Forum Ilmiah Tahunan 2014

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Forum Ilmiah Tahunan 2014"

Transkripsi

1 ISBN: P R O S I D I N G Forum Ilmiah Tahunan 2014 & Musyawarah Nasional XV Ikatan Surveyor Indonesia Peran Surveyor Indonesia Mendukung Pemerintah Baru melalui One Map Policy di Era Globalisasi Bandung, 22 Oktober 2014

2 Peran Surveyor Indonesia Mendukung Pemerintah Baru melalui One Map Policy di Era Globalisasi Tim Editor : Albertus Deliar Riantini Virtriana Aminah Kastuari Alfita Puspa Handayani Ryan Nurtyawan Irwan Meilano Irwan Gumilar Rizki Abdul Haris Forum Ilmiah Tahunan 2014 Ikatan Surveyor Indonesia

3 Peran Surveyor Indonesia Mendukung Pemerintah Baru melalui One Map Policy di Era Globalisasi Tim Editor : Albertus Deliar Riantini Virtriana Aminah Kastuari Alfita Puspa Handayani Ryan Nurtyawan Irwan Meilano Irwan Gumilar Rizki Abdul Haris ISBN : Diterbitkan pada tanggal : 29 Oktober 2014 Penerbit : Ikatan Surveyor Indonesia Redaksi : Jalan Pahlawan Revolusi 100 B Jakarta Telf : Fax : sekretariatisi@gmail.com Cetakan Pertama : Oktober 2014 Hak cipta dilindungi oleh undang-undang Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan dengan cara apapun tanpa ada ijin tertulis dari penerbit.

4 PRAKATA Pembaca yang kami hormati, Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, atas berkat dan rahmatnya pada kesempatan ini kita dapat kembali bertemu melalui Forum Ilmiah Tahunan Ikatan Surveyor Indonesia (FIT-ISI), Edisi Tulisan-tulisan yang variatif namun terfokus pada substansi dan metodologi pengembangan teknologi survei dan pemetaan disajikan secara menarik untuk dibaca. Forum Ilmiah Tahunan Ikatan Surveyor Indonesia (FIT-ISI) sekali lagi diterbitkan berkesinambungan untuk meningkatkan profesionalisme dalam kalangan bidang informasi geospasial. Prosiding ini juga berperan sebagai media untuk para pemangku kepentingan berbagi ide, pengetahuan dan pengalaman terkait bidang informasi geospasial. Prosiding FIT- ISI 2014 terdiri dari 39 penelitian ilmiah. Kepada penulis yang telah berkontribusi pada penerbitan prosiding edisi ini, kami menyampaikan terima kasih yang mendalam. Kami mengundang rekan sejawat dosen, peneliti dan praktisi dalam bidang informasi geospasial untuk mengirimkan naskah, review, gagasan atau opini untuk disajikan di prosiding ini pada edisi-edisi berikutnya. Saran dan kritik yang membangun juga sangat kami harapkan. Tim Penyusun Bandung, 22 Oktober 2014 i

5 DAFTAR ISI PRAKATA... i DAFTAR ISI... ii PENATAAN BATAS WILAYAH IZIN USAHA PERTAMBANGAN DENGAN METODE GEODETIK (STUDI KASUS: KW. WSWD003, PULAU MANIANG, KECAMATAN WUNDULAKO, KABUPATEN KOLAKA, PROVINSI SULAWESI TENGGARA)... 1 EVALUASI SEBARAN HASIL PENGAMATAN PENURUNAN TANAH TERHADAP TUTUPAN LAHAN DI WILAYAH PESISIR KOTA SURABAYA PEMODELAN 3D MENARA LONCENG JATINANGOR (LOJI) DENGAN METODE TERRESRIAL LASER SCANNER STUDI SURVEY TERRESTRIAL LASER SCANNING (TLS) UNTUK DOKUMENTASI BANGUNAN TIGA DIMENSI (3D) APLIKASI PENGINDERAAN JAUH UNTUK DETEKSI ZONASI BANJIR LAHAN SAWAH DI KABUPATEN DEMAK JAWA TENGAH PENGGUNAAN DATA GLOBAL UNTUK PEMODELAN KAWASAN RAWAN BENCANA ERUPSI GUNUNG API (STUDI KASUS DI GUNUNG API MERAPI) STUDI KOMPARASI SISTEM PENILAIAN LAHAN DI INDONESIA PENENTUAN KUALITAS DATA BATIMETRI MENGGUNAKAN METODE PEMBOBOTAN BERBASISKAN SISTEM GRID SKALA RAGAM (WILAYAH STUDI: SELAT SUNDA) NERACA SUMBERDAYA HUTAN DAN NILAI VALUASI EKONOMI KABUPATEN BUOL PROVINSI SULAWESI TENGAH BERDASARKAN SISITEM INFORMASI GEOGRAFI DAN METODE BENEFIT TRANSFER PENGGUNAAN METODE POLIGON VORONOI DALAM PEMBUATAN PETA ZONA NILAI TANAH (WILAYAH STUDI: KELURAHAN SUKAMAJU BANDUNG) PEMANFAATAN AUTOKORELASI SPASIAL TERHADAP NJOP KONTRIBUSI HIDROGRAFI DALAM PENANGANAN DAMPAK PEMASANGAN KABEL BAWAH LAUT PEMBANGUNAN BASIS DATA GEOSPASIAL GUNA MENDUKUNG TERSELENGGARANYA PEMBANGUNAN SIMPUL JARINGAN DAERAH (WILAYAH STUDI: KABUPATEN BANGKA BARAT) PEMODELAN VARIABEL DINAMIKA LAUT UNTUK DESAIN LOKASI DAN RUTE PIPA BAWAH LAUT PEMBENTUKAN BASIS DATA GRAFIS UNTUK MENDUKUNG SISTEM INFORMASI MANAJEMEN GEDUNG (STUDI KASUS: LABTEK IX C, ITB) Bandung, 22 Oktober 2014 ii

6 KONSTRUKSI INTEGRASI UNSUR-UNSUR PEMANFAATAN LAUT WILAYAH INDONESIA DALAM PERSPEKTIF KADASTER KELAUTAN ANALISIS PASAR TANAH UNTUK IDENTIFIKASI PERTUMBUHAN WILAYAH KABUPATEN SRAGEN KALKULASI POTENSI PAKAN TERNAK KABUPATEN BANGGAI SULAWESI TENGAH INVENTARISASI ASET NEGARA DI WILAYAH PADAT PENDUDUK MENGGUNAKAN TEKNOLOGI UAVS ANALISIS KLASSIFIKASI CITRA MENGGUNAKAN SOM MONITORING DINAMIKA MORFOMETRI WADUK GAJAH MUNGKUR METODE BILKO DAN AGSO BERBASIS DATA CITRA SATELIT LANDSAT STUDI KETELITIAN ESTIMASI PENURUNAN MUKA TANAH BERDASARKAN PERBEDAAN TINGKATAN DATA PADA PENERAPAN METODE PS-INSAR (STUDI KASUS: KECAMATAN BABAKAN CIPARAY, BANDUNG) PEMETAAN GEOLOGI SKALA 1:50000 DENGAN MENGGUNAKAN CITRA RADARSAT 2 DAN LANDSAT 8 (STUDI KASUS : NANGAPINOH PROVINSI KALIMANTAN BARAT) ANALISA ESTIMASI PRODUKSI PADI BERDASARKAN FASE TUMBUH DAN MODEL PERAMALAN AUTOREGRESSIVE INTEGRATED MOVING AVERAGE (ARIMA) MENGGUNAKAN CITRA SATELIT LANDSAT 8 (STUDI KASUS: KABUPATEN BOJONEGORO) STUDI PERSEBARAN KLOROFIL-A MENGGUNAKAN CITRA AQUA MODIS DAN LANDSAT 8 DI PANTAI SURABAYA SIDOARJO DAMPAK LUMPUR LAPINDO ANALISIS PENGARUH TUTUPAN LAHAN TERHADAP KETELITIAN ASTER GDEM V2 DAN DEM SRTM V4.1 (STUDI KASUS: KOTA BATU, KABUPATEN MALANG, JAWA TIMUR) KONSEKUENSI FAKTUAL IMPLEMENTASI SRGI PENDEFINISIAN ULANG KOORDINAT DEFINITIF DAN KECEPATAN POSISI STASIUN GNSS CORS UNDIP IDENTIFIKASI POLA PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN SECARA SPASIAL BERBASISKAN KARAKTERISTIK (STUDI KASUS JAWA BARAT) IDENTIFIKASI GARIS PANTAI ZONA INTERTIDAL MENGGUNAKAN CITRA ALOS PALSAR STUDI KASUS DISTRIK MERAUKE KABUPATEN MERAUKE KAJIAN TINGKAT AKURASI PETA BIOMASSA HASIL PENGINDERAAN JAUH AKTIF UNTUK PEMETAAN DAN MONITORING BIOMASSA HUTAN TROPIS DALAM PERSPEKTIF REDD+ DI INDONESIA* SISTEM TINGGI : TINJAUAN DALAM PENYELENGGARAAN KERANGKA REFERENSI KOORDINAT : PEMANFAATAN MODEL PREDIKSI LAND COVER UNTUK RENCANA TATA RUANG KABUPATEN BELITUNG BERBASIS SIG INTERPOLASI SPASIAL PADA PEMETAAN PH TANAH SAWAH Bandung, 22 Oktober 2014 iii

