PENGARUH GELOMBANG DAN ARUS PERMUKAAN LAUT YANG DIBANGKITKAN ANGIN TERHADAP EKOSTRUKTUR IKAN TERUMBU DI KARANG KEPULAUAN SERIBU

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGARUH GELOMBANG DAN ARUS PERMUKAAN LAUT YANG DIBANGKITKAN ANGIN TERHADAP EKOSTRUKTUR IKAN TERUMBU DI KARANG KEPULAUAN SERIBU"

Transkripsi

1 PENGARUH GELOMBANG DAN ARUS PERMUKAAN LAUT YANG DIBANGKITKAN ANGIN TERHADAP EKOSTRUKTUR IKAN TERUMBU DI KARANG LEBAR, KEPULAUAN SERIBU MUCHAMAD GUFRON SKRIPSI DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

2 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: PENGARUH GELOMBANG DAN ARUS PERMUKAAN LAUT YANG DIBANGKITKAN ANGIN TERHADAP EKOSTRUKTUR IKAN TERUMBU DI KARANG LEBAR, KEPULAUAN SERIBU adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Skripsi ini. Bogor, Agustus 2012 MUCHAMAD GUFRON C

3 RINGKASAN MUCHAMAD GUFRON. Pengaruh Gelombang dan Arus Permukaan Laut yang Dibangkitkan Angin Terhadap Ekostruktur Ikan Terumbu di Karang Lebar, Kepulauan Seribu. Dibimbing oleh NYOMAN METTA NYANAKUMARA NATIH dan ADRIANI SUNUDDIN. Di ekosistem laut, faktor fisik yang memengaruhi distribusi antar spesies dari pesisir hingga laut lepas adalah salinitas, suhu, dan pergerakan massa air. Di ekosistem terumbu karang, komunitas ikan terumbu merupakan biota yang terlihat jelas kelimpahan, keanekaragaman dan peranannya (baik secara ekologis dan ekonomis) di dalam ekosistem terumbu karang. Keberadaan dan sebaran ikan terumbu di terumbu karang tidak lepas dari pengaruh faktor fisik perairan seperti gelombang dan arus permukaan. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji karakteristik gelombang dan arus permukaan yang dibangkitkan angin untuk periode bulan Juni di perairan Karang Lebar, Kepulauan Seribu serta menganalisis struktur komunitas ikan terumbu dan keterkaitannya terhadap dinamika oseanografi permukaan laut. Parameter yang dikaji dalam penelitian ini adalah angin, dan hidrodinamika permukaan di wilayah terumbu yang dibangkitkan oleh angin (gelombang dan arus permukaan), serta komunitas ikan terumbu. Data angin dan gelombang permukaan diperoleh dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Maritim (BMKG) yang digunakan untuk mengetahui karakteristik dinamika arus dan gelombang di perairan Karang Lebar, Kepulauan Seribu. Data in situ arus permukaan diperoleh dari penelitian Siregar (2009), Setyawan (2008), dan Rachmawati (2010), sedangkan data ikan terumbu diperoleh dari Siregar (2008). Pengukuran arus in situ menggunakan alat floating dredge sedangkan pengamatan ikan menggunakan sensus visual pada transek sabuk di kedalaman 3-5 meter. Karakteristik angin selama tiga tahun memiliki kecepatan angin rataan sebesar 2,1-3,6 m/s dan termasuk kategori tenang, namun mampu membangkitkan gelombang dengan tinggi mencapai 0,15 m. Secara umum, dinamika gelombang permukaan selama tiga tahun memiliki frekuensi yang berbanding lurus terhadap tinggi gelombang. Kondisi gelombang dan arus yang bergerak di perairan Karang Lebar memiliki ketergantungan terhadap profil batimetri yang dilewati perairan tersebut dan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap distribusi ikan terumbu yang ada di dalam perairan Kepulauan Seribu. Secara umum jenis ikan terumbu yang paling umum mendiami perairan Karang Lebar adalah ikan planktivora. Total biomassa ikan di daerah leeward lebih tinggi dibandingkan dengan daerah windward. Komunitas ikan terumbu menunjukkan nilai indeks keanekaragaman dan keseragaman tertinggi di Stasiun 1 dan terendah di Stasiun 8, sedangkan nilai indeks dominansi tertinggi di Stasiun 8 dan terendah di Stasiun 1. Hasil analisis koresponden menunjukkan bahwa dinamika arus dan gelombang permukaan, khususnya dibangkitkan oleh angin, memengaruhi sebaran biomassa ikan terumbu khususnya di perairan terumbu yang terpapar (exposed) gelombang..

4 Hak cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin dari Institut Pertanian Bogor

5 PENGARUH GELOMBANG DAN ARUS PERMUKAAN LAUT YANG DIBANGKITKAN ANGIN TERHADAP EKOSTRUKTUR IKAN TERUMBU DI KARANG LEBAR, KEPULAUAN SERIBU MUCHAMAD GUFRON SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Kelautan pada Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

6 SKRIPSI Judul Skripsi : Pengaruh Gelombang dan Arus Permukaan Laut Yang Dibangkitkan Angin Terhadap Ekostruktur Ikan Terumbu di Karang Lebar, Kepulauan Seribu Nama Mahasiswa : Muchamad Gufron Nomor Pokok : C Departemen : Ilmu dan Teknologi Kelautan Menyetujui, Dosen Pembimbing Ketua Anggota Dr. Ir. Nyoman Metta N. Natih, M.Si Adriani Sunuddin, S.Pi M.Si NIP NIP Mengetahui, Ketua Departemen ITK Prof. Dr. Ir. Setyo Budi Susilo, M.Sc NIP Tanggal Ujian: 1 Juni 2012

7 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas semua rahmat dan karunia yang telah diberikan-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi berjudul Pengaruh Gelombang Dan Arus Permukaan Laut Yang Dibangkitkan Angin Terhadap Ekostruktur Ikan Terumbu Di Karang Lebar, Kepulauan Seribu. Penelitian ini merupakan tugas akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan di Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan yaitu Sarjana Ilmu Kelautan. Penulis menyadari banyak pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini. Ucapan terima kasih dengan tulus penulis sampaikan terutama: 1. Keluarga tercinta ayah, ibu, dan adik atas do a, dukungan, motivasi, dan pengertian kepada penulis. 2. Dr. Ir. Nyoman Metta N. Natih dan Adriani Sunuddin S.Pi, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingan. 3. Dr. Ir. Vincentius P. Siregar, Fadhilah Rahmawati, dan Edy Setyawan selaku sumber data pada penelitian ini. 4. Fisheries Diving Club (FDC-IPB) atas pendidikan dan pelatihan yang diberikan, sehingga memberikan pengalaman yang berharga, khususnya diklat 26 dan 27 FDC sebagai teman seperjuangan secara fisik maupun mental. 5. Seluruh warga ITK terutama ITK angkatan 44 atas dukungan, dan kebersamaannya. 6. Didit A. Saputra, Arief R., Rr. Niken Ambarsari dan Waode Khairunnisa yang memberikan semangat, arahan, perhatian selama penulis menyelesaikan tugas akhir skripsi. Semoga hasil karya yang telah dilaksanakan oleh penulis dapat memberikan manfaat bagi pengembangan pengetahuan di bidang perikanan dan ilmu kelautan. Bogor, Agustus 2012 Penulis vii

8 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... x xi xii 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Geografis dan Iklim di Kepulauan Seribu Karakteristik dan Jenis Gelombang Karakteristik dan Jenis Arus Laut Ekosistem Terumbu Karang Karang Terumbu Ikan Terumbu Distribusi Ikan Terumbu Stuktur Komunitas Ikan Terumbu Uji Deskriptif Ekostruktur Ikan Terumbu dan Hidrodinamika Koefisien Kesamaan (Index of Similatiry) Analisis Pengelompokkan (Cluster Analysis) Analisis Koresponden (Correspondence Analysis) METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian Alat dan Set Data Penelitian Metode Penelitian Analisis Data Komunitas Ikan Terumbu Kelimpahan Ikan Indeks Ekologi Indeks Keanekaragaman (H ) Indeks Keseragaman (E) Indeks Dominansi (C) Biomassa Ikan Indeks Kesamaan (Index of Similarity) HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Arah dan Kecepatan Angin Karakteristik Hidrodinamika Kondisi Gelombang Permukaan Berdasarkan Frekuensi viii

9 ix dan Tinggi Keterkaitan antara Gelombang dengan Kecepatan Arus Permukaan Ekostruktur Komunitas Ikan Terumbu Biodiversitas Ikan Terumbu Indeks Ekologi Uji Deskriptif Ekostruktur Ikan Terumbu dan Hidrodinamika di Perairan Karang Lebar Pengelompokkan Komunitas Ikan Terumbu Keterkaitan antara Komunitas Ikan Terumbu dengan Hidrodinamika Permukaan Laut KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP ix

10 DAFTAR TABEL Halaman 1. Kriteria pemakaian koefisien kesamaan biner dan kuantitas Titik koordinat lokasi pengambilan data Alat dan set data Jenjang trofik masing-masing famili ikan terumbu di kelompok Kondisi habitat ikan terumbu di Karang Lebar x

11 DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Peta Lokasi Penelitian di Perairan Karang Lebar, Kepulauan Seribu, Jakarta Diagram Alir Penelitian Pola Pergerakan Angin Bulan Juni Selama Tiga Tahun di Perairan Teluk Jakarta, Jakarta Utara Dinamika Gelombang Permukaan Tiap Bulan Juni Pada Tahun dan 2009 di Teluk Jakarta, Jakarta Utara Karakterteristik Hubungan Arus dan Tinggi Gelombang Permukaan Air Laut Musim Timur di Kepulauan Seribu Kelimpahan Ikan Terumbu di Karang Lebar Profil Arus, Gelombang, Kelimpahan dan BiomassaIkan Terumbu Berdasarkan Trophic Level di Karang Lebar Indeks Keanekaragaman (H ), Keseragaman (E) dan Dominansi (C) di Karang Lebar Dendogram Pengelompokkan Berdasarkan Famili Ikan Terumbu di Perairan Karang Lebar Dendogram Pengelompokkan Berdasarkan Lokasi Pengamatan Ikan Terumbu di Karang Lebar Analisis Koresponden Hubungan antara Gelombang dan Arus Permukaan Terhadap Ikan Terumbu di Tiap Stasiun xi

12 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Tabulasi Data Angin, Tinggi dan Periode Gelombang di Teluk Jakarta Tabulasi Data Arus Permukaan Air Laut di Perairan Karang Lebar dan sekitarnya Tabulasi Data Ikan Terumbu yang Teridentifikasi di Perairan Karang Lebar Matriks Data Analisis Koresponden di Perairan Karang Lebar Hasil Keterkaitan Analisis Koresponden di Perairan Karang Lebar xii

13 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keberadaan makhluk hidup dalam suatu ekosistem tidak terlepas dari proses fisik yang berada di lingkungan sekitarnya untuk menunjang metabolisme atau siklus hidup sehari-hari. Pada sistem perairan laut, faktor fisik yang menghubungkan pola distribusi antar spesies dari pesisir hingga laut lepas adalah salinitas, suhu dan pergerakan massa air (Fulton dan Bellwood 2005). Energi gelombang dan arus merupakan faktor fisik yang penting pada ekosistem pesisir maupun daerah yang dipengaruhi pasang surut. Ekosistem terumbu karang merupakan perairan yang memiliki ciri khas perairan dangkal dengan berbagai keanekaragaman hayati laut. Hal ini dibuktikan dengan tingginya tingkat keanekaragaman hayati laut yang mendiami daerah ekosistem terumbu karang, seperti: ikan, moluska, udang, teripang, makro-mikro bentik lainnya. Karakteristik energi gelombang dan kecepatan arus memberikan kontribusi penting dalam mengidentifikasi pola penyebaran/ distribusi spesies di ekosistem terumbu karang. Pergerakan transport sedimen, nutrien, larva, plankton dan lainnya yang berada di sekeliling pulau maupun karang tepi disebabkan oleh adanya gerak massa air berupa gelombang dan arus air laut (Lowe et al. 2005). Pada ekosistem terumbu karang, komunitas ikan terumbu merupakan biota yang terlihat jelas tingkat kelimpahan, keanekaragaman dan peranan (ekologis dan ekonomis) di dalam ekosistem terumbu karang. Secara umum ikan terumbu memanfaatkan terumbu karang sebagai habitat hidup yang sesuai dalam melakukan kegiatan sehari-hari berupa nursery, spawning dan feeding. Siklus hidup dan distribusi ikan terumbu yang terjadi di ekosistem terumbu karang tidak 1

14 2 lepas dari pengaruh faktor fisik perairan terutama gelombang dan arus. Seringkali faktor fisik yang ekstrim seperti suhu atau energi gelombang dan kecepatan arus bisa menjadi faktor pembatas dalam interaksi ikan terumbu, seperti terjadinya kompetisi ruang, predasi, kematian maupun migrasi massal. Karang Lebar merupakan salah satu daerah perairan yang memiliki ekosistem terumbu karang dengan karakteristik pergerakan massa air yang sering berubah-ubah yang berdampak langsung pada kondisi ikan terumbu. Oleh karena itu, diperlukannya kajian mengenai pengaruh gelombang dan arus permukaan yang mempengaruhi komunitas ikan terumbu di perairan Karang Lebar. Sehingga dengan mengetahui karakteristik hidrodinamika terhadap komunitas ikan terumbu, diharapkan hasil penelitian ini dapat memperkaya khasanah penelitian bidang ilmu kelautan selain menunjang aktivitas masyarakat pesisir maupun kelestarian sumberdaya ikan di ekosistem terumbu karang Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mengkaji karakteristik gelombang dan arus permukaan yang dibangkitkan angin untuk periode bulan Juni di perairan Karang Lebar, Kepulauan Seribu. 2. Menganalisis struktur komunitas ikan terumbu dan keterkaitannya terhadap dinamika oseanografi permukaan, arus dan gelombang yang dibangkitkan oleh angin.

15 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Geografis dan Iklim di Kepulauan Seribu Kepulauan Seribu ditetapkan sebagai salah satu Kabupaten Administrasi berdasarkan UU No.34 Tahun 1999 tentang pemerintahan Provinsi DKI Jakarta Negara Republik Indonesia. Secara geografis letak Kepulauan Seribu berada di koordinat BT dan LS. Kepulauan Seribu berbatasan langsung dengan Laut Jawa disebelah Utara, Barat, Timur dan sebelah Selatan berbatasan langsung dengan perairan Jakarta Utara, Banten dan Jawa Barat. Kepulauan Seribu memiliki luas perairan perairan dan gugusan pulau sekitar 1.180,80 Ha. Ditinjau dari letak kontinental dan karakter oseanografisnya, perairan Kepulauan Seribu mempunyai iklim muson tropis, yakni adanya pergantian arah angin setiap setengah tahun yang disebut angin muson. Banyaknya uap air laut yang berpengaruh terhadap suhu udara. Hal ini juga sebagai akibat karena Kepulauan Seribu berada pada daerah equator yang mempunyai sistem equator yang dipengaruhi variasi tekanan udara. Musim basah mencapai kondisi maksimum pada bulan Januari, sedang musim kering mencapai puncak pada bulan Juni-Agustus. Pengaruh musim terlihat sebagai tiupan angin Barat Laut- Utara yang kuat selama musim Barat pada bulan Oktober -April; serta angin Tenggara-Timur pada musim Tenggara atau Timur pada bulan Mei September. Musim hujan berlangsung pada bulan November-April dan curah hujan terbesar terjadi pada bulan Januari. Musim kemarau berlangsung antara bulan Mei- Oktober dan curah hujan terendah terjadi pada bulan Agustus (BPLHD DKI Jakarta 2002). 3

16 Karakteristik dan Jenis Gelombang Laut Gelombang permukaan merupakan gerakan berombak dari permukaan air yang dihasilkan oleh tiupan angin diatasnya (Bascom 1959 dalam Bird 1984). Gelombang terjadi akibat adanya gaya-gaya alam yang bekerja di laut seperti tekanan atau tegangan dari atmosfer (angin), gempa bumi, gaya gravitasi bumi dan benda-benda angkasa (bulan dan matahari/ pasut), gaya coriolis (akibat rotasi bumi) dan tegangan permukaan (Komar 1998). Menurut Davis (1991), ada tiga faktor yang menentukan karakteristik gelombang yang dibangkitkan oleh angin yaitu: Pertama, lama angin bertiup atau durasi angin, Kedua, kecepatan angin dan Ketiga, fetch merupakan jarak yang ditempuh oleh angin dari arah pembangkit gelombang atau daerah pembangkit gelombang. Menurut Komar (1998) menyatakan bahwa gelombang akan mentransfer energi melalui partikel air sesuai dengan arah hembusan angin. Mekanisme transfer energi yang terjadi terdiri dari dua bentuk, yaitu: Pertama, akibat adanya variasi tekanan angin pada permukaan air yang diikuti oleh pergerakan gelombang dan Kedua, transfer momentum dan energi dari gelombang frekuensi tinggi ke gelombang frekuensi rendah (periode tinggi dan panjang gelombang besar). Viskositas air laut secara langsung dapat mempengaruhi efek dari tekanan angin, sehingga kecepatan angin permukaan menghilang makin menuju ke arah dalam perairan dan di kedalaman tertentu menjadi nol (Hutabarat dan Evans 2006). Prediksi suatu penjalaran gelombang yang dibangkitkan oleh angin yang terjadi di daerah ekosistem terumbu karang sangat lah penting untuk dipelajari dari segi karakteristiknya. Menurut Longuet-Higgins and Stewart (1962) dalam Lowe et al (2005) gelombang pecah yang terjadi di terumbu karang, mampu meningkatkan

17 5 ketinggian permukaan air rata-rata dan gradien tekanan yang kemudian memengaruhi pergerakan sirkulasi hewan-hewan di terumbu tersebut. Pergerakan gelombang yang diikuti oleh arus memiliki peran penting dalam transport nutrien untuk karang, sedimen, plankton dan larva. Selain itu, gelombang juga merupakan salah satu faktor yang menentukan dalam penentuan morfologi dan komposisi bentik terumbu karang (Lowe et al. 2005). Gelombang yang bergerak menuju pantai akan mengalami deformasi gelombang sebagai akibat dari perubahan kedalaman suatu perairan yang cenderung dangkal. Menurut Triatmodjo (1999) ada tiga deformasi gelombang yang terjadi ketika mendekati pantai akibat perbedaan kedalaman sebelum akhirnya mengalami pemecahan gelombang (wave breaking), yaitu refraksi, difraksi dan refleksi. Menurut Carter (1993) arah perambatan berangsur-angsur berubah dengan berkurangnya kedalaman, sehingga dapat diamati bahwa muka gelombang cenderung sejajar dengan kontur kedalaman. Refraksi terjadi jika suatu gelombang datang membentuk suatu kemiringan terhadap pantai yang mempunyai kemiringan dasar landai dengan kontur-kontur kedalaman sejajar dengan garis pantai, maka puncak gelombang akan berubah arah dan cenderung menjadi sejajar dengan garis pantai. Bila kondisi pantai cenderung landai, ada kemungkinan gelombang tidak pecah tapi mengalami pemantulan yang sering disebut refleksi. Arah perambatan gelombang juga dapat berubah dan mengalami pembelokan selain diteruskan kembali ketika melewati kedalaman yang konstan dan menuju kesuatu pulau atau zona pemecah gelombang, yang juga disebut difraksi gelombang.

