HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 46 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Eksisting Kualitas Air Sungai Ciujung Evaluasi kualitas air Sungai Ciujung dilakukan dengan cara membandingkan hasil kualitas air dari contoh air sungai yang diambil dengan kriteria mutu air yang berlaku dengan mengacu pada PP No 82/2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Berdasarkan PP tersebut, Klasifikasi dan kriteria mutu air ditetapkan menjadi 4 (empat) kelas, (1) Kelas satu, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut, (2) Kelas dua, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut, (3) Kelas tiga, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut, dan (4) Kelas empat, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut (Pemerintah RI 2001). Sehubungan Sungai Ciujung belum ditetapkan kelasnya, maka berdasarkan PP tersebut air sungai mengacu pada kriteria mutu air sungai kelas II Sehingga dalam penelitian ini untuk mengkaji kualitas Sungai Ciujung pada saat kondisi eksisting digunakan kriteria mutu air kelas II sebagai pembanding. Kualitas air Sungai Ciujung pada musim kemarau dan musim hujan dapat dilihat pada Tabel 5.1. a. Dissolve Oxygen (DO) Analisis oksigen terlarut (DO; Dissolved Oxygen) bertujuan untuk melihat sejauh mana badan air mampu menampung biota air seperti ikan dan mikroorganisme. Selain itu kemampuan air untuk membersihkan pencemaran juga ditentukan oleh banyaknya oksigen dalam air. Kehadiran DO di dalam badan air sungai, merupakan indikator kesehatan (sanitasi) badan air sungai, semakin tingggi kandungan DO menunjukkan sungai tersebut semakin sehat (Harsono 2010). Kemampuan air untuk membersihkan pencemaran secara alamiah banyak tergantung pada cukup tidaknya kadar oksigen terlarut. Oksigen terlarut berasal dari udara dan proses fotositensis tumbuh tumbuhan air. Kelarutan oksigen dalam air tergantung pada temperatur, tekanan, atmosfer dan kandungan mineral dalam air. Nilai DO pada saat debit tinggi (94.47 m 3 /detik) berkisar antara 3.75 mg/l mg/l dengan nilai DO rata-rata 5.0 mg/l. Nilai DO rata-rata tersebut masih memenuhi kriteria mutu air kelas II yang mempersyaratkan nilai DO minimum 4 mg/l.

2 Pada saat debit rendah (14.55 m 3 /detik), nilai DO berkisar antara 2.47 mg/l-7.25 mg/l dengan nilai DO rata-rata 3.9 mg/l. Nilai DO rata-rata pada saat debit Sungai Ciujung rendah tidak memenuhi kriteria mutu air kelas II. Hasil penelitian secara keseluruhan menunjukkan bahwa terjadi penurunan nilai DO dari wilayah hulu (Nagara) ke arah hilir. Hal ini dapat terjadi karena banyaknya limbah organik yang dapat mempengaruhi ekosistem perairan tersebut. Kadar oksigen terlarut semakin menurun seiring dengan semakin meningkatnya limbah organik di perairan tersebut. Hal ini disebabkan oksigen yang dibutuhkan oleh bakteri untuk menguraikan zat organik menjadi zat anorganik semakin banyak (Simanjuntak 2007). Turunnya oksigen terlarut di Sungai Ciujung seiring dengan bau busuk dan warna air sungai yang berwarna hitam semakin ke hilir. 47 DO (mg/l) Kemarau Hujan KMA Kelas II Lokasi Gambar 5.1 Nilai DO di Sungai Ciujung Nilai DO paling rendah terjadi di lokasi Tirtayasa baik pada saat debit rendah maupun tinggi, hal ini terjadi karena wilayah ini merupakan wilayah hilir Sungai Ciujung yang telah dilewati zat pencemar baik dari aktivitas industri, pemukiman, pertanian dan peternakan. Menurut Astono (2007), adanya pembebanan terhadap sungai akan menyebabkan defisit DO semakin tinggi ke arah hilir sungai. Sementara nilai DO tertinggi terjadi di lokasi Nagara dan Muara. Lokasi Nagara merupakan wilayah hulu di mana belum terjadi aktivitas industri sehingga beban pencemaran masih rendah dibandingkan wilayah hilir, sementara Muara adalah lokasi hilir yang dipengaruhi oleh backwater.

3 Tabel 5.1 Kondisi eksisting perairan Sungai Ciujung Parameter DO (mg/l) ph BOD (mg/l) COD (mg/l) NO 2 (mg/l) NO 3 (mg/l) No Lokasi Debit Sungai (m 3 /detik) Fenol (mg/l) AOX (mg/l) Nagara Cijeruk Cijeruk Kragilan Kragilan Kamaruton Kamaruton Ragas masigit Ragas masigit Karang jetak Pegandikan Laban Tirtayasa Tengkurak Tengkurak Muara Kelas I Kriteria Kelas II Mutu Air Kelas III Kelas IV

4 Nilai DO paling rendah terjadi di lokasi Tirtayasa baik pada saat debit rendah maupun tinggi, hal ini terjadi karena wilayah ini merupakan wilayah hilir Sungai Ciujung yang telah dilewati zat pencemar baik dari aktivitas industri, pemukiman, pertanian dan peternakan. Menurut Astono (2007), adanya pembebanan terhadap sungai akan menyebabkan defisit DO semakin tinggi ke arah hilir sungai. Sementara nilai DO tertinggi terjadi di lokasi Nagara dan Muara. Lokasi Nagara merupakan wilayah hulu di mana belum terjadi aktivitas industri sehingga beban pencemaran masih rendah dibandingkan wilayah hilir, sementara Muara adalah lokasi hilir yang dipengaruhi oleh backwater. b. Kebutuhan Oksigen Biokimia (BOD) BOD adalah jumlah oksigen yang diperlukan oleh mikroorganisme aerobik untuk menguraikan hampir semua zat organik yang terlarut maupun yang tersuspensi di dalam air. Pengukuran BOD diperlukan untuk menentukan beban pencemaran akibat air buangan penduduk ataupun industri sehingga dapat mengindikasikan terjadinya suatu pencemaran organik di perairan. Semakin banyak bahan organik yang terdapat dalam perairan, maka makin besar jumlah oksigen yang dibutuhkan, sehingga harga BOD semakin besar yang mengindikasikan tingginya tingkat pencemaran. Hasil penelitian memperlihatkan, bahwa nilai BOD antar titik pengamatan dan pada debit sungai berbeda sangat beragam. Nilai BOD Sungai Ciujung pada enam belas titik pengamatan pada saat debit Sungai Ciujung m 3 /detik berkisar antara 1.3 mg/l dan 89.6 mg/l dengan rata-rata 28.9 mg/l. Nilai BOD tertinggi terdapat pada km 29 di segmen tengkurak 2 dan terendah terdapat pada km 4.25 di lokasi Cijeruk 2. Nilai BOD pada saat debit sungai m 3 /detik berkisar antara 1.6 mg/l dan 5.2 mg/l dengan nilai BOD rata-rata 3.3 mg/l. Sementara nilai BOD tertinggi terdapat pada Km di lokasi Tirtayasa (5.2 mg/l) dan terendah terdapat pada km 1.75 di lokasi Nagara (1.6 mg/l). Pada saat debit sungai m 3 /detik nampak bahwa nilai BOD di setiap lokasi hampir seluruhnya tidak memenuhi kriteria mutu air kelas II yang mempersyaratkan maksimum 3 mg/l, kecuali di lokasi Cijeruk 1, Cijeruk 2, Kragilan dan Kamaruton masih memenuhi. Begitupun pada saat debit m 3 /detik, hanya beberapa lokasi yang memenuhi kriteria mutu air kelas II yakni di lokasi Nagara, Cijeruk 1, Cijeruk 2, Kragilan 1, Kamaruton 1 dan Kamaruton 2. Data pengukuran nilai BOD di perairan Sungai Ciujung disajikan pada Gambar 5.2. Adanya perbedaan nilai BOD di setiap lokasi karena kandungan limbah pada masing-masing lokasi berbeda, sehingga oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk dapat mengurai limbah tersebut berbeda pula. Nilai BOD yang paling tinggi baik pada saat debit sungai kecil maupun besar terdapat pada daerah Tengkurak 2 dan Tirtayasa, hal ini diduga terjadi karena senyawa organik pencemar yang berasal dari limbah industri terakumulasi pada daerah tersebut, sehingga oksigen yang dibutuhkan untuk mengurainyapun semakin banyak. 49

5 50 BOD (mg/l) Kemarau Hujan KMA Kelas II Lokasi Gambar 5.2 Nilai BOD di Sungai Ciujung Sebagian besar nilai BOD dari beberapa lokasi sampling telah melebihi kriteria mutu air kelas II (3 mg/l) terutama di wilayah tengah sampai hilir Sungai Ciujung. Nilai BOD yang tinggi secara langsung mencerminkan tingginya kegiatan mikroorganisme di dalam air dan secara tidak langsung memberikan petunjuk tentang kandungan bahan-bahan organik yang tersuspensikan. Sumber penyebab tingginya nilai BOD akibat dari buangan limbah industri kertas dengan debit yang cukup besar 41,600 m 3 /detik dan berbagai industri lainnya baik yang langsung maupun tidak langsung membuang limbahnya ke Sungai Ciujung. Proses air di pabrik kertas dan karton mengandung banyak gula dan lignoselulosa, yang mendukung pertumbuhan beberapa bakteri, jamur dan ragi. Terjadinya mikroba ini dalam limbah menyebabkan beban kebutuhan oksigen yang berlebihan dan juga mengganggu keseimbangan ekologi perairan yang ditunjukkan dengan hilangnya banyak kehidupan aquatik (Kanu, Ijeoma dan Achi 2011). Pada bagian hulu Sungai Ciujung, beberapa nilai BOD hasil pengukuran tidak selalu meningkat dari setiap titik dan dari setiap musimnya, karena di setiap titik dan di setiap musimnya dapat terjadi pemasukan buangan organik ke sungai dengan konsentrasi dan debit tertentu yang dapat menyebabkan penurunan atau peningkatan BOD sungai. Hal tersebut diperkuat oleh Abowei & George dalam Suwari (2009) yang menyatakan bahwa nilai BOD secara umum tidak berbeda secara signifikan antar musim dan antara hulu hilir. Selain disebabkan limbah industri, pertumbuhan penduduk juga berkontribusi terhadap peningkatan bahan organik di Sungai dalam jumlah yang melebihi kapasitas pemurnian alami mereka (daya asimilasi). Bahan pencemar organik sekunder yang didefinisikan sebagai surplus bahan organik, merupakan jumlah bahan organik undecomposed yang masuk ke dalam badan air dengan bahan pencemar primer dan dari bahan yang dihasilkan dari bioproductivity yang sangat meningkat dalam ekosistem tercemar itu sendiri. Limbah organik dengan mineral dalam badan air penerima dan unsur-unsur nutrien yang dihasilkan merangsang produksi tanaman, menyebabkan eutrofikasi. Dalam situasi ini, biomassa jauh meningkat dan melampaui batas asimilasi oleh herbivora. Bahan

6 pencemar organik sekunder jauh lebih besar daripada beban organik primer. Produksi berlebihan bahan organik mengarah pada terbentuknya "lumpur" dan proses mineralisasi sehingga mengkonsumsi semua oksigen terlarut dalam air, yang menyebabkan kematian ikan. Akibatnya, polutan organik yang disebut oksigen menuntut limbah. Suhu yang relatif tinggi di daerah Negara tropis mempercepat proses ini. Kualitas air sungai dapat dinilai dengan analisis nutrisi, kimia, dan biologi. Kriteria untuk sebuah sungai yang sehat adalah minimal mengandung 5 mg/l oksigen terlarut dan sekitar 3 mg/l BOD. c. Kebutuhan Oksigen Kimia (COD) Chemical Oxygen Demand (COD) atau kebutuhan oksigen kimia (KOK) adalah jumlah oksigen (mg O 2 ) yang diperlukan untuk mengurai atau mengoksidasi seluruh bahan organik yang terkandung dalam 1 (satu) liter air. Hal ini karena bahan organik yang ada sengaja diurai secara kimia sehingga segala macam bahan organik, baik yang mudah terurai maupun yang kompleks dan sulit terurai akan teroksidasi. Dengan demikian, selisih nilai antara COD dan BOD memberikan gambaran besarnya bahan organik yang sulit terurai yang ada di perairan. COD menggambarkan jumlah total bahan organik yang ada (Kustiasih 2011). COD merupakan salah satu parameter indikator pencemar di dalam air yang disebabkan oleh limbah organik, baik yang berasal dari limbah rumah tangga dan industri (industrial waste). Rumah tangga dan industri adalah sumber utama limbah organik dan merupakan penyebab utama tinggi rendahnya nilai COD. Jika parameter ini melebihi batas yang diijinkan maka menjadi indikator adanya polutan organik dan anorganik dalam badan air (Misra 2010) Mutu air yang baik untuk standar kualitas air limbah adalah 40 mg/l (Allaert dan Sri 2000). Sedangkan nilai COD yang paling tinggi untuk kehidupan biota perairan adalah sekitar 10 m/l, dan untuk kebutuhan mandi dan renang lebih kecil dari 30 mg/l (Monoarfa 2002). Hasil penelitian memperlihatkan bahwa nilai COD perairan Sungai Ciujung pada enam belas titik pengamatan ketika debit kecil (14.55 m 3 /detik) berkisar antara mg/l dengan nilai rata-rata keseluruhan mg/l. Nilai COD pada saat debit sungai kecil di setiap titik lokasi sampling berbeda dan mengalami peningkatan. Peningkatan terlihat pada daerah Kragilan 1 (km 11.25) hingga daerah muara (hilir) seluruhnya melebihi ambang batas yang ditentukan untuk kelas II (25 mg/l). Tingginya nilai COD di lokasi tersebut akibat adanya aktivitas industri disamping aktivitas masyarakat setempat yang menyebabkan pencemaran limbah kimiawi cukup besar, sehingga kebutuhan oksigen untuk proses penguraian limbah secara kimiawi pun ikut meningkat seiring peningkatan pencemaran yang terjadi. Nilai COD paling tinggi terdapat pada bagian hilir meskipun sudah jauh dari lokasi outlet industri. Hal ini diduga akibat adanya senyawa organik pencemar terakumulasi di hilir. Terakumulasinya senyawa organik pencemar ini disebabkan kedalaman sungai yang tidak merata akibat adanya penambang pasir liar masyarakat setempat. Hasil pengukuran kedalaman Sungai di daerah Tirtayasa (km 27.25) adalah 3.11 m sedangkan di daerah Tengkurak 2 (km 29) dan Tengkurak 1 (km 30.75) berturut- turut adalah 6.5 m dan 7.6 m. Kemudian di 51

7 daerah muara (km 31.75) kembali dangkal dengan kedalaman 5.3 m. Hal ini menyebabkan air sungai yang membawa bahan pencemar kembali terdorong ke arah Muara tidak masuk ke laut. Keadaan ini terus berlangsung sehingga senyawa pencemar terakumulasi di lokasi hilir. Nilai COD air Sungai Ciujung pada enam belas titik pengamatan ketika debit besar (94.47 m 3 /detik) berkisar antara 12.6 mg/l sampai mg/l dengan nilai COD rata-rata mg/l. Nilai COD paling tinggi pada saat debit besar terdapat di lokasi Pegandikan (km 23.25) yang berada 8.25 km setelah outlet industri yang terakhir di Kamaruton 1. Nilai COD di seluruh lokasi tidak memenuhi kriteria mutu air kelas II yang mempersyaratkan maksimum 25 mg/l, kecuali pada lokasi Nagara di mana lokasi ini belum terdapat aktivitas industri. Data pengukuran nilai COD perairan Sungai Ciujung disajikan pada Gambar 5.3. Hasilnya menunjukkan bahwa semakin ke hilir nilai COD semakin tinggi terutama pada musim kemarau. Pada saat musim kemarau, debit sungai sangat rendah namun buangan limbah cair dari industri yang nilai COD nya tinggi tetap masuk ke badan air yang menyebabkan air sungai tidak mampu melakukan self purification sehingga terakumulasi Kemarau Hujan KMA Kelas II 500 COD (mg/l) Lokasi Gambar 5.3 Nilai COD di Sungai Ciujung d. Nitrat dan Nitrit Nitrat adalah salah satu bentuk senyawa nitrogen dan nutrien penting bagi pertumbuhan, reproduksi, dan kehidupan organisme. Senyawa nitrat dan nitrit bersumber dari limbah pertanian, peternakan, limbah domestik dan tempat penimbunan sampah (Suprihatin dan Suparno 2013). Senyawa ini juga dapat terbentuk sebagai produk akhir oksidasi biokimia amonia yang dihasilkan dari pemecahan protein. Kandungan nitrat dan nitrit dalam air sungai sangat bergantung pada transformasi secara mikrobial yang juga bergantung pada nilai DO. Kontaminasi nitrat pada air permukaan secara signifikan ditemukan pada daerah dengan tekanan penduduk tinggi dan daerah pengembangan pertanian (Adedokun et al. dalam Suwari 2008). Pada konsentrasi yang cukup tinggi, senyawa ini dapat menyebabkan penyakit blue baby (Suprihatin dan Suparno 2013).

8 53 12 Kemarau Hujan KMA Kelas II 10 NO 3 - (mg/l) Lokasi Gambar 5.4 Konsentrasi nitrat di Sungai Ciujung Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi nitrat rata-rata di perairan Sungai Ciujung di 16 titik pengamatan pada saat debit kecil (14.55 m 3 /detik) adalah mg/l, dengan konsentrasi nitrat tertinggi terjadi pada km 9.25 di Kragilan 2 (3.3 mg/l ). Sementara pada saat debit sungai besar (94.47 m 3 /detik), konsentrasi nitrat rata-rata adalah mg/l, dengan konsentrasi tertinggi terjadi pada km 6 di Cijeruk 1 (4.8 mg/l). Hasil analisis nitrat dari ke enam belas titik pengamatan seluruhnya memenuhi kriteria mutu air kelas II baik pada saat debit sungai kecil maupun besar. Nilai rata-rata konsentrasi nitrat tertinggi saat debit kecil ditemukan di lokasi Cijeruk 1 sedangkan nilai terendah ditemukan di daerah Cijeruk 2 dan Kamaruton 2, hal ini terjadi karena adanya perbedaan aktivitas dan kondisi alam yang berbeda serta adanya lahan pertanian pada daerah tersebut. Profil penyebaran konsentrasi nitrat Sungai Ciujung di enam belas titik lokasi pada saat debit sungai kecil dan besar disajikan pada Gambar 5.4. Keberadaan nitrat tersebut diduga berasal dari penggunaan pupuk pada lahan pertanian dekat sungai. Dugaan tersebut didasarkan atas beberapa laporan tentang kontaminasi nitrat pada air sungai akibat limbah pertanian, buangan domestik, dan limbah peternakan. Fakta lain yang teramati adalah nilai rata-rata konsentrasi nitrat pada saat musim hujan lebih tinggi dibandingkan pada musim kemarau, hal tersebut dapat disimpulkan bahwa konsentrasi nitrat pada musim hujan lebih tinggi dari musim kemarau karena air hujan dapat membilas deposit nitrat yang terdapat pada permukaan tanah, namun konsentrasi nitrat juga dapat menurun drastis jika terjadi musim hujan berkepanjangan. Selain itu tingginya kadar nitrat pada musim hujan disebabkan meningkatnya nilai DO, sebaliknya penurunan konsentrasi nitrat pada musim kemarau kemungkinan diakibatkan oleh penyerapan fitoplankton.

