ANALISIS KOMUNIKASI PARTISIPATIF DALAM IMPLEMENTASI PNPM MANDIRI PERDESAAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS KOMUNIKASI PARTISIPATIF DALAM IMPLEMENTASI PNPM MANDIRI PERDESAAN"

Transkripsi

1 90 ANALISIS KOMUNIKASI PARTISIPATIF DALAM IMPLEMENTASI PNPM MANDIRI PERDESAAN Peran fasilitator dan kredibilitas yang melekat dalam dirinya akan mempengaruhi bagaimana proses komunikasi berlangsung antara fasilitator dengan dan sesama partisipan di lokasi kegiatan PNPM MPd. Pada pembahasan sebelumnya telah dijelaskan bahwa peran fasilitator kurang tampak pada kegiatan yang bervisi pemberdayaan. Kredibilitas fasilitator juga cenderung menurun jika dibandingkan dengan kegiatan pendahulunya (PPK). Bagaimana dengan proses komunikasinya? Apakah berlangsung secara partisipatif? Untuk melihat proses-proses komunikasi dalam implementasi PNPM MPd, peneliti mengikuti dan melakukan pengamatan secara langsung berbagai event komunikasi, yaitu musyawarah atau rapat ketika program berjalan. Selama penelitian berlangsung ada dua kali rapat atau musyawarah yang peneliti ikuti yaitu rapat di tingkat Desa Teluk dengan agenda musyawarah pengumpulan dana swadaya masyarakat yang akan disumbangkan dalam kegiatan PNPM MPd tahun 2009 dan Musyawarah Antar Desa (MAD) III di tingkat Kecamatan Pemayung dengan agenda penetapan usulan kegiatan PNPM MPd yang terdanai untuk tahun Sebagai pendukung dan pembanding, peneliti juga menggali informasi lain untuk melihat proses komunikasi yang berlangsung selama program berjalan melalui observasi dan wawancara mendalam kepada pelaku dan partisipan penerima program. Rapat dengan agenda pengumpulan dana swadaya masyarakat dilaksanakan di Kantor Kepala Desa Teluk pada Hari Jum at, 3 April 2009 jam WIB. Peserta rapat terdiri dari fasilitator yaitu Bapak Efendi, ST, salah seorang pengurus UPK Kecamatan Pemayung yaitu Bapak Mahmud, Kepala desa dan aparat Desa Teluk, Anggota BPD, Ketua LPM, Tokoh Masyarakat (antara lain tokoh adat, tokoh agama dan guru), Ibu-ibu Kelompok SPP dan warga desa terutama bagi mereka yang rumahnya akan dilewati pembangunan jalan rabat beton (program PNPM MPd tahun 2009 di Desa Teluk) Menurut pengurus TPK, sedianya rapat akan dimulai jam WIB sebagaimana undangan yang telah disampaikan kepada warga, akan tetapi dikarenakan hujan, maka rapat tertunda dan baru dapat dimulai pada jam WIB. Sempat terjadi kekhawatiran (sebagaimana yang terdengar oleh peneliti dalam perbincangan antara aparat desa) jika hujan tak kunjung reda, maka besar kemungkinan rapat ditunda dengan pertimbangan rapat mesti bisa menghadirkan

2 91 orang banyak (terutama yang berkepentingan dengan program) karena rapat memiliki agenda yang sangat penting yaitu pengumpulan sumbangan dari masyarakat. Alhamdulillah hujan reda, satu persatu wargapun mulai mendatangi Kantor Kepala Desa Teluk. Beberapa tokoh masyarakat dan warga saling mengobrol di depan teras sebelum acara dimulai. Tepat jam fasilitator bersama pengurus UPK Kecamatan Pemayung datang dan acarapun segera dimulai. Dalam rapat tersebut dapat dijelaskan bahwa posisi tempat duduk peserta rapat adalah sebagai berikut : 1. Ruang utama bagian depan terdiri dari : aparat desa (Kepala desa dan Sekretaris desa,), fasilitator, pengurus UPK Kecamatan Pemayung dan beberapa tokoh masyarakat. 2. Ruang utama bagian tengah dan belakang terdiri warga masyarakat, sebagian tokoh masyarakat (ada tokoh agama, Ketua LPM dan Kepala SD) 3. Ruang samping : Kelompok Ibu-Ibu (sengaja dipersiapkan terpisah dari kelompok laki-laki) 4. Bagian teras disi oleh warga masyarakat (terutama yang hadir menyusul) Secara detail posisi tempat duduk peserta rapat tersebut, dapat dilihat pada Gambar 10. Gambar 10. Posisi Tempat Duduk Peserta Rapat Disi oleh kelompok Laki laki dan Tokoh Masyarakat Diisi Oleh Kades, Pengurus UPK dan Tokoh Masyarakat Ruang Utama Disi oleh Fasilitator dan kelompok Laki laki Disi Oleh Kelompok Perempuan Ruang Samping Teras Diisi oleh kelompok Laki laki Pintu Dinding

3 92 Gambar 9 di atas menunjukkan bahwa tempat duduk kelompok perempuan dipersiapkan secara terpisah dengan posisi yang tidak memungkinkan mereka bisa berpartisipasi dalam rapat. Kelompok perempuan juga tidak diberi ruang untuk berbicara dan terbukti tidak satupun dari mereka ikut menyumbangkan pikiran selama rapat berlangsung, bahkan ditengah perjalanan rapat mereka meninggalkan ruangan (pulang ke rumah masingmasing) tanpa mengikuti rapat hingga tuntas sehingga rapat berlanjut tanpa melibatkan kelompok perempuan. Gambar 11. Pemisahan Tempat Duduk Peserta Rapat antara Kelompok Laki-laki dan Kelompok Perempuan Setelah melakukan konfirmasi kepada salah seorang tokoh masyarakat, kondisi di atas ternyata merupakan cermin dan ciri budaya masyarakat setempat. Dalam berbagai event yang lain, baik pada acara adat maupun acara sosial kemasyarakatan, seperti pada acara pesta perkawinan, yasinan dan rapatrapat di desa, umumnya mereka selalu membuat hijab atau pembatas antara kelompok laki-laki dengan kelompok perempuan. Menurut penuturan tokoh masyarakat tersebut, hal ini dikarenakan masih kuatnya nilai-nilai religi (Islam) yang dianut oleh masyarakat Desa Teluk yang harus memisahkan ruang antara kelompok laki-laki dengan kelompok perempuan. Fakta budaya seperti ini, sesunguhnya bukan menjadi penghalang bagi terciptanya ruang berbicara bagi kelompok perempuan. Fasilitator bisa mensiasati dengan lebih aktif dan responsif menciptakan suasana forum yang lebih terbuka dimana semua kelompok, baik laki-laki maupun perempuan bisa berpartisipasi mengeluarkan pendapat. Misalnya dengan berjalan, menyapa, memancing pertanyaan dan sebagainya. Pengalaman fasilitator pada program

4 93 PPK terdahulu membuktikan bahwa dia bisa mensiasati kondisi forum seperti itu. Sebagaimana dituturkan oleh tokoh masyarakat tersebut : Dahulu posisi tempat duduk dalam rapat-rapat PPK juga seperti ini, tetapi fasilitatornya aktif dan selalu rajin berjalan dan menyapa, terkadang juga diselingi pertanyaan kepada yang hadir, sehingga ibuibupun tidak segan untuk memberikan usulan dalam rapat. (Kt) Sementara itu, pada kelompok warga masyarakat yang duduk di teras, karena dibatasi oleh dinding pemisah, perhatian warga cenderung tidak fokus dan terkesan asik dengan obrolan masing-masing, baru ketika acara pengumpulan dana berlangsung mereka ikut ambil bagian (berpartisipasi). Mereka yang duduk di teras adalah warga masyarakat yang hadir belakangan. Acara rapat di buka oleh MC yaitu Bapak Mahmud. Beliau adalah pengurus UPK Kecamatan (bendahara) yang berasal dari Desa Teluk. Kemudian secara berurutan acara dilanjutkan dengan kata sambutan dari kepala desa, pengarahan dari fasilitator, rapat warga desa yang dibuka oleh Ketua TPK (Bapak Kamal) untuk kemudian diserahkan kepada Bapak Jafar (Kepala SD) sebagai pemandu pengumpulan dana swadaya dan ditutup dengan pembacaan do a oleh ustadz Hajar (Da i Desa Teluk). Peserta yang terlihat dominan berbicara dalam forum tersebut adalah Bapak Jafar (Kepala SD), Bapak Ibrahim (Ketua LPM), fasilitator dan aparat desa. Setelah dibuka oleh MC acara dilanjutkan dengan Kata Sambutan dari Kepala Desa. Dalam sambutannya, pak Kades sembari meminta pendapat dan penguatan dari FK menekankan pentingnya swadaya masyarakat ini dan oleh karenanya berharap betul warga desa dapat dengan ikhlas ikut menyumbangkan dana atau bentuk sumbangan yang lain untuk keperluan pembangunan jalan rabat beton ini. Berikut ini isi kata sambutan Bapak Kepala Desa tersebut : Disini saya akan memberitahukan tujuan kita berkumpul hari ini yaitu kita bersama-sama akan mendengarkan apa-apa yang akan disampaikan atau pengarahan dari FK tentang pembangunan jalan desa atau jalan rabat beton, dan juga dalam rangka pembangunan tersebut sekarang ada aturannya yaitu kita harus mempersiapkan swadaya atau dana minimal 5% untuk swadaya. Swadaya tersebut bisa kita berikan tidak hanya dalam bentuk uang cash saja, bisa berbentuk material seperti pasir, kerikil, semen dan sebagainya. Itu yang harus kita persiapkan bersama. Kalau dulu tidak ada, tetapi sekarang sudah ada. Untuk lebih jelasnya atau lebih lanjut marilah kita sama-sama rembukkan atau kita musyawarahkan untuk keperluan pembangunan jalan tersebut. Karena tanpa swadaya kemungkinan kita tidak bisa melanjutkan pembangunan ini., benar begitu pak FK ya.

