BAB II KAJIAN PUSTAKA. Oleh karena itu setiap manusia mempunyai kepentingan yang tidak terbatas. Latar

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA. Oleh karena itu setiap manusia mempunyai kepentingan yang tidak terbatas. Latar"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Perubahan Setiap kehidupan masyarakat senantiasa mengalami suatu perubahan. Perubahan dalam kehidupan masyarakat merupakan fenomena sosial yang wajar. Oleh karena itu setiap manusia mempunyai kepentingan yang tidak terbatas. Latar belakang sosial budaya sebuah kelompok masyarakat akan membentuk pola hidup dan pola fikir masyarakat tersebut Perubahan tata nilai pada arsitektur tradisional Ditengah arus globalisasi arsitektur dunia yang semakin meluas serta gencarnya pembangunan di segala sektor, menyebabkan pergeseran nilai-nilai serta filosofi dari arsitektur tradisional yang ada, sehingga wujud dari arsitektur tradisional itu sendiri ikut berubah mengikuti perkembangan yang terjadi, perubahan-perubahan tersebut tidak diimbangi oleh kemampuan untuk mempertahankan ketradisionalan yang dimiliki bangsa ini, sehingga banyak rumah yang berkembang di suatu daerah tidak mengikuti ciri khas dari arsitektur tradisional daerah tersebut. Perubahan-perubahan tata nilai dan kebudayaan tersebut merupakan perubahan fungsi sosial dan masyarakat yang menyangkut perilaku manusia dalam masyarakat dari keadaan tertentu ke keadaan lainnya. Perubahan-perubahan dalam 11

2 12 pola kehidupan terutama perubahan nilai-nilai sosial, norma-norma sosial, pola-pola perilaku, organisasi sosial, lembaga-lembaga kemasyarakatan dan stratifikasi sosial. Mengartikan perubahan tata nilai sebagai suatu variasi dari cara-cara hidup yang diterima, yang disebabkan baik karena perubahan-perubahan kondisi geografis, kebudayaan materiil, komposisi penduduk, ideologi maupun karena adanya difusi maupun penemuan-penemuan baru dalam masyarakat tersebut. Sedangkan perubahan tata nilai merupakan modifikasi-modifikasi yang terjadi dalam pola-pola kehidupan manusia itu sendiri (Puteh, 2012). Globalisasi telah membuat kebudayaan dan tata nilai setiap bangsa berada dalam proses transformasi terus menerus sehingga masyarakat menjadi semakin heterogen. Simbol, makna, dan bahasa arsitektur yang dulunya disepakati bersama dalam suatu komunitas tradisional, saat ini makin tidak tersepakati secara homogen. Pluralisme budaya memang akan menjadi ciri setiap bangsa industrial modern yang sedang bergerak maju dan menuntut setiap profesi agar semakin kreatif dengan penemuan dan ragam alternatif inovasi baru. Perubahan sosial tidak berarti kemajuan, tetapi dapat pula kemunduran, meskipun dinamika sosial selalu diarahkan kepada gejala transformasi atau pergeseran yang bersifat linier (Budiharjo, 1997). Pola hidup sehari-hari suatu masyarakat akan membentuk karakter yang dapat mempengaruhi cara pandang dari masyarakat tersebut yang pada akhirnya akan sangat mempengaruhi pertimbangan-pertimbangan dalam memilih lingkungan sosial dan membentuk huniannya. Namun dalam perjalanannya, dikarenakan budaya yang

3 13 berbeda maka perwujudan sarana fisiknya dapat berbeda. Hal ini menunjukan perbedaan cara masyarakat dalam memvisualisasikan hunian mereka yang terkait dengan tingkat peradabannya saat itu (Rapoport, 1969). Sebuah rumah lebih dari satu ruang fisik di mana orang hidup, juga merupakan ruang di mana interaksi sosial dan ritual berlangsung. Sebuah rumah diletakkan dalam hal bagaimana itu akan digunakan. Beberapa penelitian sosiologis dan historis mengenai hunian tradisional telah mengklaim bahwa tata letak rumah mengekspresikan nilai-nilai yang mendasari budaya dan norma-norma, dan pilihan untuk penggunaan ruang. Rumah tradisional merupakan manifestasi sosiokultural (Rapoport, 1969). Konsep budaya mencerminkan satu set multi-faceted dari prinsip-prinsip abstrak tentang bagaimana kita melihat dunia untuk tindakan yang lebih konkrit (Altman dan Chemers, 1980). Ini mencakup apa yang orang yakini benar dari dunia, kehidupan masyarakat, lingkungan, dan cara-cara umum untuk melihat dunia dan berperilaku. Desain layout rumah masyarakat dan bangunan umum sering eksplisit mencerminkan nilai-nilai keyakinan dan budaya (Agustinadewi, 2014). Budaya transisi yang telah dipengaruhi oleh globalisasi dan modernisasi adalah fenomena yang signifikan di daerah tradisional. Faktor-faktor ini telah mempengaruhi hampir semua aspek kehidupan penghuni, seperti sistem sosial, nilainilai, norma-norma, standar hidup yang lebih baik, harapan hidup, kekayaan,

4 14 perubahan budaya, dan mengubah pola hunian. Nilai-nilai pada rumah, fungsi, makna, dan konfigurasi spasial semua berubah secara paralel dengan proses transisi sosial budaya (Sueca, 2003). Konfigurasi ruang tradisional tidak lagi sesuai dengan nilai-nilai baru dan gaya hidup. Transisi budaya yang terjadi melalui proses budaya juga mempengaruhi layout rumah dan penggunaan ruang. Dalam beberapa masyarakat, tata letak dan organisasi ruang di rumah telah berubah karena tingkat kesucian. Sebuah contoh yang baik dari proses ini dapat dilihat pada rumah tradisional tempat tinggal di Denpasar, Bali. Pada rumah tradisional Bali terdapat interaksi antara proses budaya dan perubahan fisik dari waktu ke waktu. Rumah ini sering diatur oleh penghuni secara paralel dengan kehidupan sosial-budaya mereka dan dampaknya pada proses transformasi (Sueca, 2003). Budaya transisi yang telah dipengaruhi oleh globalisasi dan modernisasi adalah fenomena yang signifikan di daerah tradisional Denpasar. Faktor-faktor ini telah mempengaruhi hampir semua aspek kehidupan penghuni, seperti sistem sosial, nilai-nilai, norma-norma, standar hidup yang lebih baik, harapan hidup, kekayaan, perubahan budaya, dan mengubah pola hunian. Nilai-nilai pada rumah, fungsi, makna, dan konfigurasi spasial semua berubah secara paralel dengan proses transisi sosial budaya. Konfigurasi ruang tradisional tidak lagi sesuai dengan nilai-nilai baru dan gaya hidup di perkotaan (Sueca, 2003).

5 Perubahan bentuk pada arsitektur tradisional Arsitektur tradisional merupakan arsitektur yang berkembang bersama dengan kebiasaan, pola hidup, adat istiadat dan norma-norma yang berlaku pada suatu komunitas tradisional, implementasi bentuk dan coraknya beragam sesuai dengan tempat dimana ia berada, pengaruhnya dihasilkan dari kearifan lokal yang diwariskan secara turun temurun oleh para pendahulu komunitas tradisional sesuai ketentuan adat yang disepakati bersama. Semua bentuk arsitektur tradisional yang dibangun untuk memenuhi kebutuhan secara spesifik menampung nilai-nilai, ekonomi dan gaya hidup budaya yang memproduksinya. Kontinuitas Arsitektur dalam konteks arsitektur tradisional berhubungan dengan ruang dan waktu, melibatkan masalah struktural, tipologi, fungsional dan sosial dan memiliki beberapa bacaan dan interpretasi (Philokyprou, 2009). Arsitektur tradisional selalu abadi dan berkelanjutan dalam pengembangan arsitektur sesuai dengan ruang dan fungsi karena bangunan tradisional yang diperoleh merupakan bentuk akhir sebagai akibat dari ekstensi dan penambahan unit yang mulanya kecil dalam rangka untuk memenuhi persyaratan temporal pemilik masingmasing. Penambahan dan perluasan biasanya dirancang dan dilaksanakan oleh pengguna sendiri atau oleh beberapa pengrajin. Pengembangan diachronical dan berbagai transformasi dari bentuk primitif yang lebih sederhana telah menyebabkan penciptaan bentuk lebih kompleks dan jenis-jenis baru.

6 16 Kebudayaan dan arsitektur berubah secara bersamaan. Masing-masing perubahan dibagi tiga bagian yaitu; (1) Core element element yang lambat berubah dan ini menjadi identitas pemilik arsitektur tersebut; (2) Peripheral element merupakan bagian yang tidak terlalu penting dan mudah berubah atau berganti; (3) New element elemen yang diadaptasi oleh pemilik kebudayaan dan menjadi bagian baru pada arsitektur (Rapoport, 1990). Ada 3 aspek yang dapat dijadikan tolak ukur untuk melihat perubahan lingkungan fisik pemukiman yang membentuk suatu kesatuan sistem yaitu; (1) Spasial system (Sistem spasial) yaitu berbagai aspek tolak ukur yang berkaitan dengan organisasi ruang atau keruangan. Sistem ini mencakup ruang, orientasi ruang dan pola hubungan ruang (pola spasial ruang); (2) Physical system (Sistem fisik) yaitu berbagai aspek tolak ukur yang berkaitan dengan konstruksi dan penggunaan material-material yang digunakan dalam mewujudkan suatu fisik bangunan. Sistem ini mencakup hal-hal yang berkaitan dengan struktur, konstruksi atap, dinding dan lantai; (3) Stylistic system (Sistem model) yaitu berbagai aspek tolak ukur yang berkaitan dengan model atau langam yang mewujudkan bentuk. Sistem ini meliputi fasade, bentuk pintu dan jendela, serta unsur-unsur lain baik didalam maupun di luar bangunan (Habraken, 1987). Elemen-elemen ruang dapat dibagi dalam 3 bagian yaitu: (1) Fixed feature element (Elemen fix) adalah elemen yang memiliki sifat statis atau bersifat tetap dan tidak bisa dihilangkan, kebanyakan elemen-elemen arsitektur standart seperti dinding,

7 17 plafon-plafon; (2) Semi-fixed feature (Elemen semi fix) adalah elemen yang memiliki sifat bebas, merupakan ruang hasil dari perubahan seperti perabot rumah, tirai dan perlengkapan lainnya; (3) Non-fixed feature (Elemen non fix) adalah elemen yang memiliki sifat bebas merupakan ruang hasil dari perubahan, hal ini sangat terikat dengan manusia sebagai penghuni suatu tempat, hubungan perpindahan ruangnya (proxemics), posisi dan postur tubuh (kinesics) (Rapoport, 1982). Berbagai jenis transformasi melibatkan perubahan tata letak penggunaan ruang, perubahan fisik atau modifikasi struktur yang ada serta ekstensi, baik pada rumah tangga secara individu maupun kelompok dimulai dari perubahan ini (Kellett, 1993). Sementara itu, perubahan fisik termasuk menambah dan reposisi pintu dan jendela, menciptakan lantai tambahan, dan mengubah penampilan bangunan. Perubahan tata ruang, seperti tata letak rumah, penggunaan ruang dan proporsinya, dikategorikan sebagai perubahan morfologi. Perubahan ini secara sistematis menekankan pentingnya koneksi yang kompatibel antara bentuk rumah dan gaya hidup penghuni (Agustinadewi, 2014). Konsep transformasi ini diklasifikasikan menjadi empat kategori: ekstensi, baik vertikal atau horisontal, di mana hal ini disorot sebagai lantai tambahan, perubahan fisik, seperti penataan ulang tata ruang, menambahkan atau menghancurkan dinding interior, reposisi jendela dan pintu, mengubah rumah perimeter, dan berpindah dari satu kamar ke kamar lain. Metode transformasi lainnya adalah renovasi atau menghancurkan struktur rumah yang ada dan membangun yang

