BAB I PENDAHULUAN. antara Australia, Brunei, Kanada, Cile, Jepang, Malaysia, Meksiko, Selandia

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. antara Australia, Brunei, Kanada, Cile, Jepang, Malaysia, Meksiko, Selandia"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Trans-Pacific Partnership adalah sebuah perjanjian perdagangan antara antara Australia, Brunei, Kanada, Cile, Jepang, Malaysia, Meksiko, Selandia Baru, Peru, Singapura, Amerika Serikat (hingga Januari 2017), dan Vietnam yang diberi nama Trans-Pacific Partnership (TPP) atau Trans-Pacific Partnership Agreement (TPPA). Perjanjian ini mulai memasuki proses drafting pada tanggal 5 November 2015 dan ditandatangani pada tanggal 4 Februari 2016 di Selandia baru setelah 7 (tujuh) tahun masa negosiasi, dan akan berlaku efektif setelah dua tahun. Perjanjian ini adalah perjanjian perdagangan terbesar dalam sejarah. Seperti yang tercantum pada perjanjian tersebut, TPP memiliki tujuan untuk membangun sebuah perjanjian regional yang komprehensif yang memajukan integrasi ekonomi untuk perdagangan bebas dan investasi. TPP juga bertujuan untuk membawa pertumbuhan ekonomi dan sosial, menciptakan kesempatan kerja baru dan kesempatan bisnis yang baru. Selain itu, dalam perjanjian tertulis komitmen dari TPP untuk meningkatkan standar hidup, keuntungan bagi konsumen, dan berkontribusi untuk mengurangi kemiskinan serta memajukan pembagunan berkelanjutan. 1 1 Trans-Pasific Partnership Agreement, Preambule.

2 Apabila kita membandingkan TPP dengan perjanjian perdagangan regional lainnya, terdapat hal yang membuatnya berbeda dengan perjanjian lain, yakni adanya klausula regulatory coherence. Klausula ini tercantum pada Bab 25 yang berjudul Regulatory Coherence. Didorong oleh Amerika Serikat dengan dukungan kuat dari Australia dan Selandia Baru, tujuan negosiasi TPP mengenai regulatory coherence adalah untuk menghilangkan hambatan regulasi yang kurang penting, serta membuat sistem regulasi dari negara anggota TPP lebih sesuai dan transparan. 2 Regulatory coherence sendiri didefinisikan sebagai penggunaan dari praktik regulasi yang baik pada proses perencanaan, perancangan, penerbitan, proses implementasi, dan proses pengkajian pelaksanaan regulasi, yang bertujuan untuk memfasilitasi pencapaian dari tujuan pembuatan regulasi, dan pencapaian tujuan dalam hubungan kerja sama dengan pemerintah lain, untuk membangun kooperasi regulasi. Hal ini bertujuan untuk memajukan objektivitas, memajukan perdagangan dan investasi internasional, pertumbuhan ekonomi, dan terciptanya lapangan kerja, serta tujuan-tujuan lain selaras dengan tujuan dibentuknya TPP. 3 Hal yang disepakati oleh para pihak berkaitan dengan regulatory coherence selain definisi tersebut adalah pentingnya: (a) melanjutkan dan memperkuat keuntungan dari perjanjian TPP melalui penerapan regulatory coherence, guna memfasilitasi penambahan perdagangan barang dan jasa, serta menambah investasi diantara para pihak; (b) hak berdaulat para pihak untuk 2 Ian F. Fergusson and Bruce Vaughn, The Trans-Pacific Partnership Agreement, Washington, D.C.: Congressional Research Service, November 1, 2010, hlm TPP Agreement, Artikel 25.2: General Provision (1)

3 mengidentifikasi prioritas regulasi mereka, dalam tingkat yang dianggap layak oleh para pihak; (c) peranan yang diambil dari regulasi dalam mencapai tujuan dari pembuatan peraturan umum; (d) mempertimbangkan masukan dari pihak yang tertarik atau memiliki kepentingan pada perkembangan kebijakan regulasi; dan (e) membangun kooperasi regulasi dan proses peningkatan capacity building (kemampuan, pengetahuan, dan keterampilan) diantara para pihak. 4 Sebelum terciptanya klausula regulatory coherence, sebenarnya dunia perdagangan internasional telah beberapa kali membahas dan mengatur mengenai kebijakan regulasi untuk masing-masing negara (domestic regulatory). Hal ini diperkenalkan oleh Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) atau Organisasi untuk Kerja sama dan Pembangunan Ekonomi, yang merupakan sebuah organisasi internasional yang terbentuk sejak tahun Salah satu misi utama dari pembentukan OECD di bidang ekonomi adalah untuk memperkuat kebijakan yang akan mengembangkan kesejahteraan ekonomi dan sosial dari manusia di seluruh dunia. Pada tahun 2011, OECD telah mengidentifikasi kebutuhan untuk fokus pada inclusive growth di negara anggota, yang dimaknai sebagai pertumbuhan ekonomi yang menciptakan kesempatan bagi seluruh segmen dari populasi dan menyebarluaskan dividen dari meningkatnya kesejahteraan, baik secara moneter dan non moneter, secara adil hingga ke seluruh masyarakat. 5 4 Ibid. Artikel 25.2: General Provision (2) 5 Deighton-Smith, R., A. Erbacci and C. Kauffmann (2016), Promoting inclusive growth through better regulation: The role of regulatory impact assessment, OECD Regulatory Policy Working Papers, No. 3, OECD Publishing, Paris, hlm. 6.

4 Untuk mendukung terciptanya misi tersebut, maka sejak lebih dari 1 dekade OECD telah mempersiapkan beberapa hal yang dapat mempermudah proses pencapaian tersebut, salah satunya dengan adanya perbaikan pembentukan peraturan atau regulasi di tingkat nasional. Hal ini diungkapkan oleh OECD s Public Management Committee pada tahun 1995 saat pembentukan Recommendation of the Council of the OECD on Improving the Quality of Government Regulation. Pada tahun 1997, OECD melanjutkan kembali usahanya untuk terus memperbaiki kualitas daripada regulasi pemerintah dengan mengeluarkan rekomendasi baru, yakni 1997 OECD Report on Regulatory Reform Synthesis. Reformasi regulasi (regulatory reform) adalah respon dari adanya kebutuhan untuk meningkatkan persaingan dan mengurangi biaya regulasi, dimana hal ini dapat meningkatkan efisiensi, menurunkan harga, merangsang inovasi dan membantu meningkatkan kemampuan ekonomi untuk beradaptasi dengan perubahan dan tetap kompetitif. Jika dilakukan secara benar, reformasi regulasi juga dapat membantu pemerintah memajukan tujuan kebijakan penting lainnya, seperti kualitas lingkungan, kesehatan, dan keselamatan. 6 Hal tersebut di atas menunjukan pentingnya peraturan nasional dalam kemajuan perdagangan dan perkembangan ekonomi negara tersebut. Reformasi regulasi terus disuarakan oleh OECD untuk memperbaiki ekonomi nasional dan memperkuat kemampuan untuk beradaptasi pada perubahan di bidang OECD Report on Regulatory Reform Synthesis, hlm.2

