I. PENDAHULUAN. [April 2010] 1 Pertmumbuhan Penduduk Indonesia Masih Besar.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "I. PENDAHULUAN. [April 2010] 1 Pertmumbuhan Penduduk Indonesia Masih Besar."

Transkripsi

1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan penduduk di Indonesia saat ini sudah mengalami penurunan menjadi 1,3 persen namun pertumbuhan penduduk Indonesia masih relatif besar yakni sekitar 3-4 juta jiwa per tahun 1. Kondisi tersebut akan secara langsung berdampak pada peningkatan kebutuhan pangan. Minami (1996) mengutarakan bahwa peningkatan jumlah penduduk akan mendorong pengelolaan lahan pertanian secara intensif sehingga akan meningkatkan kerusakan lingkungan. Oleh karena itu pengelolaan pertanian secara berkelanjutan menjadi sangat penting untuk menjaga kelestarian kegiatan pertanian dan menjaga kestabilan produksi pertanian. Pentingnya pengelolaan pertanian secara berkelanjutan juga disebabkan karena adanya keterbatasan lahan pertanian. Adanya tren penurunan luasan lahan garapan dan kepemilikan lahan pertanian menjadi permasalahan bagi keberlanjutan usahatani dan tingkat keuntungan yang akan diperoleh petani. Permasalahan tersebut dapat diatasi salah satunya dengan melakukan beberapa aktivitas usahatani secara bersama pada lahan yang dimiliki. Sistem pertanian berkelanjutan yang melibatkan berbagai aktivitas usaha disebut sebagai sistem pertanian terpadu (Tampubolon 1997; Behera et al. 2008). Pertanian terpadu adalah sebagai salah satu upaya dalam mengembangkan pola usahatani di suatu daerah sesuai dengan potensi daerahnya. Komoditi unggulan yang menjadi potensi utama di suatu daerah didukung oleh usaha komoditi lain sebagai penunjang (Noor 1996). Sistem pertanian terpadu sebenarnya bukanlah suatu teknologi baru karena kebiasaan bertani dan beternak dalam satu rumah tangga sudah lama mengakar pada budaya pertanian di Indonesia. Penyelenggaraan pertanian terpadu pada hakikatnya merupakan inovasi terhadap sistem pengelolaan teknologi tanpa mengubah teknologi yang sudah ada namun dapat memperbaiki pendapatan petani dan meningkatkan efisiensi usahatani (Djajanegara et al. 2005; Haryani 2009). 1 Pertmumbuhan Penduduk Indonesia Masih Besar. [April 2010] 1

2 Keberhasilan dan kegagalan suatu inovasi teknologi dapat disebabkan oleh berbagai faktor diantaranya kesesuaian antara ukuran usahatani petani dengan kebutuhan ukuran usaha teknologi, sumber informasi teknologi, ketersediaan sumberdaya lahan, modal, tenaga kerja, keterampilan teknis dan manajemen petani, serta ketersediaan pasar input maupun pasar output setelah inovasi diterapkan (Rogers 1962; Soekartawi 1988). Adanya kesesuaian antara tingkat kerumitan inovasi dengan keahlian petani, tingkat kemudahan akses sumber informasi inovasi, dapat menjadi salah satu pendukung sebuah inovasi lebih cepat dan dapat diadopsi oleh petani (Kurnia 2000). Pertanian terpadu yang dirancang sebaiknya disesuaikan dengan sumberdaya petani karena setiap skala pengembangan dan pembangunan pertanian terpadu memerlukan pengetahuan dan kemampuan manajemen yang berbeda (Minami 1996; Russelle 2007; Rosyid 1990). Ruang lingkup pengembangan dan pembangunan pertanian terpadu dapat dilakukan dalam berbagai skala baik pada skala rumah tangga petani maupun pada skala regional. Keputusan petani untuk mengadopsi teknologi pertanian terpadu juga sangat ditentukan oleh adanya informasi teknis dan informasi ekonomi mengenai potensi keuntungan dari penerapan pertanian terpadu (Panggabean 1982). Kegagalan petani dalam memanfaatkan teknologi akan berdampak pada kegagalan produksi sehingga petani harus disiapkan sedini mungkin untuk mengelola teknologi tersebut. Tidak semua petani yang mengusahakan tanaman dan ternak secara bersamaan menerapkan pertanian terpadu karena terkadang pengelolaan kedua aktivitas tersebut masih dilakukan secara terpisah. Oleh karena itu penerapan pertanian terpadu pada skala rumah tangga petani seringkali mengalami kendala akibat kemampuan manajemen usahatani yang rendah dalam mengalokasikan sumberdaya yang dimiliki. Akibatnya petani tidak dapat memperoleh keuntungan yasng optimal dari beragam aktivitas usahatani yang dilakukannya. Pertanian terpadu yang diterapkan pada skala wilayah atau regional akan melibatkan berbagai macam aktivitas usahatani dengan pola pengusahaan yang berbeda-beda. Adanya pengembangan pertanian terpadu pada skala wilayah mampu menyatukan sumberdaya yang dimiliki petani di daerah tersebut sehingga 2

3 permasalahan keterbatasan sumberdaya di tingkat petani dapat teratasi. Pola pertanian di Indonesia pada suatu daerah yang seringkali terdiri dari sub-sub daerah yang mengembangkan pertanian monokultur dengan jenis komoditas yang berbeda-beda. Kondisi tersebut sangat memungkinkan untuk membangun sentrasentra produksi komoditas tertentu di sub-sub daerah tersebut dengan skala ekonomi yang lebih besar. Apabila kegiatan usahatani pada sub-sub daerah dapat menunjang satu sama lainnya maka akan sangat memungkinkan untuk membangun sistem pertanian terpadu pada skala regional. Adanya kompleksitas hubungan antara aktivitas usahatani yang dipadukan dapat menjadi kendala dalam proses adopsi sistem pengelolaan usahatani secara terpadu. Banyak hal yang perlu diperhatikan dalam mengembangkan usahatani terpadu pada skala rumah tangga maunpun pada skala regional antara lain tingkat produksi produk utama, tingkat produksi dan daya dukung limbah dalam hubungan sinergis antar aktivitas usaha, ukuran usahatani, kapasitas teknologi (peralatan yang telah dimiliki petani), ketersediaan tenaga kerja, fluktuasi produksi terkait musim, fluktuasi harga pasar, dan sikap petani dalam menghadapai risiko (Minami 1996; Russelle 2007). Selain itu, pertanian terpadu pada skala wilayah perlu ditunjang oleh ketepatan media yang digunakan untuk difusi teknologi sistem pertanian terpadu. Keberadaan kelompok tani (poktan) atau gabungan kelompok tani (gapoktan) merupakan media yang cocok untuk pengembangan pertanian karena memiliki peran yang sangat besar dalam memfasilitasi transfer teknologi, media pelatihan, meningkatkan efisiensi produksi, meningkatkan skala ekonomi, dan meningkatkan efisiensi pemasaran (Hong 1993; Wang 1993). Pengelolaan usahatani terpadu di Indonesia dapat dicirikan oleh usaha yang saling mengisi antara pertanian tanaman pangan dengan peternakan di bawah satu pengelolaan rumah tangga petani (Sastrodihardjo et al., 1982). Pertanian terpadu antara tanaman dengan ternak mengacu pada satu kombinasi atau lebih hewan dengan tanaman dan ikan yang memiliki fungsi yang berbedabeda namun memiliki sifat yang komplementer. Output dari salah satu kegiatan menjadi input bagi kegiatan lain sehingga kedudukan sebuah output produksi tidak selalu menjadi produk akhir namun dapat menjadi bahan baku bagi kegiatan 3

