konversi lahan pertanian Laju_Keb_Lahan_Pemukiman = pertumbuhan kebutuhan lahan pemukiman Emigrasi_Normal = persentase angka emigrasi Fr_LP = fraksi lahan pertanian Fr_Pemb_Limb = persentase penduduk pembuang limbah Fr_Pemukiman = fraksi kebutuhan lahan pemukiman Imigrasi_Normal = persentase angka imigrasi Pddk_500m = jumlah penduduk radius 500 m Pddk_Pemb_Limb = jumlah penduduk pembuang limbah pada jarak 500 m Pertumbuhan_Populasi = pertumbuhan penduduk kota Surabaya PopBtr = penduduk bantaran Kali Surabaya (kawasan penyangga) Fr_500m = persen penduduk pada jarak 500 m FrPBtr = fraksi penduduk di daerah penyangga dari total penduduk Kota Surabaya Dalam model pengendalian pencemaran air Kali Surabaya jumlah populasi bantaran sungai merupakan auxiliary dan merupakan perkalian dari populasi seluruh wilayah kajian secara keseluruhan sebagai laju masukan dengan nilai

75 75 fraksi populasi bantaran sungai sebagai konstanta. Penduduk yang tinggal di sekitar 500 m pada sisi kiri-kanan sungai merupakan auxiliary dan besarannya diperoleh dari perkalian jumlah populasi di bantaran sungai sebagai laju masukan dengan nilai fraksinya sebagai konstanta. Tingkat pencemaran limbah domestik Kali Surabaya sebagian besar disebabkan oleh pembuangan limbah domestik pemukiman penduduk di pinggiran sungai dan anak sungai Kali Surabaya serta melalui saluran limbah domestik. Berdasarkan model pengendalian pencemaran air Kali Surabaya, jumlah penduduk pembuang limbah domestik berfungsi sebagai auxiliary dan besarannya ditentukan oleh jumlah penduduk yang tinggal di 500 m pada sisi kirikanan bantaran sungai sebagai laju masukan dengan nilai fraksinya dan nilai faktor pendidikan sebagai konstanta. Di dalam model, peningkatan jumlah populasi pemukiman di sepanjang bantaran Kali Surabaya akan berdampak pada peningkatan laju penggunaan lahan di pinggir sungai untuk kegiatan pemukiman. Laju penggunaan lahan di pinggir sungai sebagai auxiliary besarannya ditentukan oleh jumlah populasi di bantaran sungai dan luasan lahan pemukiman sebagai laju masukan dan nilai fraksinya sebagai konstanta. Tingkat konversi lahan pertanian sebagai salah satu dampak peningkatan kebutuhan akan lahan pemukiman besarannya ditentukan oleh luasan lahan pemukiman dan lahan pertanian sebagai laju masukan, serta fraksinya sebagai konstanta. Model pengendalian pencemaran Kali Surabaya disusun berdasarkan atas tiga sub-model yang saling terkait, yaitu sub-model lingkungan, sub-model ekonomi, dan sub-model sosial. Gabungan ketiga sub-model membentuk sebuah sistem pengendalian pencemaran air Kali Surabaya. Penyusunan diagram alir sebab akibat dalam model didasarkan pada keterkaitan antara variabel-variabel dalam struktur sistem pencemaran air Kali Surabaya, seperti pertumbuhan penduduk, pertumbuhan industri, luas lahan pertanian, tingkat pendidikan dan kesejahteraan penduduk, aktivitas hotel beserta faktor yang mempengaruhinya. Stock flow diagram model pengendalian pencemaran air Kali Surabaya dengan bentuk struktur modelnya disajikan pada Gambar 4.

76 76 Kelahiran Kematian Pertumbuhan_Populasi FrPBtr PopBtr Imigrasi_Normal Imigrasi Emigrasi Emigrasi_Normal Lahan_Permukiman Laju_Keb_Lahan_Permukiman Pddk_500m Fertilitas Kelahiran Populasi Kematian Mortalitas Pertambahan_Pendapatan Pendapatan Pendapatan_Ekonomi Fr_500m Fr_Permukiman Lahan_Pertanian Konversi_LP Fr_Pemb_Limb Pendidikan Pert_Pert Pert Aktivitas_Ekonomi PHR Pert_PHR Fr_LP Pddk_Pemb_Limb Pemakaian_Air Air_Buangan Pengguna_Air Sumber Zona 500 m Limbah Domestik Saluran Limbah Domestik dan Anak Sungai FLBODK Pangsa_Pert_Pert Pangsa_Pert_Ind Pert_Ind Ind LGA Pert_LGA Pangsa_Pert_PHR Pangsa_Pert_LGA Vol_Limb FBOD FCOD BBODSH BCODSH BTSSSH KABOD LKABOD Limbah Pertanian BBOD500 BCOD500 BBODS BCODS BTSSS LBODK BODK FKABOD Lahan_Pertanian BBODPH TBBODP TBBODLD TBCODLD TBTSSLD PBOD FLPPO4K FLPL BCODPH BTSSPH BNNO3PH TBCODP TBTSSP TBNNO3P NNO3 BOD COD TSS TBBODH TBCODH Limbah Hotel Jml_H BBODHH BCODHH FPH PJH FPJH LTSSK LKATSS TSSK KATSS FLTSSK PTSS PTP PPPO4 KAPPO4 PPO4K PPO4 LKAPPO4 LPPO4K BPO4PH TBPO4P PPO4 TBTSSH BTSSHH FKATSS FKAPPO4 Anak Sungai DPS PNNO3 PJIA Jml_Ind_A BBODIAH BBODIA TBBODI BBODI BBODIH Jml_Ind_D PJID LCODK CODK PCOD NNO3K LNNO3K FPIA BCODIAH BCODIA TBCODI BCODI BCODIH FPID FLCODK NNO3 FLNNO3K FPJIA BTSSIAH BTSSIA TBTSSI BTSSI BTSSIH FPJID LKACOD KACOD KANNO3 LKANNO3 Limbah Industri FKACOD FKANNO3 Gambar 4 Stock flow diagram model pengendalian pencemaran air Kali Surabaya.

77 Kondisi Eksisting Model Simulasi Sub-Model Lingkungan Simulasi model lingkungan menggambarkan tingkat pencemaran Kali Surabaya yang ditunjukkan oleh parameter kualitas air. Parameter yang digunakan dalam simulasi model ini adalah BOD, COD, dan TSS. Hasil simulasi sub-model lingkungan disajikan pada Gambar (kg/tahun) BOD COD TSS Tahun Gambar 43 Simulasi sub-model lingkungan berdasarkan beban BOD, COD dan TSS dari sumber pencemaran. Hasil simulasi sub-model berdasarkan beban BOD, COD, dan TSS dari sumber pencemaran, diketahui bahwa terjadi peningkatan beban pencemaran air Kali Surabaya akibat meningkatnya pencemaran lingkungan Kali Surabaya. Peningkatan beban pencemaran air tersebut ditunjukkan oleh peningkatan beban BOD, COD, dan TSS dari sumber pencemaran selama tahun simulasi yang dibuat. Pada tahun 003, beban pencemaran BOD, COD, dan TSS berturut-turut adalah 5,649; 36,9 dan 4,73 ton/tahun. Pada tahun 008, beban pencemaran tersebut meningkat masing-masing menjadi 9,85; 47,34 dan 7,468 ton/tahun. Peningkatan beban pencemaran BOD, COD, dan TSS terus berlangsung hingga akhir simulasi 030, yaitu beban BOD 3,636; COD 57,04 dan TSS 95,638 ton/tahun. (Hasil simulasi selengkapnya disajikan pada Lampiran 0). Hasil simulasi sub-model lingkungan berdasarkan beban N-NO 3 dan P-PO 4 dari sumber pencemar ditunjukkan pada Gambar 44.

78 (kg/tahun) 500 NNO3 PPO Tahun Gambar 44 Simulasi sub-model lingkungan berdasarkan N-NO 3 dan P-PO 4 beban sumber pencemaran. Berdasarkan simulasi sub-model lingkungan (Gambar 44), tampak bahwa beban N-NO 3 dan P-PO 4 yang masuk ke Kali Surabaya mengalami penurunan akibat menurunnya beban pencemaran limbah yang mengandung senyawa nitrat dan fosfat ke Kali Surabaya. Penurunan ini ditunjukan oleh berkurangnya beban nitrat dan fosfat selama tahun simulasi yang dibuat. Pada tahun 003, tercatat beban N-NO 3 dan P-PO 4 berturut-turut,3 dan 895 kg/tahun. Pada tahun 008 mengalami penurunan menjadi,06 dan 745 kg/tahun. Perbaikan kualitas air berdasarkan kandungan N-NO 3 dan P-PO 4 terus mengalami peningkatan hingga akhir simulasi tahun 030, yaitu beban N-NO 3 dan P-PO 4 menjadi dan 5.06 kg/tahun. (Hasil simulasi sub-model lingkungan berdasarkan beban N-NO 3 dan P-PO 4 selengkapnya disajikan pada Lampiran ). Simulasi sub-model lingkungan juga dilakukan terhadap beban pencemaran BOD, COD, dan TSS yang terjadi di Kali Surabaya dibandingkan dengan kapasitas asimilasi Kali Surabaya. Hasil simulasi ditunjukkan pada Gambar 45. Hasil simulasi (Gambar 45), memperlihatkan bahwa beban BOD, COD, dan TSS di Kali Surabaya menunjukkan kecenderungan yang berbeda. Hasil simulasi tahun 003 hingga tahun 008, beban BOD berfluktuasi akibat perubahan debit dan kadar BOD Kali Surabaya. Kecenderungan peningkatan beban BOD terjadi pada tahun 009 hingga akhir tahun simulasi akibat meningkatnya pencemaran lingkungan Kali Surabaya. Beban BOD tahun 003 dan tahun 008 berturut-turut 3,563 dan 3,935 ton/tahun, sedangkan pada tahun