7 IDENTIFIKASI BENCANA LONGSOR BERDASARKAN NILAI KERAPATAN VEGETASI DENGAN METODE SKORING MENGGUNAKAN CITRA SATELIT DI SEKITAR SUNGAI BEDADUNG, KABUPATEN JEMBER PEMODELAN ROTASI BLOK DALAM MODEL DEFORMASI UNTUK MENDUKUNG SISTEM REFERENSI GEOSPASIAL INDONESIA WATERMARKING PADA PRODUK INFORMASI GEOSPASIAL VEKTOR ANALISIS SPASIAL TINGKAT KERENTANAN SOSIAL EKONOMI TERHADAP GEMPA BUMI (STUDI KASUS: KAWASAN BANDUNG UTARA) PENERAPAN SOCIAL TENURE DOMAIN MODEL (STDM) UNTUK KASUS TANAH ADAT DI INDONESIA (STUDI KASUS: TANAH ADAT KAMPUNG NAGA) Bandung, 22 Oktober 2014 iv

8 EVALUASI SEBARAN HASIL PENGAMATAN PENURUNAN TANAH TERHADAP TUTUPAN LAHAN DI WILAYAH PESISIR KOTA SURABAYA Teguh Hariyanto*,Syaiful Bahri**, Agung Budi C **Jurusan Teknik Geomatika FTSP-ITS,**Jurusan Teknik Geofisika FTSP-ITS tgh_hary@yahoo.com: teguh_hr@geodesy.its.ac.id Abstrak Penurunan tanah merupakan permasalahan utama yang dihadapi beberapa kota besar seperti Jakarta, Semarang, Bandung. Perkembangan kota memberikan dampak yang besar terhadap terjadinya penurunan tanah, selain faktor fisik seperti tektonisme, dan konsolidasi tanah. Kota-kota seperti Jakarta, Semarang dan Surabaya mengalami pembangunan yang pesat, pusat-pusat bisnis, perdagangan, hiburan dan tempat tinggal berkembang sangat pesat. Perkembangan inilah yang juga dapat mempengaruhi penurunan tanah. (Abidin,dkk.2010) Pengamatan penurunan tanah di Kota Surabaya dibutuhkan untuk melihat kecenderungan pada pola geometrik dan pola fisik yang terjadi. Teknologi Global Positioning System (GPS) dapat memberikan informasi terkait posisi 3 dimensi (x,y dan z) secara akurat, apabila sejak awal pengamatan menggunakan metode yang tepat. Penelitian ini memberikan informasi awal tentang sebaran terjadinya penurunan tanah, dari beberapa titik pengamatan penurunan tanah, yang kemudian dikaitkan dengan kondisi tutupan lahan terkini (existing)serta penggunaan air tanah. Pada umumnya titik BM pengamatan yang tersebar diwilayah pesisir Kota Surabaya mengalami penurunan tanah dari tahun 2010, 2012 dan 2014 dengan penurunan tanah terbesar terjdi di titik BM05 dan BM06 sebesar 0.17 meter dan 0.14 meter dengan harga korelasi 0.9 serta komposisi tutupan lahan berupa wilayah industri pergudangan dan tambak beserta explorasi air tanah tinggi,incharge (imbuhan) rendah. Kata Kunci : Penurunan tanah, konsolidasi tanah,pola geometrik,global Positioning System (GPS), tutupan lahan. Latar belakang Penelitian penurunan tanah selama ini terjadi di Indonesia disebabkan empat hal, yaitu eksploitasi air tanah berlebihan, proses pemampatan lapisan sedimen yang terdiri dari batuan muda dan ditambah dengan pembebanan tinggi oleh bangunan di atasnya serta pengaruh gaya tektonik.( Lombok Hutasoid,2004) Dalam kondisi alami, air tanah mengisi rongga-rongga atau pori di bebatuan. Ketika dipompa ke permukaan dalam batas tertentu, rongga akan terisi kembali oleh air hujan. Bila tingkat penyedotan lebih tinggi dibandingkan dengan pengisian kembali, terjadi subsiden. Percepatan bisa terjadi bila permukaan tanah mengalami pembebanan tinggi seperti penurunan tanah akibat beban bangunan disekitarnya serta pengambilan air tanah yang berlebihan. Fenomena penurunan tanah ini merupakan salah satu faktor yang cukup signifikan penyebab terjadinya banjir di suatu daerah atau kawasan. Ketika titik-titik yang mewakili suatu kawasan Bandung, 22 Oktober

9 mengalami penurunan, yang menyebabkan daerah tersebut menjadi lebih rendah dari tempat-tempat lainnya (membuat cekungan), atau malah lebih rendah dari bentang hidrologi yang ada di sekitarnya, maka daerah tersebut akan menjadi daerah yang berpotensi banjir terutama ketika musim hujan tiba. Kota Surabaya sebagai kota terbesar kedua di Indonesia yang sebagaian wilayah pesisirnya didapat dari proses sedimentasi, telah mengalami perkembangan yang cukup pesat, baik dari segi fisik maupun non fisik. Dengan luas wilayah kota kurang lebih dari ha, dimana 60,17% luas wilayah merupakan kawasan terbangun dan jumlah penduduk kurang lebih 3 juta jiwa.dengan kondisi seperti ini maka dimungkinkan adanya proses yang dapat mengawali terjadinya penurunan tanah terutama dikawasan yang padat akan bangunan serta tingkat intrusi air laut yang tinggi. Kota Surabaya terletak di tepi pantai utara Provinsi Jawa Timur yang sebagian besar wilayahnya terdiri atas tanah alluvial hasil endapan sungai dan pantai. Seperti halnya kotakota besar lainnya, Kota Surabaya juga tidak lepas dari ancaman bahaya akibat penurunan tanah. Indikasi terjadinya penurunan tanah di Kota Surabaya terlihat dari tingginya genangan dan rob terutama di wilayah pesisir Kota Surabaya. Untuk itu diperlukan suatu sistem pemantauan dan pengukuran penurunan tanah secara berkala untuk mendapatkan pengetahuan suatu wilayah secara vertikal dengan baik, kegiatan ini sudah dimulai sejak tahun 2010 dengan menempatkan sebaran pada awalnya 20 titik di wilayah Surabaya Timur dan Utara yang merupakan kawasan pesisir. Metode yang dapat digunakan untuk pemantauan penurunan tanah adalah dengan memanfaatkan teknologi Global Positioning System (GPS). Prinsip pemantauan penurunan tanah dengan metode survei GPS yaitu dengan menempatkan 17 titik pantau tetap (benchmark/ BM) di beberapa lokasi yang berbeda jenis tutupan lahannya, kemudian diamati untuk mendapatkan data koordinat secara berkala tahun 2010,2012 dan tahun Dari hasil koordinat BM dilakukan evaluasi mengenai tingkat penurunan tanah di setiap titik beserta perubahan besaran arah vertikal yang terjadi, yang kemudian di hubungkan dengan faktor tutupan lahan. Tujuan Penelitian Mengevaluasi hasil pengukuran berkala (2010,2012,2014) penurunan tanah dari sebaran 17 buah titik tetap (BM) di wilayah pesisir Kota Surabayai serta keterkaitannya dengan faktor tutupan lahan disekitar BM tersebut. Dasar teori dan metodologi Global Positioning System dan Sistem Tinggi GPS heighting merupakan isu yang tetap menarik untuk dikaji. Tinggi (elipsoid) yang dihasilkan dari pengukuran GPS diharapkan bisa menggantikan atau setidaknya memberikan alternatif metode pengukuran tinggi konvensional sipat datar (levelling) yang mahal, time-consuming, dan tergantung pada ketersediaan infrastruktur jalan. Gambaran perbandingan teknis dan non-teknis kedua metode penentuan tinggi tersebut, baik pada jaringan yang bersifat lokal maupun regional. Mengingat data geoid di Indonesia masih sangat terbatas kualitasnya, Bandung, 22 Oktober

