Lampiran I Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : Tahun 2014 Tanggal :
|
|
- Ratna Atmadja
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 Lampiran I Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : Tahun 2014 Tanggal : KETENTUAN DAN PERSYARATAN TEKNIS PENGELOLAAN DAN BAKU MUTU AIR LIMBAH I. INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL) Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan wajib memiliki Instalasi pengolahan air limbah (IPAL) dan harus memenuhi ketentuan dan persyaratan teknis sebagai berikut : A. Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) 1. Desain IPAL wajib memperhatikan waktu tinggal dan volume air limbah serta dirancang mampu mengolah seluruh air limbah yang dihasilkan dengan safety allowance minimal sebesar 20%; 2. Khusus untuk IPAL terbuka wajib memperhatikan curah hujan dan permukaan air limbah wajib berada minimal 20 cm di bawah bibir permukaan setiap kolam limbah. 3. Dasar IPAL, tanggul IPAL dan atau permukaan IPAL wajib kedap air sehingga tidak terjadi perembesan air limbah keluar ke lingkungan (permeabialitas 10-7 cm/detik), (misalkan : dengan cara dipadatkan, di beton, menggunakan tangki atau dengan menggunakan lapisan/layer ). 4. IPAL wajib dilengkapi dengan alat ukur debit di titik masuk IPAL (influent/inlet) dan titik keluar IPAL (effluent/outlet) 5. IPAL wajib dilengkapi dengan sumur pantau (upstream dan downstream), dalam penentuan lokasi sumur pantau IPAL didasarkan pada hasil kajian peta hidrogeologi (peta kontur air tanah) B. Penentuan Titik Penaatan 1. Titik masuk IPAL (influent/inlet) Titik penaatan ditetapkan setelah melewati alat ukur debit di titik masuk IPAL (influent/inlet) 2. Pembuangan air Limbah Titik penaatan ditetapkan setelah melewati alat ukur debit di titik keluar IPAL (effluent/outlet) namun belum tercampur dengan air dari sumber lainnya dan dapat digambarkan sebagai berikut : Lampiran I Peraturan MENLH : Pengelolaan limbah industri minyak sawit 1
2 E A B C D F A B C D E F : Pabrik : Alat Ukur Debit inlet : IPAL : Alat Ukur Debit Outlet : Titik penataan pembuangan air limbah : Sumber Air (sungai, rawa dsb) Gambar I. 1. Titik Penaatan Pembuangan 3. Pemanfaatan air limbah ke tanah di lahan perkebunan Perusahaan wajib menyediakan tempat diluar IPAL (bak penampung) sebelum lahan pemanfaatan sebagai titik penaatan, hal tersebut dimaksudkan : a. Agar titik penaatan tidak berpindah-pindah b. Agar memudahkan pengambilan sampel c. Agar sampel lebih representative mewakili air limbah yang dipompakan ke tanah di lahan perkebunan Titik penaatan ditetapkan sebelum di pompa/dialirkan namun belum tercampur dengan air dari sumber lainnya dan dapat digambarkan sebagai berikut : Lampiran I Peraturan MENLH : Pengelolaan limbah industri minyak sawit 2
3 E F E G A B C D H A B C D E F G H : Pabrik : Alat Ukur Debit inlet : IPAL : Bak Penampung : Titik penataan pemanfaatan air limbah : Pompa : Alat Ukur Debit Outlet pemanfaatan : Lokasi lahan pemanfaatan air limbah ke tanah di lahan perkebunan Gambar I. 2. Titik Penaatan Pemanfaatan air limbah ke tanah di lahan perkebunan II. PEMBUANGAN AIR LIMBAH Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang melakukan pembuangan air limbah, wajib memenuhi ketentuan dan persyaratan teknis sebagai berikut : 1. menggunakan sistem saluran air limbah kedap air dari lokasi pabrik menuju IPAL maupun dari outlet IPAL ke titik pembuangan 2. pada saluran air limbah tidak terjadi perembesan dan atau peluapan air limbah ke lingkungan; 3. melakukan pencatatan debit air limbah harian inlet dan outlet IPAL 4. melakukan pencatatan ph dan COD harian air limbah di outlet IPAL; 5. tidak melakukan pengenceran air limbah ke dalam aliran buangan air limbah; 6. melakukan pencatatan jumlah bahan baku dan produk harian senyatanya; 7. memisahkan saluran pembuangan air limbah dengan saluran limpasan air hujan; 8. menetapkan titik penaatan untuk pengambilan contoh uji; 9. mengadakan sarana dan prosedur penanggulangan keadaan darurat. Lampiran I Peraturan MENLH : Pengelolaan limbah industri minyak sawit 3
4 III. PEMANFAATAN AIR LIMBAH 1. PEMANFAATAN AIR LIMBAH KE TANAH DI LAHAN PERKEBUNAN (land application) a. PENGKAJIAN Penanggung jawab usaha dan atau kegiatan yang akan melakukan pemanfaatan air limbah ke tanah di lahan perkebunan wajib melakukan pengkajian: Pengkajian di dalam pemanfaatan air limbah ke tanah di lahan perkebunan ini mencakup : 1) Luasan lahan yang akan diaplikasikan yang dilengkapi dengan peta; 2) Rencana pengaplikasian air limbah, mencakup: jumlah, dosis dan rotasi pemanfaatan air limbah; 3) Data Curah hujan di wilayah pemanfaatan air limbah ke tanah di lahan perkebunan 10 tahun terakhir dari stasiun terdekat; 4) Data hidrogeologis (kontur air tanah) pada lahan yang akan diaplikasikan dan lahan kontrol dengan dilengkapi peta; 5) Data rona awal kualitas air tanah di lahan yang akan diaplikasikan; 6) Data kedalaman muka air tanah pada lahan yang akan diaplikasikan dan lahan kontrol; 7) Data terhadap peruntukan lahan (misal gambut, rawa, kars) pada lahan yang akan diaplikasikan dan lahan kontrol dilengkapi dengan peta geomorfologi/fisiografi; 8) Data terhadap jenis, sifat fisik dan kimia tanah pada lahan yang akan diaplikasikan dan lahan kontrol dilengkapi dengan peta; 9) Data terhadap topografi (kelerengan) lahan yang akan diaplikasikan dilengkapi dengan peta; 10) Data permeabilitas dan porositas tanah 11) Manfaat pengaplikasian air limbah ke tanah di lahan perkebunan (pengurangan pupuk, peningkatan produksi) Data tersebut dijadikan dasar sebagai bahan kajian untuk mengetahui dampak dari pemanfaatan air limbah ke tanah sebagai salah satu persyaratan dalam pengajuan izin pengelolaan air limbah. b. PELAKSANAAN PEMANFAATAN AIR LIMBAH 1) LOKASI PEMANFAATAN AIR LIMBAH a.1. Penanggung jawab usaha dan atau kegiatan harus menetapkan luas seluruh lokasi lahan yang akan digunakan untuk pemanfaatan air limbah sebesar Lampiran I Peraturan MENLH : Pengelolaan limbah industri minyak sawit 4