5 94 Setelah selesai kata sambutan dari Kades, acara kemudian dilanjutkan dengan pengarahan dari fasilitator. Seirama dengan Kepala desa, dalam pengarahannya fasilitaor juga menguatkan penekanan pentingnya swadaya dalam rangka pembangunan jalan rabat beton untuk PNPM MPd Tahun 2009 ini. Bahkan sempat terlontar ucapan dari fasilitator jikalau tidak ada swadaya dari masyarakat, maka usulan yang telah disepakati bisa di tolak oleh program sebagaimana terungkap dalam salah satu petikan isi pengarahan fasilitator berikut ini : Seperti yang telah disampaikan oleh Bapak Kepala Desa tadi tujuan dari rapat kita hari ini adalah untuk menghimpun dana swadaya kita, memang disini perlu saya sampaikan bahwa di program-program kita, mulai dari PPK dahulu, PNPM dan P2SPP yang kita laksanakan saat ini segala sesuatu yang dilaksanakan di desa sedikit banyaknya harus ada dana swadaya masyarakat. Memang kalau tidak ada swadaya dari masyarakat nanti akan ada cros cek dan pengajuan yang kita lakukan di kabupaten bisa di tolak oleh program. Berikutnya, fasilitator juga menyampaikan tujuan dari swadaya ini adalah agar masyarakat bisa terlibat langsung dalam pembangunan dan memupuk rasa memiliki terhadap jalan yang akan di bangun atau dilaksanakan nantinya. Dengan menjadikan pembangunan sebagai milik bersama maka diharapkan semua warga desa dapat bersama-sama menjaga dan melestarikan apa yang telah dibangun tersebut. Dalam pengarahan tersebut fasilitator juga menyampaikan bahwa mulai tahun ini besaran swadaya yang harus dipersiapkan adalah minimal lima persen dari total dana yang akan dikucurkan dan bisa diberikan tidak hanya berbentuk uang cash, tetapi juga bisa dalam bentuk lain yang jika dikonversikan dengan uang tidak kurang dari lima persen. Swadaya tersebut harus sudah ada, tersedia atau direalisasikan sebelum pencairan dana seperti terungkap dalam statement fasilitator berikut : Bapak-bapak, Dana swadaya itu minimal harus kita persiapkan lima persen dari total dana kegiatan yang akan kita terima. Seumpamanya dananya 200 juta, berarti lima persennya yaitu 10 juta. Swadaya itu dapat diberikan berupa, pertama adalah material (misalnya pasir, kerikil, dsb), kedua adalah tenaga kerja dengan cara bergotong royong yang akan dihitung berdasarkan hari orang kerja (HOK), misalnya ada 30 orang yang bergotong royong, kalaulah ongkos tenaga kerjanya Rp sehari maka itu bisa dihitung menjadi Rp , ketiga, bisa berupa peminjaman alat pekerjaan (misalnya ada warga yang punya molen, mesin air, gerobak), tidak usah kita sewa, nanti kita hitung semua nilainya, keempat bisa juga sumbangan dalam bentuk uang cash. Itu juga bisa dikategorikan swadaya. Swadaya tersebut telah dikumpulkan sebelum pencairan dana. Kalau seumpamanya besok pagi mau pencairan dana, hari ini sudah di cek, baru kemudian direalisasikan.

6 95 Misalnya swadayanya pasir, barangnya sudah ada di pinggir jalan baru dana dari kecamatan bisa dicairkan Lebih lanjut fasilitator dalam pengarahannya juga mengharapkan keterlibatan masyarakat termasuk kelompok perempuan atau Ibu-ibu sebagai tenaga kerja dalam kegiatan pembangunan jalan rabat beton tersebut sebagaimana diungkapan oleh fasilitator berikut ini : Dalam pekerjaan ini kalau bisa seluruhnya yang mengerajakan warga disni saja, jangan sampai orang luar, supaya uang hanya beredar di desa teluk ini saja. Ini yang kita harapkan dari program. Kalau bisa hanya untuk beli semen saja yang kita keluar. kalau ada pasir atau batu yang ada disini kita jual ke PNPM, nanti jual perkelompok, kita jual sesuai harga pasaran. Kalau tahun kemaren kita bangun jalan di sematang danau, memang agak berat makanya banyak yang tidak bisa terlibat termasuk ibu-ibu tidak bisa ikut kerja. Kalau sekarang kan tidak terlalu rumit. Jadi ibu-ibu bisa ikut bekerja Setelah selesai pengarahan dari fasilitator, acara dilanjutkan dengan rapat menyepakati swadaya masyarakat yang dipimpin oleh Ketua TPK (Bapak Kamal), tapi sebelum rapat dimulai MC memberikan pengumuman kepada kelompok ibu-ibu tentang telah disahkannya kelompok SPP dari Desa Teluk yang pencairan dananya akan diserentakkan dengan pencairan dana untuk pembangunan jalan rabat beton. Ketua TPK setelah memberi salam dan penghormatan kepada Kades dan tokoh-tokoh masyarakat kembali mengajak kepada yang hadir dalam rapat tersebut untuk menyumbangkan dana maupun dalam bentuk yang lain untuk kepentingan pembangunan jalan rabat beton. Berikut ini adalah isi ajakan dan harapan ketua TPK tersebut : Saya mengharapkan untuk musyawarah hari ini, yang hadir disini maupun yang tidak hadir, yang sangat berkepentingan melewati rumahnya (akan dilewati jalan ini), kami minta dibebankan sedikit, diberatkan sedikit untuk swadaya ini tapi tidak memberatkan beban yang lain atau sedikit banyak memberi sumbangan untuk kebutuhan swadaya ini tetapi tidak memberatkan beban yang lain. Sempat terjadi jeda, dimana peserta rapat saling berbisik, rembuk, tukar fikiran sesaat setelah rapat dibuka oleh ketua TPK. Di tengah jeda tersebut, salah seorang tokoh masyarakat, yaitu pak Ibrahim (ketua LPM) mempertanyakan dana swadaya yang mesti diharuskan dengan angka minimal lima persen. Berikut ini adalah isi pertanyaan Ketua TPK tersebut : Saya mau tanya sedikit, saya tertarik dengan bahasa semampunya, kalau batas semampunya, ketika target swadaya kita tidak cukup lima persen atau 10 juta apakah barang (program, red) ini bisa batal. Kalau bahasanya semampunya berarti kan tidak harus atau tidak mesti menyumbang cukup 10 juta

7 96 Setelah pertanyaan diajukan oleh ketua TPK sempat terjadi perdebatan antara pak Ibrahim dengan Ketua TPK dan pak Kades sebagai berikut : TPK : Kalau kita maksimal gotong royong sebanyak 5 hari dengan 30 orang, kita juga punya mesin air dan material lain. rasa-rasanya cukup lah itu, jadi kalau target itu terpenuhi rasa-rasanya sampai, saya rasa cukup dana itu. Ibrahim Kades Fasilitator Ibrahim Fasilitator : Sebentar pak, harapan saya jangan rasa-rasa, harus ada kepastian dari program, apakah swadaya ini sifatnya berdasarkan kemampuan atau memakai dana minimal lima persen itu : Baiklah saya jelaskan sedikit, Kalau swadaya (sumbangan) kita banyak, berarti tingkat keswadayaannya kita kan banyak, insyaallah dana yang akan dikucurkan kepada kita juga akan banyak. Oleh sebab itu saya mohon kalau bisa kita maksimalkan dana ini. Akan tetapi untuk lebih jelasnya saya minta Bapak FK (fasilitator) mungkin bisa menjelaskan : Kita dari program, persyaratan untuk PNPM ini. Kalau dulu kan memang tidak ada penekanan, yang penting ada swadaya dari masyarakat, sekarang memang sudah aturannya begitu. Maksud yang semampunya adalah tenaga kerja, misalnya ada yang tidak mampu bekerja 1 hari penuh mungkin bisa setengah hari saja, yang penting akumulasi swadayanya tetap dengan angka minimal tetap lima persen. : O, begitu, artinya angka lima persen itu sudah final dan mengikat, Tenaga kerjanya semampunya dan dananya tetap lima persen tidak berdasarkan kemampuan swadaya kita. : Ya pak Dengan penjelasan dari fasilitator, akhirnya ketua TPK meminta persetujuan dari bapak-bapak peserta, dan secara serentak mereka menyatakan setuju. Setelah jeda sejenak dan masing-masing peserta rapat sibuk mengobrol. MC (pak Mahmud) mengingatkan kepada Ketua TPK untuk melanjutkan acara. Supaya acara kita ini agak terfokus saya berharap ketua TPK (ketua, sekretaris dan bendahara) harap berdekatan supaya nanti apa yang disampaikan oleh masyarakat di forum ini nanti bisa di catat, dan ada yang menanggapi. apapun hasilnya nanti ada berita acara, jadi kita tahu tugas dan fungsi di kita di TPK ini. Selanjutnya kepada ketua TPK agar bisa melanjutkan acara ini

8 97 Ketua TPK selanjutnya melanjutkan rapat dengan meminta Bapak Jafar untuk menjadi pemandu pengumpulan dana swadaya tersebut. Tetapi sebelum pengumpulan dana swadaya dimulai pak Ibrahim kembali mengajukan interupsi. Ibrahim : Interupsi bapak-bapak dan FK, nampaknya Ibu-ibu di dalam itu sudah gelisah, jadi kalau bisa kita sampaikan maksud dan tujuan kita mengundang mereka, setelah itu kalau tidak ada lagi bolehlah mereka dipersilahkan pulang. Kades : Sudah, guna dia di undang, tadi sudah disampaikan pengumuman tentang SPP, setelah itu kalau mereka mau ikut kerja nanti boleh, sekarang kalau mau pulang, silahkan Akhirnya kelompok Ibu-ibupun meninggalkan tempat rapat untuk selanjutnya rapat dilanjutkan tanpa melibatkan kelompok perempuan. Mereka pulang dikarenakan adanya kesibukan di rumah masing-masing karena hari memang sudah beranjak sore. Setelah dikonfirmasi kepada warga yang hadir, umumnya mereka pulang karena menyiapkan kebutuhan di rumah tangganya masing-masing, seperti memasak, mengurus anak dan keperluan rumah tangga yang lain. Dari pengamatan, pada saat rapat berlangsung yang dipandu oleh pak Jafar antusias warga untuk menyumbang sangat tinggi. Hampir semua orang terutama yang terlibat atau akan menerima manfaat langsung dari pembangunan jalan memberikan sumbangan secara spontan. Secara umum dapat disimpulkan rapat berlangsung dengan baik dan efektif dan berhasil mengumpulkan sumbangan peralatan kerja dan material dari warga masyarakat antara lain : lori, drum, selang air, cangkul, papan, pasir, kerikil, minyak solar, semen dan lain-lain. Beberapa warga juga menyumbang uang cash yang jumlahnya juga variatif, ada yang menyumbang 100 ribu, 50 ribu dan 200 ribu rupiah. Kepiawaian pak Jafar sebagai pemandu yang cukup santai, akrab tetapi tetap fokus pada tujuan sehingga rapat berlangsung cepat dan tidak bertele-tele. Para donator yang bersedia menyumbang baik dalam bentuk uang, material maupun peralatan kerja di catat oleh pengurus TPK dan minta untuk dapat mengumpulkan secepatnya kepada pengurus TPK. Rapat akhirnya berakhir dengan kesepakatan warga akan memberikan sumbangan, akumulasi sumbangan (uang, material, peralatan kerja) sedang dihitung oleh pengurus TPK, dan tetap menerima sumbangan dari warga setelah berakhirnya rapat atau pada hari-hari berikutnya. Rapat akan dilanjutkan, pada waktu yang akan ditentukan kemudian untuk menentukan jadwal pekerjaan (pra pelaksanaan) pembangunan Jalan