18 6 Berdasarkan CERC (1984) dalam Siwi (2008) mengatakan bahwa refraksi dan pendangkalan gelombang dapat menentukan ketinggian gelombang pada kedalaman tertentu serta distribusi energi gelombang sepanjang pantai. Perubahan gelombang yang terjadi dari hasil refraksi akan menghasilkan suatu daerah energi gelombang konvergen (memusat) jika mendekati semenanjung atau divergen (menyebar) ketika menemui cekungan (Pariwono 1992). Menurut Sorensen (1991) pada umumnya ada tiga penggolongan gelombang pecah yang ada pada suatu kemiringan pantai, yaitu: spilling, plunging dan surging. Plunging terjadi dikarenakan seluruh puncak gelombang melewati kecepatan gelombang dan umumnya berbentuk swell atau gelombang-gelombang panjang. Spilling merupakan bentuk pecah gelombang dengan muka gelombang sudah pecah sebelum sampai ke pantai, sedangkan gelombang dengan muka gelombang yang belum pecah dan mendekati garis pantai serta sempat mendaki kaki pantai sering disebut surging. Menurut Sachoemar (2008) kondisi Kepulauan Seribu dipengaruhi oleh musim. Pada saat terjadi musim timur, tinggi gelombang air laut mencapai 0,5-1,0 meter dan tinggi gelombang pada musim barat mencapai 2-3 meter. Kecepatan gelombang rata-rata yang terjadi disekitar Kepulauan Seribu mencapai 1 knot. Pengukuran di Pulau Pramuka tercatat memiliki tinggi rata-rata gelombang mencapai 69,6-70 cm dengan periode gelombang 2,4-6,3 detik. Karakteristik perambatan gelombang di daerah tubir akan lebih besar dibandingkan perambatan yang terjadi di daerah dangkal. Peredaman gelombang terjadi ketika gelombang menjalar di daerah rataan karang dangkal.

19 Karakteristik dan Jenis Arus Laut Arus laut merupakan pergerakan massa air laut secara horizontal atau vertikal sehingga menuju keseimbangannya atau gerakan air yang sangat luas yang terjadi di seluruh lautan dunia. Pergerakan arus dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: arah angin, perbedaan tekanan air, perbedaan densitas air, gaya Coriolis dan arus Ekman, topografi dasar laut, arus permukaan, upwelling dan downwelling (Wyrtki 1961). Menurut Gross (1990), Berdasarkan gaya-gaya yang menimbulkannya, arus dibagi menjadi 4 macam, yaitu: 1. Arus bentukan angin (Wind Driven Current) yang disebabkan oleh gesekan angin. 2. Arus geostropik (Geostropic Curren) yang disebabkan oleh adanya gradien tekanan mendatar dan gaya coriolis 3. Arus termohalin (Thermohaline Current) yang disebabkan oleh adanya perbedaan jenis suhu air laut. 4. Arus pasang surut (Tidal Current) yang disebabkan oleh adanya gaya pembangkit pasang surut. Metode pengambilan data arus dibagi menjadi dua, yaitu secara langsung (in situ) dan tidak langsung (ex situ). Adapun pengambilan data arus secara langsung terdiri dari metode pengukuran pada titik tetap (Euler) dan metode Langrangiang, yaitu dengan benda hanyut (drifter), kemudian mengikuti gerakan aliran massa air laut. Selain itu, pengukuran arus secara insitu dapat dilakukan dengan sistem mooring, yaitu menempatkan current meter pada kedalaman tertentu dengan dilengkapi acoustic release yang berfungsi untuk melepas rangkaian mooring dan akan mencatat data arus yang akan disimpan ke dalam komputer dalam bentuk data numerik. Pengambilan data arus secara tidak langsung terbagi menjadi dua, yaitu menggunakan satelit altimetri dan model hidrodinamika.

20 8 Menurut Seeber (1993) pengukuran arus menggunakan satelit altimetri sudah berkembang sejak Informasi utama yang ingin ditentukan dengan satelit altimetri adalah topografi muka laut. Hal ini dilakukan dengan mengukur ketinggian satelit di atas permukaan laut menggunakan waktu tempuh dari gelombang elektromagnetik yang dikirimkan kepermukaan laut dan dipantulkan kembali ke satelit sehingga menghasilkan data rekaman waktu tempuh gelombang elektromagnetik untuk menentukan lokasi dan kecepatan arus. Pengukuran arus dengan membangun model hidrodinamika adalah dengan mengubah fenomena oseanografi ke dalam persamaan numerik yang bersifat diskret. Kecepatan arus pada daerah Kepulauan Seribu sebesar 5-49 cm/detik ketika pasang purnama dan mencapai 4-38 cm/detik ketika pasang perbani (Sachoemar 2008) Ekosistem Terumbu Karang Karang Terumbu Karang adalah hewan yang mampu memproduksi kerangka kalsium karbonat dan hampir seluruhnya memiliki zooxanthellae (Spalding et al. 2001). Menurut Nybakken (1992) terumbu karang merupakan suatu bagian ekosistem yang dibangun oleh sejumlah biota, baik hewan maupun tumbuhan secara terusmenerus mengikat ion kalsium dan karbonat dari air laut yang menghasilkan rangka kapur, kemudian secara keseluruhan tergabung membentuk suatu terumbu atau bangunan dasar kapur. Pembentukan terumbu karang merupakan proses yang lama dan kompleks. Berkaitan dengan pembentukan terumbu, karang terbagi atas dua kelompok yaitu karang yang mampu membentuk terumbu (karang hermatipik) dan karang yang tidak dapat membentuk terumbu (karang ahermatipik). Ada empat tipe asosiasi

21 9 karang yaitu (1) karang yang bersimbiosis dengan alga (zooxanthellae) dan menghasilkan terumbu, (2) karang yang bersimbiosis dengan zooxanthellae) tetapi tidak menghasilkan terumbu, (3) karang yang tidak bersimbiosis dengan zooxanthellae tetapi menghasilkan terumbu, dan (4) karang yang tidak bersimbiosis dengan zooxanthellae dan tidak menghasilkan terumbu (Veron, 1986). Selain hewan karang yang termasuk kategori bentik terumbu adalah makro benthos (others), berupa kima, ekhinodermata, moluska, spons, makro alga Ikan Terumbu Ikan terumbu merupakan organisme yang memiliki peranan penting di ekosistem terumbu karang, sehingga dengan adanya keberadaan ikan terumbu di ekositem terumbu karang menjadikan daerah ekosistem terumbu karang memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi dan bermanfaat bagi masyarakat yang hidup di sekitarnya (Nybakken 1982). Ikan terumbu memanfaatkan ekosistem terumbu karang sebagai daerah mencari makanan, perlindungan dari predator dan lain-lain (Hutomo 1986). Komunitas ikan terumbu tidak terlepas dari faktor fisik yang memengaruhi kelangsungan hidup, yaitu: suhu, cahaya, kedalaman dan gelombang. Keberadaan ikan terumbu di perairan sangat bergantung pada kesehatan terumbu karang yang ditunjukkan oleh persen penutupan terumbu karang hidup. Adapun beberapa komponen yang penting diperhatikan dalam hal mengkaji komunitas ikan terumbu, yaitu: distribusi ikan terumbu dan struktur komunitas ikan terumbu Distribusi Ikan Terumbu Menurut Hutomo (1995) bahwa distribusi harian ikan terumbu dibagi menjadi tiga, yaitu ikan terumbu yang aktif pada saat siang hari (diurnal),

22 10 peralihan siang dan malam (crepuscular) dan saat malam hari (nokturnal). Ikan terumbu sebagian besar di dominasi oleh ikan diurnal (siang hari). Ikan terumbu yang sifatnya diurnal mencari makan dan beraktifitas di daerah permukaan terumbu karang dan memakan plankton yang melewati terumbu karang. Beberapa famili ikan-ikan diurnal, seperti: Pomacentridae, Chaetodontidae, Pomacanthidae, Acanthuridae, Labridae, Lutjanidae, Serranidae, Siganidae, Balistidae, Cirrhitidae, Tetraodontidae, Blenniidae dan Gobiidae. Adapun famili yang termasuk dalam ikan nokturnal adalah: Holocentridae, Apogonidae, Haemulidae, Scorpaenidae, Muraenidae, Serranidae dan beberapa Labridae. Ikanikan nokturnal pada siang hari mereka menempati celah-celah karang dan menetap di daerah gua-gua (Allen dan Steene 1987). Faktor kedalaman memiliki peran penting dalam distribusi ikan terumbu. Pada umumnya ikan terumbu memiliki kisaran kedalaman yang relatif sempit. Hal ini disebabkan oleh faktor ketersediaan makanan, dinamikagelombang/ombak dan predator. Ikan akan cenderung membuat daerah teritorial yang kaya akan makanan dan menghindari pecahan gelombang dengan menempati daerah yang lebih dalam. Menurut Montgomery et al. (1980) Famili Pomacentridae merupakan ikan terumbu yang cukup tinggi keanekaragaman spesiesnya. Pola yang cerah dan unik, ukuran yang bervariasi namun pada umumnya berukuran kecil dan jumlah yang sangat melimpah sehingga mudah dikenali. Ikan terumbu ini menempati hampir di setiap bentuk morfologi terumbu karang, sebagian besar ikan ini bersifat teritorial, spasial dan relatif stabil. Di perairan Indo-Pasifik terdapat 300 spesies dari 22 genus dan sekitar 100 spesies dari 18 genus Famili Pomacentridae mendiami perairan Samudra Hindia.

23 11 Menurut Kuiter (1992) Famili Labridae merupakan ikan terumbu yang dominan ditemukan di ekosistem terumbu karang dengan ukuran yang bervariasi, selain Famili Pomacentridae. Labridae pada umumnya merupakan omnivora, pemakan udang, bintang laut, gastropoda, zooplankton, ikan-ikan kecil dan alga. Mayoritas ikan terumbu ini cenderung menetap pada suatu lokasi atau mengelompok di suatu bentuk terumbu tertentu seperti genus Cirrhilabrus dan Paracheilinus dan mereka akan membentuk suatu kelompok besar ketika memakan plankton yang berada di sekitar terumbu karang. Banyak dari spesies ikan terumbu ini hidup dengan nyaman pada setiap lokasi terumbu karang. Ikan Famili Labridae ini banyak ditemukan di perairan hangat dengan kedalaman 3 hingga 20 meter (Kuiter 1992). Famili Chaetodontidae merupakan jenis yang ikan terumbu yang dominan ditemui di ekosistem terumbu karang. Famili Chaetodontidae merupakan ikan terumbu yang dijadikan sebagai indikator kesehatan perairan ekosistem terumbu karang (Adrim et al. 1991). Penyusutan jumlah Famili Chaetodontidae berbanding lurus dengan kerusakan ekositem terumbu karang. Ikan Famili Chaetodontidae banyak ditemukan pada kedalaman kurang dari meter. Ketersediaan makanan juga mempengaruhi distribusi ikan terumbu ini, yaitu: invertebrata kecil, karang lunak, alga, plankton, karang batu dan lainnya. Pada umumnya ikan-ikan terumbu yang dijadikan konsumsi mendiami lapisan dasar terumbu karang, celah-celah karang dan lebih dominan soliter kecuali Famili Caesionidae dan Siganidae. Famili yang dijadikan target sebagai ikan konsumsi adalah Famili Serranidae, Lutjanidae, Haemulidae, Holocentridae,

24 12 Siganidae dan lainnya (Adrim 1993). Ukuran tubuh ikan-ikan target ini biasanya lebih besar dibandingkan ikan-ikan terumbu lainnya. Distribusi spasial ikan terumbu berhubungan dengan karakteristik habitat dan interaksi di antara ikan-ikan terumbu tersebut. Distribusi spasial beberapa jenis ikan terumbu secara nyata dipengaruhi oleh karakteristik habitat tertentu. Karakteristik habitat yang paling berperan dalam distribusi ikan terumbu secara berurutan adalah arus dan gelombang, kecerahan, suhu air dan kedalaman Struktur Komunitas Ikan Terumbu Keanekaragaman spesies ikan terumbu mempunyai hubungan yang erat dengan keberadaaan terumbu karang di perairan tersebut. Tingkah laku ikan terumbu baik dari kecenderungan untuk berkelompok, mencari makan, dan bertahan dari serangan predator tidak terlepas dari lingkungan yang berstruktur akibat bentuk terumbu yang komplek (Hutomo 1995). Faktor yang memengaruhi keberadaan ikan terumbu antara lain: habitat ikan yang terlindung dari angin (leeward) atau tidak terlindung oleh angin (windward) (Nagelkerken 1981), topografi dasar perairan (Amesbury dalam Hutomo 1986) dan penutupan karang hidup atau mati. Kumpulan ikan terumbu masing-masing memiliki habitat yang berbeda, tetapi banyak spesies yang terdapat pada lebih dari satu habitat. Pada umumnya tiap spesies ikan terumbu yang mendiami suatu perairan memiliki kesukaan habitat tertentu (Hutomo 1986). Ekosistem terumbu karang tidak hanya berupa terumbu saja, tetapi daerah pasir, teluk dan celah, daerah alga, dan perairan dangkal serta dalam. Habitat yang beranekaragam ini dapat menerangkan peningkatan jumlah ikan-ikan terumbu tersebut (Nybakken 1982).

25 13 Menurut English etal. (1994) bahwa ruang merupakan sumber daya terpenting sebagai faktor pembatas utama bagi kelimpahan ikan terumbu di ekositem terumbu karang dibandingkan makanan. Kepemilikan teritorial sangat mempengaruhi penggunaan ruang dan variasi spasial berkaitan erat dengan kerumitan habitat secara topografi. Namun dengan adanya sistem rantai makanan yang terjadi diantara ikan-ikan terumbu dapat mengurangi persaingan ruang di ekosistem terumbu karang (Luckhurst dan Luckhurst 1978). Tipe pemangsaan yang paling umum di ekosistem terumbu karang adalah karnivora, yang berkisar 50-70% dari seluruh spesies ikan terumbu. Ikan herbivora dan koralivora merupakan kelompok ikan terumbu besar kedua yaitu sebesar 15% dari spesies ikan terumbu dengan ikan yang paling dominan adalah Scaridae dan Acanthuridae. Ikan terumbu yang tergolong sebagai omnivora, zooplankton memiliki persentase sisa dari tipe pemangsa karnivora, herbivora dan koralivora, yaitu ikan famili Pomacentridae, Chaetodontidae, Pomacanthidae, Monacanthidae (Nybakken 1982). Ikan terumbu yang tergolong herbivora adalah ikan-ikan yang aktif di siang hari dengan postur mulut yang kecil dan berwarna cemerlang dan beberapa jenis pada umumnya membentuk kelopok yang cepat bergerak, sedangkan ikan terumbu yang tergolong karnivora pada umumnya mencari mangsa di malam hari (nokturnal) Uji Deskriptif Ekostruktur Ikan Terumbu dan Hidrodinamika Keterkaitan suatu fenomena di alam tidak selamanya dapat dihitung menggunakan perumusan aljabar maupun sistematika. Hal ini memicu para ilmuwan untuk mengembangkan suatu metode untuk mengkaitkan fenomena alam

26 14 yang mengalami perubahan dalam suatu lingkungan dengan mengkaitkan parameter- parameter yang telah diambil dan di olah secara deskriptif. Fenomena gerak massa air permukaan yang dikaitkan dengan ekostruktur ikan terumbu sebagaimana dikaji dalam penelitian ini akan menggunakan beberapa perhitungan seperti: indeks kesamaan (Index of Similarity), analisis pengelompokkan (Cluster Analysis) dan analisis koresponden (Correspondence Analysis) Koefisien Kesamaan (Index of Similarity) Pengukuran kesamaan merupakan koefisien yang sebagian besar terdeskripsi, tidak menilai dari beberapa pengukuran statistik. Menurut Krebs (1989) ada dua kelas dalam pengukuran kesamaan yaitu: koefisien kesamaan biner dan koefisien kesamaan kuantitatif. Koefisien kesamaan biner bisa digunakan ketika tersedia data yang bersifat ada-tidak untuk tiap spesies dalam komunitas ikan terumbu dan tepat digunakaan untuk pengukuran skala nominal. Koefisien kesamaan kuantitas dibutuhkan pengukuran kelimpahan relatif dari tiap spesies. Beberapa pengukuran kelimpahana relatif adalah jumlah individu, biomassa, produktivitas dan pengukuran kuantitas spesies yang penting lainnya dalam komunitas. Menurut Krebs (1989) beberapa perhitungan yang berbeda yang termasuk kedalam koefisien kesamaan biner dan kuantitas. Pada Tabel 1. ditunjukkan perbedaan perhitungan dan rumus serta kriteria pemakaian koefisien tersebut.

27 15 Tabel 1. Kriteria Pemakaian Koefisien Kesamaan Biner dan Kuantitas (Krebs 1989) Kelas Koefisien Rumus Kriteria Coefficient of Jaccard S Koefisien ini digunakan untuk mencocokkan berat dalam komposisi spesies antara dua sampel yang berbeda Binari Coefficient of Sorensen Simple Matching Coefficient Baroni-Urbani and Buser Coefficient S S S Koefisien ini digunakan ketika tidak ada dalam sampel tetapi ada dalam komunitas yang sama Koefisien sederhana untuk data biner menggunakan data negatif maupun positif Koefisien kompleks untuk data biner yang menggunakan nilai negatif Kuantitatif (Koefisien Jarak) Jarak Euclidean Indeks Bray-Curtis Indeks Canberra = ( ij ik) = ij ik ( ij + ik) Measure of Similarity: 1,0 = 1 ij ik ij + ik Measure of Similarity: 1,0 Koefisien ini digunakan pada jumlah kelas dari fungsi matriks untuk mengukur panjang Digunakan ketika spesies tidak ada di dalam kedua atau lebih sampel komunitas dan kelimpahan didominasi oleh satu/beberapa spesies Hampir sama dengan Bray-Curtis namun tidak berpengaruh besar dengan penggunaan data kelimpahan.

