Resume Materi Perkuliahan Dasar-Dasar MIPA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Resume Materi Perkuliahan Dasar-Dasar MIPA"

Transkripsi

1 Resume Materi Perkuliahan Dasar-Dasar MIPA Pertemuan ke-1 s/d ke-7 (Tanggal: 10 September 22 Oktober 2012) Oleh: Afillia Gizca Mardiani Rukmana F Pendidikan Fisika Dalam proses mendapatkan informasi dan ilmu pengetahuan, terdapat beberapa tahap yang harus dilakukan. Menangkap realita yang ada, mengamati, mengumpulkan data baik secara langsung maupun melalui data-data yang sudah ada, manganalisis data, dan kemudian membuat keputusan. Keputusan inilah yang menjadi konsep suatu hasil pemikiran yang melahirkan konsepsi (penjelasan). Apabila konsepsi ini benar, maka akan menghasilkan sebuah kebenaran yang menjadi suatu pengetahuan. Ilmu MIPA bertugas untuk menjawab pertanyaan Mengapa sesuatu itu bisa terjadi?. Seperti misalnya, mengapa makhluk hidup bernafas, mengapa air mengalir, mengapa makanan bisa kedaluwarsa. Ketiga contoh pertanyaan itu dapat dijawab dengan ilmu Biologi, ilmu Fisika, dan ilmu Kimia yang merupakan bagian dari ilmu MIPA. Masih banyak pertanyaan-pertanyaan yang luar biasa dan tentu saja dengan jawaban-jawaban yang menakjubkan yang terdapat dalam ilmu MIPA. Empat pertanyaan dasar mengenai kebenaran dalam ilmu pengetahuan adalah sebagai berikut. 1. Apakah pengamatan yang dilakukan tepat pada sasaran? Pertanyaan ini mencakup ketepatan pada definisi atau penjelasan istilah-istilah, ruang lingkup, dan latar belakang yang dipakai. Apakah faktor-faktor itu dapat memenuhi syarat tepat pada sasaran atau tidak. Semakin dekat dengan sasaran, maka akan semakin tepat. 2. Apakah prosedur yang digunakan benar? 1 R e s u m e M a t e r i P e r k u l i a h a n D a s a r - D a s a r M I P A

2 Prosedur yang kita gunakan haruslah benar. Mulai dari langkah-langkah, petunjuk, dan sebagainya. Kita diharapkan dapat memilih prosedur yang banyak digunakan dan disetujui oleh orang banyak dan memilih prosedur yang paling sedikit kelemahannya. 3. Apakah analisisnya menggunakan penalaran yang sahih? Dalam mencari kebenaran, kita harus mempunyai penalaran yang baik. Penalaran yang baik haruslah logis dan mengandung logika-logika yang masuk akal. Hal ini bisa kita lakukan dengan memperbanyak pengalaman, mahir dalam berbahasa, dan kemampuan berpikir logis. 4. Apakah kesimpulannya betul? Kesimpulan dapat dibuat dengan betul apabila ketiga pertanyaan sebelumnya dapat dijawab dengan Ya. Maksudnya adalah apabila ketiga poin itu tepat, benar, dan sahih, maka akan didapatkanlah kesimpulan yang betul pula. Namun, apabila salah satu dari poin tersebut mengalami ketidaktepatan, salah, atau tidak sahih, maka kesimpulan dianggap keliru. Namun, kesimpulan tersebut dapat diperbaiki kembali dengan memperbaiki ketiga poin sebelumnya. Penafsiran Membuka pikiran terhadap fakta-fakta baru dari berbagai sumber merupakan salah satu cara untuk mendapatkan ilmu pengetahuan. Kita harus bisa menerima pengetahuanpengetahuan baru tanpa harus berpatokan kepada satu ilmu yang sudah kita dapatkan dari orang yang kita percayai (seorang ahli). Sebab, apapun yang dikatakan oleh ahli, bukanlah suatu kebenaran yang mutlak. Seharusnya, kita bisa membuka pikiran kita untuk menerima kebenaran-kebenaran lain. Ada baiknya jika kita menanyakan kejelasan dari hal-hal yang dilakukan oleh seorang ahli terlebih dahulu. Begitu pula dengan seorang ahli yang seharusnya bisa menjelaskan dengan baik atas sesuatu yang telah dilakukannya. Sekalipun prosedur yang dilakukan para ahli sudah betul, tetap saja kita harus mencari dan memiliki pengetahuan terhadap ilmu-ilmu yang lain. Karena, tidak menutup kemungkinan adanya suatu kekeliruan yang dilakukan atau hadirnya fakta baru yang bisa mematahkan teorinya. 2 R e s u m e M a t e r i P e r k u l i a h a n D a s a r - D a s a r M I P A

3 Kesimpulannya adalah jangan pernah takut untuk menerima kebenaran-kebenaran lain yang dianggap lebih baik dari kebenaran-kebenaran sebelumnya sekalipun itu dari para ahli. Kita harus berani menerima kenyataan atau fakta-fakta baru atas kebenaran yang akan terjadi. Paradigma Lama Dan Paradigma Baru Dalam Hidup Ini Paradigma dalam disiplin intelektual adalah cara pandang seseorang terhadap diri dan lingkungannya yang akan mempengaruhinya dalam berpikir (kognitif), bersikap (afektif), dan bertingkah laku (konatif). Paradigma juga dapat berarti seperangkat asumsi, konsep, nilai, dan praktik yang di terapkan dalam memandang realitas dalam sebuah komunitas yang sama, khususnya, dalam disiplin intelektual (Wikipedia, 2012). Paradigma adalah cara kita memandang alam sekitar. Memandang dalam arti, melihat dengan mata, memahami kemudian menafsirkan. Ketika kita dituntut untuk memunculkan suatu perubahan penting dalam hidup ini, maka yang harus dilakukan pertama kali adalah meneliti kembali Paradigma kita, kemudian memantapkan, memperbaharui ataupun mengubahnya kalau perlu. Sebab, jika paradigma yang kita gunakan salah, maka kita pun akan salah memandang sesuatu dan efeknya adalah salah dalam berprilaku dan berinteraksi dengan sesuatu itu (Heri Afrizal, 2010). Menurut saya, paradigma merupakan cara pandang seseorang dalam menilai dan menafsirkan sesuatu yang akan mempengaruhi cara berpikir, sikap, dan tingkah lakunya. Paradigma dibagi menjadi dua, yaitu paradigma lama dan paradigma baru, di mana paradigma baru ini merupakan perubahan dari paradigma lama. Beberapa paradigma lama yang diubah menjadi paradigma baru adalah sebagai berikut. 1. Kebenaran tunggal Kebenaran jamak Kebenaran tunggal merupakan cara berpikir seseorang yang hanya mengandung satu kebenaran saja tanpa mempedulikan kebenaran-kebenaran yang lainnya. Dia menganggap hanya jalan pikirannya saja yang benar dan yang dia percayai. Namun, dalam mencari ilmu pengetahuan, kita dituntut untuk bisa menerima kemungkinankemungkinan yang ada. Pikiran kita harus bisa terbuka dengan kebenaran-kebenaran lain yang akan muncul. Oleh karena itu, kita diharapkan untuk bisa menerapkan pola pikir 3 R e s u m e M a t e r i P e r k u l i a h a n D a s a r - D a s a r M I P A