8 18 baru, dan akhirnya mengubah penggunaan ruang yang berarti bahwa tidak ada perubahan fisik dalam hal tata letak rumah, hanya perubahan dalam penggunaan ruang yang ada untuk fungsi lainnya (Tabel 2.1). Tabel 2.1 Konsep transformasi NO Kategori Kegiatan Konstruksi 1 Penambahan a. ekstensi vertikal: menambahkan satu atau lebih lantai b. ekstensi horisontal: mendapatkan lantai tambahan horizontal di gedung yang sama, penambahan lantai yang senyawa 2 Perubahan Fisik penataan ulang tata ruang, menambahkan atau menghancurkan dinding interior, reposisi jendela dan pintu, mengubah rumah perimeter, berpindah dari satu kamar ke kamar lain, partisi interior, tergantung tirai untuk membagi ruang, pengecatan, mengubah desain kusen pintu dan jendela, menambahkan eksterior dinding ke balkon dan beranda 3 Remodelling/ Menghancurkan struktur rumah yang ada dan Menghancurkan membangun kembali 4 Mengubah penggunaan ruang Mengubah penggunaan ruang tanpa konstruksi atau perubahan terhadap tata letak rumah Sumber: Agustinadewi, 2014

9 19 Dari studi literatur di atas dapat dipahami bahwa dalam mengkaji perubahan tata nilai dan bentuk arsitektur tradisional, diklasifikasikan menjadi beberapa aspek seperti pada Tabel 2.2. Tabel. 2.2 Tabel aspek kajian perubahan tata nilai dan bentuk rumoh Aceh Aspek Nilai Sosiokultural (Adat Istiadat) Tipologi/Layout ruang Konfigurasi spasial Fungsi Ruang Sumber (Rapoport, 1969) (Altman dan Chemers, 1985) (Kellett, 1993) (Sueca, 2003) Keempat hal ini menjadi variabel dan digunakan sebagai aspek dalam penelitian ini untuk mengkaji perubahan tata nilai dan bentuk arsitektur tradisional pada rumoh Aceh. 2.2 Arsitektur Tradisional Rumoh Aceh Sejarah rumoh Aceh Sebelum agama Islam berkembang di Aceh, dapat diketahui dari sejarah bahwa daerah ini sudah berabad-abad lamanya dipengaruhi oleh tradisi agama Hindu dan Budha terutama di daerah lautan yang terletak di antara benua. Sedangkan di pedalaman pengaruh animisme dan dinamisme masih sangat kuat (Arifin, 2016). Bentukan rumoh Aceh yang kita kenal saat ini, merupakan hasil proses yang panjang

10 20 dalam sejarah. Rumah yang juga merupakan produk karya manusia saat itu, tentu dalam berproses tersebut terjadi semacam akulturasi, atau perubahan secara perlahan seingga menyamai bentuknya yang sekarang (Mirsa, 2013). Setelah Islam datang dan berkembang dengan pesat maka rumah orang Aceh mengalami perubahan baik dari segi bentuk, letak dan fungsinya. Semua ini didasarkan kepada ciri-ciri dari ajaran Islam yang dianutnya. Perkembangan Islam rnencapai puncak keemasannya pada masa pemerintah Sultan Iskandar Muda yang membawa pengaruh nyata terhadap perkembangan politik, budaya dan lain-lain. Karena itulah bila diperhatikan dengan seksama, rumoh Aceh banyak mengandung nilai-nilai Islam yang tercermin dalam hal bentuk, letak bangunan, maupun ukiran yang terdapat di dalamnya. Rumoh Aceh yang ada saat ini telah berakulturasi dengan ajaran Islam yang juga menjadi landasan hidup bagi masyarakatnya sehingga memberi pengaruh terhadap perubahan filosofi dari rumoh Aceh itu sendiri. Selanjutnya, rumoh Aceh yang berkembang pada masa pengaruh Islam inilah yang menjadi acuan dalam penelitan ini (Gambar 2.1). ± 300 SM Pengaruh Animisme Pengaruh Islam 1970 Saat ini Pengaruh Modernisme Gambar 2.1 Masa pengaruh Islam pada rumoh Aceh (Arifin, 2016)

11 Karakteristik rumoh Aceh Arsitektur rumoh Aceh merupakan hasil karya cipta dari proses perubahan kebudayaan yang sudah berlangsung sejak lama. Arsitektur rumoh Aceh berbentuk panggung dengan menggunakan kayu sebagai bahan dasarnya merupakan bentuk adaptasi masyarakat Aceh terhadap kondisi lingkungannya. Struktur rumah tradisi yang berbentuk panggung memberikan kenyamanan kepada penghuninya. Rumoh Aceh yang kita kenal saat ini bukan sekadar tempat hunian, tetapi merupakan ekspresi keyakinan terhadap Tuhan dan adaptasi terhadap alam (Arif, 2015). Oleh karena itu, melalui rumoh Aceh kita dapat melihat budaya, pola hidup, dan nilai-nilai yang diyakini oleh masyarakat Aceh. Adaptasi masyarakat Aceh terhadap lingkungannya dapat dilihat dari bentuk rumoh Aceh yang berbentuk panggung, tiang penyangganya yang terbuat dari kayu pilihan, dindingnya dari papan, dan atapnya dari rumbia. Pemanfaatan hasil kekayaan alam juga dapat dilihat ketika mereka hendak menggabungkan bagian-bagian rumah, mereka tidak menggunakan paku tetapi menggunakan pasak atau tali pengikat dari rotan. Pada zaman dahulu, dinding dan lantainya terbuat dari bilah bambu, sehingga dapat diikat atau di jalin satu sama lain. Rumoh Aceh dikenal sebagai The earthquake resistant house (Rumah tahan gempa), dan mampu bertahan hingga 200 tahun (Husin, 2003). Rumah Aceh dibangun dengan sistem konstruksi bangunan yang dapat dipindah-pindah dan dapat dibongkar. Sistem konstruksi itu menggunakan tiang-tiang

12 22 dan gelagar yang saling dihubungkan dan dikancing dengan pasak dari bambu. Untuk unsur-unsur bangunan yang kecil dipakai sistem ikatan dengan tali rotan, ijuk dan lain sebagainya. Merencanakan rumah disini dimulai dengan menentukan titik-titik bagi tiang-tiangnya. Jadi tiang-tiang merupakan titik-titik yang menentukan (Samingoen, 1983). Membangun sebuah rumah biasanya dimulai dengan memilih waktu yang tepat dan secara hati-hati. Pekerjaan selalu diawali dengan mendirikan dua buah tiang utama dengan kayu silang penyangga yang menghubungkan kedua tiang itu. Apabila kegiatan tersebut sedang berlangsung, maka secara berulang-ulang berbagai doa dan mantera diucapkan. Saat rumah telah selesai dibangun, kedua tiang utama ini akan tegak di tengah juree dan disebut tiang raja dan tiang putroe (pangeran atau puteri). Untuk tiang raja dan tiang putroe ini dipilih jenis kayu yang paling kuat dan baik. Pertama-tama akan didirikan tiang raja baru kemudian tiang putroe didirikan di sampingnya. Pada suatu upacara perkawinan yang dilakukan oleh masyarakat Aceh, maka mempelai pria akan didudukkan di sebelah tiang pangeran, sementara mempelai wanita diberi tempat di bawah tiang putri. Jika upacara pada waktu mendirikan tiang utama menunjukkan tanda-tanda baik untuk meneruskan pembangunan, maka nanti, segera setelah rumah siap, kembali hari baik harus dipilih untuk memasuki atau pindah ke rumah tersebut (Hurgronje, 1985).

13 Nilai-nilai sosiokultural pada rumoh Aceh Nilai-nilai sosiokultural yang terdapat pada rumoh Aceh berkaitan erat dengan cara pandang atau kebiasaan hidup masyarakat aceh yang di ikat dalam hukum adat istiadat. Setelah Agama Islam masuk ke Aceh yang kemudian berkembang dan diterima dengan baik oleh masyarakat Aceh, nilai-nilai sosikultural pada rumoh Aceh menyesuaikan dengan norma-norma islam yang berlaku. Nilai-nilai sosiokultural yang terdapat pada rumoh Aceh adalah sebagai berikut: 1. Adat membangun dan menempati rumoh Aceh Bagi masyarakat Aceh, membangun rumah bagaikan membangun kehidupan itu sendiri. Hal inilah yang menjadi dasar dalam melakukan pembangunan rumah haruslah memenuhi beberapa persyaratan dan melalui beberapa tahapan. Persyaratan yang dilakukan sebelum mendirikan rumah misalnya pemilihan hari baik yang dilakukan oleh Teungku (Ulama setempat), syukuran kenduri, pengadaan kayu pilihan dan sebagainya. Selain itu, musyawarah dengan keluarga dan meminta saran kepada Teungku (Ulama setempat) dan bergotongroyong dalam proses mendirikan rumah merupakan upaya untuk menumbuhkan rasa kekeluargaan, menanamkan rasa solidaritas sesama, dan penghormatan kepada adat yang berlaku. Dengan bekerjasama permasalahan dapat di atasi dan harmoni sosial dapat terus dijaga. Dengan mendapatkan petuah

14 24 dari Teungku (Ulama setempat) diharapkan rumah yang dibangun dapat memberikan keamanan secara jasmani dan ketentraman secara rohani. Upacara adat dalam mendirikan rumoh Aceh banyak dipengaruhi oleh kebudayaan Hindu dan Islam, dalam upacara tersebut juga terlihat adanya unsur-unsur kepercayaan terhadap roh-roh gaib dan benda-benda yang di anggap keramat. Upacara adat dalam mendirikan rumoh Aceh dilaksanakan secara tiga tahap. Pertama dilaksanakan pada saat pengambilan bahan-bahan rumah dari hutan. Tahap kedua ketika hendak mendirikan rumah dan tahap yang ketiga dilaksanakan upacara adat ketika rumah sudah siap untuk dihuni/ditempati (Mirsa, 2013). Adapun kegiatankegiatan yang dilakukan pada setiap tahapan upacara adat mendirikan rumoh Aceh adalah sebagai berikut: a. Upacara pengambilan bahan dari hutan Sebagian besar bahan-bahan rumoh Aceh seperti tiang dan papan dibuat didalam hutan dimana baha-bahan tersebut diambil, tujuannya agar mempermudah pada saat diangkut. Dalam rangka pengangkutan kayu-kayu itu dari hutan biasanya disertai dengan melaksanakan upacara adat. Pengangkutan dilaksanakan secara bergotong royong dengan mengundang sanak famili beserta warga. Setiap upacara tersebut disertai dengan pemotongan hewan kurban seperti sapi,