28 Analisis Pengelompokkan (Cluster Analysis) Analisis pengelompokkan (clustering) merupakan teknik matematis untuk mengelompokkan sejumlah sampel yang memiliki indeks pengukuran kesamaan satu dengan yang lainnya. Menurut Krebs (1989) ada beberapa klasifikasi dalam metode pengelompokkan: Hirarki, aglomerasi, monotetik atau politetik, kualitatif atau kuantitatif. Single Linkage Clustering merupakan teknik pengelompokkan yang sederhana dengan bentuk analisis pengelompokkan berupa hirarki. Teknik ini sering disebut metode data terdekat. Complete Linkage Clustering sering disebut metode data terjauh. Konsep teknik ini berlawanan dengan Single Linkage Clustering, meskipun proses kerja yang dilakukan secara umum sama kecuali definisi kesamaannya. Average Linkage Clustering merupakan teknik yang sangat mudah dikembangkan untuk menghindari kesulitan dalam menggunakan Single Linkage Clustering dan Complete Linkage Clustering. Secara keseluruhan Average Linkage Clustering menggunakan komputerisasi tiap proses pengelompokkan/ clustering. Komputer meratakan kesamaan diantara sampel dan mengelompokkannya. Strategi pengelompokkan yang sering digunakan pada Average Linkage Clustering sering disebut Underweighted Pair-Group Method using aritmethic Average (UPGMA) Analisis Koresponden (Correspondence Analysis) Analisis koresponden (correspondence analysis) merupakan metode yang dapat mendeskripsikan berbagai tipe data yang berbeda, dependensi dan korespondensi antara dua himpunan karakter i dan j (contohnya: sektor spesies

29 17 dan stasiun). Menurut Bengen (2000) tujuan utama penggunaan analisis faktorial koresponden adalah untuk mencari hubungan yang erat antara modalitas dari dua karakter/variabel pada tabel/matriks data. Bentuk data yang digunakan pada analisis koresponden memiliki dua tipe matriks, yaitu: pertama, matriks kontingensi yang mempertemukan n baris dan p kolom, pada baris ke-i dan kolom ke-j berisi nilai n (i,j) yang merupakan jumlah individu yang memiliki secara bersama karakter i dan j. Kedua, matriks logik/ disjungtif lengkap yang mempertemukan/ menyilangkan baris i dan kolom j (bernilai 1 dan 0) berdasarkan terjadi atau tidaknya fenomena pada baris i dan kolom j.

30 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data sekunder. Ada beberapa data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu data angin serta parameter gelombang perairan, data arus permukaan dan data komunitas ikan terumbu. Pada Tabel 2. ditunjukkan titik koordinat dan domain spasial dari pengukuran tiap parameter pengambilan data sekunder. Daerah penelitian difokuskan di perairan Karang Lebar dan sekitarnya, Kepulauan Seribu. Daerah penelitian ditampilkan pada Gambar 1. Tabel 2. Domain Spasial Pengambilan Data Yang Digunakan Dalam Penelitian Koordinat Waktu No Parameter Keterangan BT LS Pengamatan 1. Angin dan Gelombang 2. Komunitas Ikan Terumbu 3. Arus Musim Timur 4. Arus Musim Timur 5. Arus Musim Timur tiap bulan Juni selama 2007 hingga , , ,81 24, 25 dan 27 Juni 2009 Data BMKG Siregar , ,49 Agustus 2007 Data Penelitian Edy Setyawan (2008) , , ,81 Mei-Juli 2008 Siregar , ,49 Juni 2009 Data Penelitian Fadhillah Rahmawati (2010) 18

31 Laut Jawa P. Jawa

32 Alat dan Set Data Penelitian Alat dan set data yang digunakan dalam hal menunjang penelitian ini disajikan pada Tabel 3. berikut. Tabel 3. Alat dan Set Data Alat Set Data Laptop beserta Software: 1. Ms. Excel, 2. Statistica 8.0, 3. WR Plot View 5.9, 4. MVSP 3.13r Data angin dan Gelombang BMKG Data Komunitas Ikan Terumbu (in situ) Data Arus Permukaan (Musim Timur) (in situ) 3.3. Metode Penelitian Beberapa tahapan yang diperlukan dalam mengkaji penelitian ini berupa input, proses, dan output. Tahap input dalam penelitian ini adalah perolehan data. Perolehan data pada penelitian ini terbagi dua tahap, yaitu: pertama, data angin dan gelombang diperoleh dari stasiun BMKG (Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika) di perairan Teluk Jakarta yang diukur secara in situ dan kedua, data komunitas ikan terumbu dan kecepatan arus diperoleh dari pengukuran riset secara in situ. Pada tahap pemrosesan data merupakan tahap pengolahan data numerik yang telah diperoleh dan diolah menggunakan software tertentu. Pengolahan data angin menggunakan software Microsoft Excel 2007 dan WR PLOT versi 5.9 untuk menghasilkan arah dan kecepatan angin. Data parameter hidrodinamika berupa gelombang dan arus permukaan air laut diolah menggunakan software Microsoft Excel 2007 (gelombang) dan secara in situ (arus permukaan air laut) untuk menghasilkan data berupa tinggi dan frekuensi gelombang serta kecepatan

33 21 dan arah arus. Pemrosesan data komunitas ikan terumbu menggunakan software Microsoft Excel 2007 dengan menu PIVOT Tabel untuk menghasilkan data berupa kelimpahan, biomassa dan indeks keanekaragaman hayati ikan terumbu. Hasil yang telah diolah menggunakan software yang ada memberikan gambaran mengenai kondisi hidrodinamika permukaan mempengaruhi kondisi fisik habitat sehingga memiliki karakteristik tertentu di suatu habitat yang dapat memengaruhi ekostruktur ikan terumbu. Kerangka pikir penelitian ini ditampilkan pada Gambar 2 Hidrodinamika Permukaan Siklus Angin Musim Arus Permukaan (Kecepatan dan Arah Arus) Gelombang Permukaan (Periode dan Tinggi Gelombang) Karakteristik Habitat Kelimpahan Biomassa Indeks Ekologi Indeks Kesamaan Ekostruktur Ikan Terumbu Gambar 2. Diagram Alir Keterkaitan Hidrodinamika Laut dengan Ekostruktur Ikan Terumbu di Karang Lebar, Kepulauan Seribu

34 Analisis Data Komunitas Ikan Terumbu Kelimpahan Ikan Banyaknya individu ikan persatuan luas daerah pengamatan ditunjukan oleh nilai kelimpahan ikan. Kelimpahan ikan dapat dihitung dengan menggunakan rumus (Odum, 1971): Ni = i...(1) Keterangan : Ni = Kelimpahan individu ikan spesies ke i (Ind/ha) ni = Jumlah individu ikan untuk spesies ke i (Ind) A = Luas daerah pengamatan (m 2 x 1/10000) (Ha) Indeks Ekologi Indeks Keanerakagaman (H ) Menurut Odum (1971) Indeks Keanekaragaman (H ) digunakan untuk mendapatkan gambaran populasi spesies secara matematis agar mempermudah analisis informasi individu masing-masing jenis dalam suatu komunitas ikan. Keanekaragaman jenis ikan dihitung dengan Indeks Shannon dengan rumus sebagai berikut (Krebs 1989) : Keterangan: = Pi ln Pi...(2) H = Indeks Keanekaragaman Shannon P i = Perbandingan antara jumlah individu spesies ikan ke-i dengan jumlah total individu ikan terumbu= i ;(z = Jumlah total individu keseluruhan) x = Jumlah total spesies

35 Indeks Keseragaman (E) Menurut Odum (1971), Indeks Keseragaman (E) menggambarkan ukuran jumlah individu antar spesies dalam suatu komunitas ikan. Semakin merata sebaran individu antar spesies maka keseimbangan komunitas akan semakin baik. Perhitungan indeks keseragaman menggunakan rumus sebagai berikut (Krebs 1989): Keterangan : E = Indeks Keseragaman H = Indeks Keanekaragaman H max = Indeks Keanekaragaman maksimum = ln x = ʹ ʹmax...(3) x = Jumlah total spesies Indeks Dominansi (C) Nilai indeks keseragaman dan keanekaragaman yang kecil biasanya menandakan adanya dominansi suatu spesies terhadap spesies-spesies lainnya. Rumusnya adalah (Krebs 1989) : = P i...(4) Keterangan : C = Indeks Dominansi P i = Proporsi jumlah individu pada spesies ikan ke-i x = Jumlah Total Spesies Biomassa Ikan Penentuan nilai biomassa ikan dapat dihitung menggunakan nilai indeks konstanta a dan b berdasarkan panjang tubuh ikan tersebut. Data panjang hasil

36 24 estimasi visual menghasilkan nilai bobot berat ikan tersebut di luas area pengamatan. Rumus menghitung biomassa ikan adalah sebagai berikut: =...(5) Keterangan: W = Berat (kg) a,b = indeks spesifik spesies (konstanta) berasal dari Fish Base L = nilai tengah Indeks Kesamaan (Index of Similarity) Pengukuran karakteristik kesamaan komunitas ikan antar habitat dapat dilakukan menggunakan indeks kesamaan, yang pada penelitian ini menggunakan indeks kesamaan Bray-Curtis. Pengukuran menggunakan indeks Bray-Curtis ketika spesies tidak ada di dalam kedua atau lebih sampel komunitas dan didominasi oleh kelimpahan spesies. Rumus indeks Bray-Curtis adalah (Krebs 1989): Keterangan: = Xij Xik Xij Xik...(6) B X ij,x ik i,j = Pengukuran ketidaksamaan Bray-Curtis = No. Individu dalam spesies i dalam tiap sampel = baris dan kolom ke-1,2,3.x Pengukuran indeks kesamaan Bray-Curtis dapat menggunakan rumus komplemen indeks pengukuran Bray-Curtis yaitu: 1,0 (Krebs 1989).

37 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Arah dan Kecepatan Angin Angin memiliki pola pergerakan yang bervariasi sesuai dengan musim yang berlangsung di suatu perairan akibat adanya perbedaan tekanan udara. Angin musim yang terjadi di Indonesia dibagi menjadi tiga, yaitu: angin musim barat, angin musim timur, dan musim peralihan. Angin merupakan salah satu bentuk energi yang dapat membangkitkan gelombang dan arus permukaan di suatu perairan. Gambar 3. menunjukkan pola pergerakan angin untuk periode bulan Juni, berdasarkan data tiga tahun ( ) yang diukur di Teluk Jakarta. Pergerakan angin di perairan Karang Lebar, Teluk Jakarta selama tiga tahun tiap bulan Juni yang ditunjukkan oleh Gambar 3. secara keseluruhan memberikan pola pergerakan yang hampir sama, yaitu: bergerak dari arah timur, mengindikasikan periode berlangsungnya musim timur (Wyrtki 1961). Kisaran kecepatan angin selama tiga tahun sebesar 0,5-5,7 m/s. Tingkat distribusi frekuensi kecepatan angin yang terjadi selama bulan Juni pada tahun 2007, 2008 dan 2009 memiliki nilai kisaran persentase penyebaran frekuensi yang berbedabeda. Persentase distribusi frekuensi kecepatan angin tahun 2007 yang terjadi di perairan Teluk Jakarta, Jakarta Utara terbagi menjadi tiga kategori: 0,5-2,1 m/s (33,3%); 2,1-3,6 m/s (37,8%) dan 3,6-5,7 m/s (28,9%). Kecepatan angin dominan di perairan Teluk Jakarta pada bulan Juni 2007 adalah 2,1-3,6 m/s. 25

38 Sumber: Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Gambar 3. Pola Pergerakan Angin Bulan Juni Selama Tiga Tahun di Perairan Teluk Jakarta, Jakarta Utara

39 27 Tahun 2008 penyebaran frekuensi kecepatan angin yang terjadi di perairan Teluk Jakarta, Jakarta Utara dapat dilihat berdasarkan persentase kecepatan angin yang dibagi menjadi empat kategori: Tenang (4,4%); 0,5-2,1 m/s (33,3%); 2,1-3,6 m/s (53,3%) dan 3,6-5,7 m/s (8,9%). Dominan kecepatan angin di perairan Teluk Jakarta, Jakarta Utara pada bulan Juni 2008 adalah 2,1-3,6 m/s diatas 50%. Hanya pada tahun 2008 kecepatan angin yang terjadi di perairan Teluk Jakarta, Jakarta Utara mengalami kondisi kecepatan angin yang tenang. Kondisi angin pada tahun 2009 yang terjadi dibagi menjadi tiga kategori, yaitu: 0,5-2,1 m/s (31,1%); 2,1-3,6 m/s (60,0%) dan 3,6-5,7 m/s (8,9%). Kecepatan angin di Teluk Jakarta, yang dominan (60%) pada bulan Juni 2008 adalah 2,1-3,6 m/s. Pada penelitian ini, kategori kecepatan angin dibagi menjadi empat kelompok, yaitu (1) Tenang (0-<3,6 m/s); (2) Lambat (3,6-<5,7 m/s); (3) Cepat (5,7-<11,1 m/s) dan (4) Sangat Cepat ( 11,1 m/s). Berdasarkan kategori tersebut, kecepatan angin yang berhembus di perairan Teluk Jakarta tergolong angin yang tenang hingga lambat, sehingga aman untuk melakukan aktifitas di perairan. Berdasarkan skala Beaufort dengan dominan kecepatan angin 2,1-3,6 m/s mampu membangkitkan gelombang air laut dengan tinggi gelombang mencapai 0,15 m. Angin yang berhembus dengan kecepatan 2,1-3,6 m/s menghasilkan kondisi perairan dengan skala gelombang kecil dan di puncak gelombang tidak terdapat buih. Hal ini menunjukkan bahwa daerah perairan Teluk Jakarta dan sekitar Kepulauan Seribu memiliki pola distribusi angin konstan dan tidak berbahaya untuk aktifitas masyarakat pesisir, bahkan tidak merusak ekosistem yang berada di perairan dangkal.

40 Karakteristik Hidrodinamika Kondisi Gelombang Permukaan berdasarkan Frekuensi dan Tinggi Angin merupakan pembangkit gelombang permukaan air laut yang efektif, sehingga dalam menentukan dinamika gelombang air laut erat kaitannya dengan karakteristik angin yang berhembus di perairan tersebut. Kondisi gelombang laut dangkal pada daerah penelitian ini di gambarkan secara umum yang diperoleh dari data Badan Meterologi Klimatologi dan Geofisika Maritim di Teluk Jakarta. Data mengenai kondisi hidrodinamika gelombang ditunjukkan oleh Gambar 4. Gambar 4. Dinamika Gelombang Permukaan Tiap Bulan Juni Pada Tahun 2007, 2008 dan 2009 di Teluk Jakarta, Jakarta Utara.

41 29 Dinamika gelombang yang ditunjukkan oleh Gambar 4. secara umum memberikan interpretasi yang jelas di Perairan Teluk Jakarta tiap bulan Juni selama tiga tahun ( ) dengan menampilkan karakteristik ketinggian signifikan gelombang (H) dan frekuensi (f) gelombang air laut yang bergerak di perairan Teluk Jakarta. Pada umumnya dari hasil yang ditunjukkan pada Gambar 4. secara keseluruhan memiliki karakteristik pergerakan gelombang menuju timur dan tinggi gelombang rata-rata per tahun dibawah satu meter dengan frekuensi gelombang tidak melebihi 0,26 Hz. Kondisi gelombang permukaan pada bulan Juni 2007 yang dibangkitkan oleh angin bergerak menuju timur dengan ketinggian gelombang rataaan mencapai 0,47 meter. Frekuensi gelombang yang terjadi pada bulan Juni 2007 berada pada kisaran 0,2-0,25 Hz. Kondisi gelombang muka air laut pada bulan Juni 2008 memiliki arah pergerakan gelombang menuju timur dengan ketinggian maksimal hingga 0,8 meter dan rataan ketinggian gelombang muka air laut tersebut adalah 0,56 meter. Frekuensi gelombang yang berlangsung pada bulan Juni 2008 terlihat fluktuatif dan tak ada perubahan signifikan, sekitar 0,21-0,25 Hz. Gelombang permukaan bulan Juni 2009 memiliki arah dominan menuju timur dengan ketinggian maksimal 0,9 meter (rata-rata 0,4 meter) dengan frekuensi gelombang 0,21-0,26 Hz. Energi gelombang yang terjadi di perairan Teluk Jakarta dan sekitarnya dapat dilihat dari parameter hasil tinggi dan frekuensi gelombang. Perubahan signifikan parameter frekuensi gelombang laut diakibatkan adanya profil kecepatan angin yang berhembus di permukaan air laut sehingga memberikan pengaruh terhadap panjang dan tinggi gelombang di perairan Teluk Jakarta.