9 98 Rabat Beton. Akhirnya pada pukul WIB rapat ditutup dengan pembacaan do a oleh da i Desa Teluk yaitu Ustadz Hajar. Akses yang Tak Sama Analisis peluang dan kekuasaan bagi RTM dalam berpartisipasi dapat dijelaskan bahwa keluarga miskin tidak memiliki peluang dan kekuasaan. Hal ini ditandai dengan RTM yang tidak menerima undangan secara khusus untuk kegiatan PNPM MPd. Dalam musyawarah desa, keluarga miskin yang kebetulan hadir mereka hanya sebagai peserta dan bukan terlibat dalam usul atau berpendapat. Peluang keluarga miskin dalam pengambilan keputusan juga tidak ada karena kegiatan ini selalu didominasi oleh elit desa. Hal ini dipengaruhi adanya struktur sosial dalam masyarakat yang tidak memberikan ruang dalam pengambilan keputusan. Kelompok elit desa memimpin dan menentukan kegiatan-kegiatan desa. Dengan demikian RTM belum memiliki kekuasaan dalam pengambilan keputusan musyawarah dalam PNPM MPd dan hanya dimiliki oleh elit desa dan pelaku PNPM MPd. Tentang peluang RTM untuk selalu dilibatkan pada setiap aktivitas program, peneliti berkesempatan menelusurinya melalui Konsultan Manajemen (KM) PNPM MPd Provinsi Jambi. Berikut adalah petikan wawancara peneliti (P) kepada KM Provi Jambi (K). P K P K : Apakah ada mekanisme untuk memastikan bahwa RTM betul-betul dilibatkan dalam setiap aktivitas program? : Agak sulit untuk mengontrol apakah RTM benar-benar dipastikan diundang dalam setiap aktivitas PNPM. Kita hanya menyarankan kepada pelaku-pelaku di tingkat lokal untuk memprioritaskan RTM dan mengundangnya dalam rapat. Bahwa faktanya banyak warga miskin yang belum terlibat itu harus diakui karena keterbatasan-keterbatasan disamping persoalan pada diri RTM sendiri yang agak sulit untuk mau terlibat dalam kegiatan tersebut. : Bapak bisa menjelaska, bagaimana proses pengambilan keputusan dalam musyawarah dalam PNPM MPd?. : Kecendrungannya memang untuk mengambil keputusan kita memakai sistem suara terbanyak. Artinya ketika dalam rapat tersebut yang hadir adalah elit desa dan bukan RTM, maka bisa dipastikan bahwa hasil yang diputuskan dalam rapat tersebut menguntungkan elit. Misalnya dalam hal kompetisi antar desa (MAD Prioritas) untuk mendapatkan program ke desa, kecendrungan program yang dibawa adalah bangunan fisik dan jarang sekali program pemberdayaan misalnya pelatihan ketermpilan di usung oleh utusan masing-masing desa.

10 99 Habermas dengan konsep ruang publik memandang pentingnya aspek akses bagi semua warga negara dalam pembangunan. Baginya ruang publik adalah wahana di mana setiap kepentingan terungkap secara gamblang, setiap warga masyarakat sejatinya memiliki akses yang sama untuk berpartisipasi, kemudian mereka terdorong untuk mendahulukan kepentingan bersama dan mencapai konsensus mengenai arah masyarakat tersebut ke depan dan menemukan solusi bersama dalam memecahkan maasalah-masalah yang mereka hadapi. Ruang publik hanya dapat mencapai fungsinya ketika telah tercipta Situasi Berbicara yang Ideal. Situasi yang ideal ini, adalah keadaan di mana klaim-klaim yang diperdebatkan dapat dibicarakan dan diargumentasikan secara rasional. Dalam situasi ideal ini, kebenaran tidak menjadi objek dari kepentingan tersembunyi dan permainan, melainkan muncul lewat argumentasi. Dalam konteks musyawarah dalam PNPM MPd di lapangan juga terlihat bahwa kepentingan RTM selalu kalah ketika konsensus dilakukan karena selalu mengedepankan pendekatan politis sehingga kepentingan kaum marginal selalu terpinggirkan. Proses pengambilan keputusan selalu memakai sistem suara terbanyak. Artinya ketika dalam rapat tersebut yang hadir adalah elit desa dan bukan RTM atau kelompok marginal, maka bisa dipastikan bahwa hasil yang diputuskan dalam rapat tersebut menguntungkan elit. Misalnya dalam hal kompetisi antar desa (MAD Prioritas) untuk mendapatkan program ke desa, kecendrungan program yang dibawa adalah bangunan fisik dan jarang sekali program pemberdayaan misalnya pelatihan ketermpilan untuk RTM di usung oleh utusan masing-masing desa. Ruang publik ini merupakan jembatan interaksi antara penguasa dan masyarakat. Kekuasaan, mencapai legitimasi dan pengakuan masyarakat, serta memahami arah yang diinginkan masyarakat melalui dialog dalam ruang publik. Sementara masyarakat dapat menyuarakan kepentingannya agar dapat diakomodir oleh penguasa. Pada ruang publik inilah, individu-individu serta berbagai kelompok masyarakat berusaha meperjuangkan hak-hak yang menyangkut eksistensi dan aspirasi hidupnya.. dalam rangka perjuangan itu terjadi tawar menawar, kompromi, dan konsensus. Atau dengan kata lain tindakan komunikatif akan terjadi apabila terbebas dari segala bentuk dominasi dan dilakukan antara pihak-pihak yang setara. Salah satu faktor penyebab mengapa RTM tidak menikmati akses yang setara adalah karena pendidikan yang rendah, sikap pasrah, rendah diri dan

11 100 kurangnya pengalaman keluarga miskin dalam kegiatan rapat. Dalam kegiatan rapat desa misalnya, RTM lebih banyak duduk, diam dan mendengarkan saja. Peluang dan kekuasaan RTM dalam pemanfaatan bantuan PNPM MPd hanya sebagai tenaga upahan. RTM tidak memiliki kekuasaan untuk menikmati bantuan PNPM MPd, karena bantuan pinjaman modal seperti SPP misalnya belum menyentuh RTM dan hanya dapat dinikmati oleh keluarga mapan. Penelitian juga menemukan fakta bahwa meskipun PNPM MPd mempunyai prinsip keberpihakan kepada keluarga miskin (seperti tertuang dalam PTO), tetapi dalam pelaksanaannya tidak secara tegas melibatkan keluarga miskin dalam kegiatan proyek. Heteroglasia yang Terabaikan Musyawarah yang sempat peneliti ikuti di lokasi kegiatan PNPM MPd, menunjukkan adanya dominasi kelompok elit desa, hampir tidak ada suara muncul dari RTM. Dalam kesempatan yang lain ketika peneliti melakukan observasi dan mempertanyakan kepada beberapa RTM, mereka juga menyatakan tidak pernah di undang atau dilibatkan dalam rapat, baik dalam musyawarah untuk pengumpulan dana swadaya untuk PNPM MPd maupun musyawarah-musyawarah sebelumnya. RTM tidak dilibatkan sebagaimana yang dijanjikan oleh program (tertuang dalam PTO) padahal dalam proses pemberdayaan partisipasi semua komponen anggota komunitas terutama RTM menjadi sangat penting. Berikut adalah ungkapan salah seorang RTM di Desa Teluk : Kami merasa sebagai orang yang tidak mampu (miskin), selama ini program pemerintah yang kami terima hanyalah bantuan beras miskin (Raskin) dan bantuan uang 300 ribu/3 bulan (BLT) saja. Tidak ada yang lain. Untuk PNPM ini kami tidak pernah menerima undangan atau dilibatkan dalam pekerjaan pembangunan (Ys) Secara terbuka mereka juga menyampaikan uneg-uneg bahwa untuk rapat-rapat penyiapan program-program pemerintah yang lain hanya dilakukan oleh aparat desa dan orang-orang tertentu saja. Ada persepsi bahwa RTM dianggap tidak mampu mengeluarkan ide atau gagasan untuk pembangunan di desa mereka. Sebagaimana dinyatakan oleh salah seorang RTM yang lain : Kami ini selalu dianggap tidak bisa sehingga dari dahulu tidak pernah di undang dalam rapat-rapat di desa untuk pelaksanaan program pemerintah. Yang diundang orangnya itu-itu saja, aparat desa, Imam, khatib, pegawai syara, guru dan orang-orang yang dianggap penting di desa ini saja (Sm)

12 101 Uraian proses musyawarah yang berlangsung dan fakta empirik di lapangan memberikan penjelasan bahwa komunikasi partisipatif yang betul-betul mengakomodir keberagaman ekonomi (kaya, sedang, miskin) belum benar-benar terimplementasi secara baik sebagaimana yang dijanjikan dalam strategi yang ingin dikembangkan oleh PNPM MPd. Strategi program sebagaimana tertuang dalam PTO adalah menjadikan masyarakat miskin sebagai kelompok sasaran dan menguatkan sistem pembangunan yang partisipatif. Salah satu tujuan khusus dari program adalah meningkatkan partisipasi seluruh masyarakat, khususnya kelompok masyarakat miskin dan kelompok perempuan dalam pengambilan keputusan baik dalam hal perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan pelestarian program. Beberapa pelaku mengungkapkan bahwa ketidakhadiran RTM karena yang bersangkutan disibukkan oleh aktivitas mencari nafkah di kebun. Bagi mereka meninggalkan pekerjaan berarti akan berdampak pada terganggunya pemenuhan kebutuhan subsistennya. Alasan yang lain adalah umumnya mereka mempercayakan atau mewakilkan kepada tetangganya yang memiliki waktu luang untuk mengikuti rapat karena merasa bahwa kehadirannya juga tidak terlalu penting karena tidak pernah menyampaikan usulan. Oleh sebab itu menurut pelaku yang paling penting bagi RTM adalah mempersiapkannya sebagai tenaga kerja pada saat proyek berjalan. Proses perencanaan dalam kegiatan PNPM MPd adalah MAD sosialisasi hingga tahap penetapan usulan dalam MAD Prioritas usulan kegiatan. MAD sosialisasi yaitu memberikan informasi tentang PNPM MPd kepada perwakilan desa di aula kecamatan. Peserta MAD sosialisasi sudah ditentukan oleh program yaitu enam orang terdiri dari Kepala Desa, dua orang wakil dari BPD, dan tiga orang tokoh masyarakat (minimal tiga dari keenam wakil tersebut adalah perempuan) dari semua desa di kecamatan dan anggota masyarakat lainnya yang berminat hadir. Dalam proses ini keluarga miskin tidak termasuk sebagai peserta, karena tidak memperoleh undangan dalam MAD. Setelah MAD sosialisasi dilanjutkan dengan MUSDES sosialisasi dan penggalian gagasan pada tingkat dusun. Musyawarah desa dan Menggagas Masa Depan Desa (MMDD) di tingkat dusun mempunyai tujuan untuk mengetahui rencana kegiatan desa. MMDD adalah proses untuk menemukenali gagasan-gagasan kegiatan atau kegiatan masyarakat dalam upaya mengatasi permasalahan kemiskinan yang dihadapi dan mengembangkan potensi yang ada

