PEMANFAATAN MINERAL KROMIUM DALAM RANSUM UNTUK INDUK DOMBA BUNTING DAN LAKTASI
|
|
- Sukarno Budiaman
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 PEMANFAATAN MINERAL KROMIUM DALAM RANSUM UNTUK INDUK DOMBA BUNTING DAN LAKTASI (Utilization of Organic Chromium in The Diet for Pregnant and Lactating Local Ewes) IW. MATHIUS, D. YULISTIANI, W. PUASTUTI dan M. MARTAWIDJAYA Balai Penelitian Ternak, PO Box 221, Bogor ABSTRACT An adequate supply of dietary chromium to ewes is necessary in order to optimize animal performance. This experiment was intended to study three different levels of organicchromium in the diet on the performance of late pregnancy and lactating ewes. Twentyfour local pregnant ewes are penned individually, which allowed for separate given of forages and concentrate. Water is made available at all times. In order to maintain nutrient requirements, all ewes are fed ad lib of fresh chopped king grass and commercial concentrate having 18% of crude protein, as much as 2% of body weight. Since the beginning of late pregnancy till 12 weeks of lactating period, ewes are allocated to three dietary treatment groups of concentrate containing different amount of chromium. The three concentrate treatments are (R 1 ) additional 0 ppm Crorganic (control), (R 2 ) additional 2 ppm and (R 3 ) additional 4 ppm Crorganic. Data are analyzed by analysis of variance (ANOVA) using GLM procedures of SAS with a model appropriate for a randomized complete design. Feed intake on the basis of dry matter during pregnancy period was not significantly different as well as during lactation. Total feed intake (dry matter intake) during lactating phase was not affected by dietary chromium, averaging 1142 g/head/day. Individual mean birth weight was 2,7 kg for control group and 2,3 kg for group fed diet containning 4 ppm organicchromium. There was not significant (P>0.05) effect of dietary chromium on lamb birth weight. However, when expressed as ewes, lamb birth weight was 3,7 kg for ewes fed control diet and 4,3 kg for ewes fed diet containt 4 ppm organic chromium (P<0.05). From birth to 12 week of age there was not significant difference (P>0.05) in lamb growth rate. It is clear that feeding diet containing chromium is not suitable for pregnant and lactating ewes. Key Words: CromiumOrganic, Ewes, Pregnant, Lactating ABSTRAK Pasokan nutrient kromium yang cukup untuk domba induk sangat dibutuhkan agar dapat menunjukkan penampilan yang optimal. Penelitian ini mempelajari manfaat chromium daalm pakan untuk domba induk yang sedang bunting tua dan laktasi. Dua puluh empat domba induk bunting tua dikandangkan dan dilengkapi dengan palaka. Air tersedia secara bebas setiap saat. Ransum disusun sedemikian rupa sehingga dapat memenuhi kebutuhan domba. Sejak bunting tua hingga umur dua belas minggu setelah beranak, ternak diberi pakan imbuhan berupa tambahan kromium pada tiga tingkat penambahan, yakni 0 ppm, sebagai control (R 1 ), penambahan 2 ppm (R 2 ) dan penambahan Cr sejumlah 4 ppm (R 3 ). Perolehan data diolah dengan prosedur GLM dengan paket SAS dengan model yang sesuai dengan rancangan acak lengkap. Konsumsi ransum yang didasari pada bahan kering selama phase bunting tua dan phase laktasi tidak menunjukkan perbedaan. Total konsumsi bahan kering selama phase laktasi tidak dipengaruhi oleh tingkat imbuhan mineral kromium, dengan rataan konsumsi bahan kering sejumlah 1142 g/ekorkor/hari. Rataan bobot lahir individu adalah 2,7 kg untuk domba induk yang mendapat ransum kontrol dan 2,3 kg untuk kelompok yang mendapat imbuhan kromium sejumlah 4 ppm. Tidak terdapat perbedaan yang nyata antar perlakuan terhadap bobot lahir individu. Akan tetapi bila diekspresikan dalam bobot lahir per domba induk maka pada kelompok yang mendapat ransum kontrol memiliki bobot lahir seberat 3,7 kg, sedangkan yang mendapat imbuhan mineral kromium sejumlah 4 ppm memiliki bobot lahir seberat 4,3 kg (P<0,5). Dari lahir hingga berumur 12 minggu, tidak terdapat perbedaan yang nyata terhadap laju pertumbuhan anak. Dapat disimpulkan bahwa pemberian mineral kromium tidak memberikan pengaruh nyata pada induk domba bunting dan laktasi. Kata Kunci: KromiumOrganik, Domba Induk, Bunting, Laktasi 422
2 PENDAHULUAN Ternak dengan tingkat produksi tinggi (bunting tua dan/laktasi), sering mengalami cekaman sebagai akibat perubahan fisiologis (GOFF dan HORST, 1997) ataupun cekaman lingkungan. Pada kondisi di mana ternak mengalami cekaman, konsentrasi hormon kortisol akan dikeluarkan dan bersifat antagonis dengan hormon insulin yang diketahui memainkan peran yang cukup penting dalam penyerapan nutrien seperti glukose. Diketahui pula Cr merupakan ingredien aktif substrat GTF (glucose tolerance faktor) dan berpengaruh terhadap meningkatnya penyerapan glukosa (Savoini, dikutip oleh MORDETI et al., 1997). Konsekuensinya, akan mengganggu laju penyerapan nutrien, menurunkan tingkat efisiensi penggunaan ransum sekaligus penampilan ternak menjadi tidak optimal. ANDERSON (1994) melaporkan bahwa kebutuhan Cr meningkat pada kondisi ternak mengalami cekaman, termasuk bunting tua dan laktasi. YANG et al. (1996), melaporkan suplementasi Crorganik pada pakan sapi induk yang baru pertama kali beranak dapat meningkatkan produksi susu 13%. Hal ini disebabkan karena induk yang baru pertama kali beranak lebih mengalami cekaman secara nutrisi dan fisiologi ataupun psikoekologi untuk beradaptasi dengan fenomena baru berupa kebuntingan dan laktasi serta beradaptasi dengan lingkungan yang baru terutama apabila indukinduk tersebut ditempatkan dalam suatu kelompok ternak. Tulisan ini akan melaporkan hasil studi yang mempelajari manfaat mineral Kromium (Cr) organik dalam ransum domba induk bunting tua dan laktasi. MATERI DAN METODE Studi ini terdiri dari dua sub kegiatan, yakni preparasi kromium organik dan uji invivo. Kromium (Cr) organik disintesis dari CrCl 3 dengan cara fermentasi menggunakan inokulan Saccharomyses sp dan substrat tepung beras. Selanjutnya preparasi mineral kromium di lakukan sebagai yang diuraikan oleh YULISTIANI et al. (2002). Pada uji biologis, pemberian Crorganik ini disuplementasikan pada pakan konsentrat dengan kandungan protein kasar sejumlah 18% tertera pada Tabel 1. Materi percobaan menggunakan domba induk fase bunting tua yang dilanjuti hingga fase laktasi, sebanyak 24 ekor. Domba diberi pakan dasar cacahan rumput raja segar, dan pakan tambahan komersial sebanyak 2% dari bobot hidup. Pakan tambahan komersial mengandung kadar protein kasar sejumlah 18% dan TDN 70%. Domba diacak untuk mendapatkan salah satu dari pakan perlakuan imbuhan mineral Crorganik. Perlakuan percobaan selengkapnya sebagai berikut: R 0 = Rumput + Konsentrat + Saccharomyces + 0 ppm CrOrganik R 