79 beban BOD mencapai 7,70 ton/tahun. Beban pencemar COD dan TSS pada tahun menunjukkan nilai yang fluktuatif, namun pada tahun 007 hingga tahun 030, beban TSS terus mengalami peningkatan dan beban COD menurun. Pada tahun 003, 008, dan 030 beban TSS masing-masing adalah 6,78; 85,7 dan 348,784 ton/tahun, sedangkan beban COD berturut-turut adalah 7,845; 3.90 dan 5,93 ton/tahun. ( kg/tahun ) Tahun BODK KABOD ( kg/tahun ) Tahun CODK KACOD ( kg/tahun ) TSSK KATSS Tahun Gambar 45 Simulasi sub-model lingkungan berdasarkan BOD, COD dan TSS di Kali Surabaya. Beban pencemaran air Kali Surabaya berdasarkan ketiga parameter di atas, melampaui batas kapasitas asimilasi atau kemampuan Kali Surabaya dalam mereduksi beban pencemaran tersebut secara alamiah. Kapasitas asimilasi BOD (KABOD) pada tahun 003, 008, dan 030 berturut-turut adalah 45.9, 9.53 dan ton/tahun. Kapasitas asimilasi COD (KACOD) pada tahun 003, 008, dan 030 masing-masing adalah 75.96; dan 3,0.50 ton/tahun, sedangkan kapasitas asimilasi TSS berturut-turut adalah 3,69.84; 3,38.3 dan 5,07.53 ton/tahun. Kecenderungan perubahan beban pencemar N-NO 3 dan P-PO 4 di Kali Surabaya mengikuti pola perubahan beban pencemar N-NO 3 dan P-PO 4 dari sumber pencemar (limbah pertanian dan domestik). Kecenderungan perubahan

80 80 tersebut dapat dilihat dari hasil simulasi beban N-NO 3 dan P-PO 4 ditunjukan pada Gambar 46. yang (kg/tahun) NNO3K KANNO3 (kg/tahun) PPO4K KAPPO Tahun (a) Tahun (b) Gambar 46 Simulasi sub-model lingkungan berdasarkan: (a) beban N-NO 3 (b) beban P-PO 4 di Kali Surabaya. Hasil simulasi (Gambar 46), memperlihatkan bahwa beban nitrat dan fosfat di Kali Surabaya mengalami penurunan yang cukup tajam. Penurunan tersebut ditunjukkan oleh berkurangnya kadar nitrat dan fosfat selama tahun simulasi yang dibuat. Pada tahun 003 beban pencemar N-NO 3 dan P-PO 4 berturut-turut adalah, dan ton/tahun. Pada tahun 008 mengalami penurunan cukup tajam masing-masing menjadi dan 0.00 ton/tahun. Perbaikan kualitas air Kali Surabaya tersebut berdasarkan beban nitrat dan fosfat terus mengalami peningkatan hingga akhir tahun simulasi 030, yaitu beban nitrat menurun hingga 7.53 ton/tahun dan fosfat menjadi 4.3 ton/tahun. Pada Gambar 46 juga memperlihatkan, bahwa kapasitas asimilasi yang menunjukkan kemampuan air Kali Surabaya dalam menerima beban pencemar P-PO 4 (fosfat) masih di atas tingkat pencemaran fosfat, sedangkan untuk parameter N-NO 3 (nitrat) pada awal tahun simulasi tingkat pencemarannya melampaui kapasitas asimilasi, namun secara perlahan beban pencemarannya mengalami penurunan sehingga mulai tahun simulasi 0, nilai kapasitas asimilasinya sudah berada di atas tingkat pencemaran. Hasil simulasi sub-model lingkungan berdasarkan persentase beban pencemaran tiap parameter dan persentase total, disajikan pada Gambar 47 dan 48.

81 (persen) Tahun PBOD PTSS PCOD PNNO3 PPPO4 Gambar 47 Simulasi sub-model lingkungan berdasarkan persentase tiap parameter pencemar PTP (%) Tahun Gambar 48 Simulasi sub-model lingkungan berdasarkan persentase beban pencemaran total. Berdasarkan perhitungan persentase beban pencemaran dibandingkan kapasitas asimilasi tiap parameter, diketahui bahwa parameter BOD dan TSS memiliki tingkat persentase beban pencemaran paling tinggi dibandingkan ketiga parameter lainnya, sedangkan berdasarkan tingkat kecenderungan, hanya parameter TSS yang mengalami peningkatan beban pencemaran selama tahun simulasi (Data hasil simulasi disajikan pada Lampiran -5).

82 8 Berdasarkan perhitungan persentase beban pencemaran total dibandingkan kapasitas asimilasi, memperlihatkan bahwa terjadi penurunan persentase total beban pencemaran selama tahun simulasi. Pada tahun 003, persentase total beban pencemaran.33 kali kapasitas asimilasi. Pada tahun 008 mengalami penurunan menjadi 7.38 kali kapasitas asimilasi. Pada akhir tahun simulasi (030), persentase total beban pencemaran terus menurun menjadi 7.65 kali kapasitas asimilasi Simulasi Sub-Model Ekonomi Simulasi model ekonomi menggambarkan perubahan nilai PDRB (juta rupiah) tiap sektor yang memiliki pengaruh terhadap model pengendalian pencemaran air Kali Surabaya, yaitu sektor pertanian, sektor industri, sektor listrik, gas dan air (LGA), dan sektor perdagangan, hotel dan restoran (PHR). Sektor PHR memberikan kontribusi pendapatan ekonomi paling tinggi, sedangkan sektor pertanian paling rendah. Hasil simulasi sub-model ekonomi ditunjukkan pada Gambar (Juta Rupiah) Ind LGA Pert PHR Tahun Gambar 49 Simulasi sub-model ekonomi berdasarkan nilai PDRB. Pada tahun 003, kontribusi sektor PHR mencapai Rp 8,735,6 juta dan pada tahun 008 meningkat menjadi Rp 54,74,95 juta. Pada akhir tahun simulasi (030), terjadi peningkatan kontribusi sektor PHR menjadi sebesar Rp 890,809,334 juta.

83 83 Sektor industri berada pada urutan kedua sebagai pemberi kontribusi paling tinggi terhadap pertumbuhan pendapatan. Pada tahun 003, kontribusi sektor industri sebesar Rp 4,66,77 juta dan meningkat pada tahun 008 menjadi Rp 40,7,45 juta. Pada akhir tahun simulasi 030, kontribusi sektor industri meningkat menjadi Rp 404,59,0 juta. Sektor listrik, gas dan air (LGA) berada pada urutan ketiga sebagai pemberi kontribusi terhadap pertumbuhan pendapatan. Pada tahun 003, kontribusi sektor LGA dalam (juta rupiah) sebesar,639,65, pada tahun 008 meningkat menjadi 4,86,490. Pada akhir tahun simulasi 030, kontribusi sektor LGA meningkat menjadi 7,545,86. Sektor pertanian berada pada urutan terakhir sebagai pemberi kontribusi terhadap pertumbuhan pendapatan. Pada tahun 003, kontribusi sektor pertanian dalam (juta rupiah) sebesar 0,53 dan pada tahun 008 meningkat menjadi 5,84. Pada akhir tahun simulasi 030, kontribusi sektor pertanian meningkat menjadi 430,439. Hasil simulasi disajikan pada Lampiran Simulasi Sub-Model Sosial Simulasi model sosial menggambarkan perkembangan populasi penduduk, penduduk pembuang limbah, dan perbandingan perkembangan luasan lahan pemukiman dengan pertanian. Hasil simulasi sub-model sosial disajikan pada Gambar Populasi (jiwa) Tahun Gambar 50 Simulasi sub-model sosial berdasarkan perkembangan populasi penduduk.

84 84 Berdasarkan Gambar 5, tampak bahwa perkembangan populasi penduduk dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Pada tahun 003 jumlah penduduk di daerah tersebut sebanyak,659,566 jiwa dan pada tahun 008 meningkat menjadi,89,78 jiwa. Hasil simulasi, pada akhir tahun 030 jumlah populasi penduduk mencapai 4,559,398 jiwa. Pada model pengendalian pencemaran Kali Surabaya, pertambahan jumlah penduduk berdampak terhadap peningkatan jumlah penduduk pembuang limbah. Hal ini terkait karena di dalam model, jumlah penduduk merupakan laju masukan bagi jumlah penduduk pembuang limbah. Berdasarkan data, pada tahun 003 jumlah penduduk pembuang limbah adalah 40,094 jiwa dan pada tahun 008 meningkat menjadi 43,588 jiwa, dan apabila dilakukan simulasi model maka pada tahun 030 jumlah penduduk pembuang limbah mencapai 68,735 jiwa. Hasil simulasi sub-model sosial berdasarkan perkembangan jumlah penduduk pembuang limbah ditunjukkan pada Gambar 5. Pddk_Pemb_Limb (jiwa) Tahun Gambar 5 Simulasi sub-model sosial berdasarkan perkembangan jumlah penduduk pembuang limbah. Peningkatan jumlah penduduk berdampak pada peningkatan kebutuhan masyarakat terhadap lahan pemukiman di sekitar tepian Kali Surabaya. Menurut data, pada tahun 003 luas lahan pemukiman adalah 480 ha dan pada tahun 008 meningkat menjadi 7 ha. Pada akhir tahun simulasi (030), luas lahan permukiman terus mengalami peningkatan menjadi, ha. Hasil simulasi pemanfaatan lahan di hulu Kali Surabaya untuk pemukiman dan pertanian disajikan pada Gambar 5.