4 kebenaran jamak. Kebenaran jamak adalah cara berpikir seseorang untuk bisa membuka pikirannya untuk menerima hasil pemikiran orang lain (kebenaran-kebenaran yang lain). Sebab, setiap waktu selalu ada kemungkinan-kemungkinan yang baru. 2. Mesin Organisme Cara berpikir seperti mesin merupakan cara berpikir yang mengandung pola input proses output. Pada saat input, seseorang memilah atau menyeleksi hal-hal yang akan dijadikan patokan dalam pemikirannya. Setelah itu, orang ini akan memprosesnya tanpa memperhatikan aspek-aspek lain yang ada di sekitarnya. Sehingga, apa yang dihasilkan output-nya, persis sama dengan input-nya. Dapat dikatakan bahwa cara berpikir seperti mesin ini merupakan fungsi statis/tetap. Berbeda dengan cara berpikir seperti siklus hidup organisme. Kita ibaratkan saja siklus hidup katak. Katak dewasa dapat menghasilkan ribuan telur dalam reproduksinya, Hanya saja tidak semua telurnya bisa berkembang menjadi katak karena selalu mendapatkan variabel-variabel yang mempengaruhi siklus hidupnya. Dalam mencari ilmu pengetahuan, tentu saja banyak kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi sehingga mempengaruhi perkembangan ilmu pengetahuan itu sendiri. Akan ada variabel-variabel yang mempengaruhi sehingga kita hanya bisa memprediksi berapa persen keberhasilan. 3. Unit yang terpisah Interkoneksi Unit-unit yang terpisah dapat diibaratkan seperti alat-alat elektronik yang dapat bekerja sendiri, seperti laptop dan handphone. Apabila dianalogikan dengan cara berpikir, kita dapat menjalankan pikiran kita dengan sendirinya tanpa harus tergantung pada orang lain. Tetapi, dalam berpikir secara interkoneksi, kita butuh orang lain untuk mendapatkan berbagai ilmu pengetahuan. Kita membutuhkan para pencari data, penyedia fasilitasfasilitas, dan berbagi penunjang lainnya sehinnga terbentuklah suatu hal yang bermanfaat dalam proses mendapatkan ilmu pengetahuan. 4. Atom Medan Berpikir atomis dianalogikan seperti atom, yang berarti selalu menganggap orang lain sebagai rivalnya dan mempunyai niat untuk menyingkirkan (mengeleminasi). Sedangkan berpikir secara medan dapat diartikan sebagai berpikir untuk tidak mempunyai keinginan menyingkirkan yang salah, yang ada hanya kekeliruan dan dapat dibetulkan. 4 R e s u m e M a t e r i P e r k u l i a h a n D a s a r - D a s a r M I P A

5 Berusaha untuk mengakui kebenaran yang lain dan berusaha mendalami dan mempelajarinya. 5. Harga yang pasti Struktur yang terartikulasi Pemikiran dengan harga yang pasti layaknya meluncur di jalan yang lurus dengan kecepatan konstan; memikirkan sesuatu yang pasti-pasti saja, baik dalam prosesnya maupun hasilnya. Sedangkan pemikiran dengan struktur yang teartikulasi merupakan pemikiran yang selalu berjalan mengikuti perkembangan zaman; selalu bergerak untuk mencapai kestabilannya. 6. Observasi Interaksi Dalam mencari ilmu pengetahuan, janganlah hanya melihat atau mengamati sesuatu yang terjadi. Tetapi juga turut berhubungan secara mental, saling berinteraksi dengan pemikiran-pemikiran yang lain, yang pada akhirnya dapat saling mempengaruhi (melengkapi) antara tiap-tiap pemikiran yang ada. 7. Kompetisi Kerja sama Hal penting dalam paradigma pemikiran adalah merubah pemikiran yang ingin menang sendiri atas ide-idenya dengan pemikiran yang mementingkan kerja sama dengan orang lain. Hal ini dapat membantu kita untuk menutupi kekurangan-kekurangan yang ada dalam pemikiran kita. 8. Kebebasan adalah ilusi Kreativitas Dengan mementingkan pemikiran kita sendiri, kita merasa bebas dan merasa paling benar. Tetapi, kebebasan yang kita punya hanya dapat menguntungkan diri kita sendiri tanpa ada dampak positif untuk orang lain. Maka, dapat dikatakan bahwa kebebasan yang kita miliki hanya kebebasan ilusi. Untuk memperbaiki semua itu, ubahlah diri kita menjadi lebih kreatif. Salah satu caranya adalah dengan membuka pikiran untuk dapat menyerap dan menerima pemikiran-pemikiran yang baru sesuai perkembangan zaman. Alternatif Ketiga: Penanganan Konflik Cara berpikir tiga alternatif: 5 R e s u m e M a t e r i P e r k u l i a h a n D a s a r - D a s a r M I P A

6 1. Aku tahu siapa aku ini. (Harus mengenal dan mengetahui bagaimana dirinya sendiri; menguasai pikirannya sendiri.) 2. Aku juga tahu siapa engkau itu. (Dapat memahami orang lain dengan baik dengan cara menghargai pendapatnya. Karena, pemahaman akan semakin luas apabila tidak membuang apapun yang disajikan oleh orang lain.) 3. Engkaulah yang aku cari. (Bisa menghormati dan mencerna dengan jernih buah pikiran orang lain yang dapat membantu kita dalam mengembangkan buah pikiran kita sendiri.) 4. Aku bersinergi denganmu. (Dapat saling bertukar pikiran dengan orang lain karena telah merasa saling membutuhkan dan melengkapi. Namun, saling bekerja sama belum tentu bersinergi karena masih memungkinkan adanya kepura-puraan. Cara berpikir di atas bertolak belakang dengan cara berpikir dua alternatif yang mengandung kebenaran tunggal. Cara berpikir ini membuat seorang individu tidak mau mendengarkan dan menerima pendapat orang lain. Alasannya karena mereka merasa tidak aman, direndahkan, dilecehkan, serta merasa takut akan kehilangan identitas. Empat paradigma menuju sinergi dapat dijelaskan dalam poin-poin di bawah ini. 1) Paradigma kesatu menuju sinergi: Aku tahu siapa aku! Maksud dari paradigma pertama ini adalah kita harus bisa melihat secara lengkap tentang diri kita sendiri. Dapat melihat pendapat sendiri secara utuh, kemudian menanyakan asumsi atas apa yang dipikirkan, dan yang terkahir adalah mengetahui apa yang harus dilakukan atas hasil pemikiran kita tersebut. 2) Paradigma kedua menuju sinergi: Aku juga tahu siapa engkau! Maksud dari paradigma kedua ini adalah dapat menerima kehadiran orang lain dengan segala kekurangan dan kelebihannya yang membuat orang itu terlihat lebih menonjol dari kelompoknya. Kita dapat menghormati dan menghargainya dengan hati yang tulus. Akhirnya, kita merasa menemukan sinergi yang kuat apabila bersamanya daripada jika kita terpisah satu sama lain. 3) Paradigma ketiga menuju sinergi: Engkaulah yang kucari! Dalam paradigma ketiga ini, kita dapat melihat sudut pandang lain yang dimiliki oleh orang lain. Melihat perbedaan dari diri seseorang yang membuat kita mau 6 R e s u m e M a t e r i P e r k u l i a h a n D a s a r - D a s a r M I P A

7 mendengarkan pendapat dan memahami apa yang dia pikirkan. Sehingga, kita bisa mendapatkan wawasan yang lebih luas, inklusif, dan mendalam sehingga cukup kuat untuk menyelesaikan suatu masalah. 4) Paradigma keempat menuju sinergi: Aku ingin bersinergi denganmu! Pada paradigma yang keempat ini, kita akan mendapatkan nilai lebih besar jika kita menggabungkan pikiran kita bersama. Mengajak orang lain untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang lebih baik dalam suatu permasalahan. Tentu saja, ini akan mendatangkan keuntungan bersama baik untuk diri sendiri, maupun orang lain. Dari keempat paradigma di atas, ada cara-cara yang perlu diperhatikan dalam mencari kebenaran yang baik, yaitu melihat (see), get (mendapatkan sesuatu), dan do (melakukan sesuatu). Penjelasannya adalah, melihat sesuatu dengan pikiran terbuka dan mau mendengarkan pendapat atau kebenaran-kebenaran lain dari orang lain. Dari sana, kita bisa mendapatkan dan mengetahui hal-hal yang kurang dari buah pemikiran kita yang dapat dilengkapi oleh pemikiran orang lain. Maka dari itu, kita bisa saling melengkapi atas kekurangan dan kelebihan yang kita miliki yang kemudian secara bersama-sama melakukan sesuatu dalam menyelesaikan suatu permasalahan. Empat tangga menuju sinergi adalah sebagai berikut. 1) Mengajak bersinergi, yaitu mengajak orang lain untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang lebih baik daripada hanya mengandalkan pikiran sendiri. 2) Menetapkan kriteria, yaitu memberikan kesempatan pada orang lain untuk memberikan idenya dalam menangani suatu permasalahan. 3) Menyusun alternatif ketiga, yaitu merencanakan suatu penyelesaian masalah tersebut secara bersama-sama. 4) Bersinergi, yaitu mampu menyelesaikan masalah dengan baik secara bersama-sama. Manusia Mencari Kebenaran Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mencari kebenaran adalah sebagai berikut. 1. Menangkap realita secara indrawi, yaitu menangkap realita yang ada di sekitar kita dengan memanfaatkan kelima indera yang kita punya. 7 R e s u m e M a t e r i P e r k u l i a h a n D a s a r - D a s a r M I P A