1 = Rumput + Konsentrat + 2 ppm Cr Organik R 2 = Rumput + Konsentrat + 4 ppm Cr Organik Peubah yang diamati adalah konsumsi pakan, bobot lahir anak, bobot sapih anak dan pertambahan bobot hidup anak prasapih, mortalitas anak prasapih dan perubahan bobot hidup induk selama periode laktasi. Penampilan ternak dilakukan dengan menimbang ternak pada pagi hari sebelum ternak diberi pakan dengan frekuensi penimbangan 1 kali untuk setiap dua minggu. Pengamatan jumlah konsumsi dilakukan setiap hari dengan cara mengetahui selisih jumlah pemberian dan sisa pakan. Sementara itu, untuk mengetahui tingkat kemampuan ternak mencerna nutrien yang dikonsumsi dilakukan pada minggu terakhir penelitian, dengan cara menimbang jumlah pemberian dan sisa pakan serta jumlah feses setiap harinya. Contoh bahan (pemberian hijauan, sisa hijauan, konsentrat dan feses) ditimbang dan selanjutnya untuk kepentingan analisis, ditetapkan subcontoh sebanyak 10% dari jumlah koleksi setiap harinya. Sub contoh selama periode pengamatan disatukan dalam satu kantong plastik dan secara komposit ditetapkan 10% untuk kepentingan analisis. Contoh yang telah kering dihaluskan dengan alat penghalus dan melewati saringan yang berukuran 0,8 mm. Analisa bahan kering (DM) contoh dilakukan dengan cara mengeringkan contoh dalam oven dengan suhu 105 C selama jam/bobot contoh konstan. Sementara itu, analisa protein/nitrogen (PK) dilakukan menurut metoda makrokjeldhal (AOAC, 1984). Produksi NH3 ditentukan dengan 423
3 metode mikrodifusi Conway, produksi VFA total, dilakukan dengan teknik penyulingan uap (DEPT. DAIRY SCI., 1966), sedangkan kecernaan serta retensi N dilakukan dengan metoda koleksi total. Pola rancangan yang digunakan adalah acak lengkap dengan model matematisnya adalah: Y = µ + β j + ε jk Y : nilai pengamatan µ : nilai rataan β j : pengaruh tingkat substitusi ε jk : galat baku Sumber: PETERSEN (1985) Selanjutnya data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam dan menggunakan paket SAS (1987) Tabel 1. Komposisi nutrien hijauan raja dan pakan tambahan penelitian Komposisi nutrien Bahan kering (%) Protein kasar (%BK) SDN (%BK) SDA (%BK) Energi(kal/g) Rumput/ hijauan 16,49 10,91 66,35 40,86 9,42 Pakan Pakan tambahan 90,81 18,31 33,69 14,72 14,63 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari dua puluh empat ekor ternak yang diamati, diketahui seekor ternak tidak bunting sehingga jumlah ulangan yang dipergunakan pada penelitian ini tidak sama. Hal tersebut boleh jadi disebabkan kelemahan petugas untuk menentukan apakah seekor ternak positif bunting atau tidak. Penentuan seekor ternak bunting atau tidak didasarkan pada pengalaman para petugas kandang. Ternak dengan tandatanda seperti perut membesar, bentuk perut tidak simetris bila dilihat dari belakang dan ambing membesar/bengkak merupakan indikator awal diketahuinya ternak dalam kondisi bunting. Hal tersebut dapat ditentukan apabila ternak telah bunting selama tiga bulan pertama. Selanjutnya hasil penelitian menunjukkan bahwa, pemberian cacahan rumput raja segar secara bebas dan pakan tambahan komersial tertera pada Tabel 2 sejumlah 2% dari bobot hidup (BH) per ekor per hari, selama bunting tua memberikan nilai rataaan konsumsi bahan (BK), protein kasar (PK), energi (E) dan serat (serat deterjen asam/sda dan serat deterjen netral/sdn) berturutturut adalah 1022,6 g/ekor; 160 g/ekorkor; 13,0541 MJ/e; 463,6 g/ekor dan 245 g/ekor. Dibandingkan dengan yang pernah dilaporkan terdahulu (WILSON et al., 1998), dimana induk domba diberikan cacahan rumput raja segar dan konsentrat GTO3 (Indofeed) sebanyak 500 g/ekor/hari, maka nilai tersebut tidak jauh berbeda. Hal ini menunjukkan bahwa, meskipun jumlah pemberian pakan tambahan lebih banyak dari yang terdahulu, tidak berpengaruh terhadap kemampuan konsumsi nutrien. Dengan perkataan lain, kemampuan seekor ternak domba mengkonsumsi ransum akan dibatasi oleh suatu faktor pembatas. VAN SOEST et al. (1991) melaporkan bahwa kandungan serat deterjen netral (SDN) sangat berpengaruh terhadap kemampuan ternak ruminansia untuk dapat mengkonsumsi pakan. Selanjutnya dikatakan bahwa, kandungan SDN ransum lebih besar dari 56% akan menekan tingkat konsumsi bahan kering. Tingginya tingkat kandungan komponen serat kasar akan memperlambat laju alir nutrien dalam saluran pencernaan (VAN SOEST, 1985), sekaligus mengakibatkan makin lamanya waktu tinggal nutrien pakan dalam saluran pencernaan. Kandungan serat deterjen netral ransum (SDN) yang dikonsumsi pada penelitian ini mencapai 45,33% dari bahan kering(bk). Pemberian kromium (Cr) pada tingkat yang berbeda dalam pakan tambahan komersial selama fase bunting tua tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P>0,05), baik pada tingkat konsumsi per ekor (Tabel 2) maupun pada tingkat konsumsi per kg bobot hidup metabolis (kg BH 0,75 ) tertera pada Tabel 3. Hal ini disebabkan ransum dasar yang diberikan pada setiap perlakuan, cukup dapat menyediakan nutrien mudah larut dalam rumen dalam jumlah yang sama sehingga pertumbuhan dan kegiatan/aktivitas mikroorganisme rumen dari seluruh kelompok perlakuan pakan adalah 424
4 sama. Tidak berbedanya konsumsi bahan kering ransum diantara ternak yang mendapat tambahan Crorganik yang berbeda, kemungkinan dipengaruhi oleh laju alir digesta yang sama. Secara keseluruhan, kisaran konsumsi harian bahan kering ransum oleh domba induk adalah 72,67 g/kg BH 0,75. Nilai tersebut lebih rendah dari hasil penelitian terdahulu, yakni masingmasing sejumlah 76,84 (MATHIUS et al., 1996) dan 76,3 g/kg BH 0,75 (MATHIUS et al., 1998). Nilainilai tersebut menunjukkan bahwa kemampuan konsumsi bahan kering seekor ternak mempunyai batas tertentu. Faktor pembatas dimaksud adalah kapasitas daya tampung rongga perut domba induk, sebagai akibat kompetisi antara peruntukan fetus dan bahan pakan (FORBES, 1986). Tidak berbedanya kemampuan ternak mengkonsumsi bahan kering boleh jadi disebabkan juga oleh protein kasar ransum dari seluruh perlakuan dapat mensuplai nitrogen (N) dalam bentuk amonia untuk kembangbiak dan aktifitas mikroorganisme rumen dalam jumlah yang sama. Sebagai konsekuensinya tampilan ternak pada semua perlakuan adalah sama, yakni kenaikan bobot hidup harian sebesar 83 g/ekor/hari. KEARL (1982) menyarankan agar domba induk yang sedang bunting tua (BH 35 kg) diberikan protein kasar sejumlah 11,19 g/kg BH 0,75. Sementara pada kegiatan ini diperoleh rataan protein kasar yang dikonsumsi yang hampir sama, yakni mencapai 11,37 g/kg BH 0,75, namun lebih rendah yang dilaporkan terdahulu (MATHIUS et al., 2002a). Konsumsi energi (energi bruto) pada penelitian ini hampir sama dengan yang dilaporkan MATHIUS et al. (2002b), yakni 0,9 MJ/kg BH 0,75 tertera pada Tabel 3, dan nilai tersebut setara