4 usahatani lainnya atau disebut sebagai produk antara (intermediate product). Hubungan sinergis antara aktivitas yang diintegrasikan dapat menghasilkan total output yang lebih banyak daripada output setiap kegiatan tersebut secara individual (Devendra 1993; Behera et al. 2008). Pemanfaatan limbah tanaman yang dihasilkan dapat menjadi solusi dalam mengatasi kekurangan pakan hijauan lapang pada musim kemarau. Limbah tanaman dapat dikatakan sebagai sumber pakan yang bersifat underexploited atau masih belum termanfaatkan secara optimal. Limbah tanaman tersebut dapat didaur ulang secara alami sehingga dapat menghasilkan produk ternak yang bernilai tinggi. Di sisi lain, keberadaan hewan ternak tidak hanya sebagai penghasil bahan pangan namun juga berfungsi sebagai tenaga kerja dan penghasil limbah yang dapat digunakan sebagai pupuk bagi tanaman. Pengelolaan usahatani terpadu tersebut memiliki banyak manfaat antara lain diversifikasi dalam penggunaan sumberdaya, meningkatkan efisiensi penggunaan input, mengoptimalkan penggunaan tenaga kerja, meningkatkan pendapatan petani melalui peningkatan produksi, meningkatkan produktivitas, penghematan biaya produksi, mengurangi risiko, serta mengurangi ketergantungan dengan input yang berasal dari luar sistem (Sastrodihardjo et al. 1982; Devendra 1993; Kokubun 1998; Kariyasa dan Pasandaran 2005). Adanya berbagai manfaat penerapan pertanian terpadu dalam melestarikan lingkungan, mengoptimalkan penggunaan sumberdaya yang dimiliki petani, dan meningkatkan pendapatan petani melatarbelakangi banyaknya program pertanian terpadu yang dicanangkan di Indonesia. Pengembangan pertanian terpadu di Indonesia sebenarnya telah dilakukan sejak tahun 1980 oleh Badan Litbang Pertanian misalnya melalui Crop- Livestock system, SUT (Sistem Usahatani Terpadu) Sapi dan Padi, dan sistem integrasi kelapa sawit dan sapi di daerah perkebunan (Kusnadi 2008). Tingginya tingkat pengeluaran (konsumsi) penduduk Indonesia terhadap tanaman pangan khususnya padi dan palawija (36,25 persen) 2 melatarbelakangi sebagian besar program pertanian terpadu di Indonesia senantiasa melibatkan tanaman pangan sehingga kebutuhan pangan penduduk dapat tercukupi. Program pertanian terpadu yang sudah dilaksanakan pemerintah 2 Persentase Pengeluaran Rata-rata per Kapita Sebulan Menurut Kelompok Barang Indonesia 1999, [Agustus 2010] 4

5 misalnya Sistem Integrasi Kelapa Sawit-Ternak atau yang biasa disebut SISKA yang banyak dikembangkan di sentra-sentra kelapa sawit di Kalimantan (Paggasa 2008), pengusahaan tanaman karet terpadu dengan tanaman pangan-ternak di daerah transmigrasi Batumarta,Sumatera Selatan (Rosyid 1990), integrasi kakaopadi-ternak (domba dan sapi) di Provinsi Sulawesi Tengah (Handayani 2009), dan integrasi ternak domba pada sentra produksi lada di Sulawesi Tenggara (Sahara et al. 2004). Provinsi Banten juga berencana akan mengembangkan pertanian terpadu antara ternak sapi, aktivitas produksi pupuk, biogas, dan usahatani padi (Hamdani 2008). Pelaksanaan program pertanian terpadu tersebut tidak terlepas dari adanya kegagalan. Misalnya adalah pada program integrasi tanaman-ternak di Kabupaten Parigi Moutong dan Kabupaten Donggala yang dicanangkan tahun Saat ini paket teknologi integrasi tanaman-ternak di kedua lokasi tersebut sudah tidak ditemui lagi. Penyebabnya adalah pada produksi bahan baku pakan yakni kulit buah kakao yang sangat rendah akibat terserang hama dan sulitnya memperoleh probiotik untuk pembuatan pakan ternak (Handayani 2009). Di sisi lain, keberhasilan pengembangan dan pembangunan pertanian terpadu dapat dilihat pada integrasi tanaman lada dengan domba di Desa Mowila dan Lakomea, Kendari, Sulawesi Selatan yang ditunjukkan dengan masih diterapkannya teknologi terpadu sampai dengan saat ini. Daya tarik bagi petani untuk menerapkan pertanian terpadu lada-domba adalah potensi keuntungannya. Apabila dibandingkan, sistem budidaya terintegrasi mampu menghasilkan keuntungan sampai 341,85 persen lebih tinggi daripada usahatani lada monokultur (Sahara et al. 2004). Selain pengembangan pertanian terpadu antara tanaman pangan-hewan ternak, pemerintah melalui Dirjen Hortikultura juga menetapkan pengembangan agribisnis hortikultura terpadu yang didalamnya mencakup pengembangan integrasi antara sayuran dan ternak 3. Pengembangan program hortikultra terpadu tersebut akan diarahkan pada pola zero waste agriculture sehingga setiap kotoran ternak yang dihasilkan dapat dimanfaatakan sebagai pupuk organik dalam budidaya tanaman sedangkan limbah tanaman dapat dimanfaatakan sebagai pakan 3 Hortikultura Terpadu Melalui CF-SKR (Counterpart Fund Second Kennedy Round) dan Zero Waste Agriculture. [Agustus 2010] 5

6 ternak. Melalui usahatani hortikultura terpadu tersebut diharapkan agar aktivitas usahatani tidak terus menerus menghasilkan limbah (waste biomass) yang mencemari lingkungan 4. Pengembangan usahatani hortikultura terpadu dengan pola zero waste agriculture sangat identik dengan pengembangan hortikultura secara organik. Pertanian organik yang memadukan tanaman dengan hewan ternak dapat menjadi salah satu upaya untuk menghilangkan ketergantungan terhadap input yang berasal dari luar sistem. Semakin meningkatnya harga pupuk kimia dan pakan ternak menyebabkan pengusahaan tanaman hortikultura secara organik yang dipadukan dengan hewan ternak dapat menghasilkan penghematan sehingga pendapatan atau keuntungan petani akan meningkat (Abadilla 1982). Program pengembangan agribisnis hortikultura terpadu tersebut didukung dengan adanya kebijakan pemantapan maupun pengembangan sentra-sentra produksi hortikultura baru 5 serta melalui Program Pengembangan Kawasan Hortikultura Organik yang akan diimplementasikan dengan pengembangan pilot project di berbagai provinsi di Indonesia. Sasaran dan pelaksana Program Pengembangan Kawasan Hortikultura Organik tersebut adalah petani, salah satunya adalah petani sayuran organik, yang tergabung dalam gapoktan. Salah satu provinsi yang akan dijadikan pilot project adalah Provinsi Jawa Barat (Dirjen Hortikultura 2010). Pengembangan usahatani sayuran organik terpadu di suatu wilayah, yang melibatkan gapoktan, dapat menjadi salah satu peluang untuk meningkatkan pendapatan petani. Hal ini didasari oleh adanya tren penawaran dan permintaan sayuran organik semakin meningkat. Adanya program Deptan (2009) Go Organic 2010 juga memacu perkembangan usahatani sayuran organik di Indonesia. Menurut survey FiBL (2008), Indonesia memiliki 41 ribu hektar lahan organik yang dikelola sekitar 23 ribu petani dengan volume penjualan mencapai US $200 juta (Prawoto 2008). Produksi produk organik di Indonesia diperkirakan tumbuh kurang lebih 10% per tahun 6. Harga sayuran organik setiap kilogramnya 4 Loc.cit 5 Strategi dan Kebijakan Dirjen Hortikultura [Agustus 2010] 6 [Agustus 2010] 6