8 2. Mengamati dan mengumpulkan data, yaitu mengamati realitas secara langsung maupun tidak langsung, serta mengumpulkan data dari realita yang diamati. 3. Menganalisis data/informasi, yaitu penalaran terhadap data-data yang didapatkan dengan berpikir apakah data tersebut logis. 4. Memutuskan/menyimpulkan, yaitu memberikan kesimpulan atas penelitian yang telah dilakukan. Enam macam kebenaran sebagai berikut. a. Kebenaran logis adalah kebenaran yang sesuai dengan logika pemikiran dan hati nurani. Kedua hal tersebut tidak akan pernah membohongi dan selalu benar. b. Kebenaran eksistensial/subjektif adalah kebenaran yang bersifat individualis yang bebas tanpa mengetahui mana yang benar dan mana yang salah. c. Kebenaran faktual/objektif/ontologis adalah kebenaran yang apa adanya, sesuai dengan realita yang ada tanpa dipengaruhi oleh pendapat atau pandangan pribadi. d. Kebenaran pragmatis/performatif adalah kebenaran yang bergantung pada penerapannya bagi kepentingan manusia. e. Kebenaran konsensus adalah kebenaran yang didapatkan karena adanya mufakat bersama yang dicapai melalui pembulatan suara. f. Kebenaran semantik adalah kebenaran yang mengalami pergeseran makna. Untuk mendapatkan sebuah realita, dapat diperoleh dengan dua cara yaitu sebagai berikut. 1. Kontak Langsung Kontak langsung merupakan cara mendapatkan realita dengan memantau atau berinteraksi secara langsung dengan objek yang akan diteliti. 2. Kontak Tidak Langsung Kontak tidak langsung dapat dilakukan melalui kesaksian orang dan pernyataan otoritas, di mana kesaksian orang tersebut haruslah dipercaya, konsisten, dan koheren. Sedangkan pernyataan otoritas didapatkan dari seseorang yang sudah mempunyai pengalaman banyak, pendidikan tinggi, kemashuran yang besar, dan selalu konsisten dengan kemajuan atau perkembangan yang terkini. 8 R e s u m e M a t e r i P e r k u l i a h a n D a s a r - D a s a r M I P A

9 Dari perolehan realita tersebut, maka akan didapatkan suatu pengalaman yang dapat disadari, diungkapkan, dimengerti, dan direfleksi menjadi ilmu pengetahuan. Kesadaran yang diperoleh dari pengalaman akan menimbulkan sebuah kesadaran yang membuat kita berpikir kritis terhadap penemuan yang kita peroleh. Berpikir kritis dapat dilakukan dengan cara menguji pengamatan, prosedur, dan analisis yang kita lakukan. Apakah sudah tepat pada sasaran, benar, dan sahih. Dalam mengungkapkan suatu pengalaman, haruslah mempunyai kemahiran berbahasa. Hal ini disebabkan karena bahasa merupakan alat komunikasi tentang kebenaran-kebenaran yang sudah ditemukan untuk disampaikan dan dimengerti oleh orang lain. Apabila bahasa yang kita gunakan tidak baik, maka akan menimbulkan suatu ambiguitas argumen. Begitu pula dengan pengertian yang ditangkap dari suatu pengalaman. Pengertian ini akan menimbulkan suatu pikiran tentang kebenaran yang ditemukan. Apabila pemikiran yang kita ciptakan salah, maka akan timbul kekeliruan relevansi atau kekeliruan suatu hubungan pemikiran. Kekeliruan relevansi dan ambiguitas argumen adalah dua hal yang menyebabkan sesat pikir. Sesat pikir dapat berdampak buruk bagi orang-orang yang salah mengartikan pemikiran kita. Selanjutnya, kita akan mendapatkan suatu komposisi dari pengetahuan yang kita dapatkan. Komposisi yang dimaksud adalah mengkomunikasikan penemuan kita dalam bentuk tulisan ilmiah yang argumentatif, baik itu eksposisi, deskriptif, maupun naratif. Mahasiswa dituntut untuk dapat berinteraksi dengan pengalaman, kemampuan berpikir, dan kemahiran berbahasa. Dalam mencari kebenaran, ada beberapa tahap yang harus dilakukan, yaitu: 1. Menangkap realita 2. Mengumpulkan data 3. Menganalisis data 4. Membuat kesimpulan 5. Menguji kebenarannya 6. Mengkomunikasikan dalam bentuk tulisan ilmiah (tesis) 9 R e s u m e M a t e r i P e r k u l i a h a n D a s a r - D a s a r M I P A

10 7. Menerbitkan Anatomi format artikel ilmiah adalah sebagai berikut. Pendahuluan o Latar Belakang Lapangan Teori o Masalah Metode o Jenis Penelitian o Sampel/Populasi o Alat Pengumpul Data o Analisis Data Hasil Pembahasan Kesimpulan Bahasa Ilmiah Bahasa Ilmiah adalah bahasa yang digunakan dalam penulisan karya ilmiah. Kita harus mempunyai kemampuan berbahasa yang baik dan dapat menguasai cara-cara penulisan karya ilmiah. Bahasa ilmiah mempunyai beberapa sifat, yaitu ringkas, padat, lengkap, teliti, jelas, lurus, dan runtut. Bahasa ilmiah juga memperhatikan bagaimana susunan kalimat, paragraf, dan tata bahasanya. Untuk kalimat, haruslah menggunakan kalimat yang efektif yang tepat mewakili gagasan atau perasaan penulis. Kalimat efektif juga sanggup menimbulkan gagasan atau perasaan pembaca yang sama dengan penulisnya. Kalimat yang mengandung kesatuan gagasan dan koheren juga syarat dalam menulis tulisan ilmiah. Paragraf yang digunakan dalam tulisan ilmiah adalah paragraf yang mengandung satu gagasan utama, koheren, dan berkembang. Tata bahasa yang digunakan haruslah taat asas. Taat asas berarti mematuhi cara penulisan bahasa yang baik dan benar, seperti Ejaan Yang Disempurnakan dan kata-kata baku. 10 R e s u m e M a t e r i P e r k u l i a h a n D a s a r - D a s a r M I P A

11 Logika Konsep merupakan lambang dari suatu realita yang diabstrakkan dari peristiwa konkretnya. Konsep melahirkan konsepsi yang merupakan penjelasan dari suatu konsep. Salah satu bentuknya adalah definisi. Definisi adalah sesuatu yang dapat menjelaskan konsep. Dalam mebuat definisi, perlu memperhatikan bentuk format dan syarat-syaratnya. a) Bentuk format Konsep adalah [kelas konsep] yang [ciri khas]. b) Syarat Tidak negatif (tidak mengandung kata tidak/bukan) Sederhana (dapat diterima oleh penerima, seperti pembaca dan pendengar; tidak menimbulkan pertanyaan lagi) Tidak mengandung konsep yang didefinisikan (tidak mengandung pengulangan kata atas konsepnya) Equivalen (konsep dan definisi harus bernilai sama atau memiliki keluasan yang sama) Dari pembentukan definisi tersebut, kita dapat membuat silogisme (cara menarik kesimpulan). Konsep dapat dibagi menjadi dua bentuk yaitu proposisi hipotetis dan proposisi kategoris. 1. Proposisi Hipotetis Proposisi hipotetis adalah suatu pernyataan yang mengandung nilai benar atau salah. Hipotetis : jika maka Disjungtif : atau Konjungtif : dan Proposisi ini akan menghasilkan suatu silogisme hipotetis yang terdiri dari: a) Modus Ponens (Contoh: Jika seseorang belajar, maka ia pintar. Bonita belajar. Bonita Pintar.) b) Modus Tollens (Contoh: Jika seseorang berlatih keras, maka ia menjadi juara. Chantika juara. Chantika berlatih keras.) 11 R e s u m e M a t e r i P e r k u l i a h a n D a s a r - D a s a r M I P A