5 minimal 2 (dua) kali luas lokasi hasil perhitungan pengaplikasian air limbah ke lahan sebagai antisipasi apabila ada lahan yang dilakukan peremajaan (replanting). a.2. Lokasi pemanfaatan terluar minimal berjarak 500 m dari pemukiman penduduk dan mendapat persetujuan dari penduduk terdekat dengan lokasi a.3. Penanggung jawab usaha dan atau kegiatan harus menetapkan lokasi yang akan digunakan sebagai kontrol dengan ketentuan: a.3.1. luas lahan sebesar 5-10 persen dari luas lahan yang diusulkan untuk pemanfaatan air limbah. a.3.2. harus mempunyai sifat dan karakteristik tanah serta umur tanaman yang sama dengan lahan yang di aplikasi a.3.3. digunakan sebagai pembanding dampak pemanfaatan air limbah. a.3.4. pemanfaatan air limbah tidak boleh dilakukan di lahan kontrol a.5.5. tidak terpengaruh dengan air limbah yang dimanfaatkan pada lahan aplikasi berdasarkan peta hidrogeologis dan/atau topografi tanah 2) KETENTUAN DAN PERSYARATAN TEKNIS Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang melakukan pemanfaatan air limbah ke tanah di lahan perkebunan wajib memenuhi ketentuan dan persyaratan teknis sebagai berikut : a) Seluruh ketentuan dan persyaratan teknis yang ada di dalam ketentuan dan persyaratan teknis pembuangan air limbah b) menggunakan sistem saluran air limbah kedap air dari lokasi pabrik menuju IPAL maupun dari outlet IPAL ke lahan aplikasi c) Pemanfaatan air limbah ke lahan hanya dapat dilakukan pada lahan sebagai berikut : b.1. bukan lahan gambut; b.2. lahan dengan permeabilitas 1,5 cm/jam - 15 cm/jam; b.3. Kedalaman air tanah lebih dari 2 meter; b.4. Lahan dengan kelerengan < 30 %; b.5. Intensitas curah hujan rata-rata < 2400 mm per tahun dan b.6. Porositas tanah > 30 % Perhitungan porositas sebagi berikut : Porositas (n) ( ) : Berat Volume Tanah : Berat Jenis Tanah Lampiran I Peraturan MENLH : Pengelolaan limbah industri minyak sawit 5
6 d) Menggunakan sistem pengaliran aplikasi tertutup dan tidak berhubungan dengan badan air (sungai, danau, dan lain-lain) e) Membuat saluran buffer agar tidak terjadi limpasan air limbah yang diaplikasikan, sehingga tidak ada air larian (run off) yang masuk ke sumber air dan/atau ke lahan diluar lahan yang diizinkan untuk dilakukan aplikasi; f) Kedalaman parit/saluran/rorak tidak boleh lebih dalam dari 75 cm; g) Memiliki sumur pantau di lahan aplikasi di setiap blok di lokasi lahan yang dilakukan pemanfaatan air limbah ke tanah dengan posisi diantara rorak, untuk melihat kedalaman air tanah dan ini tidak perlu dilakukan uji kualitas air tanahnya. h) Memiliki sumur pantau di up stream atau lahan control dan down stream di lahan aplikasi dengan kedalaman maksimum 10 meter untuk melihat dampak pemanfaatan air limbah ke tanah, penetapan lokasi sumur pantau berdasarkan peta hidrogeologis (kontour air tanah) dan/atau topografi tanah. Lokasi sumur pantau tersebut yang dilakukan uji kualitas air tanahnya. 1 2 Keterangan 1 2 : Arah aliran air tanah : Lahan Kontrol (kebun kelapa sawit yang tidak dialiri/tidak terpengaruh air limbah) : Kebun kelapa sawit yang dialiri air limbah (lokasi pemanfaatan air limbah) : Garis kontur : Sumur pantau up stream (belum terpengaruh air limbah) : Sumur Pantau down stream Gambar I.3. : Contoh Penentuan Lokasi Sumur Pantau Lampiran I Peraturan MENLH : Pengelolaan limbah industri minyak sawit 6
7 i) Sumur pantau up stream ditentukan pada aliran air tanah tertinggi setelah dievaluasi dari peta konturnya atau di lahan kontrol j) Sumur pantau down stream ditentukan pada aliran air tanah terendah setelah dievaluasi peta konturnya di lahan yang dilakukan pemanfaatan air limbah ke tanah. k) Pembuatan sumur pantau harus memperhatikan keamanan sumur terhadap kontaminasi air hujan dan atau kontaminan lain yang berasal dari luar. l) Penentuan jumlah sumur pantau khususnya sumur pantau down stream ditentukan dengan memperhatikan jenis tanah, dan atau kontur tanah di lokasi lahan yang memanfaatkan air limbah ke tanah. Gambar I. 4. Sket Sumur Pantau Sumber : PPKS ) METODE Metode pemanfaatan air limbah pada tanah dapat menggunakan parit/rorak flatbed system, furrow system, dan/atau long bed system dengan sistem saluran tertutup dan tidak berhubungan dengan badan air (sungai, danau, dan lainlain). Lampiran I Peraturan MENLH : Pengelolaan limbah industri minyak sawit 7
