BUKU RENCANA STRATEGIS DEPARTEMEN KEUANGAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BUKU RENCANA STRATEGIS DEPARTEMEN KEUANGAN"

Transkripsi

1 KEPUTUSAN BUKU RENCANA STRATEGIS DEPARTEMEN KEUANGAN TAHUN

2 KEPUTUSAN DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN.. 1 A. Latar Belakang 1 B. Tugas, Fungsi dan Peran.. 2 C. Struktur Organisasi.. 3 D. Profil Sumber Daya Manusia.. 6 E. Sarana dan Prasarana 7 BAB II VISI DAN MISI A. Visi Departemen Keuangan. B. Misi Departemen Keuangan. 8 8 BAB III INDENTIFIKASI PERMASALAHAN.. 10 A. Pendapatan Negara B. Belanja Negara.. C. Pembiayaan Anggaran.. D. Kekayaan Negara. E. Sistem Pengelolaan Keuangan Negara BAB IV STRATEGI DAN KEBIJAKAN 17 A. Fokus Strategi 18 B. Hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah 39 C. Kerjasama Internasional 40 D. Kelembagaan Keuangan Non Bank, Akuntan, dan Penilai. 41 E. Pasar Modal F. Pengembangan Sumber Daya.. 41 G. Kesiapan Sarana dan Prasarana 56 BAB V PROGRAM DAN KEGIATAN DEPARTEMEN KEUANGAN. 58 A. Program Peningkatan Penerimaan dan Pengamanan Keuangan Negara 58 1

3 KEPUTUSAN B. Program Peningkatan Efektivitas Pengeluaran Negara 58 C. Program Pengelolaan dan Pembiayaan Utang Pemerintah. 60 D. Program Pemantapan Pelaksanaan Sistem Penganggaran 61 E. Program Pembinaan Akuntansi Keuangan Negara.. 62 F. Program Stabilisasi Ekonomi dan Sektor Keuangan G. Program Pengembangan Kelembagaan Keuangan.. 63 H. Program Penyelenggaraan Pimpinan Kenegaraan dan Kepemerintahan I. Program Peningkatan Pengawasan dan Akuntabilitas Aparatur Negara. J. Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur Negara K. Program Pendidikan Kedinasan 66 L. Program Pengelolaan Sumber Daya Manusia Aparatur 66 BAB VI PENUTUP 67 2

4 KEPUTUSAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rencana Strategis Kementerian/Lembaga (Renstra KL) adalah dokumen perencanaan Kementerian/Lembaga jangka menengah (5 tahun) yang memuat visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan sesuai dengan tugas dan fungsi Kementerian/Lembaga, yang disusun dengan menyesuaikan kepada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJM Nasional) dan bersifat indikatif. Renstra-KL Departemen Keuangan Tahun selain menyesuaikan kepada RPJM Nasional Tahun juga menyesuaikan kepada Road-Map Departemen Keuangan Tahun Berdasarkan Pasal 15 ayat (1) dan Pasal 19 ayat (2) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, disebutkan bahwa setiap kementerian/lembaga wajib menyusun Rencana Strategis Kementerian/ Lembaga (Renstra-KL) untuk menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan pengawasan serta menjamin tercapainya penggunaan sumber daya secara efisien, efektif, berkeadilan, dan berkelanjutan. Di samping itu, sesuai dengan Diktum Kedua Instruksi Presiden Nomor 7 tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, disebutkan setiap instansi pemerintah sampai tingkat Eselon II wajib menyusun Rencana Strategis untuk melaksanakan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah sebagai wujud pertanggungjawaban kinerja instansi pemerintah. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara memuat berbagai perubahan mendasar dalam pendekatan penyusunan anggaran. Perubahan mendasar tersebut, meliputi aspek-aspek penerapan pendekatan penganggaran dengan prospektif jangka menengah (Medium Term Expenditure Framework), penerapan penganggaran secara terpadu (Unified Budget), dan penerapan penganggaran berdasarkan kinerja (Performance Budget). Dengan mengacu kepada perubahan mendasar dalam pendekatan penyusunan anggaran tersebut, akan lebih menjamin peningkatan keterkaitan antara proses perencanaan dan penganggaran. 3

5 KEPUTUSAN Sebagai tindak lanjut dari Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tersebut, khususnya berdasarkan Pasal 12 ayat (2), telah ditetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2004 tentang Rencana Kerja Pemerintah (RKP) dan berdasarkan Pasal 14 ayat (6) telah ditetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2004 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (RKA KL). Dalam Pasal 1 butir 9 Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2004 dan Pasal 2 ayat (1) beserta penjelasannya Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2004 tersebut di atas disebutkan bahwa rencana kerja kementerian negara/lembaga untuk periode 1 (satu) tahun yang dituangkan dalam RKA KL merupakan penjabaran dari RKP dan Renstra KL. Dengan demikian dalam tahap implementasinya fungsi Renstra KL menjadi sangat penting, karena digunakan sebagai pedoman dalam penyusunan dokumen perencanaan jangka pendek (1 tahun), yaitu Rencana Kerja Kementerian Negara/Lembaga (Renja KL), dan Rencana Kerja Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (RKA-KL) sebagai lampiran Nota Keuangan dalam rangka mengantarkan Rancangan Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). B. Tugas, Fungsi, dan Peran Departemen Keuangan dalam Pemerintahan Republik Indonesia berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia merupakan unsur pelaksana pemerintah dipimpin oleh Menteri Keuangan yang berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Presiden. Departemen Keuangan mempunyai tugas membantu Presiden dalam menyelenggarakan sebagian urusan pemerintahan di bidang Keuangan dan Kekayaan Negara. Sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 9 tahun 2005 tersebut, dalam melaksanakan tugasnya Departemen Keuangan menyelenggarakan fungsi: 1. Perumusan kebijakan nasional, kebijakan pelaksanaan, dan kebijakan teknis di bidang keuangan dan kekayaan negara. 2. Pelaksanaan urusan pemerintahan sesuai dengan bidang tugasnya. 3. Pengelolaan barang milik kekayaan negara yang menjadi tanggungjawabnya. 4. Pengawasan atas pelaksanaan tugasnya. 4

6 KEPUTUSAN 5. Penyampaian laporan hasil evaluasi, saran, dan pertimbangan di bidang tugas dan fungsinya kepada Presiden. Dalam menyelenggarakan tugas dan fungsi tersebut, terkandung beberapa peran yang sangat strategis, yaitu: 1. Menyusun Rancangan APBN yang merupakan perwujudan pengelolaan keuangan negara yang dilaksanakan secara transparan dan bertanggung jawab sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Mengamankan dan meningkatkan pendapatan negara dari pajak, bea masuk dan cukai serta penerimaan negara bukan pajak sesuai peraturan perundangan yang berlaku sebagai upaya mengurangi ketergantungan terhadap pinjaman luar negeri. 3. Mengalokasikan belanja negara dengan setepat-tepatnya sesuai dengan arah yang telah ditetapkan dalam RPJM Nasional Tahun dan Undang-Undang APBN, sehingga dapat memberikan nilai tambah yang sebesar-besarnya bagi kesejahteraan masyarakat. 4. Ikut serta memajukan pertumbuhan dunia usaha dan industri dalam negeri melalui pemberian kemudahan dalam rangka pengelolaan bahan baku impor untuk memproduksi barang ekspor, meningkatkan kelancaran arus barang impor dan ekspor, serta melakukan pencegahan pemberantasan penyelundupan. 5. Menetapkan kebijakan perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, dan antar Daerah. 6. Membina, mengelola dan menatausahakan Barang Milik/Kekayaan Negara (aset negara) dalam rangka lebih meningkatkan dayaguna dan hasilguna aset negara serta pengamanannya. 7. Menyusun Laporan Keuangan Pemerintah sebagai pertanggungjawaban atas pelaksanaan APBN. C. Struktur Organisasi Berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2005 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 63 Tahun 2005 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Kementerian Negara Republik 5

7 KEPUTUSAN Indonesia, Departemen Keuangan terdiri dari 10 (sepuluh) unit organisasi Eselon I, dan Staf Ahli dengan susunan sebagai berikut : 1. Sekretariat Jenderal. 2. Direktorat Jenderal Anggaran dan Perimbangan Keuangan. 3. Direktorat Jenderal Pajak. 4. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. 5. Direktorat Jenderal Perbendaharaan. 6. Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara. 7. Inspektorat Jenderal. 8. Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan. 9. Badan Pengkajian Ekonomi, Keuangan, dan Kerjasama Internasional. 10. Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan. 11. Staf Ahli Sedangkan Instansi Vertikal di lingkungan Departemen Keuangan sesuai dengan Keputusan Presiden Nomor 84 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Instansi Vertikal di Lingkungan Departemen Keuangan sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 37 Tahun 2004, terdiri dari : 1. Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan. 2. Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Pajak. 3. Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. 4. Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara. Bagan organisasi Departemen Keuangan saat ini dapat dilihat pada Bagan I. 6

8 KEPUTUSAN Bagan I 5 Staf Ahli : 1. Staf Ahli Bidang Hubungan Ekonomi Keuangan Internasional. 2. Staf Ahli Bidang Penerimaan Negara. 3. Staf Ahli Bidang Pengeluaran Negara. 4. Staf Ahli Bidang Pengembangan Pasar Modal. 5. Staf Ahli Bidang Pembinaan Umum Pengelolaan Kekayaan Negara 7