7 dapat mencapai 2-4 kali lipat dibandingkan dengan sayuran non organik (Rahmayanti 2008). Harga sayuran organik yang cukup tinggi dapat menjadi salah satu daya tarik bagi petani sayuran non organik untuk beralih menjadi petani sayuran organik. Adanya rencana penerapan usahatani terpadi sayuran organik-hewan ternak di suatu wilayah tentu saja memerlukan perencanaan secara matang. Apalagi keberadaan usahatani terpadu antara sayuran organik dan hewan ternak masih belum banyak diterapkan di Indonesia. Pemilihan jenis sayuran dan jenis hewan ternak harus dilakukan secara tepat agar pola hubungan sinergis yang dibangun dalam sistem usahatani terpadu dapat terlaksana. Selain itu sangat penting untuk mengantisipasi adanya potensi kegagalan yang mungkin terjadi dari penerapan pertanian terpadu tersebut. Berdasarkan uraian sebelumya, dapat dikatakan bahwasanya pembangunan dan pengembangunan usahatani terpadu di suatu lokasi sangat perlu untuk memperhatikan daya tarik ekonomi (keuntungan) dari program pertanian terpadu serta kesesuaian sumberdaya modal, tenaga kerja, lahan, dan kemampuan manajerial petani dalam mengelola pertanian secara terpadu. Apabila rencana usahatani terpadu yang ditetapkan kurang tepat maka dapat merugikan petani. Adanya faktor ekonomi dan kesesuaian ketersediaan sumberdaya petani yang menjadi faktor penentu keberhasilan program pertanian terpadu, melatarbelakangi pentingnya analisis secara ekonomi terhadap rencana penerapan usahatani terpadu antara sayuran organik dengan hewan ternak di suatu daerah. Perencanaan dan analisis terhadap faktor ekonomi dapat dilakukan melalui pendekatan perancangan model pertanian terpadu sayuran organik-hewan ternak yang tentu saja perlu memperhatikan ketersediaan sumberdaya di daerah tersebut. Dengan demikian, model yang dirancang dapat memaksimumkan total keuntungan aktivitas-aktivitas yang diinttegrasikan dalam keterbatasan sumberdaya yang tersedia. 1.2 Perumusan Masalah Desa Karehkel merupakan salah satu lokasi yang akan membangun pertanian terpadu antara sayuran organik dengan hewan ternak pada skala wilayah. Sayuran organik di Desa Karehkel merupakan komoditas unggulan yang 7

8 terdiri dari jenis selada, kangkung, caisin, bayam hijau, dan bayam merah. Aktivitas budidaya sayuran organik di Desa Karehkel adalah salah satu yang terbaik pada tingkat petani di Kabupaten Bogor. Produksi sayuran organik ratarata per bulannya dapat mencapai 1,68 ton (ICDF 2010). Keberadaan hewan ternak di Desa Karehkel sebagian besar terdiri dari domba (624 ekor) dan kelinci (421 ekor) (Gapoktan Pandan Wangi 2009; Kantor Desa Karehkel 2010). Rencana penerapan pertanian terpadu tersebut diinisiasi oleh Gapoktan Pandan Wangi (GPW) yang berlokasi di Desa Karehkel. Setiap jenis aktivitas yang akan diintegrasikan merupakan suatu kelompok-kelompok terpisah sehingga memiliki kegiatan produksi secara spesifik. Aktivitas produksi yang spesifik di suatu kelompok tani diharapkan dapat meningkatkan skala ekonomi sehingga dapat meningkatkan jumlah produksi. Rencana penerapan usahatani terpadu sayuran organik-hewan ternak di Desa Karehkel ditujukan untuk mengoptimalkan pemanfaatan limbah sayuran organik dan ternak. Potensi limbah sayuran, kotoran domba, kotoran kelinci, dan urin kelinci yang belum dimanfaatkan setiap bulannya masing-masing dapat mencapai 1,4 ton; 28,7 ton; 5 ton; dan 1279,84 liter. Adanya pemanfaatan limbah ternak sebagai pupuk organik dan pemanfaatan limbah sayur sebagai pakan ternak akan dapat menghemat biaya pakan ternak dan biaya pupuk sehingga keuntungan aktivitas yang diintegrasikan akan meningkat. Pemanfaatan limbah ternak maupun limbah sayuran organik memerlukan dukungan aktivitas penunjang berupa unit pengolah limbah. Hal ini disebabkan karena limbah-limbah yang dihasilkan tidak dapat digunakan secara langsung bagi aktivitas usahatani sayuran organik dan hewan ternak. Kotoran ternak memerlukan penanganan secara khusus karena apabila digunakan secara langsung akan berdampak kurang baik bagi tanaman. Karakter limbah sayuran organik yang tidak tahan lama untuk disimpan juga menjadi kendala tersendiri dalam pemanfaatannya sebagai pakan ternak. Oleh karena itu diperlukan penanganan limbah ternak dan limbah sayur agar dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak dengan nilai nutrisi yang baik dan memiliki daya simpan yang lebih lama. Fasilitas yang dapat menunjang penanganan limbah tanaman dan ternak di Desa Karehkel adalah unit produksi kompos dan silase. 8

9 Upaya penerapan pertanian terpadu sayuran organik dan hewan ternak di Desa Karehkel dihadapkan pada berbagai kendala. Kendala yang dimaksud antara lain lahan, tenaga kerja, dan ketersediaan input produksi misalnya pupuk organik dan pakan ternak. Rata-rata kepemilikan lahan pertanian masing-masing petani di Desa Karehkel adalah sebesar 0,18 Ha (Hendayana 2010). Untuk petani sayuran organik, rata-rata luasan lahan garapan aktual hanya mencapai 645,3 m 2 atau setara dengan 0,065 hektar. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwasanya ratarata petani sayura organik di Desa Karehkel adalah sebagai petani gurem. Keberadaan lahan dalam aktivitas usahatani di Desa Karehkel merupakan salah satu kendala untuk meningkatkan produksi maupun pendapatan petani sehingga setiap petani sayuran organik selalu menanam berbagai jenis sayuran di lahan yang dimilikinya. Saat ini aktivitas usahatani sayuran organik yang terpusat pada Poktan Sugih Tani sangat bergantung pada pasokan pupuk kotoran ayam dari luar desa. Adanya ketergantungan tersebut seringkali menyebabkan permasalahan tersendiri bagi aktivitas budidaya sayuran organik. Meskipun pasokan kotoran ayam selalu ada namun terkadang pengiriman pupuk kotoran ayam tersebut tidak tepat waktu. Akibatnya kegiatan pemupukan terlambat sehingga berdampak langsung pada produksi sayuran organik yang tidak maksimal. Cukup banyaknya populasi ternak ruminansia di Desa Karehkel menyebabkan adanya pola hubungan yang kompetitif antar hewan ternak yang diusahakan yakni dalam hal pemenuhan kebutuhan pakan. Kebutuhan pakan bagi hewan ternak di Desa Karehkel, terutama dipenuhi dengan hijauan lapang, baik dalam bentuk rumput maupun dedaunan. Pada musim kemarau, peternak mengalami kesulitan dalam mencari pakan hijauan lapang sehingga seringkali peternak perlu mencarinya di daerah yang cukup jauh. Pada musim kemarau, peternak kelinci memberikan dedak kepada kelinci yang dipelihara dalam jumlah yang relatif lebih banyak daripada musim penghujan. Akibatnya biaya pakan kelinci akan cenderung meningkat pada musim kemarau. Selain itu, produksi urin kelinci jugaakan menurun apabila diberikan dedak dalam jumlah yang cukup banyak sehingga penerimaan dari penjualan urin kelinci akan menurun. Adanya pemanfaatan limbah sayuran sebagai pakan ternak dalam bentuk silase diharapkan 9