10 Dalam pengukuran dengan GPS elevasi yang didapat merupakan elevasi berdasarkan ellipsoid (tinggi ellipsoid), untuk itu yang dipentingkan dalam pengukuran GPS adalah beda tingginya. Dengan menggunakan referensi tinggi geoid yang pengukurannya disatukan dengan pengukuran koordinat tiga dimensi dengan GPS, maka dapat dikombinasikan koordinat planimetris dengan sistem UTM,,beda tinggi dilakukan dengan pengukuran GPS,elevasi titik dipergunakan referensi geoid. Data tinggi ellipsoid (h) yang dihasilkan dari pengukuran GPS (Global Positioning System) telah lama menarik perhatian para peneliti dan praktisi survei pemetaan, untuk bisa dimanfaatkan secara praktis dengan menurunkannya menjadi tinggi ortometris (H) yang mengacu ke bidang geoid. Pada umumnya para peneliti menggunakan metoda mengkonversi kedua sistem tinggi tersebut dengan memanfaatkan data undulasi geoid (N) melalui persamaan : (Hubungan sistem tinggi) H = h - N (untuk tinggi absolut), atau dh = dh dn (untuk tinggi relatif) h H N topografi Geoid/MSL h = tinggi geodetic/ellipsoid H = tinggi orthometrik N = undulasi geoid ellipsoid Gambar.1. Hubungan sistem tinggi dan penggunaannya (Wellenhof,2001) Strategi lain pemanfaatan tinggi elipsoid dari GPS yang memungkinkan tanpa melibatkan kebutuhan data undulasi geoid adalah dengan memfokuskan pada aspek tinggi relatif (beda tinggi) pada pengamatan GPS. Beberapa peneliti telah membahas strategi ini baik di tingkat teoretis maupun aplikasi praktis Dari hasil banyak penelitian bisa disimpulkan sementara bahwa pada jaringan berskala lokal pengukuran tinggi (relatif) GPS bisa diaplikasikan untuk menggantikan metoda sipat datar/levelling dengan beberapa persyaratan, antara lain: a. Pengukuran memakai receiver GPS type geodetik Bandung, 22 Oktober

11 b. Pengukuran menggunakan prosedur dan lama pengamatan yang optimal c. Pengolahan data dengan perangkat lunak teliti (scientific software). Desain jaring pengukuran secara geometrik terdiri dari rangkaian segitiga yang simultan yang mencakup wilayah kerja. Bentuk jaring yang direncanakan adalah sebagai berikut : Hasil dan pembahasan Gambar 2. Sebaran Lokasi Jaring Titik BM Penurunan Tanah di Pesisir Surabaya 1.Hasil identifikasi tutupan lahan disekitar lokasi BM. Kondisi arae tutupan lahan disekitar titik titik BM penurunan tanah diperlukan untuk mengetahui jenis dan kerapatan tutupan lahan yang ada saat ini, salah satu cara yang digunakan adanya melakukan proses interpretasi citra satelit resolusi tinggi dimana pada penelitian ini menggunakan citra satelit WorldView tahun 2012 yang bersumber dari data dinas cipta karya dan tata ruang pemerintah Kota Surabaya. Sehingga didapat berbagai jenis tutupan lahan dimasing masing BM penurunan tanah diantaranya bangunan industri, pemukiman padat dan jarang, lahan terbuka, vegetasi dan lahan tambak. Contoh hasil klasifikasi yang digunakan dari data citra satelit menjadi data peta garis untuk salah satu titik (BM 04) sebagai berikut : Bandung, 22 Oktober

12 Gambar.3. Perubahan format dari tutupan lahan yang didapat dari citra satelit menjadi peta garis dengan skala 1 : 5000 dititik BM04 yang merupakan area industri, pergudangan dan tambak. 2. Hasil Hitungan Titik BM Tabel.1. Hasil perhitungan pengamatan BM penurunan tanah dengan metoda GPS Kinematik, beserta standart deviasinya pada tahun Dari hasil hitungan didapatkan koordinat masing masing BM dalam sistem UTM untuk posisi horisontal (X,Y) serta sistem elipsoid dan geoid untuk posisi vertikal/elevasi (H). Standart deviasi resultante untuk arah horisontal memiliki harga terkecil adalah 0,003 meter dan terbesar meter pada titik BM 07, sedangkan untuk posisi vertikal didapat ketelitian terkecil meter dan terbesar meter pada titik BM 20. Dilakukan uji statistik dengan metoda Fisher untuk nilai standart deviasianya, dengan nilai tingkat kepercayaan alpha 5% maka didapat untuk masing masing standart deviasi tidak boleh lebih besar dari 3 x nilai standart deviasi rata rata, untuk koordinat x,y dan Z memiliki batas Bandung, 22 Oktober

13 simpangan dari nilai deviasi standart adalah 0,036 mm, 0,021 mm, mm. Dalam pengamatan ini rata rata ketelitian yang dicapai oleh posisi horisontal lebih baik dibandingkan posisi vertikal. Untuk selanjutnya yang digunakan untuk memantau penurunan tanah adalah posisi vertikal. Dalam rangka mengamati secara berkala dari data BM penurunan tanah maka dilakukan penggabungan data penurunan tanah dari posisi vertikal dengan sistem koordinat ellipsoid dari tahun 2010 dan tahun 2012 pada titik BM penurunan tanah yang sama dan bersumber dari BAPPEKO Surabaya sebagai berikut : Hasil ukuran tahun 2010, 2012, Tabel.2. Hasil pengukuran BM penurunan tanah untuk tahun 2010,2012 dan Sumber : Hasil Hitungan, Bappeko Kota Surabaya Didasarkan pada tabel diatas maka pada umumnya harga masing masing BM koordinat elevasinya mengalami penurunan (subsidence) yang bervariatif serta beberapa titik BM mengalami kenaikan (uplift), untuk menentukan tingkat penurunan atau kenaikan dari masing masing BM maka digunakan interpolasi linier dari 3 kali pengamatan serta dilakukan uji korelasi antara hasil pengamatan dengan model korelasi yang dibentuk seperti hasil pada gambar dibawah ini.(contoh regresi linier dari 4 BM penurunan tanah dengan hasil yang berbeda beda). Bandung, 22 Oktober

14 Sumber: Hasil Pengolahan Data. Gambar.4. Hasil interpolasi linier dari 3 Pengamatan BM penurunan tanah dari tahun 2010,2012 dan 2014 Hasil penggabungan antara nilai penurunan tanah, korelasi, beserta tutupan lahan untuk masing masing titik BM didapat sebagai berikut : No.BM dh(mtr) R2(korelasi) Keterangan Tutupan Lahan sekitarnya BM Turun Pemukiman padat, bangunan rendah Ekspolitasi air tanah sedang, incharge (imbuhan) rendah BM Turun,R2<< Industri, pergudangan dan tambak Eksploitasi air tanah tinggi, incharge (imbuhan) tinggi BM Turun,R<< Industri, pergudangan dan tambak Eksploitasi air tanah tinggi, incharge (imbuhan) tinggi BM Turun Industri, pergudangan dan tambak Eksploitasi air tanah tinggi, incharge (imbuhan) tinggi BM Turun Industri, pergudangan dan tambak Eksploitasi air tanah tinggi, incharge (imbuhan) tinggi BM Turun Industri, pergudangan dan tambak Eksploitasi air tanah tinggi, incharge (imbuhan) rendah BM Turun,R2<< Industri, pergudangan dan tambak Eksploitasi air tanah tinggi, incharge (imbuhan) rendah BM Turun,R2<< Industri, pergudangan dan tambak Eksploitasi air tanah tinggi, incharge (imbuhan) rendah BM Turun,R2<< Pemukiman padat dengan bangunan tinggi Eksploitasi air tanah rendah, incharge (imbuhan) rendah BM Turun Pemukiman padat dengan bangunan tinggi Eksploitasi air tanah rendah, incharge (imbuhan) rendah Bandung, 22 Oktober

15 BM Turun Pemukiman padat dengan bangunan tinggi Eksploitasi air tanah rendah, incharge (imbuhan) rendah BM Tetap,R2<< Pemukiman padat, bangunan rendah Eksploitasi air tanah tinggi, incharge (imbuhan) rendah BM Naik Pemukiman padat, bangunan rendah Eksploitasi air tanah rendah, incharge (imbuhan) rendah BM Naik Pemukiman padat, bangunan rendah Eksploitasi air tanah tinggi, incharge (imbuhan) rendah BM Naik,R2<< Pemukiman padat, bangunan rendah Eksploitasi air tanah tinggi, incharge (imbuhan) rendah BM Turun,R2<< Pemukiman jarang dan tambak Eksploitasi air tanah rendah, incharge (imbuhan) tinggi BM Turun Pemukiman jarang dan tambak Sumber : Hasil Pengolahan Data. Eksploitasi air tanah rendah, incharge (imbuhan) tinggi Tabel.3. Hasil akhir kompilasi untuk masing masing BM dengan harga penurunan tanah dari tahun 2010 sampai dengan 2014, nilai korelasi dan jenis tutupan lahan. Kesimpulan dan Saran Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian pengukuran penurunan tanah tahun 2010,2012 dan 2014 dapat disimpulkan bahwa : 1. Pada umumnya titik BM mengalami penurunan tanah dengan penurunan tanah terbesar terjdi di titik BM05 dan BM06 sebesar 0.17 meter dan 0.14 meter dengan harga korelasi 0.9 serta komposisi tutupan lahan berupa wilayah industri pergudangan dan tambak beserta explorasi air tanah tinggi,incharge (imbuhan) rendah. 2. Wilayah kenaikan tanah juga terjadi di BM15, BM16 dengan harga korelasi sedang 0.7 serta komposisi lahan berupa pemukiman padat dengan bangunan rendah dimana exsplorasi air tanah tinggi, incharge (imbuhan) rendah. 3. Wilayah lainnya juga mengalami penurunan dengan nilai yang tidak berarti, dimana komposisi lahannya pada umumnya berupa pemukiman jarang dan tambak. Bandung, 22 Oktober