42 30 Secara umum hasil dinamika gelombang selama tiga tahun yang ditunjukkan pada Gambar 4. terlihat bahwa frekuensi gelombang pada tiap harinya berbanding terbalik terhadap tinggi gelombang permukaan laut. Pada saat frekuensi rendah, tinggi gelombang permukaan mengalami peningkatan. Begitupun sebaliknya, pada saat frekuensi gelombang meningkat, tinggi gelombang permukaan pun mengalami penurunan. Hal ini menunjukkan bahwa frekuensi memberikan pengaruh terhadap penjalaran gelombang permukaan untuk mengalami perubahan tinggi gelombang. Menurut Komar (1976) mekanisme transfer energi yang terjadi terdiri dari dua bentuk, yaitu: Pertama, akibat adanya variasi tekanan angin pada permukaan air yang diikuti oleh pergerakan gelombang dan Kedua, transfer momentum dan energi dari gelombang frekuensi tinggi ke gelombang frekuensi rendah (periode tinggi dan panjang gelombang besar). Namun, pada kondisi tertentu tahun 2007 dan 2009 hubungan antara frekuensi dengan tinggi gelombang mengalami kondisi yang sama. Pada saat frekuensi meningkat, kondisi tinggi gelombang mengalami peningkatan, begitupun sebaliknya. Hal ini diakibatkan oleh kecepatan angin yang berlawanan arah dengan kecepatan gelombang yang lebih tinggi dibandingkan 2008 berdasarkan distribusi frekuensi kecepatan angin. Faktor lain yang dapat mempengaruhi fenomena terjadinya karakteristik hubungan yang berbanding lurus antara frekuensi dengan tinggi gelombang pada kondisi tertentu di Teluk Jakarta adalah kondisi pasang-surut, kedalaman dan viskositas perairan Keterkaitan Antara Gelombang dengan Kecepatan Arus Permukaan Secara keseluruhan kondisi arus permukaan air laut pada penelitian ini diukur secara in situ. Pada Gambar 5. ditampilkan hubungan kecepatan arus

43 31 permukaan yang diukur secara in situ dan tinggi gelombang rataan yang di ukur oleh BMKG di Teluk Jakarta secara in situ. Gambar 5. Karakteristik Hubungan Arus dan Tinggi Gelombang Permukaan Air Laut Musim Timur di Kepulauan Seribu Data kecepatan arus dan tinggi gelombang yang terlihat padaa Gambar 5 berasal dari kumpulan data perwakilan titik pengamatan tiap tahunnya yang diasumsikan bahwa daerah tersebut secara umum memberikan kondisi yang sama dengan kondisi di lokasi penelitian ini. Berdasarkan hasil wawancara dengan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika bahwasannya kondisi angin dan gelombang masih memberikan pengaruh di lingkungan sekitar hingga radius 30 mil. Data kecepatan arus pada tahun 2008 diperoleh sesuai dengann titik pengamatan ikan dan sekaligus sebagai kalibrasi atau pembanding dengan tahun lainnya. Hasil yang ditunjukkan pada Gambar 5. terlihat bahwa kecepatan arus dan rataan tinggi gelombang tahunan tertinggi terjadi pada tahun Kecepatan arus yang terjadi di Kepulauan Seribu berada pada kisaran 0,05-0,25 m/s dan

44 32 rataan tinggi gelombang tahunan pada kisaran 0,1-0,28 m. Menurut Sachoemar (2008) kondisi kecepatan arus pada daerah Kepulauan Seribu sebesar 5-49 cm/detik ketika posisi pasang purnama dan mencapai 4-38 cm/detik ketika posisi pasang perbani dan pada saat terjadi musim timur, tinggi gelombang air laut mencapai 0,5-1 meter dan tinggi gelombang pada musim barat mencapai 2-3 meter. Hal ini membuktikan bahwa kondisi kecepatan arus dan tinggi gelombang selama tiga tahun di perairan Kepulauan Seribu tergolong stabil. Hasil yang ditampilkan pada Gambar 5. menjelaskan bahwa pengaruh angin yang berhembus pada permukaan air laut sangat kecil terhadap arah, kecepatan arus dan tinggi gelombang permukaan yang terjadi pada tiap titik penelitian. Pada perbedaan arah angin yang ditampilkan pada Gambar 3. menunjukkan angin bergerak menuju barat dan arah gerak arus serta gelombang menuju ke arah timur sampai tenggara. Pergerakan angin mengalami peredaman oleh adanya gugusan pulau-pulau maupun daratan Pulau Jawa sehingga angin tidak memiliki kekuatan untuk mendominasi pergerakan gelombang dan pengaruh densitas memberikan kontribusi yang nyata terhadap arah arus dan gelombang. Pola gelombang yang dilihat secara tahunan, memberikan gambaran kondisi gelombang yang mempengaruhi perairan Karang Lebar secara horizontal. Namun apabila dilihat secara vertikal, kondisi umum ini akan mengalami peningkatan tinggi gelombang seiring dengan berkurangnya kedalaman suatu perairan, terutama di tiap titik lokasi penelitian. Kecepatan arus yang melintasi beberapa titik pengamatan mengalami peningkatan kecepatan berdasarkan pergerakan massa air ke arah perairan yang dangkal atau menuju tubir, seperti: APL 2007, St 2, St 6, St 3 dan St4. Sehingga hasil interaksi antara tinggi gelombang dan arus

45 33 permukaan air laut yang melewati daerah terumbu karang atau perairan dangkal memberikan pengaruh kontribusi yang besar dalam hal pola distribusi biotik yang terkandung di dalam perairan Kepulauan Seribu, khususnya Karang Lebar. 4.3 Ekostruktur Komunitas Ikan Terumbu Biodiversitas Ikan Terumbu Ikan terumbu yang teridentifikasi di perairan Karang Lebar selama penelitian terdiri atas 110 spesies dari 25 famili (Lampiran 3.). Berdasarkan pengambilan data komunitas ikan terumbu pada sembilan titik penyelaman di Karang Lebar. Komposisi spesies yang umum ditemukan berasal dari Famili Pomacentridae, Labridae, Chaetodontidae, Caesionidae, Serranidae dan Scaridae (Gambar 6.). Menurut Adrim (1993) berdasarkan kelompok fungsionalnya, ikan terumbu dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu: (1) Ikan Target merupakan ikan ekonomis penting dan ditangkap untuk konsumsi,contohnya: Famili Acanthuridae, Haemulidae, Caesionidae, Lethrinidae, Lutjanidae, Serranidae; (2) Ikan Indikator merupakan ikan terumbu yang mendiami daerah terumbu dan menjadi indikator kesuburan ekosistem tersebut, contohnya: Famili Balistidae, Chaetodontidae, Scaridae; (3) Ikan Mayor merupakan ikan yang sepanjang hidupnya berada di daerah karang dan cenderung bersifat teritorial, contohnya: Apogonidae, Labridae, Pomacentridae. Di lokasi penelitian, komunitas ikan terumbu yang tergolong ikan target sebanyak 25 spesies, ikan indikator sebanyak 13 spesies dan ikan mayor sebanyak 72 spesies.

46

47 35 ukuran yang bervariasi 5-30 cm dan tergolong ikan pemakan zooplankton, benthos dan karnivora. Spesies yang termasuk ke dalam Famili Chaetodontidae merupakan ikan pemakan alga dan hewan karang, sehingga keberadaan ikan ini sebagai tolok ukur kondisi ekosistem terumbu karang yang ada. Kelimpahan dan biomassa merupakan salah satu parameter penelitian komunitas ikan terumbu di Karang Lebar. Kelimpahan ikan terumbu menggambarkan banyaknya jumlah individu dan jumlah jenis yang ditemukan dalam suatu area. Sedangkan, biomassa sebagai pendugaan stok jenis ikan dalam suatu area di tiap stasiun penelitian berdasarkan arah pergerakan angin permukaan (leeward/windward). Adanya perbedaan proporsi kelimpahan dan biomassa ikan berdasarkan trophic level pada kondisi stasiun yang berbeda, baik di daerah leeward (daerah tanpa hembusan angin) maupun windward (daerah yang dilewati angin) yang ditunjukkan oleh Gambar 7. Secara umum ikan terumbu yang terbanyak pada semua lokasi (Windward dan Leeward) adalah ikan terumbu jenis planktivora, omnivora dan pemakan invertebrata bentik. Ikan planktivora (Famili Caesionidae, beberapa Famili Pomacentridae dan Malacanthidae) merupakan ikan yang akan memakan segala jenis plankton, baik zooplankton maupun fitoplankton. Ikan omnivora (Famili Pomacentridae) merupakan ikan yang mampu beradaptasi di lingkungan manapun karena mampu memakan segala jenis trophic level terutama di daerah yang memiliki tingkat tutupan karang yang di dominasi rubble (patahan karang), karang yang ditutupi alga dan pasir. Ikan pemakan invertebrata bentik (Famili Labridae) merupakan ikan pemakan hewan-hewan kecil yang hidup di dasar perairan, seperti: udang, bintang laut, gastropoda, alga, bivalvia.

48

49 37 merupakan perbedaan karakteristik dari parameter kelimpahan dan biomassa. Salah satu contohnya saat kondisi kelimpahan ikan planktivora di stasiun 3 tergolong tinggi, tetapi biomassa ikan planktivora di stasiun 3 tergolong sedikit. Hal ini dikarenakan oleh perhitungan parameter kelimpahan yang diinterpretasikan hanya berdasarkan jumlah individu ikan terumbu yang ditemukan, sedangkan perhitungan parameter biomassa yang diinterpretasikan berdasarkan pada jumlah individu dan panjang ikan terumbu yang ditemukan. Ikan terumbu yang tercatat pada daerah pengamatan adalah pemakan invertebrata bentik, karnivora, koralivora, detritivora, herbivora, omnivora dan planktivora. Pada umumnya daerah windward, kelimpahan ikan total terbesar adalah ikan omnivora sebesar ind/ha. Selain omnivora, ikan terumbu yang tercatat pada daerah windward adalah planktivora ( ind/ha), pemakan invertebrata bentik (7.280 ind/ha), herbivora (6.760 ind/ha), karnivora (2.240 ind/ha), koralivora (840 ind/ha), dan detritivora (440 ind/ha). Pada daerah leeward, kelimpahan ikan total terbesar adalah ikan planktivora sebesar ind/ha. Selain planktivora, ikan terumbu yang tercatat pada daerah leedward adalah omnivora (18680 ind/ha), pemakan invertebrata bentik (11600 ind/ha), herbivora (4160 ind/ha), koralivora (3240 ind/ha), karnivora (1920 ind/ha), dan detritivora (280 ind/ha). Pada daerah windward, rata-rata biomassa ikan terumbu terbesar adalah ikan planktivora sebesar Kg/ha. Ikan terumbu yang tercatat di daerah windward adalah omnivora ( Kg/ha), pemakan invertebrata bentik ( Kg/ha), herbivora ( Kg/ha), karnivora ( Kg/ha), koralivora(5.435 ind/ha) dan detritivora(15014 ind/ha). Pada daerah leeward, rata-rata biomassa

50 38 ikan terbesar adalah ikan planktivora sebesar Kg/ha. Selain planktivora, ikan terumbu yang tercatat pada daerah leedward adalah omnivora ( Kg/ha), pemakan invertebrata bentik ( Kg/ha), herbivora ( Kg/ha), koralivora ( ind/ha), karnivora ( Kg/ha), dan detritivora ( Kg/ha). Kondisi gelombang dan arus yang bergerak di perairan Karang Lebar memiliki ketergantungan terhadap profil batimetri yang dilewati perairan tersebut. Menurut Fulton dan Bellwood (2005) kecepatan arus dan tinggi gelombang akan mengalami peningkatan ketika pergerakan air dari profil batimetri yang dalam menuju dangkal atau tubir dan mengalami penurunan kecepatan arus dan tinggi gelombang ketika melewati daerah dangkal menuju goba. Pengaruh gelombang dan arus yang terjadi pada penelitian ini di perairan Karang Lebar mencapai kedalaman hingga 3 meter, sehingga ikan terumbu yang diamati mendapatkan pengaruh langsung dari arus dan gelombang di perairan Karang Lebar. Profil gelombang dan arus yang bergerak ke arah Timur hingga Tenggara di perairan Karang Lebar yang ditunjukkan oleh Gambar 7. memberikan pengaruh nyata terhadap jejaring makanan ikan terumbu di Karang Lebar. Kecepatan arus yang berkisar antara 0,05-0,25 m/s memberikan pengaruh terhadap karakteristik gerak renang ikan terumbu yang berbeda di tiap lapisan perairan, sehingga mempengaruhi pola makanan pada ikan terumbu tersebut. Di lapisan kolom perairan Karang Lebar, khususnya pada penelitian ini kedalaman perairan sejauh 5 m memiliki ikan terumbu yang dominan menempati daerah kolom perairan adalah ikan yang menggunakan sirip pektoral dan gabungan sirip pektoral-kaudal, sedangkan daerah lapisan substrat ikan terumbu

51 39 yang dominan adalah ikan yang menggunakan sirip kaudal (Fulton dan Bellwood 2005). Ikan terumbu yang menggunakan sirip pektoral dan pektoral-kaudalnya dalam mencari makanan adalah Famili Acanthuridae, Chaetodontidae, Scaridae, Labridae dan Pomacentridae, terutama ikan terumbu yang memangsa plankton. Ikan terumbu yang menggunakan sirip kaudal biasanya mencari makanan di substrat perairan, seperti ikan Famili Serranidae, Haemulidae, Caesionidae dan Lutjanidae. Pada umumnya jejaring makanan ikan terumbu yang menggunakan sirip kaudal bersifat karnivora dan planktivora Indeks Ekologi Struktu komunitas ikan terumbu di suatu kawasan dapat ditketahui dengan memperhatikan indeks keanekaragaman (H ), keseragaman (E) dan dominansi (C). HIstogram indeks keanekaragaman (H ), keseragaman (E) dan dominansi (C) untuk komunitas ikan yang terdata disajikan pada Gambar 8. Indeks keanekaragaman (H ) komunitas ikan berkisar 2,59 sampai 4,30. Nilai H yang tertinggi ditemukan di Stasiun 1 dan terendah terdapat di Stasiun 8. Tingginya tingkat keanekaragaman Stasiun 1 diduga dipengaruhi topografi yang berbentuk tubir sehingga kondisi gelombang serta arus yang melewati Stasiun 1 membawa unsur hara dan plankton yang dibutuhkan ikan terumbu di perairan dangkal dan Stasiun 1 merupakan daerah yang terpapar langsung oleh hembusan angin pada bulan Juni. Rendahnya nilai H Stasiun 8 dikarenakan kondisi topografinya terletak didaerah yang menuju laut dalam, sehingga gelombang dan arus yang melewati perairan tersebut relatif sedikit membawa unsur hara dan plankton dibandingkan stasiun penelitian lainnya.

52 40 Gambar 8. Indeks Keanekaragaman (H ), Keseragaman (E) dan Dominansi (C) di Karang Lebar Hasil analisis terhadap indeks keseragaman di seluruh lokasi penelitian menunjukkan kisaran nilai antara 0,69 sampai 1,01. Nilai tertinggi indeks keseragaman ditemukan di Stasiun 1 dan nilai terendah ditemukan di Stasiun 8. Pada umumnya nilai indeks keseragaman memiliki korelasi positif terhadap indeks keanekaragaman. Hal ini dikarenakan semakin tinggi/rendah keanekaragaman, maka keseragaman spesies ikan dari kemerataan jumlah individu semakin tinggi/rendah. Hasil analisis terhadap indeks dominansi di seluruh lokasi penelitian menunjukkan kisaran nilai antara 0,02 sampai 0,13. Nilai tertinggi indeks dominansi ditemukan di Stasiun 8 sedangkan nilai terendah ditemukan di Stasiun 1. Nilai indeks dominansi memiliki hubungan yang berbanding terbalik dengan nilai indek keanekaragaman dan keseragaman. Hal ini diakibatkan spesies yang berada di Staiun 8 tergolong homogen dan tidak merata dari segi jumlah spesies sehingga mendominansi habitat tersebut.

53 Uji Statistik Deskriptif Ekostruktur Ikan Terumbu dan Hidrodinamika Permukaan di Perairan Karang Lebar Pengujian yang dilakukan untuk mengetahui keterkaitan kondisi pergerakan massa air yang dikaitkan dengan ikan terumbu di Karang Lebar menggunakan beberapa pendekatan metode deskriptif, antara lain: indeks Kesamaan Bray-Curtis serta Cluster Analysis dan Analisis Koresponden (Correspondence Analysis) Pengelompokkan Komunitas Ikan Terumbu Karakteristik yang menjabarkan ekostruktur ikan terumbu di perairan Karang Lebar dapat dilihat dari dua aspek, yaitu: aspek lokasi penelitian dan aspek famili ikan yang ada di dalam perairan tersebut. Karakteristik kesamaan berdasarkan famili ditunjukkan pada Gambar 9., sedangkan karakteristik kesamaan berdasarkan lokasi penelitian ditunjukkan pada Gambar 10. Hasil analisis koefisien kesamaan Bray-Curtis dan kluster pada grafik dendogram dengan pemotongan skala 0,51 yang menghasilkan 10 kelompok famili yang dihasilkan oleh analisis perhitungan indeks Bray-Curtis di Sub Bab yang menghasilkan memiliki kesamaan karakteristik pada Gambar 9. a. Kelompok Ikan Terumbu 1 Famili ikan yang termasuk ke dalam kelompok ini adalah Holocentridae. Genus ikan yang termasuk Famili Holocentridae adalah Sargocentron dan Myripristis. b. Kelompok Ikan Terumbu 2 Famili ikan yang termasuk ke dalam kelompok ini adalah Famili Synodontidae. Genus ikan yang termasuk Famili Synodontidae adalah Synodus.

54 Gambar 9. Dendogram Pengelompokkan Berdasarkan Famili Ikan Terumbu di Perairan Karang Lebar

55 43 c. Kelompok Ikan Terumbu 3 Famili ikan yang termasuk ke dalam kelompok ini adalah Monacanthidae dan Siganidae. Genus ikan terumbu pada Famili Monacanthidae adalah Acreichtys dan Famili Siganidae adalah Siganus. d. Kelompok Ikan Terumbu 4 Famili ikan yang termasuk ke dalam kelompok ini adalah Pomacanthidae, Scaridae, Serranidae, Mullidae, Nemipteridae, Chaetodontidae, Pomacentridae, Labridae, Caesionidae. Genus ikan terumbu pada kelompok 4 adalah Abudefduf, Amblyglyphidodon, Amphiprion, Bodianus, Cephalopolis, Chaetodon, Chaetodontoplus, Cheilinus, Cheiloprion, Chelmon, Clorurus, Choerodon, Chromis, Crysiptera, Cirrhilabrus, Coris, Dascyllus, Diproctacanthus, Dischitodus, Epinephelus, Gomphosus, Halichoeres, Hemyglyphidodon, Heniochus, Labroides, Neoglyphidodon, Neopomacentrus, Parupaneus, dan Thalassoma. e. Kelompok Ikan Terumbu 5 Famili ikan yang termasuk ke dalam kelompok ini adalah Lutjanidae. Genus ikan terumbu pada Kelompok 5 adalah Lutjanus. f. Kelompok Ikan Terumbu 6 Famili ikan yang termasuk ke dalam kelompok ini adalah Gobiidae, Cirrhitidae dan Blenniidae. Genus ikan terumbu pada Kelompok 6 adalah Escenius, Paracirrhites, Meiacanthus, Istigobius, Valenciennea, Corythoicthys, dan Gnatholepis.