9 KEPUTUSAN D. Profil Sumber Daya Manusia Sumber Daya Manusia memegang peranan penting dalam pelaksanaan kegiatan Departemen Keuangan. Data pegawai berikut merupakan data yang distribusinya masih berdasarkan struktur organisasi sebelum adanya reorganisasi Departemen Keuangan. Jumlah pegawai Departemen Keuangan per 18 Oktober 2005 sebanyak orang (termasuk pegawai yang diperbantukan/dipekerjakan pada instansi di luar Departemen Keuangan) dengan klasifikasi sebagai berikut : I. Berdasarkan Golongan No. Golongan Laki Laki Perempuan Total Orang 1. Golongan I Golongan II Golongan III Golongan IV TOTAL II. Berdasarkan Pendidikan No. Pendidikan Laki - Laki Perempuan Total Orang 1. SD SLTP SLTA Sarjana Muda/DIII Sarjana (S1) Master (S2) Doktor (S3) TOTAL Sumber : Biro Kepegawaian 8

10 KEPUTUSAN E. Sarana dan Prasarana Departemen Keuangan sebagai instansi pemerintah yang sangat besar menempati gedung kantor yang tersebar baik di pusat maupun unit-unit vertikal di daerah. Gedung kantor Departemen Keuangan terletak di Jl. Lapangan Banteng Timur Nomor 2-4 dan Jl. dr. Wahidin Nomor 1 Jakarta Pusat yang ditempati oleh Menteri Keuangan, Staf Ahli, Sekretariat Jenderal, Inspektorat Jenderal, Direktorat Jenderal Anggaran dan Perimbangan Keuangan, Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan, Direktorat Jenderal Perbendaharaan, Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara, Badan Pengawas Pasar Modal, dan Badan Pengkajian Ekonomi, Keuangan, dan Kerjasama Internasional. Sedangkan Direktorat Jenderal Pajak berlokasi di Jl. Gatot Subroto Kavling Jakarta Selatan, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai di Jl. Ahmad Yani Jakarta Timur, dan Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan di Jl. Purnawarman Nomor 99 Jakarta Selatan. Selain itu, Departemen Keuangan juga mempunyai unit di daerah yang tersebar di berbagai Provinsi, Kabupaten, dan Kota, yaitu Direktorat Jenderal Pajak, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Direktorat Jenderal Perbendaharaan, Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara, dan Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan. Sesuai dengan neraca Departemen Keuangan per 31 Desember 2004, total aset Departemen Keuangan sebesar Rp dengan rincian sebagai berikut: aset lancar sebesar Rp , aset tetap sebesar Rp , dan aset lainnya sebesar Rp

11 KEPUTUSAN BAB II VISI DAN MISI A. Visi Departemen Keuangan Visi Departemen Keuangan adalah Menjadi Pengelola Keuangan dan Kekayaan Negara Bertaraf Internasional yang Dipercaya dan Dibanggakan Masyarakat, serta Instrumen Bagi Proses Transformasi Bangsa Menuju Masyarakat Adil, Makmur, dan Berperadaban Tinggi. Dari visi yang telah ditetapkan tersebut, yang dimaksud dengan Pengelola Keuangan dan Kekayaan Negara adalah Departemen Keuangan sebagai lembaga/institusi yang mempunyai tugas menghimpun dan mengalokasikan keuangan negara dan memelihara barang milik negara. Bertaraf Internasional artinya setara atau tidak berbeda dengan lembaga/institusi yang ada di negara maju sebagai refleksi cita-cita dalam mencapai tingkatan standar dunia atau standar internasional baik kualitas aparatnya maupun kualitas kinerja serta hasil-hasilnya. Dipercaya dan Dibanggakan Masyarakat adalah semakin meningkatnya kepercayaan masyarakat karena pengelolaan keuangan dan kekayaan negara dilakukan secara transparan, yaitu semua penerimaan negara, belanja negara, dan pembiayaan defisit anggaran dilakukan melalui mekanisme APBN. Instrumen Bagi Proses Transformasi Bangsa Menuju Masyarakat Adil, Makmur, dan Berperadaban Tinggi, artinya Departemen Keuangan memegang peran sangat penting dalam menuju masyarakat adil dan makmur sebagaimana dicita-citakan dalam pembukaan UUD 1945 dengan tetap berpegang teguh pada nilai budaya dan kepribadian bangsa Indonesia. B. Misi Departemen Keuangan Untuk merealisasikan Visi yang telah ditetapkan, maka Departemen Keuangan memiliki Misi yang terbagi dalam 5 (lima) bidang. I. Misi Bidang Fiskal Misi di Bidang Fiskal adalah Mengembangkan Kebijaksanaan Fiskal yang Sehat dan Berkelanjutan serta Mengelola Kekayaan dan Utang Negara Secara Hati-hati (Prudent), Bertanggungjawab, dan Transparan. 10

12 KEPUTUSAN II. Misi Bidang Ekonomi Misi di Bidang Ekonomi adalah Mengatasi Masalah Ekonomi Bangsa serta Secara Proaktif Senantiasa Mengambil Peran Strategis Dalam Upaya Membangun Ekonomi Bangsa, yang Mampu Mengantarkan Bangsa Indonesia Menuju Masyarakat yang Dicita-citakan Konstitusi. III. Misi Bidang Sosial Budaya Misi di Bidang Sosial Budaya adalah Mengembangkan Masyarakat Finansial yang Berbudaya dan Modern. IV. Misi Bidang Politik Misi di Bidang Politik adalah Mendorong Proses Demokratisasi Fiskal dan Ekonomi. V. Misi Bidang Kelembagaan Misi di Bidang Kelembagaan adalah Senantiasa Memperbaharui Diri (Self Reinventing) Sesuai Dengan Aspirasi Masyarakat dan Perkembangan Mutakhir Teknologi Keuangan serta Administrasi Publik, serta Pembenahan dan Pembangunan Kelembagaan di Bidang Keuangan yang Baik dan Kuat yang Akan Memberikan Dukungan dan Pedoman Pelaksanaan yang Rasional dan Adil, Dengan Didukung oleh Pelaksana yang Potensial dan Mempunyai Integritas yang Tinggi. 11

13 KEPUTUSAN BAB III IDENTIFIKASI PERMASALAHAN Departemen Keuangan dalam pembangunan nasional, berperan besar di bidang fiskal, yaitu dalam upaya memantapkan stabilitas ekonomi makro. Mengingat pentingnya stabilitas ekonomi makro bagi kelancaran dan pencapaian sasaran pembangunan nasional, Departemen Keuangan yang sangat berperan di bidang fiskal membantu Pemerintah bertekad untuk terus menciptakan dan memantapkan stabilitas ekonomi makro. Salah satu arah kerangka ekonomi makro dalam jangka menengah adalah untuk menjaga stabilitas ekonomi makro dan mencegah timbulnya fluktuasi yang berlebihan di dalam perekonomian. Stabilitas ekonomi makro masih rentan terhadap gejolak. Di sisi keuangan negara, kesinambungan fiskal masih menghadapi ancaman. Rasio stok utang pemerintah terhadap PDB masih relatif tinggi yang diperkirakan sekitar 53,9 % (lima puluh tiga koma sembilan persen) dari PDB pada akhir tahun Dalam beberapa tahun mendatang jumlah obligasi pemerintah yang jatuh tempo akan mencapai puncaknya. Di sisi lain tingkat penerimaan, terutama pajak, masih jauh dari optimal dibanding potensi penerimaan yang tersedia. Pada sisi belanja, efektivitas dan efisiensi belanja masih belum optimal. Dengan demikian, tantangan dalam 5 (lima) tahun mendatang adalah melaksanakan pengelolaan pinjaman baik luar negeri maupun dalam negeri yang lebih baik, meningkatkan penerimaan negara dan mengefektifkan belanja negara dalam rangka menjaga ketahanan fiskal. Kondisi lembaga keuangan yang belum mantap. Masih lemahnya pengaturan dan pengawasan terhadap produk perbankan dan keuangan yang semakin bervariasi dan kompleks, serta dalam mengantisipasi globalisasi perdagangan jasa dan inovasi teknologi informasi, telah meningkatkan arus transaksi keuangan masuk dan keluar Indonesia. Disamping itu adanya kecenderungan pemusatan aset lembaga jasa keuangan pada sektor perbankan. 12

14 KEPUTUSAN Hal ini merupakan ancaman sekaligus tantangan terutama bagi lembaga perbankan di masa depan. Sementara itu, peran lembaga jasa keuangan non bank yang sesungguhnya dapat menjadi sumber pendanaan jangka panjang bagi pembiayaan pembangunan masih relatif kecil. Total aset yang terhimpun melalui asuransi, dana pensiun, perusahaan pembiayaan, perusahaan modal ventura, dan pegadaian, baru sekitar 10 % (sepuluh persen) dari PDB dibandingkan dengan perbankan yang telah mencapai 51 % (lima puluh satu persen) dari PDB (tahun 2003). Hal ini disebabkan oleh lemahnya law enforcement dan belum sepenuhnya menerapkan standar internasional dalam pengaturan dan pengawasan industri jasa-jasa lembaga keuangan non bank yang menyebabkan kurangnya kepercayaan masyarakat pada jasa-jasa keuangan tersebut. Pasar modal yang diharapkan dapat menjadi sumber pendanaan jangka panjang bagi sektor swasta masih perlu ditingkatkan. Pada tahun 2003, kontribusi pasar modal dalam perekonomian yang dicerminkan dari nilai kapitalisasi pasar saham dan obligasi korporasi terhadap PDB walaupun telah mencapai 24 % (dua puluh empat persen), masih jauh di bawah penghimpunan dana oleh sektor perbankan yang mencapai sekitar 43 % (empat puluh tiga persen) terhadap PDB. Pertumbuhan berbagai produk jasa keuangan yang cepat (seperti reksadana), berpotensi menimbulkan risiko jika tidak diikuti dengan pengaturan dan pengawasan yang memadai. Nilai Aktiva Bersih (NAB) reksadana pada tahun 2004 telah mencapai sekitar 13 kali lipat dari NAB tahun Lonjakan akumulasi dana pada industri reksadana tersebut memerlukan pengaturan yang selalu mengedepankan prinsip-prinsip kehati-hatian. Penyiapan mekanisme pencegahan dan pengelolaan krisis melalui konsep Jaring Pengaman Sektor Keuangan Indonesia hingga saat ini belum berjalan seperti diharapkan. Hal ini dikarenakan belum ada kesepakatan diantara lembaga terkait terhadap pelaksanaan fungsi pengatur dan pengawas jasa keuangan yang terintegrasi (melalui pembentukan Otoritas Jasa Keuangan/OJK). 13