16 Saran Dengan adanya hasil awal pengukuran penurunan tanah di wilayah pesisir Kota Surabaya yang menunjukkan adanya kecenderungan mengalami penurunan maka diperlukan adanya pengamatan yang periodik dengan jangka waktu yang lama agar didapat hasil yang mewakili kondisi penurunan tanah yang sebenarnya. Daftar Pustaka Abidin,H.Z, Andreas,H, Gumilar,I, Gamal,M, Fukuda,Y, T.Deguchi Land Subsidence and Urban development in jakarta. 7 th FIG Regional Conference : Hanoi,Vietnam Abidin,H.Z, Andreas,H, Gumilar,I, Sidiq,T, Gamal,M, D Murdohardono, Supriyadi, Yoichi Fukuda.2010.Studying land Subsidence in Semarang (Indonesia) Using Geodetic Methods. FIG Congress : Sydney,Australia Abidin,H.Z, Andreas,H, Gamal,M, D.Darmawan Land Subsidence Characteristics of Bandung Basi Between 2000 and 2005 as Estimated from GPS Surveys. FIG Congress : Munich, Germany Bappeko Laporan Pemetaan Penurunan Tanah Kota Surabaya. Bappeko-Surabaya Bappeko Laporan Pemetaan Penurunan Tanah Kota Surabaya. Bappeko-Surabaya Caspary,W.F Concepts of Network and Deformation Analysis. University of New South Wales Chen,Y.Q,Chrzanowski,Secord Geometrical Analysis of Deformation Surveys- Deformation Measurements Workshop,MIT,Cambridge,Massachusset. Cambridge : MIT Djaja,R, Rais,J, Abidin,H.Z, Wedyanto,K.2004.Land Subsidence of Jakarta Metropolitan Area. 3 rd FIG Regional Conference : Jakarta H.M.E.Verhoef and H.M.de Heus.1994.On the Estimation of Polynomial Breakpoints in the Subsidence of the Groningen Gasfield. FIG International Congress:Melbourne Kuang,Shanlong Geodetic Network Analysis and Optimal Design : Concepts and Applications. Michigan : Ann Arbor Press,Inc Kurniawan,Akbar Evaluasi Penurunan Muka Tanah Di Wilayah Kota Surabaya Dari Data Pengamatan GPS dengan GAMIT/GLOBK. Tesis : Teknik Geomatika-ITS N.Phien-wej,P.H.Giao,P.Nutalaya.2006.Land Subsidence in Bangkok,Thailand. Engineering Geology,Vol82, Page Strang,G,Borre,K.1997.Linear Algebra, Geodesy, and GPS. Wellesley-Cambridge Press Subarya Jaring Kontrol Geodesi Nasional Dengan pengukuran Global positioning System Dalam System ITRF2000 Epoch Bakosurtanal Tigor,MHL,Murdohardono,D,Panggabean,J Evaluasi Geologi Teknik Land Subsidence Surabaya Tahap I,Propinsi Jawa Timur. Dinas ESDM-Jawa Timur Wellenhoff,dkk GPS Theory and Practice.SpringerWien : New York Bandung, 22 Oktober

Studi Penurunan Tanah Kota Surabaya Menggunakan Global Positioning System

Studi Penurunan Tanah Kota Surabaya Menggunakan Global Positioning System Studi Penurunan Tanah Kota Surabaya Menggunakan Global Positioning System Akbar.K 1 *, M.Taufik 1 *, E.Y.Handoko 1 * Teknik Geomatika, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, Indonesi Email : akbar@geodesy.its.ac.id

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah Khusus Ibukota Jakarta atau yang lebih dikenal dengan DKI Jakarta atau Jakarta Raya adalah ibu kota negara Indonesia. Jakarta yang terletak di bagian barat laut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara yang memiliki daerah pegunungan yang cukup luas. Tingginya tingkat curah hujan pada sebagian besar area pegunungan di Indonesia dapat menyebabkan

Lebih terperinci

Sistem Informasi Geografis (SIG) Geographic Information System (SIG)

Sistem Informasi Geografis (SIG) Geographic Information System (SIG) Sistem Informasi Geografis (SIG) Geographic Information System (SIG) 24/09/2012 10:58 Sistem (komputer) yang mampu mengelola informasi spasial (keruangan), memiliki kemampuan memasukan (entry), menyimpan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Semarang merupakan salah satu kota besar di Indonesia yang mengalami penurunan muka tanah yang cukup signifikan setiap tahunnya (Abidin, 2009). Hal ini disebabkan

Lebih terperinci

Aninda Nurry M.F., Ira Mutiara Anjasmara Jurusan Teknik Geomatika FTSP-ITS, Kampus ITS Sukolilo, Surabaya,

Aninda Nurry M.F., Ira Mutiara Anjasmara Jurusan Teknik Geomatika FTSP-ITS, Kampus ITS Sukolilo, Surabaya, KAJIAN PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN DAERAH ALIRAN SUNGAI BRANTAS BAGIAN HILIR MENGGUNAKAN CITRA SATELIT MULTI TEMPORAL (STUDI KASUS: KALI PORONG, KABUPATEN SIDOARJO) Aninda Nurry M.F., Ira Mutiara Anjasmara

Lebih terperinci

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 8. SUPLEMEN PENGINDRAAN JAUH, PEMETAAN, DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG)LATIHAN SOAL 8.3.

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 8. SUPLEMEN PENGINDRAAN JAUH, PEMETAAN, DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG)LATIHAN SOAL 8.3. SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 8. SUPLEMEN PENGINDRAAN JAUH, PEMETAAN, DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG)LATIHAN SOAL 8.3 1. Data spasial merupakan data grafis yang mengidentifikasi kenampakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dinamika bentuk dan struktur bumi dijabarkan dalam berbagai teori oleh para ilmuwan, salah satu teori yang berkembang yaitu teori tektonik lempeng. Teori ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. bentuk spasial yang diwujudkan dalam simbol-simbol berupa titik, garis, area, dan

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. bentuk spasial yang diwujudkan dalam simbol-simbol berupa titik, garis, area, dan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Gambar situasi adalah gambaran wilayah atau lokasi suatu kegiatan dalam bentuk spasial yang diwujudkan dalam simbol-simbol berupa titik, garis, area, dan atribut (Basuki,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Sambutan Rektor Institut Teknologi Bandung i. Prakata- Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung iii. Sambutan-Dewan Editorial v

DAFTAR ISI. Sambutan Rektor Institut Teknologi Bandung i. Prakata- Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung iii. Sambutan-Dewan Editorial v DAFTAR ISI Sambutan Rektor Institut Teknologi Bandung i Prakata- Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung iii Sambutan-Dewan Editorial v Dewan Editorial vii ix Daftar Tabel xvi Daftar Gambar xix AMANAH

Lebih terperinci

Pemetaan Pola Hidrologi Pantai Surabaya-Sidoarjo Pasca Pembangunan Jembatan Suramadu dan Peristiwa Lapindo Menggunakan Citra SPOT 4

Pemetaan Pola Hidrologi Pantai Surabaya-Sidoarjo Pasca Pembangunan Jembatan Suramadu dan Peristiwa Lapindo Menggunakan Citra SPOT 4 Pemetaan Pola Hidrologi Pantai Surabaya-Sidoarjo Pasca Pembangunan Jembatan Suramadu dan Peristiwa Lapindo Menggunakan Citra SPOT 4 Oleh : Linda Ardi Oktareni Pembimbing : Prof. DR. Ir Bangun M.S. DEA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Jembatan adalah suatu struktur konstruksi yang memungkinkan rute transportasi melintasi sungai, danau, jalan raya, jalan kereta api dan lainlain.jembatan merupakan

Lebih terperinci

Ringkasan Materi Seminar Mitigasi Bencana 2014

Ringkasan Materi Seminar Mitigasi Bencana 2014 \ 1 A. TATANAN TEKTONIK INDONESIA MITIGASI BENCANA GEOLOGI Secara geologi, Indonesia diapit oleh dua lempeng aktif, yaitu lempeng Indo-Australia, Lempeng Eurasia, dan Lempeng Pasifik yang subduksinya dapat

Lebih terperinci

SISTEM INFORMASI GEOGRAFI. Data spasial direpresentasikan di dalam basis data sebagai vektor atau raster.

