IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IV. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 34 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Umum Kecamatan Nanggung Kawasan Pongkor merupakan bagian dari Taman Nasional Gunung Salak dan Halimun yang terletak pada wilayah administrasi Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor. Pongkor yang secara umum dikenal sebagai kawasan pertambangan emas, sebenarnya merupakan kawasan pegunungan kecil di sekitar Gunung Salak dan Halimun bersama beberapa gunung dan perbukitan lainnya. Kawasan ini mulai dikenal dan dipadati para pekerja penambangan dan pengolahan emas sejak beroperasinya Unit Bisnis Pertambangan Emas (UBPE) PT. Aneka Tambang pada tahun Daya tarik ekonomi ini mengundang minat masyarakat lokal maupun pendatang untuk mencari nafkah di sana, baik sebagai pekerja sektor formal dan informal, legal maupun ilegal seperti Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) atau gurandil. Puncaknya terjadi pada saat masa reformasi tahun 1998 dengan jumlah gurandil diperkirakan sekitar 8000 orang. Secara langsung maupun tidak langsung kondisi ini meningkatkan aktivitas perekonomian di Kecamatan Nanggung, dan di sisi lain juga menimbulkan permasalahan sosial dan lingkungan. Kecamatan Nanggung secara administratif merupakan bagian dari wilayah barat Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Kecamatan Nanggung merupakan wilayah pemekaran dari Kecamatan Leuwiliang. Wilayah Kecamatan Nanggung berbatasan langsung dengan Kabupaten Sukabumi di sebelah selatan, di sebelah utaranya dengan Kecamatan Leuwisadeng, sebelah barat dengan Kabupaten Lebak Provinsi Banten, dan sebelah timurnya dengan Kecamatan Pamijahan dan Leuwiliang. Jarak pusat pemerintahan Kecamatan dengan desa/kelurahan terjauh adalah 35 Km, jarak dengan Ibu Kota Kabupaten Bogor adalah sekitar 60 Km, sedangkan jarak pusat pemerintahan Kecamatan dengan Propinsi Jawa Barat adalah 240 Km. Saat ini Kecamatan Nanggung memiliki 11 Desa dan ratusan kampung setingkat Rukun Tetangga (RT). Secara geografis Kecamatan Nanggung berada pada ketinggian m di atas permukaan laut (m dpl), dengan curah hujan mm per tahun. Kondisi lahan di Kecamatan Nanggung sebagian besar berupa perbukitan dan pegunungan.

2 35 Mata pencaharian penduduk Kecamatan Nanggung yang terbesar adalah di sektor pertanian secara luas termasuk perkebunan dan perikanan sebesar %, baik sebagai petani pemilik ataupun sebagai petani penggarap buruh tani (Siallagan 2010). Lahan sawah ini tidak saja terletak di lahan datar, namun juga pada lereng-lereng bukit yang miring. Sebagian besar merupakan lahan sawah tadah hujan (ladang) terutama pada wilayah desa-desa yang berbukit seperti Desa Malasari, Bantar Karet, Cisarua, dan Curug Bitung. Sektor pertambangan, baik legal maupun ilegal diyakini berperan cukup besar terhadap mata pencaharian penduduk Nanggung selain pertanian. Walaupun menurut data monografi Kecamatan Nanggung (Siallagan 2010) hanya sekitar 12% saja yang bekerja di sektor pertambangan, fakta di lapangan menunjukkan bahwa aktivitas pertambangan dan turunannya begitu mempengaruhi kehidupan dan perekonomian masyarakat hingga saat ini. Usaha perikanan di Kecamatan Nanggung tidak berkembang baik seperti di beberapa kecamatan tetangga yang menjadi sentra produksi perikanan Kabupaten Bogor, yaitu antara lain Kecamatan Pamijahan, Cibungbulang, dan Ciampea. Data hasil produksi perikanan per kecamatan di Kabupaten Bogor dapat dilihat pada Lampiran 1. Produksi ikan konsumsi di Kecamatan Nanggung pada tahun 2011 sebesar 141,36 ton, hanya 0,25% dari total produksi ikan konsumsi Kabupaten Bogor yang sebesar ,67 ton. Sedangkan produksi Kecamatan Pamijahan, Cibungbulang, dan Ciampea secara berurutan sebesar 2.681,74 ton (4,74%), 2.078,84 ton (3,67%), dan 2.477,00 ton (4,38%). Walaupun demikian produksi perikanan konsumsi di Kecamatan Nanggung secara statistik terus meningkat sejak tahun Produksi ikan konsumsi pada tahun 2011 meningkat 271,48 % dari tahun Peningkatan jumlah produksi ini seiring dengan meningkatnya luas lahan produksi. Namun meningkatnya jumlah produksi ini tidak diiringi dengan meningkatnya jumlah rumah tangga perikanannya. Dengan demikian berarti seharusnya rerata kepemilikan lahan pada setiap pelaku usaha perikanan semakin besar. Besarnya produksi perikanan di Kecamatan Nanggung tahun dapat dilihat pada Tabel 6.

3 36 No Tabel 6 Produksi perikanan Kecamatan Nanggung tahun Jenis Usaha RTP (orang) Areal (ha) Produksi (ton) RTP (orang) Areal (ha) Sumber : Data Perikanan Dinas Peternakan dan Perikanan Kab. Bogor Produksi (ton) A.Budidaya Perikanan Air Tawar 1 Kolam Air Tenang 2 Kolam Air Deras Perikanan Sawah 4 Jaring Apung Karamba B. Perikanan Tangkap Air Tawar 1 Perairan Umum JUMLAH A+B (Ikan Konsumsi) C. Ikan Hias D. Pembenihan , , Sektor perikanan di Kecamatan Nanggung didominasi oleh budidaya kolam air tenang. Kolam air tenang ini umumnya terletak di sekitar halaman rumah masyarakat, dengan luasan dan tingkat keseriusan usahanya berbedabeda. Sentra kolam ikan air tenang di Kecamatan Nanggung umumnya terletak di Desa Malasari, Bantar Karet, Cisarua, Curug Bitung, Nanggung, dan Kalong Liud. Desa-desa tersebut juga termasuk sentra penambangan dan pengolahan emas di Kawasan Pongkor. Jika dilihat dari kondisi alam, Kecamatan Nanggung memiliki potensi untuk menjadi sentra produksi perikanan. Hal ini didukung oleh adanya sumber air dan lahan yang sangat luas yang belum dimanfaatkan secara optimal. Di Kecamatan Nanggung ini terdapat Sungai Cikaniki beserta dengan anak-anak sungainya seperti Sungai Cisarua, Sungai Cihiris, Sungai Ciparay, Sungai Cileungsi, Sungai Cisangku dan sebagainya yang mengalir di kawasan kegiatan pertambangan Gunung Pongkor dan pemukiman dengan pola aliran dendritik. Selain sungai-sungai tersebut di atas di Kawasan Pongkor terdapat pula mata air-mata air seperti Cidenok dan Cimaja, yang dimanfaatkan untuk sawah, perikanan, dan kebutuhan masyarakat lainnya. Luasnya lahan perkebunan, peternakan, sawah, dan lahan pertanian lainnya dapat dikombinasikan dengan usaha perikanan sehingga merupakan suatu peluang bagi peningkatan produksi perikanan. Dengan demikian tentunya

4 37 diharapkan berdampak positif bagi peningkatan perekonomian masyarakat yang secara umum masih sangat tergantung kepada sektor pertanian dan pertambangan serta pengolahan emas. Usaha seperti mina padi dan mina silva juga dapat menjadi alternatif kecukupan protein hewani yang murah dan sehat bagi masyarakat Nanggung. Permintaan ikan yang cukup tinggi terutama untuk kolam pemancingan dan konsumsi masyarakat pada hari-hari besar keagamaan seperti maulid, puasa, dan lebaran, menunjukkan bahwa potensi pasar cukup baik. Sebagai contoh, sebuah kolam pemancingan saja setiap bulannya mendatangkan ikan mas rerata 3 ton dari Kecamatan Cibungbulang dan Pamijahan hanya untuk kebutuhan usaha pemancingan saja. Usaha perikanan sejauh ini belum menjadi usaha utama bagi masyarakat Nanggung, melainkan masih lebih kepada usaha sampingan dan rekreasi. Sebagian besar skala usaha maupun prosesnya masih bersifat tradisional, dengan sebagian besar kolam ikan terletak di sekitar rumah dan sekaligus berfungsi sebagai penampungan limbah rumah tangga. Walaupun di beberapa lokasi ditemukan kolam ikan yang sudah dibeton dan ditata bagus, namun pemeliharaannya lebih kepada pemenuhan hobi daripada sebagai suatu bisnis. Sehingga teknik dan teknologi budidaya ikan yang baik belum menjadi perhatian pemiliknya. Selain minimnya pengetahuan dan dukungan teknis serta modal bagi usaha perikanan di Kecamatan Nanggung, faktor pencemaran lingkungan perairan serta debit air dan suhu yang fluktuatif juga menjadi kendala masif. Sungai Cikaniki dan beberapa anak sungai lainnya tidak bisa dibuat keramba, karena dasarnya yang berbatu serta debit airnya besar dan berarus kencang dan keruh pada musim hujan. Sebaliknya pada musim kemarau debit airnya kecil sehingga riskan untuk dibuat keramba. Kawasan Pongkor dan Kecamatan Nanggung merupakan bagian wilayah hutan lindung dan Taman Nasional Gunung Halimun - Salak, namun debit dan ketersediaan air terutama pada musim kemarau bisa sangat sedikit. Hal ini terjadi sejak semakin maraknya perluasan kawasan pertambangan dan perambahan hutan yang berdekatan dengan sumber air, sehingga menyebabkan ketersediaan dan proses penyimpanan air berkurang. Meskipun Kawasan Pongkor dikenal sebagai daerah yang tercemar oleh logam berat akibat pertambangan dan pengolahan emas, namun diyakini tidak

5 38 semua lahan dan sumber air di Kecamatan Nanggung ini tercemar dan tidak layak untuk dimanfaatkan. Karena pengolahan emas umumnya berada di sekitar Sungai Cikaniki dan beberapa anak sungainya, maupun di kawasan pemukiman, maka masih cukup luas lahan yang dapat dimanfaatkan terutama di sekitar kawasan hutan. Berdasarkan hal tersebut maka usaha perikanan perlu digalakkan lagi demi pemenuhan kebutuhan gizi serta peningkatan kesejahteraan masyarakat. 4.2 Pencemaran dan Kualitas Lingkungan Kecamatan Nanggung Pencemaran lingkungan di Kecamatan Nanggung ini telah menjadi objek penelitian dari berbagai pihak baik dari perguruan tinggi seperti Universitas Indonesia, Institut Pertanian Bogor, Institut Teknologi Bandung, Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK), maupun dari berbagai instansi antara lain Kementerian Lingkungan Hidup, Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bogor, dan LIPI. Objek penelitiannya pun beragam, mulai dari kualitas parameter fisika kimia perairan dan tanah hingga dampak pertambangan dan pengolahan emas di Kawasan Pongkor Nanggung ini. Berbagai hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa lingkungan Kawasan Pongkor dan Sungai Cikaniki di Kecamatan Nanggung pada beberapa titik sudah dapat dikategorikan tercemar berat, karena nilai kandungan logam berat (Pb, Fe, Hg, CN) sudah jauh di atas nilai ambang batas yang diperbolehkan sesuai PP RI No 82/2001 maupun US EPA Selain lingkungannya berupa tanah dan air yang sudah tercemar, produk pertanian dan perikanan yang menjadi sumber pangan masyarakat pun diketahui sudah tercemar pula di beberapa titik produksi. Dengan demikian, secara faktual masyarakat Kawasan Pongkor telah hidup dalam bahaya keracunan logam berat bertahun-tahun, karena kontaminan logam dapat masuk melalui jalur makanan, minuman, pernafasan, dan interaksi kulit. Limbah antropogenik lainnya seperti limbah organik dan surfaktan juga dapat memperburuk kondisi lingkungan terutama lingkungan perairan, karena sebagian besar masyarakat di sekitar pemukiman masih memanfaatkan sungaisungai sebagai tempat mandi, cuci, dan kakus (MCK). Belum lagi efek dari penggunaan boraks (pijer), soda api (kostik), dan air keras (HNO 3 ) sebagai limbah dari pengolahan emas oleh masyarakat di Kawasan Pongkor tersebut. Beberapa penelitian terkait dapat dilihat pada Tabel 7 berikut.

