Evaluasi Dampak Qualitatif PPK Ringkasan Eksekutif. Ringkasan Eksekutif

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Evaluasi Dampak Qualitatif PPK Ringkasan Eksekutif. Ringkasan Eksekutif"

Transkripsi

1 Program Pengembangan Kecamatan (PPK) adalah program nasional Pemerintah Indonesia yang bertujuan memberantas kemiskinan dan memperbaiki tata pemerintahan di tingkat setempat. PPK mulai pada tahun 1998 dan dilaksanakan oleh Departemen Dalam Negeri, Ditjen Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD). Program ini dibiayai dengan alokasi anggaran pemerintah, hibah dari donor, dan dana pinjaman dari Bank Dunia. PPK memberikan block grant sebesar antara Rp. 500 juta dan Rp. 1 milyar kepada kecamatan. Sasarannya adalah kecamatan miskin di seluruh Indonesia dan dilaksanakan di 30 dari 33 propinsi yang ada di Indonesia. Pada Agustus 2006, Pemerintah Indonesia mengumumkan bahwa PPK akan diperluas hingga mencakup seluruh Indonesia pada 2009, dan akan menjadi program nasional utama untuk memberantas kemiskinan bagi pemerintah yang berkuasa saat ini. Evaluasi dampak kualitatif PPK mencoba menentukan apakah PPK membawa dampak pada praktek penyelenggaraan pemerintahan dan pemberdayaan masyarakat. Secara spesifik, evaluasi ini menelaah apakah PPK mampu mengubah praktek-praktek penyelenggaraan pemerintahan dan apakah PPK meningkatkan kapasitas warga desa agar secara lebih memadai dapat mengidentifikasi dan mengatasi kebutuhan pengembangan masyarakat, atau, pada umumnya, meningkatkan kemampuan warga desa untuk ikutserta dalam pengambilan keputusan di bidang ekonomi, politik dan sosial yang berpengaruh pada kehidupan mereka. Selain itu, evaluasi ini menelaah dampak PPK pada lembaga masyarakat, kemampuan kaum perempuan memenuhi kebutuhan pembangunan mereka dan memberantas kemiskinan. Karena tidak ada studi data awal (baseline study) tentang persoalan-persoalan ini, evaluasi ini menggunakan sejumlah metode untuk mengidentifikasi dampak. Pertama, diadakan penelitian baik di desa yang telah mendapat PPK maupun di desa yang belum mendapat PPK, guna mencoba mengidentifikasi sumber-sumber dari luar yang menyebabkan perubahan jika tidak ada PPK. Kedua, di desa PPK, peneliti mendalami pelaksanaan proyek pembangunan dan praktek-praktek penyelenggaraan pemerintahan sebelum dan sesudah ada PPK. Akhirnya, peneliti membandingkan pelaksanaan PPK dengan pelaksanaan proyek-proyek pembangunan yang lain di desa yang sama. Penelitian kualitatif dilakukan di 36 desa yang tersebar di 12 kabupaten di 4 propinsi: Sumatra Selatan, Jawa Tengah, Kalimantan Selatan dan Sulawesi Utara. Secara keseluruhan, penelitian ini mencakup 24 desa PPK dan 12 desa perbandingan non- PKK. Dari tiga desa yang dipilih di setiap kabupaten, dua adalah desa yang telah mendapat proyek paling tidak dua kali siklus PPK dan satu desa adalah desa kontrol yang tidak pernah ikut dalam PKK. Penelitian dilakukan antara Oktober 2005 dan Juni Para peneliti tinggal selama 10 hari di setiap desa, melakukan wawancara semiterstruktur dan mengadakan diskusi-kelompok dengan warga desa (terutama dengan warga desa perempuan dan dari golongan miskin), pejabat pemerintah desa, dan pejabat tertentu tingkat kabupaten dan kecamatan. Secara keseluruhan, tim studi mewawancarai lebih dari responden.

2 Pelaksanaan PPK Pelaksanaan PPK tergantung pada pelaku PPK dan latar belakang desa. Mutu pelaksanaan PPK ditentukan oleh bagaimana pelaku menghayati dan merancang PPK, dan bagaimana mereka kemudian melaksanakan PPK di desa. Namun pelaku PPK tidak bekerja dalam ruang hampa. Pelaksanaan PPK oleh para pelakunya sangat dipengaruhi oleh latar belakang desa saat ini, yang dapat mendukung atau menghambat pelaksanaan PPK. Pelaksanaan PPK juga agak dipengaruhi oleh latar belakang yang lebih luas, yakni kecamatan dan kabupaten. Kepala desa faktor terkuat yang mempengaruhi pelaksanaan PPK. Kepala desa adalah pusat kegiatan desa dan sangat berpengaruh sepanjang menyangkut pengelolaan proyek pembangunan. Di sisi positif, kepala desa dapat mengerahkan dan mengarahkan warga desa dan memberikan dorongan bagi partisipasi desa dan legitimasi pada proyek. Sebaliknya, kepala desa juga dapat mendominasi proses pelaksanaan, melalui beberapa cara: menunjuk pelaku PPK, terutama jika pada pertemuan PPK yang pertama warga yang hadir seddikit; menekan atau mengganti pelaku PPK pada saat proyek sedang berjalan; dan mengambil keputusan sendiri ketika mengerahkan warga desa untuk melaksanakan proyek. Badan Perwakilan Desa (BPD) yang bertugas memantau pemerintah desa dan mengendalikan wewenang kepala desa hampir di semua desa juga lemah karena tidak banyan mendapat dukungan dari tingkat pemerintahan yang lebih tinggi untuk mengambil tindakan ketika ada masalah. Anggota BPD di sejumlah desa juga tidak mengetahui dengan jelas fungsi mereka. Sistem pemerintahan berdasar perwakilan dapat menghambat partisipasi dalam PPK. Kadang-kadang sulit diketahui apakah sistem perwakilan benar-benar mewakili warga desa atau sebuah selubung semata bagi dominasi oleh sekelompok elite. Wakil desa ada yang dipilih oleh warga desa dan ada juga yang tidak, tergantung pada desa bersangkutan. Di desa dengan sistem perwakilan, warga desa mungkin tidak berminat terlibat dalam PPK, karena beberapa alasan. Mereka mungkin merasa kurang nyaman melangkah keluar dari bingkai hirarki desa atau semata-mata merasa tidak perlu melibatkan diri. Sistem perwakilan seringkali lebih efektif untuk menyampaikan informasi dan usulan dari bawah (warga desa) ke atas (pemerintah desa) daripada untuk memberikan informasi yang terbuka ke bawah. Di banyak desa, tidak ada sistem yang jelas dan rutin untuk menyampaikan informasi dan keputusan yang diambil oleh wakilwakil warga desa yang tidak diketahui oleh warga desa itu. Ini sering menghambat pertanggungjawaban. Kapasitas untuk kegiatan bersama (cllective action) paling besar di tingkat dusun. Kecuali di desa-desa yang kecil dan kompak, ada dua konsekuensi di sini. Pertama, ini berarti bahwa warga terlebih dahulu memikirkan dusun mereka dan baru kemudian memikirkan desa. Mereka tidak secara otomatis bersatu di tingkat desa dan persaingan untuk memperoleh sumberdaya dalam sebuah desa dapat sangat sengit. Kedua, ini menyiratkan bahwa jika PPK bertujuan mendukung pengembangan kapasitas desa, maka diperlukan alat untuk menjalin kerjasama antara warga di tingkat desa. Alat ini mungkin kepala desa atau pelaku PPK di tingkat desa (fasilitator desa atau anggota tim pelaksana kegiatan).

