KARAKTERISTIK FISIK TANAH DAN DINAMIKA KADAR AIR TANAH PADA BERBAGAI PENGGUNAAN LAHAN (STUDI KASUS : KEBUN PERCOBAAN CIKABAYAN) ENI WINARTI A

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KARAKTERISTIK FISIK TANAH DAN DINAMIKA KADAR AIR TANAH PADA BERBAGAI PENGGUNAAN LAHAN (STUDI KASUS : KEBUN PERCOBAAN CIKABAYAN) ENI WINARTI A"

Transkripsi

1 KARAKTERISTIK FISIK TANAH DAN DINAMIKA KADAR AIR TANAH PADA BERBAGAI PENGGUNAAN LAHAN (STUDI KASUS : KEBUN PERCOBAAN CIKABAYAN) ENI WINARTI A PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

2 i RINGKASAN Eni Winarti. Karakteristik Fisik Tanah dan Dinamika Kadar Air Tanah pada Berbagai Penggunaan Lahan (Studi Kasus : Kebun Percobaan Cikabayan). Di bawah bimbingan Enni Dwi Wahjunie dan Dwi Putro Tejo Baskoro. Ketersediaan air pada pertanian lahan kering hanya mengandalkan air hujan. Hujan yang tidak terjadi setiap hari tersebut sering diperparah oleh tingginya intensitas penyinaran matahari yang menyebabkan tingginya evapotranspirasi. Perubahan kadar air tanah yang terjadi pada tiap-tiap penggunaan lahan dapat berbeda dipengaruhi oleh berbagai faktor. Dinamika kadar air tanah di lahan kering sangat dipengaruhi oleh sifat-sifat fisik tanah dan curah hujan, dimana sifat-sifat tanah tersebut juga dipengaruhi oleh penggunaan lahan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sifat-sifat fisik dan dinamika kadar air tanah pada berbagai penggunaan lahan dan curah hujan di Kebun Percobaan Cikabayan, Kampus IPB, Dramaga, Bogor. Pengamatan kadar air lapang untuk satu hari setelah hujan dilakukan pada tanggal 16, 24, dan 27 Mei, serta 1, 5 dan 9 Juni dengan jumlah hujan pada satu hari sebelumnya adalah 4,2 mm, 0,3 mm, 36,4 mm, 8,2 mm, 31,2 mm, dan 26,2 mm. Beberapa kadar air tanah tidak mengikuti pola curah hujan yang terjadi sehari sebelumnya. Kadar air tanah tertinggi justru terjadi setelah curah hujan terendah (0,3 mm) pada tanggal 24 Mei. Hal tersebut dapat disebabkan karena telah terjadi hujan dengan jumlah yang cukup besar sebelum tanggal 24 Mei (21 dan 22 Mei), yaitu 95,7 mm dan 15 mm. Hujan tersebut dapat menyumbangkan cukup air bagi tanah meskipun hujan yang terjadi pada tanggal 23 Mei sangat kecil. Kadar air tertinggi dan terendah pada tiga sampai delapan hari setelah hujan (3-8 Oktober) berbeda-beda pada setiap penggunaan lahan. Curah hujan yang terjadi pada tanggal 29 dan 30 September adalah 8,9 mm, dan 0,3 mm. Kadar air tertinggi pada lahan sawit dan lahan jeruk saat hari kedelapan setelah hujan terdapat pada lapisan cm. Sementara pada lahan tegalan, kadar air tertinggi saat hari kedelapan terjadi pada lapisan cm. Tingginya kadar air tanah pada lapisan bawah dapat terjadi karena air pada lapisan tersebut belum diserap oleh akar atau belum hilang sebagai evapotranspirasi karena jaraknya yang cukup jauh dari zona perakaran. Lahan sawit memiliki nilai kadar air tanah yang lebih rendah daripada kadar air titik layu permanen meskipun tidak terjadi hujan selama delapan hari, disamping karena baiknya sifat fisik lahan tersebut, juga dapat disebabkan oleh tajuk tanaman sawit yang lebat yang mampu mengurangi laju evaporasi atau kehilangan air melalui penguapan. Lahan jeruk memiliki kadar air yang lebih rendah daripada kadar air titik layu permanen saat hari keenam setelah hujan (lapisan 0-10 cm dan cm) dan hari kedelapan setelah hujan (lapisan cm), sementara lahan tegalan masih mampu menyediakan air meskipun tidak terjadi hujan selama delapan hari. Kata kunci : curah hujan, kadar air tanah, penggunaan lahan, sifat fisik tanah. i

3 i ABSTRACT Eni Winarti. Soil Physical Characteristics and Soil Moisture Dynamic on Various Land Use : A Case Study on the Experiment and research Garden of Cikabayan). Under guidance of Enni Dwi Wahjunie and Dwi Putro Tejo Baskoro. The water supply in dryland agriculture relies on rain water. Erratic rainfall which is often compounded by high intensity of sun light causes a high evapotranspiration, so that soil water is significanly decrease. Changes in soil water levels is variable depending on land use type and is affected by various factors. The dynamic of soil moisture content is then strongly influenced by rainfall pattern and physical characteristic of soil, where the soil characteristic itself is influenced by land use type. This study aims to determine physical characteristic of soil and dynamic of soil water in various land use and rainfall in The Experiment and Research Garden of Cikabayan, IPB, Dramaga, Bogor. Each land use has different permanent wilting point and soil water level due to difference in density of canopy or the depth of soil layer. The field soil moisture content under oilpalm is still higher than the permanent wilting point although no rain for eight days. It may be caused by the dense canopy of palm trees which can reduce the rate of evaporation. The field soil moisture content under citrus fall below the wilting point at the sixth day after rain (on cm layer) and the eighth day after rain (30-50 cm layer), while soil under annual crop is still possibly providing water supply even though no rain for eight days. Key words : land use, rainfall, soil moisture, soil physic charackteristics i

4 i KARAKTERISTIK FISIK TANAH DAN DINAMIKA KADAR AIR TANAH PADA BERBAGAI PENGGUNAAN LAHAN (STUDI KASUS : KEBUN PERCOBAAN CIKABAYAN) Oleh : Eni Winarti A Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012 i

5 i LEMBAR PENGESAHAN Judul Skripsi : Karakteristik Fisik Tanah dan Dinamika Kadar Air Tanah pada Berbagai Penggunaan Lahan (Studi Kasus : Kebun Percobaan Cikabayan) Nama : Eni Winarti NRP : A Menyetujui, Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II Dr. Ir. Enni Dwi Wahjunie, M.Si Dr. Ir. D. P. Tejo Baskoro, M.Sc NIP NIP Mengetahui, Kepala Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan Dr. Ir. Syaiful Anwar, M.Sc. NIP Tanggal Lulus: i

6 ii RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Desa Bogorejo, Muara Tebo, Provinsi Jambi pada tanggal 6 November Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara, pasangan bapak Siyarto dan ibu Sri Karyati. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar pada tahun 2001 di SDN 323 Bogorejo yang sekarang telah berganti nama menjadi SDN 147 Bogorejo, kemudian pada tahun 2004 menyelesaikan studi di sekolah Menengah Pertama Negeri 01 Muara Tebo. Lalu penulis melanjutkan studinya ke Sekolah Menengah Atas Negeri 03 Tebo, dan lulus pada tahun Pada tahun yang sama penulis diterima di Program Studi Manajemen Sumberdaya Lahan, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur BUD (Beasiswa Utusan Daerah) Provinsi Jambi. Selama masa studinya penulis terlibat dalam organisasi Laskar Hijau, dan berbagai kepanitiaan seperti SOILIDARITY (2009), SOILIDARITY (2010), Seminar Nasional (2011), dan pernah menjadi Asisten Praktikum Fisika Tanah ( ). ii

7 iii KATA PENGANTAR Puji dan syukur kepada Allah SWT yang selalu melimpahkan rahmat dan karunia-nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini. Skripsi yang berjudul Karakteristik Fisik Tanah dan Dinamika Kadar Air Tanah pada Berbagai Penggunaan Lahan (Studi Kasus: Kebun Percobaan Cikabayan), merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana di Program Studi Manajemen Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Pemerintah Daerah Provinsi Jambi sebagai pemberi beasiswa sehingga penulis memiliki kesempatan untuk melanjutkan studi ke Institut Pertanian Bogor. 2. Dr. Ir. Enni Dwi Wahjunie, M.Si sebagai dosen pembimbing akademik sekaligus pembimbing skripsi yang senantiasa membimbing, mengarahkan, dan memotivasi penulis untuk menyelesaikan Penelitian. 3. Dr. Ir. D. P. Tejo Baskoro, M.Sc sebagai dosen pembimbing II yang senantiasa memberikan saran, dan arahan kepada penulis. 4. Dr. Ir. Suria Darma Tarigan, M.Sc selaku dosen penguji yang memberikan banyak masukan dan arahan kepada penulis. 5. Keluarga tercinta Bapak (Siyarto), Ibu (Sri Karyati), dan adik tersayang (Juniarti Sawindu) yang senantiasa memberikan do a, semangat, motivasi, dan dukungan baik moral maupun materil kepada penulis. 6. Para Angels KTA (Rini Dwi Kusumawati, dan Heni Pratiwi), sahabat terbaik (Savitri Agrianti, Etika Agrianita, Evi Mutiara, dan Anindita Anggarani), serta Luqmanul Abidin yang telah memotivasi dan membantu penulis dalam menyelesaikan Penelitian. 7. Sri Setia Bella atas do a dan motivasinya. 8. Staf Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Pak Saifullah (Laboran Fisika Tanah), dan Ibu Yani (Laboran Sumberdaya Fisik Lahan). 9. Seluruh keluarga besar SOILSCAPER44 atas bantuan, motivasi, kenangan dan kebersamaan indah. iii

8 iv 10. Kosan Pondok Delima, terutama Yuni yang telah membantu penulis dalam translete ringkasan, serta Pingkan dan Dini untuk motivasi, do a dan kenangan indah. 11. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah membantu penulis. Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari sempurna, tetapi penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan. Bogor, Juli 2012 Penulis iv

9 v DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... iii DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR LAMPIRAN... ix I. PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan... 2 II. TINJAUAN PUSTAKA Vegetasi Penutup Lahan Lahan Kelapa Sawit Lahan Jeruk Lahan Tegalan Pergerakan Air... 6 III. METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian... 8 Penetapan Lokasi... 8 Pengambilan Contoh Tanah... 8 Analisis Tanah... 9 Pengamatan Kadar Air Lapang 9 Analisis Data IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Fisik Tanah Tekstur Tanah, Bobot Isi, dan Porositas Total Kurva pf dan Distribusi Ukuran Pori Infiltrasi dan Permeabilitas Kadar Air Tanah Sehari Setelah Hujan Dinamika Kadar Air Tanah Kadar Air Tanah dan Titik Layu Permanen v

10 vi V. KESIMPULAN Kesimpulan Saran VI. DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN vi

11 vii Nomor DAFTAR TABEL Halaman 1. Jenis, Bahan dan Alat serta Metode yang Digunakan dalam Analisis Sifat Fisik dan Kimia Tanah Kelas Tekstur Tanah dan Kadar Bahan Organik Berbagai Penggunaan Lahan Bobot Isi pada Berbagai Penggunaan Lahan dan Berbagai Kedalaman Porositas Total Tanah Berbagai Penggunaan Lahan dan Kedalaman Lapisan Distribusi Ukuran Pori Tanah Berbagai Penggunaan Lahan dan Kedalaman Laju Infiltrasi Minimum Berbagai Penggunaan Lahan Permeabilitas Berbagai Penggunaan Lahan dan Kedalaman Lapisan Tanah Kadar Air Kapasitas Lapang Berbagai Penggunaan Lahan dan Kedalaman Kadar Air Titik Layu Permanen Berbagai Penggunaan Lahan/Kedalaman vii

12 viii DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Kurva pf Berbagai Penggunaan Lahan dan Kedalaman Tanah Kadar Air Sehari Setelah Hujan Berbagai Lahan Kadar Air Tanah Berbagai Penggunaan Lahan dan Kedalaman Lapisan (3-8 Oktober) Setelah 3-8 Hari Tidak Hujan Kadar Air Tanah dan Titik Layu Permanen Berbagai Penggunaan Lahan dan Kedalaman Tanah (3-8 Oktober) Setelah 3-8 Hari Tidak Hujan. 26 viii

13 ix DAFTAR LAMPIRAN Nomor Tabel Halaman 1. Sifat-sifat Fisik Tanah pada Berbagai Penggunaan Lahan Kadar Air saat pf Berbagai Penggunaan Lahan Tekstur Tanah dan %BO Berbagai Penggunaan lahan Air Tanah Berbagai Penggunaan Lahan dan Kedalaman pada Satu Hari Setelah Hujan Kadar Air Tanah Berbagai Penggunaan Lahan dan Kedalaman pada 3-8 Hari Setelah Hujan (3-8 Oktober 2011) Jumlah Hujan pada Bulan Mei-Oktober Gambar 1. Lokasi Penelitian (Kebun Percobaan Cikabayan) ix

14 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketersediaan air pada pertanian lahan kering hanya mengandalkan air hujan. Hujan yang tidak terjadi setiap hari serta intensitas penyinaran matahari yang tinggi menyebabkan tingginya evapotranspirasi. Hal tersebut selanjutnya menyebabkan kandungan kadar air tanah di zona perakaran untuk pertumbuhan tanaman menurun dengan cepat. Perubahan kadar air tanah yang terjadi akan berbeda pada penggunaan lahan dapat berbeda. Hal tersebut disebabkan oleh berbagai faktor diantaranya adalah sifat-sifat fisik tanah. Sifat-sifat fisik tanah itu sendiri dipengaruhi oleh penggunaan lahan. Penggunaan lahan yang berbeda mempunyai sistem perakaran, sistem penutupan kanopi, dan sisa serasah, yang kesemuanya akan menentukan sifat-sifat fisik tanah di bawahnya, dan selanjutnya berpengaruh terhadap sifat retensi dan pergerakan air dalam tanah. Perbedaan kadar air tanah antar kedalaman menjadi berbeda dapat saja dipengaruhi oleh kemampuan retensi dan kecepatan air bergerak memasuki profil tanah. Ketersediaan air dalam tanah sangat mempengaruhi pertumbuhan tanaman secara langsung. Pada budidaya tanaman lahan kering, sumber air utama bagi pertumbuhan tanaman adalah hujan. Bervariasinya hujan, baik dalam jumlah, intensitas, dan waktu datangnya hujan; dapat menjadi penyebab sulitnya prediksi waktu yang tepat melakukan penanaman/mengatur pola tanam. Perbedaan penggunaan lahan dapat mempengaruhi sifat-sifat fisik tanah yang selanjutnya mempengaruhi sifat-sifat retensi dan pergerakan air dalam tanah. Perbedaan tersebut menyebabkan perbedaan dinamika kadar air tanah. Begitupun dengan curah hujan yang berbeda dalam jumlah dan intensitas yang juga turut mempengaruhi dinamika kadar air dalam tanah. 1

15 2 1.2 Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui beberapa sifat fisik tanah serta dinamika kadar air tanah pada berbagai penggunaan lahan dengan studi kasus di Kebun Percobaan Cikabayan, Dramaga. 2