15 KEPUTUSAN Secara singkat tantangan untuk terus menciptakan dan memantapkan stabilitas ekonomi adalah kemungkinan timbulnya gejolak ekonomi baik yang berasal dari luar maupun dari dalam. Gejolak ekonomi dari luar antara lain dengan kemungkinan adanya policy reversal dari negara-negara industri maju dari kebijakan moneter yang longgar kepada kebijakan moneter yang lebih ketat dan meningkatnya harga minyak bumi. Sedangkan yang berasal dari dalam negeri berupa ancaman kesinambungan fiskal, belum mantapnya kondisi perbankan dan lembaga jasa keuangan lainnya, lemahnya kondisi struktural, yang pada gilirannya dapat mempengaruhi ketidakseimbangan eksternal, ketahanan fiskal, dan stabilitas moneter. Salah satu agenda pembangunan nasional adalah menciptakan tata pemerintahan yang bersih dan berwibawa. Namun pada kenyataannya sampai dengan saat ini, reformasi birokrasi belum berjalan sesuai dengan tuntutan masyarakat. Banyaknya permasalahan birokrasi belum sepenuhnya teratasi baik dari sisi internal maupun eksternal. Dari sisi internal, faktor demokratisasi dan desentralisasi telah membawa dampak pada proses pengambilan keputusan kebijakan publik, khususnya dari sisi internal birokrasi itu sendiri berbagai permasalahan masih banyak yang dihadapi. Dari sisi eksternal, faktor globalisasi dan kebijakan serta strategi nasional pengembangan e-government sesuai dengan Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2003 merupakan tantangan tersendiri dalam upaya menciptakan pemerintahan yang bersih, baik dan berwibawa. Dibutuhkan suatu upaya yang lebih komprehensif dan terintegrasi dalam mendorong peningkatan kinerja birokrasi aparatur negara dalam menciptakan pemerintahan yang bersih dan akuntabel yang merupakan amanah reformasi dan tuntutan seluruh rakyat Indonesia. Secara spesifik identifikasi permasalahan dan kendala yang dihadapi Departemen Keuangan dapat dibagi berdasarkan fungsi-fungsi yang dilaksanakan. Adapun fungsi-fungsi tersebut dijelaskan di bawah ini. 14

16 KEPUTUSAN A. Pendapatan Negara Peningkatan pendapatan negara bersumber dari pungutan pajak, bea dan cukai, dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Adapun identifikasi permasalahan yang dihadapi dalam rangka pendapatan negara sebagai berikut : I. Pajak 1. Kurangnya akses informasi transaksi keuangan (lack of access to financial transactions information). 2. Kurangnya koordinasi, integrasi, sinkronisasi, simplikasi (KISS) antar instansi (lack of KISS to non financial transaction information). 3. Rendahnya kesadaran Wajib Pajak dalam membayar pajak yang menjadi kewajibannya. 4. Belum terbentuknya Bank Data Nasional dan SIN (Single Identification Number). 5. Penerapan teknologi informasi untuk mendukung pelayanan dan pengawasan Wajib Pajak belum memadai. 6. Sistem manajemen sumber daya manusia belum memadai dan masih rendahnya kepercayaan masyarakat terhadap kinerja aparat. II. Bea dan Cukai 1. Sistem dan prosedur pelayanan kurang efisien dan sulit. 2. Sistem dan prosedur pengawasan kurang efektif. 3. Organisasi dan tatakerja Direktorat Jenderal Bea dan Cukai kurang mengakomodir tuntutan stakeholder. 4. Integritas pegawai masih kurang memadai. 5. Sarana, prasarana, dan anggaran yang tersedia dalam rangka mendukung sistem pelayanan dan pengawasan kepabeanan dan cukai kurang memadai. 6. Banyak hal teknis di bidang kepabeanan dan cukai yang belum diatur atau sudah diatur dengan peraturan namun tidak memadai. III. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Pengelolaan PNBP belum memadai. 15

17 KEPUTUSAN B. Belanja Negara Efisiensi dan tepat sasaran merupakan kata kunci dalam pengelolaan belanja negara baik belanja pusat maupun belanja di daerah. Identifikasi permasalahan terhadap belanja negara sebagai berikut: I. Belanja Pusat 1. Komposisi dan struktur belanja negara yang tidak sehat dimana ruang gerak fiskal pemerintah yang sangat terbatas, diantaranya seperti : a. Terlihat dari besarnya belanja wajib yang harus dialokasikan Pemerintah (non discretionary) yang antara lain meliputi belanja pegawai, subsidi, dan pembayaran bunga utang yang menyebabkan alokasi untuk belanja yang bersifat investasi menjadi sangat terbatas. b. Penetapan jumlah belanja (terutama belanja wajib/non discretionary) masih banyak bersifat incremental. c. Belanja yang belum direncanakan secara terprogram untuk kesinambungan pembangunan. d. Besarnya beban bunga dan denda yang terus meningkat seiring dengan kenaikan jumlah pokok utang dan penurunan nilai rupiah serta penundaan pelunasan pokok utang serta commitment fee yang cukup besar bahkan untuk utang yang belum dicairkan. 2. Subsidi belum tepat sasaran, diantaranya seperti: a) Penyaluran subsidi yang masih banyak disalahgunakan. b) Subsidi diterima oleh pihak-pihak yang tidak seharusnya menerima. II. Belanja Daerah Dari sisi alokasi ke daerah yang meliputi dana desentralisasi, dana dekonsentrasi, dan dana tugas pembantuan, diantaranya seperti: 1. Dalam pelaksanaannya masih terdapat duplikasi sumber dana untuk suatu kegiatan. Duplikasi sumber dana untuk membiayai kegiatan yang sama karena pemerintah pusat dan daerah masing-masing merencanakan program yang mirip satu sama lain. 16

18 KEPUTUSAN 2. Kurangnya akuntabilitas pengelolaan dana dekonsentrasi, desentralisasi dan tugas pembantuan. C. Pembiayaan Anggaran Pembiayaan anggaran berasal dari pinjaman luar negeri maupun dalam negeri. Identifikasi permasalahan yang ada sebagai berikut: I. Luar Negeri 1. Besarnya beban pembayaran cicilan pokok utang dan bunga utang, yang disebabkan pemerintah menggunakan utang sebagai instrumen untuk mencukupi kebutuhan belanja dan menutup defisit. 2. Kurang baiknya perencanaan saat menentukan bentuk utang serta penggunaannya dan pemanfaatan utang luar negeri belum efisien dan efektif. Dalam kaitannya dengan penarikan utang baru ternyata tidak semua utang dapat dicairkan karena pemerintah tidak dapat memenuhi semua persyaratan lender. Besarnya commitment fee untuk utang baru juga cukup besar, bahkan untuk utang yang belum dicairkan. II. Dalam Negeri 1. Pengelolaan portofolio Surat Utang Negara (SUN) yang belum memadai. 2. Belum optimalnya pasar dan infrastruktur SUN. D. Kekayaan Negara Kekayaan negara meliputi aktiva lancar seperti piutang pemerintah dan aktiva tidak lancar yang berupa barang milik negara. Identifikasi permasalahan yang ada sebagai berikut: I. Piutang 1. Banyaknya piutang negara yang macet yang tidak didukung barang jaminan atau barang jaminan tidak mengcover jumlah piutang negara. 2. Besarnya tunggakan baik kepada pemerintah daerah, BUMN/D, maupun kredit program kepada usaha kecil. Sehingga kebijakan penyaluran, 17

19 KEPUTUSAN penatausahaan, pemantauan, serta penghapusan/pemutihan pinjaman perlu segera disusun. 3. Perangkat peraturan perundang-undangan di bidang pengurusan piutang negara dan lelang kurang lengkap dan fasilitas sarana dan prasarana yang tersedia dalam rangka mendukung pelayanan kepada publik kurang memadai. II. Barang Milik Negara 1. Masih banyak barang milik negara yang pengurusan dan penguasaannya tersebar di berbagai departemen/lembaga dan belum dikelola dengan baik. 2. Belum optimalnya pengamanan terhadap kekayaan negara, seperti terjadinya penjarahan hutan (illegal logging) maupun terhadap penyerobotan tanah negara oleh masyarakat setempat. 3. Belum difokuskan pada optimalisasi pemanfaatan (mengurangi idle assets) guna mempertahankan nilai modal (capital value) kekayaan negara. E. Sistem Pengelolaan Keuangan Negara Presiden sebagai pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara yang dikuasakan kepada Menteri Keuangan selaku pengelola fiskal dan wakil pemerintah dalam kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan sebagaimana yang diamanatkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Dalam pelaksanaan fungsi tersebut permasalahan yang dapat diidentifikasikan sebagai berikut : I. Kesinambungan fiskal belum terjamin. II. Sistem penganggaran belum transparan dan akuntabel. III. Sistem pelaksanaan anggaran belum berjalan dengan baik. IV. Sistem penyusunan laporan keuangan (termasuk necara) belum memadai. 18