56 44 g. Kelompok Ikan Terumbu 7 Famili ikan yang termasuk ke dalam kelompok ini adalah Scorpaenidae dan Haemulidae. Genus ikan terumbu pada Kelompok 7 adalah Scorpaenopsis dan Plectorhinchus. h. Kelompok Ikan Terumbu 8 Famili ikan yang termasuk ke dalam kelompok ini adalah Apogonidae. Genus ikan terumbu pada Kelompok 8 adalah Apogon. i. Kelompok Ikan Terumbu 9 Famili ikan yang termasuk ke dalam kelompok ini adalah Syngnathidae dan Malacanthidae. Genus ikan terumbu pada Kelompok 9 adalah Remora dan Corythoicthys. j. Kelompok Ikan Terumbu 6 Famili ikan yang termasuk dalam kelompok ini adalah Centriscidae (Shrimphfishes), Lethrinidae dan Acanthuridae. Genus ikan terumbu pada Kelompok 6 adalah Aeoliscus, Ctenochaetus dan Lethrinus. Menurut Fish Base (2004) pada umumnya Kelompok 3 berada di perairan laut dangkal di daerah terumbu karang, walaupun ada beberapa spesies ikan dari Famili Syngnathidae di daerah payau. Meskipun ikan terumbu di Kelompok 1 ini memiliki perbedaan dari segi fisiologi, Kelompok 3 memiliki ciri kesamaan yang khusus dalam hal diet, yaitu merupakan pemakan invertebrata bentik. Kelompok 4 merupakan pengelompokkan ikan terumbu terbanyak dan membentuk suatu jaring makanan di dalamnya. Hal ini dikarenakan tiap famili ikan terumbu memiliki beragam spesies yang berbeda komposisi jejaring

57 45 makanannya. Secara ringkas ditunjukkan pada Tabel 4. mengenai tingkatan jejaring makanan untuk tiap famili ikan dari kelompok 4. Tabel 4. Trophic Level pada Tiap Famili Ikan Terumbu di Kelompok 4 No Famili Trophic Level 1 Pomacentridae Omnivora dan Planktivora 2 Labridae Pemakan invertebrata bentik, Planktivora dan Karnivora 3 Caesionidae Planktivora 4 Chaetodonthidae Koralivora 5 Nemipteridae Karnivora 6 Mullidae Detritivora 7 Serranidae Karnivora 8 Scaridae Herbivora dan Koralivora 9 Pomacanthidae Planktivora Pada umumnya pengelompokkan famili ikan terumbu didasari oleh kebiasaan ikan terumbu, kondisi habitat, kelimpahan di alam, dan kondisi perairan. Famili ikan terumbu yang tergabung pada Kelompok 4 adalah Pomacentridae dan Labridae. Menurut Allen dan Steene (1987) bahwa kedua famili ini selalu dijumpai di tiap perairan terumbu karang, karena kedua famili tersebut memiliki sifat teritorial dan berlindung dari predator. Pengelompokkan famili Caesionidae, Chaetodonthidae, Nemipteridae, Mullidae, Serranidae, Scaridae dan Pomacanthidae didasari oleh kelimpahan spesies pada famili tersebut yang tersensus di masing-masing stasiun di Karang Lebar. Famili ikan terumbu yang tergabung pada Kelompok 7, berdasarkan jejaring makanannya tergolong sebagai pemangsa atau karnivora. Pengelompokkan famili ikan untuk Kelompok 5, 9 dan 10 secara umum tergolong ikan pemakan invertebrata bentik, planktivora dan detritivora Hasil perhitungan indeks kesamaan Bray-Curtis secara pengelompokkan berdasarkan lokasi pengamatan didapatkan skala pemotongan dendogram sebesar 0,81 yang ditampilkan pada Gambar 10, sehingga hanya stasiun 7 yang tidak

58 46 memiliki kesamaan karakteristik komunitas ikan terumbu. Parameter yang dianalisis untuk menakar kesamaan komunitas ikan terumbu antar lokasi ini berupa kelimpahan ikan terumbu yang dipengaruhi oleh kondisi gerak massa air di Karang Lebar. Hasil dendogram yang ditunjukkan berdasarkan nilai indeks kesamaan Bray-Curtis pada Gambar 10. memiliki beberapa kelompok yang memiliki kesamaan. Kelompok 1 merupakan kelompok yang memiliki nilai indeks kesamaan yang tinggi pada Stasiun 2 dan 9, kelompok 2 memiliki nilai indeks kesamaan di daerah stasiun 4 serta Stasiun 1, nilai indeks kesamaan kelompok 3 pada Stasiun 3 dan Stasiun 6. Stasiun 5 dan 8 memiliki kesamaan karakteristik dengan stasiun lain yang relatif kecil sehingga hampir mendekati skala pemotongan Bray-Curtis. Secara umum keterkaitan yang terjadi di tiap stasiun pada perairan Karang Lebar berdasarkan parameter massa gerak air yang merambat di perairan dangkal dan mempengaruhi habitat komunitas ikan terumbu yang secara langsung memberikan pengaruh terhadap ekostruktur famili ikan yang ditemukan di perairan Karang Lebar. Pada Tabel 5. menunjukkan kondisi perairan dangkal yang mendapatkan pengaruh langsung dari pergerakan massa air (gelombang dan arus permukaan), khususnya ekosistem terumbu karang. Karakteristik nilai indeks kesamaan pada kelompok 1 erat kaitannya dengan kondisi batimetri perairan yang memiliki karakteristik pergerakan massa air menuju ke daerah perairan yang dalam, karakteristik batimetri pada kelompok 2 hampir sama dengan kelompok 1, tetapi pada Stasiun 4 topografi batimetri yang dapat merubah energi pergerakan massa air berada di daerah tubir dan Stasiun 1 menuju laut lepas sehingga distribusi plankton, larva dan lainnya berkurang.

59 Gambar 10. Dendogram Pengelompokkan Lokasi Berdasarkan Tingkat Spesies Pengamatann Ikan Terumbu di Perairan Karang Lebar, Jakarta Utara

60 48 Kesamaan karakter pada kelompok 3 ini dapat dilihat pula berdasarkan ikan terumbu yang ditemukan. Karakteristik kelompok 1 memiliki hubungan kesamaan dengan kelompok 2, melihat dari kondisi batimetri pada kedua kelompok tersebut yaitu topografi batimetri yang dilalui gelombang dan arus timur bergerak di kondisi perairan tubir yang ke arah perairan dalam, sehingga ikan yang ditemukan relatif kecil dari segi kelimpahan. Tabel 5. Kondisi Habitat Ikan Terumbu di Karang Lebar Stasiun Kondisi Ekosistem 1 Substrat pasir yang di penuhi patahan karang, penutupan karang keras termasuk kategori buruk, dihuni oleh makro benthik dan karang lunak, makro alga mendominasi, kompetisi ruang antara karang keras dan alga 2 Substrat pasir yang di penuhi patahan karang, penutupan karang keras termasuk kategori sedang, dihuni oleh karang lunak dan bentik terumbu lainnya, terjadi kompetisi ruang antara karang keras dan alga 3 Substrat pasir yang di penuhi patahan karang, penutupan karang keras termasuk kategori baik, dihuni oleh karang lunak dan bentik terumbu lainnya, adanya makro alga yang secara berkala akan mengalami kompetisi ruang 4 Substrat pasir yang di penuhi patahan karang, penutupan karang keras termasuk kategori sedang, berpotensi terjadinya kompetisi ruang antara karang keras dan alga 5 Substrat bebatuan dan pasir ditutupi patahan karang, penutupan karang keras termasuk kategori sedang, makro alga mendominasi serta dihuni oleh karang lunak dan bentik terumbu lainnya, berpotensi terjadinya kompetisi ruang antara karang keras dan alga 6 Substrat bebatuan dan pasir ditutupi patahan karang, penutupan karang keras termasuk kategori sedang, makro alga mendominasi serta dihuni oleh karang lunak dan bentik terumbu lainnya, berpotensi terjadinya kompetisi ruang antara karang keras dan alga 7 Substrat bebatuan dan pasir ditutupi patahan karang, penutupan karang keras termasuk kategori sangat buruk, makro alga mendominasi serta dihuni oleh bentik terumbu lainnya, akibat kompetisi ruang 8 Substrat pasir yang di penuhi patahan karang, penutupan karang keras termasuk kategori sedang, dihuni oleh karang lunak dan bentik terumbu lainnya, terjadi kompetisi ruang antara karang keras dan alga 9 Substrat bebatuan dan pasir yang ditutupi patahan karang, penutupan karang keras termasuk kategori sedang, berpotensi terjadinya kompetisi ruang antara karang keras dan alga

61

62 50 Hal tersebut menunjukkan bahwa pada dimensi 1 dapat menggambarkan tingkat keterkaitan yang erat antar parameter dalam hal memberikan kontribusi penyebaran ikan terumbu di tiap stasiunnya. Berdasarkan analisis korespondensi pada dimensi 1, parameter arus, gelombang, keanekaragaman, keseragaman, dan biomassa memberikan kontribusi yang lebih kuat di Stasiun 1, 4, 5, dan 7 dibandingkan Stasiun 2, 3, 6, 8, dan 9. Kesamaan karakter kondisi arus dan gelombang di Stasiun 1, 4, 5, dan 7 menggambarkan kondisi habitat (bentik terumbu) dengan kategori sedang sampai sangat buruk, sehingga secara umum mampu mengubah struktur penyebaran biomassa ikan terumbu yang berada di Stasiun 1, 4, 5, dan 7 lebih rendah dibandingkan Stasiun 2, 3, 6, 8, dan 9. Secara umum nilai keanekaragaman dan keseragaman di Stasiun 1, 4, 5, dan 7 lebih besar dibandingkan Stasiun 2, 3, 6, 8, dan 9. Parameter kelimpahan dan kekayaan jenis pada dimensi 1 memberikan kontribusi yang lebih kuat di Stasiun 2, 3, 6, 8, dan 9 dibandingkan Stasiun 1, 4, 5, dan 7. Kondisi habitat (bentik terumbu) di Stasiun 2, 3, 6, 8, dan 9 tergolong sedang sampai baik, sehingga kelimpahan dan kekayaan jenis ikan terumbu yang ada lebih tinggi dengan kondisi arus dan gelombang yang dominan terpapar oleh angin dibandingkan Stasiun 1, 4, 5, dan 7. Secara keseluruhan parameter yang ada, baik parameter hidrodinamika maupun biodiversitas terhadap penyebaran ikan terumbu yang berada di tiap stasiun penelitian memiliki keterkaitan yang erat. Sehingga dengan melihat kondisi arus dan gelombang yang melewati perairan Karang Lebar para nelayan, peneliti maupun wisatawan dapat memanfaatkan komunitas ikan terumbu secara efektif dan selektifdari segi fungsional (ekologi maupun ekonomis).

63 5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Dinamika angin bulan Juni yang mempengaruhi perairan Kepulauan Seribu memiliki karakteristik yang tergolong tenang dengan arah dominan menuju barat. Pergerakan massa air permukaan di Kepulauan Seribu baik gelombang maupun arus permukaan, menunjukkan arah yang berlawanan dengan angin, yaitu menuju timur. Kondisi kecepatan angin yang tergolong lemah untuk membangkitkan gelombang, perbedaan tekanan udara, viskositas dan cakupan wilayah sapuan angin yang sempit menjadi beberapa faktor yang mengurangi kontribusi angin permukaan untuk membangkitkan gelombang dan arus di perairan Karang Lebar, Kepulauan Seribu. Gelombang dan arus yang bergerak di perairan Karang Lebar memiliki ketergantungan terhadap profil batimetri yang dilewatnya. Kecepatan arus dan tinggi gelombang akan mengalami peningkatan ketika pergerakan air melintasi profil batimetri dari yang lebih dalam menuju perairan dangkal dan mengalami penurunan kecepatan arus dan tinggi gelombang ketika melewati daerah dangkal menuju goba. Profil gelombang dan arus yang bergerak ke arah Timur hingga Tenggara di perairan Karang Lebar memberikan pengaruh nyata terhadap ekostruktur ikan terumbu di Karang Lebar. Hal tersebut terutama teramati untuk ikan terumbu yang memangsa plankton sebagai kebutuhan makanannya (planktivora), karena plankton memiliki sifat pergerakan yang dipengaruhi pola arus dan gelombang, seperti beberapa ikan dari Famili Pomacentridae dan Labridae. 51

64 Saran Perlu diketahui kondisi dinamika permukaan laut pada musim yang berbeda dan pengaruhnya terhadap komunitas ikan terumbu. Proses pengambilan data angin, gelombang dan arus dapat dilakukan secara in situ untuk mengevaluasi pengaruh hidrodinamika permukaan secara langsung terhadap ekostruktur ikan terumbu.

65 DAFTAR PUSTAKA Adrim, M Metodologi penelitian ikan-ikan karang. Dalam: Materi Kursus Penelitian Penentuan Kondisi Terumbu Karang. Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi-LIPI. Jakarta. Indonesia. Adrim M., M. Hutomo, & S.R. Suharti Chaetodontid fish community structure and its relation to reef degradation at the Seribu Islands reefs, Indonesia. Proceedings of the regional symposium on living resources in coastal areas: Allen, G. R dan R.C. Steene Reefs Fish on The Indian Ocean. T. F. H. Publications Inc.. New Jersey. Bengen, D. G Teknik Pengambilan Contoh dan Analisis Data Biofisik Sumberdaya Pesisir. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Bird, F. C. E Coast: An Introduction to Coastal Gemorfology, third edition. Basil Blackwell Inc. New York. BPLHD [Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah] Kondisi Umum Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah Jakarta. DKI Jakarta. Indonesia. Carter, R. W. C Coastal Environment: An Introduction to The Physical, Ecological and Cultural System of Coast Lines. Academic Press. London. Davis, R. A Oceanography: An Introduction to The Marine Environment. Web Publisher International Pub. New Jersey. English, S., C.,Wilkinson, dan V. Baker Survey Manual For Tropical Marine Resources. ASEAN Australia Marine Science Project Living Coastal Resources. Townsville. Fulton, CJ dan D. R. Belwood Wave Energy and Swimming Performance Shape Coral Reef Fish Assemblages. The Royal Society Science Biology. Australia.Vol. 272 (1565): Gross, M Oceanography sixth edition. Prentice-Hall.Inc. New Jersey. Hutabarat, S. dan S. M. Evans, Pengantar Oseanografi. Penerbit Universitas Indonesia. Depok. Hutomo, M Komunitas Ikan Karang dan Metode Sensus Visual. LON LIPI. Jakarta. 53

66 Hutomo, M Pengantar Ekologi Komunitas Ikan Karang dan Metode Pengkajiannya. P3O-LIPI. Jakarta. Kuiter, R. H Tropical Reef-Fishes of The Western Pacific Indonesia and Adjacenct Waters. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Komar, P. D Beach Processes and Sedimentation. Second edition. Englewood Cliffs. New Jersey. Krebs, J.C Ecological Methodology. First Edition. Addison-Welsey Pub. New York. Lowe, R. J., J. L. Falter, M. D., Bandet, G. Pawlak, M. J. Atkinson, S. G. Monismith dan J. R. Koseff Spectral wave dissipation over a barrier reef. Journal Of Geophysical Research, Vol. 110: 1-16 Luckhurst, B. E dan L. Luckhurst Analysis of The Influence of Substrate Variables on Coral Reef Communities. Marine Biology, 49: Montgomery, W., L. T. Gerrodette, dan L. D. Marshall Coral and Fish Community Structure of Sommero Island, Batangas, Philippines. Proc. Fourth Int. Coral Reef Symp. Vol.2: Nagelkerken, W. P Distribution and Ecology of The Groupers and Snappers of The Netherland Antilles. Proc.Fourth Int. Coral Reef Symp. Vol.107: Nybakken, J. W Marine Biology An Ecological Approach. Harper and Row. New York. Nybakken, J. W Biologi Laut: Suatu Pendekatan Ekologis. Diterjemahkan oleh H. M. Eidman, Koesobiono, D.G. Bengen, M. Hutomo, dan S. Sukardjo. PT Gramedia. Jakarta. Odum, E. P Fundamentals of Ecology. W.B. Sunders. Philadelphia. Pariwono, J. I Proses proses Fisik di Perairan Perairan Pantai. Dalam Kursus Pelatihan Pengelolaan Sumberdaya Perairan Pesisir Secara Terpadu dan Holistik. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Rahmawati, F Pertumbuhan dan Sintasan Transplan Karang Lunak Nepthea dan Sarcophyton di Pulau Karya, Kepulauan Seribu, Jakarta. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor Sachoemar, S. I Karakteristik Lingkungan Perairan Kepulauan Seribu. Vol.4 (2). Hal BPPT. Jakarta Seeber, G [20 Januari 2012] 54

67 Setyawan, E Perkembangan Gamet Karang Lunak Sinularia dura Hasil Transplantasi di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Siregar, V.P., S. Sukimin dan S. Wouthuyzen Pendugaan Potensi Ikan Karang dengan Citra Satelit Resolusi Tinggi dan Merancang Alat Tangkap yang Selektif di Kepulauan Seribu. Laporan Tahun Ke-1. Program Insentif Riset Dasar. RD Kementrian Riset dan Teknologi.169 pp. Siregar, V.P., S. Sukimin dan S. Wouthuyzen Pendugaan Potensi Ikan Karang dengan Citra Satelit Resolusi Tinggi dan Merancang Alat Tangkap yang Selektif di Kepulauan Seribu. Laporan Tahun Ke-2. Program Insentif Riset Dasar. RD Kementrian Riset dan Teknologi.169 pp. Siwi, W. E. R Analisis Kestabilan Garis Pantai Eretan Indramayu Berdasarkan Pengaruh Gelombang. (Tesis).Sekolah Pasca Sarjana IPB. Bogor Sorensen, R. M Basic Coastal Enginering, John Wiley & Son, Inc. New York. Spalding, M. D., C. Ravillous dan E. P. Green World Atlas of Coral Reefs. Disiapkan di UNEP-WCMC. University of California. California. Triatmodjo, B Teknik Pantai. Betta Offset. Yogyakarta. Undang-Undang Republik Indonesia No.34 Tahun Pemerintahan Propinsi Daerah Khusus Ibukota Negara Republik Indonesia. Jakarta Veron, J. E. N Coral of Australia and The IndoPacific. Australia Institute of Marine Science. Townsville. Wyrtki, K Physical Oceanography of The South Asian Waters. The University of California. Berkeley. 55

68 LAMPIRAN

69 57 Lampiran 1. Data Angin, Tinggi dan Periode Gelombang Selama Tiga Tahun di Teluk Jakarta Sumber Data: Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Tanjung Priok No Date Time(UTC) WindDir WindSpd(knot) WaveDir HSign(m) P.Sign(s) 1 01/06/ SEE 6.4 E /06/ E 5.4 E /06/ ENE 5.5 E /06/ ENE 3.1 E /06/ SE 1.7 E /06/ E 5.5 E /06/ E 9.8 E /06/ SEE 9.7 E /06/ SEE 10.3 E /06/ SEE 8.0 E /06/ ENE 7.0 E /06/ E 7.8 E /06/ SEE 9.7 E /06/ SEE 8.1 E /06/ E 6.9 E /06/ SEE 8.0 E /06/ SEE 9.2 E /06/ E 7.9 E /06/ E 6.8 E /06/ SEE 5.9 E /06/ SE 6.5 E /06/ SEE 7.6 E /06/ E 10.2 E /06/ SEE 7.3 E /06/ SE 5.5 E /06/ SEE 6.4 E /06/ E 8.9 E /06/ E 7.3 E /06/ SEE 6.1 E /06/ E 7.8 E /06/ ENE 10.3 ENE /06/ E 7.4 ENE /06/ SEE 5.4 E /06/ E 4.1 E /06/ ENE 3.9 E /06/ SEE 3.7 E /06/ SE 6.0 E /06/ SEE 1.2 E