6 39 Tabel 7 Beberapa penelitian terkait pencemaran lingkungan di Kec. Nanggung No Nama Tahun Objek Hasil Keterangan Ambang batas 1 Syawal 2003 Merkuri di Sungai Cikaniki Kadar Hg 0,0023 Hg 0, ppm ppm (PP RI No.82/2001) 2 Nasution 2004 Merkuri di Sungai Cikaniki 3 Damayanti Felanesa Istikasari 2004 Sumber : Hasil studi literatur Logam berat (Pb, Cd, Cu, Fe, Hg) pada daun singkong di Nanggung Logam berat (Pb, Cd, Cu, Fe, Hg) pada air konsumsi di Nanggung Logam berat (Pb, Cd, Cu, Fe, Hg) pada beras di Nanggung 6 Halimah 2005 Merkuri di Sungai Cikaniki 7 Mulyadi et al Merkuri di air sawah dan tanah sawah di Pongkor Kadar Hg di air 0,265 ppm, sedimen 196 ppm Hg sampai 1,09 ppm; yang lain masih dibawah ambang batas Pb, Fe, Hg di atas ambang batas Hg 0,013 0,251 ppm; Pb 0,44 3,69 ppm Hg sisa proses 4,86 ton/bulan Hg di air 0,005 ppm; Hg di tanah 0,0010 0,116 ppm 8 Paryono 2005 Merkuri di Sungai Cikaniki Hg di air 0,100 0,300 ppm; sedimen 0,010 0,040 ppm; organ 0,007 0,160 ppm 9 Kamaludin 2006 Merkuri pada ikan mas di Desa Cisarua 10 Siallagan 2010 Limbah berbahaya di Nanggung Hg pada organ sampai 0,4648 ppm Hg 5,5 ton/tahun; sianida 530,520 ton/thn; borax 756 kg/thn; soda api 284,7 ton/thn; air keras ton/thn Toksik dan terhadap Daphnia sp Selama ini umumnya yang menjadi objek perhatian para peneliti di Kawasan Pongkor adalah limbah merkuri dari pengolahan emas ilegal. Namun dari Tabel 7 terlihat bahwa berbagai logam berat lainnya, seperti Pb, Cd, Cu, dan Fe, juga sudah mencapai taraf yang dapat membahayakan makhluk hidup. Berbagai logam berat ini umumnya merupakan unsur-unsur ikutan yang terkandung dari bongkahan bijih emas yang ditambang lalu terlepas ketika adanya proses pengolahan emas, selain juga dari masukan antropogenik lainnya. Sianida jika dilihat dari hasil penelitian Siallagan (2010), juga dipakai dalam jumlah cukup besar dalam proses pengolahan emas tradisional. Limbahnya diduga berada dalam konsentrasi yang juga cukup besar untuk membahayakan kehidupan organisme yang ada di Kawasan Pongkor ini. Belum lagi ditambah dengan limbah sianida dari PT.ANTAM, yang menggunakan akut kronik Dibuang ke S.Cikaniki dan tanah sekitar. 65% titik sampling air dan 100% tanah di atas ambang batas Hasil budidaya

7 40 sianida untuk proses pengolahan emasnya sejak awal. Walaupun limbahnya telah mengalami proses pengolahan secara modern sebelumnya, namun apabila berkelanjutan tetap saja dapat terakumulasi di perairan maupun sedimennya. Toksisitasnya juga dapat meningkat seiring interaksi sianida dengan berbagai logam dan berbagai bahan lainnya, baik sebagai bahan ikutan dari proses penambangan maupun bahan tambahan dalam proses pengolahan emasnya. Pada Gambar 4 dapat dilihat proses pengolahan emas tradisional di Kawasan Pongkor yang menggunakan berbagai bahan berbahaya. Bijih emas Penggilingan + bijih besi + kuik (merkuri) (amalgamasi) Penyaringan Butiran emas + merkuri (bullion) Lumpur (tanah + sisa emas + merkuri) Pembakaran Diolah lagi Dibuang (bak penampung, selokan, sungai, tanah) Pemurnian (HNO 3 + tembaga) Pengadukan (1 hari) Penyaringan Penggebosan (pembakaran + boraks) Pengadukan dalam tong berputar dan ditambahkan apu (4-12 jam) Emas siap jual Penambahan soda api dan diaduk dalam tong berputar (8-12 jam) Pencampuran dengan sianida dan diaduk dalam tong berputar (4-8 jam) Pencampuran dengan karbon lalu didiamkan selama jam (8-12 jam) Penyaringan dan pembakaran Sumber : Siallagan 2010 dengan modifikasi Gambar 4 Proses pengolahan bijih emas oleh gurandil di Pongkor.

8 41 Data pemantauan rutin kualitas Sungai Cikaniki oleh Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bogor per semester (Lampiran 2) juga menunjukkan kadar logam berat maupun bahan organik sudah pada taraf membahayakan bagi organisme dan lingkungan di beberapa titik. Kandungan per elemen logamnya saja sudah cukup berbahaya. Toksisitasnya pun dapat diperburuk melalui interaksi antar elemen logam berat tersebut berupa aditif atau sinergis seperti Cu dengan Zn, serta Cu dan Hg (Sorensen 1991). Namun demikian dapat pula bersifat saling mengurangi (antagonis) seperti Se dan Hg (Damhoeri 1986; Carvalho et al. 2009). Berdasarkan data pada Lampiran 2 juga dapat diketahui bahwa konsentrasi merkuri di Sungai Cikaniki sudah mulai menurun. Ini terjadi diduga karena mulai berkurangnya jumlah gelundungan yang beroperasi akibat semakin mahalnya biaya operasional, serta mulai aktifnya penyuluhan dan penertiban oleh pihak yang berwajib. Selain itu, kini sejumlah pengolahan emas tradisional di Kawasan Pongkor sudah mulai beralih menggunakan sianida sebagai pengganti merkuri. Berdasarkan berbagai literatur yang ada terkait dengan Kawasan Pongkor dan Kecamatan Nanggung, belum ada satu pun yang membahas tentang elemen selenium di kawasan tersebut. Bahkan pemantauan rutin tahunan yang dilakukan oleh Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kabupaten Bogor yang membahas cukup banyak elemen faktor fisika kimia biologi lingkungan pun (Lampiran 2), tidak memasukkan unsur selenium sebagai salah satu elemen penting untuk diteliti. Padahal selenium bersama dengan kalsium merupakan bahan kimia yang bersifat antagonis terhadap logam-logam berat seperti kadmium (Abdel-Tawwab dan Wafeek 2010), tembaga (Abdel-Tawwab et al. 2007), arsen (Mance 1987), dan merkuri (Ralston et al. 2008) yang diduga banyak terdapat di kawasan tersebut sebagai bawaan dari penambangan dan pengolahan emas (Palar 1994). Selama ini banyak pihak yang menuding bahwa limbah dari aktivitas penambangan dan pengolahan emas menjadi penyebab utama pencemaran di Pongkor. Namun faktor kondisi geografis dan geologis Kawasan Pongkor dapat pula berperan. Kawasan Pongkor secara geografis dan geologis merupakan bagian dari Gunung Salak dan Halimun yang merupakan gunung vulkanik aktif dan pernah meletus pada tahun 1699, 1780, 1824, 1903, 1935, dan 1938 (Anonim 2010). Material letusan gunung berapi dan kandungan fosil di dalamnya

9 42 sebagai hasil geologis dan biologis alam merupakan sumber alami dari berbagai logam termasuk logam berat seperti merkuri, kadmium, timbal, zink, tembaga, perak, arsen, dan selenium (Eisler 2006; Paasivirta 1991; Sorensen 1991; Mance 1987). Pada skala waktu geologi, sumber alami seperti kerusakan atau pelapukan secara kimiawi dan kegiatan gunung berapi merupakan mekanisme pelepasan yang terbesar dan bertanggung jawab terhadap susunan kimiawi pada ekosistem laut dan air tawar. Proses pembukaan dan penggalian lahan tambang, erosi dan pelapukan tebing dan tanah, penebangan dan pembakaran hutan juga ikut berperan besar dalam penyebaran logam-logam secara alami (Connel dan Miller 1995). Apalagi kini semakin marak kegiatan pengikisan dan perataan bukitbukit di kawasan ini untuk dijadikan bahan baku batu bata, batu paras, batu alam dan berbagai material bangunan lainnya. Tentu saja hal ini akan mempercepat proses pelepasan berbagai logam berat yang tersedia di alam, baik melalui penguapan maupun langsung masuk ke dalam tanah dan perairan di Kecamatan Nanggung. Walaupun lingkungan alam Kawasan Pongkor dapat mengandung berbagai logam berat alami dan pelepasannya secara alami juga dapat terjadi, namun pencemaran akibat proses alami umumnya berjalan lambat dan tidak terlalu berbahaya bagi lingkungan. Kegiatan antropogenik sebagai sumber utama pencemaran tak bisa dipungkiri lagi, tidak hanya di Nanggung namun juga di seluruh dunia pada umumnya. Antropogenik tidak hanya berarti bahwa bahan pencemarnya merupakan buatan manusia seperti merkuri klorida dan sianida anorganik, tapi aktivitas manusia melalui penambangan, pengolahan, industri, penggunaan bahan bakar fosil, pembuangan limbah, pemukiman, dan berbagai kegiatan merubah bentuk dan fungsi alam menjadi penyumbang terbesar pencemaran dunia. Tingginya kandungan logam berat di lingkungan pada Kawasan Pongkor ini berdampak langsung dan tidak langsung pada ekosistem di sekitarnya. Dahulu berbagai jenis ikan besar maupun kecil seperti patin, baung, hampal, tawes, lele, gabus, jelawat, udang galah, dan sebagainya dengan mudah dapat ditemukan sebelum maraknya penambangan dan pengolahan emas di kawasan ini. Burung-burung pemakan ikan pun masih marak ditemui di sekitar sungai. Namun akibat pencemaran dan eksploitasi lingkungan yang