16 3 II. TINJAUAN PUSTAKA Menurut Mori (2006), air di permukaan bumi kira-kira 97,5% merupakan air laut, 1,75% berbentuk es, dan 0,73% berada di daratan sebagai air sungai, air danau, dan air tanah, dan hanya sekitar 0,001% saja dalam bentuk uap air. Air kembali menguap dan berubah menjadi awan setelah melewati berbagai proses, dan akan kembali ke permukaan bumi dalam bentuk hujan, salju, dan embun serta bentuk-bentuk lainnya. Namun pada prosesnya, ada beberapa bagian dari air tersebut tidak sampai ke permukaan bumi, karena tertahan oleh tutupan lahan/intersepsi (seperti bangunan, pepohonan/tajuk tanaman, dll) yang dapat menguap kembali ke udara, dan sebagian ada yang mengalir melalui batang dan sampai ke tanah (trough fall dan stem flow). Menurut Arsyad (2010), sumberdaya alam yang utama (tanah dan air) saat ini telah mengalami kerusakan yang cukup parah. Kerusakan tersebut disebabkan oleh hilangnya unsur hara tanah dan kandungan bahan organik, terjadinya akumulasi garam-garam di daerah perakaran, dan erosi. 2.1 Vegetasi Penutup Lahan Ada tiga jenis tanaman penutup tanah/lahan, yaitu : (1) tanaman penutup tanah rendah yang biasanya dipakai dalam pola pertanaman rapat, dalam pola pertanaman barisan, dan sebagai penguat teras serta saluran air; (2) tanaman penutup tanah sedang yang biasanya ditanam teratur pada baris diantara tanaman pokok, pada pola pertanaman pagar, atau sengaja ditanam diluar areal pertanaman untuk sumber mulsa dan pupuk hijau; dan (3) tanaman penutup tanah tinggi atau tanaman pelindung yang ditanam diantara baris tanaman utama, dipakai dalam barisan, dan atau untuk penghutanan kembali. Pengaruh masing-masing vegetasi terhadap pengendalian erosi berbeda-beda. Untuk tanaman penutup tanah rendah yang ditanam rapat dapat melindungi tanah dari efek langsung pukulan butir hujan, sehingga tanah tidak mudah tererosi ataupun terpadatkan. Sementara untuk tanaman penutup tanah sedang yang ditanam dengan pola pagar dapat membantu memperbaiki drainase tanah yang buruk, sedangkan untuk tanaman penutup tanah tinggi dapat meningkatkan penutupan tanah dan melindungi tanah dari pukulan butir hujan (Arsyad, 2010). 3

17 4 2.2 Lahan Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit merupakan tanaman yang membutuhkan curah hujan yang cukup besar yaitu sekitar mm per tahun, dengan tanpa bulan kering yang nyata. Curah hujan di bawah 1250 mm dapat menjadi faktor pembatas dalam pertumbuhan tanaman karena dapat menyebabkan defisit air dan suplai hara terhambat. Tanaman kelapa sawit tumbuh optimum pada ketinggian < 500 m dpl, serta tanah-tanah dengan kedalaman efektif yang tebal > 120 cm. Kedalaman efektif tersebut diharapkan akan optimal untuk perkembangan akarakar kelapa sawit. Tanaman kelapa sawit dapat menyesuaikan diri di berbagai jenis tekstur tanah, diantaranya adalah lempung liat berpasir, liat berpasir, lempung liat berdebu, dan lempung berdebu dengan kelas drainase baik hingga sedang (Mangoensoekarjo, 2007). Menurut Syahadat (2008), tanah lokasi gawangan (gawangan mati) pada lahan pertanaman kelapa sawit mempunyai nilai bobot isi yang lebih rendah dengan porositas yang lebih tinggi dikarenakan kondisi tanah pada lokasi tersebut tidak terganggu oleh aktivitas manusia yang dapat menyebabkan pemadatan tanah. Selain itu juga, adanya rerumputan dapat menyebabkan banyaknya perakaran yang dapat meningkatkan porositas tanah, mengurangi energi tumbukan butir hujan sehingga agregat tidak terpadatkan. Sedangkan dari hasil penelitian Marieta (2011) pada kebun kelapa sawit di Desa Cimulang, bobot isi pada gawangan lahan sawit menunjukkan kondisi lebih besar dibandingkan dengan bobot isi pada lahan kebun campuran, hal tersebut dikarenakan lahan kebun campuran mempunyai lapisan serasah yang cukup tebal. Sementara pada gawangan (gawangan hidup) lahan kelapa sawit yang dijadikan sebagai jalan menyebabkan nilai bobot isinya lebih besar daripada pada lahan kebun campuran karena tingginya aktivitas manusia yang menyebabkan terjadinya pemadatan tanah. Menurut Setyamidjaja (1991) dalam Julianto (2012), keadaan air tanah yang paling membutuhkan perhatian adalah pada daerah sekitar perakaran, yaitu dari permukaan tanah sampai kedalaman kurang lebih 100 cm. Pada kondisi normal perakaran sawit tidak lebih dari 30 cm, namun perakaran sawit akan terus 4

18 5 tumbuh sampai kedalaman 100 cm dan tidak jarang akar akan ditemui pada kedalaman cm jika ketersediaan air terganggu. Ketersediaan air yang kurang dalam waktu lama dapat menyebabkan peningkatan kerusakan vegetatif tanaman, yaitu terhambatnya pembukaan daun muda sehingga menurunnya produksi daun yang nantinya mengakibatkan pembentukan bakal bunga akan terganggu. Selain hal itu juga, ketersediaan air yang buruk dapat menyebabkan produktivitas kelapa sawit menurun. Penurunan produktivitas tersebut ditandai dengan kematangan tandan yang kurang baik, dan gugurnya tandan bunga yang telah mekar (Marni, 2009). 2.3 Lahan Jeruk Jeruk merupakan komoditas buah yang populer setelah anggur. Daerah tumbuhnya membentang dari 40 derajat lintang utara sampai 40 derajat lintang selatan. Total area pertanaman jeruk di seluruh dunia kurang lebih 1,5 juta hektar (Sarwono, 1994). Tanaman jeruk ini dapat tumbuh pada ketinggian kurang lebih m dpl. Temperatur untuk pertumbuhan optimalnya adalah 25-30ºC. Tanaman jeruk memerlukan sinar matahari yang cukup baik, sehingga jeruk yang ditanam pada area terlindung pertumbuhannya kurang baik dan mendapat serangan penyakit. Tanaman jeruk memerlukan air dalam jumlah cukup namun tidak tergenang, sehingga diperlukan drainase yang baik (Pracaya, 1998). Tanah yang baik untuk pertumbuhan jeruk adalah tanah yang bertekstur lempung sampai lempung berpasir dengan kadar hara dan air cukup (seperti Andosol dan Latosol). Air tanah yang dirasa cukup optimal untuk pertumbuhan jeruk adalah pada cm di bawah permukaan tanah dengan kandungan garam kurang dari 10%. Kelembaban udara optimum untuk pertumbuhannya adalah 70-80%, dan tidak menyukai tempat yang terlindung dari sinar matahari ( 2009). 2.4 Lahan Tegalan Lahan tegalan merupakan salah satu sistem pertanian yang dilakukan di lahan kering, atau yang kadang disebut juga sebagai perladangan. Pada musim hujan lahan-lahan tegalan ini bisa juga dijadikan sawah, dan ditanami palawija saat musim kemarau. Untuk pulau Jawa dan sekitarnya, 5

19 6 pengusahaan semacam ini banyak dilakukan tidak hanya pada dataran rendah namun juga di dataran tinggi dimana padi dan palawija masih dapat tumbuh (Soepomo dan Silvana, 1997). Sumber air untuk pertanian lahan kering biasanya hanya bersumber dari air hujan, sehingga sebaran dan pola hujan sangat menentukan pola tanam. Ketersediaan air pada musim kering biasanya dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan seperti jenis tanah, iklim, serta usaha pengelolaan oleh manusia. Musim tanam biasanya dimulai saat hujan, selama sepuluh hari berturut-turut jumlah hujan mencapai lebih dari 50 mm. Persiapan lahan sudah dilakukan saat musim kemarau, sehingga dalam setahun tidak terjadi kekosongan kegiatan (Sabaruddin, 2003 dalam Febrianti, 2011). 2.5 Pergerakan Air Tanah Pergerakan air tanah dapat juga didefinisikan sebagai aliran air tanah. Beberapa pergerakan air tanah yang secara umum telah dikenal diantaranya adalah infitrasi, dan aliran permukaan. Infiltrasi dapat diartikan sebagai proses masuknya air ke dalam tanah, yang biasanya (tidak selalu) secara vertikal atau masuk merata pada seluruh permukaan tanah. Jika ketersediaan air pada suatu tanah dalam keadaan yang cukup, maka air akan masuk ke bagian tanah yang lebih dalam (perkolasi). Pada saat tanah dalam keadaan kering, dan baru terjadi hujan, laju infiltrasi akan besar dan cepat, namun akan segera menurun hingga konstan. Infiltrasi yang terjadi saat keadaan tanah tidak jenuh dipengaruhi oleh adanya hisapan matriks. Pada saat terjadi infiltrasi, hisapan matriks ini akan terus berkurang sampai tanah mencapai keadaan jenuh (Arsyad, 2010). Aliran permukaan merupakan bagian dari air hujan yang tidak terinfiltrasi atau masuk ke dalam tanah. Laju aliran permukaan ini akan meningkat dengan menurunnya laju infiltrasi tanah. Pada awal kejadian hujan laju infiltrasi akan tinggi, namun pada suatu periode saat tanah sudah tidak dapat menampung air lagi, maka terjadilah aliran permukaan. Untuk daerah yang kedap air (impermeable), jumlah aliran permukaan (run-off) dapat dikatakan sama dengan jumlah hujan yang turun (Indarto, 2010). Air tanah adalah salah satu komponen penting dalam siklus hidrologi, serta merupakan sumber air yang sangat penting yang keberadaannya tidak 6

20 7 dipengaruhi oleh proses evaporasi yang terjadi di permukaan tanah. Air yang tersimpan di dalam pori-pori tanah dapat dibedakan menjadi dua jenis aquifer, yaitu terbuka dan tertutup. Yang dimaksud dengan aquifer terbuka adalah aquifer yang masih mendapat pengaruh dari atmosfer luar melalui pori-pori lapisan tanah, sementara aquifer tertutup adalah aquifer yang dibatasi oleh lapisan kedap air (aquiclude) sehingga tidak mendapat pengaruh dari atmosfer luar (Indarto, 2010). Menurut Susanto (2005) dalam Handayani (2011), air yang tersedia bagi tanaman adalah air yang berada antara titik layu permanen dan kapasitas lapang. Kebutuhan air untuk masing-masing tanaman ditentukan oleh sifat dari tanaman itu sendiri dan air pada profil tanah yang dapat dijangkau oleh akar tanaman tersebut. Dari hasil penelitian Sofyan (2006), laju infiltrasi pada lahan tegalan lebih rendah jika dibandingkan dengan lahan hutan dan lahan yang diperuntukkan sebagai lahan agroforesty. Hal tersebut disebabkan karena rendahnya pori makro pada lahan tegalan tersebut, karena kurangnya bahan organik dan tingginya pengolahan tanah yang dapat mempercepat dekomposisi bahan organik. Dengan demikian rendahnya kadar bahan organik dapat menjadi salah satu penyebab rendahnya kemampuan tanah dalam melalukan air. Di dalam tanah juga dapat terjadi aliran bawah permukaan. Aliran bawah permukaan adalah aliran air yang masuk ke dalam tanah namun tidak cukup dalam karena terhalangi oleh lapisan kedap. Aliran bawah permukaan tersebut biasanya terdapat pada kedalaman cm di bawah permukaan tanah kemudian keluar ke permukaan tanah melalui bawah lereng atau mengisi sungai-sungai (Arsyad, 2000). 7

21 8 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Mei 2011 sampai Januari Pengambilan contoh tanah dilakukan di kebun percobaan Cikabayan, University Farm, sedangkan analisis tanah dilakukan di laboratorium Konservasi Tanah dan Air, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Institut Pertanian Bogor. 3.2 Bahan dan Alat Bahan tanah yang digunakan adalah contoh tanah utuh dan tanah terganggu pada ketiga penggunaan lahan, yaitu lahan sawit, jeruk, dan tegalan. Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian baik di lapang ataupun di laboratorium disajikan pada Tabel Metode Penelitian Penetapan lokasi Penelitian dilakukan di kebun percobaan Cikabayan pada beberapa penggunaan lahan yaitu lahan sawit, lahan jeruk, dan lahan tegalan. Dari ketiga penggunaan lahan tersebut diharapkan dapat memiliki sifat-sifat fisik yang berbeda yang nantinya berpengaruh pada kadar air tanah. Ketiga penggunaan lahan berada di lokasi yang cukup berdekatan, sehingga diharapkan pengaruh faktor seperti topografi, curah hujan, dan jenis tanah (Latosol) menjadi sama. Pengambilan contoh tanah Pengambilan contoh tanah terdiri dari contoh tanah utuh untuk penetapan BI, kadar air pada berbagai pf, contoh tanah terganggu untuk analisis bobot jenis partikel, tekstur, dan kandungan C-organik tanah. Pengambilan contoh tanah dilakukan pada beberapa kedalaman yaitu 0-10 cm, cm, dan cm pada lahan sawit, jeruk, dan bera. Pengambilan contoh tanah utuh menggunakan ring sample, sementara untuk kadar air lapang dilakukan dengan menggunakan bor tanah berdiameter 2 cm. Pengambilan contoh tanah utuh dilakukan sebanyak dua titik pengamatan di tiap kedalaman penggunaan lahan yang dijadikan sebagai ulangan, sementara untuk kadar air tanah lapang ditetapkan tiga titik pengamatan pada masing-masing penggunaan lahan yang juga dijadikan sebagai ulangan. 8

22 9 Analisis tanah Beberapa jenis, metode, dan alat yang digunakan dalam analisis tanah disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Jenis, Bahan, alat, serta metode yang digunakan dalam analisis sifat fisik dan kimia tanah Jenis Analisis Bahan-bahan Alat Metode Pengambilan contoh tanah utuh, dan terganggu Penetapan kadar air tanah (KA) harian - Ring sample, palu, cangkul, golok. - Bor tanah diameter 2 cm, aluminium foil, oven - Gravimetrik Tekstur Bobot isi Bobot jenis partikel Contoh tanah kering udara, H 2 O 2, Natrium pirofosfat, HCl, aquades Contoh tanah utuh Contoh tanah kering udara, aquades Gelas piala, gelas sedimentasi 1000 ml, pipet volumetrik, cawan porselin, saringan 2 mm, pengaduk. Timbangan, mistar Labu ukur 50 ml, penangas Pipet Ring sample Metode botol Piknometer Permeabilitas Contoh tanah utuh Set alat permeabilitas laboratorium, gelas ukur, mistar Permeameter Lab Infiltrasi - Double ring infiltrometer, mistar, stopwatch Double ring infiltrometer Kurva pf Contoh tanah utuh Set alat penetapan pf, plate apparatus membran, timbangan, oven Pressure plate C-organik tanah contoh tanah kering udara, Buret, erlenmeyer, pipet volumetrik, gelas piala Walkley and Black Pengamatan kadar air lapang Pengambilan contoh tanah untuk penetapan kadar air lapang dilakukan dengan melihat variasi kejadian hujan, misalnya satu hari setelah hujan, dua hari setelah hujan, dan seterusnya. Contoh tanah diambil pada tiga titik di masingmasing penggunaan lahan yang dijadikan sebagai ulangan, dan pada kedalaman 0-10 cm, cm, dan cm. Contoh tanah diambil dengan menggunakan 9

23 10 bor tanah berdiameter 2 cm. Contoh tanah segera dibungkus dengan kertas aluminium foil, kemudian dilakukan penetapan kadar air tanahnya di laboratorium. Pengambilan contoh tanah untuk penetapan kadar air lapang dilakukan pada pagi hari antara pukul WIB. Pengambilan contoh tanah dilakukan pada waktu (jam) yang sama agar didapatkan nilai kadar air yang relatif seragam, sementara untuk data curah hujan harian, diambil dari stasiun penakar hujan BMKG Darmaga. Analisis data Pengaruh berbagai penggunaan lahan terhadap sifat-sifat fisik tanah dan kadar air tanah pada masing-masing penggunaan lahan dan kedalaman tanah (lapisan 0-10 cm, cm, dan cm) dianalisis secara deskriptif. Beberapa sifat fisik tanah seperti kurva pf dan distribusi pori, bobot isi, porositas total, tekstur tanah, dan sifat kimia yaitu C-organik dibandingkan antar ketiga penggunaan lahan. Untuk melihat ketersediaan air pada tiap penggunaan lahan dilakukan perbandingan antara kadar air lapang terhadap kadar air tanah pada kondisi titik layu permanen. 10

