PEMBANGUNAN SANITARY LANDFILL. Desa Kebonagung, Kecamatan Porong, Sidoarjo, Jawa Timur

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PEMBANGUNAN SANITARY LANDFILL. Desa Kebonagung, Kecamatan Porong, Sidoarjo, Jawa Timur"

Transkripsi

1 KERANGKA ACUAN ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN (KA-ANDAL) PEMBANGUNAN SANITARY LANDFILL Desa Kebonagung, Kecamatan Porong, Sidoarjo, Jawa Timur KELOMPOK XI ANANDA PUTRI PERMATASARI BERLIANA CAHYA NINGTIAS PRATIWIE AZSMI PUTRI ASTRID INDAH RIRIS KUSUMANINGSIH DEPARTEMEN TEKNK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK 2012

2 KATA PENGANTAR Salam sejahtera untuk kita semua. Puji syukur kehadirat Tuhan yang telah memberikan kesempatan kepada kami untuk belajar mengenai Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) hingga hari ini, sampai makalah paruh semester berupa kerangka acuan mengenai proyek SANITARY LANDFILL SIDOARJO selesai dikerjakan dengan penuh proses yang bermanfaat dan tepat waktu. Kerangka acuan ini dibuat tidak lain untuk tujuan menganalisis dampak lingkungan atas dibangunnya infrastruktur pengelolaan sampah tersebut. selanjutnya, hasil daripad kerangka acuan ini digunakan untuk langkah selanjutnya guna menentukan layak atau tidaknya proyek tersebut untuk direalisasikan. Selanjutnya penulis mengucap terimakasih untuk pengajar mata kuliah AMDAL, yakni Dr. Ir. Setyo Sarwant Moersidik DEA dan Evi Novita Z. ST., M.Si. atas arahan dan segala cara memotivasi dalam belajar mengajar. Kepada sahabat, rekan seangkatan Teknik Lingkungan, senior Teknik Lingkungan atas segala bantuan dan semangat yang dicurahkan untuk kami sehingga kami tetap kembali pada cita-cita kami dan belajar dengan sungguh-sungguh. Tentunya serangkaian tulisan ini tidaklah sempurna dari segala sudut pandang. Oleh karena itu penulis membuka diri untuk menerima kriti serta masukan demi menghasilkankulitas makalah yang lebih baik. Depok, 10 Oktober

3 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR 2 DAFTAR ISI 3 BAB I PENDAHULUAN 4 I.1 Latar Belakang 4 I.2 Tujuan dan Manfaat 4 I.3 Peraturan Perundangan 4 BAB II RUANG LINGKUP STUDI 7 II.1 Lingkup Rencana Kegiatan 7 II.2 Lingkup Rona Lingkungan Awal 17 II.3 Pelingkupan 25 II.4 Lingkup Wilayah Studi 31 BAB III METODE STUDI 33 III.1 Metode Pengumpulan dan Analisis Data 33 III.2 Metode Prakiraan Dampak Penting 36 III.3 Metode Evaluasi Dampak Penting 50 BAB IV PELAKSANAAN STUDI 53 IV.1 Pemrakarsa 53 IV.2 Tim Studi AMDAL 53 IV.3 Waktu Studi 53 IV.4 Biaya Studi 53 DAFTAR PUSTAKA 54 3

4 BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Persoalan sampah dewasa ini telah menjadi pusat perhatian dari berbagai isu lingkungan yang sedang hangat. Banyak kawasan terutama yang padat penduduk mengalami kendala dalam pengelolaan sampah, terutama karena volumenya yang meningkat dari hari ke hari. Untuk mengatasinya, pemerintah telah mengeluarkan regulasi-regulasi terkait pengelolaan sampah, salah satunya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Sayangnya, pematuhan terhadap peraturan tersebut belum terimplementasikan dengan baik. Tidak hanya kota besar yang mengalami permasalahan sampah. Bila Jakarta dengan penduduk (BPS, 2010) jiwa menghasilkan sampah m 3 per hari (Dinas Kebersihan DKI, 2010), Sidoarjo yang merupakan kota kecil menghasilkan sampah m 3 per hari dengan penduduk jiwa (BPS Sidoarjo, 2012). Bila dikalkulasikan, sampah yang dihasilkan per penduduk Jakarta dan Sidoarjo berturut-turut adalah 0,0026 m3/jiwa/hari dan m3/jiwa/hari. Kedua nilai tersebut menunjukkan sampah yang dihasilkan kota besar (Jakarta) dengan yang dihasilkan kota kecil (Sidoarjo) adalah 20% atau dengan kata lain sampah yang dihasilkan tetap tinggi relatif terhadap perilaku masyarakat kota yang termasuk konsumtif. Oleh karena kebutuhan penampungan serta pengelolaan sampah tersebut, diperlukan adanya keseriusan lebih untuk mengelola sampah Sidoarjo. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 Pasal 40, setiap kota/kabupaten diwajibkan menerapkan sanitary landfill. Bila tidak, penyelenggara penglola sampah dapat dikenakan sanksi pidana 4 10 tahun penjara. Alasan tersebut menjadi alasan utama dibangunnya pengelolaan sampah Sidoarjo berupa sanitary landfill dalam waktu dekat. Pengadaan sistem sanitary landfill menggantikan open dumping dan/atau controlled landfill merupakan suatu urgensi karena open dumping maupun controlled landfill tidak cukup mampu mengelola sampah secara maksimal dari segi lingkungan, ekonomi, dan sosial. Sanitary landfill meliputi pengolahan air lindi sampah menjadi gas metan yang dapat digunakan sebagai sumber bahan bakar dan tenaga listrik. Dengan adanya suplai listrik dari sumber sampah, dimungkinkan adanya peningkatan kontribusi terhadap pengurangan emisi karbon ke atmosfer sehingga meminimalisir potensi pemanasan global yang makin parah. Selain itu, sanitary landfill unggul karena sampah 4

5 ditimbun dan dipadatkan di dalam tanah. Air permukaan juga terhindar dari kontaminasi lindi yang disebabkan oleh lindi yang sampai pada lapisan kedap air dalam tanah (ilmusipil.com). Oleh karena berbagai kajian tersebut, pembangunan sanitary landfill Sidoarjo direncanakan, tepatnya di Kecamatan Porong, Desa Kebonagung. Pemilihan lokasi tersebut dilakukan setelah dilakukan studi kelayakan di beberapa tempat, seperti di Krembung dan Tambaksawah, Kecamatan Waru (beritajatim.com). I.2. TUJUAN DAN MANFAAT Tujuan Rencana Kegiatan Menyelesaikan masalah timbunan sampah berlebih di Sidoarjo. Mengelola sampah secara moderen (pemilahan, pengumpulan, pengangkutan, pengolahan, dan pemrosesan akhir sampah) dengan mengedepankan keberlanjutan lingkungan. Menerapkan sistem sanitary landfill yang merupakan sistem pengelolaan sampah terintegrasi dan ramah lingkungan. Mencegah adanya volum sampah berlebih yang dapat mengganngu aktivitas manusia. I.2.2. Manfaat Rencana Kegiatan Meningkatkan kontribusi terhadap adaptasi perubahan iklim. Memberikan kontribusi kepada mitigasi bencana akibat timbunan sampah. Membantu pemerintah dan stakeholders pembangunan lainnya dalam mewujudkan upaya pengelolaan sampah yang ramah lingkungan dan berkelanjutan. I.3. REGULASI PERUNDANGAN Peraturan yang dijadikan dasar dalam pelaksanaan studi ANDAL proyek SANITARY LANDFILL SODOARJO meliputi berbagai stata payung hukum, yaitu undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan menteri, keputusan menteri, dan peraturan daerah Undang-Undang 1. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup 5

6 2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya; digunakan sebagai dasar perlindungan sumber daya alam dan ekosistemnya. 3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup; digunakan sebagai dasar pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup. 4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 1992 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan; digunakan sebagai dasar analisa transportasi di kawasan saat pembangunan berlangsung. 5. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 Tentang Sumber Daya Air; digunakan sebagai dasar pelestarian sumber daya air. 6. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang; digunakan sebagai dasar penataan ruang. 7. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah; digunakan sebagai acuan pengolahan limbah padat di lokasi kegiatan Peraturan Pemerintah 1. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia. Nomor 27 Tahun 2012 Tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan; digunakan sebagai acuan penyusunan AMDAL. 2. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air; digunakan sebagai acuan pengelolaan dan pengendalian pencemaran air yang kemungkinan ditimbulkan selama proses kegiatan berlangsung. 3. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1982 tentang Tata Pengaturan Air Peraturan Daerah Sidoarjo 1. Peraturan Daerah Kabupaten Sidoarjo Nomor 6 Tahun 2012 Tentang Pengelolaan Sampah dan Retribusi Pelayanan Persampahan/ Kebersihan; digunakan sebagai acuan pengelolaah limbah padat di tempat kegiatan. 6

7 BAB II RUANG LINGKUP STUDI 2.1 LINGKUP RENCANA KEGIATAN Rencana Kegiatan Kegiatan Pembangunan sanitary landfill Sidoarjo digunakan untuk memenuhi kebutuhan penampungan sampah di Sidoarjo, tepatnya di desa Kebonagung Kecamatan Porong. Proyek ini seluas 15 ha yang dibangun dengan dana hibah dari Pemerintah Jerman dengan kesepakatan Kementrian Pekerjaan Umum (PU) Lingkup Rencana Usaha A. Tahap Pra Konstruksi 1. Pemilihan Lokasi Sanitary Landfill Untuk mengantisipasi dampak negatif tersebut yang diakibatkan oleh metode pembuangan akhir sampah yang tidak memadai seperti yang selalu terjadi di berbagai kota di Indonesia, maka langkah terpenting adalah memilih lokasi yang sesuai dengan persyaratan. Sesuai dengan SNI No tentang Tata Cara 7

8 Pemilihan Lokasi TPA, bahwa lokasi yang memenuhi persyaratan sebagai tempat pembuangan akhir sampah adalah : Jarak dari perumahan terdekat 500 m Jarak dari badan air 100 m Jarak dari airport 1500 m (pesawat baling-baling) dan 3000 m (pesawat jet) Muka air tanah > 3 m Jenis tanah lempung dengan konduktivitas hidrolik < 10-6 cm / det Merupakan tanah tidak produktif Bebas banjir minimal periode 25 tahun Pemilihan lokasi TPA sebagai langkah awal dalam peningkatan metode pembuangan akhir sampah, perlu dilakukan secara teliti melalui tahapan studi yang komprehensif (feasibility study dan studi amdal). Sulitnya mendapatkan lahan yang memadai didalam kota, maka disarankan untuk memilih lokasi TPA yang dapat digunakan secara regional. Untuk lokasi TPA yang terlalu jauh (>25 km) dapat menggunakan sistem transfer station. Dipilihnya Kebonagung karena lahannya memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI), kedalaman airnya lebih dari tiga meter serta lokasinya jauh dari permukiman penduduk 2. Survey dan pengukuran lapangan Data untuk pembuatan TPA harus meliputi : Jumlah sampah yang akan dibuang ke TPA Komposisi dan karakteristik sampah Jumlah alat angkut (truk) dan jaringan akses jalan ke lokasi TPA Pengumpulan data tersebut dapat dilakukan secara langsung (primer) maupun tidak langsung (sekunder). Pengukuran lapangan dilakukan untuk mengetahui data kondisi lingkungan TPA seperti: 8

9 Topografi dan Karakteristik tanah, meliputi karakteristik fisik (komposisi tanah, konduktivitas hidrolik, ph, KTK dan lain-lain) dan karakteristik kimia (komposisi mineral tanah, anion dan kation) Sondir dan geophysic Kondisi air tanah, meliputi kedalaman muka air tanah, arah aliran air tanah, kualitas air tanah (COD, BOD, Chlorida, Fe, Organik dan lain-lain) Kondisi air permukaan, meliputi jarak dari TPA, level air, fluktuasi level air musim hujan dan kemarau, kualitas air sungai (BOD, COD, logam berat, chlorida, sulfat, pestisida dan lain-lain) Lokasi mata air ( jika ada) termasuk debit. Kualitas lindi, meliputi BOD, COD, Chlorida, Logam berat, Organik dan lainlain. Kemudian Kualitas udara, meliputi kadar CH 4, COx, SOx, NOx dan lainlain. Jumlah penduduk yang tinggal disekitar TPA (radius < 500 m) 3. Perencanaan Perencanaan TPA berupa Detail Engineering Design (DED), harus dapat mengantisipasi terjadinya pencemaran lingkungan. Dengan demikian maka perencanaan TPA tersebut harus meliputi : Disain site plan disesuaikan dengan kondisi lahan yang tersedia 9

10 Gambar 1. Site Plan TPA Kebonagung (Sanitary Landfill) Disain fasilitas yang meliputi fasilitas umum (jalan masuk dan jalan operasi, saluran drainase, kantor TPA, pagar), fasilitas perlindungan lingkungan (tanggul, lapisan dasar kedap air, jaringan pengumpul dan pengolah lindi, ventilasi gas, barrier, tanah penutup, sumur uji, alat berat dan lain-lain) dan fasilitas pendukung (air bersih, bengkel, jembatan timbang dan lain-lain). Tahapan pembangunan disesuaikan dengan kemampuan pendanaan daerah untuk membangun suatu TPA sehingga dengan kondisi yang paling minimal TPA tersebut dapat berfungsi tanpa mencemari lingkungan. Dokumen DED dilengkapi juga dengan gambar detail, SOP, dokumen tender, spesifikasi teknis, disain note dan lain-lain Tahapan pembangunan disesuaikan dengan kemampuan pendanaan daerah untuk membangun suatu TPA sehingga dengan kondisi yang paling minimal TPA tersebut dapat berfungsi tanpa mencemari lingkungan. Dokumen DED dilengkapi juga dengan gambar detail, SOP, dokumen tender, spesifikasi teknis, disain note dan lain-lain. 4. Pembebasan Lahan Pembebasan lahan TPA perlu memperhatikan dampak sosial yang mungkin timbul seperti kurang memadainya ganti rugi bagi masyarakat yang tanahnya terkena proyek. Luas lahan yang dibebaskan minimal dapat digunakan untuk menampung sampah selama 5 tahun. 5. Pemberian izin Pemberian izin lokasi TPA harus diikuti dengan berbagai konsekuensi seperti dilarangnya pembangunan kawasan perumahan atau industri pada radius < 500 m dari lokasi TPA, untuk menghindari terjadinya dampak negatif yang mungkin timbul dari berbagai kegiatan TPA. 10

11 6. Sosialisasi Untuk menghindari terjadinya protes sosial atas keberadaan suatu TPA, perlu diadakan sosialisasi dan advokasi publik mengenai apa itu TPA, bagaimana mengoperasikan suatu TPA dan kemungkinan dampak negatif yang dapat terjadi namun disertai dengan rencana atau upaya pihak pengelola untuk menanggulangi masalah yang mungkin timbul dan tanggapan masyarakat terhadap rencana pembangunan TPA. Sosialisasi dilakukan secara bertahap dan jauh sebelum dilakukan perencanaan B. Tahap Konstruksi 1. Mobilisasi Tenaga dan Alat - Tenaga Kerja Tenaga kerja yang dibutuhkan adalah tenaga kerja yang akan melaksanakan pekerjaan konstruksi TPA. Untuk tenaga profesional seperti tenaga supervisi, ahli struktur dan mandor harus direkrut sesuai dengan persyaratan kualifikasi, sedangkan untuk tenaga buruh atau tenaga keamanan dapat direkrut dari tenaga setempat (jika ada). Rekrutmen tenaga setempat adalah untuk menghindari terjadinya konflik atau kecemburuan sosial. - Alat Mobilisasi peralatan konstruksi mungkin akan menimbulkan dampak kebisingan dan debu, namun sifatnya hanya sementara. Untuk itu agar dapat diusahakan mobilisasi atau demobilisasi alat berat dilakukan pada saat lalu lintas dalam keadaan sepi serta tidak melalui permukiman yang padat. - Mobilisasi alat berat 2. Pembersihan lahan (land clearing) Pembersihan lahan akan menimbulkan dampak pengurangan jumlah tanaman dan debu sehingga perlu dilakukan penanaman pohon sebagai pengganti atau membuat green barrier yang memadai. 11

12 3. Pembangunan fasilitas umum - Akses Jalan TPA Pembangunan TPA dikuti dengan pembangunan jalan yang akan mendukung pengoperasian TPA tersebut. Perencanaan pembangunan jalan meliputi : Jalan masuk. Jalan kerja. Cul-de-sac sementara, berfungsi sebagai jalan penghubung maupun untuk ruas perletakan jalan kerja. Tipping Area. a) Jalan Masuk TPA Jalan masuk TPA akan digunakan oleh kendaraan pengangkut sampah dengan kapasitas yang cukup besar, sehingga kelas jalan dan lebar jalan perlu memperhatikan beban yang akan lewat serta antrian yang mungkin terjadi. Pengaturan lalu lintas untuk kendaraan yang akan masuk dan keluar TPA sedemikian rupa sehingga dapat menghindari antrian yang panjang karena dapat mengurangi efisiensi pengangkutan. Jalan masuk/ jalan penghubung adalah jalan yang menghubungkan likasi TPA dengan dengan jaringan jalan kota (jalan utama). Jalan masuk ini mengikuti jalan yang telah tersedia di lokasi TPA dengan perbaikan-perbaikan guna mencapai kriteria yang telah ditentukan. Perancangan dilaksanakan berdasarkan batasan desain sebagai berikut : Konstruksi permanen dan mampu menahan beban perlintasan minimal 10 ton (berat truk berisi sampah). Kecepatan rencana kendaraan yang melintas maksimum 10 km/jam. Merupakan jalan dua arah. Lebar badan jalan minimum 6 m. Kemiringan tanjakan dan turunan < 8%. 12

13 b) Jalan Kerja Jalan kerja yang terdapat di dalam lahan TPA dan berfungsi sebagai lintasan terdekat yang menghubung sel dengan jalan penghubung. Di setiap akhir, ruas perletakan jalan kerja akan dilengkapi dengan suatu cul-de-sac tipe kepala-martil (hammerhead) dan terdiri dari susunan lempeng jalan kerja yang dilengkapi dengan pasangan con-bloc agar menutup bagian-bagian rongga antara yang terbuka. Perletakan jalan kerja berdasarkan atas : Terletak di garis tepi batas utama subzona terakhir dari suatu fase pelaksanaan. Lebar perletakan 6 m dengan susunan 3 lempeng per meter lari (melintang). Panjang perletakan jalan kerja adalah 250 m. c) Tipping Area Tipping area adalah tempat dimana sampah diturunkan / dibongkar dari truk sampah. Terdapat 2 (dua) jenis lokasi penurunan yang khusus dibuat di dalam sanitary landfill zona ini, yaitu : a. Jalur lahan kerja penurunan. b. Lapak penurunan. Selain itu juga kendaraan pengangkut dapat menurunkan sampahnya dari lokasi lain yang ditentukan, seperti dari atas timbunan sampah yang sudah padat. - Kantor TPA Kantor TPA berfungsi sebagai kantor pengendali kegiatan pembuangan akhir mulai dari penimbangan/ pencatatan sampah yang masuk (sumber, volume/berat, komposisi dan lain-lain), pengendalian operasi, pengaturan menajemen TPA dan lain-lain. Luas dan konstruksi bangunan kantor TPA perlu memperhatikan fungsi tersebut. Selain itu juga dapat dilengkapi dengan ruang laboratorium sederhana untuk analisis kualitas lindi maupun efluen lindi yang akan dibuang kebadan air penerima. 13