9 54 NO 2 - (mg/l) Kemarau Hujan KMA Kelas II Lokasi Gambar 5.5 Konsentrasi Nitrit di Sungai Ciujung Hasil pengukuran konsentrasi nitrit (N-NO 2 ) perairan Sungai Ciujung pada musim kemarau saat debit kecil rata-rata berkisar mg/l, dengan nilai rata-rata keseluruhan mg/l. Nilai rata-rata konsentrasi nitrit tertinggi ditemukan di lokasi Kragilan 2 dan nilai rata-rata konsentrasi nitrit terendah ditemukan di lokasi Karang Jetak. Konsentrasi nitrit perairan Sungai Ciujung pada saat debit besar rata-rata berkisar mg/l, dengan nilai rata-rata keseluruhan mg/l. Nilai rata-rata konsentrasi nitrit tertinggi di musim hujan ditemukan di lokasi Kragilan 2, hal ini diduga akibat adanya aktivitas penduduk yang berada di sekitar 500 m bantaran sungai. Jumlah penduduk di lokasi ini paling tinggi dibandingkan lokasi lainnya yaitu 1,513 jiwa sehingga hal ini menjadi salah satu penyebab konsentrasi nitrit di lokasi ini tinggi. Konsentrasi nitrit rata-rata terendah di musim hujan ditemukan di lokasi Nagara, hal ini terjadi karena adanya perbedaan aktivitas dan kondisi alam disamping tingginya jumlah penduduk yang ada di daerah tersebut. Nitrit di dalam air dapat berasal dari nitrifikasi bahan organik yang mengandung nitrogen seperti protein. Selain itu dapat juga dari proses reduksi nitrat pada kondisi anaerob. Fakta lain yang teramati adalah nilai rata-rata kadar nitrit pada saat musim hujan lebih tinggi dibandingkan pada musim kemarau, hal tersebut dapat terjadi karena perubahan dari ammonia menjadi nitrit yang akan dipercepat dengan adanya air, oksigen, dan organisme yang disebut nitrosomonas. Beberapa jenis limbah seperti limbah industri kertas adalah sumber utama dari pencemaran nitrit di dalam air. Nitrit bersifat tidak stabil di dalam air sehingga pada kondisi tertentu dapat berubah menjadi amonia atau dioksidasikan menjadi nitrat. Karena itu, nitrit disebut sebagai senyawa intermediate antara amonia dan nitrat. Nitrit dapat menjadi salah satu sumber nitrogen bagi tumbuhtumbuhan dan menjadi salah satu penyebab utama eutrofikasi. Eutrofikasi mempengaruhi estetika di danau, sungai dan menyebabkan bau dan masalah penampilan (Kanu et al. 2011).

10 e. Fenol Fenol berada di lingkungan karena proses alam maupun aktivitas manusia. Kehadiran fenol dalam ekosistem berhubungan dengan produksi dan degradasi berbagai pestisida dan limbah industri. Senyawa ini beracun, mutagenik dan karsinogen terhadap manusia dan organisme hidup lainnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi fenol di Sungai Ciujung saat debit kecil berkisar mg/l, dengan rata-rata mg/l. Konsentrasi fenol tertinggi ditemukan di lokasi Ragas Masigit 2 dan terendah saat debit sungai kecil terdapat di lokasi Nagara. Hal ini terjadi karena adanya perbedaan aktivitas warga pada daerah tersebut. Daerah Ragas Masigit 2 dilewati oleh seluruh outlet limbah industri, terdapat aktivitas pencucian karung yang dilakukan masyarakat setempat serta adanya lahan pertanian seluas 55.5 ha. Hal tersebut dapat berpengaruh terhadap konsentrasi fenol pada perairan Sungai Ciujung. Sedangkan pada daerah Nagara belum terdapat aktivitas industri, namun terdapat lahan pertanian seluas 16.3 ha. Konsentrasi fenol perairan Sungai Ciujung pada saat debit tinggi berkisar mg/l, dengan nilai rata-rata mg/l. Konsentrasi fenol tertinggi terdapat di lokasi Pegandikan dan terendah di lokasi Nagara. Hal ini diduga terjadi karena senyawa fenol terbawa ke lokasi Pegandikan dari lokasi sebelumnya pada saat debit sungai naik dan adanya perbedaan aktivitas serta kondisi alam yang berbeda. Hasil pengukuran konsentrasi fenol Sungai Ciujung di enam belas titik lokasi pada saat debit rendah dan tinggi disajikan pada Gambar Kemarau Hujan KMA Kelas II Fenol (mg/l) Lokasi Gambar 5.6 Konsentrasi fenol di Sungai Ciujung Senyawa fenol di lingkungan dapat berasal dari limbah rumah tangga maupun industri. Sumber fenol dapat berasal dari desinfektan dan antiseptik dan obat kumur yang dibebaskan ke lingkungan melalui limbah rumah tangga. Senyawa fenol juga merupakan zat yang penting dalam industri seperti industri farmasi, industri resin fenolat dan berbagai industri kimia lainnya yang menjadi sumber cemaran fenol di lingkungan.

11 f. Senyawa AOX Senyawa AOX pada umumnya berasal dari tempat pembuangan sampah dan limbah industri pulp dan kertas. Senyawa ini bersifat racun dan sulit terdegradasi secara biologis (Suprihatin dan Suparno 2013). Hasil analisis senyawa AOX dalam sampel air Sungai Ciujung disajikan pada Gambar 5.7 Kandungan senyawa AOX pada 16 titik lokasi berkisar antara 0 mg/l sampai mg/l dengan rata-rata pada saat debit sungai kecil adalah mg/l (81.4 µg/l). Hasil ini lebih tinggi dibandingkan konsentrasi yang umumnya terkandung dalam air permukaan yang berkisar antara µg/l (Mohammed 2007). Adanya buangan Senyawa AOX ke lingkungan dari sumber tertentu menunjukkan adanya ancaman yang signifikan terhadap manusia dan biota yang ada diperairan. Senyawa AOX merupakan organohalogen yang bersifat karsinogenik, mutagenik, dan persisten (Asplund dan Grimvall 1991) Kemarau Hujan KMA Kelas II AOX (mg/l) Lokasi Gambar 5.7 Konsentrasi senyawa AOX di Sungai Ciujung Negara Indonesia belum menetapkan baku mutu untuk parameter senyawa AOX baik untuk badan air maupun effluent limbah cair industri, sehingga baku mutu mengacu pada baku mutu untuk air permukaan kelas II Negara Jerman yang mempersyaratkan maksimum mg/l (Frąckiewicz 2010). Gambar 5.7 di atas menunjukkan bahwa konsentrasi senyawa AOX pada musim kemarau, di lokasi hulu sampai km (Kamaruton 2) memenuhi baku mutu, namun setelah lokasi tersebut (Kamaruton 1) sampai ke hilir tidak memenuhi baku mutu yang dipersyaratkan. Peningkatan konsentrasi senyawa AOX di lokasi ini disebabkan karena adanya buangan limbah cair dari 2 (dua) industri kertas yang berada di Kragilan 2 dengan debit 40,600 m 3 /hari dan di Kamaruton 2 dengan debit 40,000 m 3 /hari, dimana beban pencemaran yang berasal dari industri tersebut untuk parameter senyawa AOX berturut-turut sebesar 8.9 x 10-5 kg/hari dan 7.2 kg/hari. Hasil ini sejalan dengan pernyataan Erhardt dan Prüeß (2001), bahwa salah satu sumber utama senyawa AOX adalah industri pulp dan kertas, dan industri ini di Finlandia bertanggung jawab sekitar 50% dari emisi halogen organik total ke lingkungan.

12 Konsentrasi senyawa AOX yang paling tinggi terdapat di km 29 pada segmen Tengkurak 2 yang berada di dekat Muara. Tingginya konsentrasi senyawa ini, selain disebabkan limbah industri kertas, bisa juga disebabkan sumber alami seperti sejumlah tumbuhan laut, hewan atau bakteri dalam air ( Gribble dalam Mohammed 2007). g. Logam Berat Logam berat adalah logam yang mempunyai berat 5 gram atau lebih untuk setiap 5 cm 3, atau dengan kata lain beratnya 5 kali lipat berat air. Logam berat pada umumnya bersifat racun terhadap makhluk hidup meskipun beberapa diantaranya diperlukan dalam jumlah kecil. Logam tersebut dapat terdistribusi ke bagian tubuh manusia dan sebagian akan terakumulasikan. Jika keadaan ini berlangsung terus menerus, dalam jangka waktu lama dapat mencapai jumlah yang membahayakan kesehatan manusia. Selain itu, akumulasi logam berat di perairan akan mengakibatkan bioakumulasi pada biota yang ada di dalamnya dan dapat mengakibatkan terjadinya perubahan pada struktur komunitas yang ada pada ekosistem perairan tersebut sehingga keseimbangn ekosistem terganggu (Riani 2012, Budiman et al. 2012). Hasil analisis terhadap logam kadmium (Cd) pada sampel air sungai Ciujung yang diambil dari 16 lokasi pada saat debit sungai berbeda disajikan dalam Gambar Kemarau Hujan KMA Kelas II Cd (mg/l) Lokasi Gambar 5.8 Konsentrasi kadmium di Sungai Ciujung Hasil analisis menunjukkan bahwa konsentrasi logam Cd pada saat debit sungai kecil berkisar antara 0 mg/l mg/l dengan rata-rata mg/l. Konsentrasi logam Cd tertinggi terdapat pada lokasi Nagara. Sedangkan pada saat debit tinggi, konsentrasi kadmium tidak terdeteksi hampir pada seluruh lokasi kecuali di lokasi Nagara yaitu mg/l. Logam Cd pada konsentrasi yang sangat kecil dapat bersifat racun dan berbahaya untuk kehidupan. Namun dari hasil penelitian menunjukkan, bahwa konsentrasi logam kadmium di sepanjang lokasi pengambilan sampel baik pada saat debit tinggi maupun rendah masih

13 memenuhi kriteria mutu air kelas II yang mempersyaratkan maksimum 0.01 mg/l. Konsentrasi logam krom pada sampel air sungai Ciujung yang diambil dari 16 lokasi pada saat debit sungai berbeda disajikan dalam Gambar 5.9. Pada saat debit tinggi, konsentrasi logam krom berkisar antara mg/l mg/l dengan rata-rata mg/l. Konsentrasi logam krom tertinggi terdapat pada lokasi Karang jetak (km 21.75) dan Laban (Km 25). Sementara pada saat debit sungai kecil, konsentrasi krom berkisar mg/l mg/l dengan ratarata mg/l dan konsentrasi krom tertinggi terdapat pada lokasi Kamaruton Kemarau Hujan KMA Kelas II Cr (mg/l) Lokasi Gambar 5.9 Konsentrasi krom di Sungai Ciujung Pada saat debit sungai tinggi, konsentrasi logam krom di lokasi Nagara, Cijeruk 2 dan Pegandikan memenuhi kriteria mutu air kelas II yang mempersyaratkan logam krom maksimum 0.05 mg/l, sedangkan di lokasi lainnya tidak memenuhi. Tingginya logam Cr di perairan dapat menyebabkan alergi dermatitis. Pada saat debit kecil, konsentrasi logam krom diseluruh lokasi masih memenuhi baku mutu. Hal ini terjadi karena pada saat debit kecil, logam krom terendapkan di bagian bawah (sedimen) sehingga pada saat pengambilan sampel logam krom tidak terbawa. Konsentrasi Logam Cu di Sungai Ciujung pada saat debit tinggi lebih tinggi dibandingkan pada saat debit sungai kecil. Hasil analisis konsentrasi Cu dari 16 titik lokasi disajikan pada Gambar Gambar 5.10 di atas menunjukkan bahwa konsentrasi logam Cu pada saat debit sungai tinggi berkisar mg/l mg/l dengan rata-rata mg/l. konsentrasi Cu tertinggi pada saat debit tinggi terdapat pada lokasi Tengkurak 2 ( mg/l), Karang Jetak (1.268 mg/l) dan Kamaruton 1 (1.149 mg/l). Pada saat debit sungai kecil, konsentrasi Cu berkisar antara mg/l sampai mg/l dengan rata-rata mg/l. Konsentrasi logam Cu tertinggi pada saat debit kecil terdapat pada daerah Ragas Masigit 2.

14 59 Kemarau Hujan KMA Kelas II Cu (mg/l) Lokasi Gambar 5.10 Konsentrasi tembaga di Sungai Ciujung Konsentrasi logam Cu baik pada saat debit besar maupun kecil, hampir seluruhnya tidak memenuhi kriteria mutu air sungai kelas II di seluruh lokasi. Logam Cu merupakan logam berat yang diperlukan dalam jumlah sedikit untuk proses fisiologis dalam tubuh makhluk hidup dan pembawa elektron pada proses fotosintesis. Logam ini diperlukan dalam jumlah kecil sebagai pigmen pernapasan untuk hewan avertebrata air yang pigmen pernapasannya hemosianin, namun dalam jumlah berlebih akan bersifat racun yang dapat mengganggu proses fisiologis yang terjadi dalam tubuhnya serta mengganggu proses reproduksi (Riani 2012). Logam Cu dalam konsentrasi yang tinggi pada jangka pendek akan berpengaruh pada pencernaan dan dalam jangka panjang mengakibatkan kerusakan hati atau ginjal (Suprihatin dan Suparno 2013). Kemarau Hujan Fe (mg/l) Lokasi Gambar 5.11 Konsentrasi Fe di Sungai Ciujung

15 Logam besi (Fe) yang terkandung dalam sampel air sungai Ciujung dari 16 lokasi sampling pada saat debit sungai tinggi umumnya lebih tinggi dibandingkan ketika debit sungai rendah. Gambar 5.11 di atas menunjukkan bahwa kandungan Fe pada 16 titik lokasi pada saat debit tinggi berkisar mg/l mg/l dengan rata-rata mg/l. Kandungan Fe tertinggi terdapat pada lokasi Kragilan 2 (20.1 mg/l) dan Tengkurak 2 (19.23 mg/l). Sedangkan pada saat debit rendah berkisar mg/l mg/l dengan rata-rata mg/l. Kandungan Fe tertinggi pada saat debit rendah terdapat pada lokasi Muara ( mg/l) dan Ragas Masigit 2 (1.829 mg/l). Logam Fe tidak dipersyaratkan untuk kriteria mutu air sungai kelas II, namun dipersyaratkan maksimum 0.3 mg/l untuk kriteria mutu air kelas I yang peruntukannya untuk air minum. Tingginya kandungan Fe dalam air akan menyebabkan rasa minuman menyimpang dan berwarna coklat. 60 Kemarau Hujan KMA Kelas II Pb (mg/l) Lokasi Gambar 5.12 Konsentrasi Pb di Sungai Ciujung Konsentrasi logam Pb pada saat debit sungai tinggi berkisar mg/l mg/l, dengan rata-rata mg/l. Pada saat debit tinggi, kandungan logam Pb di seluruh lokasi memenuhi kriteria mutu air kelas II yang mempersyaratkan maksimum 0.03 mg/l. Pada saat debit sungai kecil, Kandungan logam Pb pada sebagian besar lokasi tidak memenuhi kriteria mutu air kelas II. kandungan logam Pb berkisar mg/l mg/l dengan rata-rata mg/l. Logam ini bersifat bioakumulaif, dapat merusak jaringan syaraf bahkan mengakibatkan kematian, keterlambatan perkembangan fisik dan mental pada anak-anak Status Mutu Air Sungai Ciujung Status mutu air merupakan tingkat kondisi mutu air yang menunjukkan kondisi cemar atau kondisi baik pada suatu sumber air dalam waktu tertentu dengan membandingkan dengan baku mutu air yang ditetapkan. Status mutu air ditetapkan untuk menyatakan (1) kondisi cemar, apabila mutu air tidak memenuhi baku mutu air dan (2) kondisi baik, apabila mutu air memenuhi baku mutu air (Pemerintah RI 2001).

16 Status mutu air Sungai Ciujung dalam penelitian ini ditentukan dengan menggunakan metode Indeks Pencemaran (IP) yang mengacu kepada Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 115 tahun 2003 tentang Pedoman Penentuan Status Mutu Air (KLH 2003). Indeks ini dinyatakan sebagai Indeks Pencemaran (Pollution Index) yang digunakan untuk menentukan tingkat pencemaran relatif terhadap parameter kualitas air yang diizinkan. Evaluasi terhadap nilai IP adalah (1) 0 PIj 1.0 maka memenuhi baku mutu (kondisi baik), (2) 1.0 < IP 5.0 maka cemar ringan, (3) 5.0 < PIj 10 maka cemar sedang, dan (4) IP > 10 maka cemar berat. a. Indeks Pencemaran Tanpa Parameter Senyawa AOX Indeks pencemaran tanpa memasukan parameter senyawa AOX diperoleh dengan membandingkan data kualitas air Sungai Ciujung pada beberapa lokasi sampling dengan baku mutu yang ditetapkan sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 yang membagi kelas sungai menjadi 4 (empat) kelas. Tabel 5.2 di bawah ini menunjukkan bahwa indeks pencemaran rata-rata Sungai Ciujung dari 16 lokasi sampling berturut turut adalah untuk kriteria mutu air kelas I, untuk kelas II, untuk kelas III dan untuk kelas IV. Secara keseluruhan, Sungai Ciujung sudah tercemar mulai dari lokasi hulu (Nagara) sampai ke hilir (Muara) dengan status cemar ringan sampai sedang kecuali jika dibandingkan dengan kelas III dan IV untuk lokasi Nagara masih dalam kondisi baik (memenuhi baku mutu). Hasil yang lebih jelas disajikan dalam Gambar 5.13 di bawah ini. Tabel 5.2. Nilai indeks pencemaran Sungai Ciujung tanpa parameter AOX No Lokasi Jarak Indeks Pencemaran (Pij) (km) Kelas 1 Kelas II Kelas III Kelas IV 1 Nagara * * # # 2 Cijeruk * * * * 3 Cijeruk * * * # 4 Kragilan ** ** ** # 5 Kragilan * * * * 6 Kamaruton * * * * 7 Kamaruton * * * * 8 Ragas masigit ** * * * 9 Ragas masigit ** ** * * 10 Karang jetak * * * * 11 Pegandikan * * * * 12 Laban ** * * * 13 Tirtayasa ** ** ** * 14 Tengkurak ** ** ** * 15 Tengkurak ** ** * * 16 Muara ** ** * * # : memenuhi baku mutu (kondisi baik), * : Cemar ringan, ** : Cemar sedang 61

17 62 Indeks Pencemaran Kelas 1 Kelas II Kelas III Kelas IV Kondisi Baik Cemar Ringan Cemar Sedang Cemar Berat Lokasi Gambar 5.13 Sebaran indeks pencemaran di Sungai Ciujung Gambar 5.13 menunjukkan bahwa sungai Ciujung tidak bisa digolongkan pada kelas 1 maupun II karena nilai indeks pencemarannya melebihi 5 (lima) sehingga masuk ke dalam status cemar ringan dan cemar sedang. Namun Jika mengacu pada kelas III dan IV maka hanya lokasi Nagara yang memenuhi, sedangkan lokasi Cijeruk I dan Kragilan 2 hanya memenuhi kelas IV yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi pertanian dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. Status pencemaran rata-rata sungai Ciujung jika mengacu pada kelas I maka termasuk status cemar sedang, sementara jika mengacu pada II, III dan IV termasuk dalam status cemar ringan. Jika mengacu pada kelas 1 maka indeks pencemaran tertinggi terjadi pada km di lokasi Muara dengan Indeks Pencemaran , sementara indeks pencemaran terendah adalah pada km 0 karena di lokasi tersebut belum ada aktivitas industri sehingga beban pencemaran hanya dari limbah domestik dan pertanian. Tingkat pencemaran ini kemudian meningkat di lokasi Cijeruk 2 meskipun masih dalam status tercemar ringan, hal ini disebabkan adanya beban pencemaran yang masuk dari anak Sungai Cikambuy, dimana beberapa industri yang berada di Kawasan Industri Modern membuang limbah cairnya ke sungai Cikambuy. Pada lokasi Cijeruk 1 pencemaran semakin meningkat karena adanya buangan limbah industri kertas dengan debit yang cukup besar. Tingginya pencemaran di lokasi ini karena adanya buangan limbah dari industri kertas yang cukup besar dengan debit berkisar kurang lebih 40,000 m 3 /hari. Semakin ke hilir tingkat pencemaran kembali menurun, namun pada lokasi Tirtayasa sampai Tengkurak 2 kembali meningkat padahal sudah cukup jauh dari aktivitas industri. Terjadinya peningkatan pencemaran di lokasi ini karena adanya perbedaan kedalaman sungai, dimana rata-rata kedalaman di lokasi Tirtayasa (4.01 m) lebih tinggi dari lokasi sebelumnya yang hanya 2 m sampai 3 m, begitupun untuk lokasi Muara hanya 2.86 m, hal ini terjadi akibat adanya aktivitas tambang pasir liar yang dilakukan oleh masyarakat sehingga senyawa pencemar banyak terakumulasi di lokasi ini. Selain itu meningkatnya pencemaran ke arah hilir karena adanya aktivitas pemukiman, peternakan dan pertanian.