10 43 berlebihan, mengakibatkan berbagai sumberdaya ikan dan lainnya menurun drastis, bahkan cenderung punah di sekitar kawasan yang tercemar. Di kawasan hulu Sungai Cikaniki yang relatif aman dari pencemaran logam berat antropogenik pada tahun 2000 masih ditemukan tujuh spesies ikan antara lain : Rasbora aprotaenia (paray), Gliptothorax platipogon (kehkel), Puntius binotatus (beunteur), Channa gachua (gabus), Poecillia reticulata (ikan seribu), Monopterus albus (belut), dan Clarias batrachus (lele) (Nurcahyadi 2000). Pada tahun 2004, di wilayah Sungai Cikaniki yang termasuk kawasan eksploitasi dan pengolahan emas sampai ke bagian hilirnya di Kecamatan Ciampea, juga masih ditemukan ikan baung dan senggal walaupun jumlahnya sudah terbatas (Paryono 2005). Namun pada tahun 2012, dari hasil pengamatan di lapangan sangat sulit menemukan berbagai jenis ikan di sepanjang Daerah Aliran Sungai Cikaniki di Kecamatan Nanggung, mulai dari Desa Bantar Karet hingga Desa Kalong Liud. 4.3 Karakteristik Lingkungan Kolam Sampel Sebagai perbandingan dampak eksploitasi alam dan pencemaran terhadap kondisi ikan dan lingkungan di Sungai Cikaniki, penelitian ini mengambil objek di kolam budidaya ikan mas yang menggunakan sumber air yang berbeda di tiga desa yang berbeda. Dengan karakteristik lingkungan dan sumber air yang berbeda, didapatkan hasil yang berbeda dari ketiga kolam tersebut dari segi kualitas lingkungan kolam dan dampak terhadap ikan mas yang dibudidayakan. Kampung Cisangku Desa Malasari sebagai lokasi kolam A, merupakan kawasan pemukiman bagian yang dikelilingi oleh hutan dan terpisah dari pemukiman lainnya dengan jarak sekitar 3-7 km. Kampung ini tidak dilintasi oleh Sungai Cikaniki yang melewati kawasan pertambangan dan pengolahan, dengan sumber airnya berasal dari Sungai Cisangku yang mengalir langsung dari Gunung Halimun yang bebas dari pertambangan. Selain itu kolam A juga dapat dikatakan tidak dipengaruhi oleh limbah rumah tangga. Dengan letaknya yang berada di bagian hulu dari Kecamatan Nanggung, dan berada pada ketinggian sekitar 700 m dpl, maka kolam A dapat diasumsikan sebagai lokasi rujukan (reference site) yang bebas dari pengaruh pertambangan, pengolahan emas dan limbah rumah tangga secara langsung. Kolam A memiliki konstruksi kolam yang cukup ideal, namun pemeliharaan ikannya masih sebatas hobi dan koleksi. Budidaya ikan yang terdiri

11 44 dari ikan nila dan mas ini tidak menjadi suatu usaha komersil sehingga belum menerapkan Cara Budidaya Ikan yang Baik (CBIB). Pola budidayanya pun masih bersifat tradisional, walaupun diberi pakan pelet pabrikan namun tidak intensif dan sebagaimana mestinya. Di samping kolam ikan tersebut terdapat gedung olahraga yang baru dibangun dengan cara diuruk dan ditimbun, sehingga dapat melepaskan logam dalam tanah yang dapat mempengaruhi kualitas perairan kolam A. Pada Tabel 8, dapat dilihat perbedaan karakteristik antar kolam sampel. Tabel 8 Karakteristik lingkungan kolam ikan mas sampel Karakteristik Kolam A Kolam B Kolam C Lokasi Kampung Cisangku, Desa Malasari Kampung Muhara, Desa Cisarua Kampung Babakan Liud, Desa Kalong Liud Pemilik H. Enday H. Wawa Bpk. Slamet Luas (m) 15 x x 7 12 x 7 Tinggi Kolam (m) 2 1 1,2 Ketinggian air (cm) Dasar kolam Tanah liat lempung Lumpur Lumpur Konstruksi kolam Semen Sebagian semen Semen Sumber air Air hujan, buangan Sungai Cisangku rumah tangga Sungai Cikaniki Jenis ikan Mas dan nila Mas dan nila Mas Lingkungan sekitar Dikelilingi kebun dan sawah. Di atasnya terdapat hutan Dikelilingi oleh rumah warga, mesjid, dan gelundungan Berdampingan dengan sawah dan rumah warga Jarak dengan tambang ± 10 km ± 12 km ± 20 km Jarak dengan pengolahan terdekat 200 m dibawah kolam 1 m di depan kolam 2 km di atas Jarak dengan pusat kecamatan ± 15 km ± 10 km ± 4 km Kolam B terletak di Kampung Muhara Desa Cisarua yang merupakan kawasan pemukiman padat penduduk, yang berada pada ketinggian sekitar 600 m dpl. Desa ini dikenal sebagai salah satu sentra pengolahan emas (gelundungan), karena memiliki akses jalan menuju kawasan pertambangan emas ilegal di Gunung Pongkor. Di sekitar kolam B ini terdapat gelundungan yang hanya berjarak sekitar 1 m, yang dibatasi oleh jalan kecil. Selain itu, kolam ini juga dipengaruhi oleh aktivitas rumah tangga di sekelilingnya. Dengan sumber airnya yang berasal dari aliran air tanah, hujan, dan limpasan rumah di sekitarnya, maka kolam B diasumsikan sebagai lokasi yang terkena dampak limpasan dari gelundungan dan rumah tangga. Pada saat survei awal penelitian, sangat sulit menemukan kolam ikan mas budidaya yang cukup ideal dengan sumber airnya berasal dari buangan gelundungan secara langsung ataupun dari

12 45 aliran Sungai Cisarua yang ada di desa ini, selain juga dapat diakses dengan kendaraan roda empat. Kondisi kolam B ini tergolong kurang baik kondisinya bagi proses budidaya komersil, karena lebih seperti kolam penampungan. Walaupun demikian banyak juga ikan yang hidup di kolam ini baik ikan mas, nila, dan lele. Bahkan ditemukan ikan mas yang berukuran besar hingga mencapai 3 kg per ekornya. Kolam ini pun tidak dirawat khusus, hanya mengandalkan pakan sisasisa limbah rumah tangga. Walaupun kolam ini milik pribadi, namun masyarakat dibolehkan mengambil ikan-ikan yang ada di kolam ini. Pergantian air di kolam B ini sangat rendah, karena air yang masuk dan keluar pun rendah. Ini disebabkan oleh sumber airnya yang berasal dari limpasan rumah tangga yang lebih bersifat rembesan karena tidak adanya parit, dan dari air hujan. Dengan demikian perputaran oksigen dan bahan organik sangat lamban sehingga air kolam berwarna hijau pekat. Pada jarak sekitar 1 meter di depan kolam ini terdapat gelundungan skala kecil yang dibatasi oleh jalan semen. Gelundungan ini memiliki tiga kolam penampungan air limbah pengolahan emas, sehingga limbah tersebut tidak dibuang langsung ke kolam ikan. Rembesan limbah yang mengandung merkuri ini dapat terjadi melalui tanah dan luapan ketika hujan. Namun gelundungan ini tidak lagi beroperasi rutin, karena operasionalnya terkendala dengan modal yang dimiliki oleh sang pemilik. Sebagai pembanding dari kedua kolam di atas, dipilih kolam C yang berada di Kampung Babakan Liud Desa Kalong Liud yang merupakan kolam ikan mas budidaya dengan sumber airnya berasal dari aliran Sungai Cikaniki yang masuk melalui persawahan di sekitarnya. Selain karena letaknya yang berada pada dataran rendah di bagian hilir Kecamatan Nanggung, dengan ketinggian sekitar 400 m dpl. kolam ini juga memiliki pola budi daya yang lebih intensif dan konsumen yang lebih banyak. Kemudian kolam ini juga hanya membudidayakan jenis ikan mas, mulai dari proses pemijahan sampai ukuran konsumsi. Dengan pola budi daya yang berbeda, sumber air yang berbeda, dan ikan yang berasal dari hasil pemijahan sendiri, untuk itu kolam C ini dipilih sebagai pembanding dengan kolam ikan mas yang lain. Kondisi kolam C yang terletak di Desa Kalong Liud dapat dikatakan yang paling baik di antara kolam sampel lainnya. Kolam ini sudah bersifat komersil dan menerapkan cara budidaya ikan yang semi intensif. Hal ini terlihat

13 46 dari adanya beberapa petak kolam yang lebih kecil dan rutinnya pengeringan dan pembuangan sedimen kolam setiap siklus produksi ikan. Hasil produksi benih ikan masnya juga dijual dan sebagian dibesarkan di kolamnya tersebut. Kualitas benih ikan masnya pun tergolong bagus sehingga sering kali sudah dipesan oleh pembeli sebelum dipijah. Minimnya para pembudidaya ikan yang menjual benih apalagi hasil pemijahan sendiri di sekitar Kecamatan Nanggung, membuat produksi kolam ini menjadi cukup diminati. Pada lokasi yang sama juga terdapat kolam pemancingan yang cukup bagus omsetnya. Namun ikan yang dipelihara di kolam-kolam miliknya tidak mencukupi sebagai isi kolam pemancingannya, karena kebutuhan konsumen bisa mencapai 1 ton/minggu. Oleh karena itu ikan-ikan mas tersebut harus didatangkan dari Kecamatan Pamijahan dan Leuwiliang sebagai sentra budidaya ikan tawar yang terdekat. Lokasi kolam sekaligus rumah ini cukup strategis karena berada di pinggir jalan yang cukup ramai dan dikelilingi oleh persawahan yang sumber airnya berasal dari aliran Sungai Cikaniki. Aliran air yang melewati persawahan tersebut pula yang dimanfaatkan sebagai sumber air utama di kolam-kolamnya, selain juga dari limpasan rumah tangga. Seusai musim panen padi biasanya beberapa petak sawah tersebut disewa untuk pendederan benih ikan mas hasil pemijahan sendiri. Walaupun jarak kolam C dengan gelundungan terdekat cukup jauh, apalagi dengan kawasan pertambangan emasnya, namun dengan sumber airnya yang berasal dari Sungai Cikaniki maka peluang terkontaminasi logam berat juga lebih besar. Hal ini karena Sungai Cikaniki merupakan tempat pembuangan limbah bagi berbagai aktivitas, baik secara langsung seperti buangan hasil olahan limbah PT. ANTAM maupun sebagian gelundungan, maupun berasal dari aliran sungai-sungai kecil yang bermuara ke Sungai Cikaniki dan limpasan kawasan pertanian di sepanjang daerah aliran sungainya. Hal lain yang perlu digarisbawahi dalam penelitian skala lapangan ini adalah ukuran dan umur ikan mas sampel yang digunakan tidak seragam, karena sesuai yang ditemukan secara acak di kolam sampel. Dengan demikian, perbedaan ukuran dan umur ikan ini kemungkinan akan menghasilkan dampak yang berbeda pula sehingga kurang ideal untuk dibandingkan antar ikan. Mengingat penelitian ini merupakan penelitian skala lapangan, tentu saja hasilnya akan berbeda dengan penelitian percobaan skala laboratorium yang