SISTEM INFORMASI GEOGRAFI. Data spasial direpresentasikan di dalam basis data sebagai vektor atau raster. GEOGRAFI KELAS XII IPS - KURIKULUM GABUNGAN 14 Sesi NGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI A. MODEL DATA SPASIAL Data spasial direpresentasikan di dalam basis data sebagai vektor atau raster. a. Model Data Vektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi dan pembangunan yang pesat di Kota Surabaya menyebabkan perubahan

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi dan pembangunan yang pesat di Kota Surabaya menyebabkan perubahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Surabaya merupakan kota yang memiliki pertumbuhan ekonomi yang pesat dan menyumbang pendapatan Negara yang sangat besar. Surabaya juga merupakan kota terbesar kedua

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 13 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli-September 2011, dengan lokasi penelitian untuk pengamatan dan pengambilan data di Kabupaten Bogor, Jawa

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Peta Lokasi Penelitian

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Peta Lokasi Penelitian III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Lokasi yang dipilih untuk penelitian ini adalah Kabupaten Indramayu, Jawa Barat (Gambar 1). Penelitian dimulai dari bulan Juli 2010 sampai Januari

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2001 TENTANG TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA BADAN KOORDINASI SURVEI DAN PEMETAAN NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan lahan merupakan hasil kegiatan manusia baik yang berlangsung secara siklus atau permanen pada sumberdaya lahan alami maupun buatan guna terpenuhinya kebutuhan

Lebih terperinci

Pemetaan Undulasi Kota Medan Menggunakan Hasil Pengukuran Tinggi Tahun 2010

Pemetaan Undulasi Kota Medan Menggunakan Hasil Pengukuran Tinggi Tahun 2010 Jurnal Itenas Rekayasa LPPM Itenas 1 Vol. XVII ISSN: 1410-3125 Januari 2013 Pemetaan Undulasi Kota Medan Menggunakan Hasil Pengukuran Tinggi Tahun 2010 Hary Nugroho, Rinaldy Jurusan Teknik Geodesi, Institut

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Kota Semarang berada pada koordinat LS s.d LS dan

BAB I. PENDAHULUAN. Kota Semarang berada pada koordinat LS s.d LS dan BAB I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kota Semarang berada pada koordinat 6 0 55 34 LS s.d. 7 0 07 04 LS dan 110 0 16 20 BT s.d. 110 0 30 29 BT memiliki wilayah pesisir di bagian utara dengan garis pantai

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 65, 2001 Keuangan.Tarif.Bukan Pajak.Penerimaan Negara.Bakosurtanal. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA 1 of 8 08/07/2009 20:16 Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Departemen Hukum Dan HAM Teks tidak dalam format asli. Kembali LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 65, 2001 Keuangan.Tarif.Bukan

Lebih terperinci

Dukungan Teknologi Penginderaan Jauh dalam Penilaian Sumberdaya Hutan Tingkat Nasional: Akses Citra Satelit, Penggunaan dan Kepentingannya

Dukungan Teknologi Penginderaan Jauh dalam Penilaian Sumberdaya Hutan Tingkat Nasional: Akses Citra Satelit, Penggunaan dan Kepentingannya Dukungan Teknologi Penginderaan Jauh dalam Penilaian Sumberdaya Hutan Tingkat Nasional: Akses Citra Satelit, Penggunaan dan Kepentingannya Kepala LAPAN Manfaat data satelit penginderaan jauh Perolehan

Lebih terperinci

KERUSAKAN MANGROVE SERTA KORELASINYA TERHADAP TINGKAT INTRUSI AIR LAUT (STUDI KASUS DI DESA PANTAI BAHAGIA KECAMATAN MUARA GEMBONG KABUPATEN BEKASI)

KERUSAKAN MANGROVE SERTA KORELASINYA TERHADAP TINGKAT INTRUSI AIR LAUT (STUDI KASUS DI DESA PANTAI BAHAGIA KECAMATAN MUARA GEMBONG KABUPATEN BEKASI) 1 KERUSAKAN MANGROVE SERTA KORELASINYA TERHADAP TINGKAT INTRUSI AIR LAUT (STUDI KASUS DI DESA PANTAI BAHAGIA KECAMATAN MUARA GEMBONG KABUPATEN BEKASI) Tesis Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang masuk ke sebuah kawasan tertentu yang sangat lebih tinggi dari pada biasa,

BAB I PENDAHULUAN. yang masuk ke sebuah kawasan tertentu yang sangat lebih tinggi dari pada biasa, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banjir merupakan sebuah fenomena yang dapat dijelaskan sebagai volume air yang masuk ke sebuah kawasan tertentu yang sangat lebih tinggi dari pada biasa, termasuk genangan

Lebih terperinci

INFORMASI GEOGRAFIS DAN INFORMASI KERUANGAN

INFORMASI GEOGRAFIS DAN INFORMASI KERUANGAN INFORMASI GEOGRAFIS DAN INFORMASI KERUANGAN Informasi geografis merupakan informasi kenampakan permukaan bumi. Sehingga informasi tersebut mengandung unsur posisi geografis, hubungan keruangan, atribut

Lebih terperinci

BAB 11: GEOGRAFI SISTEM INFORMASI GEOGRAFI

BAB 11: GEOGRAFI SISTEM INFORMASI GEOGRAFI 1. Sistem Informasi Geografi merupakan Sistem informasi yang memberikan gambaran tentang berbagai gejala di atas muka bumi dari segi (1) Persebaran (2) Luas (3) Arah (4) Bentuk 2. Sarana yang paling baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan pesisir sangat luas,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan pesisir sangat luas, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan pesisir sangat luas, karena Indonesia merupakan Negara kepulauan dengangaris pantai mencapai sepanjang 81.000 km. Selain

Lebih terperinci

ANALISA PENENTUAN POSISI HORISONTAL DI LAUT DENGAN MAPSOUNDER DAN AQUAMAP

ANALISA PENENTUAN POSISI HORISONTAL DI LAUT DENGAN MAPSOUNDER DAN AQUAMAP ANALISA PENENTUAN POSISI HORISONTAL DI LAUT DENGAN MAPSOUNDER DAN AQUAMAP Khomsin 1, G Masthry Candhra Separsa 1 Departemen Teknik Geomatika, FTSLK-ITS, Kampus ITS Sukolilo, Surabaya, 60111, Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanahdengan permeabilitas rendah, muka air tanah dangkal berkisar antara 1

BAB I PENDAHULUAN. tanahdengan permeabilitas rendah, muka air tanah dangkal berkisar antara 1 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Gorontalo merupakan salah satu kota di Indonesia yang rawan terjadi banjir. Hal ini disebabkan oleh curah hujan yang tinggi berkisar antara 106 138mm/tahun,

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Geodesi dan Keterkaitannya dengan Geospasial

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Geodesi dan Keterkaitannya dengan Geospasial BAB II DASAR TEORI 2.1 Geodesi dan Keterkaitannya dengan Geospasial Dalam konteks aktivitas, ruang lingkup pekerjaan ilmu geodesi umumnya mencakup tahapan pengumpulan data, pengolahan dan manipulasi data,

Lebih terperinci

KL 4099 Tugas Akhir. Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari. Bab 1 PENDAHULUAN

KL 4099 Tugas Akhir. Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari. Bab 1 PENDAHULUAN Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari Bab 1 PENDAHULUAN Bab PENDAHULUAN Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari 1

Lebih terperinci

1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 sebagaimana telah diubah dengan Perubahan Kedua Undang-Undang Dasar 1945;

1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 sebagaimana telah diubah dengan Perubahan Kedua Undang-Undang Dasar 1945; pres-lambang01.gif (3256 bytes) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2001 TENTANG TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA BADAN KOORDINASI SURVEI DAN PEMETAAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PEMETAAN EKOREGION PROVINSI

BAB III METODE PEMETAAN EKOREGION PROVINSI BAB III METODE PEMETAAN EKOREGION PROVINSI 3.1 Konsep Dasar Penetapan Ekoregion Provinsi Konsep dasar dalam penetapan dan pemetaan ekoregion Provinsi Banten adalah mengacu pada Undang-Undang No.32/2009,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sesar Cimandiri (gambar 1.1) merupakan sesar aktif yang berada di wilayah selatan Jawa Barat, tepatnya berada di Sukabumi selatan. Sesar Cimandiri memanjang dari Pelabuhan