3 Warga desa lebih sering menghadiri pertemuan perencanaan daripada pertemuan pertanggungjawaban. Di semua desa, pertemuan perencanaan lebih sering diselenggarakan dan terbuka untuk semua warga desa daripada pertemuan pertanggungjawaban. Banyak sebabnya mengapa ini terjadi. Ini bisa jadi karena pelaku PPK menyembunyikan informasi; sebaliknya, bisa pula karena warga desa menganggap pertemuan pertanggungjawaban tidak perlu, jika mereka menganggap proyek berjalan lancar. Mekanisme dan lembaga untuk pemantauan dan pertanggungjawaban masih lemah atau belum dikenal. Tim 18, kelompok yang dibentuk untuk memantau berbagai aspek pelaksanaan PPK, masih belum dikenal oleh warga desa umumnya karena anggota Tim itu sebagian besar pro forma. Mekanisme pengaduan PPK tidak banyak diketahui oleh warga desa sehingga warga desa tidak tahu bahwa tersedia alat-alat yang dapat mereka gunakan untuk meminta pertanggungjawaban dari pelaku PPK atau pemuka desa. Meski ada masalah, PPK di banyak desa terlaksana dengan baik, terutama karena para pelaku PPK 1 aktif dan partisipasi warga desa terus didorong. Pelaku PPK di tingkat desa melaksanakan tugasnya dengan lebih baik bila mereka dipilih secara demokratis karena dengan demikian mereka memiliki otonomi yang lebih besar. Studi ini menemukan bahwa fasilitator desa (FD) dan ketua tim pelaksana kegiatan (TPK) memainkan peran yang penting dalam melibatkan warga desa ketika warga desa mengambil prakarsa dan diberi cukup keleluasaan untuk memainkan peran oleh elite desa. Fasilitasi terutama sangat penting untuk melibatkan warga desa dan untuk memastikan bahwa mereka memperoleh pengalaman-pengalaman positif dari pertemuanpertemuan umum. Bahkan di desa-desa yang tidak mengadakan pertemuan di tingkat desa, studi ini menemukan bahwa warga desa sering mendapat kesempatan untuk melibatkan diri dalam pertemuan-pertemuan penggalian gagasan di tingkat kelompok, Rukun Tetangga (RT) atau dusun. PPK memiliki kemampuan terbatas untuk melibatkan perempuan dalam proses pembangunan, dan ini berbeda cukup besar dari wilayah ke wilayah. Di Sulawesi Utara dan di beberapa bagian Kalimantan Selatan, PPK membuka kesempatan bagi semua perempuan untuk ikutserta dalam proses pembangunan, sering untuk pertama kali. Namun, di daerah-daerah lain (Jawa Tengah, Sumatra Selatan, dan bagian-bagian Kalimantan Selatan), perempuan mengira bahwa mereka hanya boleh mengusulkan kredit (SPP) atau bahwa pertemuan terbatas untuk elite perempuan saja, seandainya diadakan. Perbandingan PPK dengan proyek-proyek yang lain Kinerja PPK paling tidak sama dan seringkali lebih baik daripada kinerja proyekproyek yang lain di desa. Latar belakang desa yang berbeda membuahkan hasil yang berbeda pula bagi semua proyek, tidak terkecuali PPK. Studi ini membandingkan PPK dengan proyek-proyek pengembangan yang lain, menggunakan indikitor-indikator berikut ini: kemampuan memenuhi kebutuhan prioritas, mutu dasar proyek, keterbukaan dan partisipasi. Studi ini menyajikan perbandingan yang lebih rinci antara PPK dan proyek-proyek lain yang dibiayai dengan dana dari luar dan dikelola di tingkat desa 1 Khususnya, fasilitator kecamatan (FK), fasilitator desa (FD) dan para anggota (dan terutama ketua) Tim Pelaksana Kegiatan/Tim Pengelola Kegiatan (PPK II) (TPK).

4 (swakelola) karena ciri-ciri PPK dan proyek-proyek ini sama. Studi ini juga secara ringkas membandingkan kinerja PPK dengan kinerja proyek-proyek yang dikelola oleh kontraktor dan proyek-proyek yang diprakarsai, dikelola dan dibiayai oleh warga masyarakat. Tujuan perbandingan ini ialah untuk juga memahami bagaimana proyekproyek ini membentuk persepsi warga desa mengenai pembangunan dan bagaimana PPK dapat memetik pelajaran dari pengalaman proyek-proyek yang lain. Kinerja PPK lebih baik daripada kinerja proyek-proyek yang dilaksanakan oleh kontraktor yang cenderung kurang terbuka dan tidak ada pertanggungjawaban. Partisipasi dalam perencanaan tidak dikenal dan juga tidak didorong dan melobi (sering sama artinya dengan menyogok) sangat penting, dan sering menjadi insentif untuk menolak keterbukaan. Selain itu, kalau mutu proyeknya rendah, warga desa tidak dapat mengadu. Namun, studi ini juga menemukan bahwa jika ada pengendalian oleh warga desa walau sedikit sekalipun dalam seleksi proyek dan warga desa dapat dikerahkan sebagai pekerja proyek, mereka sering merasa senang dengan hasil yang dicapai. Ada konsensus yang cukup luas bahwa Musrenbang tidak berjalan sebagaimana mestinya. Proyek-proyek yang diusulkan melalui Musrenbang mekanisme perencanaan dari bawah ke atas milik pemerintah paling sering dilaksanakan oleh kontraktor dalam hal usul-usul pada akhirnya benar-benar mendapat dana pembiayaan. Secara keseluruhan, kepala desa merasa kecewa dengan proses ini karena usul-usul mereka jarang sekali mendapat dana. Di 36 desa, studi ini menemukan bahwa hanya tujuh proyek yang disetujui Musrenbang selama lima tahun terakhir ini. Akibatnya, kepala desa tidak mengadakan pertemuan terbuka perencanaan dan tidak melihat ada kaitan antara PPK dan Musrenbang. PPK sering dapat mengambil pelajaran dari cara kerja dan mekanisme proyekproyek swadaya yang ada dan menerapkannya pada proyek-proyek yang lebih besar. Proyek-proyek yang dilaksanakan oleh masyarakat desa cenderung lebih partisipatoris dan terbuka daripada proyek-proyek yang lain. Bila ada masalah, pertanggungjawaban sering sulit atau informal karena proyek mengandalkan diri pada rasa saling percaya yang tinggi dalam pelaksanaannya. Namun, dengan mengikutsertakan lembaga-lembaga masyarakat, PPK menerapkan dengan baik cara-cara kreatif dan efektif untuk mengerahkan warga desa. PPK dapat secara lebih konsisten memenuhi kebutuhan-kebutuhan prioritas desa daripada proyek-proyek swakelola, karena pelaku PPK tidak terlalu mudah ditekan dari luar dan PPK memiliki daftar proyek yang lebih longgar. Para pelaku desa tidak terlalu terbuka pada tekanan dari pejabat pemerintah dan kontraktor dalam hal seleksi proyek karena usulan-usulan proyek dirumuskan dengan tingkat partisipasi warga desa yang tinggi dan pembiayaan tidak bergantung pada persetujuan dari pelaku dari luar, tetapi hanya bergantung pada kesepakatan di tingkat forum lintas desa. Kedua, daftar proyek PPK yang lebih longgar memungkinkan warga desa melaksanakan proyek-proyek prioritas. Mekanisme-mekanisme PPK lebih baik kinerjanya daripada proyek-proyek swakelola yang lain dalam hal memastikan adanya keterbukaan dan pertanggungjawaban. Ada beberapa sebab untuk ini, mulai dari kenyataan bahwa melobi dan menyuap (sering tidak ada bedanya) jauh lebih sering terjadi di proyek-