14 - Saluran Drainase Drainase keliling TPA diperlukan untuk menampung air hujan agar tidak masuk ke area timbunan TPA, selain untuk mencegah tergenangnya area timbunan sampah juga untuk mengurangi timbulan lindi. Berfungsi untuk mencegah aliran air permukaan masuk ke dalam lahan atau keluar lahan efektif. Drainase ini terdiri dari : a. Drainase isolasi lahan kerja. Direncanakan terdapat disekeliling lokasi TPA. Saluran ini juga terletak dipinggir jalan yang berfungsi untuk menampung limpasan air hujan dari jalan. Beban tampungan terbesar saluran ini berasal dari bagian sebelah barat. b. Drainase lokal Saluran drainase yang berada di dalam lokal berfungsi untuk mengalirkan air dari permukaan lahan efektif. Limpahan ini memungkinkan bercampur dengan timbunan sampah, karena itu diarahkan menuju pengolahan lindi. Drainase ini akan pula berfungsi untuk menampung lindi yang berasal dari rembesan tanah penutup di sisi timbunan sampah. c. Drainase aliran air sebelum penimbunan. Mengingat tidak seluruh lahan tersedia disiapkan untuk lahan penimbunan, maka dibutuhkan drainase untuk menyalurkan air permukaan di daerah tersebut. Prinsip dari drainase ini adalah menyalurkan air yang terkumpul di hulu penimbunan agar tidak bercampur dengan sampah. Air permukaan diarahkan menuju saluran ke sungai. Pada saat lahan beroperasi drainase ini akan berfungsi sebagai drainasae lindi. Dalam menentukan arah aliran saluran drainase yang direncanakan terdapat batasan-batasan sebagai berikut : a). Arah pengaliran dalam saluran mengikuti penurunan menerus garis ketinggian yang ada sehingga diharapkan pengaliran secara gravitasi. 14

15 b). Pemanfaatan sungai/ anak sungai sebagai badan air penerima dari outfall yang direncanakan, untuk drainase isolasi lahan kerja dan drainase aliran air sebesar penimbunan. Perencanaan Saluran Drainase Dalam menentukan arah jalur saluran drainase yang direncanakan terdapat batasan-batasan sebagai berikut : Arah Pengaliran dalam saluran mengikuti penurunan menerus garis ketinggian yang ada sehingga diharapkan pengaliran secara gravitasi. Pemanfaatan sungai/anak sungai sebagai badan air penerima dari outfall yang direncanakan, untuk drainase lokasi lahan kerja dan drainase aliran air sebesar penimbunan. a. Intensitas Curah Hujan (I) b. Waktu Konsentrasi (tc) Waktu konsentrasi adalah waktu yang diperlukan untuk mengalirkan air hujan dari titik terjauh menuju titik tertentu yang ditinjau. Waktu konsentrasi terdiri dari waktu yang diperlukan oleh air untuk mengalir pada permukaan tanah melimpah menuju ke saluran terdekat (overland time of flow = to) dan waktu untuk mengalir dalam saluran ke saluran tempat yang ditinjau. c. Koefisien pengaliran (c) Koefisien pengaliran ini diperoleh dari hasil perbandingan antara jumlah hujan yang jatuh dengan yang mengalir sebagai limpasan dari suatu hujan dalam permukaan tanah tertentu. Faktor-faktor yang mempengaruhi koefisiensi dan tampungan hujan pada tanah sehingga mempengaruhi jumlah yang mengalir pada tanah. d. Kecepatan Aliran Penentuan kecepatan aliran air di dalam saluran yang direncanakan didasarkan pada kecepatan minimum yang diperoleh agar tetap self cleansing dan kecepatan maksimum yang diperbolehkan agar konstruksi saluran tetap aman. 15

16 Untuk kecepatan minimum diambil sebesar 0,75 m/det, sedangkan maksimum 2,5 m/det. e. Kemiringan Saluran dan Talud Saluran Kemiringan saluran yang dimaksudkan dalam perencanaan ini adalah kemiringan dasar saluran. Sedangkan talud saluran adalah kemiringan dinding saluran. Kemiringan dasar saluran didasarkan pada pertimbangan kemiringan minimal untuk menghindari terjadi sendimentasi pada dasar saluran, dan kemiringan maksimal untuk menjaga kedalaman bagian hilir saluran agar tidak terlalu dalam. Gambar 2. Saluran Drainase - Pagar TPA Pagar TPA selain berfungsi sebagai batas TPA dan keamanan TPA juga dapat berfungsi sebagai green barrier. Untuk itu maka pagar TPA sebaiknya dibuat dengan menggunakan tanaman hidup dengan jenis pohon yang rimbun dan cepat tumbuh seperti pohon angsana. Merupakan pagar hijau pelindung dibuat mengelilingi lokasi TPA. Bentuk dari pagar hijau merupakan pepohonan yang tinggi dan berdaun lebat. Rentang buffer direncanakan mencapai 40 m dari batas lokasi, kecuali di beberapa daerah memiliki rentang yang berbeda karena alasan tertentu. Fungsi dari pagar hijau adalah : Sebagai daerah resapan yang akan mengurangi aliran air permukaan ke dalam lahan urug. 16

17 Menghalangi pandangan langsung ke arah sanitary landfill terhadap lingkungan pemukiman di sekitarnya. Mengurangi kecepatan angin. Meminimasi pengaruh bau dari sanitary landfill terhadap lingkungan pemukiman di sekitarnya. Sebagai pencegahan bau, diperlukan minimal 1000 m 2 lahan aktif biologis untuk setiap hektarnya. Dengan demikian pada pemanfaatan lokasi TPA Regional Mamminasata diperlukan 4,3 ha lahan untuk pengurang bau, namun pada perencanaan dialokasikan sekitar 25 ha sebagai buffer area. Pembatas pada pembagian tata guna lahan sanitary landfill. Pemagaran merupakan batas dari lokasi yang menjadi bagian dari zone penyangga dan memiliki fungsi sebagai berikut: Menjaga estetika lokasi. Pagar direncanakan tidak memberikan pandangan secara jelas kegiatan di lokasi TPA. Berfungsi juga sebagai pembatas lokasi TPA. Pada pintu masuk direncanakan terdapat pintu dorong. 4. Pengurugan Tanah Kegiatan penggalian tanah dengan menggunakan alat berat. Penyiapan lapisan dasar merupakan faktor yang sangat penting dalam penyiapan TPA. Lapisan ini harus mampu menahan pencemaran agar tidak keluar dari lokasi landfilling. Pencegahan ini terutama untuk menghindari kontaminasi terhadap air tanah yang digunakan oleh penduduk sebagai salah satu sumber air bersih. Dasar sebuah lahan urug akan terdiri dari : 1. Lapisan-lapisan bahan liner untuk mencegah migrasi cemaran keluar lahanurug. 2. Sistem pengumpul lindi. C. Tahap Operasi (Pasca Konstruksi) 17

18 1. Pemeriksaan dan Penimbangan Sebelum melakukan tahap-tahap operasional penimbunan, setiap kendaraan pengangkut harus melalui tahap berikut: Pemeriksaan izin masuk ke TPA Penimbangan kendaraan pengangkut sampah Setiap kendaraan yang masuk harus memiliki izin penimbangan dari Dinas Kebersihan. Surat Izin ini bertujuan untuk mencegah adanya kendaraan pengangkutan liar yang ingin melakukan pembuangan di dalam lahan TPA. Di dalam surat izin tercantum data sebagai berikut: Nomor Polisi Nomor daftar kendaraan pengangkut Jenis kendaraan pengangkut Berat Kosong pengangkut Nama pengemudi Tanda pengesahan dari Dinas Kebersihan DKI Jakarta. 2. Pembuangan dan Penimbunan Sampah Operasi penurunan sampah (unloading), yang dilakukan dilokasi penurunan (titik buang). Untuk menghindari antrian truk pengangkut sampah pada lokasi penurunan (titik buang) maka harus disediakan titik lokasi penurunan (titik buang) lebih dari satu. Dari hasil pengamatan di lapangan rata-rata truk sampah masuk 500 truk. Waktu unloading sampah rata-rata 5 menit, satu hari dengan asumsi efisiensi kerja 20 jam, satu lokasi penurunan samah melayani 200 truk sampah, sehingga untuk melayani 500 truk sampah harus disediakan 3 lokasi penurunan sampah. Operasi penimbunan sampah, merupakan operasi yang bertujuan memindahkan sampah menuju ke dalam lokasi kerja penimbunan. Operasi ini meliputi pengambilan dan penyebaran sampah serta pemadatan. 18

19 Operasi penutupan sampah (covering), merupakan operasi yang bertujuan untuk melapisi atau menutup timbunan sampah padat dengan tanah penutup. Operasi ini merupakan kegiatan terakhir dalam satu hari kerja. Terdapat tiga jenis penutupan sampah dengan lapisan tanah, yaitu : 1. Lapisan Penutup Harian Dipergunakan pada setiap hari akhir operasi. Lapisan ini mempunyai fungsi untuk kontrol kelembaban sampah, mencegah tersebarnya sampah, mencegah timbulnya bau, mencegah pertumbuhan binatang/vektor penyakit dan mencegah kebakaran. Ketebalan lapisan adalah cm dalam keadaan padat. Dalam sistem controlled landfill tidak dipergunakan. 2. Lapisan Penutup Antara (Intermediate Cover) Selain fungsi-fungsi seperti lapisan harian di atas, lapisan antara ini mempunyai fungsi lain yaitu : a). Sebagai kontrol terhadap pembentukan gas akibat proses dekomposisi sampah yang memungkinkan pencegahan kebakaran. b). Pelintasan kendaraan di atasnya. Lapisan ini mempunyai ketebalan antara 30 cm - 50 cm dalam keadaan padat. Lapisan ini dilakukan setelah telah terjadi tiga lapis sel harian. Lapisan antara ini dapat dibiarkan selama 1/2 sampai 1 tahun. 3. Lapisan Lapisan Akhir (Final Cover) Merupakan penutupan tanah terakhir setelah kapasitas terpenuhi. Ketebalan minimum yang disyaratkan adalah 50 cm dalam keadaan padat. Tanah penutup akhir ini juga akan berfungsi sebagai tempat dari akar tumbuhan penutup. Lapisan penutup tanah akhir terdiri dari : a). Lapisan pendukung, berfungsi untuk meratakan muka tanah penutup timbunan antara sebelumnya dan memberikan kemiringan permukaan bukit. Tebal hingga 10 cm dan dapat menggunakan tanah sekitar lokasi. b). Lapisan kedap, berfungsi untuk mencegah resapan air hujan atau air permukaan lainnya. Terdiri dari tanah lempung atau bentukannya 19

20 dengan persyaratan yang sama dengan pembentukan lapisan dasar. Memiliki ketebalan lapisan 50 cm. c). Lapisan penutup, berfungsi untuk menunjang perkembangan tumbuhan penutup bukit. Kualitas tanah penutup yang diharapkan adalah mudah dalam pengerjaan, ikatan partikel cukup baik dan kuat. Untuk bahan yang sesuai adalah campuran antara pasir, lanau dan lempung dengan prosentase perbandingan lanau. lempung, dan pasir yang hampir sama. Tanah ini harus memiliki kapasitas kelembaban (moisture holding capacity) yang tinggi. Tebal lapisan minimal 15 cm. Sebaiknya lapisan ini diberikan tambahan kandungan bahan organik (pupuk). Namun demikian, pada pasca operasi direncanakan penanaman pohon dengan akar yang dalam, maka ketebalan harus mencapai (1,5-2 m) agar kondisi pohon cukup kuat dan pertumbuhan akarnya tidak terganggu oleh gas yang terperangkap dalam lapisan sampah. Rekapitulasi Rencana Penutupan : 1. Tanah penutup dengan kelulusan maksimum 1 x 10-6 cm/det. 2. Tanah penutup final dengan kelulusan maksimum 10-7 cm/det. 3. Tebak tanah penutup antara = 0,30 0,50 m. 4. Tebal tanah penutup final = 0,50-0,60 m. 5. Rasio tanah penutup = %. 6. Tanah penutup mempunyai grading dengan kemiringan tidak lebih dari 30 o untuk mencegah terjadinya erosi. 3. Sistem Pengolahan Produk Akhir Landfill - Lapisan Dasar Kedap Air 20

21 Lapisan dasar kedap air berfungsi untuk mencegah terjadinya pencemaran lindi terhadap air tanah. Untuk itu maka konstruksi dasar TPA harus cukup kedap, baik dengan menggunakan lapisan dasar geomembrane/geotextile maupun lapisan tanah lempung dengan kepadatan dan permeabilitas yang memadai (< 10-6 cm/det). Lapisan tanah lempung sebaiknya terdiri dari 2 lapis masing-masing setebal 30 cm. Hal tersebut dilakukan untuk mencegah terjadinya keretakan akibat kerusakan lapisan pertama karena terekspose cukup lama. Selain itu untuk menghindari terjadinya keretakan lapisan dasar tanah lempung, maka sebelum dilakukan peninmbunan sebaiknya lapisan dasar terlindung. Sebagai contoh dapat dilakukan penanaman rumput atau upaya lain yang cukup memadai. Tabel Karakteristik Fisik Tanah sebagai Bahan Lapisan Kedap Parameter Persyaratan Bahan Pelapisan Karakteristik Tanah Lokasi Jenis tanah MH,ML,CH,CL Memenuhi Prosentase butiran halus > 50 % Memenuhi Liquid limit Tidak Memenuhi Indeks plastisitas vs liquid limit > garis A Memenuhi Koefisien permeabilitas < 4 x 10-5 (cm/detik) Memenuhi Sumber : Parametrix, Inc Keterangan : Jenis tanah berdasarkan Unified Solid Classification. - Jaringan Pengumpul Lindi Pipa jaringan pengumpul lindi di dasar TPA berfungsi untuk mengalirkan lindi yang terbentuk dari timbunan sampah ke kolam penampung lindi. Jaringan pengumpul lindi dapat berupa pipa PVC berlubang yang 21

22 dilindungi oleh gravel. Tipe jaringan disesuaikan dengan kebutuhan seperti luas TPA, tingggi timbunan, debit lindi dan lain-lain. Sebagai contoh : Perancangan pengumpulan lindi meliputi: 1. Pemilihan liner. 2. Perencanaan. Peletakan pengumpul lindi Penyalur lindi Pembuangan lindi 3. Lay out dan perancangan Alternatif sistem pengumpulan lindi : a). Menggunakan pipa berlubang, kemudian diselubungi dengan batuan. Cara ini banyak dipergunakan dalam konstruksi pipa lindi di beberapa TPA dengan sistem lahan urug. b). Membuat saluran kemudian saluran tersebut diberi pelapis, dan didalamnya disusun batu kali kosong. Pada perancangan ini direncanakan pipa pengumpul menggunakan sistem perpipaan. Faktor pemilihan material pipa meliputi : Tipe lindi Kebutuhan pengaliran Korosi 22

23 Pengikisan Karakteristik produk Kondisi fisik Inst`alasi yang dibutuhkan Efektivitas biaya Perlakuan khusus yang dibutuhkan Perancangan pipa pengumpul lindi TPA Kebonagung menggunakan jenis pipa PVC dengan berbagai pertimbangan yang telah dijabarkan dan berdasarkan kemudahannya dalam penyediaan. Pipa jenis ini memiliki kerentanan terhadap asam dan senyawa organik seperti asam asetat, hydroclorida, benzaldehida, carbon tetraklorida. Dengan sistem pengumpul lindi, diharapkan sebagian besar air sampah yang mengalir kebawah dapat tertangkap, guna selanjutnya dialirkan ke pengolahan lindi sebelum dibuang ke badan air. Saluran pengumpul lindi direncanakan terdiri dari : a). Saluran pengumpul, merupakan saluran yang mengumpulkan leachate dari timbunan sampah dan mengalirkannya menuju hilir saluran. Saluran ini dipasang memanjang di setiap garis setiap zone. b). Saluran sekunder, merupakan saluran yang mengalirkan lindi yang terkumpul hingga ke bak kontrol. Merupakan saluran berupa rangkaian pipa pada pertemuan antara pengumpul dan pengalir digunakan strip drainase plastik. c). Saluran primer, merupakan saluran yang mengaliran lindi dari akhir saluran pengalir di bak kontrol ke lokasi inlet bangunan pengolah lindi di bak pengumpul lindi. Sistem perpipaan pengumpul lindi juga berfungsi sebagai pengumpul air hujan pada saat lahan belum beroperasi. Saat lahan telah beroperasi, saluran pipa pembuangan ke sungai ditutup dan lindi dialirkan ke instalasi pengolahan lindi. - Pengolahan Lindi 23

24 Untuk mencegah terjadinya pencemaran air tanah dan air permukaan setelah lindi terkumpul direncanakan pengolahan yang terdiri dari : Kolam penyeimbang yang merangkap sebagai kolam stabilisasi. Kolam maturasi Sistem Pengolahan Lindi ini meliputi komponen-komponen : Pengumpul lindi Pengatur aliran Perpipaan Bangunan pengolahan lindi Fasilitas pembuangan Instalasi atau kolam pengolahan lindi berfungsi untuk menurunkan kadar pencemar lindi sampai sesuai dengan ketentuan standar efluen yang berlaku. Mengingat karakteristik lindi didominasi oleh komponen organik dengan nilai BOD rata-rata ppm (Qasim, 1994), maka pengolahan lindi yang disarankan minimal dengan proses pengolahan biologi (secondary treatment). BOD influen diasumsikan sebesar mg/l, sedangkan efluen untuk dibuang ke badan air sedapat mungkin mendekati Baku Mutu Air Golongan III yaitu 150 mg/l. Proses pengolahan lindi perlu memperhatikan debit lindi, karakteristik lindi dan badan air penerima tempat pembuangan efluen. Hal tersebut berkaitan dengan pemilihan proses pengolahan, penenutan kapasitas dan dimensi kolam serta perhitungan waktu detensi. Mengingat proses biologi akan sangat dipengaruhi oleh kemampuan aktivitas mikroorganisme, maka pengkondisian dan pengendalian proses memegang peranan penting. Secara umum proses pengolahan lindi secara sederhana terdiri dari beberapa tahap sebagai berikut : Pengumpulan lindi, dilakukan di kolam pengumpul Proses anaerobik, dilakukan di kolam anaerob (kedalaman > 2m). Proses ini diharapkan dapat menurunkan BOD sampai 60 % Proses fakultatif yang merupakan proses peralihan dari anaerobik, dilakukan di kolam fakultatif. Proses ini diharapkan dapat menurunkan BOD sampai 70 % 24

25 Proses maturasi atau stabilisasi, dilakukan di kolam maturasi dengan efisiensi proses 80 % Land treatment, dilakukan dengan membuat lahan yang berfungsi sebagai saringan biologi yang terdiri dari ijuk, pasir, tanah dan tanaman yang dapat menyerap bahan polutan. - Ventilasi Gas Gambar 3. Instalasi Pengolah Leachate Ventilasi gas berfungsi untuk mengalirkan gas dari timbunan sampah yang terbentuk karena proses dekomposisi sampah oleh aktivitas mikroorganisme. Tanpa adanya ventilasi yang memadai, akan dapat menyebabkan tingginya akumulasi gas di timbunan sampah sehingga sangat mudah terbakar. Gas yang mengalir dan keluar dari pipa ventilasi sebaiknya diolah sebagai biogas (di negara maju, gas dari landfill dimanfaatkan untuk menghasilkan tenaga listrik). Tetapi apabila tidak dilakukan pengolahan gas TPA, maka gas yang keluar dari pipa vent harus dibakar, hal tersebut untuk menghindari terjadinya dampak negatif terhadap pencemaran udara berupa efek rumah kaca (green house effect). Pemasangan pipa 25