5 perdagangan. 7 Sampai pada saat ini, telah banyak dokumen-dokumen yang dikeluarkan oleh OECD mengenai regulasi pemerintah negara-negara bahkan bekerja sama dengan organiasi internasional yang lain. Pada tahun 2005 APEC dan OECD telah membentuk APEC-OECD Integrated Checklist on Regulatory Reform dimana dokumen ini adalah sebuah intrumen peraturan untuk melihat kualitas regulasi, peraturan kompetisi dan keterbukaan pasar. Pembentukan checklist ini didasarkan pada kesadaran para negara anggota bahwa reformasi regulasi adalah elemen utama yang mendukung terciptanya sebuah pasar yang terbuka dan kompetitif, dan merupakan kunci dari efisiensi ekonomi dan kesejahteraan kensumen. Berdasarkan berbagai uraian yang telah disampaikan di atas, dapat dilihat bahwa kebijakan regulasi domestik dalam dunia ekonomi internasional mengalami perubahan yang cukup signifikan. Hal ini bertujuan untuk menciptakan regulasi pemerintah yang koheren (regulatory coherence) terutama dalam konteks perdagangan internasional, yang kedepannya dapat memfasilitasi pencapaian dari tujuan pembuatan regulasi, dan pencapaian tujuan dalam hubungan kerja sama dengan pemerintah lain untuk membangun kooperasi regulasi. 8 Di sisi yang lain, Indonesia bukanlah anggota dari banyak organisasi internasional yang telah disebutkan di atas (kecuali APEC), namun tidak dapat dipungkiri bahwa Indonesia adalah negara yang sedang bergerak untuk memajukan perekonomiannya, dan hal terkait kebijakan regulasi sangat penting 7 OECD Guiding Principles for Regulatory Quality and Performance, hlm. 1 8 TPP Agreement, Artikel 25.2: General Provision (1)

6 diperhatikan agar tidak melakukan kesalahan yang dapat merugikan ekonomi Indonesia. Perdagangan internasional dan investasi sudah tentu bukan hal yang baru di Indonesia. Untuk mengatur perdagangan internasional Indonesia, pemerintah telah mengeluarkan peraturan mengenai Perdagangan secara spesifik pada Undang-Undang No. 7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan. Undang-Undang tersebut mendefinisikan Perdagangan Luar Negeri sebagai Perdagangan yang mencangkup kegiatan Ekspor dan/atau Impor atas Barang dan/atau Perdagangaan Jasa yang melampaui batas wilayah negara. Secara spesifik Pemerintah mengatur Perdagangan Luar Negeri pada Bab V (lima) yang mengatur mengenai kebijakan Perdagangan Luar Negeri Indonesia yang meliputi peningkatan jumlah dan jenis serta nilai tambah produk ekspor, pengharmonisasian standar dan prosedur kegiatan Perdagangan dengan negara mitra dagang, penguatan kelembagaan di sektor Perdagangan Luar Negeri, pengembangan sarana dan prasarana penunjang Perdagangan Luar Negeri, dan pelindungan dan pengamanan kepentingan nasional, serta dampak negatif Perdagangan Luar Negeri. Seperti yang telah dikatakan bahwa salah satu elemen utama dari perdagangan internasional utama Indonesia adalah kegiatan ekspor. Ffaktor utama yang mempengaruhi kegiatan ekspor sendiri adalah pertumbuhan ekonomi dan perdagangan dunia (secara spesifik adalah negara-negara tujuan

7 ekspor utama Indonesia), harga komoditas, kesepakatan dagang yang bersifat material, dan global supply chain produk ekspor utama. 9 Selama masa pemerintahan Presiden Joko Widodo, telah diterbitkan beberapa paket kebijakan ekonomi yang dilatarbelakangi oleh adanya ketakutan akan perlambatan ekonomi dunia yang dapat mengakibatkan menurunnya konsumsi dunia, menurunnya permintaan komoditas, menurunnya harga komoditas, dan hal ini sempat diperparah dengan keluarnya Inggris dari Uni Eropa yang menambah ketidak pasar. Hal ini dapat memberikan pengaruh yang tidak begitu baik bagi Indonesia, yakni: melemahnya kinerja sektor industri, menurunnya produksi, menurunnya ekspor komoditas, menurunnya penerimaan devisa, dan berujung pada menurunnya penerimaan negara. 10 Dikeluarkannya Paket Kebijakan Deregulasi Ekonomi di Indonesia bertujuan untuk menjaga momentum dan meningkatkan kepercayaan. Hal ini dapat dicapai dengan adanya stabilisasi ekonomi makro, meningkatkan daya saing, meningkatkan asilitas kemudahan berusaha, dan memperluas akses ekonomi masyarakat. Hal ini merupakan respon cepat untuk menjaga laju sektor riil, meningkatkan daya saing industro, menarik investasi, dan memperlancar logistik. Langkah-langkah strategis tersebut didukung dengan perlusan pendidikan vokasional, percepatan Proyek Strategis Nasional, reformasi 9 Outlook Perdagangan Internasional Indonesia 2016, diunduh dari 10 Menjaga Momentum, Meningkatkan Kepercayaan Paket kebijakan Ekonomi (PKE), diunduh dari

8 anggaran negara, pencabutan peraturan daerah yang menghambat kegiatan ekonomi, serta repatriasi dan deklarasi kekayaan. Sebanyak 15 Paket Kebijakan Ekonomi telah dikeluarkan oleh pemerintahan Presiden Joko Widodo sejak September 2015 hingga tahun Prioritas dalam Paket Kebijakan Ekonomi tersebut antara lain adalah untuk mendorong ekspor melalui program National Interest Account dan mengoptimalkan peran lembaga Penjamin Ekspor Indonesia (LPEI), mendorong investasi baik investasi dalam negeri maupun investasi asing. Dengan masuknya sejumlah investasi ke tanah air maka dana tersebut bisa diputar untuk menggerakkan perekonomian nasional, pengeluaran belanja modal yang utamanya digunakan dalam pembangunan infrastruktur, menjaga stabilitas harga utamanya harga pangan yang menjadi faktor penentu pergerakan inflasi. Selain itu pergerakan inflasi juga dipengaruhi administer price yakni harga BBM dan tariff listrik. Jika inflasi semakin besar akan menurunkan daya beli masyarakat. Akibatnya akan memengaruhi pertumbuhan ekonomi. 11 Sampai dengan Paket Kebijakan tahap XII, total regulasi yang dideregulasi pada Paket Kebijakan Ekonomi sebanyak 213 regulasi. Total Regulasi yang dikeluarkan dari proses deregulasi sebanyak 10 regulasi hingga total regulasi efektif yang di deregulasi menjadi 203. Sedangkan berkaitan dengan perkembangan regulasi teknis Paket Kebijakan Ekonomi hingga tahap XII, total 11 Rangkaian Paket Kebijakan Ekonomi, diunduh dari final.pdf.

9 regulasi teknis yang dibutuhkan guna menjalankan Paket Kebijakan Ekonomi I- XII adalah sebanyak 26 peraturan teknis. Beberapa hal yang menyinggung perdagangan dan investasi internasional ada pada Paket Kebijakan Ekonomi X yang fokus pada perlindungan terhadap UMKM. Pemerintah menambah 19 bidang usaha yang dicadangkan untuk UMKM dan Koperasi melalui revisi Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2914 tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal atau yang lebih dikenal dengan Daftar Negatif Invesasi (DNI). Bagi kemitraan yang ditujukan agar Penanaman Modal dalam Negeri dan Penanaman Modal Aing bekerja sama dengan UMKM yang semula hanya 48 bidang usaha, bertambah 62 bidang. Hal ini dilakukan untuk memotong mata rantai peemusatan ekonomi yang selama ini dinikmati oleh kelompok tertentu. Dengan demikian harga-harga dapat menjadi lebih murah, sekaligus mengantisipasi era persaingan dan kompetisi Indonesia yang sudah memasuki MEA, serta mendorong perusahaan nasional agar mampu bersaing dan semakin kuat di pasar dalam negeri maupun pasar global. 12 Selain itu, pada Paket Kebijakan Ekonomi XII mengenai pemangkasan izin, prosedur, waktu, dan biaya untuk kemudahan UMKM, pemerintah bergerak untuk menaikkan peringkat Ease of Doing Business atau Kemudahan Berusaha Indonesia. Indikator terkait tingkat kemudahan berusaha tersebut masing-masing adalah Memulai Usaha, Perizinan terkait Pendirian Bangunan, Pembayaran 12 Paket Kebijakan Ekonomi X, Komposisi Saham PMA Berubah, diunduh dari komposisi-saham-pma-berubah.