14 47 dapat diketahui pasti dan dikontrol perlakuannya. Meskipun demikian, penelitian ini mencoba mendeskripsikan pengaruh perbedaan karakteristik biogeofisika kimiawi dari lingkungan ketiga kolam ikan mas budidaya di Kawasan Pongkor ini terkait dengan dampak merkuri dan selenium terhadap kondisi histopatologi ikan mas yang dibudidayakan. 4.4 Kondisi Faktor Fisika Kimia Lingkungan Kolam Perbedaan karakteristik lingkungan kolam sampel menghasilkan nilai parameter fisika kimia lingkungan yang berbeda, seperti terlihat pada Tabel 9. Tabel 9 Hasil uji parameter fisika kimia lingkungan kolam sampel No Parameter PP RI 80/2001 Kolam A Kolam B Kolam C 1 Ketinggian air (cm) Kecerahan (%) Luas (cm) - 150x x70 70 x Suhu ( 0 C) ± TDS (mg/l) ,5-10,6 29, ,5-37,4 6 TSS (mg/l) 400 7, Konduktivitas (µmhos/cm) - 20, ph 6-9 6,9-7,2 7,5-8,1 7,4-7,6 9 DO (mg/l) >4 5,94 5,94 4,45 10 Alkalinitas (mg/l CaCO 3 ) 500 8,04-12,06 30,06-36,18 24,12-36,18 11 Kesadahan (mg/l CaCO 3 ) 500 8,08-12,01 31,12-36,04 32,03-40,04 Sumber : Data primer Di antara ketiga kolam sampel, ketinggian air dan kecerahan pada kolam C di Desa Kalong Liud, yang berada di bagian bawah Kawasan Pongkor Kecamatan Nanggung, lebih optimal bagi proses budidaya ikan jika dibandingkan dengan kedua kolam sampel lainnya. Ketinggian airnya yang sekitar cm merupakan kisaran ketinggian air yang ideal bagi proses budidaya ikan mas (FAO 2011). Ketinggian air di ketiga kolam sampel akan mempengaruhi metabolisme dan pergerakan ikan. Air yang terlalu tinggi akan menghabiskan energi pada sebagian besar jenis ikan untuk naik untuk mengambil oksigen di permukaan, jika terlalu rendah maka akan mempengaruhi ketersediaan oksigen terlarut dalam air dan suhu air akan mudah meningkat (Affandi dan Tang 2002). Tingginya permukaan air kolam dipengaruhi oleh debit dan kecepatan arus air masuk dan keluar, luas penampang kolam, serta suhu. Faktor ada tidaknya

15 48 penghalang masuknya sinar matahari di sekitar kolam juga ikut mempengaruhi ketinggian air karena dapat mengurangi penguapan secara langsung. Pada kolam A di Desa Malasari, dengan luas penampang kolam sekitar 150x150 cm dan kecepatan air yang masuk juga rendah, maka debit dan ketinggian airnya pun tergolong rendah. Dengan ketinggian kolam A yang mencapai 200 cm, namun ketinggian air di kolam hanya cm saja pada saat penelitian dilakukan. Kondisi ini akan semakin parah pada saat musim kemarau, saat pasokan air semakin sedikit dan tingkat penguapan semakin tinggi. Tidak adanya pelindung kolam dari sinar matahari, seperti atap dan pepohonan peneduh di pinggir kolam, maka sinar matahari pun masuk sepenuhnya hingga ke dasar kolam sehingga kecerahan di kolam A mencapai 100 %. Kecerahan yang mencapai 100% ini menandakan bahwa plankton tidak tumbuh dengan baik. Lumut-lumut pun tidak banyak yang tumbuh di dindingdinding kolam. Ditambah lagi oleh dasar kolam dengan tipe sedimen tanah liat sehingga mengakibatkan sulitnya tanaman air tumbuh. Kondisi ini mengakibatkan pakan alami bagi ikan- ikan yang dipelihara tidak banyak tersedia. Tentu saja sebagai kolam yang memelihara ikan nila dan mas dengan sistem tradisional yang lebih mengandalkan pakan alami, kondisi ini akan menghambat proses pertumbuhan dan perkembangbiakan ikannya. Apalagi bagi ikan mas yang memerlukan tumbuhan air dalam proses pemijahannya (FAO 2011). Hal ini menyebabkan populasi ikan mas di kolam A tidak sebanyak ikan nila yang juga dibudidayakan bersamaan. Pada kolam B yang terletak di Desa Cisarua, kondisi kolam yang kurang terawat dengan suhu dan masukan bahan organik yang cukup banyak serta pergantian air yang cukup lambat, mengakibatkan kondisi yang cukup ideal bagi pertumbuhan fitoplankton dan perifiton. Hal ini dapat dilihat dari warna air kolamnya yang kehijauan. Tidak adanya pepohonan penghalang di sekeliling kolam juga membuat sinar matahari dapat secara langsung masuk ke kolam pada siang hari. Namun pada pagi dan sore hari sinar matahari akan terhalangi oleh rumah-rumah penduduk. Kedalaman kolamnya yang rerata kurang dari 1 meter, dan sumber air yang lebih mengandalkan limpasan serta air hujan, tentu saja akan riskan bagi pertumbuhan ikan ketika pada musim kemarau karena suhu air kolam akan lebih cepat meningkat. Namun di sisi lain, kondisi air kolam yang berwarna hijau dapat menghalangi sinar matahari masuk sepenuhnya ke dalam air dan menyediakan

16 49 pakan alami bagi ikan. Selain itu ketinggian airnya yang tidak terlalu tinggi membuat ikan tidak terlalu banyak menghabiskan energi untuk bergerak. Letak kolam C di Desa Kalong Liud yang lebih rendah dari Sungai Cikaniki membuat pasokan air selalu ada, meskipun pada musim kemarau. Air yang berasal dari Sungai Cikaniki dan dari persawahan ini kaya akan berbagai bahan organik yang menjadi sumber energi bagi plankton di kolam tersebut. Adanya peneduh seperti pepohonan dan atap di sekitar kolam membuat pertumbuhan semakin tinggi. Ditambah dengan suhunya yang juga cukup hangat membuat perairan kolam C ini cukup ideal bagi pertumbuhan ikan dan organisme lainnya. Namun di sisi lain, kondisi ini juga cukup ideal bagi pertumbuhan parasit dan agen patogen lainnya. Berdasarkan wawancara dengan masyarakat, beberapa bulan terakhir sebelumnya di Kawasan Pongkor ini sangat jarang terjadinya hujan dan suhunya terasa lebih panas. Kelembabannya akan sangat terasa karena kolam berada pada pegunungan dengan ketinggian m dpl. Walaupun demikian, suhu air pada ketiga kolam sampel masih berada pada kisaran normal untuk kehidupan ikan mas, yaitu pada kisaran suhu o C (FAO 2011). Suhu yang optimal untuk pertumbuhan ikan mas di Indonesia berada pada kisaran C (Santoso 1999). Walaupun demikian ikan mas dapat hidup pada suhu hampir beku sampai dengan suhu 40 0 C, karena ikan cyprinid bersifat termofil atau dapat menyesuaikan dengan suhu lingkungan yang tinggi maupun rendah (Hoole et al. 2001). Faktor suhu air sangat krusial dalam kehidupan ikan mas dan jenis ikan lainnya. Keseluruhan laju aktivitas dan pernafasan ikan cenderung meningkat seiring meningkatnya suhu air. Hal ini karena ikan adalah hewan berdarah dingin (ectothermic) yang laju metabolismenya sangat dipengaruhi oleh suhu di sekitarnya (Effendie 2003). Pada ikan cyprinid di daerah beriklim sedang (temperate), suhu air dapat mempengaruhi nafsu makannya, bahkan dapat berhenti makan sama sekali pada saat musim dingin (FAO 2011). Kondisi iklim yang panas dan tidak menentu pada saat penelitian, meningkatkan suhu air yang akan berdampak ganda pada respirasi ikan. Pada satu sisi meningkatkan aktivitas metabolisme ikan, termasuk laju makan, yang akan meningkatkan kebutuhan oksigen, tetapi pada saat yang sama suhu air yang lebih hangat akan membawa oksigen yang lebih sedikit. Hasilnya adalah ikan akan mengalami tekanan respirasi ketika terpajan oleh suhu tinggi yang

17 50 abnormal bagi spesiesnya (Boyd 1982; Heath 1987; Hoole et al. 2001). Peningkatan suhu juga dapat menurunkan secara signifikan serum protein dan biokimia darah pada ikan mas pada suhu 32 0 C, seperti yang dibuktikan oleh Ahmad et al. (2011). Selain itu perubahan suhu air akibat cuaca yang tidak menentu ini juga dapat menimbulkan gejala penyakit dan perubahan kebiasaan ikan seperti : perubahan warna tubuh, berkurangnya selera makan, gerak yang terbatas maupun berlebihan, perubahan laju pernafasan, serta kebiasaan renang yang berubah. Perubahan kebiasaan dan laju metabolisme ini selain karena diakibatkan oleh infeksi non patogen dan patogen primer, juga dapat mengundang infeksi oleh patogen sekunder lainnya seiring dengan proses aklimatisasi terhadap suhu yang berbeda (Hoole et al. 2001). Suhu yang cenderung fluktuatif pada saat penelitian juga dapat berpengaruh terhadap siklus reproduksi ikan mas. Umumnya ikan mas di Asia mulai memijah ketika konsentrasi ion di air menurun tiba-tiba pada awal musim hujan, dengan laju reproduksinya yang lebih tinggi dibandingkan kawasan beriklim sedang dan sub tropis (FAO 2011). Walaupun ditemukan sampel ikan mas yang sedang matang gonad, namun ikan tidak akan langsung memijah, namun akan menunggu sinyal lingkungan yang tepat untuk merangsang pemijahan, yang pada umumnya berupa munculnya air baru dengan konsentrasi ion di air kolam menurun pada awal musim hujan (Riani 2012). Dengan meningkatnya suhu lingkungan di Kawasan Pongkor ini sebelumnya dapat meningkatkan konsentrasi dan akumulasi logam berat di lingkungan perairan kolam. Kenaikan suhu yang drastis akan meningkatkan akumulasi merkuri dan logam lainnya dalam tubuh ikan. Kenaikan suhu yang mengakibatkan penurunan oksigen terlarut dalam air, akan memicu ikan untuk meningkatkan laju konsumsi oksigen dengan menambah aktivitas penyerapan oksigen dalam air. Maka kemudian logam-logam berat yang ada dalam air juga ikut terserap dan akumulasinya juga meningkat di dalam tubuh (Yu 2005). Di sisi lain peningkatan suhu ini dapat menurunkan daya tahan tubuh terhadap racun atau bahan asing dari luar (Connell dan Miller 1995). Hal ini terjadi karena suhu yang meningkat akan memicu penggunaan energi yang lebih untuk respirasi akibat berkurangnya oksigen, sehingga toksisitas logam akan semakin meningkat seiring melemahnya kondisi tubuh ikan (Heath 1987).