5 proyek yang lain. PPK menekankan partisipasi warga desa dan ini meningkatkan pengetahuan warga desa mengenai proyek dan membantu mereka memantau pelaksanaan proyek. Selain itu, proyek-proyek yang lain tidak terlalu berhasil sepanjang menyangkut mengizinkan pelaporan rincian proyek kepada warga masyarakat, padahal proses ini dapat mengurangi korupsi. Meskipun PPK tidak bebas dari korupsi, namun korupsi tampaknya tidak terlalu sering terjadi dan pada skala yang lebih kecil. Akhirnya, meskipun ada masalah-masalah pertanggungjawaban dalam PPK seperti disebutkan di atas tadi, beberapa masalah telah berhasil diatasi, baik di tingkat desa maupun di tingkat kecamatan. Kenyataan bahwa ada sejumlah fasilitator kecamatan (FK) yang dipecat berarti sudah ada perbaikan dalam pelaksanaan proyek PPK dibandingkan dengan proyek-proyek yang lain. Proyek-proyek PPK pada umumnya bermutu tinggi dan berbiaya lebih rendah dibandingkan dengan proyek-proyek swakelola yang lain. Ini sebagian besar berkat peranserta warga desa dalam perencanaan dan pelaksanaan proyek dan berkat kedudukan penting yang diberikan PPK pada swadaya. Meskipun studi ini tidak menghitung besar biaya yang dihemat atau mengevaluasi mutu proyek secara mendalam, namun ditemukannya hasil-hasil penting yang lain sebagai buah dari pelaksanaan PPK, seperti misalnya rasa bangga masyarakat desa dan meningkatnya rasa percaya diri warga desa dalam mengatasi masalah. Dampak PPK Meskipun sulit untuk melihat dengan jelas di mana benar-benar telah terjadi perubahan, PPK mendukung praktek-praktek pemerintahan yang baik yang mulai muncul atau sudah diterapkan atau pemberdayaan masyarakat dengan cara-cara yang tidak digunakan sebagian besar proyek yang lain. Selain memberikan dukungan ini, dua pertiga dari desa PPK mengalami efek-efek dari PPK: peristiwa-peristiwa atau perilaku-perilaku baru di dalam PKK yang dapat menghasilkan perubahan pada masa datang. Studi ini menyelidiki dampak pada tata pemerintahan desa, lembaga-lembaga desa, kerjasama, peranan perempuan dalam pembangunan dan dalam menentukan sasaran pemberantasan kemiskinan. Juga disedilikinya faktor-faktor yang dapat mendukung atau mencegah terjadinya perubahan di tingkat desa. Meskipun PPK memiliki kemampuan terbatas untuk secara dramatis mengubah tata pemerintahan dalam waktu singkat, namun diberikannya dukungan penuh kepada kepala desa yang reformis, kepada pengembangan kapasitas pelaku PPK dan pengalaman baru dan diskusi bagi warga desa, yang menciptakan permintaan baru dan meletakkan landasan bagi perubahan lebih lanjut: Pertama, PPK memberikan dukungan penting kepada kepala desa baru yang ingin meningkatkan partisipasi dan keterbukaan. Studi ini bertolak dari hipotesa bahwa perubahan dalam praktek-praktek pemerintahan dapat berasal dari pejabat pemerintah desa yang memutuskan sendiri menginginkan perubahan setelah melihat manfaat PPK atau melakukan itu karena desakan dari masyarakat. Studi ini menemukan dua kasus pemerintah desa yang menjadi lebih partisipatoris. Namun, juga ditemukan bahwa mutu kepala desa yang baru di desa PPK dan di desa pembanding sudah lebih baik. PPK sering memberikan dukungan kepada para kepala desa ini ketika mereka berusaha menerapkan praktek-praktek pemerintahan yang baik. Ini tampaknya menunjukkan bahwa PPK adalah

6 proyek yang tepat pada saat yang tepat untuk mendukung dan memperkuat perubahan secara demokratis. Kedua, PPK memberikan banyak ketrampilan yang diperlukan seperti cara menyusun usulan proyek dan cara mengelola proyek, yang meningkatkan kapasitas desa dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan pembangunannya. Pelatihan bagi fasilitator desa, tim penulis dan tim pelaksana mendukung pemerintah desa dalam memperoleh proyek-proyek pembangunan dan melaksanakannya. Meskipun tidak harus berarti bahwa mutu pemerintahan desa akan menjadi lebih baik, pelatihan dapat meningkatkan efektivitas kepala desa dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan desa. Ketiga, PPK meningkatkan tuntutan bagi pemerintahan yang lebih baik tetapi sering tidak dapat menterjemahkan tuntutan ini ke dalam perubahan untuk jangka lebih panjang. Ada sebuah contoh mengenai desakan dari pihak warga desa yang berhasil mewujudkan perubahan-perubahan dalam perilaku kepala desa, sehingga terwujud perencanaan yang lebih partisipatoris. Namun, jauh lebih banyak ditemukan contoh mengenai PPK yang menimbulkan perdebatan sengit, protes atau aktivisme dalam kalangan warga desa atau membawa pengalaman-pengalaman baru. Peristiwa-peristiwa seperti ini tidak harus menghasilkan perubahan yang segera tetapi menunjukkan bahwa ada potensi bagi perubahan pada masa yang akan datang. PPK memiliki kemampuan terbatas untuk mengubah atau menciptakan lembagalembaga masyarakat yang baru tetapi dapat mendukung lembaga-lembaga yang sudah ada. PPK tidak memperkenalkan praktek-praktek baru kepada kelompokkelompok masyarakat tetapi dapat secara efektif memanfaatkan praktek-praktek yang sudah berjalan dengan baik. Namun, ditemukan dalam studi ini kelompok-kelompok baru yang dibentuk untuk PPK: untuk menerima manfaat (kelompok kredit atau kelompok petani) atau untuk merawat PPK. PPK dapat membawa dampak positif dan negatif pada kemampuan warga desa dan kepala desa untuk bekerja sama, dan pada kemampuan warga desa untuk bekerja sama. Pengalaman-pengalaman positif dari PPK dapat diterapkan kepada proyek-proyek yang lain atau kegiatan pemeliharaan. Dengan melibatkan warga desa dalam perencanaan dan pelaksanaan proyek, PPK membantu membangun rasa percaya masyarakat pada kemampuan warga desa sendiri untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan desa dan kemauan untuk mengatasi sendiri masalah-masalah bersama atau mengelola sumberdaya bersama. Namun, jika kepala desa atau seorang pelaku PPK tidak terus terang, ini dapat merusak kemampuan bekerja sama, tidak saja antara warga desa dan pemerintah desa, tetapi juga antara warga desa sendiri seiring dengan menyebarnya rasa tidak percaya. Selain itu, di beberapa desa, persaingan sengit di dalam desa merusak kemampuan kelompok-kelompok di desa untuk bekerja sama. PPK hanya sedikit, atau tidak, membawa dampak pada perubahan peranan perempuan di desa, meski ada kasus-kasus bahwa program ini memberikan pengalaman pertama dalam bidang pembangunan kepada perempuan desa. Pada umumnya, pertemuan-pertemuan khusus untuk perempuan bermanfaat bila diselenggarakan dengan baik. Namun, peranserta perempuan mengikuti umumnya polapola daerah, dan di sebagian besar desa kaum perempuan tetap belum aktif, terutama karena alasan-alasan budaya. Program simpan pinjam perempuan umumnya tidak