Lebih terperinci

PEMETAAN DAN SURVEY RAWAN BENCANA DI WILAYAH PEMBANGUNAN III KABUPATEN JAYAPURA PROVINSI PAPUA

PEMETAAN DAN SURVEY RAWAN BENCANA DI WILAYAH PEMBANGUNAN III KABUPATEN JAYAPURA PROVINSI PAPUA PEMETAAN DAN SURVEY RAWAN BENCANA DI WILAYAH PEMBANGUNAN III KABUPATEN JAYAPURA PROVINSI PAPUA DINAS PERTAMBANGAN DAN ENERGI BIDANG BINA PENGEMBANGAN GEOLOGI DAN SUMBERDAYA MINERAL Latar Belakang Secara

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

III. METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan sejak Juli 2010 sampai dengan Mei 2011. Lokasi penelitian terletak di wilayah Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Barat. Pengolahan

Lebih terperinci

Orthometrik dengan GPS Heighting Kawasan Bandara Silvester Sari Sai

Orthometrik dengan GPS Heighting Kawasan Bandara Silvester Sari Sai Orthometrik dengan GPS Heighting Kawasan Bandara Silvester Sari Sai STUDI PENENTUAN TINGGI ORTHOMETRIK MENGGUNAKAN METODE GPS HEIGHTING (STUDI KASUS: KAWASAN KESELAMATAN OPERASI PENERBANGAN BANDARA ABDURAHMAN

Lebih terperinci

2015, No Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 4,

2015, No Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 4, BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1585, 2015 KEMEN-ESDM. Izin Usaha Pertambangan. Mineral. Batubara. Wilayah. Pemasangan Tanda Batas. Tata Cara. Pencabutan. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK PREDIKSI PENGGUNAAN DAN PERUBAHAN LAHAN MENGGUNAKAN CITRA IKONOS MULTISPEKTRAL

PENGEMBANGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK PREDIKSI PENGGUNAAN DAN PERUBAHAN LAHAN MENGGUNAKAN CITRA IKONOS MULTISPEKTRAL PENGEMBANGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK PREDIKSI PENGGUNAAN DAN PERUBAHAN LAHAN MENGGUNAKAN CITRA IKONOS MULTISPEKTRAL Teguh Hariyanto Program Studi Teknik Geodesi FTSP-ITS Surabaya email: teguh_hr@geodesy.its.ac.id

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI DAERAH RAWAN ROB UNTUK EVALUASI TATA RUANG PEMUKIMAN DI KABUPATEN DEMAK

IDENTIFIKASI DAERAH RAWAN ROB UNTUK EVALUASI TATA RUANG PEMUKIMAN DI KABUPATEN DEMAK IDENTIFIKASI DAERAH RAWAN ROB UNTUK EVALUASI TATA RUANG PEMUKIMAN DI KABUPATEN DEMAK Adi Chandra Kusuma *), Irwani, Sugeng Widada Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas

Lebih terperinci

Penggunaan Egm 2008 Pada Pengukuran Gps Levelling Di Lokasi Deli Serdang- Tebing Tinggi Provinsi Sumatera Utara

Penggunaan Egm 2008 Pada Pengukuran Gps Levelling Di Lokasi Deli Serdang- Tebing Tinggi Provinsi Sumatera Utara Penggunaan Egm 2008 Pada Pengukuran Gps Levelling Di Lokasi Deli Serdang- Tebing Tinggi Provinsi Sumatera Utara Reza Mohammad Ganjar Gani, Didin Hadian, R Cundapratiwa Koesoemadinata Abstrak Jaring Kontrol

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN - 1 -

BAB I PENDAHULUAN - 1 - BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG DAN PERMASALAHAN Kota Semarang sebagai ibukota propinsi Jawa Tengah merupakan sebuah kota yang setiap tahun mengalami perkembangan dan pembangunan yang begitu pesat.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aktivitas gunung api dapat dipelajari dengan pengamatan deformasi. Pemantauan deformasi gunung api dapat digolongkan menjadi tiga kategori berbeda dari aktifitas gunung

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pembuatan Tampilan 3D DEM SRTM

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pembuatan Tampilan 3D DEM SRTM Klasifikasi Dari hasil confusion matrix didapatkan ketelitian total hasil klasifikasi (KH) untuk citra Landsat 7 ETM akuisisi tahun 2009 sebesar 82,19%. Berdasarkan hasil klasifikasi tutupan lahan citra

Lebih terperinci

1. BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN

1. BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1. BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peta menggambarkan data spasial (keruangan) yang merupakan data yang berkenaan dengan lokasi atau atribut dari suatu objek atau fenomena di permukaan

Lebih terperinci

BAB II SISTEM SATELIT NAVIGASI GPS

BAB II SISTEM SATELIT NAVIGASI GPS BAB II SISTEM SATELIT NAVIGASI GPS Satelit navigasi merupakan sistem radio navigasi dan penentuan posisi menggunakan satelit. Satelit dapat memberikan posisi suatu objek di muka bumi dengan akurat dan

Lebih terperinci

Faktor penyebab banjir oleh Sutopo (1999) dalam Ramdan (2004) dibedakan menjadi persoalan banjir yang ditimbulkan oleh kondisi dan peristiwa alam

Faktor penyebab banjir oleh Sutopo (1999) dalam Ramdan (2004) dibedakan menjadi persoalan banjir yang ditimbulkan oleh kondisi dan peristiwa alam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bencana alam tampak semakin meningkat dari tahun ke tahun yang disebabkan oleh proses alam maupun manusia itu sendiri. Kerugian langsung berupa korban jiwa, harta

Lebih terperinci

PEMANFAATAN TEKNOLOGI GPS UNTUK PEMANTAUAN PENURUNAN PADA JEMBATAN MERR II-C SURABAYA. Teguh Hariyanto 1, Achmad Frandik 1

PEMANFAATAN TEKNOLOGI GPS UNTUK PEMANTAUAN PENURUNAN PADA JEMBATAN MERR II-C SURABAYA. Teguh Hariyanto 1, Achmad Frandik 1 PEMANFAATAN TEKNOLOGI GPS UNTUK PEMANTAUAN PENURUNAN PADA JEMBATAN MERR II-C SURABAYA GPS TECHNOLOGY FOR MONITORING SUBSIDENCE IN MERR II-C SURABAYA BRIDGE Teguh Hariyanto 1, Achmad Frandik 1 1 Jurusan

Lebih terperinci

ANALISA KESEHATAN VEGETASI MANGROVE BERDASARKAN NILAI NDVI (NORMALIZED DIFFERENCE VEGETATION INDEX ) MENGGUNAKAN CITRA ALOS

ANALISA KESEHATAN VEGETASI MANGROVE BERDASARKAN NILAI NDVI (NORMALIZED DIFFERENCE VEGETATION INDEX ) MENGGUNAKAN CITRA ALOS ANALISA KESEHATAN VEGETASI MANGROVE BERDASARKAN NILAI NDVI (NORMALIZED DIFFERENCE VEGETATION INDEX ) MENGGUNAKAN CITRA ALOS Oleh : Tyas Eka Kusumaningrum 3509 100 001 LATAR BELAKANG Kawasan Pesisir Kota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Deformasi diambil dari kata deformation yang artinya perubahan bentuk, yaitu merupakan suatu fenomena dimana objek- objek alamiah maupun buatan manusia terjadi perubahan

Lebih terperinci

BAB III TEKNOLOGI LIDAR DALAM PEKERJAAN EKSPLORASI TAMBANG BATUBARA

BAB III TEKNOLOGI LIDAR DALAM PEKERJAAN EKSPLORASI TAMBANG BATUBARA BAB III TEKNOLOGI LIDAR DALAM PEKERJAAN EKSPLORASI TAMBANG BATUBARA 3.1 Kebutuhan Peta dan Informasi Tinggi yang Teliti dalam Pekerjaan Eksplorasi Tambang Batubara Seperti yang telah dijelaskan dalam BAB

Lebih terperinci

PEMANFAATAN GLOBAL NAVIGATION SATELLITE SYSTEM (GNSS) UNTUK PEMETAAN PENGGUNAAN LAHAN DI KECAMATAN SUKOLILO SURABAYA TIMUR

PEMANFAATAN GLOBAL NAVIGATION SATELLITE SYSTEM (GNSS) UNTUK PEMETAAN PENGGUNAAN LAHAN DI KECAMATAN SUKOLILO SURABAYA TIMUR PEMANFAATAN GLOBAL NAVIGATION SATELLITE SYSTEM (GNSS) UNTUK PEMETAAN PENGGUNAAN LAHAN DI KECAMATAN SUKOLILO SURABAYA TIMUR Jelita Citrawati Jihan Universitas PGRI Adi Buana Surabaya 1 Its.mejiehan@alamat.email

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS Analisis Terhadap Jaring Kontrol Geodesi

BAB IV ANALISIS Analisis Terhadap Jaring Kontrol Geodesi BAB IV ANALISIS 4.1 Analisis Terhadap Kandungan Informasi Geospasial Dasar (Kelautan) Bagian berikut akan menjelaskan tentang analisis penyelenggaraan Informasi Geospasial Dasar Kelautan yang telah diatur