18 Indeks pencemaran di Muara kembali menurun karena adanya pencampuran air laut yang masuk ke Muara terutama pada saat pasang. Hasil status mutu air sungai Ciujung pada setiap lokasi dapat dilihat pada Gambar 5.14 dan Gambar Status mutu Sungai Ciujung tanpa parameter senyawa AOX dibandingkan dengan kriteria mutu air kelas I

19 64 Gambar Status mutu Sungai Ciujung tanpa parameter senyawa AOX dibandingkan dengan kriteria mutu air kelas II (b). Indeks Pencemaran Dengan Memasukkan Parameter AOX Parameter AOX merupakan senyawa yang berbahaya yang umumnya terdapat pada leacheate dan buangan limbah industri kertas (Noma et al. 2001). Sungai Ciujung dilalui oleh buangan limbah cair dari industri tersebut, sehingga

20 dalam penelitian ini dilakukan analisis indeks pencemaran dengan memasukan parameter AOX dengan mengacu pada baku mutu Negara Jerman seperti yang disajikan dalam Tabel No Tabel 5.3 Nilai indeks pencemaran Sungai Ciujung tanpa dan dengan parameter AOX Lokasi Tanpa AOX Pij Kls I Pij Kls II Pij Kls III Pij Kls IV Dengan AOX Tanpa AOX Dengan AOX Tanpa AOX Dengan AOX Tanpa AOX Dengan AOX 1 Nagara * * * * # * # * 2 Cijeruk * * * * * * * * 3 Cijeruk * * * * * * # * 4 Kragilan ** ** ** ** ** ** # ** 5 Kragilan * * * * * * * * 6 Kamaruton * ** * * * * * * 7 Kamaruton * *** * * * * * * 8 Ragas masigit ** *** * ** * ** * ** 9 Ragas masigit ** *** ** ** * * * * 10 Karang jetak * *** * * * * * * 11 Pegandikan * *** * * * * * * 12 Laban ** *** * * * * * * 13 Tirtayasa ** *** ** ** ** ** * * 14 Tengkurak ** ** ** ** ** ** * * 15 Tengkurak ** *** ** ** * ** * ** 16 Muara ** *** ** ** * * * * # : Kondisi baik, * : Cemar ringan, ** : Cemar sedang, *** : Cemar berat Pada Tabel 5.3 di atas terlihat bahwa ada perubahan status mutu pencemaran mulai dari lokasi Kamaruton 2 ketika parameter AOX dimasukkan, dari status cemar ringan menjadi cemar sedang jika dibandingkan terhadap kriteria mutu air sungai kelas I. Jika dibandingkan dengan kriteria mutu air sungai kelas II, perubahan status cemar ringan menjadi cemar sedang terjadi di lokasi Ragas masigit 2. Hasil yang lebih jelas disajikan pada Gambar 5.16 di bawah ini.

21 66 Tanpa AOX Dengan AOX Kondisi Baik Cemar Ringan Cemar Sedang Cemar Berat Indeks Pencemaran Indeks Pencemaran Lokasi (a) Tanpa AOX Dengan AOX Kondisi Baik Cemar Ringan Cemar Sedang Cemar Berat Lokasi (b) Indeks Pencemaran Tanpa AOX Dengan AOX Kondisi Baik Cemar Ringan Cemar Sedang Cemar Berat Indeks Pencemaran Lokasi (c) Tanpa AOX Dengan AOX Kondisi Baik Cemar Ringan Cemar Sedang Cemar Berat Lokasi (d) Gambar 5.16 Nilai indeks pencemaran sungai Ciujung dengan memasukan parameter AOX dibandingkan dengan kriteria mutu air sungai (a) kelas I, (b) kelas II, (c) kelas III, dan (d) kelas IV

22 67 Hasil status kualitas air Sungai Ciujung pada setiap lokasi dapat dilihat pada Gambar 5.17 dan Gambar Status mutu Sungai Ciujung dengan memasukkan parameter senyawa AOX dibandingkan dengan kriteria mutu air kelas I

23 68 Gambar Status mutu Sungai Ciujung dengan memasukkan parameter senyawa AOX dibandingkan dengan kriteria mutu air kelas II

24 Beban Pencemaran a. Beban Pencemaran dari Non Point Source (1). Beban Pencemaran dari Pemukiman Beban Pencemaran dari pemukiman (limbah domestik) yang berasal dari aktivitas penduduk dihitung dengan mengalikan jumlah penduduk yang berada 500 m dari tepi kiri dan kanan Sungai Ciujung di setiap lokasi dengan masingmasing faktor emisi. Jumlah penduduk ditentukan dari hasil estimasi luas pemukiman dikalikan kepadatan penduduk setiap km 2. Jumlah beban pencemaran untuk masing-masing parameter pencemar dari aktivitas pemukiman dalam kg/hari pada setiap lokasi dan persentase beban pencemarnya untuk seluruh parameter disajikan pada Tabel 5.4. Beban pencemaran sungai Ciujung yang disebabkan oleh aktivitas domestik tertinggi berturut-turut adalah COD 39.30% ( kg/hari), BOD 28.58% ( kg/hari) dan TSS 27.15% ( kg/hari). (2). Beban Pencemaran dari Aktivitas Pertanian Beban pencemaran dari aktivitas pertanian sepanjang bantaran Sungai Ciujung diestimasi dengan mengalikan luas lahan pertanian sepanjang bantaran Sungai Ciujung dikalikan emisi masing-masing parameter untuk aktivitas pertanian setiap hari. Dari hasil perhitungan diperoleh beban pencemaran untuk parameter BOD, N, P, TSS dan pestisisda pada 16 segmen disajikan pada Tabel 5.5. Aktivitas pertanian pada lokasi penelitian terdapat pada daerah Nagara sampai Tengkurak 2 (14 Segmen). Beban pencemaran rata-rata dari aktivitas pertanian dari 14 segmen tersebut untuk parameter BOD, Nitrogen, Pospor, TSS dan pestisida berturut-turut adalah 216 kg/hari, 19 kg/hari, 10 kg/hari, 0.2 kg/hari dan 0.2 kg/hari. Beban pencemaran dari aktivitas pertanian tertinggi terdapat di daerah Kamaruton 2, Cijeruk 2 dan Kamaruton 1. Tingginya beban pencemaran pada lokasi tersebut karena luas lahan pertaniannya lebih luas yakni ha untuk daerah Kamaruton 2, Ha untuk Cijeruk 2 dan ha untuk Kamaruton1. Secara keseluruhan beban pencemaran dari aktivitas pertanian pada semua lokasi untuk BOD 88.1% (3,031 kg/hari), Nitrogen 7.8% (269 kg/hari), posfor 3.9% (135 kg/hari), TSS 0.1% (2 kg/hari) dan pestisida 0.1% (2 kg/hari). 69

25 Tabel 5.4 Beban pencemaran dari aktivitas domestik Lokasi Jumlah Penduduk (jiwa) Fenol S Total P PO 4 Total N Oranik- N NO 3 NO 2 NH 4 Detergen (kg/hari) Minyak/ Lemak 70 COD BOD TSS Nagara 5, Cijeruk Cijeruk Kragilan 2 1, Kragilan Kamaruton Kamaruton Ragas Masigit Ragas Masigit Karang Jetak Pegandikan Laban Tirtayasa Tengkurak Tengkurak Muara Jumlah (kg/hari) Persentase (%)

26 71 Tabel 5.5 Beban pencemaran dari aktivitas pertanian (kg/hari) Lokasi BOD N P TSS Pestisida (kg/hari) Nagara Cijeruk Cijeruk Kragilan Kragilan Kamaruton Kamaruton Ragas Masigit Ragas Masigit Karang Jetak Pegandikan Laban , Tirtayasa Tengkurak Tengkurak Muara Jumlah (kg/hari) 3, Persentase (%) (3). Beban Pencemaran dari Aktivitas Peternakan Beban pencemaran dari aktivitas peternakan sepanjang bantaran Sungai Ciujung diestimasi dengan mengalikan jumlah masing-masing ternak yang berada di wilayah bantaran dengan emisi masing-masing parameter untuk aktivitas peternakan setiap hari. Dari hasil perhitungan diperoleh beban pencemaran untuk parameter BOD, NO 3, NH 4, Total N, dan Total P pada 16 segmen disajikan pada Tabel 5.6. Beban pencemaran rata-rata dari aktivitas peternakan untuk parameter BOD 27 kg/hari, COD 69 kg/hari, NO kg/hari, Total NH kg/hari, Total N 0.01 kg/hari dan Total P 0.2 kg/hari. Beban pencemaran dari aktivitas peternakan tertinggi terdapat di daerah Kragilan 2. Tingginya beban pencemaran pada lokasi tersebut karena jumlah ternaknya lebih banyak dibandingkan daerah lainnya. Secara keseluruhan jumlah beban pencemaran dari aktivitas peternakan pada semua lokasi untuk BOD 28.2% (384 kg/hari), COD 70.8% (965 kg/hari), NO % (0.4 kg/hari), NH 4 0.8% (10 kg/hari), N-Total 0.01% (0.2 kg/hari) dan P- Total 0.2% (2 kg/hari).

27 72 Tabel 5.6 Beban pencemaran dari aktivitas peternakan BOD COD NO 3 NH 4 N-Total P-Total Lokasi (kg/hari) Nagara (Hulu) Cijeruk Cijeruk Kragilan Kragilan Kamaruton Kamaruton Ragas Masigit Ragas Masigit Karang Jetak Pegandikan Laban Tirtayasa Tengkurak Tengkurak Muara (Hilir) Jumlah (kg/hari) Persentase (%) b. Beban Pencemaran dari Point Source Beban Pencemaran dari Point Source adalah beban pencemaran yang berasal dari aktivitas Industri. Menurut BLH (2011), ada 14 Industri yang berada di Kawasan Industri modern yang membuang limbah cairnya ke sungai Cikambuy yang merupakan anak sungai Ciujung, sedangkan yang langsung membuang limbah cair terolahnya ke sungai Ciujung ada 3 (tiga) industri, sehingga dalam penelitian ini, ada 4 sumber pencemaran dari aktivitas industri yakni pada lokasi Cijeruk 2, Kamaruton 1, Kragilan 1 dan Kragilan 2. Hasil analisis terhadap potensi beban pencemaran dari masing-masing lokasi disajikan dalam Tabel 5.7. Beban pencemaran BOD dari aktivitas industri pada lokasi Cijeruk 2, Kragilan 2, Kragilan 1 dan Kamaruton1 berturut-turut adalah kg/hari, kg/hari, 0.11 kg/hari dan 13,440 kg/hari. Beban pencemaran BOD tertinggi terdapat pada daerah Kamaruton 1. Beban pencemaran parameter senyawa AOX yang diduga berasal dari 2 (dua) industri kertas yang berada di Kragilan 2 dan Kamaruton 1 berturut-turut adalah 0.03 kg/hari dan 7.2 kg/hari.

28 73 Tabel 5.7 Beban pencemaran dari aktivitas industri BOD COD TSS AOX Cr Lokasi (kg/hari) Nagara Cijeruk Cijeruk Kragilan , Kragilan Kamaruton Kamaruton 1 13, , , Ragas Masigit Ragas Masigit Karang Jetak Pegandikan Laban Tirtayasa Tengkurak Tengkurak Muara Jumlah (kg/hari) 14, , , Persentase (%) : tidak ada industri Secara umum, beban pencemaran dari aktivitas industri untuk parameter BOD, COD, TSS dan AOX paling tinggi terdapat pada lokasi Kamaruton 1. Tingginya pencemaran pada lokasi ini diakibatkan adanya buangan limbah cair dari 2 (dua) industri kertas yang cukup besar dengan debit total rata-rata 41,600 m 3 /hari dan beberapa industri lain yang membuang limbah cairnya baik langsung maupun tidak langsung ke Sungai Ciujung, sedangkan debit sungai kecil sehingga tingkat pengenceran sangat rendah. Adanya aktivitas tambang pasir yang dilakukan oleh masyarakat setempat juga ikut berperan dalam tingginya pencemaran karena menyebabkan profil dasar sungai yang tidak merata sehingga mengganggu aliran sungai ke arah hilir. Beban pencemaran BOD secara keseluruhan berasal dari aktivitas domestik 2.58% (462 kg/hari), peternakan 2.15% (384 kg/hari), pertanian 16.95% (3,031 kg/hari) dan industri 78.32% (14,004 kg/hari). Sementara beban pencemaran COD secara keseluruhan berasal dari aktivitas domestik 1.35% (566 kg/hari), peternakan 2.30% (965 kg/hari) dan industri 96.35% (40,457 kg/hari). Persentase beban pencemaran BOD dan COD dari berbagai sumber disajikan dalam Gambar 5.19.

29 74 BP BOD BP COD % Domestik Peternakan Pertanian Industri Aktivitas Gambar Beban pencemaran BOD dari berbagai aktivitas Daya Tampung Beban Pencemaran (DTBP) Sungai Ciujung a. Kondisi Hidrolika dan Debit Air Sungai Ciujung Debit andalan merupakan debit yang diharapkan dengan probabilitas tertentu. Pengukuran debit di Sungai Ciujung telah dilakukan di beberapa tempat dan bersifat fluktuatif, pada musim kemarau alirannya relatif kecil dan pada musim hujan sering mendatangkan banjir bagi daerah sepanjang sungai. Untuk keperluan studi ini dilakukan penghitungan data debit andalan sungai dengan mengambil data dari stasiun PDA (Pos Duga Automatik) yang berada di D e s a Undar andir di Kabupaten Serang selama 15 tahun dengan probabilitas 70%, 80% dan 90%. Hasil perhitungan disajikan dalam Tabel 5.8 dan Gambar Tabel 5.8 Debit andalan Sungai Ciujung tahun Bulan (m 3 /detik) Probabilitas Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des 70% % % Debit andalan pada probabilitas 70% dan 80% terdapat pada Bulan Agustus berturut-turut 6.8 m 3 /detik dan 1.9 m 3 /detik, sedangkan untuk probablilitas 90% ada pada Bulan September, yaitu 0.2 m 3 /detik.

30 75 Prob 90% Prob 80% Prob 70% Debit (m 3 /detik) Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Bulan Gambar 5.20 Debit andalan Sungai Ciujung tahun Aspek hidrolika sungai yang paling penting dalam model kualitas air adalah kecepatan air, kedalaman air dan waktu tempuh massa air dalam ruas sungai. Ketiga nilai tersebut secara langsung maupun tidak langsung digunakan pada model dalam perhitungan. Sungai Ciujung merupakan sungai yang berkelok dengan genangan, sehingga harga kekasaran dasar sungai (bilangan manning) berkisar antara dan diasumsikan bagian hulu nilainya lebih kecil daripada bagian hilir.

31 Tabel 5.9 Data hidrolika Sungai Ciujung depth Slope Bottom Volume velocity velocity depth segment bottom Length Width minimum Segmen multiplier Roughness (L) multiplier exponent exponent type segment (m) (m) depth (m) Nagara surface none 1, Cijeruk surface none 2, Cijeruk surface none 1, Kragilan surface none 3, Kragilan surface none 1, Kamaruton surface none 2, Kamaruton surface none 2, Ragas masigit surface none 2, Ragas masigit surface none 2, Karang jetak surface none 1, Pegandikan surface none 1, Laban surface none 1, Tirtayasa surface none 2, Tengkurak surface none 1, Tengkurak surface none 1, Muara surface none 1,

32 77 b. Pembagian Segmen Sungai Ciujung Pemodelan bertujuan untuk memperoleh profil cemaran sungai dengan penyederhanaan kondisi sungai di lapangan ke dalam bentuk model (Priono 2004). Untuk penyederhanaan maka Sungai Ciujung dibagi menjadi 16 segmen seperti yang disajikan pada Gambar Cijeruk 1 2 Cijeruk 2 1 Nagara 0 Sungai Cikambuy 6 Kamaruton 2 5 Kragilan 1 4 Kragilan 2 3 Intercipta Ciptapaeria 9 Ragas masigit 1 8 Ragas masigit 2 7 Kamaruton 1 6 IKPP 13 Trtayasa 12 Laban 11 Pegandikan 10 Karangjetak 9 16 Muara 15 Tengkurak 1 14 Tengkurak 2 13 Gambar 5.21 Skema Sungai Ciujung dalam bentuk segmen Dengan terbatasnya data yang berkaitan dengan hidrolika dan hidrologi Sungai Ciujung, pemodelan kualitas air dilakukan dalam keadaan steady. Dengan asumsi debit sungai konstan dan aliran limbah cair dalam keadaan konstan dalam aspek debit dan konsentrasi constituent. c. Kalibrasi Model Kualitas Air Sungai Ciujung dengan Metoda WASP Kalibrasi model adalah proses mencari nilai-nilai parameter kinetik untuk mencapai kecocokan yang terbaik (goodness of fit) antara hasil pemodelan dan hasil pengukuran kualitas air di badan sungai atau mempunyai kecenderungan yang sama dengan kondisi di lapangan (Yusuf 2004). Di dalam studi ini, proses kalibrasi sesuai dengan anggapan steady state menggunakan sistem satu saat dengan variasi tempat (spatial variation at one time). Kalibrasi dilakukan pada berbagai aspek, yaitu aspek hidrolika sungai dan aspek nilai konstanta biologi dan kimia model. Kalibrasi model yang dilakukan dalam penelitian ini adalah kalibrasi terhadap debit dan semua parameter kimia. Parameter BOD merupakan indikator yang umum digunakan untuk melihat adanya pencemaran di sungai khususnya pencemaran senyawa organik dan logam Cr mewakili untuk melihat adanya pencemaran logam berat. Berdasarkan hal

33 tersebut, maka hasil kalibrasi yang dibahas dalam kajian ini adalah hasil kalibrasi terhadap parameter BOD, senyawa AOX dan Logam Cr seperti yang disajikan pada Gambar Debit (m 3 /dtk) Jarak (km) (a) Model R 2 : Pengukuran BOD (mg/l) Model Pengukuran Q : m 3 /dtk R 2 : Jarak (km) (b) AOX (mg/l) Q : m 3 /dtk Gambar 5.22 Jarak (km) (c) Model R 2 : Pengukuran Kalibrasi terhadap debit dilakukan terlebih dahulu sebelum kalibrasi parameter lain. Proses kalibrasi ini secara umum dilakukan dengan mengestimasi parameter debit hasil perhitungan model dengan kondisi eksisting pada tempat tempat tertentu. Kalibrasi debit lebih ke arah water balance yang memperhitungkan penambahan dan/atau pengurangan dengan menambahkan debit incremental atau debit aliran yang masuk secara random dari samping-samping sungai baik air permukaan atau ground water seepage (BLK 2004). Hasil kalibrasi debit (Gambar 5.22a) memperlihatkan hasil yang cukup baik dengan tingkat kehandalan di atas 90% (R 2 = ; p < 0.01), artinya model terkalibrasi bermakna tinggi. Pada saat melakukan kalibrasi parameter BOD, hal yang harus diperhatikan adalah koefisien decay BOD, reaerasi, settling BOD dan kebutuhan oksigen dasar sungai, yang mana penghitungan parameter kinetik model dimulai dari hasil besaran laboratorium untuk masing-masing ruas sungainya. Kalibrasi yang dilakukan terhadap parameter BOD (Gambar 5.22b) menunjukkan hasil yang baik, mencapai tingkat kehandalan lebih dari 90% (R 2 = ; p < 0.01) yang artinya model untuk parameter ini terkalibrasi bermakna tinggi. Begitupun kalibrasi yang dilakukan pada parameter untuk senyawa AOX dan logam Cr Cr (mg/l) Q : m 3 /dtk Pengukuran R 2 : Jarak (km) (d) Grafik Kalibrasi (a) Debit, (b) BOD, (c) senyawa AOX dan (d) logam Cr Model