13 102 di masyarakat. Pada tahap ini idealnya keluarga miskin dapat memberikan usulan-usulan, pendapat dan sebagainya. Menurut informasi yang diperoleh dari UPK dan fasilitator, masyarakat Kecamatan Pemayung berpartisipasi aktif dalam proses ini. Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa informan, pada saat berlangsungnya MAD, usulan dan pendapat muncul dari orang-orang yang sudah terbiasa terlibat dalam pertemuan atau rapat. Orang-orang tersebut adalah aparat desa, tokoh masyarakat, tokoh agama dan guru. Mereka adalah kelompok elit desa (masyarakat lapisan atas). Hal ini juga terlihat pada saat peneliti mengikuti rapat menyepakati swadaya pada kegiatan PNPM MPd di Desa Teluk dan MAD III dengan agenda penetapan usulan di tingkat Kecamatan Pemayung. Keluarga miskin sebagai kelompok masyarakat di lapisan bawah yang jumlahnya juga sedikit karena sebagian besar tidak hadir kurang aktif dalam forum tersebut. Kondisi ini menunjukkan fakta masih kuatnya dominasi kelompok elit desa selama berlangsungnya musyawarah dalam menentukan program di desa termasuk pada kegiatan PNPM MPd. Sebagai sebuah program yang mengusung isu pemberdayaan (empowerment) PNPM MPd mestinya menjadikan setiap aktivitasnya sebagai proses untuk membantu klien terutama masyarakat marginal/rtm memperoleh daya kuasa untuk mengambil keputusan dan menentukan tindakan yang akan ia lakukan terkait dengan diri mereka, termasuk mengurangi efek hambatan pribadi dan sosial dalam melakukan tindakan. Hal ini dilakukan melalui peningkatan kemampuan dan rasa percaya diri untuk menggunakan daya yang ia miliki, antara lain melalui transfer daya dari lingkungannya. Oleh karenanya harus dipastikan adanya keterlibatan RTM dan kelompok marginal lain dalam setiap tahapan kegiatan PNPM MPd. Fakta tentang ketidakterlibatan RTM yang peneliti temukan sangat kontras dengan penuturan para pelaku PNPM MPd diberbagai tingkatan. Hampir semua pelaku PNPM MPd yang berhasil diwawancarai, baik di tingkat desa, kecamatan maupun kabupaten selalu menyatakan bahwa PNPM MPd selalu melibatkan dan mengutamakan kepentingan RTM dan ini menjadi salah satu faktor untuk memberikan penilaian keberhasilan program di lapangan sebagaimana diungkapkan pada pembahasan sebelumnya. Penjelasan ketua BKAD pada pembahasan sebelumnya juga menyatakan bahwa fakta di lapangan seringkali kelompok marginal atau RTM tidak dilibatkan

14 103 dalam kegiatan PNPM MPd. Beliau bahkan menyatakan bahwa penilaian tentang keberhasilan akktivitas PNPM MPd di Kecamatan Pemayung tidak seluruhnya benar dan dianggapnya sebagai keberhasilan yang semu sebagaimana yang dituturkannya berikut ini : Saya khawatir, janganlah PNPM di Kecamatan Pemayung ini, gaungnya saja yang terdengar luar biasa di daerah lain karena dianggap berhasil sementara keropos di dalam. Saudara-saudara kita yang miskin tetap tidak berubah nasibnya, bahkan masih banyak kita menemukan fakta mereka yang tinggal di ladang/hutan, tanpa pernah tahu apa manfaat dari PNPM ini. Yang miskin tetap tinggal di hutan, tidak pernah memanfaatkan jalan yang di bangun oleh PNPM ini (Hb). Keberhasilan PNPM MPd ternyata hanya mampu ditunjukkan oleh keberhasilan pembangunan sarana fisik saja. Pembangunan sarana fisik tersebut diakui mampu meningkatkan efisiensi anggaran hingga mencapai 40% dengan kualitas bangunan yang sangat baik terutama jika dibandingkan dengan anggaran yang sama dikerjakan oleh rekanan proyek. Program pemberdayaan yang ditujukan bagi kelompok marginal dan RTM, seperti pelatihan-pelatihan nyaris tidak pernah ada. Kalaupun misalnya pernah muncul dalam rapat ditingkat RT atau dusun dan desa kecendrungannya selalu mentah atau bahkan tidak dibawa dalam forum di kecamatan. Utusan dari masing-masing desa selalu beralasan bahwa kalau sarana fisik yang dibangun akan berguna bagi semua orang, sementara kalau pelatihan bagi RTM hanya beberapa orang saja yang bisa memanfaatkan. Sehingga kepentingan program untuk memberdayakan orang miskin selalu terabaikan. Gejala kemiskinan sesungguhnya tidak cukup hanya bisa diterangkan sebagai realitas ekonomi saja. Artinya, ia tidak sekedar gejala keterbatasan lapangan kerja dan pendapatan. Dalam aktivitasnya PNPM MPd mestinya tidak hanya menjadikan masyarakat miskin sebagai tenaga kerja fisik saja, misalnya membangun jembatan, jalan, lalu dengan pekerjaan itu mereka mendapatkan upah atau uang. Dalam perspektif pemberdayaan, selain kerja fisik tersebut, pendidikan dan pelatihan keterampilan kepada RTM juga seharusnya diberikan. Peran fasilitator dalam mendidik warga komunitas penerima program sangat penting untuk membuatnya menjadi sadar akan kondisinya dan dengan keterampilan yang diberikan mereka bisa melakukan aktivitas yang produktif untuk keluar dari kemiskinannya. Potret aktivitas kegiatan PNPM MPd di lapangan yang kurang memberi ruang bagi kelompok marginal dan RTM untuk ikut berpartisipasi memberikan penjelasan kepada kita bahwa kemiskinan

15 104 sebagai sebuah realitas yang telah berjalan dalam rentang ruang dan waktu yang panjang belum menjadi perhatian utama program. Jangan sampai kemudian kemiskinan menjelma menjadi realitas sistem dan tata nilai kemasyarakatan dan merupakan suatu realitas budaya yang antara lain berbentuk sikap menyerah kepada keadaan. Kondisi di atas sejalan dengan pendapat Nasdian (2003) yang menyatakan bahwa selama ini, peran serta masyarakat hanya dilihat dalam konteks yang sempit, artinya manusia cukup di pandang sebagai tenaga kasar untuk mengurangi biaya pembangunan. Dengan kondisi ini, partisipasi masyarakat terbatas pada implementasi atau penerapan program. Masyarakat tidak dikembangkan dayanya menjadi kreatif dari dalam dirinya dan harus menerima keputusan yang sudah diambil pihak luar. Akhirnya, partisipasi menjadi bentuk yang pasif dan tidak memiliki kesadaran kritis. Kultur kemiskinan di kalangan massa miskin ini lambat laun akan membuat lingkaran kemiskinan a built-in vicious circle, suatu lingkaran yang tak berujung yang ditumbuhkan dari dalam. Keadaan kultur miskin dan statis ini menimbulkan kesan bahwa massa miskin itu sebenarnya tidak ingin mengubah nasib mereka. Mereka memandang bahwa kemiskinan sebagai suatu atribut permanen untuk mereka sehingga mereka seringkali tidak tergerak kenapa hal tersebut mesti dipersoalkan. Lingkaran kemiskinan yang parahpun seolah-olah menjadi fenomena permanen. Sebagai masyarakat miskin, mereka tidak mempunyai ambisi lagi dan menjadi statis gerakannya. Dari perspektif kesetaraan gender dapat juga dijelaskan bahwa MKP yang dilaksanakan di tingkat desa ternyata belum mampu mengakomodir keinginan dan kebutuhan kaum perempuan terutama bagi mereka yang berkategori miskin. Keragaman usulan yang muncul dalam MKP, jarang sekali menjadi usulan utama dalam MAD prioritas usulan di kecamatan. Hal ini diakui oleh salah seorang pelaku PNPM MPd sebagai berikut : Sepanjang yang kami pantau dan perhatikan selama program berlangsung MKP itu hanya simbolis saja, sementara usulannya tidak pernah terealisasi kecuali SPP karena itu sudah menjadi ketentuan dan harus disepakati (Hb)

16 105 Untuk kegiatan SPP juga dapat dijelaskan bahwa yang memanfaatkan program ini hanyalah orang-orang yang mampu di desa saja, tidak pernah orangorang miskin meminjam dana SPP ini. Alasannya sangat klasik. Orang miskin dianggap tidak mampu mengembalikan pinjaman secara rutin kepada pengelola sehingga ditakutkan macet dan tidak produktif dalam pengembangan keuangan. Dalam rapat desa tentang swadaya masyarakat juga dapat dijelaskan bahwa kehadiran kelompok perempuan terkesan hanya sebagai prasyarat saja untuk terlaksananya program. Ini terbukti dengan menempatkannya pada posisi yang tidak memungkinkan mereka mengeluarkan pendapat serta forum melanjutkan rapat pada pembahasan inti tanpa keterlibatan mereka. Posisi tempat duduk yang dibuat secara terpisah antara kelompok laki-laki dan perempuan bisa dipahami sebagai realitas dan cermin budaya masyarakat lokal. Akan tetapi dengan tidak munculnya satu suarapun dari kelompok perempuan karena tidak diberikan ruang oleh fasilitator dan pimpinan rapat serta mempersilahkannya untuk meninggalkan arena rapat justru pada acara inti memberi penjelasan kepada kita bahwa forum ini mengabaikan kesetaraan dan keadilan gender. Untuk mencapai kesetaraan dan keadilan gender salah satu langkah yang dilakukan adalah dengan pemihakan kepada perempuan. Pemihakan memberi makna berupa upaya pemberian kesempatan bagi perempuan untuk memenuhi kebutuhan dasar, ekonomi, dan politik serta mengakses asset produktif. Kalaupun terungkap oleh fasilitator dalam pengarahannya dan beberapa kali berdiskusi dengan peneliti, bahwa program mengharuskan adanya keterlibatan perempuan sebagai pengambil keputusan pada semua tahap perencanaan, pelaksanaan dan pelestarian serta kepentingan perempuan harus terwakili secara memadai. Fakta menyatakan sebaliknya, kelompok perempuan hanyalah menjadi pelengkap dan dianggap tidak penting. Forum rapat juga cenderung dimaknai hanya penting untuk dibicarakan oleh kelompok laki-laki tergambar dalam suasana rapat. Forum sedikitpun tidak menyinggung peran perempuan untuk bisa berbagi dalam mengambil keputusan sehingga kelompok perempuan merasa bahwa forum ini bukan miliknya tetapi dianggap tuntas pembahasannya oleh kelompok laki-laki terutama bagi elit desa. Uraian di atas juga menjelaskan bahwa budaya patriarki pada masyarakat di Desa Teluk masih sangat kuat. Patriarki adalah sistem yang selama ini meletakan kaum perempuan terdominasi dan tersubordinasi. Hubungan antara