12 c) Silogisme Disjungtif (Contoh: Saya pulang atau tetap di sini. Saya pulang. Saya tidak di sini.) d) Silogisme Konjungtif (Contoh: Dalam sebuah keluarga pasti ada ayah dan ibu. Di keluargaku ada ayah. Di keluargaku ada ibu.) 2. Proposisi Kategoris Proposisi kategoris adalah suatu pernyataan yang sudah tepat dan pasti. Proposisi ini akan menghasilkan suatu premis mayor dan premis minor yang akan tetap menghasilkan satu kesimpulan yang sama. Contoh: Semua buku di sini terjual. Semua novel adalah buku. Semua novel habis terjual. Proposisi kategoris merupakan kalimat pernyataan yang mengandung term subjek yang dibicarakan (kata/kumpulan kata yang mengandung hal yang dibicarakan) dan term predikat isi dari pembicaraan (kata/kumpulan kata yang mengandung isi dari yang dibicarakan). Kalimat pernyataan ini terbagi menjadi dua bagian yaitu sebagai berikut. 1) Kuantitas subjek (semua atau sebagian) 2) Kualitas hubungan subjek dan predikat (afirmatif [YA] atau negatif [TIDAK]) Kedua bagian ini saling berhubungan. Untuk lebih mudahnya, perhatikan contoh berikut. Untuk semua dan afirmatif : Semua mahasiswa pandai. Untuk semua dan negatif : Semua mahasiswa tidak pandai. Untuk sebagian dan afirmatif : Beberapa mahasiswa pandai. Untuk sebagian dan negatif : Beberapa mahasiswa tidak pandai. 12 R e s u m e M a t e r i P e r k u l i a h a n D a s a r - D a s a r M I P A

Logika Matematika BAGUS PRIAMBODO. Silogisme Silogisme Hipotesis Penambahan Disjungsi Penyederhanaan Konjungsi. Modul ke: Fakultas FASILKOM

Logika Matematika BAGUS PRIAMBODO. Silogisme Silogisme Hipotesis Penambahan Disjungsi Penyederhanaan Konjungsi. Modul ke: Fakultas FASILKOM Modul ke: 7 Fakultas FASILKOM Logika Matematika Silogisme Silogisme Hipotesis Penambahan Disjungsi Penyederhanaan Konjungsi BAGUS PRIAMBODO Program Studi SISTEM INFORMASI http://www.mercubuana.ac.id Kemampuan

Lebih terperinci

A. Latar Belakang Masalah

A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan pendidikan adalah seperangkat sasaran kemana pendidikan itu di arahkan. Tujuan pendidikan dapat dimaknai sebagai suatu sistem nilai yang disepakati kebenaran

Lebih terperinci

Bentuk dasar pengetahuan ada dua: 1. Bentuk pengetahuan mengetahui demi mengetahui saja, dan untuk menikmati pengetahuan itu demi memuaskan hati

Bentuk dasar pengetahuan ada dua: 1. Bentuk pengetahuan mengetahui demi mengetahui saja, dan untuk menikmati pengetahuan itu demi memuaskan hati Bentuk Dasar Pengetahuan Bentuk dasar pengetahuan ada dua: 1. Bentuk pengetahuan mengetahui demi mengetahui saja, dan untuk menikmati pengetahuan itu demi memuaskan hati manusia 2. Bentuk pengetahuan untuk

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. A. Kemampuan Penalaran Matematis. Menurut Majid (2014) penalaran adalah proses berpikir yang

BAB II KAJIAN TEORI. A. Kemampuan Penalaran Matematis. Menurut Majid (2014) penalaran adalah proses berpikir yang BAB II KAJIAN TEORI A. Kemampuan Penalaran Matematis Menurut Majid (2014) penalaran adalah proses berpikir yang logis dan sistematis atas fakta-fakta yang empiris yang dapat diobservasi untuk memperoleh

Lebih terperinci

STMIK Banjarbaru LOGIKA PROPOSISIONAL. 9/24/2012 H. Fitriyadi & F. Soesianto

STMIK Banjarbaru LOGIKA PROPOSISIONAL. 9/24/2012 H. Fitriyadi & F. Soesianto 1 LOGIKA PROPOSISIONAL PENDAHULUAN STMIK Banjarbaru 2 Logika adalah pernyataan-pernyataan, yang berarti suatu kalimat yang memiliki arti tertentu dan memiliki nilai benar atau salah. Dilihat dari bentuk

Lebih terperinci

A. LOGIKA DALAM FILSAFAT ILMU

A. LOGIKA DALAM FILSAFAT ILMU KELOMPOK 8 A. LOGIKA DALAM FILSAFAT ILMU Logika berasal dari kata yunani logos yang berarti ucapan, kata, akal budi, dan ilmu. Logika sebagai ilmu merupakan elemen dasar setiap ilmu pengetahuan. Logika

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Penelitian yang berjudul Kemampuan Berbicara Argumentatif Anak

BAB V PENUTUP. Penelitian yang berjudul Kemampuan Berbicara Argumentatif Anak 181 BAB V PENUTUP Penelitian yang berjudul Kemampuan Berbicara Argumentatif Anak dalam Keluarga Multikiultural dengan Pola Asuh Otoritatif ini diharapkan dapat memberikan sumbangan terhadap perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anak-anak, sejak berabad-abad yang lalu diperlihatkan oleh para ahli

BAB I PENDAHULUAN. anak-anak, sejak berabad-abad yang lalu diperlihatkan oleh para ahli BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Upaya untuk mewujudkan cita-cita orang tua terhadap perkembangan anak-anak, sejak berabad-abad yang lalu diperlihatkan oleh para ahli dibidangnya seperti dokter,

Lebih terperinci

PENGANTAR LOGIKA INFORMATIKA

PENGANTAR LOGIKA INFORMATIKA P a g e 1 PENGANTAR LOGIKA INFORMATIKA 1. Pendahuluan a. Definisi logika Logika berasal dari bahasa Yunani logos. Logika adalah: ilmu untuk berpikir dan menalar dengan benar ilmu pengetahuan yang mempelajari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendidikan anak usia dini merupakan penjabaran dari sebuah pendidikan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendidikan anak usia dini merupakan penjabaran dari sebuah pendidikan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan anak usia dini merupakan penjabaran dari sebuah pendidikan yang bermula dari seluruh negara di dunia yang dalam bahasa Inggrisnya disebut dengan early childhood

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada bagian pendahuluan ini berisi latar belakang masalah penelitian,

BAB I PENDAHULUAN. Pada bagian pendahuluan ini berisi latar belakang masalah penelitian, BAB I PENDAHULUAN Pada bagian pendahuluan ini berisi latar belakang masalah penelitian, batasan masalah, dan rumusan masalah. Selanjutnya, dipaparkan pula tujuan dan manfaat penelitian. Pada bagian berikutnya

Lebih terperinci

6.1 PRINSIP-PRINSIP DASAR BERPIKIR KRITIS/LOGIS

6.1 PRINSIP-PRINSIP DASAR BERPIKIR KRITIS/LOGIS PENGANTAR SAP 6 Mata Kuliah Critical and Creative Thinking 6.1 PRINSIP-PRINSIP DASAR BERPIKIR KRITIS/LOGIS 6.2 ARGUMENTASI : STRUKTUR DASAR 6.3 PENALARAN INDUKTIF & BENTUK-BENTUKNYA 6.4 PENALARAN DEDUKTIF

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kebahasaan dan keterampilan berbahasa. Pengetahuan kebahasaan meliputi

BAB 1 PENDAHULUAN. kebahasaan dan keterampilan berbahasa. Pengetahuan kebahasaan meliputi 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembelajaran bahasa Indonesia secara formal mencakup pengetahuan kebahasaan dan keterampilan berbahasa. Pengetahuan kebahasaan meliputi pembelajaran mengenai asal-usul

Lebih terperinci

Suatu pernyataan akan memiliki bentuk susunan minimal terdiri dari subjek diikuti predikat, baru kemudian dapat diikuti objeknya.