18 51 Pada Tabel 9 di atas, diketahui bahwa suhu ketiga kolam terlihat berbeda signifikan, terutama pada kolam A yang lebih rendah. Hal ini tidak terlepas dari perbedaan ketinggian dan kondisi lingkungan sekitar kolamnya. Letak kolam A yang berada di ketinggian sekitar 700 m dpl dan dikelilingi oleh hutan dan bukit tanpa ada pemukiman disekitarnya, juga dengan sumber air yang berasal dari Sungai Cisangku yang mengalir langsung dari Gunung Halimun, membuat suhu air kolam A tetap rendah walaupun pengambilan sampel dilakukan pada siang hari. Kolam B terletak di dataran yang lebih rendah dan dikelilingi oleh tembok perumahan masyarakat, selain juga tidak adanya pepohonan di sekitarnya dan air masuk yang terbatas, membuat panas dari matahari diserap oleh air kolam secara optimal pada siang hari. Demikian pula dengan kolam C yang terletak di bagian paling rendah dari Kawasan Pongkor ini. Walaupun dikelilingi oleh sawah dan masukan air yang terus ada, namun lokasinya yang terbuka membuat panas matahari bisa diserap secara optimal oleh air kolam sehingga meningkatkan suhu perairan. Apalagi waktu pengujian suhu air kolam dilakukan pada waktu antara siang dan sore hari. Dengan nilai TSS dan TDS dari perairan ketiga kolam yang masih jauh di bawah baku mutu perairan untuk perikanan berdasarkan PP RI Nomor 82 tahun 2001, menunjukkan bahwa lokasi tersebut cukup layak untuk budidaya ikan. Walaupun jika berdasarkan standar nilai TSS dari Alabaster dan Lloyd (1982) seperti pada Tabel 10, maka nilai TSS pada kolam B dan kolam C dapat sedikit berpengaruh terhadap metabolisme ikan. Tabel 10 Pengaruh nilai padatan tersuspensi total (TSS) terhadap kepentingan perikanan Nilai TSS (mg/liter) Pengaruh terhadap kepentingan perikanan < 25 Tidak berpengaruh Sedikit berpengaruh Kurang baik bagi kepentingan perikanan > 400 Tidak baik bagi kepentingan perikanan Sumber : Alabaster dan Lloyd Lebih tingginya nilai TSS dan TDS di perairan kolam B dan C tidak terlepas dari faktor lingkungan sekitar kolam dan faktor hujan yang terjadi pada saat uji lapangan. Jenis tanah di sekitar kedua kolam ini yang dominan terdiri dari lumpur dan pasir halus sehingga mudah terkikis dan terbawa oleh limpasan air ke perairan kolam. Selain itu banyaknya masukan antropogenik bahan organik

19 52 dan surfaktan dari limbah pemukiman di sekitar kolam dan sawah yang tanahnya mengandung partikel humat yang menjadi pembentuk koloid di permukaan perairan alami. Masukan surfaktan, logam, dan grup bahan kimia yang mengandung oksigen akan mengikat partikel humat sehingga membentuk dapat membentuk lumpur bersama sisa-sisa bahan organik lainnya (Notodarmojo 2005). Menurut Beckett (1990) pada perairan yang berwarna seperti pada kolam B dan C banyak mengandung fraksi partikel humat jenis asam humat, sedangkan pada perairan yang bening seperti kolam A lebih banyak mengandung fraksi partikel jenis asam pulvat. Kemampuan partikel humat untuk mengikat banyak zat akan mempengaruhi spesiasi polutan seperti logam dan bahan organik berbahaya. Pada keadaan tertentu mereka sering meningkatkan pemisahan berbagai polutan menjadi partikel tersuspensi dan tersedimentasi dalam sistem akuatik (Beckett 1990). Dengan demikian maka perairan kolam B dan C akan lebih rawan akan toksisitas logam dan polutan lainnya. Walaupun nilai TSS pada kolam B dan C tidak terlalu tinggi pada saat penelitian, namun rawan terjadi kekeruhan tinggi pada musim hujan karena kondisi lingkungan sekitarnya yang banyak terdapat limbah tanah gelundungan (tailing) dan urukan, serta sumber airnya yang berasal dari Sungai Cikaniki yang membawa buangan limbah, sehingga laju sedimentasi di kolam pun juga tinggi. Padatan terlarut, partikel-partikel dan lumpur yang masuk dapat berupa bahan organik yang segera dapat didekomposisi oleh mikroba, namun karena kawasan ini tinggi akan limbah logam, bisa saja mengandung senyawa-senyawa toksik dari berbagai logam tersebut. Kekeruhan yang ditandai dengan TDS dan TSS yang tinggi pada saat musim hujan, mungkin saja dapat meningkatkan akumulasi logam toksikan pada tubuh ikan jika bioavailibilitasnya juga tinggi (Irianto 2005). Walaupun dapat segera tersedimentasi jika berikatan dengan bahan organik, namun karena kedalaman kolam yang hanya rerata 40 cm dan tipe sedimen berlumpur, maka apabila terjadi gelontoran akibat hujan dan arus air, maka senyawa-senyawa toksik ini akan kembali berada di badan air dan ikan pun akan terpajan lagi. Namun sekali lagi, akumulasi ini baru akan terjadi apabila bioavailibilitas logamlogam tersebut juga tinggi, dimana bioavailibilitas logam dipengaruhi oleh berbagai faktor lingkungan lainnya seperti: laju mineralisasi logam, ph, potensi redoks, konsentrasi asam organik, laju sedimentasi, kesadahan, suhu, asupan

20 53 makanan, masukan antropogenik, dan tingkat pengolahan limbah, disamping juga berbagai faktor biologinya (Weber dan Spieler 1993). Sejumlah spesies ikan dapat bertahan sementara waktu pada kandungan partikel atau lumpur yang tinggi, salah satunya adalah Cyprinus carpio yang dapat bertahan seminggu atau lebih pada perairan dengan kandungan partikel lempung montmorillonite mg/l (Alabaster dan Lloyd 1982). Nilai ph pada ketiga kolam sampel tergolong relatif netral dan berada pada kisaran optimal bagi pertumbuhan ikan mas, yaitu 6,5 8 (Santoso 1999). Nilai ph pada kolam B lebih tinggi dan cenderung basa karena selain kecepatan pergantian airnya yang rendah, faktor terlalu dekatnya dengan rumah penduduk dan gelundungan yang hanya berjarak 1 meter saja ikut mempengaruhi. Jika hujan tiba, maka air dari kolam penampungan limbah hasil pengolahan emas di gelundungan dapat saja meluap dan masuk ke dalam kolam. Faktor pembuangan limbah antropogenik ke dalam kolam juga mempengaruhi nilai ph di kolam B tersebut. Banyaknya limbah organik rumah tangga, potongan besi, dan kayu yang dibuang ke dalam kolam juga ikut mempengaruhi nilai ph di kolam. Ditambah lagi dengan adanya renovasi rumah di sekitar kolam dimana limpasan adukan semennya masuk ke dalam kolam ikan. Pengaruh ph terhadap toksisitas bahan kimia bervariasi tergantung kepada organisme dan agen kimianya. Connell dan Miller (1995) menyatakan bahwa kenaikan ph di perairan akan diikuti dengan penurunan kelarutan logam berat, sehingga logam berat cenderung mengendap. Ini dapat terjadi pada kolam B yang ph nya cenderung meningkat akibat adanya aktivitas antropogenik. Nilai ph di ketiga kolam sampel yang relatif netral mengakibatkan kelarutan merkuri dan selenium pun tidak terlalu besar. Ditambah lagi dengan adanya aerasi melalui aliran air dan hujan, maka kelarutan merkuri dan selenium di lingkungan perairan kolam-kolam tersebut dapat dikurangi. Para ahli sepakat bahwa oksigen terlarut menjadi salah satu faktor lingkungan yang utama bersama ph, suhu, dan alkalinitas/salinitas yang mempengaruhi berbagai proses biogeofisika kimiawi kehidupan di perairan, termasuk di dalamnya kondisi fisiologis terkait pencemaran. Dengan kata lain, penurunan oksigen terlarut dapat menyebabkan peningkatan toksisitas polutan (Duffus 1980; Boyd 1982; Heath 1987; Laws 1993; Conner dan Miller 1995; Eisler 2006).

21 54 Kandungan oksigen terlarut (DO) di ketiga kolam sampel berada pada kisaran 4,45-5,94, sedikit di atas batas minimal parameter oksigen terlarut dari PP RI No. 82/2001 yaitu 4. Meskipun demikian konsentrasi ini tergolong optimal sesuai kriteria Boyd (1982), dan kisaran ini disukai oleh hampir semua organisme akuatik. Kandungan oksigen terlarut di kolam C lebih rendah sedikit dibandingkan dengan kedua kolam lainnya. Kondisi ini dapat dipengaruhi oleh ukuran kolamnya yang kecil dengan jumlah ikan dan plankton yang cukup banyak. Selain itu faktor suhunya yang cenderung lebih hangat, karena letak kolam di dataran yang lebih rendah dibandingkan kedua kolam lainnya, ikut mempercepat kehilangan oksigen terlarut dalam air. Banyaknya bahan organik dalam air kolam karena sumber airnya yang berasal dari persawahan dan buangan rumah tangga serta sisa-sisa pakan membutuhkan oksigen yang cukup untuk proses dekomposisinya oleh bakteri secara oksidasi (Boyd 1982). Saat musim kemarau dimana pasokan air terbatas dan suhu meningkat, pada kolam A yang memelihara ikan nila dan ikan mas sering terjadi kematian ikan. Jenis ikan yang mati umumnya adalah ikan nila ukuran besar. Hal ini bisa jadi membuktikan bahwa ikan mas lebih mampu beradaptasi dengan perubahan suhu dan konsentrasi oksigen yang berkurang akibat pasokan air yang terbatas di musim kemarau. Spesies ikan mas (cyprinid) mampu bertahan hidup pada konsentrasi oksigen terlarutnya rendah hingga 0,3 0,5 mg/l atau dalam kondisi supersaturasi (sangat jenuh) (FAO 2011). Dengan kemampuan beradaptasinya pada kondisi oksigen rendah, suhu yang bervariasi, dan kepadatan tinggi, maka wajar saja jika ikan mas menjadi salah satu jenis ikan yang paling banyak dibudidayakan di seluruh dunia. Oksigen dalam air terutama berasal dari udara melalui difusi dan hasil sampingan fotosintesis tumbuhan akuatik terutama fitoplankton. Menurut Boyd (1982), proses fotosintesis menyebabkan peningkatan oksigen terutama siang hari dan mencapai maksimum pada sore hari, selanjutnya konsentrasi oksigen terlarut menurun menjelang malam hingga pagi hari oleh aktivitas respirasi organisme dan dekomposisi bahan organik. Sehingga oksigen terlarut menjadi sangat penting bagi kelangsungan hidup biota air. Menurut Heath (1987) pemuatan dan pelepasan hemoglobin diatur oleh tegangan oksigen, karena hemoglobin melepaskan oksigen ke dalam jaringan tubuh. Bila konsentrasi oksigen terlarut tetap sebesar 3 atau 4 mg/l untuk jangka waktu lama maka ikan akan menghentikan aktivitas dan pertumbuhannya akan berhenti.