24 11 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik fisik Tanah Tekstur tanah, Bobot Isi, dan Porositas Total Tekstur tanah dapat diartikan sebagai perbandingan relatif antara pasir, debu, dan liat. Hasil analisis tekstur dan bahan organik tanah pada berbagai penggunaan lahan disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Kelas tekstur tanah dan kadar bahan organik berbagai penggunaan lahan Penggunaan lahan pasir liat debu Tekstur tanah BO...%......%... Sawit 13,43 70,52 21,83 Liat 4,63 Jeruk 8,64 76,44 15,78 Liat 3,84 Tegalan 9,14 77,84 17,47 Liat 3,07 Ket : BO = Bahan Organik Dari Tabel 2 di atas terlihat bahwa untuk semua penggunaan lahan, tekstur tanahnya adalah liat, meskipun mengandung kadar pasir, debu, serta liat yang berbeda-beda. Tanah-tanah yang bertekstur liat memiliki luas permukaan yang lebih besar, sehingga kemampuan dalam memegang airnya tinggi. Tanah bertekstur halus (liat, liat berdebu dan liat berpasir) mempunyai luas permukaan yang lebih besar, sehingga hal tersebut menyebabkan kapasitas total menahan airnya lebih tinggi (http// 2011), sementara Hakim et al (1986) menyatakan bahwa, jumlah air tersedia tertinggi justru dimiliki oleh tanah-tanah bertekstur sedang (lempung, lempung liat berpasir, dan lempung berdebu). Hal tersebut dapat terjadi karena pada tanah bertekstur halus, molekul air dijerap kuat oleh tanah, yang menggambarkan bahwa, meskipun kemampuan tanah dalam memegang air tinggi, belum tentu air tersedia bagi tanaman tinggi, sehingga air menjadi tidak tersedia bagi tanaman. Tabel 2 juga menunjukkan bahwa kadar bahan organik berbeda-beda pada setiap penggunaan lahan. Kadar bahan organik tertinggi pada lahan sawit yaitu 4,63%, kemudian lahan jeruk yaitu 3,84% dan yang terendah adalah lahan tegalan yaitu 3,07%. Bahan organik dapat menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi 11

25 12 sifat fisik tanah, diantaranya adalah bobot isi tanah dan porositas total tanah. Tanah dengan kandungan bahan organik tinggi cenderung mempunyai bobot isi yang rendah dan porositas total yang tinggi. Tingginya kandungan bahan organik pada lahan sawit disebabkan oleh banyaknya pelepah-pelepah sawit yang tertumpuk di lahan tersebut sehingga menyumbangkan banyak bahan organik. Rendahnya kandungan bahan organik pada lahan tegalan disebabkan karena kurangnya tanaman penutup lahan yang permanen pada lahan tersebut. Disamping itu, lahan tegalan juga lebih sering diolah sehingga dekomposisi bahan organik berlangsung lebih cepat. Tabel 3. Bobot isi pada berbagai penggunaan lahan dan berbagai kedalaman Penggunaan lahan Kedalaman tanah 0-10 cm 10-30cm cm...gram/cm³... Sawit 0,92 0,93 1,00 Jeruk 0,92 0,99 1,00 Tegalan 0,96 0,99 1,03 Tabel 3 menunjukkan bahwa bobot isi meningkat dengan semakin dalamnya lapisan tanah. Dari hasil analisis, lahan tegalan memiliki bobot isi yang relatif seragam, dan dapat dikatakan lebih tinggi dibandingkan dengan penggunaan lahan lainnya. Hal tersebut dikarenakan lahan tegalan merupakan lahan pertanian intensif yang sering mendapat pengolahan, dan sering terjadi aktifitas pertanian sehingga menyebabkan pemadatan tanah. Faktor lain yang dapat menyebabkan pemadatan tanah dan tingginya bobot isi pada lahan tegalan dibandingkan dengan lahan bervegetasi (lahan sawit dan jeruk) adalah rendahnya vegetasi penutup di lahan tersebut, sehingga efek pukulan butir hujan tinggi yang berpengaruh pada bobot isi tanah. Tingginya pengaruh pukulan butir hujan akan menyebabkan partikel tanah yang terlepas menjadi banyak sehingga pemadatan menjadi lebih besar. Dari hasil penelitian Raja (2009), bobot isi lahan tegalan yang tinggi dapat juga dipengaruhi oleh pengolahan tanah yang intensif dan umur lahan tegalan yang sudah lama. Lamanya umur penggunaan lahan berkaitan dengan lamanya pengolahan, dan tingkat pemadatan yang telah terjadi pada lahan tersebut. Sementara menurut hasil penelitian Marieta (2011), tanah tegalan 12

26 13 memiliki bobot isi yang tinggi karena tanah tegalan tidak memiliki penutup lahan yang tetap/kanopi tidak rimbun sehingga saat terjadi hujan, butiran-butiran hujan akan langsung jatuh dan mengenai permukaan tanah sehingga terjadi pemadatan tanah. Semakin tingginya bobot isi dengan semakin dalamnya lapisan tanah dapat disebabkan karena pada lapisan bawah tanah kandungan bahan organik cenderung lebih rendah daripada lapisan-lapisan tanah bagian atasnya. Lahan sawit dan lahan jeruk memiliki bobot isi yang sedikit lebih rendah daripada lahan tegalan dikarenakan lahan sawit mendapat suplai serasah-serasah dari pelepah yang ditumpuk di sekitar lahan. Disamping itu, lahan sawit sudah tua dan kurang terawat, sehingga aktivitas pertanian sudah berkurang, dan pemadatan tanahpun kurang. Sementara untuk lahan jeruk, banyak terdapat rumput yang menutupi hampir seluruh permukaan lahan sehingga memungkinkan tanah terlindungi dari pukulan butir hujan secara langsung, dan kurangnya aktivitas manusia pada lahan tersebut dapat menjadi salah satu penyebab bobot isi lahan jeruk lebih rendah daripada lahan tegalan. Tabel 4. Porositas total tanah berbagai penggunaan lahan dan kedalaman lapisan Penggunaan lahan Kedalaman tanah 0-10 cm 10-30cm cm...%volume... Sawit 65,95 66,05 63,57 Jeruk 65,28 62,37 62,83 Tegalan 63,94 63,14 61,75 Dari hasil analisis porositas total tanah (Tabel 4) didapatkan bahwa lahan sawit secara umum mempunyai porositas total lebih tinggi daripada penggunaan lahan lainnya. Porositas tanah berbanding terbalik dengan bobot isi tanah. Jika suatu tanah memiliki nilai bobot isi yang tinggi, maka akan memiliki porositas yang rendah, begitu juga sebaliknya. Porositas tanah menggambarkan bagian dari tanah yang tidak ditempati oleh padatan baik bahan mineral maupun bahan organik. Misalnya tanah-tanah pada lapisan bawah yang padat, maka ruang pori sedikit. Begitu sebaliknya dengan tanah-tanah bertekstur sedang, pori tanah banyak dijumpai karena partikel-partikel tanah tidak tersusun berdekatan. 13

27 14 Lahan sawit memiliki nilai porositas tertinggi. Hal tersebut karena di sekitar lahan sawit terdapat sisa-sisa pelepah kelapa sawit yang menjadi sumbangan bahan organik yang cukup bagi tanah tersebut. Hal tersebut juga dapat membantu tanah dalam pembentukkan granul, memperbesar volume serta jumlah pori-pori tanah, dan cenderung menurunkan bobot isi. Seperti telah disebutkan di depan, %C-organik lahan sawit tertinggi daripada lahan-lahan lainnya. Meskipun tidak terlalu berbeda dengan lahan kelapa sawit, lahan jeruk memiliki porositas diantara lahan sawit dan tegalan. Hal tersebut dikarenakan lahan jeruk masih mendapat suplai bahan organik dari rumput-rumput yang tumbuh diatasnya, dan serasah dari tanaman jeruk yang jatuh ke tanah. Sementara untuk lahan tegalan yang memiliki porositas terendah dapat disebabkan karena lahan tersebut diolah secara intensif. Seperti yang telah disebutkan, bahwa tanah tegalan mempunyai penutupan lahan yang sedikit, sehingga destrukturisasi oleh pukulan butir hujan sangat berpengaruh, hal tersebut menyebabkan rusaknya agregat-agregat tanah, dan hancurnya pori-pori tanah, atau dengan kata lain destrukturisasi pada lahan tegalan lebih cepat terjadi daripada lahan-lahan lainnya Kurva pf dan Distribusi Ukuran Pori Kurva pf atau yang biasa disebut sebagai kurva karakteristik kadar air tanah adalah kurva yang menggambarkan kondisi kadar air tanah pada berbagai hisapan matriks. Kurva pf berbagai penggunaan lahan dan kedalaman lapisan tanah disajikan pada Gambar 1. Dari Gambar 1 terlihat bahwa, secara umum pada pf 2,54 dan 4,2 lahan jeruk memiliki nilai kadar air lebih tinggi dibandingkan lahan-lahan lainnya. Hal tersebut menandakan bahwa lahan jeruk memiliki kadar air kapasitas lapang (pf 2,54) dan kadar air titik layu permanen (pf 4,2) yang lebih besar daripada lahan-lahan lainnya. Sebaliknya kadar air pada pf 1 dan pf 2, lahan jeruk secara umum lebih rendah daripada penggunaan lahan lainnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa lahan jeruk mempunyai pori mikro yang lebih dominan daripada pori makro, jika dibandingkan dengan penggunaan lahan lainnya. Air tersedia sering ditandai dengan keadaan air diantara kapasitas lapang (pf 2,54) dengan kadar air titik layu permanen (pf 4,2). Pada kisaran tersebut tanaman mudah mengabsorpsi air. Seperti yang dikemukakan oleh Soepardi (1983) bahwa, 14

28 15 agar air tersedia dan dapat diserap dan dimanfaatkan tanaman, air harus lebih banyak daripada air saat titik layu permanen. Kadar air pada berbagai pf dapat juga mengindikasikan distribusi pori tanah. pf Kurva pf Berbagai Penggunaan Lahan Pada Kedalaman 0-10 cm Lahan sawit Lahan Tegalan Kadar Air (%v/v) porositas total Lahan jeruk pf Kurva pf Berbagai Penggunaan Lahan Pada Kedalaman cm Kadar Air (%v/v) Lahan sawit Lahan tegalan porositas total Lahan jeruk pf Kurva pf Berbagai Penggunaan Lahan Pada Kedalamaan cm porositas total Kadar Air (%v/v) Lahan sawit Lahan jeruk Lahan tegalan Gambar 1. Kurva pf berbagai penggunaan lahan dan kedalaman tanah Distribusi Ukuran Pori Pori-pori tanah terbagi menjadi pori makro dan pori mikro. Pori makro biasa disebut sebagai pori drainase, yang terbagi menjadi beberapa kelas yaitu pori drainase sangat cepat yang diperoleh dari selisih antara porositas total dengan kadar air pada pf 1, pori drainase cepat selisih antara kadar air pada pf 1 dengan pf 2, dan pori drainase lambat selisih antara kadar air pada pf 2 dengan pf 2,54. Sementara untuk pori air tersedia adalah selisih antara pf 2,54 dengan pf 4,2. Distribusi ukuran pori ditampilkan pada Tabel 5. Dari Tabel 5 dapat dilihat bahwa lahan jeruk secara umum memiliki pori drainase sangat cepat tertinggi daripada lahan-lahan lainnya. Untuk pori drainase cepat, lahan tegalan memiliki nilai tertinggi daripada lahan-lahan lainnya. Pori air tersedia untuk masing-masing penggunaan lahan menunjukkan kondisi yang berbeda baik antar penggunaan lahan atau antar kedalaman lapisan tanah. 15

29 16 Tabel 5. Distribusi ukuran pori tanah berbagai penggunaan lahan dan kedalaman Penggunaan lahan Kedalaman Pori drainase sangat cepat pori drainase cepat pori drainase lambat Pori air tersedia Pori air tidak tersedia...% volume... Sawit 0-10 cm 5,90 2,08 4,43 19,62 33, cm 5,02 7,57 4,22 12,21 36, cm 7,95 3,61 7,96 6,98 37,06 Jeruk 0-10 cm 13,73 4,62 1,12 11,30 34, cm 9,22 1,68 1,03 12,53 38, cm 9,54 1,51 1,08 10,58 40,11 Tegalan 0-10 cm 7,13 11,02 2,60 11,79 31, cm 2,45 14,41 3,05 12,54 30, cm 1,53 13,33 3,23 9,61 34,04 Secara umum pori air tersedia menunjukkan penurunan dengan semakin dalamnya lapisan tanah. Pori air tersedia lahan sawit lebih tinggi daripada penggunaan lahan lainnya dengan pori air tersedia pada lapisan 0-10 cm yaitu 19,62%, 12,21% pada lapisan cm, dan 6,98% pada lapisan cm. Sementara pori air tersedia untuk lahan jeruk dan tegalan adalah relatif sama Infiltrasi dan Permeabilitas Infiltrasi dapat diartikan sebagai masuknya air ke dalam tanah melalui permukaan tanah. Jika air dalam keadaan cukup, maka air dapat terus masuk menuju lapisan tanah yang lebih dalam, dan apabila sampai mencapai permukaan air tanah (groundwater) dapat mengisi groundwater storage. Laju infiltrasi pada saat awal terjadi hujan akan tinggi, namun sampai saat tanah sudah dalam keadaan jenuh, maka laju infiltrasi akan menurun hingga mencapai konstan, dan kemampuan tanah dalam menyerap air infiltrasi disebut sebagai kapasitas infiltrasi (Arsyad, 2010). Laju infiltrasi untuk masing-masing penggunaan lahan pada berbagai kedalaman tanah disajikan pada Tabel 6. Dari Tabel 6 dapat dilihat bahwa laju infiltrasi terbesar adalah pada lahan tegalan, lalu lahan sawit serta lahan jeruk dengan nilai infiltrasi yang sama. Menurut klasifikasi Kohnke dan Bertrand (1959) lahan tegalan masuk kedalam kelas infiltrasi cepat, dan agak cepat untuk lahan sawit serta lahan jeruk. Lahan sawit (lapisan 0-10 cm) dan lahan jeruk (lapisan cm dan cm) memiliki pori drainase cepat yang rendah sehingga pergerakan air menjadi 16

30 17 terhambat. Sementara untuk lahan tegalan yang memiliki nilai pori drainase sangat cepat yang kontinyu (menurun dengan semakin dalamnya lapisan tanah) lebih mudah melalukan air untuk bergerak ke lapisan yang lebih bawah. Menurut Arsyad (2010), besarnya laju infiltrasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu ukuran pori, kemantapan pori, kandungan air tanah awal, dan profil tanah. Tanah-tanah yang didominasi pori makro akan memungkinkan air keluar atau terinfiltrasi dengan cepat. Tabel 6. Laju infiltrasi minimum berbagai penggunaan lahan Penggunaan lahan Infiltrasi Kelas...cm/jam... Sawit 12 agak cepat Jeruk 12 agak cepat Tegalan 24 Cepat Sedikit berbeda dengan infiltrasi, permeabilitas dapat diartikan sebagai pergerakan air di dalam tanah pada kondisi jenuh. Hasil dari pengukuran permeabilitas di laboratorium disajikan pada Tabel 7. Tabel 7. Permeabilitas berbagai penggunaan lahan dan kedalaman lapisan tanah Penggunaan Lahan Kedalaman BI Permeabilitas Kelas Permeabilitas...g/cm³......cm/jam... Sawit 0-10 cm 0,92 17,45 cepat cm 0,93 3,22 sedang cm 1,00 7,99 agak cepat Jeruk 0-10 cm 0,92 5,55 sedang cm 0,99 15,59 cepat cm 1,00 7,13 agak cepat Tegalan 0-10 cm 0,96 12,77 cepat cm 0,99 9,65 agak cepat cm 1,03 5,28 sedang Tabel 7 menunjukkan bahwa nilai kelas permeabilitas berbeda untuk masing-masing lahan. Untuk lahan sawit permeabilitas berurutan dari lapisan 0-10 cm sampai lapisan cm adalah cepat, sedang, dan agak cepat. 17