10 Pajak, Akses Perkreditan, Penegakan Kontrakm Penyambungan Listrik, Perdagangan Lintas Negara, Penyelesaian Perkara Kepailitan, dan Perlindungan terhadap Investor Minoritas. Dari indikator tersebut, jumlah prosedur yang sebelumnya adalah 94 prosedur, dipangkas menjadi 49 prosedur. Perizinan yang berjumlah 9 izin, dipotong menjadi 6 izin. Waktu yang sebelumnya dibutuhkan sejumlah hari, kini dipersingkat menjadi hanya 132 hari. 13 Hal ini memperjelas arah kebijakan perdagangan luar negeri Indonesia saat ini, yakni melakukan deregulasi dan debirokratisasi serta penegakkan hukum di bidang ekspor-impor, mengembalikan skema imbal dagang, pemanfaatan skema kerjasama bilateral dan regional yang sudah berjalan, managing market melalui technical regulation, dan melindungi pasar ekspor dari tindakan unfair trade. 14 Pada Oktober 2015, Presiden Joko Widodo mengumumkan niatnya untuk mendorong agar Indonesia ikut serta dalam keanggotaan TPP, yang secara keseluruhan akan membuka peluang bagi Indonesia untuk memiliki 800 juta konsumen dan menguasai sekitar 40% pasar global. Indonesia telah memiliki perjanjian perdagangan bebas dengan tujuh dari dua belas negara anggota TPP, namun belum memiliki perjanjian perdagangan bebas dengan negara besar seperti Amerika Serikat dan Kanada. 13 Kemudahan UKM dalam Paket Kebijakan XII, diunduh dari 14 Strategi Perdagangan Luar Negeri Untuk Mendukung Target dan Kinerja Ekspor, diunduh dari

11 Di sisi lain, keinginan Indonesia untuk ikut serta dalam TPP memerlukan kemauan yang politik yang kuat, terutama dalam mengatasi beban yang muncul dari aturan investasi TPP yang sangat ketat, serta adanya pembatasan peran Badan Usaha Milik Negara, yang merupakan badan usaha penting di Indonesia. Tidak hanya itu, bergabung dengan TPP juga akan menuntut Indonesia untuk mengaplikasikan regulatory coherence yang memiliki syarat cukup berat dalam pelaksanaannya. Pada praktiknya, tujuan peraturan dalam negeri dan tujuan perdagangan internasional sulit untuk mencapai titik temu. Banyak terbentuk peratuan yang diskriminatif, tidak efisien, tidak jelas, berlebihan, dan tidak teransparan, yang dianggap telah menghambat kegiatan perdagangan internasional. Penerapan standar internasional secara terbatas yang terjadi pada negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah, membuatnya sulit untuk bergerak maju mengembangkan standar mereka sendiri dalam perdagangan internasional. Ketidakseimbangan yang terjadi membuat meningkatnya biaya perdagangan internasional, dan menghambat kepatuhan dan penegakan peraturan. 15 Pendekatan terhadap regulatory coherence pada TPP akan mengejar liberalisasi perdagangan dan tujuan dari peraturan secara terpadu. Kompablititas dan transparansi sistem peraturan harus dicapai melalui kerja sama dalam hal pencapaian kepentingan perdagangan bersama dan oleh pembuat peraturan. Anggota TPP sekarang dan yang akan datang akan berpartisipasi lebih dalam pada diskusi mengenai perdagangan untuk menghilangkan heterogenitas 15 Bollyky, Global Health Interventions for U.S. Food and Drug Safety, 2009, hlm. 8.

12 peraturan yang tidak perlu, jika diketahui bahwa rekondisi peraturan untuk mendapatkan manfaat yang lebih besar dapat dilakukan. 16 Namun, kembali pada fakta bahwa Indonesia belum bergabung dengan TPP membuat Indonesia belum terikat untuk dapat menerapkan ketentuan dalam perjanjian tersebut pada peraturan nasionalnya. Di sisi lain, salah satu bagian dari TPP yakni regulatory coherence menjadi hal yang menarik untuk dapat dipelajari lebih lanjut, mengingat pentingnya peran peraturan pada tingkat domestik untuk dapat memajukan perdagangan dan investasi internasional suatu negara. Hal ini dirasa cukup penting, karena Indonesia juga menjalankan perdagangan dan investasi internasional dengan negara lain yang merupakan anggota dari TPP. Walaupun TPP belum berlaku secara efektif, sudah ada beberapa negara anggota yang kemudian mengimplementasikan komitmen-komitmen perjanjian ini seperti Jepang dan Singapura. Amerika Serikat yang pada dasarnya telah menjadi negara yang terbuka/liberal dalam hal perdagangan sudah memiliki standar sendiri, namun akan membuka peluang untuk masuk ke pasar yang lebih luas lagi melalui perantara perjanjian TPP. Vietnam pun telah melakukan liberasi dalam hal perdagangan dan hal tersebut membuat Vietnam mendapatkan banyak keuntungan dalam hal perdagangan dan investasi. Pada dasarnya, negara-negara sudah mulai meningkatkan standar perdagangan dan investasinya dan menerapkan komitmen-komitmen TPP walaupun faktanya belum mengikat. Oleh sebab itu, Penulis tertarik untuk mengkaji dan menganalisis lebih 16 Hoekman, Services Trade Liberization, hlm

13 lanjut sejauh mana kepentingan Indonesia untuk mengimplementasikan regulatory coherence, sebagai bagian dari TPP, pada regulasi perdagangan dan investasi internasional, dan bagaimana Indonesia dapat mengimplementasikan regulatory coherence tersebut dalam regulasi perdagangan dan investasi internasional. Kajian dan analisis tersebut berjudul: Kajian Tentang Implementasi Regulatory Coherence pada Regulasi Perdagangan dan Investasi Internasional Indonesia.

14 B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka yang menjadi pokok permasalahan utama yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah: 1. Apakah dampak implementasi regulatory coherence sebagai bagian dari Trans-Pacific Partnership (TPP) bagi Indonesia? Berdasarkan rumusan masalah utama tersebut di atas, maka yang menjadi pokok permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana analisis manfaat terhadap implementasi regulatory coherence, sebagai bagian dari TPP, pada regulasi perdagangan dan investasi internasional Indonesia? 2. Bagaimana cara Indonesia mengimplementasikan regulatory coherence pada regulasi perdagangan dan investasi internasional? C. Tujuan Peneitian Adapun tujuan yang ingin dicapai oleh peneliti dapat dibagi menjadi dua yaitu tujuan secara objektif dan subjektif. Tujuan penelitian ini secara subjektif adalah untuk memenuhi syarat kelulusan studi S-1 di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. Kemudian secara objektif tujuan dari penelitian ini adalah untuk: 1. Untuk menjelaskan dampak implementasi regulatory coherence sebagai bagian dari Trans-Pacific Partnership (TPP) bagi Indonesia.