26 gas berupa pipa PVC berlubang (vertikal) yang dilindungi oleh casing yang diisi kerikil, harus dilakukan secara bertahap sesuai dengan ketinggian lapisan sel sampah. Letak pipa gas agar berada pada jalur jaringan pipa lindi. Dekomposisi sampah, khususnya zat organik dalam kondisi anaerobik mengakibatkan produksi gas. Sebagian besar gas yang dihasilkan adalah metan dan karbondioksida dan sisanya berupa hidrogen sulfida. Strategi pengelolaan gas pada perencanaan sanitary landfill TPA Kebonagung ini adalah pada usaha untuk melakukan pengamanan lingkungan. Beberapa masalah yang dapat ditimbulkan dengan produksi gas ini, diantaranya : Gangguan terhadap tanaman sekitar lokasi. Hali ini disebabkan terdesaknya oksigen pada zone akar oleh produksi gas landfill. Masalah lainnya adalah peningkatan suhu tanah, efek toxic pada fisiologi tanaman. Gas Methane merupakan gas yang mudah terbakar dan merupakan salah satu penyebab timbulnya pemanasan global. Karbondioksida yang dihasilkan mengganggu saluran pernapasan dan dapat meningkatkan kesadahan. Masalah yang cukup mengganggu lainnya adalah timbulnya bau. Bau ini disebabkan produksi gas H 2 S, mercaptane, dan gas organik. Bentuk pengamanan terhadap gas yang timbul dari sanitary landfill ini adalah : a. Pengamanan selama pengoperasian. Bertujuan untuk melepaskan gas yang terperangkap di dalam timbunan ke udara lepas, yaitu dengan pengadaan : Saluran ventilasi vertikal, atau saluran pada dinding-dinding bukit yang berbatasan langsung dengan udara. Saluran ventilasi horizontal atau saluran pada lapisan tanah penutup harian. b. Pengamanan setelah pengoperasian (setelah mencapai bentuk bukit akhir). Merupakan saluran ventilasi akhir yang berupa sumuran terbuat dari pipa PVC dan dipasang pada jarak-jarak tertentu. Pada ujung-ujung sumuran bila perlu akan dipasang burner atau pembakar. Adapun kriteria desain untuk perpipaan gas antara lain sebagai berikut, Jarak antar pipa : - Vertikal : 25 m 26

27 - Horizontal : 30 m Guna mengalirkan gas yang terbentuk ke udara dibutuhkan suatu sistem ventilasi. Sistem ini dapat dilakukan dengan : a). Secara Aktif Terdiri dari pipa berlubang dalam sumuran berisi kerikil atau pipa berlubang yang diletakkan secara horisontal dalam saluran berisi kerikil. Saluran atau sumuran ini dihubungkan dengan pipa utama ke suatu exhaust blower yang menciptakan keadaan vakum. Pada sistem ini pergerakan gas lebih terkontrol tetapi lebih mahal. Lebih lazim digunakan pada sistem yang mendayagunakan methane. b). Secara Pasif Sistem ini mengandalkan pada materi permeabel yang ditempatkan pada jalan aliran gas. Agar efektif pasir harus gradien tekanan alami. Saluran atau sumuran yang permeabel bertindak sebagai daerah dengan tekanan lebih rendah sehingga akan terjadi aliran konveksi. Pengendalian dari sekeliling lahan tidak dapat mengendalikan pergerakan gas ke udara tetapi hanya pergerakan dalam tanah (lateral). Alternatif Sistem Pengumpulan Gas : a) Sistem Perpipaan Gas Horizontal Sistem perpipaan gas horizontal adalah alternatif lain pengumpulan gas. An Hua (1981) telah menunjukkan bahwa aliran gas dalam arah horisontal adalah 37,5 kali lebih besar dibandingkan dengan aliran gas dalam arah vertikal. Sistem pengumpul gas horizontal ini dibangun setelah terbentuk 2 (dua) lapisan atau lebih kemudian diteruskan hingga selesainya timbunan. Pipa-pipa gas tersebut dalam konstruksinya dapat dipasang dan diangkut dengan alat berat backhoe. Sistem pengumpul horizontal dengan perpipaan lebih diutamakan pada landfill yang luas. Oleh karena itu didalam perancangan ini tidak digunakan sistem pengumpul horisontal. b) Sistem Perpipaan Gas Vertikal 27

28 Perpipaan gas terdiri dari pipa vertikal dan horizontal. Pipa gas horizontal dalam hal ini bukan merupakan sistem khusus penangkapan gas tetapi dikaitkan dengan pipa pengumpul lindi. Karenanya, di setiap ujung pipa pengumpul lindi dibuat pipa vertikal untuk menyalurkan gas yang terakumulasi di dalam pipa horisontal. Bertolak dari kriteria dan rekomendasi perancangan di atas, berikut ini perancangan sistem pengumpulan gas untuk TPA Kebonagung ini: Desain Sumur Pengumpul Vertikal Diisi dengan material permeable misalnya : gravel. Ditutup untuk mencegah masuknya udara. Diameter lubang sumur berkisar antara inchi ( mm). masing-masing diberi pompa vakum (aliran udara konveksi). Kedalaman pipa pada perancangan ini 100% (mencapai dasar). Pipa vertikal direncanakan dengan sistem progessive well dengan rancangan: Diameter casing = 250 mm Diameter PVC berlubang = 100 mm Jarak antar pipa = 30 m Radius rencana = 15 m atau area layan + 700m 2 Perforasi pipa = 8 mm Material pengisi antara casing - pipa PVC : kerikil diameter 5-7 cm. Di dalam perancangan ini pipa vertikal : Mencapai dasar landfill. Dapat dibuang air terkumpul ke dalamnya. Perforasi pipa hingga 4 m dibawah muka tanah. Terbuat dari material anti korosi, garam, alkohol, gasoline, amonium, hidroksida, sulfida, nitrida dan asam hidroklorida. Untuk PVC tahan hingga suhu 140 derajat F. 28

29 Pada masa akhir operasi, maka pada pipa gas akhir dipergunakan penutupan gas dengan fleksibel joint. Gambar 4 akan memperlihatkan penempatan saluran gas vertikal yang digunakan, sedangkan detailnya dapat dilihat pada Gambar 5. Untuk perencanaan TPA Kebonagung ini akan dirancang sistem perpipaan untuk pengumpulan gas untuk dimanfaatkan sebagai sumber energi. Alternatif Pemanfaatan Gas Prinsip dalam desain pemanfaatan gas adalah : 1. Kualitas gas yang dihasilkan dan kualitas gas yang termanfaatkan. 2. Kapasitas sistem yang direncanakan. Gas yang dihasilkan dapat dimanfaatkan sebagai pembangkit tenaga listrik ataupun digunakan dalam pembakaran. Keberadaan gas-gas selain gas methane dalam pemanfaatan tersebut tidak menjadikan masalah yang terlalu besar. Kapasitas sistem yang akan direncanakan akan berdasar kepada : Proyeksi gas yang dapat dihasilkan. Laju produktivitas gas. Estimasi presentasi gas yang dapat dimanfaatkan dan keinginan pemakai. Dalam perencanaan gas yang dihasilkan akan dimanfaatkan sebagai sumber bahan bakar atau akan dibakar. Pengelolaan gas TPA dengan tidak dimanfaatkan kembali pada akhir operasi akan membutuhkan pembangunan pipa beton berlubanglubang diujung pipa vertikal. Tinggi elevasi pipa adalah 1 m dari elevasi akhir. Pemanfaatan 1 m 3 gas bio (50 % methane) ekivalen dengan : - 0,58 liter bensin. - 1,07 liter alkohol. - 0,53 M gas alam. - 2,24 kg kayu bakar. - 5,80 kwh listrik. Komponen-komponen di dalam sistem pengelolaan gas meliputi : Perpipaan horisontal dan vertikal : pembawa gas. Kompresor : penyedot gas bio. Storage : pengumpul/penyimpan gas bio. Instalasi pemurni gas bio. 29

30 Gambar 4. Penempatan Perpipaan Leachate dan Pipa Gas Vertikal Gambar 5. Pertemuan Pipa Gas dan Drainase Lindi 30

31 4. Green Barrier Untuk mengantisipasi penyebaran bau dan populasi lalat yang tinggi, maka perlu dibuat green barrier berupa area pepohonan disekeliling TPA. Tebal green barrier kurang lebih 10 m (canopi). Pohon yang cepat tumbuh dan rimbun untuk memenuhi kebutuhan ini antara lain jenis pohon angsana. Fungsi dari pagar hijau adalah : Sebagai daerah resapan yang akan mengurangi aliran air permukaan ke dalam lahan urug. Menghalangi pandangan langsung ke arah sanitary landfill terhadap lingkungan pemukiman di sekitarnya. Mengurangi kecepatan angin. Meminimalisasi pengaruh bau dari sanitary landfill terhadap lingkungan pemukiman di sekitarnya. Sebagai pencegahan bau, diperlukan minimal 1000 m 2 lahan aktif biologis untuk setiap hektarnya. Dengan demikian pada pemanfaatan lokasi TPA Kebonagung diperlukan 4,3 ha lahan untuk pengurang bau. Pembatas pada pembagian tata guna lahan sanitary landfill. 5. Sumur Uji Sumur uji diperlukan untuk mengetahui ada tidaknya pencemaran terhadap air tanah yang disebabkan oleh adanya rembesan lindi dari dasar TPA (dasar TPA tidak kedap, adanya retakan lapisan tanah, adanya kebocoran geomembran). Sarana penimbunan limbah padat perkotaan sebaiknya dilengkapi dengan sistem pemantauan kualitas air tanah zona jenuh dan tak jenuh serta air permukaan di sekitar lokasi. Sistem pemantauan tersebut harus memenuhi ketentuan sebagai berikut : a. Jumlah, kedalaman, dan lokasi sumur pantau air tanah harus dipasang sesuai dengan kondisi hidrogeologi setemapat (jumlah minimum sumur pantau 3 buah, satu sumur pantau up-stream dan 2 sumur pantau down-stream dan harus mendapat persetujuan Bapedal. 31

32 b. Contoh air tanah harus diambil dari sumur pantau dan contoh air permukaan dari sungai berada di sekitar landfill, setiap bulan selama 2 tahun pertama beroperasinya kegiatan penimbunan limbah padat perkotaan dan setiap 3 bulan untuk tahun-tahun berikutnya. Contoh air tanah tersebut dianalisis sesuai dengan parameter. c. Hasil uji analisa contoh air tanah dan permukaan harus dicatat dan catatannya disimpan untuk dilaporkan ke Bapedal setiap 3 (tiga) bulan sekali. Jika satu parameter atau lebih parameter indikator lindi, dari contoh air sumur pantau melewati batas kisaran air tanah alam maksimum yang diizinkan, maka harus dilakukan analisis total parameter. Kemudian dicari penyebab dilampauinya baku mutu maksimum tersebut dan harus dilakukan langkah-langkah perbaikan yang diperlukan. Langkah-langkah perbaikan yang diambil ditetapkan bersama Bapedal atau oleh Bapedal. D. Tahap Pasca Operasi 1. Reklamasi lahan bekas TPA Untuk menghindari terjadinya dampak negatif, karena proses dekomposisi sampah menjadi lindi dan gas berlangsung dalam waktu yang sangat lama 30 tahun (Tchobanoglous, 1993), maka lahan bekas TPA direkomendasikan untuk lahan terbuka hijau atau sesuai dengan rencana tata guna lahannya. Apabila lahan bekas TPA akan digunakan sebagai daerah perumahan atau bangunan lain, maka perlu memperhitungkan faktor keamanan bangunan secara maksimal. Reklamasi lahan bekas TPA disesuaikan dengan rencana peruntukannya terutama yang berkaitan dengan konstruksi tanah penutup akhir. Untuk lahan terbuka hijau, ketebalan tanah penutup yang dipersyaratkan adalah 1 m (tergantung jenis tanaman yang akan ditanam), ditambah lapisan top soil. Sedangkan untuk peruntukan bangunan, persyaratan penutupan tanah akhir serupa dengan konstruksi jalan dan faktor keamanan sesuai dengan peraturan konstruksi yang berlaku. 32

33 2. Monitoring (Pemantauan) TPA pasca operasi Monitoring (pemaantauan) kualitas lingkungan pasca operasi TPA diperlukan untuk mengetahui ada tidaknya pencemaran baik karena kebocoran dasar TPA, jaringan pengumpul lindi, proses pengolahan lindi yang tidak memadai maupun kebocoran pipa ventilasi gas. Fasilitas yang diperlukan untuk monitoring ini adalah sumur uji dan pipa ventilasi gas yang terlindung. Sumur uji yang harus ada minimal 3 unit, yaitu yang terletak sebelum area peninmbunan, dekat lokasi penimbunan dan sesudah area penimbunan. Parameter kunci yang diperlukan antara lain meliputi : Kualitas air, meliputi antara lain BOD/COD, chlorida, sulfat Kualitas udara, meliputi debu, COx, NOx, H2S, gas metan (CH4) Kepadatan lalat Periode pemantauan sebaiknya dilakukan secara berkala terutama untuk parameter kunci, sedangkan untuk parameter yang lebih lengkap dapat dilakukan setahun 1-2 kali (musim kemarau dan hujan). Untuk mendapatkan hasil yang baik dalam penanganan operasional di suatu landfill limbah padat, selain pelaksanaan tahapan perencanaan dan pengoperasian yang baik, perlu ditunjang juga dengan berbagai kegiatan pasca operasi. Kegiatan pasca operasi ini bertujuan untuk melakukan pemantauan dan pemeliharaan site. Kegiatan pasca operasi meliputi hal-hal sebagai berikut : Inspeksi yang dilaksanakan secara rutin Penanaman dan pemeliharaan tanaman di site Pemeliharaan sarana pemanfaatan dan penelitian landfill limbah padatseperti pengolahan leachate, pengukur curah hujan san lain-lain Pemeliharaan dan kontrol struktur Pembersihan dan pemeliharaan saluran drainase Pemeliharaan dan kontrol gas Pemeliharaan lapisan penutup dan pemantauan penurunan muka tanah Sistem pemantauan lingkungan. 33

34 2.2 RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL ASPEK FISIK DAN KIMIA 1. Topografi (geografi tanah) Kabupaten Sidoarjo mempunyai morfologi berupa dataran rendah dengan topografi yang seragam dan tanahnya merupakan endapan aluvium dan batuan sedimen yang merupakan batuan induk. Sedangkan geologi struktur yang terdapat dalam kabupaten ini adalah pemunculan batuan kuarter bawah yang cenderung berumur tersier. Topografi menentukan kecepatan air larian (run-off) yang akan mencapai badan air di sekitar lokasi proyek. Air hujan yang jatuh pada area yang memiliki kemiringan yang tajam akan mencapai sungai lebih cepat daripada area yang landai sehingga dalam melaksanakan proyek, pemrakarsa juga memerlukan data mengeni topografi wilayah. 2. Geologi (jenis dan sifat tanah) Tanah di Kecamatan Porong Sidoardjo ini terdiri dari endapan aluvial delta Brantas (di sebelah utara sungai Porong) dan endapan vulkanik di selatan sungai Porong sehingga daerah ini sangat aman bila dijadikan sebagai daerah Landfill. Jenis tanah akan menentukan berapa banyak air yang mencapai sungai. Jenis tanah tertentu, seperti tanah berpasir akan lebih banyak menyerap air ke dalam tanah daripada tanah berlempung (clay). Namun, tanah memiliki kapasitas tertentu hingga berada dalam kondisi jenuh. Akan tetapi, tanah yang banyak mengandung lempung yang hampir tidak tembus air (impermeable) sehingga air akan menjadi air larian (run-off) dan berkontribusi pada volume banjir. Pemrakarsa di sini akan merencanakan sebuah sanitary landfill dengan mempertimbangkan aliran air di atas tanah yang akan melimpas ataupun mengalir ke badan air sehingga meminimalisir terjadinya kontaminasi limbah padat lebih lanjut dengan daerah sekitarnya. 3. Tata Guna Lahan Sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Sidoarjo, lokasi pengembangan TPA Kebonagung telah sesuai dengan peruntukannya sebagai fasilitas sosial yang dalam hal ini dipakai sebagai tempat pembuangan akhir sampah. 34

35 4. Klimatologi Keadaaan Iklim di Kecamatan Porong Kabupaten Sidoarjo terbagi menjadi dua musim, yairu musim hujan 4 bulan dan musim kemarau 8 bulan. Menurut kepala seksi data dan informasi BMG Juanda Endro Tjahjono, rata-rata curah hujan di Porong dan sekitarnya pada bulan Januari mencapai 344 mm, bulan Februari 333 mm, dan bulan Maret 264 mm. Suhu Suhu udara Kota Sidoarjo berkisar antara 20 o C sampai 35 o C Kelembaban Kelembaban udara suatu wilayah akan bergantung pada suhu udara dan ketersediaan air di permukaan lahan. Wilayah Porong Sidoarjo merupakan dataran rendah sehingga banyak dijumpai adanya air permukaan. Kondisi demikian mengakibatkan wilayah tersebut mempunyai kelembaban udara rata-rata yang cukup tinggi. Kelembaban harian rata-rata antara tahun berkisar antara 72,3-3,8%. Kelembaban terendah terjadi pada bulan Juli dan tertinggi pada bulan Januari. Kondisi tersebut mengindikasikan bahwa wilayah Porong tergolong wilayah yang lembab, di mana kelembaban tercatat lebih dari 65%. Hasil pengukuran lapangan yang dilakukan pada setiap jam selama 24 jam pad bulan Mei 2008 memperlihatkan bahwa suhu udara harian berkisar antara 26,5-34,5 derajat Celcius. Kelembaban harian berkisar antara 43-92%, di mana kelembaban kurang dari 60% pada seluruh lokasi pengukuran relatif terbatas. Kecepatan Angin Kecepatan angin berkisar antara 3,7 m/detik 4,8 m/detik, terendah pada bulan Juni/Juli sedangkan kecepatan rata-rata tertinggi pada bulan Desember. 5. Hidrologi Air Permukaan Debit air sungai di sekitar Lokasi: saat musim kemarau, debit sungai Porong hanya 0,4 meter per detik. Sedangkan pada musim penghujan, air sungai memiliki debit hingga 2,5 meter per detik. Tinggi daratan Kecamatan Porong / Desa Kebonagung ini sekitar 4 m dari muka lautan sehingga dapat dikatakan dengan adanya pembangunan TPA Kebonagung tidak akan membawa pengaruh besar terhadap muka air tanah. 35

36 Sungai yang berada di perbatasan Sidoarjo dan Surabaya (Kali Brantas) dan di sungai Porong selama ini berfungsi sebagai saluran pengantar lumpur / partikel-partikel kea rah palung laut dalam di Selat Sunda sehingga bila terjadi kontaminasi produk akhir Landfill nantinya ke badan air, maka bukan tidak mungkin hal tersebut akan menyebabkan sumbatan-sumbatan / pencemaran terhadap air baku Kota Sidoarjo. Kapasitas Kali Porong untuk menyalurkan debit banjir selalu menunjukkan dinamika bila benar terjadi kontaminasi karena itu akan menambah kapasitas sungai secara tidak langsung dan akan terakumulasi. Besarnya debit yang dapat disalurkan sangat tergantung dari volume lumpur dan partikel kontaminan Landfill yang terbawa yang ada di alur Kali Porong. Besarnya debit air di Kali Porong juga sangat berpengaruh terhadap kemampuan Kali Porong untuk mengalirkan partikel kontaminan terakumulasi di badan air dan lumpur (khususnya Lumpur Lapindo yang kini melanda kota tersebut dan sekitarnya) ke laut, oleh karena itu perlu dilakukan kegiatan monitoring dan evaluasi debit sungai Kali Porong secara bulanan. Air Tanah 6. Kualitas Udara Guna mengetahui kualitas udara di sekitar lokasi pembangunan TPA Kebonagung maka dilakukanlah uji kualitas udara ambient dengan terlebih dulu melakukan pengambilan sample pada 3 (tiga) buah titik yaitu titik pertama (U1) sebelum lokasi TPA (Up Wind), titik dua (U2) di dalam lokasi dan titik ketiga (U3) sesudah lokasi TPA (Down Wind) TPA Kebonagung. (Lihat Tabel 3.4) Parameter kualitas udara yang dianalisa meliputi Sulfur Dioksida (S0 2 ), Karbon Monoksida (C0), Nitrogen Dioksida (NO 2 ), Oksidan (O 3 ), Hidrokarbon (HC), Debu (TSP), Timbal (Pb), Amonia (NH 3 ) dan Hidrogen Sulfida (H 2 S). NO. Tabel 3.4 Hasil Analisis Kualitas Udara di Sekitar Tapak Proyek TPA Kebonagung Hasil Uji Parameter Satuan Metode Uji/Alat Titik 1 Titik 2 Titik 3 Titik 4 Titik 5 Baku Mutu Udara Ambien MnLH RI No. 41 Th