20 KEPUTUSAN BAB IV STRATEGI DAN KEBIJAKAN Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional memuat sasaran-sasaran program ekonomi nasional yang hendak dicapai pada tahun 2009, yang antara lain meliputi: 1. peningkatan pertumbuhan ekonomi menjadi 7,6%, 2. pengurangan angka pengangguran menjadi 5,1%, 3. pengurangan tingkat kemiskinan menjadi 8,2%, 4. peningkatan daya saing, dan 5. peningkatan investasi. Dalam rangka mencapai sasaran tersebut terdapat beberapa upaya, antara lain berupa: 1. memelihara dan memantapkan stabilitas ekonomi makro sebagai prasyarat atau prakondisi bagi pembangunan ekonomi yang berkelanjutan; 2. mempercepat pertumbuhan ekonomi dengan mengembangkan sumbersumber pendorong pertumbuhan yang berimbang dan bertumpu pada peningkatan investasi dan ekspor non-migas; 3. meningkatkan ketersediaan infrastruktur yang merupakan kunci utama untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan; 4. meningkatkan partisipasi sektor swasta melalui kemitraan antara pemerintah dan swasta untuk mengatasi kendala keterbatasan sumber daya pemerintah; 5. menciptakan lapangan kerja sekaligus mengentaskan kemiskinan melalui strategi dan kebijakan yang tepat dengan prioritas pada sektor-sektor yang mempunyai dampak multiplikasi tinggi terhadap penciptaan lapangan kerja; serta 6. membangun landasan untuk pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dengan memberikan prioritas lebih besar kepada sektor pendidikan dan kesehatan, serta masalah perbaikan lingkungan. 19

21 KEPUTUSAN A. Fokus Strategi Untuk mendukung pencapaian target-target makro ekonomi dan fiskal di atas, Departemen Keuangan selaku pengelola fiskal telah mempersiapkan langkah-langkah kebijakan fiskal yang akan ditempuh melalui 4 (empat) fokus strategi dapat dijelaskan sebagaimana tersebut di bawah ini. I. Pendapatan Negara Fokus strategi di bidang pendapatan negara diarahkan pada pencapaian 4 (empat) target, yaitu (a) optimalisasi pendapatan negara, (b) peningkatan kualitas pelayanan kepada masyarakat, (c) terwujudnya keadilan dan perlindungan masyarakat, serta (d) citra baik Departemen Keuangan terkait dengan layanan publik dalam rangka peningkatan pendapatan. Pencapaian keempat target tersebut secara sinergis menjadi landasan kuat bagi keseimbangan baru kapasitas fiskal Pemerintah yang sekaligus menunjukkan signifikansi peningkatan dari keseimbangan awal. Fokus strategi di bidang pendapatan negara pada prinsipnya diarahkan pada peningkatan pendapatan negara. Strategi peningkatan pendapatan dilaksanakan dalam 3 (tiga) kebijakan. Pertama, peningkatan target pendapatan perpajakan secara terencana sesuai kondisi perekonomian dengan memperhatikan kendala, potensi, dan coverage ratio yang ada. Kedua, optimalisasi penerimaan dari bea dan cukai dengan melakukan pengkajian kelompok industri dalam rangka optimalisasi dan harmonisasi sistem pentarifan. Ketiga, peningkatan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sesuai perkembangan perekonomian dengan melakukan perbaikan regulasi. Dalam upaya meningkatkan penerimaan dari perpajakan dan peningkatan tax ratio secara bertahap dibutuhkan langkah-langkah penyempurnaan kebijakan perpajakan, modernisasi sistem administrasi perpajakan, pemanfaatan informasi dan teknologi dalam rangka pembentukan bank data secara nasional, dan upaya koordinasi dengan lembaga keuangan dan otoritas moneter dalam rangka peningkatan kemampuan akses informasi atas 20

22 KEPUTUSAN transaksi keuangan WP. Upaya tersebut diarahkan kepada perluasan basis pajak, optimalisasi pemungutan perpajakan dari potensi pajak yang tersedia, dan penyempurnaan referensi perpajakan dalam rangka pengawasan WP. Penyempurnaan kebijakan perpajakan pada prinsipnya diarahkan untuk meningkatkan kapasitas fiskal guna mendukung dan memperkuat sumbersumber pendanaan APBN tanpa mengabaikan peran pajak dalam mendorong investasi, memperkuat daya saing, dan meningkatkan efisiensi perekonomian. Upaya tersebut dilakukan melalui penyempurnaan peraturan perpajakan terkait dalam rangka pengurangan distorsi pajak dalam perekonomian dan mendorong peningkatan rasa keadilan masyarakat. Upaya penyempurnaan kebijakan juga mendesak diperlukan dalam rangka peningkatan penerimaan dari bea dan cukai dengan mempertimbangkan faktor keselarasan/harmonisasi dengan berbagai ketentuan lain yang berlaku, baik tingkat nasional maupun yang berlaku secara internasional. Kebijakan dimaksud seperti terkait dengan dukungan kepada perkembangan industri dalam negeri dan fasilitasi perdagangan melalui pembebasan bea masuk untuk industri tertentu. Demikian pula halnya dengan penyempurnaan regulasi terkait dengan upaya peningkatan penerimaan PNBP, yang jenis penerimaannya sangat beragam. Penyempurnaan kebijakan berkenaan dengan penetapan pay out ratio, misalnya dengan tanpa mengabaikan kondisi kesehatan dan kinerja BUMN sangat erat kaitannya dengan proporsi peningkatan penerimaan PNBP dari laba BUMN (deviden). Hal yang sama diperlukan pula dalam rangka peningkatan penerimaan dari sumber-sumber lain seperti peningkatan surplus Badan Layanan Umum (BLU) yang disetorkan ke Kas Negara, jika dimungkinkan. Penyempurnaan regulasi berkenaan dengan PNBP tidak hanya dilakukan terhadap pola penetapan tarif dan pemberian insentif lainnya, tetapi juga dari sisi pengelolaan dan pelaporan. Oleh karena itu, kebijakan berkenaan dengan pengembangan IT dan penyempurnaan sistem administrasi mutlak diperlukan. 21

23 KEPUTUSAN Berkaitan dengan uraian tersebut di atas, kebijakan operasional di bidang pendapatan negara dilaksanakan dengan 2 (dua) cara yaitu, peningkatan kepatuhan dan peningkatan pelayanan. 1. Peningkatan Kepatuhan Wajib Pajak Pemungutan pajak dengan sistem self-assessment menuntut kesadaran yang tinggi dari wajib pajak untuk menjalankan kewajiban perpajakannya. Strategi yang ditempuh guna meningkatkan dan menjaga kepatuhan wajib pajak adalah: (a) Peningkatan jumlah wajib pajak, yaitu melalui upaya pembentukan bank data dan single indentification number (SIN), e-mapping & smart mapping, peningkatan kerjasama/akses data dengan instansi lain, serta penyisiran wilayah-wilayah di mana banyak terdapat anggota masyarakat yang belum terdaftar sebagai wajib pajak; (b) Pengungkapan SPT wajib pajak tidak jujur atau tidak benar. Strategi ini dilaksanakan untuk memastikan wajib pajak yang telah terdaftar memenuhi kewajiban perpajakannya sesuai ketentuan perpajakan; dan (c) Peningkatan program penyuluhan kepada masyarakat. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran wajib pajak, memperluas, dan meningkatkan pengetahuan pajak. Upaya penyuluhan pajak dilaksanakan dengan cara: (i) penerapan pendidikan perpajakan kepada generasi muda, baik melalui jalur pendidikan formal maupun non formal, (ii) sosialisasi perpajakan kepada masyarakat, dan (iii) penyediaan hotline service bagi masyarakat untuk memperoleh pengetahuan tentang perpajakan, serta (iv) optimalisasi fungsi public relation juga dilaksanakan untuk dapat meningkatkan citra positif aparatur pajak. 2. Peningkatan Pelayanan Pajak Pelayanan yang baik kepada wajib pajak dilaksanakan agar wajib pajak dapat menjalankan kewajiban perpajakannya dengan mudah. Strategi yang ditempuh dalam rangka peningkatan pelayanan kepada wajib pajak, adalah: 22

24 KEPUTUSAN (a) Peningkatan kualitas pelayanan administrasi. Pelayanan administrasi meliputi pelayanan lengkap dan baik kepada wajib pajak di tempat pelayanan terpadu serta penyederhanaan prosedur perpajakan dan pemanfaatan teknologi informasi. Penyederhanaan prosedur perpajakan berupa penyederhanaan program pelayanan restitusi dan penyederhanaan surat pemberitahuan pajak. Sedangkan pemanfaatan teknologi informasi meliputi pengembangan program on-line dalam pelaksanaan pajak dan penyempurnaan program pelayanan hotline service. (b) Perbaikan manajemen pemeriksaan pajak. Perbaikan manajemen pemeriksaan pajak dilaksanakan dengan pengembangan risk analysis sebagai dasar pemeriksaan, pengembangan sistem administrasi pemeriksaan pajak, dan pengembangan data matching sebagai basis electronic audit. (c) Perbaikan manajemen penyidikan pajak. Perbaikan manajemen penyidikan pajak dilaksanakan dengan pengembangan kegiatan intelijen sebagai dasar penyidikan, pengembangan kerjasama dengan instansi penegak hukum lainnya, dan pengembangan sistem administrasi penyidikan pajak. (d) Perbaikan manajemen penagihan pajak. Upaya perbaikan tersebut adalah melalui pengembangan analisis umur tunggakan dan kemampuan bayar, pengembangan sistem administrasi penagihan pajak, dan pengembangan sistem informasi pendukung pelunasan tunggakan pajak. Di bidang kepabeanan dan cukai, penyempurnaan administrasi dilakukan untuk menjamin 3 (tiga) hal, yaitu: (a) kepastian penerimaan pendapatan negara yang berasal dari pemungutan bea masuk dan cukai, (b) terlaksananya prakarsa fasilitasi perdagangan, dan (c) keberhasilan pemberantasan penyelundupan dan undervaluation. Pertama, kepastian penerimaan pendapatan negara : Untuk menjamin kepastian penerimaan pendapatan negara dari bea masuk, upaya optimalisasi 23