Suatu pernyataan akan memiliki bentuk susunan minimal terdiri dari subjek diikuti predikat, baru kemudian dapat diikuti objeknya. 1 Suatu pernyataan akan memiliki bentuk susunan minimal terdiri dari subjek diikuti predikat, baru kemudian dapat diikuti objeknya. Setiap kalimat atau pernyataan tetap dapat dianggap satu buah proposisi.

Lebih terperinci

FILSAFAT ILMU DAN PENDAHULUAN. Dr. H. SyahrialSyarbaini, MA. Modul ke: 01Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi Psikologi

FILSAFAT ILMU DAN PENDAHULUAN. Dr. H. SyahrialSyarbaini, MA. Modul ke: 01Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi Psikologi FILSAFAT ILMU DAN LOGIKA Modul ke: 01Fakultas PSIKOLOGI PENDAHULUAN Dr. H. SyahrialSyarbaini, MA. Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Pengertian Filsafat Secara Etimologis : kata filsafat berasal

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Hasil Belajar Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya (Sudjana, 2004:22). Sedangkan menurut Horwart

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Suatu karangan terdiri dari beberapa kalimat yang kemudian disusun

BAB I PENDAHULUAN. Suatu karangan terdiri dari beberapa kalimat yang kemudian disusun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Suatu karangan terdiri dari beberapa kalimat yang kemudian disusun menjadi satu kesatuan dengan suatu kesesuaian yang kemudian membentuk paragraf-paragraf, sehingga

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Konstruktivisme Konstruktivisme merupakan pembelajaran yang menekankan terbangunnya pemahaman sendiri secara aktif, kreatif, dan produktif berdasarkan pengetahuan terdahulu dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. E. Latar Belakang. Pembelajaran bahasa Indonesia adalah pembelajaran yang lebih menekankan

BAB I PENDAHULUAN. E. Latar Belakang. Pembelajaran bahasa Indonesia adalah pembelajaran yang lebih menekankan 18 BAB I PENDAHULUAN E. Latar Belakang Pembelajaran bahasa Indonesia adalah pembelajaran yang lebih menekankan siswa untuk belajar berbahasa. Kaitannya dengan fungsi bahasa sebagai alat untuk berkomunikasi.

Lebih terperinci

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-I Jurusan Pendidikan Akuntansi. Disusun Oleh :

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-I Jurusan Pendidikan Akuntansi. Disusun Oleh : PENINGKATAN RESPON SISWA PADA PEMBELAJARAN IPS MELALUI PENDEKATAN KETRAMPILAN PROSES (PTK Pembelajaran IPS di SMP Muhammadiyah 2 Surakarta Kelas VIIIB Tahun Ajaran 2008/2009) SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan dasar, menengah, dan tinggi. Berdasarkan Permendiknas Nomor 22

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan dasar, menengah, dan tinggi. Berdasarkan Permendiknas Nomor 22 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan mata pelajaran yang diberikan mulai dari tingkat pendidikan dasar, menengah, dan tinggi. Berdasarkan Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang

Lebih terperinci

KEMAMPUAN MENYUSUN KARYA ILMIAH MAHASISWA JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA. Oleh Selvianingsih Salilama Fatmah AR Umar Supriyadi

KEMAMPUAN MENYUSUN KARYA ILMIAH MAHASISWA JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA. Oleh Selvianingsih Salilama Fatmah AR Umar Supriyadi KEMAMPUAN MENYUSUN KARYA ILMIAH MAHASISWA JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA Oleh Selvianingsih Salilama Fatmah AR Umar Supriyadi Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas negeri

Lebih terperinci

Keterampilan Dasar Menulis

Keterampilan Dasar Menulis Keterampilan Dasar Menulis Oleh La Ode Syukur Pengertian Menulis Menulis : kegiatan menyampaikan pesan dengan menggunakan bahasa tulis sebagai medianya. Pesan : Isi yang terkandung dalam suatu tulisan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk bertindak sesuai dengan pikirannya.

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk bertindak sesuai dengan pikirannya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya manusia hidup tidak lepas dari kegiatan berpikir. Berpikir adalah suatu kegiatan mental yang melibatkan kerja otak, dan juga melibatkan seluruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari proses berpikir. Berpikir merupakan suatu proses mempertimbangkan,

BAB I PENDAHULUAN. dari proses berpikir. Berpikir merupakan suatu proses mempertimbangkan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam setiap rangkaian kehidupan manusia pastilah tidak akan lepas dari proses berpikir. Berpikir merupakan suatu proses mempertimbangkan, merenungkan, menganalisis,

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK MATEMATIKA

KARAKTERISTIK MATEMATIKA KARAKTERISTIK MATEMATIKA Makalah disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Strategi Pembelajaran Matematika Dosen Pengampu : Nurkholis, S.Pd.I., M.Pd. Disusun Oleh: Kelompok 1 TMT II E 1. Lailatul Mufidah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa digunakan sebagai alat untuk berkomunikasi dan berinteraksi kepada orang lain. Kegiatan berkomunikasi dengan menggunakan bahasa bisa berlangsung secara efektif

Lebih terperinci

A. A B. E C. I D. O E. S

A. A B. E C. I D. O E. S A. A B. E C. I D. O E. S 14. Term predikat yang terdapat dalam proposisi pada soal no. 11 adalah : A. bersalah B. pernah bersalah C. tidak pernah bersalah D. tidak merasa pernah bersalah E. pernah merasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Desi Sukmawati, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Desi Sukmawati, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa memegang peranan yang sangat penting bagi kehidupan. Bahasa dijadikan sebagai alat komunikasi untuk melakukan sosialisasi satu sama lain. Melalui bahasalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Pengertian Logika. B. Tujuan Penulisan

BAB I PENDAHULUAN. A. Pengertian Logika. B. Tujuan Penulisan BAB I PENDAHULUAN A. Pengertian Logika Logika berasal dari kata Logos yaitu akal, jika didefinisikan Logika adalah sesuatu yang masuk akal dan fakta, atau Logika sebagai istilah berarti suatu metode atau

Lebih terperinci

Berpikir Kritis (Critical Thinking)

Berpikir Kritis (Critical Thinking) Berpikir Kritis (Critical Thinking) What Is Critical Thinking? (Definisi Berpikir Kritis) Kemampuan untuk berpikir jernih dan rasional, yang meliputi kemampuan untuk berpikir reflektif dan independen Definisi

Lebih terperinci

PENERAPAN METODE INKUIRI UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS XI IPS di MAN 2 PROBOLINGGO

PENERAPAN METODE INKUIRI UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS XI IPS di MAN 2 PROBOLINGGO PENERAPAN METODE INKUIRI UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS XI IPS di MAN 2 PROBOLINGGO Ira Daniati Universitas Negeri Malang Abstrak Observasi awal diketahui bahwa metode pembelajaran Geografi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa sebagai alat komunikasi digunakan untuk membangun hubungan, persahabatan, tukar pendapat, mempengaruhi dan bekerja sama dengan orang lain, dalam suatu

Lebih terperinci

Ilmu Penalaran atau Logika

Ilmu Penalaran atau Logika Ilmu Penalaran atau Logika Logika adalah Ilmu dan Kecakapan Menalar; Berpikir dengan Tepat (the science and art of correct thinking berpikir dimaksudkan kegiatan akal untuk "mengolah" pengetahuan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Bahasa digunakan manusia dalam segala tindak kehidupan. Perilaku dalam kehidupan manusia sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Menulis merupakan salah satu cara manusia untuk mengungkapkan sebuah ide atau gagasan kepada orang lain melalui media bahasa tulis. Bahasa tulis tentu berbeda

Lebih terperinci

Jurnal Pedagogika dan Dinamika Pendidikan

Jurnal Pedagogika dan Dinamika Pendidikan Jurnal Pedagogika dan Dinamika Pendidikan ISSN 2252-6676 Volume 4, No. 1, April 2016 http://www.jurnalpedagogika.org - email: jurnalpedagogika@yahoo.com KEMAMPUAN MENULIS PARAGRAF ARGUMENTASI DENGAN MENGGUNAKAN