17 106 perempuan dan laki-laki bersifat hierarkis, yakni laki-laki berada pada kedudukan dominan sedangkan perempuan sebagai sub-ordinat, laki-laki menentukan sementara perempuan ditentukan. Kondisi ini juga terlihat dalam aktivitas keseharian mereka. Dalam pekerjaan sehari-hari misalnya umumnya laki-laki terlihat lebih dominan dalam mengontrol, menentukan serta melakukan pekerjaan utama dibandingkan perempuan. Umumnya perempuan hanya bekerja sebagai ibu rumah tangga. Konsep heteroglasia selalu mengajak kita untuk membawa agar sistem pembangunan mestinya selalu dilandasi dan menghargai keberagaman oleh berbagai kelompok dan komunitas yang berbeda baik dari variasi ekonomi, sosial, agama dan faktor budaya yang saling mengisi satu sama lain. Idealnya komunikasi partisipatif sebagaimana cita-cita yang ingin dibangun oleh program PNPM MPd adalah bagaimana memanfaatkan kekuatan heteroglasia, bagaimana menempatkan konsep tersebut untuk kepentingan publik, bagaimana menghubungkan ideologi-ideologi dan kelompok yang berbeda-beda atau variasi pandangan tentang pembangunan tanpa menekan satu pandangan atas pandangan yang lain. Komunikasi Tanpa Dialog Pendapatnya Mikhail Bakhtin bisa menjelaskan tentang kualitas dialog. Menurutnya, semua komunikasi adalah monolog atau dialog. Komunikasi monolog tidak mengijinkan respon dan tidak ada apresiasi dari pendengar. Jenis komunikasi dialogis juga memerlukan pemahaman bahwa bahasa bukanlah sebuah medium netral yang dapat dengan mudah jadi milik pribadi pelaku program yang punya tujuan atau kepentingan tertentu sebab bahasa itu dihuni secara penuh (overpopulated) oleh tujuan atau kepentingan orang secara kolektif. Pengamatan peneliti pada saat rapat berlangsung elit dan pemimpin rapat yang mempersilahkan kelompok perempuan meninggalkan ruangan sebelum mencapai kesepakatan rapat menjelaskan adanya pengabaian keberagaman gender. Pengabaian keberagaman gender oleh pemimpin rapat termasuk fasilitator menjadikan respon atau pendapat kelompok perempuan tidak akan muncul. Dialog sejatinya membutuhkan interaksi antara pendengar dan pembicara atau antara pemimpin rapat dan audiens secara keseluruhan termasuk perempuan.

18 107 Setting posisi tempat duduk peserta dalam rapat juga memberi penjelasan bahwa kelompok perempuan tidak memungkinkan untuk ikut berpartisipasi mengeluarkan suara atau usulan karena dipisahkan oleh dinding pembatas. Mereka hanya hadir, menandatangani daftar hadir dan menjadi pendengar setia pada saat berlangsung rapat. Dengan posisi seperti itu kelompok perempuan tidak memiliki peluang dan ruang untuk bisa berbicara atau menyampaikan usulan, dan ini terbukti sampai mereka meninggalkan ruangan tidak satupun dari mereka ikut menyumbangkan pikiran. Aktivitas komunikasi pada saat rapat juga dapat dijelaskan pada bagian konten (isi). Kata sambutan dari kepala desa dan pengarahan fasilitator yang cenderung menekankan kewajiban swadaya minimal lima persen dari total bantuan dana yang akan digulirkan dengan statement ini sudah menjadi aturan dari kabupaten menjadikan pemaknaan swadaya menjadi bias. Di luar forum rapat beberapa tokoh masyarakat Desa Teluk juga sangat menyesalkan aturan ini. Seharusnya swadaya dimaknai sebagai kemauan dan kemampuan masyarakat yang disumbangkan sebagai bagian dari rasa ikut memiliki terhadap program. Swadaya masyarakat merupakan salah satu wujud partisipasi dalam pelaksanaan tahapan PNPM MPd. Dasar keswadayaan sendiri idealnya adalah kerelaan masyarakat, sehingga harus dipastikan bebas dari tekanan atau keterpaksaan. Kesan yang ditangkap dalam forum tersebut adalah pengumuman dari pelaku PNPM MPd bukan rapat yang selalu mengedepankan dialog. Warga dipaksa untuk menyepakati angka lima persen dana swadaya tanpa berhak mempertanyakannya sehingga kesadaran kritis yang diharapkan muncul dari proses dialog dalam rapat tidak akan pernah terjadi. Seharusnya swadaya dimaknai sebagai kemauan dan kemampuan masyarakat yang disumbangkan sebagai bagian dari rasa ikut memiliki terhadap program. Swadaya merupakan salah satu wujud partisipasi dalam pelaksanaan tahapan PNPM MPd. Dasar keswadayaan sendiri idealnya adalah kerelaan masyarakat, sehingga harus dipastikan bebas dari tekanan atau keterpaksaan. Secara umum memang dapat disimpulkan bahwa rapat berlangsung dengan efektif karena pada saat rapat berlangsung, antusias warga untuk menyumbang sangat tinggi. Hampir semua orang terutama yang terlibat atau akan menerima manfaat langsung dari pembangunan jalan memberikan sumbangan secara spontan. Hal ini juga didukung oleh kepiawaian pemandu rapat yang santai, akrab tetapi tetap fokus pada tujuan rapat sehingga rapat

19 108 berlangsung cepat dan tidak bertele-tele. Para donator secara sukarela menyumbang baik dalam bentuk uang cash, material maupun peralatan kerja. Akan tetapi dengan melihat susunan acara yang berlangsung dan mendengarkan sambutan pelaku PNPM MPd, terutama dari fasilitator yang bernada paksaan dan ancaman jika warga tidak menyediakan dana minimal lima persen untuk swadaya maka usulan program yang sudah dimenangkan dalam kompetisi (MAD prioritas usulan) bisa di tolak maka dapat disimpulkan bahwa rapat yang berlangsung tidak membuka ruang dialog bagi warga yang mengikuti rapat. Kesan yang ditangkap dalam forum tersebut adalah pengumuman dari pelaku PNPM MPd bukan rapat yang selalu mengedepankan dialog. Warga dipaksa untuk menyepakati angka lima persen dana swadaya tanpa berhak mempertanyakannya sehingga kesadaran kritis yang diharapkan muncul dari proses dialog dalam rapat tidak terjadi. Freire memberi perhatian khusus pada signifikansi kesadaran kritis bagi pendidikan yang esensial. Freire menegaskan bahwa dialog merupakan keharusan bagi resolusi kontradiksi guru-murid. Melalui dialog dan komunikasi, murid dianggap bertanggung jawab dalam proses pembelajaran mereka sendiri, dan lalu menjadi critical co investigators dalam dialog dengan guru. Dalam konteks rapat-rapat dalam forum pemberdayaan seharusnya fasilitator membuka ruang dialog sehingga komunikasi antara fasilitator dan partisipan tidak terkesan menggurui dan berlangsung setara. Dalam forum rapat yang teramati oleh peneliti juga dapat dijelaskan bahwa penghormatan dan penghargaan kepada elit begitu dominan. Penghormatan kepada kepala desa, tokoh adat dan tokoh agama serta fasilitator selalu menjadi pembuka pembicaraan setiap acara sambutan atau pengarahan. Kondisi yang tidak setara antara elit dan rakyat menjadikan kelompok marginal merasa segan untuk mengemukakan pendapatnya. Peneliti sempat mencari tahu apakah ada metafora lokal yang bisa dipadankan dengan isitilah setara. Ternyata ada bahasa adat melayu Jambi yang selalu digunakan dalam acaraacara adat seperti acara pesta perkawinan, termasuk di Desa Teluk yang bisa diadopsi oleh PNPM MPd. Umumnya petugas acara termasuk juga tokoh adat selalu mengungkapkan metafora diawal pembicaraan : Besak idak disebut gelar, kecik idak disebut namo (yang besar tidak disebutkan gelar dan yang kecil tidak disebutkan nama). Idiom tersebut menjadikan semua yang hadir dalam forum

20 109 tersebut merasa setara dan menjadi satu tanpa ada perbedaan kelas dan interakasipun akan menjadi lebih cair. Lebih jauh, Freire menegaskan bahwa dialog merupakan hal yang esensial pada proses penyadaran. Fraire menggarisbawahi potensi yang luas dari dialog dan dengan bersemangat mempertahankan kekuatan bahasa sebagai alat yang mampu menanamkan dominasi maupun kebebasan. Tentu saja dialog dapat membawa seseorang untuk memaknai dunia dan mendorong transformasi sosial dan pembebasan sebagaimana terungkap dalam kata-kata Freire: To exist, humanily, is to name the world, to change it. Esensi dari dialog adalah mengenal dan menghormati pembicara lain, atau suara lain, sebagai subjek yang otonom, tidak lagi hanya sebagai objek komunikasi. Dalam dialog partisipatif setiap orang memiliki hak yang sama untuk bicara atau untuk didengar, dan mengharap bahwa suaranya tidak akan ditekan oleh orang lain atau disatukan dengan suara orang lain. Ikhtisar Berbagai musyawarah dalam PNPM MPd yang peneliti ikuti dan fakta empirik di lapangan memberikan penjelasan bahwa, RTM juga tidak memiliki peluang dalam berpartisipasi. Hal ini ditandai dengan RTM selalu tidak menerima undangan untuk kegiatan PNPM MPd. Dengan demikian peluang RTM dalam pengambilan keputusan juga tidak ada karena musyawarah selalu didominasi oleh elit desa dan fasilitator. Komunikasi partisipatif yang mengakomodir keberagaman (heteroglasia) baik dari perspektif ekonomi maupun gender juga belum terimplementasi secara baik. RTM dan kelompok perempuan tidak dilibatkan dalam proses komunikasi pada aktivitas PNPM MPd. Sebagai sebuah program yang mengusung isu pemberdayaan, PNPM MPd mestinya menjadikan setiap aktivitasnya sebagai proses untuk membantu partisipan terutama RTM dan kelompok perempuan memperoleh kuasa untuk mengambil keputusan dan menentukan tindakan yang akan ia lakukan terkait dengan diri mereka. Dialog sebagai ciri komunikasi partisipatif juga belum terjadi pada berbagai musyawarah dalam PNPM MPd. Hal ini dapat dilihat dimana program belum menjamin dan memberikan setiap orang memiliki hak yang sama untuk berbicara atau untuk didengar. Kesan yang ditangkap dalam musyawarah tersebut, forum adalah pengumuman dari pelaku PNPM MPd sebagai perpanjangan tangan pemerintah bukan musyawarah yang selalu mengedepankan dialog. Partisipan terkondisikan oleh situasi dimana mereka harus menyepakati misi yang dibawa

21 110 oleh pelaku PNPM MPd dari pemerintah. Partisipan tidak diberi kesempatan mempertanyakannya sehingga kesadaran kritis yang diharapkan muncul dari proses musyawarah tidak terjadi. Dengan merujuk pada konsep heteroglasia ; dialog; dan akses, komunikasi antara fasilitator dengan dan sesama partisipan dalam aktivitas PNPM MPd berlangsung secara tidak partisipatif.