34 menunjukkan hasil yang baik, (R 2 = ; p < 0.01) untuk AOX dan (R 2 = 0.991; p < 0.01) Untuk Cr (Gambar 5.22c dan 5.22d). Hasil kalibrasi secara keseluruhan terhadap debit, parameter BOD, AOX dan Cr menunjukkan bahwa terdapat kesesuain trend yang cukup baik antara data hasil perhitungan model dan hasil pengukuran di lapangan dari hulu ke hilir, sehingga model dapat digunakan untuk melakukan pengembangan berbagai skenario simulasi selanjutnya. d. Simulasi Daya Tampung Beban Pencemaran BOD Salah satu aplikasi model kualitas air adalah untuk menghitung daya tampung beban pencemaran (DTBP). Model kualitas air Streeter Phelps hanya dapat digunakan untuk meramal pengaruh sumber polusi yang berasal dari sumber polusi tunggal. Namun pada kenyataannya dilapangan terdapat banyak sumber polusi yang bersifat terpusat maupun tersebar di sungai, sehingga metode Streeter Phelps sulit diaplikasikan. Diperlukan suatu model kualitas air yang komprehensif untuk dapat mendekati besarnya daya tampung beban pencemaran pada suatu sungai. Model kualitas air WASP dipilih untuk menghitung besarnya DTBP karena lebih fleksibel dan data yang tersedia pada aspek hidrologi dan hidrolika DAS Ciujung. (1) Simulasi Kualitas Air Sungai Berdasarkan Parameter BOD pada berbagai Debit Konsentrasi BOD eksisting disimulasikan pada berbagai debit andalan dan dibandingkan dengan kriteria mutu air sungai kelas I sampai IV seperti yang ditetapkan PP nomor 82 tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air (Gambar 5.23). 79 BOD (mg/l) Agst, Q 1.9 m3/det Sep, Q 2.0 m3/det Juli, Q 2.4 m3/det Juni, Q 4 m3/det Des, Q 8.5 m3/det Okt, Q 11.2 m3/det Apr & Mei, Q 12.2 m3/det Nov, Q 18.9 m3/det Mar, Q 26.4 m3/det Jan, Q 29.4 m3/det Feb, Q 29.9 m3/det BML I BML II BML III BML IV Lokasi Gambar 5.23 Nilai BOD hasil simulasi pada berbagai debit andalan Hasil simulasi pada Gambar 5.23 memperlihatkan bahwa semakin besar debit sungai, maka nilai BOD semakin menurun. Nilai rata-rata BOD di Sungai Ciujung pada debit andalan minimum (1.9 m 3 /detik) adalah 24.14

35 mg/l dan pada debit andalan maksimum (29.9 m 3 /detik) adalah 8.23 mg/l. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan debit di sungai sangat berpengaruh terhadap penurunan nilai BOD, yang mana penurunan nilai BOD pada musim hujan mencapai 193.2% dari musim kemarau. (2) Simulasi DTBP BOD pada Debit Minimum Sungai Ciujung mengalami debit andalan minimum pada bulan Agustus sebesar 1.9 m 3 /detik. Debit andalan tersebut dihitung dari debit harian perbulan selama 15 tahun pada probabilitas 80%. Debit ini selanjutnya disebut sebagai debit minimum dan digunakan dalam simulasi untuk mendapatkan nilai BOD sepanjang Sungai Ciujung pada kondisi debit minimum (Gambar 5.24). Hasil simulasi pada debit minimum nampak bahwa nilai BOD yang memenuhi kriteria mutu air sungai kelas II adalah sepanjang 4.25 km di bagian hulu (Cijeruk 1 dan Cijeruk 2). Nilai BOD dari hasil simulasi ini selanjutnya digunakan untuk menetapkan beban pencemaran dan daya tampung beban pencemaran, hasilnya tercantum dalam Tabel [BOD] BML I BML II BML III BML IV 90 Q : 1.9 m 3 /dtk 80 BOD (mg/l) Lokasi Gambar 5.24 Nilai BOD pada debit minimum, BML : baku mutu lingkungan BP BOD Sungai Ciujung pada debit minimumnya berkisar antara 220 kg/hari 13,184 kg/hari, sedangkan BP yang diijinkan untuk sungai kelas I, II, III dan IV berturut-turut adalah 328 kg/hari, 492 kg/hari, 949 kg/hari dan 1,970 kg/hari. Jika dibandingkan dengan BP yang diijinkan untuk sungai kelas I dan II, lokasi Sungai Ciujung yang memiliki DTBP adalah sepanjang 4.25 km (Cijeruk 2 dan Cijeruk 1) dengan DTBP rata-rata di lokasi tersebut 80 kg/hari untuk sungai kelas I dan 244 kg/hari untuk sungai kelas II. Lokasi yang memenuhi kelas III terdapat di lokasi Nagara sampai Kamaruton 2 kecuali kragilan 1 sepanjang km dengan DTBP rata-rata pada lokasi tersebut 2,376 kg/hari. Sementara jika dibandingkan dengan BP sungai kelas IV, lokasi yang memiliki DTBP sepanjang

36 13.75 km ( Nagara-Kamaruton 2) dengan DTBP rata-rata di lokasi tersebut 1,292 kg/hari. Jika dilihat berdasarkan DTBP rata-rata secara keseluruhan, Sungai Ciujung tidak memiliki DTBP untuk parameter BOD baik sebagai sungai kelas I (-3,634 kg/hari), sungai kelas II (-3,470 kg/hari), sungai kelas III (-2,977 kg/hari) maupun sungai kelas IV (-1,992 kg/hari). Hal ini menunjukkan bahwa pada musim kemarau sungai mengalami debit kritis, sehingga sudah tidak mampu menerima beban pencemaran BOD baik dari point source maupun non point source. Hasil yang lebih jelas untuk melihat DTBP jika dibandingkan dengan semua kelas sungai pada debit minimum (1.9 m 3 /detik) disajikan pada Tabel 5.10 dan Gambar Tabel 5.10 Jarak (km) Daya tampung beban pencemaran BOD pada debit minimum Lokasi Beban Pencemaran (kg/hari) Daya Tampung Beban Pencemaran (kg/hari) 81 Kelas I Kels II Kelas III Kelas IV 1.75 Nagara , Cijeruk , Cijeruk , Kragilan , Kragilan 1 1, , , Kamaruton , Kamaruton 1 3, , , , , Ragas masigit 2 4, , , , , Ragas masigit 1 6, , , , , Karang jetak 5, , , , , Pegandikan 3, , , , , Laban 2, , , , Tirtayasa 10, , , , , Tengkurak 2 13, , , , , Tengkurak 1 6, , , , , Muara 4, , , , , Beban Pencemaran yang diijinkan untuk sungai (kg/hari) Kelas I Kelas II Kelas III Kelas IV 1,969.92

37 82 BMBP Kls I BMBP Kls II Bp BMBP Kls III BMBP Kls IV Q : 1.9 m 3 /dtk BP BOD (kg/hari) Lokasi Gambar 5.25 Beban pencemaran BOD Sungai Ciujung pada debit minimum, BMBP kls : baku mutu beban pencemaran kelas (3) Simulasi DTBP BOD pada Debit Maksimum Sungai Ciujung mengalami debit andalan maksimumnya pada bulan Februari sebesar 29.9 m 3 /detik. Debit maksimum tersebut dihitung dari debit harian perbulan selama 15 tahun pada probabilitas 80%. Debit ini digunakan untuk simulasi DTBP pada debit maksimum. Hasil simulasi pada debit maksimum (Gambar 5.26) nampak bahwa nilai BOD yang memenuhi kriteria mutu air sungai kelas II sepanjang 12 km, memenuhi kriteria mutu air kelas III sepanjang km dan yang memenuhi kriteria mutu air kelas IV sepanjang 25 km mulai dari hulu sampai Laban, sehingga yang tidak memenuhi kelas IV sepanjang 6.75 km dari Tirtayasa sampai Muara. Berdasarkan hasil simulasi ini, BP dan DTBP dihitung, dan hasilnya tercantum dalam Tabel Q : 29.9 m 3 /dtk BOD (mg/l) [BOD] BML I BML II BML III BML IV Lokasi Gambar 5.26 Nilai BOD pada debit maksimum,

38 83 BP Bmbp I Bmbp II Bmbp III Bmbp IV Q : 29.9 m 3 /dtk BP BOD (kg/hari) Lokasi Gambar 5.27 BP BOD Sungai Ciujung pada debit maksimum Tabel 5.11 DTBP BOD pada debit maksimum Jarak (km) Lokasi Beban Pencemaran (kg/hari) Daya Tampung Beban Pencemaran (kg/hari) Kelas I Kels II Kelas III Kelas IV 1.75 Nagara 9, , , , , Cijeruk 2 6, , , , , Cijeruk 1 6, , , , , Kragilan 2 6, , , , , Kragilan 1 6, , , , Kamaruton 2 5, , , , Kamaruton 1-19, , , , , Ragas masigit 2-19, , , , , Ragas masigit 1-20, , , , , Karang jetak - 21, , , , , Pegandikan - 22, , , , , Laban - 24, , , , , Tirtayasa - 33, , , , , Tengkurak 2-42, , , , , Tengkurak 1-46, , , , , Muara - 49, , , , , Beban Pencemaran yang diijinkan untuk sungai (kg/hari) Kelas I 5, Kelas II 7, Kelas III 15, Kelas IV 31,000.32

39 BP BOD Sungai Ciujung pada debit maksimumnya berkisar antara 6,386 kg/hari 49,086 kg/hari, sedangkan BP yang diijinkan untuk sungai kelas I, II, III dan IV berturut-turut adalah 5,167 kg/hari; 7,750 kg/hari; 15,500 kg/hari dan 31,000 kg/hari. Gambar 5.27, menunjukkan bahwa Sungai Ciujung sepanjang 12 km (Cijeruk 2 Kamaruton 2) dapat memenuhi sungai kelas II dengan DTBP ratarata di lokasi tersebut 1,488 kg/hari, memenuhi sungai kelas III sepanjang km (Nagara-Kamaruton 2) dengan DTBP rata-rata pada lokasi tersebut 8,624 kg/hari. Sementara jika dibandingkan dengan sungai kelas IV, maka yang dapat memenuhi adalah sepanjang 25 km (Nagar Laban) dengan DTBP rata-rata pada lokasi tersebut 16,947 kg/hari. Sehingga lokasi yang tidak memiliki DTBP adalah Tirtayasa sampai Muara sepanjang 6.75 km. Peningkatan debit berdampak pada peningkatan kualitas Sungai Ciujung. Pada saat debit minimum (1.9 m 3 /detik) dinaikan menjadi debit maksimum (29.9 m 3 /detik), lokasi sungai yang memenuhi sungai kelas II meningkat % dari 4.25 km menjadi 12 km, yang memenuhi sungai kelas III meningkat 17.02% dari km menjadi km dan yang memenuhi sungai kelas IV meningkat 81.82% dari km menjadi 25 km. Jika dilihat berdasarkan DTBP rata-rata secara keseluruhan pada debit maksimum, Sungai Ciujung tidak memiliki DTBP untuk parameter BOD sebagai sungai kelas I (-16,043 kg/hari), sungai kelas II (-13,510 kg/hari), dan sungai kelas III (-9,740 kg/hari). Namun sungai tersebut masih memiliki DTBP sebagai sungai kelas IV (9,740 kg/hari). e. Simulasi DTBP Senyawa AOX Konsentrasi senyawa AOX yang diperoleh dari hasil analisis sampel air Sungai Ciujung selanjutnya disimulasikan dengan program WASP7.3 pada debit andalan. Hasilnya dibandingkan dengan baku mutu senyawa AOX Negara Jerman yang mensyaratkan untuk sungai kelas 1 adalah 0 mg/l, sungai kelas II maksimum mg/l, sungai kelas III maksimum mg/l dan untuk sungai kelas IV maksimum mg/l. (1) Simulasi Kualitas Air Sungai Berdasarkan Parameter Senyawa AOX pada Debit Andalan Alternatif lain untuk meningkatkan kualitas Sungai Ciujung berdasarkan parameter senyawa AOX, yaitu dengan melakukan simulasi dengan cara merubah debit sungai, sedangkan debit limbah dan konsentrasi senyawa AOX dari point source yang masuk ke Sungai Ciujung tetap. Debit yang diinputkan adalah debit andalan Sungai Ciujung harian pada probabilitas 80%. 84

40 85 Q 1.9 Q 2 Q 2.4 Q 4 Q 8.5 Q 11.2 Q 12.2 Q 18.9 Q 26.4 Q 29.4 BML I BML II BML III BML IV Q AOX (mg/l) Lokasi Gambar 5.28 Konsentrasi senyawa AOX hasil simulasi pada berbagai debit andalan Hasil simulasi pada Gambar 5.28 memperrlihatkan bahwa semakin besar debit sungai maka konsentrasi senyawa AOX semakin menurun. Konsentrasi ratarata senyawa AOX di Sungai Ciujung pada debit andalan minimum (1.9 m 3 /detik) adalah mg/l dan pada debit andalan maksimum (29.9 m 3 /detik) adalah mg/l. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan debit di sungai sangat berpengaruh terhadap penurunan konsentrasi senyawa AOX, yang mana penurunan senyawa AOX pada musim hujan mencapai 69.6% dari musim kemarau. (2) Simulasi DTBP Senyawa AOX pada Debit Minimum (1.9 m 3 /detik) [AOX] BML I BML II BML III BML IV AOX (mg/l) Lokasi Gambar Konsentrasi senyawa AOX pada debit minimum

41 Hasil simulasi pada debit minimum, nampak bahwa konsentrasi senyawa AOX meningkat tajam di Kamaruton 1 pada km sampai ke Muara (Gambar 5.29). Berdasarkan hasil simulasi tersebut, selanjutnya BP dihitung untuk menetapkan DTBP dan hasilnya disajikan dalam Tabel 5.12 BP senyawa AOX di Sungai Ciujung pada debit minimumnya berkisar antara 0.1 kg/hari 40.7 kg/hari, sedangkan BP yang diijinkan untuk sungai kelas I 0 kg/hari, sungai kelas II 4.1 kg/hari, sungai kelas III 16.4 kg/hari dan sungai kelas IV 32.8 kg/hari. Sehingga berdasarkan Tabel 5.12, dapat dilihat bahwa BP senyawa AOX di Sungai Ciujung tidak ada yang memenuhi untuk sungai kelas I, sedangkan yang memenuhi sungai kelas II, III dan IV berturut-turut adalah sepanjang km, km dan 30 km. Hasil yang lebih jelas untuk BP dan DTBP jika dibandingkan dengan BP yang diijinkan pada debit 1.9 m 3 /detik disajikan pada Gambar Gambar 5.30 menunjukkan bahwa BP senyawa AOX tidak ada yang memenuhi untuk sungai kelas I. Sementara yang memenuhi sungai kelas II adalah sepanjang km (Nagara-Kamaruton 2) dengan DTBP rata-rata yang masih bisa diterima lokasi tersebut adalah 3.73 kg/hari, yang memenuhi air sungai kelas III sepanjang km (Tirtayasa dan Muara) dengan DTBP rata-rata pada lokasi tersebut kg/hari dan yang memenuhi kelas IV sepanjang 30 km (seluruh lokasi kecuali Tengkurak I) dengan DTBP rata-rata pada lokasi tersebut kg/hari. Lokasi yang tidak memiliki DTBP adalah Tengkurak 1 sepanjang 1.75 km. Tabel 5.12 DTBP AOX pada debit minimum Beban Daya Tampung Beban Pencemaran Jarak Lokasi Pencemaran (kg/hari) (km) (kg/hari) Kelas I Kelas II Kelas III Kelas IV 1.75 Nagara Cijeruk Cijeruk Kragilan Kragilan Kamaruton Kamaruton Ragas masigit Ragas masigit Karang jetak Pegandikan Laban Tirtayasa Tengkurak Tengkurak Muara Beban Pencemaran yang diijinkan untuk (kg/hari) Kelas I 0.00 Kelas II 4.10 Kelas III Kelas IV

42 Q : 1.9 m 3 /dtk BP AOX (kg/hari) BP AOX Bmbp I Bmbp II Bmbp III Bmbp IV Lokasi Gambar BP senyawa AOX pada debit minimum, bmbp : baku mutu beban pencemaran Jika dilihat berdasarkan DTBP rata-rata secara keseluruhan pada debit minimum, Sungai Ciujung tidak memiliki DTBP untuk senyawa AOX sebagai sungai kelas I (-9.4 kg/hari) dan sungai kelas II (-5.3 kg/hari). Namun masih memiliki DTBP untuk sungai kelas III (7 kg/hari) dan sungai kelas IV (23.4 kg/hari). (3) Simulasi DTBP AOX pada Debit Maksimum (29.9 m 3 /detik) Konsentrasi senyawa AOX sepanjang sungai yang diperoleh dari hasil simulasi pada debit maksimum disajikan pada Gambar BML I BML II BML III BML IV [AOX] Q : m 3 /dtk AOX (mg/l) Lokasi Gambar 5.31 Konsentrasi senyawa AOX pada debit maksimum

43 Hasil simulasi pada debit maksimum (29.9 m 3 /detik) menunjukkan bahwa senyawa AOX tidak memenuhi kriteria mutu air kelas I di semua lokasi. Namun dapat memenuhi sungai kelas II sepanjang 25 km (Nagara-Laban) dan memenuhi sungai kelas III pada semua lokasi. Konsentrasi senyawa AOX hasil simulasi ini selanjutnya digunakan untuk menetapkan BP guna mengetahui DTBP AOX, dan hasilnya tercantum dalam Tabel BP AOX Sungai Ciujung pada debit maksimumnya berkisar antara 3 kg/hari 173 kg/hari dengan BP rata-rata 55 kg/hari, sedangkan BP yang diijinkan untuk sungai kelas I sampai IV berturut-turut adalah 0 kg/hari, 65 kg/hari, 258 kg/hari dan 517 kg/hari. Pada saat debit maksimum, Sungai Ciujung tidak memenuhi sungai kelas I sehingga tidak memiliki DTBP (-45 kg/hari). Namun Sungai Ciujung dapat memenuhi sungai kelas II sepanjang 25 km (Nagara-Laban) dengan DTBP rata-rata yang masih bisa diterima lokasi tersebut adalah 52 kg/hari, dan seluruh lokasi dapat memenuhi sungai kelas III dengan DTBP rata-rata 213 kg/hari. Hasil yang lebih jelas untuk perbedaan BP dan DTBP sepanjang sungai jika dibandingkan dengan BP yang diijinkan disajikan pada Gambar Tabel 5.13 DTBP AOX pada debit maksimum Jarak (km) Segmen Beban Pencemaran (kg/hari) Daya Tampung Beban Pencemaran (kg/hari) 88 Kelas I Kelas II Kelas III Kelas IV 1.75 Nagara Cijeruk Cijeruk Kragilan Kragilan Kamaruton Kamaruton Ragas masigit Ragas masigit Karang jetak Pegandikan Laban Tirtayasa Tengkurak Tengkurak Muara Kelas I 0.00 Beban Pencemaran yang Kelas II 65 diijinkan untuk Kelas III 258 (kg/hari) Kelas IV 517 Peningkatan debit berdampak pada peningkatan kualitas air Sungai Ciujung sehingga meningkatkan DTBP. Pada saat debit minimum (1.9 m 3 /detik) dinaikan menjadi debit maksimum (29.9 m 3 /detik), lokasi sungai yang memenuhi sungai kelas II berdasarkan parameter AOX meningkat sebesar 81.82%, dari km menjadi 25 km dengan peningkatan DTBP rata-rata sebesar 3.73 kg/hari menjadi 52 kg/hari. Peningkatan lokasi yang memenuhi sungai kelas III sebesar 12.39%

44 dari km menjadi km dengan peningkatan DTBP rata-rata 10 kg/hari menjadi 213 kg/hari. Sementara peningkatan DTBP rata-rata untuk memenuhi baku mutu sungai kelas IV adalah 446 kg/hari dari 26 kg/hari menjadi 472 kg/hari. 89 BP AOX Bmbp I Bmbp II Bmbp III Bmbp IV Q : m 3 /dtk BP AOX (kg/hari) Gambar BP senyawa AOX pada debit maksimum f. Simulasi DTBP Logam Cr Lokasi (1) Simulasi Kualitas Air Sungai Berdasarkan Parameter Logam Cr pada Berbagai Debit Konsentrasi logam Cr sepanjang sungai hasil simulasi disajikan pada Gambar [Cr] mg/l Q 1.9 Q 2 Q 2.4 Q 4 Q 8.5 Q 11.2 Q 12.2 Q 18.9 Q 26.4 Q 29.4 Q 29.9 BML I BML II BML III BML IV [Cr] mg/l Q 1.9 Q 2 Q 2.4 Q 4 Q 8.5 Q 11.2 Q 12.2 Q 18.9 Q 26.4 Q 29.4 Q 29.9 BML I BML II BML III Lokasi Lokasi Gambar 5.33 Konsentrasi Cr hasil simulasi Hasil simulasi pada Gambar 5.33 memperlihatkan bahwa semakin besar debit sungai maka konsentrasi logam Cr rata-rata pada setiap lokasi semakin meningkat. Konsentrasi rata-rata Cr di sungai Ciujung pada debit andalan minimum (1.9 m 3 /detik) adalah mg/l dan pada debit andalan

45 maksimum (29.9 m 3 /detik) adalah mg/l. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan debit di sungai berpengaruh terhadap peningkatan kandungan Cr, yang mana peningkatan Cr pada musim hujan mencapai 2.34% dari musim kemarau. (2) Simulasi DTBP Logam Cr pada Debit Minimum (1.9 m 3 /detik) Hasil simulasi pada debit minimum nampak bahwa konsentrasi Cr meningkat tajam di Kamaruton 1 ( mg/l) pada km dan menurun kembali di Ragas masigit 2 sampai ke hilir (Gambar 5.34). Dari hasil simulasi ini, BP dihitung untuk menetapkan DTBP dan hasilnya disajikan dalam Tabel [Cr] BML I BML II BML III Q : 1.9 m 3 /dtk [Cr] mg/l Lokasi Gambar Konsentrasi logam Cr pada debit minimum BP logam Cr di Sungai Ciujung pada debit minimumnya berkisar antara 0.57 kg/hari kg/hari. BP yang diijinkan untuk kelas I, II dan III adalah 8 kg/hari, sedangkan untuk kelas IV 164 kg/hari. Sehingga berdasarkan Tabel 5.14, dapat dilihat bahwa BP Cr di sepanjang Sungai Ciujung (27.5 km) memenuhi kriteria mutu air kelas I-III kecuali lokasi Nagara dan Kamaruton dengan DTBP rata-rata di lokasi tersebut adalah 7 kg/hari. Jika dibandingkan dengan BP yang diijinkan untuk sungai kelas IV, maka seluruh lokasi dapat memenuhi dengan DTBP rata-rata 162 kg/hari (Gambar 5.35). Secara keseluruhan, DTBP rata-rata di seluruh lokasi yang memenuhi sungai kelas I pada saat debit minimum adalah 6 kg/hari.