8 a. Flatbed system atau sistem parit datar adalah sistem irigasi yang ditampung dengan kolam-kolam datar bersambung untuk lahan dengan ketinggian relatif tidak sama atau terasiring (Gb.1.5). b. Furrow system (Gb. 1.6) atau sistem parit/saluran alir tertutup. Sistem furrow yang diperbolehkan adalah straight furrow sedangkan untuk zigzag furrow tidak diperbolehkan hal ini karena Zig-zag furrow digunakan di area dimana kecuramannya relatif tinggi (lebih dari 30 %). Straight furrow digunakan di area yang kecuramannya lebih rendah (di bawah 30 derajat). c. Long Bed system (Gb. 1.7) atau sistem saluran panjang berbaris untuk lahan dengan ketinggian sama atau rata dan tanah dengan permeabilitas rendah (daya serap ke dalam tanah tidak bagus). Gambar I.5 Flatbed system Gb. I.6. Furrow system Gb I.7 Long Bed system 4) DOSIS, DEBIT DAN ROTASI PEMANFAATAN: Dosis, debit dan rotasi pemanfaatan harus ditetapkan sebelum perusahaan melakukan pemanfaatan air limbah dan wajib masuk dan/atau dicantumkan didalam izin pemanfaatan air limbah ke tanah di lahan perkebunan. Perhitungan dosis wajib menggunakan faktor curah hujan rata-rata bulanan di lokasi tersebut dengan persamaan berikut : Dosis air limbah = { ( ) ( ) } m 3 /Ha/bulan Curah hujan maks untuk perkebunan kelapa sawit = 200 mm/bulan atau 2400 mm/tahun Rotasi minimum 6 kali/pertahun atau 2 bulan sekali. Lampiran I Peraturan MENLH : Pengelolaan limbah industri minyak sawit 8
9 Mekanisme perhitungan dosis, debit, kebutuhan lokasi dan rotasi penyiraman atau pemanfaatan air limbah dapat menggunakan contoh perhitungan sebagai berikut: Luas Lokasi = Debit air limbah = {(Kapasitas olah Pabrik Kelapa Sawit) x (Rasio produksi air limbah terhadap Produksi TBS)} Rasio ini berkisar antara 0,6 0,8 m 3 limbah/ton TBS diproduksi Dosis air limbah = { ( ) ( ) } m 3 /Ha/bulan Curah hujan maks untuk perkebunan kelapa sawit = 200 mm/bulan atau 2400 mm/tahun. Contoh: a. Kapasistas olah = ton TBS/tahun b. Curah hujan maks = 2400 mm/tahun = 200 mm/bulan c. Curah hujan aktual = 2220 mm/tahun = 185 mm/bulan Dosis air limbah = m 3 /Ha/bulan = 150 m 3 /Ha/bulan = 1800 m 3 /Ha/tahun Dosis penyiraman dapat berubah bila perubahan intensitas curah hujan pada saat aplikasi. Pada curah hujan lebih dari atau sama dengan 200 mm/bulan tidak boleh dilakukan aplikasi air limbah. Debit air limbah Luas Lokasi Kekerapan Pemanfaatan dan Kedalaman rorak Dengan dasar parit/rorak flatbed mempunyai luasan 1/6 dari luas areal perkebunan sawit dan kekerapatan pemanfaatan (rotasi pemanfaatan/penyiraman) = 6 kali per tahun atau sekali per 2 bulan, maka kedalaman parit/rorak yang diperlukan dapat dihitung dengan persamaan berikut: Kedalaman parit/rorak Untuk mencegah aliran larian kedalaman parit/rorak perlu ditambah cm disesuaikan dengan profil curah hujan di areal aplikasi. Mempertimbangkan kedalaman perakaran tanaman kelapa sawit (50 60 cm) kedalaman parit/rorak sebaiknya tidak lebih dari 75 cm. Parit/rorak juga tidak boleh dibuat pada dua baris tanaman kelapa sawit terakhir (paling luar) di areal aplikasi air limbah. 5) PENDISTRIBUSIAN Dalam melakukan pendistribusian air limbah dari titik penaatan (outlet IPAL) ke lahan pemanfaatan hanya diperbolehkan menggunakan instalasi saluran limbah ( parit dan atau pemipaan). Instalasi saluran limbah ( parit dan atau pemipaan) yang digunakan harus kedap air sehingga tidak menyebabkan pencemaran lingkungan. Lampiran I Peraturan MENLH : Pengelolaan limbah industri minyak sawit 9
10 2. PEMANFAATAN AIR LIMBAH UNTUK PENGOMPOSAN 3.1 AIR LIMBAH Air limbah pabrik kelapa sawit dapat digunakan sebagai cairan pelembab untuk mempertahankan kelembaban kompos selama proses produksinya. Namun demikian dalam pemanfaatan air limbah untuk pengomposan harus memenuhi ketentuan teknis sebagai berikut : a. Pemanfaatan air limbah untuk pengomposan tidak perlu menggunakan izin pemanfaatan air limbah b. Perusahaan harus melakukan pengujian kadar minyak dalam air limbah yang digunakan untuk penyiraman kompos. c. Perusahaan harus memiliki perhitungan kebutuhan air limbah untuk pengomposan (volume dan dosis) serta air lindi yang dihasilkan d. Perusahan harus memiliki neraca air limbah yang digunakan untuk pengomposan e. Pencatatan volume harian limbah cair (POME) yang digunakan untuk pengomposan f. Perusahaan harus memiliki SOP Tanggap darurat g. Ketentuan teknis yang ada dalam proses pengoposan sebagaimana lampiran II 2.2 Air lindi a. Pencatatan volume harian lindi. b. Perusahaan harus membuat saluran air lindi kedap air untuk di kembalikan ke kompos atau dilakukan pengolahan sesuai dengan ketentuan perundangan c. Perusahaan harus membuat sumur pantau di up stream dan down stream dari proses pengomposan d. Sumur pantau up stream ditentukan pada aliran air tanah tertinggi setelah dievaluasi dari peta konturnya atau di lahan kontrol e. Sumur pantau down stream ditentukan pada aliran air tanah terendah setelah dievaluasi peta konturnya di lahan pengomposan. Lampiran I Peraturan MENLH : Pengelolaan limbah industri minyak sawit 10
11 Gambar 1.8. Parit air lindi di areal pengomposan pengomposan. Berikut contoh perhitungan jumlah air lindi yang dihasilkan dalam produksi kompos adalah sebagai berikut: Kapasitas produksi PKS = 50 ton TBS/jam. Waktu produksi = 20 jam/hari. Luas area pengomposan = m 2. Curah hujan rata-rata = 2500 mm/tahun, setara dengan 7 mm/hari. Air lindi dihasilkan dari penyiraman POME: = 50 ton TBS/jam x 20 jam/hari x 0,127 m 3 lindi/ton TBS = 127 m 3 air lindi/hari. Air hujan yang masuk dalam tumpukan kompos: = curah hujan/hari x luas area pengomposan = 7 mm /hari x m 2 = 700 m 3 /hari. Jumlah air hujan yang menguap dihitung dengan asumsi sama dengan persentase jumlah POME yang menguap, yaitu: = (0,657/0,736)x 100% = 89,1% Lampiran I Peraturan MENLH : Pengelolaan limbah industri minyak sawit 11