PERAN FASILITATOR DALAM IMPLEMENTASI PNPM MPd

PERAN FASILITATOR DALAM IMPLEMENTASI PNPM MPd 65 PERAN FASILITATOR DALAM IMPLEMENTASI PNPM MPd Pemberdayaan masyarakat dapat diartikan sebagai tindakan sosial dimana penduduk sebuah komunitas mengorganisasikan diri dalam membuat perencanaan dan tindakan

Lebih terperinci

PENJELASAN VI PENULISAN USULAN DAN VERIFIKASI

PENJELASAN VI PENULISAN USULAN DAN VERIFIKASI PENJELASAN VI PENULISAN USULAN DAN VERIFIKASI Penjelasan VI terdiri dari dua bagian, yaitu Penulisan Usulan Desa dan Verifikasi. Bagian penulisan usulan berisi penjelasan tentang cara menuliskan usulan

Lebih terperinci

BAB V HUBUNGAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL DENGAN TINGKAT PARTISIPASI PEREMPUAN

BAB V HUBUNGAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL DENGAN TINGKAT PARTISIPASI PEREMPUAN BAB V HUBUNGAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL DENGAN TINGKAT PARTISIPASI PEREMPUAN 5.1 Faktor Internal Menurut Pangestu (1995) dalam Aprianto (2008), faktor internal yaitu mencakup karakteristik individu

Lebih terperinci

BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 28 TAHUN 2015

BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 28 TAHUN 2015 BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 28 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN BADAN KERJA SAMA ANTAR DESA DALAM RANGKA PELESTARIAN HASIL PELAKSANAAN PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 3 Tahun : 2012 Seri : D PERATURAN BUPATI GUNUNGKIDUL NOMOR 27 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN BADAN

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Sekretariat PNPM MP Kecamatan Ranomeeto, maka adapun hasil penelitian. yang didapatkan dapat digambarkan sebagai berikut:

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Sekretariat PNPM MP Kecamatan Ranomeeto, maka adapun hasil penelitian. yang didapatkan dapat digambarkan sebagai berikut: BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil wawancara dan observasi yang dilakukan pada Kantor Sekretariat PNPM MP Kecamatan Ranomeeto, maka adapun hasil penelitian yang didapatkan dapat digambarkan sebagai

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG PEMBANGUNAN DESA DAN KERJA SAMA DESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG PEMBANGUNAN DESA DAN KERJA SAMA DESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG PEMBANGUNAN DESA DAN KERJA SAMA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGANYAR, Menimbang Mengingat : a. bahwa Desa memiliki

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 9 Tahun : 2015

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 9 Tahun : 2015 BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 9 Tahun : 2015 PERATURAN BUPATI GUNUNGKIDUL NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN BADAN KERJA SAMA

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Hasil Penelitian BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Partisipasi Komite Sekolah sebagai Pemberi Pertimbangan di Desa Terpencil di SDN 12 Bongomeme Kecamatan Bongomeme Kabupaten Gorontalo

Lebih terperinci

BAB VI HUBUNGAN TINGKAT PARTISIPASI PEREMPUAN DENGAN TINGKAT KEBERHASILAN KEGIATAN SPP

BAB VI HUBUNGAN TINGKAT PARTISIPASI PEREMPUAN DENGAN TINGKAT KEBERHASILAN KEGIATAN SPP BAB VI HUBUNGAN TINGKAT PARTISIPASI PEREMPUAN DENGAN TINGKAT KEBERHASILAN KEGIATAN SPP 6.1 Tingkat Keberhasilam Kegiatan SPP Pada penelitian ini, tingkat keberhasilan Kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang, sebagai negara berkembang

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang, sebagai negara berkembang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara berkembang, sebagai negara berkembang indonesia terus melakukan upaya-upaya untuk menjadi negara maju, yaitu dengan terus melaksanakan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 8 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG TENTANG MUSYAWARAH DESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 8 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG TENTANG MUSYAWARAH DESA LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 8 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG MUSYAWARAH DESA BAGIAN HUKUM SETDA KABUPATEN BANDUNG TAHUN 2015 2 BUPATI BANDUNG PROVINSI

Lebih terperinci

Lampiran Surat Nomor : 134/DPPMD/VII/2015 Tanggal : 13 Juli 2015

Lampiran Surat Nomor : 134/DPPMD/VII/2015 Tanggal : 13 Juli 2015 Lampiran Surat Nomor : 134/DPPMD/VII/2015 Tanggal : 13 Juli 2015 PANDUAN PENGAKHIRAN SERTA PENATAAN DAN PENGALIHAN KEPEMILIKAN ASET HASIL KEGIATAN PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PERDESAAN

Lebih terperinci

BUPATI PASER PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN BUPATI PASER NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI PASER PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN BUPATI PASER NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI PASER PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN BUPATI PASER NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DESA DAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DESA DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Bab ini merupakan kesimpulan yang menjabarkan pernyataan singkat hasil temuan penelitian yang menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian. Kesimpulan penelitian akan dimulai

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 41 TAHUN : 2008 SERI : E PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR : 103 TAHUN 2008 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 41 TAHUN : 2008 SERI : E PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR : 103 TAHUN 2008 TENTANG c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Bupati tentang Pedoman Pembentukan Badan Kerjasama Antar Desa Program Pengembangan Kecamatan;

Lebih terperinci

Teknik-teknik Pemetaan Swadaya (PS) Kajian Pendidikan

Teknik-teknik Pemetaan Swadaya (PS) Kajian Pendidikan BUKU 4e SERI SIKLUS PNPM Mandiri Perkotaan Teknik-teknik Pemetaan Swadaya (PS) Kajian Pendidikan Perkotaan DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM Direktorat Jenderal Cipta Karya Seri Siklus PNPM-Mandiri Perkotaan Panduan

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PENGELOLAAN PEMBANGUNAN PARTISIPATIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI INDRAGIRI

Lebih terperinci

TINJAUAN PROGRAM PEMBANGUNAN PRASARANA DAN SARANA DESA POLA IMBAL SWADAYA

TINJAUAN PROGRAM PEMBANGUNAN PRASARANA DAN SARANA DESA POLA IMBAL SWADAYA TINJAUAN PROGRAM PEMBANGUNAN PRASARANA DAN SARANA DESA POLA IMBAL SWADAYA Deskripsi Kegiatan. Menurut Pemerintah Kabupaten Bogor pembangunan merupakan suatu proses perubahan untuk menuju ke arah yang lebih

Lebih terperinci

PERATURAN DESA SOLODIRAN KECAMATAN MANISRENGGO KABUPATEN KLATEN NOMOR 02 TAHUN 2015

PERATURAN DESA SOLODIRAN KECAMATAN MANISRENGGO KABUPATEN KLATEN NOMOR 02 TAHUN 2015 PERATURAN DESA SOLODIRAN KECAMATAN MANISRENGGO KABUPATEN KLATEN NOMOR 02 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA ANTARA DESA DALAM RANGKA PENGEMBANGAN USAHA EKONOMI SERTA PEMBANGUNAN DAN PEMBERDAYAAN MASYRAKAT DESA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagaimana tertulis dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014, pemerintah menetapkan visi pembangunan yaitu Terwujudnya Indonesia yang

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA SUKABUMI

BERITA DAERAH KOTA SUKABUMI BERITA DAERAH KOTA SUKABUMI TAHUN 2009 NOMOR 27 PERATURAN WALIKOTA SUKABUMI Tanggal : 29 Desember 2009 Nomor : 27 Tahun 2009 Tentang : PETUNJUK PELAKSANAAN PEMBENTUKAN DAN BUKU ADMINISTRASI RUKUN WARGA

Lebih terperinci

BAB V PROFIL KELEMBAGAAN DAN PENYELENGGARAAN PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PERDESAAN (PNPM MP) DESA KEMANG

BAB V PROFIL KELEMBAGAAN DAN PENYELENGGARAAN PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PERDESAAN (PNPM MP) DESA KEMANG BAB V PROFIL KELEMBAGAAN DAN PENYELENGGARAAN PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PERDESAAN (PNPM MP) DESA KEMANG Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, pemerintah Indonesia mulai mencanangkan

Lebih terperinci

Daftar Isi : I. Latar Belakang II. Pengertian III. Maksud Dan Tujuan IV. Ruang Lingkup V. Strategi dan Implementasi Optimalisasi VI.

Daftar Isi : I. Latar Belakang II. Pengertian III. Maksud Dan Tujuan IV. Ruang Lingkup V. Strategi dan Implementasi Optimalisasi VI. Daftar Isi : Halaman I. Latar Belakang 2 II. Pengertian 4 III. Maksud Dan Tujuan 4 IV. Ruang Lingkup 4 V. Strategi dan Implementasi Optimalisasi 5 VI. Pengendalian 11 VII. Penutup 12 Lampiran Lampiran

Lebih terperinci

Partisipasi kelompok marginal dan perempuan

Partisipasi kelompok marginal dan perempuan Memastikan tersedianya kesempatan yang sama di antara berbagai kelompok masyarakat, termasuk antara laki-laki dan perempuan, adalah instrumen penting untuk mencapai tujuan pengentasan kemiskinan dan pertumbuhan.

Lebih terperinci

BAB II PENDEKATAN TEORITIS

BAB II PENDEKATAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Pustaka BAB II PENDEKATAN TEORITIS 2.1.1 Program Pengembangan Kecamatan (PPK) Program Pengembangan Kecamatan (PPK) adalah salah satu program yang dicanangkan mulai tahun 1998 oleh pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, khususnya di negara-negara berkembang. Di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, khususnya di negara-negara berkembang. Di Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan masalah sosial yang senantiasa hadir di tengahtengah masyarakat, khususnya di negara-negara berkembang. Di Indonesia masalah kemiskinan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS 1 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 5 TAHUN 2015 BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. penelitian. Hal ini dilakukan berdasarkan bahwa mereka dapat memberikan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. penelitian. Hal ini dilakukan berdasarkan bahwa mereka dapat memberikan V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Identitas Responden Dalam penelitian ini, peneliti memutuskan untuk memakai beberapa sumber informan sebagai responden sesuai dengan apa yang dibutuhkan di dalam penelitian.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dari situasi sebelumnya. Otonomi Daerah yang juga dapat dimaknai

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dari situasi sebelumnya. Otonomi Daerah yang juga dapat dimaknai BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Perubahan paradigma dalam pengelolaan dan penyelenggaraan pemerintahan dari sentralistik ke desentralistik telah memberikan nuansa baru yang sama sekali berbeda

Lebih terperinci

EVALUASI PROGRAM BANTUAN KEUANGAN DESA

EVALUASI PROGRAM BANTUAN KEUANGAN DESA EVALUASI PROGRAM BANTUAN KEUANGAN DESA (BANTUAN KEUANGAN PEUMAKMU GAMPONG, BKPG) DI PROVINSI ACEH Latar Belakang dan Dasar Pemikiran Provinsi Aceh telah mencatat kemajuan yang mengesankan menuju pemulihan

Lebih terperinci

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 8 TAHUN 2007

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 8 TAHUN 2007 BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 14 TAHUN 2006 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN BUPATI KUDUS, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut para ahli, kemiskinan masih menjadi permasalahan penting yang harus segera dituntaskan, karena kemiskinan merupakan persoalan multidimensional yang tidak saja

Lebih terperinci

Matriks Errata PTO PPK-PNPM, 2007

Matriks Errata PTO PPK-PNPM, 2007 Matriks Errata PTO PPK-PNPM, 2007 PPK tahun 2007 merupakan bagian dari Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM). Dalam pelaksanaannya, ketentuan dan kebijakan dalam PPK 2007 tidak banyak mengalami