46 Tabel 5.14 Jarak (km) DTBP Cr pada debit minimum Beban Daya Tampung Beban Pencemaran Segmen Pencemaran (kg/hari) (kg/hari) Kelas I Kelas II Kelas III Kelas IV 1.75 Nagara Cijeruk Cijeruk Kragilan Kragilan Kamaruton Kamaruton Ragas masigit Ragas masigit Karang jetak Pegandikan Laban Tirtayasa Tengkurak Tengkurak Muara Beban Pencemaran yang diijinkan untuk (kg/hari) Kelas I 8.21 Kelas II 8.21 Kelas III 8.21 Kelas IV Q : m 3 /dtk BP Cr (kg/hari) Bmbp I Bmbp II Bmbp III Bmbp IV BP Cr Lokasi Gambar BP Logam Cr pada debit minimum

47 92 (3) Simulasi DTBP Logam Cr pada Debit Maksimum (29.9 m 3 /detik) Konsentrasi logam Cr sepanjang sungai yang diperoleh dari hasil simulasi pada debit maksimum disajikan pada Gambar [Cr] mg/l BML I BML II BML III Q : 29.9 m 3 /dtk [Cr] mg/l Tabel 5.17 Jarak (km) Gambar 5.36 Konsentrasi Logam Cr pada debit maksimum DTBP Logam Cr pada debit maksimum Segmen Beban Pencemaran (kg/hari) Lokasi Daya Tampung Beban Pencemaran (kg/hari) Kelas I Kelas II Kelas III Kelas IV 1.75 Nagara Cijeruk Cijeruk Kragilan Kragilan Kamaruton Kamaruton Ragas masigit Ragas masigit Karang jetak Pegandikan Laban Tirtayasa Tengkurak Tengkurak Muara Kelas I Beban Pencemaran yang Kelas II diijinkan untuk Kelas III (kg/hari) Kelas IV 2,583.36

48 Hasil simulasi pada debit maksimum (29.9 m 3 /detik) menunjukkan bahwa Logam Cr di semua lokasi dapat memenuhi kriteria mutu air sungai kelas I dengan konsentrasi rata-rata mg/l. Konsentrasi Cr hasil simulasi ini selanjutnya digunakan untuk menetapkan BP guna mengetahui DTBP Cr, (Tabel 5.17). BP Cr Sungai Ciujung pada debit maksimumnya berkisar antara 0 kg/hari 64 kg/hari dengan BP rata-rata 40 kg/hari, sedangkan BP yang diijinkan untuk kelas I sampai III adalah 129 kg/hari dan untuk kelas IV adalah 2,583 kg/hari. Pada saat debit maksimum, seluruh lokasi memenuhi kelas I dengan DTBP rata-rata 90 kg/hari. Jika dibandingkan dengan beban pencemaran yang dijinan untuk sungai kelas IV, maka DTBP rata-rata yang dimiliki adalah 2,544 kg/hari. Hasil yang lebih jelas untuk perbedaan BP dan DTBP sepanjang sungai jika dibandingkan dengan BP yang diijinkan disajikan pada Gambar Bmbp I Bmbp II Bmbp III BP Cr Q : ,140 m 3 /dtk 0,120 BP Cr (kg/hari) 0,100 0,080 0,060 0,040 0,020 0,000 Lokasi Gambar 5.37 BP senyawa Cr pada debit maksimum Peningkatan debit berdampak pada peningkatan kualitas air Sungai Ciujung sehingga meningkatkan DTBP. Pada saat debit minimum (1.9 m 3 /detik) dinaikan menjadi debit maksimum (29.9 m 3 /detik), lokasi sungai yang memenuhi sungai kelas I meningkat sebesar 15.45%, dari 27.5 km menjadi km dengan peningkatan DTBP rata-rata sebesar 6 kg/hari menjadi 90 kg/hari. Persepsi dan Partisipasi Masyarakat dalam Pengendalian Pencemaran (1) Karakteristik Responden di Sekitar Sungai Ciujung Sebagian besar masyarakat di sepanjang Sungai Ciujung masih memanfaatkan air sungai sebagai sumber air bersih dalam kehidupan sehariharinya seperti mandi, mencuci pakaian maupun peralatan dapur bahkan membersihkan kendaraan dan memandikan ternaknya. Tingkat pendidikan masyarakatnya sebagian besar adalah pendidikan SLTP dan pendidikan dasar sebesar 38% dan 34%, sedangkan yang berpendidikan SLTA hanya 19% dan

49 yang tidak sekolah 8%. Sementara masyarakat yang berpendidikan tinggi hanya 1%. 94 Gambar 5.38 Karakteristik responden berdasarkan (a) jenis kelamin, (b) pendidikan, (c) pekerjaan, (d) pendapatan, (e) jarak rumah dari Sungai Ciujung dan (f) lama penggunaan air Sungai Ciujung Pada Gambar 5.38 nampak bahwa pekerjaan responden sebagian besar adalah pedagang/wiraswasta (42%) dan petani/nelayan (41%). Pendapatan ratarata responden per bulan di atas Rp 1,000,000 (55%) dan Rp 500,000 Rp 1,000,000 (3.0%) sedangkan sisanya berpenghasilan kurang dari Rp 500,000. Jarak rumah responden terhadap Sungai Ciujung sebagian besar sekitar 100 meter dari Sungai Ciujung (58%) dan sekitar 50 meter dari Sungai Ciujung (24%). Responden yang menggunakan air Sungai Ciujung untuk kebutuhan seharihari sebagian besar sudah lebih dari 20 tahun (49%) dan tahun (42%).

50 Sedangkan responden lainnya menggunakan air Sungai Ciujung 5-10 tahun (9%) dan kurang dari 5 tahun (1%). (2) Perilaku Masyarakat dalam Pengendalian Air Sungai Ciujung Perubahan perilaku masyarakat dalam pengendalian pencemaran sungai dapat dilakukan dengan memberikan informasi mengenai cara pengendalian pencemaran sungai yang melibatkan peran serta masyarakat. Pengetahuan itu akan menimbulkan kesadaran mereka dan akhirnya akan menyebabkan orang berperilaku sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya itu. Persepsi pada hakekatnya merupakan pandangan individu terhadap suatu objek atau stimulus. Persepsi yang benar terhadap lingkungannya sangat diperlukan karena persepsi merupakan dasar pembentukkan sikap dan perilaku yang akan menentukan tindakan individu selanjutnya. Menurut Sasanti (2003), Persepsi merupakan suatu proses pengenalan atau identifikasi sesuatu dengan menggunakan panca indera. Kesan yang diterima individu sangat bergantung pada seluruh pengalaman yang telah diperoleh melalui proses berpikir dan belajar, serta dipengaruhi oleh faktor yang berasal dari dalam diri individu. Menurut Hartley (2006), persepsi individu terhadap suatu objek sangat dipengaruhi oleh informasi, ketidakpastian atau ketidaklengkapan informasi dapat menyebabkan persepsi yang tidak benar. Lebih lanjut Hartley (2006) menyatakan bahwa informasi berkaitan dengan ilmu pengetahun dan teknologi, pengetahuan lokal, karakteristik daerah, tata nilai, kontek lokal dan informasi lain terkait faktor politik, sosial, ekonomi, dan lingkungan. Interpretasi individu terhadap kualitas, pemanfaatan dan kelayakan sungai untuk peruntukan dapat mempengaruhi persepsi dan sikapnya terhadap upaya pencegahan dan penanggulangan pencemaran air sungai. Berdasarkan hasil kuesioner dapat dilihat bahwa responden yang mengetahui pengertian air bersih sebesar 99.5% di mana pada umumnya mereka hanya menjawab tidak berwarna. Hal ini menunjukkan bahwa responden menganggap air yang tidak berwarna sudah termasuk air bersih. Hal ini tidak sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI No 416/Menkes/PER/IX/1990 yang menyatakan air bersih adalah air yang jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa, dan tidak mengandung mineral/kuman-kuman yang membahayakan tubuh. Menurut Kusnoputranto (2000), air bersih merupakan air yang tidak menyebabkan penyakit bagi manusia. Oleh karena itu, air tersebut harus memenuhi persyaratan-persyaratan kesehatan, sekurang-kurangnya mendekati persyaratan air yang telah ditentukan. Dengan demikian air yang tidak berwarna belum tentu memenuhi persyaratan kesehatan. Masyarakat seluruhnya telah mengetahui (100%) mengenai pemanfaatan air sungai. Pengetahuan mengenai pencemaran dan sumber pencemaran Sungai Ciujung adalah 94.5% dan 99.5%. Responden yang menjawab tahu, sebagian besar menjawab bahwa sumber pencemaran adalah dari limbah pabrik kertas. Hal ini menunjukkan bahwa responden secara umum tidak mengetahui bahwa limbah yang bersifat non point source juga dapat menyebabkan pencemaran air bersih. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa 77.5% responden mengetahui waktu terjadinya pencemaran di Sungai Ciujung sehingga mereka sudah merasakan dan mengetahui dampak dari pencemarannya yang sudah berlangsung cukup lama (96%). Namun sebagian besar responden belum mengetahui cara 95

51 pengendalian pencemaran yang terjadi di Sungai Ciujung, responden yang mengetahui cara pengendalian sungai hanya 38%. Menurut Notoatmodjo (2003), perilaku seseorang akan lebih baik dan dapat bertahan lama apabila didasari oleh pengetahuan yang baik. Oleh karena itu, pengetahuan masyarakat mengenai cara pengendalian pencemaran air sungai khususnya Sungai Ciujung perlu ditingkatkan sehingga masyarakat memungkinkan untuk ikut berpartisipasi dan berperan serta dalam pengendalian pencemaran di Sungai Ciujung. Dengan demikian pencemaran di Sungai Ciujung dapat diminimalisir. (3) Persepsi Masyarakat tentang Pengendalian Pencemaran Hasil pengumpulan data melalui kuesioner menunjukkan bahwa masyarakat sekitar bantaran Sungai Ciujung pada umumnya memiliki persepsi yang tinggi terhadap pemanfaatan Sungai Ciujung dan kelayakan air Sungai Ciujung, namun persepsi masyarakat terhadap masalah kualitas air Sungai Ciujung umumnya masih tergolong sedang dan perlu ditingkatkan. Hasil analisis persepsi ditunjukkan pada Gambar % Tahu Tidak tahu Pengetahuan Gambar 5.39 Persepsi masyarakat terhadap pencemaran air Sungai Ciujung. Gambar di atas menunjukkan bahwa persepsi masyarakat sekitar Sungai Ciujung terhadap pencemaran sudah baik dan tinggi. Tingginya persepsi responden terhadap pencemaran sungai diharapkan dapat menjadi dasar yang mempengaruhi sikap dan perilaku masyarakat untuk tidak mencemari sungai dan ikut berpartisipasi melakukan upaya-upaya perbaikan kualitas air Sungai Ciujung dalam rangka pengendalian pencemaran, sehingga di masa yang akan datang kualitas air Sungai Ciujung akan memenuhi standar kualitas air untuk bahan baku air minum. Persepsi masyarakat yang benar terhadap upaya pengendalian pencemaran air Sungai Ciujung merupakan faktor penting karena akan menentukan peran dan partisipasi masyarakat selanjutnya. Hasil analisis data kuesioner menunjukkan bahwa secara umum, masyarakat sekitar bantaran Sungai Ciujung memiliki persepsi yang tinggi terhadap pencegahan dan penanggulangan pencemaran air Sungai Ciujung, namun hal tersebut tidak sejalan dengan kondisi

52 Sungai Ciujung yang masih tetap tercemar. Hal ini diduga akibat kurangnya kesadaran industri dalam pengelolaan limbahnya dengan baik dan benar serta kurangnya peran serta masyarakat dalam pengendalian pencemaran sungai. Hasil penelitian JICA dan KLH tahun 2007 (KLH 2008) menunjukkan bahwa 15% orang yang tinggal dalam jarak 100 m dengan tempat penampungan sampah melakukan pembuangan sampah ke sungai, sementara sebanyak 70% orang yang tinggal dengan jarak antara 100 m hingga 200 m dengan TPS melakukan pembuangan sampah ke sungai. Menurut Harihanto (2001), ada tiga faktor yang menyebabkan perilaku individu tidak sesuai dengan sikap dan tindakannya, yaitu: motivasi, pandangan mengenai perilaku panutan, dan pandangan mengenai konsekuensi dari perilaku tertentu terhadap air sungai. (4) Sikap Berdasarkan hasil penelitian pada Gambar 5.40 dapat dilihat bahwa 92% responden menyatakan setuju air sungai Ciujung digunakan sebagai sumber air bersih. Namun air Sungai Ciujung telah mengalami pencemaran, sehingga perlu diolah terlebih dahulu sebelum dipergunakan untuk keperluan rumah tangga. Pengolahan (purifikasi) air ini dapat dibagi dalam dua golongan yaitu, purifikasi alami dan purifikasi buatan. 97 % setuju Tidak setuju Sikap Gambar 5.40 Sikap masyarakat terhadap pencemaran Sungai Ciujung Dalam purifikasi buatan ini air mengalami tiga proses secara bertahap, yaitu proses koagulasi, filtrasi dan desinfeksi. Setelah mengalami ketiga proses tadi barulah air sungai dapat dipergunakan untuk kepentingan rumah tangga. Masyarakat sebanyak 97% tidak setuju sampah dibuang ke sungai namun 94.5% setuju jika air Sungai Ciujung dimanfaatkan untuk mandi dan 93% setuju digunakan untu mencuci piring dan pakaian. Sebaliknya, masyarakat tidak setuju jika air sungai Ciujung digunakan untuk BAB sebesar 83.5%, untuk memandikan ternak 78.5% dan untuk memandikan kendaraan 92%. Hal ini menunjukkan sikap responden masih buruk sehingga menganggap mandi dan mencuci di sungai adalah hal yang wajar sedangkan untuk mencuci kendaraan dan memandikan ternak tidak wajar. Seharusnya untuk keperluan hidup manusia sehari-hari

53 termasuk mandi, air harus memenuhi syarat-syarat yang ditentukan berdasarkan kepentingan kesehatan manusia. Dengan demikian ini menunjukkan sikap responden dalam hal pemeliharaan kebersihan sungai masih kurang. Hal ini tidak sesuai dengan sikap responden di mana seluruh responden menyatakan setuju bila kebersihan sungai harus dijaga dan sumber air bersih harus terhindar dari bahan pencemar. Sikap masyarakat dalam hal menjaga kebersihan sungai dan sungai terhindar dari pencemar cukup tinggi, di mana yang menyatakan setuju masingmasing 98.5% dan 100%. Namun responden yang setuju bahwa masyarakat ikut berpartisipasi dalam menjaga kebersihan hanya 70.5%. Hal ini memperlihatkan bahwa masyarakat yang setuju bahwa sungai Ciujung terhindar dari pencemar namun tidak setuju untuk terlibat berpartisipasi dalam hal menjaga kebersihan sebanyak 29.5%. Kurangnya keinginan masyarakat berpartisipasi dalam menjaga kebersihan sungai sebagai salah satu cara pengendalian pencemaran Sungai Ciujung menunjukkan sikap yang kurang baik. Sikap yang kurang baik akan mempengaruhi tindakan yang kurang baik pula. Menurut Ajzen dalam Azwar (2005), sikap terbentuk dari adanya informasi secara formal maupun informal yang diperoleh oleh setiap individu. Berarti sikap sejalan dengan pengetahuan, apabila pengetahuan seseorang baik maka sikap juga baik. Menurut Notoatmodjo (2003), bahwa sikap terdiri atas beberapa tingkatan yaitu menerima, merespon, menghargai dan bertanggung jawab. Berdasarkan hasil penelitian dapat dijelaskan bahwa sikap masyarakat yang kategori sedang dapat dikatakan masih pada tingkatan menghargai namun belum dapat bertanggung jawab sehingga memungkinkan masyarakat melakukan tindakan yang kurang baik. Sikap masyarakat yang baik belum tentu menghasilkan tindakan yang baik. Dalam penerapannya sikap terkadang tidak sejalan dengan tindakan, sehingga untuk mewujudkan sikap menjadi suatu tindakan nyata perlu ada faktor pendukung, di antaranya fasilitas ataupun dukungan dari pihak lain. (5) Tindakan Partisipasi (participation) adalah suatu tindakan mengambil bagian atau memberi sumbangan pada aktivitas atau peristiwa. Tindakan itu dapat dilakukan oleh perorangan atau oleh sejumlah orang yang terorganisasi ataupun tidak. Partisipasi masyarakat dalam pengendalian pencemaran air Sungai Ciujung adalah keterlibatan masyarakat baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap aktivitas pengendalian pencemaran. Menurut Benjathikul (1986), partisipasi masyarakat dipengaruhi oleh faktor sosial, ekonomi, politik, budaya, dan faktor sosio-psikologi. Hasil analisis data kuesioner partisipasi masyarakat dalam pengendalian pencemaran ditunjukkan pada Gambar Berdasarkan hasil penelitian pada Gambar 5.41 dapat dilihat bahwa sebagian besar responden menggunakan air sungai sebagai air bersih (93%) dan untuk MCK (89.5%). Hal ini menunjukkan tindakan responden masih kurang baik dalam hal perilaku hidup bersih dan sehat di mana masih menggunakan air sungai untuk kebersihan dirinya. Masyarakat terpaksa menggunakan air sungai untuk keperluan rumah tangga dan kebersihan dirinya karena tidak memiliki sumber air bersih selain air Sungai Ciujung. Dari hasil wawancara dengan 98

54 masyarakat sekitar Sungai Ciujung yang 90.5% di antaranya telah menggunakan sungai Ciujung lebih dari 10 tahun, seluruhnya menyatakan bahwa sebelum ada industri kertas, kondisi sungai bersih dan masih layak untuk memenuhi kebutuhan air bersihnya. Namun sejak ada dua industri kertas yang cukup besar dengan debit buangan 41,600 m 3 /hari ke Sungai Ciujung secara terus menerus dan telah berlangsung cukup lama membuat kualitas sungai menurun dan tercemar. Bantuan berupa air bersih yang diberikan pihak perusahaan tidak pernah mencukupi kebutuhan masyarakat sekitar, sehingga masyarakat tidak memiliki pilihan lain selain tetap memanfaatkan air sungai Ciujung meskipun sudah dalam kondisi tercemar. 99 % Ya Tidak Tindakan Gambar 5.41 Tindakan masyarakat terhadap pengendalian pencemaran Sungai Ciujung Responden menyatakan tidak melakukan buang sampah ke sungai (99%) dan tidak memandikan ternak (80%) atau mencuci kendaraanya di Sungai Ciujung (92%). Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat memiliki kesadaran untuk memelihara kebersihan sungai. Masyarakat sekitar Sungai Ciujung 80% tidak memanfaatkan air Sungai Ciujung untuk perikanan, namun 54% masyarakat memanfaatkannya untuk pertanian dan peternakan. Hasil wawancara dengan masyarakat, sejak terjadi pencemaran di Sungai Ciujung, tidak ada perusahaan tambak yang beroperasi. Saat ini hanya beberapa rumah tangga petambak yang berasal dari masyarakat biasa saja yang masih bertahan menjalankan usahanya meskipun dengan hasil panen yang rendah baik secara kualitas maupun kuantitas. Masyarakat yang memanfaatkan air sungai untuk industri hanya 15% sedangkan yang ikut berpartisipasi dalam menjaga kebersihan sungai sebanyak 94.5%. Bentuk partisipasi yang umumnya mereka lakukan adalah dengan tidak membuang sampah ke sungai. Masyarakat yang memanfaatkan air sungai sebagai pendapatan sehari-hari sebanyak 37%. Menurut Notoatmodjo (2003), suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavioral). Untuk terwujudnya sikap agar menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang

55 100 memungkinkan yaitu berupa fasilitas. Di samping itu ada faktor dukungan (support) dari pihak lain di dalam praktek atau tindakan. Dalam hal ini pengetahuan dan sikap responden tentang penggunaan air sungai Ciujung masih kurang. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa persepsi yang benar tentang pencegahan dan penanggulangan pencemaran air tidak selalu diikuti tindakan nyata dalam pengendalian Faktor pendukung seperti penghasilan keluarga, pendidikan responden merupakan faktor pendukung yang memungkinkan responden masih menggunakan air sungai Ciujung dalam keperluan sehari-hari. Hal tersebut sesuai hasil penelitian Pimon (2004) yang menyatakan bahwa selain adanya persepsi yang benar, partisipasi masyarakat juga dipengaruhi oleh faktor gender, pengetahuan, tingkat pendapatan, status sosial dan pesan persepsi (message perception), namun tidak berkaitan dengan usia, pekerjaan, dan lama tinggal dalam komunitas. Hal tersebut juga sesuai dengan hasil penelitian Mulyanto (2003), yang menyimpulkan bahwa tingkat partisipasi masyarakat terhadap pengendalian pencemaran berbeda-beda sesuai situasi setempat (sosial, ekonomi, kultural). Aspek ekonomi mempunyai pengaruh kecil terhadap partisipasi masyarakat, namun kondisi sosial dan budaya masyarakat berpengaruh signifikan terhadap partisipasi masyarakat dalam pengendalian pencemaran, terutama menyangkut penanggulangan limbah domestik. (6) Dampak Air Sungai Ciujung Terhadap Kesehatan Masyarakat Tabel 5.18 Distribusi responden berdasarkan keluhan kesehatan kulit setelah menggunakan air sungai Ciujung No Keluhan Kesehatan Kulit Frekuensi Persentase (%) 1 Responden yg mengalami keluhan kesehatan kulit a. ada b. Tidak ada Jumlah Responden yang memiliki anggota keluarga yang mengalami keluhan kesehatan kulit 3 a. Ada b. Tidak ada Jumlah Jumlah anggota keluarga responden yang mengalami keluhan kesehatan kulit a. 4 orang b. 4 orang Jumlah Berdasarkan hasil penelitian pada masyarakat sepanjang Sungai Ciujung diperoleh bahwa dari 200 responden yang menggunakan air sungai terdapat 179 responden yang mengalami keluhan kesehatan kulit (89.5%) dan yang tidak ada keluhan sebanyak 21 orang (10.5%). Responden yang memiliki anggota keluarga yang mengalami keluhan sakit kulit sebanyak 178 orang (89%) dan yang tidak sebanyak 22 orang (11%). Responden yang memiliki jumlah anggota keluarga

56 101 4 orang yang mengalami keluhan kesehatan kulit, yaitu sebanyak 35 orang (19.66%) dan > 4 orang sebanyak 143 orang (80.34%). Keluhan kesehatan kulit yang dirasakan oleh responden dan anggota keluarga umumnya adalah gatal-gatal (90%), bintik-bintik merah (89.5%), nyeri (80.5%), panas/hangat (77.5%) dan kulit bersisik (90.5%), sedangkan yang mengalami diare sebanyak 84%. Strategi Pengendalian Pencemaran Sungai Ciujung Strategi pengendalian pencemaran air merupakan upaya yang dilakukan dalam rangka pencegahan dan penanggulangan terjadinya pencemaran air serta pemulihan kualitas air sesuai kondisi alaminya sehingga kualitas air sungai terjaga sesuai dengan peruntukkannya. Strategi pengendalian pencemaran Sungai Ciujung dirumuskan berdasarkan hasil Analitycal Hierarchy Process (AHP). Alternatif kegiatan, tujuan pengendalian, aktor (stakeholders) yang berperan, dan kriteria dalam rangka menentukan strategi pengendalian pencemaran di Sungai Ciujung dilakukan dengan cara melakukan wawancara mendalam dengan pakar (expert judgement) dan pengisian kuesioner untuk menjaring berbagai informasi tentang alternatif, tujuan, stakeholders dan kriteria terkait strategi pengendalian pencemaran Sungai Ciujung. Analisis AHP dalam strategi pengendalian pencemaran Sungai Ciujung ditetapkan menjadi 5 (lima) level. Level pertama adalah goal atau fokus kegiatan, yaitu pengendalian pencemaran Sungai Ciujung. Level kedua adalah kriteria, level ketiga adalah aktor atau pelaku yang berperan dalam pengendalian pencemaran, level keempat adalah tujuan pengendalian pencemaran dan level kelima adalah alternatif strategi pengendalian pencemaran. Skala prioritas disusun berdasarkan pada bobot (eigen value) yang dihasilkan pada matriks perbandingan, di mana bobot yang lebih tinggi diletakkan sebagai faktor utama, sedangkan semakin kecil bobot akan semakin rendah dalam prioritas penentuan strategi pengendalian pencemaran Sungai Ciujung. Wawancara dilakukan terhadap beberapa narasumber yang berasal dari Perguruan Tinggi, Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kabupaten Serang, Dinas Pemukiman dan Sumber Daya Air Propinsi Banten, LSM Lingkungan dan Masyarakat Forum Komunikasi DAS Ciujung serta industri. Berdasarkan hasil wawancara, alternatif strategi pengendalian pencemaran Sungai Ciujung yang berhasil diidentifkasi adalah: (1) Penerapan pajak limbah industri (A-1) (2) Pemantauan kualitas air limbah dan air sungai (A-2) (3) pengetatan perijinan dan kuota pembuangan limbah (A-3) (4) penetapan kelas sungai dan daya tampung beban pencemaran (DTBP) (A-4) (5) Relokasi industri (A-5) Kriteria yang digunakan untuk menentukan strategi pengendalian pencemaran Sungai Ciujung adalah: (1) Efektivitas (K-1), (2) Efisiensi (K-2), Keberlanjutan (K-3), Kemudahan manajemen (K-4), Partisipasi masyarakat (K-5) dan Keadilan (K-6). Sedangkan penentuan stakeholder yang berperan dalam pengendalian pencemaran adalah: Pemerintah (S-1), Industri (S-2), Masyarakat

57 102 (S-3), LSM (S-4) dan Perguruan Tinggi (S-5). Adapun tujuan dalam pengendalian pencemaran Sungai Ciujung antara lain: Mereduksi beban pencemaran (T-1), Meningkatkan kesejahteraan masyarakat (T-2), dan Menjaga kualitas air sungai (T-3). Seluruh hirarki yang terkait dalam pengendalian pencemaran Sungai Ciujung tersebut dapat dilihat dalam gambar berikut. Level 1 Fokus Pengendalian Pencemaran Sungai Ciujung Level 2 Kriteria Efektivitas Efisiensi Keberlanjutan Kemudahan Manajemen Partisipasi Masyarakat Keadilan Level 3 Aktor Pemerintah Industri Masyarakat LSM Perguruan Tinggi Level 4 Tujuan Mereduksi Beban Pencemaran Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat Menjaga Kualitas Air Sungai Level 5 Alternatif Penerapan pajak limbah industri Pemantauan Kualitas Air Pengetatan Perijinan dan Kuota Limbah Penetapan Kelas Sungai dan DTBP Relokasi Industri Gambar 5.42 Struktur proses hirarki analitik (AHP) dalam pengendalian pencemaran Sungai Ciujung Proses hirarki analitik ini digunakan dalam mengevaluasi semua hal yang terkait dengan proses penentuan prioritas alternatif strategi pengendalian pencemaran Sungai Ciujung. Proses ini juga digunakan untuk melihat dinamika berbagai hal yang terkait dengan pencapaian fokus pengendalian pencemaran Sungai Ciujung. Penentuan dinamika ini dilakukan menggunakan preferensi berbagai pakar yang memahami dinamika pengendalian pencemaran Sungai Ciujung. Preferensi dari masing-masing pakar diuji konsistensinya dan dianggap memadai jika rasio konsistensinya (consistency ratio) memiliki indeks konsistensi (consistency index, CI) kurang dari 0.1. Hasil AHP menunjukan penilaian gabungan seluruh elemen pada setiap level yang dilakukan para pakar terhadap struktur tersebut memiliki tingkat konsistensi yang baik. Hal ini ditunjukkan dengan nilai rasio konsistensi (CR) rata-rata 0.063, sehingga memenuhi batas CR maksimum yang diperbolehkan sebesar 0.1. Penilaian ini menghasilkan nilai pembobotan pada setiap elemen, sekaligus memberikan gambaran prioritas pada setiap elemen tersebut. Kontribusi tiap level hirarki dalam AHP pengendalian pencemaran Sungai Ciujung menjelaskan besarnya pengaruh dari setiap elemen dalam sebuah level hirarki terhadap setiap elemen lainnya dalam level hirarki yang berbeda.

58 103 Gambar 5.43 Kontribusi level kriteria terhadap level fokus pengendalian pencemaran Sungai Ciujung. Hasil analisis AHP (Gambar 5.43) menggunakan aplikasi program Criterium decision Plus (CDP), menunjukkan bahwa kriteria keberlanjutan (eigen value 0.298) menjadi kriteria yang paling prioritas dalam rangka menentukan strategi pengendalian pencemaran Sungai Ciujung, kemudian diikuti oleh kriteria efektivitas (eigen value 0.160), partisipasi masyarakat (eigen value 0.159), efisiensi (eigen value 0.158), keadilan (eigen value 0.115), dan terakhir kemudahan manajemen (eigen value 0.111). Urutan kriteria disusun berdasarkan pada bobot prioritas yang dihasilkan pada matriks perbandingan, di mana bobot yang lebih tinggi diletakkan sebagai kriteria utama, sedangkan semakin kecil bobot akan semakin rendah kriterianya dalam penentuan strategi pengendalian pencemaran Sungai Ciujung. Hasil analisis matriks perbandingan berpasangan untuk penentuan stakeholder yang paling berperan dalam pencapaian fokus dari level aktor adalah industri (eigen value 0.314), kemudian diikuti oleh pemerintah (eigen value 0.298), masyarakat (eigen value 0.238), perguruan tinggi (eigen value 0.076), dan LSM (eigen value 0.074) seperti yang ditunjukkan pada Gambar 5.44 berikut. Gambar 5.44 Kontribusi level aktor terhadap level fokus pengendalian pencemaran Sungai Ciujung.

59 104 Kontribusi elemen dalam level tujuan terhadap level fokus (Gambar 5.45) menunjukkan bahwa kontribusi terbesar yang berpengaruh terhadap penentuan setiap elemen pada pencapaian fokus dari level hirarki tujuan adalah mereduksi beban pencemaran (eigen value 0.496), kemudian diikuti dengan menjaga kualitas air sungai (eigen value 0.304), dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat (eigen value 0.201). Gambar 5.45 Kontribusi level tujuan terhadap level fokus pengendalian pencemaran Sungai Ciujung. Selain bobot di setiap level, diperoleh juga agregat yang dapat menggambarkan bobot kepentingan tiap elemen dalam setiap level hirarki. Agregat bobot ini menunjukan skala kepentingan tiap elemen dalam tiap level hirarkinya secara sistemik terkait keseluruhan struktur AHP yang telah dibangun. Hasil pembobotan struktur AHP ini dapat dilihat pada Gambar Fokus Kriteria Aktor Tujuan Alternatif Gambar 5.46 Agregat pembobotan dalam struktur AHP pengendalian pencemaran Sungai Ciujung Hasil analisis AHP menggunakan aplikasi program Criterium Decision Plus (CDP), menunjukkan kriteria yang paling penting dalam menentukan strategi

60 105 pengendalian pencemaran Sungai Ciujung adalah keberlanjutan (eigen value 0.298), efektivitas (eigen value 0.160) dan partisipasi masyarakat (eigen value 0.159). Hal ini menunjukkan bahwa segala upaya dan kegiatan yang dilakukan dalam pengendalian pencemaran harus mendukung kepada keberlanjutan sehingga fungsi sungai akan kembali sesuai peruntukannya tanpa mengabaikan ekositem yang ada. Menurut Arifin (2007), berkelanjutan secara ekonologi mengandung arti bahwa kegiatan pembangunan harus dapat mempertahankan integritas ekosistem, memelihara daya dukung lingkungan dan konservasi SDA termasuk keanekaragaman hayati (biodiversity) serta penggunaan teknologi ramah lingkungan. Pembangunan berkelanjutan mensyaratkan keserasian antara laju kegiatan pembangunan dengan daya dukung (carrying capacity) lingkungan alam untuk menjamin tersedianya aset SDA dan jasa-jasa lingkungan (environmental services) yang minimal sama untuk generasi mendatang (Bengen 2003). Pengendalian pencemaran merupakan upaya perlindungan terhadap lingkungan. Dalam melaksanakan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup maka peran serta masyarakat sangat dibutuhkan untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan. Berdasarkan UU no 32/2009, masyarakat memiliki hak dan kesempatan yang sama dan seluas-luasnya untuk berperan aktif dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup berupa pengawasan sosial, pemberian saran, pendapat, usul, keberatan, pengaduan; dan/atau serta penyampaian informasi dan/atau laporan. Masih adanya persepsi masyarakat yang menganggap sungai dan bantaran sungai sebagai tempat pembuangan limbah, baik limbah cair maupun limbah padat akan meningkatkan beban pencemaran ke Sungai Ciujung. Kondisi ini dapat terjadi karena kurang dilibatkannya masyarakat dalam upaya pengendalian pencemaran dan pengawasan pengelolaan Sungai Cujung. Pendekatan penyelesaian masalah pencemaran Sungai Ciujung yang hanya menggunakan pendekatan teknis dan penegakan hukum serta mengabaikan peran masyarakat yang seringkali aktif berinteraksi dengan sumber pencemar menjadi tidak efektif. Faktor partisipasi masyarakat merupakan faktor penting dalam mengembalikan kualitas air Sungai Ciujung (Suwari 2010). Untuk meningkatkan pemahaman masyarakat dapat dilakukan dengan sering dilakukannya sosialisasi dan penyuluhan masalah pencemaran lingkungan kepada masyarakat sehingga memiliki pemahaman dan kesadaran bahwa upaya pengendalian pencemaran lingkungan hidup merupakan langkah pelestarian lingkungan yang perlu dilaksanakan oleh semua pihak, dan partisipasi masyarakat ikut memberi peran dalam meningkatkan kualitas hidup yang lebih baik. Kegiatan ini bisa dilakukan sejalan dengan kegiatan lain yang sudah berjalan di masyarakat. Untuk meningkatkan partisipasi serta mendinamisasikan masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup diperlukan komunikator yang mampu menyampaikan informasi dan dorongan motivasi tentang pengertian pentingnya menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup bagi kesejahteraan masyarakat secara berkelanjutan. Komunikator yang selama ini masih diperankan oleh pihak pemerintah harus mulai dialihkan kepada masyarakat setempat (lurah, ketua RT/RW, tokoh masyarakat/pemuda) yang dapat dijadikan sebagai local exspert. Selain itu, penyampaian pesan lingkungan kepada masyarakat akan lebih optimal jika disampaikan oleh kelompoknya dan pesan masalah lingkungan harus ditentukan berdasarkan kepada hal yang masih memerlukan perubahan sikap dan

61 106 prilaku. Sehingga komunikasi lingkungan hidup diharapkan dapat mengubah sikap dan prilaku negatif menjadi positif selain menambah tingkat pengetahuan (Mulyanto 2003). Peran masyarakat dilakukan untuk (1) meningkatkan kepedulian dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, (2) meningkatkan kemandirian, keberdayaan masyarakat, dan kemitraan, (3) menumbuhkembangkan kemampuan dan kepeloporan masyarakat, (4) menumbuhkembangkan ketanggap segeraan masyarakat untuk melakukan pengawasan sosial, dan (5) mengembangkan dan menjaga budaya dan kearifan lokal dalam rangka pelestarian fungsi lingkungan hidup. Aktor yang paling berperan dalam keberhasilan pengendalian pencemaran di Sungai Ciujung adalah industri (eigen value 0.314) dan pemerintah (eigen value 0.298). Industri yang berada di Kabupaten Serang berjumlah 483 industri, di mana terdapat 14 industri yang membuang limbah cairnya melalui Sungai Cikambuy (anak Sungai Ciujung), dan yang membuang langsung limbahnya ke Sungai Ciujung ada 3 industri, yaitu 2 industri kertas dan 1 industri bahan kimia untuk kertas (BLH 2012). Industri-industri ini mengambil peran yang cukup berarti dalam menambah tumpukan persoalan terjadinya pencemaran di Sungai Ciujung terutama pada musim kemarau dan saat debit Sungai Ciujung kritis. Hal ini terjadi, akibat masih adanya beberapa industri yang menjalankan usahanya tanpa memiliki sarana instalasi pengolah limbah (IPAL), dan masih rendahnya tingkat kesadaran para pelaku usaha dalam mengelola limbah cairnya. Oleh karena itu untuk membantu meningkatkan daya dukung Sungai Ciujung sebagai Sungai kelas II, peran industri adalah yang paling utama. Kebijakan yang telah diambil oleh pemerintah daerah Kabupaten Serang dalam rangka pengendalian pencemaran Sungai Ciujung adalah dengan mengeluarkan SK Bupati yang mewajibkan seluruh industri yang berada di Kawasan Industri Modern Cikande dan bantaran Sungai Ciujung untuk membuat lagoon sebagai tempat penampungan air limbah pada saat debit Sungai Ciujung kritis dan larangan membuang limbah cairnya ke Sungai Cikambuy dan Ciujung selama debit kritis tersebut. Industri yang sudah menunjukkan ketaatan terhadap kebijakan tersebut hanya terbatas kepada beberapa industri yang menghasilkan limbah cairnya dalam volume yang rendah. Sementara 2 (dua) industri kertas yang menghasilkan limbah cairnya dengan total lebih dari 40,600 m 3 /hari dan yang diduga sebagai perusahaan yang paling berkontribusi terjadinya peningkatan pencemaran di Sungai Ciujung belum menunjukkan komitmen untuk mentaati kebijakan tersebut sehingga pencemaran di Sungai Ciujung terus berlangsung dan akibatnya salah satu industri kertas telah mendapatkan sanksi berupa audit lingkungan wajib dari KLH. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kesadaran industri masih rendah dalam pengelolaan limbahnya sehingga berdampak pada pencemaran Sungai Ciujung, sehingga pihak pemerintah sebagai legulator harus ketat dalam pengawasan dan lebih tegas dalam menegakan peraturan. Mereduksi beban pencemaran (eigen value 0.496) adalah menjadi tujuan paling utama yang ingin dicapai dalam rangka menentukan strategi pengendalian pencemaran Sungai Ciujung. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian terhadap sampel air Sungai Ciujung yang menunjukkan bahwa kualitasnya tidak dapat memenuhi kriteria mutu air sungai kelas II, bahkan telah melampaui kelas IV.