7 membawa dampak menarik lebih banyak perempuan ke dalam program itu tetapi sering membawa dampak menyisihkan perempuan miskin yang merasa tidak sanggup melunasi kredit. Dalam beberapa kasus, program kredit juga membawa dampak menyisihkan perempuan dari perencanaan proyek-proyek prasarana. PPK melakukan pekerjaan yang patut diacungi jempol dalam pemberantasan kemiskinan di tingkat desa tetapi ini dilakukan dengan membantu semua warga desa, bukan degan menargetkan kelompok-kelompok yang paling miski di desa. Memberi kesempatan kepada warga desa memilih kebutuhan-kebutuhan prioritas sangat membantu pemberantasan kemiskinan di tingkat desa. Misalnya, sistem irigasi membantu pemilik tanah, tetapi juga menciptakan lebih banyak lapangan kerja bagi warga desa yang tidak memiliki tanah. Namun, praktek pengambilan keputusan berdasar suara mayoritas kadang-kadang membawa dampak tidak mendorong kelompok-kelompok kecil (sering dari tempat terpencil) untuk berperanserta. Jika kelompok-kelompok ini jauh dari pusat desa, mereka juga mungkin tidak mendapat manfaat dari proyek yang membantu mayoritas di desa itu. Di desa-desa yang telah terpenuhi kebutuhan utamanya (jalan utama, saluran irigasi utama, dsb.), proyek-proyek sekarang menentukan sebagai sasaran kelompok-kelompok lebih kecil di desa. Karena itu, menentukan secara efektif kelompok-kelompok miskin sebagai sasaran mungkin lebih penting pada masa datang. Peta sosial yang diperkenalkan dalam PPK 2 umumnya tidak digunakan. Saran Secara keseluruhan, saranp-saran di sini terfokus pada melibatkan warga desa pada tingkat RT/kelompok karena di tingkat ini warga paling banyak terlibat dan membangun PPK dari sebuah proyek yang menyusun rencana tahun demi tahun menjadi sebuah proyek yang membantu warga desa memperhitungkan kemiskinan dan pertimbangan-pertimbangan lain dalam merumuskan rencana desa untuk jangka menengah dan jangka panjang. Meskipun saran-saran dipilih dengan mempertimbangkan peranan berbagai kelompok desa dalam proses pengembangan ini, namun temanya secara menyeluruh tetap sama. Saran-saran dikelompokkan ke dalam lima bidang: peranserta kepala desa (termasuk pertanggungjawaban, pemantauan dan pengelolaan pengaduan), partisipasi (baik umum maupun khususnya perempuan), menentukan sasaran kemiskinan, perencanaan jangka panjang dan kendala dari luar. PPK hendaknya bekerja sama secara lebih efektif lagi dengan para kepala desa, dan secara terus-menerus memastikan bahwa kepala desa memahami kedudukan mereka dalam PPK dan mendukung fungsi mereka yang lebih luas sebagai pemimpin desa yang bertanggung jawab atas pembangunan desa dan sementara itu juga mendukung mekanisme pemantauan dan pertanggungjawaban yang membatasi peran kepala dalam proyek. Pertama, kepala desa hendaknya mendapat lebih banyak pelatihan tentang tujuan PPK dan peranan kepala desa dalam proyek. Sebagian besar kepala desa yang mendukung proyek ini memiliki pemahaman yang lebih baik mengenai PPK (dan ada pula yang dominan namun tidak memahami apa itu PPK). Pelatihan sebaiknya mencakup informasi dasar mengenai PPK, dan diskusi mengenai bagaimana mendorong warga desa untuk berperanserta dan mengelola proses perencanaan terdesentralisasi.

8 Kedua, PPK perlu memastikan bahwa pelaku desa (FD dan TPK terutama) dipilih secara terbuka dalam forum terbuka dan bahwa warga desa memiliki pengetahuan dasar tentang cara memantau proyek dan apa yang dapat mereka lakukan jika ada masalah. Ada bukti yang jelas bahwa pelaku PPK yang dipilih secara terbuka dalam forum terbuka memiliki ruang lingkup yang lebih besar untuk melaksanakan tugasnya dan sering menghasilkan kinerja yang lebh baik daripada rekannya yang diangkat. Karena itu, kepala desa hendaknya tidak memimpin penyelenggaraan pertemuan yang diselenggarakan untuk memilih pelaku desa (pertemuan desa yang pertama). FK hendaknya telah berada di desa sebelum pertemuan, untuk menyelenggarakan kampanye kecil-kecilan menjelaskan program dan posisi-posisi yang diisi melalui pemilihan oleh warga masyarakat. BPD dapat membantu proses ini. Kedua, jika sebuah desa memenangkan sebuah proyek, informasi mengenai pemantauan dasar hendaknya disampaikan dalam pertemuan ketiga, ketika rencana untuk pelaksanaan proyek dirumuskan. Tata cara menjelaskan mekanisme pengaduan hendaknya diperbaiki dan dipantau oleh KM. Pemeriksanaan pembukuan hendaknya dilakukan lebih sering karena sudah terbukti dapat membawa dampak membuat orang takut korupsi. Ketiga, PPK hendaknya mendukung peran kepala desa dalam perencanaan pembangunan di luar program ini. PPK saat ini mengikutsertakan kepala desa dalam proses perencanaan pembangunan. Melalui pengembangan rencana jangka panjang desa, PPK dapat membantu membangun mandat yang jelas bagi kepala desa. Pertemuan tambahan hendaknya diadakan setelah forum antar-desa guna membantu kepala desa mencari dana bagi usulan-usulan yang tersisa. PPK membantu kepala desa dengan memberikan informasi tentang proyek-proyek di kabupaten (informasi sudah dihimpun oleh KM) dan menggunakan fasilitator yang sudah ada untuk membantu kepala desa berkoordinasi dengan desa-desa lain yang memiliki kebutuhan yang sama. Desa-desa hendaknya diminta untuk mengusulkan proyek lebih banyak lagi sebagai cara untuk menentukan prioritas tugas-tugas pelaksanaan lebih lanjut bagi kepala desa. Guna meningkatkan partisipasi, PPK hendaknya dipaparkan secara lebih holistik, dengan upaya yang lebih besar untuk melibatkan semua bidang di desa. Selain itu, PPK hendaknya mengatasi masalah-masalah partisipasi yang timbul dari sistem perwakilan dengan bekerja secara lebih efektif lagi dalam sistem perwakilan itu. Tingkat partisipasi yang tinggi mungkin tidak dapat dicapai dalam sistem perwakilan, tetapi PPK hendaknya mencari cara-cara lain untuk meningkatkan arus informasi, keterbukaan dan pada akhirnya meningkatkan pertanggungjawaban. Ini dapat diupayakan dengan mengikutsertakan wakil-wakil pilihan warga desa dalam pertemuan PPK, dan upaya memastikan bahwa wakil-wakil itu melaporkan keputusan yang diambil dan diskusi yang terjadi kepada warga desa. Selain itu, fasilitator perlu menjelaskan elemenelemen kunci dari semua siklus PPK dalam semua pertemuan. Misalnya, pertemuan perencanaan hendaknya juga menyebutkan akan ada pertemuan-pertemuan pertanggungjawaban, guna membantu mengembangkan tuntutan bagi keterbukaan dan pertanggungjawaban. 2 Upaya hendaknya dilakukan untuk tidak saja menghadirkan wakilwakil dari semua dusun ke pertemuan desa, tetapi juga menyediakan waktu yang sama 2 Pendekatan ini hendaknya dimasukkan ke dalam bahan-bahan operasi, yang digunakan sebagian besar FD. Saat ini, agenda pertemuan untuk perencanaan tidak ada menyebutkan bagaimana rencana akan dilanjutkan, dan jika ada proyek yang dimenangkan, bagaimana prosesnya.