Lebih terperinci

otaknya pasti berbeda bila dibandingkan dengan otak orang dewasa. Tetapi esensi otak manusia tetap ada pada otak bayi itu, sehingga tidak pernah ada

otaknya pasti berbeda bila dibandingkan dengan otak orang dewasa. Tetapi esensi otak manusia tetap ada pada otak bayi itu, sehingga tidak pernah ada KESIMPULAN UMUM 303 Setelah pembahasan dengan menggunakan metode tiga telaah, deskriptif-konseptual-normatif, pada bagian akhir ini, akan disampaikan kesimpulan akhir. Tujuannya adalah untuk menyajikan

Lebih terperinci

GAGAS TEMA DAN LANGKAH PENULISAN ARTIKEL JURNAL OLEH: HERMANTO SP

GAGAS TEMA DAN LANGKAH PENULISAN ARTIKEL JURNAL OLEH: HERMANTO SP GAGAS TEMA DAN LANGKAH PENULISAN ARTIKEL JURNAL OLEH: HERMANTO SP Hp 08121575726 email: hermansp@uny.ac.id Staf Ahli PR3 UNY Bid. Penalaran 1 MOTIVASI MEMBUAT KARYA ARTIKEL ILMIAH MEMBIASAKAN DIRI MENYELESAIKAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR 2.1 Hakikat Sains 2.1.1 Pengertian Sains Pada dasarnya setiap anak dilahirkan dengan bakat untuk menjadi ilmuwan, ia dilahirkan dengan membawa sesuatu keajaiban

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pembelajaran model koooperatif tipe STAD merupakan salah satu

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pembelajaran model koooperatif tipe STAD merupakan salah satu 7 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Model Kooperatif Tipe STAD Pembelajaran model koooperatif tipe STAD merupakan salah satu pembelajaran kooperatif yang diterapkan untuk menghadapi kemampuan siswa yang berbeda-beda.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian misalnya perilaku, persepsi, tindakan, dan lain-lain. Deskriptif

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian misalnya perilaku, persepsi, tindakan, dan lain-lain. Deskriptif BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud

Lebih terperinci

PROSES PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI MI AL HIDAYAH SUMBERSUKO PANDAAN

PROSES PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI MI AL HIDAYAH SUMBERSUKO PANDAAN PROSES PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI MI AL HIDAYAH SUMBERSUKO PANDAAN Rizma Nur Amalia 148620600180 semester 6 A3 S-1 PGSD Universitas Muhammadiyah Sidoarjo Marismaamalia01@gmail.com Abstrak Berpikir kritis

Lebih terperinci

Seminar Pendidikan Matematika

Seminar Pendidikan Matematika Seminar Pendidikan Matematika TEKNIK MENULIS KARYA ILMIAH Oleh: Khairul Umam dkk Menulis Karya Ilmiah adalah suatu keterampilan seseorang yang didapat melalui berbagai Latihan menulis. Hasil pemikiran,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Widi Rahmawati, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Widi Rahmawati, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa Indonesia merupakan salah satu mata pelajaran yang harus dipelajari di semua jenjang pendidikan, mulai dari sekolah dasar sampai dengan perguruan tinggi sebagai

Lebih terperinci

DASAR-DASAR LOGIKA. Katakan Maksud Anda (1) Sujanti, M.Ikom. Modul ke: Fakultas ILMU KOMUNIKASI. Program Studi Hubungan Masyarakat

DASAR-DASAR LOGIKA. Katakan Maksud Anda (1) Sujanti, M.Ikom. Modul ke: Fakultas ILMU KOMUNIKASI. Program Studi Hubungan Masyarakat Modul ke: 03 Ety Fakultas ILMU KOMUNIKASI DASAR-DASAR LOGIKA Katakan Maksud Anda (1) Sujanti, M.Ikom. Program Studi Hubungan Masyarakat Dasar-Dasar Logika Katakan Maksud Anda (1) 1. Memahami Kesesatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. juga memberikan pengalaman dan gambaran dalam bermasyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. juga memberikan pengalaman dan gambaran dalam bermasyarakat. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan cerminan keadaan sosial masyarakat yang dialami pengarang, yang diungkapkan kembali melalui perasaannya ke dalam sebuah tulisan. Dalam tulisan

Lebih terperinci

MAKALAH FILSAFAT ILMU Silogisme dan Proposisi Kategoris. Disusun oleh : Nama : NPM :

MAKALAH FILSAFAT ILMU Silogisme dan Proposisi Kategoris. Disusun oleh : Nama : NPM : MAKALAH FILSAFAT ILMU Silogisme dan Proposisi Kategoris Disusun oleh : Nama : NPM : Program Studi Fakultas Universitas 2015/2016 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Manusia dalam kehidupan sehari-hari

Lebih terperinci

Dasar-dasar Logika. Berpikir Rasional

Dasar-dasar Logika. Berpikir Rasional Dasar-dasar Logika Modul ke: 02 Berpikir Rasional Fakultas Ilmu Komunikasi Program Studi Hubungan Masyarakat www.mercubuana,ac,id Ramdhan Muhaimin, M.Soc.Sc Pemikiran Tujuan utama logika selain mengungkapkan

Lebih terperinci

Hubungan kemampuan membaca skema dengan kemampuan menulis paragraf persuasive oleh Siswa Kelas XI SMA Swasta Katolik Budi Murni 2. Verawaty R.

Hubungan kemampuan membaca skema dengan kemampuan menulis paragraf persuasive oleh Siswa Kelas XI SMA Swasta Katolik Budi Murni 2. Verawaty R. Hubungan kemampuan membaca skema dengan kemampuan menulis paragraf persuasive oleh Siswa Kelas XI SMA Swasta Katolik Budi Murni 2 Simalingkar Medan Tahun Pembelajaran 2009/2010. Verawaty R. Sitorus ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Logika merupakan ilmu yang mempelajari metode-metode dan hukumhukum

BAB I PENDAHULUAN. Logika merupakan ilmu yang mempelajari metode-metode dan hukumhukum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Logika merupakan ilmu yang mempelajari metode-metode dan hukumhukum yang digunakan untuk membedakan antara penalaran yang benar dan penalaran yang salah (Copi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan ruang yang tidak hanya mengantarkan peserta didik

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan ruang yang tidak hanya mengantarkan peserta didik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan ruang yang tidak hanya mengantarkan peserta didik cakap secara pengetahuan, tetapi juga cakap dalam ranah sikap dan keterampilan. Kecapakan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. untuk paragraf deduktif dan induktif belum ada. Penelitian yang digunakan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. untuk paragraf deduktif dan induktif belum ada. Penelitian yang digunakan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian yang Relevan Sebelumnya Penelitian tentang menulis paragraf telah dilakukan sebelumnya. Namun untuk paragraf deduktif dan induktif belum ada. Penelitian yang digunakan

Lebih terperinci

Pengkajian Standar Isi dan Standar Kompetensi (KTSP)

Pengkajian Standar Isi dan Standar Kompetensi (KTSP) Pengkajian Standar Isi dan Standar Kompetensi (KTSP) Bagaimana menyikapi informasi? Menerima informasi Menyaring informasi Mengolah informasi Menghasilkan informasi Badai Informasi B B M K D B M T M S

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. memprihatinkan. Guru dengan lancarnya menerangkan berbagai macam teori,

BAB 1 PENDAHULUAN. memprihatinkan. Guru dengan lancarnya menerangkan berbagai macam teori, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kondisi pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di sekolah masih terlihat memprihatinkan. Guru dengan lancarnya menerangkan berbagai macam teori, sementara

Lebih terperinci

Argumen premis konklusi jika dan hanya jika Tautolog

Argumen premis konklusi jika dan hanya jika Tautolog INFERENSI LOGIKA Argumen adalah suatu pernyataan tegas yang diberikan oleh sekumpulan proposisi P 1, P 2,...,P n yang disebut premis (hipotesa/asumsi) dan menghasilkan proposisi Q yang lain yang disebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap konsep pembelajaran. Guru sebagai tenaga pendidik profesional

BAB I PENDAHULUAN. terhadap konsep pembelajaran. Guru sebagai tenaga pendidik profesional 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan suatu bangsa hanya dapat dicapai melalui penataan pendidikan yang baik. Upaya peningkatan mutu pendidikan itu diharapkan dapat menaikan harkat dan martabat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan sumber daya manusia, sehingga manusia mempunyai keterampilan dan keahlian khusus yang dapat meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan dilakukannya proses pembelajaran manusia akan mampu berkembang.