12 Air hujan yang menguap setiap hari adalah: = 700 m 3 x 89,1% = 624 m 3 Jumlah air lindi yang berasal dari air hujan per hari adalah: = 700 m m 3 = 76 m 3 /hari. Total air lindi yang dihasilkan = air lindi dari POME + Air lindi dari hujan = 127 m m 3 = 203 m 3 air lindi/hari. Gambar 1.9. Diagram pengelolaan air limbah yang dimanfaatkan untuk kompos dan land application Lampiran I Peraturan MENLH : Pengelolaan limbah industri minyak sawit 12
13 Gambar Diagram pengelolaan air limbah yang dimanfaatkan untuk kompos dan air lindinya dibuang ke badan air 3. PEMANFAATAN AIR LIMBAH UNTUK BIOGAS (METHANE CAPTURE) Perusahaan dapat memanfaatkan air limbah menjadi biogas namun harus memenuhi ketentun teknis sebagai berikut : a. Pemanfaatan air limbah untuk biogas tidak perlu menggunakan izin pemanfaatan air limbah b. Perusahaan harus memiliki SOP Tanggap darurat c. Air limbah setelah dimanfaatkan untuk biogas kemudian dilakukan pembuangan dan/atau pemanfaatan ke tanah maka wajib mematuhi ketentuan yang ada di pembuangan dan atau pemanfaatan ke tanah. IV. BAKU MUTU AIR LIMBAH 1. PEMBUANGAN Industri minyak sawit (CPO) yang melakukan pembuangan air limbah maka baku mutu yang wajib dipenuhi adalah :. Lampiran I Peraturan MENLH : Pengelolaan limbah industri minyak sawit 13
14 Tabel Baku Mutu air limbah proses, air limbah hidrocyclon/claybath, air limbah lindi, air limbah blowdown ketel uap (boiler) Parameter Kadar maksimum (mg/l) air limbah proses beban pencemaran maksimum (kg/ton) air limbah hidrocyclon/claybath air limbah lindi air limbah blowdown ketel uap (boiler) Gabungan BOD ,25 0,05 0,05 0,05 dihitung COD 350 0,88 0,175 0,175 0,175 dihitung TSS 250 0,63 0,125 0,125 0,125 dihitung Minyak dan 25 0,063 0,0125 0,0125 0,0125 dihitung Lemak Nitrogen Total 50 0,125 0,025 0,025 0,025 dihitung (sebagai N) ph 6,0 9,0 kuantitas limbah maksimum Air limbah Proses : 2,5 m 3 per ton produk minyak sawit (CPO) air limbah hidrocyclon/claybath : 0,5 m 3 per ton produk minyak sawit (CPO) Air Limbah Lindi : 0,5 m 3 per ton produk minyak sawit (CPO) air limbah blowdown ketel uap (boiler) : 0,5 m 3 per ton produk minyak sawit (CPO) Air limbah gabungan : dihitung Tabel Baku Mutu air limbah abu ketel uap, air limbah air pembersihan (reject water) instalasi pengolahan Air (IPA) Parameter air limbah abu ketel uap (wet scrubber boiler) Kadar maksimum (mg/l) beban pencemaran maksimum (kg/ton) Air pembersihan (reject water) instalasi pengolahan air (IPA) Kadar maksimum (mg/l) beban pencemaran maksimum (kg/ton) BOD , ,030 COD 100 0, ,050 TSS 50 0, ,025 Minyak 5 0,0025 dan Lemak Sulfida 0,5 0, ,5 0,00025 (sebagai S) ph 6,0 9,0 6,0 9,0 kuantitas limbah maksimum 0,5 m 3 per ton produk minyak sawit (CPO) 0,5 m 3 per ton produk minyak sawit (CPO) Lampiran I Peraturan MENLH : Pengelolaan limbah industri minyak sawit 14
15 Perhitungan Kuantitas air limbah maksimum dan beban pencemaran maksimum dapat dilakukan sebagai berikut : Kuantitas air limbah maksimum gabungan merupakan penjumlahan dari air limbah yang digabungkan. Misal : air limbah proses, air limbah hidrocyclon/claybath, dan air abu ketel uap, dilakukan pengolahan dalam satu pengolahan (IPAL) Maka kuantitas air limbah maksimum (Q max ) adalah : 2,5 m 3 + 0,5 m 3 + 0,5 m 3 = 3,5 m 3 /ton CPO Beban pencemaran maksimum dapat dihitung sebagai berikut : L max = C max x Q max Ket : L max : beban pencemaran maksimum, dalam satuan kg/ton C max : Kadar maksimum parameter air limbah, dalam satuan mg/l Q max : Kuantitas air limbah maksimum, dalam satuan m3/ton CPO Dengan contoh kuantitas sebagaimana di atas maka beban pencemaran maksimum untuk parameter BOD dapat dihitung sebagai berikut : L BOD max = C BOD max x Q max = 100 mg/l x 3,5 m 3 /ton CPO x x = 0,35 kg/ton 2. PEMANFAATAN AIR LIMBAH KE TANAH DI LAHAN PERKEBUNAN (LAND APPLICATION) Tabel Baku Mutu air limbah yang dimanfaatkan ke tanah di lahan perkebunan (land application) Parameter Satuan Kadar BOD 5 mg/l Minyak dan Lemak mg/l Maks.10 ph 6-9 Lampiran I Peraturan MENLH : Pengelolaan limbah industri minyak sawit 15
16 Lampiran I Peraturan MENLH : Pengelolaan limbah industri minyak sawit 16
PEMANTAUAN, PELAPORAN DAN EVALUASI
Lampiran IV Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor : Tanggal : 2014 PEMANTAUAN, PELAPORAN DAN EVALUASI I. PEMANTAUAN Pemantauan menjadi kewajiban bagi pelaku usaha dan atau kegiatan untuk mengetahui
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR :... TAHUN... TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH INDUSTRI MINYAK SAWIT MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,
PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR :... TAHUN... TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH INDUSTRI MINYAK SAWIT MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a. bahwa Industri Minyak Sawit berpotensi menghasilkan
Lebih terperinciMEMUTUSKAN: Menetapkan :PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENGOLAHAN KELAPA.
SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENGOLAHAN KELAPA MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a. b. c. bahwa
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR :... TAHUN... TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH INDUSTRI MINYAK SAWIT MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,
PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR :... TAHUN... TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH INDUSTRI MINYAK SAWIT MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a. bahwa Industri Minyak Sawit berpotensi menghasilkan
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 05 TAHUN 2010 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI INDUSTRI GULA MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,
SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 05 TAHUN 2010 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI INDUSTRI GULA MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelestarian fungsi
Lebih terperinciLampiran Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 28 Tahun 2003 Tanggal : 25 Maret 2003
Lampiran Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 28 Tahun 2003 Tanggal : 25 Maret 2003 PEDOMAN TEKNIS PENGKAJIAN PEMANFAATAN AIR LIMBAH INDUSTRI MINYAK SAWIT PADA TANAH DI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 04 TAHUN 2010 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN INDUSTRI MINYAK GORENG
SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 04 TAHUN 2010 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN INDUSTRI MINYAK GORENG MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI KAWASAN INDUSTRI MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,
SALINAN Menimbang : PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI KAWASAN INDUSTRI MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, a. bahwa dalam rangka pelestarian fungsi
Lebih terperinciMEMUTUSKAN: Menetapkan :PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENGOLAHAN RUMPUT LAUT.
SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENGOLAHAN RUMPUT LAUT MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a. b.
Lebih terperinciMENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,
SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 05 TAHUN 2007 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENGOLAHAN BUAH BUAHAN DAN/ATAU SAYURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 15 TAHUN 2008 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENGOLAHAN KEDELAI
SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 15 TAHUN 2008 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENGOLAHAN KEDELAI MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 06 TAHUN 2010 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI INDUSTRI ROKOK DAN/ATAU CERUTU
SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 06 TAHUN 2010 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI INDUSTRI ROKOK DAN/ATAU CERUTU MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a. bahwa dalam rangka
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 06 TAHUN 2007 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN
SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 06 TAHUN 2007 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a.
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 08 TAHUN 2007 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN INDUSTRI PETROKIMIA HULU
SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 08 TAHUN 2007 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN INDUSTRI PETROKIMIA HULU MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a.
Lebih terperinci4. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara
SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 09 TAHUN 2009 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENGOLAHAN OBAT TRADISIONAL/JAMU MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang
Lebih terperinciPasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: 1. Usaha dan/atau kegiatan pembangkit listrik tenaga termal adalah usaha dan/atau kegiatan
SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 08 TAHUN 2009 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA TERMAL MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN INDUSTRI OLEOKIMIA DASAR
SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN INDUSTRI OLEOKIMIA DASAR MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a.
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI KAWASAN INDUSTRI MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,
SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI KAWASAN INDUSTRI MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelestarian fungsi
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 10 TAHUN 2006 TENTANG
S A L I N A N PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 10 TAHUN 2006 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN INDUSTRI VINYL CHLORIDE MONOMER DAN POLY VINYL CHLORIDE MENTERI NEGARA
Lebih terperinciLampiran I Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 06 Tahun 2007 Tanggal : 8 Mei 2007
Lampiran I Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 06 Tahun 2007 Tanggal : 8 Mei 2007 BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN YANG MELAKUKAN SATU JENIS KEGIATAN
Lebih terperinci2016, No Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059); 2. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan K
No.1323, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-LHK. Air Limbah Domestik. Baku Mutu. Pencabutan. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.68/MENLHK-SETJEN/2016 TENTANG
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 02 TAHUN 2006 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI KEGIATAN RUMAH PEMOTONGAN HEWAN
SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 02 TAHUN 2006 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI KEGIATAN RUMAH PEMOTONGAN HEWAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 09 TAHUN 2007 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN INDUSTRI RAYON
PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 09 TAHUN 2007 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN INDUSTRI RAYON MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a. bahwa dalam rangka
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pembangunan industri mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan dapat menciptakan lapangan kerja. Akan tetapi kegiatan industri sangat potensial untuk menimbulkan dampak
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN,
PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.59/MENLHK/SETJEN/KUM.1/7/2016 TAHUN 2016 TENTANG BAKU MUTU LINDI BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN TEMPAT PEMROSESAN AKHIR SAMPAH
Lebih terperinciKRITERIA PROPER PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR
KRITERIA PROPER PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR ASPEK PENILAIAN 1 2 3 4 5 6 KETAATAN TERHADAP IZIN (IPLC) KETAATAN TERHADAP TITIK PENAATAN KETAATAN TERHADAP PARAMETER BAKU MUTU AIR LIMBAH KETAATAN TERHADAP
Lebih terperinci2016, No Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059); 2. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah (
No.1050, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-LHK. Tempat Pemrosesan Akhir Sampah. Baku Mutu. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.59/MENLHK/SETJEN/KUM.1/7/2016
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 06 TAHUN 2010 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI INDUSTRI ROKOK DAN/ATAU CERUTU
SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 06 TAHUN 2010 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI INDUSTRI ROKOK DAN/ATAU CERUTU MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a. bahwa dalam rangka
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 15 TAHUN 2008 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENGOLAHAN KEDELAI
SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 15 TAHUN 2008 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENGOLAHAN KEDELAI MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciMENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA
MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P.68/Menlhk/Setjen/Kum.1/8/2016 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH DOMESTIK
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN,
PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.59/Menlhk/Setjen/Kum.1/7/2016 TENTANG BAKU MUTU LINDI BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN TEMPAT PEMROSESAN AKHIR SAMPAH DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PETERNAKAN SAPI DAN BABI
SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PETERNAKAN SAPI DAN BABI MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a.