25 KEPUTUSAN pendapatan dilakukan melalui penyempurnaan administrasi dan optimalisasi penagihan tunggakan. Hal ini terkait dengan adanya kecenderuangan penurunan pendapatan bea masuk sebagai konsekuensi dari kebijakan pemerintah dalam mendukung liberalisasi perdagangan internasional melalui penurunan tarif secara bertahap. Sedangkan untuk penerimaan negara dari pemungutan cukai dilaksanakan melalui (i) peningkatan pengawasan atas peredaran produksi barang kena cukai, (ii) pemberantasan peredaran rokok polos, rokok yang dilekati pita cukai palsu, dan rokok yang dilekati dengan pita cukai yang bukan haknya, (iii) pengujian tingkat kepatuhan melalui audit, dan (iv) peningkatan pelayanan dalam rangka penyediaan dan distribusi pita cukai. Kedua, prakarsa fasilitasi perdagangan: Prakarsa fasilitasi perdagangan dimaksudkan untuk menciptakan iklim perdagangan yang kondusif melalui sistem pelayanan kepabeanan yang prima berbasis teknologi informasi. Iklim perdagangan yang kondusif dapat menarik investor baik dari dalam maupun luar negeri untuk menanamkan dan mengembangkan investasinya di bidang perdagangan. Iklim yang kondusif tersebut pada akhirnya akan dapat mendorong peningkatan perdagangan internasional dan arus keluar masuk komoditas perdagangan (ekspor dan impor). Ketiga, upaya pemberantasan penyelundupan dan undervaluation: Luasnya wilayah perbatasan antar negara memberikan peluang terbukanya pintu masuk tidak resmi komoditas perdagangan dalam upaya penghindaran terhadap pengenaan bea masuk. Di sisi lain, ketersediaan personil, kantor pelayanan, sarana detektor, fasilitas patroli, dan sarana dan prasarana lain dalam rangka pelayanan kepabeanan sangat terbatas. Hal ini dimanfaatkan dengan baik oleh oknum penyelundup untuk melakukan illegal trading dan undervaluation. Pencegahan penyelundupan baik dari illegal trading maupun undervaluation dilakukan melalui upaya pembukaan tempat/kantor pelayanan bea dan cukai baru pada titik-titik strategis di sepanjang perbatasan antar negara, pengadaan fasilitas patroli kepabeanan beserta personil operatornya, perbaikan sistem dan prosedur dan peningkatan kualitas sumber daya manusia. 24

26 KEPUTUSAN II. Belanja Negara Fokus strategi belanja negara diarahkan pada peningkatan efektifitas dan efisiensi belanja negara. Peningkatan efektifitas dan efisiensi dilakukan dalam rangka mencapai 5 (lima) target, yaitu: (a) efisiensi pengadaan barang dan jasa, (b) alokasi belanja yang tepat sasaran, (c) alokasi belanja yang berkeadilan sosial, (d) peningkatan kualitas pelayanan, dan (e) citra baik Departemen Keuangan dalam mengelola belanja negara. Pencapaian kelima target tersebut dilakukan melalui mekanisme berikut ini. 1. Penetapan kebijakan belanja yang ekonomis, efektif, dan efisien Anggaran belanja negara, sekalipun volumenya relatif kecil terhadap PDB, memiliki pengaruh signifikan dalam perkembangan ekonomi nasional. Oleh karena itu, penyusunan dan pelaksanaannya harus realistis dan memperhatikan aspek kemampuan dalam menghimpun pendapatan. Untuk itu, penyelenggaraan riset yang unggul sangat diperlukan dalam upaya menetapkan kebijakan belanja yang efektif, ekonomis, dan efisien secara tepat. Fokus strategi kebijakan belanja yang research based menghendaki agar penyusunan dan pelaksanaan anggaran dilakukan berdasarkan informasi yang merupakan produk riset yang dapat dipertanggungjawabkan akurasinya. Fokus strategi yang mengarah pada efisiensi pengadaan barang dan jasa dimaksudkan untuk mencapai target tingkat optimum pemanfaatan sumber daya keuangan dalam membiayai kegiatan pemerintahan. Untuk itu penerapan prioritas belanja dan efektifitas penggunaan sumber daya keuangan melalui penajaman prioritas alokasi merupakan faktor penting dalam pengendalian efisiensi belanja. Pencapaian efisiensi ini besar artinya bagi upaya perluasan jangkauan alokasi belanja pemerintah dalam membiayai keperluan pemberian layanan publik. Dengan peningkatan/perluasan capaian target ini, upaya percepatan peningkatan pertumbuhan, penguatan stabilitas perekonomian, serta peningkatan pemerataan pendapatan dapat terdukung. 25

27 KEPUTUSAN Pada aspek administrasi, upaya efisiensi belanja juga dilakukan melalui pemantapan (establishment) pelaksanaan unifikasi anggaran (unified budget), penerapan sistem penganggaran berbasis kinerja (performance based budget), dan penerapan alokasi belanja negara dalam kerangka pengeluaran jangka menengah (medium term expenditure framework/mtef). Terkait dengan alokasi untuk belanja pemerintah daerah dalam rangka pelaksanaan perimbangan keuangan, efisiensi belanja negara diarahkan untuk mendukung penyelenggaraan otonomi yang luas, nyata, dan bertanggung jawab sesuai dengan pembagian tugas, kewenangan, dan tanggung jawab antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Bertanggung jawab dalam pengertian bahwa penyerahan atau pelimpahan kewenangan pemerintah pusat kepada daerah yang selanjutnya diikuti dengan pendanaannya (money follows function) harus dapat menjamin efisiensi alokasi belanja dengan cara menghindarkan duplikasi pembiayaan dan perluasan penyelenggaraan layanan publik sesuai bidang tugas masing-masing. Dengan demikian, pemerintah daerah diminta untuk melakukan alokasi belanja secara sinergis dengan Pemerintah Pusat. Sinergis dalam pengertian bahwa alokasi belanja pemerintah daerah dan alokasi belanja pemerintah pusat harus saling mendukung dan tidak terjadi tumpangtindih/duplikasi. Implementasi kebijakan ini secara konsekuen akan dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat seperti yang dicita-citakan. Adapun kebijakan berkenaan dengan efektifitas dan efisiensi belanja negara terkait dengan kebijakan desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan ditempuh antara lain melalui: (a) pelaksanaan alokasi belanja daerah sesuai dengan pembagian kewenangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah; (b) perumusan kebijakan alokasi dana perimbangan tahunan dan jangka menengah; (c) penetapan alokasi dana perimbangan dan belanja daerah lainnya secara tepat waktu; 26

28 KEPUTUSAN (d) perumusan karakteristik pendanaan kegiatan dan perumusan kriteria kegiatan yang dapat didanai dengan dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan; (e) pemetaan pendanaan sektoral di daerah yang mengacu pada peraturan perundang-undangan; dan (f) pelaksanaan koordinasi dalam rangka sinkronisasi kebijakan menyangkut alokasi belanja yang berasal dari dana desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan. 2. Perencanaan dan alokasi anggaran yang tepat sasaran dan adil Perencanaan dan alokasi anggaran dilakukan berdasarkan prioritas program pembangunan pemerintah yang mengacu kepada rencana kerja pemerintah (RKP), seperti alokasi dana untuk fungsi pendidikan dan kesehatan. Perencanaan dan alokasi anggaran, khususnya belanja pemerintah pusat, disusun dalam kerangka penyusunan penganggaran terpadu (unified budget) secara konsisten. Perencanaan dan alokasi anggaran diawali dengan penyusunan perhitungan dasar anggaran (baseline budget) sesuai dengan kebutuhan belanja pemerintah pusat yang rasional. Untuk itu, akurasi, kelengkapan, dan komprehensitas data dan model perencanaan dan alokasi anggaran yang kredibel menjadi faktor yang turut menentukan keberhasilan perencanaan dan alokasi anggaran secara tepat dan adil. Selanjutnya, dilakukan penyusunan langkah-langkah kebijakan (policy measures) dengan memperhitungkan dampak fiskalnya terhadap belanja Pemerintah Pusat secara keseluruhan, defisit, dan pembiayaan anggaran. Adapun langkah-langkah dalam kaitannya dengan penajaman prioritas alokasi anggaran yang tepat sasaran dan adil meliputi penetapan kebijakan: (a) perbaikan kesejahteraan aparatur negara dalam batas kemampuan keuangan negara; (b) peningkatan efisiensi belanja barang dan jasa; 27

29 KEPUTUSAN (c) pengurangan secara bertahap subsidi yang tidak langsung menyentuh kepentingan rakyat miskin; (d) pengurangan beban bunga utang; (e) peningkatan belanja modal untuk infrastruktur; (f) peningkatan bantuan sosial yang langsung menyentuh kepentingan rakyat miskin; dan (g) penyediaan dana cadangan umum untuk mengantisipasi perubahan asumsi makro atau tidak tercapainya langkah-langkah kebijakan yang direncanakan. Khusus, terkait dengan mekanisme perhitungan dasar anggaran (baseline budget) berkenaan dengan perencanaan dan alokasi anggaran untuk keperluan pemerintah daerah, penajaman prioritas dilakukan melalui: (a) pengembangan dan peningkatan kualitas database; dan (b) penetapan besaran alokasi dengan mempertimbangkan besaran-besaran pendapatan dalam negeri sesuai ketentuan yang berlaku. 3. Pelaksanaan anggaran yang transparan dan akuntabel Pengelolaan keuangan negara dalam rangka pelaksanaan anggaran meliputi penyiapan dokumen pelaksanaan anggaran, penyaluran anggaran/pelaksanaan pembayaran, pengelolaan kas/uang negara, dan pertanggungjawaban atas realisasi anggaran. Sejalan dengan penerapan prinsip good governance, keseluruhan pelaksanaan anggaran dimaksud diupayakan dilakukan sesuai prinsip transparansi dan akuntabilitas pengelolaan fiskal (fiscal transparency). Selanjutnya, untuk mendukung pelaksanaan anggaran sesuai prinsip good governance, Departemen Keuangan selaku otoritas pengelolaan fiskal menyusun rumusan kebijakan/peraturan dan petunjuk teknis berkenaan dengan pelaksanaan anggaran, termasuk ketentuan-ketentuan tentang penyusunan dan penetapan dokumen pelaksanaan anggaran, mekanisme pembayaran, sistem pengelolaan kas, dan sistem akuntansi transaksi keuangannya. Penyusunan 28