85 (hektar) 000 Lahan_Permukiman Lahan_Pertanian Tahun Gambar 5 Simulasi sub-model teknis pemanfaatan ruang berdasarkan luasan lahan pemukiman dan lahan pertanian. Peningkatan luas areal pemukiman secara langsung berdampak pada peningkatan konversi lahan pertanian di sekitar tepian Kali Surabaya menjadi areal pemukiman. Menurut data pada tahun 003, luas lahan pertanian di sepanjang tepian Kali Surabaya bagian hulu adalah,363 ha. Pada tahun 008, luas lahan pertanian menyusut menjadi,35 ha. Hasil simulasi, pada tahun 030 luas lahan pertanian di bagian hulu Kali Surabaya hanya tersisa 38.6 ha, akibat terkonversi menjadi areal pemukiman. Hasil simulasi perubahan lahan permukiman dan pertanian disajikan pada Lampiran Validasi Model Validitas adalah salah satu kriteria penilaian keobyektifan suatu pekerjaan ilmiah. Proses validasi bertujuan untuk membandingkan keluaran model dengan data aktual. Dalam pemodelan, hasil simulasi adalah perilaku variabel yang diinteraksikan dengan bantuan komputer. Tampilan perilaku variabel tersebut dapat bersifat terukur, yang disusun menjadi data simulasi maupun bersifat tidak terukur, yang disusun menjadi pola simulasi. Keserupaan dunia model dengan dunia nyata ditunjukkan oleh sejauh mana data simulasi dan pola simulasi dapat menirukan data statistik dan informasi aktual. Menurut Eriyatno (003), validasi model adalah usaha menyimpulkan apakah model sistem yang dibangun merupakan perwakilan yang sah dari realitas yang dikaji sehingga dapat menghasilkan kesimpulan yang meyakinkan. Proses validasi model dilakukan dengan dua tahap pengujian, yaitu validasi struktur dan validasi perilaku model (output model).

86 Validasi Struktur Model Validasi struktur model merupakan proses validasi utama dalam berpikir sistem. Validasi struktur bertujuan untuk melihat sejauh mana keserupaan struktur model mendekati struktur sistem nyata, yang berkaitan dengan batasan sistem, variabel-variabel pembentuk sistem, dan asumsi mengenai interaksi yang terjadi dalam sistem. Validasi struktur dilakukan dengan dua bentuk pengujian, yaitu uji kesesuaian struktur dan uji kestabilan struktur (Forrester 968). ) Uji Konstruksi/Kesesuaian Struktur Uji kesesuaian struktur dilakukan untuk menguji apakah struktur model yang dibangun tidak berlawanan dengan pengetahuan yang ada tentang struktur dari sistem nyata, dan apakah struktur utama dari sistem nyata telah dimodelkan (Sushil 993). Pada model pengendalian pencemaran air yang telah dibangun, dapat dilihat bahwa bertambahnya jumlah penduduk akan menambah luasan areal pemukiman di tepian Kali Surabaya, dan meningkatnya konversi lahan pertanian menjadi lahan pemukiman, tetapi dengan adanya pengelolaan jumlah tersebut dapat diminimalisasi. Berdasarkan contoh tersebut, struktur model dinamis yang dibangun adalah valid secara teoritis, sehingga model yang dibangun dapat digunakan untuk mewakili mekanisme kerja sistem nyata. ) Uji Kestabilan Struktur Uji kestabilan struktur model dilakukan dengan cara memeriksa keseimbangan dimensi peubah pada kedua sisi persamaan model (Sushil 993). Setiap persamaan yang ada dalam model harus menjamin keseimbangan dimensi antara variabel bebas dan variabel terikat yang membentuknya. Uji kestabilan struktur model dilakukan dengan cara menganalisis dimensi keseluruhan interaksi peubah-peubah yang menyusun model tersebut, yang terdiri atas beberapa sub model. Dimensi tersebut meliputi tanda, bentuk respon, dan satuan persamaan (equation) matematis yang digunakan. a) Sub-Model lingkungan Pemeriksaan satuan terhadap persamaan yang berkaitan dengan sub model lingkungan adalah : BODK = +dt*lbodk BODK = kg/tahun CODK = +dt*lcodk CODK = kg/tahun KABOD = +dt*lkabod

87 87 KABOD = kg/tahun KACOD = +dt*lkacod KACOD = kg/tahun KANNO3 = +dt*rate_4 KANKANNO3 = kg/tahun KAPPO4 = +dt*lkappo4 KAPPO4 = kg/tahun KATSS = +dt*lkatss KATSS = kg/tahun NNNO3K = +dt*lnno3k NNO3K = kg/tahun PPO4K = +dt*lppo4k PPO4K = kg/tahun TSSK = +dt*ltssk TSSK = kg/tahun NNO3K = KANNO3*FKANNO3 NNO3K = kg/tahun BOD = TBBODH+TBBODI+TBBODLD+TBBODP BOD = kg/tahun COD = TBCODH+TBCODI+TBCODLD+TBCODP COD = kg/tahun NNO3 = TBNNO3P NNO3 = kg/tahun PTP = (PBOD+PCOD+PNNO3+PPPO4+PTSS)/5 PTP = % PTSS = (TSSK/KATSS)*00 PTSS = % TSS = TBTSSH+TBTSSI+TBTSSP TSS = kg/tahun Besarnya potensi beban pencemar dari sumber domestik dapat diperkirakan dengan cara mengalikan emisi BOD, COD dan TSS dengan jumlah penduduk. Emisi BOD, COD atau TSS adalah besarnya BOD, COD atau TSS yang dihasilkan per orang per hari. Besarnya potensi beban pencemar dari sumber industri dapat diperkirakan dengan cara mengalikan emisi BOD, COD atau TSS dengan jumlah industri. Emisi BOD, COD atau TSS adalah besarnya BOD, COD atau TSS yang dihasilkan oleh industri setiap hari. Besarnya potensi beban pencemar dari sumber hotel dapat diperkirakan dengan cara mengalikan emisi BOD, COD atau TSS dengan jumlah hotel. Emisi BOD, COD atau TSS adalah besarnya BOD, COD atau TSS yang dihasilkan per hotel setiap hari. Pada penelitian ini, perhitungan beban pencemaran dari limbah hotel yang dibuang ke Kali Surabaya, didasarkan atas data hotel yang melakukan pembuangan air limbah langsung ke Kali Surabaya.

88 88 Nilai pencemaran limbah pertanian untuk setiap parameter (BOD, COD, dan TSS) sebagai auxiliary merupakan perkalian antara jumlah limbah pertanian dibagi pertambahan limbah sebagai laju masukan pada limbah dengan kontribusi pencemar pertanian dan luas area pertanian sebagai konstanta. b) Sub-Model Ekonomi Pemeriksaan satuan terhadap persamaan yang berkaitan dengan sub model ekonomi adalah : Pert_H = Hotel*(Pangsa_Pert_H/00) Pert_H = rupiah Pert_Ind = Ind*(Pangsa_Pert_Ind/00) Pert_Ind = rupiah Pert_LGA = LGA*(Pangsa_Pert_LGA/00) Pert_LGA = rupiah Pert_Pert = Pert*(Pangsa_Pert_Pert/00) Pert_Pert = rupiah Berdasarkan persamaan sub-model di atas, pertumbuhan sektor perdagangan, hotel dan restoran (pert_h), laju pertumbuhan sektor industri (pert_ind), laju pertumbuhan sektor listrik, gas dan air bersih (Pert_LGA) dan laju pertumbuhan sektor pertanian yang dinyatakan dalam persen merupakan auxiliary, sebagai perkalian dari pangsa setiap sektor yang dinyatakan dalam satuan rupiah dibagi dengan 00. Aktivitas ekonomi yang digunakan dalam persamaan sub-model di atas, merupakan penjumlahan dari kegiatan ekonomi keempat sektor yang berpengaruh dalam pengendalian pencemaran air Kali Surabaya, yaitu industri, listrik, gas dan air (LGA), pertanian dan perdagangan, hotel dan restoran (PHR). Pendapatan ekonomi per kapita yang dinyatakan dalam rupiah, merupakan auxiliary sebagai perkalian pendapatan ekonomi dengan persentase pertambahan pendapatan lalu dijumlahkan dengan pendapatan ekonomi kembali, sedangkan pertambahan pendapatan yang dinyatakan dalam persen merupakan hasil pembagian antara aktivitas ekonomi dengan jumlah populasi. c) Sub-Model Sosial Pemeriksaan satuan terhadap persamaan yang berkaitan dengan sub model sosial adalah : Populasi = -dt*kematian + dt*kelahiran - dt*emigras + dt*imigrasi Populasi = jiwa PopBtr = Populasi*FrPBtr PopBtr = jiwa

