BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri lebih dari buah
|
|
- Glenna Tanuwidjaja
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri lebih dari buah pulau (Kahar, dkk., 1994). Indonesia setidaknya memiliki lima buah pulau besar yaitu Pulau Jawa, Kalimantan, Papua, Sulawesi, dan Sumatera. Masing-masing pulau tersebut memiliki beberapa referensi ketinggian (datum vertikal) lokal sendiri-sendiri yang tidak terkoneksi antara satu dan yang lainnya. Idealnya, datum vertikal mengacu pada bidang geoid (Merry, 2003), yaitu model fisis bumi yang merupakan bidang equipotensial gayaberat. Pada prakteknya di Indonesia, referensi yang digunakan adalah muka laut rerata (MLR) yang diukur pada satu atau beberapa stasiun pasang surut (pasut) dalam periode waktu tertentu. Antar stasiun pasut tidak saling terkoneksi, sehingga tinggi MLR terhadap geoid yang dijadikan sebagai datum vertikal dari masing-masing stasiun pasut bersifat lokal yang bisa memiliki perbedaan hingga mencapai 2 m (Jiao, dkk., dalam Zhang, dkk., 2008). Permasalahan pada sistem ini dapat mempengaruhi berbagai kegiatan yang memerlukan data ketinggian di Indonesia. Solusi untuk mengatasi masalah tersebut memerlukan upaya penyatuan (unifikasi) sistem tinggi sehingga masing-masing datum vertikal berada pada bidang referensi yang sama. Masalah unifikasi sistem tinggi telah menjadi kajian penting oleh para ilmuan geodesi di seluruh dunia. Berbagai penelitian mengenai unifikasi sistem 1
2 2 tinggi sudah banyak dilakukan, seperti unifikasi sistem tinggi Australia (Featherstone. 2008), unifikasi sistem tinggi Yunani (Vergos dan Tziavos, 2012), dan unifikasi sistem tinggi antara Shenzhen dan Hongkong (Zhang, dkk., 2008). Di Indonesia sendiri penelitian mengenai unifikasi sistem tinggi sudah beberapa kali dilakukan seperti oleh Kahar, dkk. (1994), Khafid (1996), dan Heliani, dkk. (2011). Unifikasi sistem tinggi dapat dilakukan dengan menentukan beda tinggi antar datum vertikal (Rummel dalam Zhang, dkk., 2008). Berbagai metode telah dikembangkan untuk menentukan beda tinggi antar datum vertikal. Data GPS dan model geoid lokal dapat digunakan untuk mendapatkan tinggi ortometrik dari masing-masing titik datum, dengan menghitung beda tinggi antar titik-titik tersebut. Geodetic levelling, yaitu kombinasi antara pengukuran sipat datar dan data gayaberat dapat juga dilakukan untuk menentukan beda tinggi antar datum (Zhang, dkk., 2008). Namun, untuk wilayah yang sangat luas, metode tersebut menjadi kurang efisien. Kahar, dkk. (1994) mengungkapkan bahwa masalah unifikasi sistem tinggi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu: (1) melalui penentuan topografi paras laut (TPL), dan (2) melalui penentuan beda potensial antara titik-titik pengamatan pasut. Penentuan TPL dilakukan karena TPL merupakan sumber utama yang mendasari perbedaan datum vertikal (Vergos dan Tziavos, 2012). TPL merupakan bias antara MLR dan geoid (Novotny, dkk., 2006). Unifikasi sistem tinggi adalah bagaimana menentukan deviasi antar datum vertikal (offset datum vertikal) yang