31 18 Seperti telah dikemukakan sebelumnya, pori drainase cepat yang rendah pada lahan sawit menyebabkan air bergerak lambat tidak kontinyu dan terhambat. Sementara untuk lahan jeruk, nilai permeabilitasnya secara berurutan dari lapisan 0-10 cm sampai cm adalah sedang, cepat, dan agak cepat. Untuk lahan tegalan, nilai permeabilitas menurun dengan semakin dalamnya lapisan tanah. Secara berurutan nilai permeabilitas untuk lahan tegalan adalah cepat, agak cepat, dan sedang. Hal tersebut dapat disebabkan karena pori drainase sangat cepat lahan tegalan yang menurun dengan semakin dalamnya lapisan tanah menyebabkan pergerakan air menjadi kontinyu. 4.2 Kadar Air Tanah Sehari Setelah Hujan Kadar air tanah dapat diartikan sebagai jumlah air yang terdapat dalam suatu massa tanah yang dapat dinyatakan baik dalam % bobot maupun % volume. Berbagai kadar air tanah sehari setelah hujan di berbagai kedalaman di tiga penggunaan lahan ditampilkan pada Gambar 2 (Tabel Lampiran 4). Gambar 2 menyajikan kadar air tanah pada berbagai penggunaan lahan di beberapa kejadian hujan yang berbeda. Pengamatan kadar air tanah lapang dilakukan pada tanggal 16, 24, dan 27 Mei, serta 1, 5 dan 9 Juni dengan jumlah hujan yang terjadi pada satu hari sebelumnya adalah 4,2 mm, 0,3 mm, 36,4 mm, 8,2 mm, 31,2 mm, dan 26,2 mm. Meskipun jumlah hari setelah hujan sama (satu hari setelah hujan), namun kadar air tanah pada masing-masing penggunaan lahan akan berbeda. Perbedaan tersebut disebabkan oleh sifat fisik tanah yang berbeda. Secara umum kadar air tanah berbagai penggunaan lahan untuk lapisan atas (0-10 cm dan cm) lebih rendah daripada kapasitas lapang. Hal tersebut dapat saja disebabkan karena air tanah di lapisan tersebut telah bergerak ke lapisan yang lebih dalam (lapisan cm) sebagai akibat kadar air di lapisan atasnya (lapisan cm) telah mencapai kapasitas lapang terlebih dahulu. Hal tersebut terlihat dari kadar air pada lapisan bawah yang lebih tinggi dan mencapai kapasitas lapang. Kadar air tanah tertinggi di lahan sawit (Gambar 2a) untuk lapisan 0-10 cm adalah 49,66% pada tanggal 16 Mei (CH 4,2 mm), dan terendah adalah 18

32 19 36,93% pada tanggal 27 Mei (CH 36,4 mm). Berbeda dengan lapisan 0-10 cm, kadar air tanah tertinggi pada lapisan cm adalah 50,76% pada tanggal 5 Juni (CH 8,2 mm), dan terendah adalah 42,83% pada 27 Mei (CH 36,4 mm). Sedangkan kadar air tanah tertinggi pada lapisan cm adalah 54,63% pada 9 Juni (26,2 mm), dan terendah adalah 47,18% pada 5 Juni (31,2 mm). Kadar Air Tanah (%v) Curah Hujan (mm) 0 CH 0,3 CH 4,2 CH 8,2 CH 26,2 CH 31,5 CH 36, cm cm cm CH 0 (a) Kadar Air Tanah (%v) CH 0,3 CH 4,2 CH 8,2 CH 26,2 CH 31,5 CH 36, Curah Hujan (mm) 0-10 cm cm cm CH (b) Kadar Air Tanah (%v) CH 0,3 CH 4,2 CH 8,2 CH 26,2 CH 31,5 CH 36, cm cm cm CH Curah Hujan (mm) (c) Gambar 2. Kadar air sehari setelah hujan berbagai lahan (a. Lahan sawit, b. Lahan jeruk, c. Lahan tegalan) Berbeda dengan lahan sawit, kadar air tanah tertinggi di lahan jeruk pada lapisan 0-10 cm adalah 46,75% pada tanggal 24 Mei, dan terendah adalah 35,04% pada 1 Juni. Untuk kedalaman cm, kadar air tanah tertinggi adalah 48,36% pada 24 Mei, dan terendah adalah 37,48% pada 27 Mei. Sementara untuk kadar 19

33 20 air tanah tertinggi pada lapisan cm adalah 53,41% pada 27 Mei, dan terendah adalah 46,85% pada 1 Juni. Sementara untuk lahan tegalan (Gambar 2c), kadar air tanah tertinggi pada lapisan 0-10 cm adalah 53,37% pada 27 Mei, dan terendah adalah 42,61% pada 16 Mei. Pada lapisan cm, kadar air tanah tertinggi dan terendahnya adalah 48,95% (5 Juni) dan 40,89% (tanggal 27 Mei). Sementara kadar air tanah tertinggi untuk lapisan cm adalah 52,18% pada tanggal 9 Juni, dan terendah adalah 40,28% pada 1 Juni. Beberapa kadar air tanah tidak mengikuti pola curah hujan yang terjadi sehari sebelumnya. Kadar air tanah tertinggi justru terjadi setelah curah hujan terendah (0,3 mm pada tanggal 24 Mei). Hal tersebut dapat disebabkan karena telah terjadi hujan dengan jumlah yang cukup besar pada hari-hari sebelum tanggal 24 Mei (21 dan 22 Mei), yaitu 95,7 mm dan 15 mm. Hujan tersebut dapat menyumbangkan cukup air bagi tanah meskipun hujan yang terjadi pada tanggal 23 Mei sangat kecil. Seperti telah disebutkan di depan, kadar air tanah pada ketiga penggunaan lahan menunjukkan kondisi telah mencapai kapasitas lapang. Untuk lahan sawit, kadar air tanah sehari setelah hujan di lapisan 0-10 cm berada di bawah kapasitas lapang, namun untuk lapisan cm dan cm kadar air tanah berada di atas kapasitas lapang. Sementara kadar air tanah sehari setelah hujan untuk lahan jeruk pada seluruh kedalaman tanah secara umum menunjukkan kondisi di bawah kapasitas lapang, dan lahan tegalan yang memiliki kadar air kapasitas lapang terendah menunjukkan kadar air tanah yang masih berada di atas kapasitas lapang. Kadar air tanah di lapisan atas lebih rendah daripada kapasitas lapang menandakan bahwa air tanah telah bergerak ke lapisan yang lebih dalam. Permeabilitas lahan sawit pada lapisan 0-10 cm yang tinggi menyebabkan pergerakan air ke lapisan bawah cepat, sehingga kadar air tanah di lapisan bawah menjadi lebih tinggi daripada kapasitas lapang. Sementara untuk lahan jeruk, walaupun ruang pori drainase sangat cepat tertinggi terdapat pada lapisan 0-10 cm, tetapi permeabilitas yang sedang di lapisan 0-10 cm menyebabkan pergerakan air ke lapisan bawah terhambat atau lambat. Hal tersebut menjadi penyebab kadar air lapisan bawah menjadi lebih rendah daripada kapasitas lapang 20

34 21 tanah. Berbeda dengan lahan sawit dan jeruk, untuk lahan tegalan, kadar air tanah secara umum berada di atas kapasitas lapang. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa secara umum kadar air lapisan atas pada lahan bervegetasi seperti lahan sawit dan jeruk lebih rendah daripada lahan tidak bervegetasai (lahan tegalan). Hal tersebut dapat disebabkan karena air pada lapisan atas digunakan tanaman terlebih dahulu untuk mencukupi kebutuhan hidupnya dan evapotranspirasi. Lahan tegalan yang tidak bervegetasi cenderung memiliki kadar air tanah lapisan atas yang lebih tinggi karena air tersebut tidak dimanfaatkan secara langsung untuk kebutuhan tanaman. Faktor lain yang menyebabkan kadar air lahan bervegetasi lapisan atas lebih rendah dari lapisan bawah adalah pada lapisan atas jumlah akar tanaman lebih banyak sehingga air lebih cepat diserap tanaman. Pori drainase sangat cepat (Tabel 5) dan permeabilitas (Tabel 7) lahan tegalan menurun dengan semakin dalamnya lapisan tanah yang dapat mempengaruhi pergerakan air ke bawah. Air lebih tertahan di lapisan atas, sehingga kadar air tanah pada lapisan atas lebih tinggi daripada lapisan bawah. 4.3 Dinamika Kadar Air Tanah Dinamika kadar air tanah ditetapkan dari kadar air selama tiga sampai delapan hari setelah hujan. Berikut ditampilkan Gambar 3 (tanggal 3-8 Oktober) yang menunjukkan kadar air tanah pada tiga sampai delapan hari setelah hujan pada berbagai penggunaan lahan serta kedalaman lapisan tanah. Terjadi variasi kadar air pada masing-masing kedalaman ataupun penggunaan lahan. Jumlah hujan yang terukur oleh penakar hujan dua hari sebelum pengamatan (tanggal 29 September) adalah 8,9 mm, dan satu hari sebelum pengamatan (tanggal 30 September) adalah 0,3 mm. Secara umum kadar air tanah pada tiga hari setelah hujan menunjukkan kondisi berada di bawah kapasitas lapang. Hal tersebut dapat disebabkan karena hujan yang terjadi sebelumnya relatif kecil sehingga sumbangan untuk air tanah tidak terlalu besar dan menyebabkan tidak semua pori tanah terisi oleh air. Meski sempat terjadi fluktuasi, namun secara umum, kadar air tanah dari hari ketiga hingga kedelapan setelah hujan mengalami penurunan. Penurunan 21

35 22 kadar air disebabkan karena tanaman terus mengambil air dari tanah untuk kebutuhan hidupnya sebagai evapotranspirasi. Tingginya kadar air tanah pada lapisan cm disebabkan karena air pada lapisan tersebut masih dapat disimpan dan belum diuapkan sebagai evapotranspirasi. Tingginya kehilangan air di lapisan atas dapat juga disebabkan oleh jumlah akar di lapisan atas lebih banyak daripada lapisan bawah sehingga air yang diserap untuk memenuhi kebutuhan evapotranspirasi lebih banyak. kadar air(%v/v) 70 a b 60 c (a) Hari setelah hujan 0-10 cm cm cm a. RPT 0-10cm b.rpt 10-30cm c.rpt 30-50cm kadar air (%v/v) (b) Hari setelah hujan a b c 0-10 cm cm cm a. RPT 0-10cm b.rpt 10-30cm c.rpt 30-50cm Kadar air (%v/v) (c) Hari setelah hujan 0-10 cm cm cm a. RPT 0-10cm b.rpt 10-30cm c.rpt 30-50cm Gambar 3. Kadar air tanah berbagai penggunaan lahan dan kedalaman (3-8 Oktober) setelah 3-8 hari tidak hujan (a. Lahan sawit, b. Lahan jeruk, c. Lahan tegalan) Kadar air tanah semua penggunaan lahan pada tiga hari setelah hujan berkisar antara %, dan menurun saat hari ke-8, berkisar antara 31-39%. Pada lapisan 0-10 cm, saat hari kedelapan, kadar air tertinggi terdapat pada penggunaan lahan sawit, diikuti oleh lahan tegalan, dan kemudian lahan jeruk. Berdasarkan pada data tersebut (Gambar 3) maka besarnya evapotranspirasi pada ketiga penggunaan lahan kurang lebih adalah 2 mm/hari. Evaporasi tersebut masih terbilang kecil jika dibandingkan dengan evaporasi untuk daerah Bogor pada tahun yang mencapai 3,7 mm/hari (LPPM IPB, 1991). b c a 22

36 23 Secara umum pada awalnya kadar air tanah lapisan atas lebih besar daripada lapisan bawah. Kemudian terjadi distribusi air dalam profil tanah sehingga kadar air pada lapisan bawah lebih besar daripada lapisan atas. Pada lahan sawit, distribusi air dari lapisan atas ke lapisan bawah terjadi lebih cepat yaitu hari ketiga setelah hujan, sedangkan lahan jeruk dan tegalan distribusi terjadi lebih lambat yaitu pada hari kelima setelah hujan (Tabel Lampiran 5). Pada Gambar 3a (lahan sawit) dapat dilihat bahwa kadar air tertinggi tiga hari setelah hujan adalah 44,48% (lapisan cm) dan terendah adalah 40,49 % (lapisan 0-10 cm). Terjadi fluktuasi kadar air tanah dari hari ketiga hingga hari kedelapan setelah hujan. Kadar air tanah tertinggi saat hari kedelapan setelah hujan adalah pada lapisan cm yaitu 39,27%, kemudian 36,29% pada lapisan cm, dan terendah pada lapisan 0-10 cm yaitu 34,62%. Berbeda dengan lahan sawit, pada lahan jeruk (Gambar 3b) kadar air tanah tertinggi saat hari ketiga setelah hujan adalah 45,03% pada lapisan 0-10 cm, dan terendah adalah 42,96% pada lapisan cm. Terjadi peningkatan kadar air pada lapisan cm saat hari keempat setelah hujan, namun kondisi tersebut tidak terlalu signifikan, dan segera menurun pada hari berikutnya hingga hari kedelapan setelah hujan. Peningkatan kadar air tersebut menunjukkan kondisi dimana telah terjadi pergerakan air tanah dari lapisan 0-10 cm dan lapisan cm sebagai akibat perbedaan potensial. Kadar air tanah tertinggi pada hari kedelapan setelah hujan adalah 37,66% pada lapisan cm, lalu 35,76% pada lapisan cm, dan terendah adalah 31,03% pada lapisan 0-10 cm. Secara umum, kadar air tanah pada lapisan cm lebih tinggi daripada lapisan atasnya, hal tersebut menunjukkan bahwa kadar air tanah bergerak menuju lapisan yang lebih dalam dan/atau dapat juga disebabkan karena air di lapisan atas terlebih dahulu digunakan tanaman untuk proses evapotranspirasi. Pada lahan tegalan (Gambar 3c), Secara umum kadar air tanahnya menurun dengan semakin lamanya hari setelah hujan. Kadar air tanah tertinggi pada tiga hari setelah hujan adalah 47,18% (lapisan 0-10 cm), dan terendah adalah 44,15% (lapisan cm). Kadar air tertinggi saat delapan hari tidak hujan adalah pada lapisan cm yaitu 39,09%, kemudian 38,37% pada lapisan cm, dan terendah adalah 33,58% pada lapisan 0-10 cm. 23

37 24 Terlihat bahwa kadar air pada lapisan cm lebih tinggi daripada di lapisan lainnya, menunjukkan bahwa air bergerak menuju lapisan yang lebih dalam saat setelah hujan, namun akan bergerak ke atas sebagai akibat tarikan akar saat tidak terjadi hujan. Faktor lainnya adalah karena air pada lapisan atas (0-10 cm) lebih cepat terevapotranspirasi sehingga kadar air tanahnya terendah daripada lapisan di bawahnya. Perbedaan kadar air pada berbagai kedalaman di tiap penggunaan lahan juga dipengaruhi oleh sifat-sifat tanah yang mempengaruhi retensi dan pergerakan air dalam tanah seperti tekstur, kadar bahan organik, jumlah dan distribusi ukuran pori. Dengan demikian walaupun hujan sebelumnya sama dapat mengakibatkan kadar air tiap kedalaman tanah berbeda. 4.4 Kadar Air Tanah dan Titik Layu Permanen (TLP) Dalam pertanian penting pula diketahui berapa jumlah kadar air kapasitas lapang masing-masing lahan, yang nantinya dapat membantu dalam perencanaan irigasi. Kadar air kapasitas lapang untuk berbagai penggunaan lahan dan kedalaman disajikan pada Tabel 8. Tabel 8. Kadar air kapasitas lapang berbagai penggunaan lahan dan kedalaman Penggunaan lahan Kedalaman (cm) %v/v... Sawit 53,54 48,24 44,04 Jeruk 45,81 51,40 50,70 Tegalan 43,19 43,23 43,65 Dari Tabel 8 terlihat bahwa secara umum lahan jeruk memiliki kadar air kapasitas lapang yang lebih tinggi daripada penggunaan lahan lainnya. Sebaliknya lahan tegalan adalah lahan dengan kadar air kapasitas lapang yang paling rendah, dengan nilai yang meningkat dengan semakin dalamnya lapisan tanah. Sementara untuk lahan sawit, kadar air kapasitas lapang justru menurun dengan semakin dalamnya lapisan tanah. 24