89 89 Jumlah populasi sebagai auxiliary, merupakan penjumlahan dari jumlah populasi saat ini sebagai konstanta dengan jumlah kelahiran dan imigrasi sebagai laju masukan penambah, dan pengurangan jumlah kematian dan emigrasi sebagai laju masukan pengurang. Di samping itu, laju pertambahan dan pengurangan populasi sebagai dampak terjadinya kelahiran dan kematian, dalam model simulasi besarannya ditentukan oleh nilai fertilitas dan mortalitas sebagai konstanta Validasi Kinerja/Output Model Validasi kinerja/output model adalah aspek pelengkap dalam metode berpikir sistem yang bertujuan untuk memperoleh keyakinan sejauh mana kinerja model sesuai dengan kinerja sistem nyata sehingga memenuhi syarat sebagai model ilmiah yang taat fakta. Validasi kinerja dilakukan dengan membandingkan data hasil keluaran model yang dibangun dengan data empiris, untuk melihat sejauh mana perilaku kinerja model sesuai dengan data empiris. Teknik untuk memeriksa konsistensi keluaran model terhadap data aktual dapat dilakukan dengan uji statistik dan perbandingan secara visual (grafik) keluaran model dengan data aktual (Handoko 005). Uji statistik yang dapat digunakan dalam pengujian validasi perilaku model antara lain adalah absolute mean error (AME) dan absolute variation error (AVE), dengan batas penyimpangan < 0% (Barlas 996, Muhammadi et al. 00). AME adalah penyimpangan nilai rata-rata hasil simulasi terhadap nilai aktual, sedangkan AVE adalah penyimpangan nilai variasi simulasi terhadap aktual. Perbandingan visual pola keluaran simulasi dan pola data aktual ditunjukkan pada Gambar B e b a n B O D B e b a n C O D Tahun Aktual Simulasi Tahun Aktual Simulasi Gambar 53 Grafik perbandingan beban pencemaran BOD dan COD dengan data empiris dan hasil simulasi.

90 90 Grafik perbandingan (Gambar 53), menunjukkan bahwa secara visual pola output simulasi sudah mengikuti pola data aktual, maka untuk memperoleh keyakinan dilakukan uji statistik seperti disajikan pada Tabel 46. Hasil uji menunjukkan bahwa keluaran model pengendalian pencemaran air Kali Surabaya, untuk beban pencemaran BOD (BP BOD), AME menyimpang sebesar 0.70% dari data aktual dan AVE menyimpang sebesar %. Untuk beban pencemaran COD (BP COD), AME menyimpang 0.355% dan AVE menyimpang sebesar % dari nilai aktual. Pada beban pencemaran TSS (BP TSS), AME dan AVE berturut-turut menyimpang 0.405% dan % dari nilai aktual. Untuk beban pencemaran N-NO 3 (BP NNO3) dan P-PO 4 (BP PPO4), AME masing-masing menyimpang.9% dan % dari data aktual, sedangkan AVE menyimpang sebesar.548% dan 0.033% dari nilai aktual. Berdasarkan hasil uji, dapat disimpulkan bahwa model pengendalian pencemaran air Kali Surabaya mampu mensimulasikan perubahan-perubahan yang terjadi. 5.9 Penyusunan Skenario Pengendalian Pencemaran Air Kali Surabaya Sebagai tindak lanjut hasil analisis kondisi eksisting dan pemodelan dinamik pengendalian pencemaran air Kali Surabaya adalah penyusunan skenario berupa alternatif rancangan kebijakan yang memungkinkan dapat dilaksanakan berdasarkan kondisi yang ada. Skenario pengendalian pencemaran air Kali Surabaya disusun berdasarkan pada hasil analisis prospektif. Analisis prospektif adalah suatu metode yang digunakan untuk menganalisis permasalahan dalam sistem ahli yang dapat menggabungkan pembuat keputusan dalam rangka menyusun kembali beberapa perencanaan dengan pendekatan yang berbeda. Masing-masing solusi yang dihasilkan berasal dari pendekatan yang direncanakan dan bukan dari suatu rumusan yang bisa masing-masing kasus (Munchen 99 dalam Bourgeois 00). Analisis prospektif dilakukan dengan tujuan untuk mempersiapkan tindakan strategis dengan cara menentukan faktor-faktor kunci yang berperan penting dan melihat apakah perubahan dibutuhkan di masa depan berdasarkan kondisi yang ada.

91 9 Tabel 46 Data validasi dalam sistem pengendalian pencemaran air Kali Surabaya Tahun Data Validasi BP BOD BP TSS BP COD BP N-NO BP P-PO 3 4 Aktual Simulasi Aktual Simulasi Aktual Simulasi Aktual Simulasi Aktual Simulasi 003 3,56,56 3,56,56 6,78,9 6,78,9 7,845,33 7,845,33,78,56,78,56 76,569 76, ,09,674 4,036,450 48,88,678 48,58,307 7,85,446 7,068,077,56,78,56,93 556,55 557, ,644,34 4,686,4 76,7,983 76,86,46 6,69,646 6,538,7,5,947,79,855 30, , ,076,569 5,08,538 44,46,344 44,43,604 7,040,560 7,07,43 90,90 97,84 773, , ,48,975 4,39,74 8,847,7 8,848,90 3,340,85 3,343, , ,57 40,893 4,864 Mean 5,430, ,439,766 94,48, ,65,4.5 0,56, ,453,.5,469,84.5,487, , ,3.75 AME Varian.65E+.77E+.0734E+5.043E E E E E+.979E+.908E+ AVE Keterangan: BP = beban pencemaran (kg/tahun)

92 9 Berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan pakar dan pengisian kuesioner, dapat diidentifikasi 0 faktor kunci yang dianggap berpengaruh dalam pengendalian pencemaran air Kali Surabaya di masa depan, yaitu:. Implementasi peraturan untuk pengendalian pencemaran air. Persepsi masyarakat 3. Partisipasi masyarakat 4. Pertumbuhan penduduk dan kesadaran masyarakat 5. Pertumbuhan industri 6. Fasilitas instalasi pengolah air limbah/ipal 7. Komitmen/dukungan PEMDA terhadap pengendalian pencemaran air 8. Dukungan pihak swasta/industri 9. Sistem dan kapasitas kelembagaan pengendalian pencemaran air 0. Penataan ruang. Program pemantauan dan pengelolaan sungai. Penegakan hukum lingkungan 3. Dukungan perguruan tinggi 4. Dukungan lembaga swadaya masyarakat 5. Anggaran untuk pengendalian pencemaran air 6. Daya dukung sungai 7. Kerjasama lintas sektoral, 8. Sistem informasi pengendalian pencemaran air (Database, analisis dan evaluasi, interpretasi, penyajian dan publikasi data hasil monitoring) 9. Sarana dan prasarana kerja operasional pengendalian pencemaran air 0. Sumber daya manusia di tingkat Provinsi/Kab./Kota untuk pengendalian pencemaran air Faktor-faktor tersebut kemudian dianalisis menggunakan perangkat analisis prospektif untuk menentukan faktor kunci untuk pengendalian pencemaran air Kali Surabaya. Secara visual hasil analisis disajikan pada Gambar 54.

93 93 Gambar 54 Pengaruh dan ketergantungan antar faktor pada sistem pengendalian pencemaran air Kali Surabaya. Berdasarkan hasil analisis prospektif berupa matriks pengelompokan empat kuadran (Gambar 54), dapat diidentifikasi pengaruh dan ketergantungan faktorfaktor dalam upaya pengendalian pencemaran air Kali Surabaya. Kuadran I (kiri atas) merupakan kelompok faktor yang memberikan pengaruh kuat terhadap kinerja sistem dengan ketergantungan yang rendah terhadap keterkaitan antar faktor. Kuadran I terdiri atas lima faktor, yaitu: () pertumbuhan penduduk dan kesadaran masyarakat, () persepsi masyarakat, (3) implementasi peraturan pengendalian pencemaran air, (4) komitmen/dukungan Pemda, dan (5) sistem dan kapasitas kelembagaan. Kelima faktor pada kuadran I merupakan variable penentu yang digunakan sebagai input di dalam sistem yang dikaji. Kuadran II (kanan atas) merupakan kelompok faktor yang memberikan pengaruh kuat terhadap kinerja sistem namun mempunyai ketergantungan yang tinggi terhadap keterkaitan antar faktor, sehingga digunakan sebagai variabel penghubung (stake) di dalam sistem. Kuadran ini terdiri atas tiga faktor, yaitu: () penegakan hukum lingkungan, () program pemantauan dan pengelolaan sungai, dan (3) partisipasi masyarakat. Kuadran III (kanan bawah) merupakan kelompok faktor yang memiliki pengaruh lemah terhadap kinerja sistem dan ketergantungan yang tinggi terhadap keterkaitan antar faktor, sehingga digunakan sebagai variabel terikat (output) di dalam sistem. Kuadran ini terdiri atas tujuh faktor, yaitu: () penataan

SIDANG TUGAS AKHIR. Oleh : Ichda Maulidya Dosen Pembimbing : Dr. Ir. Nieke Karnaningroem, M.Sc