dengan 0,558 MJME/kg BH 0,75. Hasil penelitian terdahulu mendapatkan bahwa kebutuhan hidup pokok akan energi metabolis (ME) untuk domba induk lokal yang sedang bunting adalah 0,425 MJ (MATHIUS, 1995). Dari perbandingan nilai tersebut terlihat bahwa ada kelebihan EM yang diperoleh pada penelitian ini, yakni sejumlah 0,133 MJ untuk setiap kg BH 0,75, dan jumlah tersebut dapat dipergunakan untuk produksi (pertambahan bobot hidup harian). Tabel 2. Rataan konsumsi harian domba induk saat bunting tua Parameter Total konsumsi BK (kg/ekor/hari) Konsumsi Protein (g/ekor/hari) SDN (g/ekor/hari) SDA (g/ekor/hari) Energi (MJ/ekor/hari) Tingkat imbuhan Cr R 0 R 1 R , , ,59 374,2 368,22 352,45 650,7 664,44 657,22 160,0 161,90 258,74 40,57 40,16 38,41 119,17 121,68 120,33 467,5 468,1 455,3 248,3 244,2 233,9 219,2 223,9 206,4 248,71 248,17 240,74 152,9 150,43 144,01 95,8 97,74 96,733 13, , ,9343 3,5249 3,4685 3,3195 9,5207 9,7208 9,6147 Rataan 1022,6 160,2 463,63 245,87 13,0541 R 0 = 0 ppm Cr (kontrol); R 1 = 2 ppm Cr; R 2 = 4 ppm Cr 425
5 Pengaruh pakan perlakuan terhadap penampilan domba induk saat melahirkan dan jumlah anak sekelahiran dari masingmasing kelompok (Tabel 4), dengan rataan 1,5 ekor sekelahiran. Diyakini dengan pasti bahwa perbedaan tersebut tidak diakibatkan penambahan mineral Crorganik. Terlihat bahwa penambahan mineral Crorganik tidak berpengaruh secara nyata (P>0,05) terhadap bobot lahir (kg/anak), namun menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) terhadap total bobot lahir (kg/ekorkor induk). Konsekuensi dari bobot lahir total/ekor induk yang meningkat, berpengaruh terhadap penyusutan bobot hidup induk sesaat setelah beranak tertera pada Tabel 4. Penyusutan bobot hidup induk yang berbanding terbalik dengan total bobot lahir, disebabkan karena perbedaan bobot lahir total/ekor induk, dan bukan disebabkan oleh perbedaan bobot cairan yang keluar bersamasama plasenta. Hal ini didasarkan pada kenyataaan bahwa bobot plasenta tidak berbeda nyata antara plasenta yang berasal dari kelahiran tunggal ataupun kembar, sebagaimana yang dilaporkan oleh MELLOR dan MURRAY (1981). Hasil penelitian juga menunjukkan tingkat kematian yang cukup tinggi terjadi pada kelompok yang mendapat tambahan mineral Crorganik sejumlah 4 ppm Cr, yakni mencapai 20%. Namun tingginya tingkat kematian tersebut disebabkan rendahnya bobot lahir anak pada kelompok tersebut. Dari delapan ekor induk yang beranak, tiga ekor diantaranya memiliki tingkat kelahiran kembar tiga. Dari setiap ekor induk tersebut satu anak mati beberapa saat setelah beranak. Kondisi yang lemah, sebagai akibat rendahnya bobot lahir merupakan faktor penyebab kematian anak domba tersebut. INOUNU et al. (1993) menyatakan bahwa, untuk mendapatkan daya hidup yang tinggi maka domba anak yang dilahirkan harus memiliki bobot lahir lebih tinggi dari 1,5 kg. Sementara bobot lahir domba anak yang mati memiliki bobot lahir 1,3 kg/ekor. Rataan dari seluruh pengamatan menunjukkan bahwa jumlah anak yang lahir per domba induk adalah 1,5 ekor dengan rataan bobot lahir adalah 2295 g/ekor dan total bobot per domba induk adalah 3339,7g. Hasil pengamatan terdahulu terhadap jenis domba lokal Indonesia mendapatkan rataan jumlah anak (ekor/induk), bobot lahir (kg/ekorkor anak) dan total bobot lahir (kg/induk) secara berutan adalah 1,54; 1,8 dan 2,74 untuk domba Sumatera (INIGUES et al., 1991) dan 1,75; 1,6 dan 2,8 untuk domba Jawa (INOUNU et al., 1993). Bobot lahir yang lebih berat, baik per ekor domba anak maupun domba induk pada kegiatan ini, kemungkinan disebabkan tatalaksana pemeliharaan, khususnya pemberian pakan yang lebih terkontrol. Pertambahan bobot hidup harian domba anak dalam kurun waktu 8 minggu pertama tidak menunjukkan perbedaan (P>0,05), sebagai akibat penambahan Cr organik yang berbeda pada domba induk, baik per ekor anak maupun per induk, dengan rataan secara berurutan sebesar 138 dan 186 g. Sebagai konsekuensinya total bobot sapih per induk tidak menunjukkan perbedaan nyata, dengan rataan 14,2 kg. Tabel 3. Rataan konsumsi nutrien dan Pertambahan Bobot Hidup Harian pada saat domba bunting tua Uraian Konsumsi (g/kgbh 0,75 ) Bahan kering Protein kasar Serat Deterjen Netral Serat Deterjen Asam Energi (MJ GE/ekor/hari) Energi (MJ ME/ekor/hari) PBHH (g/hari) Tingkat imbuhan Cr R 0 R 1 R 2 73,23 72,57 71,99 11,43 11,38 11,32 33,39 32,89 32,47 17,77 17,44 17,17 0,9318 0,9269 0,9223 0,5777 0,5747 0, ,4 ± 17,3 83,3 ± 22,9 80,3 ± 19,5 Uji statistik ME = 0,62 GE (MAFF, 1977), : Tidak berbeda nyata 426
6 Tabel 4. Penampilan domba induk laktasi dan domba anak Uraian Jumlah induk Jumlah sekelahiran (ekor) Bobot lahir/ekor anak (kg) Bobot lahir/induk (kg) Bobot induk sesaat sebelum beranak (kg) Bobot induk 24 jam setelah beranak (kg) Tingkat kematian anak (%) Bobot anak umur 8 mingggu/induk (kg) PBHH anak/induk (g) PBHH anak/ekor (g) Konsumsi bahan kering (g/hari/ekor) Total bahan kering Bahan kering hijauan, Bahan kering pakan tambahan : Tidak berbeda nyata Berbeda nyata (P<0,05) Tingkat imbuhan Cr R 0 R 1 R ,375 1,285 1,8755 2,71 2,68 2,30 3,725 3,444 4,310 41,54 42,29 42,89 35,91 35,77 34, ,38 14,06 14,40 190,3 189,6 180,3 138,0 147,5 130,4 1139,1 1145,6 1145,2 388,3 382,6 379,2 752,5 763,0 766,1 Uji statistik * * Pola konsumsi yang sama juga terjadi pada domba induk fase laktasi. Konsumsi bahan kering dan serat, relatif sama dan tidak menunjukkan peningkatan yang nyata (P<0,05). Secara keseluruhan respon domba induk terhadap penambahan Crorganik sejak beranak sampai dua bulan pertama laktasi adalah sama. Terlihat bahwa selama enam minggu pertama, domba induk menunjukkan pertambahan bobot hidup yang negatif. Sedangkan mulai minggu ke tujuh dan delapan tidak menunjukkan respons (PBHH sama dengan nol). Diharapkan bobot hidup induk akan kembali pada posisi yang sama seperti pada saat setelah melahirkan pada awal bulan ketiga fase laktasi. Dengan perkataan lain untuk dapat dikawinkan kembali agar sesuai dengan tatalaksana pemeliharaan domba, yakni pada bulan ke tiga, domba induk harus dapat mencapai bobot hidup yang paling tidak harus sama dengan bobot hidup sesaat setelah beranak. Secara umum, pemberian mineral Crorganik dalam ransum domba induk tidak berdampak sebagaimana yang diperkirakan. LINDEMANN (1997) melaporkan bahwa Cr sangat dibutuhkan oleh ternak yang mengalami cekaman agar tingkat produktivitasnya tidak terganggu. Boleh jadi cekaman dimaksud adalah untuk ternak yang mengalami cekaman dengan tingkat yang tinggi, seperti cekaman sebagai akibat transportasi. KESIMPULAN DAN SARAN Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa, pemberian Cr organik yang ditambahkan pada pakan tambahan tidak berpengaruh terhadap penampilan domba induk pada saat bunting tua. Hal yang sama juga terjadi pada penampilan domba induk pada saat laktasi dan domba anak. UCAPAN TERIMA KASIH Terselesainya penelitian hingga penulisan makalah ini tidak lepas dari bantuan banyak pihak. Pada kesempatan ini penulis sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis, terutama saudara Rohman dan Widaningsih yang telah banyak membantu selama pelaksanaan penelitian ini. 427