3 3 tidak lain adalah TPL. Ketelitian di dalam penentuan nilai TPL sangat berpengaruh terhadap hasil dari unifikasi sistem tinggi yang dilakukan. Penentuan TPL sangat bergantung pada MLR dan model geoid yang digunakan. Data pasut dan altimetri dapat digunakan untuk menentukan nilai MLR. Model geoid dapat ditentukan menggunakan metode geometrik dan metode gravimetrik. Penentuan geoid geometrik dilakukan dengan menggunakan data cosite GPS-levelling, yaitu selisih antara tinggi elipsoid dari pengukuran GPS dengan tinggi ortometrik dari pengukuran sipat datar, sedangkan penentuan geoid secara gravimetrik dapat dilakukan dengan menggunakan data gayaberat (Kasenda, 1992). Selain itu dikenal juga model geoid hybrid, yaitu model geoid yang diperoleh dengan cara menggabungkan nilai undulasi geoid geometrik dengan nilai undulasi geoid gravimetrik (Kuroishi, dkk., 2002). Dengan menggunakan model geoid hybrid ini, maka TPL dapat ditentukan dengan menghitung nilai deviasi antara MLR dan geoid. Pada penelitian ini unifikasi sistem tinggi dilakukan melalui penentuan TPL. TPL ditentukan menggunakan kombinasi data pasut, satelit altimetri Envisat, dan model geoid hybrid. Pengkombinasian data pasut dan altimetri dilakukan agar kerapatan data yang digunakan menjadi lebih detil. Alasan penggunaan data satelit altimetri Envisat karena memiliki prosentase ketersediaan data paling banyak untuk wilayah pantai (Heliani, 2011) serta memiliki resolusi spasial paling tinggi dengan jarak antar track 80 km (Seeber, 2003). Model geoid hybrid digunakan karena merupakan model geoid yang paling dapat diandalkan dalam resolusi dan akurasi spasial (Smith dan Milbert dalam Kuroishi, dkk.,
4 4 2002). Akhirnya, unifikasi sistem tinggi kemudian dikontrol dan dianalisis dengan data 3D posisi stasiun pasut dari data pengukuran GPS dan TPL, sehingga unifikasi sistem tinggi dapat dilakukan secara absolut. I.1.1. Perumusan Masalah Sistem tinggi yang diterapkan di Indonesia masih menggunakan datum vertikal lokal yaitu nilai MLR. MLR tersebut diukur pada satu stasiun pasut yang tidak terkoneksi dengan MLR stasiun pasut yang lainnya, yang memungkinkan adanya perbedaan tinggi MLR di atas geoid mencapai 2 m. Solusi untuk mengatasi masalah tersebut, diperlukan upaya unifikasi, diantaranya dapat dilakukan melalui penentuan TPL. Penentuan TPL sangat dipengaruhi oleh ketelitian MLR dan model geoid yang digunakan. Data pasut dan altimetri dapat digunakan untuk menentukan nilai MLR, sedangkan model geoid yang paling dapat diandalkan dalam hal resolusi dan akurasi spasial adalah model geoid hybrid. Berdasarkan permasalahan tersebut maka pertanyaan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Berapa nilai MLR dari data pasut pada masing-masing stasiun pasut? 2. Berapa nilai MLR dari data satelit altimetri Envisat? 3. Bagaimana metode pembobotan yang paling baik dalam penentuan TPL dari kombinasi data pasut, altimetri, dan model geoid hybrid? 4. Berapa nilai TPL di wilayah pesisir selatan Pulau Jawa?
5 5 5. Berapa posisi relatif masing-masing Bench Mark (BM) pasut sebagai hasil unifikasi sistem tinggi secara absolut? I.1.2. Batasan Masalah berikut: Batasan masalah pada penelitian ini mencakup beberapa hal, sebagai 1. Daerah penelitian mencakup sepanjang pesisir selatan Pulau Jawa dengan melakukan unifikasi sistem tinggi untuk titik datum Cilacap, Sadeng, dan Prigi. 2. Model geoid hybrid yang digunakan adalah model geoid hybrid Pulau Jawa hasil dari penelitian yang dilakukan Riza (2010). 3. Nilai MLR yang diperoleh dari data pasut dijadikan sebagai kontrol nilai MLR dari data altimetri karena memiliki ketelitian yang lebih baik. 4. Metode interpolasi spasial yang digunakan adalah Inverse Distance Weighted (IDW). I.1.3. Keaslian Penelitian Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya dapat dilihat selengkapnya pada Tabel I.1 berikut ini. Perbedaannya meliputi judul dan lokasi penelitian, bahan yang digunakan, dan metode penelitian yang dilakukan.