SIDANG TUGAS AKHIR. Oleh : Ichda Maulidya Dosen Pembimbing : Dr. Ir. Nieke Karnaningroem, M.Sc SIDANG TUGAS AKHIR Oleh : Ichda Maulidya 3305 100 007 Dosen Pembimbing : Dr. Ir. Nieke Karnaningroem, M.Sc Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Air Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat di daratan, perairan lepas pantai (off shore water) dan perairan laut. Ekosistem air yang terdapat

Lebih terperinci

Buku Panduan Operasional IPAL Gedung Sophie Paris Indonesia I. PENDAHULUAN

Buku Panduan Operasional IPAL Gedung Sophie Paris Indonesia I. PENDAHULUAN I. PENDAHULUAN Seiring dengan tingginya laju pertumbuhan penduduk dan pesatnya proses industrialisasi jasa di DKI Jakarta, kualitas lingkungan hidup juga menurun akibat pencemaran. Pemukiman yang padat,

Lebih terperinci

PEMANTAUAN KUALITAS AIR SUNGAI CIBANTEN TAHUN 2017

PEMANTAUAN KUALITAS AIR SUNGAI CIBANTEN TAHUN 2017 PEMANTAUAN KUALITAS AIR SUNGAI CIBANTEN TAHUN 2017 1. Latar belakang Air merupakan suatu kebutuhan pokok bagi manusia. Air diperlukan untuk minum, mandi, mencuci pakaian, pengairan dalam bidang pertanian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pencemaran Perairan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pencemaran Perairan 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pencemaran Perairan Menurut Odum (1971), pencemaran adalah perubahan sifat fisik, kimia dan biologi yang tidak dikehendaki pada udara, tanah dan air. Sedangkan menurut Saeni

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 46 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Eksisting Kualitas Air Sungai Ciujung Evaluasi kualitas air Sungai Ciujung dilakukan dengan cara membandingkan hasil kualitas air dari contoh air sungai yang diambil dengan

Lebih terperinci

PENENTUAN KUALITAS AIR

PENENTUAN KUALITAS AIR PENENTUAN KUALITAS AIR Analisis air Mengetahui sifat fisik dan Kimia air Air minum Rumah tangga pertanian industri Jenis zat yang dianalisis berlainan (pemilihan parameter yang tepat) Kendala analisis

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pertumbuhan Mikroalga Laut Scenedesmus sp. Hasil pengamatan pengaruh kelimpahan sel Scenedesmus sp. terhadap limbah industri dengan dua pelakuan yang berbeda yaitu menggunakan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. masih merupakan tulang pungung pembangunan nasional. Salah satu fungsi lingkungan

1. PENDAHULUAN. masih merupakan tulang pungung pembangunan nasional. Salah satu fungsi lingkungan 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air sungai merupakan salah satu komponen lingkungan yang memiliki fungsi penting bagi kehidupan manusia, termasuk untuk menunjang pembangunan ekonomi yang hingga saat ini

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Produktivitas Primer Fitoplankton Berdasarkan hasil penelitian di Situ Cileunca didapatkan nilai rata-rata produktivitas primer (PP) fitoplankton pada Tabel 6. Nilai PP

Lebih terperinci

Konsentrasi (mg/l) Titik Sampling 1 (4 April 2007) Sampling 2 (3 Mei 2007) Sampling

Konsentrasi (mg/l) Titik Sampling 1 (4 April 2007) Sampling 2 (3 Mei 2007) Sampling Tabel V.9 Konsentrasi Seng Pada Setiap Titik Sampling dan Kedalaman Konsentrasi (mg/l) Titik Sampling 1 (4 April 2007) Sampling 2 (3 Mei 2007) Sampling A B C A B C 1 0,062 0,062 0,051 0,076 0,030 0,048

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Danau Maninjau merupakan danau yang terdapat di Sumatera Barat, Kabupaten Agam. Secara geografis wilayah ini terletak pada ketinggian 461,5 m di atas permukaan laut

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pencemaran Organik di Muara S. Acai, S. Thomas, S. Anyaan dan Daerah Laut yang Merupakan Perairan Pesisir Pantai dan Laut, Teluk Youtefa. Bahan organik yang masuk ke perairan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki tingkat keanekaragaman flora dan fauna yang tinggi sehingga disebut

BAB I PENDAHULUAN. memiliki tingkat keanekaragaman flora dan fauna yang tinggi sehingga disebut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, memiliki sumber kekayaan yang sangat melimpah yang dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Desa Tulabolo adalah bagian dari wilayah Kecamatan Suwawa Timur,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Desa Tulabolo adalah bagian dari wilayah Kecamatan Suwawa Timur, BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1) Desa Tulabolo Desa Tulabolo adalah bagian dari wilayah Kecamatan Suwawa Timur, Kabupaten Bone Boalngo, Provinsi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mandi, mencuci, dan sebagainya. Di sisi lain, air mudah sekali terkontaminasi oleh

I. PENDAHULUAN. mandi, mencuci, dan sebagainya. Di sisi lain, air mudah sekali terkontaminasi oleh I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air merupakan kebutuhan yang sangat pokok bagi kehidupan, karena selain dikonsumsi, juga digunakan dalam berbagai aktivitas kehidupan seperti memasak, mandi, mencuci, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah, salah satunya adalah tercemarnya air pada sumber-sumber air

BAB I PENDAHULUAN. masalah, salah satunya adalah tercemarnya air pada sumber-sumber air BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya kegiatan manusia akan menimbulkan berbagai masalah, salah satunya adalah tercemarnya air pada sumber-sumber air karena menerima beban pencemaran yang melampaui

Lebih terperinci

PELAKSANAAN KEGIATAN BIDANG PENGENDALIAN KERUSAKAN PERAIRAN DARAT TAHUN 2015

PELAKSANAAN KEGIATAN BIDANG PENGENDALIAN KERUSAKAN PERAIRAN DARAT TAHUN 2015 PELAKSANAAN KEGIATAN BIDANG PENGENDALIAN KERUSAKAN PERAIRAN DARAT TAHUN 2015 A. PEMANTAUAN KUALITAS AIR DANAU LIMBOTO Pemantauan kualitas air ditujukan untuk mengetahui pengaruh kegiatan yang dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sumber pencemar bagi lingkungan (air, udara dan tanah). Bahan

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sumber pencemar bagi lingkungan (air, udara dan tanah). Bahan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aktivitas manusia berupa kegiatan industri, rumah tangga, pertanian dan pertambangan menghasilkan buangan limbah yang tidak digunakan kembali yang menjadi sumber

Lebih terperinci

BAKU MUTU LIMBAH CAIR UNTUK INDUSTRI PELAPISAN LOGAM

BAKU MUTU LIMBAH CAIR UNTUK INDUSTRI PELAPISAN LOGAM L A M P I R A N 268 BAKU MUTU LIMBAH CAIR UNTUK INDUSTRI PELAPISAN LOGAM PARAMETER KADAR MAKSIMUM BEBAN PENCEMARAN MAKSIMUM (gram/ton) TSS 20 0,40 Sianida Total (CN) tersisa 0,2 0,004 Krom Total (Cr) 0,5

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara LAMPIRAN Lampiran 1. Alat dan Bahan Penelitian DO Meter ph Meter Termometer Refraktometer Kertas Label Botol Sampel Lampiran 1. Lanjutan Pisau Cutter Plastik Sampel Pipa Paralon Lampiran 2. Pengukuran

Lebih terperinci

Bab V Hasil dan Pembahasan

Bab V Hasil dan Pembahasan terukur yang melebihi 0,1 mg/l tersebut dikarenakan sifat ortofosfat yang cenderung mengendap dan membentuk sedimen, sehingga pada saat pengambilan sampel air di bagian dasar ada kemungkinan sebagian material

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.1 PENELITIAN PENDAHULUAN Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menentukan titik kritis pengenceran limbah dan kondisi mulai mampu beradaptasi hidup pada limbah cair tahu. Limbah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah sampah cair dari suatu lingkungan masyarakat dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah sampah cair dari suatu lingkungan masyarakat dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Limbah Limbah adalah sampah cair dari suatu lingkungan masyarakat dan terutama terdiri dari air yang telah dipergunakan dengan hampir-hampir 0,1% dari padanya berupa benda-benda

Lebih terperinci

DAMPAK PENGOPERASIAN INDUSTRI TEKSTIL DI DAS GARANG HILIR TERHADAP KUALITAS AIR SUMUR DAN AIR PASOKAN PDAM KOTA SEMARANG

DAMPAK PENGOPERASIAN INDUSTRI TEKSTIL DI DAS GARANG HILIR TERHADAP KUALITAS AIR SUMUR DAN AIR PASOKAN PDAM KOTA SEMARANG DAMPAK PENGOPERASIAN INDUSTRI TEKSTIL DI DAS GARANG HILIR TERHADAP KUALITAS AIR SUMUR DAN AIR PASOKAN PDAM KOTA SEMARANG Jurusan Matematika, Fakultas Matematika dan ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pesatnya pertumbuhan dan aktivitas masyarakat Bali di berbagai sektor

BAB I PENDAHULUAN. Pesatnya pertumbuhan dan aktivitas masyarakat Bali di berbagai sektor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya pertumbuhan dan aktivitas masyarakat Bali di berbagai sektor seperti pariwisata, industri, kegiatan rumah tangga (domestik) dan sebagainya akan meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Aktivitas pencemaran lingkungan yang dihasilkan dari suatu kegiatan industri merupakan suatu masalah yang sangat umum dan sulit untuk dipecahkan pada saat