15 D. Keaslian Penelitian Hingga saat penelitian ini dilakukan dari penelusuran yang dilakukan peneliti melalui Perpustakaan Fakultas Hukum dan Pascasarjana Universitas Gadjah Mada Yogyakarta ataupun berupa suatu pendapat yang pernah ditulis dan diterbitkan oleh orang lain, belum ada peneliti yang secara spesifik melakukan penelitian mengenai Regulatory Coherence terutama berkaitan dengan dampak implementasi regulatory coherence sebagai bagian dari Trans- Pacific Partnership bagi Indonesia. E. Manfaat Penulisan Manfaat dari penelitian ini terdiri dari dua aspek yaitu: 1. Secara Akademis Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan pengetahuan serta wawasan bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya mengenai dampak implementasi regulatory coherence sebagai bagian dari Trans-Pacific Partnership bagi Indonesia. 2. Secara Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi masyarakat pada umumnya dan bagi para akademisi pada khususnya, dalam hal pengembangan ilmu hukum khususnya hukum internasional untuk

16 kemudian digunakan sebagai data sekunder dalam melakukan penelitian lebih lanjut terkait dengan dampak implementasi regulatory coherence sebagai bagian dari Trans-Pacific Partnership bagi Indonesia.

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) 3.1. Asumsi Dasar yang Digunakan Dalam APBN Kebijakan-kebijakan yang mendasari APBN 2017 ditujukan

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N. lebih maju. Organisasi-organisasi internasional dan perjanjian-perjanjian

BAB I P E N D A H U L U A N. lebih maju. Organisasi-organisasi internasional dan perjanjian-perjanjian 1 BAB I P E N D A H U L U A N A. Latar Belakang Dalam era globalisasi sekarang ini, perekonomian internasional merupakan salah satu pilar utama dalam proses pembangunan dunia yang lebih maju. Organisasi-organisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setiap negara bertujuan agar posisi ekonomi negara tersebut di pasar internasional

BAB I PENDAHULUAN. setiap negara bertujuan agar posisi ekonomi negara tersebut di pasar internasional BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Penelitian Negara-negara di seluruh dunia saat ini menyadari bahwa integrasi ekonomi memiliki peran penting dalam perdagangan. Integrasi dilakukan oleh setiap negara

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN KERJA SAMA ASEAN PASCA IMPLEMENTASI AEC 2015

PERKEMBANGAN KERJA SAMA ASEAN PASCA IMPLEMENTASI AEC 2015 PERKEMBANGAN KERJA SAMA ASEAN PASCA IMPLEMENTASI AEC 2015 J.S. George Lantu Direktur Kerjasama Fungsional ASEAN/ Plt. Direktur Kerja Sama Ekonomi ASEAN Jakarta, 20 September 2016 KOMUNITAS ASEAN 2025 Masyarakat

Lebih terperinci

LAPORAN SOSIALISASI HASIL DAN PROSES DIPLOMASI PERDAGANGAN INTERNASIONAL MEDAN, SEPTEMBER 2013

LAPORAN SOSIALISASI HASIL DAN PROSES DIPLOMASI PERDAGANGAN INTERNASIONAL MEDAN, SEPTEMBER 2013 LAPORAN SOSIALISASI HASIL DAN PROSES DIPLOMASI PERDAGANGAN INTERNASIONAL MEDAN, SEPTEMBER 2013 I. PENDAHULUAN Kegiatan Sosialisasi Hasil dan Proses Diplomasi Perdagangan Internasional telah diselenggarakan

Lebih terperinci

Prospek Ekonomi Regional ASEAN ASEAN+3 Regional Economic Outlook (AREO) Ringkasan

Prospek Ekonomi Regional ASEAN ASEAN+3 Regional Economic Outlook (AREO) Ringkasan Prospek Ekonomi Regional ASEAN+3 2018 ASEAN+3 Regional Economic Outlook (AREO) 2018 Ringkasan Prospek dan Tantangan Ekonomi Makro Prospek ekonomi global membaik di seluruh kawasan negara maju dan berkembang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu kriterianya dilihat dari daya saing produk-produk ekspornya. Yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. satu kriterianya dilihat dari daya saing produk-produk ekspornya. Yang menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Perdagangan internasional penting dalam ekonomi terutama sebagai sumber devisa negara. Keberhasilan suatu negara dalam perdagangan internasional salah satu

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 110 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Bab terakhir ini bertujuan untuk menyimpulkan pembahasan dan analisa pada bab II, III, dan IV guna menjawab pertanyaan penelitian yaitu keuntungan apa yang ingin diraih

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG MASYARAKAT EKONOMI ASEAN DAN PENGATURAN KEBIJAKAN PERSAINGAN USAHA DI ASEAN Sejarah Masyarakat Ekonomi ASEAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG MASYARAKAT EKONOMI ASEAN DAN PENGATURAN KEBIJAKAN PERSAINGAN USAHA DI ASEAN Sejarah Masyarakat Ekonomi ASEAN 22 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG MASYARAKAT EKONOMI ASEAN DAN PENGATURAN KEBIJAKAN PERSAINGAN USAHA DI ASEAN 2.1. Masyarakat Ekonomi ASEAN 2.1.1. Sejarah Masyarakat Ekonomi ASEAN Masyarakat Ekonomi ASEAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang wajib dimiliki dalam mewujudkan persaingan pasar bebas baik dalam kegiatan maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Produk Domestik Bruto (PDB) yang cukup besar, yaitu sekitar 14,43% pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. Produk Domestik Bruto (PDB) yang cukup besar, yaitu sekitar 14,43% pada tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia, hal ini dapat dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini

BAB 1 PENDAHULUAN. (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) / ASEAN Economic Community (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini merupakan agenda utama negara

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) merupakan salah satu instansi pemerintah yang mempunyai peranan penting dalam memberikan pelayanan publik terkait dengan penanaman

Lebih terperinci

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Perlambatan pertumbuhan Indonesia terus berlanjut, sementara ketidakpastian lingkungan eksternal semakin membatasi ruang bagi stimulus fiskal dan moneter

Lebih terperinci

BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN. 3.1 Telaahan Terhadap Kebijakan Nasional

BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN. 3.1 Telaahan Terhadap Kebijakan Nasional BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN 3.1 Telaahan Terhadap Kebijakan Nasional Berdasarkan Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2016 yang mempunyai tema Memperkuat perekonomian domestik bagi peningkatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Era globalisasi menuntut adanya keterbukaan ekonomi yang semakin luas dari setiap negara di dunia, baik keterbukaan dalam perdagangan luar negeri (trade openness) maupun

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN I. Ekonomi Dunia Pertumbuhan ekonomi nasional tidak terlepas dari perkembangan ekonomi dunia. Sejak tahun 2004, ekonomi dunia tumbuh tinggi

Lebih terperinci

BAB VI. KESIMPULAN. integrasi ekonomi ASEAN menghasilkan kesimpulan sebagai berikut: perdagangan di kawasan ASEAN dan negara anggotanya.