Lebih terperinci

BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DESA DAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DESA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 29 TAHUN 2006 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 29 TAHUN 2006 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 29 TAHUN 2006 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang WALIKOTA BANJAR, : a. bahwa dalam rangka pemberdayaan dan peningkatan kualitas

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERUYAN NOMOR 25 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERUYAN NOMOR 25 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERUYAN NOMOR 25 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERUYAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Tinjauan Umum Pengertian Persepsi Masyarakat. yang sempurna yang diberi akal, maka dengan akal manusia dapat

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Tinjauan Umum Pengertian Persepsi Masyarakat. yang sempurna yang diberi akal, maka dengan akal manusia dapat 12 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori 1. Tinjauan Umum Pengertian Persepsi Masyarakat Manusia adalah mahluk monodualistik yaitu sebagai mahluk individu yang berarti mempunyai kehendak, cita-cita dan

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN PERJANJIAN DALAM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (PNPM) MANDIRI ANTARA UNIT PENGELOLAAN KEGIATAN DAN KELOMPOK MASYARAKAT

BAB III PELAKSANAAN PERJANJIAN DALAM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (PNPM) MANDIRI ANTARA UNIT PENGELOLAAN KEGIATAN DAN KELOMPOK MASYARAKAT BAB III PELAKSANAAN PERJANJIAN DALAM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (PNPM) MANDIRI ANTARA UNIT PENGELOLAAN KEGIATAN DAN KELOMPOK MASYARAKAT A. Profil Pelaksanaan Perjanjian dalam Program Nasional

Lebih terperinci

WALIKOTA TASIKMALAYA

WALIKOTA TASIKMALAYA Menimbang Mengingat : : WALIKOTA TASIKMALAYA PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR : 23 TAHUN 2011 LAMPIRAN : 1 (satu) berkas TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN PEMBENTUKAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN PENGURUS LEMBAGA

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pengalaman masa lalu telah memberikan pelajaran berharga bagi bangsa Indonesia, bahwa pembangunan yang dilaksanakan dengan pendekatan top-down dan sentralistis, belum berhasil

Lebih terperinci

PEMERINTAHAN KABUPATEN BINTAN

PEMERINTAHAN KABUPATEN BINTAN PEMERINTAHAN KABUPATEN BINTAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BINTAN, Menimbang:

Lebih terperinci

BUPATI TANAH BUMBU PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 12 TAHUN TENTANG SISTEM PENGELOLAAN PEMBANGUNAN PARTISIPATIF DAERAH

BUPATI TANAH BUMBU PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 12 TAHUN TENTANG SISTEM PENGELOLAAN PEMBANGUNAN PARTISIPATIF DAERAH BUPATI TANAH BUMBU PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM PENGELOLAAN PEMBANGUNAN PARTISIPATIF DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANAH BUMBU, Menimbang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BUNGO

PEMERINTAH KABUPATEN BUNGO PEMERINTAH KABUPATEN BUNGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUNGO NOMOR 25 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI BUNGO, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BUKU PEGANGAN PELATIH MASYARAKAT PARTISIPASI PEREMPUAN DALAM PNPM MANDIRI PERDESAAN

BUKU PEGANGAN PELATIH MASYARAKAT PARTISIPASI PEREMPUAN DALAM PNPM MANDIRI PERDESAAN BUKU PEGANGAN PELATIH MASYARAKAT PARTISIPASI PEREMPUAN DALAM PNPM MANDIRI PERDESAAN [DAFTAR ISI] KATA PENGANTAR... 3 CARA MENGGUNAKAN BUKU INI... 4 CAKUPAN DAN RINGKASAN MODUL...5 LANGKAH PENYUSUNAN PROSES

Lebih terperinci

MATRIKS AKTIVITAS PELAKSANAAN PPK DAN POTENSI MASALAH YANG DAPAT TERJADI

MATRIKS AKTIVITAS PELAKSANAAN PPK DAN POTENSI MASALAH YANG DAPAT TERJADI MATRIKS AKTIVITAS PELAKSANAAN PPK DAN POTENSI MASALAH YANG DAPAT TERJADI No BENTUK KEGIATAN ASPEK YANG DIPERHATIKAN POTENSI MASALAH PENGELOLAAN DANA PPK 1. Rekening tujuan kurang jelas dan tidak spesifik.

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PERDESAAN (PNPM-MP) DI DESA SONOWANGI KECAMATAN AMPELGADING KABUPATEN MALANG

IMPLEMENTASI PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PERDESAAN (PNPM-MP) DI DESA SONOWANGI KECAMATAN AMPELGADING KABUPATEN MALANG IMPLEMENTASI PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PERDESAAN (PNPM-MP) DI DESA SONOWANGI KECAMATAN AMPELGADING KABUPATEN MALANG Iin Nimang Pangesti Universitas Negeri Malang ABSTRAK: Tujuan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT - 270 - PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA/KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Desa Menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa, desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SUNGAI PENUH

PEMERINTAH KOTA SUNGAI PENUH PEMERINTAH KOTA SUNGAI PENUH PERATURAN DAERAH KOTA SUNGAI PENUH NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SUNGAI PENUH, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap pembangunan di suatu daerah seyogyanya perlu dan

I. PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap pembangunan di suatu daerah seyogyanya perlu dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya setiap pembangunan di suatu daerah seyogyanya perlu dan harus memperhatikan segala sumber-sumber daya ekonomi sebagai potensi yang dimiliki daerahnya, seperti

Lebih terperinci

Aset Desa Sebagai Basis Desa Membangun. M. Zainal Anwar

Aset Desa Sebagai Basis Desa Membangun. M. Zainal Anwar Aset Desa Sebagai Basis Desa Membangun M. Zainal Anwar Visi Presiden Joko Widodo untuk membangun Indonesia dari pinggiran sambil memperkuat daerah dan memberdayakan desa tidak mudah. Salah satu tantangan

Lebih terperinci

KEBERLANJUTAN DAN PENATAAN KELEMBAGAAN PNPM MPd

KEBERLANJUTAN DAN PENATAAN KELEMBAGAAN PNPM MPd KEBERLANJUTAN DAN PENATAAN KELEMBAGAAN PNPM MPd DAMPAK PNPM MPd 2007 2014 FOKUS PRIORITAS INDIKATOR IMPACT GOAL Pembangunan Infrastruktur Perdesaan ( Pro Job & Pro poor) Terpenuhinya kebutuhan dan hak

Lebih terperinci

BUPATI SRAGEN PROVINSI JAWA TENGAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR TAHUN 2016 TENTANG KERJA SAMA DESA

BUPATI SRAGEN PROVINSI JAWA TENGAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR TAHUN 2016 TENTANG KERJA SAMA DESA BUPATI SRAGEN PROVINSI JAWA TENGAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR TAHUN 2016 TENTANG KERJA SAMA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SRAGEN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

DESA: Gender Sensitive Citizen Budget Planning in Villages

DESA: Gender Sensitive Citizen Budget Planning in Villages DESA: Gender Sensitive Citizen Budget Planning in Villages Baseline Study Report Commissioned by September 7, 2016 Written by Utama P. Sandjaja & Hadi Prayitno 1 Daftar Isi Daftar Isi... 2 Sekilas Perjalanan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM TEMPAT PENELITIAN. 4.1 Gambaran Umum kelurahan Simpang Baru Kondisi Geografis Kelurahan Simpang Baru

BAB IV GAMBARAN UMUM TEMPAT PENELITIAN. 4.1 Gambaran Umum kelurahan Simpang Baru Kondisi Geografis Kelurahan Simpang Baru BAB IV GAMBARAN UMUM TEMPAT PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum kelurahan Simpang Baru 4.1.1 Kondisi Geografis Kelurahan Simpang Baru Kelurahan Simpang baru terletak di dalam wilayah Kecamatan Tampan Kota Pekanbaru

Lebih terperinci

BAB VII STIMULAN DAN PENGELOLAAN P2KP

BAB VII STIMULAN DAN PENGELOLAAN P2KP BAB VII STIMULAN DAN PENGELOLAAN P2KP 7.1. STIMULAN P2KP 7.1.1. Tingkat Bantuan Dana BLM untuk Pemugaran Rumah, Perbaikan Fasilitas Umum dan Bantuan Sosial Salah satu indikator keberhasilan P2KP yaitu

Lebih terperinci

BUPATI MUSI RAWAS PERATURAN BUPATI MUSI RAWAS NOMOR 29 TAHUN 2010 TENTANG

BUPATI MUSI RAWAS PERATURAN BUPATI MUSI RAWAS NOMOR 29 TAHUN 2010 TENTANG BUPATI MUSI RAWAS PERATURAN BUPATI MUSI RAWAS NOMOR 29 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN BADAN KERJASAMA ANTAR DESA DALAM RANGKA PELESTARIAN PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PERDESAAN

Lebih terperinci

Siklus PNPM Mandiri - Perkotaan

Siklus PNPM Mandiri - Perkotaan BUKU 1 SERI SIKLUS PNPM- Mandiri Perkotaan Siklus PNPM Mandiri - Perkotaan 3 Membangun BKM 2 Pemetaan Swadaya KSM 4 BLM PJM Pronangkis 0 Rembug Kesiapan Masyarakat 1 Refleksi Kemiskinan 7 Review: PJM,

Lebih terperinci

VI. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KAPASITAS KELOMPOK MANTAN TKW DI DESA CIBAREGBEG

VI. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KAPASITAS KELOMPOK MANTAN TKW DI DESA CIBAREGBEG VI. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KAPASITAS KELOMPOK MANTAN TKW DI DESA CIBAREGBEG Dalam bagian ini akan disampaikan faktor yang mempengaruhi kapasitas kelompok yang dilihat dari faktor intern yakni: (1) motivasi

Lebih terperinci

=BAHAN TAYANG MODUL 14 RANI PURWANTI KEMALASARI SH.MH. Modul ke: Fakultas TEKNIK. Program Studi SIPIL.

=BAHAN TAYANG MODUL 14 RANI PURWANTI KEMALASARI SH.MH. Modul ke: Fakultas TEKNIK. Program Studi SIPIL. Modul ke: 14 Fakultas TEKNIK PANCASILA DAN IMPLEMENTASINYA AKTUALISASI SILA KEADILAN SOSIAL BAGI SELURUH RAKYAT INDONESIA ( DALAM BIDANG POLITIK, EKONOMI, SOSIAL BUDAYA, HUKUM DAN HAM ) SEMESTER GASAL

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN ALOR TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ALOR,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN ALOR TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ALOR, LEMBARAN DAERAH KABUPATEN ALOR NO. : 12, 2006 PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ALOR, Menimbang : a. bahwa untuk

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 1. TinjauanPustaka PNPM Mandiri PNPM Mandiri adalah program nasional penanggulangan kemiskinan terutama yang berbasis pemberdayaan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2007 NOMOR 3 LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2007 NOMOR 3 LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2007 NOMOR 3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KERINCI NOMOR 3 TAHUN 2007 Menimbang : TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KERINCI,

Lebih terperinci

Himpunan Peraturan Daerah Kabupaten Purbalingga Tahun

Himpunan Peraturan Daerah Kabupaten Purbalingga Tahun LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 18 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DESA DAN RENCANA KERJA

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Panduan Pertanyaan dalam Wawancara Mendalam. Nama :... Peran di PNPM-MPd :...