22 55 Hasil uji lapangan menggunakan alat pengukur kualitas air, diketahui bahwa nilai konduktivitas di ketiga kolam sampel tidak terlalu besar yaitu pada kisaran Ini terkait dengan nilai TDS nya yang tergolong rendah, dan ph nya yang juga relatif netral. Kondisi ini tidak terlepas dari faktor Kawasan Pongkor yang berada di pegunungan dengan aktivitas pembuangan limbah yang dapat menghantarkan listrik tergolong rendah. Dengan demikian, toksisitas logam pencemar juga dapat tergolong rendah pula sehingga tidak terlalu berbahaya bagi kehidupan organisme perairan yang ada disana. Berbagai faktor fisika kimia lingkungan perairan kolam yang diuji, terdapat satu hal yang perlu menjadi perhatian yaitu rendahnya nilai alkalinitas dan kesadahan. Ketiga perairan kolam sampel dapat dikategorikan sebagai perairan lunak karena nilai alkalinitasnya yang hanya maksimal 36,18 mg/l CaCO 3 serta kesadahannya maksimal 40,04 mg/l CaCO 3. Bahkan kolam A dapat dikatakan sebagai perairan sangat lunak karena nilai alkalinitas dan kesadahannya yang cukup rendah, yaitu hanya 8-12 mg/l CaCO 3 saja. Kondisi ini terjadi dapat disebabkan oleh selain karena rendahnya evaporasi dan presipitasi, juga disebabkan oleh lapisan pucuk tanahnya yang sudah banyak hilang akibat pengerukan dan penggalian (Effendi 2003). Selain itu terutama juga disebabkan karena kawasan pegunungan ini bukan merupakan kawasan bebatuan kapur. Dengan kondisi tersebut, maka perairan di kawasan kolam-kolam tersebut rawan sekali terjadi perubahan ph secara drastis apabila terjadi masukan zat asam dalam jumlah besar, sehingga dapat berdampak buruk terhadap organisme perairannya. Kondisi kesadahan yang sangat lunak ini sangat riskan menyebabkan terjadinya perubahan ph karena faktor penguat ph nya relatif tidak stabil. Selain itu, kondisi perairan lunak ini dapat meningkatkan penyerapan merkuri dan logam berat lainnya (Boening 2000). Walaupun perubahan suatu kondisi lingkungan tidak dipengaruhi oleh satu faktor saja, karena kestabilan kondisi lingkungan merupakan hasil dari berbagai interaksi dan proses geobiokimiawi berbagai faktor pendukungnya. Kolam C memiliki nilai kesadahan total yang lebih tinggi dibandingkan nilai alkalinitas totalnya. Hal ini disebabkan oleh perairan kolam tersebut mengandung anion-anion selain anion penyusun alkalinitas (bikarbonat, karbonat dan hidroksida) yang tidak terdeteksi pada penentuan alkalinitas seperti sulfat, klorida, silikat, atau nitrat. Kondisi ini terjadi karena sumber air kolam tersebut

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini, data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. Penyajian grafik dilakukan berdasarkan variabel konsentrasi terhadap kedalaman dan disajikan untuk

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Desa Tulabolo adalah bagian dari wilayah Kecamatan Suwawa Timur,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Desa Tulabolo adalah bagian dari wilayah Kecamatan Suwawa Timur, BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1) Desa Tulabolo Desa Tulabolo adalah bagian dari wilayah Kecamatan Suwawa Timur, Kabupaten Bone Boalngo, Provinsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pencemaran merupakan dampak negatif dari kegiatan pembangunan yang dilakukan selama ini. Pembangunan dilakukan dengan memanfaatkan potensi sumberdaya alam yang

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN 28 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Metode pengambilan sampel air, sedimen dan ikan dilakukan secara purposive sampling (secara sengaja) atau judgement sampling. Penelitian dilakukan

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Kadar Oksigen Terlarut Hasil pengukuran konsentrasi oksigen terlarut pada kolam pemeliharaan ikan nila Oreochromis sp dapat dilihat pada Gambar 2. Dari gambar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sumber pencemar bagi lingkungan (air, udara dan tanah). Bahan

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sumber pencemar bagi lingkungan (air, udara dan tanah). Bahan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aktivitas manusia berupa kegiatan industri, rumah tangga, pertanian dan pertambangan menghasilkan buangan limbah yang tidak digunakan kembali yang menjadi sumber

Lebih terperinci

Standart Kompetensi Kompetensi Dasar

Standart Kompetensi Kompetensi Dasar POLUSI Standart Kompetensi : Memahami polusi dan dampaknya pada manusia dan lingkungan Kompetensi Dasar : Mengidentifikasi jenis polusi pada lingkungan kerja 2. Polusi Air Polusi Air Terjadinya polusi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Waduk adalah genangan air besar yang sengaja dibuat dengan membendung aliran sungai, sehingga dasar sungai tersebut yang menjadi bagian terdalam dari sebuah waduk. Waduk

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Berikut ini adalah hasil penelitian dari perlakuan perbedaan substrat menggunakan sistem filter undergravel yang meliputi hasil pengukuran parameter kualitas air dan

Lebih terperinci

PENENTUAN KUALITAS AIR

PENENTUAN KUALITAS AIR PENENTUAN KUALITAS AIR Analisis air Mengetahui sifat fisik dan Kimia air Air minum Rumah tangga pertanian industri Jenis zat yang dianalisis berlainan (pemilihan parameter yang tepat) Kendala analisis

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Proses adsorpsi antar partikel tersuspensi dalam kolom air terjadi karena adanya muatan listrik pada permukaan partikel tersebut. Butir lanau, lempung dan koloid asam

Lebih terperinci

Sungai berdasarkan keberadaan airnya dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu (Reid, 1961):

Sungai berdasarkan keberadaan airnya dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu (Reid, 1961): 44 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekologi Sungai Aspek ekologi adalah aspek yang merupakan kondisi seimbang yang unik dan memegang peranan penting dalam konservasi dan tata guna lahan serta pengembangan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta lapisan kerak bumi (Darmono, 1995). Timbal banyak digunakan dalam

BAB I PENDAHULUAN. serta lapisan kerak bumi (Darmono, 1995). Timbal banyak digunakan dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Logam timbal atau Pb adalah jenis logam lunak berwarna coklat kehitaman dan mudah dimurnikan. Logam Pb lebih tersebar luas dibanding kebanyakan logam toksik lainnya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 20 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Parameter Oseanografi Pesisir Kalimantan Barat Parameter oseanografi sangat berperan penting dalam kajian distribusi kontaminan yang masuk ke laut karena komponen fisik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kemampuan suatu perairan dalam menerima suatu beban bahan tertentu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kemampuan suatu perairan dalam menerima suatu beban bahan tertentu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Kemampuan suatu perairan dalam menerima suatu beban bahan tertentu dari luar sistem perairannya sehingga dapat dinetralkan atau distabilkan kembali dalam jangka waktu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Salah satu sumber air baku bagi pengolahan air minum adalah air sungai. Air sungai

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Salah satu sumber air baku bagi pengolahan air minum adalah air sungai. Air sungai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu sumber air baku bagi pengolahan air minum adalah air sungai. Air sungai secara umum memiliki tingkat turbiditas yang lebih tinggi dibandingkan dengan air

Lebih terperinci

PEMANTAUAN KUALITAS AIR SUNGAI CIBANTEN TAHUN 2017

PEMANTAUAN KUALITAS AIR SUNGAI CIBANTEN TAHUN 2017 PEMANTAUAN KUALITAS AIR SUNGAI CIBANTEN TAHUN 2017 1. Latar belakang Air merupakan suatu kebutuhan pokok bagi manusia. Air diperlukan untuk minum, mandi, mencuci pakaian, pengairan dalam bidang pertanian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. tidak dimiliki oleh sektor lain seperti pertanian. Tidaklah mengherankan jika kemudian

TINJAUAN PUSTAKA. tidak dimiliki oleh sektor lain seperti pertanian. Tidaklah mengherankan jika kemudian TINJAUAN PUSTAKA Ikan Patin Sektor perikanan memang unik beberapa karakter yang melekat di dalamnya tidak dimiliki oleh sektor lain seperti pertanian. Tidaklah mengherankan jika kemudian penanganan masalah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Amonia Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh data berupa nilai dari parameter amonia yang disajikan dalam bentuk grafik. Dari grafik dapat diketahui

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Danau Maninjau merupakan danau yang terdapat di Sumatera Barat, Kabupaten Agam. Secara geografis wilayah ini terletak pada ketinggian 461,5 m di atas permukaan laut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah daerah yang dibatasi punggungpunggung gunung dimana air hujan yang jatuh pada daerah aliran sungai akan ditampung oleh punggung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Keberadaan industri dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat namun juga tidak jarang merugikan masyarakat, yaitu berupa timbulnya pencemaran lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menurunkan kualitas lingkungan dan derajat kesehatan masyarakat disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. menurunkan kualitas lingkungan dan derajat kesehatan masyarakat disebabkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di Indonesia pembangunan disektor industri terus meningkat sejalan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kegiatan manusia di dalam mengelola dan mengolah

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN SUMBER AIR BAKU AIR MINUM

BAB IV TINJAUAN SUMBER AIR BAKU AIR MINUM BAB IV TINJAUAN SUMBER AIR BAKU AIR MINUM IV.1. Umum Air baku adalah air yang memenuhi baku mutu air baku untuk dapat diolah menjadi air minum. Air baku yang diolah menjadi air minum dapat berasal dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. udara, air dan tanah berupa kegiatan industri dan pertambangan.

BAB I PENDAHULUAN. udara, air dan tanah berupa kegiatan industri dan pertambangan. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di Indonesia, pencemaran logam berat cenderung meningkat sejalan dengan meningkatnya proses industrialisasi. Lajunya pembangunan dan penggunaan berbagai bahan baku

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 27 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Distribusi Vertikal Oksigen Terlarut Oksigen terlarut merupakan salah satu faktor pembatas bagi sumberdaya suatu perairan karena akan berpengaruh secara langsung pada kehidupan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Air Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat di daratan, perairan lepas pantai (off shore water) dan perairan laut. Ekosistem air yang terdapat

Lebih terperinci

Bab V Hasil dan Pembahasan

Bab V Hasil dan Pembahasan terukur yang melebihi 0,1 mg/l tersebut dikarenakan sifat ortofosfat yang cenderung mengendap dan membentuk sedimen, sehingga pada saat pengambilan sampel air di bagian dasar ada kemungkinan sebagian material

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai. Secara ekologis sungai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai. Secara ekologis sungai 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai merupakan suatu perairan yang airnya berasal dari air tanah dan air hujan, yang mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Aliran tersebut dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Tapanuli Tengah merupakan salah satu wilayah yang berada di Pantai Barat Sumatera. Wilayahnya berada 0

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Tapanuli Tengah merupakan salah satu wilayah yang berada di Pantai Barat Sumatera. Wilayahnya berada 0 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Tapanuli Tengah merupakan salah satu wilayah yang berada di Pantai Barat Sumatera. Wilayahnya berada 0 1.266 m di atas permukaan laut serta terletak pada

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. masih merupakan tulang pungung pembangunan nasional. Salah satu fungsi lingkungan

1. PENDAHULUAN. masih merupakan tulang pungung pembangunan nasional. Salah satu fungsi lingkungan 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air sungai merupakan salah satu komponen lingkungan yang memiliki fungsi penting bagi kehidupan manusia, termasuk untuk menunjang pembangunan ekonomi yang hingga saat ini

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mandi, mencuci, dan sebagainya. Di sisi lain, air mudah sekali terkontaminasi oleh

I. PENDAHULUAN. mandi, mencuci, dan sebagainya. Di sisi lain, air mudah sekali terkontaminasi oleh I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air merupakan kebutuhan yang sangat pokok bagi kehidupan, karena selain dikonsumsi, juga digunakan dalam berbagai aktivitas kehidupan seperti memasak, mandi, mencuci, dan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan kesejahteraan hidup rakyat melalui pembangunan di bidang industri, nampak memberikan dampak terhadap perubahan lingkungan perairan pesisir dan laut karena