15 25 kerbau, kambing dan sekurang-kurangnya pemotongan ayam atau itik. Tujuan dari pemotongan hewan kurban tersebut adalah untuk menghindari terjadinya berbagai kemungkinan yang dapat menghalangi atau mempersulit pengambilan semua bahan untuk rumah yang ingin dibanun tesebut. Menurut kepercayaan orang Aceh, bahwa setiap tempat dipermukaan bumi ini baik yang berada di darat ataupun di laut terdapat semacam makhluk halus yang menjaga atau menguasai. Untuk memasuki hutan dan mengambil isinya harus dipatuhi ketentuan-ketentuan yang berlaku, agar makhluk halus yang menguasai hutan itu bersedia memberikan keizinannya. Salah satu cara ntuk memperoleh keizinan penguasa hutan tersebut dengan cara menyembelih hewan kurban. b. Upacara mendirikan rumah Pada saat melakukan upacara mendirikan rumoh Aceh ada dua kegiatan penting yang harus dilakukan. Pertama upacara Tanom Kurah dan yang kedua upacara Peusijuk. Upacara Tanom Kurah adalah sejenis upacara perletakan batu pertama, dalam upacara ini dilakukan penanaman kurah persis ditengah-tengah tempat di mana rumoh Aceh akan dibangun. Penanaman kurah dilakukan pada malam hari, tepat pukul wib. Hal ini menurut kepercayaan orang Aceh dapat membawa ketentraman dan kebahagian bagi penghuni rumah itu,

16 26 terutama sekali menyangkut kenyamanan tidur pada malam hari. Sedangkan upacara Peusijuk dilaksanakan pada pagi harinya oleh pemilik rumah itu sendiri atau bisa juga diwakilkan oleh Tengku (Imam Mesjid/Imam Mushalla). Kegiatan pokok dalam upacara ini adalah penepung tawaran seluruh lokasi tempat di mana rumah itu akan dibangun, sekaligus juga dilaksanakan penepung tawaran terhadap bahan-bahan perlengkapan rumah yang telah dipersiapkan sebelumnya di tempat itu. Dalam upacara ini juga diadakan pembacaan doa yang biasanya dipimpin oleh Tengku. Doa ini merupakan sikap menyerahkan diri kepada Allah SWT, serta memohon agar pembangunan rumah itu dapat berjalan dengan baik dan diharapkan dapat membawa berkah, ketenangan serta ketentraman bagi penghuninya. c. Upacara ketika menempati rumah baru Setelah bangunan rumoh Aceh selesai dibangun, masih ada dua upacara lagi yang harus dilaksanakan oleh pemilik rumoh Aceh yaitu: upacara Peusijuk Utoh (Tukang) dan upacara kenduri E Rumoh Baro (upacara menempati rumah baru). Upacara peusijuk utoh (penepung tawaran tukang) adalah sebagai ucapan terimakasih pemilik rumah kepada tukang yang telah melaksanakan pengerjaan rumahnya dengan baik hingga siap untuk ditempati. Sedangkan upacara kenduri E

17 27 rumoh baro adalah upacara syukuran yang diselenggarakan pemilik rumah karena bangunan itu telah selesai. Upacara ini biasanya dilaksanakan setelah selesai shalat mahgrib dirumah baru yang hendak ditempati. Upacara ini diakhiri dengan pembacaan doa oleh Tengku Imam setempat. 2. Hukum waris (faraidh) rumah Rumah dan pekarangannya menjadi milik anak-anak perempuan atau ibunya. Menurut adat Aceh, rumah dan pekarangannya tidak boleh di praé (faraidh-hukum waris). Adat ini telah ada di Aceh semenjak Putroe Phang isteri Sultan Iskandar Muda membuat qanun tersebut di abad ke 17 (Hurgronje, 1985). Qanun ini melindungi kehidupan seorang janda, sehingga bila seorang isteri diceraikan oleh suaminya, maka janda tersebut memiliki rumah yang dibuat oleh sang suami. Itu sebabnya isteri di dalam bahasa Aceh disebut peurumoh (yang punya rumah). Jika seorang suami meninggal dunia, maka rumoh Aceh itu menjadi milik anak-anak perempuan atau menjadi milik isterinya bila mereka tidak mempunyai anak perempuan. Anak-anak perempuan setelah menikah akan tetap tinggal di rumah ibunya, di mana sebuah juree dipersiapkan untuk mereka, atau sebuah rumah lain khusus dibangun untuk mereka di atas tanah dalam pekarangan rumah asal.

18 28 Berdasarkan kajian dari studi literatur di atas mengenai nilai-nilai sosiokultural pada rumah tradisional Aceh, dapat diuraikan nilai-nilai sosiokultural yang berlaku pada rumoh Aceh yang menjadi acuan dalam penelitian ini (Tabel 2.3). Tabel 2.3 Nilai-nilai sosiokultural yang berlaku pada rumoh Aceh Nilai-nilai Adat membangun dan menempati rumoh Aceh Hukum kepemilikan rumoh Aceh (Waris/Faraidh) Keterangan Dalam membangun dan menempati rumoh Aceh ada beberapa upacara adat yang dilakukan: 1. Upacara pengambilan bahan 2. Upacara membangun rumah 3. Upacara menempati rumah Rumah dan perkarangan akan menjadi hak istri dan anak perempuan Tipologi ruang rumoh Aceh Wujud rumoh Aceh merupakan manifestasi dari kearifan lokal dalam menyikapi alam dan keyakinan (religiusitas) masyarakat Aceh. Kecerdasan masyarakat Aceh dalam menyikapi alam dapat dilihat dari bentuk rumoh Aceh yang menghadap ke utara dan selatan sehingga rumoh Aceh membujur dari timur ke barat. Arah rumah yang menghadap ke Utara-Selatan dimaksudkan agar sinar matahari lebih mudah masuk kekamar-kamar baik yang berada disisi timur ataupun disisi barat (Gambar 2.2).

19 29 Gambar 2.2 Arah orientasi rumoh Aceh (Mirsa, 2013) Setelah Islam masuk ke Aceh, arah rumoh Aceh mendapat justifikasi keagamaan. Hal itu dikarenakan dalam perkembangannya orientasi rumoh Aceh dalam perkampungan seperti sekarang ini dianggap sebagai upaya masyarakat Aceh membuat garis imajiner antara rumah dan Ka bah (Gambar 2.3). Orientasi rumah menghadap utara-selatan dan membujur timur-barat juga berkembang menjadi sebuah aturan yang harus dipatuhi dalam menempatkan posisi rumah yang akan dibangun dan ditempati oleh masyarakat Aceh nantinya. Aturan tersebut tidak tertulis, namun masyarakat Aceh meyakini hal ini dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari mereka hingga saat ini.

20 d 30 Gambar 2.3 Orientasi beberapa rumoh Aceh dalam perkampungan (Mirsa, 2013) Rumoh Aceh merupakan rumah panggung yang besarnya tergantung pada banyaknya ruweueng (ruang). Ada yang tiga ruang, lima ruang, tujuh ruang hingga sepuluh ruang. Rumoh dengan tiga ruang memiliki 16 tiang, sedangkan Rumoh dengan lima ruang memiliki 24 tiang (Gambar 2.4). Gambar 2.4 Rumoh Aceh dengan jumlah 24 tiang (Hurgronje, 1985)

21 31 Modifikasi dari tiga menjadi lima ruang atau sebaliknya bisa dilakukan dengan mudah, tinggal menambah atau menghilangkan bagian ruweueng yang ada di sisi Barat atau Timur rumah. Pengaruh keyakinan terlihat pada penggunaan tiangtiang penyangganya yang selalu berjumlah genap, jumlah ruangannya yang selalu ganjil, dan anak tangganya yang berjumlah ganjil. Beranda muka disebut seuramoë keue (karena di sini ditempatkan tangga masuk, disebut juga seuramoë rinyeuen), serambi belakang disebut seuramoë likot. Bagian utama rumah adalah pada bagian tengah, yang dibuat lebih tinggi dari pada lantai serambi. Bagian utama rumah ini disebut tungai. Pada bagian Tungai ini terletak dua bilik (kamar tidur), yaitu rumoh Inong dan anjông (Gambar 2.5). Rumoh inong adalah bilik peurumoh (master bedroom), sedangkan anjông adalah bilik untuk anak perempuan (Arif, 2015). Gambar 2.5 Denah Rumoh Aceh (Arif, 2015)

22 Konfigurasi spasial pada rumoh Aceh Tata ruang rumah dengan beragam jenis fungsinya merupakan simbol agar semua orang taat pada aturan (nilai-nilai). Dari segi Agama, konsep rumoh Aceh adalah suci. Dampak dari konsep suci ini adalah adalah berkembangnya aturan tak tertulis yang mengatur bahwa toilet tidak boleh berada didalam rumoh Aceh dan harus dipisahkan dari rumah (Gambar 2.6). Gambar 2.6 Rumoh Aceh dengan posisi toilet berada diluar dari rumah Aceh (Hurgronje, 1985) Dalam kehidupan masyarakat tradisional rumah dianggap sebagai bentuk mikro kosmos sebagai penjelmaan dari bentuk makro kosmos (alam raya) yang terbagi atas tiga bagian yaitu: a. Dunia atas, adalah daerah suci sebagai tempat para leluhur; b. Dunia tengah, adalah daerah yang dihuni oleh manusia; c. Dunia bawah, adalah daerah kotor yang biasanya dihuni oleh binatang (Moerdjoko, 2006).

23 33 Oleh karena hal tersebut, ada kaitannya peletekan toilet yeng merupakan bagian yang dianggap kotor oleh masyarakat tradisional diletakkan dibagian bawah rumah dan terpisah dari rumah. Peletakan toilet pada rumoh Aceh diletakan terpisah dari rumah dengan tujuan menjaga kesucian rumah karena rumah juga berfungsi sebagai tempat ibadah pemilik rumah dan juga bagi tamu yang datang. Ibadah seperti shalat berjamaah dan pengajian sering dilakukan pada seuramoe keu (serambi depan). Oleh karenanya, untuk menjaga kesucian rumoh Aceh sebelum menaiki rumah pemilik atau tamu diharuskan membasuh kaki dengan air yang tersedia dalam gentong air disamping tangga naik. Konfigurasi penggunaan ruang pada rumoh Aceh dibedakan terhadap pengguanaan ruang berdasarkan pembatasan kegiatan baik untuk kaum laki-laki maupun perempuan. Hal tersebut dapat dilihat dengan adanya bagian ruang yang berfungsi sebagai ruang kegiatan kaum perempuan, seperti rumoh inong (kamar khusus perempuan), ruang kegiatan laki-laki seperti seuramoe keu (serambi depan), serambi belakang merupakan tempat yang didominasi wanita (Gambar 2.7). biasanya pada bagian belakang rumah juga disediakan tangga khusus bagi kaum perempuan atau bagi tetangga yang ingin sekedar bersosialisasi dengan pemilik rumah.