38 25 Untuk melengkapi data jumlah ruang pori air tersedia, selain ditampilkan kadar air kapasitas lapang juga disajikan hasil perhitungan kadar air pada titik layu permanen untuk masing-masing penggunaan lahan (Tabel 9). Kadar air titik layu permanen (TLP) untuk masing-masing penggunaan lahan dan kedalaman lapisan tanah berbeda. Kadar air titik layu permanen tertinggi dimiliki oleh lahan jeruk, kemudian lahan sawit, dan terendah adalah lahan tegalan. Kadar air kapasitas lapang dan titik layu permanen dapat membantu dalam menentukan waktu pemberian air irigasi yang tepat. Soepardi (1983) menyatakan bahwa, kadar air diantara kapasitas lapang dan titik layu permanen adalah air tersedia bagi tanaman. Untuk memudahkan penentuan waktu irigasi disajikan grafik perbandingan antara kadar air tanah suatu hari dengan kadar air titik layu permanen pada berbagai penggunaan lahan dengan kedalaman lapisan tanah yang berbeda. Tabel 9. Kadar air titik layu permanen berbagai penggunaan lahan/kedalaman Penggunaan lahan Kedalaman 0-10 cm cm cm...%v/v... Sawit 33,92 36,03 37,06 Jeruk 34,51 38,87 40,11 Tegalan 31,40 30,68 34,04 Gambar 4 menunjukkan kondisi 3-8 hari tidak terjadi hujan (3-8 Oktober). Seperti telah disebutkan di depan, jumlah hujan yang terjadi pada 29 dan 30 September adalah 8,2 mm dan 0,3 mm. Secara umum kadar air tanah setelah delapan hari tidak terjadi hujan menunjukkan penurunan (Gambar 3 dan 4). Namun, dalam hal ini lahan sawit memiliki kadar air lebih tinggi daripada kadar air titik layu permanen dibandingkan dengan penggunaan lahan lainnya (Tabel 9, Gambar 4), yang menggambarkan bahwa lahan sawit masih mampu mengkonservasi air meskipun tidak terjadi hujan selama delapan hari. Kondisi tersebut dapat disebabkan oleh pengaruh iklim mikro dan tutupan kanopi tanaman. Iklim mikro berhubungan dengan suhu tanah, suhu udara, kelembaban 25

39 26 udara, radiasi surya, dan angin yang menentukan pembentukan iklim di permukaan tanah. Sedangkan tutupan kanopi, secara tidak langsung dapat melindungi tanah dari tingginya evaporasi. Kadar air TLP lahan sawit pada lapisan 0-10 cm, cm, dan cm secara berurutan adalah 33,92%, 36,03%, dan 37,06% (Tabel 9, Gambar 4a). Lahan sawit memiliki kadar air titik layu permanen di antara lahan jeruk dan tegalan. Dari Gambar 4a terlihat bahwa pada berbagai kedalaman lapisan tanah, kadar air lahan sawit belum melewati titik layu permanen meskipun tidak terjadi kadar air(%v/v) Hari setelah hujan (a) 0-10 cm cm cm a. TLP 0-10cm b.tlp 10-30cm c.tlp 30-50cm c b a kadar air (%v/v) (b) c b a Hari setelah hujan 0-10 cm cm cm a. TLP 0-10cm b.tlp 10-30cm c.tlp 30-50cm Gambar 4. Kadar air tanah dan titik layu permanen berbagai penggunaan lahan dan kedalaman tanah (3-8 Oktober) 3-8 hari tidak hujan (a. Lahan sawit, b. Lahan jeruk, c. Lahan tegalan) hujan selama delapan hari. Masih tingginya kadar air tanah pada lahan sawit, serta kadar air yang belum melewati titik layu permanen mengasumsikan bahwa lahan sawit masih mampu menyediakan air yang dibutuhkan oleh tanaman, meskipun tidak terjadi hujan selama delapan hari. Hal ini dapat disebabkan karena tingginya kandungan bahan organik di lahan sawit yang merupakan sumbangan dari pelepah-pelepah yang tertumpuk di sekitar lahan. Bahan organik tersebut dapat membuat tanah lahan sawit memiliki pori lebih banyak dibandingkan penggunaan lainnya. Kadar air (%v/v) Hari setelah hujan (c) 0-10 cm cm cm a. TLP 0-10cm b.tlp 10-30cm c.tlp 30-50cm c a b 26

40 27 Berbeda dengan lahan sawit, lahan jeruk memiliki kadar air TLP masingmasing kedalaman yaitu 34,51% (0-10 cm), 38,51% (10-30 cm), dan 40,11% (30-50 cm). Pada lahan jeruk kadar air tanah hampir seluruhnya lebih rendah daripada titik layu permanen dimulai pada hari keenam setelah hujan untuk lapisan 0-10 cm dan lapisan cm, serta hari kedelapan setelah hujan pada lapisan cm, dengan kadar air terendah hari kedelapan setelah hujan adalah 31,03% pada lapisan 0-10 cm (Tabel 9, Gambar 4b). Hal tersebut menunjukkan bahwa lahan jeruk memerlukan tambahan air sejak/sebelum 5 hari setelah hujan. Fluktuasi kadar air di berbagai lapisan tanah lebih terlihat, namun secara umum kadar air menurun dengan semakin lamanya hari setelah hujan. Kadar air lahan jeruk yang rata-rata berada di bawah titik layu permanen menyebabkan lahan tersebut membutuhkan irigasi segera menjelang hari kelima setelah hujan. Sementara TLP untuk lahan tegalan pada masing-masing kedalaman tanahnya adalah 31,40% (0-10 cm), 30,68% (10-30 cm), dan 34,04% (30-50 cm). Kadar air lahan tegalan (Gambar 4c) pada hari kedelapan setelah hujan adalah 33,58% pada lapisan 0-10 cm, kemudian 38,37% pada lapisan cm, dan tertinggi adalah pada lapisan cm yaitu 39,09%. Kadar air tiap kedalaman mengalami fluktuasi, namun secara umum lahan tegalan masih dapat menyediakan air dalam jumlah cukup meskipun tidak terjadi hujan selama delapan hari. Walaupun demikian, karena kualitas fisik yang rendah, maka perlu dilakukan pengelolaan berbasis konservasi tanah dan air supaya kualitas fisik tanah terutama ruang pori air tersedia lahan tegalan meningkat. Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa rendahnya ruang pori tanah di lahan tegalan dapat disebabkan karena rendahnya vegetasi penutup lahan yang permanen sehingga energi pukulan butir hujan dapat menjadi faktor terjadinya pemadatan tanah. Hillel (1982) menyatakan bahwa, tanah-tanah dianggap mengalami pemadatan jika porositas tanahnya menurun dan sangat rapat sehingga menyulitkan aerasi dan penetrasi oleh akar tanaman. Rendahnya pori air tersedia pada lahan tegalan dibandingkan lahan yang lain juga dapat disebabkan karena pada lahan tersebut kandungan bahan organiknya lebih rendah dibandingkan lahan lainnya. Seperti yang dinyatakan oleh Soepardi (1983) bahwa tanah-tanah yang telah mengalami pengolahan terus-menerus akan mengalami penurunan 27

41 28 kandungan bahan organik sebanyak 35% jika dibandingkan dengan waktu sebelum diolah sama sekali. Rendahnya bahan organik tersebut nantinya dapat menyebabkan rendahnya kadar air tanah. Kadar air tanah pada lahan sawit menunjukkan kondisi yang cukup baik, dan berada diatas titik layu permanen hingga hari kedelapan setelah hujan. Hal tersebut dapat disebabkan karena sifat fisik lahan sawit yang tergolong baik, yaitu dengan bobot isi yang cukup rendah, porositas tanah yang tinggi, kadar C-organik yang tinggi, dan distribusi pori yang baik dibanding dua penggunaan lahan lainnya. Faktor lain yang menyebabkan kadar air tanah di lahan sawit lebih tinggi dan masih berada di atas TLP hingga hari kedelapan setelah hujan, disebabkan oleh tutupan kanopi tanaman sawit yang lebih baik dibandingkan dengan penggunaan lahan lainnya. Hal tersebut dapat membantu lahan sawit mengurangi laju evaporasi. Sementara untuk lahan jeruk dengan tutupan kanopi yang jarang atau kurang rimbun menyebabkan lahan tersebut kurang mampu meminimalisir evaporasi. Lahan tegalan yang secara umum hanya ditutupi oleh rumput masih memiliki kadar air di atas TLP karena perakaran rumput yang cukup dangkal tersebut menyebabkan kebutuhan akan air menjadi rendah, sehingga air masih cukup tersedia meskipun tidak terjadi hujan selama delapan hari. Pengelolaan yang berbasis konservasi tanah dan air perlu dilakukan untuk mempertahankan atau bahkan meningkatkan kualitas fisik tanah. Arsyad (2010) menyatakan bahwa, beberapa pengelolaan berbasis konservasi tanah dan air yang dapat dilakukan diantaranya adalah mempertahankan vegetasi penutup lahan, menutup tanah dengan sisa-sisa tanaman agar tanah terlindung dari pukulan butir hujan, dan mengendalikan aliran permukanan. Selanjutnya perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk melihat dinamika kadar air tanah pada berbagai penggunaan lahan dan kedalaman lapisan tanah yang lebih bervariasi, dengan jumlah hari setelah hujan yang lebih panjang. 28

42 29 V. KESIMPULAN 5.3 Kesimpulan Kadar air tanah pada berbagai penggunaan lahan memiliki nilai yang berbeda. Hal tersebut dipengaruhi oleh sifat-sifat tanah, seperti bobot isi, permeabilitas tanah, dan distribusi pori tanah. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat diambil kesimpulan yaitu : 1. Lahan tegalan memiliki bobot isi tertinggi dan porositas tanah terendah dibandingkan penggunaan lahan lainnya. 2. Lahan sawit menunjukkan sifat-sifat fisik tanah yang lebih baik. Lahan ini memiliki nilai bobot isi terendah, dan nilai porositas tertinggi daripada penggunaan lahan lainnya. 3. Kadar air tanah tertinggi pada satu hari setelah hujan adalah 54,53% di lahan sawit (24 Mei) pada kedalaman cm, 53,41% di lahan jeruk (27 Mei) pada kedalaman cm, dan 53,37% di lahan tegalan (27 Mei) pada kedalaman 0-10 cm. 4. Lahan sawit memiliki kemampuan yang lebih baik dalam menyimpan air, ditandai oleh kadar air yang tidak melewati titik layu permanen meskipun tidak terjadi hujan selama delapan hari. 5.4 Saran 1. Perlu dipertahankannya jumlah vegetasi penutup tanah untuk memperkecil laju evaporasi. 2. Untuk lahan tegalan perlu dilakukannya pengelolaan yang berbasis konservasi tanah dan air agar kualitas fisik lahan tetap terjaga. 3. Perlu dilakukannya penelitian dinamika kadar air tanah pada penggunaan lahan yang berbeda dan dengan kedalaman lapisan tanah dan waktu yang lebih bervariasi. 29

43 30 VI. DAFTAR PUSTAKA Andayani, W. S Laju Infiltrasi Tanah pada Tegakan Jati (Tectona grandisn Linn F) di BKPH Subah KPH Kendal Unit I Jawa Tengah. Bogor: Skripsi Program Studi Silvikultur. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Arsyad, S Konservasi Tanah dan Air. Bogor: IPB Press. Badan Meteorologi dan Geofisika Darmaga Bogor Data Hujan Harian Tahun Darmaga. Curell, C. Organic Matter is Key Consideration Michigan State University Extension. Febrianti, E Penentuan Kalender Tanam Padi Gogo Berdasarkan Neraca Air pada Lahan Kering (Studi Kasus Konawe Selatan, Kendari, Sulawesi Tenggara). Bogor: Skripsi Program Studi Geofisika dan Meteorologi. Fakultas Matematika. Institut Pertanian Bogor. Hakim, N, et al Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Penerbit Universitas Lampung. Lampung Handayani, T Analisis Pengaruh Mulsa Terhadap Produktivitas Cabai Rawit dan Karakteristik Hidrologi di Lahan Kering (Studi Kasus DAS Mikro Selopamioro, Imogiri,Bantul). Bogor: Skripsi Program Studi Geofisika dan Meteorologi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Pertanian Bogor. Hardjowigeno, S Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. Jakarta: Penerbit Akademika Pressindo. idaya-jeruk-citrus-sp-&acid:agrobisnis&itemid. Terunduh : 9/11/ and Water Relationships. Terunduh : September Indarto Hidrologi, Dasar Teori dan Contoh Aplikasi Model Hidrologi. Jakarta: Bumi Aksara. Julianto, A Pengaruh Teknik Konservasi Air Terhadap Ketersediaan Air pada Perkebunan Kelapa Sawit (Studi Kasus : PT. Sawit Asahan Indah, Rokan Hulu, Riau). Bogor: Skripsi Program Studi Geofisika dan Meteorologi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Pertanian Bogor. Jury, W., dan Robert, H Soil Physics, sixth edition. United States, America. Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat. Dinamika Kadar Air Tanah dan Kemungkinan Pendugaannya dari Model Thorntwaite Dan Mather yang Dimodifikasi IPB. 30

44 31 Mangoensoekarjo, S Manajemen Tanah dan Pemupukan Budidaya Perkebunan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Marieta Karakteristik Sifat Fisik dan Hidrologi Tanah pada Berbagai Penggunaan Lahan (Studi Kasus di desa Cimulang, Kecamatan Rancabungur, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat). Bogor: Skripsi Program Studi Manajemen Sumberdaya Lahan. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Marni Penerapan Tekik Konservasi Tanah dan Air dalam Meningkatkan Produksi Kelapa Sawit. Bogor: Skripsi Program Studi Ilu Tanah dan Sumberdaya Lahan. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Maryamah, L S Pengaruh Kepadatan Tanah Terhadap Sifat Fisik Tanah dan Perkecambahan Benih Kacang Tanah dan Kedelai. Bogor: Skripsi Program Studi Manajemen Sumberdaya Lahan. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Mori, K Manual on Hidrology. ed : Sosrodarsono, S dan Kensaku, T. Jakarta: PT Pradaya Paramita. Pracaya Jeruk Manis, Varietas, Budidaya, dan Pasca Panen. Jakarta: Penebar Swadaya. Raja, C. P Hantaran Hidrolik Jenuh dan Kaitannya dengan Beberapa Sifat Fisika Tanah pada Tegalan dan Hutan Bambu. Bogor: Skripsi Program Studi Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Sarwono, B Jeruk dan Kerabatnya. Jakarta: Penebar Swadaya. Sofyan, M Pengaruh Berbagai Penggunaan Lahan Terhadap Laju Infiltrasi Tanah. Bogor: Skripsi Program Studi Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Soepomo, S. S., dan D. Silvana Perubahan Peladangan Masyarakat Tradisional Lampung : Kasus Masyarakat Krui di Lampung. Jakarta: C.V Putra Sejati Raya. Supardi, G Sifat dan Ciri Tanah. Bogor: IPB Press. Syahadat, P Karakteristik Hantaran Hidrolik Jenuh Tanah pada Berbagai Jenis Lokasi di Lahan Perebunan Kelapa Sawit Unit Usaha Rejosari PTPN VII Lampung. Bogor: Skripsi Program Studi Ilmu Tanah Sumberdaya Lahan. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. 31