Lebih terperinci4. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara
SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 09 TAHUN 2009 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENGOLAHAN OBAT TRADISIONAL/JAMU MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang
Lebih terperinciKRITERIA PROPER PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR
KRITERIA PROPER PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR ASPEK PENILAIAN 1 2 3 4 5 6 KETAATAN TERHADAP IZIN (IPLC) KETAATAN TERHADAP TITIK PENAATAN KETAATAN TERHADAP PARAMETER BAKU MUTU AIR LIMBAH KETAATAN TERHADAP
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Industri kelapa sawit merupakan salah satu industri penghasil devisa non migas di
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri kelapa sawit merupakan salah satu industri penghasil devisa non migas di Indonesia dengan komoditas utama yaitu minyak sawit (Crude Palm Oil/CPO). Minyak sawit
Lebih terperinciMENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,
SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 10 TAHUN 2007 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN INDUSTRI PURIFIED TEREPHTHALIC ACID DAN POLY ETHYLENE TEREPHTHALATE MENTERI
Lebih terperinciMENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,
SALINAN KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 29 TAHUN 2003 TENTANG PEDOMAN SYARAT DAN TATA CARA PERIZINAN PEMANFAATAN AIR LIMBAH INDUSTRI MINYAK SAWIT PADA TANAH DI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT MENTERI
Lebih terperinciMEKANISME PERIZINAN PENGELOLAAN AIR LIMBAH INDUSTRI MINYAK SAWIT
Lampiran V Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor : Tanggal : 2014 MEKANISME PERIZINAN PENGELOLAAN AIR LIMBAH INDUSTRI MINYAK SAWIT I. LATAR BELAKANG Dalam rangka pengendalian penceamaran air maka setiap
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PETERNAKAN SAPI DAN BABI
SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PETERNAKAN SAPI DAN BABI MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a.
Lebih terperinciKriteria PROPER Pengendalian Pencemaran Air 2014
PENGUATAN KAPASITAS PROPER 2014 Kriteria PROPER Pengendalian Pencemaran Air 2014 Sekretariat PROPER KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP Perbedaan Kriteria Air PROPER 2013 dibandingkan Kriteria Air PROPER 2014
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 06 TAHUN 2007 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN
SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 06 TAHUN 2007 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a.
Lebih terperinciMENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,
SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 10 TAHUN 2007 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN INDUSTRI PURIFIED TEREPHTHALIC ACID DAN POLY ETHYLENE TEREPHTHALATE MENTERI
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP-52/MENLH/10/1995 TENTANG BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN HOTEL
LAMPIRAN 3 KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP-52/MENLH/10/1995 TENTANG BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN HOTEL 488 KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK
Lebih terperinciBUPATI JEMBRANA PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 20 TAHUN 2012 TENTANG
BUPATI JEMBRANA PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 20 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PERIZINAN LINGKUNGAN TERHADAP PEMBUANGAN AIR LIMBAH KE SUMBER AIR DAN PERIZINAN LINGKUNGAN MENGENAI PEMANFAATAN AIR LIMBAH
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 01 TAHUN 2010 TENTANG TATA LAKSANA PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,
S A L I N A N PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 01 TAHUN 2010 TENTANG TATA LAKSANA PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a. bahwa air merupakan salah satu
Lebih terperinciMENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,
PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 05 TAHUN 2007 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENGOLAHAN BUAH BUAHAN DAN/ATAU SAYURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang
Lebih terperinciTeknik Bioremediasi Hidrokarbon
MATERI KULIAH BIOREMEDIASI TANAH Prodi Agroteknologi UPNVY Minat Sumber Daya Lahan Pertemuan ke 11 Teknik Bioremediasi Hidrokarbon Ir. Sri Sumarsih, MP Sumarsih_03@yahoo.com Sumarsih07.wordpress.com Peraturan
Lebih terperinci1.5. Lingkup Daerah Penelitian Lokasi, Letak, Luas dan Kesampaian Daerah Penelitian Lokasi dan Letak Daerah Penelitian...
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PERSETUJUAN... ii KATA PENGANTAR... iii PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... iv DAFTAR ISI... v DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR TABEL... xi DAFTAR PETA... xii INTISARI...
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PERTAMBANGAN BIJIH BESI
SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PERTAMBANGAN BIJIH BESI MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang Mengingat
Lebih terperinciABSTRAKSI DOKUMEN AMDAL
ABSTRAKSI DOKUMEN AMDAL PEMRAKARSA NAMA DOKUMEN PT. ASIATIC PERSADA Kegiatan Perkebunan Kelapa Sawit dan Pabrik Pengolahannya NO. PERSETUJUAN & TANGGAL Komisi Penilai AMDAL Propinsi Jambi Nomor:274/2003,
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Unit Operasi IPAL Mojosongo Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Mojosongo di bangun untuk mengolah air buangan dari kota Surakarta bagian utara, dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. industri kelapa sawit. Pada saat ini perkembangan industri kelapa sawit tumbuh
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai potensi yang cukup besar untuk pengembangan industri kelapa sawit. Pada saat ini perkembangan industri kelapa sawit tumbuh cukup pesat. Pada tahun
Lebih terperinciG U B E R N U R JAMB I
-1- G U B E R N U R JAMB I PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 20 TAHUN 2007 TENTANG BAKU MUTU LINGKUNGAN DAERAH PROVINSI JAMBI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI, Menimbang : a. bahwa dalam rangka
Lebih terperinciPEDOMAN SYARAT DAN TATA CARA PERIZINAN PEMANFAATAN AIR LIMBAH INDUSTRI MINYAK SAWIT PADA TANAH DI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT
Lampiran Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 29 Tahun 2003 Tanggal : 25 Maret 2003 PEDOMAN SYARAT DAN TATA CARA PERIZINAN PEMANFAATAN AIR LIMBAH INDUSTRI MINYAK SAWIT PADA TANAH DI PERKEBUNAN
Lebih terperinciEVALUASI MUATAN SUBSTANSI IZIN PEMBUANGAN DAN PEMANFAATAN AIR LIMBAH
EVALUASI MUATAN SUBSTANSI IZIN PEMBUANGAN DAN PEMANFAATAN AIR LIMBAH 1 DATA DAN JENIS IZIN YANG DIEVALUASI A. DATA SEBANYAK KURANG LEBIH 30 IZIN YANG TELAH DIKELUARKAN DARI BERBAGAI KABUPATEN/KOTA B. IZIN
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : KEP- 52/MENLH/10/1995 TENTANG BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN HOTEL LINGKUNGAN HIDUP
KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : KEP- 52/MENLH/10/1995 TENTANG BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN HOTEL LINGKUNGAN HIDUP Kementerian Lingkungan Hidup 2002 1 KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN
Lebih terperinciLAMPIRAN 1 TABEL PENGAMATAN SWA PANTAU IPAL (diisi oleh operator IPAL) Hari dan tanggal. COD (mg/l)
LAMPIRAN 1 TABEL PENGAMATAN SWA PANTAU IPAL (diisi oleh operator IPAL) Hari dan tanggal Meteran air (m3) ph in/out COD (mg/l) TSS (mg/l) Keterangan Contoh : Warna air di outlet kecoklatan Busa di kolam