70 58 Lanjutan Lampiran 1. No Date Time(UTC) WindDir WindSpd(knot) WaveDir HSign(m) P.Sign(s) 39 10/06/ NNW 4.0 E /06/ ENE 1.1 E /06/ SE 4.3 E /06/ ENE 3.2 E /06/ NNE 5.8 E /06/ NE 1.5 E /06/ S 3.2 E /06/ E 2.4 E /06/ NE 6.4 E /06/ E 5.8 E /06/ SE 8.1 E /06/ SEE 6.0 E /06/ ENE 5.2 E /06/ SE 1.8 E /06/ SSW 4.7 E /06/ SW 0.2 E /06/ NNE 4.3 E /06/ NE 0.7 E /06/ SSW 3.0 E /06/ NNE 1.2 E /06/ NNE 5.3 E /06/ SEE 1.6 E /06/ SSE 5.8 E /06/ SEE 0.5 E /06/ N 5.2 E /06/ NE 1.1 E /06/ SSE 3.8 E /06/ SW 2.3 E /06/ W 4.9 E /06/ WSW 4.4 E /06/ SW 4.9 E /06/ WSW 6.2 E /06/ WSW 7.8 E /06/ WSW 6.8 E /06/ WSW 5.8 E /06/ WSW 4.3 E /06/ W 2.9 E /06/ WSW 2.2 E /06/ SSW 2.3 E /06/ SW 3.5 E

71 59 Lanjutan Lampiran 1. No Date Time(UTC) WindDir WindSpd(knot) WaveDir HSign(m) P.Sign(s) 79 20/06/ WSW 4.9 E /06/ SSW 4.0 E /06/ S 4.3 E /06/ SSE 2.0 E /06/ ENE 1.6 NNE /06/ SEE 3.1 N /06/ SEE 5.0 N /06/ E 4.3 N /06/ ENE 4.5 N /06/ SEE 5.1 N /06/ SE 7.4 ENE /06/ SEE 6.4 E /06/ E 6.2 ENE /06/ SEE 5.0 E /06/ SE 4.5 ENE /06/ ENE 0.4 ENE /06/ NNW 4.4 ENE /06/ W 1.9 E /06/ SSW 3.7 E /06/ WNW 1.2 E /06/ N 4.0 E /06/ NNE 1.5 E /06/ SEE 2.4 E /06/ E 3.3 E /06/ ENE 5.1 E /06/ E 3.2 E /06/ SE 3.5 E /06/ SEE 2.3 E /06/ NE 3.2 ENE /06/ SEE 1.7 ENE /06/ S 3.4 E /06/ SEE 3.7 E /06/ E 6.6 E /06/ SEE 5.5 E /06/ SE 6.2 E /06/ SEE 3.7 E /06/ NE 4.1 E /06/ E 5.4 E /06/ SEE 7.6 E /06/ E 6.7 E /06/ ENE 6.1 E /06/ SEE 4.2 E

72 60 Lanjutan Lampiran 1. No Date Time(UTC) WindDir WindSpd(knot) WaveDir HSign(m) P.Sign(s) 1 01/06/ SEE 6.1 E /06/ E 5.9 E /06/ ENE 6.2 E /06/ E 5.8 E /06/ SEE 6.3 E /06/ SEE 5.7 E /06/ E 5.9 E /06/ SE 4.7 E /06/ S 7.1 E /06/ SEE 4.6 E /06/ ENE 7.6 E /06/ E 3.5 E /06/ S 3.3 E /06/ SEE 0.1 E /06/ N 3.3 E /06/ SEE 0.8 E /06/ SSE 3.9 E /06/ SW 1.6 E /06/ WNW 3.7 E /06/ ENE 0.4 E /06/ SEE 4.3 E /06/ NE 0.9 E /06/ NW 3.5 E /06/ SSW 1.5 E /06/ SSE 5.0 E /06/ ENE 0.5 E /06/ N 5.3 E /06/ N 1.9 E /06/ SE 2.1 E /06/ ENE 2.9 E /06/ ENE 5.3 E /06/ E 4.0 E /06/ SE 4.8 E /06/ E 4.2 E /06/ ENE 5.0 E /06/ SE 2.2 E /06/ SSW 5.3 E /06/ SSW 1.2 E /06/ N 2.9 E /06/ SEE 2.4 E

73 61 Lanjutan Lampiran 1. No Date Time(UTC) WindDir WindSpd(knot) WaveDir HSign(m) P.Sign(s) 41 11/06/ SE 5.9 E /06/ SSE 1.6 E /06/ WNW 3.1 E /06/ SSE 1.8 E /06/ SE 6.4 E /06/ SEE 4.8 E /06/ ENE 4.7 E /06/ SEE 4.0 E /06/ SE 4.7 ENE /06/ E 4.2 ENE /06/ NE 6.1 ENE /06/ SEE 6.6 E /06/ SE 10.0 E /06/ SEE 9.7 E /06/ E 10.2 E /06/ SEE 8.9 E /06/ SE 8.4 E /06/ SEE 6.6 E /06/ ENE 6.4 E /06/ E 6.6 E /06/ SEE 7.4 E /06/ E 7.9 E /06/ ENE 9.2 E /06/ E 7.0 E /06/ SEE 5.3 E /06/ E 4.9 E /06/ E 4.6 E /06/ E 5.7 E /06/ SEE 7.0 E /06/ E 6.3 E /06/ E 6.1 E /06/ E 5.3 E /06/ SE 5.4 E /06/ SEE 4.9 E /06/ E 5.1 E /06/ SEE 3.7 E /06/ SSE 3.9 E /06/ SEE 5.9 E /06/ E 9.8 E /06/ SEE 8.9 E

74 62 Lanjutan Lampiran 1. No Date Time(UTC) WindDir WindSpd(knot) WaveDir HSign(m) P.Sign(s) 81 21/06/ SEE 9.1 E /06/ E 7.5 E /06/ ENE 8.6 E /06/ E 6.7 ENE /06/ SEE 6.5 ENE /06/ E 6.8 ENE /06/ E 7.6 ENE /06/ SEE 6.7 ENE /06/ SE 7.5 E /06/ SEE 7.9 E /06/ E 9.5 E /06/ SEE 8.0 E /06/ SE 8.1 E /06/ SEE 6.8 E /06/ E 6.7 E /06/ SEE 6.6 E /06/ SE 7.1 E /06/ SEE 7.6 E /06/ E 9.0 E /06/ SEE 8.1 E /06/ SEE 7.4 E /06/ SEE 7.4 E /06/ SEE 7.5 E /06/ SEE 6.1 E /06/ SEE 5.0 E /06/ SEE 2.8 E /06/ NE 1.6 E /06/ E 2.1 E /06/ SEE 3.2 E /06/ E 5.2 E /06/ ENE 8.0 E /06/ E 6.0 E /06/ SEE 4.9 E /06/ E 6.0 E /06/ E 7.5 E /06/ E 7.0 E /06/ SEE 7.0 E /06/ E 6.9 E /06/ ENE 7.6 E /06/ E 5.4 E

75 63 Lanjutan Lampiran 1. No Date Time(UTC) WindDir WindSpd(knot) WaveDir HSign(m) P.Sign(s) 1 01/06/ SEE 7.56 E /06/ SEE 7 E /06/ E 7.21 E /06/ SEE 8.21 E /06/ SE E /06/ SE 7.25 E /06/ SSE 4.78 E /06/ SE 4.71 E /06/ SEE 5.34 E /06/ SEE 5.01 E /06/ SEE 4.68 E /06/ SE 3.02 ENE /06/ S 2.87 E /06/ S 0.96 E /06/ N 0.96 E /06/ SEE 2.08 E /06/ SE 4.59 E /06/ SEE 3.64 E /06/ ENE 3.6 E /06/ E 4.11 E /06/ SEE 4.91 E /06/ E 5.57 E /06/ ENE 6.64 E /06/ E 6.51 E /06/ SEE 7.18 E /06/ E 4.98 E /06/ ENE 3.92 E /06/ E 3.85 E /06/ SEE 4.62 E /06/ SEE 3.48 E /06/ SEE 2.35 E /06/ SE 5.84 E /06/ SE 9.34 E /06/ E 6.84 E /06/ ENE 6.93 E /06/ E 4.72 E /06/ SE 4.65 E /06/ SE 2.61 E /06/ SSW 0.98 E /06/ SE 4 E

76 64 Lanjutan Lampiran 1. No Date Time(UTC) WindDir WindSpd(knot) WaveDir HSign(m) P.Sign(s) 41 11/06/ SE 7.46 E /06/ SE 4.75 E /06/ SEE 2.15 E /06/ SEE 4.18 E /06/ SE 6.25 E /06/ SEE 5.07 E /06/ SEE 4.1 E /06/ SEE 3.7 E /06/ SE 3.68 E /06/ SE 1.73 E /06/ W 0.43 E /06/ SSE 1.98 E /06/ SE 4.13 E /06/ SE 2.47 E /06/ E 1.17 E /06/ SEE 2.99 E /06/ SEE 4.89 E /06/ SE 2.48 E /06/ SW 1.9 E /06/ SW 2.05 E /06/ SW 2.23 E /06/ SW 0.82 E /06/ NE 0.59 E /06/ SEE 2.85 E /06/ SEE 5.32 E /06/ E 5.55 E /06/ ENE 6.37 E /06/ E 8.15 E /06/ SEE E /06/ SEE 9.83 E /06/ E 8.86 E /06/ SEE 9.5 E /06/ SEE E /06/ E E /06/ E E /06/ E 8.16 E /06/ SEE 5.69 E /06/ E 5.83 E /06/ E 6.3 ENE /06/ SEE 5.36 ENE

77 65 Lanjutan Lampiran 1. No Date Time(UTC) WindDir WindSpd(knot) WaveDir HSign(m) P.Sign(s) 81 21/06/ SE 5.76 ENE /06/ E 4.93 E /06/ ENE 6.4 E /06/ ENE 4.16 E /06/ E 2.04 E /06/ ENE 1.69 E /06/ NNE 1.81 E /06/ E 3.3 E /06/ SEE 6.16 E /06/ SEE 3.51 E /06/ SSE 1.07 E /06/ SE 2.96 E /06/ SE 4.89 E /06/ SSE 2.22 E /06/ WSW 1.21 E /06/ E 2.76 E /06/ E 6.66 E /06/ E 4.74 E /06/ E 2.88 E /06/ SEE 5.28 E /06/ SEE 8.09 E /06/ E 5.23 E /06/ ENE 3.44 E /06/ E 4.87 E /06/ SEE 7.08 E /06/ E 6.26 E /06/ ENE 6.18 E /06/ SEE 4.58 E /06/ SSE 5.58 E /06/ SEE 2.71 E /06/ NE 3.29 ENE /06/ E 1.77 E /06/ SSE 2.95 E /06/ SEE 4.16 E /06/ E 6.75 E /06/ E 6.88 E /06/ E 7.12 E /06/ E 5.95 E /06/ ENE 5.07 E /06/ E 5.07 E

78 66 Lampiran 2. Data Arus Permukaan Air Laut di Perairan Karang Lebar Musim Timur (Agustus 2007) Timur (Mei-Juli 2008) Timur (Juni 2009) Arus Letak Stasiun Kecepatan Arah (m/s) Area Perlindungan laut Timur Laut 0,195 Sumber Data Data Penelitian Edy Setyawan Stasiun 13 Tenggara 0,0592 Ristek 2008 (Siregar 2008) Stasiun 7 Tenggara 0,0549 Ristek 2008 (Siregar 2008) Stasiun 6 Tenggara 0,1302 Ristek 2008 (Siregar 2008) Stasiun 5 Tenggara 0,1190 Ristek 2008 (Siregar 2008) Stasiun 2 Tenggara 0,2466 Ristek 2008 (Siregar 2008) Stasiun 3 Tenggara 0,1678 Ristek 2008 (Siregar 2008) Stasiun 16 Tenggara 0,1199 Ristek 2008 (Siregar 2008) Stasiun 8 Tenggara 0,1250 Ristek 2008 (Siregar 2008) Stasiun 4 Tenggara 0,2116 Ristek 2008 (Siregar 2008) Area Perlindungan Data Penelitian Fadhillah laut Tenggara 0,11 Rahmawati

79 67 Lampiran 3. Data Ikan Terumbu yang Teridentifikasi di Perairan Karang Lebar Stasiun Nilai Jenis Ikan Terumbu a b Acanthuridae Ctenochaetus striatus ,0352 3,066 Apogonidae Apogon compressus , ,577 Blenniidae Escenius midas ,0239 2,584 Escenius sp ,0239* 2,584* Meiacanthus smithi ,0009 4,47 Caesionidae Caesio cuning , Caesio caerulaurea ,0200 2,991 Pterocaesio chrysozona ,0404 2,814 Chaetodontidae Chaetodon baronessa ,0404* 2,814* Chelmon marginalis ,0404* 2,814* Heniochus chrysostomus ,0161 3,262 Heniochus varius ,0161* 3,262* Chaetodon octofasciatus ,0404 2,814 Centriscidae Aeoliscus strigatus , Cirrhitidae Paracirrhites forsteri ,0172 2,977 Gobiidae Corythoicthys intestinalis ,0175* 2,827* Gnatholepis cauerensis ,0175 2,827 Istigobius decoratus ,0180 2,777 Valenciennea heldingenii ,0104 2,859 Haemulidae Plecthorhynchus picus ,0115 3,089

80 68 Lanjutan Lampiran 3. Stasiun Nilai Jenis Ikan Terumbu a b Holocentridae Myripristis violacea ,0364 2,94 Sargocentron cornutum ,0275 2,998 Labridae Bodianus mesothorax ,010 3,173 Cheilinus fasciatus ,0404 2,814 Cheilinus undulatus ,0113 3,136 Choerodon anchorago , Cirrhilabrus cyanopleura ,0065 3,15 Coris caudimacula , Diproctachantus xanthurus ,0076 3,105 Gomphosus varius ,0244 2,703 Halichoeres (juv) ,0160* 2,987* Halichoeres biocelatus ,0160 2,987 Halichoeres chlorocephalus , Halichoeres chrysus , Halichoeres hortulanus ,0149* 3* Halichoeres leucurus ,0093 3,262 Halichoeres melanochir ,0093* 3,262* Halichoeres melanurus ,0093* 3,262* Halichoeres scapularis ,0275 2,736 Halichoeres trimaculatus ,0275* 2,736* Labroides dimidiatus ,0059 3,231 Stethojulis strigiventer ,0191 2,876 Thalassoma lunare ,0211 2,832 Thalassoma lutescens ,0130 3,042 Lethrinidae Lethrinus sp (juvenil) ,0165 3,043 Malacanthidae Remora remora ,0267 2,978 Monacanthidae Acreichtys radiatus ,0070 3,262 Mullidae Parupaneus barberinus ,0131 3,122

81 69 Lanjutan Lampiran 3. Stasiun Nilai Jenis Ikan Terumbu a b Lutjanidae Lutjanus biguttatus ,0296 2,851 Lutjanus decussatus ,0296* 2,851* Lutjanus johnii ,0296* 2,851* Nemipteridae Scolopsis bilineatus ,0149 3,14 Scolopsis lineatus ,0138 3,174 Scolopsis taeniepterus ,0185 2,981 Scolopsis trilineatus , Pomacanthidae Chaetodontoplus mesoleucus ,0413 2,866 Pygloplites diachantus ,0371 2,968 Pomacentridae Abudefduf lorenzi ,0226* 3,132* Abudefduf nottatus ,0226* 3,132* Abudefduf septemfasciatus ,0213 3,152 Abudefduf sexfasciatus ,0213 3,152 Abudefduf vaigiensis ,0226 3,132 Amblyglyphidodon aureus , Amblyglyphidodon curacao ,0413 2,886 Amblyglyphidodon leucogaster ,0217* 3* Amphiprion ocellaris , Amphiprion sandaracinos ,0375 2,866 Cheiloprion labiatus ,0206 3,146 Chromis analis ,0642 2,518 Chromis fumea ,0642* 2,518* Chromis viridis ,0642 2,518 Chrysiptera flavipinnis ,0379 3,012 Chrysiptera glauca ,0220 3,001 Chrysiptera parasema ,0220* 3,001* Dascyllus flavicaudus ,0289 3,035

82 70 Lanjutan Lampiran 3. Stasiun Nilai Jenis Ikan Terumbu a b Pomacentridae Dischistodus prosopotaenia ,0275 2,973 Hemiglyphidodon plagiometopon ,0175 3,212 Neoglyphidodon carlsoni ,0175* 3,212* Neoglyphidodon melas ,0254 3,054 Neoglyphidodon oxyodon ,0175* 3,212* Plectroglyphidodon lacrymatus ,0612 2,747 Pomacentrus alexanderae ,0135 3,312 Pomacentrus auriventris ,0703 2,646 Pomacentrus burroughi ,0703* 2,646* Pomacentrus moluccensis ,0703* 2,646* Pomacentrus philippinus ,0231 3,058 Pomacentrus trichiurus ,0305 3,012 Pomachromis guamensis ,0231* 3,058* Premnas biaculeatus , Scaridae Chlorurus sordidus ,0319 2,927 Scarus flavipectoralis ,0175* 3,074* Scarus rivulatus ,0173 3,14 Scarus rubroviolaceus ,0175* 3,074* Scarus scaber ,0175 3,074 Scorpaenidae Scorpaenopsis oxycephala ,013 3,201 Serranidae Cephalopholis argus ,0093 3,181 Cephalopholis miniata ,0107 3,114 Cephalopholis boenack ,0146 3,019 Cephalopholis microprion , Cephalopholis sexmaculata ,0158 2,966 Epinephelus merra ,0146* 3,019* Epinephelus sexfasciatus ,0122* 3,053* Epinephelus stictus ,0122 3,053 Plectropomus maculatus ,0107 3,086 Plectropomus sp (juv) ,0107* 3,086*

83 71 Lanjutan Lampiran 3. Jenis Ikan Terumbu Stasiun Nilai a b Seiganidae Siganus vulpinus , Sygnathidae Corythoicthys sp ,0004 4,12 Synodonthidae Synodus jaculum ,0047 3,346 Keterangan: (-) tidak ada; (+) ada, (*) nilai yang diambil dari spesies yang hampir sama dalam satu famili/genus

84 72 Lampiran 4. Matriks Data Analisis Koresponden di Perairan Karang Lebar Parameter Stasiun Tinggi Kekayaan Arus Kelimpahan Biomassa Gelombang H' E C Jenis (m/s) (Ind/ Ha) (Kg/ Ha) (m) (ind)

85 73 Lampiran 5. Hasil Keterkaitan Analisis Koresponden di Perairan Karang Lebar Row Name Coordin. Dim.1 Coordin. Dim.2 Relative Inertia Inertia Dim.1 Cos2. Dim.1 Inertia Dim.2 Cos2. Dim.2 St St St St St St St St St Column Name Coordin. Dim.1 Coordin. Dim.2 Relative Inertia Inertia Dim.1 Cos2. Dim.1 Inertia Dim.2 Cos2. Dim.2 Arus H' E C Gelombang Kelimpahan Kekayaan Jenis Biomassa

86

2. TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Geografis dan Iklim di Kepulauan Seribu. berdasarkan UU No.34 Tahun 1999 tentang pemerintahan Provinsi DKI Jakarta

2. TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Geografis dan Iklim di Kepulauan Seribu. berdasarkan UU No.34 Tahun 1999 tentang pemerintahan Provinsi DKI Jakarta 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Geografis dan Iklim di Kepulauan Seribu Kepulauan Seribu ditetapkan sebagai salah satu Kabupaten Administrasi berdasarkan UU No.34 Tahun 1999 tentang pemerintahan Provinsi

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data sekunder. Ada beberapa data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu data angin serta

Lebih terperinci

Angin memiliki pola pergerakan yang bervariasi sesuai dengan musim yang. berlangsung di suatu perairan akibat adanya perbedaan tekanan udara.