45 32 LAMPIRAN 32

46 33 Tabel Lampiran 1. Sifat-sifat fisik tanah pada berbagai penggunaan lahan Penggunaan Kedalaman Bobot Isi BJP Porositas KL TLP Lahan Pori drainase Pori drainase Pori drainase Pori air sangat cepat cepat lambat tersedia (cm)... (g/cm3) (%v/v)... Sawit ,92 2,71 65,95 53,54 33,92 5,90 2,08 4,43 19, ,93 2,75 66,05 48,24 36,03 5,02 7,57 4,22 12, ,00 2,76 63,57 44,04 37,06 7,16 3,61 7,96 6,98 Jeruk ,92 2,64 65,28 45,81 34,51 13,73 4,62 1,12 11, ,99 2,69 63,32 51,40 38,87 9,02 1,68 1,03 12, ,00 2,69 62,83 50,70 40,11 9,54 1,51 1,08 10,58 Tegalan ,96 2,66 63,94 43,19 31,40 7,13 11,02 2,60 11, ,99 2,69 63,14 43,23 30,68 2,93 14,41 3,05 12, ,03 2,70 61,75 43,65 34,04 2,63 13,33 3,23 9,61 33

47 34 Tabel Lampiran 2. Kadar air saat pf berbagai penggunaan lahan pf Kedalaman Sawit Jeruk Tegalan...%volume... porositas/pf cm 65,95 65,28 63, ,05 51,55 56, ,97 46,93 45,79 2,54 53,54 45,81 43,19 4,2 33,92 34,51 31,40 porositas/pf cm 65,05 63,32 63, ,03 54,10 60, ,46 52,42 46,28 2,54 48,24 51,40 43,23 4,2 36,03 38,87 30,68 porositas/pf cm 63,57 62,83 61, ,62 53,29 60, ,00 51,78 46,88 2,54 44,04 50,70 43,65 4,2 37,06 40,11 34,04 Tabel Lampiran 3. Tekstur tanah dan %BO berbagai penggunaan lahan Penggunaan lahan Kedalaman pasir liat debu Tekstur tanah BO...%......%... Sawit 0-10cm 16,07 72,04 22,33 liat 4, cm 15,40 68,52 22,96 liat 30-50cm 8,80 70,99 20,20 liat Jeruk 0-10cm 8,18 78,85 12,97 liat 3, cm 8,27 74,88 16,84 liat 30-50cm 6,88 75,60 17,52 liat Tegalan 0-10cm 4,92 75,16 19,92 liat 3, cm 4,20 77,31 18,49 liat 30-50cm 4,95 81,03 14,02 liat 34

48 35 Tabel Lampiran 4. air tanah berbagai penggunaan lahan dan kedalaman pada satu hari setelah hujan CH sebelum Hari setelah hujan Lahan Sawit Lahan Jeruk Lahan Tegalan 0-10cm 10-30cm 30-50cm 0-10cm 10-30cm 30-50cm 0-10cm 10-30cm 30-50cm...mm......% volume... 0,3 1/24 Mei 47,95 50,66 54,53 46,75 48,36 49,03 46,81 47,47 47,15 4,2 1/16 Mei 49,66 46,53 52,50 40,04 43,46 48,42 42,61 44,18 50,66 8,2 1/1 Juni 48,39 48,07 51,56 35,04 43,44 46,85 48,55 42,75 40,28 26,2 1/9 Juni 46,70 49,31 54,63 46,71 46,61 49,21 49,01 46,19 52,18 31,5 1/5 Juni 47,00 50,76 47,18 44,73 46,11 47,54 46,36 48,95 45,02 36,4 1/27 Mei 36,93 42,83 48,60 37,77 37,48 53,41 53,37 40,89 49,67 Tabel lampiran 5. Kadar air tanah berbagai penggunaan lahan dan kedalaman pada 3-8 hari setelah hujan (3-8 Oktober 2011) Hari setelah hujan Lahan Sawit Lahan Jeruk Lahan Tegalan 0-10cm 10-30cm 30-50cm 0-10cm 10-30cm 30-50cm 0-10cm 10-30cm 30-50cm...% volume... porositas 65,95 66,05 63,57 65,28 62,37 62,83 63,94 63,14 61,75 H+3 40,49 43,80 44,48 45,03 42,96 44,79 47,18 45,71 44,15 H+4 37,81 41,39 43,38 45,37 39,99 43,37 44,65 43,71 45,80 H+5 37,12 40,92 38,95 35,01 45,76 47,95 38,23 40,76 35,36 H+6 37,56 40,63 37,03 34,22 35,55 42,09 34,92 38,14 37,57 H+7 36,38 38,78 36,81 32,92 34,96 42,02 34,32 38,24 39,12 H+8 34,62 36,29 36,60 32,38 34,68 36,15 33,58 37,58 37,53 Keterangan : H+3 : Hari ketiga setelah hujan H+4 : Hari keempat setelah hujan H+5 : Hari kelima setelah hujan Dst.. sampai H+8 35

49 36 Tabel Lampiran 6. Jumlah hujan pada bulan Mei-Oktober 2011 Tanggal IH (mm) Tanggal IH (mm) Tanggal IH (mm) Tanggal IH (mm) Tanggal IH (mm) Tanggal IH (mm) 01/05/ ,7 01/06/2011 TTU 01/07/2011 9,1 01/08/ /09/ /10/ /05/2011 2,5 02/06/ ,5 02/07/ /08/ /09/2011 0,9 02/10/ /05/2011 rusak 03/06/ /07/2011 0,4 03/08/ /09/ ,4 03/10/ /05/2011 TTU 04/06/ ,5 04/07/ ,5 04/08/2011 TTU 04/09/2011 TTU 04/10/ /05/ /06/2011 0,4 05/07/ /08/2011 2,5 05/09/ /10/ /05/ /06/ /07/ /08/2011 1,4 06/09/ /10/ /05/2011 4,6 07/06/ ,5 07/07/ /08/ /09/2011 TTU 07/10/ /05/ ,5 08/06/ ,2 08/07/ /08/ /09/ /10/ ,6 09/05/2011 1,9 09/06/ ,4 09/07/ /08/ /09/ ,2 09/10/2011 6,6 10/05/ /06/ /07/ /08/ /09/ /10/2011 ttu 11/05/2011 rusak 11/06/2011 0,1 11/07/ ,8 11/08/ /09/ /10/ /05/ /06/ ,2 12/07/ /08/ /09/ /10/ /05/ /06/ /07/2011 2,2 13/08/ /09/ /10/ /05/ /06/2011 3,8 14/07/ ,8 14/08/ /09/ /10/ /05/2011 4,2 15/06/ /07/ /08/ ,5 15/09/ /10/ /05/2011 0,8 16/06/ /07/2011 6,2 16/08/ /09/ ,9 16/10/ /05/ /06/ /07/ /08/ /09/2011 4,9 17/10/2011 TTU 18/05/2011 0,7 18/06/2011 1,1 18/07/ /08/ /09/ ,5 18/10/ /05/2011 0,2 19/06/ /07/ /08/ /09/2011 0,2 19/10/ /05/ ,5 20/06/ /07/ ,2 20/08/2011 1,5 20/09/ /10/ /05/ ,6 21/06/ /07/ ,5 21/08/ ,5 21/09/ /10/2011 TTU 22/05/ /06/ /07/2011 0,3 22/08/ /09/ /10/ ,5 23/05/2011 0,3 23/06/ /07/ /08/ /09/2011 1,3 23/10/2011 6,3 24/05/ ,4 24/06/ /07/ /08/ /09/ /10/2011 7,5 25/05/2011 3,7 25/06/ /07/2011 0,1 25/08/ /09/ /10/ /05/ ,4 26/06/ /07/2011 1,2 26/08/ /09/ /10/ ,5 27/05/ ,4 27/06/ /07/ /08/ /09/ /10/ ,1 28/05/ /06/2011 1,5 28/07/ /08/ /09/ /10/ ,5 29/05/ /06/ ,8 29/07/ /08/ /09/2011 8,9 29/10/2011 6,5 30/05/2011 2,5 30/06/ ,5 30/07/ /08/ ,6 30/09/2011 0,3 30/10/ /05/2011 8,2 31/07/ /08/ /10/2011 8,3 Keterangan : TTU = tidak terukur (Tanggal yang dicetak tebal menandakan hari hujan). 36

50 37 Gambar Lampiran 1. Lokasi Penelitian (Kebun Percobaan Cikabayan) (Lahan Sawit) (Lahan Jeruk) (Lahan Tegalan) 37

Gambar 1. Lahan pertanian intensif

Gambar 1. Lahan pertanian intensif 14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Umum Penggunaan Lahan Seluruh tipe penggunaan lahan yang merupakan objek penelitian berada di sekitar Kebun Percobaan Cikabayan, University Farm, IPB - Bogor. Deskripsi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sampai beriklim panas (Rochani, 2007). Pada masa pertumbuhan, jagung sangat

II. TINJAUAN PUSTAKA. sampai beriklim panas (Rochani, 2007). Pada masa pertumbuhan, jagung sangat 4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Jagung Jagung merupakan tanaman yang dapat hidup di daerah yang beriklim sedang sampai beriklim panas (Rochani, 2007). Pada masa pertumbuhan, jagung sangat membutuhkan sinar matahari

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Letak dan Ciri-ciri Lintasan Sepeda Gunung Letak lintasan sepeda gunung di HPGW disajikan dalam Gambar 5. Ciricirinya disajikan dalam Tabel 9. Tabel 9 Keadaan plot penelitian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Infiltrasi

TINJAUAN PUSTAKA Infiltrasi 2 TINJAUAN PUSTAKA Infiltrasi Infiltrasi didefinisikan sebagai proses masuknya air ke dalam tanah melalui permukaan tanah. Umumnya, infiltrasi yang dimaksud adalah infiltrasi vertikal, yaitu gerakan ke

Lebih terperinci

DISTRIBUSI PORI DAN PERMEABILITAS ULTISOL PADA BEBERAPA UMUR PERTANAMAN

DISTRIBUSI PORI DAN PERMEABILITAS ULTISOL PADA BEBERAPA UMUR PERTANAMAN DISTRIBUSI PORI DAN PERMEABILITAS ULTISOL PADA BEBERAPA UMUR PERTANAMAN Zurhalena dan Yulfita Farni 1 ABSTRACT Type of plant impact on soil pore distribution and permeability variously. The objectives

Lebih terperinci

KARAKTERISASI FISIK DAN KELEMBABAN TANAH PADA BERBAGAI UMUR REKLAMASI LAHAN BEKAS TAMBANG

KARAKTERISASI FISIK DAN KELEMBABAN TANAH PADA BERBAGAI UMUR REKLAMASI LAHAN BEKAS TAMBANG KARAKTERISASI FISIK DAN KELEMBABAN TANAH PADA BERBAGAI UMUR REKLAMASI LAHAN BEKAS TAMBANG Physical Characterization and Soil Moisture at Different Reclamation s Age of Mined Land Rahmat Hidayatullah Sofyan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit TINJAUAN PUSTAKA Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit semula merupakan tanaman yang tumbuh liar di hutan-hutan maupun daerah semak belukar tetapi kemudian dibudidayakan. Sebagai tanaman

Lebih terperinci

BKM IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Parameter dan Kurva Infiltrasi

BKM IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Parameter dan Kurva Infiltrasi % liat = [ H,( T 68),] BKM % debu = 1 % liat % pasir 1% Semua analisis sifat fisik tanah dibutuhkan untuk mengetahui karakteristik tanah dalam mempengaruhi infiltrasi. 3. 3... pf pf ialah logaritma dari

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 27 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Mulsa terhadap Bobot Isi Pengamatan bobot isi dilakukan setelah pemanenan tanaman kacang tanah. Pengaruh pemberian mulsa terhadap nilai bobot isi tanah disajikan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan tanah untuk penelitian berupa tanah podsolik yang diambil dari Jasinga, Kabupaten Bogor. Pengambilan bahan tanah podsolik dilakukan pada minggu ke-3 bulan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di kebun percobaan Cikabayan Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Desa Babakan, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor,

Lebih terperinci

ANALISIS HUBUNGAN TUTUPAN TAJUK, CURAH HUJAN, DAN SIFAT TANAH DENGAN ALIRAN PERMUKAAN DAN EROSI NURUL HANIFAH

ANALISIS HUBUNGAN TUTUPAN TAJUK, CURAH HUJAN, DAN SIFAT TANAH DENGAN ALIRAN PERMUKAAN DAN EROSI NURUL HANIFAH ANALISIS HUBUNGAN TUTUPAN TAJUK, CURAH HUJAN, DAN SIFAT TANAH DENGAN ALIRAN PERMUKAAN DAN EROSI NURUL HANIFAH DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanah dan Air Secara Umum Tanah merupakan suatu sistem mekanik yang kompleks terdiri dari bahan padat, cair dan gas. Tanah yang ideal terdiri dari sekitar 50% padatan, 25% cairan,

Lebih terperinci

θ t = θ t-1 + P t - (ETa t + Ro t ) (6) sehingga diperoleh (persamaan 7). ETa t + Ro t = θ t-1 - θ t + P t. (7)

θ t = θ t-1 + P t - (ETa t + Ro t ) (6) sehingga diperoleh (persamaan 7). ETa t + Ro t = θ t-1 - θ t + P t. (7) 7 Persamaan-persamaan tersebut kemudian dikonversi menjadi persamaan volumetrik (Persamaan 5) yang digunakan untuk mendapatkan nilai kadar air tanah dalam % volume. 3.3.5 Pengukuran Curah Hujan dan Tinggi

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK FISIK TANAH DAN DISTRIBUSI KADAR AIR PADA BERBAGAI PENGGUNAAN LAHAN DI LATOSOL DARMAGA FITRIA ADELINE

KARAKTERISTIK FISIK TANAH DAN DISTRIBUSI KADAR AIR PADA BERBAGAI PENGGUNAAN LAHAN DI LATOSOL DARMAGA FITRIA ADELINE KARAKTERISTIK FISIK TANAH DAN DISTRIBUSI KADAR AIR PADA BERBAGAI PENGGUNAAN LAHAN DI LATOSOL DARMAGA FITRIA ADELINE DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kadar Air Tanah Air merupakan salah satu komponen penting yang dibutuhkan oleh tanaman baik pohon maupun tanaman semusim untuk tumbuh, berkembang dan berproduksi. Air yang

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2013 di Laboratorium

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2013 di Laboratorium BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2013 di Laboratorium Sentraldan Laboratorium Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera

Lebih terperinci

HUBUNGAN TANAH - AIR - TANAMAN

HUBUNGAN TANAH - AIR - TANAMAN MINGGU 2 HUBUNGAN TANAH - AIR - TANAMAN Irigasi dan Drainasi Widianto (2012) TUJUAN PEMBELAJARAN 1. Memahami sifat dan karakteristik tanah untuk menyediakan air bagi tanaman 2. Memahami proses-proses aliran

Lebih terperinci

KAJIAN LAJU INFILTRASI TANAH PADA BERBAGAI PENGGUNAAN LAHAN DI DESA TANJUNG PUTUS KECAMATAN PADANG TUALANG KABUPATEN LANGKAT

KAJIAN LAJU INFILTRASI TANAH PADA BERBAGAI PENGGUNAAN LAHAN DI DESA TANJUNG PUTUS KECAMATAN PADANG TUALANG KABUPATEN LANGKAT KAJIAN LAJU INFILTRASI TANAH PADA BERBAGAI PENGGUNAAN LAHAN DI DESA TANJUNG PUTUS KECAMATAN PADANG TUALANG KABUPATEN LANGKAT (Study of soil infiltration rate in some land uses at Desa Tanjung Putus Kecamatan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Hujan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Hujan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Hujan Curah hujan adalah volume air yang jatuh pada suatu areal tertentu (Arsyad, 2010). Menurut Tjasyono (2004), curah hujan yaitu jumlah air hujan yang turun pada