37 Sulfur Dioksida (SO2) Karbon Monokisda (CO) Nitrogen Dioksida (NO2) Oksidan (O3) Hidrokarbon (HC) Debu (TSP) Timbal (Pb) Amonia (NH3) Hidrogen Sulfida (H2S) 9, ,85 24, < 0,03 0,08420 < , , , < , µg/nm 3 SNI µg/nm 3 Cox meter ex Sibata µg/nm 3 SNI µg/nm 3 SNI µg/nm 3 SNI µg/nm 3 SNI µg/nm 3 SNI ppm SNI ppm SNI Sumber: Hasil laboratorium lingkungan hidup PT. Unilab Perdana, Oktober **) 0.02**) Keterangan: *) = PRRI No. 41 Tahun 1999 baku Mutu Udara Ambient Nasional **) = Kep-50/MenLH/11/1996 Baku Mutu Tingkat Kebauan N = Kondisi Normal (hasil dikoreksi pada kondisi 250 C 76 cm Hg) < = lebih kecil Dari tabel di atas dijelaskan bahwa rona lingkungan kualitas udara outdoor di sekitar tapak TPA Kebonagung masih dalam keadaan baik. Pengukuran terhadap parameter Debu, HC, CO, NO 2, OX, Pb, NH 3, H 2 S konsentrasinya masih di bawah baku mutu udara ambient sesuai PPRI No. 41 Tahun 1999 dan Keputusan Menteri LH No. 50/MENLH/XI/1996 tentang baku mutu tingkat kebauan. Kandungan konsentrasi parameter yang ada tersebut di atas masih rendah, ini disebabkan oleh disperse emisi kendaraan bermotor yang melintas di sekitar depan tapak TPA Kebonagung dan pengolahan sampah hanya sekitar 2-3 mobil/menit. Untuk pengolahan sampah itu sendiri, dispersinya cukup kuat dimungkinkan oleh karena lokasi TPA tersebut cukup luas tanpa pneghalang di kanan kirinya, sementara tiupan angin juga cukup kuat. Kecuali sampel yang di dalam lokasi TPA, untuk parameter Hidro Carbon dan Debu belum malampaui Nab. Tingginya parameter di titik tersebut mungkin karena pengambilan sampel memang di tengah-tengah pengadukan sampah. Sehingga sangat mungkin karena konsentrasinya debu yang sangat tinggi. Sedangkan untuk parameter 37

38 hidrokarbon yang melebihi NAB itu kemungkinan diakibatkan oleh adanya pembakaran sampah di lokasi TPA. 7. Kebisingan Kualitas kebisingan yang diukur di dalam dan di luar TPA adalah disajian pada Tabel 3.5 sebagai berikut. Tabel 3.5 Tingkat Kebisingan Di Sekitar Lokasi TPA Kebonagung No. Lokasi Pengukuran Satuan Hasil Pengukuran BML PENGUKURAN OUTDOOR Sebelum lokasi TPA UD (up Wind) Sesudah lokasi TPA UD (Down Wind) Di dalam lokasi TPA UD Kampung Sambi Buhut Kampung Lebak gebang db(a) db(a) db(a) db(a) db(a) Sumber : Hasil kebisingan pengujian lab. Lingkungan hidup PT. Unilab Perdana, Oktober 2007 Keterangan: Nilai kebisingan adalah Nilai Equivalen selama waktu pengukuran 10 menit dengan interval 5 detik. KEP. 48/MENLH/XI/1996 Lampiran I, Tentang Baku Mutu Tingkat Kebisingan. Pengukuran kebisingan di sekitar tapak pembangunan TPA Kebonagung diuraikan sebagai berikut: titik pengukuran tingkat kebisingan yang diambil sebelum, sesudah dan di dalam lokasi tapak proyek yang menunjukkan kebisingan masing-masing 62.0 db(a), 51.7 db(a), 58.5 db(a), 57.9 db(a) dan 57.1 db(a). Kondisi rona awal kebisingan dari ke lima titik sampel menunjukkan bahwa hanya di lokasi setelah TPA (downwind) yang masih di bawah NAB. Selebihnya telah melebihi baku mutu yang disyaratkan. Tingginya intensitas kebisingan ini disebabkan karena aktivitas pengoperasian peralatan pembangunan ruang parker dozer serta aktifitas alat berat yang mengelola sampah Kebonagung (contoh : mesin Backhoe, dozer, truk yang 38

39 bongkar sampah dsb) dan aktivitas kendaraan berat seperti dump truck pengangkut bahan bangunan dan sebagainya Aspek Biologis / Hayati Ruang Terbuka Hijau (RTH) sebagai tempat habitat vegetasi di lokasi proyek. Jenis tanaman di dalam dan di sekitar lokasi merupakan tanaman yang umum dijumpai di daerah perkotaan Aspek Sosial Ekonomi Budaya Kependudukan Jumlah penduduk kota Sidoarjo di pertengahan tahun 2010 mencapai orang. Ketenagakerjaan Dari jumlah penduduk usia kerja di Kota Sidoarjo (usia 15 tahun ke atas), 61,55 persen diantaranya termasuk dalam angkatan kerja (bekerja dan mencari kerja). Sedangkan sisanya sebesar 38,45 % adalah penduduk yang tergolong bukan angkatan kerja yaitu mereka yang sekolah, mengurus rumah tangga dan lainnya. Berdasarkan sektor usaha, sebagian besar pekerja di Kota Sidoarjo bekerja di sektor Jasa (Services). Tingkat Kemiskinan Selama kurun waktu lima tahun terakhir yaitu dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2009 pertumbuhan ekonomi di Kota Sidoarjo rata-rata tumbuh sebesar 5,11 persen per tahun. Sektor yang mengalami pertumbuhan rata-rata tertinggi adalah sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran yaitu sebesar 5,95 persen. Sedangkan sektor Jasa Jasa pertumbuhan rata-ratanya terendah yaitu sebesar 3,43 persen. Tingkat Pendidikan Rata-rata lama sekolah di Kota Sidoarjo terus meningkat. Pada tahun 2009 untuk penduduk laki-laki rata-rata lama sekolah mencapai 10,10 tahun, yang berarti rata-rata penduduk laki-laki di Kota Sidoarjo berpendidikan kelas 1 SLTA. Sedangkan penduduk perempuan rata-rata lama sekolahnya hanya mencapai 8,85 tahun, yang berarti penduduk perempuan di Kota Sidoarjo rata-rata berpendidikan kelas 2 SMP. 39

40 Kesehatan Masyarakat Derajat kesehatan di Kota Sidoarjo dapat dilihat salah satunya dari angka harapan hidup. Angka harapan hidup di Kota Sidoarjo selama beberapa tahun terakhir terus meningkat. Jika di tahun 2007 angka harapan hidup mencapai 66,65 tahun, maka pada tahun 2009 telah meningkat menjadi 67,04 tahun. Persentase tertinggi penolong kelahiran di Kota Sidoarjo dilakukan oleh bidan dengan angka persentase yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Budaya (Persepsi Masyarakat) Dari hasil wawancara dengan 60 warga yang hadir pada saat sosialisasi yang diadakan di Kelurahan Kebonagung serta isian questioner yang dibagikan kepada 40 responden penduduk yang tinggal di sekitar lokasi kegiatan diperoleh gambaran tentang Persepsi masyarakat terhadap kegiatan TPA. Adapun karakteristik warga/responden secara rinci disajikan dalam uraian di lampiran. 1) Pengetahuan responden terhadap jenis kegiatan TPA Kebonagung Pada umumnya (100%) pengetahuan responden akan jenis kegiatan pelayanan TPA Kebonagung sudah cukup memahami bahwa kegiatan TPA adalah untuk melayani pembuangan sampah dari seluruh kota CIlegon. 2) Persepsi terhadap gangguan penanganan sampah dari TPA Kebonagung 100% responden tidak merasa terganggu oleh rencana kegiatan penanganan sampah oleh TPA Kebonagung. Hal ini wajar karena lokasi penduduk dan tempat penanganan sampah berjauhan dan penanganan sampah ini dilakukan dengan tingkat kebersihan yang baik serta adanya prosedur penampungan sampah dengan kantong plastik sehingga gangguan baud an vector penyakit (khususnya lalat) dapat dikurangi. 3) Persepsi terhadap gangguan pembuangan air limbah dari TPA Kebonagung 2,5% responden mengatakan mereka merasa terganggu dengan penanganan air limbah TPA Kebonagung, sedang 97,5% responden merasa tidak terganggu. Alas an responden mengatakan terganggu terutama yang tinggal di seberang TPA dan depan TPA, karena buangan air limbah di saluran alirannya diperkirakan akan dialirkan menuju ke sungai yang mengalir kea rah Desa Kebonagung (mendekati lokasi penduduk), alas an responden mengatakan terganggu karena pembuangan air limbah akan menyebabkan gangguan penyakit dari air limbah yang dibuang. 40

41 Kekhawatiran ini menunjukkan pengetahuan masyarakat akan lingkungan hidup dan kesehatan sudah cukup baik, namun pengetahuan mereka tentang penanganan air limbah di TPA Kebonagung yang akan dilakukan pengolahan dalam IPAL masih rendah. Hal ini diperkirakan karena factor minimnya informasi kepada masyarakat sekitar TPA tentang karakteristik air limbah TPA. 4) Persepsi terhadap manfaat dan keberadaan TPA Kebonagung Menanggapi atas manfaat keberadaan TPA Kebonagung, pada umumnya (100%) responden mengatakan tidak keberatan dengan keberadaan TPA Kebonagung (0%) responden mengatakan keberatan. Alas an responden setuju dengan keberadaan TPA Kebonagung akan memberikan manfaat berupa : - Kemudahan membuang sampah, - Lingkungan semakin ramai, - Peningkatan penghasilan dari usaha kontrakkan bagi karyawan Dinas Kebersihan, - Manfaat peluang bekerja bagi penduduk local di TPA, - Manfaat peluang usaha informal di sekitar TPA. 5) Harapan responden terhadap TPA Kebonagung Dengan akan beroperasinya TPA Kebonagung, responden memberikan harapan kepada TPA sebagai berikut : - TPA agar tetap menjaga ketertiban dan kebersihan lingkungannya termasuk penanganan limbah cair (Leacheate) dan gas yang ditimbulkan. - Untuk pembuangan air limbah sebaiknya salurannya menjauhi permukiman penduduk, sehingga meminimalkan kekhawatiran penduduk akan gangguan penyakit/kesehatan. - Mengingat keberadaan masyarakat dengan ekonomi rendah, diharapkan DInas Kebersihan TPA Kebonagung memberikan pengobatan minimal tiga bulan sekali. - Masyarakat menghendaki agar pemuda produktif (local) yang masih menganggur di sekitar TPA dapat diberdayakan di TPA. - Mengharapkan agar TPA tetap memberikan bantuan sosial kemayarakatan (ke majelis ta lim, masjid/musholah dan pengajian). 41

42 2.2.4 Aspek Transportasi 1. Jaringan Jalan: lokasi rencana proyek pembangunan TPA Kebonagung melewati jalan Porong Raya dan Jalan Macan Mati-Limposeseri. Dalam sistem jaringan transportasi Kota Sidoarjo, ruas jalan Porong Raya Sidoarjo merupakan jalan penghubung utama yang menghubungkan antar kecamatan dengan Jalan Raya ke arah wilayah Kota Sidoarjo. Kondisi jalan raya maupun gang-gang di Kota Sidoarjo ini merupakan jalan beraspal dan diperuntukkan dua jalur pulang pergi. 2. Angkutan Umum Penumpang a. Kendaraan umum yang menghubungkan Desa Kebonagung dengan daerah lain di sekitar desa tersebut adalah berupa angkutan umum dan ojek. 3. Volume Lalu Lintas a. Volume / arus lalu lintas merupakan jumlah kendaraan yang melintasi suatu titik pengamatan pada jalan raya per satuan waktu. Yang menjadi parameter pengukuran di sini adalah volume dan komposisinya untuk mengetahui terhadap lalu lintas akibat adanya komponen tambahan (arus pulang pergi truk). Dari hasil penelitian / survey penghitungan lalu lintas (traffic counting), maka didapatlah keimpulan bahwa kepadatan lalu lintas dari dan ke arah TPA Kebonagung belum menunjukkan angka kepadatan yang berarti. 4. Kinerja Ruas Jalan a. Kinerja lalu lintas ruas jalan dapat dinilai dengan menggunakan parameter lalu lintas lainnya, seperti berikut ini: Ratio volume per kapasitas menunjukkan kondisi ruas jalan dalam melayani volume lalu lintas yang ada. Kecepatan rata-rata menunjukkan waktu tempuh dari satu titik ke titik tujuan di dalam wilayah pengaruh yang akan menjadi tolak ukur dalam pemilihan rute jalan menuju lokasi proyek. Tingkat pelayanan merupakan indikator yang menckup gabungan beberapa parameter, baik secara kualitatif dan kuantitatif ruas jalan. 42

43 2.3. PELINGKUPAN IDENTIFIKASI DAMPAK POTENSIAL Evaluasi dampak potensial dilakukan oleh pemrakarsa usaha dan/atau kegiatan yang dalam hal ini dapat diwakili oleh konsultan penyusun AMDAL dengan mempertimbangkan hasil konsultasi dan diskusi dengan pakar, instansi yang bertanggung jawab serta masyarakat yang berkepentingan. Tujuan kegiatan ini adalah menghilangkan dampak potensial yang dianggap tidak relevan atau tidak penting, sehingga diperoleh daftar dampak penting hipotetik yang dipandang perlu dan relevan untuk ditelaah secara mendalam dalam studi ANDAL. A. Tahap Pra-Konstruksi 1. Pembebasan Lahan Kegiatan pembebasan lahan berpotensi menimbulkan dampak terhadap perubahan sikap dan persepsi masyarakat. Bila kegiatan pembebasan lahan tidak memberikan kepuasan kepada masyarakat maka dapat menimbulkan dampak penting terhadap persepsi masyarakat yang berada di sekitar tapak proyek. 2. Sosialisasi Sosialisasi dapat menimbulkan dampak negatif maupun positif yang akan merubah sikap dan persepsi masyarakat terhadap rencana kegiatan proyek pembangunan sanitary landfill yang akan dibangun oleh Pemrakarsa. B. Tahap Konstruksi 1. Mobilisasi Tenaga dan Alat - Tenaga Kerja Berpotensi menimbulkan dampak terhadap pendapatan masyarakat, kesempatan kerja/berusaha, faktor keamanan dan ketertiban masyarakat. - Alat Berpotensi menimbulkan dampak terhadap lalu lintas kendaraan, kerusakan badan jalan, kulitas udara, dan kebisingan. 2. Pembersihan lahan Berpotensi menimbulkan dampak terhadap kuaitas udara, kebisingan, kualitas air permukaan, dan vegetasi. 43

44 3. Pembangunan fasilitas umum - Jalan Masuk TPA Berpotensi menimbulkan dampak terhadap lalu lintas kendaraan, kerusakan badan jalan, kulitas udara, dan kebisingan. - Kantor TPA Diperkirakan berpotensi menimbulkan dampak terhadap timbulnya sampah, limbah cair, masalah keamanan, dan ketertiban masyarakat. - Drainase Berpotensi menimbulkan dampak terhadap kualitas air permukaan dan sanitasi lingkungan. 4. Perurugan Tanah Berpotensi menimbulkan dampak terhadap struktur tanah sekitar, kebisingan, dan getaran. C. Tahap Operasi (Pasca Konstruksi) 1. Pemeriksaan dan penimbangan kendaraan angkut sampah Berpotensi menimbulkan dampak terhadap lalu lintas kendaraan, kualitas udara, kebisingan, getaran, dan kerusakan badan jalan. 2. Penurunan, penimbunan, dan penutupan sampah - Penurunan Berpotensi menimbulkan kebisingan, kualitas udara, sanitasi lingkungan - Penimbunan Berpotensi menimbulkan kebisingan, kualitas udara, dan dampak terhadap struktur tanah karena dilakukan pemadatan - Penutupan Berpotensi menimbulkan dampak terhadap struktur tanah D. Tahap Pasca Operasi 1. Sistem Pengolahan Produk Akhir Landfill - Lapisan Dasar kedap air 44

45 Berpotensi menimbulkan dampak terhadap struktur tanah, air tanah, dan air permukaan. - Jaringan pengumpul lindi Berpotensi menimbulkan dampak terhadap struktur tanah, kualitas air tanah, dan air permukaan - Pengolahan Lindi Berpotensi menimbulkan dampak terhadap kualitas udara, kehidupan mikrooganisme, dan peningkatan nilai BOD. - Ventilasi Gas Berpotensi menimbulkan dampak terhadap kualitas udara 2. Green Barrier Berpotensi menimbulkan dampak terhadap vegetasi, estetika lingkungan, dan kualitas udara 3. Sumur Uji Berpotensi menimbulkan dampak terhadap kualitas air tanah 4. Rekalamasi lahan bekas TPA Berpotensi menimbulkan dampak terhadap tata guna lahan dan kualitas tanah 5. Monitoring TPA pasca Operasi Berpotensi menimbulkan dampak terhadap kualitas air, kualitas udara, dan populasi mikroorganisme serta serangga. Berdasarkan uraian tersebut, jenis-jenis dampak potensial yang timbul akibat pembangunan sanitary landfill adalah sebagai berikut : Pendapatan masyarakat, kesempatan kerja/berusaha, faktor keamanan, ketertiban masyarakat. lalu lintas kendaraan, kerusakan badan jalan, kualitas udara, kebisingan. kualitas air permukaan, jumlah vegetasi., timbulnya sampah, limbah cair, sanitasi lingkungan, getaran, struktur tanah, kehidupan mikrooganisme, dan peningkatan nilai BOD, estetika lingkungan, dan tata guna lahan. 45

46 Matrix Identifikasi Dampak Kegiatan Proyek Rencana Kegiatan Komponen Lingkungan Operasi Pra Pasca Konstruksi / konstruksi Operasi Produksi A. Fisik Kimia 1. Curah Hujan 2. Temperatur Udara x 3. Kelembaban Udara x x 4. Kualitas Udara x x x x x x x 5. Kebisingan x x x x x x x x 6. Erosi dan Sedimentasi x 7. Kualitas Tanah x x x 8. sumber daya mineral 9. Air Permukaan x x x 10. Air Tanah x x x x x x x x 11. Geologi dan Seismologi B. Biologis 1. Flora dan Fauna Penghalang x x x x x 2. Tanaman Pertanian x 3. Zona Biogeoklimatik x x C. SOSEKBUD dan KESLING MAS 1. kesempatan kerja x x x x 2. Perekonomian Lokal x x 3. tata guna lahan pemukiman x x x 4. kualitas lahan yang terbuka x x x x x 5. Sruktur dan Interaksi Sosial x x x 6. Sikap Masyarakat terhadap Proyek x x x x x x x x x x x x 7. Taman dan daerah Konservasi x 8. Jaringan Fasilitas Pembuangan Limbah x x x x 9. Jaringan Pemanfaatan Fasilitas x x x x x x 46

47 10. Kemudahan Jaringan Transportasi x x x x x x x x Prakonstruksi 1. Perizinan 2. Studi Kelayakan Teknis 3. Rekruitmen dan Seleksi Tenaga Kerja Konstruksi 1. Mobilisasi Tenaga Kerja dan Alat 2. Pembersihan Lahan 3. Pembangunan Fasilitas Umum 4. Pengurugan Tanah Operasi 1. Demobilisasi Peralatan 2. Pengoperasian Sistem Pembuangan Sampah Pasca Operasi 1. Sistem Pengelolaan Produk Akhir Landfill 2. Maintenance 3. Reklamasi EVALUASI DAMPAK POTENSIAL A. Komponen fisik kimia 1. Penurunan kualitas udara Timbulnya gas yang dapat menyebabkan pencemaran udara. Gas-gas yang mungkin dihasilkan dari pembangunan sanitary landfill adalah methan, H2S, NH3 dan lainnya. Gas H2S dan NH3 walaupun jumlahnya sedikit, namun dapat menyebabkan bau yang tidak enak sehingga dapat merusak sistem pernafasan tanaman dan membuat tanaman kekurangan gas oksigen dan akhirnya mati. 2. Perubahan kualitas air permukaan Menurunnya kualitas air permukaan disebabkan oleh kegiatan pematangan lahan, pembuatan saluran drainase, serta proses pengolahan air lindi. Kegiatan tersebut dapat berpotensi menutup daerah resapan air dan menyebabkan air hujanyang turun tidak dapat terserap ke dalam tanah dan tergenang di lingkungan konstruksi. 3. Perubahan kuantitas air tanah 47