30 KEPUTUSAN rumusan kebijakan dan/atau peraturan (Peraturan Pemerintah/Peraturan Presiden), dan petunjuk teknis (Peraturan Menteri Keuangan/Peraturan Direktur Jenderal) dilakukan sesuai Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Adapun untuk mewujudkan penyelenggaraan pengelolaan kas negara secara akurat, efisien, dan andal, Departemen Keuangan bertekad menerapkan mekanisme pengelolaan rekening sesuai pola Treasury Single Account (TSA). Mekanisme yang sudah mulai diujicobakan ini diharapkan sudah dapat efektif berlaku pada tahun 2009 mendatang. Pengelolaan kas tersebut dilakukan dalam rangka efisiensi dengan prinsip pokok meminimalkan biaya dan memaksimalkan manfaat, sebagai contoh efisiensi kas berkenaan dengan pemanfaatan idle cash. Sementara itu, untuk mewujudkan percepatan penyelesaian peningkatan kualitas laporan keuangan pemerintah pusat secara tepat waktu, andal, transparan, dan komprehensif, Pemerintah (d.h.i. Departemen Keuangan) telah menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Standar Akuntansi Pemerintahan yang selanjutnya menjadi standar dalam penyusunan sistem akuntansi pemerintah pusat. Sistem akuntansi pemerintah pusat dimaksud selanjutnya menjadi pedoman dalam proses akuntansi transaksi keuangan dalam rangka APBN untuk menghasilkan suatu laporan keuangan pemerintah pusat yang diperlukan baik dalam mendukung kebutuhan pimpinan Departemen Keuangan (management report) dalam pengambilan keputusan sepanjang tahun anggaran maupun laporan keuangan tahunan dalam rangka pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran (accountability report) sesuai ketentuan undang-undang. Laporan keuangan berbasis harian untuk pertimbangan pimpinan dalam pengambilan keputusan (management report) merupakan hasil pokok dari proses akuntansi dalam sistem akuntansi pemerintah pusat. Laporan manajemen ini bersifat interim dan akan dapat berubah setelah dilakukan verifikasi atas kebenaran (validitas) data transaksinya. Atas laporan ini akan diterbitkan laporan penyesuaian setelah dilakukan berbagai perbaikan sesuai hasil verifikasi 29

31 KEPUTUSAN akuntansi yang dapat disebut sebagai laporan akuntabilitas. Laporan manajemen yang berbasis harian ini dapat diterbitkan secara harian, mingguan, bulanan, semester, dan tahunan. Sejalan dengan proses akuntansi di atas, secara khusus, lazimnya diterbitkan secara bulanan, harus dikeluarkan laporan keuangan yang bersifat pernyataan (statement) dan merupakan bagian dari pertanggungjawaban (accountability report) pelaksanaan anggaran. Laporan ini, sesuai undang-undang, sekurang-kurangnya terdiri atas Laporan Realisasi Anggaran (LRA), Laporan Arus Kas (LAK), dan Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK) tersebut. Selain laporan-laporan intern Departemen, Departemen Keuangan selaku bendahara umum negara (BUN) juga membuat laporan keuangan tahunan dalam rangka pertanggungjawaban pemerintah yang terdiri atas Laporan Realisasi Anggaran (LRA), Laporan Arus Kas (LAK), neraca keuangan pemerintah (Neraca), dan Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK) yang dihimpun dari berbagai Kementerian Negara/Lembaga. Laporan-laporan yang dihasilkan dalam rangka pertanggungjawaban pemerintah ini diatur dalam sistem akuntansi pemerintah yang berlaku baik untuk pengguna anggaran maupun BUN. III. Pembiayaan Anggaran Fokus strategi di bidang pembiayaan anggaran diarahkan pada pencapaian target 5 (lima) indikator menguatnya kemampuan pembiayaan pemerintah, yaitu: (a) penurunan stok utang, (b) penggunaan utang secara selektif, (c) optimalisasi pemanfaatan hibah dan utang, (d) terwujudnya rasa aman bagi masyarakat, dan (e) citra yang baik bagi Departemen Keuangan. Capaian tertinggi yang diharapkan dari arah fokus strategi pembiayaan adalah mewujudkan rasa aman bagi masyarakat dalam bertransaksi keuangan. Kondisi tersebut diyakini akan menaikkan citra Pemerintah (d.h.i. Departemen 30

32 KEPUTUSAN Keuangan) di mata publik. Pembentukan citra dilakukan melalui uraian sebagai berikut. 1. Kebijakan pembiayaan anggaran Fokus strategi di bidang pembiayaan anggaran diarahkan pada peningkatan ketahanan utang yang ditandai dengan tingkat likuiditas (liquidity), solvabilitas (solvability), dan daya tahan (vulnerability) yang mantap. Sejalan dengan itu, orientasi kebijakan pembiayaan adalah untuk menurunkan stok utang dan menciptakan sumber-sumber pembiayaan alternatif guna menutup defisit anggaran yang terjadi. Dengan terciptanya kondisi tersebut ketahanan utang yang berkelanjutan (debt sustainability) akan dapat terwujud. Kebijakan pokok penurunan stok utang dalam negeri dilakukan melalui pengelolaan utang secara baik dengan kematangan perhitungan (sound and prudent debt management policy). Langkah yang harus ditempuh adalah dengan pemenuhan kewajiban pembayaran pokok dan bunga utang yang jatuh tempo dan pengaturan pembayaran kembali pokok dan bunga utang. Pengaturan pembayaran kembali difokuskan pada pendistribusian beban pembayaran utang pada suatu tahun ke tahun-tahun kemampuan membayar. berikutnya dengan memperhatikan Kebijakan pokok penurunan stok utang luar negeri dilakukan melalui upaya pemenuhan kewajiban pembayaran pokok dan bunga utang yang jatuh tempo secara tepat waktu, melakukan percepatan pembayaran kembali utang berbiaya tinggi dengan memperhatikan kemampuan keuangan negara, peningkatan ketepatan waktu pencairan pinjaman, pertukaran utang dengan program-program pembangunan (debt swap for development), dan pengurangan pinjaman baru. Sejalan dengan upaya penciptaan alternatif sumber pembiayaan dalam negeri, upaya pengurangan stok utang luar negeri diharapkan dapat berjalan dengan baik. 31

21 Universitas Indonesia

21 Universitas Indonesia BAB 3 GAMBARAN UMUM DEPARTEMEN KEUANGAN DAN BALANCED SCORECARD TEMA BELANJA NEGARA 3.1. Tugas, Fungsi, dan Peran Strategis Departemen Keuangan Republik Indonesia Departemen Keuangan Republik Indonesia

Lebih terperinci

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BAB I PENDAHULUAN

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN I KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 464/KMK.01/2005 TENTANG PEDOMAN STRATEGI DAN KEBIJAKAN DEPARTEMEN KEUANGAN (ROAD-MAP DEPARTEMEN KEUANGAN) TAHUN 2005-2009. Dalam rangka mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rencana Strategis Kementerian/Lembaga (Renstra KL) adalah dokumen perencanaan Kementerian/Lembaga jangka menengah (5 tahun) yang memuat visi, misi, tujuan, strategi,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan efektivitas dan

Lebih terperinci

FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 2015

FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 2015 RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 215 A. KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA : B. UNIT ORGANISASI : (15) KEMENTERIAN

Lebih terperinci

Bab IV Studi Kasus IV.1 Profil Direktorat Jenderal Perbendaharaan

Bab IV Studi Kasus IV.1 Profil Direktorat Jenderal Perbendaharaan Bab IV Studi Kasus Sebelum melakukan perancangan, akan dipaparkan profil Direktorat Jenderal Perbendaharaan beserta visi, misi, tugas pokok dan fungsi, struktur organisasi, strategi bisnis, strategi TI,

Lebih terperinci

FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 2015

FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 2015 RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 215 A. KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA : B. UNIT ORGANISASI : C. MISI UNIT

Lebih terperinci

FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 2015

FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 2015 RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 215 A. KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA : B. UNIT ORGANISASI : (15) KEMENTERIAN

Lebih terperinci

FORMULIR 2 RENCANA KERJA KEMENTRIAN/LEMBAGA (RENJA-KL) TAHUN ANGGARAN 2017 1. Kementrian/Lembaga : KEMENTERIAN KEUANGAN 2. Sasaran Strategis K/L : 1.Terjaganya Kesinambungan Fiskal 3. Program : Program

Lebih terperinci

hendrikoeswara@fisip.unand.ac.id Kunci dari pencapaian target defisit 1 persen tahun 2004 adalah reformasi perpajakan dan kepabeanan. Dengan semakin kompleksnya permasalahan yang dihadapi, mobilisasi penerimaan

Lebih terperinci

FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 2015

FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 2015 RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 215 A. KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA : B. UNIT ORGANISASI : (15) KEMENTERIAN

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS KEPUTUSAN PRESIDEN NOMOR 15 TAHUN 1984 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DEPARTEMEN SEBAGAIMANA TELAH TIGA PULUH DUA KALI DIUBAH,

Lebih terperinci

PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH. Lab. Politik dan Tata Pemerintahan, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya

PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH. Lab. Politik dan Tata Pemerintahan, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DR. TJAHJANULIN DOMAI, MS Lab. Politik dan Tata Pemerintahan, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya 1. Pendahuluan - Pengantar - Tujuan - Definisi 2. Ketentuan Pengelolaan

Lebih terperinci

FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 2015

FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 2015 RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 215 A. KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA : B. UNIT ORGANISASI : C. MISI UNIT

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN TENTANG PENYUSUNAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN TENTANG PENYUSUNAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN 2010010 TENTANG PENYUSUNAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN A. PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Berkaitan dengan manajemen keuangan pemerintah daerah, sesuai dengan amanat UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2006 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA INSTANSI VERTIKAL DI LINGKUNGAN DEPARTEMEN KEUANGAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2006 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA INSTANSI VERTIKAL DI LINGKUNGAN DEPARTEMEN KEUANGAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2006 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA INSTANSI VERTIKAL DI LINGKUNGAN DEPARTEMEN KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk meningkatkan efektivitas dan

Lebih terperinci

FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 2015

FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 2015 RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 215 A. KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA : B. UNIT ORGANISASI : (15) KEMENTERIAN

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2006 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA INSTANSI VERTIKAL DI LINGKUNGAN DEPARTEMEN KEUANGAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2006 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA INSTANSI VERTIKAL DI LINGKUNGAN DEPARTEMEN KEUANGAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2006 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA INSTANSI VERTIKAL DI LINGKUNGAN DEPARTEMEN KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

FORMULIR 1 PENJELASAN UMUM RENCANA KERJA KEMENTERIAN/LEMBAGA (RENJA-KL) TAHUN ANGGARAN 2016

FORMULIR 1 PENJELASAN UMUM RENCANA KERJA KEMENTERIAN/LEMBAGA (RENJA-KL) TAHUN ANGGARAN 2016 FORMULIR 1 PENJELASAN UMUM RENCANA KERJA KEMENTERIAN/LEMBAGA (RENJA-KL) TAHUN ANGGARAN 2016 1.Kementerian/Lembaga : KEMENTERIAN KEUANGAN 2. VISI : Menjadi penggerak utama pertumbuhan ekonomi Indonesia

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO

PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO PETIKAN q. PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUKOMUKO NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUKOMUKO, Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN 2010 TENTANG PENYUSUNAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN 2010 TENTANG PENYUSUNAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN 2010 TENTANG PENYUSUNAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BAB III PENGELOLAAN KEUANGAN DAN KERANGKA PENDANAAN

BAB III PENGELOLAAN KEUANGAN DAN KERANGKA PENDANAAN BAB III PENGELOLAAN KEUANGAN DAN KERANGKA PENDANAAN 3.1. Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Perkembangan kinerja keuangan pemerintah daerah tidak terlepas dari batasan pengelolaan keuangan daerah sebagaimana

Lebih terperinci

Keuangan telah melakukan perubahan kelembagaan yaitu. peningkat- an efisiensi, efektivitas, dan produktivitas kinerja birokrasi dalam

Keuangan telah melakukan perubahan kelembagaan yaitu. peningkat- an efisiensi, efektivitas, dan produktivitas kinerja birokrasi dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam upaya peningkatan kinerja dan institusi kelembagaannya, Kementerian Keuangan telah melakukan perubahan kelembagaan yaitu peningkat- an efisiensi, efektivitas,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2002 TENTANG SURAT UTANG NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2002 TENTANG SURAT UTANG NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2002 TENTANG SURAT UTANG NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa guna mewujudkan masyarakat adil dan

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2003 TENTANG PAKET KEBIJAKAN EKONOMI MENJELANG DAN SESUDAH BERAKHIRNYA PROGRAM KERJASAMA DENGAN INTERNATIONAL MONETARY FUND PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

Ekonomi Bisnis dan Financial

Ekonomi Bisnis dan Financial Tugas Kuliah Matrikulasi Ekonomi Bisnis dan Financial Dosen : Dr. Prihantoro, Msc Rangkuman Jurnal/Makalah Judul Makalah : Pengelolaan APBN dalam Sistem Manajemen Keuangan Negara Penulis Makalah : Suminto,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2004 TENTANG PENYUSUNAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2004 TENTANG PENYUSUNAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2004 TENTANG PENYUSUNAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan pemerintahan

Lebih terperinci

MEKANISME PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA NEGARA

MEKANISME PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA NEGARA MEKANISME PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA NEGARA KOMPETENSI DASAR Mamahami pelaksanaan pasal-pasal yang mengatur tentang keuangan negara INDIKATOR Sumber Keuangan Negara Mekanisme Pengelolaan Keuangan Negara

Lebih terperinci

FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 2015

FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 2015 RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 215 A. KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA : B. UNIT ORGANISASI : (15) KEMENTERIAN

Lebih terperinci

FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 2015

FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 2015 RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 215 A. KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA : B. UNIT ORGANISASI : C. MISI UNIT

Lebih terperinci

PROFIL KEUANGAN DAERAH

PROFIL KEUANGAN DAERAH 1 PROFIL KEUANGAN DAERAH Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah sesuai dengan amanat Undang-Undang adalah menyelenggarakan otonomi daerah dalam wujud otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab, serta

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN TENTANG PENYUSUNAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN TENTANG PENYUSUNAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN 2010010 TENTANG PENYUSUNAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2007 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2008

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2007 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2008 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2007 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2008 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB II EKONOMI MAKRO DAN KEBIJAKAN KEUANGAN

BAB II EKONOMI MAKRO DAN KEBIJAKAN KEUANGAN BAB II EKONOMI MAKRO DAN KEBIJAKAN KEUANGAN 2.1 EKONOMI MAKRO Salah satu tujuan pemerintah adalah meningkatkan kesejahteraan seluruh rakyat, sehubungan dengan itu pemerintah daerah berupaya mewujudkan

Lebih terperinci

FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : Mewujudkan pengelolaan kas yang efisien dan optimal.

FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : Mewujudkan pengelolaan kas yang efisien dan optimal. RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 215 A. KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA : B. UNIT ORGANISASI : (15) KEMENTERIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perkembangan akuntansi sektor publik, khususnya di Indonesia semakin pesat dengan adanya era reformasi dalam pelaksanaan kebijakan pemerintah otonomi daerah

Lebih terperinci

FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 2015

FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 2015 RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 215 A. KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA : B. UNIT ORGANISASI : (15) KEMENTERIAN

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PINJAMAN DAERAH

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PINJAMAN DAERAH I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PINJAMAN DAERAH Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, penyelenggaraan

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Berdasarkan strategi dan arah kebijakan pembangunan ekonomi Kabupaten Polewali Mandar dalam Rencana

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 168/PMK.01/2012 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 168/PMK.01/2012 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 168/PMK.01/2012 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA INSTANSI VERTIKAL DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI DENGAN

Lebih terperinci

BAB 3 GAMBARAN UMUM DEPARTEMEN KEUANGAN

BAB 3 GAMBARAN UMUM DEPARTEMEN KEUANGAN BAB 3 GAMBARAN UMUM DEPARTEMEN KEUANGAN 3.1. Road-Map Departemen Keuangan Departemen Keuangan (Depkeu) dalam Pemerintahan Republik Indonesia berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB V ARAH KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB V ARAH KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB V ARAH KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH Gambaran pengelolaan keuangan daerah menjelaskan tentang aspek kebijakan keuangan daerah, yang berkaitan dengan pendapatan, belanja dan pembiayaan daerah serta capaian

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1995 TENTANG PERUBAHAN ATAS KEPUTUSAN PRESIDEN NOMOR 15 TAHUN 1984 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DEPARTEMEN SEBAGAIMANA TELAH DUA PULUH TIGA KALI DIUBAH,

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN 2010 TENTANG PENYUSUNAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN 2010 TENTANG PENYUSUNAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN 2010 TENTANG PENYUSUNAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA Tantangan utama pengelolaan Anggaran Pendapatan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENDANAAN KEUANGAN DAERAH Oleh: Ahmad Muam

KEBIJAKAN PENDANAAN KEUANGAN DAERAH Oleh: Ahmad Muam KEBIJAKAN PENDANAAN KEUANGAN DAERAH Oleh: Ahmad Muam Pendahuluan Sejalan dengan semakin meningkatnya dana yang ditransfer ke Daerah, maka kebijakan terkait dengan anggaran dan penggunaannya akan lebih

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1. Kinerja Keuangan Masa Lalu Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Pemerintah Provinsi Bali disusun dengan pendekatan kinerja

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2002 TENTANG SURAT UTANG NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2002 TENTANG SURAT UTANG NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2002 TENTANG SURAT UTANG NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa guna mewujudkan masyarakat adil dan

Lebih terperinci

PENATAAN ARSITEKTUR DAN INFORMASI KINERJA DALAM RKA K/L 2016

PENATAAN ARSITEKTUR DAN INFORMASI KINERJA DALAM RKA K/L 2016 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PENATAAN ARSITEKTUR DAN INFORMASI KINERJA DALAM RKA K/L 2016 Jakarta, 10 Februari 2015 Dalam rangka penguatan penganggaran berbasis kinerja, dilakukan penataan Arsitektur

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2001 TENTANG

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2001 TENTANG KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2001 TENTANG KEDUDUKAN, TUGAS, FUNGSI, SUSUNAN ORGANISASI, DAN TATA KERJA INSTANSI VERTIKAL DI LINGKUNGAN DEPARTEMEN KEUANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 71...TAHUN 2009 TENTANG PELIMPAHAN DAN PENUGASAN URUSAN PEMERINTAHAN LINGKUP DEPARTEMEN DALAM NEGERI TAHUN 2010

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 71...TAHUN 2009 TENTANG PELIMPAHAN DAN PENUGASAN URUSAN PEMERINTAHAN LINGKUP DEPARTEMEN DALAM NEGERI TAHUN 2010 PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 71...TAHUN 2009 TENTANG PELIMPAHAN DAN PENUGASAN URUSAN PEMERINTAHAN LINGKUP DEPARTEMEN DALAM NEGERI TAHUN 2010 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI,