24 34 Zona perempuan Zona laki-laki Gambar 2.7 Zona kegiatan perempuan dan zona laki-laki pada rumoh Aceh (Arif, 2015) Sementara bagi kaum laki-laki yang bukan anggota keluarga dekat hanya diperbolehkan berkegiatan di seuramoe keu. Apabila di rumah tidak ada anggota keluarga yang laki-laki, maka bagi tamu yang bukan keluarga dekat (muhrim) dilarang untuk naik ke rumah. Nilai-nilai religiusitas juga dapat dilihat pada jumlah ruang yang selalu ganjil, jumlah anak tangga yang selalu ganjil dan keberadaan gentong air untuk membasuh kaki setiap kali ingin masuk ke rumoh Aceh (Gambar 2.8). Gambar 2.8 Posisi gentong air dan tangga pada rumoh Aceh (Mirsa, 2013)

25 35 Keberadaan tangga untuk memasuki rumoh Aceh bukan hanya berfungsi sebagai alat untuk naik kedalam rumah, tetapi tangga juga berfungsi sebagai titik batas yang hanya boleh didatangi oleh tamu yang bukan keluarga atau saudara dekat. Apabila dirumah tidak ada anggota keluarga laki-laki, maka pantang (tabu) bagi tamu yang bukan keluarga dekat untuk naik kerumah (Mirsa, 2013). Dengan demikian reunyeun (tangga) juga memiliki fungsi sebagai alat kontrol sosial dalam melakukan interaksi sehari-hari antar masyarakat. Untuk memuliakan posisi peurumoh dalam Adat Aceh, posisi kamar tidur utama ditempatkan pada posisi yang paling utama, di tengah dan di lantai tertinggi. Di antara kedua kamar tidur itu ada lorong penghubung antara seuramoë rinyeuen dengan seuramoë likôt, yang bernama Rambat. Di bagian belakang ada rumoh dapu (dapur) yang elevasi lantainya sejajar dan ada juga yang lebih rendah dari seuramoë likôt. Dapat kita pahami bahwa, masyarakat Aceh telah mengonsepkan ruang dengan suatu hirarki. Secara fisik bangunan, hirarki ini tampak pada elevasi yang berbeda di tiap lantai ruangan. Hal ini berhubungan dengan nilai-nilai yang berlaku dalam Adat Aceh sehingga menjadi demikian adanya. Bagian ruang yang paling suci dari yang suci di dalam rumah adalah bagian yang dapat disebut kamar yang sesungguhnya jureë, yaitu bagian yang dapat dicapai melalui sebuah pintu yang tembus ke serambi belakang (Gambar 2.9). Di sinilah pasangan suami isteri tidur, di tempat ini pula pertemuan pertama antara mempelai laki-laki dan perempuan pada waktu mampleue, dan di sini juga keluarga yang

26 36 meninggal dunia dimandikan. Kamar-kamar ini jarang dimasuki orang kecuali para orang tua, anak-anak dan pembantu mereka (Hurgronje, 1985). Gambar 2.9 Posisi juree pada rumoh Aceh Selain orientasi rumoh Aceh dan letak toilet yang terpisah untuk menjaga konsep suci, ruang-ruang dalam rumoh Aceh juga mendapat pengaruh dari berkembangnya ajaran agama Islam. Hal ini terlihat dengan tidak tersedianya ruang tidur untuk anak laki-laki dewasa pada rumoh Aceh. Anak laki-laki yang sudah dewasa menghabiskan waktunya untuk belajar mengaji dan agama di meunasah (tempat ibadah). Dengan demikian mereka lebih sering tinggal dan berkegiatan di meunasah daripada dirumah Fungsi ruang pada rumoh Aceh Adapun fungsi ruang dalam masing-masing memiliki fungsi sesuai dengan susunannya masing-masing. Adapun fungsi ruang berdasarkan susunannya adalah sebagai berikut:

27 37 1. Bahagian bawah Bahagian ini berbentuk kolong yang berada di bawah lantai (Gambar 2.10). Pada kolong didapati beberapa deretan tiang-tiang rumah yang sejajar dari timur ke barat, yang terdini dari empat buah deretan, yaitu banja keu (deretan depan), banja teungoh (deretan tengah depan) dan banja likoet (deretan belakang). Di antara deretan tengah depan dan deretan tengah belakang terdapat tiang raja dan tiang putri. Gambar 2.10 Bagian bawah (Yup Moh) rumoh Aceh Di kaki tangga rumah selalu ditaruh sebuah tempat air dari tanah atau semacam guci, di sebelahnya sebuah tonggak dari kayu dipancangkan di tanah di mana digantungkan sebuah gayung atau ember kecil (teuneulat tima), sejumlah batu diletakkan agak teratur di dekatnya. Siapa pun yang bermaksud masuk rumah, sejenak berdiri di atas batu-batuan tersebut, menyiram air dengan gayung serta membasuh kakinya yang kotor atau berlumpur hingga bersih (Hurgronje, 1985).

28 38 2. Bahagian atas Bahagian ini merupakan ruangan yang keseluruhannya berbentuk persegi panjang, yaitu terbagi atas tiga ruangan antara lain: a. Ruangan depan (seuramoe keu/seuramoe reunyeun) Ruangan ini berbentuk polos, artinya pada ruangan ini tidak dibuat lagi dinding penyekat atau pemisah menjadi bilik-bilik yang lebih kecil (Gambar 2.11). Pintu juga dibangun pada bahagian ini yang ukuran luasnya sekitar 0,8 meter dan tingginya 1.8 meter. Pada sisi dinding depan sebelah kiri dan kanan pintu dibuat jendela (tingkap). Biasanya hanya rumah yang berdinding papan yang mempunyai jendela. Dengan demikan berarti serambi depan bersifat terbuka sampai pula dengan fungsinya yang antara lain tempat menerima tamu laki-laki, tempat mengaji dan belajar anak laki-laki, yang sekaligus menjadi tempat tidur mereka dan kepentingan yang umum. (Samingoen, 1984). Gambar 2.11 Ruangan serambi depan (Keu) rumoh Aceh

29 39 b. Ruangan tengah (tungai) Ruangan tengah (tungai) terletak antara serambi depan dan serambi belakang. Ruangan ini (juree) terletak antara serambi muka dan serambi belakang, yang tingginya 0,5 meter dari level posisi lantai serambi depan dan serambi belakang. Pada ruangan ini biasanya terdapat dua buah bilik sebagai tempat tidur (Gambar 2.12). Kedua kamar ini masing-masing terletak di sebelah kanan atau kiri (timur atau barat). Ruangan tengah (juree) antar bilik kamar ini dipisahkan oleh gang (rambat) yang berfungsi sebagai jalan antara serambi depan dan serambi belakang. Kamar sebelah barat (rumoeh inoeng) ditempati oleh orang tua/kepala keluarga, dan di sebelah timur (rumoeh anjoeng) ditempati oleh anak perempuan, jika anak perempuan lebih satu orang, maka kepala keluarga terpaksa pindah ke belakang pada bahagian barat, bila tidak mampu membuat rumah yang terpisah. Gambar 2.12 Ruangan tengah (Tungai) rumoh Aceh

30 40 c. Ruangan belakang (seramoe likoet) Sebagaimana halnya dengan ruangan depan maka ruangan belakang ini tidak dibagi lagi menjadi ruangan yang lebih kecil. Ada juga yang membangun ruangan ini sedikit lebih besar dari pada serambi depan dengan cara menambahkan dua buah tiang pada bahagian timurnya. Ruang tamhahan ini sering disebut anjoeng atau ulee keude yang sekaligus berfungsi sebagai dapur, yang terletak di sebelah timur dari seramoe likoet (Gambar 2.13). Di atas dinding depan di bawah bara bahagian luar biasanya atau perkakas dapur, yang disebut sandeng (sanding). Terkadang masih ada penambahan terhadap ruang belakang ini yaitu dengan cara memasang balok toi yang ujung bahagian belakangnya lebih panjang 1.5 cm dari pada ukuran biasa. balok ini menghubungkan tiang deretan tengah belakang dengan tiang deretan belakang, bahagian yang ditambah ini biasa disebut tiphiek. Kegunaannya sebagai tempat menyimpan kayu bakar. Gambar 2.13 Ruangan serambi belakang (Likoet) rumoh Aceh

31 41 3. Bahagian atap/kap Kebanyakan atap rumah adalah atap yang berabung (tampong) satu. Bahagian kap terletak dibagian atas ruangan tengah yang memanjang dari samping kiri ke kanan, sedangkan cucuran atasnya berada di bahagian depan dan belakang rumah. Rabung rumah atau tampong berada dibahagian atas serambi tengah, terdapat juga loteng yang berfungsi sebagai tempat untuk menyimpan barang-barang yang diperlukan (Gambar 2.14). Atap rumoh Aceh biasanya dibuat dari oen meuria (daun rumbia) yang dianyam dengan rotan yang telah dibelah kecil-kecil. Gambar 2.14 Bahagian atap (Kap) Rumoh Aceh Berdasarkan studi literatur yang telah dijelaskan di atas mengenai rumah tradisional Aceh, dapat diuraikan beberapa hal yang menjadi karakteristik dari rumoh Aceh. Adapun karakteristik dari rumoh Aceh yang menjadi acuan dalam penelitian ini dijelaskan seperti pada Tabel 2.4.