9 bagi mereka untuk mengeluarkan suara. Akhirnya, FD dan FK hendaknya mendapat pelatihan dengan fokus yang lebih banyak kepada prinsip-prinsip PPK (daripada hanya sekadar menjelaskan berbagai langkah dalam PPK) dan membahas cara-cara bagi mereka untuk mendorong penerapan prinsip-prinsip itu di desa mereka masing-masing. Untuk meningkatkan partisipasi perempuan, PPK hendaknya meletakkan fokus pada tingkat terendah (RT dan kelompok-kelompok) dan berusaha membangun ketrampilan bagi pertemuan khusus untuk perempuan, pertemuan campuran dan, pada akhirnya, bagi forum antar desa. Di berbagai daerah, KDP masih perlu berusaha keras untuk mendorong peranserta kaum perempuan, sedangkan di tempat-tempat lain, KDP masih perlu memasukkan nilai tambah ke dalam pengalaman-pengalaman kaum perempuan agar kaum perempuan terus mendapat manfaat dari pengalaman-pengalaman mereka di PPK. Kebutuhan untuk mendorong kedua hal ini dapat dipenuhi dengan cara mendorong lebih besar lagi di tingkat bawah tidak saja kegiatan menghimpun pemikiranpemikiran, tetapi juga mengembangkan argumen-argumen dasar dan kemampuan berbicara guna memungkinkan kaum perempuan menyampaikan pendapat mereka. Fasilitator (laki-laki dan perempuan) hendaknya mendapat pelatihan tambahan tentang cara-cara mendorong kaum perempuan untuk berpartisipasi. SPP hendaknya dievaluasi ulang, dan tujuannya lebih diperjelas. Setidak-tidaknya, SPP jangan hendaknya sampai menyisihkan kaum perempuan dari proses PPK atau menutup pintu bagi mereka untuk mengusulkan kegiatan-kegiatan bukan-kredit. PPK hendaknya menciptakan ruang yang lebih luas untuk membahas sasaransasaran kemiskinan dengan meletakkan fokus pada perencanaan desa jangka menengah dan jangka panjang. Guna menunjukkan ada tekad untuk fokus pada perencanaan multi-tahun, maka hendaknya dimungkinkan untuk mengajukan lebih banyak usulan dalam satu siklus, dan diteruskan ke tahun berikut jika tidak mendapat dana. Dalam proses perencanaan tahun-demi-tahun yang menggunakan sistem pemungutan suara mayoritas, kaum termiskin cenderung kalah oleh golongan mayoritas. Namun, jika proyek-proyek dapat disusun menurut prioritas untuk jangka waktu yang lebih panjang, warga desa yang miskin memiliki ruang yang lebih luas untuk berunding. Peta sosial hendaknya digunakan secara lebih efektif dalam proses perencanaan desa jangka panjang ini. Pendekatan ini juga berarti bahwa praktek-praktek fasilitasi perlu diubah dari mengulang proses yang sama dari tahun ke tahun menjadi membangun dan memperbarui hasil-hasil yang telah dicapai sebelumnya. Guna menunjukkan ada tekad untuk mendanai proyek-proyek yang lebih beraneka ragam, warga desa hendaknya diberi kesempatan untuk mengajukan proyek satu lagi dan didorong untuk melaksanakan proyek-proyek dari tahun sekarang ke tahun berikutnya. Fasilitator hendaknya membahas kemungkinan-kemungkinan mendapat sumber dana yang lain, termasuk anggaran desa. Seperti telah disebutkan di atas, kepala desa hendaknya didorong untuk mengawal dan mengusahakan agar usulan-usalan yang masih tersisa mendapat dana. Untuk mendorong diterimanya prinsip-prinsp PPK, perlu perubahan dalam iklim politik luar: warga desa membutuhkan lebih banyak alat untuk meminta pertanggungjawaban dari pemerintah desa dan informasi yang lebih baik mengenai sumberdaya yang tersedia untuk dimanfaatkan desa. Untuk mengatasi masalahmasalah ini, studi ini mengajukan beberapa saran. Langkah pertama yang penting adalah

10 memulihkan status BPD sebagai badan perwakilan. Jika BPD berperan sebagai lembaga yang memantau pemerintah desa dan mendukung pembangunan desa, BPD merupakan kekayaan bagi desa. Memungkinkan BPD memenuhi harapan-harapan awal dan membangun di atas hasil-hasil terbatas yang dicapai, dapat mendorong banyak desa. Kedua, informasi dasar hendakya dapat diperoleh warga desa dengan lebih mudah, terutama informasi mengenai anggaran desa. Warga desa hendaknya mengetahui kapan dana desa dikeluarkan dan kapan anggaran desa disusun. Hasi-hasil proses perencanaan musrenbang (Rakorbang II) hendaknya juga terbuka dan lebih jelas sehingga warga desa dan pejabat pemerintah desa dapat menelusuri usulan-usulan. Dana hendaknya disediakan untuk usulan-usulan musrenbang guna memperbesar kemungkinan untuk mendapat dana bagi proyek.

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

STUDI KELOMPOK MARJINAL

STUDI KELOMPOK MARJINAL Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat http://pnpm support.org/marginalized study 2010 (JUNI 2010) SERI RINGKASAN STUDI 2 Studi Kelompok Marginal Struktur Sosial Ekonomi dan Pengambilan Keputusan

Lebih terperinci

TINJAUAN PROGRAM PEMBANGUNAN PRASARANA DAN SARANA DESA POLA IMBAL SWADAYA

TINJAUAN PROGRAM PEMBANGUNAN PRASARANA DAN SARANA DESA POLA IMBAL SWADAYA TINJAUAN PROGRAM PEMBANGUNAN PRASARANA DAN SARANA DESA POLA IMBAL SWADAYA Deskripsi Kegiatan. Menurut Pemerintah Kabupaten Bogor pembangunan merupakan suatu proses perubahan untuk menuju ke arah yang lebih

Lebih terperinci

TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA

TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BREBES, Menimbang : a. Bahwa dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan

Lebih terperinci

BUPATI PASER PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN BUPATI PASER NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI PASER PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN BUPATI PASER NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI PASER PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN BUPATI PASER NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DESA DAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DESA DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

LEMBAGA KEUANGAN MIKRO DALAM KERANGKA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN MISKIN 1 Nani Zulminarni 2

LEMBAGA KEUANGAN MIKRO DALAM KERANGKA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN MISKIN 1 Nani Zulminarni 2 LEMBAGA KEUANGAN MIKRO DALAM KERANGKA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN MISKIN 1 Nani Zulminarni 2 Sebagian besar penduduk miskin di Indonesia adalah perempuan, dan tidak kurang dari 6 juta mereka adalah kepala rumah