7 DAFTAR PUSTAKA AOAC Official Method of Analysis. 14 th Ed. Association of official analytical Chemist. Washington, D.C ANDERSON, R.A Chromium. In: Element in Human and Animal Nutrition. 5 th Ed. Academic Press, San Diego, CA. p.225. DEPT DAIRY SCIENCE General Laboratory Procedures. Univ. Wisconsin. FORBES, J.M The Voluntary Food Intake of Farm Animals. Butterworth & Co. Ltd.London pp GOFF, J.P. and R.L. HORST, Physiological changes at parturition and their relationship to metabolic disorder. J. Dairy Sci., 80: INIGUEZ,L., M. SANCHEZ and S. GINTING Productivity of Sumatran sheep in a system integrated with rubber plantation. Small Rumin. Res. 5: INOUNU,I., L.INIQUEZ, G.E. BRADFORD, SUBANDRYO and B. TIESNAMURTI Porduction performance of prolific Javanese ewes. Small Rumin. Res. 12: LINDEMANN, M.D Organic Chromium: The Missing Link in Farm Animal Nutrition. In: The Living Gut: Bridging the Gap Between Nutrition and Performance. Proc. 10 th Annual Asia Pacific Lecture Tour. Alltech. Pp KEARL, L C Nutrient requirements of ruminants in developing countries. Int'l Feedstuff Inst. Utah Agric. Exp. Sta. USU. Logan Utah. USA. MATHIUS, IW Kebutuhan Energi dan Protein domba Induk pada Fase Kebuntingan dan Laktasi, Disertasi. Program Pasca Sarjana IPB. Bogor. MATHIUS, IW., M. MARTAWIDJAYA, A. WILSON dan T. MANURUNG Studi strtegi kebutuhan eneriprotein untuk domba lokal: I. Fase pertumbuhan. JITV. 2(2): MATHIUS, IW., B. HARYANTO dan I.W.R. SUSANA Pengaruh pemberian protein dan energi terlindungi terhadap konsumsi dan kecernaan oleh domba muda. JITV. 3(2): MATHIUS, IW.,D. YULISTIANI dan W. PUASTUTI. 2002a. Pengaruh subtitusi protein dalam bentuk bungkil kedelai terproteksi terhadap penampilan domba bunting dan laktasi. JITV 7(1): MATHIUS, IW., D. SASTRADIPRADJA, T. SUTARDI, A. NATASASMITA, L.A. SOFYAN dan D.T.H. SIHOMBING. 2002b. Studi strategi kebutuhan energiprotein untuk domba lokal: 4. Domba induk fase bunting tua. JITV 7(3). MELLOR, D.J. and L. MURRAY Effects of placental weight and maternal nutrition on the growth rate of individual fetuses in single and twin bearing ewes during late pregnancy. Res. Vet. Sci. 30: MORDENTI A., A. PIVA and G.Piva The European Perspective on organic chromium in Animal Nutrition. In. T.P. LYONS and K.A. JACQUES (eds). Biotechnology in the Feed Industry. Proc. Of Alltech s 13 th Annuual Symposium. Alltech Inc. Nottingham Univ. Press. pp PETERSEN, R.G Design and Analysis of Experiments. Marcel Dekker Inc. New York. SAS SAS User's Guide: Stastistics. SAS Inst. Inc., Cary, NC. VAN SOEST, P.J Use of detergents in analysis of fiber. III. Study of effects of heating and drying on yield of fiber and lignin in forages. J. Assoc. Agric. Chem. 48: 785. VAN SOEST, P.J., J.B. ROBERTSON and B.A. LEWIS Methods for dietary fiber, neutral detergent fiber and nonstarch polysaccharides in relation to animal nutrition. J. Dairy Sci. 74: YANG, W.Z. D.N. MOWAT, A. SUBIYAO and R.M. LIPTRAP Effects of chromium supplementation on early lactation performance of holstein cow. Can. J. Anim. Sci. 76: YULISTIANI D Laporan Tahunan. WILSON, A., IW MATHIUS dan B. HARYANTO Respons pemberian protein dan energi terlindungi dalam pakan dasar untuk domba induk. Pros. Seminar Peternakan dan Veteriner. Puslitbang Peternakan. Bogor hlm
8 DISKUSI Pertanyaan: Penelitiannya berapa lama? Bagaimana dengan kecernaannya dan glukosa darahnya? Jawaban: Penelitian berlangsung mulai saat induk bunting tua (empat minggu sebelum beranak) sampai fase laktasi (8 minggu setelah beranak). Tingkat kecernaan nutrien tidak berbeda, sementara kadar glukosa tidak diamati, namun diperkirakan pemberian yang tidak berbeda akan menghasilkan kadar glukosa darah akan sama. 429
COMIN BLOCK PLUS SEBAGAI PAKAN IMBUHAN UNTUK DOMBA ANAK
COMIN BLOCK PLUS SEBAGAI PAKAN IMBUHAN UNTUK DOMBA ANAK (Comin Block Plus as Feed Additive for Lambs) AGUSTINUS WILSON dan I. WAYAN MATHIUS Balai Penelitian Ternak, PO Box 221, Bogor 16002 ABSTRACT A Study
Lebih terperinciGambar 2. Domba didalam Kandang Individu
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Daging dan Kerja (kandang B) pada bulan Mei sampai dengan bulan November 2010. Analisis sampel dilakukan
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Gambar 3. Domba yang Digunakan Dalam Penelitian
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Daging dan Kerja untuk tahap pemeliharaaan serta analisis sampel di Laboratorium Ilmu dan Teknologi
Lebih terperinciPEMBAHASAN. Zat Makanan Ransum Kandungan zat makanan ransum yang diberikan selama penelitian ini secara lengkap tercantum pada Tabel 4.
PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Rata-rata suhu lingkungan dan kelembaban kandang Laboratotium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja sekitar 26,99 0 C dan 80,46%. Suhu yang nyaman untuk domba di daerah
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN. Gambar 2 Ternak dan Kandang Percobaan
14 METODE PENELITIAN Penelitian ini dibagi menjadi dua percobaan yaitu 1) Percobaan mengenai evaluasi kualitas nutrisi ransum komplit yang mengandung limbah taoge kacang hijau pada ternak domba dan 2)
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Waktu dan Lokasi. Materi
MATERI DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan di Kandang B, Laboratorium Biologi Hewan, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Laboratorium Terpadu Departemen Ilmu Nutrisi
Lebih terperinciRESPON PRODUKSI SUSU SAPI FRIESIAN HOLSTEIN TERHADAP PEMBERIAN SUPLEMEN BIOMINERAL DIENKAPSULASI SKRIPSI PIPIT
RESPON PRODUKSI SUSU SAPI FRIESIAN HOLSTEIN TERHADAP PEMBERIAN SUPLEMEN BIOMINERAL DIENKAPSULASI SKRIPSI PIPIT DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
Lebih terperinciEVALUASI PEMBERIAN PAKAN SAPI PERAH LAKTASI MENGGUNAKAN STANDAR NRC 2001: STUDI KASUS PETERNAKAN DI SUKABUMI
EVALUASI PEMBERIAN PAKAN SAPI PERAH LAKTASI MENGGUNAKAN STANDAR NRC 2001: STUDI KASUS PETERNAKAN DI SUKABUMI (Evaluation of feeding practice on lactating dairy cowsusing NRC 2001 standard: study case from
Lebih terperinciRESPON PRODUKSI KAMBING PE INDUK SEBAGAI AKIBAT PERBAIKAN PEMBERIAN PAKAN PADA FASE BUNTING TUA DAN LAKTASI
RESPON PRODUKSI KAMBING PE INDUK SEBAGAI AKIBAT PERBAIKAN PEMBERIAN PAKAN PADA FASE BUNTING TUA DAN LAKTASI DWI YULISTIANI, I-W. MATHIUS, I-K. SUTAMA, UMI ADIATI, RIA SARI G. SIANTURI, HASTONO, dan I.