10 dapat menjadi salah satu solusi dalam mengatasi permasalahan tersebut sehingga aktivitas memproduksi silase memegang peranan yang cukup penting dalam memenuhi kebutuhan pakan ternak selain dari hijauan lapang. Ketersediaan tenaga kerja yang dimiliki setiap rumah tangga petani maupun peternak juga sangat terbatas. Oleh karena itu, ketersediaan tenaga kerja dalam bidang pertanian juga menjadi salah satu kendala dalam upaya peningkatan jumlah pengusahaan masing-masing aktivitas usahatani. Rata-rata tenaga kerja dalam rumah tangga petani di Desa Karehkel hanya terdiri dari satu orang laki-laki dewasa dan satu orang wanita dewasa. Sebagian besar anggota keluarga lainnya bermata pencaharian di luar usahatani dan sebagian lainnya menempuh pendidikan sekolah. Data Profil Desa Karehkel (2009) menunjukkan bahwa hanya 10 persen penduduk yang bermata pencaharian sebagai petani. Sebanyak 1,8 persen diantara petani tersebut berstatus sebagai buruh tani. Sebagian besar penduduk Desa Karehkel (90 persen) lebih tertarik untuk bekerja di luar aktivitas pertanian. Adanya berbagai kendala tersebut menyebabkan rancangan model usahatani terpadu sayuran organik-hewan ternak (MUSOT) yang dibangun di Desa Karehkel perlu dirancang secara tepat. Artinya model yang dibangun harus memperhatikan keberadaan berbagai kendala dalam setiap aktivitas usahatani yang akan diintegrasikan. Perancangan MUSOT dilakukan agar dapat membantu GPW untuk merencanakan pertanian terpadu di Desa Karehkel sehingga dapat memaksimumkan total keuntungan wilayah sesuai dengan sumberdaya yang tersedia. Perancangan model yang kurang tepat dapat berdampak negatif terhadap aktivitas-aktivitas yang diintegrasikan sehingga akan merugikan petani. Oleh karena itu, berdasarkan MUSOT yang dirancang dalam penelitian ini diharapkan dapat menjawab berbagai permasalahan sebagai berikut: 1) Apakah pertanian terpadu pada skala wilayah dapat diterapkan di Desa Karehkel? 2) Kegiatan usahatani apakah yang sebaiknya diintegrasikan sehingga dapat memaksimumkan total keuntungan wilayah? 3) Bagaimanakah dampak penerapan pertanian terpadu terhadap pemanfaatan produk antara di dalam desa serta total keuntungan wilayah yang 10

11 dihasilkan jika dibandingkan dengan pelaksanaan setiap aktivitas usahatani secara tidak terintegrasi? 1.3 Tujuan Penelitian Perancangan MUSOT dalam penelitian ini diharapkan dapat menjawab berbagai permasalahan di atas. Oleh karena perancangan MUSOT di Desa Karehkel bertujuan untuk : 1) Menganalisis kemungkinan penerapan pertanian terpadu pada skala wilayah di Desa Karehkel. 2) Menganalisis kegiatan usahatani yang sebaiknya diintegrasikan sehingga dapat memaksimumkan total keuntungan wilayah. 3) Mengkaji dampak penerapan pertanian terpadu terhadap pemanfaatan produk antara di dalam desa dan total keuntungan wilayah yang dapat dicapai jika dibandingkan dengan pelaksanaan setiap aktivitas usahatani secara tidak terintegrasi. 1.4 Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan dijadikan masukan bagi berbagai pihak yang berkepentingan dalam pembangunan pertanian terpadu di Desa Karehkel. Secara rinci penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain: 1) Pemerintah Kabupaten Bogor, sebagai masukan dalam penentuan kebijakan pengembangan pertanian Desa Karehkel di masa mendatang serta memberikan informasi mengenai potensi desa dalam penerapan pertanian terpadu. 2) Akademisi dan peneliti, sebagai bahan rujukan untuk penelitian serupa atau pengembangan penelitian yang sudah dilaksanakan. 3) Perusahaan swasta, sebagai media informasi mengenai potensi Desa Karehkel dalam memproduksi sayuran organik, hewan ternak (kelinci dan kambing) serta pupuk organik sehingga dapat menunjang dalam pengembangan pasar-pasar produk pertanian. 11

12 4) Gapoktan Pandan Wangi, sebagai saran dalam rencana penerapan pertanian terpadu di Desa Karehkel sehingga sumberdaya yang tersedia dapat dialokasikan secara optimal. 5) Penulis, untuk memberikan wawasan, pengalaman, dan informasi baru tentang pengelolaan pertanian secara terpadu, serta sebagai media penerapan ilmu dan peningkatan pemahaman yang diperoleh selama masa kuliah. 1.5 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian Penelitian ini dilakukan pada Gapoktan Pandan Wangi (GPW) yang berlokasi di Desa Karehkel, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Objek penelitian ini antara lain petani sayuran organik, peternak, dan aktivitas penunjang yang menangani limbah usahatani maupun usahaternak. Jenis sayuran organik dalam penelitian ini dibatasi pada jenis selada, kangkung, caisin, bayam merah, dan bayam hijau karena pengusahaan sayuran organik di Desa Karehkel hanya dilakukan pada kelima jenis sayuran tersebut. Aktivitas ternak ditentukan berdasarkan jenis ternak yang sangat potensial untuk memanfaatkan limbah sayuran organik dan mampu menghasilkan limbah ternak yang dapat digunakan bagi usahatani tanaman. Oleh karena itu hewan ternak yang dimaksud dalam penelitian ini adalah domba dan kelinci. Keberadaan aktivitas penanganan limbah usahatani di Desa Karehkel dibatasi pada aktivitas produksi pupuk bokashi dan aktivitas produksi silase.pada kondisi aktual, GPW telah mengetahui teknologi pembuatan pupuk bokashi dan saat ini sedang dalam tahap pengembangan produksi dan komersialisasi. Berbeda halnya pada aktivitas silase, dimana teknologi silase di Desa Karehkel belum diketahui oleh GPW. Adanya silase dalam penelitian ini ditujukan sebagai salah satu upaya pengelolaan dan penangan limbah sayuran sehingga dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak dengan umur simpan yang relatif lama. Model yang dibangun pada penelitian ini tidak memiliki dimensi waktu sehingga waktu produksi masing-masing aktivitas diabaikan. Pada kondisi aktual produksi sayuran dan limbah sayuran organik dapat dipengaruhi oleh musim dan penggunaan input yang berbeda. Model integrasi yang dibangun menyederhanakan kondisi tersebut dimana diasumsikan sayuran diproduksi pada 12