Lebih terperinci

Bab V Hasil dan Pembahasan

Bab V Hasil dan Pembahasan biodegradable) menjadi CO 2 dan H 2 O. Pada prosedur penentuan COD, oksigen yang dikonsumsi setara dengan jumlah dikromat yang digunakan untuk mengoksidasi air sampel (Boyd, 1988 dalam Effendi, 2003).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Air merupakan komponen lingkungan yang penting bagi kehidupan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Air merupakan komponen lingkungan yang penting bagi kehidupan yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Air merupakan komponen lingkungan yang penting bagi kehidupan yang merupakan kebutuhan utama bagi proses kehidupan di bumi. Manusia menggunakan air untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini, data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. Penyajian grafik dilakukan berdasarkan variabel konsentrasi terhadap kedalaman dan disajikan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Keberadaan industri dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat namun juga tidak jarang merugikan masyarakat, yaitu berupa timbulnya pencemaran lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. selain memproduksi tahu juga dapat menimbulkan limbah cair. Seperti

BAB I PENDAHULUAN. selain memproduksi tahu juga dapat menimbulkan limbah cair. Seperti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Industri pembuatan tahu dalam setiap tahapan prosesnya menggunakan air dengan jumlah yang relatif banyak. Artinya proses akhir dari pembuatan tahu selain memproduksi

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Kadar Oksigen Terlarut Hasil pengukuran konsentrasi oksigen terlarut pada kolam pemeliharaan ikan nila Oreochromis sp dapat dilihat pada Gambar 2. Dari gambar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pertumbuhan penduduk dan populasi penduduk yang tinggi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pertumbuhan penduduk dan populasi penduduk yang tinggi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pertumbuhan penduduk dan populasi penduduk yang tinggi menimbulkan permasalahan bagi kelestarian lingkungan hidup. Aktivitas manusia dengan berbagai fasilitas

Lebih terperinci

Lampiran 1. Dokumentasi Penelitian. Pengambilan Sampel Rhizophora apiculata. Dekstruksi Basah

Lampiran 1. Dokumentasi Penelitian. Pengambilan Sampel Rhizophora apiculata. Dekstruksi Basah Lampiran 1. Dokumentasi Penelitian Pengambilan Sampel Rhizophora apiculata Dekstruksi Basah Lampiran 1. Lanjutan Penyaringan Sampel Air Sampel Setelah Diarangkan (Dekstruksi Kering) Lampiran 1. Lanjutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam kegiatan seperti mandi, mencuci, dan minum. Tingkat. dimana saja karena bersih, praktis, dan aman.

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam kegiatan seperti mandi, mencuci, dan minum. Tingkat. dimana saja karena bersih, praktis, dan aman. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air merupakan suatu unsur penting dalam kehidupan manusia untuk berbagai macam kegiatan seperti mandi, mencuci, dan minum. Tingkat konsumsi air minum dalam kemasan semakin

Lebih terperinci

ph TSS mg/l 100 Sulfida mg/l 1 Amonia mg/l 5 Klor bebas mg/l 1 BOD mg/l 100 COD mg/l 200 Minyak lemak mg/l 15

ph TSS mg/l 100 Sulfida mg/l 1 Amonia mg/l 5 Klor bebas mg/l 1 BOD mg/l 100 COD mg/l 200 Minyak lemak mg/l 15 69 Lampiran 1 Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor :06 tahun 2007 Tanggal : 8 Mei 2007 BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN YANG MELAKUKAN LEBIH DARI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Kebutuhan yang utama bagi terselenggaranya kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Kebutuhan yang utama bagi terselenggaranya kesehatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air merupakan salah satu sumberdaya alam yang memiliki fungsi sangat penting bagi kehidupan manusia, serta untuk memajukan kesejahteraan umum sehingga merupakan modal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Waduk adalah genangan air besar yang sengaja dibuat dengan membendung aliran sungai, sehingga dasar sungai tersebut yang menjadi bagian terdalam dari sebuah waduk. Waduk

Lebih terperinci

Teknik Lingkungan KULIAH 9. Sumber-sumber Air Limbah

Teknik Lingkungan KULIAH 9. Sumber-sumber Air Limbah Teknik Lingkungan KULIAH 9 Sumber-sumber Air Limbah 1 Pengertian Limbah dan Pencemaran Polusi atau pencemaran air dan udara adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen

Lebih terperinci

BAB. II TINJAUAN PUSTAKA

BAB. II TINJAUAN PUSTAKA BAB. II TINJAUAN PUSTAKA A. Keadaan Teluk Youtefa Teluk Youtefa adalah salah satu teluk di Kota Jayapura yang merupakan perairan tertutup. Tanjung Engros dan Tanjung Hamadi serta terdapat pulau Metu Debi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Masalah Air Limbah Rumah Sakit

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Masalah Air Limbah Rumah Sakit BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Masalah Air Limbah Rumah Sakit Pencemaran air limbah sebagai salah satu dampak pembangunan di berbagai bidang disamping memberikan manfaat bagi kesejahteraan rakyat. Selain itu peningkatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. produksi, baik industri maupun domestik, yang kehadirannya pada suatu saat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. produksi, baik industri maupun domestik, yang kehadirannya pada suatu saat BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Limbah Limbah adalah zat atau bahan buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi, baik industri maupun domestik, yang kehadirannya pada suatu saat tertentu tidak dikehendaki

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pantai Sei Nypah adalah salah satu pantai yang berada di wilayah Desa

TINJAUAN PUSTAKA. Pantai Sei Nypah adalah salah satu pantai yang berada di wilayah Desa TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Umum Lokasi Pantai Sei Nypah adalah salah satu pantai yang berada di wilayah Desa Nagalawan, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai, Propinsi Sumatera Utara dan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkebunan dan domestik (Asmadi dan Suharno, 2012). limbah cair yang tidak ditangani dengan semestinya. Di berbagai tempat

BAB I PENDAHULUAN. perkebunan dan domestik (Asmadi dan Suharno, 2012). limbah cair yang tidak ditangani dengan semestinya. Di berbagai tempat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya kegiatan manusia merupakan salah satu penyebab tercemarnya air pada sumber-sumber air karena menerima beban pencemaran yang melampaui daya dukungnya. Pencemaran

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 20 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Parameter Oseanografi Pesisir Kalimantan Barat Parameter oseanografi sangat berperan penting dalam kajian distribusi kontaminan yang masuk ke laut karena komponen fisik

Lebih terperinci

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton. Ima Yudha Perwira, SPi, Mp

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton. Ima Yudha Perwira, SPi, Mp Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton Ima Yudha Perwira, SPi, Mp Suhu Tinggi rendahnya suhu suatu badan perairan sangat mempengaruhi kehidupan plankton. Semakin tinggi suhu meningkatkan kebutuhan

Lebih terperinci

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara Lampiran 1. Dokumentasi Penelitian Pengambilan sampel di lapangan Pengeringan Udara Sampel Lampiran 1. Lanjutan Sampel sebelum di oven Sampel setelah menjadi arang Lampiran 1. Lanjutan. Tanur (Alat yang

Lebih terperinci

STUDI KUALITAS AIR DI SUNGAI DONAN SEKITAR AREA PEMBUANGAN LIMBAH INDUSTRI PERTAMINA RU IV CILACAP

STUDI KUALITAS AIR DI SUNGAI DONAN SEKITAR AREA PEMBUANGAN LIMBAH INDUSTRI PERTAMINA RU IV CILACAP STUDI KUALITAS AIR DI SUNGAI DONAN SEKITAR AREA PEMBUANGAN LIMBAH INDUSTRI PERTAMINA RU IV CILACAP Lutfi Noorghany Permadi luthfinoorghany@gmail.com M. Widyastuti m.widyastuti@geo.ugm.ac.id Abstract The

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber daya alam yang menjadi kebutuhan dasar bagi

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber daya alam yang menjadi kebutuhan dasar bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Air merupakan sumber daya alam yang menjadi kebutuhan dasar bagi kehidupan. Sekitar tiga per empat bagian dari tubuh kita terdiri dari air dan tidak seorangpun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSATAKA. Prinsipnya jumlah air di alam ini tetap dan mengikuti sebuah alur yang

BAB II TINJAUAN PUSATAKA. Prinsipnya jumlah air di alam ini tetap dan mengikuti sebuah alur yang BAB II TINJAUAN PUSATAKA 2.1 Air 2.1.1 Air Bersih Prinsipnya jumlah air di alam ini tetap dan mengikuti sebuah alur yang dinamakan siklus hidrologi. Air yang berada di permukaan menguap ke langit, kemudian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pencemaran yang melampui daya dukungnya. Pencemaran yang. mengakibatkan penurunan kualitas air berasal dari limbah terpusat (point

BAB I PENDAHULUAN. pencemaran yang melampui daya dukungnya. Pencemaran yang. mengakibatkan penurunan kualitas air berasal dari limbah terpusat (point BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu masalah yang timbul akibat meningkatnya kegiatan manusia adalah tercemarnya air pada sumber-sumber air karena menerima beban pencemaran yang melampui daya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Tipe Estuari dan Debit Sungai. Tipe estuari biasanya dipengaruhi oleh kondisi pasang surut. Pada saat pasang, salinitas perairan akan didominasi oleh salinitas air laut karena

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Air Limbah Limbah deidefinisikan sebagai sisa atau buangan dari suatu usaha atau kegiatan manusia. Limbah adalah bahan buangan yang tidak terpakai yang berdampak negatif jika

Lebih terperinci

BAB I KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA

BAB I KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA DAFTAR ISI Kata Pengantar... i Daftar Isi... iii Daftar Tabel... vi Daftar Gambar... ix Daftar Grafik... xi BAB I KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA A. LAHAN DAN HUTAN... Bab I 1 A.1. SUMBER

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun gas dapat menimbulkan pencemaran lingkungan. Lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. maupun gas dapat menimbulkan pencemaran lingkungan. Lingkungan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses industrialisasi tidak dapat melepaskan diri dari efek negatif yang ditimbulkannya. Adanya bahan sisa industri baik yang berbentuk padat, cair, maupun gas dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tambah kecuali sekedar mempermudah sistem pembuangan. adalah mengolah masukan (input) menjadi keluaran (ouput).