BAB VI. KESIMPULAN. integrasi ekonomi ASEAN menghasilkan kesimpulan sebagai berikut: perdagangan di kawasan ASEAN dan negara anggotanya. BAB VI. KESIMPULAN 6.1. Kesimpulan Hasil penelitian mengenai aliran perdagangan dan investasi pada kawasan integrasi ekonomi ASEAN menghasilkan kesimpulan sebagai berikut: 1. Integrasi ekonomi memberi

Lebih terperinci

Sambutan oleh: Ibu Shinta Widjaja Kamdani Ketua Komite Tetap Kerjasama Perdagangan Internasional Kadin Indonesia

Sambutan oleh: Ibu Shinta Widjaja Kamdani Ketua Komite Tetap Kerjasama Perdagangan Internasional Kadin Indonesia Sambutan oleh: Ibu Shinta Widjaja Kamdani Ketua Komite Tetap Kerjasama Perdagangan Internasional Kadin Indonesia Disampaikan Pada Forum Seminar WTO Tanggal 12 Agustus 2008 di Hotel Aryaduta, Jakarta Kepada

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci : WTO (World Trade Organization), Kebijakan Pertanian Indonesia, Kemudahan akses pasar, Liberalisasi, Rezim internasional.

ABSTRAK. Kata kunci : WTO (World Trade Organization), Kebijakan Pertanian Indonesia, Kemudahan akses pasar, Liberalisasi, Rezim internasional. ABSTRAK Indonesia telah menjalankan kesepakan WTO lewat implementasi kebijakan pertanian dalam negeri. Implementasi kebijakan tersebut tertuang dalam deregulasi (penyesuaian kebijakan) yang diterbitkan

Lebih terperinci

PROTOCOL TO IMPLEMENT THE SIXTH PACKAGE OF COMMITMENTS UNDER THE ASEAN FRAMEWORK AGREEMENT ON SERVICES

PROTOCOL TO IMPLEMENT THE SIXTH PACKAGE OF COMMITMENTS UNDER THE ASEAN FRAMEWORK AGREEMENT ON SERVICES NASKAH PENJELASAN PROTOCOL TO IMPLEMENT THE SIXTH PACKAGE OF COMMITMENTS UNDER THE ASEAN FRAMEWORK AGREEMENT ON SERVICES (PROTOKOL UNTUK MELAKSANAKAN KOMITMEN PAKET KEENAM DALAM PERSETUJUAN KERANGKA KERJA

Lebih terperinci

Pertama-tama, perkenanlah saya menyampaikan permohonan maaf dari Menteri Luar Negeri yang berhalangan hadir pada pertemuan ini.

Pertama-tama, perkenanlah saya menyampaikan permohonan maaf dari Menteri Luar Negeri yang berhalangan hadir pada pertemuan ini. PAPARAN WAKIL MENTERI LUAR NEGERI NILAI STRATEGIS DAN IMPLIKASI UNCAC BAGI INDONESIA DI TINGKAT NASIONAL DAN INTERNASIONAL PADA PERINGATAN HARI ANTI KORUPSI SEDUNIA JAKARTA, 11 DESEMBER 2017 Yang terhormat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN EKONOMI PADA MASA PEMERINTAHAN SUSILO BAMBANG YUDHOYONO (SBY) DAN JUSUF KALLA TAHUN

KEBIJAKAN EKONOMI PADA MASA PEMERINTAHAN SUSILO BAMBANG YUDHOYONO (SBY) DAN JUSUF KALLA TAHUN KEBIJAKAN EKONOMI PADA MASA PEMERINTAHAN SUSILO BAMBANG YUDHOYONO (SBY) DAN JUSUF KALLA TAHUN 2004-2009 Agenda utama dalam bidang ekonomi yang telah ditetapkan oleh Pemerintahan SBY - Kalla bertujuan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Globalisasi adalah suatu fenomena yang tidak bisa dielakkan. Globalisasi

BAB I PENDAHULUAN. Globalisasi adalah suatu fenomena yang tidak bisa dielakkan. Globalisasi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Globalisasi adalah suatu fenomena yang tidak bisa dielakkan. Globalisasi tidak hanya berelasi dengan bidang ekonomi, tetapi juga di lingkungan politik, sosial, dan

Lebih terperinci

-2- Mengingat : Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REP

-2- Mengingat : Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REP LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.11, 2017 PEMBANGUNAN. Konstruksi. Jasa. Pencabutan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6018) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

PAKET KEBIJAKAN XII: Pemerintah Pangkas Izin, Prosedur, Waktu, dan Biaya untuk Kemudahan Berusaha di Indonesia

PAKET KEBIJAKAN XII: Pemerintah Pangkas Izin, Prosedur, Waktu, dan Biaya untuk Kemudahan Berusaha di Indonesia PAKET KEBIJAKAN XII: Pemerintah Pangkas Izin, Prosedur, Waktu, dan Biaya untuk Kemudahan Berusaha di Indonesia Presiden Joko Widodo dalam beberapa rapat kabinet terbatas menekankan pentingnya menaikkan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

Uraian Diskusi Keadilan Ekonomi IGJ Edisi April/I/2018

Uraian Diskusi Keadilan Ekonomi IGJ Edisi April/I/2018 Uraian Diskusi Keadilan Ekonomi IGJ Edisi April/I/2018 Genderang perang dagang yang ditabuh oleh Amerika Serikat (AS) meresahkan banyak pihak. Hal ini akibat kebijakan Presiden AS, Donald Trump, yang membatasi

Lebih terperinci

Daya Saing Industri Indonesia di Tengah Gempuran Liberalisasi Perdagangan

Daya Saing Industri Indonesia di Tengah Gempuran Liberalisasi Perdagangan Daya Saing Industri Indonesia di Tengah Gempuran Liberalisasi Perdagangan www.packindo.org oleh: Ariana Susanti ariana@packindo.org ABAD 21 Dunia mengalami Perubahan Kemacetan terjadi di kota-kota besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki 34 provinsi yang kini telah tumbuh menjadi beberapa wacana

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki 34 provinsi yang kini telah tumbuh menjadi beberapa wacana BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki 34 provinsi yang kini telah tumbuh menjadi beberapa wacana untuk mendirikan provinsi-provinsi baru di Indonesia. Pembentukan provinsi baru ini didasari

Lebih terperinci

International Monetary Fund UNTUK SEGERA th Street, NW 15 Maret 2016 Washington, D. C USA

International Monetary Fund UNTUK SEGERA th Street, NW 15 Maret 2016 Washington, D. C USA Siaran Pers No. 16/104 International Monetary Fund UNTUK SEGERA 700 19 th Street, NW 15 Maret 2016 Washington, D. C. 20431 USA Dewan Eksekutif IMF Menyimpulkan Konsultasi Pasal IV 2015 dengan Indonesia

Lebih terperinci

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA - SALINAN SALINAN

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA - SALINAN SALINAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA - SALINAN SALINAN p PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG KELAS JABATAN DI LINGKUNGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Selama beberapa tahun terakhir (2005-2009), ekonomi Indonesia membaik dengan pertumbuhan ekonomi rata-rata 5,5 persen. Namun kinerja itu masih jauh jika dibanding

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Strategi a. Konsep Strategi Strategi adalah suatu cara untuk mencapai tujuan perusahaan baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang. Strategi dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penanaman modal langsung baik melalui penanaman modal asing maupun

BAB I PENDAHULUAN. Penanaman modal langsung baik melalui penanaman modal asing maupun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penanaman modal langsung baik melalui penanaman modal asing maupun penanaman modal dalam negeri merupakan salah satu faktor penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA- SAUDI ARABIA BULAN : JUNI 2015

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA- SAUDI ARABIA BULAN : JUNI 2015 PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA- SAUDI ARABIA BULAN : JUNI 2015 A. Perkembangan Perekonomian Saudi Arabia. 1. Dana Moneter Internasional (IMF) menyatakan pertumbuhan ekonomi di Saudi Arabia diatur melambat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ruang lingkup kegiatan ekonominya. Globalisasi menuntut akan adanya