13 musim kemarau dan tidak adanya dampak perubahan produksi karena penggunaan input yang berbeda. Begitu juga halnya pada usahaternak, seringkali penggunaan pakan yang berbeda akan secara langsung berdampak pada perbedaan produksi ternak. Model ini pun menyederhanakan kondisi aktual tersebut dimana penggunaan input yang berbeda diasumsikan tidak berdampak pada perubahan produksi ternak. Pada model yang dirancang, kendala yang dimasukkan dalam model antara lain sumberdaya tenaga kerja, lahan, dan berbagai sumberdaya pendukung misalnya ketersediaan produk antara yang mendukung aktivitas usahatani terpadu. Tidak dimasukkannya kendala modal dalam penelitian ini merupakan salah satu keterbatasan dari penelitian ini. Model yang dibangun ditujukan untuk memberikan informasi mengenai alokasi optimal sumberdaya tenaga kerja dalam keluarga, sumberdaya lahan, sumberdaya pendukung misalnya ketersediaan tenaga kerja sewa, ketersediaan rumput lapang, ketersediaan bahan baku hijauan silase, ketersediaan pupuk kotoran ayam serta memberikan informasi mengenai jumlah pengusahaan optimal masing-masing aktivitas kelompok tani sehingga dapat memaksimumkan total keuntungan. 13

MODEL USAHATANI TERPADU SAYURAN ORGANIK-HEWAN TERNAK

MODEL USAHATANI TERPADU SAYURAN ORGANIK-HEWAN TERNAK MODEL USAHATANI TERPADU SAYURAN ORGANIK-HEWAN TERNAK (Studi Kasus: Gapoktan Pandan Wangi, Desa Karehkel, Kecamatan Leuwiliang,Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) SKRIPSI FIRZA MAUDI H34060227 DEPARTEMEN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya peningkatan produksi tanaman pangan khususnya pada lahan sawah melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. Pertambahan jumlah penduduk

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Objek Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Karehkel yang berada di wilayah Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Objek penelitian ini

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang keduanya tidak bisa dilepaskan, bahkan yang saling melengkapi.

I. PENDAHULUAN. yang keduanya tidak bisa dilepaskan, bahkan yang saling melengkapi. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian dan peternakan merupakan satu kesatuan terintegrasi yang keduanya tidak bisa dilepaskan, bahkan yang saling melengkapi. Pembangunan kedua sektor ini bertujuan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 7 Pemerintah Dorong Kawasan Hortikultura Terpadu. [April, 2010]

II. TINJAUAN PUSTAKA. 7 Pemerintah Dorong Kawasan Hortikultura Terpadu.  [April, 2010] II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konteks, Ruang Lingkup, dan Faktor-faktor Penting dalam Pembangunan dan Pengembangan Pertanian Terpadu Pembangunan dan pengembangan pertanian terpadu di suatu daerah memiliki

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Laju peningkatan produktivitas tanaman padi di Indonesia akhir-akhir ini cenderung melandai, ditandai salah satunya dengan menurunnya produksi padi sekitar 0.06 persen

Lebih terperinci

IX. KESIMPULAN DAN SARAN. petani cukup tinggi, dimana sebagian besar alokasi pengeluaran. dipergunakan untuk membiayai konsumsi pangan.

IX. KESIMPULAN DAN SARAN. petani cukup tinggi, dimana sebagian besar alokasi pengeluaran. dipergunakan untuk membiayai konsumsi pangan. IX. KESIMPULAN DAN SARAN 9.1. Kesimpulan 1. Penggunaan tenaga kerja bagi suami dialokasikan utamanya pada kegiatan usahatani, sedangkan istri dan anak lebih banyak bekerja pada usaha di luar usahataninya

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Pertanian terpadu yang dibangun pada suatu lokasi pada dasarnya merupakan ilmu rancang bangun dan rekayasa sumber daya pertanian yang tuntas. Pertanian

Lebih terperinci

V. ANALISIS KERAGAAN USAHATANI

V. ANALISIS KERAGAAN USAHATANI V. ANALISIS KERAGAAN USAHATANI Analisis keragaan berbagai aktivitas usahatani yang dilibatkan dalam MUSOT dilakukan secara deskriptif. Analisis tersebut meliputi ketersediaan sumberdaya lahan, sumberdaya

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN Sektor pertanian terdiri dari beberapa sub sektor, yaitu tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan, dimana keempat sub sektor tersebut mempunyai peranan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Bagi negara-negara yang sedang berkembang, termasuk Indonesia, pembangunan pertanian pada abad ke-21 selain bertujuan untuk mengembangkan sistem pertanian yang berkelanjutan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian memegang peranan penting dalam struktur ekonomi nasional. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya berperan dalam pembentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Program kebijakan revitalisasi pertanian menitikberatkan pada program

BAB I PENDAHULUAN. Program kebijakan revitalisasi pertanian menitikberatkan pada program 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Program kebijakan revitalisasi pertanian menitikberatkan pada program pengembangan agribisnis. Program ini bertujuan untuk memfasilitasi berkembangnya usaha agribisnis

Lebih terperinci

Penataan Wilayah Pengembangan FAKULTAS PETERNAKAN

Penataan Wilayah Pengembangan FAKULTAS PETERNAKAN Sistem Produksi Pertanian/ Peternakan Penataan Wilayah Pengembangan FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS PADJADJARAN Tradisi pertanian masyarakat Indonesia ------ integrasi tanaman dan ternak pertanian campuran

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian memegang peranan penting dalam struktur ekonomi nasional. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya berperan dalam pembentukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap manusia untuk dapat melakukan aktivitas sehari-hari guna mempertahankan hidup. Pangan juga merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting dalam pembangunan Indonesia. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Pembiayaan dalam dunia usaha sangat dibutuhkan dalam mendukung keberlangsungan suatu usaha yang dijalankan. Dari suatu usaha yang memerlukan pembiayaan

Lebih terperinci

Pengembangan Wilayah Sentra Produksi tanaman, menyebabkan pemadatan lahan, serta menimbulkan serangan hama dan penyakit. Di beberapa lokasi perkebunan

Pengembangan Wilayah Sentra Produksi tanaman, menyebabkan pemadatan lahan, serta menimbulkan serangan hama dan penyakit. Di beberapa lokasi perkebunan BAB VII PENUTUP Perkembangan industri kelapa sawit yang cepat ini disebabkan oleh beberapa alasan, antara lain : (i) secara agroekologis kelapa sawit sangat cocok dikembangkan di Indonesia ; (ii) secara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian di Indonesia merupakan sektor yang terus. dikembangkan dan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian di Indonesia merupakan sektor yang terus. dikembangkan dan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian di Indonesia merupakan sektor yang terus dikembangkan dan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari pembangunan nasional. Sektor pertanian

Lebih terperinci

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN Lokakarya Pengembangan Sistem Integrasi Kelapa SawitSapi POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN ABDULLAH BAMUALIM dan SUBOWO G. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting dalam perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik secara langsung maupun

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sub sektor pertanian tanaman pangan memiliki peranan sebagai penyedia bahan pangan bagi penduduk Indonesia yang setiap tahunnya cenderung meningkat seiring dengan pertambahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan salah satu komoditas sayuran

BAB I PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan salah satu komoditas sayuran BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan salah satu komoditas sayuran yang memiliki nilai ekonomis tinggi ditinjau dari sisi pemenuhan konsumsi nasional, sumber

Lebih terperinci

VII. PEMECAHAN OPTIMAL MODEL INTEGRASI TANAMAN TERNAK

VII. PEMECAHAN OPTIMAL MODEL INTEGRASI TANAMAN TERNAK VII. PEMECAHAN OPTIMAL MODEL INTEGRASI TANAMAN TERNAK 7.1. Pola Usahatani Pola usahatani yang dimasukkan dalam program linier sesuai kebiasaan petani adalah pola tanam padi-bera untuk lahan sawah satu

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. langsung persoalan-persoalan fungsional yang berkenaan dengan tingkat regional.