BAB I PENDAHULUAN. tambah kecuali sekedar mempermudah sistem pembuangan. adalah mengolah masukan (input) menjadi keluaran (ouput). BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Limbah adalah buangan yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungannya karena tidak mempunyai nilai ekonomi. Limbah tersebut dapat

Lebih terperinci

Bab V Hasil dan Pembahasan. Gambar V.10 Konsentrasi Nitrat Pada Setiap Kedalaman

Bab V Hasil dan Pembahasan. Gambar V.10 Konsentrasi Nitrat Pada Setiap Kedalaman Gambar V.10 Konsentrasi Nitrat Pada Setiap Kedalaman Dekomposisi material organik akan menyerap oksigen sehingga proses nitrifikasi akan berlangsung lambat atau bahkan terhenti. Hal ini ditunjukkan dari

Lebih terperinci

Karakteristik Air Limbah

Karakteristik Air Limbah Karakteristik Air Limbah Prof. Tjandra Setiadi, Ph.D. Program Studi Teknik Kimia FTI Pusat Studi Lingkungan Hidup (PSLH) Institut Teknologi Bandung Email: tjandra@che.itb.ac.id Fisik Karakteristik Air

Lebih terperinci

BAB IV BAHAN AIR UNTUK CAMPURAN BETON

BAB IV BAHAN AIR UNTUK CAMPURAN BETON BAB IV BAHAN AIR UNTUK CAMPURAN BETON Air merupakan salah satu bahan pokok dalam proses pembuatan beton, peranan air sebagai bahan untuk membuat beton dapat menentukan mutu campuran beton. 4.1 Persyaratan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 15 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik sludge 4.1.1. Sludge TPA Bantar Gebang Sludge TPA Bantar Gebang memiliki kadar C yang cukup tinggi yaitu sebesar 10.92% dengan kadar abu sebesar 61.5%.

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. 6.1 Ketaatan Terhadap Kewajiban Mengolahan Limbah Cair Rumah Sakit dengan IPAL

BAB VI PEMBAHASAN. 6.1 Ketaatan Terhadap Kewajiban Mengolahan Limbah Cair Rumah Sakit dengan IPAL BAB VI PEMBAHASAN 6.1 Ketaatan Terhadap Kewajiban Mengolahan Limbah Cair Rumah Sakit dengan IPAL Berdasarkan hasil pengamatan sarana pengolahan limbah cair pada 19 rumah sakit di Kota Denpasar bahwa terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan salah satu sumber daya alam yang terpenting bagi semua makhluk hidup di bumi. Air digunakan hampir di setiap aktivitas makhluk hidup. Bagi manusia, air

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. laju pembangunan telah membawa perubahan dalam beberapa aspek kehidupan

BAB I PENGANTAR. laju pembangunan telah membawa perubahan dalam beberapa aspek kehidupan BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Manusia memiliki hubungan timbal balik dengan lingkungannya. Secara alamiah, hubungan timbal balik tersebut terdapat antara manusia sebagai individu dan manusia sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Industri tahu mempunyai dampak positif yaitu sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Industri tahu mempunyai dampak positif yaitu sebagai sumber BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Industri tahu mempunyai dampak positif yaitu sebagai sumber pendapatan, juga memiliki sisi negatif yaitu berupa limbah cair. Limbah cair yang dihasilkan oleh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Status Mutu Air Sungai adalah salah satu dari sumber daya alam yang bersifat mengalir (flowing resources), sehingga pemanfaatan air di hulu akan menghilangkan peluang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air

TINJAUAN PUSTAKA. penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air TINJAUAN PUSTAKA Sungai Sungai merupakan suatu bentuk ekositem aquatik yang mempunyai peran penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air (catchment area) bagi daerah di sekitarnya,

Lebih terperinci

LIMBAH. Pengertian Baku Mutu Lingkungan Contoh Baku Mutu Pengelompokkan Limbah Berdasarkan: 1. Jenis Senyawa 2. Wujud 3. Sumber 4.

LIMBAH. Pengertian Baku Mutu Lingkungan Contoh Baku Mutu Pengelompokkan Limbah Berdasarkan: 1. Jenis Senyawa 2. Wujud 3. Sumber 4. LIMBAH Pengertian Baku Mutu Lingkungan Contoh Baku Mutu Pengelompokkan Limbah Berdasarkan: 1. Jenis Senyawa 2. Wujud 3. Sumber 4.B3 PENGERTIAN Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 18/1999 Jo.PP 85/1999

Lebih terperinci

PENCEMARAN LINGKUNGAN

PENCEMARAN LINGKUNGAN KONSEP PENCEMARAN PENCEMARAN LINGKUNGAN Pencemaran : - Masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain ke dalam lingkungan, atau berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kualitas Air Kualitas air secara biologis ditentukan oleh banyak parameter, yaitu parameter mikroba pencemar, patogen dan penghasil toksin. Banyak mikroba yang sering bercampur

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 27 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Distribusi Vertikal Oksigen Terlarut Oksigen terlarut merupakan salah satu faktor pembatas bagi sumberdaya suatu perairan karena akan berpengaruh secara langsung pada kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta lapisan kerak bumi (Darmono, 1995). Timbal banyak digunakan dalam

BAB I PENDAHULUAN. serta lapisan kerak bumi (Darmono, 1995). Timbal banyak digunakan dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Logam timbal atau Pb adalah jenis logam lunak berwarna coklat kehitaman dan mudah dimurnikan. Logam Pb lebih tersebar luas dibanding kebanyakan logam toksik lainnya

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 99 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kondisi eksisting perairan Teluk Youtefa Evaluasi terhadap kondisi eksisting di perairan laut Teluk Youtefa dilakukan dengan cara membandingkan hasil analisis parameter

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rumah tangga, industri maupun tempat-tempat umum lainnya dan pada umumnya

BAB I PENDAHULUAN. rumah tangga, industri maupun tempat-tempat umum lainnya dan pada umumnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air limbah atau air buangan adalah sisa air yang dibuang yang berasal dari rumah tangga, industri maupun tempat-tempat umum lainnya dan pada umumnya yang mengandung

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN SUMBER AIR BAKU AIR MINUM

BAB IV TINJAUAN SUMBER AIR BAKU AIR MINUM BAB IV TINJAUAN SUMBER AIR BAKU AIR MINUM IV.1. Umum Air baku adalah air yang memenuhi baku mutu air baku untuk dapat diolah menjadi air minum. Air baku yang diolah menjadi air minum dapat berasal dari

Lebih terperinci

Sungai berdasarkan keberadaan airnya dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu (Reid, 1961):

Sungai berdasarkan keberadaan airnya dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu (Reid, 1961): 44 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekologi Sungai Aspek ekologi adalah aspek yang merupakan kondisi seimbang yang unik dan memegang peranan penting dalam konservasi dan tata guna lahan serta pengembangan untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Limbah berbahaya adalah limbah yang mempunyai sifat-sifat antara lain

I. PENDAHULUAN. Limbah berbahaya adalah limbah yang mempunyai sifat-sifat antara lain I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aktivitas manusia yang semakin beragam di berbagai sektor sekarang ini sehingga menimbulkan dampak positif dan dampak negatif, salah satu dampak negatif dari aktivitas

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. hidup lebih dari 4 5 hari tanpa minum. Selain itu, air juga diperlukan untuk

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. hidup lebih dari 4 5 hari tanpa minum. Selain itu, air juga diperlukan untuk BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Air Air merupakan zat yang paling penting dalam kehidupan setelah udara. Sekitar tiga perempat dari bagian tubuh kita terdiri dari air dan tidak seorang pun dapat bertahan hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari proses soaking, liming, deliming, bating, pickling, tanning, dyeing,

BAB I PENDAHULUAN. dari proses soaking, liming, deliming, bating, pickling, tanning, dyeing, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Industri penyamakan kulit merupakan salah satu industri rumah tangga yang sering dipermasalahkan karena limbahnya yang berpotensi mencemari lingkungan yang ada di sekitarnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan instalasi pengolahan limbah dan operasionalnya. Adanya

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan instalasi pengolahan limbah dan operasionalnya. Adanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pabrik tahu merupakan industri kecil (rumah tangga) yang jarang memiliki instalasi pengolahan limbah dengan pertimbangan biaya yang sangat besar dalam pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan pembangunan di beberapa negara seperti di Indonesia telah

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan pembangunan di beberapa negara seperti di Indonesia telah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelaksanaan pembangunan di beberapa negara seperti di Indonesia telah memicu berbagai pertumbuhan di berbagai sektor seperti bidang ekonomi, sosial dan budaya.