BAB I PENDAHULUAN. dengan dilakukannya proses pembelajaran manusia akan mampu berkembang. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran bagi manusia sangat penting karena dengan dilakukannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (SDM). Pendidikan merupakan sarana untuk menyiapkan generasi masa kini

BAB I PENDAHULUAN. (SDM). Pendidikan merupakan sarana untuk menyiapkan generasi masa kini 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan memegang peranan yang amat penting untuk menjamin kelangsungan hidup negara dan bangsa, karena dengan adanya pendidikan dapat meningkatkan dan mengembangkan

Lebih terperinci

UPAYA MENINGKATKAN KEAKTIFAN BERPIKIR SISWA DALAM PEMBELAJARAN BIOLOGI MELALUI PEMBELAJARAN PROBLEM BASED INSTRUCTION

UPAYA MENINGKATKAN KEAKTIFAN BERPIKIR SISWA DALAM PEMBELAJARAN BIOLOGI MELALUI PEMBELAJARAN PROBLEM BASED INSTRUCTION UPAYA MENINGKATKAN KEAKTIFAN BERPIKIR SISWA DALAM PEMBELAJARAN BIOLOGI MELALUI PEMBELAJARAN PROBLEM BASED INSTRUCTION (PBI) DISERTAI OPTIMALISASI PENGGUNAAN MEDIA SKRIPSI oleh Dema Wahyu Tursina K 4304016

Lebih terperinci

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DENGAN BANTUAN MEDIA VIDEO UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS TEKS EKSPOSISI SISWA

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DENGAN BANTUAN MEDIA VIDEO UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS TEKS EKSPOSISI SISWA Natalia (2017). Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah Dengan Bantuan Media Video Untuk Meningkatkan Keterampilan Menulis Teks Eksposisi Siswa. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pendidikan..Vol.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Kajian teori yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat dari sudut pandang: (i) hakikat menulis, (ii) fungsi, tujuan, dan manfaat menulis, (iii) jenis-jenis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembelajaran Bahasa Indonesia merupakan salah satu mata pelajaran

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembelajaran Bahasa Indonesia merupakan salah satu mata pelajaran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran Bahasa Indonesia merupakan salah satu mata pelajaran penting yang masuk dalam ujian nasional pada setiap jenjang pendidikan pelajaran yang lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Matematika dalam implementasinya tidak hanya berkaitan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Matematika dalam implementasinya tidak hanya berkaitan dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika dalam implementasinya tidak hanya berkaitan dengan penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian, tetapi matematika juga dapat berguna dalam memecahkan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK KHUSUS BAHASA INDONESIA KEILMUAN PROGRAM KEDOKTERAN HEWAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

KARAKTERISTIK KHUSUS BAHASA INDONESIA KEILMUAN PROGRAM KEDOKTERAN HEWAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG KARAKTERISTIK KHUSUS BAHASA INDONESIA KEILMUAN PROGRAM KEDOKTERAN HEWAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG Anggota Kelompok A.Khoirul N. Khoirunnisa M. J. Fida Adib Musta in Sub Pokok Bahasan EYD DIKSI KEILMUAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan dan intelektual, sosial,

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan dan intelektual, sosial, 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan dan intelektual, sosial, dan emosional peserta didik merupakan penunjang keberhasilan dalam mempelajari semua

Lebih terperinci

STRATEGI PESAN DALAM PERENCANAAN KOMUNIKASI P E R E N C A N A A N P E S A N D A N M E D I A M O D U L 4

STRATEGI PESAN DALAM PERENCANAAN KOMUNIKASI P E R E N C A N A A N P E S A N D A N M E D I A M O D U L 4 STRATEGI PESAN DALAM PERENCANAAN KOMUNIKASI P E R E N C A N A A N P E S A N D A N M E D I A M O D U L 4 PERENCANAAN PESAN K E G I A T A N B E L A J A R 1 Poin-Poin Pokok Perencanaan Pesan A. Bagaimana

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembelajaran bahasa Indonesia yaitu menyangkut bahasa yang digunakan oleh warga negara Indonesia dan sebagai bahasa persatuan antar warga, yang merupakan salah satu

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG MASALAH

A. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Berpikir merupakan kemampuan alamiah yang dimiliki manusia sebagai pemberian berharga dari Allah SWT. Dengan kemampuan inilah manusia memperoleh kedudukan mulia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam pembelajaran bahasa Indonesia terdapat empat aspek keterampilan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam pembelajaran bahasa Indonesia terdapat empat aspek keterampilan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam pembelajaran bahasa Indonesia terdapat empat aspek keterampilan bahasa yakni menyimak, berbicara, membaca dan menulis. Berdasarkan empat aspek keterampilan tersebut,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam merangkai kata. Akan tetapi, dalam penerapannya banyak orang

BAB I PENDAHULUAN. dalam merangkai kata. Akan tetapi, dalam penerapannya banyak orang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keterampilan menulis merupakan kegiatan yang tidak terpisahkan dari kegiatan belajar mengajar siswa di sekolah. Kegiatan menulis menjadikan siswa aktif dalam kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peserta didik tingkat SMA adalah Menemukan Gagasan dari Beberapa Artikel

BAB I PENDAHULUAN. peserta didik tingkat SMA adalah Menemukan Gagasan dari Beberapa Artikel 2 A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Pelajaran Bahasa memiliki peran yang sentral dalam perkembangan intelektual, sosial, dan emosional peserta didik dan merupakan penunjang keberhasilan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan bersifat sangat penting demi terwujudnya kehidupan pribadi yang mandiri dengan taraf hidup yang lebih baik. Sebagaimana pengertiannya menurut Undang-undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Matematika mempunyai peran yang sangat besar baik dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Matematika mempunyai peran yang sangat besar baik dalam kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika mempunyai peran yang sangat besar baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam pengembangan ilmu pengetahuan lain. Dengan tidak mengesampingkan pentingnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. gerak manusia sebagai makhluk yang berbudaya dan bermasyarakat. Tidak ada kegiatan

I. PENDAHULUAN. gerak manusia sebagai makhluk yang berbudaya dan bermasyarakat. Tidak ada kegiatan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa merupakan salah satu milik manusia yang tidak pernah lepas dari segala kegiatan dan gerak manusia sebagai makhluk yang berbudaya dan bermasyarakat. Tidak ada kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan paradigma pembelajaran matematika di adaptasi dalam kurikulum di Indonesia terutama mulai dalam Kurikulum 2004 (KBK) dan Kurikulum 2006 serta pada kurikulum

Lebih terperinci

Catt: kedua kalimat pertama dapat dibuktikan kebenarannya. Kedua kalimat terakhir dapat ditolak karena fakta yang menentang kebenarannya.

Catt: kedua kalimat pertama dapat dibuktikan kebenarannya. Kedua kalimat terakhir dapat ditolak karena fakta yang menentang kebenarannya. Bahasa Indonesia 2 Proposisi ( reasoning ): suatu proses berfikir yang berusaha menghubungkan fakta/ evidensi yang diketahui menuju ke pada suatu kesimpulan. Proposisi dapat dibatasi sebagai pernyataan

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI. Universitas Indonesia Representasi jilbab..., Sulistami Prihandini, FISIP UI, 2008

BAB 3 METODOLOGI. Universitas Indonesia Representasi jilbab..., Sulistami Prihandini, FISIP UI, 2008 31 BAB 3 METODOLOGI 3.1. Paradigma Penelitian Paradigma adalah suatu cara pandang untuk memahami kompleksitas dunia nyata. Sebagaimana dikatakan Patton (1990), paradigma tertanam kuat dalam sosialisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menulis merupakan bagian dari keterampilan berbahasa yang di anggap suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menulis merupakan bagian dari keterampilan berbahasa yang di anggap suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menulis merupakan bagian dari keterampilan berbahasa yang di anggap suatu kegiatan komunikasi untuk menyampaikan pesan (informasi) secara tertulis kepada pihak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan zaman dan perubahan yang terjadi dalam