32 42 Tabel 2.4 Karakteristik Kunci Rumoh Aceh Karakteristik Gambar Orientasi rumoh Aceh selalu menghadap utara selatan. Sehingga membujur dari timur dan barat Terbagai dalam 3 bagian Kolong, dinding, atap Ruangan terbagi dalam 3 ruangan besar: seuramoe keu, seuramoe teungoh, seuramoe likoet Lantai bagian teungah (juree) lebih tinggikan (dianggap sebagai bagian paling suci dalam rumoh Aceh) Hanya terdapat kamar tidur orang tua (rumoh Inong) dan anak perempuan (Anjong)

33 43 Tabel 2.4 (Lanjutan) Karakteristik Gambar Tidak terdapat kamar tidur anak laki-laki Biasanya kamar mandi/wc terpisah dari rumoh Aceh (diluar). Terdapat kolong yang tersusun dari tiang-tiang (biasa berjumlah 16, 20, 24 tiang) Berdiri sendiri (tidak sambung menyambung) Menggunankan material alam (dinding, lantai dan tiang dari kayu, atap rumbia dan tali rotan sebagai pengikat sambungan)

34 Perkembangan Arsitektur Rumoh Aceh Perkembangan rumoh Aceh hingga saat ini memperlihatkan terjadinya perubahan baik itu pada nilai-nilai yang berlaku maupun dari segi bentuk dan fungsi dari rumoh Aceh Itu sendiri. Hal tersebut dipengaruhi oleh pergeseran sistem nilai dan kebutuhan akan ruang baru untuk memenuhi aktivitas penghuninya. Berdasarkan literatur-literatur ditemukan bahwa perkembangan dari rumoh Aceh berdasarkan tahapan waktu dari tahun ada tiga tipe rumoh Aceh yang sudah bermodifikasi Tipe 1 Tipe ini adalah rumoh Aceh dengan bentuk asli namun sudah mengalami perubahan pada layout ruang bagian dalam rumah. Perubahan yang terjadi tidak begitu signifikan, hanya bersifat penambahan ruang yang disesuaikan dengan kebutuhan (Gambar 2.15). Tipe ini mulai berkembang di awal tahun an. Pada masa ini, material alami seperti kayu masih sangat mudah dijumpai. Oleh karenanya, rumoh Aceh yang bekembng masih didominasi oleh material-materilam alami. Gambar 2.15 Rumoh Aceh Tipe I

35 Tipe 2 Tipe ini adalah rumoh Aceh yang sudah mengalami modifikasi dengan perubahan yang bersifat penambahan ruang pada bagian belakang atau samping rumah. Penambahan ruang dibangun langsung diatas permukaan tanah dan menyatu dengan bangunan lama. Bangunan baru biasanya didominasi oleh material fabrikasi (Gambar 2.16). Gambar 2.16 Rumoh Aceh Modifikasi Tipe 2 Pada tipe ini karakteristik dari rumoh Aceh asli masih dapat terlihat. Hal itu terlihat jelas pada konsep kolong yang masih dipertahankan. Tipe rumoh Aceh dengan model pengembangan seperti ini mulai berkembang pada tahun 1970-an. Pada perkembangannya, rumoh Aceh tipe-2 ini mulai memadukan material alam dan material fabrikasi.

36 Tipe 3 Tipe ini adalah rumoh Aceh yang sudah mengalami modifikasi dengan perubahan yang bersifat penambahan ruang baik itu pada bagian belakang, samping dan bagian bawah rumah (Gambar 2.17). Penambahan ruang yang terjadi bersifat permanen. Bangunan baru pada tipe ini merubah karakteristik dari rumoh Aceh. Tipe ini mulai berkembang pada tahun 2000-an. Gambar 2.17 Rumoh Aceh Modifikasi Tipe 3 Rumoh Aceh dengan pengembangan tipe 3 ini mulai terjadi saat bahan material pabrikasi mulai masuk ke daerah Aceh. Hal itu juga dikarenakan pada tahun 2000-an, mendapatkan material kayu yang bagus untuk membangun rumoh Aceh sangat sulit.

37 Kerangka Teori Setelah mengkaji beberapa teori dari studi literatur yang digunakan dalam penelitian ini, maka kerangka teorinya dapat dijelaskan seperti pada Gambar Nilai-nilai dan Arsitektur (Rapoport, 1969) - Arsitektur adalah refleksi dari perilaku atau pemanfaatan ruang; dengan kata lain, itu adalah cerminan dari budaya. - Setiap elemen bangunan tradisional terbentuk sebagai manifestasi dari nilai-nilai sosiokultural (Altman dan Chemers, 1985) lingkungan binaan merupakan hasil dari perubahan manusia dan lingkungannya. Dalam hal skala lingkungan, rumah merupakan bagian yang sangat kecil. (Altman dan Chemers, 1985) desain layout rumah masyarakat dan bangunan umum sering eksplisit mencerminkan nilai-nilai keyakinan dan budaya. Bentuk dan Arsitektur (Rapoport, 1990) perubahan arsitektur tradisional dibagi tiga bagian yaitu (1) core element element (2) peripheral element (3) new element elemen (Sueca, 2003) konfigurasi ruang tradisional tidak lagi sesuai dengan nilai-nilai baru dan gaya hidup. proses transisi sosial budaya secara paralel merubah nilai-nilai sosiokultural pada rumah fungsi, makna, dan konfigurasi (Kellett et al, 1993) transformasi bentuk melibatkan perubahan tata letak penggunaan ruang, perubahan fisik atau modifikasi struktur yang ada serta ekstensi (penambahan ruang) Budaya dan Arsitektur Gambar 2.18 Kerangka Teori

+ 3,63 + 2,60 ± 0, ,00

+ 3,63 + 2,60 ± 0, ,00 LANTAI DAN DINDING Seluruh ruangan dalam rumah Bubungan Tinggi tidak ada yang dipisahkan dinding. Pembagian ruang hanya didasarkan pembagian bidang horisontal atau area lantai yang ditandai dengan adanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ayu Fauziyyah, 2014

BAB I PENDAHULUAN. Ayu Fauziyyah, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberagaman dalam budaya Indonesia tercermin pada bagian budayabudaya lokal yang berkembang di masyarakat. Keragaman tersebut tidak ada begitu saja, tetapi juga karena

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK RUMAH ADAT TAMBI SUKU LORE SULAWESI TENGAH

KARAKTERISTIK RUMAH ADAT TAMBI SUKU LORE SULAWESI TENGAH KARAKTERISTIK RUMAH ADAT TAMBI SUKU LORE SULAWESI TENGAH OLEH : SANDRA REZITHA KEMALASARI Mahasiswa Fakultas Teknik Jurusan Arsitektur Universitas Brawijaya Email: sandrarezitha@hotmail.com ABSTRAK Karakteristik

Lebih terperinci

STRUKTUR KONSTRUKSI RUMAH JOGLO

STRUKTUR KONSTRUKSI RUMAH JOGLO STRUKTUR KONSTRUKSI RUMAH JOGLO Joglo merupakan kerangka bangunan utama dari rumah tradisional Jawa terdiri atas soko guru berupa empat tiang utama dengan pengeret tumpang songo (tumpang sembilan) atau

Lebih terperinci

Tradisi Membangun Arsitektur Tradisional Folajiku Sorabi, Tidore Kepulauan

Tradisi Membangun Arsitektur Tradisional Folajiku Sorabi, Tidore Kepulauan TEMU ILMIAH IPLBI 2016 Tradisi Membangun Arsitektur Tradisional, Tidore Kepulauan Sherly Asriany Program Studi Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Khairun. Abstrak Kebudayaan membangun dalam arsitektur

Lebih terperinci

Ciri Khas Arsitektur Tradisional Pada Rumah Warga di Kecamatan Brangsong Kabupaten Kendal

Ciri Khas Arsitektur Tradisional Pada Rumah Warga di Kecamatan Brangsong Kabupaten Kendal Ciri Khas Arsitektur Tradisional Pada Rumah Warga di Kecamatan Brangsong Kabupaten Kendal Andhika Bayu Chandra 15600022 4A Arsitektur Teknik Universitas PGRI Semarang Andhikabayuchandra123@gmail.com Abstrak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat pesisir pantai barat. Wilayah budaya pantai barat Sumatera, adalah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat pesisir pantai barat. Wilayah budaya pantai barat Sumatera, adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masyarakat yang tinggal disepanjang pinggiran pantai, lazimnya disebut masyarakat pesisir. Masyarakat yang bermukim di sepanjang pantai barat disebut masyarakat

Lebih terperinci

BAB 8 KESIMPULAN DAN KONTRIBUSI

BAB 8 KESIMPULAN DAN KONTRIBUSI BAB 8 KESIMPULAN DAN KONTRIBUSI 8.1. Kesimpulan Berdasarkan analisis dan pembahasan dalam penelitan ini maka dibuat kesimpulan dari fokus kajian mengenai, perubahan ruang hunian, gaya hidup dan gender,

Lebih terperinci

Rumah Tinggal Dengan Gaya Arsitektur Bali Modern Di Denpasar

Rumah Tinggal Dengan Gaya Arsitektur Bali Modern Di Denpasar Rumah Tinggal Dengan Gaya Arsitektur Bali Modern Di Denpasar Oleh : Naya Maria Manoi nayamanoi@gmail.com Mahasiswa Desain Interior FSRD ISI Denpasar ABSTRAK Arsitektur tradisional Bali merupakan budaya

Lebih terperinci

RUMOH ACEH. Edisi Pertama Cetakan Pertama, 2013

RUMOH ACEH. Edisi Pertama Cetakan Pertama, 2013 RUMOH ACEH Penulis: Rinaldi Mirsa Edisi Pertama Cetakan Pertama, 2013 Hak Cipta 2013 pada penulis, Hak Cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak atau memindahkan sebagian atau seluruh isi buku

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV.1. Hasil Berdasarkan hasil perancangan aplikasi yang telah dilakukan pada bab analisa dan perancangan, selanjutnya dapat di tampilkan beberapa tampilan animasi 3 dimensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ruang Publik Yaroana Masigi berada di tengah-tengah permukiman

BAB I PENDAHULUAN. Ruang Publik Yaroana Masigi berada di tengah-tengah permukiman BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ruang Publik Yaroana Masigi berada di tengah-tengah permukiman tradisional Kelurahan Melai, merupakan permukiman yang eksistensinya telah ada sejak zaman Kesultanan

Lebih terperinci

Penggunaan Langgam Rumoh Aceh pada Bangunan Perkantoran di Kota Banda Aceh

Penggunaan Langgam Rumoh Aceh pada Bangunan Perkantoran di Kota Banda Aceh TEMU ILMIAH IPLBI 2016 Penggunaan Langgam Rumoh Aceh pada Bangunan Perkantoran di Kota Banda Aceh Saiful Anwar Mahasiswa Program Studi Magister Arsitektur, SAPPK, Institut Teknologi Bandung. Abstrak Bangunan

Lebih terperinci

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Berdasarkan penelitian tentang arsitektur rumah tradisional di Desa Pinggirpapas, dapat dirumuskan kesimpulan sebagai berikut: 1. Arsitketur tradisional Madura

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada era modern saat ini sangat jarang terlihat rumah-rumah tradisional

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada era modern saat ini sangat jarang terlihat rumah-rumah tradisional BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada era modern saat ini sangat jarang terlihat rumah-rumah tradisional dibangun, namun cukup banyak ditemukan bangunan-bangunan yang diberi sentuhan tradisional

Lebih terperinci

Arsitektur Dayak Kenyah

Arsitektur Dayak Kenyah Arsitektur Dayak Kenyah Propinsi Kalimantan Timur memiliki beragam suku bangsa, demikian pula dengan corak arsitekturnya. Namun kali ini hanya akan dibahas detail satu jenis bangunan adat yaitu lamin (rumah

Lebih terperinci

BAB III RUMAH ADAT BETAWI SETU BABAKAN. 3.1 Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan

BAB III RUMAH ADAT BETAWI SETU BABAKAN. 3.1 Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan BAB III RUMAH ADAT BETAWI SETU BABAKAN 3.1 Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan Gambar 3.1 Gerbang Masuk Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan adalah sebuah perkampungan budaya yang dibangun untuk

Lebih terperinci

PELESTARIAN BANGUNAN MASJID TUO KAYU JAO DI SUMATERA BARAT

PELESTARIAN BANGUNAN MASJID TUO KAYU JAO DI SUMATERA BARAT PELESTARIAN BANGUNAN MASJID TUO KAYU JAO DI SUMATERA BARAT Dion Farhan Harun, Antariksa, Abraham Mohammad Ridjal Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Jl. Mayjen Haryono 167, Malang