6 6 Tabel I.1. Perbandingan penelitian yang dilakukan dengan penelitian sebelumnya Peneliti dan Tahun Featherstone (2000) Merry (2003) Zhang, dkk (2008) Khafid (1996) Penulis (2014) Judul dan Lokasi Penelitian Bahan Utama Metode Penelitian Unifikasi Sistem Tinggi antara Model geoid gravimetrik Unifikasi dilakukan dengan Mainland dan Tasmania AUSGeoid9, data GPS, dan menentukan nilai deviasi Menggunakan GPS dan data spirit-levelling Australian datum vertikal antara titiktitik AUSGeoid98 Height Datum (AHD) AHD-Mainland dan AHD-Tasmania dari kombinasi data geoid gravimetrik AUSGeoid9, GPS, dan AHD Proyek Geoid Afrika dan EGM96, data anomaly gravity, Unifikasi dilakukan dengan Relevansinya untuk Unifikasi Degital Elevation Model pemodelan geoid gravimetrik Kerangka Referensi Vertikal (DEM), dan data GPS-levelling terlebih dahulu, kemudian Afrika menghitung nilai deviasi antar datum vertikal (TPL). Unifikasi Datum Tinggi antara GPS-Gravity dan GPSlevelling. Unifikasi dilakukan melalui Shenzen dan Hongkong penentuan quasigeoid dari Menggunakan Solusi Linearized data GPS-gravity terlebih Fixed-gravimetric Boundary dahulu menggunakan Value Problem algoritma linearized fixedgravimetric boundary value problem, kemudian menghitung nilai deviasi antar datum vertikal dari kombinasi model quasigeoid dan data GPS-levelling. Unifikasi Sistem Tinggi Lokal Data satelit altimetri Unifikasi dilakukan melalui Indonesia Geosat/ERM, penentuan TPL dari steric TOPEX/POSEIDON, ERS- levelling (oceani levelling) 1/35, data hidrografi, model dari data hidrografi dan TPL geoid global EGM98 dan dari data altimetri dan model OSU91A. geoid global. Topografi Paras Laut Data pasut, satelit altimetri Unifikasi dilakukan melalui Menggunakan Kombinasi Data Envisat, model geoid hybrid, penentuan TPL Pasut, Altimetri Envisat, dan data GPS-levelling. menggunakan kombinasi data Model Geoid Hybrid untuk pasut, altimetri Envisat, dan Unifikasi Sistem Tinggi (Lokasi model geoid hybrid. Penelitin: 3 Stasiun Pasut di Pulau Jawa, yaitu Cilacap, Sadeng, dan Prigi)
7 7 Tabel I.1 menunjukkan beberapa hal yang menjadi perbedaan antara penelitian yang dilakukan penulis dengan penelitian-penelitian terdahulu. Perbedaan yang paling mendasar di dalam penelitian ini terletak pada metode penelitian yang dilakukan. Telah dijelaskan di dalam subbab sebelumnya bahwa unifikasi sistem tinggi pada dasarnya adalah bagaimana menentukan deviasi antar datum vertikal yang tidak lain adalah TPL. Perbedaan dalam penentuan TPL dapat dilihat minimum dari dua sisi. Perbedaan pertama, pada saat menentukan TPL menggunakan data kelautan, yaitu data pasut dan data satelit altimetri Envisat. Perbedaan kedua dapat dilihat dari model geoid yang digunakan. Pada penelitian ini penulis menggunakan model geoid hybrid. I.2. Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan Penelitian Dalam rangka menjawab pertanyaan penelitian, maka tujuan umum yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah melakukan unifikasi sistem tinggi melalui penentuan nilai TPL. Oleh karena itu penelitian ini memiliki tujuan khusus sebagai berikut: 1. Menentukan nilai MLR pada masing-masing stasiun pasut. 2. Menentukan nilai MLR yang diperoleh dari data satelit altimetri Envisat. 3. Menentukan metode pembobotan yang paling baik dalam penentuan TPL dari kombinasi data pasut, satelit altimetri Envisat, dan model geoid hybrid. 4. Menentukan nilai TPL di sepanjang pesisir selatan Pulau Jawa.
8 8 5. Menentukan posisi relatif masing-masing BM pasut sebagai hasil unfikasi sistem tinggi secara absolut. I.2.2. Manfaat Penelitian Manfaat dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Nilai TPL Pulau Jawa dapat memberikan gambaran tentang variasi topografi laut selatan Pulau Jawa yang dapat digunakan untuk optimalisasi jalur pelayaran, penentuan zona upwelling yang merupakan salah satu tempat terbaik untuk menangkap ikan. 2. Unifikasi sistem tinggi dapat memberikan kepastian posisi titik datum yang menjadi titik ikat dalam berbagai pekerjaan pengukuran, sehingga jika ada pekerjaan yang mengikat pada lebih dari satu titik datum, masalah ketidakkonsistenan posisi ketinggian dapat terselesaikan.