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2001 TENTANG KEDUDUKAN, TUGAS, FUNGSI, SUSUNAN ORGANISASI, DAN TATA KERJA INSTANSI VERTIKAL DI LINGKUNGAN DEPARTEMEN KEUANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa dengan telah ditetapkannya pembentukan

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Kinerja Keuangan Masa Lalu Sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2007 tentang Pokok-Pokok Pengelolaan Keuangan Daerah,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Krisis multidimensional yang terjadi di Indonesia pada era akhir pemerintahan orde baru, telah mendorong tuntutan demokratisasi di berbagai bidang. Terutama

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 206.3/PMK.01/2014 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 206.3/PMK.01/2014 TENTANG SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 206.3/PMK.01/2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 168/PMK.01/2012 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA INSTANSI VERTIKAL DIREKTORAT JENDERAL

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dengan telah ditetapkannya pembentukan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, bahwa untuk memberikan pedoman

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa pembangunan nasional Negara Kesatuan Republik

Lebih terperinci

PINJAMAN LUAR NEGERI DAN KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH. Oleh : Ikak G. Patriastomo 1

PINJAMAN LUAR NEGERI DAN KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH. Oleh : Ikak G. Patriastomo 1 PINJAMAN LUAR NEGERI DAN KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH Oleh : Ikak G. Patriastomo 1 PENDAHULUAN Bantuan luar negeri dapat berupa pinjaman maupun hibah luar negeri. Pinjaman luar negeri lebih mendesak dibahas

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH Hal mendasar dalam perencanaan pembangunan tahunan adalah kemampuannya dalam memproyeksikan kapasitas riil keuangan daerah secara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2004 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2004 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2004 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1 Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pelayanan Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah. Dalam upaya meningkatkan

Lebih terperinci

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional Negara Kesatuan Republik

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1344, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN DALAM NEGERI. Pemerintahan. Pelimpahan. Penugasan. PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2012 TENTANG PELIMPAHAN DAN

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIANOMOR 277/PMK.05/2014TENTANG RENCANA PENARIKAN DANA, RENCANA PENERIMAAN DANA, DAN PERENCANAAN KAS

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIANOMOR 277/PMK.05/2014TENTANG RENCANA PENARIKAN DANA, RENCANA PENERIMAAN DANA, DAN PERENCANAAN KAS MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIANOMOR 277/PMK.05/2014TENTANG RENCANA PENARIKAN DANA, RENCANA PENERIMAAN DANA, DAN PERENCANAAN KAS DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1997 T E N T A N G PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1997 T E N T A N G PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1997 T E N T A N G PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pelaksanaan tugas dan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan efektivitas dan

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN SEKRETARIAT JENDERAL TAHUN 2012

RENCANA KINERJA TAHUNAN SEKRETARIAT JENDERAL TAHUN 2012 RENCANA KINERJA TAHUNAN SEKRETARIAT JENDERAL TAHUN 2012 SEKRETARIAT JENDERAL KEMENTERIAN PERTANIAN 2011 KATA PENGANTAR Sesuai dengan INPRES Nomor 7 Tahun 1999, tentang Akuntabilits Kinerja Instansi Pemerintah

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH I. UMUM Berdasarkan amanat Pasal 18 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAGAN ORGANISASI KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

BAGAN ORGANISASI KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI NOMOR 184/PMK.01/2010 KEMENTERIAN REPUBLIK INDONESIA MENTERI WAKIL MENTERI INSPEKTORAT JENDERAL SEKRETARIAT JENDERAL 5 STAF AHLI JENDERAL ANGGARAN JENDERAL JENDERAL JENDERAL

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1997 TENTANG PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1997 TENTANG PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1997 TENTANG PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pelaksanaan tugas dan fungsi

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA Kementerian Keuangan. Pengawasan. Intern.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA Kementerian Keuangan. Pengawasan. Intern. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.125, 2010 Kementerian Keuangan. Pengawasan. Intern. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59/PMK.09/2010 TENTANG KEBIJAKAN PENGAWASAN INTERN KEMENTERIAN

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil dari analisis dan pembahasan adalah : 1. Instansi pemerintah yang menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (selanjutnya

Lebih terperinci

KOTA SURAKARTA PRIORITAS DAN PLAFON ANGGARAN SEMENTARA (PPAS) TAHUN ANGGARAN 2016 BAB I PENDAHULUAN

KOTA SURAKARTA PRIORITAS DAN PLAFON ANGGARAN SEMENTARA (PPAS) TAHUN ANGGARAN 2016 BAB I PENDAHULUAN - 3 - LAMPIRAN: NOTA KESEPAKATAN ANTARA PEMERINTAH KOTA SURAKARTA DENGAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR : 910/3839-910/6439 TENTANG : PRIORITAS DAN PLAFON ANGGARAN SEMENTARA APBD KOTA

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 64 TAHUN 2008 TENTANG PELIMPAHAN DAN PENUGASAN URUSAN PEMERINTAHAN LINGKUP DEPARTEMEN DALAM NEGERI TAHUN 2009

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 64 TAHUN 2008 TENTANG PELIMPAHAN DAN PENUGASAN URUSAN PEMERINTAHAN LINGKUP DEPARTEMEN DALAM NEGERI TAHUN 2009 Menimbang : a. PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 64 TAHUN 2008 TENTANG PELIMPAHAN DAN PENUGASAN URUSAN PEMERINTAHAN LINGKUP DEPARTEMEN DALAM NEGERI TAHUN 2009 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

*9884 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 20 TAHUN 1997 (20/1997) TENTANG PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

*9884 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 20 TAHUN 1997 (20/1997) TENTANG PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Copyright 2002 BPHN UU 20/1997, PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK *9884 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 20 TAHUN 1997 (20/1997) TENTANG PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 66 TAHUN 2010 TENTANG

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 66 TAHUN 2010 TENTANG MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 66 TAHUN 2010 TENTANG PELIMPAHAN DAN PENUGASAN URUSAN PEMERINTAHAN LINGKUP KEMENTERIAN DALAM NEGERI TAHUN 2011 DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1094, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Instansi Vertikal. Direktorat Jenderal Perbendaharaan. Organisasi. Tata Kerja. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 169/PMK.01/2012

Lebih terperinci

*13423 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 24 TAHUN 2002 (24/2002) TENTANG SURAT UTANG NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

*13423 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 24 TAHUN 2002 (24/2002) TENTANG SURAT UTANG NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, Copyright (C) 2000 BPHN UU 24/2002, SURAT UTANG NEGARA *13423 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 24 TAHUN 2002 (24/2002) TENTANG SURAT UTANG NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERI DAN PENERIMAAN HIBAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERI DAN PENERIMAAN HIBAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERI DAN PENERIMAAN HIBAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN NASIONAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN NASIONAL PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2004 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2004 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2004 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Mengingat : a. bahwa pembangunan nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adanya administrasi perpajakan, untuk administrasi pajak pusat, diemban oleh

BAB I PENDAHULUAN. adanya administrasi perpajakan, untuk administrasi pajak pusat, diemban oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pengeluaran rutin pemerintah dibiayai oleh sumber utama penerimaan pemerintah yaitu pajak. Proses pengenaan dan pemungutan pajak ini memerlukan adanya administrasi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2004 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2004 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2004 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

ANALISIS KEBIJAKAN FISKAL/KEUANGAN DAN EKONOMI MAKRO TAHUN 2010

ANALISIS KEBIJAKAN FISKAL/KEUANGAN DAN EKONOMI MAKRO TAHUN 2010 ANALISIS KEBIJAKAN FISKAL/KEUANGAN DAN EKONOMI MAKRO TAHUN 2010 Penyusun: 1. Bilmar Parhusip 2. Basuki Rachmad Lay Out Budi Hartadi Bantuan dan Dukungan Teknis Seluruh Pejabat/Staf Direktorat Akuntansi

Lebih terperinci

BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG MEKANISME TAHUNAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN KABUPATEN MALANG BUPATI MALANG,

BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG MEKANISME TAHUNAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN KABUPATEN MALANG BUPATI MALANG, 1 BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG MEKANISME TAHUNAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN KABUPATEN MALANG BUPATI MALANG, Menimbang : a. bahwa untuk lebih menjamin ketepatan dan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2004 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2004 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2004 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TANGGAL 1 JULI 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TANGGAL 1 JULI 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TANGGAL 1 JULI 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional Negara Kesatuan

Lebih terperinci

TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2004 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Organisasi. Tata Kerja.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Organisasi. Tata Kerja. No.585, 2010 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Organisasi. Tata Kerja. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1144/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk memberikan pedoman

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 74/PMK.01/2009 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA INSTANSI VERTIKAL DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 74/PMK.01/2009 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA INSTANSI VERTIKAL DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 74/PMK.01/2009 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA INSTANSI VERTIKAL DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI MENTERI KEUANGAN, Menimbang

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG JARING PENGAMAN SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG JARING PENGAMAN SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG JARING PENGAMAN SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk kepentingan negara

Lebih terperinci

2015, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Pemberdayaan Perem

2015, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Pemberdayaan Perem No.933, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENPP-PA. Dekonsentrasi. Penatausahaan. Pedoman. PERATURAN MENTERI PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat dinilai dengan uang,

Lebih terperinci

Sekretariat Jenderal KATA PENGANTAR

Sekretariat Jenderal KATA PENGANTAR RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) SEKRETARIAT JENDERAL 2014 KATA PENGANTAR Sesuai dengan INPRES Nomor 7 Tahun 1999, tentang Akuntabilits Kinerja Instansi Pemerintah yang mewajibkan kepada setiap instansi pemerintah

Lebih terperinci