Lebih terperinci

Tugas I PERANCANGAN ARSITEKTUR V

Tugas I PERANCANGAN ARSITEKTUR V Tugas I PERANCANGAN ARSITEKTUR V Buyung Hady Saputra 0551010032 FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN SURABAYA 2011 Rumah Adat Joglo 1. Rumah Joglo Merupakan rumah

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Tipologi bangunan rumah tinggal masyarakat lereng gunung Sindoro tepatnya di Dusun

Lebih terperinci

ADAPTASI TEKNOLOGI DI RUMAH ADAT SUMBA

ADAPTASI TEKNOLOGI DI RUMAH ADAT SUMBA M.I. Ririk Winandari, Adaptasi Teknologi di Rumah Adat Sumba 109 ADAPTASI TEKNOLOGI DI RUMAH ADAT SUMBA M.I. Ririk Winandari* Jurusan Arsitektur - Universitas Trisakti, Jl. Kyai Tapa No.1 Grogol, Jakarta

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN 6.1. Kesimpulan Karakteristik penghuni yang mempengaruhi penataan interior rumah susun

BAB VI KESIMPULAN 6.1. Kesimpulan Karakteristik penghuni yang mempengaruhi penataan interior rumah susun BAB VI KESIMPULAN 6.1. Kesimpulan Dari hasil penelitian diketahui telah terjadi suatu pola perubahan pada unit hunian rumah susun sewa Sombo. Perubahan terjadi terutama pada penataan ruang hunian yang

Lebih terperinci

BAB 11 PROFIL DESA KOTO PERAMBAHAN. Kampar Timur Kabupaten Kampar. Menurut beberapa tokoh masyarakat, Desa

BAB 11 PROFIL DESA KOTO PERAMBAHAN. Kampar Timur Kabupaten Kampar. Menurut beberapa tokoh masyarakat, Desa 17 BAB 11 PROFIL DESA KOTO PERAMBAHAN A. Sejarah Perkembangan Desa Koto Perambahan Desa Koto Perambahan adalah nama suatu wilayah di Kecamatan Kampar Timur Kabupaten Kampar. Menurut beberapa tokoh masyarakat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kekayaan budaya itu tersimpan dalam kebudayaan daerah dari suku-suku bangsa yang

BAB I PENDAHULUAN. Kekayaan budaya itu tersimpan dalam kebudayaan daerah dari suku-suku bangsa yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara kepulauan yang kaya dengan ragam kebudayaan. Kekayaan budaya itu tersimpan dalam kebudayaan daerah dari suku-suku bangsa yang memiliki

Lebih terperinci

BAB 1 STRUKTUR DAN KONSTRUKSI

BAB 1 STRUKTUR DAN KONSTRUKSI BAB 1 STRUKTUR DAN KONSTRUKSI Sistem struktur dan konstruksi Rumah Gadang memiliki keunikan, dimulai dari atapnya yang rumit hingga pondasinya yang sederhana tetapi memiliki peran yang sangat penting bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kampung Naga merupakan salah satu perkampungan masyarakat yang. kampung adat yang secara khusus menjadi tempat tinggal masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Kampung Naga merupakan salah satu perkampungan masyarakat yang. kampung adat yang secara khusus menjadi tempat tinggal masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kampung Naga merupakan salah satu perkampungan masyarakat yang ada di Indonesia dan masih terjaga kelestariannya. Kampung ini merupakan kampung adat yang secara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lanskap Budaya Lanskap adalah suatu bentang alam dengan karakteristik tertentu yang dapat dinikmati oleh seluruh indera manusia, dimana karakter tersebut menyatu secara harmoni

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM DESA TELUK BATIL KECAMATAN SUNGAI APIT KABUPATEN SIAK. Sungai Apit Kabupaten Siak yang memiliki luas daerah 300 Ha.

BAB II GAMBARAN UMUM DESA TELUK BATIL KECAMATAN SUNGAI APIT KABUPATEN SIAK. Sungai Apit Kabupaten Siak yang memiliki luas daerah 300 Ha. BAB II GAMBARAN UMUM DESA TELUK BATIL KECAMATAN SUNGAI APIT KABUPATEN SIAK A. Letak Geografis dan Demografis 1. Geografis Desa Teluk Batil merupakan salah satu Desa yang terletak di Kecamatan Sungai Apit

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sakral, sebuah pernikahan dapat menghalalkan hubungan antara pria dan wanita.

BAB 1 PENDAHULUAN. sakral, sebuah pernikahan dapat menghalalkan hubungan antara pria dan wanita. 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pernikahan merupakan salah satu tahap penting dalam kehidupan manusia. Selain merubah status seseorang dalam masyarakat, pernikahan juga merupakan hal yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kalimantan, sebagaimana dengan wilayah Indonesia lainnya yang kaya akan

BAB I PENDAHULUAN. Kalimantan, sebagaimana dengan wilayah Indonesia lainnya yang kaya akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Kalimantan Selatan merupakan salah satu dari lima provinsi yang ada di Kalimantan, sebagaimana dengan wilayah Indonesia lainnya yang kaya akan keanekaragaman

Lebih terperinci

Masjid Cipari Garut, Masjid Berasitektur Mirip Gereja

Masjid Cipari Garut, Masjid Berasitektur Mirip Gereja SEMINAR HERITAGE IPLBI 207 KASUS STUDI Masjid Cipari Garut, Masjid Berasitektur Mirip Gereja Franciska Tjandra tjandra.fransiska@gmail.com A rsitektur Islam, Jurusan A rsitektur, F akultas Sekolah A rsitektur

Lebih terperinci

DATA RUMAH ADAT DI JAWA BARAT

DATA RUMAH ADAT DI JAWA BARAT DATA RUMAH ADAT DI JAWA BARAT 1. Nama : Rumah Adat Citalang : Desa Citalang, Kecamatan Purwakarta, Kabupaten Purwakarta : Pemukiman di Desa Citalang menunjukkan pola menyebar dan mengelompok. Jarak antara

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM MASYARAKAT MELAYU BATANG KUIS. merupakan sebuah kecamatan yang termasuk ke dalam bagian Kabupaten Deli

BAB II GAMBARAN UMUM MASYARAKAT MELAYU BATANG KUIS. merupakan sebuah kecamatan yang termasuk ke dalam bagian Kabupaten Deli BAB II GAMBARAN UMUM MASYARAKAT MELAYU BATANG KUIS 2.1 Identifikasi Kecamatan Batang Kuis, termasuk di dalamnya Desa Bintang Meriah, merupakan sebuah kecamatan yang termasuk ke dalam bagian Kabupaten Deli

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN Faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya konsep spasial Lamin

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN Faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya konsep spasial Lamin BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan 6.1.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya konsep spasial Lamin Adat Faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya konsep spasial pada Lamin Adat adalah

Lebih terperinci

Jawa Timur secara umum

Jawa Timur secara umum Jawa Timur secara umum Rumah Joglo secara umum mempunyai denah berbentuk bujur sangkar, mempunyai empat buah tiang pokok ditengah peruangannya yang biasa disebut sebagai saka guru. Saka guru berfungsi

Lebih terperinci

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Struktur masyarakat Indonesia yang majemuk menjadikan bangsa Indonesia memiliki keanekaragaman adat istiadat, budaya, suku, ras, bahasa dan agama. Kemajemukan tersebut

Lebih terperinci

KARAKTER SPASIAL BANGUNAN KOLONIAL RUMAH DINAS BAKORWIL KOTA MADIUN

KARAKTER SPASIAL BANGUNAN KOLONIAL RUMAH DINAS BAKORWIL KOTA MADIUN KARAKTER SPASIAL BANGUNAN KOLONIAL RUMAH DINAS BAKORWIL KOTA MADIUN Jurnal Ilmiah Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Teknik Disusun oleh: PIPIET GAYATRI SUKARNO 0910651009 KEMENTERIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di Bengkalis, Indragiri Hulu, Kampar, dan wilayah Pekanbaruyang merupakan kekuatan

BAB I PENDAHULUAN. di Bengkalis, Indragiri Hulu, Kampar, dan wilayah Pekanbaruyang merupakan kekuatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar yang terdiri dari berbagai suku yang tersebar di seluruh pelosok tanah air. Bangsa bisa disebut juga dengan suku,

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI RUMAH TRADISIONAL DI LORONG FIRMA KAWASAN 3-4 ULU, PALEMBANG

IDENTIFIKASI RUMAH TRADISIONAL DI LORONG FIRMA KAWASAN 3-4 ULU, PALEMBANG TEMU ILMIAH IPLBI 2013 IDENTIFIKASI RUMAH TRADISIONAL DI LORONG FIRMA KAWASAN 3-4 ULU, PALEMBANG Wienty Triyuly (1), Sri Desfita Yona (2), Ade Tria Juliandini (3) (1) Program Studi Teknik Arsitektur, Fakultas

Lebih terperinci

Kampung Wisata -> Kampung Wisata -> Konsep utama -> akomodasi + atraksi Jenis Wisatawan ---> Domestik + Mancanegara

Kampung Wisata -> Kampung Wisata -> Konsep utama -> akomodasi + atraksi Jenis Wisatawan ---> Domestik + Mancanegara Kampung Wisata -> suatu bentuk integrasi antara atraksi, akomodasi dan fasilitas pendukung yang disajikan dalam suatu struktur kehidupan masyarakat yang menyatu dengan tata cara dan tradisi yang berlaku.

Lebih terperinci

BAB 8 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 8 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 8 KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN Permukiman tradisional nelayan suku Makasar dengan permukiman resettlement Untia memiliki banyak perbedaan dibanding persamaan ditinjau dari aspek budaya dan gaya

Lebih terperinci

PENGARUH KEARIFAN LOKAL PADA RUMAH ACEH

PENGARUH KEARIFAN LOKAL PADA RUMAH ACEH PENGARUH KEARIFAN LOKAL PADA RUMAH ACEH Afrian Prasetya S. 1 Soepono Sasongko, 2 IF. Bambang Sulistyono Sk, 3 Abstract Aceh house developed based on the concept of the Islamic community life is holy. The

Lebih terperinci

Bayanaka Canggu. tentang sebuah rumah peristirahatan di Bali, 2007 oleh: Fransiska Prihadi 1

Bayanaka Canggu. tentang sebuah rumah peristirahatan di Bali, 2007 oleh: Fransiska Prihadi 1 Bayanaka Canggu tentang sebuah rumah peristirahatan di Bali, 2007 oleh: Fransiska Prihadi 1 Sebuah harmoni dalam karya arsitektur tercipta ketika seluruh unsur dalam bangunan termasuk konsep arsitektur,

Lebih terperinci

BAB V. Penutup. GKJW Magetan untuk mengungkapkan rasa syukur dan cinta kasih karena Yesus

BAB V. Penutup. GKJW Magetan untuk mengungkapkan rasa syukur dan cinta kasih karena Yesus BAB V Penutup 5.1 Kesimpulan dan Refleksi Upacara slametan sebagai salah satu tradisi yang dilaksanakan jemaat GKJW Magetan untuk mengungkapkan rasa syukur dan cinta kasih karena Yesus sebagai juruslamat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rumah Adat merupakan ciri khas bangunan suatu etnik di suatu wilayah

BAB I PENDAHULUAN. Rumah Adat merupakan ciri khas bangunan suatu etnik di suatu wilayah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rumah Adat merupakan ciri khas bangunan suatu etnik di suatu wilayah tertentu. Masing-masing daerah (wilayah) tersebut yang memiliki keragaman dan kekayaan budaya.