48 Berkurangnya kuantitas air tanah disebabkan kegiatan pada tahap konstruksi dan operasi seperti kegiatan dewatering, kegiatan konstruksi, kegiatan operasi pada perawatan zona hijau yang memanfaatkan air tanah. 4. Perubahan kebisingan dan getaran Alat berat yang beroperasi pada saat kegiatan pematangan lahan akan meningkatkan kebisingan. 5. Peningkatan sampah Timbulan sampah di lokasi proyek disebabkan oleh kegiatan pekerja dalam pembangunan sanitary landfill. Sampah tersebut dihasilkan dari material sisa yang sudah tidak dapt digunakan lagi. B. Komponen Biologis/ Hayati 1. Flora/vegetasi darat Dampak penting yang akan terjadi pada kegiatan konstruksi menyebabkan berkurangnya lahan hidup untuk vegetasi, karena lahan tersebut dijadikan tempat pembangunan dan sebagai jalur mobilisasi alat berat. 2. Fauna darat Dampak penting bagi fauna akan terjadi pada proses dewatering dimana fauna seperti jenis moluska akan terkena dampak dari proses tersebut. C. Komponen Sosial Ekonomi 1. Kesempatan kerja dan berusaha Dampak penting dari kesempatan kerja dan berusaha pada tahap konstruksi akibat kegiatan mobilisasi tenaga kerja. Pada tahap operasi dampak kesempatan kerja terjadi akibat kegiatan rekrutmen tenaga kerja, pengoperasian dan maintenance proyek. 2. Kesehatan dan keselamatan kerja (K3) Kelalaian program kesehatan dan keselamatan kerja berdampak negatif terhadap kesehatan dan keselamatan pekerja dalam kegiatan konstruksi. 3. Pendapatan masyarakat 48

49 Penigkatan pendapatan masyarakat disebabkan oleh kegiatan mobilisasi tenaga kerja dan pengoperasian TPA. Pengoperasian TPA juga membuka peluang usaha yang bisa meningkatkan pendapatan masyarakat. 4. Persepsi masyarakat Proses kegiatan yang menimbulkan pencemaran udara, tanah dan air, gangguan sanitasi lingkungan, menurunnya pendapatan serta tingkat kesehatan masyarakat dikhawatirkan memicu sikap penolakan dan penentangan masyarakat terhadap kegiatan pembangunan Pelabuhan Kontainer. Hal ini dapat diatasi melalui berbagai upaya persuasif disertai dengan upaya lain yang dapat meminimalisir berbagai dampak yang diprakirakan akan memicu sikan penolakan dan pertentengan masyarakat tersebut DAMPAK PENTING HIPOTETIK Penurunan kualitas udara Peningkatan kebisingan Perubahan kualitas dan kuantitas air Peningkatan sampah Keanekaragaman flora dan fauna Kesempatan bekerja dan pendapatan masyarakat Perubahan sistem transportasi (kepadatan lalu lintas) Estetika dan Sanitasi Lingkungan LINGKUP WILAYAH STUDI i. Batas Proyek Batas proyek yang dimaksud adalah batas dimana lokasi dan sarana pendukung konstruksi proyek berada. Batas konstruksi proyek Sidoarjo Sanitary Landfill adalah: 49

50 Sumber: Utara: Desa Pekarungan Selatan: Dusun Bakalan Barat: Desa Wilayut Timur: Dusun Luwung ii. Batas Ekologis Batas ekologis merupakan batas yang mempertimbangkan sebaran dampak melalui banyak media.batas dalam proyek Sidoarjo Sanitary Landfill ini meliputi wilayah Porong, Sidoarjo. iii. Batas Sosial Batas sosial merupakan ruang di sekitar lokasi kegiatan yang merupakan tempat berbagai interaksi sosial yang diperkirakan akan mengalami perubahan mendasar akibat rencana kegiatan. Batas sosial dalam proyek ini, meliputi wilayah administrasi Porong, Sidoarjo. iv. Batas Administratif 50

51 Batas administratif proyek Sidoarjo Sanitary Landfill meliputi daerah admistrasi Surabaya, Gresik, Pasuruan dan Mojokerto Batas Wilayah Studi Batas wilayah studi merupakan batas studi AMDAL dengan mempertimbangkan batas proyek, ekologi, sosial, dan administratif. 51

52 BAB III METODE STUDI 3.1. METODE PENGUMPULAN DAN ANALISIS Komponen Fisik Kimia Pertimbangan mengenai lokasi yang akan dijadikan sampling serta jumlahnya bagi masing-masing aspek pengamatan komponen fisik kimia akan diuraikan sebagai berikut: a) Kualitas udara Data kualitas udara akan dikumpulkan melalui pengukuran secara langsung di lapangan dan pengambilan contoh udara untuk dianalisis di laboratorium. Lokasi pengambilan contoh ditetapkan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan berikut: Lokasi pengambilan sampel berada di dekat lokasi rencana kegiatan yang berpotensial menurunkan kualitas udara Arah angin dominan di sekitar lokasi proyek karena nantinya arah angin ini akan berpengaruh pada pergerakan-pergerakan mikroorganisme pada proyek yang mempengaruhi kualitas udara b) Iklim Data-data iklim digunakan sebagai data penunjang dalam menganalisis dampakdampak yang akan muncul kedepannya sebagai akibat dari perubahan cuaca sehingga dapat mempengaruhi proyek ini pada saat keberlangsungannya. c) Hidrologi Pengumpulan data hidrologi akan dilakukan dengan menggunakan data sekunder yang dimiliki oleh Dinas PU Pengairan Kabupaten Sidoarjo, wawancara dengan pemrakarsa dan data-data dari penilitian relevan yang telah dilakukan. 52

53 3.1.2 Komponen Biologis/Hayati Proses pengumpulan data dilakukan dengan metode langsung pengambilan data di lapangan. Pengambilan data tersebut dilakukan pada titik pengambilan sampel. Komponen biologi yang dimaksud pada proyek ini mencakup flora dan fauna yang ada di dalam lokasi dan sekitar lokasi pembangunan proyek sanitary landfill ini. a) Flora Flora yang dimaksud adalah tumbuhan dan tanaman yang hidup pada suatu ekosistem di antaranya hutan, sungai, rawa, perkebunan, sawah, pekarangan dan lainnya. Parameter flora mencakup keberadaan jenis, status keberadaan jenis, kelimpahan (populasi), fungsi dan habitat. Status keberadaan jenis yang dimaksud adalah status dari jenis tumbuhan atau tanaman apakah tergolong tanaman langka, dilindungi undang-undang atau endemik. Manfaat atau fungsi mencakup fungsi ekologis, ekonomis dan estetis. Kelimpahan atau jumlah jenis (populasi) yang dimaksud adalah perkiraan jumlah jenis yang ada berdasarkan hasil informasi yang telah ada dari data sekunder maupun penghitungan menggunakan metode ilmiah yang telah melalui tahap observasi. Habitat yang dimaksud adalah tempat hidup tumbuhan termasuk melangsungkan daur hidupnya. b) Fauna Fauna yang dimaksud dalam komponen biologis ini adalah satwa budidaya atau satwa yang tergolong liar (tidak dibudidaya). Aspek yang diperhatikan sebagian besar sama seperti aspek pada flora dengan tambahan aspek habitat. Status keberadaan jenis yang dimaksud adalah apakah status jenis satwa yang ada pada suatu daerah tersebut tergolong satwa langka, dilindungi undang-undang atau endemik. Manfaat atau fungsi mencakup fungsi sebagai satwa mempunyai nilai ekologis, ekonomi dan estetis. Kelimpahan atau jumlah jenis (populasi) yang dimaksud adalah perkiraan jumlah jenis yang ada berdasarkan hasil data sekunder yang telah ada maupun penghitungan menggunakan metode ilmiah yang lazim melalui observasi. 53

54 Habitat yang dimaksud adalah tempat hidup satwa termasuk melangsungkan daur hidupnya. c) Biota Air Biota air yang dimaksud adalah organisme (makhluk hidup) yang hidup di air baik di dalam air (submerged), di dasar (benthic) atau di permukaan air (emerged) yang termasuk flora maupun fauna. Komponen biota air yang mencakup plankton, nekton dan benthos. Plankton adalah organisme air yang hidup melayang di dalam atau permukaan air baik hewan atau tumbuhan yang mempunyai ukuran mikroskopis atau dapat dilihat langsung. Plankton berperan dalam keseimbangan ekosistem perairan antara lain dalam rantai makanan (food web). Benthos adalah organisme air yang hidup di dasar perairan (media dasar perairan) baik hewan atau tumbuhan yang berukuran mikroskopis atau dapat dilihat langsung. Benthos berperan dalam keseimbangan ekosistem perairan antara lain dalam rantai makanan. Nekton adalah organisme air yang hidup melayang dan aktif di dalam air. Pada pedoman ini yang termasuk nekton adalah difokuskan pada perikanan. Nekton berperan dalam keseimbangan ekosistem perairan antara lain dalam rantai makanan. Adapun komponen parameter yang akan dilakukan penelitian terhadap biota air ini yaitu sama seperti komponen parameter pada fauna Komponen Sosial Ekonomi Budaya Metode pengumpulan data yang digunakan untuk mendapatkan data Sosial Ekonomi Budaya yaitu menggunakan metode kuisioner. Kuisioner-kuisioner tersebut berisikan pertanyaan mengenai kegiatan sosial masyarakat, perekonomian, cagar budaya, serta pandangan masyarakat tentang pembangunan sanitary landfill ini. Tahap selanjutnya setelah penyebaran kuisioner tersebut yaitu pengolahan kuisioner menjadi data dimana data tersebut akan menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan dampak yang mungkin terjadi pada sektor sosial, ekonomi, dan budaya. Metode tersebut juga akan dilengkapi dengan data sekunder mengenai data mengenai 54

55 mobilitas, jalur lalu lintas, ketenagakerjaan, dan data-data lain yang berkaitan dengan sosial, ekonomi, dan budaya. 3.2 METODE PRAKIRAAN DAMPAK PENTING Untuk mendapatkan hasil studi AMDAL yang dapat digunakan secara optimal dalam rencanakan suatu kebijakan pengelolaan yang implementif dan efektif, maka diperlukan suatu perencanaan yang terarah dalam melakukan studi ini yang diinformasikan dengan suatu pendekatan studi yang sesuai. Berdasarkan konsepsi tersebut diatas, maka studi AMDAL ini akan diawali dengan suatu telaan terhadap peraturan perundang undangan yang berlaku (terutama yang berkaitan dengan lingkungan hidup), kajian yang mendalam terhadap kondisi lingkungan (sebagai rona lingkungan hudup awal) di lokasi TPA sekitarnya serta kajian terhadap rencana kegitana TPA sampah yang ditinjau dari dimensi waktu pelaksanaan kegiatan mulai tahap prakonstruksi, konstruksi, operasi dan pasca operasi dengan fokus kajian pada kegiatan kegiatan yang berpotensi menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan. Dari aspek aspek kajian tersebut maka akan dapat ditentukan oleh ruang lingkup studi yang mengacu pada batas proyek, batas ekologi, batas sosial, dna batas administrasi. penetuan lingkup studi tersebut maksudkan untuk membatasi bahasan studi hanya pada aspek yang dinilai signifikan dan kegiatan TPA sampah. Pada tahapan ini berbagai data dan informasi primer atau sekunder yang dikumpulkan. Dengan menggunakan berbagai data rona lingkungan hidup awal dan deskripsi rencana kegiatan, maka dalam studi AMDAL ini dibuat matrik identifikasi dan perkiraan dampak yang akan terjadi pada setiap tahap kegiatan. berdasarkan hasil identifikasi dan perkiraan dampak yang mungkin timbul, maka dapat ditentukan besaran dan tingkat kepentingan dampak terhadap komponen lingkungan fisika kimia, tata ruang, biologi, sosial ekonomi dan budaya. Penentuan dampak penting tersebut akan dievaluasi berdasarkan hubungan sebab akibat yang dikaji secara holistik mengunakan cara empiris (studi banding dengan baku mutu lingkungan yang berlaku), perhitungan matematis maupun penilaian berdasarkan keahlian atau profesi berdasarkan hasil evaluasi dampak yang disusun atau menginformaikan dampak dampak lingkungan signifikan yang perlu 55

56 dikelola dan dipantau. Penjabaran rinci dari rekomendasi pengelolaan dan pemantauan dampak lingkungan akan ditungkan dalam dokumen rencana pengelolaan lingkungan (RKL) dan rencana pemantau lingkungan (RPL) yang merupakan bagian tidak terpisah dengan dokument AMDAL. Teknik membuat prakiraan dampak terhadap sesuatu komponen tertentu dapat dilakukan dengan cara yang paling sederhana hingga yang paling rumit. Cara sederhana biasanya mudah dilakukan tetapi subyektivitasnya tinggi. Cara yang rumit dilakukan dengan menggunakan cara-cara matematis yang lebih obyektif. Adapun cara/teknik memprediksi dampak dapat dilakukan dengan : (1). Cara/teknik sederhana Pada cara ini dikenalkan berbagai teknik seperti intuitive, ad hock, analog dan delphi, (2). Cara/teknik pemodelan Pada cara ini dikenalkan berbagai teknik model matematis, model statistik hubungan regresi, statistik korelasional dan gratis, (3). Cara/teknik pertimbangan keahlian profesi (professional judgment) Cara ini sebenarnya merupakan cara kombinasi antara ketiga cara di atas yang dilakukan oleh pakar bidang tertentu terhadap suatu komponen lingkungan tertentu. Dengan pengalaman yang dimiliki dan pengetahuan yang dikuasai oleh seorang pakar mata prakiraan dampak sesuatu komponen lingkungan akan dapat ditentukan dengan tepat. Dari berbagai model ini maka yang paling banyak dipergunakan adalah model sederhana, sebab cara ini akan lebih mudak diketahui dan dipelajari. Untuk mengetahui seluruh komponen lingkungan dan seluruh aktivitas pembangunan yang diduga menimbulkan dampak dapat dipergunakan metoda prediksi seperti "checklist", matrik interaksi, flow chart atau overlay. Namun yang banyak dipergunakan karena pertimbangan mudah dilakukan adalah metode matrik interaksi dan checklist. Metode pendekatan yang digunakan dalam model formal dan informal adalah : 56

57 Analogi Dilakukan dengan mempelajari dampak lingkungan yang timbul akibat kegiatan sejenis yang telah berlangsung pada area tertentu di tempat yang sama dan atau di tempat lain yang kondisi lingkungan sama dengan kondisi lingkungan area studi, sehingga dapat dijadikan pertimbangan dalam memperkirakan dampak di wilayah studi Penilaian Para Ahli Dalam pendekatan ini, hubungan dampak terhadap komponen/sub komponen / parameter lingkungan ditetapkan berdasarkan pengetahuan dari pengalaman para ahli yang tergabung dalam tim studi ini. Model Matematika Dalam metode ini, hubungan sebab akibat yang menggambarkan dampak kegiatan terhadap komponen/ sub komponen/ parameter lingkungan tertentu dirumuskan secara metematis. A. CARA PENDUGAAN DAMPAK TERHADAP KOMPONEN GEOFISIK KIMIA 1. Pendugaan Dampak Kualitas Udara Di dalam memperkirakan dampak terhadap kualitas udara, langkah dasar yang harus dilakukan (Canter, 1977) adalah sebagai (a). Identifikasi/pengenalan emisi gas atau debu yang dikeluarkan oleh beberapa aktivitas pembangunan yang direncanakan. (b). Penjelasan tentang kondisi udara saat sekarang yang merupakan rona lingkungan awal. Apabila mungkin buat kecenderungan perubahan kondisi udara tersebut diwaktu mendatang. Buatlah rata-rata kondisi setiap gas dan debu yang ada di udara ambient ini dan bandingkaniah dengan standar baku mutu kualitas udara. 57

58 (c). Penentuan dispersi patokan di udara dengan memperhatikan kecepatan angin, tinggi cerobong dan inversinya pada musim kemarau dan musim hujan. Hasil-hasil pengamatan terhadap kualitas udara pada waktu yang lalu harus menjadi bahan pertimbangan (d). Pelajari data ikiim yang angin, radiasi matahari, kelembaban dan evapotranspirasi. Data iklim ini hendaknya dicari untuk data tahunan dan bulanan. Kemudian ditentukan konsentrasi gas dan debu di permukaan tanah. (e). Penentuan adanya dampak yang timbul pada saat musim hujan dan musim kemarau. Juga ditentukan dampaknya pada saat aktivitas Pembangunan dilaksanakan baik pada saat prakonstruksi, konstruksi dan pasca konstruksi. Penentuan besar konsentrasi gas dan debu di wilayah yang dipengaruhi oleh kegiatan pembangunan, terutama adalah untuk pertimbangan pembuatan wind adalah sebagai berikut : (a) Pengumpulan data kecepatan angin dan arah angin set sedikit 10 tahun (b) Perhitungan kecepatan angin dan arah angin rata tahun (c) Akhirnya digambarkan "wind matematis pada metode formal, setelah diketemukan rumus matema tepat tidakan lebih lanjut adalah menentukan variabel prediktor. Variabel predictor ini adalah variabel yang berubah sesuai dengan perubahan kapasitas produksi (untuk suatu pabrik). Cara prakiraan dampak yang timbul menggunakan rumus Di mana : C = Konsentrasi sesuatu gas di atas permukaan tanah, dalam Ug/m3 Q = Banyaknya gas yang dikeluarkan dalam Ug/detik. 58

59 Q ini adalah variabel predik y = Perbauran parameter gas secara horizontal z = Perbauran parameter gas secara vertika V = Rata-rata kecepatan angin dalam m/detik H = Tinggi cerobong efektif (m) x,y = Jarak terjauh angin yang searah dan berlawanan arah angin dalam m. Y = Tinggi permukaan di atas tanah. Misal : Q =10 6 Ug/detik V = 1,0 m/detik H = 30 m Y = 0 m (di atas tanah) Apabila diketemukan garis lurus angin 1000 m, apabila diketahui: σ Y = 35 m (pembauran parameter gas secara horizontal diperhitungkan 35 m) σ z = 14 m (pembauran parameter gas secara vertikal diperhitungkan 14 m) Dari perhitungan dengan rumus tersebut maka diperoleh konsentrasi gas di atas tanah adalah 64 Ug/m3. Jadi seandainya pada rona awal (saat ini) konsentrasi sesuatu macam gas y Ug/m3 dapat diketahui dengan pengukuran, sedang yang akan datang tanpa proyek misalnya x Ug/m3, diwaktu mendatang bila ada proyek menjadi 64 Ug/m3, maka besar dampak kegiatan proyek Terhadap parameter sesuatu gas ini juga perlu ditentukan apakah pada saat pembuatan rona lingkungan awal nilainya berada di bawah, atau di atas ambang baku mutu lingkungan; maka hasil pengukuran/data ini perbandingkan dengan ambang baku mutu yang ada. 59