BAB I PENDAHULUAN. langsung persoalan-persoalan fungsional yang berkenaan dengan tingkat regional. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perencanaan regional memiliki peran utama dalam menangani secara langsung persoalan-persoalan fungsional yang berkenaan dengan tingkat regional. Peranan perencanaan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pentingnya sektor pertanian dalam proses Pembangunan Indonesia disadari oleh Pemerintah Era reformasi terlihat dari dicanangkannya Revitaslisasi Pertanian oleh Presiden

Lebih terperinci

X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO

X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO 10.1. Kebijakan Umum Penduduk Kabupaten Situbondo pada umumnya banyak

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN 5.1. Lokasi dan Topografi Kabupaten Donggala memiliki 21 kecamatan dan 278 desa, dengan luas wilayah 10 471.71 kilometerpersegi. Wilayah ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada awal masa orde baru tahun 1960-an produktivitas padi di Indonesia hanya

BAB I PENDAHULUAN. Pada awal masa orde baru tahun 1960-an produktivitas padi di Indonesia hanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada awal masa orde baru tahun 1960-an produktivitas padi di Indonesia hanya 1-1,5 ton/ha, sementara jumlah penduduk pada masa itu sekitar 90 jutaan sehingga produksi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peternakan sebagai salah satu sub dari sektor pertanian masih memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. Kontribusi peningkatan

Lebih terperinci

Lingkup Kegiatan Adapun ruang lingkup dari kegiatan ini yaitu :

Lingkup Kegiatan Adapun ruang lingkup dari kegiatan ini yaitu : PROJECT DIGEST NAMA CLUSTER : Ternak Sapi JUDUL KEGIATAN : DISEMINASI INOVASI TEKNOLOGI pembibitan menghasilkan sapi bakalan super (bobot lahir > 12 kg DI LOKASI PRIMA TANI KABUPATEN TTU PENANGGUNG JAWAB

Lebih terperinci

Pertanian merupakan salah satu sektor yang menjadi tulang punggung. perekonomian Indonesia. Hal ini didasarkan pada fakta bahwa sektor pertanian

Pertanian merupakan salah satu sektor yang menjadi tulang punggung. perekonomian Indonesia. Hal ini didasarkan pada fakta bahwa sektor pertanian 11. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usahatani Pertanian merupakan salah satu sektor yang menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia. Hal ini didasarkan pada fakta bahwa sektor pertanian merupakan salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesempatan kerja, dan peningkatan pendapatan masyarakat. Sektor pertanian

BAB I PENDAHULUAN. kesempatan kerja, dan peningkatan pendapatan masyarakat. Sektor pertanian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan pertanian di Indonesia mempunyai peranan yang sangat penting dalam perekonomian bangsa. Sektor pertanian telah berperan dalam pembentukan PDB, perolehan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumber : BPS (2009)

I. PENDAHULUAN. Sumber : BPS (2009) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan peternakan saat ini, menunjukan prospek yang sangat cerah dan mempunyai peran yang sangat penting dalam pertumbuhan ekonomi pertanian Indonesia. Usaha peternakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian masih merupakan prioritas pembangunan secara nasional maupun regional. Sektor pertanian memiliki peran penting untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka Pola integrasi antara tanaman dan ternak atau yang sering disebut dengan pertanian terpadu, adalah memadukan

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAPI PERKEBUNAN SEBAGAI UPAYA PEMBANGUNAN PETERNAKAN SAPI MENUJU SWASEMBADA DAGING 2010

PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAPI PERKEBUNAN SEBAGAI UPAYA PEMBANGUNAN PETERNAKAN SAPI MENUJU SWASEMBADA DAGING 2010 PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAPI PERKEBUNAN SEBAGAI UPAYA PEMBANGUNAN PETERNAKAN SAPI MENUJU SWASEMBADA DAGING 2010 (SUATU SUMBANG SARAN PEMIKIRAN) Oleh: Suharyanto PROGRAM STUDI PRODUKSI TERNAK JURUSAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian masih sangat penting bagi perekonomian nasional. Hal

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian masih sangat penting bagi perekonomian nasional. Hal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian masih sangat penting bagi perekonomian nasional. Hal tersebut dikarenakan potensi dari sektor pertanian di Indonesia didukung oleh ketersediaan sumber

Lebih terperinci

Sistem Usahatani Terpadu Jagung dan Sapi di Kabupaten Takalar Provinsi Sulawesi Selatan

Sistem Usahatani Terpadu Jagung dan Sapi di Kabupaten Takalar Provinsi Sulawesi Selatan Sistem Usahatani Terpadu Jagung dan Sapi di Kabupaten Takalar Provinsi Sulawesi Selatan Matheus Sariubang, Novia Qomariyah dan A. Nurhayu Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan Jl. P. Kemerdekaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Permintaan pangan hewani terutama daging sapi meningkat cukup besar

I. PENDAHULUAN. Permintaan pangan hewani terutama daging sapi meningkat cukup besar 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Permintaan pangan hewani terutama daging sapi meningkat cukup besar sejalan dengan laju pertumbuhan penduduk baik pada tingkat nasional maupun wilayah provinsi. Untuk

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada abad 21 ini masyarakat mulai menyadari adanya bahaya penggunaan bahan kimia sintetis dalam bidang pertanian. Penggunaan bahan kimia sintesis tersebut telah menyebabkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. industri dan sektor pertanian saling berkaitan sebab bahan baku dalam proses

I. PENDAHULUAN. industri dan sektor pertanian saling berkaitan sebab bahan baku dalam proses 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan dalam pembangunan perekonomian di Indonesia sebagian besar dipengaruhi oleh petumbuhan di sektor industri dan sektor pertanian. Sektor industri dan sektor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian khususnya subsektor perkebunan merupakan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian khususnya subsektor perkebunan merupakan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian khususnya subsektor perkebunan merupakan bagian dari pembangunan nasional. Secara umum posisi sektor perkebunan dalam perekonomian nasional

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menjadi suatu keharusan, agar produksi dapat menunjang permintaan pangan yang

I. PENDAHULUAN. menjadi suatu keharusan, agar produksi dapat menunjang permintaan pangan yang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan pokok terpenting bagi manusia yang harus dipenuhi agar bisa bertahan hidup. Perkembangan pertanian sangat dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Pertanian Menurut Mubyarto (1995), pertanian dalam arti luas mencakup pertanian rakyat atau pertanian dalam arti sempit disebut perkebunan (termasuk didalamnya perkebunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang mempunyai peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian nasional. Pembangunan pertanian di Indonesia dianggap penting