Lebih terperinci

PENENTUAN MODEL GEOID LOKAL DELTA MAHAKAM BESERTA ANALISIS

PENENTUAN MODEL GEOID LOKAL DELTA MAHAKAM BESERTA ANALISIS BAB III PENENTUAN MODEL GEOID LOKAL DELTA MAHAKAM BESERTA ANALISIS 3.1 Penentuan Model Geoid Lokal Delta Mahakam Untuk wilayah Delta Mahakam metode penentuan undulasi geoid yang sesuai adalah metode kombinasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teknologi satelit penginderaan jauh merupakan salah satu metode pendekatan penggambaran model permukaan bumi secara terintegrasi yang dapat digunakan sebagai data dasar

Lebih terperinci

BAB II PEMBAHASAN 1. Pengertian Geogrhafic Information System (GIS) 2. Sejarah GIS

BAB II PEMBAHASAN 1. Pengertian Geogrhafic Information System (GIS) 2. Sejarah GIS BAB II PEMBAHASAN 1. Pengertian Geogrhafic Information System (GIS) Sistem Informasi Geografis atau disingkat SIG dalam bahasa Inggris Geographic Information System (disingkat GIS) merupakan sistem informasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan yang rentan terhadap dampak perubahan iklim. Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang termasuk rawan

Lebih terperinci

KAJIAN DAERAH RAWAN BENCANA TSUNAMI BERDASARKAN CITRA SATELIT ALOS DI CILACAP, JAWA TENGAH

KAJIAN DAERAH RAWAN BENCANA TSUNAMI BERDASARKAN CITRA SATELIT ALOS DI CILACAP, JAWA TENGAH KAJIAN DAERAH RAWAN BENCANA TSUNAMI BERDASARKAN CITRA SATELIT ALOS DI CILACAP, JAWA TENGAH Oleh : Agus Supiyan C64104017 Skripsi PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara geografis Indonesia terletak di daerah khatulistiwa dengan morfologi yang beragam, dari daratan sampai pegunungan serta lautan. Keragaman ini dipengaruhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB I PENDAHULUAN I.1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kota Metropolitan Makassar, ibukota Provinsi Sulawesi Selatan, merupakan pusat pemerintahan dengan berbagai kegiatan sosial, politik, kebudayaan maupun pembangunan.

Lebih terperinci

BAB VII ANALISIS. Airborne LIDAR adalah survey untuk mendapatkan posisi tiga dimensi dari suatu titik

BAB VII ANALISIS. Airborne LIDAR adalah survey untuk mendapatkan posisi tiga dimensi dari suatu titik 83 BAB VII ANALISIS 7.1 Analisis Komponen Airborne LIDAR Airborne LIDAR adalah survey untuk mendapatkan posisi tiga dimensi dari suatu titik dengan memanfaatkan sinar laser yang ditembakkan dari wahana

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. sebagai sebuah pulau yang mungil, cantik dan penuh pesona. Namun demikian, perlu

BAB I. PENDAHULUAN. sebagai sebuah pulau yang mungil, cantik dan penuh pesona. Namun demikian, perlu BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pulau Lombok memiliki luas 467.200 ha. dan secara geografis terletak antara 115 o 45-116 o 40 BT dan 8 o 10-9 o 10 LS. Pulau Lombok seringkali digambarkan sebagai

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di kota Provinsi Sumatera Barat (Gambar 5), dengan pertimbangan sebagai berikut: 1. Kota merupakan salah satu dari

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada pertemuan 3 (tiga) lempeng tektonik besar yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia dan Pasifik. Pada daerah pertemuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Kawasan Bandung Utara terbentuk oleh proses vulkanik Gunung Sunda dan Gunung Tangkuban Perahu pada kala Plistosen-Holosen. Hal tersebut menyebabkan kawasan ini tersusun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan daerah memiliki peranan penting dalam menunjang pembangunan nasional. Pada masa Orde baru pembangunan nasional dikendalikan oleh pemerintah pusat, sedangkan

Lebih terperinci

Pemetaan Perubahan Garis Pantai Menggunakan Citra Penginderaan Jauh di Pulau Batam

Pemetaan Perubahan Garis Pantai Menggunakan Citra Penginderaan Jauh di Pulau Batam Pemetaan Perubahan Garis Pantai Menggunakan Citra Penginderaan Jauh di Pulau Batam Arif Roziqin 1 dan Oktavianto Gustin 2 Program Studi Teknik Geomatika, Politeknik Negeri Batam, Batam 29461 E-mail : arifroziqin@polibatam.ac.id

Lebih terperinci

ANALISIS KETELITIAN DATA PENGUKURAN MENGGUNAKAN GPS DENGAN METODE DIFERENSIAL STATIK DALAM MODA JARING DAN RADIAL

ANALISIS KETELITIAN DATA PENGUKURAN MENGGUNAKAN GPS DENGAN METODE DIFERENSIAL STATIK DALAM MODA JARING DAN RADIAL ANALISIS KETELITIAN DATA PENGUKURAN MENGGUNAKAN GPS DENGAN METODE DIFERENSIAL STATIK DALAM MODA JARING DAN RADIAL Oleh : Syafril Ramadhon ABSTRAK Ketelitian data Global Positioning Systems (GPS) dapat

Lebih terperinci

Departemen Teknik Geomatika, FTSLK-ITS Sukolilo, Surabaya 60111, Indonesia Abstrak

Departemen Teknik Geomatika, FTSLK-ITS Sukolilo, Surabaya 60111, Indonesia   Abstrak ANALISA PENENTUAN BATAS LAUT ANTARA PROVINSI DKI JAKARTA DAN PROVINSI BANTEN BERDASARKAN UU NOMOR 23 TAHUN 2014 (Studi Kasus : 22 Pulau di Kepulauan Seribu) Yuwono 1, Deasy Rosyida Rahmayunita 2 1,2 Departemen

Lebih terperinci

SISTEM INFORMASI SUMBER DAYA LAHAN

SISTEM INFORMASI SUMBER DAYA LAHAN 16/09/2012 DATA Data adalah komponen yang amat penting dalam GIS SISTEM INFORMASI SUMBER DAYA LAHAN Kelas Agrotreknologi (2 0 sks) Dwi Priyo Ariyanto Data geografik dan tabulasi data yang berhubungan akan

Lebih terperinci

BAB II KONDISI UMUM LOKASI

BAB II KONDISI UMUM LOKASI 6 BAB II KONDISI UMUM LOKASI 2.1 GAMBARAN UMUM Lokasi wilayah studi terletak di wilayah Semarang Barat antara 06 57 18-07 00 54 Lintang Selatan dan 110 20 42-110 23 06 Bujur Timur. Wilayah kajian merupakan

Lebih terperinci

KAJIAN PEMANFAATAN DEM SRTM & GOOGLE EARTH UNTUK PARAMETER PENILAIAN POTENSI KERUGIAN EKONOMI AKIBAT BANJIR ROB. Arief L Nugraha, Hani ah *)

KAJIAN PEMANFAATAN DEM SRTM & GOOGLE EARTH UNTUK PARAMETER PENILAIAN POTENSI KERUGIAN EKONOMI AKIBAT BANJIR ROB. Arief L Nugraha, Hani ah *) KAJIAN PEMANFAATAN DEM SRTM & GOOGLE EARTH UNTUK PARAMETER PENILAIAN POTENSI KERUGIAN EKONOMI AKIBAT BANJIR ROB Arief L Nugraha, Hani ah *) Abstract Tidal flood is a significant threat for the economic

Lebih terperinci

JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL

JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL LAMPIRAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 2014 TENTANG JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL JENIS DAN TARIF ATAS JENIS

Lebih terperinci

Pengantar Teknologi. Informasi (Teori) Minggu ke-11. Geogrphical Information System (GIS) Oleh : Ibnu Utomo WM, M.Kom UNIVERSITAS DIAN NUSWANTORO

Pengantar Teknologi. Informasi (Teori) Minggu ke-11. Geogrphical Information System (GIS) Oleh : Ibnu Utomo WM, M.Kom UNIVERSITAS DIAN NUSWANTORO Pengantar Teknologi FAKULTAS ILMU KOMPUTER UNIVERSITAS DIAN NUSWANTORO http://www.dinus.ac.id Informasi (Teori) Minggu ke-11 Geogrphical Information System (GIS) Oleh : Ibnu Utomo WM, M.Kom Definisi GIS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri lebih dari buah

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri lebih dari buah BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri lebih dari 17.000 buah pulau (Kahar, dkk., 1994). Indonesia setidaknya memiliki lima buah pulau besar yaitu Pulau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumatera Utara memiliki luas total sebesar 181.860,65 Km² yang terdiri dari luas daratan sebesar 71.680,68 Km² atau 3,73 % dari luas wilayah Republik Indonesia. Secara