62 107 Begitupun dengan hasil analisis terhadap kualitas effluent limbah cair sebagian besar menunjukkan tidak memenuhi baku mutu yang telah ditetapkan dalam KepMen LH Nomor 51/1995. Rendahnya kualitas air Sungai Ciujung diakibatkan tingginya beban pencemaran yang masuk ke sungai dari aktivitas industri (Point Source) di samping aktivitas pertanian, domestik dan peternakan (Non Point Source) sehingga harus ada upaya untuk mereduksi beban pencemaran tersebut. Beberapa upaya yang direkomendasikan untuk dilakukan oleh industri dalam rangka mengendalikan pencemaran di Sungai Ciujung adalah (1) memanfaatkan kembali air limbahnya sehingga dapat mengefisienkan penggunaan air sekaligus mengurangi masalah pencemaran, (2) membangun kolam penampungan limbah cair sebagai emergency wastewater pond/emergency plan untuk keadaan darurat dengan kapasitas minimal sesuai debit buangan limbah cair terolah aktual maksimum ke Sungai Ciujung dan masa tinggal disesuaikan ketika debit Sungai Ciujung 0, (3) melengkapi SOP dengan rencana tindakan darurat terhadap kejadian pencemaran air serta melengkapi dengan prasarana keadaan darurat yang memadai untuk menyimpan air limbah yang dihasilkan, dan (4) Peningkatan kinerja IPAL untuk menurunkan beban limbah cair pada musim kemarau (debit sungai 0 10 m 3 /detik). Untuk mencapai kondisi tersebut diperlukan komitmen yang tinggi dari para pelaku usaha di samping perangkat manajemen, sumber daya manusia yang memadai dan dukungan pembiayaan perawatan IPAL (Wibowo 2012). Terdapatnya senyawa AOX dalam sampel effluent limbah cair industri kertas dan tingginya kandungan senyawa AOX dalam sampel air sungai, menuntut upaya peningkatan kinerja IPAL harus didasarkan kepada upaya penurunan kandungan senyawa ini di samping menurunkan nilai parameter BOD dan COD. Hal ini harus dilakukan karena menurut Savant (2006), sejumlah proses pengolahan limbah yang efektif mereduksi COD dan BOD menunjukkan tidak mampu secara efektif mengurangi AOX dari air limbah. Tetapi proses gabungan antara proses kimia dan biologi serta dengan kondisi anaerobik secara efisien dapat mereduksi AOX. Upaya penurunan konsentrasi senyawa AOX ini harus dilakukan karena senyawa ini berdampak negatif terhadap lingkungan akibat sulit terdegradasi oleh bakteri dan beberapa senyawa ini diduga sebagai penyebab kanker dan kerusakan hati. Selain itu, senyawa ini dikhawatirkan terbioakumulasi dalam ikan dan dapat menimbulkan risiko bagi kesehatan manusia jika mengkonsumsi ikan yang terkontaminasi dalam jumlah besar (UNEP 2008, US EPA 1997) Hasil analisis berdasarkan matriks perbandingan berpasangan antar elemen level lima (alternatif) dengan memperhatikan keterkaitannya dengan level empat (tujuan) diperoleh hasil penilaian (skor) tingkat kepentingan antar masing-masing alternatif dalam pengendalian pencemaran Sungai Ciujung berdasarkan prioritas masing-masing tujuan yang telah ditetapkan. Prioritas alternatif strategi pengendalian pencemaran Sungai Ciujung berdasarkan level tujuan yang mempunyai bobot tertinggi adalah pengetatan perijinan dan kuota limbah (eigen value 0.309), diikuti dengan pemantauan kualitas air (eigen value 0.228), penetapan kelas air dan daya tampung beban pencemaran (eigen value 0.195), penerapan pajak limbah (eigen value 0.141) dan relokasi industri (eigen value 0.127) seperti ditunjukkan pada Gambar 5.47.

63 108 Penerapan pajak limbah Pemantauan kualitas air Pengetatan perijinan & kuota Penetapan kelas air & DT Relokasi industri Gambar Prioritas alternatif strategi pengendalian pencemaran Alternatif upaya yang paling utama dapat dijadikan pertimbangan oleh pemerintah daerah Kabupaten Serang berdasarkan hasil analisis AHP untuk mereduksi beban pencemaran adalah dengan memperketat ijin pembuangan limbah cair dan memperketat kuota limbah yang boleh di buang ke sungai setelah memenuhi baku mutu limbah cair. Tujuan pengetatan perijinan pembuangan limbah adalah sebagai upaya pencegahan pencemaran dari sumber pencemar, upaya penanggulangan dan atau pemulihan mutu air pada sumber air serta untuk mewujudkan kelestarian fungsi air agar dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan sesuai peruntukannya. Setiap industri yang mengajukan ijin pembuangan limbah cair ke Kabupaten melalui BLH harus diseleksi ketat dan memenuhi persyaratan sesuai PP No 82/2001 dan KepMen No 51/1995 dengan melaporkan desain IPAL, debit limbah, peta lokasi pembuangan dan area pembuangan limbah (Suwari 2010). Dalam ijin pembuangan limbah yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk industri, harus didasarkan kepada kondisi Sungai Ciujung, dimana pada saat kondisi debit Sungai Ciujung normal (50 m 3 /detik), industri boleh membuang limbah cairnya yang telah memenuhi baku mutu sesuai ijin, tetapi pada saat kondisi debit sungai kritis maka kualitas dan kuantitas limbah industri yang dibuang ke sungai harus menyesuaikan dengan kualitas air sungai saat itu. Pemodelan Dinamis Analisis Kebutuhan Analisis kebutuhan merupakan tahap awal untuk mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan dari masing-masing pelaku/stakeholders. Bila pelaku merasa bahwa mekanisme sistem tidak dapat mengakomodasi kebutuhannya, maka pelaku sebagai komponen sistem tidak akan menjalankan fungsi secara optimal sehingga mengakibatkan kinerja sistem terganggu dan sebaliknya (Hartrisari 2007). Analisis kebutuhan selalu menyangkut interaksi antara respon yang timbul dari seseorang terhadap jalannya sistem (Marimin 2007). Analisis kebutuhan sistem pengendalian pencemaran Sungai Ciujung melibatkan beberapa stakeholder yang terlibat dalam sistem tersebut. Stakeholder yang terlibat dalam sistem pengendalian pencemaran Sungai Ciujung serta kebutuhan masing-masing stakeholders dapat dilihat pada Tabel 5.19.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Air merupakan komponen lingkungan yang penting bagi kehidupan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Air merupakan komponen lingkungan yang penting bagi kehidupan yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Air merupakan komponen lingkungan yang penting bagi kehidupan yang merupakan kebutuhan utama bagi proses kehidupan di bumi. Manusia menggunakan air untuk memenuhi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Air Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat di daratan, perairan lepas pantai (off shore water) dan perairan laut. Ekosistem air yang terdapat

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Danau Maninjau merupakan danau yang terdapat di Sumatera Barat, Kabupaten Agam. Secara geografis wilayah ini terletak pada ketinggian 461,5 m di atas permukaan laut

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. laju pembangunan telah membawa perubahan dalam beberapa aspek kehidupan

BAB I PENGANTAR. laju pembangunan telah membawa perubahan dalam beberapa aspek kehidupan BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Manusia memiliki hubungan timbal balik dengan lingkungannya. Secara alamiah, hubungan timbal balik tersebut terdapat antara manusia sebagai individu dan manusia sebagai

Lebih terperinci

BAB. II TINJAUAN PUSTAKA

BAB. II TINJAUAN PUSTAKA BAB. II TINJAUAN PUSTAKA A. Keadaan Teluk Youtefa Teluk Youtefa adalah salah satu teluk di Kota Jayapura yang merupakan perairan tertutup. Tanjung Engros dan Tanjung Hamadi serta terdapat pulau Metu Debi

Lebih terperinci

Bab V Hasil dan Pembahasan

Bab V Hasil dan Pembahasan biodegradable) menjadi CO 2 dan H 2 O. Pada prosedur penentuan COD, oksigen yang dikonsumsi setara dengan jumlah dikromat yang digunakan untuk mengoksidasi air sampel (Boyd, 1988 dalam Effendi, 2003).

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pencemaran Organik di Muara S. Acai, S. Thomas, S. Anyaan dan Daerah Laut yang Merupakan Perairan Pesisir Pantai dan Laut, Teluk Youtefa. Bahan organik yang masuk ke perairan

Lebih terperinci

Lampiran 1 Perhitungan indeks pencemaran Sungai Ciujung dibandingkan dengan kriteria mutu air sungai kelas II

Lampiran 1 Perhitungan indeks pencemaran Sungai Ciujung dibandingkan dengan kriteria mutu air sungai kelas II 160 Lampiran 1 Perhitungan indeks pencemaran Sungai Ciujung dibandingkan dengan kriteria mutu air sungai kelas II No Parameter C i L ix C i /L ix Nagara Cijeruk 2 C i /L ix baru DO 6.357 4 0.4691 0.8537

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini, data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. Penyajian grafik dilakukan berdasarkan variabel konsentrasi terhadap kedalaman dan disajikan untuk

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pertumbuhan Mikroalga Laut Scenedesmus sp. Hasil pengamatan pengaruh kelimpahan sel Scenedesmus sp. terhadap limbah industri dengan dua pelakuan yang berbeda yaitu menggunakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Waduk adalah genangan air besar yang sengaja dibuat dengan membendung aliran sungai, sehingga dasar sungai tersebut yang menjadi bagian terdalam dari sebuah waduk. Waduk

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pencemaran Perairan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pencemaran Perairan 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pencemaran Perairan Menurut Odum (1971), pencemaran adalah perubahan sifat fisik, kimia dan biologi yang tidak dikehendaki pada udara, tanah dan air. Sedangkan menurut Saeni

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. masih merupakan tulang pungung pembangunan nasional. Salah satu fungsi lingkungan

1. PENDAHULUAN. masih merupakan tulang pungung pembangunan nasional. Salah satu fungsi lingkungan 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air sungai merupakan salah satu komponen lingkungan yang memiliki fungsi penting bagi kehidupan manusia, termasuk untuk menunjang pembangunan ekonomi yang hingga saat ini

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kualitas Air Kualitas air secara biologis ditentukan oleh banyak parameter, yaitu parameter mikroba pencemar, patogen dan penghasil toksin. Banyak mikroba yang sering bercampur

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mandi, mencuci, dan sebagainya. Di sisi lain, air mudah sekali terkontaminasi oleh

I. PENDAHULUAN. mandi, mencuci, dan sebagainya. Di sisi lain, air mudah sekali terkontaminasi oleh I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air merupakan kebutuhan yang sangat pokok bagi kehidupan, karena selain dikonsumsi, juga digunakan dalam berbagai aktivitas kehidupan seperti memasak, mandi, mencuci, dan

Lebih terperinci

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton. Ima Yudha Perwira, SPi, Mp

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton. Ima Yudha Perwira, SPi, Mp Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton Ima Yudha Perwira, SPi, Mp Suhu Tinggi rendahnya suhu suatu badan perairan sangat mempengaruhi kehidupan plankton. Semakin tinggi suhu meningkatkan kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tetapi limbah cair memiliki tingkat pencemaran lebih besar dari pada limbah

BAB I PENDAHULUAN. tetapi limbah cair memiliki tingkat pencemaran lebih besar dari pada limbah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri tahu merupakan salah satu industri yang menghasilkan limbah organik. Limbah industri tahu yang dihasilkan dapat berupa limbah padat dan cair, tetapi limbah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Air sungai merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat vital bagi

BAB I PENDAHULUAN. Air sungai merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat vital bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air sungai merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat vital bagi pemenuhan kebutuhan hidup manusia sehingga kualitas airnya harus tetap terjaga. Menurut Widianto

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta lapisan kerak bumi (Darmono, 1995). Timbal banyak digunakan dalam

BAB I PENDAHULUAN. serta lapisan kerak bumi (Darmono, 1995). Timbal banyak digunakan dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Logam timbal atau Pb adalah jenis logam lunak berwarna coklat kehitaman dan mudah dimurnikan. Logam Pb lebih tersebar luas dibanding kebanyakan logam toksik lainnya

Lebih terperinci

Nama : Putri Kendaliman Wulandari NPM : Jurusan : Teknik Industri Pembimbing : Dr. Ir. Rakhma Oktavina, M.T Ratih Wulandari, S.T, M.

Nama : Putri Kendaliman Wulandari NPM : Jurusan : Teknik Industri Pembimbing : Dr. Ir. Rakhma Oktavina, M.T Ratih Wulandari, S.T, M. Nama : Putri Kendaliman Wulandari NPM : 35410453 Jurusan : Teknik Industri Pembimbing : Dr. Ir. Rakhma Oktavina, M.T Ratih Wulandari, S.T, M.T TUGAS AKHIR USULAN PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DAN KINERJA LINGKUNGAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.1 PENELITIAN PENDAHULUAN Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menentukan titik kritis pengenceran limbah dan kondisi mulai mampu beradaptasi hidup pada limbah cair tahu. Limbah

Lebih terperinci

Buku Panduan Operasional IPAL Gedung Sophie Paris Indonesia I. PENDAHULUAN

Buku Panduan Operasional IPAL Gedung Sophie Paris Indonesia I. PENDAHULUAN I. PENDAHULUAN Seiring dengan tingginya laju pertumbuhan penduduk dan pesatnya proses industrialisasi jasa di DKI Jakarta, kualitas lingkungan hidup juga menurun akibat pencemaran. Pemukiman yang padat,

Lebih terperinci

DAMPAK PENGOPERASIAN INDUSTRI TEKSTIL DI DAS GARANG HILIR TERHADAP KUALITAS AIR SUMUR DAN AIR PASOKAN PDAM KOTA SEMARANG

DAMPAK PENGOPERASIAN INDUSTRI TEKSTIL DI DAS GARANG HILIR TERHADAP KUALITAS AIR SUMUR DAN AIR PASOKAN PDAM KOTA SEMARANG DAMPAK PENGOPERASIAN INDUSTRI TEKSTIL DI DAS GARANG HILIR TERHADAP KUALITAS AIR SUMUR DAN AIR PASOKAN PDAM KOTA SEMARANG Jurusan Matematika, Fakultas Matematika dan ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 27 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Lokasi penelitian terletak di belakang Perumahan Nirwana Estate, Cibinong yang merupakan perairan sungai kecil bermuara ke Situ Cikaret sedangkan yang terletak di belakang Perumahan,

Lebih terperinci

Konsentrasi (mg/l) Titik Sampling 1 (4 April 2007) Sampling 2 (3 Mei 2007) Sampling

Konsentrasi (mg/l) Titik Sampling 1 (4 April 2007) Sampling 2 (3 Mei 2007) Sampling Tabel V.9 Konsentrasi Seng Pada Setiap Titik Sampling dan Kedalaman Konsentrasi (mg/l) Titik Sampling 1 (4 April 2007) Sampling 2 (3 Mei 2007) Sampling A B C A B C 1 0,062 0,062 0,051 0,076 0,030 0,048

Lebih terperinci

PEMANTAUAN KUALITAS AIR SUNGAI CIBANTEN TAHUN 2017

PEMANTAUAN KUALITAS AIR SUNGAI CIBANTEN TAHUN 2017 PEMANTAUAN KUALITAS AIR SUNGAI CIBANTEN TAHUN 2017 1. Latar belakang Air merupakan suatu kebutuhan pokok bagi manusia. Air diperlukan untuk minum, mandi, mencuci pakaian, pengairan dalam bidang pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Aktivitas pencemaran lingkungan yang dihasilkan dari suatu kegiatan industri merupakan suatu masalah yang sangat umum dan sulit untuk dipecahkan pada saat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber daya alam yang menjadi kebutuhan dasar bagi

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber daya alam yang menjadi kebutuhan dasar bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Air merupakan sumber daya alam yang menjadi kebutuhan dasar bagi kehidupan. Sekitar tiga per empat bagian dari tubuh kita terdiri dari air dan tidak seorangpun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Kebutuhan yang utama bagi terselenggaranya kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Kebutuhan yang utama bagi terselenggaranya kesehatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air merupakan salah satu sumberdaya alam yang memiliki fungsi sangat penting bagi kehidupan manusia, serta untuk memajukan kesejahteraan umum sehingga merupakan modal

Lebih terperinci

: Baku mutu air kelas I menurut Peraturan Pemerintah RI no. 82 tahun 2001 (hanya untuk Stasiun 1)

: Baku mutu air kelas I menurut Peraturan Pemerintah RI no. 82 tahun 2001 (hanya untuk Stasiun 1) LAMPIRAN 48 Lampiran 1. Hasil rata-rata pengukuran parameter fisika dan kimia perairan Way Perigi Parameter Satuan Baku Mutu Kelas I 1) Baku Mutu Sampling 1 Sampling 2 Sampling 3 Kelas III 2) Stasiun 1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak, bahkan oleh semua mahkluk hidup. Oleh karena itu, sumber daya air

BAB I PENDAHULUAN. banyak, bahkan oleh semua mahkluk hidup. Oleh karena itu, sumber daya air BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber daya alam yang diperlukan untuk hajat hidup orang banyak, bahkan oleh semua mahkluk hidup. Oleh karena itu, sumber daya air harus dilindungi agar

Lebih terperinci

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN 186 BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan 1. Secara umum suhu air perairan Teluk Youtefa berkisar antara 28.5 30.0, dengan rata-rata keseluruhan 26,18 0 C. Nilai total padatan tersuspensi air di

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan pesisir dikenal sebagai ekosistem perairan yang memiliki potensi sumberdaya yang sangat besar. Wilayah tersebut telah banyak dimanfaatkan dan memberikan sumbangan

Lebih terperinci

Bab V Hasil dan Pembahasan. Gambar V.10 Konsentrasi Nitrat Pada Setiap Kedalaman

Bab V Hasil dan Pembahasan. Gambar V.10 Konsentrasi Nitrat Pada Setiap Kedalaman Gambar V.10 Konsentrasi Nitrat Pada Setiap Kedalaman Dekomposisi material organik akan menyerap oksigen sehingga proses nitrifikasi akan berlangsung lambat atau bahkan terhenti. Hal ini ditunjukkan dari

Lebih terperinci

Sungai berdasarkan keberadaan airnya dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu (Reid, 1961):

Sungai berdasarkan keberadaan airnya dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu (Reid, 1961): 44 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekologi Sungai Aspek ekologi adalah aspek yang merupakan kondisi seimbang yang unik dan memegang peranan penting dalam konservasi dan tata guna lahan serta pengembangan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah, salah satunya adalah tercemarnya air pada sumber-sumber air

BAB I PENDAHULUAN. masalah, salah satunya adalah tercemarnya air pada sumber-sumber air BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya kegiatan manusia akan menimbulkan berbagai masalah, salah satunya adalah tercemarnya air pada sumber-sumber air karena menerima beban pencemaran yang melampaui

Lebih terperinci

PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK

PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK 1. Siklus Nitrogen Nitrogen merupakan limiting factor yang harus diperhatikan dalam suatu ekosistem perairan. Nitrgen di perairan terdapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSATAKA. Prinsipnya jumlah air di alam ini tetap dan mengikuti sebuah alur yang

BAB II TINJAUAN PUSATAKA. Prinsipnya jumlah air di alam ini tetap dan mengikuti sebuah alur yang BAB II TINJAUAN PUSATAKA 2.1 Air 2.1.1 Air Bersih Prinsipnya jumlah air di alam ini tetap dan mengikuti sebuah alur yang dinamakan siklus hidrologi. Air yang berada di permukaan menguap ke langit, kemudian

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. A. Tinjauan Pustaka. Air merupakan komponen lingkungan hidup yang kondisinya

BAB II LANDASAN TEORI. A. Tinjauan Pustaka. Air merupakan komponen lingkungan hidup yang kondisinya BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Air dan Sungai 1.1 Air Air merupakan komponen lingkungan hidup yang kondisinya mempengaruhi dan dipengaruhi oleh komponen lainnya. Penurunan kualitas air akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya perkembangan zaman, membuat masyarakat terpacu memberikan kontribusi untuk membangun. Pembangunan yang terjadi tidak hanya dari satu sektor, tetapi banyak

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Desa Tulabolo adalah bagian dari wilayah Kecamatan Suwawa Timur,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Desa Tulabolo adalah bagian dari wilayah Kecamatan Suwawa Timur, BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1) Desa Tulabolo Desa Tulabolo adalah bagian dari wilayah Kecamatan Suwawa Timur, Kabupaten Bone Boalngo, Provinsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Sungai Cidurian merupakan salah satu sungai strategis di Provinsi Banten yang mengalir dari hulu di Kabupaten Bogor, dan melewati Kabupaten Lebak, perbatasan Kabupaten

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Batik merupakan suatu seni dan cara menghias kain dengan penutup

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Batik merupakan suatu seni dan cara menghias kain dengan penutup I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Batik merupakan suatu seni dan cara menghias kain dengan penutup lilin untuk membentuk corak hiasannya, membentuk sebuah bidang pewarnaan. Batik merupakan salah satu kekayaan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 25 METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Sungai Ciujung merupakan sungai terbesar di wilayah Provinsi Banten yang memiliki luas DAS 1,934.64 km 2 dengan panjang 147.2 km. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Way Keteguhan, yang