Lebih terperinci

BY: Ai Setiadi FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA

BY: Ai Setiadi FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA BY: Ai Setiadi 021202503125002 FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA Dalam budidaya ikan ada 3 faktor yang sangat berpengaruh dalam keberhasilan budidaya, karena hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia mempunyai visi yang sangat ideal, yakni masyarakat Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia mempunyai visi yang sangat ideal, yakni masyarakat Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia Sehat 2010 yang telah dicanangkan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia mempunyai visi yang sangat ideal, yakni masyarakat Indonesia yang penduduknya

Lebih terperinci

sedangkan sisanya berupa massa air daratan ( air payau dan air tawar ). sehingga sinar matahari dapat menembus kedalam air.

sedangkan sisanya berupa massa air daratan ( air payau dan air tawar ). sehingga sinar matahari dapat menembus kedalam air. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perairan merupakan ekosistem yang memiliki peran sangat penting bagi kehidupan. Perairan memiliki fungsi baik secara ekologis, ekonomis, estetika, politis,

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Sumber oksigen terlarut dalam perairan

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Sumber oksigen terlarut dalam perairan 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Oksigen terlarut dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan, proses metabolisme, atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kehidupan manusia, karena air diperlukan untuk bermacam-macam kegiatan seperti

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kehidupan manusia, karena air diperlukan untuk bermacam-macam kegiatan seperti BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Umum Air Air merupakan suatu kebutuhan yang tidak dapat ditinggalkan untuk kehidupan manusia, karena air diperlukan untuk bermacam-macam kegiatan seperti minum, pertanian,

Lebih terperinci

Pengaruh Aktivitas Masyarakat di pinggir Sungai (Rumah Terapung) terhadap Pencemaran Lingkungan Sungai Kahayan Kota Palangka Raya Kalimantan Tengah

Pengaruh Aktivitas Masyarakat di pinggir Sungai (Rumah Terapung) terhadap Pencemaran Lingkungan Sungai Kahayan Kota Palangka Raya Kalimantan Tengah MITL Media Ilmiah Teknik Lingkungan Volume 1, Nomor 2, Agustus 2016 Artikel Hasil Penelitian, Hal. 35-39 Pengaruh Aktivitas Masyarakat di pinggir Sungai (Rumah Terapung) terhadap Pencemaran Lingkungan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanah merupakan salah satu unsur alam yang sama pentingnya dengan air dan udara. Tanah adalah suatu benda alami, bagian dari permukaan bumi yang dapat ditumbuhi oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang maju identik dengan tingkat kehidupan yang lebih baik. Jadi, kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. yang maju identik dengan tingkat kehidupan yang lebih baik. Jadi, kemajuan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemajuan industri dan teknologi dimanfaatkan manusia untuk meningkatkan kualitas hidupnya. Sudah terbukti bahwa industri dan teknologi yang maju identik dengan tingkat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kepulauan Bangka Belitung ditetapkan sebagai provinsi baru sesuai Undang - Undang No. 27 tahun 2000 tanggal 4 Desember 2000. Wilayah provinsi ini meliputi Pulau Bangka,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang lain. Pemanfaatan air untuk berbagai kepentingan harus dilakukan secara

BAB I PENDAHULUAN. yang lain. Pemanfaatan air untuk berbagai kepentingan harus dilakukan secara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Air merupakan sumber daya alam yang diperlukan untuk hajat hidup orang banyak, bahkan oleh semua makhluk hidup. Oleh karena itu, sumber daya air harus dilindungi agar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Air sungai. (Sosrodarsono et al., 1994 ; Dhahiyat, 2013).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Air sungai. (Sosrodarsono et al., 1994 ; Dhahiyat, 2013). 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai adalah suatu perairan yang airnya berasal dari air hujan, air permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Air sungai dingin dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bumi ini yang tidak membutuhkan air. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. bumi ini yang tidak membutuhkan air. Hasil penelitian menunjukkan bahwa BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Air merupakan zat kehidupan, dimana tidak satupun makhluk hidup di planet bumi ini yang tidak membutuhkan air. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 65 75% dari berat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencemaran logam berat merupakan salah satu masalah penting yang sering terjadi di perairan Indonesia, khususnya di perairan yang berada dekat dengan kawasan industri,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Lele Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Filum: Chordata Kelas : Pisces Ordo : Ostariophysi Famili : Clariidae Genus : Clarias Spesies :

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Kecamatan Pomalaa Kabupaten Kolaka Provinsi Sulawesi Tenggara, merupakan suatu daerah yang sebagian wilayahnya merupakan lokasi kegiatan beberapa perusahaan skala nasional dan

Lebih terperinci

ANALISIS KANDUNGAN MERKURI (Hg) PADA TANAH SAWAH DI DESA TALUDUYUNU KECAMATAN BUNTULIA KABUPATEN POHUWATO. Yunita Miu Nim :

ANALISIS KANDUNGAN MERKURI (Hg) PADA TANAH SAWAH DI DESA TALUDUYUNU KECAMATAN BUNTULIA KABUPATEN POHUWATO. Yunita Miu Nim : ANALISIS KANDUNGAN MERKURI (Hg) PADA TANAH SAWAH DI DESA TALUDUYUNU KECAMATAN BUNTULIA KABUPATEN POHUWATO Yunita Miu Nim : 811409046 Jurusan Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan dan Keolahragaan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pencemaran Organik di Muara S. Acai, S. Thomas, S. Anyaan dan Daerah Laut yang Merupakan Perairan Pesisir Pantai dan Laut, Teluk Youtefa. Bahan organik yang masuk ke perairan

Lebih terperinci

Bab V Hasil dan Pembahasan

Bab V Hasil dan Pembahasan biodegradable) menjadi CO 2 dan H 2 O. Pada prosedur penentuan COD, oksigen yang dikonsumsi setara dengan jumlah dikromat yang digunakan untuk mengoksidasi air sampel (Boyd, 1988 dalam Effendi, 2003).

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Makanan Alami Ikan Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam perkembangbiakan ikan baik ikan air tawar, ikan air payau maupun ikan air laut. Fungsi utama

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. yang sering diamati antara lain suhu, kecerahan, ph, DO, CO 2, alkalinitas, kesadahan,

PENDAHULUAN. yang sering diamati antara lain suhu, kecerahan, ph, DO, CO 2, alkalinitas, kesadahan, 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kualitas air memegang peranan penting dalam bidang perikanan terutama untuk kegiatan budidaya serta dalam produktifitas hewan akuatik. Parameter kualitas air yang sering

Lebih terperinci

BAB I. Logam berat adalah unsur kimia yang termasuk dalam kelompok logam yang

BAB I. Logam berat adalah unsur kimia yang termasuk dalam kelompok logam yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Logam berat adalah unsur kimia yang termasuk dalam kelompok logam yang beratnya lebih dari 5g, untuk setiap cm 3 -nya. Delapan puluh jenis dari 109 unsur kimia yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumberdaya air bersifat dinamis dalam kualitas dan kuantitas, serta dalam

BAB I PENDAHULUAN. Sumberdaya air bersifat dinamis dalam kualitas dan kuantitas, serta dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air merupakan sumber kehidupan yang sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia. Selain sebagai air minum, air juga dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan keperluan

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pencemaran logam berat sangat berbahaya bagi lingkungan. Banyak laporan yang memberikan fakta betapa berbahayanya pencemaran lingkungan terutama oleh logam berat

Lebih terperinci

Konsentrasi (mg/l) Titik Sampling 1 (4 April 2007) Sampling 2 (3 Mei 2007) Sampling

Konsentrasi (mg/l) Titik Sampling 1 (4 April 2007) Sampling 2 (3 Mei 2007) Sampling Tabel V.9 Konsentrasi Seng Pada Setiap Titik Sampling dan Kedalaman Konsentrasi (mg/l) Titik Sampling 1 (4 April 2007) Sampling 2 (3 Mei 2007) Sampling A B C A B C 1 0,062 0,062 0,051 0,076 0,030 0,048

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pencemaran Perairan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pencemaran Perairan 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pencemaran Perairan Menurut Odum (1971), pencemaran adalah perubahan sifat fisik, kimia dan biologi yang tidak dikehendaki pada udara, tanah dan air. Sedangkan menurut Saeni

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Air adalah sebutan untuk senyawa yang memiliki rumus kimia H 2 O. Air. Conference on Water and the Environment)

BAB I PENDAHULUAN. Air adalah sebutan untuk senyawa yang memiliki rumus kimia H 2 O. Air. Conference on Water and the Environment) 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Air adalah sebutan untuk senyawa yang memiliki rumus kimia H 2 O. Air merupakan komponen utama makhluk hidup dan mutlak diperlukan untuk kelangsungan hidupnya. Dublin,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pencemaran yang melampui daya dukungnya. Pencemaran yang. mengakibatkan penurunan kualitas air berasal dari limbah terpusat (point

BAB I PENDAHULUAN. pencemaran yang melampui daya dukungnya. Pencemaran yang. mengakibatkan penurunan kualitas air berasal dari limbah terpusat (point BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu masalah yang timbul akibat meningkatnya kegiatan manusia adalah tercemarnya air pada sumber-sumber air karena menerima beban pencemaran yang melampui daya

Lebih terperinci

RESPON ORGANISME AKUATIK TERHADAP VARIABEL LINGKUNGAN (ph, SUHU, KEKERUHAN DAN DETERGEN)

RESPON ORGANISME AKUATIK TERHADAP VARIABEL LINGKUNGAN (ph, SUHU, KEKERUHAN DAN DETERGEN) 1 RESPON ORGANISME AKUATIK TERHADAP VARIABEL LINGKUNGAN (ph, SUHU, KEKERUHAN DAN DETERGEN) Angga Yudhistira, Dwi Rian Antono, Hendriyanto Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,

Lebih terperinci

USAHA PEMBENIHAN IKAN (salah satu faktor penentu di dalam usaha budidaya ikan)

USAHA PEMBENIHAN IKAN (salah satu faktor penentu di dalam usaha budidaya ikan) USAHA PEMBENIHAN IKAN (salah satu faktor penentu di dalam usaha budidaya ikan) Melalui berbagai media komunikasi pemerintah selalu menganjurkan kepada masyarakat untuk makan ikan. Tujuannya adalah untuk

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Hasil dari penelitian yang dilakukan berupa parameter yang diamati seperti kelangsungan hidup, laju pertumbuhan bobot harian, pertumbuhan panjang mutlak, koefisien keragaman

Lebih terperinci

DEBIT AIR DI SUNGAI TERINDIKASI CEMAR DESA BERINGIN MALUKU UTARA

DEBIT AIR DI SUNGAI TERINDIKASI CEMAR DESA BERINGIN MALUKU UTARA DEBIT AIR DI SUNGAI TERINDIKASI CEMAR DESA BERINGIN MALUKU UTARA Zulkifli Ahmad Universitas Khairun Ternate e-mail : ahmadzulkifli477@gmail.com ABSTRAK Salah satu masalah yang paling meresahkan bagi masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Indonesia Merupakan negara kepulauan dan dua pertiga bagian wilayah indonesia berupa perairan. Namun demikian, Indonesia juga tidak lepas dari masalah yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam kegiatan seperti mandi, mencuci, dan minum. Tingkat. dimana saja karena bersih, praktis, dan aman.