Angin memiliki pola pergerakan yang bervariasi sesuai dengan musim yang. berlangsung di suatu perairan akibat adanya perbedaan tekanan udara. 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Arah dan Kecepatan Angin Angin memiliki pola pergerakan yang bervariasi sesuai dengan musim yang berlangsung di suatu perairan akibat adanya perbedaan tekanan

Lebih terperinci

ANALISIS KESUKAAN HABITAT IKAN KARANG DI SEKITAR PULAU BATAM, KEPULAUAN RZAU

ANALISIS KESUKAAN HABITAT IKAN KARANG DI SEKITAR PULAU BATAM, KEPULAUAN RZAU w h 6 5 ANALISIS KESUKAAN HABITAT IKAN KARANG DI SEKITAR PULAU BATAM, KEPULAUAN RZAU. RICKY TONNY SIBARANI SKRIPSI sebagai salah satu syarat untukmemperoleh gelar Sajana Perikanan pada Departemen Ilmu

Lebih terperinci

KONDISI EKOSISTEM TERUMBU KARANG DI KEPULAUAN TOGEAN SULAWESI TENGAH

KONDISI EKOSISTEM TERUMBU KARANG DI KEPULAUAN TOGEAN SULAWESI TENGAH KONDISI EKOSISTEM TERUMBU KARANG DI KEPULAUAN TOGEAN SULAWESI TENGAH Oleh: Livson C64102004 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Penelitian Kecamatan Muara Gembong merupakan daerah pesisir di Kabupaten Bekasi yang berada pada zona 48 M (5 0 59 12,8 LS ; 107 0 02 43,36 BT), dikelilingi oleh perairan

Lebih terperinci

Gambar 1. Pola sirkulasi arus global. (www.namce8081.wordpress.com)

Gambar 1. Pola sirkulasi arus global. (www.namce8081.wordpress.com) Arus Geostropik Peristiwa air yang mulai bergerak akibat gradien tekanan, maka pada saat itu pula gaya coriolis mulai bekerja. Pada saat pembelokan mencapai 90 derajat, maka arah gerak partikel akan sejajar

Lebih terperinci

Modul 1 : Ruang Lingkup dan Perkembangan Ekologi Laut Modul 2 : Lautan sebagai Habitat Organisme Laut Modul 3 : Faktor Fisika dan Kimia Lautan

Modul 1 : Ruang Lingkup dan Perkembangan Ekologi Laut Modul 2 : Lautan sebagai Habitat Organisme Laut Modul 3 : Faktor Fisika dan Kimia Lautan ix M Tinjauan Mata Kuliah ata kuliah ini merupakan cabang dari ekologi dan Anda telah mempelajarinya. Pengetahuan Anda yang mendalam tentang ekologi sangat membantu karena ekologi laut adalah perluasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terumbu karang merupakan sebuah sistem dinamis yang kompleks dimana keberadaannya dibatasi oleh suhu, salinitas, intensitas cahaya matahari dan kecerahan suatu perairan

Lebih terperinci

3. METODOLOGI. Koordinat stasiun penelitian.

3. METODOLOGI. Koordinat stasiun penelitian. 3. METODOLOGI 3.1 Lokasi dan waktu penelitian Penelitian ini dilakukan di perairan pesisir Bahodopi, Teluk Tolo Kabupaten Morowali, Provinsi Sulawesi Tengah pada bulan September 2007 dan Juni 2008. Stasiun

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara ekologis ekosistem padang lamun di perairan pesisir dapat berperan sebagai daerah perlindungan ikan-ikan ekonomis penting seperti ikan baronang dan penyu, menyediakan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem terumbu karang berfungsi sebagai tempat memijah, mencari makan, daerah pengasuhan dan berlindung biota laut, termasuk bagi beragam jenis ikan karang yang berasosiasi

Lebih terperinci

VARIABILITAS SUHU DAN SALINITAS DI PERAIRAN BARAT SUMATERA DAN HUBUNGANNYA DENGAN ANGIN MUSON DAN IODM (INDIAN OCEAN DIPOLE MODE)

VARIABILITAS SUHU DAN SALINITAS DI PERAIRAN BARAT SUMATERA DAN HUBUNGANNYA DENGAN ANGIN MUSON DAN IODM (INDIAN OCEAN DIPOLE MODE) VARIABILITAS SUHU DAN SALINITAS DI PERAIRAN BARAT SUMATERA DAN HUBUNGANNYA DENGAN ANGIN MUSON DAN IODM (INDIAN OCEAN DIPOLE MODE) Oleh : HOLILUDIN C64104069 SKRIPSI PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Arus Eddy Penelitian mengenai arus eddy pertama kali dilakukan pada sekitar tahun 1930 oleh Iselin dengan mengidentifikasi eddy Gulf Stream dari data hidrografi, serta penelitian

Lebih terperinci

DISTRIBUSI DAN PREFERENSI HABITAT SPONS KELAS DEMOSPONGIAE DI KEPULAUAN SERIBU PROVINSI DKI JAKARTA KARJO KARDONO HANDOJO

DISTRIBUSI DAN PREFERENSI HABITAT SPONS KELAS DEMOSPONGIAE DI KEPULAUAN SERIBU PROVINSI DKI JAKARTA KARJO KARDONO HANDOJO DISTRIBUSI DAN PREFERENSI HABITAT SPONS KELAS DEMOSPONGIAE DI KEPULAUAN SERIBU PROVINSI DKI JAKARTA KARJO KARDONO HANDOJO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Umum Perairan Bintan Pulau Bintan merupakan salah satu pulau di kepulauan Riau tepatnya di sebelah timur Pulau Sumatera. Pulau ini berhubungan langsung dengan selat

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. utara. Kawasan pesisir sepanjang perairan Pemaron merupakan kawasan pantai

2. TINJAUAN PUSTAKA. utara. Kawasan pesisir sepanjang perairan Pemaron merupakan kawasan pantai 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Perairan Pantai Pemaron merupakan salah satu daerah yang terletak di pesisir Bali utara. Kawasan pesisir sepanjang perairan Pemaron merupakan kawasan pantai wisata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Plankton merupakan organisme renik yang hidup melayang-layang di air dan

BAB I PENDAHULUAN. Plankton merupakan organisme renik yang hidup melayang-layang di air dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Plankton merupakan organisme renik yang hidup melayang-layang di air dan mempunyai kemampaun berenang yang lemah dan pergerakannya selalu dipegaruhi oleh gerakan massa

Lebih terperinci

SEBARAN DAN ASOSIASI PERIFITON PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN (Enhalus acoroides) DI PERAIRAN PULAU TIDUNG BESAR, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA UTARA

SEBARAN DAN ASOSIASI PERIFITON PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN (Enhalus acoroides) DI PERAIRAN PULAU TIDUNG BESAR, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA UTARA SEBARAN DAN ASOSIASI PERIFITON PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN (Enhalus acoroides) DI PERAIRAN PULAU TIDUNG BESAR, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA UTARA Oleh: Yuri Hertanto C64101046 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Semak Daun merupakan salah satu pulau yang berada di Kelurahan Pulau Panggang, Kecamatan Kepulauan Seribu Utara. Pulau ini memiliki daratan seluas 0,5 ha yang dikelilingi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Verifikasi Model Visualisasi Klimatologi Suhu Permukaan Laut (SPL) model SODA versi 2.1.6 diambil dari lapisan permukaan (Z=1) dengan kedalaman 0,5 meter (Lampiran 1). Begitu

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Distribusi SPL Dari pengamatan pola sebaran suhu permukaan laut di sepanjang perairan Selat Sunda yang di analisis dari data penginderaan jauh satelit modis terlihat ada pembagian

Lebih terperinci

Pencacahan Langsung (Visual Census Method) dimana lokasi transek ikan karang

Pencacahan Langsung (Visual Census Method) dimana lokasi transek ikan karang Usep Sopandi. C06495080. Asosiasi Keanekaragaman Spesies Ikan Karang dengan Persentase Penutupan Karang (Life Form) di Perairan Pantai Pesisir Tengah dan Pesisir Utara, Lampung Barat. Dibawah Bimbingan

Lebih terperinci

Definisi Arus. Pergerakkan horizontal massa air. Penyebab

Definisi Arus. Pergerakkan horizontal massa air. Penyebab Definisi Arus Pergerakkan horizontal massa air Penyebab Fakfor Penggerak (Angin) Perbedaan Gradien Tekanan Perubahan Densitas Pengaruh Pasang Surut Air Laut Karakteristik Arus Aliran putaran yang besar

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN. Penelitian ini berlokasi di habitat lamun Pulau Sapudi, Kabupaten

3. METODE PENELITIAN. Penelitian ini berlokasi di habitat lamun Pulau Sapudi, Kabupaten 16 3. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini berlokasi di habitat lamun Pulau Sapudi, Kabupaten Sumenep, Madura (Gambar 6). Kabupaten Sumenep berada di ujung timur Pulau Madura,

Lebih terperinci

Modul Pelatihan Teknik Analisis Kuantitatif Data *

Modul Pelatihan Teknik Analisis Kuantitatif Data * Modul Pelatihan Teknik Analisis Kuantitatif Data * Hawis H. Madduppa, S.Pi., M.Si. Bagian Hidrobiologi Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang dua per tiga luasnya ditutupi oleh laut

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang dua per tiga luasnya ditutupi oleh laut 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang dua per tiga luasnya ditutupi oleh laut dan hampir sepertiga penduduknya mendiami daerah pesisir pantai yang menggantungkan hidupnya dari

Lebih terperinci

STUDI PARAMETER OSEANOGRAFI DI PERAIRAN SELAT MADURA KABUPATEN BANGKALAN

STUDI PARAMETER OSEANOGRAFI DI PERAIRAN SELAT MADURA KABUPATEN BANGKALAN STUDI PARAMETER OSEANOGRAFI DI PERAIRAN SELAT MADURA KABUPATEN BANGKALAN Aries Dwi Siswanto 1, Wahyu Andy Nugraha 1 1 Program Studi Ilmu Kelautan Universitas Trunojoyo Madura Abstrak: Fenomena dan dinamika

Lebih terperinci

Oleh : ASEP SOFIAN COG SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Geiar Sarjana pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Oleh : ASEP SOFIAN COG SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Geiar Sarjana pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan STUDI KETERKAITAN KEANEKARAGAMAN BENTUK PERTUMBUHAN TERUMBU KARANG DENGAN IKAN KARANG DI SEKITAR KAWASAN PERAIRAN PULAU RU DAN PULAU KERINGAN WILAYAH BARAT KEPULAUAN BELITUNG Oleh : ASEP SOFIAN COG498084

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Perubahan iklim global sekitar 3 4 juta tahun yang lalu telah mempengaruhi evolusi hominidis melalui pengeringan di Afrika dan mungkin pertanda zaman es pleistosin kira-kira

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Kondisi Fisik Daerah Penelitian II.1.1 Kondisi Geografi Gambar 2.1. Daerah Penelitian Kabupaten Indramayu secara geografis berada pada 107 52-108 36 BT dan 6 15-6 40 LS. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara geografis wilayah Indonesia terletak di daerah tropis yang terbentang

BAB I PENDAHULUAN. Secara geografis wilayah Indonesia terletak di daerah tropis yang terbentang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara geografis wilayah Indonesia terletak di daerah tropis yang terbentang antara 95 o BT 141 o BT dan 6 o LU 11 o LS (Bakosurtanal, 2007) dengan luas wilayah yang

Lebih terperinci

KERENTANAN TERUMBU KARANG AKIBAT AKTIVITAS MANUSIA MENGGUNAKAN CELL - BASED MODELLING DI PULAU KARIMUNJAWA DAN PULAU KEMUJAN, JEPARA, JAWA TENGAH

KERENTANAN TERUMBU KARANG AKIBAT AKTIVITAS MANUSIA MENGGUNAKAN CELL - BASED MODELLING DI PULAU KARIMUNJAWA DAN PULAU KEMUJAN, JEPARA, JAWA TENGAH KERENTANAN TERUMBU KARANG AKIBAT AKTIVITAS MANUSIA MENGGUNAKAN CELL - BASED MODELLING DI PULAU KARIMUNJAWA DAN PULAU KEMUJAN, JEPARA, JAWA TENGAH oleh : WAHYUDIONO C 64102010 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

Sebaran Arus Permukaan Laut Pada Periode Terjadinya Fenomena Penjalaran Gelombang Kelvin Di Perairan Bengkulu

Sebaran Arus Permukaan Laut Pada Periode Terjadinya Fenomena Penjalaran Gelombang Kelvin Di Perairan Bengkulu Jurnal Gradien Vol. 11 No. 2 Juli 2015: 1128-1132 Sebaran Arus Permukaan Laut Pada Periode Terjadinya Fenomena Penjalaran Gelombang Kelvin Di Perairan Bengkulu Widya Novia Lestari, Lizalidiawati, Suwarsono,

Lebih terperinci

ANALISIS HUJAN BULAN MEI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN JULI, AGUSTUS DAN SEPTEMBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA

ANALISIS HUJAN BULAN MEI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN JULI, AGUSTUS DAN SEPTEMBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA ANALISIS HUJAN BULAN MEI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN JULI, AGUSTUS DAN SEPTEMBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA Sumber : BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pulau Pramuka I II III

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pulau Pramuka I II III BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Parameter Fisika dan Kimiawi Perairan Berdasarkan hasil penelitian di perairan Kepulauan Seribu yaitu Pulau Pramuka dan Pulau Semak Daun, diperoleh nilai-nilai parameter

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Ekosistem laut merupakan suatu kumpulan integral dari berbagai komponen abiotik (fisika-kimia) dan biotik (organisme hidup) yang berkaitan satu sama lain dan saling berinteraksi

Lebih terperinci

ASOSIASI GASTROPODA DI EKOSISTEM PADANG LAMUN PERAIRAN PULAU LEPAR PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG. Oleh : Indra Ambalika Syari C

ASOSIASI GASTROPODA DI EKOSISTEM PADANG LAMUN PERAIRAN PULAU LEPAR PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG. Oleh : Indra Ambalika Syari C ASOSIASI GASTROPODA DI EKOSISTEM PADANG LAMUN PERAIRAN PULAU LEPAR PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG Oleh : Indra Ambalika Syari C64101078 DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN

Lebih terperinci

KERAGAMAN SUHU DAN KECEPATAN ARUS DI SELAT MAKASSAR PERIODE JULI 2005 JUNI 2006 (Mooring INSTANT)

KERAGAMAN SUHU DAN KECEPATAN ARUS DI SELAT MAKASSAR PERIODE JULI 2005 JUNI 2006 (Mooring INSTANT) KERAGAMAN SUHU DAN KECEPATAN ARUS DI SELAT MAKASSAR PERIODE JULI 2005 JUNI 2006 (Mooring INSTANT) Oleh: Ince Mochammad Arief Akbar C64102063 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 23 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pola Sebaran Suhu Permukaan Laut (SPL) Hasil olahan citra Modis Level 1 yang merupakan data harian dengan tingkat resolusi spasial yang lebih baik yaitu 1 km dapat menggambarkan

Lebih terperinci

Pasang Surut Surabaya Selama Terjadi El-Nino

Pasang Surut Surabaya Selama Terjadi El-Nino Pasang Surut Surabaya Selama Terjadi El-Nino G181 Iva Ayu Rinjani dan Bangun Muljo Sukojo Jurusan Teknik Geomatika, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Perairan Pulau Panggang Kepulauan Seribu DKI Jakarta pada bulan Maret 2013. Identifikasi makrozoobentos dan pengukuran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepulauan Seribu adalah kawasan pelestarian alam bahari di Indonesia yang terletak kurang lebih 150 km dari pantai Jakarta Utara. Kepulauan Seribu terletak pada 106

Lebih terperinci

STUDI PENYEBARAN MAKROZOOBENTHOS BERDASARKAN KARAKTERISTIK SUBSTRAT DASAR PERAIRAN DI TELUK JAKARTA WAHYUNINGSIH

STUDI PENYEBARAN MAKROZOOBENTHOS BERDASARKAN KARAKTERISTIK SUBSTRAT DASAR PERAIRAN DI TELUK JAKARTA WAHYUNINGSIH STUDI PENYEBARAN MAKROZOOBENTHOS BERDASARKAN KARAKTERISTIK SUBSTRAT DASAR PERAIRAN DI TELUK JAKARTA WAHYUNINGSIH DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang terletak di daerah beriklim tropis dan merupakan negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya perairan. Laut tropis