60 Apabila diketemukan konsentrasi gas tertentu terjadi pada jarak tertentu dari sumber dampak misal di lokasi x maka konsentrasi gas pada lokasi tersebut adalah: atau apabila menggunakan besaran angka Perkiraan dampak kemudian dapat ditentukan dengan mendapatkan kondisi parameter lingkungan pada saat ini dan perubahan diwaktu mendatang bila tampa proyek (misal: x Ug/m) apabila kondisi lingkungan dengan proyek (misal 76 Ug/m 3 maka prakiraan besar dampaknya adalah = (765-x0 Ug/m 3 2. Cara Pendugaan Dampak Komponen Hidrologi Komponen hidrologi dalam AMDAL biasanya dirinci menjadi parameterparameter debit, sifat kualitas air permukaan (sungai, danau, angin rawa) air dalam tanah (kualitas dan kuantitasnya), iklim makro (curah hujan, angin yang terdiri atas kecepatan dan arah, suhu dan kelembaban) pola drainase dan evaporasi. Menurut Canter (1977) 1angkah-langkah mempperkirakan perubahan lingkungan perairan dan kemudian menduga dampaknya meliputi: (a). Penentuan kondisi lingkungan hidrologi yang dirinci atas Parameter parameternya masing-masing terutama yang berhubungan dengan kondisi kuantitas dan kualitasnya. (b). Mempelajari masalah yang ada terutama yang berhubungan dengan air permukaan. (c). Penentuan kondisi kuantitas dan kualitas air dalam tanah, dan penggunaanya oleh berbagai pihak (penduduk, pabrik dan pelayanan umum seperti hotel, kantor), pada waktu yang lalu, saat ini dan prakiraan untuk waktu mendatang. Apabila ada informasi tentang penurunan kuantitas dan kualitas air dalam tanah ini, sangat baik untuk menentukan prakiraan kondisi yang akan datang. (d). Mempelajari berbagai standar kualitas lingkungan komponen hidrologi yang ada. Pada saat ini telah ada standar-standar kualitas lingkungan komponen hidrologi, yaitu Kep.men KLH No. 02/1988, Peraturan Pemeritah No. 20 tahun 1990, Hiper-menkes No. 01/Birhukmas/1/1975,172 dan 173/Menkes/Per/VI11/1977, No. 60

61 253/Menkes/Per/VI/1982 dan 528/Menkes/Per/XI1/1982. Semuanya merupakan standar nasional. Sementara itu untuk beberapa propinsi telah pula ada standar kualitas lingkungan seperti OKI Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, D.I. Yogyakarta, dan Kalimantan Timur (e). Penentuan perubahan berbagai parameter air diwaktu yang akan datang bila ada proyek dan bila tidak ada proyek. Kemudian tentukan dampaknya bila ada proyek. Untuk menentukan perubahan kondisi berbagai parameter hidrologi pada waktu mendatang dan dampak yang disebabkan oleh suatu kegiatan dapat dipergunakan berbagai cara seperti berikut: Penurunan Kualitas Air (Polusi Air) Polusi terhadap air atau penurunan kualitas air sering didefinisikan sebagai suatu proses masuknya polutan, yang menyebabkan peningkatan konsentrasi polutan tersebut dalam periode waktu tertentu. Hal ini akan mempengaruhi kondisi lingkungan perairan. Bila kondisi parameter air ini mempengaruhi kesehatan, misalnya berkembangnya bakteri pathogen maka dikatakan telah terjadi kontaminasi. Terjadinya polusi air ini berakibat penggunaan air yang terbatas. Secara jelas terjadinya polusi pada air akan mudah terlihat pada kondisi estetika yang menurun yang disebabkan oleh minyak dan material pencemar yang terapung. Parameter hidrologi yang dapat dipergunakan sebagai pedoman dalam memperkirakan dampak adalah parameter fisik, kimia dan bakteriologis. Ketiga kelompok parameter fisik, kimia dan bakterilogis sebenarnya berkaitan satu dan lainnya kondisi lainnya, sebab kondisi sesuatu parameter air seringkali juga menentukan sifat dan kondisi parameter lainnya. Kadang-kadang di dalam kenyataan di alamakan sulit menentukan sumber pencemar, sebab seluruh kegiatan di sepanjang sungai membuang limbahnya ke sungai. Oleh sebab itu perlu ditentukan sumberpencemar mana yang paling berperan dalam mencemari perairan. Untuk ini dapat dipergunakan rumus Ekivalen populasi (Population Equivalent) dari Canter (1977) seperti berikut: 61

62 Di mana : PE = ekivalen populasi didasarkan pada unsur pokok parameter organis yang terdapat dalam limbah cairnya sesuatu industri A = banyaknya limbah cair yang dikeluarkan (mg/hari ). Variabel A yang merupakan variabel prediktor yang berubah sesuai dengan peningkatan atau penurunan kapasitas produkasi. Apabila diwaktu mendatang produksi meningkat 2 kali, maka variabel ini juga meningkat dua kalinya. B = BOD dalam limbah (mg/1) 8,34 = banyaknya limbah, suatu U besaran (Ib/gal) 0,17 = banyaknya BOD dalam Ib/hari secara individual Dengan rumus ini akan dapat diketahui berapa besar suatu industri berperan dalam mengetahui kondisi, perairan. Rumus ini dapat pula dipergunakan untuk memperkirakan bagaimana industri yang akan didirikan akan mempengaruhi lingkungan. Untuk ini diperlukan informasi spesifikasi limbah yang akan dikeluarkan oleh pabrik terutama BOD dan jumlah limbah yang akan dikeluarkan per hari. Sementara itu untuk mengetahui konsentraasi parameter anorganis dalam air dapat dipergunakan model matematis biasa. Yaitu berapa banyaknya parameter tertentu seperti Hg, Cd, Pb, Al dan Cr dalam air yang diperkirakan akan terkumpul dalam perairan dari industri yang akan didirikan. Dengan cara perhitungan "time series" akan dapat dihitung besar perubahan kualitas yang akan datang dengan dan tanpa proyek. Hal ini dapat dilihat pada rumus berikut : 62

63 Di mana : Kt = konsentrasi parameter B3 diwaktu mendatang Ko = konsentrasi parameter B3 saat ini r = tingkat pertambahan setiap waktu tertentu (1 tahun) Variabel r ini merupakan variabel prediktor yang harus diingat adalah r waktu yang lalu akan berbeda dengan r yang akan datang karena adanya limbah yang bertambah banyak t = waktu prediksi dalam tahun Sementara itu untuk parameter bakteriologis rumus matematis sederhana dapat digunakan seperti yang dilakukan oleh Canter (1977) yaitu : Di mana : Bt = sisa bakteri yang ada di perairan setelah beberapa saat mendatang (prediksi dalam hari) t = waktu prediksi dalam hari Bo = jumlah bakteri pada saat awal/permulaan di perairan k = tingkat kematian bakteri setiap nan Dengan cara ini akan dapat diketahui kondisi lingkungan di waktu mendatang bagi parameter bakteri ini. 1. Air Larian (run off) Parameter air larian sangat mudah untuk digunakan sebagai indikator dalam menentukan perubahan kualitas lingkungan di waktu mendatang. 63

64 Menurut Chow yang dikutip Soemarwoto (1989) untuk perhitungan terhadap air larian dapat dipergunakan rumus : Q= C i A Di mana : Q = debit air larian (m3 per hari hujan atau r^/jam) C = koefisien air larian I = intensitas hujan A = luas daerah proyek. Variabel A ini merupakan variabel prediktor. Besarnya luas A saat ini sebelum ada proyek dengan luas A yang akan datang akan berbeda.perbedaan ini dikarenakan dengan mempergunakan nilai koefisien air larian (C) yang berbeda pada saat ini dan waktu mendatang oleh perubahan penggunaan lahan maka akan dapat dihitung besaran air lariannya. 2. Laju Erosi Untuk menghitung laju erosi dipergunakan persamaan USLE (Universal Soil Loss Equation) menurut Wischmeier and Smith (1960) yaitu : E = RKLSCP Di mana : E = rata-rata erosi tanah tahunan (ton/ha) R = indeks erosivitas hujan K = faktor erodibititas tanah L = faktor panjang lereng untuk menghitung erosi dibandingkan dengan lereng yang panjangnya 22 m. 64

65 S = faktor kemiringan lereng untuk menghitung erosi dibandingkan dengan kemiringan lereng C = faktor pengelolaan tanah untuk menghitung erosi dibanding dengan tanah yang terus menerus terbuka P = faktor praktek pengawetan tanah untuk menghitung erosi dibanding dengan tanah tanpa usaha pengawetan. Variabel P ini merupakan variabel prediktor. Variabel ini berubah karena pengaruh adanya proyek pembangunan.dengan memperhitungan kondisi C dan P yang berbeda karena ada kegiatan pembangunan maka besaran dampak dari adanya proses erosi dapat diprediksi Komponen Biologis / Hayati Penentuan tingkat kerusakan kawasan berpotensi mangrove ditentukan melalui formulasi yang sudah ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan, Departemen Kehutanan tahun 1997 (Dirjen RRL, 1997), seperti terlihat pada tabel dibawah ini. Sedangkan penghitungan luas masing-masing kawasan dilakukan melalui Peta Tingkat Kerusakan Kawasan Mangrove di Jawa Barat (dan Banten) yang dikeluarkan oleh Dirjen RRL tahun Untuk menetukan tingkat kerusakan hutan mangrove, diawali dengan menghitung total nilai shoring (TNS) yang didapatkan dengan model matematis, sebagai berikut : TNS = (N x 30)+(Np x 20)+(L x 15)+(A x 15)+(P x 10)+(C x 10) Selanjutnya untuk mengetahui tingkat kerusakannya, TNS yang diperoleh dari persamaan di atas dikelompokkan berdasarkan kriteria di bawah ini: a. Nilai : Rusak Berat b. Nilai : Rusak c. Nilai >300 : Tidak Rusak Komponen Sosial Ekonomi Budaya 65

66 Identifikasi dan prakiraan dampak penting pada komponen sosial ekonomi budaya yaitu menggunakan pendekatan analogi dan penilaian dari para ahli. Berdasarkan dari data sekunder serta data koisioner yang telah didapatkan, maka akan dilakukan pendekatan analogi dengan mempelajari dampak lingkungan yang timbul akibat kegiatan sejenis yang telah berlangsung pada tempat atau wilayah tertentu serta memiliki kondisi lingkungan yang identik dengan kondisi wilayah studi. Pendekatan tersebut digunakan untuk memperkirakan dampak sosekbud dan lingkungan binaan. Pendekatan analogi juga disempurnakan dengan penilaian para ahli di mana pendekatan ini menggunakan pengetahuan dan pengalaman para ahli yang memiliki kompetnsi dalam bidangnya untuk menganalisa hubungan dampak terhadap komponen / sub komponen / parameter lingkungan yang akan ditetapkan Komponen Transportasi Prakiraan dampak pada bidang tansportasi adalah volume kapal yang melintas di lalu lintas perairan setelah pembangunan selesai atau pada tahap operasi. Salah satu caranya adalah peramalan muatan yang dilakukan untuk merencanakan jenis dan jumlah fasilitas yang efektif dipakai di pelabuhan peti kemas ini. Dalam peramalan muatan terdapat dua metode yang umum digunakan yaitu : 1. Metode Kuantitatif Metode kuantitatif adalah metode untuk melakukan prediksi yang didasarkan pada data-data historis yang ada. Metode ini dapat dipakai jika R 2 yang diperoleh dari persamaan regresi, minimal sama dengan 1. Jika hasilnya masih juga tidak didapatkan hasil R 2 yang memenuhi syarat di atas, atau syarat R 2 terpenuhi tetapi hasil yang diperoleh tidak masuk akal, maka dapat dilakukan multiple regresi dengan cara mengkorelasi data yang akan diprediksi terhadap data lain yang berkaitan erat dengannya sehingga didapat R2 yang memenuhi syarat serta hasil prediksi yang rasional. Langkah yang harus dilakukan untuk melakukan prediksi dengan metode kuantitatif adalah dengan menggunakan regresi yaitu : 1. Menggunakan program aplikasi statistika yaitu regresi linier pada data yang ada. 2. Jika diperoleh R 2 > 1, maka regresi dapat dilanjutkan. 66

67 3. Jika diperoleh R 2 < 1, maka digunakan regresi non-linier (regresi polynomial) terhadap data-data historis. 4. Jika diperoleh minimal R 2 > 1 tetapi dengan hasil yang tidak rasional, maka digunakan analisa trend untuk faktor-faktor yang berpengaruh seperti pertumbuhan ekonomi. 5. Jika langkah ke-4 masih belum memberi hasil, maka dilakukan analisa dengan menggunakan metode kualitatif. 2. Metode Kualitatif Metode kualitatif dilakukan jika hasil dari metode kuantitatif masih tidak memenuhi syarat dan tidak rasional. Metode ini didasarkan pada asumsi pertumbuhan atau target pertumbuhan yang ditetapkan oleh pemerintah Komponen Geologi 1. Urugan berlapisan tanah bawah permukaan dan kedalam Urutan berlapisan tanah/batuan diperoleh melalui penoboran teknik sebanyak 3 (tiga) titik dengan kedalaman masing masing 35 meter. pemboboran dilakukan dengan mengunakan sirkulasi air dan pemboboran kering ( dry drillyng ) yang diselaraskan dengan kondisi tanah /batuan yang dijumpai serta tabung penganti yang digunakan. Urutan urutan jenis tanag/batuan diketahui dari hasil deskripsi hasil pemboran yang diperoleh dari tabung penganti. 2. Sifat Fisik Dan Keteknikan Setiap Lapisan Tanah Bawah Permukaan Karakteristik fisik dan keteknikan tanah/batuan dideskripsikan setiap lapisan. Biasanya desripsi ini dilakukan dilapangan untuk mengetahaui indeks prioritas dan sifat mekanik. 3. Permeabilitas Tanah Bawah Permukaan tujuan utama pengujiana permiabilitas adalah untuk mengetahui kemampuan lapisan tanah/batuan dalam meluluhkan air secara langsung. koefisien rembesan rata rata yang searah dengan arah aliran daru suatu lapisan tanah dapat ditentukan dengan cara 67

68 mengadakan uji permeabilitas.pengujian ini biasanya dilakukan melalui lobang pemboran atau melalui sumur sumur pantu. Hasil dari pengujian tersebut sanagt sensitif terhadap kondisi lubang bor (lubang harus bersih) dan metode pemboran. seperti hanya dalam menggunakan. Koefisiensi rembesan dapat ditentukan dari data tersebut dengan menggunakan rumus empiris menurut NAVFAC. K Dimana: R L H ln ln R H 2 1 2Lt 1 t2 2 L untuk R 8 K = Koefisien rembesan ( cm/menit) R = Diameter lubang (cm) L = Tebal lapisan yang diuji (cm) H 1 = Jarak Penurunan muka iar ke 2 (cm ) H 2 = Jarak Penurunan muka iar ke 1 (cm ) t = waktu penurunana muka iar ( menit ) 3. Daya Dukung Tanah Dalam pembahasan daya dukung tanah ini akan diuraikan tinjauan daya dukung tanah untuk tembok penahan yang didasarkan atas hasil pengujian. daya dukung batas suatu tanah dibawah beban pondasi terutama tergantung pada kekuatan geser tanah. sebagai besar teori daya dukung yang sekarang digunakan didasarkan pada teori plastisikan.dari hasil pengujian dapat diketahui daya dukun tiang pada ujung dengan persamaan sebagai berikut : Di mana: qa = daya dukung yang diujikan N = nilai pikulan 3 N qa kg/ cm Kestabilan Lereng Untuk keperluan pemotongan lereng di darah ini telah dilakukan dengan mempergunakan metode NAFVAC. dengan mengasumsikan bahwa kedudukan muka 68

69 air tanah berada dibawah bidang gelincir dan tidak terdapat retakan ataupun rembesan air. Faktor keamanan untuk lonsoran rotasi dihitung dengan persamaan, cj N tan c fs Ncf x c H Di mana: c = kohesi tanah 3.3 METODE EVALUASI DAMPAK PENTING Dampak penting dapat dievaluasi dengan melihat perolehan prakiraan dampak. Diantara dampak-dampak yang mungkin muncul, dampak penting adalah dampak yang memberikan dampak signifikan, sedangkan dampak kecil dapat diabaikan. Evaluasi dampak penting dilakukan setelah dampak teridentifikasi untuk tiap tahapan konstruksi.faktor yang turut dipertimbangkan adalah perubahan-perubahan unsur lingkungan untuk setiap jangka waktu pembangunan, misalnya tahunan. Evaluasi didasarkan pada hubungan sebab akibat dari tiap tahap pembangunan. Selanjutnya, kesatuan holistik seluruh dampak tersebut dikaji dalam bagian ini. Adapun hubungan sebab akibat dapat muncul karena adanya perubahan-perubahan di lingkungan yang akan terjadi. Setelah hubungan sebab akibat dipahami, maka selanjutnya adalah menentukan prioritas dampak secara kuantitatif maupun subjektif Komponen Fisik, Kimia, dan Biologis Dalam mengevaluasi dampak tersebut, diperlukan metodologi yang sesuai dengan kebutuhan agar terbentuk hasil evaluasi yang memuaskan. Metode yang dipilih haruslah memenuhi fungsi evaluasi yaitu berfungsi dalam mengevaluasi secara teradu kelompokkelompok komponen dan secara keseluruhan dampak, dapat menunjukkan biaya dan keuntungan setiap dampak dan besarnya masyarakat yang akan terkena dampak. Beberapa metode evaluasi yang populer adalah (1) metode overlay, (2) metode flowchart, (3) metode checklist, (4) metode matriks. 69

70 Adapun metode yang digunakan dalam kerangka acuan Sanitary Landfill Porong, Sidoarjo ini adalah metode matriks Fisher dan Davies yang digambarkan dalam tabel berikut.identifikasi dilakukan terhadap komponen fisik, kimia, dan biologi serta dilakukan penilaian terhadap kejadian dampak pada setiap tahapan pembangunan yaitu (1) pra konstruksi, (2) konstruksi, (3) operasi, dan (4) pasca operasi. Komponen-komponen fisik, kimia, dan biologi yang diidentifikasi dalam matriks: (1) Komponen Fisik-Kimia Curah hujan Temperatur udara Kelembaban udara Kebisingan Erosi dansedimentasi Kualitas tanah Sumber daya mineral Air tanah Air permukaan Geologi dan seismologi (2) Komponen Biologi Flora dan fauna penghalang Tanaman pertanian Zona biogeokimatik Komponen Sosial, Ekonomi,dan Budaya Evaluasi dampak penting terhadap aspek sosial, ekonomi, dan budaya dilakukan dengan matriks yang serupa dengan kajian pada komponen fisik-kimia dan biologis seperti tertera pada matriks. Kajian lebih dalam dengan metode kaulitatif yaitu kuesioner dan observasi maupun metode lainnya yang cocok dengan keperluan. Adapun kuesioner disebarkan ke berbagai kalangan masyarakat yang terkena dampak, serta diberikan pula kepada pejabat 70

71 pemerintah, peneliti, dan masyarakat umum lainnya guna memperoleh masukan dari berbagai sudut pandang dan dilakukan secara berkala. Kemudian, observasi juga perlu dilaukan secara berkala untuk memperoleh data rinci dari sumber primernya guna mengontrol dampak yang terjadi dari waktu ke waktu. Hasil kompilasi data pengamatan tersebut kemudian digunakan sebagai masukan agar diketahui sostem yang tepat dan efisien untuk mmengelola dampak penting di kawasan Sidoarjo dan sekitarnya, khususnya Desa Kebonagung yang merupakan letak dari sanitary landfill Komponen Keseluruhan Setelah evaluasi terhadap tiap komponen dilakukan, komponen keseluruhan kegiatan Berdasarakan penjelasan pasal 15 ayat (1) UU Nomor 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup maka i hasil bahasan evaluasi dampak yang bersifat holistik secara totalitas terhadap beragam dampak besar dan penting lingkungan,dilakukan evaluasi penanganan dampak besar dan penting secara garis besar. Identifikasi menyeluruh ditujukan untuk memperoleh keputusan yang tepat dan professional serta senetral mungkin terhadap semua pihak.adapun criteria mengenai ukuran dampak besar dan penting yaitu 1. Dampak terhadap lingkungan sekitar. 2. Luas wilayah yang terkena dampak. 3. Intensitas dan lamanya dampak berlangsung. 4. Banyaknya komponen lingkungan hidup yang akan terkena dampak. 5. Sifat komulatis dampak. 6. Berbalik atau tidak berbaliknya dampak. 71