BAB I PENDAHULUAN. ruang lingkup kegiatan ekonominya. Globalisasi menuntut akan adanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era globalisasi telah mendorong negara-negara di dunia untuk memperluas ruang lingkup kegiatan ekonominya. Globalisasi menuntut akan adanya keterbukaan, baik keterbukaan

Lebih terperinci

Susu : Komoditi Potensial Yang Terabaikan

Susu : Komoditi Potensial Yang Terabaikan Susu : Komoditi Potensial Yang Terabaikan Oleh : Feryanto W. K. Sub sektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru khususnya bagi sektor pertanian serta bagi perekonomian nasional pada

Lebih terperinci

SATU DEKADE KERJASAMA EKONOMI UNI EROPA-INDONESIA EKSPOR-IMPOR PENDORONG INVESTASI UNI EROPA DI INDONESIA

SATU DEKADE KERJASAMA EKONOMI UNI EROPA-INDONESIA EKSPOR-IMPOR PENDORONG INVESTASI UNI EROPA DI INDONESIA RINGKASAN EKSEKUTIF SATU DEKADE KERJASAMA EKONOMI UNI EROPA-INDONESIA EKSPOR-IMPOR PENDORONG INVESTASI UNI EROPA DI INDONESIA DAFTAR ISI KATA PENGANTAR 4 INVESTASI UNI EROPA PENDORONG PERDAGANGAN INDONESIA

Lebih terperinci

STRATEGI PEMBANGUNAN NASIONAL BIDANG INVESTASI

STRATEGI PEMBANGUNAN NASIONAL BIDANG INVESTASI KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL STRATEGI PEMBANGUNAN NASIONAL BIDANG INVESTASI Amalia Adininggar Widyasanti Direktur Perdagangan, Investasi, dan Kerjasama

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2003 TENTANG PAKET KEBIJAKAN EKONOMI MENJELANG DAN SESUDAH BERAKHIRNYA PROGRAM KERJASAMA DENGAN INTERNATIONAL MONETARY FUND PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan dalam berbagai bidang, tak terkecuali dalam bidang ekonomi. Menurut Todaro dan Smith (2006), globalisasi

Lebih terperinci

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan nasional merupakan upaya pembangunan yang berkesinambungan, meliputi seluruh kehidupan masyarakat, bangsa dan negara untuk melaksanakan tugas mewujudkan

Lebih terperinci

Strategi dan Kebijakan Investasi di Indonesia Selasa, 25 Maret 2008

Strategi dan Kebijakan Investasi di Indonesia Selasa, 25 Maret 2008 Strategi dan Kebijakan Investasi di Indonesia Selasa, 25 Maret 2008 Muhammad Lutfi Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal. Penanaman modal adalah segala bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh penanam

Lebih terperinci

BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL

BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL 1 BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL BAGIAN I PERKEMBANGAN REALISASI INVESTASI 2 PERINGKAT GLOBAL MEMBAIK Realisasi Investasi (Rp Triliun) 313 399 463 +12,4%2 016 (y/y) 545 613 2012 2013 2014 2015 2016 2017

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. moneter terus mengalami perkembangan. Inisiatif kerjasama mulai dikembangkan

I. PENDAHULUAN. moneter terus mengalami perkembangan. Inisiatif kerjasama mulai dikembangkan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Proses integrasi di berbagai belahan dunia telah terjadi selama beberapa dekade terakhir, terutama dalam bidang ekonomi. Proses integrasi ini penting dilakukan oleh masing-masing

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 98 TAHUN 2015 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 1966 TENTANG KEANGGOTAAN KEMBALI REPUBLIK INDONESIA DALAM DANA MONETER INTERNASIONAL

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. semakin penting sejak tahun 1990-an. Hal tersebut ditandai dengan. meningkatnya jumlah kesepakatan integrasi ekonomi, bersamaan dengan

I. PENDAHULUAN. semakin penting sejak tahun 1990-an. Hal tersebut ditandai dengan. meningkatnya jumlah kesepakatan integrasi ekonomi, bersamaan dengan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Integrasi suatu negara ke dalam kawasan integrasi ekonomi telah menarik perhatian banyak negara, terutama setelah Perang Dunia II dan menjadi semakin penting sejak tahun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi suatu negara sangat ditunjang oleh indikator tabungan dan investasi domestik yang digunakan untuk menentukan tingkat pertumbuhan dan pembangunan ekonomi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menilai keberhasilan pembangunan dan upaya memperkuat daya saing ekonomi daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN TRIWULAN PEREKONOMIAN INDONESIA Keberlanjutan ditengah gejolak. Juni 2010

PERKEMBANGAN TRIWULAN PEREKONOMIAN INDONESIA Keberlanjutan ditengah gejolak. Juni 2010 PERKEMBANGAN TRIWULAN PEREKONOMIAN INDONESIA Keberlanjutan ditengah gejolak Juni 2010 viii Ringkasan Eksekutif: Keberlanjutan di tengah gejolak Indonesia terus memantapkan kinerja ekonominya yang kuat,

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Mengingat: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 98 TAHUN 2015 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 1966 TENTANG KEANGGOTAAN KEMBALI REPUBLIK INDONESIA DALAM DANA MONETER INTERNASIONAL

Lebih terperinci

ASEAN ( Association of Southeast Asia Nations ) adalah organisasi yang dibentuk oleh perkumpulan Negara yang berada di daerah asia tenggara

ASEAN ( Association of Southeast Asia Nations ) adalah organisasi yang dibentuk oleh perkumpulan Negara yang berada di daerah asia tenggara ASEAN ( Association of Southeast Asia Nations ) adalah organisasi yang dibentuk oleh perkumpulan Negara yang berada di daerah asia tenggara ASEAN didirikan di Bangkok 8 Agustus 1967 oleh Indonesia, Malaysia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara fundamental, bahwa gerak perdagangan semakin terbuka, dinamis, dan cepat yang menyebabkan

Lebih terperinci

1. Visi BKPM Terwujudnya Iklim Penanaman Modal Yang Berdaya Saing Untuk Menunjang Kualitas Perekonomian Nasional.

1. Visi BKPM Terwujudnya Iklim Penanaman Modal Yang Berdaya Saing Untuk Menunjang Kualitas Perekonomian Nasional. RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL TAHUN 2009-2014 A. Rencana Strategis BKPM Tahun 2009-2014 Rencana Strategis (Renstra) BKPM yang disusun merupakan fungsi manajemen untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menyambut baik kehadiran penanaman modal atau investasi di Indonesia, baik

BAB 1 PENDAHULUAN. menyambut baik kehadiran penanaman modal atau investasi di Indonesia, baik 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam rangka mempercepat pembangunan ekonomi daerah maupun nasional serta mewujudkan kedaulatan politik dan ekonomi Indonesia, diperlukan peningkatan penanaman

Lebih terperinci

penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan yang kemudian menimbulkan masalah yang harus dihadapi pemerintah yaitu permasalahan gizi. Permasalahan

penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan yang kemudian menimbulkan masalah yang harus dihadapi pemerintah yaitu permasalahan gizi. Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era global saat ini, sistem internasional telah mengalami perkembangan yang sangat pesat. Era globalisasi yang muncul bukan hanya memudarkan batas-batas negara

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Universitas Indonesia. Diplomasi energi..., Muhammad Ali Busthomi, FISIP UI, 2010.