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Geodesi merupakan ilmu yang mempelajari pengukuran bentuk dan ukuran bumi termasuk medan gayaberat bumi. Bentuk bumi tidak teratur menyebabkan penentuan bentuk dan
Lebih terperinciPEMODELAN MUKA AIR LAUT RERATA MENGGUNAKAN DATA SATELIT ALTIMETRI ENVISAT
PEMODELAN MUKA AIR LAUT RERATA MENGGUNAKAN DATA SATELIT ALTIMETRI ENVISAT Herry Risdianto 1) 1) Program StudiTeknik Survei dan Pemetaan Universitas Indo Global Mandiri Jl. Jend. Sudirman No. 629 KM.4 Palembang
Lebih terperinciPENENTUAN MODEL GEOID LOKAL DELTA MAHAKAM BESERTA ANALISIS
BAB III PENENTUAN MODEL GEOID LOKAL DELTA MAHAKAM BESERTA ANALISIS 3.1 Penentuan Model Geoid Lokal Delta Mahakam Untuk wilayah Delta Mahakam metode penentuan undulasi geoid yang sesuai adalah metode kombinasi
Lebih terperinciPenggunaan Egm 2008 Pada Pengukuran Gps Levelling Di Lokasi Deli Serdang- Tebing Tinggi Provinsi Sumatera Utara
Penggunaan Egm 2008 Pada Pengukuran Gps Levelling Di Lokasi Deli Serdang- Tebing Tinggi Provinsi Sumatera Utara Reza Mohammad Ganjar Gani, Didin Hadian, R Cundapratiwa Koesoemadinata Abstrak Jaring Kontrol
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS Analisis Terhadap Jaring Kontrol Geodesi
BAB IV ANALISIS 4.1 Analisis Terhadap Kandungan Informasi Geospasial Dasar (Kelautan) Bagian berikut akan menjelaskan tentang analisis penyelenggaraan Informasi Geospasial Dasar Kelautan yang telah diatur
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laut merupakan massa air yang menutupi sebagian besar dari permukaan Bumi dan memiliki karakteristik fisik yang bersifat dinamis. Karakteristik fisik laut yang bersifat
Lebih terperinciPENENTUAN KOORDINAT GEODETIK TITIK BM PASUT JAWA DARI DATA PENGAMATAN GPS
PENENTUAN KOORDINAT GEODETIK TITIK BM PASUT JAWA DARI DATA PENGAMATAN GPS Jurusan Teknik Survei dan Pemetaan Universitas Indo Global Mandiri Palembang Email: harun_raster@yahoo.co.id ABSTRAK Tujuan dari
Lebih terperinciPemetaan Undulasi Kota Medan Menggunakan Hasil Pengukuran Tinggi Tahun 2010
Jurnal Itenas Rekayasa LPPM Itenas 1 Vol. XVII ISSN: 1410-3125 Januari 2013 Pemetaan Undulasi Kota Medan Menggunakan Hasil Pengukuran Tinggi Tahun 2010 Hary Nugroho, Rinaldy Jurusan Teknik Geodesi, Institut
Lebih terperinciOrthometrik dengan GPS Heighting Kawasan Bandara Silvester Sari Sai
Orthometrik dengan GPS Heighting Kawasan Bandara Silvester Sari Sai STUDI PENENTUAN TINGGI ORTHOMETRIK MENGGUNAKAN METODE GPS HEIGHTING (STUDI KASUS: KAWASAN KESELAMATAN OPERASI PENERBANGAN BANDARA ABDURAHMAN
Lebih terperinciGEODESI FISIS Isna Uswatun Khasanah
GEODESI FISIS Isna Uswatun Khasanah Infromasi Personal Isna Uswatun Khasanah ST., M.Eng S1 Teknik Geodesi UGM S2 Teknik Geomatika UGM Email : ikhasanah31@gmail.com Hp : 085310591597 / 085729210368 Outline
Lebih terperinciGambar 1.1b Area Delta Mahakam
BAB I PENDAHLAN ntuk keperluan rekayasa di wilayah kerja TOTAL E&P INDONESIE dengan luas area 60 km x 90 km di daerah Delta Mahakam, Kalimantan Timur, diperlukan titik-titik yang tinggi ortometriknya diketahui.
Lebih terperinciJaring kontrol vertikal dengan metode sipatdatar
Standar Nasional Indonesia Jaring kontrol vertikal dengan metode sipatdatar ICS 3524070 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isii Prakata iii 1 Ruang lingkup 1 2 Istilah dan definisi 1 3 Klasifikasi
Lebih terperinciJurnal Geodesi Undip Oktober 2015
PEMODELAN GEOID INDONESIA DENGAN DATA SATELIT GOCE Maylani Daraputri, Yudo Prasetyo, Bambang Darmo Yuwono *) Program Studi Teknik Geodesi Fakultas Teknik, Unversitas Diponegoro Jl. Prof. Sudarto SH, Tembalang
Lebih terperinciJurnal Geodesi Undip Oktober 2016
PEMODELAN GEOID LOKAL UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG Studi Kasus: Universitas Diponegoro Semarang Galih Rakapuri, Bambang Sudarsono, Bambang Darmo Yuwono *) Program Studi Teknik Geodesi Fakultas Teknik,
Lebih terperinciBAB 1 Pendahuluan 1.1.Latar Belakang
BAB 1 Pendahuluan 1.1.Latar Belakang Perubahan vertikal muka air laut secara periodik pada sembarang tempat di pesisir atau di lautan merupakan fenomena alam yang dapat dikuantifikasi. Fenomena tersebut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I.1.
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kadaster menjadi bagian aspek pertanahan yang bersifat legal dan teknis yang dapat didekati dengan bidang ilmu mengenai penentuan posisi dan lokasi, seperti ilmu Geodesi.