LAMPIRAN. Panduan Pertanyaan dalam Wawancara Mendalam. Nama :... Peran di PNPM-MPd :... LAMPIRAN Panduan Pertanyaan dalam Wawancara Mendalam Nama :............................. Jenis Kelamin Umur : Laki-laki/Perempuan* :.... Tahun Peran di PNPM-MPd :............................. 1. Meningkatkan

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. 1. Partisipasi Masyarakat Dalam Perencanaan Kegiatan. perencanaan program sudah berjalan dengan baik.

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. 1. Partisipasi Masyarakat Dalam Perencanaan Kegiatan. perencanaan program sudah berjalan dengan baik. BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan Berdasarkan hasil pembahasan dari hasil penelitian Partisipasi Masyarakat Pekon Waringinsari Barat Kecamatan Sukoharjo Kabupaten Pringsewu dalam Pelaksanaan PNPM Mandiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam upaya mewujudkan Tata Kelola Pemerintahan Desa Yang Baik, Pemerintahan Desa dituntut untuk mempunyai Visi dan Misi yang baik atau lebih jelasnya Pemerintahan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BARITO UTARA

PEMERINTAH KABUPATEN BARITO UTARA PEMERINTAH KABUPATEN BARITO UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BARITO UTARA, Menimbang : a. bahwa dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. militer Jepang dan masih ada hingga saat ini, ketika masa penjajahan Jepang

BAB I PENDAHULUAN. militer Jepang dan masih ada hingga saat ini, ketika masa penjajahan Jepang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Rukun tetangga (RT) dan Rukun warga (RW) sudah ada sejak penjajahan militer Jepang dan masih ada hingga saat ini, ketika masa penjajahan Jepang Rukun Tetangga

Lebih terperinci

BUPATI MURUNG RAYA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI MURUNG RAYA NOMOR 07 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI MURUNG RAYA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI MURUNG RAYA NOMOR 07 TAHUN 2016 TENTANG . BUPATI MURUNG RAYA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI MURUNG RAYA NOMOR 07 TAHUN 2016 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG ESA BUPATI MURUNG

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BINTAN TAHUN 2008 NOMOR 4

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BINTAN TAHUN 2008 NOMOR 4 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BINTAN TAHUN 2008 NOMOR 4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ranah pemerintah daerah seperti Desa Pakraman kebijakan tentang hak-hak

BAB I PENDAHULUAN. ranah pemerintah daerah seperti Desa Pakraman kebijakan tentang hak-hak 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan zaman, hak-hak perempuan mulai dipertimbangkan dalam merumuskan kebijakan publik. Kebijakan tentang perempuan sekarang ini sudah

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA TAHUN 2006 NOMOR 18

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA TAHUN 2006 NOMOR 18 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA TAHUN 2006 NOMOR 18 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 18 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

(PNPM : : PJOK,

(PNPM : : PJOK, LAMPIRAN PANDUAN WAWANCARA Judul Skripsi : Evaluasi Pelaksanaan Kebijakan Penanggulangan Kemiskinan Melalui Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Pedesaan (PNPM Mpd) Tahun 2010-2011 (Studi di

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 52 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Penelitian dengan pendekatan deskriptif kualitatif yaitu penelitian dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. struktural fungsional bersumber pada bagaimana dalam perkembangan tersebut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. struktural fungsional bersumber pada bagaimana dalam perkembangan tersebut BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Struktural Fungsional Dalam Ritzer dan Goodman (2010) penekanan yang terjadi pada teori struktural fungsional bersumber pada bagaimana dalam perkembangan tersebut mencakup

Lebih terperinci

BUPATI NGANJUK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI NGANJUK NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI NGANJUK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI NGANJUK NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI NGANJUK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI NGANJUK NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PELESTARIAN HASIL KEGIATAN PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PETUNJUK TEKNIS PENYELENGGARAAN MUSRENBANG DESA/ KELURAHAN

PETUNJUK TEKNIS PENYELENGGARAAN MUSRENBANG DESA/ KELURAHAN PETUNJUK TEKNIS PENYELENGGARAAN MUSRENBANG DESA/ KELURAHAN A. Pengertian 1. Musrenbang Desa/ Kelurahan adalah forum musyawarah tahunan yang dilaksanakan secara partisipatif oleh para pemangku kepentingan

Lebih terperinci

PTO PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (PNPM) MANDIRI PERDESAAN

PTO PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (PNPM) MANDIRI PERDESAAN PTO PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (PNPM) MANDIRI PERDESAAN DEPARTEMEN DALAM NEGERI DIREKTORAT JENDERAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN DESA I. KEBIJAKAN POKOK 1.1. LATAR BELAKANG Indonesia

Lebih terperinci

BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG KERJA SAMA DESA

BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG KERJA SAMA DESA BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG KERJA SAMA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA TENGAH,

Lebih terperinci

Jurnal Paradigma, Vol. 6 No. 1, April 2017 ISSN:

Jurnal Paradigma, Vol. 6 No. 1, April 2017 ISSN: PARTISIPASI MASYARAKAT DESA DALAM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (PNPM) MANDIRI DI DESA BINUANG KECAMATAN SEPAKU KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA Farhanuddin Jamanie Dosen Program Magister Ilmu

Lebih terperinci

Evaluasi Dampak Qualitatif PPK Ringkasan Eksekutif. Ringkasan Eksekutif

Evaluasi Dampak Qualitatif PPK Ringkasan Eksekutif. Ringkasan Eksekutif Program Pengembangan Kecamatan (PPK) adalah program nasional Pemerintah Indonesia yang bertujuan memberantas kemiskinan dan memperbaiki tata pemerintahan di tingkat setempat. PPK mulai pada tahun 1998

Lebih terperinci

SOLUSI DANA AMANAH MASYARAKAT

SOLUSI DANA AMANAH MASYARAKAT BADAN USAHA MILIK Desa (BUMDes) BERSAMA SOLUSI DANA AMANAH MASYARAKAT (PNPM-Mpd) Dasar Hukum UU no 6 tahun 2014 Tentang Desa PP no 43 tahun 2014 Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-undang No 6 Tahun 2014

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perdesaan (PNPM-MP) salah satunya ditandai dengan diberlakukannya UU No. 6

BAB I PENDAHULUAN. Perdesaan (PNPM-MP) salah satunya ditandai dengan diberlakukannya UU No. 6 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Berakhirnya Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-MP) salah satunya ditandai dengan diberlakukannya UU No. 6 tahun 2014 tentang Desa. PNPM-MP

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Sekilas Tentang UPK Sauyunan Kecamatan Bojongsoang

BAB I PENDAHULUAN Sekilas Tentang UPK Sauyunan Kecamatan Bojongsoang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian 1.1.1. Sekilas Tentang UPK Sauyunan Kecamatan Bojongsoang Gambar 1.1 Logo UPK Sauyunan Kecamatan Bojongsoang Sumber: www.pnpmkabbandung.wordpress.com

Lebih terperinci

PNPM MANDIRI PERDESAAN

PNPM MANDIRI PERDESAAN PNPM MANDIRI PERDESAAN Oleh : DIREKTUR JENDERAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN DESA KEMENTERIAN DALAM NEGERI PNPM MANDIRI PERDESAAN Merupakan salah satu upaya pemerintah untuk menurunkan kemiskinan dan pengangguran

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Organisasi merupakan sebuah wadah berkumpulnya orang-orang yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Organisasi merupakan sebuah wadah berkumpulnya orang-orang yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Organisasi merupakan sebuah wadah berkumpulnya orang-orang yang memiliki tujuan yang sama dengan harapan dapat mewujudkan tujuan tersebut. Tercapai atau tidaknya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori Pemberdayaan Masyarakat

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori Pemberdayaan Masyarakat 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pemberdayaan Masyarakat Pemberdayaan adalah pengembangan diri dari keadaan tidak atau kurang berdaya menjadi berdaya, guna mencapai kehidupan yang lebih

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Lingkup Kegiatan PNPM Mandiri Perdesaan pada prinsipnya adalah

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Lingkup Kegiatan PNPM Mandiri Perdesaan pada prinsipnya adalah 150 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Lingkup Kegiatan PNPM Mandiri Perdesaan pada prinsipnya adalah peningkatan kesejahteraan dan kesempatan kerja masyarakat miskin perdesaan secara mandiri melalui

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO

PEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO PEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO PERATURAN DAERAH KABUPATEN JENEPONTO NOMOR : TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JENEPONTO Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUANTAN SINGINGI, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 81 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 81 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 81 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGERANG, Menimbang : bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. aspirasi dan memilih pemimpin dengan diadakannya pemilihan umum.

I. PENDAHULUAN. aspirasi dan memilih pemimpin dengan diadakannya pemilihan umum. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia merupakan suatu negara yang menganut paham demokrasi, dan sebagai salah satu syaratnya adalah adanya sarana untuk menyalurkan aspirasi dan memilih pemimpin

Lebih terperinci

BUPATI LAMONGAN PERATURAN BUPATI LAMONGAN NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN ALOKASI DANA DESA DI KABUPATEN LAMONGAN TAHUN ANGGARAN 2015

BUPATI LAMONGAN PERATURAN BUPATI LAMONGAN NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN ALOKASI DANA DESA DI KABUPATEN LAMONGAN TAHUN ANGGARAN 2015 SALINAN BUPATI LAMONGAN PERATURAN BUPATI LAMONGAN NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN ALOKASI DANA DESA DI KABUPATEN LAMONGAN TAHUN ANGGARAN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LAMONGAN,

Lebih terperinci

ANGGARAN DASAR (AD) BADAN USAHA MILIK DESA (BUMDES) DESA BANJARAN. BAB I NAMA DAN TEMPAT KEDUDUKAN Pasal 1

ANGGARAN DASAR (AD) BADAN USAHA MILIK DESA (BUMDES) DESA BANJARAN. BAB I NAMA DAN TEMPAT KEDUDUKAN Pasal 1 ANGGARAN DASAR (AD) BADAN USAHA MILIK DESA (BUMDES) DESA BANJARAN BAB I NAMA DAN TEMPAT KEDUDUKAN Pasal 1 1. Badan Usaha ini disebut Badan Usaha Milik Desa dengan nama BUMDes Banjaran 2. BUMDes Banjaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepada pemberdayaan dan partisipasi. Sebelumnya telah dilalui begitu banyak

BAB I PENDAHULUAN. kepada pemberdayaan dan partisipasi. Sebelumnya telah dilalui begitu banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Program pengentasan kemiskinan pada masa sekarang lebih berorientasi kepada pemberdayaan dan partisipasi. Sebelumnya telah dilalui begitu banyak program pengentasan

Lebih terperinci

Oleh: Elfrida Situmorang

Oleh: Elfrida Situmorang 23 Oleh: Elfrida Situmorang ELSPPAT memulai pendampingan kelompok perempuan pedesaan dengan pendekatan mikro kredit untuk pengembangan usaha keluarga. Upaya ini dimulai sejak tahun 1999 dari dua kelompok

Lebih terperinci