Lebih terperinci

ES R K I R P I S P I S SI S S I TEM

ES R K I R P I S P I S SI S S I TEM 69 4. DESKRIPSI SISTEM SOSIAL EKOLOGI KAWASAN PENELITIAN 4.1 Kondisi Ekologi Lokasi studi dilakukan pada pesisir Ratatotok terletak di pantai selatan Sulawesi Utara yang termasuk dalam wilayah administrasi

Lebih terperinci

Gambar 1. Diagram TS

Gambar 1. Diagram TS BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Massa Air 4.1.1 Diagram TS Massa Air di Selat Lombok diketahui berasal dari Samudra Pasifik. Hal ini dibuktikan dengan diagram TS di 5 titik stasiun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perairan Pulau Pramuka terletak di Kepulauan Seribu yang secara administratif termasuk wilayah Jakarta Utara. Di Pulau Pramuka terdapat tiga ekosistem yaitu, ekosistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tingkat genetika (Saptasari, 2007). Indonesia merupakan negara dengan

BAB I PENDAHULUAN. tingkat genetika (Saptasari, 2007). Indonesia merupakan negara dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keanekaragaman hayati merupakan kehadiran berbagai macam variasi bentuk penampilan, jumlah, dan sifat yang terlihat pada berbagai tingkatan jenis, dan tingkat genetika

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesisir dan laut Indonesia merupakan wilayah dengan potensi keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Sumberdaya pesisir berperan penting dalam mendukung pembangunan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN WILAYAH STUDI

BAB IV GAMBARAN WILAYAH STUDI BAB IV GAMBARAN WILAYAH STUDI IV.1 Gambaran Umum Kepulauan Seribu terletak di sebelah utara Jakarta dan secara administrasi Pulau Pramuka termasuk ke dalam Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, Provinsi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Teluk Palabuhan Ratu Kecamatan Palabuhan Ratu, Jawa Barat. Studi pendahuluan dilaksanakan pada Bulan September 007 untuk survey

Lebih terperinci

MODEL PREDIKSI GELOMBANG TERBANGKIT ANGIN DI PERAIRAN SEBELAH BARAT KOTA TARAKAN BERDASARKAN DATA VEKTOR ANGIN. Muhamad Roem, Ibrahim, Nur Alamsyah

MODEL PREDIKSI GELOMBANG TERBANGKIT ANGIN DI PERAIRAN SEBELAH BARAT KOTA TARAKAN BERDASARKAN DATA VEKTOR ANGIN. Muhamad Roem, Ibrahim, Nur Alamsyah Jurnal Harpodon Borneo Vol.8. No.1. April. 015 ISSN : 087-11X MODEL PREDIKSI GELOMBANG TERBANGKIT ANGIN DI PERAIRAN SEBELAH BARAT KOTA TARAKAN BERDASARKAN DATA VEKTOR ANGIN 1) Muhamad Roem, Ibrahim, Nur

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Letak geografis Perairan Teluk Bone berbatasan dengan Provinsi Sulawesi

2. TINJAUAN PUSTAKA. Letak geografis Perairan Teluk Bone berbatasan dengan Provinsi Sulawesi 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Oseanografi Perairan Teluk Bone Letak geografis Perairan Teluk Bone berbatasan dengan Provinsi Sulawesi Selatan di sebelah Barat dan Utara, Provinsi Sulawesi Tenggara di

Lebih terperinci

PERAMBATAN GELOMBANG ROSSBY DI PERAIRAN SAMUDERA HINDIA MENGGUNAKAN METODE WAVELET

PERAMBATAN GELOMBANG ROSSBY DI PERAIRAN SAMUDERA HINDIA MENGGUNAKAN METODE WAVELET PERAMBATAN GELOMBANG ROSSBY DI PERAIRAN SAMUDERA HINDIA MENGGUNAKAN METODE WAVELET RIESNI FITRIANI SKRIPSI DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Estradivari et al. 2009).

BAB I PENDAHULUAN. (Estradivari et al. 2009). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepulauan Seribu merupakan salah satu kawasan pesisir terletak di wilayah bagian utara Jakarta yang saat ini telah diberikan perhatian khusus dalam hal kebijakan maupun

Lebih terperinci

KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI

KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI KATA PENGANTAR Analisis Hujan, Indeks Kekeringan Bulan September 2013 serta Prakiraan Hujan Bulan November, Desember 2013 dan Januari 2014 disusun berdasarkan hasil pengamatan data hujan dari 60 stasiun

Lebih terperinci

STUDI PERUBAHAN LUASAN TERUMBU KARANG DENGAN MENGGUNAKAN DATA PENGINDERAAN JAUH DI PERAIRAN BAGIAN BARAT DAYA PULAU MOYO, SUMBAWA

STUDI PERUBAHAN LUASAN TERUMBU KARANG DENGAN MENGGUNAKAN DATA PENGINDERAAN JAUH DI PERAIRAN BAGIAN BARAT DAYA PULAU MOYO, SUMBAWA STUDI PERUBAHAN LUASAN TERUMBU KARANG DENGAN MENGGUNAKAN DATA PENGINDERAAN JAUH DI PERAIRAN BAGIAN BARAT DAYA PULAU MOYO, SUMBAWA Oleh Riza Aitiando Pasaribu C64103058 PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 : Definisi visual dari penampang pantai (Sumber : SPM volume 1, 1984) I-1

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 : Definisi visual dari penampang pantai (Sumber : SPM volume 1, 1984) I-1 BAB I PENDAHULUAN Pantai merupakan suatu sistem yang sangat dinamis dimana morfologi pantai berubah-ubah dalam skala ruang dan waktu baik secara lateral maupun vertikal yang dapat dilihat dari proses akresi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Terumbu Karang Terumbu karang (coral reefs) tersebar hampir di seluruh perairan dunia dengan kondisi paling berkembang pada kawasan perairan tropis. Meski luas permukaan bumi

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR TANGERANG SELATAN, MARET 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG. Ir. BUDI ROESPANDI NIP

KATA PENGANTAR TANGERANG SELATAN, MARET 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG. Ir. BUDI ROESPANDI NIP PROPINSI BANTEN DAN DKI JAKARTA KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Tuhan YME atas berkat dan rahmat Nya kami dapat menyusun laporan dan laporan Prakiraan Musim Kemarau 2016 di wilayah Propinsi Banten

Lebih terperinci

ANALISIS VARIASI MUKA LAUT DI PERAIRAN SABANG, SIBOLGA, PADANG, CILACAP DAN BENOA MENGGUNAKAN METODE WAVELET

ANALISIS VARIASI MUKA LAUT DI PERAIRAN SABANG, SIBOLGA, PADANG, CILACAP DAN BENOA MENGGUNAKAN METODE WAVELET ANALISIS VARIASI MUKA LAUT DI PERAIRAN SABANG, SIBOLGA, PADANG, CILACAP DAN BENOA MENGGUNAKAN METODE WAVELET Oleh : Imam Pamuji C64104019 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 15 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Situ Gede. Situ Gede terletak di sekitar Kampus Institut Pertanian Bogor-Darmaga, Kelurahan Situ Gede, Kecamatan Bogor Barat,

Lebih terperinci

PENDUGAAN KONSENTRASI KLOROFIL-a DAN TRANSPARANSI PERAIRAN TELUK JAKARTA DENGAN CITRA SATELIT LANDSAT

PENDUGAAN KONSENTRASI KLOROFIL-a DAN TRANSPARANSI PERAIRAN TELUK JAKARTA DENGAN CITRA SATELIT LANDSAT PENDUGAAN KONSENTRASI KLOROFIL-a DAN TRANSPARANSI PERAIRAN TELUK JAKARTA DENGAN CITRA SATELIT LANDSAT DESSY NOVITASARI ROMAULI SIDABUTAR SKRIPSI DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN. Gambar 2. Peta lokasi penelitian dan pengambilan sampel di Pulau Pramuka

3. METODE PENELITIAN. Gambar 2. Peta lokasi penelitian dan pengambilan sampel di Pulau Pramuka 21 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di kawasan rehabilitasi lamun dan teripang Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan Institut Pertanian Bogor (PKSPL-IPB)

Lebih terperinci

I. INFORMASI METEOROLOGI

I. INFORMASI METEOROLOGI I. INFORMASI METEOROLOGI I.1 ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER I.1.1 MONITORING DAN PRAKIRAAN FENOMENA GLOBAL a. ENSO ( La Nina dan El Nino ) Berdasarkan pantauan suhu muka laut di Samudra Pasifik selama bulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki jumlah pulau yang sangat banyak. Secara astronomis, Indonesia terletak

BAB I PENDAHULUAN. memiliki jumlah pulau yang sangat banyak. Secara astronomis, Indonesia terletak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki jumlah pulau yang sangat banyak. Secara astronomis, Indonesia terletak pada garis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Kehidupan bergantung kepada air dalam berbagai bentuk. Air merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Kehidupan bergantung kepada air dalam berbagai bentuk. Air merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan bergantung kepada air dalam berbagai bentuk. Air merupakan zat yang sangat penting bagi kehidupan semua makhluk hidup yang ada di bumi. Hampir 71%

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komunitas Fitoplankton Di Pantai Balongan Hasil penelitian di perairan Pantai Balongan, diperoleh data fitoplankton selama empat kali sampling yang terdiri dari kelas Bacillariophyceae,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepulauan Seribu merupakan kabupaten administratif yang terletak di sebelah utara Provinsi DKI Jakarta, memiliki luas daratan mencapai 897,71 Ha dan luas perairan mencapai

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Variabilitas Kesuburan Perairan dan Oseanografi Fisika 4.1.1. Sebaran Ruang (Spasial) Suhu Permukaan Laut (SPL) Sebaran Suhu Permukaan Laut (SPL) di perairan Selat Lombok dipengaruhi

Lebih terperinci

ASAS- ASAS DAN KONSEP KONSEP TENTANG ORGANISASI PADA TARAF KOMUNITAS

ASAS- ASAS DAN KONSEP KONSEP TENTANG ORGANISASI PADA TARAF KOMUNITAS KOMUNITAS ASAS- ASAS DAN KONSEP KONSEP TENTANG ORGANISASI PADA TARAF KOMUNITAS KONSEP KOMUNITAS BIOTIK Komunitas biotik adalah kumpulan populasi yang menempati suatu habitat dan terorganisasi sedemikian

Lebih terperinci

STRUKTUR DAN POLA ZONASI (SEBARAN) MANGROVE SERTA MAKROZOOBENTHOS YANG BERKOEKSISTENSI, DI DESA TANAH MERAH DAN OEBELO KECIL KABUPATEN KUPANG

STRUKTUR DAN POLA ZONASI (SEBARAN) MANGROVE SERTA MAKROZOOBENTHOS YANG BERKOEKSISTENSI, DI DESA TANAH MERAH DAN OEBELO KECIL KABUPATEN KUPANG STRUKTUR DAN POLA ZONASI (SEBARAN) MANGROVE SERTA MAKROZOOBENTHOS YANG BERKOEKSISTENSI, DI DESA TANAH MERAH DAN OEBELO KECIL KABUPATEN KUPANG Oleh: Muhammad Firly Talib C64104065 PROGRAM STUDI ILMU DAN

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Gambar 1. Peta Lokasi penelitian

BAB III METODOLOGI. Gambar 1. Peta Lokasi penelitian BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di perairan Pulau Bintan Timur, Kepulauan Riau dengan tiga titik stasiun pengamatan pada bulan Januari-Mei 2013. Pengolahan data dilakukan

Lebih terperinci

I. INFORMASI METEOROLOGI

I. INFORMASI METEOROLOGI I. INFORMASI METEOROLOGI I.1 ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER I.1.1 MONITORING DAN PRAKIRAAN FENOMENA GLOBAL a. ENSO ( La Nina dan El Nino ) Berdasarkan pantauan suhu muka laut di Samudra Pasifik selama bulan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Konsentrasi klorofil-a suatu perairan sangat tergantung pada ketersediaan nutrien dan intensitas cahaya matahari. Bila nutrien dan intensitas cahaya matahari cukup tersedia,

Lebih terperinci

Buletin Analisis Hujan Bulan April 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan Agustus 2013 KATA PENGANTAR

Buletin Analisis Hujan Bulan April 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan Agustus 2013 KATA PENGANTAR Buletin Analisis Hujan Bulan April 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan Agustus 2013 KATA PENGANTAR Analisis Hujan, Indeks Kekeringan Bulan April 2013 serta Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan

Lebih terperinci

HIDROSFER VI. Tujuan Pembelajaran

HIDROSFER VI. Tujuan Pembelajaran KTSP & K-13 Kelas X Geografi HIDROSFER VI Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami kedalaman laut dan salinitas air laut. 2.

Lebih terperinci

memiliki kemampuan untuk berpindah tempat secara cepat (motil), sehingga pelecypoda sangat mudah untuk ditangkap (Mason, 1993).

memiliki kemampuan untuk berpindah tempat secara cepat (motil), sehingga pelecypoda sangat mudah untuk ditangkap (Mason, 1993). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pelecypoda merupakan biota bentik yang digunakan sebagai indikator biologi perairan karena hidupnya relatif menetap (sedentery) dengan daur hidup yang relatif lama,

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian Pulau Pramuka secara administratif termasuk ke dalam wilayah Kelurahan Pulau Panggang, Kecamatan Kepulauan Seribu, Kotamadya Jakarta

Lebih terperinci

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 33 4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Kondisi Umum Kepulauan Seribu Wilayah Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu terletak di sebelah Utara Teluk Jakarta dan Laut Jawa Jakarta. Pulau Paling utara,

Lebih terperinci

3 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

3 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 3 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 3.1 Deskripsi umum lokasi penelitian 3.1.1 Perairan Pantai Lovina Kawasan Lovina merupakan kawasan wisata pantai yang berada di Kabupaten Buleleng, Bali dengan daya tarik

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Gelombang

TINJAUAN PUSTAKA Gelombang TINJAUAN PUSTAKA Gelombang Gelombang merupakan salah satu fenomena laut yang paling nyata karena langsung bisa dilihat dan dirasakan. Gelombang adalah gerakan dari setiap partikel air laut yang berupa

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di wilayah perairan Kepulauan Karimunjawa. Secara geografis lokasi penelitian terletak antara 5 0 40 39-5 0 55 00 LS dan

Lebih terperinci

I. INFORMASI METEOROLOGI

I. INFORMASI METEOROLOGI I. INFORMASI METEOROLOGI I.1 ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER I.1.1 MONITORING DAN PRAKIRAAN FENOMENA GLOBAL a. ENSO ( La Nina dan El Nino ) Berdasarkan pantauan suhu muka laut di Samudra Pasifik selama bulan

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE

III. MATERI DAN METODE III. MATERI DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Juni - Nopember 2010. Sampling dilakukan setiap bulan dengan ulangan dua kali setiap bulan. Lokasi sampling

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan penangkapan ikan merupakan aktivitas yang dilakukan untuk mendapatkan sejumlah hasil tangkapan, yaitu berbagai jenis ikan untuk memenuhi permintaan sebagai sumber

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keadaan Umum Pulau Biawak Pulau Biawak terletak di sebelah utara pantai Indramayu secara geografis berada pada posisi 05 0 56 002 LS dan 108 0 22 015 BT. Luas pulau ± 120 Ha,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. rancu pemakaiannya, yaitu pesisir (coast) dan pantai (shore). Penjelasan mengenai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. rancu pemakaiannya, yaitu pesisir (coast) dan pantai (shore). Penjelasan mengenai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Pantai Ada dua istilah tentang kepantaian dalam bahasa indonesia yang sering rancu pemakaiannya, yaitu pesisir (coast) dan pantai (shore). Penjelasan mengenai kepantaian

Lebih terperinci

Oleh: HAZMI C SKRlPSl Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana di Fakultas Perikanan Dan llmu Kelautan

Oleh: HAZMI C SKRlPSl Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana di Fakultas Perikanan Dan llmu Kelautan or4 APLlKASl SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) DAN PENGINDERAAN JAUH DALAM PENENTUAN WILAYAH POTENSIAL WISATA BAHARI TERUMBU KARANG Dl PULAU SATONDA, DOMPU, NUSA TENGGARA BARAT HAZMI C06498017 PROGRAM STUD1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai perairan laut yang lebih luas dibandingkan daratan, oleh karena itu Indonesia dikenal sebagai negara maritim. Perairan laut Indonesia kaya akan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN GAMET KARANG LUNAK Sinularia dura HASIL TRANSPLANTASI DI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU, DKI JAKARTA

PERKEMBANGAN GAMET KARANG LUNAK Sinularia dura HASIL TRANSPLANTASI DI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU, DKI JAKARTA PERKEMBANGAN GAMET KARANG LUNAK Sinularia dura HASIL TRANSPLANTASI DI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU, DKI JAKARTA Oleh: Edy Setyawan C64104005 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Tutupan Karang di Pulau Semak Daun Pulau Semak Daun dikelilingi oleh paparan pulau yang cukup luas (island shelf) hingga 20 kali lebih luas dari pulau yang bersangkutan

Lebih terperinci

Simulasi Arus dan Distribusi Sedimen secara 3 Dimensi di Pantai Selatan Jawa

Simulasi Arus dan Distribusi Sedimen secara 3 Dimensi di Pantai Selatan Jawa G174 Simulasi Arus dan Distribusi Sedimen secara 3 Dimensi di Pantai Selatan Jawa Muhammad Ghilman Minarrohman, dan Danar Guruh Pratomo Departemen Teknik Geomatika, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan,

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 21 3. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Situ IPB yang terletak di dalam Kampus IPB Dramaga, Bogor. Situ IPB secara geografis terletak pada koordinat 106 0 34-106 0 44 BT dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Distribusi Spasial Arus Eddy di Perairan Selatan Jawa-Bali Berdasarkan hasil visualisasi data arus geostropik (Lampiran 3) dan tinggi paras laut (Lampiran 4) dalam skala

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ekosistem terumbu karang adalah salah satu ekosistem yang paling kompleks dan khas di daerah tropis yang memiliki produktivitas dan keanekaragaman yang tinggi. Ekosistem

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Validasi Data Pasang surut merupakan salah satu parameter yang dapat digunakan untuk melakukan validasi model. Validasi data pada model ini ditunjukkan dengan grafik serta

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Terumbu Karang

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Terumbu Karang 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Terumbu Karang Terumbu karang (coral reef) merupakan ekosistem laut dangkal yang terbentuk dari endapan-endapan masif terutama kalsium karbonat (CaCO 3 ) yang dihasilkan terutama

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Studi Daerah yang menjadi objek dalam penulisan Tugas Akhir ini adalah pesisir Kecamatan Muara Gembong yang terletak di kawasan pantai utara Jawa Barat. Posisi geografisnya

Lebih terperinci