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Gambar 1. Ternak Domba yang Digunakan
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang dan Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan,
Lebih terperinciPROTEIN TAHAN DEGRADASI RUMEN UNTUK DOMBA BUNTING DAN LAKTASI: RESPON PERTUMBUHAN ANAK PRASAPIH
PROTEIN TAHAN DEGRADASI RUMEN UNTUK DOMBA BUNTING DAN LAKTASI: RESPON PERTUMBUHAN ANAK PRASAPIH (Rumen Undegradable Protein for Pregnant and Lactation Ewes: Response on Growth of Preweaning Lamb) WISRI
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Gambar 2. Contoh Domba Penelitian
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang dan Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan,
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. P2 * hari hari hari
HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan Pra Sapih Konsumsi pakan dihitung berdasarkan banyaknya pakan yang dikonsumsi setiap harinya. Pakan yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan ternak tersebut. Pakan
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Domba adalah salah satu ternak ruminansia kecil yang banyak. Indonesia populasi domba pada tahun 2015 yaitu ekor, dan populasi
1 I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Domba adalah salah satu ternak ruminansia kecil yang banyak dikembangbiakan oleh masyarakat. Pemeliharaan domba yang lebih cepat dibandingkan ternak sapi, baik sapi
Lebih terperinciRESPONS KOMPOSISI TUBUH DOMBA LOKALTERHADAP TATA WAKTU PEMBERIAN HIJAUAN DAN PAKAN TAMBAHAN YANG BERBEDA
RESPONS KOMPOSISI TUBUH DOMBA LOKALTERHADAP TATA WAKTU PEMBERIAN HIJAUAN DAN PAKAN TAMBAHAN YANG BERBEDA (Effect of Different Timing Periods of Roughage and Feed Supplement on Body Composition of Local
Lebih terperinciPENGARUH PENGGUNAAN KONSENTRAT DALAM PAKAN RUMPUT BENGGALA ( Panicum Maximum ) TERHADAP KECERNAAN NDF DAN ADF PADA KAMBING LOKAL
PENGARUH PENGGUNAAN KONSENTRAT DALAM PAKAN RUMPUT BENGGALA ( Panicum Maximum ) TERHADAP KECERNAAN NDF DAN ADF PADA KAMBING LOKAL Rizal Rahalus*, B. Tulung**, K. Maaruf** F. R. Wolayan** Fakultas Peternakan,
Lebih terperinciBAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juni 2016 dengan tiga
9 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juni 2016 dengan tiga tahap, yaitu : tahap pendahuluan dan tahap perlakuan dilaksanakan di Desa Cepokokuning, Kecamatan Batang,
Lebih terperinciABSTRAK. Kata kunci : Imbangan Pakan; Efisiensi Produksi Susu; Persistensi Susu. ABSTRACT
On Line at : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/aaj EFISIENSI DAN PERSISTENSI PRODUKSI SUSU PADA SAPI FRIESIAN HOLSTEIN AKIBAT IMBANGAN HIJAUAN DAN KONSENTRAT BERBEDA (The Efficiency and Persistency
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Materi
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang dan Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan,
Lebih terperinciAhmad Nasution 1. Intisari
Pengaruh Penggantian Rumput Gajah (Pennisetum purpureum) dengan Rumput Kumpai (Hymenachne amplixicaulis ) Terhadap Kecernaan Bahan Kering & Bahan Organik dan Konsumsi Ahmad Nasution 1 Intisari Penelitian
Lebih terperinciMATERI DA METODE. Lokasi dan Waktu
MATERI DA METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Materi
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Unit Pendidikan dan Penelitian Peternakan (UP3) Jonggol, Laboratorium Biologi Hewan Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan bulan April 2010 di Laboratorium Lapang Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor dan Balai Penelitian
Lebih terperinciEVALUASI PEMBERIAN PAKAN SAPI PERAH LAKTASI MENGGUNAKAN STANDAR NRC 2001: STUDI KASUS PETERNAKAN DI SUKABUMI
EVALUASI PEMBERIAN PAKAN SAPI PERAH LAKTASI MENGGUNAKAN STANDAR NRC 2001: STUDI KASUS PETERNAKAN DI SUKABUMI Evaluation of feeding practice on lactating dairy cows using NRC 2001 standard: study case from
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian menggunakan 24 ekor Domba Garut jantan muda umur 8 bulan
III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan Penelitian 3.1.1 Objek Penelitian Penelitian menggunakan 24 ekor Domba Garut jantan muda umur 8 bulan dengan rata-rata bobot badan sebesar 21,09 kg dan koevisien
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Materi
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2011 sampai dengan bulan Januari 2012 di Desa Situ Udik, Kecamatan Cibungbulang untuk proses pembuatan silase daun singkong,
Lebih terperinciPengaruh Substitusi Protein Kasar dalam Bentuk Bungkil Kedelai Terproteksi terhadap Penampilan Domba Bunting dan Laktasi
IWAYAN MATHIUS et al.: Pengaruh substitusi protein kasar dalam bentuk bungkil kedelai terproteksi terhadap penampilan domba bunting Pengaruh Substitusi Protein Kasar dalam Bentuk Bungkil Kedelai Terproteksi
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi
HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi Kandungan nutrien biomineral tanpa proteksi dan yang diproteksi serta mineral mix dapat dilihat pada Tabel 7. Kandungan nutrien biomineral
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Nutrien Biskuit Rumput Lapang dan Daun Jagung Komposisi nutrien diperlukan untuk mengetahui kandungan zat makanan yang terkandung di dalam biskuit daun jagung dan rumput
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Materi
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Pelaksanaan penelitian mulai bulan Februari 2012 sampai dengan bulan April 2012. Pembuatan pakan dilaksanakan di CV. Indofeed. Analisis Laboratorium dilakukan di Laboratorium
Lebih terperinciSKRIPSI TRESNA SARI PROGRAM STUD1 ILMU NUTFUSI DAN MAKAWAN TERNAK
i 0 b('/ PEMANFAATAN RANSUM AMPAS TEH (Cnnzrllin sinensis) YANG DITAMBAHKAN SENG (Zn) LEVEL BERBEDA TERHADAP REPRODUKSI DAN KONSUMSI KELINCI BETINA PADA SETIAP STATUS FISIOLOGI SKRIPSI TRESNA SARI PROGRAM