Lebih terperinci

Gambar 1. Tabung (ring) tembaga dengan tutup Tahapan-tahapan pengambilan contoh tanah tersebut dapat dilihat pada Gambar 2. =^

Gambar 1. Tabung (ring) tembaga dengan tutup Tahapan-tahapan pengambilan contoh tanah tersebut dapat dilihat pada Gambar 2. =^ m. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan selama dua bulan, di mulai pada bulan Mei sampai Juli 2010, meliputi pelaksanaan survei di lapangan dan dilanjutkan dengan analisis tanah di

Lebih terperinci

HANTARAN HIDROLIK JENUH DAN KAITANNYA DENGAN BEBERAPA SIFAT FISIKA TANAH PADA TEGALAN DAN HUTAN BAMBU. Oleh Christian Pae Raja A

HANTARAN HIDROLIK JENUH DAN KAITANNYA DENGAN BEBERAPA SIFAT FISIKA TANAH PADA TEGALAN DAN HUTAN BAMBU. Oleh Christian Pae Raja A HANTARAN HIDROLIK JENUH DAN KAITANNYA DENGAN BEBERAPA SIFAT FISIKA TANAH PADA TEGALAN DAN HUTAN BAMBU Oleh Christian Pae Raja A24104005 PROGRAM STUDI ILMU TANAH FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. di lahan sawah terus berkurang seiring perkembangan dan pembangunan di

I. PENDAHULUAN. di lahan sawah terus berkurang seiring perkembangan dan pembangunan di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Padi merupakan bahan pangan terpenting di Indonesia mengingat makanan pokok penduduk Indonesia sebagian besar adalah beras. Sementara itu, areal pertanian

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tanah dan air merupakan sumberdaya yang paling fundamental yang

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tanah dan air merupakan sumberdaya yang paling fundamental yang PENDAHULUAN Latar Belakang Tanah dan air merupakan sumberdaya yang paling fundamental yang dimiliki oleh manusia. Tanah merupakan media utama dimana manusia bisa mendapatkan bahan pangan, sandang, papan,

Lebih terperinci

Lampiran 2. Dosis pupuk NPKMg-TE untuk pemupukan bibit kelapa sawit Dura x Pisifera standar kebun

Lampiran 2. Dosis pupuk NPKMg-TE untuk pemupukan bibit kelapa sawit Dura x Pisifera standar kebun LAMPIRAN 111 Lampiran 2. Dosis pupuk NPKMg-TE untuk pemupukan bibit kelapa sawit Dura x Pisifera standar kebun Minggu Setelah Tanam Cara Aplikasi Dosis (g) Jenis pupuk 5 Siram 0.5 NPK 15.15.6.4.TE *) (150

Lebih terperinci

STUDI METODE INFILTRASI FALLING HEAD DAN CONSTANT HEAD PADA BEBERAPA VARIASI KETINGGIAN GENANGAN AIR AHMAD FADHLI A

STUDI METODE INFILTRASI FALLING HEAD DAN CONSTANT HEAD PADA BEBERAPA VARIASI KETINGGIAN GENANGAN AIR AHMAD FADHLI A STUDI METODE INFILTRASI FALLING HEAD DAN CONSTANT HEAD PADA BEBERAPA VARIASI KETINGGIAN GENANGAN AIR AHMAD FADHLI A14080001 DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai Dalam konteksnya sebagai sistem hidrologi, Daerah Aliran Sungai didefinisikan sebagai kawasan yang terletak di atas suatu titik pada suatu sungai yang oleh

Lebih terperinci

17/02/2013. Matriks Tanah Pori 2 Tanah. Irigasi dan Drainasi TUJUAN PEMBELAJARAN TANAH DAN AIR 1. KOMPONEN TANAH 2. PROFIL TANAH.

17/02/2013. Matriks Tanah Pori 2 Tanah. Irigasi dan Drainasi TUJUAN PEMBELAJARAN TANAH DAN AIR 1. KOMPONEN TANAH 2. PROFIL TANAH. MINGGU 2 HUBUNGAN TANAH-AIR-TANAMAN Irigasi dan Drainasi Widianto (2013) Lab. Fisika Tanah FPUB TUJUAN PEMBELAJARAN 1. Memahami sifat dan karakteristik tanah untuk menyediakan air bagi tanaman 2. Memahami

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK SIFAT FISIK DAN HIDROLOGI TANAH PADA BERBAGAI PENGGUNAAN LAHAN

KARAKTERISTIK SIFAT FISIK DAN HIDROLOGI TANAH PADA BERBAGAI PENGGUNAAN LAHAN KARAKTERISTIK SIFAT FISIK DAN HIDROLOGI TANAH PADA BERBAGAI PENGGUNAAN LAHAN (Studi kasus di Desa Cimulang, Kecamatan Rancabungur, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) MARIETA A14061420 PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

KAJIAN LAJU INFILTRASI TANAH PADA BERBAGAI PENGGUNAAN LAHAN DI DESA SEMPAJAYA KECAMATAN BERASTAGI KABUPATEN KARO

KAJIAN LAJU INFILTRASI TANAH PADA BERBAGAI PENGGUNAAN LAHAN DI DESA SEMPAJAYA KECAMATAN BERASTAGI KABUPATEN KARO KAJIAN LAJU INFILTRASI TANAH PADA BERBAGAI PENGGUNAAN LAHAN DI DESA SEMPAJAYA KECAMATAN BERASTAGI KABUPATEN KARO (Study of Soil Infiltration Rate in Some Type of Lands at Desa Sempajaya Kecamatan Berastagi

Lebih terperinci

Soal Jawab DIT (dibuat oleh mahasiswa)

Soal Jawab DIT (dibuat oleh mahasiswa) Soal Jawab DIT (dibuat oleh mahasiswa) 1. Cara memperbaiki tanah setelah mengalami erosi yaitu dengan cara?? Konservasi Tanah adalah penempatansetiap bidang tanah pada cara penggunaan yang sesuai dengan

Lebih terperinci

PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN MODEL TANGKI. Oleh : FIRDAUS NURHAYATI F

PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN MODEL TANGKI. Oleh : FIRDAUS NURHAYATI F PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN MODEL TANGKI Oleh : FIRDAUS NURHAYATI F14104021 2008 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 1 PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN

Lebih terperinci

IRIGASI dan DRAINASI URAIAN TUGAS TERSTRUKSTUR. Minggu ke-2 : Hubungan Tanah-Air-Tanaman (1) Semester Genap 2011/2012

IRIGASI dan DRAINASI URAIAN TUGAS TERSTRUKSTUR. Minggu ke-2 : Hubungan Tanah-Air-Tanaman (1) Semester Genap 2011/2012 Nama : Yudhistira Wharta Wahyudi NIM : 105040204111013 Kelas : J, Jumat 09:15 Dosen : Dr. Ir. Zaenal Kusuma, SU IRIGASI dan DRAINASI URAIAN TUGAS TERSTRUKSTUR Minggu ke-2 : Hubungan Tanah-Air-Tanaman (1)

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Daerah Aliran Sungai (DAS) Definisi daerah aliran sungai dapat berbeda-beda menurut pandangan dari berbagai aspek, diantaranya menurut kamus penataan ruang dan wilayah,

Lebih terperinci

TUGAS TUTORIAL IRIGASI DAN DRAINASE : Hubungan Tanah-Air-Tanaman (2)

TUGAS TUTORIAL IRIGASI DAN DRAINASE : Hubungan Tanah-Air-Tanaman (2) TUGAS TUTORIAL IRIGASI DAN DRAINASE : Hubungan Tanah-Air-Tanaman (2) Nama : Sonia Tambunan NIM : 105040201111171 Kelas : I UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS PERTANIAN PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI MALANG

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 11 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penggunaan Lahan Hutan Pinus Penggunaan lahan hutan pinus menempati bagian lahan dengan lereng yang cukup curam. Tumbuhan penutup tanah (basal cover) pada hutan ini

Lebih terperinci

ANALISIS INFILTRASI TANAH PADA BERBAGAI PENGGUNAAN LAHAN DI KEBUN PERCOBAAN CIKABAYAN, DRAMAGA NUR AUFAH KURNIA

ANALISIS INFILTRASI TANAH PADA BERBAGAI PENGGUNAAN LAHAN DI KEBUN PERCOBAAN CIKABAYAN, DRAMAGA NUR AUFAH KURNIA ANALISIS INFILTRASI TANAH PADA BERBAGAI PENGGUNAAN LAHAN DI KEBUN PERCOBAAN CIKABAYAN, DRAMAGA NUR AUFAH KURNIA DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 14 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian dimulai pada bulan April 2010 sampai bulan Maret 2011 yang dilakukan di University Farm Cikabayan, Institut Pertanian Bogor untuk kegiatan pengomposan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanah Ultisol atau dikenal dengan nama Podsolik Merah Kuning (PMK)

I. PENDAHULUAN. Tanah Ultisol atau dikenal dengan nama Podsolik Merah Kuning (PMK) 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanah Ultisol atau dikenal dengan nama Podsolik Merah Kuning (PMK) merupakan bagian yang paling luas dari total keseluruhan lahan kering di Indonesia. Penyebaranya

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. C-organik Tanah Andosol Dusun Arca 4.1.1. Lahan Hutan Hasil pengukuran kadar C-organik tanah total, bebas, terikat liat, dan terikat seskuioksida pada tanah Andosol dari

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 17 4.1. Karakteristik Fisik Tanah di Sekitar Lubang Resapan Biopori 4.1.1. Bobot Isi Tanah Hantaran hidrolik merupakan parameter sifat fisik tanah yang berperan dalam pengelolaan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisis Sifat Fisik Awal Tanah Latosol yang di ambil dari lahan percobaan IPB Cikabayan Darmaga memiliki bobot isi 0,86 gram cm -3, pori air tersedia < 20%, pori drainase

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan di sektor

TINJAUAN PUSTAKA. Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan di sektor II. TINJAUAN PUSTAKA Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan di sektor pertanian, kehutanan, perumahan, industri, pertambangan dan transportasi.di bidang pertanian, lahan merupakan sumberdaya

Lebih terperinci

PENDAHULLUAN. Latar Belakang

PENDAHULLUAN. Latar Belakang PENDAHULLUAN Latar Belakang Tanaman kakao sebagai salah satu komoditas andalan subsektor perkebunan Propinsi Sulawesi Tenggara banyak dikembangkan pada topografi berlereng. Hal ini sulit dihindari karena

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. profil tanah. Gerakan air ke bawah di dalam profil tanah disebut perkolasi

TINJAUAN PUSTAKA. profil tanah. Gerakan air ke bawah di dalam profil tanah disebut perkolasi 12 TINJAUAN PUSTAKA Infiltrasi Infiltrasi didefinisikan sebagai peristiwa masuknya air ke dalam tanah. Jika cukup air, maka air infiltrasi akan bergerak terus ke bawah yaitu ke dalam profil tanah. Gerakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Air di dunia 97,2% berupa lautan dan 2,8% terdiri dari lembaran es dan

PENDAHULUAN. Air di dunia 97,2% berupa lautan dan 2,8% terdiri dari lembaran es dan PENDAHULUAN Latar Belakang Air di dunia 97,2% berupa lautan dan 2,8% terdiri dari lembaran es dan gletser (2,15%), air artesis (0,62%) dan air lainnya (0,03%). Air lainnya ini meliputi danau air tawar

Lebih terperinci

KONSERVASI LAHAN: Pemilihan Teknik Konservasi, Fungsi Seresah dan Cacing Tanah, dan mulsa organik

KONSERVASI LAHAN: Pemilihan Teknik Konservasi, Fungsi Seresah dan Cacing Tanah, dan mulsa organik KONSERVASI LAHAN: Pemilihan Teknik Konservasi, Fungsi Seresah dan Cacing Tanah, dan mulsa organik Latar Belakang: Penghutan kembali atau reboisasi telah banyak dilakukan oleh multipihak untuk menyukseskan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii LEMBAR PERNYATAAN... iii LEMBAR PERSEMBAHAN... iv KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xi INTISARI... xiii ABSTRACT...

Lebih terperinci

KEMAMPUAN LAHAN UNTUK MENYIMPAN AIR DI KOTA AMBON

KEMAMPUAN LAHAN UNTUK MENYIMPAN AIR DI KOTA AMBON KEMAMPUAN LAHAN UNTUK MENYIMPAN AIR DI KOTA AMBON Christy C.V. Suhendy Dosen Fakultas Pertanian Universitas Pattimura Ambon e-mail: cherrzie@yahoo.com ABSTRACT Changes in land use affects water availability

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli sampai dengan Agustus 2013 di

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli sampai dengan Agustus 2013 di III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli sampai dengan Agustus 2013 di Laboratorium Sumber Daya Air dan Lahan Jurusan Teknik Pertanian dan Laboratorium Ilmu

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM DASAR ILMU TANAH Acara I. Penetapan Kadar Air Tanah

LAPORAN PRAKTIKUM DASAR ILMU TANAH Acara I. Penetapan Kadar Air Tanah LAPORAN PRAKTIKUM DASAR ILMU TANAH Acara I. Penetapan Kadar Air Tanah Nama Oleh: : Arifin Budi Purnomo NIM : A1C012025 Rombongan : E1(Agribisnis) Asisten : Kristia D A Reza Riski T Wefindria Afifah Nova

Lebih terperinci

III. METODOLOGI Kerangka Pemikiran

III. METODOLOGI Kerangka Pemikiran III. METODOLOGI 11 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Desember 2008 sampai Agustus 2009. Penelitian dilakukan di lapang dan di laboratorium konservasi tanah dan air. Pada penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam daur hidrologi, energi panas matahari dan faktor faktor iklim

BAB I PENDAHULUAN. Dalam daur hidrologi, energi panas matahari dan faktor faktor iklim BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam daur hidrologi, energi panas matahari dan faktor faktor iklim lainnya menyebabkan terjadinya proses evaporasi pada permukaan vegetasi tanah, di laut atau badan-

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Erodibilitas. jumlah tanah yang hilang setiap tahunnya per satuan indeks daya erosi curah

TINJAUAN PUSTAKA. Erodibilitas. jumlah tanah yang hilang setiap tahunnya per satuan indeks daya erosi curah TINJAUAN PUSTAKA Erodibilitas Indeks kepekaan tanah terhadap erosi atau erodibilitas tanah merupakan jumlah tanah yang hilang setiap tahunnya per satuan indeks daya erosi curah hujan pada sebidang tanah

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hubungan Curah Hujan dengan Koefisien Regim Sungai (KRS) DAS Ciliwung Hulu Penggunaan indikator koefisien regim sungai pada penelitian ini hanya digunakan untuk DAS Ciliwung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman kacang hijau (Vigna radiata L.) sampai saat ini masih merupakan

I. PENDAHULUAN. Tanaman kacang hijau (Vigna radiata L.) sampai saat ini masih merupakan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman kacang hijau (Vigna radiata L.) sampai saat ini masih merupakan komoditas strategis kacang-kacangan yang banyak dibudidayakan setelah kedelai dan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian Parameter pertumbuhan yang diamati pada penelitian ini adalah diameter batang setinggi dada ( DBH), tinggi total, tinggi bebas cabang (TBC), dan diameter tajuk.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rata-rata intensitas cahaya dan persentase penutupan tajuk pada petak ukur contoh mahoni muda dan tua

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rata-rata intensitas cahaya dan persentase penutupan tajuk pada petak ukur contoh mahoni muda dan tua IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Intensitas cahaya dan penutupan tajuk Cahaya digunakan oleh tanaman untuk proses fotosintesis. Semakin baik proses fotosintesis, semakin baik pula pertumbuhan tanaman (Omon

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dalam tanah sebagai akibat gaya kapiler (gerakan air ke arah lateral) dan gravitasi