Lebih terperinciSURVEI HIDROGRAFI PENGUKURAN DETAIL SITUASI DAN GARIS PANTAI. Oleh: Andri Oktriansyah
SURVEI HIDROGRAFI PENGUKURAN DETAIL SITUASI DAN GARIS PANTAI Oleh: Andri Oktriansyah JURUSAN SURVEI DAN PEMETAAN UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI PALEMBANG 2017 Pengukuran Detil Situasi dan Garis Pantai
Lebih terperinciANALISIS TINGGI VERTIKAL SEBAGAI DASAR PENGEMBANGAN FASILITAS VITAL DAN PENANGGULANGAN BANJIR
ANALISIS TINGGI VERTIKAL SEBAGAI DASAR PENGEMBANGAN FASILITAS VITAL DAN PENANGGULANGAN BANJIR ( Studi Kasus : Beda Tinggi Pelabuhan Perak Dan Kampus ITS ) Kuswondo, Dr.Ir. Muhamad Taufik, Khomsin ST,MT
Lebih terperinciKajian Kenaikan Muka Air Laut di Pelabuhan Perikanan Pantai Sadeng Yogyakarta berdasarkan Data Multi Satelit Altimetri
Kajian Kenaikan Muka Air Laut di Pelabuhan Perikanan Pantai Sadeng Yogyakarta berdasarkan Data Multi Satelit Altimetri The Study of Sea Level Rise on Coastal Fishing Port Sadeng Yogyakarta based on Multi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. bentuk spasial yang diwujudkan dalam simbol-simbol berupa titik, garis, area, dan
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Gambar situasi adalah gambaran wilayah atau lokasi suatu kegiatan dalam bentuk spasial yang diwujudkan dalam simbol-simbol berupa titik, garis, area, dan atribut (Basuki,
Lebih terperinciPEMANFAATAN DATA MULTI SATELIT ALTIMETRI UNTUK KAJIAN KENAIKAN MUKA AIR LAUT PERAIRAN PULAU JAWA DARI TAHUN 1995 s.d 2014
PEMANFAATAN DATA MULTI SATELIT ALTIMETRI UNTUK KAJIAN KENAIKAN MUKA AIR LAUT PERAIRAN PULAU JAWA DARI TAHUN 1995 s.d 2014 Isna Uswatun Khasanah 1*, Leni S. Heliani 2 dan Abdul Basith 2 1 Mahasiswa Pascasarjana
Lebih terperinciJURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print)
Analisa Hubungan Perubahan Muka Air Laut dan Perubahan Volume Es di Kutub Selatan dengan Menggunakan Satelit Altimetri (Studi Kasus: Laut Selatan Pulau Jawa Tahun 2011-2014) A395 Luqman Hakim dan Ira Mutiara
Lebih terperinciJENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL
LAMPIRAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 2014 TENTANG JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL JENIS DAN TARIF ATAS JENIS
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I.I. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN I.I. Latar Belakang Negara Republik Indonesia sebagai Negara kepulauan memiliki laut yang lebih luas daripada daratan, untuk itu pengetahuan mengenai kelautan menjadi sangat penting
Lebih terperinciJurnal Geodesi Undip April 2015
PEMODELAN GEOID LOKAL KOTA SEMARANG BERDASARKAN MODEL GEOPOTENSIAL GLOBALGRACE Risa Ayu Miftahul Rizky, Bambang Darmo Yuwono, Muhammad Awaluddin Program Studi Teknik Geodesi, Fakultas Teknik, Universitas
Lebih terperinciII. PASAL DEMI PASAL. Pasal 1 Ayat (1) Huruf a Cukup jelas. Huruf b...
PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 2014 TENTANG JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL I. UMUM Sehubungan
Lebih terperinciPemodelan Geoid Lokal D.I. Yogyakarta menggunakan Metode Fast Fourier Transformation dan Least Square Collocation
Pemodelan Geoid Lokal D.I. Yogyakarta menggunakan Metode Fast Fourier Transformation dan Least Square Collocation Bagas TRIARAHMADHANA*, Leni S. HELIANI**, Nurrohmat WIDJAJANTI** *Program Pascasarjana
Lebih terperinciJurnal Geodesi Undip Oktober 2013
Analisis Sea Level Rise Menggunakan Data Satelit Altimetri Jason-2 Periode 2008-1012 (Studi Kasus: Laut Utara Jawa dan Laut Selatan Jawa) Yugi Limantara 1) Ir. Bambang Sudarsono, MS 2) Bandi Sasmito, ST.,
Lebih terperinciKuswondo ( )
Kuswondo ( 3508100013 ) Indonesia merupakan negara yang memiliki wilayah yang cukup luas yaitu terdiri dari 3.257.357 km 2 luas wilayah laut dan 1.919.440 km² wilayah darat dengan total luas wilayah Indonesia
Lebih terperinciVALIDASI GEOID EGM2008 DI JAWA DAN SUMATRA DENGAN MENGGUNAKAN PARAMETER MEAN DYNAMIC TOPOGRAPHY (MDT) PADA GEOID GEOMETRIS
Validasi Geoid EGM2008 di Jawa dan Sumatra...(Pangastuti dan Sofian) VALIDASI GEOID EGM2008 DI JAWA DAN SUMATRA DENGAN MENGGUNAKAN PARAMETER MEAN DYNAMIC TOPOGRAPHY (MDT) PADA GEOID GEOMETRIS (Geoid EGM2008
Lebih terperinciSATELIT ALTIMETRI DAN APLIKASINYA DALAM BIDANG KELAUTAN
SATELIT ALTIMETRI DAN APLIKASINYA DALAM BIDANG KELAUTAN Eko Yuli Handoko Program Studi Teknik Geodesi, FTSP-ITS ekoyh@geodesy.its.ac.id Abstrak Satelit altimetri merupakan suatu teknologi penginderaan
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. Kota Semarang berada pada koordinat LS s.d LS dan
BAB I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kota Semarang berada pada koordinat 6 0 55 34 LS s.d. 7 0 07 04 LS dan 110 0 16 20 BT s.d. 110 0 30 29 BT memiliki wilayah pesisir di bagian utara dengan garis pantai
Lebih terperinciBAB II DASAR TEORI. 2.1 Geodesi dan Keterkaitannya dengan Geospasial
BAB II DASAR TEORI 2.1 Geodesi dan Keterkaitannya dengan Geospasial Dalam konteks aktivitas, ruang lingkup pekerjaan ilmu geodesi umumnya mencakup tahapan pengumpulan data, pengolahan dan manipulasi data,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Geoid adalah bidang ekipotensial gayaberat bumi yang berimpit dengan muka laut rerata (mean sea level / msl) yang tidak terganggu (Vanicek dan Christou, 1994). Geoid
Lebih terperinciBAB 2 DASAR TEORI. 2.1 Konsep Dasar Satelit Altimetri
BAB 2 DASAR TEORI 2.1 Konsep Dasar Satelit Altimetri Satelit altimetri adalah wahana untuk mengukur ketinggian suatu titik terhadap referensi tertentu. Satelit altimetri terdiri atas tiga komponen utama
Lebih terperinciGambar 1. Pola sirkulasi arus global. (www.namce8081.wordpress.com)
Arus Geostropik Peristiwa air yang mulai bergerak akibat gradien tekanan, maka pada saat itu pula gaya coriolis mulai bekerja. Pada saat pembelokan mencapai 90 derajat, maka arah gerak partikel akan sejajar
Lebih terperinciSTUDI SEA LEVEL RISE (SLR) MENGGUNAKAN DATA MULTI SATELIT ALTIMETRI K. SAHA ASWINA D., EKO YULI HANDOKO, M. TAUFIK
STUDI SEA LEVEL RISE (SLR) MENGGUNAKAN K. SAHA ASWINA D., EKO YULI HANDOKO, M. TAUFIK Program Studi Teknik Geomatika FTSP - ITS Sukolilo, Surabaya Email : sahaaswina@yahoo.com Abstrak Pemantauan dan pemahaman
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2001 TENTANG TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA BADAN KOORDINASI SURVEI DAN PEMETAAN NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciASPEK-ASPEK GEODETIK DALAM HUKUM LAUT
Aspek-aspek Geodetik... ASPEK-ASPEK GEODETIK DALAM HUKUM LAUT Joko Hartadi Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknologi Mineral, Universitas Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta email: jokohartadi@upnyk.ac.id
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teknologi satelit altimetri pertama kali diperkenalkan oleh National Aeronautics and Space Administration (NASA)
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teknologi satelit altimetri pertama kali diperkenalkan oleh National Aeronautics and Space Administration (NASA) pada tahun 1973. Saat ini, satelit altimetri mempunyai