Lebih terperinci

PENJELASAN VI PENULISAN USULAN DAN VERIFIKASI

PENJELASAN VI PENULISAN USULAN DAN VERIFIKASI PENJELASAN VI PENULISAN USULAN DAN VERIFIKASI Penjelasan VI terdiri dari dua bagian, yaitu Penulisan Usulan Desa dan Verifikasi. Bagian penulisan usulan berisi penjelasan tentang cara menuliskan usulan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS 1 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 5 TAHUN 2015 BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang :

Lebih terperinci

BUKU PEGANGAN PELATIH MASYARAKAT PENINGKATAN KUALITAS KEGIATAN KESEHATAN DALAM PNPM MANDIRI PERDESAAN

BUKU PEGANGAN PELATIH MASYARAKAT PENINGKATAN KUALITAS KEGIATAN KESEHATAN DALAM PNPM MANDIRI PERDESAAN BUKU PEGANGAN PELATIH MASYARAKAT PENINGKATAN KUALITAS KEGIATAN KESEHATAN DALAM PNPM MANDIRI PERDESAAN 11/4/2010 [DAFTAR ISI] KATA PENGANTAR...3 CARA MENGGUNAKAN BUKU INI...4 PELAKSANAAN PELATIHAN MASYARAKAT...8

Lebih terperinci

PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG, PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI PANDEGLANG NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KEUANGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG, Menimbang : bahwa berdasarkan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN MELAWI NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN MELAWI NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH +- PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN MELAWI NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MELAWI, Menimbang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS HULU

PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS HULU PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS HULU Menimbang : PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS HULU NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KAPUAS HULU, a. bahwa dalam

Lebih terperinci

WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 35 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KEUANGAN DESA

WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 35 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KEUANGAN DESA SALINAN WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 35 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KEUANGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BATU, Menimbang : a. bahwa untuk

Lebih terperinci

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA SALINAN BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, Menimbang

Lebih terperinci

SURAT KEPUTUSAN KEPALA DESA KEDUNGASRI KECAMATAN TEGALDLIMO KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR : 188/ 16 /KEP / /2016

SURAT KEPUTUSAN KEPALA DESA KEDUNGASRI KECAMATAN TEGALDLIMO KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR : 188/ 16 /KEP / /2016 PEMERINTAH KABUPATEN BANYUWANGI KECAMATAN TEGALDLIMO DESA KEDUNGASRI Jln.Plengkung Indah No.159. kode pos (68484) email : kantordesakedungasri@gmail.com website : kedungasri.desa.id SURAT KEPUTUSAN KEPALA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOLITOLI NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOLITOLI NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOLITOLI NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH DAN PELAKSANAAN MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN TOLITOLI DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA TAHUN 2006 NOMOR 18

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA TAHUN 2006 NOMOR 18 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA TAHUN 2006 NOMOR 18 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 18 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BUPATI BONDOWOSO PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI BONDOWOSO PROVINSI JAWA TIMUR BUPATI BONDOWOSO PROVINSI JAWA TIMUR Rancangan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BONDOWOSO, Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 58 TAHUN : 2006 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 58 TAHUN : 2006 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 58 TAHUN : 2006 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA CIMAHI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PNPM MANDIRI PERDESAAN

PNPM MANDIRI PERDESAAN PNPM MANDIRI PERDESAAN Oleh : DIREKTUR JENDERAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN DESA KEMENTERIAN DALAM NEGERI PNPM MANDIRI PERDESAAN Merupakan salah satu upaya pemerintah untuk menurunkan kemiskinan dan pengangguran

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN DESA

BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN DESA BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, Menimbang : a. bahwa pembangunan

Lebih terperinci

International IDEA, Strömsborg, Stockholm, Sweden Phone , Fax: Web:

International IDEA, Strömsborg, Stockholm, Sweden Phone , Fax: Web: Extracted from Democratic Accountability in Service Delivery: A practical guide to identify improvements through assessment (Bahasa Indonesia) International Institute for Democracy and Electoral Assistance

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA SALINAN PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI WONOSOBO, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN ALOR

PEMERINTAH KABUPATEN ALOR PEMERINTAH KABUPATEN ALOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ALOR, Menimbang: a. bahwa untuk

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 58 TAHUN : 2006 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 58 TAHUN : 2006 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 58 TAHUN : 2006 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA CIMAHI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN DESA BUPATI JEMBRANA,

BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN DESA BUPATI JEMBRANA, BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN DESA BUPATI JEMBRANA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 43 Peraturan Menteri

Lebih terperinci

Pemerintahan Desa diselenggarakan oleh Pemerintah Desa

Pemerintahan Desa diselenggarakan oleh Pemerintah Desa PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DESA BERDASARKAN PERDA KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 3 TAHUN 2015 Pemerintahan Desa diselenggarakan oleh Pemerintah Desa Pemerintah Desa adalah kepala Desa yang dibantu oleh perangkat

Lebih terperinci

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 37 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 37 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 37 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DESA DI KABUPATEN TANAH

Lebih terperinci

BUPATI LAMONGAN PERATURAN BUPATI LAMONGAN NOMOR 22 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KEUANGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

BUPATI LAMONGAN PERATURAN BUPATI LAMONGAN NOMOR 22 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KEUANGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, SALINAN BUPATI LAMONGAN PERATURAN BUPATI LAMONGAN NOMOR 22 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KEUANGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI LAMONGAN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PEMERINTAHAN KABUPATEN BINTAN

PEMERINTAHAN KABUPATEN BINTAN PEMERINTAHAN KABUPATEN BINTAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BINTAN, Menimbang:

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN TANA TORAJA PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANA TORAJA NOMOR : 6 TAHUN 2006 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN

PEMERINTAH KABUPATEN TANA TORAJA PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANA TORAJA NOMOR : 6 TAHUN 2006 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN PEMERINTAH KABUPATEN TANA TORAJA PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANA TORAJA NOMOR : 6 TAHUN 2006 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANA TORAJA, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

BUPATI TULUNGAGUNG PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN DESA

BUPATI TULUNGAGUNG PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN DESA BUPATI TULUNGAGUNG PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TULUNGAGUNG, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi Daerah merupakan fenomena yang sangat dibutuhkan dalam era

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi Daerah merupakan fenomena yang sangat dibutuhkan dalam era BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Otonomi Daerah merupakan fenomena yang sangat dibutuhkan dalam era globalisasi, demokratisasi, terlebih dalam era reformasi. Bangsa dan negara Indonesia menumbuhkan

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PENGELOLAAN PEMBANGUNAN PARTISIPATIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI INDRAGIRI

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG, PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, PENGGABUNGAN DESA DAN PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelaksanaan otonomi daerah berdampak pada pergeseran sistem pemerintahan dari sistem sentralisasi ke sistem desentralisasi, yaitu dari pemerintah pusat kepada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (NSB) termasuk Indonesia sering berorientasi kepada peningkatan pertumbuhan

I. PENDAHULUAN. (NSB) termasuk Indonesia sering berorientasi kepada peningkatan pertumbuhan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Program ekonomi yang dijalankan negara-negara Sedang Berkembang (NSB) termasuk Indonesia sering berorientasi kepada peningkatan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB)

Lebih terperinci

BUPATI MURUNG RAYA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI MURUNG RAYA NOMOR 07 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI MURUNG RAYA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI MURUNG RAYA NOMOR 07 TAHUN 2016 TENTANG . BUPATI MURUNG RAYA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI MURUNG RAYA NOMOR 07 TAHUN 2016 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG ESA BUPATI MURUNG