TINJAUAN PUSTAKA. dalam tanah sebagai akibat gaya kapiler (gerakan air ke arah lateral) dan gravitasi TINJAUAN PUSTAKA Infiltrasi Infiltrasi adalah proses aliran air (umumnya berasal dari curah hujan) masuk ke dalam tanah. Perkolasi merupakan kelanjutan aliran air tersebut ke tanah yang lebih dalam. Dengan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 14 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Pemberian Mulsa Vertikal terhadap Sifat Fisik Tanah 4.1.1 Infiltrasi Kumulatif Hasil analisis sidik ragam menunjukan pemberian mulsa vertikal tidak berbeda nyata

Lebih terperinci

KAJIAN LAJU INFILTRASI TANAH PADA BERBAGAI PENGGUNAAN LAHAN DI DESA SEMPAJAYA KECAMATAN BERASTAGI KABUPATEN KARO

KAJIAN LAJU INFILTRASI TANAH PADA BERBAGAI PENGGUNAAN LAHAN DI DESA SEMPAJAYA KECAMATAN BERASTAGI KABUPATEN KARO KAJIAN LAJU INFILTRASI TANAH PADA BERBAGAI PENGGUNAAN LAHAN DI DESA SEMPAJAYA KECAMATAN BERASTAGI KABUPATEN KARO SKRIPSI OLEH : RIKA ISNAINI PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam mengatur tata air, mengurangi erosi dan banjir. Hutan mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. dalam mengatur tata air, mengurangi erosi dan banjir. Hutan mempunyai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan sebagai komunitas tumbuhan juga memiliki fungsi hidrologis dalam mengatur tata air, mengurangi erosi dan banjir. Hutan mempunyai peran yang sangat penting dalam

Lebih terperinci

PERUBAHAN SIFAT FISIKA ULTISOL AKIBAT KONVERSI HUTAN MENJADI LAHAN PERTANIAN

PERUBAHAN SIFAT FISIKA ULTISOL AKIBAT KONVERSI HUTAN MENJADI LAHAN PERTANIAN PERUBAHAN SIFAT FISIKA ULTISOL AKIBAT KONVERSI HUTAN MENJADI LAHAN PERTANIAN Heri Junedi 1 ABSTRACT The aim of this research is to study the effect of forest conversion to arable land on changes of soil

Lebih terperinci

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala Geografi Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala TANAH Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang

Lebih terperinci

1. Alur Siklus Geohidrologi. dari struktur bahasa Inggris, maka tulisan hydrogeology dapat diurai menjadi

1. Alur Siklus Geohidrologi. dari struktur bahasa Inggris, maka tulisan hydrogeology dapat diurai menjadi 1. Alur Siklus Geohidrologi Hidrogeologi dalam bahasa Inggris tertulis hydrogeology. Bila merujuk dari struktur bahasa Inggris, maka tulisan hydrogeology dapat diurai menjadi (Toth, 1990) : Hydro à merupakan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 35 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Curah Hujan Data curah hujan yang terjadi di lokasi penelitian selama 5 tahun, yaitu Januari 2006 hingga Desember 2010 disajikan dalam Gambar 5.1. CH (mm) 600 500 400

Lebih terperinci

EROSI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OLEH: MUH. ANSAR SARTIKA LABAN

EROSI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OLEH: MUH. ANSAR SARTIKA LABAN EROSI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OLEH: MUH. ANSAR SARTIKA LABAN Quis 1. Jelaskan pengertian erosi. 2. Jelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi erosi. 3. Apakah erosi perlu dicegah/dikendalikan?

Lebih terperinci

Universitas Gadjah Mada

Universitas Gadjah Mada II. DAUR HIDROLOGI A. Siklus Air di Bumi Air merupakan sumberdaya alam yang sangat melimpah yang tersebar di berbagai belahan bumi. Di bumi terdapat kurang lebih 1,3-1,4 milyard km 3 air yang terdistribusi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sifat Umum Latosol

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sifat Umum Latosol 27 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sifat Umum Latosol Tanah Latosol tergolong tanah yang subur. Tanah Latosol merupakan tanah yang umum terbentuk di daerah tropika basah sehingga dapat digunakan untuk pertanian

Lebih terperinci

ANALISIS LAJU EROSI DAN SEDIMENTASI DENGAN PROGRAM AGNPS

ANALISIS LAJU EROSI DAN SEDIMENTASI DENGAN PROGRAM AGNPS ANALISIS LAJU EROSI DAN SEDIMENTASI DENGAN PROGRAM AGNPS (Agricultural Non-Point Source Pollution Model) DI SUB DAS CIPAMINGKIS HULU, PROVINSI JAWA BARAT Oleh : Wilis Juharini F14103083 DEPARTEMEN TEKNIK

Lebih terperinci

DASAR-DASAR ILMU TANAH

DASAR-DASAR ILMU TANAH DASAR-DASAR ILMU TANAH OLEH : WIJAYA FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI CIREBON 2011 KONSERVASI TANAH 1. Pengertian Konservasi Tanah Penempatan setiap bidang tanah pada cara penggunaan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Pelaksanaan Penelitian 1. Waktu dan tempat penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari 2014 sampai September 2014 di Dukuh Kaliwuluh, Desa Sidorejo, Kecamatan Kemalang,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Permasalahan yang dihadapi dalam pengusahaan tanah-tanah miring. berlereng adalah erosi. Untuk itu dalam usaha pemanfaatan lahan-lahan

PENDAHULUAN. Permasalahan yang dihadapi dalam pengusahaan tanah-tanah miring. berlereng adalah erosi. Untuk itu dalam usaha pemanfaatan lahan-lahan PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan yang dihadapi dalam pengusahaan tanah-tanah miring berlereng adalah erosi. Untuk itu dalam usaha pemanfaatan lahan-lahan bertopografi miring diperlukan kajian yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Neraca Kebutuhan dan Ketersediaan Air. dilakukan dengan pendekatan supply-demand, dimana supply merupakan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Neraca Kebutuhan dan Ketersediaan Air. dilakukan dengan pendekatan supply-demand, dimana supply merupakan 31 HASIL DAN PEMBAHASAN Neraca Kebutuhan dan Ketersediaan Air Kondisi Saat ini Perhitungan neraca kebutuhan dan ketersediaan air di DAS Waeruhu dilakukan dengan pendekatan supply-demand, dimana supply

Lebih terperinci

geografi Kelas X PEDOSFER III KTSP & K-13 H. SIFAT KIMIA TANAH a. Derajat Keasaman Tanah (ph)

geografi Kelas X PEDOSFER III KTSP & K-13 H. SIFAT KIMIA TANAH a. Derajat Keasaman Tanah (ph) KTSP & K-13 Kelas X geografi PEDOSFER III Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami sifat kimia tanah. 2. Memahami vegetasi tanah. 3. Memahami

Lebih terperinci

Tabel 7. Laju infiltrasi akhir pada beberapa penelitian

Tabel 7. Laju infiltrasi akhir pada beberapa penelitian Tabel 7. Laju infiltrasi akhir pada beberapa penelitian Lahan Laju Infiltrasi (mm/jam) Referensi Pertanian 6-3 Agnihorti and Yadav (1995) Pertanian 57-10 Navar and Synnot (000) Sawah 0,0-0,15 Liu (001)

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 5 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Lokasi Penelitian Daerah Aliran sungai (DAS) Ciujung terletak di provinsi Banten. Terbagi menjadi sub DAS Ciujung Hulu, Ciujung Tengah, dan Ciujung Hilir. Secara geografis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Besar jenis tanah suatu massa (unit massa) tanah yang seharusnya dinyatakan gr/cm 3. Volume

I. PENDAHULUAN. Besar jenis tanah suatu massa (unit massa) tanah yang seharusnya dinyatakan gr/cm 3. Volume I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Besar jenis tanah suatu massa (unit massa) tanah yang seharusnya dinyatakan gr/cm 3. Volume tanah ini termasuk butiran padat dan pori-pori tanah diantara partikel tanah.

Lebih terperinci

Morfologi tanah adalah sifat-sifat tanah yang dapat diamati dan dipelajari di

Morfologi tanah adalah sifat-sifat tanah yang dapat diamati dan dipelajari di 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi Tanah Morfologi tanah adalah sifat-sifat tanah yang dapat diamati dan dipelajari di lapang. Pengamatan sebaiknya dilakukan pada profil tanah yang baru dibuat. Pengamatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat besar dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia. masak, minyak industri, maupun bahan bakar (biodiesel).

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat besar dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia. masak, minyak industri, maupun bahan bakar (biodiesel). BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Indonesia sebagai Negara agraris memiliki potensi pertanian yang cukup besar dan berkontribusi terhadap pembangunan dan ekonomi nasional. Penduduk di Indonesia

Lebih terperinci

KADAR AIR TANAH ( Laporan Praktikum Ilmu Tanah Hutan ) Oleh. Ferdy Ardiansyah

KADAR AIR TANAH ( Laporan Praktikum Ilmu Tanah Hutan ) Oleh. Ferdy Ardiansyah KADAR AIR TANAH ( Laporan Praktikum Ilmu Tanah Hutan ) Oleh Ferdy Ardiansyah 1314151022 JURUSAN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG 2014 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Dokuchnev

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ubi kayu merupakan bahan pangan yang mudah rusak (perishable) dan

TINJAUAN PUSTAKA. Ubi kayu merupakan bahan pangan yang mudah rusak (perishable) dan TINJAUAN PUSTAKA Ubi Kayu (Manihot esculenta Crantz.) Ubi kayu merupakan bahan pangan yang mudah rusak (perishable) dan akan menjadi busuk dalam 2-5 hari apabila tanpa mendapat perlakuan pasca panen yang

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 13 III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2010 sampai Desember 2011 dan terbagi menjadi 2 tempat yakni lapang dan laboratorium. Kegiatan penelitian

Lebih terperinci

Karakteristik Air. Siti Yuliawati Dosen Fakultas Perikanan Universitas Dharmawangsa Medan 25 September 2017

Karakteristik Air. Siti Yuliawati Dosen Fakultas Perikanan Universitas Dharmawangsa Medan 25 September 2017 Karakteristik Air Siti Yuliawati Dosen Fakultas Perikanan Universitas Dharmawangsa Medan 25 September 2017 Fakta Tentang Air Air menutupi sekitar 70% permukaan bumi dengan volume sekitar 1.368 juta km

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan yang

I. PENDAHULUAN. Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan yang penting sebagai penghasil gula. Lebih dari setengah produksi gula berasal dari tanaman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. induk batuan sedimen masam (Soil Survey Staff, 2006). Di Indonesia jenis tanah

I. PENDAHULUAN. induk batuan sedimen masam (Soil Survey Staff, 2006). Di Indonesia jenis tanah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ultisol merupakan salah satu jenis tanah masam yang terbentuk dari bahan bahan induk batuan sedimen masam (Soil Survey Staff, 2006). Di Indonesia jenis tanah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan salah satu komoditas

I. PENDAHULUAN. Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan salah satu komoditas I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan salah satu komoditas penting untuk dijadikan bahan utama pembuatan gula yang sudah menjadi kebutuhan primer

Lebih terperinci

Bab 4. AIR TANAH. Foto : Kurniatun Hairiah

Bab 4. AIR TANAH. Foto : Kurniatun Hairiah Bab 4. AIR TANAH Foto : Kurniatun Hairiah Apa yang dipelajari? Kapilaritas dan Air Tanah Konsep Enerji Air Tanah Kadar Air dan Potensial Air Mengukur Kadar dan Potensial Air Macam-macam aliran air di dalam

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. disukai dan popular di daerah-daerah yang memiliki masalah kekurangan air.

TINJAUAN PUSTAKA. disukai dan popular di daerah-daerah yang memiliki masalah kekurangan air. TINJAUAN PUSTAKA Irigasi Tetes Irigasi tetes adalah suatu metode irigasi baru yang menjadi semakin disukai dan popular di daerah-daerah yang memiliki masalah kekurangan air. Irigasi tetes merupakan metode

Lebih terperinci

Manfaat Penelitian. Ruang Lingkup Penelitian

Manfaat Penelitian. Ruang Lingkup Penelitian 2 Manfaat Penelitian Manfaat penelitian adalah sebagai berikut : 1. Menjadi panduan untuk petani dalam pengelolaan air hujan dan aliran permukaan di kebun pala untuk menekan penurunan hasil akibat kekurangan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Di Indonesia umumnya jahe ditanam pada ketinggian meter di

TINJAUAN PUSTAKA. Di Indonesia umumnya jahe ditanam pada ketinggian meter di TINJAUAN PUSTAKA Syarat Tumbuh Tanaman Jahe Iklim Di Indonesia umumnya jahe ditanam pada ketinggian 200-600 meter di atas permukaan laut, dengan curah hujan rata-rata berkisar 2500-4000 mm/ tahun. Sebagai

Lebih terperinci

STUDI BEBERAPA SIFAT FISIKA TANAH PADA BEBERAPA UMUR PERSAWAHAN DI KECAMATAN PEMAYUNG

STUDI BEBERAPA SIFAT FISIKA TANAH PADA BEBERAPA UMUR PERSAWAHAN DI KECAMATAN PEMAYUNG Volume 12, Nomor 2, Hal. 13-18 ISSN 0852-8349 Juli Desember 2010 STUDI BEBERAPA SIFAT FISIKA TANAH PADA BEBERAPA UMUR PERSAWAHAN DI KECAMATAN PEMAYUNG Yulfita Farni, Heri Junedi, dan Marwoto Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan nitrogen tanah bervariasi dari satu tempat ke tempat lainnya. Variasi kandungan nitrogen dalam tanah terjadi akibat perubahan topografi, di samping pengaruh iklim, jumlah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ini. Beras mampu mencukupi 63% total kecukupan energi dan 37% protein.

I. PENDAHULUAN. ini. Beras mampu mencukupi 63% total kecukupan energi dan 37% protein. 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Padi (Oryza sativa L.) merupakan komoditas tanaman pangan yang penting di Indonesia. Penduduk Indonesia menjadikan beras sebagai bahan makanan pokok. Sembilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gambir (Uncaria gambir Roxb.) merupakan salah satu komoditas perkebunan yang memiliki nilai ekonomi cukup tinggi serta memiliki prospek yang baik bagi petani maupun

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan tropis di Indonesia meliputi areal seluas 143 juta hektar dengan berbagai tipe dan peruntukan (Murdiyarso dan Satjaprapdja, 1997). Kerusakan hutan (deforestasi) masih

Lebih terperinci

ABSTRACT ABSTRAK. Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2016, Palembang Oktober 2016 ISBN...

ABSTRACT ABSTRAK. Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2016, Palembang Oktober 2016 ISBN... Prediksi Limpasan Permukaan dan Erosi di Perladangan Terong pada Kecuraman Lereng Berbeda Erosion and Run Off Prediction on Eggplant Farms with Different Slope Steepness 1*) Akbar Paripurna 1 Ilmu Tanaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki potensi sangat besar dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. memiliki potensi sangat besar dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris memiliki potensi pertanian yang cukup besar dan dapat berkontribusi terhadap pembangunan dan ekonomi nasional. Penduduk di Indonesia

Lebih terperinci

PANDUAN PRAKTIKUM INFILTRASI. Oleh: Dr. Badaruddin,S.Hut,MP

PANDUAN PRAKTIKUM INFILTRASI. Oleh: Dr. Badaruddin,S.Hut,MP PANDUAN PRAKTIKUM INFILTRASI Oleh: Dr. Badaruddin,S.Hut,MP FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT BANJARBARU 2017 PRAKATA Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT. karena dengan rahmat,

Lebih terperinci

PENGARUH OLAH TANAH DAN MULSA JERAMI PADI TERHADAP AGREGAT TANAH DAN PERTUMBUHAN SERTA HASIL JAGUNG

PENGARUH OLAH TANAH DAN MULSA JERAMI PADI TERHADAP AGREGAT TANAH DAN PERTUMBUHAN SERTA HASIL JAGUNG PENGARUH OLAH TANAH DAN MULSA JERAMI PADI TERHADAP AGREGAT TANAH DAN PERTUMBUHAN SERTA HASIL JAGUNG Elita Agus Manalu 1), Arsyad 2), dan Suryanto 2) Fakultas Pertanian Universitas Jambi elitamanalu115@gmail.com

Lebih terperinci