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Way Keteguhan, yang III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Way Keteguhan, yang merupakan salah satu DAS pada DAS di Kota Bandar Lampung. Lokasi penelitian

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. 6.1 Ketaatan Terhadap Kewajiban Mengolahan Limbah Cair Rumah Sakit dengan IPAL

BAB VI PEMBAHASAN. 6.1 Ketaatan Terhadap Kewajiban Mengolahan Limbah Cair Rumah Sakit dengan IPAL BAB VI PEMBAHASAN 6.1 Ketaatan Terhadap Kewajiban Mengolahan Limbah Cair Rumah Sakit dengan IPAL Berdasarkan hasil pengamatan sarana pengolahan limbah cair pada 19 rumah sakit di Kota Denpasar bahwa terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. limbah yang keberadaannya kerap menjadi masalah dalam kehidupan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. limbah yang keberadaannya kerap menjadi masalah dalam kehidupan masyarakat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Limbah cair atau yang biasa disebut air limbah merupakan salah satu jenis limbah yang keberadaannya kerap menjadi masalah dalam kehidupan masyarakat. Sifatnya yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. permintaan pasar akan kebutuhan pangan yang semakin besar. Kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. permintaan pasar akan kebutuhan pangan yang semakin besar. Kegiatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di tengah era globalisasi ini industri pangan mulai berkembang dengan pesat. Perkembangan industri pangan tersebut disebabkan oleh semakin meningkatnya laju pertumbuhan

Lebih terperinci

PELAKSANAAN KEGIATAN BIDANG PENGENDALIAN KERUSAKAN PERAIRAN DARAT TAHUN 2015

PELAKSANAAN KEGIATAN BIDANG PENGENDALIAN KERUSAKAN PERAIRAN DARAT TAHUN 2015 PELAKSANAAN KEGIATAN BIDANG PENGENDALIAN KERUSAKAN PERAIRAN DARAT TAHUN 2015 A. PEMANTAUAN KUALITAS AIR DANAU LIMBOTO Pemantauan kualitas air ditujukan untuk mengetahui pengaruh kegiatan yang dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya aktifitas berbagai macam industri menyebabkan semakin

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya aktifitas berbagai macam industri menyebabkan semakin 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningkatnya aktifitas berbagai macam industri menyebabkan semakin besarnya limbah yang di hasilkan dari waktu ke waktu. Konsekuensinya adalah beban badan air selama

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persepsi

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persepsi 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persepsi Persepsi adalah kemampuan otak dalam menerjemahkan stimulus atau proses untuk menerjemahkan stimulus yang masuk ke dalam alat indera manusia. Proses ini yang memungkinkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Keberadaan industri dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat namun juga tidak jarang merugikan masyarakat, yaitu berupa timbulnya pencemaran lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia, namun keberadaannya pada sumber-sumber air mempunyai risiko

BAB I PENDAHULUAN. manusia, namun keberadaannya pada sumber-sumber air mempunyai risiko BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan salah satu sumber daya alam yang paling dibutuhkan oleh manusia, namun keberadaannya pada sumber-sumber air mempunyai risiko mudah tercemar, jika pengelolaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber daya alam yang sangat diperlukan oleh semua

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber daya alam yang sangat diperlukan oleh semua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber daya alam yang sangat diperlukan oleh semua makhluk hidup. Maka, sumber daya air harus dilindungi agar tetap dapat dimanfaatkan dengan baik oleh

Lebih terperinci

STUDI KUALITAS AIR DI SUNGAI DONAN SEKITAR AREA PEMBUANGAN LIMBAH INDUSTRI PERTAMINA RU IV CILACAP

STUDI KUALITAS AIR DI SUNGAI DONAN SEKITAR AREA PEMBUANGAN LIMBAH INDUSTRI PERTAMINA RU IV CILACAP STUDI KUALITAS AIR DI SUNGAI DONAN SEKITAR AREA PEMBUANGAN LIMBAH INDUSTRI PERTAMINA RU IV CILACAP Lutfi Noorghany Permadi luthfinoorghany@gmail.com M. Widyastuti m.widyastuti@geo.ugm.ac.id Abstract The

Lebih terperinci

BAB III PENCEMARAN SUNGAI YANG DIAKIBATKAN OLEH LIMBAH INDUSTRI RUMAH TANGGA. A. Penyebab dan Akibat Terjadinya Pencemaran Sungai yang diakibatkan

BAB III PENCEMARAN SUNGAI YANG DIAKIBATKAN OLEH LIMBAH INDUSTRI RUMAH TANGGA. A. Penyebab dan Akibat Terjadinya Pencemaran Sungai yang diakibatkan BAB III PENCEMARAN SUNGAI YANG DIAKIBATKAN OLEH LIMBAH INDUSTRI RUMAH TANGGA A. Penyebab dan Akibat Terjadinya Pencemaran Sungai yang diakibatkan Industri Tahu 1. Faktor Penyebab Terjadinya Pencemaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu yang sudah tidak memiliki nilai manfaat lagi, baik itu yang bersifat basah

BAB I PENDAHULUAN. suatu yang sudah tidak memiliki nilai manfaat lagi, baik itu yang bersifat basah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Limbah adalah sisa dari suatu usaha atau aktivitas yang dianggap sebagai suatu yang sudah tidak memiliki nilai manfaat lagi, baik itu yang bersifat basah maupun kering,

Lebih terperinci

Hasil uji laboratorium: Pencemaran Limbah di Karangjompo, Tirto, Kabupaten Pekalongan Oleh: Amat Zuhri

Hasil uji laboratorium: Pencemaran Limbah di Karangjompo, Tirto, Kabupaten Pekalongan Oleh: Amat Zuhri Hasil uji laboratorium: Pencemaran Limbah di Karangjompo, Tirto, Kabupaten Pekalongan Oleh: Amat Zuhri Semua limbah yang dihasilkan home industry dibuang langsung ke sungai, selokan atau, bahkan, ke pekarangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Industri tahu mempunyai dampak positif yaitu sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Industri tahu mempunyai dampak positif yaitu sebagai sumber BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Industri tahu mempunyai dampak positif yaitu sebagai sumber pendapatan, juga memiliki sisi negatif yaitu berupa limbah cair. Limbah cair yang dihasilkan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan instalasi pengolahan limbah dan operasionalnya. Adanya

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan instalasi pengolahan limbah dan operasionalnya. Adanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pabrik tahu merupakan industri kecil (rumah tangga) yang jarang memiliki instalasi pengolahan limbah dengan pertimbangan biaya yang sangat besar dalam pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibutuhkan oleh manusia, namun keberadaannya pada sumber-sumber air

BAB I PENDAHULUAN. dibutuhkan oleh manusia, namun keberadaannya pada sumber-sumber air BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Air merupakan salah satu komponen sumber daya alam yang paling dibutuhkan oleh manusia, namun keberadaannya pada sumber-sumber air mempunyai risiko mudah tercemar,

Lebih terperinci

Polusi. Suatu zat dapat disebut polutan apabila: 1. jumlahnya melebihi jumlah normal 2. berada pada waktu yang tidak tepat

Polusi. Suatu zat dapat disebut polutan apabila: 1. jumlahnya melebihi jumlah normal 2. berada pada waktu yang tidak tepat Polusi Polusi atau pencemaran lingkungan adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat energi, dan atau komponen lain ke dalam lingkungan, atau berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pencemaran merupakan dampak negatif dari kegiatan pembangunan yang dilakukan selama ini. Pembangunan dilakukan dengan memanfaatkan potensi sumberdaya alam yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada era industrialisasi, semakin banyak orang yang menikmati waktu

BAB I PENDAHULUAN. Pada era industrialisasi, semakin banyak orang yang menikmati waktu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada era industrialisasi, semakin banyak orang yang menikmati waktu senggangnya (leisure time), dengan melakukan aktifitas wisata (Mulyaningrum, 2005). Lebih

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Air Limbah Limbah deidefinisikan sebagai sisa atau buangan dari suatu usaha atau kegiatan manusia. Limbah adalah bahan buangan yang tidak terpakai yang berdampak negatif jika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kualitas perairan sungai sangat tergantung dari aktivitas yang ada pada daerah alirannya. Berbagai aktivitas baik domestik maupun kegiatan Industri akan berpengaruh

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Produktivitas Primer Fitoplankton Berdasarkan hasil penelitian di Situ Cileunca didapatkan nilai rata-rata produktivitas primer (PP) fitoplankton pada Tabel 6. Nilai PP

Lebih terperinci

MAKALAH KIMIA ANALITIK

MAKALAH KIMIA ANALITIK MAKALAH KIMIA ANALITIK Aplikasi COD dalam Pengolahan Limbah Cair Industri Disusun oleh : Ulinnahiyatul Wachidah ( 412014003 ) Ayundhai Elantra ( 412014017 ) Rut Christine ( 4120140 ) Universitas Kristen

Lebih terperinci

Makalah Baku Mutu Lingkungan

Makalah Baku Mutu Lingkungan Makalah Baku Mutu Lingkungan 1.1 Latar Belakang Pembangunan sumber daya alam dan lingkungan hidup seyogyanya menjadi acuan bagi kegiatan berbagai sektor pembangunan agar tercipta keseimbangan dan kelestarian

Lebih terperinci

Teknik Lingkungan KULIAH 9. Sumber-sumber Air Limbah

Teknik Lingkungan KULIAH 9. Sumber-sumber Air Limbah Teknik Lingkungan KULIAH 9 Sumber-sumber Air Limbah 1 Pengertian Limbah dan Pencemaran Polusi atau pencemaran air dan udara adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 20 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Parameter Oseanografi Pesisir Kalimantan Barat Parameter oseanografi sangat berperan penting dalam kajian distribusi kontaminan yang masuk ke laut karena komponen fisik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Status Mutu Air Sungai adalah salah satu dari sumber daya alam yang bersifat mengalir (flowing resources), sehingga pemanfaatan air di hulu akan menghilangkan peluang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sistem air terdiri dari laut, air permukaan maupun air tanah. Air merupakan hal

BAB I PENDAHULUAN. Sistem air terdiri dari laut, air permukaan maupun air tanah. Air merupakan hal 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem air terdiri dari laut, air permukaan maupun air tanah. Air merupakan hal yang penting bagi kehidupan. Air yang baik adalah air yang memenuhi kriteria standar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, menjelaskan bahwa rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sumber pencemar bagi lingkungan (air, udara dan tanah). Bahan

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sumber pencemar bagi lingkungan (air, udara dan tanah). Bahan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aktivitas manusia berupa kegiatan industri, rumah tangga, pertanian dan pertambangan menghasilkan buangan limbah yang tidak digunakan kembali yang menjadi sumber

Lebih terperinci

Analisa BOD dan COD ANALISA BOD DAN COD (BOD AND COD ANALYSIST) COD (Chemical Oxygen Demand) BOD (Biochemical Oxygen Demand)

Analisa BOD dan COD ANALISA BOD DAN COD (BOD AND COD ANALYSIST) COD (Chemical Oxygen Demand) BOD (Biochemical Oxygen Demand) Analisa BOD dan COD ANALISA BOD DAN COD (BOD AND COD ANALYSIST) COD (Chemical Oxygen Demand) COD atau kebutuhan oksigen kimia (KOK) adalah jumlah oksigen (mg O2) yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak hanya menghasilkan

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak hanya menghasilkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya sektor industri pertanian meningkatkan kesejahteraan dan mempermudah manusia dalam pemenuhan kebutuhan hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Amonia Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh data berupa nilai dari parameter amonia yang disajikan dalam bentuk grafik. Dari grafik dapat diketahui

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masalah yang sangat krusial bagi negara maju dan sedang berkembang. Terjadinya

I. PENDAHULUAN. masalah yang sangat krusial bagi negara maju dan sedang berkembang. Terjadinya I. PENDAHULUAN A.Latar Belakang Seiring dengan semakin meningkatnya aktivitas di berbagai sektor pembangunan, terutama pada sektor industri, maka masalah pencemaran lingkungan menjadi masalah yang sangat

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KUALITAS PERAIRAN DI SUNGAI KAHAYAN DARI KEBERADAAN SISTEM KERAMBA STUDI KASUS SUNGAI KAHAYAN KECAMATAN PAHANDUT KALIMANTAN TENGAH

IDENTIFIKASI KUALITAS PERAIRAN DI SUNGAI KAHAYAN DARI KEBERADAAN SISTEM KERAMBA STUDI KASUS SUNGAI KAHAYAN KECAMATAN PAHANDUT KALIMANTAN TENGAH IDENTIFIKASI KUALITAS PERAIRAN DI SUNGAI KAHAYAN DARI KEBERADAAN SISTEM KERAMBA STUDI KASUS SUNGAI KAHAYAN KECAMATAN PAHANDUT KALIMANTAN TENGAH Rezha Setyawan 1, Dr. Ir. Achmad Rusdiansyah, MT 2, dan Hafiizh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan pembangunan di beberapa negara seperti di Indonesia telah

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan pembangunan di beberapa negara seperti di Indonesia telah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelaksanaan pembangunan di beberapa negara seperti di Indonesia telah memicu berbagai pertumbuhan di berbagai sektor seperti bidang ekonomi, sosial dan budaya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini pencemaran air merupakan permasalahan yang cukup serius. Aktivitas manusia dalam pemenuhan kegiatan sehari-hari, secara tidak sengaja telah menambah jumlah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan penduduk dikarenakan tempat tinggal mereka telah tercemar. Salah satu

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan penduduk dikarenakan tempat tinggal mereka telah tercemar. Salah satu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam era globalisasi dewasa ini dibeberapa negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia, isu kualitas lingkungan menjadi permasalahan yang perlu dicari pemecahannya.

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Zonasi pada perairan tergenang (Sumber: Goldman dan Horne 1983)

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Zonasi pada perairan tergenang (Sumber: Goldman dan Horne 1983) 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Waduk Waduk merupakan badan air tergenang yang dibuat dengan cara membendung sungai, umumnya berbentuk memanjang mengikuti bentuk dasar sungai sebelum dijadikan waduk. Terdapat

Lebih terperinci

Oleh: ANA KUSUMAWATI

Oleh: ANA KUSUMAWATI Oleh: ANA KUSUMAWATI PETA KONSEP Pencemaran lingkungan Pencemaran air Pencemaran tanah Pencemaran udara Pencemaran suara Polutannya Dampaknya Peran manusia Manusia mempunyai peranan dalam pembentukan dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber daya alam yang memenuhi hajat hidup orang banyak sehingga perlu dilindungi agar dapat bermanfaat bagi hidup dan kehidupan manusia serta mahkluk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Laut Indonesia sudah sejak lama didayagunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia terutama pemanfaatan sumberdaya hayati seperti ikan maupun sumberdaya non hayati

Lebih terperinci

Kata Pengantar. Siborongborong, Penulis, Abdiel P. Manullang

Kata Pengantar. Siborongborong, Penulis, Abdiel P. Manullang Kata Pengantar Segala puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Karena dengan Rahamat-Nya lah penulis telah dapat menyelesaikan makalah ini. Pada kesempatan ini secara khusus penulis

Lebih terperinci

Kombinasi pengolahan fisika, kimia dan biologi

Kombinasi pengolahan fisika, kimia dan biologi Metode Analisis Untuk Air Limbah Pengambilan sample air limbah meliputi beberapa aspek: 1. Lokasi sampling 2. waktu dan frekuensi sampling 3. Cara Pengambilan sample 4. Peralatan yang diperlukan 5. Penyimpanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki tingkat keanekaragaman flora dan fauna yang tinggi sehingga disebut

BAB I PENDAHULUAN. memiliki tingkat keanekaragaman flora dan fauna yang tinggi sehingga disebut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, memiliki sumber kekayaan yang sangat melimpah yang dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Limbah berbahaya adalah limbah yang mempunyai sifat-sifat antara lain

I. PENDAHULUAN. Limbah berbahaya adalah limbah yang mempunyai sifat-sifat antara lain I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aktivitas manusia yang semakin beragam di berbagai sektor sekarang ini sehingga menimbulkan dampak positif dan dampak negatif, salah satu dampak negatif dari aktivitas

Lebih terperinci

ANALISIS KUALITAS AIR SUNGAI KONAWEHA PROVINSI SULAWESI TENGGARA

ANALISIS KUALITAS AIR SUNGAI KONAWEHA PROVINSI SULAWESI TENGGARA ANALISIS KUALITAS AIR SUNGAI KONAWEHA PROVINSI SULAWESI TENGGARA Umar Ode Hasani Jurusan Kehutanan, Fakultas Kehutanan dan Ilmu Lingkungan UHO Email : umarodehasani@gmail.com Ecogreen Vol. 2 No. 2, Oktober

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. selain memproduksi tahu juga dapat menimbulkan limbah cair. Seperti

BAB I PENDAHULUAN. selain memproduksi tahu juga dapat menimbulkan limbah cair. Seperti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Industri pembuatan tahu dalam setiap tahapan prosesnya menggunakan air dengan jumlah yang relatif banyak. Artinya proses akhir dari pembuatan tahu selain memproduksi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. banyak efek buruk bagi kehidupan dan lingkungan hidup manusia. Kegiatan

PENDAHULUAN. banyak efek buruk bagi kehidupan dan lingkungan hidup manusia. Kegiatan PENDAHULUAN Latar Belakang Aktivitas kehidupan manusia yang sangat tinggi telah menimbulkan banyak efek buruk bagi kehidupan dan lingkungan hidup manusia. Kegiatan pembangunan, terutama di sektor industri

Lebih terperinci

LIMBAH. Pengertian Baku Mutu Lingkungan Contoh Baku Mutu Pengelompokkan Limbah Berdasarkan: 1. Jenis Senyawa 2. Wujud 3. Sumber 4.

LIMBAH. Pengertian Baku Mutu Lingkungan Contoh Baku Mutu Pengelompokkan Limbah Berdasarkan: 1. Jenis Senyawa 2. Wujud 3. Sumber 4. LIMBAH Pengertian Baku Mutu Lingkungan Contoh Baku Mutu Pengelompokkan Limbah Berdasarkan: 1. Jenis Senyawa 2. Wujud 3. Sumber 4.B3 PENGERTIAN Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 18/1999 Jo.PP 85/1999

Lebih terperinci

DAMPAK PEMBANGUNAN PINGGIR PANTAI

DAMPAK PEMBANGUNAN PINGGIR PANTAI DAMPAK PEMBANGUNAN PINGGIR PANTAI Disusun Oleh : Arini Qurrata A yun (H2114307) Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Hasanuddin Makassar 2014 Dampak Pembangunan Pinggir

Lebih terperinci

ANALISA PENCEMARAN LIMBAH ORGANIK TERHADAP PENENTUAN TATA RUANG BUDIDAYA IKAN KERAMBA JARING APUNG DI PERAIRAN TELUK AMBON

ANALISA PENCEMARAN LIMBAH ORGANIK TERHADAP PENENTUAN TATA RUANG BUDIDAYA IKAN KERAMBA JARING APUNG DI PERAIRAN TELUK AMBON ANALISA PENCEMARAN LIMBAH ORGANIK TERHADAP PENENTUAN TATA RUANG BUDIDAYA IKAN KERAMBA JARING APUNG DI PERAIRAN TELUK AMBON OLEH : CAROLUS NIRAHUA NRP : 000 PROGRAM PASCASARJANA BIDANG KEAHLIAN TEKNIK MANAJEMEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Air laut merupakan suatu medium yang unik. Sebagai suatu sistem, terdapat hubungan erat antara faktor biotik dan faktor abiotik, karena satu komponen dapat

Lebih terperinci

BAKU MUTU LIMBAH CAIR UNTUK INDUSTRI PELAPISAN LOGAM

BAKU MUTU LIMBAH CAIR UNTUK INDUSTRI PELAPISAN LOGAM L A M P I R A N 268 BAKU MUTU LIMBAH CAIR UNTUK INDUSTRI PELAPISAN LOGAM PARAMETER KADAR MAKSIMUM BEBAN PENCEMARAN MAKSIMUM (gram/ton) TSS 20 0,40 Sianida Total (CN) tersisa 0,2 0,004 Krom Total (Cr) 0,5

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fungsi sangat penting bagi kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Salah. untuk waktu sekarang dan masa yang akan datang.

BAB I PENDAHULUAN. fungsi sangat penting bagi kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Salah. untuk waktu sekarang dan masa yang akan datang. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan kebutuhan dasar dari makhluk hidup. Air mempunyai fungsi sangat penting bagi kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Salah satunya yaitu berhubungan

Lebih terperinci