Lebih terperinciPETUNJUK TEKNIS TATA CARA PERENCANAAN IPLT SISTEM KOLAM
PETUNJUK TEKNIS TATA CARA PERENCANAAN IPLT SISTEM KOLAM TATA CARA PERENCANAAN IPLT SISTEM KOLAM BAB I DESKRIPSI 1.1 Ruang lingkup Tata cara ini memuat pengertian dan ketentuan umum dan teknis dan cara
Lebih terperinci! " # $ % % & # ' # " # ( % $ i
! " $ & ' " ( $ i !" ) " " * ' " ' ' ' ' ' ' + ' ", -, - 1 ) ". * $ /0,1234/004- " 356, " /004 "/7 ",8+- 1/3 /0041/4 /009) /010 400 /6 $:, -,) /007- ' ' ",-* " ' '$ " " ;" " " 2 " < ' == ":,'- ',""" "-
Lebih terperinciINOVASI TEKNOLOGI KOMPOS PRODUK SAMPING KELAPA SAWIT
INOVASI TEKNOLOGI KOMPOS PRODUK SAMPING KELAPA SAWIT Lembaga Riset Perkebunan Indonesia Teknologi kompos dari tandan kosong sawit INOVASI TEKNOLOGI Tandan kosong sawit (TKS) merupakan limbah pada pabrik
Lebih terperinciPEMANFAATAN LIMBAH INDUSTRI PABRIK MINYAK KELAPA SAWIT DENGAN SISTEM APLIKASI PADA LAHAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT (LAND APLICATION)
PEMANFAATAN LIMBAH INDUSTRI PABRIK MINYAK KELAPA SAWIT DENGAN SISTEM APLIKASI PADA LAHAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT (LAND APLICATION) Industri perkebunan kelapa sawit saat ini tumbuh sangkat pesat, baik itu
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 34 TAHUN 2009 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PERTAMBANGAN BIJIH BAUKSIT
SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 34 TAHUN 2009 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PERTAMBANGAN BIJIH BAUKSIT MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang Mengingat
Lebih terperinci1.3. Tujuan Penulisan Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui pola jaringan drainase dan dasar serta teknis pembuatan sistem drainase di
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkebunan kelapa sawit merupakan jenis usaha jangka panjang. Kelapa sawit yang baru ditanam saat ini baru akan dipanen hasilnya beberapa tahun kemudian. Sebagai tanaman
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG
BAB I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Agroindustri kelapa sawit di Indonesia mengalami perkembangan yang cukup signifikan. Cerahnya prospek komoditi minyak sawit dalam perdagangan minyak nabati di dunia
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NO. 58 TAHUN 1995 TENTANG BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN RUMAH SAKIT MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,
KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NO. 58 TAHUN 1995 TENTANG MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : 1. bahwa untuk melestarikan lingkungan hidup agar tetap bermanfaat bagi hidup dan kehidupan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. akumulasi liat. Ultisol memiliki kejenuhan basah kurang dari 35% pada
TINJAUAN PUSTAKA Tanah Ultisol Ultisol adalah tanah dengan horizon subpermukaan yang berasal dari akumulasi liat. Ultisol memiliki kejenuhan basah kurang dari 35% pada kedalaman 125 cm di bawah batas atas
Lebih terperinciMenentukan Dimensi Setiap Peralatan yang Diperlukan Sesuai Proses yang Terpilih Menentukan Luas Lahan yang Diperlukan Menentukan Biaya Bangunan
perancangan FASILITAS FLOW SHEET PROSES PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI Menentukan Dimensi Setiap Peralatan yang Diperlukan Sesuai Proses yang Terpilih Menentukan Luas Lahan yang Diperlukan Menentukan Biaya
Lebih terperinciMODEL PENGOLAHAN LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT BAB I PENDAHULUAN
MODEL PENGOLAHAN LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT BAB I PENDAHULUAN Komoditi kelapa sawit merupakan salah satu andalan komoditi pertanian Indonesia yang pertumbuhannya sangat cepat dan mempunyai peran strategis
Lebih terperinciMENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,
S A L I N A N PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 04 TAHUN 2007 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN MINYAK DAN GAS SERTA PANAS BUMI MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 09 TAHUN 2006 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PERTAMBANGAN BIJIH NIKEL
SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 09 TAHUN 2006 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PERTAMBANGAN BIJIH NIKEL MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : bahwa
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hampir 100 perusahaan atau pabrik kelapa sawit baik milik
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Indonesia memiliki hampir 100 perusahaan atau pabrik kelapa sawit baik milik negara maupun swasta. Masing-masing pabrik akan memiliki andil cukup besar dalam
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG
PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2004 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciVI. ESTIMASI MARGINAL ABATEMENT COST (MAC) Besar kecilnya tingkat pencemaran yang disebabkan oleh pembuangan
VI. ESTIMASI MARGINAL ABATEMENT COST (MAC) 6.2 Estimasi Nilai MAC Besar kecilnya tingkat pencemaran yang disebabkan oleh pembuangan limbah cair ke badan penerima (sungai) dapat dilihat dari besar kecilnya
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 128 TAHUN : 2011 SERI : E PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG
LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 128 TAHUN : 2011 SERI : E PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENGENDALIAN PEMBUANGAN AIR LIMBAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA CIMAHI,
Lebih terperinciMakalah Baku Mutu Lingkungan
Makalah Baku Mutu Lingkungan 1.1 Latar Belakang Pembangunan sumber daya alam dan lingkungan hidup seyogyanya menjadi acuan bagi kegiatan berbagai sektor pembangunan agar tercipta keseimbangan dan kelestarian
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP-58/MENLH/12/1995 TENTANG BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN RUMAH SAKIT
Lampiran KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP-58/MENLH/12/1995 TENTANG BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN RUMAH SAKIT MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. permintaan pasar akan kebutuhan pangan yang semakin besar. Kegiatan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di tengah era globalisasi ini industri pangan mulai berkembang dengan pesat. Perkembangan industri pangan tersebut disebabkan oleh semakin meningkatnya laju pertumbuhan
Lebih terperinciPEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG
1 PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2004 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. banyak, bahkan oleh semua mahkluk hidup. Oleh karena itu, sumber daya air
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber daya alam yang diperlukan untuk hajat hidup orang banyak, bahkan oleh semua mahkluk hidup. Oleh karena itu, sumber daya air harus dilindungi agar
Lebih terperinciPERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 52 TAHUN 2011 TENTANG IJIN PEMBUANGAN DAN/ATAU PEMANFAATAN AIR LIMBAH DI KABUPATEN CILACAP
PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 52 TAHUN 2011 TENTANG IJIN PEMBUANGAN DAN/ATAU PEMANFAATAN AIR LIMBAH DI KABUPATEN CILACAP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP, Menimbang : a. bahwa sebagai
Lebih terperinciSISTEM SANITASI DAN DRAINASI
SISTEM SANITASI DAN DRAINASI Pendahuluan O Sekitar 80% air minum yang digunakan oleh manusia dibuang atau menjadi air limbah O Air limbah ini mengandung kotoran manusia, bahan sisa pencucian barang dan
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP. Baku Mutu Air Limbah. Migas. Panas Bumi.