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian nasional. Peran strategis pertanian tersebut digambarkan melalui kontribusi yang nyata melalui pembentukan

Lebih terperinci

PERAN SERTA TERNAK SEBAGAI KOMPONEN USAHATANI PADI UNTUK PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI

PERAN SERTA TERNAK SEBAGAI KOMPONEN USAHATANI PADI UNTUK PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI PERAN SERTA TERNAK SEBAGAI KOMPONEN USAHATANI PADI UNTUK PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI MH. Togatorop dan Wayan Sudana Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Bogor ABSTRAK Suatu pengkajian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya mata pencaharian penduduk Indonesia bergerak pada sektor

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya mata pencaharian penduduk Indonesia bergerak pada sektor 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pada umumnya mata pencaharian penduduk Indonesia bergerak pada sektor pertanian, sektor ini meliputi aktifitas pertanian, perikanan, perkebunan dan peternakan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan penting dalam mempengaruhi pembangunan suatu negara, terutama pada negara berkembang seperti di Indonesia. Hal ini dikarenakan oleh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan penting dalam perekonomian Indonesia terutama dalam pembentukan PDB (Produk Domestik Bruto). Distribusi PDB menurut sektor ekonomi atau

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat penting dalam perekonomian dan sektor basis baik tingkat Provinsi Sulawsi Selatan maupun Kabupaten Bulukumba. Kontribusi sektor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang mempunyai iklim tropis, berpeluang besar bagi pengembangan budidaya tanaman buah-buahan, terutama buah-buahan tropika.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu usahatani diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana mengalokasikan sumberdaya yang dimiliki secara efektif dan efisien dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. titik berat pada sektor pertanian. Dalam struktur perekonomian nasional sektor

I. PENDAHULUAN. titik berat pada sektor pertanian. Dalam struktur perekonomian nasional sektor 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sasaran pembangunan nasional diantaranya adalah pertumbuhan ekonomi dengan titik berat pada sektor pertanian. Dalam struktur perekonomian nasional sektor pertanian memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Produktivitas (Qu/Ha)

BAB I PENDAHULUAN. Produktivitas (Qu/Ha) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki potensi sumber daya yang sangat mendukung untuk sektor usaha pertanian. Iklim tropis yang ada di Indonesia mendukung berkembangnya sektor pertanian

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Sawah irigasi sebagai basis usahatani merupakan lahan yang sangat potensial serta menguntungkan untuk kegiatan usaha tani. Dalam satu tahun setidaknya sawah irigasi dapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB.

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB. I. PENDAHULUAN 1.1. Latarbelakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang mempunyai peranan penting dalam meningkatkan perkembangan ekonomi Indonesia. Hal ini dikarenakan sektor pertanian adalah

Lebih terperinci

STRATEGI USAHA PENGEMBANGAN PETERNAKAN YANG BERKESINAMBUNGAN

STRATEGI USAHA PENGEMBANGAN PETERNAKAN YANG BERKESINAMBUNGAN STRATEGI USAHA PENGEMBANGAN PETERNAKAN YANG BERKESINAMBUNGAN H. MASNGUT IMAM S. Praktisi Bidang Peternakan dan Pertanian, Blitar, Jawa Timur PENDAHULUAN Pembangunan pertanian berbasis sektor peternakan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Subsektor hortikultura merupakan bagian dari sektor pertanian yang mempunyai peran penting dalam menunjang peningkatan perekonomian nasional dewasa ini. Subsektor ini

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Tanaman perkebunan merupakan komoditas yang mempunyai nilai

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Tanaman perkebunan merupakan komoditas yang mempunyai nilai I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanaman perkebunan merupakan komoditas yang mempunyai nilai ekonomis yang sangat tinggi. Apabila dikelola secara baik dapat dimanfaatkan sebagai pemasok devisa negara.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dengan sektor pertanian sebagai sumber. penduduknya menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian.

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dengan sektor pertanian sebagai sumber. penduduknya menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara agraris dengan sektor pertanian sebagai sumber matapencaharian dari mayoritas penduduknya, sehingga sebagian besar penduduknya menggantungkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. komoditas utama penghasil serat alam untuk bahan baku industri Tekstil dan

I. PENDAHULUAN. komoditas utama penghasil serat alam untuk bahan baku industri Tekstil dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kapas merupakan salah satu bahan baku industri yang memegang peranan penting dalam perekonomian nasional karena kapas merupakan komoditas utama penghasil serat alam untuk

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan persentase kenaikan jumlah penduduk yang tinggi setiap tahunnya. Saat ini, Indonesia menempati posisi ke-4 dalam

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang mayoritas penduduknya sebagian besar adalah petani. Sektor pertanian adalah salah satu pilar dalam pembangunan nasional Indonesia. Dengan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Agribisnis Cabai Merah

II. TINJAUAN PUSTAKA Agribisnis Cabai Merah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Agribisnis Cabai Merah Cabai merah (Capsicum annuum) merupakan tanaman hortikultura sayursayuran buah semusim untuk rempah-rempah, yang di perlukan oleh seluruh lapisan masyarakat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Republik Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki kekayaan keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber daya hewan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang memiliki potensi hijauan hasil limbah pertanian seperti padi, singkong, dan

I. PENDAHULUAN. yang memiliki potensi hijauan hasil limbah pertanian seperti padi, singkong, dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kabupaten Lampung Timur merupakan salah satu daerah di provinsi Lampung yang memiliki potensi hijauan hasil limbah pertanian seperti padi, singkong, dan jagung, sehingga

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Tahun. Pusat Statistik 2011.htpp://www.BPS.go.id/ind/pdffiles/pdf [Diakses Tanggal 9 Juli 2011]

BAB I. PENDAHULUAN. Tahun. Pusat Statistik 2011.htpp://www.BPS.go.id/ind/pdffiles/pdf [Diakses Tanggal 9 Juli 2011] BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sumber mata pencaharian masyarakat Indonesia. Sektor pertanian yang meliputi pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan merupakan kegiatan

Lebih terperinci

Integrasi Tanaman Jeruk dengan Ternak Kambing

Integrasi Tanaman Jeruk dengan Ternak Kambing AgroinovasI Integrasi Tanaman Jeruk dengan Ternak Kambing 7 Ketersediaan sumberdaya alam yang semakin kompetitif dan terbatas telah disadari dan kondisi ini menuntut adanya upaya-upaya inovatif dan bersifat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. datang adalah hortikultura. Hortikultura merupakan komoditas pertanian yang

I. PENDAHULUAN. datang adalah hortikultura. Hortikultura merupakan komoditas pertanian yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai negara tropis, Indonesia memiliki kekayaan sumber daya alam yang melimpah. Salah satu komoditas pertanian khas tropis yang potensial untuk dikembangkan di Indonesia

Lebih terperinci

<!--[if!supportlists]-->- <!--[endif]-->pemeliharaan kakao. <!--[if!supportlists]-->- <!--[endif]-->integrasi padi sawah dan ternak

<!--[if!supportlists]-->- <!--[endif]-->pemeliharaan kakao. <!--[if!supportlists]-->- <!--[endif]-->integrasi padi sawah dan ternak Hasil-hasil penelitian/pengkajian Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian khususnya BPTP Sulawesi Tengah merupakan paket teknologi spesifik lokasi yang selanjutnya perlu disebarkan kepada pada ekosistem