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 2014 TENTANG JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciJurnal Geodesi Undip Agustus 2013
PEMODELAN GEOID KOTA SEMARANG Tanggo Rastawira 1 ) Ir. Sutomo Kahar, M.Si. 2 ) L.M. Sabri, S.T., M.T. 3) 1) Mahasiswa Teknik Geodesi Universitas Diponegoro 2) Dosen Pembimbing I Teknik Geodesi Universitas
Lebih terperinciANALISIS KOMPARATIF PENENTUAN TINGGI DENGAN GPS DAN SIPAT DATAR
Jurnal Ilmiah Geomatika Vol. 12 No 1 Agustus 2006 ANALISIS KOMPARATIF PENENTUAN TINGGI DENGAN GPS DAN SIPAT DATAR Oleh : Amin Widada Lestariya, ST., M. Sc. dan Dadan Ramdani, ST 1 ABSTRAK GPS heighting
Lebih terperinciSEA SURFACE VARIABILITY OF INDONESIAN SEAS FROM SATELLITE ALTIMETRY
SEA SURFACE VARIABILITY OF INDONESIAN SEAS FROM SATELLITE ALTIMETRY Eko Yuli Handoko 1) & K. Saha Aswina 1) 1) Teknik Geomatika, FTSP-ITS Abstract Indonesia, which is an archipelago, has nearly 17,000
Lebih terperinciPengamatan Pasang Surut Air Laut Sesaat Menggunakan GPS Metode Kinematik
JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6 No. 2, (2017) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) G-178 Pengamatan Pasang Surut Air Laut Sesaat Menggunakan GPS Metode Kinematik Ahmad Fawaiz Safi, Danar Guruh Pratomo, dan Mokhamad
Lebih terperinciMisi BAKOSURTANAL 6. Kebijakan 7. Program
PROGRAM BAKOSURTANAL TAHUN 2003 DALAM PENINGKATAN KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA, DAN PERCEPATAN PEMBANGUNAN KAWASAN TIMUR INDONESIA DAN KAWASAN TERTINGGAL LAINNYA A. PENDAHULUAN Badan Koordinasi Survei
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I.1.
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Sampai saat ini pengukuran beda tinggi yang paling teliti untuk mendapatkan tinggi orthometrik hanyalah menggunakan metode sipatdatar. Di Indonesia pengadaan jaring
Lebih terperinciJurnal Geodesi Undip Oktober 2013
PEMBUATAN PETA JALUR PENDAKIAN GUNUNG MERBABU Andriyana Lailissaum¹ ), Ir. Sutomo Kahar, M.si 2), Ir. Haniah 3) Abstrak Mendaki gunung adalah kegiatan yang cukup berbahaya. Tidak sedikit orang yang telah
Lebih terperinciBAB III KOREKSI PASUT UNTUK MENUJU SURVEI BATIMETRIK REAL TIME
BAB III KOREKSI PASUT UNTUK MENUJU SURVEI BATIMETRIK REAL TIME 3.1 Pendahuluan Survei batimetri merupakan survei pemeruman yaitu suatu proses pengukuran kedalaman yang ditujukan untuk memperoleh gambaran
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 65, 2001 Keuangan.Tarif.Bukan Pajak.Penerimaan Negara.Bakosurtanal. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
1 of 8 08/07/2009 20:16 Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Departemen Hukum Dan HAM Teks tidak dalam format asli. Kembali LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 65, 2001 Keuangan.Tarif.Bukan
Lebih terperinciJurnal Geodesi Undip Januari 2016
ANALISIS HARMONIK DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK KUADRAT TERKECIL UNTUK PENENTUAN KOMPONEN-KOMPONEN PASUT DI WILAYAH LAUT SELATAN PULAU JAWA DARI SATELIT ALTIMETRI TOPEX/POSEIDON DAN JASON-1 Jaka Gumelar, Bandi
Lebih terperinci1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 sebagaimana telah diubah dengan Perubahan Kedua Undang-Undang Dasar 1945;
pres-lambang01.gif (3256 bytes) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2001 TENTANG TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA BADAN KOORDINASI SURVEI DAN PEMETAAN
Lebih terperinciJurnal Geodesi Undip Januari 2016
ANALISIS SEA LEVEL RISE DAN KOMPONEN PASANG SURUT DENGAN MENGGUNAKAN DATA SATELIT ALTIMETRI JASON-2 Yosevel Lyhardo Sidabutar, Bandi Sasmito, Fauzi Janu Amarrohman *) Program Studi Teknik Geodesi Fakultas
Lebih terperinciPENENTUAN MODEL GEOPOTENSIAL GLOBAL YANG OPTIMAL UNTUK PERHITUNGAN GEOID SUMATERA
PENENTUAN MODEL GEOPOTENSIAL GLOBAL YANG OPTIMAL UNTUK PERHITUNGAN GEOID SUMATERA Enos 1, Rochman Djaja 2, Dadan Ramdani 3 ABSTRAK Perkembangan teknologi penentuan posisi dengan satelit sampai saat ini,
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV.1. Analisis Data DEM/DTM Untuk mengetahui kualitas, persamaan, dan perbedaan data DEM/DTM yang akan digunakan untuk penelitian, maka dilakukan beberapa analisis. Gambar IV.1.