Lebih terperinciMENDUGA BOBOT HIDUP DOMBA YANG DIBERI RANSUM BERBASIS KULIT BUAH KAKAO PADA UMUR SATU TAHUN
MENDUGA BOBOT HIDUP DOMBA YANG DIBERI RANSUM BERBASIS KULIT BUAH KAKAO PADA UMUR SATU TAHUN (Prediction of Live Weight of One Year Old Sheep Fed Cocoa Pod Based Rations) WISRI PUASTUTI Balai Penelitian
Lebih terperinciPENINGKATAN PROTEIN RANSUM UNTUK PEMBESARAN DOMBA HASIL PERSILANGAN
PENINGKATAN PROTEIN RANSUM UNTUK PEMBESARAN DOMBA HASIL PERSILANGAN (Protein Levels in the Concentrate for Post Weaning CrossBred Lamb) NURHASANAH HIDAJATI, M. MARTAWIDJAJA dan I. INOUNU Balai Penelitian
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN 482,91 55, ,01 67,22
HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi dan Kecernaan Bahan Kering Konsumsi dan kecernaan bahan kering dapat dilihat di Tabel 8. Penambahan minyak jagung, minyak ikan lemuru dan minyak ikan lemuru terproteksi tidak
Lebih terperinciUPAYA UNTUK MENINGKATKAN PERTAMBAHAN BOBOT BADAN DAN EFISIENSI PENGGUNAAN PAKAN PADA KAMBING PERANAKAN ETAWAH MENGGUNAKAN SUPLEMEN KATALITIK
UPAYA UNTUK MENINGKATKAN PERTAMBAHAN BOBOT BADAN DAN EFISIENSI PENGGUNAAN PAKAN PADA KAMBING PERANAKAN ETAWAH MENGGUNAKAN SUPLEMEN KATALITIK Dian Agustina (dianfapetunhalu@yahoo.co.id) Jurusan Peternakan,
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Metode
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Peternakan Kambing Perah Bangun Karso Farm yang terletak di Babakan Palasari, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Analisis pakan
Lebih terperinciPENAMPILAN REPRODUKSI INDUK KAMBING PERANAKAN ETAWAH (PE) YANG DIBERI PAKAN JERAMI PADI FERMENTASI: PERKEMBANGAN BOBOT HIDUP ANAK SAMPAI PRASAPIH
PENAMPILAN REPRODUKSI INDUK KAMBING PERANAKAN ETAWAH (PE) YANG DIBERI PAKAN JERAMI PADI FERMENTASI: PERKEMBANGAN BOBOT HIDUP ANAK SAMPAI PRASAPIH (Reproductive Performance of Etawah Grade Goat (PE) Dam
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Perah Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu sebanyak-banyaknya, disamping hasil lainnya. Macam - macam sapi perah yang ada di dunia adalah
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum Berdasarkan hasil analisa proksimat, kandungan zat makanan ransum perlakuan disajikan pada Tabel 10. Terdapat adanya keragaman kandungan nutrien protein, abu
Lebih terperinciBAB III MATERI DAN METODE. Penelitian kecernaan protein dan retensi nitrogen pakan komplit dengan
16 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian kecernaan protein dan retensi nitrogen pakan komplit dengan kadar protein dan energi berbeda pada kambing Peranakan Etawa bunting dilaksanakan pada bulan Mei sampai
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan Penambahan daun Som Jawa pada ransum menurunkan kandungan serat kasar dan bahan kering ransum, namun meningkatkan protein kasar ransum. Peningkatan protein disebabkan
Lebih terperinciPENGARUH KUALITAS RANSUM TERHADAP KECERNAAN DAN RETENSI PROTEIN RANSUM PADA KAMBING KACANG JANTAN
On Line at : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/aaj PENGARUH KUALITAS RANSUM TERHADAP KECERNAAN DAN RETENSI PROTEIN RANSUM PADA KAMBING KACANG JANTAN (The Effect of Diet Quality on Dietary Protein
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE PENELITIAN
BAHAN DAN METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian telah dilaksanakan di Kec. Binjai Kota Sumatera Utara. Penelitian ini telah dilaksanakan selama 3 bulan dimulai dari bulan Oktober sampai
Lebih terperinciPENAMPILAN PRODUKSI KERBAU LUMPUR JANTAN MUDA YANG DIBERI PAKAN AMPAS BIR SEBAGAI PENGGANTI KONSENTRAT JADI
PENAMPILAN PRODUKSI KERBAU LUMPUR JANTAN MUDA YANG DIBERI PAKAN AMPAS BIR SEBAGAI PENGGANTI KONSENTRAT JADI (The Performance of Young Swamp Buffalo Bulls Fed Brewery By-product as Fabricated Concentrate
Lebih terperinciPENINGKATAN KEMAMPUAN BERPRODUKSI SUSU SAPI PERAH LAKTASI MELALUI PERBAIKAN PAKAN DAN FREKUENSI PEMBERIANNYA
PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPRODUKSI SUSU SAPI PERAH LAKTASI MELALUI PERBAIKAN PAKAN DAN FREKUENSI PEMBERIANNYA SORI B. SIREGAR Balai Penelitian Ternak P.O. Box 221, Bogor 16002, Indonesia (Diterima dewan
Lebih terperinciPEMBERIAN KONSENTRAT DENGAN LEVEL PROTEIN YANG BERBEDA PADA INDUK KAMBING PE SELAMA BUNTING TUA DAN LAKTASI
PEMBERIAN KONSENTRAT DENGAN LEVEL PROTEIN YANG BERBEDA PADA INDUK KAMBING PE SELAMA BUNTING TUA DAN LAKTASI (Different Level of Protein Content in Concentrate Offered to Etawah Cross Breed Does During
Lebih terperinciPENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan
I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ternak Domba Garut merupakan ternak ruminansia kecil yang banyak dipelihara oleh masyarakat, karena pemeliharaannya yang tidak begitu sulit, dan sudah turun temurun dipelihara
Lebih terperinciPEMANFAATAN ENERGI TERLINDUNGI UNTUK MENINGKATKAN EFISIENSI PENGGUNAAN PAKAN PADA DOMBA INDUK
PEMANFAATAN ENERGI TERLINDUNGI UNTUK MENINGKATKAN EFISIENSI PENGGUNAAN PAKAN PADA DOMBA INDUK I-W. MATHIUS, DWI YULISTIANI, E. WINA, B. HARYANTO, A.WILSON, dan A. THALIB Balai Penelitian Ternak P.O. Box
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah
TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Pemeliharaan sapi perah bertujuan utama untuk memperoleh produksi susu yang tinggi dan efisien pakan yang baik serta mendapatkan hasil samping berupa anak. Peningkatan produksi
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Bahan Kering Konsumsi adalah jumlah pakan yang dimakan oleh ternak yang akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok dan produksi. Rataan konsumsi rumput, konsentrat
Lebih terperinciEFEK PENGGUNAAN KONSENTRAT PABRIKAN DAN BUATAN SENDIRI DALAM RANSUM BABI STARTER TERHADAP EFISIENSI PENGGUNAAN RANSUM. S.N.