BAB V PENUTUP. Universitas Indonesia. Diplomasi energi..., Muhammad Ali Busthomi, FISIP UI, 2010. 100 BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan Rusia adalah salah satu negara produksi energi paling utama di dunia, dan negara paling penting bagi tujuan-tujuan pengamanan suplai energi Eropa. Eropa juga merupakan

Lebih terperinci

Ketua Komisi VI DPR RI. Anggota Komisi VI DPR RI

Ketua Komisi VI DPR RI. Anggota Komisi VI DPR RI PEMBERDAYAAAN KOPERASI & UMKM DALAM RANGKA PENINGKATAN PEREKONOMIAN MASYARAKAT 1) Ir. H. Airlangga Hartarto, MMT., MBA Ketua Komisi VI DPR RI 2) A. Muhajir, SH., MH Anggota Komisi VI DPR RI Disampaikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Teh ditemukan sekitar tahun 2700 SM di Cina. Seiring berjalannya waktu, teh saat ini telah ditanam di berbagai negara, dengan variasi rasa dan aroma yang beragam. Menurut

Lebih terperinci

E-BISNIS INTERIM MANAGEMENT REPORT ( SAP ) Disusun oleh : Bil Muammar ( ) JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA

E-BISNIS INTERIM MANAGEMENT REPORT ( SAP ) Disusun oleh : Bil Muammar ( ) JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA E-BISNIS INTERIM MANAGEMENT REPORT ( SAP ) Disusun oleh : Bil Muammar (09.11.3371) Dosen : M. Suyanto, Prof. Dr, M.M. JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER AMIKOM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak boleh menyimpang dari konfigurasi umum kepulauan. 1 Pengecualian

BAB I PENDAHULUAN. tidak boleh menyimpang dari konfigurasi umum kepulauan. 1 Pengecualian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perjuangan Indonesia terkait dengan prinsip Wawasan Nusantara telah membuahkan hasil dengan diakuinya konsep negara kepulauan atau archipelagic state secara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi Negara di Dunia Periode (%)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi Negara di Dunia Periode (%) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia pada periode 24 28 mulai menunjukkan perkembangan yang pesat. Kondisi ini sangat memengaruhi perekonomian dunia. Tabel 1 menunjukkan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata saat ini telah menjadi salah satu motor penggerak ekonomi dunia terutama dalam penerimaan devisa negara melalui konsumsi yang dilakukan turis asing terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengaruh bidang konstruksi pada suatu negara cukup besar. Bidang

BAB I PENDAHULUAN. Pengaruh bidang konstruksi pada suatu negara cukup besar. Bidang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengaruh bidang konstruksi pada suatu negara cukup besar. Bidang konstruksi berperan membangun struktur dan infra struktur di suatu negara. Infrastruktur yang memadai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini akan dibagi menjadi sembilan sub bab, yang meliputi sebagai berikut: Alasan

BAB I PENDAHULUAN. ini akan dibagi menjadi sembilan sub bab, yang meliputi sebagai berikut: Alasan BAB I PENDAHULUAN Pada bab satu ini penulis akan memaparkan mengenai Pendahuluan. Bab ini akan dibagi menjadi sembilan sub bab, yang meliputi sebagai berikut: Alasan penulisan judul, tujuan penulisan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Globalisasi bukanlah merupakan hal yang baru bagi kita. Globalisasi

BAB I PENDAHULUAN. Globalisasi bukanlah merupakan hal yang baru bagi kita. Globalisasi digilib.uns.ac.id 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Globalisasi bukanlah merupakan hal yang baru bagi kita. Globalisasi merupakan keterkaitan dan ketergantungan antar bangsa dan antar manusia di seluruh

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGUATAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kamis, 16 Juli 2009

KEBIJAKAN PENGUATAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kamis, 16 Juli 2009 KEBIJAKAN PENGUATAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kamis, 16 Juli 2009 Â Krisis keuangan global yang melanda dunia sejak 2008 lalu telah memberikan dampak yang signifikan di berbagai sektor perekonomian, misalnya

Lebih terperinci

Fokus Negara IMF. Fokus Negara IMF. Ekonomi Asia yang Dinamis Terus Memimpin Pertumbuhan Global

Fokus Negara IMF. Fokus Negara IMF. Ekonomi Asia yang Dinamis Terus Memimpin Pertumbuhan Global Fokus Negara IMF Orang-orang berjalan kaki dan mengendarai sepeda selama hari bebas kendaraan bermotor, diadakan hari Minggu pagi di kawasan bisnis Jakarta di Indonesia. Populasi kaum muda negara berkembang

Lebih terperinci

BAB IV PEMBANGUNAN PERTANIAN DI ERA GLOBALISASI (Konsolidasi Agribisnis dalam Menghadapi Globalisasi)

BAB IV PEMBANGUNAN PERTANIAN DI ERA GLOBALISASI (Konsolidasi Agribisnis dalam Menghadapi Globalisasi) BAB IV PEMBANGUNAN PERTANIAN DI ERA GLOBALISASI (Konsolidasi Agribisnis dalam Menghadapi Globalisasi) Sebagai suatu negara yang aktif dalam pergaulan dunia, Indonesia senantiasa dituntut untuk cepat tanggap

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3

IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3 IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3 4.1 Perkembangan Harga Minyak Dunia Pada awal tahun 1998 dan pertengahan tahun 1999 produksi OPEC turun sekitar tiga

Lebih terperinci

LD NO.14 PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL I. UMUM

LD NO.14 PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL I. UMUM I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL 1. Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, sebagai upaya terus menerus

Lebih terperinci

Berdasarkan PP Nomor 39 Tahun 2006 Konsolidasi Program, Sub Fungsi, dan Fungsi (Form C)

Berdasarkan PP Nomor 39 Tahun 2006 Konsolidasi Program, Sub Fungsi, dan Fungsi (Form C) Berdasarkan PP Nomor 39 Tahun 2006 Konsolidasi Program, Sub Fungsi, dan Fungsi (Form C) Formulir C LAPORAN KONSOLIDASI PROGRAM DIRINCI MENURUT KEGIATAN TRIWULAN IV TAHUN ANGGARAN 2015 Kementerian Koordinator

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA digilib.uns.ac.id 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Insentif Pajak untuk Investasi Insentif pajak untuk investasi merupakan sebuah keringanan pajak yang diberikan oleh negara untuk meningkatkan investasi di

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA- SAUDI ARABIA BULAN : JULI 2015

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA- SAUDI ARABIA BULAN : JULI 2015 PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA- SAUDI ARABIA BULAN : JULI 2015 A. Perkembangan Perekonomian Saudi Arabia. 1. Laju pertumbuhan Produk domestik bruto (PDB) Saudi Arabia selama kuartal kedua tahun 2015

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendorong perkembangan dan kemakmuran dunia industri modern Perdagangan

BAB I PENDAHULUAN. mendorong perkembangan dan kemakmuran dunia industri modern Perdagangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini, perdagangan internasional merupakan inti dari ekonomi global dan mendorong perkembangan dan kemakmuran dunia industri modern Perdagangan Internasional dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Di era globalisasi perdagangan diseluruh dunia, dimana siklus perdagangan

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Di era globalisasi perdagangan diseluruh dunia, dimana siklus perdagangan BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Di era globalisasi perdagangan diseluruh dunia, dimana siklus perdagangan dapat dengan bebas bergerak ke setiap Negara di penjuru dunia. yang secara langsung berpengaruh

Lebih terperinci

WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa penanaman modal merupakan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perubahan lingkungan bisnis akan terjadi setiap saat, umumnya berupa gerak perubahan dari salah satu atau gabungan faktor-faktor lingkungan luar perusahaan, baik pada skala

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan orientasi yaitu dari orientasi peningkatan produksi ke orientasi peningkatan pendapatan dan kesejahteraan.