72 BAB IV PELAKSANAAN STUDI 4.1 PEMRAKARSA Identitas Pemrakarsa Nama Pemrakarsa Alamat Kantor Penanggung Jawab Jabatan Nama Proyek Lokasi Proyek : PT. PRIMARGA : Jl. Porong Raya No 16, Sidoarjo : Dicky Wahyudi : Ketua Tim Manajemen Proyek : dicky.wahyudi@gmail.com : Sanitary Landfill Porong, Sidoarjo : Desa Kebonagung, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo 4.2 TIM STUDI AMDAL Identitas Tim Studi AMDAL Nama Tim : Kelompok 11 Alamat Kantor : Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia Depok Penanggung Jawab Jabatam Ananda Putri Permatasari : Ketua Kelompok : nandaputri61@yahoo.com 72

73 NAMA JABATAN KEAHLIAN BERLIANA CAHYA NINGTIAS KETUA TIM PENGELOLAAN LINGKUNGAN RIRIS KUSUMANINGSIH ANGGOTA AHLI FISIK ANANDA PUTRI PERMTASARI ANGGOTA AHLI KIMIA PUTRI ASTRID INDAH L. ANGGOTA AHLI BIOLOGIS PRATIWI AZSMI ANGGOTA AHLI EKONOMI-SOSIAL-BUDAYA Bagan Alir Proyek 73

PENGELOLAAN TPA BERWAWASAN LINGKUNGAN

PENGELOLAAN TPA BERWAWASAN LINGKUNGAN PENGELOLAAN TPA BERWAWASAN LINGKUNGAN I. UMUM Lokasi TPA merupakan tempat pembuangan akhir sampah yang akan menerima segala resiko akibat pola pembuangan sampah terutama yang berkaitan dengan kemungkinan

Lebih terperinci

PETUNJUK TEKNIS TATA CARA PEMBANGUNAN IPLT SISTEM KOLAM

PETUNJUK TEKNIS TATA CARA PEMBANGUNAN IPLT SISTEM KOLAM PETUNJUK TEKNIS TATA CARA PEMBANGUNAN IPLT SISTEM KOLAM TATA CARA PEMBANGUNAN IPLT SISTEM KOLAM BAB I DESKRIPSI 1.1 Ruang lingkup Tatacara ini meliputi ketentuan-ketentuan, cara pengerjaan bangunan utama

Lebih terperinci

PETUNJUK TEKNIS TATA CARA PERENCANAAN IPLT SISTEM KOLAM

PETUNJUK TEKNIS TATA CARA PERENCANAAN IPLT SISTEM KOLAM PETUNJUK TEKNIS TATA CARA PERENCANAAN IPLT SISTEM KOLAM TATA CARA PERENCANAAN IPLT SISTEM KOLAM BAB I DESKRIPSI 1.1 Ruang lingkup Tata cara ini memuat pengertian dan ketentuan umum dan teknis dan cara

Lebih terperinci

Pengelolaan Emisi Gas pada Penutupan TPA Gunung Tugel di Kabupaten Banyumas. Puji Setiyowati dan Yulinah Trihadiningrum

Pengelolaan Emisi Gas pada Penutupan TPA Gunung Tugel di Kabupaten Banyumas. Puji Setiyowati dan Yulinah Trihadiningrum Pengelolaan Emisi Gas pada Penutupan TPA Gunung Tugel di Kabupaten Banyumas Puji Setiyowati dan Yulinah Trihadiningrum Jurusan Teknik Lingkungan FTSP, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya * email:

Lebih terperinci

PENGELOLAAN EMISI GAS PADA PENUTUPAN TPA GUNUNG TUGEL DI KABUPATEN BANYUMAS

PENGELOLAAN EMISI GAS PADA PENUTUPAN TPA GUNUNG TUGEL DI KABUPATEN BANYUMAS PENGELOLAAN EMISI GAS PADA PENUTUPAN TPA GUNUNG TUGEL DI KABUPATEN BANYUMAS Puji Setiyowati* dan Yulinah Trihadiningrum Jurusan Teknik Lingkungan FTSP, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya * email:

Lebih terperinci

Tugas Akhir Pemodelan Dan Analisis Kimia Airtanah Dengan Menggunakan Software Modflow Di Daerah Bekas TPA Pasir Impun Bandung, Jawa Barat

Tugas Akhir Pemodelan Dan Analisis Kimia Airtanah Dengan Menggunakan Software Modflow Di Daerah Bekas TPA Pasir Impun Bandung, Jawa Barat BAB V ANALISIS DATA 5.1 Aliran dan Pencemaran Airtanah Aliran airtanah merupakan perantara yang memberikan pengaruh yang terus menerus terhadap lingkungan di sekelilingnya di dalam tanah (Toth, 1984).

Lebih terperinci

BAB IV DISAIN DAN REKOMENDASI TPA SANITARY LANDFILL KABUPATEN KOTA

BAB IV DISAIN DAN REKOMENDASI TPA SANITARY LANDFILL KABUPATEN KOTA BAB IV DISAIN DAN REKOMENDASI TPA SANITARY LANDFILL KABUPATEN KOTA 4.1. Latar Belakang Pemilihan lokasi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) merupakan langkah awal yang harus dilakukan apabila pemerintah pusat

Lebih terperinci

PERENCANAAN TEMPAT PEMROSESAN AKHIR (TPA) SAMPAH DENGAN SISTEM SANITARY LANDFILL DI TPA PECUK KABUPATEN INDRAMAYU

PERENCANAAN TEMPAT PEMROSESAN AKHIR (TPA) SAMPAH DENGAN SISTEM SANITARY LANDFILL DI TPA PECUK KABUPATEN INDRAMAYU PERENCANAAN TEMPAT PEMROSESAN AKHIR (TPA) SAMPAH DENGAN SISTEM SANITARY LANDFILL DI TPA PECUK KABUPATEN INDRAMAYU Oleh: Hamdani Abdulgani Sipil Fakultas Teknik Universitas Wiralodra Indramayu ABSTRAK Tempat

Lebih terperinci

Syarat Penentuan Lokasi TPA Sampah

Syarat Penentuan Lokasi TPA Sampah Syarat Penentuan Lokasi TPA Sampah 1. Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) 03-3241-1994, membagi kriteria pemilhan loasi TPA sampah menjadi tiga, yaitu: a. Kelayakan regional Kriteria yang digunakan

Lebih terperinci

Pasal 6 Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Pasal 6 Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG PEMANFAATAN AIR HUJAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a. bahwa air hujan merupakan sumber air yang dapat dimanfaatkan

Lebih terperinci

EVALUASI SISTEM PEMROSESAN AKHIR SAMPAH DI TPA LADANG LAWEH KABUPATEN PADANG PARIAMAN MENUJU CONTROLLED LANDFILL

EVALUASI SISTEM PEMROSESAN AKHIR SAMPAH DI TPA LADANG LAWEH KABUPATEN PADANG PARIAMAN MENUJU CONTROLLED LANDFILL EVALUASI SISTEM PEMROSESAN AKHIR SAMPAH DI TPA LADANG LAWEH KABUPATEN PADANG PARIAMAN MENUJU CONTROLLED LANDFILL Oleh : ROFIHENDRA NRP. 3308 202 014 Dosen Pembimbing : Prof. Dr. YULINAH TRIHADININGRUM,

Lebih terperinci

PENERAPAN SISTEM SANITARY LANDFILL DI TPA TLEKUNG KOTA BATU

PENERAPAN SISTEM SANITARY LANDFILL DI TPA TLEKUNG KOTA BATU PENERAPAN SISTEM SANITARY LANDFILL DI TPA TLEKUNG KOTA BATU Sudiro Nurul Hidayat Teknik Lingkungan FTSP ITN Malang ABSTRAKSI Kota Batu yang memiliki luas wilayah sekitar 19.908,72 ha ditempati oleh penduduk

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1992

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1992 LAMPIRAN III UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1992 TENTANG PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN Pasal 1 (1.1) Rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB I PENDAHULUAN I.1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kota Yogyakarta sekarang ini sudah menjadi penarik tersendiri bagi penduduk luar Kota Yogyakarta dengan adanya segala perkembangan di dalamnya. Keadaan tersebut memberikan

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini merupakan hasil temuan dan hasil analisa terhadap kawasan Kampung Sindurejan yang berada di bantaran sungai

Lebih terperinci

Makalah Baku Mutu Lingkungan

Makalah Baku Mutu Lingkungan Makalah Baku Mutu Lingkungan 1.1 Latar Belakang Pembangunan sumber daya alam dan lingkungan hidup seyogyanya menjadi acuan bagi kegiatan berbagai sektor pembangunan agar tercipta keseimbangan dan kelestarian

Lebih terperinci

TATA CARA PEMANFAATAN AIR HUJAN

TATA CARA PEMANFAATAN AIR HUJAN Lampiran Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 12 Tahun 2009 Tanggal : 15 April 2009 TATA CARA PEMANFAATAN AIR HUJAN I. Pendahuluan Dalam siklus hidrologi, air hujan jatuh ke permukaan bumi,

Lebih terperinci

TPST Piyungan Bantul Pendahuluan

TPST Piyungan Bantul Pendahuluan TPST Piyungan Bantul I. Pendahuluan A. Latar belakang Perkembangan teknologi yang semakin maju dan kemegahan zaman mempengaruhi gaya hidup manusia ke dalam gaya hidup yang konsumtif dan serba instan. Sehingga

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN/KEBERSIHAN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN/KEBERSIHAN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN/KEBERSIHAN I. UMUM Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah mengamanatkan perlunya

Lebih terperinci

- 2 - II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 9. Cukup jelas. Pasal 2. Pasal 3. Cukup jelas. Pasal 4. Cukup jelas. Pasal 5. Cukup jelas. Pasal 6. Cukup jelas.

- 2 - II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 9. Cukup jelas. Pasal 2. Pasal 3. Cukup jelas. Pasal 4. Cukup jelas. Pasal 5. Cukup jelas. Pasal 6. Cukup jelas. PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 0000 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN SAMPAH SEJENIS SAMPAH RUMAH TANGGA I. UMUM Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang

Lebih terperinci

REKLAMASI LAHAN BEKAS PENAMBANGAN

REKLAMASI LAHAN BEKAS PENAMBANGAN REKLAMASI LAHAN BEKAS PENAMBANGAN PENDAHULUAN Masalah utama yang timbul pada wilayah bekas tambang adalah perubahan lingkungan. Perubahan kimiawi berdampak terhadap air tanah dan air permukaan. Perubahan

Lebih terperinci

EVALUASI PENGELOLAAN TEMPAT PEMROSESAN AKHIR SAMPAH (TPA) GUNUNG PANGGUNG DI KABUPATEN TUBAN MENUJU SISTEM SANITARY LANDFILL

EVALUASI PENGELOLAAN TEMPAT PEMROSESAN AKHIR SAMPAH (TPA) GUNUNG PANGGUNG DI KABUPATEN TUBAN MENUJU SISTEM SANITARY LANDFILL EVALUASI PENGELOLAAN TEMPAT PEMROSESAN AKHIR SAMPAH (TPA) GUNUNG PANGGUNG DI KABUPATEN TUBAN MENUJU SISTEM SANITARY LANDFILL Siti Umi Hanik1 dan Yulinah Trihadiningrum Jurusan Teknik Lingkungan, FTSP Program

Lebih terperinci

BAB III METODE PERECANAAN. 7044`55011`` sampai 8026`35045`` Lintang Selatan. 3.2 Lokasi

BAB III METODE PERECANAAN. 7044`55011`` sampai 8026`35045`` Lintang Selatan. 3.2 Lokasi BAB III METDE PEREANAAN 3.1 Umum TPA Randuagung terletak disebelah Utara Kabupaten Malang. Secara administratif berada di Desa Randuagung, Kecamatan Singosari. Secara geografis Kabupaten Malang terletak

Lebih terperinci

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sampah merupakan sisa-sisa aktivitas manusia dan lingkungan yang sudah tidak diinginkan lagi keberadaannya. Sampah sudah semestinya dikumpulkan dalam suatu tempat

Lebih terperinci

Drainase Lapangan Olahraga

Drainase Lapangan Olahraga Drainase Lapangan Olahraga Pendahuluan Sistem drainase untuk lapangan olah raga bertujuan untuk mengeringkan lapangan agar tidak terjadi genangan air bila terjadi hujan, karena bila timbul genangan air

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Air merupakan sumber daya alam yang sangat diperlukan bagi kelangsungan hidup seluruh makhluk, terutama manusia. Dua pertiga wilayah bumi terdiri dari lautan

Lebih terperinci

WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN WALIKOTA PROBOLINGGO NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PEMANFAATAN AIR HUJAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PROBOLINGGO Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Hidrologi Menurut (Triatmodjo, 2008:1).Hidrologi merupakan ilmu yang berkaitan dengan air di bumi, baik mengenai terjadinya, peredaran dan penyebarannya. Penerapan ilmu hidrologi

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI A. Hidrologi Menurut Triatmodjo (2008), Hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air di bumi, baik mengenai terjadinya,

BAB III LANDASAN TEORI A. Hidrologi Menurut Triatmodjo (2008), Hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air di bumi, baik mengenai terjadinya, BAB III LANDASAN TEORI A. Hidrologi Menurut Triatmodjo (2008), Hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air di bumi, baik mengenai terjadinya, peredaran dan penyebarannya, sifatsifatnya dan hubungan

Lebih terperinci

Tata cara perencanaan sumur resapan air hujan untuk lahan pekarangan

Tata cara perencanaan sumur resapan air hujan untuk lahan pekarangan Pt T-22-2000-C PETUNJUK TEKNIS Tata cara perencanaan sumur resapan air hujan untuk lahan pekarangan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH 1 KATA PENGANTAR Tata Cara Perencanaan Sumur Resapan Air

Lebih terperinci

BAB IV DASAR PERENCANAAN

BAB IV DASAR PERENCANAAN BAB IV DASAR PERENCANAAN IV.1. Umum Pada bab ini berisi dasar-dasar perencanaan yang diperlukan dalam merencanakan sistem penyaluran dan proses pengolahan air buangan domestik di Ujung Berung Regency yang

Lebih terperinci

KLASIFIKASI LIMBAH. Oleh: Tim pengampu mata kuliah Sanitasi dan Pengolahan Limbah

KLASIFIKASI LIMBAH. Oleh: Tim pengampu mata kuliah Sanitasi dan Pengolahan Limbah KLASIFIKASI LIMBAH Oleh: Tim pengampu mata kuliah Sanitasi dan Pengolahan Limbah 1 Pengertian Limbah Limbah: "Zat atau bahan yang dibuang atau dimaksudkan untuk dibuang atau diperlukan untuk dibuang oleh

Lebih terperinci

KONSEP PENGEMBANGAN SUMUR RESAPAN DI KAMPUNG HIJAU KELURAHAN TLOGOMAS KOTA MALANG

KONSEP PENGEMBANGAN SUMUR RESAPAN DI KAMPUNG HIJAU KELURAHAN TLOGOMAS KOTA MALANG KONSEP PENGEMBANGAN SUMUR RESAPAN DI KAMPUNG HIJAU KELURAHAN TLOGOMAS KOTA MALANG Titik Poerwati Leonardus F. Dhari Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota Institut Teknologi Nasional Malang ABSTRAKSI

Lebih terperinci

PENCEMARAN LINGKUNGAN. Purwanti Widhy H, M.Pd

PENCEMARAN LINGKUNGAN. Purwanti Widhy H, M.Pd PENCEMARAN LINGKUNGAN Purwanti Widhy H, M.Pd Pengertian pencemaran lingkungan Proses terjadinya pencemaran lingkungan Jenis-jenis pencemaran lingkungan PENGERTIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN Berdasarkan UU Pokok

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Setelah dilakukan penelitian dengan mengumpulkan data skunder dari instansi terkait, dan data primer hasil observasi dan wawancara maka dapat diperoleh

Lebih terperinci

: 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

: 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; WALIKOTA MAKASSAR PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN WALIKOTA MAKASSAR NOMOR 70 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN KONSERVASI AIR TANAH MELALUI SUMUR RESAPAN DAN LUBANG RESAPAN BIOPORI Menimbang DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR

TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR A. UMUM 1. Pengertian TPA Tempat Pembuangan Akhir (TPA) merupakan tempat dimana sampah mencapai tahap terakhir dalam pengelolaannya sejak mulai timbul di sumber, pengumpulan, pemindahan/pengangkutan,

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. diperoleh peneliti yaitu dari Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. diperoleh peneliti yaitu dari Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Data yang diperoleh dalam penelitian ini bersumber dari instansi yang terkait dengan penelitian, melaksanakan observasi langsung di Tempat Pembuangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. biasanya disertai dengan perkembangan teknologi yang sangat pesat.

BAB I PENDAHULUAN. biasanya disertai dengan perkembangan teknologi yang sangat pesat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Secara umum perkembangan jumlah penduduk yang semakin besar biasanya disertai dengan perkembangan teknologi yang sangat pesat. Perkembangan tersebut membawa

Lebih terperinci

EVALUASI PENGELOLAAN SAMPAH DI TPA SEGAWE KABUPATEN TULUNGAGUNG MENUJU SANITARY LANDFILL

EVALUASI PENGELOLAAN SAMPAH DI TPA SEGAWE KABUPATEN TULUNGAGUNG MENUJU SANITARY LANDFILL EVALUASI PENGELOLAAN SAMPAH DI TPA SEGAWE KABUPATEN TULUNGAGUNG MENUJU SANITARY LANDFILL Niken Setyawati Trianasari dan Yulinah Trihadiningrum Jurusan Teknik Lingkungan, FTSP Program Pascasarjana, Institut

Lebih terperinci

PENGELOLAAN PERSAMPAHAN

PENGELOLAAN PERSAMPAHAN PENGELOLAAN PERSAMPAHAN 1. LATAR BELAKANG PENGELOLAAN SAMPAH SNI 19-2454-1991 tentang Tata Cara Pengelolaan Teknik Sampah Perkotaan, mendefinisikan sampah sebagai limbah yang bersifat padat, terdiri atas

Lebih terperinci

Teknik Bioremediasi Hidrokarbon

Teknik Bioremediasi Hidrokarbon MATERI KULIAH BIOREMEDIASI TANAH Prodi Agroteknologi UPNVY Minat Sumber Daya Lahan Pertemuan ke 11 Teknik Bioremediasi Hidrokarbon Ir. Sri Sumarsih, MP Sumarsih_03@yahoo.com Sumarsih07.wordpress.com Peraturan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Mulai tahap perencanaan hingga tahap analisis, penelitian dilaksanakan berdasarkan sumber yang berkaitan dengan topik yang dipilih, yaitu penelitian tentang agregat

Lebih terperinci

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi 3.2 Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain alat tulis dan kamera digital. Dalam pengolahan data menggunakan software AutoCAD, Adobe Photoshop, dan ArcView 3.2 serta menggunakan hardware

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1994 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1994 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1994 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa lingkungan hidup perlu dijaga kelestariannya

Lebih terperinci

PETUNJUK PRAKTIS PEMELIHARAAN RUTIN JALAN

PETUNJUK PRAKTIS PEMELIHARAAN RUTIN JALAN PEMELIHARAAN RUTIN JALAN DAN JEMBATAN PETUNJUK PRAKTIS PEMELIHARAAN RUTIN JALAN UPR. 02 UPR. 02.4 PEMELIHARAAN RUTIN TALUD & DINDING PENAHAN TANAH AGUSTUS 1992 DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL

Lebih terperinci

PENDAHULUAN BAB Latar Belakang Masalah

PENDAHULUAN BAB Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bencana ekologis nasional lumpur panas yang terjadi di Kabupaten Sidoarjo Propinsi Jawa Timur dimulai pada tanggal 28 Mei 2006, saat gas beracun dan lumpur

Lebih terperinci

TL-3230 SEWERAGE & DRAINAGE. DETAIL INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH SISTEM SETEMPAT (On site system 1)