EFEK PENGGUNAAN KONSENTRAT PABRIKAN DAN BUATAN SENDIRI DALAM RANSUM BABI STARTER TERHADAP EFISIENSI PENGGUNAAN RANSUM S.N. Rumerung* Fakultas Peternakan Universitas Sam Ratulangi Manado, 95115 ABSTRAK
Lebih terperinciFLUKTUASI BOBOT HIDUP KAMBING KACANG INDUK YANG DIKAWINKAN DENGAN PEJANTAN BOER DARI KAWIN SAMPAI ANAK LEPAS SAPIH
FLUKTUASI BOBOT HIDUP KAMBING KACANG INDUK YANG DIKAWINKAN DENGAN PEJANTAN BOER DARI KAWIN SAMPAI ANAK LEPAS SAPIH (Live Weight Fluctuation of Doe Crossed with Boer from Mating until Weaning Period) FITRA
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Materi
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan dari bulan Juli 2010 hingga April 2011 di peternakan sapi rakyat Desa Tanjung, Kecamatan Sulang, Kabupaten Rembang, dan di Departemen Ilmu Nutrisi
Lebih terperinciSUPLEMENTASI GINSENG LIAR (Wild ginseng) PADA RANSUM TERHADAP PERTUMBUHAN MENCIT (Mus musculus)
SUPLEMENTASI GINSENG LIAR (Wild ginseng) PADA RANSUM TERHADAP PERTUMBUHAN MENCIT (Mus musculus) SKRIPSI SRINOLA YANDIANA PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Pellet Kandungan nutrien suatu pakan yang diberikan ke ternak merupakan hal penting untuk diketahui agar dapat ditentukan kebutuhan nutrien seekor ternak sesuai status
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Kandungan Nutrien Silase dan Hay Daun Rami (%BK)
HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum Hasil analisis kandungan nutrien silase dan hay daun rami yang dilakukan di Laboratorium PAU IPB dapat dilihat pada Tabel 4 dan kandungan nutrien ransum disajikan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan
Konsumsi Bahan Kering (BK) HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan Konsumsi pakan merupakan jumlah pakan yang dimakan oleh ternak yang akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok dan proses produksi
Lebih terperinciGambar 6. Pemberian Obat Pada Domba Sumber : Dokumentasi Penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Secara umum penelitian ini dapat berjalan dengan baik. Meskipun demikian terdapat hambatan-hambatan dalam pelaksanaannya, diantaranya adalah kesulitan mendapatkan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ternak disamping manajemen pemeliharaan dan pemberian pakan adalah faktor manajemen lingkungan. Suhu dan kelembaban yang
Lebih terperinciDEPOSISI PROTEIN PADA DOMBA EKOR TIPIS JANTAN YANG DIBERI PAKAN HIJAUAN DAN KONSENTRAT DENGAN METODE PENYAJIAN BERBEDA
DEPOSISI PROTEIN PADA DOMBA EKOR TIPIS JANTAN YANG DIBERI PAKAN HIJAUAN DAN KONSENTRAT DENGAN METODE PENYAJIAN BERBEDA (Protein Deposition in Thin Tailed Rams Fed Grass and Concentrate of Different Offering
Lebih terperinciPENGARUH PENAMBAHAN KONSENTRAT DENGAN KADAR PROTEIN KASAR YANG BERBEDA PADA RANSUM BASAL TERHADAP PERFORMANS KAMBING BOERAWA PASCA SAPIH
PENGARUH PENAMBAHAN KONSENTRAT DENGAN KADAR PROTEIN KASAR YANG BERBEDA PADA RANSUM BASAL TERHADAP PERFORMANS KAMBING BOERAWA PASCA SAPIH The Influence of add Concentrat with the different Crude Protein
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. memiliki ciri-ciri fisik antara lain warna hitam berbelang putih, ekor dan kaki
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Perah Sapi perah yang dipelihara di Indonesia pada umumnya adalah Friesian Holstein (FH) dan Peranakan Friesian Holstein (PFH) (Siregar, 1993). Sapi FH memiliki ciri-ciri
Lebih terperinciEfisiensi Penggunaan Protein pada Substitusi Hidrolisat Bulu Ayam di dalam Ransum Domba
JITV Vol. 12 No.3 Th. 2007 Efisiensi Penggunaan Protein pada Substitusi Hidrolisat Bulu Ayam di dalam Ransum Domba WISRI PUASTUTI dan I WAYAN MATHIUS Balai Penelitian Ternak, PO Box 221, Bogor 16002 (Diterima
Lebih terperinciPERTUMBUHAN ANAK KAMBING KOSTA SELAMA PERIODE PRASAPIH PADA INDUK YANG BERUMUR LEBIH DARI 4 TAHUN
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2008 PERTUMBUHAN ANAK KAMBING KOSTA SELAMA PERIODE PRASAPIH PADA INDUK YANG BERUMUR LEBIH DARI 4 TAHUN (The Growth Performance of Kosta Kids During Preweaning
Lebih terperinciS. Sarah, T. H. Suprayogi dan Sudjatmogo* Program Studi S-1 Peternakan Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro
On Line at : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/aaj KECERNAAN PROTEIN RANSUM DAN KANDUNGAN PROTEIN SUSU SAPI PERAH AKIBAT PEMBERIAN IMBANGAN HIJAUAN DAN KONSENTRAT RANSUM YANG BERBEDA (Protein Digestibility
Lebih terperinciStudi Strategi Kebutuhan Energi-Protein untuk Domba Lokal: 5. Induk Fase Laktasi
MATHIUS et al.: Studi strategi kebutuhan energi protein untuk domba lokal: 5. Induk fase laktasi Studi Strategi Kebutuhan EnergiProtein untuk Domba Lokal: 5. Induk Fase Laktasi IW. MATHIUS 1, D. SASTRADIPRADJA
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Gambar 4. Kelinci Peranakan New Zealand White Jantan Sumber : Dokumentasi penelitian (2011)
MATERI DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Ternak Ruminansia Kecil (Kandang B), Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut
Lebih terperinciK. A. P. Hartaja, T. H. Suprayogi, dan Sudjatmogo Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro, Semarang ABSTRAK
Animal Agricultural Journal, Vol. 2. No. 1, 2013, p 458 465 Online at : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/aaj TAMPILAN PERTAMBAHAN BOBOT BADAN HARIAN DAN KADAR UREA DARAH PADA KAMBING PERAH DARA
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. tanduknya mengarah ke depan (Rahman, 2007). Sapi FH memiliki produksi susu
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Perah Sapi perah FH merupakan sapi yang memiliki ciri warna putih belang hitam atau hitam belang putih dengan ekor berwarna putih, sapi betina FH memiliki ambing yang
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian
Suhu dan Kelembaban HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Suhu dalam kandang saat penelitian berlangsung berkisar antara 26,9-30,2 o C. Pagi 26,9 o C, siang 30,2 o C, dan sore 29,5 o C. Kelembaban
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Performa Produksi Bobot Badan Akhir dan Pertambahan Bobot Badan Harian Bobot badan merupakan salah satu indikator untuk mengetahui performa produksi suatu ternak. Performa produksi
Lebih terperinciBOBOT HIDUP DOMBA EKOR GEMUK (DEG) YANG DIBERIKAN PAKAN TAMBAHAN LEGUMINOSA
BOBOT HIDUP DOMBA EKOR GEMUK (DEG) YANG DIBERIKAN PAKAN TAMBAHAN LEGUMINOSA (Body weight of fat tail sheep with leguminous supplemented) F.F. MUNIER Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Tengah,
Lebih terperinciIMBANGAN HIJAUAN-KONSENTRAT OPTIMAL UNTUK KONSUMSI RANSUM DAN PRODUKSI SUSU SAPI PERAH HOLSTEIN LAKTASI
SeminarNasionalPeternakan dan Veteriner 1999 IMBANGAN HIJAUAN-KONSENTRAT OPTIMAL UNTUK KONSUMSI RANSUM DAN PRODUKSI SUSU SAPI PERAH HOLSTEIN LAKTASI ENDANG SULISTYOWATI Fakultas Pertanian, Universitas
Lebih terperinciPENCAPAIAN BOBOT BADAN IDEAL CALON INDUK SAPI FH MELALUI PERBAIKAN PAKAN
PENCAPAIAN BOBOT BADAN IDEAL CALON INDUK SAPI FH MELALUI PERBAIKAN PAKAN (Ideal Body Weight Achieved by FH Heifer Through Improved Feed) YENI WIDIAWATI dan P. MAHYUDDIN Balai Penelitian Ternak, PO BOX
Lebih terperinciPengaruh Imbangan Hijauan-Konsentrat dan Waktu Pemberian Ransum terhadap Produktivitas Kelinci Lokal Jantan
Jurnal Penelitian Pertanian Terapan Vol. 12 (2): 69-74 ISSN 1410-5020 Pengaruh Imbangan Hijauan-Konsentrat dan Waktu Pemberian Ransum terhadap Produktivitas Kelinci Lokal Jantan The Effect of Ration with
Lebih terperinciPRODUKTIVITAS TERNAK DOMBA GARUT PADA STASIUN PERCOBAAN CILEBUT BOGOR