Lebih terperinci

SALINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GUNUNGKIDUL,

SALINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GUNUNGKIDUL, SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG TAHAPAN, TATA CARA PENYUSUNAN, PENGENDALIAN, DAN EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PELEMBAGAAN PARTISIPASI MASYARAKAT DESA MELALUI PEMBANGUNAN BKM

PELEMBAGAAN PARTISIPASI MASYARAKAT DESA MELALUI PEMBANGUNAN BKM PELEMBAGAAN PARTISIPASI MASYARAKAT DESA MELALUI PEMBANGUNAN BKM Oleh: Donny Setiawan * Pada era demokratisasi sebagaimana tengah berjalan di negeri ini, masyarakat memiliki peran cukup sentral untuk menentukan

Lebih terperinci

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR 1 BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 35 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 21 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN ALOKASI DANA DESA DENGAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 09 TAHUN 2008 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA/KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 09 TAHUN 2008 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA/KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 09 TAHUN 2008 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA/KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU TIMUR, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUANTAN SINGINGI, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT - 270 - PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA/KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG SALINAN BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAH DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setelah Orde Baru jatuh dikarenakan reformasi maka istilah Good

BAB I PENDAHULUAN. Setelah Orde Baru jatuh dikarenakan reformasi maka istilah Good BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setelah Orde Baru jatuh dikarenakan reformasi maka istilah Good Governance begitu popular. Hampir di setiap peristiwa penting yang menyangkut masalah pemerintahan,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 12 Tahun : 2012 Seri : E PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG TAHAPAN, TATA

Lebih terperinci

PETUNJUK TEKNIS PENYELENGGARAAN MUSRENBANG DESA/ KELURAHAN

PETUNJUK TEKNIS PENYELENGGARAAN MUSRENBANG DESA/ KELURAHAN PETUNJUK TEKNIS PENYELENGGARAAN MUSRENBANG DESA/ KELURAHAN A. Pengertian 1. Musrenbang Desa/ Kelurahan adalah forum musyawarah tahunan yang dilaksanakan secara partisipatif oleh para pemangku kepentingan

Lebih terperinci

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN DAN TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DESA DAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DESA DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BUPATI BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI,

BUPATI BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI, BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN, PENGENDALIAN DAN EVALUASI RENCANA PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BUPATI BLORA PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 8 TAHUN TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KEUANGAN DESA DI KABUPATEN BLORA

BUPATI BLORA PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 8 TAHUN TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KEUANGAN DESA DI KABUPATEN BLORA BUPATI BLORA PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 8 TAHUN 201515 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KEUANGAN DESA DI KABUPATEN BLORA BUPATI BLORA, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 43 Peraturan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LD. 6 2008 R PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT, Menimbang

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 41 TAHUN : 2017 PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 39 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DESA DAN RENCANA KERJA PEMERINTAH

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PENGENDALIAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA PEMBANGUNAN DESA DENGAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HULU SUNGAI UTARA, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN SALINAN BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BINTAN TAHUN 2008 NOMOR 4

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BINTAN TAHUN 2008 NOMOR 4 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BINTAN TAHUN 2008 NOMOR 4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 24 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DAN PELAKSANAAN MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

Siklus PNPM Mandiri - Perkotaan

Siklus PNPM Mandiri - Perkotaan BUKU 1 SERI SIKLUS PNPM- Mandiri Perkotaan Siklus PNPM Mandiri - Perkotaan 3 Membangun BKM 2 Pemetaan Swadaya KSM 4 BLM PJM Pronangkis 0 Rembug Kesiapan Masyarakat 1 Refleksi Kemiskinan 7 Review: PJM,

Lebih terperinci

BUPATI KUNINGAN PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG KEUANGAN DESA

BUPATI KUNINGAN PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG KEUANGAN DESA BUPATI KUNINGAN PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG KEUANGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUNINGAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa pengaturan

Lebih terperinci

ANALISA DI TINGKAT MASYARAKAT

ANALISA DI TINGKAT MASYARAKAT 1 Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat http://pnpm support.org/governance review 2012 SERI RINGKASAN STUDI (MEI 2012) 2 Apa Yang Dimaksud Dengan Pnpm Perdesaan? Mengapa Tata Kelola Yang

Lebih terperinci

Memperkuat Partisipasi Warga dalam Tata Kelola Desa : Mendorong Kepemimpinan Perempuan

Memperkuat Partisipasi Warga dalam Tata Kelola Desa : Mendorong Kepemimpinan Perempuan Memperkuat Partisipasi Warga dalam Tata Kelola Desa : Mendorong Kepemimpinan Perempuan Pusat Kajian Politik (Puskapol) FISIP Universitas Indonesia 14 Desember 2015 PROGRAM PENGUATAN PARTISIPASI PEREMPUAN

Lebih terperinci

BUPATI ALOR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

BUPATI ALOR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR BUPATI ALOR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN BUPATI ALOR NOMOR 20 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PELESTRAIAN ASET HASIL KEGIATAN PROGRAM NASONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT-MANDIRI PEDESAAN DI KABUPATEN

Lebih terperinci

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 81 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 81 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 81 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGERANG, Menimbang : bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO

PEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO PEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO PERATURAN DAERAH KABUPATEN JENEPONTO NOMOR : TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JENEPONTO Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 29 TAHUN 2006 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 29 TAHUN 2006 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 29 TAHUN 2006 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang WALIKOTA BANJAR, : a. bahwa dalam rangka pemberdayaan dan peningkatan kualitas

Lebih terperinci

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR 1 BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 21 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN ALOKASI DANA DESA DENGAN

Lebih terperinci

- 1 - BUPATI BOYOLALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG

- 1 - BUPATI BOYOLALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG - 1 - BUPATI BOYOLALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, PENGGABUNGAN DESA DAN KELURAHAN SERTA PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PEDOMAN PELAKSANAAN ALOKASI DANA DESA

PEDOMAN PELAKSANAAN ALOKASI DANA DESA LAMPIRAN I PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 21 TAHUN 2015 TENTANF PEDOMAN PELAKSANAAN ALOKASI DANA DESA PEDOMAN PELAKSANAAN ALOKASI DANA DESA

Lebih terperinci

EVALUASI PROGRAM BANTUAN KEUANGAN DESA

EVALUASI PROGRAM BANTUAN KEUANGAN DESA EVALUASI PROGRAM BANTUAN KEUANGAN DESA (BANTUAN KEUANGAN PEUMAKMU GAMPONG, BKPG) DI PROVINSI ACEH Latar Belakang dan Dasar Pemikiran Provinsi Aceh telah mencatat kemajuan yang mengesankan menuju pemulihan

Lebih terperinci

BUPATI MAJENE PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJENE NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI MAJENE PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJENE NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAJENE PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJENE NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAJENE, Menimbang: a. bahwa berdasarkan ketentuan Peraturan

Lebih terperinci

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 35 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 35 TAHUN 2011 TENTANG BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 35 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN, TUGAS POKOK, FUNGSI DAN ORGANISASI LEMBAGA KEMASYARAKATAN KELURAHAN BUPATI PURWOREJO, Menimbang : a. bahwa dengan ditetapkannya

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 13 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 13 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 13 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan dalam

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA SUKABUMI

BERITA DAERAH KOTA SUKABUMI BERITA DAERAH KOTA SUKABUMI TAHUN 2009 NOMOR 27 PERATURAN WALIKOTA SUKABUMI Tanggal : 29 Desember 2009 Nomor : 27 Tahun 2009 Tentang : PETUNJUK PELAKSANAAN PEMBENTUKAN DAN BUKU ADMINISTRASI RUKUN WARGA