TL-3230 SEWERAGE & DRAINAGE. DETAIL INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH SISTEM SETEMPAT (On site system 1) TL-3230 SEWERAGE & DRAINAGE DETAIL INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH SISTEM SETEMPAT (On site system 1) Penempatan Pengolahan Air Limbah 1. Pengolahan sistem terpusat (off site) 2. Pengolahan sistem di tempat

Lebih terperinci

Perencanaan Sistem Drainase Pembangunan Hotel di Jalan Embong Sawo No. 8 Surabaya

Perencanaan Sistem Drainase Pembangunan Hotel di Jalan Embong Sawo No. 8 Surabaya JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (013) 1-6 1 Perencanaan Sistem Drainase Pembangunan Hotel di Jalan Embong Sawo No. 8 Surabaya Tjia An Bing, Mahendra Andiek M, Fifi Sofia Jurusan Teknik Sipil, Fakultas

Lebih terperinci

Suatu kriteria yang dipakai Perancang sebagai pedoman untuk merancang

Suatu kriteria yang dipakai Perancang sebagai pedoman untuk merancang Kriteria Desain Kriteria Desain Suatu kriteria yang dipakai Perancang sebagai pedoman untuk merancang Perancang diharapkan mampu menggunakan kriteria secara tepat dengan melihat kondisi sebenarnya dengan

Lebih terperinci

BAB II METODOLOGI PENELITIAN

BAB II METODOLOGI PENELITIAN BAB II METODOLOGI PENELITIAN Flow Chart Pengerjaan Tugas Akhir PERMASALAHAN Perlunya kajian mengenai permasalahan terkait dengan perubahan tata guna lahan, berkurangnya volume air tanah dan permasalahan

Lebih terperinci

TATA CARA PEMBUATAN RENCANA INDUK DRAINASE PERKOTAAN

TATA CARA PEMBUATAN RENCANA INDUK DRAINASE PERKOTAAN 1. PENDAHULUAN TATA CARA PEMBUATAN RENCANA INDUK DRAINASE PERKOTAAN Seiring dengan pertumbuhan perkotaan yang amat pesat di Indonesia, permasalahan drainase perkotaan semakin meningkat pula. Pada umumnya

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Hidrologi

BAB III LANDASAN TEORI. A. Hidrologi BAB III LANDASAN TEORI A. Hidrologi Hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air di bumi, baik mengenai terjadinya, peredaran dan penyebarannya, sifat-sifatnya dan hubungan dengan lingkungannya terutama

Lebih terperinci

JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA PENCEMARAN Polusi atau pencemaran lingkungan adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat energi, dan atau

Lebih terperinci

KAJIAN PENGEMBANGAN SUMUR RESAPAN AIR HUJAN

KAJIAN PENGEMBANGAN SUMUR RESAPAN AIR HUJAN Spectra Nomor 11 Volume VI Januari 008: 8-1 KAJIAN PENGEMBANGAN SUMUR RESAPAN AIR HUJAN Ibnu Hidayat P.J. Dosen Teknik Pengairan FTSP ITN Malang ABSTRAKSI Air hujan yang jatuh ke permukaan tanah sebagian

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI PENELITIAN. temuan dan analisis terhadap area rawa yang direklamasi menjadi kawasan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI PENELITIAN. temuan dan analisis terhadap area rawa yang direklamasi menjadi kawasan BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI PENELITIAN 5.1 Kesimpulan Penelitian Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini merupakan hasil temuan dan analisis terhadap area rawa yang direklamasi menjadi kawasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Air merupakan sesuatu yang sangat dibutuhkan oleh makhluk hidup,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Air merupakan sesuatu yang sangat dibutuhkan oleh makhluk hidup, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sesuatu yang sangat dibutuhkan oleh makhluk hidup, sehingga keberadaan air dalam jumlah yang cukup mutlak diperlukan untuk menjaga keberlangsungan hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sampah adalah material sisa yang tidak diinginkan setelah berakhirnya suatu proses. Sampah merupakan konsep buatan dan konsekuensi dari adanya aktivitas manusia. Di

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik 4.1.1 Wilayah Administrasi Kota Bandung merupakan Ibukota Propinsi Jawa Barat. Kota Bandung terletak pada 6 o 49 58 hingga 6 o 58 38 Lintang Selatan dan 107 o 32 32 hingga

Lebih terperinci

ANALISIS DAN SINTESIS

ANALISIS DAN SINTESIS 55 ANALISIS DAN SINTESIS Lokasi Lokasi PT Pindo Deli Pulp and Paper Mills yang terlalu dekat dengan pemukiman penduduk dikhawatirkan dapat berakibat buruk bagi masyarakat di sekitar kawasan industri PT

Lebih terperinci

EVALUASI PENGELOLAAN SAMPAH DI TPA GUNUNG PANGGUNG KABUPATEN TUBAN MENUJU SISTEM SANITARY LANDFILL

EVALUASI PENGELOLAAN SAMPAH DI TPA GUNUNG PANGGUNG KABUPATEN TUBAN MENUJU SISTEM SANITARY LANDFILL TESIS EVALUASI PENGELOLAAN SAMPAH DI TPA GUNUNG PANGGUNG KABUPATEN TUBAN MENUJU SISTEM SANITARY LANDFILL DOSEN PEMBIMBING : Prof. YULINAH TRIHADININGRUM, M.App. Sc OLEH : SITI UMI HANIK NRP. 3308 202 001

Lebih terperinci

PERSYARATAN JARINGAN DRAINASE

PERSYARATAN JARINGAN DRAINASE PERSYARATAN JARINGAN DRAINASE Untuk merancang suatu sistem drainase, yang harus diketahui adalah jumlah air yang harus dibuang dari lahan dalam jangka waktu tertentu, hal ini dilakukan untuk menghindari

Lebih terperinci

BAB 12 UJI COBA PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK INDIVIDUAL DENGAN PROSES BIOFILTER ANAEROBIK

BAB 12 UJI COBA PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK INDIVIDUAL DENGAN PROSES BIOFILTER ANAEROBIK BAB 12 UJI COBA PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK INDIVIDUAL DENGAN PROSES BIOFILTER ANAEROBIK 286 12.1 PENDAHULUAN 12.1.1 Permasalahan Masalah pencemaran lingkungan di kota besar misalnya di Jakarta, telah

Lebih terperinci

AMDAL. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan By Salmani, ST, MS, MT.

AMDAL. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan By Salmani, ST, MS, MT. AMDAL Analisis Mengenai Dampak Lingkungan By Salmani, ST, MS, MT. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN UULH = Undang-Undang Lingkungan Hidup no 23 Tahun 1997, yang paling baru adalah UU no 3 tahun 2009 tentang

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Hidrologi Hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air di bumi, baik mengenai terjadinya, peredaran dan penyebarannya, sifat sifatnya dan hubungan dengan lingkungannya terutama

Lebih terperinci

AIR Banjir dan Permasalahannya Di kota medan

AIR Banjir dan Permasalahannya Di kota medan AIR Banjir dan Permasalahannya Di kota medan DIPRESENTASIKAN OLEH : 1. MAGDALENA ERMIYANTI SINAGA (10600125) 2. MARSAHALA R SITUMORANG (10600248) 3. SANTI LESTARI HASIBUAN (10600145) 4. SUSI MARIA TAMPUBOLON

Lebih terperinci

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 43 Tahun 1996 Tentang : Kriteria Kerusakan Lingkungan Bagi Usaha Atau Kegiatan Penambangan Bahan Galian Golongan C Jenis Lepas Di Dataran MENTERI NEGARA LINGKUNGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Umum Setiap manusia akan menimbulkan buangan baik cairan, padatan maupun

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Umum Setiap manusia akan menimbulkan buangan baik cairan, padatan maupun BAB I PENDAHULUAN I.1 Umum Setiap manusia akan menimbulkan buangan baik cairan, padatan maupun dalam bentuk gas. Buangan cair yang berasal dari masyarakat yang di kenal sebagai air buangan atau air limbah

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG KRITERIA KERUSAKAN LAHAN PENAMBANGAN SISTEM TAMBANG TERBUKA DI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang Mengingat : a. bahwa

Lebih terperinci

Nama : Putri Kendaliman Wulandari NPM : Jurusan : Teknik Industri Pembimbing : Dr. Ir. Rakhma Oktavina, M.T Ratih Wulandari, S.T, M.

Nama : Putri Kendaliman Wulandari NPM : Jurusan : Teknik Industri Pembimbing : Dr. Ir. Rakhma Oktavina, M.T Ratih Wulandari, S.T, M. Nama : Putri Kendaliman Wulandari NPM : 35410453 Jurusan : Teknik Industri Pembimbing : Dr. Ir. Rakhma Oktavina, M.T Ratih Wulandari, S.T, M.T TUGAS AKHIR USULAN PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DAN KINERJA LINGKUNGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utama pencemaran udara di daerah perkotaan. Kendaraan bermotor merupakan

BAB I PENDAHULUAN. utama pencemaran udara di daerah perkotaan. Kendaraan bermotor merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Aktivitas transportasi khususnya kendaraan bermotor merupakan sumber utama pencemaran udara di daerah perkotaan. Kendaraan bermotor merupakan kendaraan yang digerakan

Lebih terperinci

ANALISIS KONSENTRASI GAS HIDROGEN SULFIDA (H2S) DI UDARA AMBIEN KAWASAN LOKASI PEMBUANGAN AKHIR (LPA) SAMPAH AIR DINGIN KOTA PADANG TUGAS AKHIR

ANALISIS KONSENTRASI GAS HIDROGEN SULFIDA (H2S) DI UDARA AMBIEN KAWASAN LOKASI PEMBUANGAN AKHIR (LPA) SAMPAH AIR DINGIN KOTA PADANG TUGAS AKHIR ANALISIS KONSENTRASI GAS HIDROGEN SULFIDA (H2S) DI UDARA AMBIEN KAWASAN LOKASI PEMBUANGAN AKHIR (LPA) SAMPAH AIR DINGIN KOTA PADANG TUGAS AKHIR OLEH ELGA MARDIA BP. 07174025 JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS

Lebih terperinci

SOLUSI MENGATASI BANJIR DAN MENURUNNYA PERMUKAAN AIR TANAH PADA KAWASAN PERUMAHAN

SOLUSI MENGATASI BANJIR DAN MENURUNNYA PERMUKAAN AIR TANAH PADA KAWASAN PERUMAHAN SOLUSI MENGATASI BANJIR DAN MENURUNNYA PERMUKAAN AIR TANAH PADA KAWASAN PERUMAHAN Oleh: Rachmat Mulyana P 062030031 E-mail : rachmatm2003@yahoo.com Abstrak Banjir dan menurunnya permukaan air tanah banyak

Lebih terperinci

X. BIOREMEDIASI TANAH. Kompetensi: Menjelaskan rekayasa bioproses yang digunakan untuk bioremediasi tanah

X. BIOREMEDIASI TANAH. Kompetensi: Menjelaskan rekayasa bioproses yang digunakan untuk bioremediasi tanah X. BIOREMEDIASI TANAH Kompetensi: Menjelaskan rekayasa bioproses yang digunakan untuk bioremediasi tanah A. Composting Bahan-bahan yang tercemar dicampur dengan bahan organik padat yang relatif mudah terombak,

Lebih terperinci

Lampiran I Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : Tahun 2014 Tanggal :

Lampiran I Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : Tahun 2014 Tanggal : Lampiran I Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : Tahun 2014 Tanggal : KETENTUAN DAN PERSYARATAN TEKNIS PENGELOLAAN DAN BAKU MUTU AIR LIMBAH I. INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL) Penanggung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mil laut dengan negara tetangga Singapura. Posisi yang strategis ini menempatkan

BAB I PENDAHULUAN. mil laut dengan negara tetangga Singapura. Posisi yang strategis ini menempatkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Batam merupakan salah satu kota di Propinsi Kepulauan Riau yang perkembangannya cukup pesat yang secara geografis memiliki letak yang sangat strategis karena

Lebih terperinci

Berfungsi mengendalikan limpasan air di permukaan jalan dan dari daerah. - Membawa air dari permukaan ke pembuangan air.

Berfungsi mengendalikan limpasan air di permukaan jalan dan dari daerah. - Membawa air dari permukaan ke pembuangan air. 4.4 Perhitungan Saluran Samping Jalan Fungsi Saluran Jalan Berfungsi mengendalikan limpasan air di permukaan jalan dan dari daerah sekitarnya agar tidak merusak konstruksi jalan. Fungsi utama : - Membawa

Lebih terperinci

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, S A L I N A N PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 13 TAHUN 2007 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PENGELOLAAN AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN HULU MINYAK DAN GAS SERTA PANAS BUMI DENGAN

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PERSETUJUAN... KATA PENGANTAR... PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR PETA... DAFTAR LAMPIRAN... INTISARI... ABSTRACT...

Lebih terperinci

BAB PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI TEPUNG BERAS

BAB PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI TEPUNG BERAS BAB PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI TEPUNG BERAS 13.1. Pendahuluan Tepung beras merupakan bahan baku makanan yang sangat luas sekali penggunaannya. Tepung beras dipakai sebagai bahan pembuat roti, mie dan

Lebih terperinci

Tabel Hasil Proses Pelingkupan

Tabel Hasil Proses Pelingkupan Tabel 2.50. Hasil Proses No. menimbulkan A. Tahap Pra 1. Sosialisasi Permen 17 tahun 2012 tentang Keterlibatan Masyarakat Dalam ProsesAMDAL dan Izin Lingkungan terkena Sosial Budaya Munculnya sikap Evaluasi

Lebih terperinci

KRITERIA PERENCANAAN BENDUNG KARET

KRITERIA PERENCANAAN BENDUNG KARET KRITERIA PERENCANAAN BENDUNG KARET Bendung karet adalah bendung gerak yang terbuat dari tabung karet yang mengembang sebagai sarana operasi pembendungan air. Berdasarkan media pengisi tabung karet, ada

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Daerah Aliran Sungai (DAS) Definisi daerah aliran sungai dapat berbeda-beda menurut pandangan dari berbagai aspek, diantaranya menurut kamus penataan ruang dan wilayah,

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Statistik (2015), penduduk Indonesia mengalami kenaikan sebesar 1,4 %

BAB I. PENDAHULUAN. Statistik (2015), penduduk Indonesia mengalami kenaikan sebesar 1,4 % BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang memiliki jumlah penduduk yang semakin meningkat pada setiap tahunnya.berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (2015),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gas/uap. Maka dari itu, bumi merupaka satu-satunya planet dalam Tata Surya. yang memiliki kehidupan (Kodoatie, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. gas/uap. Maka dari itu, bumi merupaka satu-satunya planet dalam Tata Surya. yang memiliki kehidupan (Kodoatie, 2012). 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Air adalah salah satu kekayaan alam yang ada di bumi. Air merupakan salah satu material pembentuk kehidupan di bumi. Tidak ada satu pun planet di jagad raya ini yang

Lebih terperinci

BAB III KONDISI EKSISTING DKI JAKARTA

BAB III KONDISI EKSISTING DKI JAKARTA BAB III KONDISI EKSISTING DKI JAKARTA Sejalan dengan tingginya laju pertumbuhan penduduk kota Jakarta, hal ini berdampak langsung terhadap meningkatnya kebutuhan air bersih. Dengan meningkatnya permintaan

Lebih terperinci

KESESUAIAN LOKASI PERUMAHAN

KESESUAIAN LOKASI PERUMAHAN KESESUAIAN LOKASI PERUMAHAN Kesesuaian lokasi perumahan di Wilayah Gedebage Kota Bandung didasarkan pada hasil evaluasi. Evaluasi kesesuaian lahan adalah suatu evaluasi yang akan memberikan gambaran tingkat

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. masih merupakan tulang pungung pembangunan nasional. Salah satu fungsi lingkungan

1. PENDAHULUAN. masih merupakan tulang pungung pembangunan nasional. Salah satu fungsi lingkungan 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air sungai merupakan salah satu komponen lingkungan yang memiliki fungsi penting bagi kehidupan manusia, termasuk untuk menunjang pembangunan ekonomi yang hingga saat ini

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemanfaatan sumber daya alam yang semakin meningkat tanpa memperhitungkan kemampuan lingkungan telah menimbulkan berbagai masalah. Salah satu masalah lingkungan di

Lebih terperinci

JENIS DAN KOMPONEN SPALD

JENIS DAN KOMPONEN SPALD LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT NOMOR 04/PRT/M/2017 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK JENIS DAN KOMPONEN SPALD A. KLASIFIKASI SISTEM PENGELOLAAN

Lebih terperinci

BARANG TAMBANG INDONESIA II. Tujuan Pembelajaran

BARANG TAMBANG INDONESIA II. Tujuan Pembelajaran K-13 Geografi K e l a s XI BARANG TAMBANG INDONESIA II Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami kegiatan pertambangan. 2. Memahami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perubahan lingkungan udara pada umumnya disebabkan oleh pencemaran,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perubahan lingkungan udara pada umumnya disebabkan oleh pencemaran, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan lingkungan udara pada umumnya disebabkan oleh pencemaran, yaitu masuknya zat pencemar yang berbentuk gas, partikel kecil atau aerosol ke dalam udara (Soedomo,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. 3.1 Prinsip Pemilihan TPA

BAB III METODOLOGI. 3.1 Prinsip Pemilihan TPA BAB III METODOLOGI 3.1 Prinsip Pemilihan TPA Salah satu kendala pembatas dalam peneterapan metoda pengurugan sampah dalam tanah, misalnya metoda lahan-urug, adalah pemilihan lokasi yang cocok baik dilihat

Lebih terperinci

TEKNOLOGI KONSERVASI AIR TANAH DENGAN SUMUR RESAPAN

TEKNOLOGI KONSERVASI AIR TANAH DENGAN SUMUR RESAPAN TEKNOLOGI KONSERVASI AIR TANAH DENGAN SUMUR RESAPAN Oleh Kelompok Teknologi Pengelolaan Air Bersih dan Limbah Cair Direktorat Teknologi Lingkungan, Deputi Bidang Teknologi Informasi, Energi, Material dan

Lebih terperinci

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG,

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG, WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG, Menimbang : a. bahwa air tanah mempunyai peran yang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN, PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.59/Menlhk/Setjen/Kum.1/7/2016 TENTANG BAKU MUTU LINDI BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN TEMPAT PEMROSESAN AKHIR SAMPAH DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

DRAINASE BAWAH PERMUKAAN (SUB SURFACE)

DRAINASE BAWAH PERMUKAAN (SUB SURFACE) BAB 5 DRAINASE BAWAH PERMUKAAN (SUB SURFACE) Tujuan Untuk mengeringkan lahan agar tidak terjadi genangan air apabila terjadi hujan. Lahan pertanian, dampak Genangan di lahan: Akar busuk daun busuk tanaman

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 8 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG SUNGAI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 8 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG SUNGAI LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 8 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LEBAK, Menimbang : Mengingat : a. bahwa sungai

Lebih terperinci

EVALUASI KAPASITAS LAHAN TPA LADANG LAWEH DI KABUPATEN PADANG PARIAMAN MENUJU PENERAPAN SISTEM CONTROLLED LANDFILL

EVALUASI KAPASITAS LAHAN TPA LADANG LAWEH DI KABUPATEN PADANG PARIAMAN MENUJU PENERAPAN SISTEM CONTROLLED LANDFILL EVALUASI KAPASITAS LAHAN TPA LADANG LAWEH DI KABUPATEN PADANG PARIAMAN MENUJU PENERAPAN SISTEM CONTROLLED LANDFILL Rofihendra 1 dan Yulinah Trihadiningrum 2 1 Mahasiswa Program Magister Teknik Prasarana

Lebih terperinci

tidak ditetapkan air bawah tanah, karena permukaan air tanah selalu berubah sesuai dengan musim dan tingkat pemakaian (Sri Harto, 1993).

tidak ditetapkan air bawah tanah, karena permukaan air tanah selalu berubah sesuai dengan musim dan tingkat pemakaian (Sri Harto, 1993). batas topografi yang berarti ditetapkan berdasarkan aliran air permukaan. Batas ini tidak ditetapkan air bawah tanah, karena permukaan air tanah selalu berubah sesuai dengan musim dan tingkat pemakaian

Lebih terperinci