PRODUKTIVITAS TERNAK DOMBA GARUT PADA STASIUN PERCOBAAN CILEBUT BOGOR (The Productivity of Garut Sheep at Cilebut Research Station Bogor) UMI ADIATI dan SUBANDRIYO Balai Penelitian Ternak, PO Box 221,
Lebih terperinciBungkil Kedelai Terproteksi Tanin Cairan Batang Pisang dalam Pakan Domba Sedang Tumbuh
YULISTIANI et al. Bungkil kedelai terproteksi tanin cairan batang pisang dalam pakan domba sedang tumbuh Bungkil Kedelai Terproteksi Tanin Cairan Batang Pisang dalam Pakan Domba Sedang Tumbuh DWI YULISTIANI,
Lebih terperinciKAJIAN PENGOLAHAN JERAMI PADI SECARA KIMIA DAN BIOLOGI SERTA PENGARUHNYA TERHADAP PENAMPILAN SAPI PERANAKAN ONGOLE
KAJIAN PENGOLAHAN JERAMI PADI SECARA KIMIA DAN BIOLOGI SERTA PENGARUHNYA TERHADAP PENAMPILAN SAPI PERANAKAN ONGOLE TESIS Oleh : NURIANA Br SINAGA 097040008 PROGRAM STUDI ILMU PETERNAKAN PROGRAM PASCASARJANA
Lebih terperinciAnimal Agriculture Journal, Vol. 2. No. 1, 2013, p Online at :
Animal Agriculture Journal, Vol. 2. No. 1, 2013, p 329 335 Online at : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/aaj PERAN MASSAGE DAN PAKAN TERHADAP PRODUKSI DAN KADAR LEMAK SUSU KAMBING PERANAKAN ETTAWA
Lebih terperinciPENGARUH PEMBERIAN PROTEIN DAN ENERGI TERLINDUNGI TERHADAP KONSUMSI DAN KECERNAAN OLEH DOMBA MUDA
PENGARUH PEMBERIAN PROTEIN DAN ENERGI TERLINDUNGI TERHADAP KONSUMSI DAN KECERNAAN OLEH DOMBA MUDA I-W. MATHIUS, B. HARYANTO, dan I.W.R. SUSANA Balai Penelifian Ternak P.O. Box 221, Bogor 16002, Indonesia
Lebih terperinciKETERSEDIAAN NITROGEN DARI BEBERAPA SUMBER PROTEIN RANSUM DAN PENGARUHNYA TERHADAP RETENSI NITROGEN SERTA PERTUMBUHAN DOMBA
KETERSEDIAAN NITROGEN DARI BEBERAPA SUMBER PROTEIN RANSUM DAN PENGARUHNYA TERHADAP RETENSI NITROGEN SERTA PERTUMBUHAN DOMBA (Availability of Nitrogen from some Protein Source and its Effects on Nitrogen
Lebih terperinciPengaruh Imbangan Energi dan Protein Ransum terhadap Energi Metabolis dan Retensi Nitrogen Ayam Broiler
Pengaruh Imbangan Energi dan Protein Ransum terhadap Energi Metabolis dan Retensi Nitrogen Ayam Broiler Tampubolon, Bintang, P.P. Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran e-mail : ktgmusical@yahoo.co.id
Lebih terperinciPENDAHULUAN. terhadap lingkungan tinggi, dan bersifat prolifik. Populasi domba di Indonesia pada
1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Domba merupakan ternak ruminansia yang banyak dipelihara masyarakat dan dimanfaatkan produksinya sebagai ternak penghasil daging dan sebagai tabungan. Domba memiliki
Lebih terperinciRESPONS SAPI PO DAN SILANGANNYA TERHADAP PENGGUNAAN TUMPI JAGUNG DALAM RANSUM
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005 RESPONS SAPI PO DAN SILANGANNYA TERHADAP PENGGUNAAN TUMPI JAGUNG DALAM RANSUM (The Response of Ongole Grades and Their Crossbred on the Use Corn
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Bahan Bahan yang digunakan untuk produksi biomineral yaitu cairan rumen dari sapi potong, HCl 1M, dan aquadest.
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret-Mei 2008. Pembuatan biomineral dilakukan di Laboratorium Biokimia, Fisiologi dan Mikrobiologi Nutrisi, sedangkan pemeliharaan
Lebih terperinciPENGARUH PEMBERIAN MENIR KEDELAI TERPROTEKSI TERHADAP NILAI TOTAL DIGESTIBLE NUTRIENT RANSUM DOMBA EKOR TIPIS
PENGARUH PEMBERIAN MENIR KEDELAI TERPROTEKSI TERHADAP NILAI TOTAL DIGESTIBLE NUTRIENT RANSUM DOMBA EKOR TIPIS Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana S1 Peternakan di
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Materi
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan dengan melakukan persiapan dan pembuatan ransum di Laboratorium Industri Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembuatan pellet dilakukan
Lebih terperinciEvaluasi Kecukupan Nutrien pada Sapi Perah Laktasi... Refi Rinaldi
EVALUASI KECUKUPAN NUTRIEN PADA SAPI PERAH LAKTASI PRODUKSI SEDANG MILIK ANGGOTA KOPERASI DI KOPERASI PETERNAKAN BANDUNG SELATAN (KPBS) PANGALENGAN Refi Rinaldi*, Iman Hernaman**, Budi Ayuningsih** Fakultas
Lebih terperinciKECERNAAN RANSUM SAPI BALI DENGAN KONSENTRAT FERMENTASI BERBASIS LUMPUR SAWIT DAN BAHAN PAKAN LOKAL
63 Pencernaan Ransum Sapi...(Badarina dkk) KECERNAAN RANSUM SAPI BALI DENGAN KONSENTRAT FERMENTASI BERBASIS LUMPUR SAWIT DAN BAHAN PAKAN LOKAL DIGESTIBILITY OF BALI CATTLE DIET WITH FERMENTED CONCENTRATE
Lebih terperinciTINGKAH LAKU MAKAN KAMBING KACANG YANG DIBERI PAKAN DENGAN LEVEL PROTEIN-ENERGI BERBEDA
On Line at : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/aaj TINGKAH LAKU MAKAN KAMBING KACANG YANG DIBERI PAKAN DENGAN LEVEL PROTEIN-ENERGI BERBEDA (Eating Behaviour of Kacang Goat Fed Diets with Different
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk. Domba Lokal memiliki bobot badan antara kg pada
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Lokal Domba pada umumnya dipelihara sebagai penghasil daging (Edey, 1983). Domba Lokal yang terdapat di Indonesia adalah Domba Ekor Tipis, Priangan dan Domba Ekor Gemuk.
Lebih terperinciPENAMPILAN DOMBA EKOR TIPIS ( Ovis aries) JANTAN YANG DIGEMUKKAN DENGAN BEBERAPA IMBANGAN KONSENTRAT DAN RUMPUT GAJAH ( Pennisetum purpureum)
PENAMPILAN DOMBA EKOR TIPIS ( Ovis aries) JANTAN YANG DIGEMUKKAN DENGAN BEBERAPA IMBANGAN KONSENTRAT DAN RUMPUT GAJAH ( Pennisetum purpureum) SKRIPSI TRI MULYANINGSIH PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar. Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi
IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi keseluruhan kecernaan ransum. Nilai kecernaan yang paling
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penyusunan ransum bertempat di Laboratorium Industri Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan. Pembuatan pakan bertempat di Indofeed. Pemeliharaan kelinci dilakukan
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Gambar 3. Domba Jonggol R1 (a) dan Domba Jonggol R2 (b) Gambar 4. Domba Garut R1 (a) dan Domba Garut R2 (b)
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan dari bulan Juli sampai Oktober 2011 di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok B, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian
Lebih terperinciMETODE. Materi. Gambar 2. Contoh Domba yang Digunakan dalam Penelitian Foto: Nur adhadinia (2011)
METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di kandang domba Integrated Farming System, Cibinong Science Center - LIPI, Cibinong. Analisis zat-zat makanan ampas kurma dilakukan di Laboratorium Pengujian
Lebih terperinciBAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret Juli 2016 di Kandang Domba
8 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret Juli 2016 di Kandang Domba dan Laboratorium Produksi Ternak Potong dan Perah, Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro,
Lebih terperinciPENGARUH PEMBERIAN FEED ADDITIVE RI.1 DAN JENIS PAKAN YANG BERBEDA TERHADAP PENAMPILAN AYAM BROILER SKRIPSI ATA RIFQI
PENGARUH PEMBERIAN FEED ADDITIVE RI.1 DAN JENIS PAKAN YANG BERBEDA TERHADAP PENAMPILAN AYAM BROILER SKRIPSI ATA RIFQI PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN
Lebih terperinciBAB III MATERI DAN METODE. Lokasi yang digunakan dalam penelitian adalah Laboratorium Ilmu Ternak
10 BAB III MATERI DAN METODE Lokasi yang digunakan dalam penelitian adalah Laboratorium Ilmu Ternak Potong dan Kerja, Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, Semarang. Penelitian dilaksanakan mulai
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Bagian Kelinci, Balai Penelitian Ternak Ciawi Bogor, Jawa Barat. Penelitian ini dilakukan selama dua bulan, yaitu pada bulan Agustus 2012 sampai
Lebih terperinci