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan zaman dan perubahan yang terjadi dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan zaman dan perubahan yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara di Indonesia tidak terlepas dari pengaruh

Lebih terperinci

BAGIAN 3 TELAAH NORMATIF

BAGIAN 3 TELAAH NORMATIF BAGIAN 3 TELAAH NORMATIF 229 Pada bagian normatif ini, pertama-tama akan dijelaskan tentang jenjang pemahaman moral dari para responden. Penjelasan ini adalah hasil analisis atas data penelitian dengan

Lebih terperinci

KETIDAKEFEKTIFAN BAHASA INDONESIA DALAM KARYA ILMIAH SISWA DI KELAS XI UPW A SMK NEGERI 1 SINGARAJA

KETIDAKEFEKTIFAN BAHASA INDONESIA DALAM KARYA ILMIAH SISWA DI KELAS XI UPW A SMK NEGERI 1 SINGARAJA KETIDAKEFEKTIFAN BAHASA INDONESIA DALAM KARYA ILMIAH SISWA DI KELAS XI UPW A SMK NEGERI 1 SINGARAJA oleh I Gede Tunas Adiyasa, NIM 0812011039 Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Bahasa

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) 235 RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Sekolah : SD Negeri 1 Pahoman Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia Kelas/Semester : V / Ganjil Waktu : 3 x 3 (1 x pertemuan) Siklus : 1 (satu) Pertemuan : 1 (satu)

Lebih terperinci

Bunga Lestari Dr. Wisman Hadi, M.Hum. ABSTRAK

Bunga Lestari Dr. Wisman Hadi, M.Hum. ABSTRAK 0 KEMAMPUAN MENEMUKAN IDE POKOK PARAGRAF BERBAGAI JENIS WACANA DALAM NASKAH SOAL UJIAN NASIONAL OLEH SISWA KELAS IX SMP SWASTA BANDUNG SUMATERA UTARA TAHUN PEMBELAJARAN2017/2018 Bunga Lestari (bungalestariyy@gmail.com)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Asep Saeful Ulum, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Asep Saeful Ulum, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Alasan rasional dan esensial yang membuat peneliti tertarik untuk melakukan penelitian ini di antaranya berdasarkan pada dua hal utama, yaitu 1) Opini masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. emosional siswa dan merupakan penunjang keberhasilan dalam mempelajari semua

BAB I PENDAHULUAN. emosional siswa dan merupakan penunjang keberhasilan dalam mempelajari semua 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa memiliki peran penting dalam perkembangan intelektual, sosial, dan emosional siswa dan merupakan penunjang keberhasilan dalam mempelajari semua bidang studi.

Lebih terperinci

Meningkatkan Hasil Belajar IPA Tentang Konsep Pesawat Sederhana Melalui Metode Demonstrasi Pada Siswa Kelas V SD Inpres 2 Langaleso

Meningkatkan Hasil Belajar IPA Tentang Konsep Pesawat Sederhana Melalui Metode Demonstrasi Pada Siswa Kelas V SD Inpres 2 Langaleso Meningkatkan Hasil Belajar IPA Tentang Konsep Pesawat Sederhana Melalui Metode Demonstrasi Pada Siswa Kelas V SD Inpres 2 Langaleso Reflina Suak, Irwan Said, dan Yunus Kendek Paluin Mahasiswa Program Guru

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa merupakan sarana komunikasi dalam kehidupan manusia. Hal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa merupakan sarana komunikasi dalam kehidupan manusia. Hal A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Bahasa merupakan sarana komunikasi dalam kehidupan manusia. Hal inilah yang membedakan manusia dengan makhluk hidup yang lain. Dengan bahasa kita dapat mengutarakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas pembelajaran yaitu terlaksana tidaknya suatu perencanaan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas pembelajaran yaitu terlaksana tidaknya suatu perencanaan 10 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Efektivitas Pembelajaran Efektivitas pembelajaran yaitu terlaksana tidaknya suatu perencanaan pembelajaran. Karena perencanaan, maka pelaksanaan pengajaran menjadi baik dan efektif

Lebih terperinci

Nantia Rena Dewi Munggaran

Nantia Rena Dewi Munggaran Nantia Rena Dewi Munggaran Suatu proses berpikir manusia untuk menghubunghubungkan data atau fakta yang ada sehingga sampai pada suatu simpulan. Data Kalimat Pernyataan PROPOSISI Term adalah kata atau

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam pembelajaran Biologi, siswa dituntut tidak hanya sekedar tahu

I. PENDAHULUAN. Dalam pembelajaran Biologi, siswa dituntut tidak hanya sekedar tahu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam pembelajaran Biologi, siswa dituntut tidak hanya sekedar tahu (knowing) ataupun menghafal (memorizing) tetapi dituntut untuk memahami konsep biologi. Untuk kurikulum

Lebih terperinci

Verawaty R. Sitorus. Kata Kunci. Membaca Skema, Paragraf Persuasif, SMA Budi Murni

Verawaty R. Sitorus. Kata Kunci. Membaca Skema, Paragraf Persuasif, SMA Budi Murni Hubungan kemampuan membaca skema dengan kemampuan menulis paraggraf persuasive oleh Siswa Kelas XI SMA Swasta Katolik Budi Murni 2 Simalingkar Medan Tahun Pembelajaran 2009/2010. Verawaty R. Sitorus ABSTRAK

Lebih terperinci

DESKRIPSI BUTIR INSTRUMEN 2 PENILAIAN BUKU TEKS PELAJARAN KIMIA UNTUK SISWA SEKOLAH MENENGAH ATAS/MADRASAH ALIYAH

DESKRIPSI BUTIR INSTRUMEN 2 PENILAIAN BUKU TEKS PELAJARAN KIMIA UNTUK SISWA SEKOLAH MENENGAH ATAS/MADRASAH ALIYAH DESKRIPSI BUTIR INSTRUMEN 2 PENILAIAN BUKU TEKS PELAJARAN KIMIA UNTUK SISWA SEKOLAH MENENGAH ATAS/MADRASAH ALIYAH A. TEKNIK PENYAJIAN I. KELAYAKAN PENYAJIAN Butir 1 Butir 2 Butir 3 Butir 4 Konsistensi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bahan kajian bahasa Indonesia diarahkan kepada penguasaan empat keterampilan

I. PENDAHULUAN. bahan kajian bahasa Indonesia diarahkan kepada penguasaan empat keterampilan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), standar kompetensi bahan kajian bahasa Indonesia diarahkan kepada penguasaan empat keterampilan berbahasa,

Lebih terperinci

: SRI ESTI TRISNO SAMI

: SRI ESTI TRISNO SAMI By : SRI ESTI TRISNO SAMI 08125218506 / 082334051324 E-mail : sriestits2@gmail.com Bahan Bacaan / Refferensi : 1. F. Soesianto dan Djoni Dwijono, Logika Matematika untuk Ilmu Komputer, Penerbit Andi Yogyakarta.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Artikel ilmiah merupakan sejenis tulisan yang menyajikan atau menganalisis suatu topik secara ilmiah. Keilmiahan suatu tulisan didasarkan pada ragam bahasa yang digunakannya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sekolah. Dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia ada empat komponen

I. PENDAHULUAN. sekolah. Dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia ada empat komponen 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Bahasa Indonesia merupakan suatu mata pelajaran yang diberikan pada siswa di sekolah. Dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia ada empat komponen keterampilan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. keterampilan intelektual. Karena itu pengorganisasian materi pembelajaran

BAB II KAJIAN PUSTAKA. keterampilan intelektual. Karena itu pengorganisasian materi pembelajaran BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Keterampilan Intelektual Dalam proses belajar mengajar yang menekankan konstruksi pengetahuan, kegiatan utama yang berlangsung adalah berpikir atau mengembangkan keterampilan intelektual.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. 1). Pembelajaran menurut Sugandi (2006: 9) adalah seperangkat peristiwa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. 1). Pembelajaran menurut Sugandi (2006: 9) adalah seperangkat peristiwa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran bisa diartikan sebagai sebuah proses kegiatan pelaksanaan kurikulum suatu lembaga pendidikan yang telah ditetapkan (Sudjana, 2001: 1). Pembelajaran

Lebih terperinci