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang sesuai dengan syarat tumbuh bagi tanaman perkebunan. Salah satu

I. PENDAHULUAN. yang sesuai dengan syarat tumbuh bagi tanaman perkebunan. Salah satu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang mengembangkan komoditas perkebunan. Hal ini didukung dengan keadaan iklim dan tanah di Indonesia yang sesuai dengan syarat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan pertanian secara keseluruhan, dimana sub sektor ini memiliki nilai strategis dalam pemenuhan kebutuhan

Lebih terperinci

PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI LADA MELALUI PERBAIKAN SISTEM USAHATANI

PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI LADA MELALUI PERBAIKAN SISTEM USAHATANI PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI LADA MELALUI PERBAIKAN SISTEM USAHATANI DEWI SAHARA, YUSUF DAN SUHARDI Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sulawesi Tenggara ABSTRACT The research on increasing farmer

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. rumahtangga yang mengusahakan komoditas pertanian. Pendapatan rumahtangga

I. PENDAHULUAN. rumahtangga yang mengusahakan komoditas pertanian. Pendapatan rumahtangga I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendapatan rumahtangga petani adalah pendapatan yang diterima oleh rumahtangga yang mengusahakan komoditas pertanian. Pendapatan rumahtangga petani dapat berasal dari

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Indonesia sebagai negara agraris memiliki hasil pertanian yang sangat berlimpah. Pertanian merupakan sektor ekonomi yang memiliki posisi penting di Indonesia. Data Product

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar bagi sumberdaya manusia suatu bangsa. Untuk mencapai ketahanan pangan diperlukan ketersediaan pangan dalam jumlah dan kualitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 kiranya dapat

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 kiranya dapat I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 kiranya dapat menjadi suatu koreksi akan strategi pembangunan yang selama ini dilaksanakan. Krisis tersebut ternyata

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Kakao merupakan tanaman perkebunan yang memiliki peran cukup penting bagi perekonomian nasional, khususnya sebagai penyedia lapangan kerja, sumber pendapatan dan devisa

Lebih terperinci

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KAMBING-DOMBA. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KAMBING-DOMBA. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KAMBING-DOMBA Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN Atas perkenan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 34 BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Profil Desa Cibunian 4.1.1 Keadaan Alam dan Letak Geografis Desa Cibunian merupakan salah satu desa di Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Secara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari. pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari. pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di beberapa daerah di Indonesia telah memberikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha di Indonesia Tahun (Persentase)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha di Indonesia Tahun (Persentase) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang berperan sangat penting. Sektor ini mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi, laju pertumbuhannya sebesar 4,8 persen

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (b) Mewujudkan suatu keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia.

I. PENDAHULUAN. (b) Mewujudkan suatu keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara tradisional Indonesia adalah negara agraris yang banyak bergantung pada aktivitas dan hasil pertanian, dapat diartikan juga sebagai negara yang mengandalkan sektor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009)

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang memiliki peranan penting bagi perekonomian Negara Indonesia. Sebagian besar masyarakat Indonesia menggantungkan kehidupan mereka pada sektor

Lebih terperinci

OPTIMALISASI USAHA PENGGEMUKAN SAPI DI KAWASAN PERKEBUNAN KOPI

OPTIMALISASI USAHA PENGGEMUKAN SAPI DI KAWASAN PERKEBUNAN KOPI OPTIMALISASI USAHA PENGGEMUKAN SAPI DI KAWASAN PERKEBUNAN KOPI Pita Sudrajad, Muryanto, dan A.C. Kusumasari Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah E-mail: pitosudrajad@gmail.com Abstrak Telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting dalam menunjang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting dalam menunjang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting dalam menunjang kehidupan sosial dan ekonomi bagi masyarakat di negara Indonesia ini. Selain menyediakan

Lebih terperinci

Johanis A. Jermias; Vinni D. Tome dan Tri A. Y. Foenay. ABSTRAK

Johanis A. Jermias; Vinni D. Tome dan Tri A. Y. Foenay.    ABSTRAK PEMANFAATAN GULMA SEMAK BUNGA PUTIH (Chromolaena odorata) SEBAGAI BAHAN PEMBUAT PUPUK ORGANIK BOKHASI DALAM RANGKA MENGATASI PENYEMPITAN PADANG PEMGGEMBALAAN DAN MENCIPTAKAN PERTANIAN TERPADU BERBASIS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Jumlah Tenaga Kerja Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Lapangan Pekerjaan Tahun 2011

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Jumlah Tenaga Kerja Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Lapangan Pekerjaan Tahun 2011 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Peternakan adalah kegiatan membudidayakan hewan ternak untuk mendapatkan manfaat dengan menerapkan prinsip-prinsip manajemen pada faktor-faktor produksi. Peternakan merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang tangguh dalam perekonomian dan memiliki peran sebagai penyangga pembangunan nasional. Hal ini terbukti pada saat Indonesia

Lebih terperinci

KAJIAN TINGKAT INTEGRASI PADI-SAPI PERAH DI NGANTANG KABUPATEN MALANG

KAJIAN TINGKAT INTEGRASI PADI-SAPI PERAH DI NGANTANG KABUPATEN MALANG KAJIAN TINGKAT INTEGRASI PADI-SAPI PERAH DI NGANTANG KABUPATEN MALANG Rohmad Budiono 1 dan Rini Widiati 2 1 Balai Pengkajian Teknoogi Pertanan Jawa Timur 2 Fakultas Peternakan UGM, Yogyakarta ABSTRAK Tujuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Hal ini seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk diiringi

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Hal ini seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk diiringi 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan beras di Indonesia pada masa yang akan datang akan meningkat. Hal ini seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk diiringi dengan besarnya konsumsi beras

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian telah terbukti memiliki peranan penting bagi pembangunan perekonomian suatu bangsa. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang berperan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM RUMAHTANGGA PETANI PADI DI SULAWESI TENGARA

V. GAMBARAN UMUM RUMAHTANGGA PETANI PADI DI SULAWESI TENGARA V. GAMBARAN UMUM RUMAHTANGGA PETANI PADI DI SULAWESI TENGARA 5.1. Karakteristik Petani Padi Padi masih merupakan komoditas utama yang diusahakan oleh petani tanaman pangan di Kabupaten Konawe dan Konawe

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian memegang peranan yang penting dalam pembangunan Negara Indonesia dari dulu dan pada masa yang akan datang. Arti penting pertanian dapat dilihat secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Komoditas hortikultura tergolong komoditas yang bernilai ekonomi tinggi

BAB I PENDAHULUAN. Komoditas hortikultura tergolong komoditas yang bernilai ekonomi tinggi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Komoditas hortikultura tergolong komoditas yang bernilai ekonomi tinggi dan menjadi salah satu sumber pertumbuhan ekonomi wilayah (Badan Litbang Pertanian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kelapa sawit merupakan komoditi utama perkebunan di Indonesia. Komoditas kelapa sawit mempunyai peran yang cukup strategis dalam

I. PENDAHULUAN. Kelapa sawit merupakan komoditi utama perkebunan di Indonesia. Komoditas kelapa sawit mempunyai peran yang cukup strategis dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kelapa sawit merupakan komoditi utama perkebunan di Indonesia. Komoditas kelapa sawit mempunyai peran yang cukup strategis dalam perekonomian Indonesia. Pertama, minyak

Lebih terperinci