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam kegiatan seperti mandi, mencuci, dan minum. Tingkat. dimana saja karena bersih, praktis, dan aman. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air merupakan suatu unsur penting dalam kehidupan manusia untuk berbagai macam kegiatan seperti mandi, mencuci, dan minum. Tingkat konsumsi air minum dalam kemasan semakin

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan pesisir dikenal sebagai ekosistem perairan yang memiliki potensi sumberdaya yang sangat besar. Wilayah tersebut telah banyak dimanfaatkan dan memberikan sumbangan

Lebih terperinci

MANAJEMEN KUALITAS AIR PADA BUDIDAYA IKAN NILA (Orechromis niloticus) DI KOLAM AIR DERAS

MANAJEMEN KUALITAS AIR PADA BUDIDAYA IKAN NILA (Orechromis niloticus) DI KOLAM AIR DERAS MANAJEMEN KUALITAS AIR PADA BUDIDAYA IKAN NILA (Orechromis niloticus) DI KOLAM AIR DERAS DISUSUN OLEH: KELOMPOK 6 ADI SAPUTRA FAUZI ISLAHUL RIDHO ILHAM NENCY MAHARANI DWI PUJI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI AKUAKULTUR

Lebih terperinci

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 23 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PENCEGAHAN PENCEMARAN DAN/ATAU KERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP AKIBAT PERTAMBANGAN EMAS RAKYAT MENTERI NEGARA LINGKUNGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai air minum. Hal ini terutama untuk mencukupi kebutuhan air di dalam

BAB I PENDAHULUAN. sebagai air minum. Hal ini terutama untuk mencukupi kebutuhan air di dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan senyawa kimia yang sangat penting bagi kehidupan makhluk hidup di bumi ini. Fungsi air bagi kehidupan tidak dapat digantikan oleh senyawa lain. Penggunaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Program pembangunan Indonesia yang dewasa ini sedang berkembang diwarnai dengan pertambahan penduduk dan kebutuhan pangan yang terus meningkat. Sumberdaya perairan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Produktivitas Primer Fitoplankton Berdasarkan hasil penelitian di Situ Cileunca didapatkan nilai rata-rata produktivitas primer (PP) fitoplankton pada Tabel 6. Nilai PP

Lebih terperinci

MANAJEMEN KUALITAS AIR

MANAJEMEN KUALITAS AIR MANAJEMEN KUALITAS AIR Ai Setiadi 021202503125002 FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS SATYA NEGARA INDONESIA Dalam budidaya ikan ada 3 faktor yang sangat berpengaruh dalam keberhasilan budidaya,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kabupaten Kolaka merupakan salah satu kabupaten yang ada di Propinsi Sulawesi Tenggara yang berada di wilayah pesisir dan memiliki potensi sumberdaya pesisir laut sangat

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id TELAAH PUSTAKA A. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Brek

bio.unsoed.ac.id TELAAH PUSTAKA A. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Brek II. TELAAH PUSTAKA A. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Brek Puntius Orphoides C.V adalah ikan yang termasuk anggota Familia Cyprinidae, disebut juga dengan ikan mata merah. Ikan brek mempunyai garis rusuk

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Sungai Bone mempunyai panjang 119,13 Km 2 yang melintasi wilayah

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Sungai Bone mempunyai panjang 119,13 Km 2 yang melintasi wilayah BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Lokasi penelitian Sungai Bone mempunyai panjang 119,13 Km 2 yang melintasi wilayah Kabupaten Bone Bolango dan Kota Gorontalo. Sungai ini bermuara ke

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak hanya menghasilkan

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak hanya menghasilkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya sektor industri pertanian meningkatkan kesejahteraan dan mempermudah manusia dalam pemenuhan kebutuhan hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Tipe Estuari dan Debit Sungai. Tipe estuari biasanya dipengaruhi oleh kondisi pasang surut. Pada saat pasang, salinitas perairan akan didominasi oleh salinitas air laut karena

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. lahan budidaya sehingga dapat meningkatkan jumlah lapangan kerja untuk

TINJAUAN PUSTAKA. lahan budidaya sehingga dapat meningkatkan jumlah lapangan kerja untuk II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem Budidaya Tambak Kegiatan budidaya tambak merupakan pemanfaatan wilayah pesisir sebagai lahan budidaya sehingga dapat meningkatkan jumlah lapangan kerja untuk masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia, hewan maupun tumbuhan. Pencemaran terhadap lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia, hewan maupun tumbuhan. Pencemaran terhadap lingkungan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pencemaran adalah suatu hal yang telah lama menjadi permasalahan bagi kehidupan manusia, hewan maupun tumbuhan. Pencemaran terhadap lingkungan dapat menyebabkan dampak

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. manusia atau oleh proses alam, sehingga kualitas lingkungan turun sampai

TINJAUAN PUSTAKA. manusia atau oleh proses alam, sehingga kualitas lingkungan turun sampai TINJAUAN PUSTAKA Pencemaran Pencemaran lingkungan adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain kedalam lingkungan oleh kegiatan manusia atau oleh proses alam, sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber daya alam yang menjadi kebutuhan dasar bagi

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber daya alam yang menjadi kebutuhan dasar bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Air merupakan sumber daya alam yang menjadi kebutuhan dasar bagi kehidupan. Sekitar tiga per empat bagian dari tubuh kita terdiri dari air dan tidak seorangpun

Lebih terperinci

ANALISA KEKERUHAN DAN KANDUNGAN SEDIMEN DAN KAITANNYA DENGAN KONDISI DAS SUNGAI KRUENG ACEH

ANALISA KEKERUHAN DAN KANDUNGAN SEDIMEN DAN KAITANNYA DENGAN KONDISI DAS SUNGAI KRUENG ACEH ANALISA KEKERUHAN DAN KANDUNGAN SEDIMEN DAN KAITANNYA DENGAN KONDISI DAS SUNGAI KRUENG ACEH Nurmalita, Maulidia, dan Muhammad Syukri Jurusan Fisika, FMIPA Universitas Syiah Kuala, Darussalam-Banda Aceh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Benih ikan mas (Cyprinus carpio) tergolong ikan ekonomis penting karena ikan ini sangat dibutuhkan masyarakat dan hingga kini masih belum dapat dipenuhi oleh produsen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ternyata telah menimbulkan bermacam-macam efek yang buruk bagi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. ternyata telah menimbulkan bermacam-macam efek yang buruk bagi kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aktivitas kehidupan yang sangat tinggi yang dilakukan oleh manusia ternyata telah menimbulkan bermacam-macam efek yang buruk bagi kehidupan manusia dan tatanan lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pertumbuhan penduduk dan populasi penduduk yang tinggi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pertumbuhan penduduk dan populasi penduduk yang tinggi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pertumbuhan penduduk dan populasi penduduk yang tinggi menimbulkan permasalahan bagi kelestarian lingkungan hidup. Aktivitas manusia dengan berbagai fasilitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya alam yang ada.

BAB I PENDAHULUAN. terhadap pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya alam yang ada. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumber daya alam merupakan salah satu kekayaan alam yang harus tetap dijaga kelestariannya. Saat ini banyak daerah yang memanfaatkan sumber daya alamnya untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampah di TPA umumnya masih menggunakan metode open dumping, seperti pada

BAB I PENDAHULUAN. sampah di TPA umumnya masih menggunakan metode open dumping, seperti pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah adalah tempat mengkarantinakan sampah atau menimbun sampah yang diangkut dari sumber sampah sehingga tidak mengganggu lingkungan.

Lebih terperinci

Lampiran 1. Dokumentasi Penelitian. Pengambilan Sampel Rhizophora apiculata. Dekstruksi Basah

Lampiran 1. Dokumentasi Penelitian. Pengambilan Sampel Rhizophora apiculata. Dekstruksi Basah Lampiran 1. Dokumentasi Penelitian Pengambilan Sampel Rhizophora apiculata Dekstruksi Basah Lampiran 1. Lanjutan Penyaringan Sampel Air Sampel Setelah Diarangkan (Dekstruksi Kering) Lampiran 1. Lanjutan

Lebih terperinci

BAB. II TINJAUAN PUSTAKA

BAB. II TINJAUAN PUSTAKA BAB. II TINJAUAN PUSTAKA A. Keadaan Teluk Youtefa Teluk Youtefa adalah salah satu teluk di Kota Jayapura yang merupakan perairan tertutup. Tanjung Engros dan Tanjung Hamadi serta terdapat pulau Metu Debi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki tingkat keanekaragaman flora dan fauna yang tinggi sehingga disebut

BAB I PENDAHULUAN. memiliki tingkat keanekaragaman flora dan fauna yang tinggi sehingga disebut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, memiliki sumber kekayaan yang sangat melimpah yang dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. buang tanpa adanya pengolahan limbah yang efesien dan terbuang mengikuti arus

BAB 1 PENDAHULUAN. buang tanpa adanya pengolahan limbah yang efesien dan terbuang mengikuti arus BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indramayu merupakan salah satu daerah yang penduduknya terpadat di Indonesia, selain itu juga Indramayu memiliki kawasan industri yang lumayan luas seluruh aktivitas

Lebih terperinci

KONDISI UMUM BANJARMASIN

KONDISI UMUM BANJARMASIN KONDISI UMUM BANJARMASIN Fisik Geografis Kota Banjarmasin merupakan salah satu kota dari 11 kota dan kabupaten yang berada dalam wilayah propinsi Kalimantan Selatan. Kota Banjarmasin secara astronomis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai kawasan pesisir yang cukup luas, dan sebagian besar kawasan tersebut ditumbuhi mangrove yang lebarnya dari beberapa

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. banyak efek buruk bagi kehidupan dan lingkungan hidup manusia. Kegiatan

PENDAHULUAN. banyak efek buruk bagi kehidupan dan lingkungan hidup manusia. Kegiatan PENDAHULUAN Latar Belakang Aktivitas kehidupan manusia yang sangat tinggi telah menimbulkan banyak efek buruk bagi kehidupan dan lingkungan hidup manusia. Kegiatan pembangunan, terutama di sektor industri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Industri pertambangan merupakan salah satu industri yang diandalkan pemerintah Indonesia untuk mendatangkan devisa. Selain mendatangkan devisa, industri pertambangan juga

Lebih terperinci

PARAMETER KUALITAS AIR

PARAMETER KUALITAS AIR KUALITAS AIR TAMBAK PARAMETER KUALITAS AIR Parameter Fisika: a. Suhu b. Kecerahan c. Warna air Parameter Kimia Salinitas Oksigen terlarut ph Ammonia Nitrit Nitrat Fosfat Bahan organik TSS Alkalinitas Parameter

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Air merupakan unsur yang penting di dalam kehidupan.tidak ada satu pun makhluk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Air merupakan unsur yang penting di dalam kehidupan.tidak ada satu pun makhluk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air merupakan unsur yang penting di dalam kehidupan.tidak ada satu pun makhluk hidup yang ada di bumi ini yang tidak membutuhkan air. Di dalam tubuh makhluk hidup baik

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persepsi

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persepsi 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persepsi Persepsi adalah kemampuan otak dalam menerjemahkan stimulus atau proses untuk menerjemahkan stimulus yang masuk ke dalam alat indera manusia. Proses ini yang memungkinkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PEMIJAHAN, PENETASAN TELUR DAN PERAWATAN LARVA Pemijahan merupakan proses perkawinan antara induk jantan dengan induk betina. Pembuahan ikan dilakukan di luar tubuh. Masing-masing

Lebih terperinci