Lebih terperinci

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan Setelah dilakukan penelitian tentang perilaku warga di rumah tinggal di kawasan pantai Purus kota Padang, maka telah di dapatkan jawaban tentang bagaimana orang

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN REFLEKSI TEOLOGI

BAB IV ANALISA DAN REFLEKSI TEOLOGI BAB IV ANALISA DAN REFLEKSI TEOLOGI Dalam bab ini berisi tentang analisa penulis terhadap hasil penelitian pada bab III dengan dibantu oleh teori-teori yang ada pada bab II. Analisa yang dilakukan akan

Lebih terperinci

Rumah Tinggal Dengan Gaya Bali Modern Di Ubud. Oleh: I Made Cahyendra Putra Mahasiswa Desain Interior FSRD ISI Denpasar ABSTRAK

Rumah Tinggal Dengan Gaya Bali Modern Di Ubud. Oleh: I Made Cahyendra Putra Mahasiswa Desain Interior FSRD ISI Denpasar ABSTRAK Rumah Tinggal Dengan Gaya Bali Modern Di Ubud Oleh: I Made Cahyendra Putra Mahasiswa Desain Interior FSRD ISI Denpasar ABSTRAK Rumah adat Bali adalah cerminan dari budaya Bali yang sarat akan nilai-nilai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap lingkungan budaya senantiasa memberlakukan nilai-nilai sosial budaya yang

BAB I PENDAHULUAN. Setiap lingkungan budaya senantiasa memberlakukan nilai-nilai sosial budaya yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap lingkungan budaya senantiasa memberlakukan nilai-nilai sosial budaya yang diacuh oleh warga masyarakat penghuninya. Melalui suatu proses belajar secara berkesinambungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daerah pesisir pantai yang ada di Medan. Sebagaimana daerah yang secara

BAB I PENDAHULUAN. daerah pesisir pantai yang ada di Medan. Sebagaimana daerah yang secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan merupakan salah satu daerah pesisir pantai yang ada di Medan. Sebagaimana daerah yang secara geografis berada di pesisir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Suku bangsa Melayu di Sumatera Timur mendiami daerah pesisir timur

BAB I PENDAHULUAN. Suku bangsa Melayu di Sumatera Timur mendiami daerah pesisir timur BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Suku bangsa Melayu di Sumatera Timur mendiami daerah pesisir timur Propinsi Sumatera Utara, yang membentang mulai dari Kabupaten Langkat di sebelah Utara, membujur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gorga Sopo Godang merupakan sebuah tempat atau rumah yang hanya memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Gorga Sopo Godang merupakan sebuah tempat atau rumah yang hanya memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gorga Sopo Godang merupakan sebuah tempat atau rumah yang hanya memiliki satu ruang tanpa kamar atau pembatas, yang berfungsi untuk tempat tinggal serta memusyahwarakan

Lebih terperinci

RUMAH ADAT LAMPUNG. (sumber : foto Tri Hidayat)

RUMAH ADAT LAMPUNG. (sumber : foto Tri Hidayat) RUMH T LMPUN Rumah-rumah tradisional Lampung arat adalah rumah panggung yaitu rumah yang terbuat dari kayu yang dibawah nya sengaja dikosongkan sebagai tempat menyimpan ternak dan hasil panen. pada umum

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN. Rumah toko Cina Malabero Bengkulu yang dikelompokkan dalam

BAB VI KESIMPULAN. Rumah toko Cina Malabero Bengkulu yang dikelompokkan dalam BAB VI KESIMPULAN 6.1. Karakteristik Bangunan Asli (Periode 1) Rumah toko Cina Malabero Bengkulu yang dikelompokkan dalam permukiman warga Cina (Chinese Kamp) di depan Benteng Marlborough mempunyai dua

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian...56

DAFTAR ISI. BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian...56 DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN... ii PERNYATAAN... iii ABSTRAK... iv UCAPAN TERIMAKASIH... vi DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL...x DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR LAMPIRAN... xiii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masyarakat dan kebudayaan merupakan hubungan yang sangat sulit dipisahkan. Sebab masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan Konfusianisme adalah konsep bakti terhadap orang tua.

BAB I PENDAHULUAN. dengan Konfusianisme adalah konsep bakti terhadap orang tua. BAB I PENDAHULUAN 1 Latar Belakang Kematian bagi masyarakat Tionghoa (yang tetap berpegang pada tradisi) masih sangat tabu untuk dibicarakan, sebab mereka percaya bahwa kematian merupakan sumber malapetaka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai mahluk sosial, manusia akan senantiasa berinteraksi dengan mahluk lain sehingga aktivitas-aktivitas sosial mereka dapat terpenuhi. Interaksi sosial yang menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sendiri, tetapi belakangan ini budaya Indonesia semakin menurun dari sosialisasi

BAB I PENDAHULUAN. sendiri, tetapi belakangan ini budaya Indonesia semakin menurun dari sosialisasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan budaya Indonesia mengalami pasang surut, pada awalnya, Indonesia sangat banyak mempunyai peninggalan budaya dari nenek moyang kita terdahulu, hal

Lebih terperinci

2015 KAJIAN NILAI-NILAI BUDAYA UPACARA ADAT NYANGKU DALAM KEHIDUPAN DI ERA MODERNISASI

2015 KAJIAN NILAI-NILAI BUDAYA UPACARA ADAT NYANGKU DALAM KEHIDUPAN DI ERA MODERNISASI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang terkenal dengan keanekaragaman budaya, hal ini dikarenakan Indonesia terdiri dari berbagai suku dan adat budaya. Setiap suku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keberagaman suku, agama, ras, budaya dan bahasa daerah. Indonesia memiliki

BAB I PENDAHULUAN. keberagaman suku, agama, ras, budaya dan bahasa daerah. Indonesia memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Budaya merupakan simbol peradaban. Apabila sebuah budaya luntur dan tidak lagi dipedulikan oleh sebuah bangsa, peradaban bangsa tersebut tinggal menunggu waktu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu Tujuan Nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu Tujuan Nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu Tujuan Nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam upaya ini pemerintah berupaya mencerdaskan anak bangsa melalui proses pendidikan di jalur

Lebih terperinci

Tipologi Arsitektur Rumah Ulu di Sumatera Selatan

Tipologi Arsitektur Rumah Ulu di Sumatera Selatan TEMU ILMIAH IPLBI 2016 Tipologi Arsitektur Rumah Ulu di Sumatera Selatan Setyo Nugroho, Husnul Hidayat Program Studi Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Sriwijaya. Abstrak Rumah Ulu adalah

Lebih terperinci

DINDING DINDING BATU BUATAN

DINDING DINDING BATU BUATAN DINDING Dinding merupakan salah satu elemen bangunan yang berfungsi memisahkan/ membentuk ruang. Ditinjau dari segi struktur dan konstruksi, dinding ada yang berupa dinding partisi/ pengisi (tidak menahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. pengaturan-nya. Namun berbeda dengan mahluk Tuhan lainnya, demi menjaga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. pengaturan-nya. Namun berbeda dengan mahluk Tuhan lainnya, demi menjaga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perkawinan merupakan salah satu sunatullah yang berlaku pada semua mahluk Tuhan, baik pada manusia, hewan, maupun tumbuhan. Dengan naluri mahluk, dan masing-masing

Lebih terperinci

KEBUDAYAAN SUKU BANJAR

KEBUDAYAAN SUKU BANJAR KEBUDAYAAN SUKU BANJAR 1. Batasan Membahas tentang kebudayaan suatu kelompok masyarakat merupakan bagian yang paling luas lingkupnya. Dalam tulisan ini kebudayaan dipahami sebagai sesuatu yang menunjuk

Lebih terperinci

RUMAH TRADISIONAL BANYUWANGI

RUMAH TRADISIONAL BANYUWANGI Nama : Reza Agung Priambodo NPM : 0851010034 RUMAH TRADISIONAL BANYUWANGI Kabupaten Banyuwangi adalah sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Timur, Indonesia. Ibukotanya adalah Banyuwangi. Kabupaten ini terletak

Lebih terperinci

STS 1032 TEKNOLOGI PEMBINAAN 1

STS 1032 TEKNOLOGI PEMBINAAN 1 STS 1032 TEKNOLOGI PEMBINAAN 1 TOPIK 1 1.1 Sejarah Perkembangan Pembinaan Malaysia Program Sijil Teknologi Senibina Kolej Komuniti Kementerian Pendidikan Tinggi BANGUNAN WARISAN Sejarah Penempatan Orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Kalimantan Timur, dikenal dengan keragaman suku asli

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Kalimantan Timur, dikenal dengan keragaman suku asli BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Sejarah Suku Dayak Provinsi Timur, dikenal dengan keragaman suku asli pedalamannya. Jika kita mendengar Timur, pastilah teringat dengan suku Dayak dan rumah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pernikahan adalah salah satu peristiwa penting yang terjadi dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pernikahan adalah salah satu peristiwa penting yang terjadi dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan adalah salah satu peristiwa penting yang terjadi dalam kehidupan manusia, setiap pasangan tentu ingin melanjutkan hubungannya ke jenjang pernikahan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan yang mewakili daerahnya masing-masing. Setiap Kebudayaan

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan yang mewakili daerahnya masing-masing. Setiap Kebudayaan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai beragam kebudayaan yang mewakili daerahnya masing-masing. Setiap Kebudayaan tersebut mempunyai unsur yang berbeda-beda.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tujuh unsur kebudayaan universal juga dilestarikan di dalam kegiatan suatu suku

BAB I PENDAHULUAN. Tujuh unsur kebudayaan universal juga dilestarikan di dalam kegiatan suatu suku BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap suku bangsa memiliki kekhasan pada budayanya masing-masing. Tujuh unsur kebudayaan universal juga dilestarikan di dalam kegiatan suatu suku bangsa. Unsur unsur

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR Latar Belakang. Kehidupan berbangsa dan bernegara mempengaruhi pembentukan pola

BAB I PENGANTAR Latar Belakang. Kehidupan berbangsa dan bernegara mempengaruhi pembentukan pola 1 BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Kehidupan berbangsa dan bernegara mempengaruhi pembentukan pola perilaku masyarakat. Perilaku ini tercermin dari perilaku individu selaku anggota masyarakat. Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara ikut serta dalam memajukan kebudayaan nasional Indonesia dan

BAB I PENDAHULUAN. negara ikut serta dalam memajukan kebudayaan nasional Indonesia dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, dengan banyaknya pulau tersebut Indonesia memiliki beragam budaya yang sangat banyak sekali. Perkembangan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN.. DINAS PENDIDIKAN SMKNEGERI. UJIAN AKHIR SEKOLAH TAHUN PELAJARAN :