No.582, 2010 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP. Baku Mutu Air Limbah. Migas. Panas Bumi. PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Timbulnya kelangkaan bahan bakar minyak yang disebabkan oleh ketidakstabilan harga minyak dunia, maka pemerintah mengajak masyarakat untuk mengatasi masalah energi
Lebih terperinciPERHITUNGAN NILAI BOD 5. oksigen terlarut dari larutan pengencer dapat dilakukan : = 8,2601 = 7,122 = 8,1626 = 7,0569
LAMPIRAN 1 PERHITUNGAN NILAI BOD 5 Normalitas Na 2 S 2 O 3 setelah distandarisasi 0,025 N, untuk menghitung oksigen terlarut dari larutan pengencer dapat dilakukan : Ulangan I P o (mg O 2 /L) P 5 (mg O
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : KEP- 58/MENLH/12/1995 TENTANG BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN RUMAH SAKIT LINGKUNGAN HIDUP
KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : KEP- 58/MENLH/12/1995 TENTANG BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN RUMAH SAKIT LINGKUNGAN HIDUP Kementerian Lingkungan Hidup 2002 1 KEPUTUSAN MENTERI NEGARA
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 112 TAHUN 2003 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH DOMESTIK MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,
S A L I N A N KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 112 TAHUN 2003 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH DOMESTIK MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : KEP-03/MENLH/1/1998 TENTANG BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KAWASAN INDUSTRI
KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : KEP-03/MENLH/1/1998 TENTANG BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KAWASAN INDUSTRI MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a. bahwa dalam rangka untuk melestarikan
Lebih terperinciDAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PERSETUJUAN... ii KATA PENGANTAR... iii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN... v DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR PETA... xi DAFTAR LAMPIRAN...
Lebih terperinciPENGELOLAAN LIMBAH CAIR INDUSTRI KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) DI PT AGROWIYANA, TUNGKAL ULU, TANJUNG JABUNG BARAT, JAMBI
PENGELOLAAN LIMBAH CAIR INDUSTRI KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) DI PT AGROWIYANA, TUNGKAL ULU, TANJUNG JABUNG BARAT, JAMBI Oleh PUGUH SANTOSO A34103058 PROGRAM STUDI AGRONOMI FAKULTAS PERTANIAN
Lebih terperinciBERITA DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2017 NOMOR : 27
BERITA DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2017 NOMOR : 27 PERATURAN WALI KOTA CILEGON NOMOR 27 TAHUN 2017 TENTANG IZIN PEMBUANGAN DAN/ATAU PEMANFAATAN AIR LIMBAH WALI KOTA CILEGON, Menimbang : a. bahwa air merupakan
Lebih terperinci2011, No Menetapkan : 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.261, 2011 KEMENTERIAN NEGARA LINGKUNGAN HIDUP. Baku Mutu Air Limbah. Usaha. Eksplorasi dan Eksploitasi. PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinciBUPATI SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG
BUPATI SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG IZIN PEMBUANGAN AIR LIMBAH DAN IZIN PEMANFAATAN AIR LIMBAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG,
Lebih terperinciINSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL) BOJONGSOANG
INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL) BOJONGSOANG KONTEN Pendahuluan Skema Pengolahan Limbah Ideal Diagram Pengolahan Limbah IPAL Bojongsoang Pengolahan air limbah di IPAL Bojongsoang: Pengolahan Fisik
Lebih terperincidikelola secara individual dengan menggunakan pengolahan limbah yang berupa
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Balakang Masalah Pada saat ini, sistem pengelolahan limbah di Kota Yogyakarta dibagi menjadi dua sistem, yaitu : sistem pengolahan air limbah setempat dan sistem pengolahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sub sektor perkebunan merupakan salah satu sub sektor dari sektor
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sub sektor perkebunan merupakan salah satu sub sektor dari sektor pertanian yang dapat meningkatkan devisa negara dan menyerap tenaga kerja. Pemerintah mengutamakan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Sektor pertanian memberikan kontribusi yang besar sebagai. sumber devisa negara melalui produk-produk primer perkebunan maupun
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian memberikan kontribusi yang besar sebagai sumber devisa negara melalui produk-produk primer perkebunan maupun produk hasil olahannya. Berdasarkan data triwulan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. merupakan satu-satunya tanaman pangan yang dapat tumbuh pada tanah yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan air permukaan dalam hal ini air sungai untuk irigasi merupakan salah satu diantara berbagai alternatif pemanfaatan air. Dengan penggunaan dan kualitas air
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Air limbah dari proses pengolahan kelapa sawit dapat mencemari perairan karena kandungan zat organiknya tinggi, tingkat keasaman yang rendah, dan mengandung unsur hara
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 04 TAHUN 2006 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PERTAMBANGAN BIJIH TIMAH
SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 04 TAHUN 2006 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PERTAMBANGAN BIJIH TIMAH MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : bahwa
Lebih terperinciII. LINGKUP KEGIATAN PERUSAHAAN DAERAH PENELITIAN...22
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR/FOTO... ix DAFTAR LAMPIRAN... x INTISARI... xi ABSTRACT... xii I. PENDAHULUAN......1 1.1. Latar Belakang......1
Lebih terperinci