Lebih terperinci

PEMANFAATAN INTERFEROMETRIC SYNTHETIC APERTURE RADAR (InSAR) UNTUK PEMODELAN 3D (DSM, DEM, DAN DTM)

PEMANFAATAN INTERFEROMETRIC SYNTHETIC APERTURE RADAR (InSAR) UNTUK PEMODELAN 3D (DSM, DEM, DAN DTM) Majalah Sains dan Teknologi Dirgantara Vol. 4 No. 4 Desember 2009 : 154-159 PEMANFAATAN INTERFEROMETRIC SYNTHETIC APERTURE RADAR (InSAR) UNTUK PEMODELAN 3D (DSM, DEM, DAN DTM) Susanto *), Atriyon Julzarika

Lebih terperinci

Volume 6, No. 2, Oktober 2013 ISSN:

Volume 6, No. 2, Oktober 2013 ISSN: TINGKAT KEKRITISAN DAN KESESUAIAN LAHAN MANGROVE DI KABUPATEN SAMPANG DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS Firman Farid Muhsoni 1, Mahfud Efendy 1, Haryo Triajei 1, Aries Dwi Siswanto 1, Indah

Lebih terperinci

BAB 3 PEMANTAUAN PENURUNAN MUKA TANAH DENGAN METODE SURVEY GPS

BAB 3 PEMANTAUAN PENURUNAN MUKA TANAH DENGAN METODE SURVEY GPS BAB 3 PEMANTAUAN PENURUNAN MUKA TANAH DENGAN METODE SURVEY GPS Ada beberapa metode geodetik yang dapat digunakan untuk memantau penurunan tanah, diantaranya survey sipat datar (leveling), Interferometric

Lebih terperinci

LAMPIRAN I CONTOH PETA RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 1

LAMPIRAN I CONTOH PETA RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 1 LAMPIRAN I CONTOH PETA RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 1 LAMPIRAN II CONTOH PETA RENCANA POLA RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 2 LAMPIRAN III CONTOH PETA PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS KABUPATEN L

Lebih terperinci

Home : tedyagungc.wordpress.com

Home : tedyagungc.wordpress.com Email : tedyagungc@gmail.com Home : tedyagungc.wordpress.com Subagyo 2003, Permukaan bumi merupakan suatu bidang lengkung yang tidak beraturan, sehingga hubungan geometris antara titik satu dengan titik

Lebih terperinci

BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Permasalahan

BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Permasalahan BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Permasalahan Sumberdaya alam yang berlimpah baik hayati maupun non hayati yang terdapat di Provinsi Papua akan memberikan manfaat yang lebih besar jika pemanfaatannya

Lebih terperinci

Kata kunci: Alluvial, Amblesan, Genangan, PLAXIS, GIS ISBN

Kata kunci: Alluvial, Amblesan, Genangan, PLAXIS, GIS ISBN PENGARUH AMBLESAN TANAH (LAND SUBSIDENCE) TERHADAP PERUBAHAN LUAS GENANGAN AIR PADA DATARAN ALLUVIAL KOTA SEMARANG (STUDI KASUS : KECAMATAN SEMARANG BARAT) Muhammad Bustomi Shila Huddin 1, Pratikso 2,

Lebih terperinci

ISI.OR.ID FIG.NET KADASTER.GEOMATIKA.ITS.AC.ID

ISI.OR.ID FIG.NET KADASTER.GEOMATIKA.ITS.AC.ID KONSEP DASAR INTEGRASI ASPEK PENATAAN RUANG DAN PERTANAHAN DALAM KEGIATAN PEMETAAN UNTUK MENUNJANG PENATAAN, PEMANFAATAN DAN PENGENDALIAN PERENCANAAN RUANG Dwi Budi Martono Ketua Ikatan Surveyor Indonesia

Lebih terperinci

Eko Yudha ( )

Eko Yudha ( ) Eko Yudha (3507 100 045) Fenomena letusan Gunung Berapi Teknologi InSAR Terjadinya perubahan muka tanah (deformasi) akibat letusan gunung Berapi Penggunaan Teknologi InSAR untuk pengamatan gunung api Mengetahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tujuan dan manfaat penelitian. Berikut ini uraian dari masing-masing sub bab. I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tujuan dan manfaat penelitian. Berikut ini uraian dari masing-masing sub bab. I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Bab pendahuluan ini terdiri dari dua sub bab yaitu latar belakang serta tujuan dan manfaat penelitian. Berikut ini uraian dari masing-masing sub bab tersebut. I.1. Latar Belakang Dinamika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang sangat rawan bencana. Hal ini dibuktikan dengan terjadinya berbagai bencana yang melanda berbagai wilayah secara terus menerus, yang

Lebih terperinci

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN PERTEMUAN 10 SUMBERDAYA LAHAN Sumberdaya Lahan Lahan dapat didefinisikan sebagai suatu ruang di permukaan bumi yang secara alamiah dibatasi oleh sifat-sifat fisik serta bentuk

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV.1. Analisis Data DEM/DTM Untuk mengetahui kualitas, persamaan, dan perbedaan data DEM/DTM yang akan digunakan untuk penelitian, maka dilakukan beberapa analisis. Gambar IV.1.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan hujan tropis merupakan salah satu dari tipe ekosistem yang ada di dunia dan dicirikan melalui suatu liputan hutan yang cenderung selalu hijau disepanjang musim.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa indikasi dari meningkatnya muka air laut antara lain adalah :

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa indikasi dari meningkatnya muka air laut antara lain adalah : BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu bencana yang sering terjadi di wilayah pesisir pantai adalah banjir akibat naiknya permukaan air laut. Naiknya permukaan air laut pada umumnya disebabkan

Lebih terperinci

II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 1 Ayat (1) Huruf a Cukup jelas. Huruf b...

II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 1 Ayat (1) Huruf a Cukup jelas. Huruf b... PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 2014 TENTANG JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL I. UMUM Sehubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Indonesia dikenal sebagai sebuah negara kepulauan. Secara geografis letak Indonesia terletak pada 06 04' 30"LU - 11 00' 36"LS, yang dikelilingi oleh lautan, sehingga

Lebih terperinci

Kata-kata Kunci: Kabupaten Pekalongan, Banjir Rob, Sawah Padi, Kerugian Ekonomi

Kata-kata Kunci: Kabupaten Pekalongan, Banjir Rob, Sawah Padi, Kerugian Ekonomi PEMODELAN SPASIAL GENANGAN BANJIR ROB DAN PENILAIAN POTENSI KERUGIAN PADA LAHAN PERTANIAN SAWAH PADI STUDI KASUS WILAYAH PESISIR KABUPATEN PEKALONGAN JAWA TENGAH Achmad Arief Kasbullah 1) dan Muhammad

Lebih terperinci

PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PENANGANAN KAWASAN BENCANA ALAM DI PANTAI SELATAN JAWA TENGAH

PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PENANGANAN KAWASAN BENCANA ALAM DI PANTAI SELATAN JAWA TENGAH PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PENANGANAN KAWASAN BENCANA ALAM DI PANTAI SELATAN JAWA TENGAH Totok Gunawan dkk Balitbang Prov. Jateng bekerjasama dengan Fakultas Gegrafi UGM Jl. Imam Bonjol 190 Semarang RINGKASAN

Lebih terperinci

Gambar 3. Peta Orientasi Lokasi Studi

Gambar 3. Peta Orientasi Lokasi Studi BAB III METODOLOGI. Lokasi dan Waktu Kegiatan studi dilakukan di Dukuh Karangkulon yang terletak di Desa Wukirsari, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dengan luas

Lebih terperinci

JURNAL APLIKASI FISIKA VOLUME 8 NOMOR 1 FEBRUARI Pemetaan Ancaman Bencana Tanah Longsor di Kabupaten Konawe

JURNAL APLIKASI FISIKA VOLUME 8 NOMOR 1 FEBRUARI Pemetaan Ancaman Bencana Tanah Longsor di Kabupaten Konawe JURNAL APLIKASI FISIKA VOLUME 8 NOMOR 1 FEBRUARI 2012 Pemetaan Ancaman Bencana Tanah Longsor di Kabupaten Konawe Taufik Q, Firdaus, Deniyatno Jurusan Fisika FMIPA Universtas Haluoleo e-mail : firdaus66@ymail.com,

Lebih terperinci

SIDANG TUGAS AKHIR RG

SIDANG TUGAS AKHIR RG SIDANG TUGAS AKHIR RG 091536 KAJIAN KETELITIAN PLANIMETRIS CITRA RESOLUSI TINGGI PADA GOOGLE EARTH UNTUK PEMBUATAN PETA DASAR SKALA 1: 10000 KECAMATAN BANJAR TIMUR KOTA BANJARMASIN NOORLAILA HAYATI 3507100044

Lebih terperinci