PEMERINTAH KABUPATEN.. DINAS PENDIDIKAN SMKNEGERI. UJIAN AKHIR SEKOLAH TAHUN PELAJARAN : PEMERINTAH KABUPATEN.. DINAS PENDIDIKAN SMKNEGERI. UJIAN AKHIR SEKOLAH TAHUN PELAJARAN : Kompetensi Keahlian : Hari / Tanggal : Teknik Gambar Bangunan Kelas / Jurusan : III / Teknik Gambar Bangunan Waktu

Lebih terperinci

BAB IV KOMPARASI PANDANGAN MAJELIS ADAT ACEH (MAA) DAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN ULAMA (MPU) KOTA LANGSA TERHADAP PENETAPAN EMAS SEBAGAI MAHAR

BAB IV KOMPARASI PANDANGAN MAJELIS ADAT ACEH (MAA) DAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN ULAMA (MPU) KOTA LANGSA TERHADAP PENETAPAN EMAS SEBAGAI MAHAR BAB IV KOMPARASI PANDANGAN MAJELIS ADAT ACEH (MAA) DAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN ULAMA (MPU) KOTA LANGSA TERHADAP PENETAPAN EMAS SEBAGAI MAHAR Setelah mempelajari lebih lanjut mengenai hal-hal yang terkandung

Lebih terperinci

5. STRUKTUR SOSIAL PERDESAAN

5. STRUKTUR SOSIAL PERDESAAN 5. STRUKTUR SOSIAL PERDESAAN TUJUAN PERKULIAHAN 1. Mahasiswa memahami struktur sosial di perdesaan 2. Mahasiswa mampu menganalisa struktur sosial perdesaan KONSEP DASAR STRUKTUR SOSIAL MASYARAKAT DAPAT

Lebih terperinci

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN Masyarakat Bugis di Provinsi Sulawesi Selatan memiliki ciri khas dan budaya yang unik. Rumah tinggal berbentuk panggung, aksara khusus, dan catatan kuno yang disebut lontaraq.

Lebih terperinci

1 BAB I PENDAHULUAN. Arsitektur rumah tradisional yang tersebar hingga ke pelosok Nusantara

1 BAB I PENDAHULUAN. Arsitektur rumah tradisional yang tersebar hingga ke pelosok Nusantara 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Arsitektur rumah tradisional yang tersebar hingga ke pelosok Nusantara memiliki berbagai keistimewaan masing-masing. Proses pembuatan atau pembangunan rumah tersebut,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberi makna kepada orang lain sesuai dengan konteks yang terjadi.

BAB I PENDAHULUAN. memberi makna kepada orang lain sesuai dengan konteks yang terjadi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Komunikasi merupakan proses dinamis di mana orang berusaha untuk berbagi masalah internal mereka dengan orang lain melalu penggunaan simbol (Samovar, 2014,

Lebih terperinci

PRINSIP PENATAAN RUANG PADA HUNIAN MUSLIM ARAB DI KAMPUNG ARAB MALANG

PRINSIP PENATAAN RUANG PADA HUNIAN MUSLIM ARAB DI KAMPUNG ARAB MALANG PRINSIP PENATAAN RUANG PADA HUNIAN MUSLIM ARAB DI KAMPUNG ARAB MALANG 1 Ita Roihanah Abstrak Hunian merupakan hal yang tidak dapat dilepaskan dari dasar kebutuhan hidup pertama manusia. Hunian berada pada

Lebih terperinci

METAMORFOSA HUNIAN MASYARAKAT BALI

METAMORFOSA HUNIAN MASYARAKAT BALI METAMORFOSA HUNIAN MASYARAKAT BALI Cara hidup manusia pada awalnya adalah berkelana dari satu tempat ke tempat yang lain. Aktivitas sehari-harinyapun hanya mencari makan untuk bertahan hidup seperti berburu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki banyak suku, etnis dan budaya. Salah satunya adalah suku

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki banyak suku, etnis dan budaya. Salah satunya adalah suku BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki banyak suku, etnis dan budaya. Salah satunya adalah suku X di Kabupaten Papua yang menganut tradisi potong jari ketika salah seorang anggota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kasus Proyek

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kasus Proyek BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1.1.1 Kasus Proyek Perkembangan globalisasi telah memberikan dampak kesegala bidang, tidak terkecuali pengembangan potensi pariwisata suatu kawasan maupun kota. Pengembangan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II SURAKARTA NOMOR : 17 TAHUN : 1996 SERI : B NO : 3 PERATURAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II SURAKARTA

LEMBARAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II SURAKARTA NOMOR : 17 TAHUN : 1996 SERI : B NO : 3 PERATURAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II SURAKARTA LEMBARAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II SURAKARTA NOMOR : 17 TAHUN : 1996 SERI : B NO : 3 PERATURAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II SURAKARTA NOMOR 5 TAHUN 1996 TENTANG USAHA PEMONDOKAN DI KOTAMADYA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang berlaku untuk semua

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang berlaku untuk semua BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang berlaku untuk semua makhluk Allah SWT yang bernyawa. Adanya pernikahan bertujuan untuk memperoleh kebahagiaan

Lebih terperinci

personal space Teks oleh Indra Febriansyah. Fotografi oleh Fernando Gomulya.

personal space Teks oleh Indra Febriansyah. Fotografi oleh Fernando Gomulya. Area komunal (living room, dapur dan balkon) justru terletak di lantai 2 dengan bukaan yang besar menghadap ke vegetasi yang asri. Contemporarily Hidden tersembunyi di halaman yang asri. mungkin itu kalimat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah Perempuan merupakan kaum yang sering di nomor duakan di kehidupan sehari-hari. Perempuan seringkali mendapat perlakuan yang kurang adil di dalam kehidupan masyarakat

Lebih terperinci

Keseluruhan lingkungan X merupakan wilayah pemukiman yang padat penduduk. Pada

Keseluruhan lingkungan X merupakan wilayah pemukiman yang padat penduduk. Pada BAB II GAMBARAN UMUM PENGRAJIN ROTAN DI LINGKUNGAN X KELURAHAN SEI SIKAMBING D MEDAN 2.1 Gambaran Umum Daerah Penelitian 2.1.1 Letak Geografis Kelurahan Sei Sikambing D merupakan salah satu kelurahan dari

Lebih terperinci

BAB VI HASIL RANCANGAN. perancangan tapak dan bangunan. Dalam penerapannya, terjadi ketidaksesuaian

BAB VI HASIL RANCANGAN. perancangan tapak dan bangunan. Dalam penerapannya, terjadi ketidaksesuaian BAB VI HASIL RANCANGAN Hasil perancangan yang menggunakan konsep dasar dari prinsip teritorial yaitu privasi, kebutuhan, kepemilikan, pertahanan, dan identitas diaplikasikan dalam perancangan tapak dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Manusia mengalami perubahan tingkat-tingkat hidup (the life cycle), yaitu masa

I. PENDAHULUAN. Manusia mengalami perubahan tingkat-tingkat hidup (the life cycle), yaitu masa 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia mengalami perubahan tingkat-tingkat hidup (the life cycle), yaitu masa anak-anak, remaja, nikah, masa tua, dan mati (Koenthjaraningrat, 1977: 89). Masa pernikahan

Lebih terperinci

BAB V1 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V1 KESIMPULAN DAN SARAN BAB V1 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian serta pembahasan mengenai identifikasi perubahan rumah tradisional desa Kurau, dalam upaya memberikan kontribusi secara deskriptif,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sebuah kalimat yang berasal dari lafadz hallala-yuhallilu-tahlilan yang berarti

I. PENDAHULUAN. sebuah kalimat yang berasal dari lafadz hallala-yuhallilu-tahlilan yang berarti 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kata Tahlil secara etimologi dalam tata bahasa Arab membahasnya sebagai sebuah kalimat yang berasal dari lafadz hallala-yuhallilu-tahlilan yang berarti mengucapkan

Lebih terperinci

BAB V KAJIAN TEORI. Pengembangan Batik adalah arsitektur neo vernakular. Ide dalam. penggunaan tema arsitektur neo vernakular diawali dari adanya

BAB V KAJIAN TEORI. Pengembangan Batik adalah arsitektur neo vernakular. Ide dalam. penggunaan tema arsitektur neo vernakular diawali dari adanya BAB V KAJIAN TEORI 5. V 5.1. Kajian Teori Penekanan /Tema Desain Tema desain yang digunakan pada bangunan Pusat Pengembangan Batik adalah arsitektur neo vernakular. Ide dalam penggunaan tema arsitektur

Lebih terperinci

Masjid Tua Ternate, Warisan Berharga Sultan yang perlu dilestarikan

Masjid Tua Ternate, Warisan Berharga Sultan yang perlu dilestarikan SEMINAR HERITAGE IPLBI 2017 KASUS STUDI Masjid Tua Ternate, Warisan Berharga Sultan yang perlu dilestarikan Muhammad Fadhil Fathuddin muhammadfadhilf@student.itb.ac.id Program Studi Arsitektur, Sekolah

Lebih terperinci

KARAKTER ARSITEKTUR TRADISIONAL SUKU BADUY LUAR DI GAJEBOH BANTEN. Djumiko. Abstrak

KARAKTER ARSITEKTUR TRADISIONAL SUKU BADUY LUAR DI GAJEBOH BANTEN. Djumiko. Abstrak KARAKTER ARSITEKTUR TRADISIONAL SUKU BADUY LUAR DI GAJEBOH BANTEN Djumiko Abstrak Suku Baduy merupakan masyarakat yang hidup di daerah Lebak, Banten dan merupakan masyarakat yang hidup dengan tetap memelihara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nurshopia Agustina, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nurshopia Agustina, 2013 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai makhluk sosial, orang Sunda dapat mengembangkan jenis-jenis khas yang menarik yaitu mengembangkan macam-macam agroekosistem seperti berladang, bercocok tanam,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. budaya sebagai warisan dari nenek moyang. Sebagaimana disebutkan dalam pasal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. budaya sebagai warisan dari nenek moyang. Sebagaimana disebutkan dalam pasal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman budaya sebagai warisan dari nenek moyang. Sebagaimana disebutkan dalam pasal 32 ayat (1) dan

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. kebiasaan-kebiasaan tersebut adalah berupa folklor yang hidup dalam masyarakat.

I.PENDAHULUAN. kebiasaan-kebiasaan tersebut adalah berupa folklor yang hidup dalam masyarakat. I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara kepulauan, yang memiliki berbagai macam suku bangsa yang kaya akan kebudayaan serta adat istiadat, bahasa, kepercayaan, keyakinan dan kebiasaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. istiadat. Wujud kedua, adalah sistem sosial atau social sistem yang berkaitan dengan

BAB I PENDAHULUAN. istiadat. Wujud kedua, adalah sistem sosial atau social sistem yang berkaitan dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia pada dasarnya merupakan mahkluk yang berbudaya karena padanya budaya tercipta dan dikembangkan. Dalam hal ini, budaya atau kebudayaan merupakan suatu yang dilahirkan

Lebih terperinci