Lebih terperinci

PROGRAM REFORMASI KOPERASI

PROGRAM REFORMASI KOPERASI PROGRAM REFORMASI KOPERASI Tim Reformasi Koperasi Kementerian Koperasi dan UKM Jakarta, 21 Desember 2015 LATAR BELAKANG (1) a. Selama 15 tahun terakhir perekonomian Indonesia tumbuh ratarata 6% per tahun,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian Indonesia pernah mengalami goncangan besar akibat krisis

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian Indonesia pernah mengalami goncangan besar akibat krisis BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perekonomian Indonesia pernah mengalami goncangan besar akibat krisis ekonomi yang terjadi tahun 1997 sampai 1998 lalu. Peristiwa ini telah membawa dampak yang merugikan

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang Kota Pekalongan, Jawa Tengah, sudah sejak lama terkenal dengan

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang Kota Pekalongan, Jawa Tengah, sudah sejak lama terkenal dengan 1 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Kota Pekalongan, Jawa Tengah, sudah sejak lama terkenal dengan kerajinan batiknya. Kerajinan batik telah secara turun-temurun diwariskan dari generasi ke generasi,

Lebih terperinci

Berdasarkan PP Nomor 39 Tahun 2006 Konsolidasi Program, Sub Fungsi, dan Fungsi (Form C)

Berdasarkan PP Nomor 39 Tahun 2006 Konsolidasi Program, Sub Fungsi, dan Fungsi (Form C) Berdasarkan PP Nomor 39 Tahun 2006 Konsolidasi Program, Sub Fungsi, dan Fungsi (Form C) Formulir C LAPORAN KONSOLIDASI PROGRAM DIRINCI MENURUT KEGIATAN TRIWULAN III TAHUN ANGGARAN 2015 Kementerian Koordinator

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bagi sebuah negara, keberhasilan pembangunan ekonominya dapat diukur dan digambarkan secara umum oleh tingkat laju pertumbuhan ekonominya. Mankiw (2007) menyatakan

Lebih terperinci

PERSIAPAN DAERAH dalam menghadapi

PERSIAPAN DAERAH dalam menghadapi PERSIAPAN DAERAH dalam menghadapi Outline 1 Gambaran Umum Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015 2 MEA dalam RKP 2014 3 Strategi Daerah dalam Menghadapi MEA 2015 MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (MEA) 2015 Masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Penanaman modal atau investasi merupakan langkah awal kegiatan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Penanaman modal atau investasi merupakan langkah awal kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penanaman modal atau investasi merupakan langkah awal kegiatan produksi. Pada posisi semacam ini investasi pada hakekatnya juga merupakan langkah awal kegiatan pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu faktor penggerak perekonomian dunia saat ini adalah minyak mentah. Kinerja dari harga minyak mentah dunia menjadi tolok ukur bagi kinerja perekonomian dunia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gambar 1. Luasan lahan perkebunan kakao dan jumlah yang menghasilkan (TM) tahun

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gambar 1. Luasan lahan perkebunan kakao dan jumlah yang menghasilkan (TM) tahun 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usaha perkebunan merupakan usaha yang berperan penting bagi perekonomian nasional, antara lain sebagai penyedia lapangan kerja dan sumber pendapatan bagi petani, sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi diartikan juga sebagai peningkatan output masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi diartikan juga sebagai peningkatan output masyarakat yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi merupakan bagian penting dari pembangunan suatu negara bahkan bisa dikatakan sebagai salah satu indikator dalam menentukan keberhasilan

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN LAPORAN PEMANTAUAN PELAKSANAAN ANGGARAN TRIWULAN III TAHUN 2016

KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN LAPORAN PEMANTAUAN PELAKSANAAN ANGGARAN TRIWULAN III TAHUN 2016 KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN LAPORAN PEMANTAUAN PELAKSANAAN ANGGARAN TRIWULAN III TAHUN 2016 PEMANTAUAN KEGIATAN Triwulan III Tahun 2016 Kode dan Nama Unit Organisasi Kode Dan Nama Program

Lebih terperinci

KAJIAN KEIKUTSERTAAN INDONESIA DALAM TRANS-PACIFIC PARTNERSHIP (TPP) PADA SEKTOR KESEHATAN KHUSUSNYA PRODUKSI TEMBAKAU/ROKOK

KAJIAN KEIKUTSERTAAN INDONESIA DALAM TRANS-PACIFIC PARTNERSHIP (TPP) PADA SEKTOR KESEHATAN KHUSUSNYA PRODUKSI TEMBAKAU/ROKOK KAJIAN KEIKUTSERTAAN INDONESIA DALAM TRANS-PACIFIC PARTNERSHIP (TPP) PADA SEKTOR KESEHATAN KHUSUSNYA PRODUKSI TEMBAKAU/ROKOK Indonesian Conference on Tobacco or Health 2017 Balai Kartini, Jakarta 15-16

Lebih terperinci

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Paket Kebijakan Ekonomi Minggu ke-ii Februari 2016 (Tahap X)

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Paket Kebijakan Ekonomi Minggu ke-ii Februari 2016 (Tahap X) Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Paket Kebijakan Ekonomi Minggu ke-ii Februari 2016 (Tahap X) Jakarta, 11 Februari 2016 2 Memperlonggar Investasi Dengan Meningkatkan Perlindungan Bagi Usaha

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PERDAGANGAN INDONESIA KE ASEAN PLUS THREE

BAB IV GAMBARAN UMUM PERDAGANGAN INDONESIA KE ASEAN PLUS THREE BAB IV GAMBARAN UMUM PERDAGANGAN INDONESIA KE ASEAN PLUS THREE 4.1. Kerjasama Ekonomi ASEAN Plus Three Kerjasama ASEAN dengan negara-negara besar di Asia Timur atau lebih dikenal dengan istilah Plus Three

Lebih terperinci

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan sektor penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Peran strategis sektor pertanian digambarkan dalam kontribusi sektor pertanian dalam

Lebih terperinci

POLICY BRIEF KAJIAN KEBIJAKAN PENGENDALIAN IMPOR PRODUK HORTIKULTURA. Dr. Muchjidin Rahmat

POLICY BRIEF KAJIAN KEBIJAKAN PENGENDALIAN IMPOR PRODUK HORTIKULTURA. Dr. Muchjidin Rahmat POLICY BRIEF KAJIAN KEBIJAKAN PENGENDALIAN IMPOR PRODUK HORTIKULTURA Dr. Muchjidin Rahmat PENDAHULUAN 1. Dalam dekade terakhir impor produk hortikultura cenderung meningkat, akibat dari keterbukaan pasar,

Lebih terperinci

Tantangan dan Peluang UKM Jelang MEA 2015

Tantangan dan Peluang UKM Jelang MEA 2015 Tantangan dan Peluang UKM Jelang MEA 2015 Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015 segera dimulai. Tinggal setahun lagi bagi MEA mempersiapkan hal ini. I Wayan Dipta, Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK,

Lebih terperinci

TIGA FOKUS UTAMA III. KEBIJAKAN DEREGULASI EKONOMI

TIGA FOKUS UTAMA III. KEBIJAKAN DEREGULASI EKONOMI TIGA FOKUS UTAMA III. KEBIJAKAN DEREGULASI EKONOMI DEREGULASI UNTUK MENINGKATKAN DAYA SAING DAN PERTUMBUHAN EKONOMI Selain penegakan dan jaminan kepastian hukum, sasaran deregulasi adalah penyederhanaan

Lebih terperinci