Lebih terperinci

Oleh: Elfrida Situmorang

Oleh: Elfrida Situmorang 23 Oleh: Elfrida Situmorang ELSPPAT memulai pendampingan kelompok perempuan pedesaan dengan pendekatan mikro kredit untuk pengembangan usaha keluarga. Upaya ini dimulai sejak tahun 1999 dari dua kelompok

Lebih terperinci

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN DESA DI KABUPATEN TANAH BUMBU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

WALIKOTA BATAM PERATURAN DAERAH KOTA BATAM NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG

WALIKOTA BATAM PERATURAN DAERAH KOTA BATAM NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG WALIKOTA BATAM PERATURAN DAERAH KOTA BATAM NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH DAN PELAKSANAAN MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA BATAM DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

Himpunan Peraturan Daerah Kabupaten Purbalingga Tahun

Himpunan Peraturan Daerah Kabupaten Purbalingga Tahun LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 18 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DESA DAN RENCANA KERJA

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT. Nomor 11 Tahun 2007 Seri E Nomor 11 Tahun 2007 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT NOMOR 11 TAHUN 2007

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT. Nomor 11 Tahun 2007 Seri E Nomor 11 Tahun 2007 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT NOMOR 11 TAHUN 2007 1 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT Nomor 11 Tahun 2007 Seri E Nomor 11 Tahun 2007 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

Optimalisasi Unit Pengelola Keuangan dalam Perguliran Dana sebagai Modal Usaha

Optimalisasi Unit Pengelola Keuangan dalam Perguliran Dana sebagai Modal Usaha Optimalisasi Unit Pengelola Keuangan dalam Perguliran Dana sebagai Modal Usaha I. Pendahuluan Situasi krisis yang berkepanjangan sejak akhir tahun 1997 hingga dewasa ini telah memperlihatkan bahwa pengembangan

Lebih terperinci

Pengelolaan Keuangan Desa Dalam Kerangka Tata Pemerintahan Yang Baik

Pengelolaan Keuangan Desa Dalam Kerangka Tata Pemerintahan Yang Baik Pengelolaan Keuangan Desa Dalam Kerangka Tata Pemerintahan Yang Baik Keuangan desa adalah barang publik (public goods) yang sangat langka dan terbatas, tetapi uang sangat dibutuhkan untuk membiayai banyak

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HULU SUNGAI SELATAN, Menimbang : a. b. c. Mengingat : 1.

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pemberdayaan masyarakat

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 5 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 5 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 5 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG TAHAPAN, TATA CARA PENYUSUNAN, PENGENDALIAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 18 TAHUN 2007 TENTANG MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN KELURAHAN DAN KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 18 TAHUN 2007 TENTANG MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN KELURAHAN DAN KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 18 TAHUN 2007 TENTANG MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN KELURAHAN DAN KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KUPANG, Menimbang : a. bahwa sehubungan dengan

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI GROBOGAN NOMOR 42 TAHUN 2010 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GROBOGAN,

PERATURAN BUPATI GROBOGAN NOMOR 42 TAHUN 2010 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GROBOGAN, PERATURAN BUPATI GROBOGAN NOMOR 42 TAHUN 2010 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GROBOGAN, Menimbang : a. bahwa berdasarkan ketentuan pasal 63 Peraturan Pemerintah

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN. (Lembaran Resmi Kabupaten Sleman) Nomor: 2 Tahun 2014 Seri E BUPATI SLEMAN PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN. (Lembaran Resmi Kabupaten Sleman) Nomor: 2 Tahun 2014 Seri E BUPATI SLEMAN PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN (Lembaran Resmi Kabupaten Sleman) Nomor: 2 Tahun 2014 Seri E BUPATI SLEMAN PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BOJONEGORO

PEMERINTAH KABUPATEN BOJONEGORO Salinan PEMERINTAH KABUPATEN BOJONEGORO PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOJONEGORO NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BOJONEGORO, Menimbang Mengingat : a. bahwa Peraturan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PONOROGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PONOROGO NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN

PEMERINTAH KABUPATEN PONOROGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PONOROGO NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN S A L I N A N PEMERINTAH KABUPATEN PONOROGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PONOROGO NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PONOROGO, Menimbang

Lebih terperinci

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DESA (RPJMDes)

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DESA (RPJMDes) 6 RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DESA (RPJMDes) Deskripsi Singkat Topik : Pokok Bahasan : RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DESA (RPJMDes) Waktu : 4 (empat) kali tatap muka pelatihan (selama 400

Lebih terperinci

Implementasi Program Pemberdayaan Masyarakat Upaya penanggulangan kemiskinan yang bertumpu pada masyarakat lebih dimantapkan kembali melalui Program

Implementasi Program Pemberdayaan Masyarakat Upaya penanggulangan kemiskinan yang bertumpu pada masyarakat lebih dimantapkan kembali melalui Program Implementasi Program Pemberdayaan Masyarakat Upaya penanggulangan kemiskinan yang bertumpu pada masyarakat lebih dimantapkan kembali melalui Program Pengembangan Kecamatan (PPK) mulai tahun Konsepsi Pemberdayaan

Lebih terperinci

BUPATI KAPUAS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KAPUAS NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KEUANGAN DESA

BUPATI KAPUAS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KAPUAS NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KEUANGAN DESA SALINAN BUPATI KAPUAS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KAPUAS NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KEUANGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KAPUAS, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 9 TAHUN 2006

PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 9 TAHUN 2006 PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAHAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP Menimbang:

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2009 NOMOR 10 SERI E

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2009 NOMOR 10 SERI E LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2009 NOMOR 10 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

newsletter Terbitan No. 1, Mei 2009

newsletter Terbitan No. 1, Mei 2009 newsletter Terbitan No. 1, Mei 2009 Mengapa Kebudayaan? Tujuan, Komponen Utama Bagaimana cara kerjanya?, Tentang PNPM Mandiri Perdesaan, Kegiatan Kegiatan Mendatang Kegiatan Budaya Meramaikan Pertemuan

Lebih terperinci

BAB 14 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI

BAB 14 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI BAB 14 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH Draft 12 Desember 2004 A. PERMASALAHAN Belum optimalnya proses desentralisasi dan otonomi daerah yang disebabkan oleh perbedaan persepsi para

Lebih terperinci

B U P A T I S I M A L U N G U N PAMATANG RAYA SUMATERA UTARA Kode Pos 21162

B U P A T I S I M A L U N G U N PAMATANG RAYA SUMATERA UTARA Kode Pos 21162 B U P A T I S I M A L U N G U N PAMATANG RAYA SUMATERA UTARA Kode Pos 21162 PERATURAN BUPATI SIMALUNGUN NOMOR : TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NAGORI KABUPATEN SIMALUNGUN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MAMUJU Jl. Soekarno Hatta No. 17 Telp (0426) Kode Pos Mamuju

PEMERINTAH KABUPATEN MAMUJU Jl. Soekarno Hatta No. 17 Telp (0426) Kode Pos Mamuju PEMERINTAH KABUPATEN MAMUJU Jl. Soekarno Hatta No. 17 Telp (0426) 21295 Kode Pos 51911 Mamuju PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAMUJU NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BUPATI SERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN DESA

BUPATI SERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN DESA SALINAN BUPATI SERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERANG, Menimbang : a. bahwa untuk

Lebih terperinci