Lebih terperinci

BAB III PENCEMARAN SUNGAI YANG DIAKIBATKAN OLEH LIMBAH INDUSTRI RUMAH TANGGA. A. Penyebab dan Akibat Terjadinya Pencemaran Sungai yang diakibatkan

BAB III PENCEMARAN SUNGAI YANG DIAKIBATKAN OLEH LIMBAH INDUSTRI RUMAH TANGGA. A. Penyebab dan Akibat Terjadinya Pencemaran Sungai yang diakibatkan BAB III PENCEMARAN SUNGAI YANG DIAKIBATKAN OLEH LIMBAH INDUSTRI RUMAH TANGGA A. Penyebab dan Akibat Terjadinya Pencemaran Sungai yang diakibatkan Industri Tahu 1. Faktor Penyebab Terjadinya Pencemaran

Lebih terperinci

I.1.1 Latar Belakang Pencemaran lingkungan merupakan salah satu faktor rusaknya lingkungan yang akan berdampak pada makhluk hidup di sekitarnya.

I.1.1 Latar Belakang Pencemaran lingkungan merupakan salah satu faktor rusaknya lingkungan yang akan berdampak pada makhluk hidup di sekitarnya. BAB I PENDAHULUAN I.1.1 Latar Belakang Pencemaran lingkungan merupakan salah satu faktor rusaknya lingkungan yang akan berdampak pada makhluk hidup di sekitarnya. Sumber pencemaran lingkungan diantaranya

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Kata Pengantar. Daftar Isi. Daftar Tabel. Daftar Gambar

DAFTAR ISI. Kata Pengantar. Daftar Isi. Daftar Tabel. Daftar Gambar DAFTAR ISI Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Daftar i ii iii vii Bab I Pendahuluan A. Kondisi Umum Daerah I- 1 B. Pemanfaatan Laporan Status LH Daerah I-10 C. Isu Prioritas Lingkungan Hidup Kabupaten Kulon

Lebih terperinci

TARIF LAYANAN JASA TEKNIS BADAN PENGKAJIAN KEBIJAKAN, IKLIM DAN MUTU INDUSTRI BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI SAMARINDA

TARIF LAYANAN JASA TEKNIS BADAN PENGKAJIAN KEBIJAKAN, IKLIM DAN MUTU INDUSTRI BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI SAMARINDA TARIF LAYANAN JASA TEKNIS BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI SAMARINDA BADAN PENGKAJIAN KEBIJAKAN, IKLIM DAN MUTU INDUSTRI BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI SAMARINDA Jl. M.T. Haryono / Banggeris

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Tapanuli Tengah merupakan salah satu wilayah yang berada di Pantai Barat Sumatera. Wilayahnya berada 0

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Tapanuli Tengah merupakan salah satu wilayah yang berada di Pantai Barat Sumatera. Wilayahnya berada 0 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Tapanuli Tengah merupakan salah satu wilayah yang berada di Pantai Barat Sumatera. Wilayahnya berada 0 1.266 m di atas permukaan laut serta terletak pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keadaan ke arah yang lebih baik. Kegiatan pembangunan biasanya selalu

BAB I PENDAHULUAN. keadaan ke arah yang lebih baik. Kegiatan pembangunan biasanya selalu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan merupakan kegiatan terencana dalam upaya merubah suatu keadaan ke arah yang lebih baik. Kegiatan pembangunan biasanya selalu membawa dampak positif dan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekosistem Sungai Batang Toru Sungai Batang Toru merupakan salah satu sungai terbesar di Tapanuli Selatan. Dari sisi hidrologi, pola aliran sungai di ekosistem Sungai Batang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. permintaan pasar akan kebutuhan pangan yang semakin besar. Kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. permintaan pasar akan kebutuhan pangan yang semakin besar. Kegiatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di tengah era globalisasi ini industri pangan mulai berkembang dengan pesat. Perkembangan industri pangan tersebut disebabkan oleh semakin meningkatnya laju pertumbuhan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. pesisir laut. Batas-batas wilayah tersebut yakni Laut Jawa di sebelah timur, selat

TINJAUAN PUSTAKA. pesisir laut. Batas-batas wilayah tersebut yakni Laut Jawa di sebelah timur, selat II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teluk Lampung Propinsi Lampung memiliki wilayah yang hampir seluruhnya berbatasan dengan pesisir laut. Batas-batas wilayah tersebut yakni Laut Jawa di sebelah timur, selat sunda

Lebih terperinci

- 1 - GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 52 TAHUN 2014 TENTANG

- 1 - GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 52 TAHUN 2014 TENTANG - 1 - GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 52 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 72 TAHUN 2013 TENTANG BAGI INDUSTRI DAN/ATAU KEGIATAN USAHA LAINNYA

Lebih terperinci

Polusi. Suatu zat dapat disebut polutan apabila: 1. jumlahnya melebihi jumlah normal 2. berada pada waktu yang tidak tepat

Polusi. Suatu zat dapat disebut polutan apabila: 1. jumlahnya melebihi jumlah normal 2. berada pada waktu yang tidak tepat Polusi Polusi atau pencemaran lingkungan adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat energi, dan atau komponen lain ke dalam lingkungan, atau berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KUALITAS PERAIRAN DI SUNGAI KAHAYAN DARI KEBERADAAN SISTEM KERAMBA STUDI KASUS SUNGAI KAHAYAN KECAMATAN PAHANDUT KALIMANTAN TENGAH

IDENTIFIKASI KUALITAS PERAIRAN DI SUNGAI KAHAYAN DARI KEBERADAAN SISTEM KERAMBA STUDI KASUS SUNGAI KAHAYAN KECAMATAN PAHANDUT KALIMANTAN TENGAH IDENTIFIKASI KUALITAS PERAIRAN DI SUNGAI KAHAYAN DARI KEBERADAAN SISTEM KERAMBA STUDI KASUS SUNGAI KAHAYAN KECAMATAN PAHANDUT KALIMANTAN TENGAH Rezha Setyawan 1, Dr. Ir. Achmad Rusdiansyah, MT 2, dan Hafiizh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia mempunyai visi yang sangat ideal, yakni masyarakat Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia mempunyai visi yang sangat ideal, yakni masyarakat Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia Sehat 2010 yang telah dicanangkan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia mempunyai visi yang sangat ideal, yakni masyarakat Indonesia yang penduduknya

Lebih terperinci

V.2 Persyaratan Air Baku Air Minum Pada dasarnya, ada dua sisi yang harus dipenuhi oleh air baku dalam sistem pengolahan air minum, yaitu:

V.2 Persyaratan Air Baku Air Minum Pada dasarnya, ada dua sisi yang harus dipenuhi oleh air baku dalam sistem pengolahan air minum, yaitu: BAB V V.1 Umum Dalam sebuah proses pengolahan hal terpenting yang harus ada adalah bahan baku. Bahan baku yang dijadikan input dalam proses pengolahan air minum dinamakan air baku. Air baku yang diolah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Sungai.. ' Sungai merupakan Perairan Umum yang airnya mengalir secara terus

II. TINJAUAN PUSTAKA Sungai.. ' Sungai merupakan Perairan Umum yang airnya mengalir secara terus II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sungai.. ' Sungai merupakan Perairan Umum yang airnya mengalir secara terus menerus pada arah tertentu, berasal dari air tanah, air hujan dan air permukaan yang akhirnya bermuara

Lebih terperinci

ANALISIS KUALITAS AIR SUNGAI KONAWEHA PROVINSI SULAWESI TENGGARA

ANALISIS KUALITAS AIR SUNGAI KONAWEHA PROVINSI SULAWESI TENGGARA ANALISIS KUALITAS AIR SUNGAI KONAWEHA PROVINSI SULAWESI TENGGARA Umar Ode Hasani Jurusan Kehutanan, Fakultas Kehutanan dan Ilmu Lingkungan UHO Email : umarodehasani@gmail.com Ecogreen Vol. 2 No. 2, Oktober

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. air limbah. Air limbah domestik ini mengandung kotoran manusia, bahan sisa

BAB I PENDAHULUAN. air limbah. Air limbah domestik ini mengandung kotoran manusia, bahan sisa BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sekitar 80% air minum yang digunakan oleh manusia dibuang atau menjadi air limbah. Air limbah domestik ini mengandung kotoran manusia, bahan sisa pencucian barang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. limbah yang keberadaannya kerap menjadi masalah dalam kehidupan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. limbah yang keberadaannya kerap menjadi masalah dalam kehidupan masyarakat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Limbah cair atau yang biasa disebut air limbah merupakan salah satu jenis limbah yang keberadaannya kerap menjadi masalah dalam kehidupan masyarakat. Sifatnya yang

Lebih terperinci

BAB VI HASIL. Tabel 3 : Hasil Pre Eksperimen Dengan Parameter ph, NH 3, TSS

BAB VI HASIL. Tabel 3 : Hasil Pre Eksperimen Dengan Parameter ph, NH 3, TSS 6.1 Pre Eksperimen BAB VI HASIL Sebelum dilakukan eksperimen tentang pengolahan limbah cair, peneliti melakukan pre eksperimen untuk mengetahui lama waktu aerasi yang efektif menurunkan kadar kandungan

Lebih terperinci