Lebih terperinciGeodesi Fisis. Minggu II,III : Review Medan Gayaberat Bumi Metode Pengukuran Gayaberat. Isna Uswatun Khasanah
Geodesi Fisis Minggu II,III : Review Medan Gayaberat Bumi Metode Pengukuran Gayaberat Isna Uswatun Khasanah 4/6/2016 Geofis Minggu 2,3 - Teknik Geodesi- FTSP ITP-2016 1 Statistik Pengumpulan Tugas1 Jumlah
Lebih terperinciPertemuan 3. Penentuan posisi titik horizontal dan vertikal
Pertemuan 3 Penentuan posisi titik horizontal dan vertikal Koordinat 3D Koordinat 3D Koordinat 3D Pernyataan lintang Pernyataan bujur dan Tinggi λ (Bujur) = sudut yang dibentuk antara meridian suatu titik,
Lebih terperinciStudi Anomali Gayaberat Free Air di Kota Surabaya
Studi Anomali Gayaberat Free Air di Kota Surabaya Enira Suryaningsih dan Ira Mutiara Anjasmara Departemen Teknik Geomatika, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)
Lebih terperinci3. METODOLOGI PENELITIAN
3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian mencakup seluruh pesisir Kabupaten Indramayu yang terdiri dari 11 kecamatan pesisir (Gambar 1). Secara geografis, wilayah studi
Lebih terperinciCOASTLINE MODELLING IN SEMARANG USING SHUTTLE RADAR TOPOGRAPHY MISSION (SRTM) AND COASTAL MAP OF INDONESIA (LPI)
COASTLINE MODELLING IN SEMARANG USING SHUTTLE RADAR TOPOGRAPHY MISSION (SRTM) AND COASTAL MAP OF INDONESIA (LPI) Nadya Oktaviani 1, Joko Ananto 1, Novaya Nurul Basyiroh 2 1 Badan Informasi Geospasial (BIG)
Lebih terperinciIra Mutiara Anjasmara 1, Lukman Hakim 1 1 Jurusan Teknik Geomatika, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)
Analisa Hubungan Perubahan Muka Air Laut, Perubahan Volume Es Di Kutub Selatan Dan Curah Hujan Dengan Menggunakan Satelit Altimetri(Studi Kasus : Laut Selatan Pulau Jawa Tahun 2011-2014) Ira Mutiara Anjasmara
Lebih terperinciPEMETAAN BATHYMETRIC LAUT INDONESIA
PEMETAAN BATHYMETRIC LAUT INDONESIA By : I PUTU PRIA DHARMA APRILIA TARMAN ZAINUDDIN ERNIS LUKMAN ARIF ROHMAN YUDITH OCTORA SARI ARIF MIRZA Content : Latar Belakang Tujuan Kondisi Geografis Indonesia Metode
Lebih terperinciBAB II DASAR TEORI. Berikut beberapa pengertian dan hal-hal yang berkaitan dengan pasut laut [Djunarsjah, 2005]:
BAB II DASAR TEORI 2.1 Pasang Surut Laut Pasut laut adalah perubahan gerak relatif dari materi suatu planet, bintang dan benda angkasa lainnya yang diakibatkan aksi gravitasi benda-benda angkasa dan luar
Lebih terperinciBAB III TEKNOLOGI LIDAR DALAM PEKERJAAN EKSPLORASI TAMBANG BATUBARA
BAB III TEKNOLOGI LIDAR DALAM PEKERJAAN EKSPLORASI TAMBANG BATUBARA 3.1 Kebutuhan Peta dan Informasi Tinggi yang Teliti dalam Pekerjaan Eksplorasi Tambang Batubara Seperti yang telah dijelaskan dalam BAB
Lebih terperinciHome : tedyagungc.wordpress.com
Email : tedyagungc@gmail.com Home : tedyagungc.wordpress.com Subagyo 2003, Permukaan bumi merupakan suatu bidang lengkung yang tidak beraturan, sehingga hubungan geometris antara titik satu dengan titik
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Satelit altimetri merupakan satelit yang berfungsi untuk mengamati topografi dan dinamika permukaan laut. Sistem satelit ini terdiri dari radar altimeter yang memiliki
Lebih terperinciBAB II SATELIT ALTIMETRI
BAB II SATELIT ALTIMETRI Teknologi satelit altimetri merupakan salah satu teknologi penginderaan jauh yang digunakan untuk mengamati dinamika topografi permukaan laut yang tereferensi terhadap suatu bidang
Lebih terperinciPERATURAN KEPALA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL NOMOR 15 TAHUN 2013 /2001 TENTANG SISTEM REFERENSI GEOSPASIAL INDONESIA 2013
PERATURAN KEPALA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL NOMOR 15 TAHUN 2013 /2001 TENTANG SISTEM REFERENSI GEOSPASIAL INDONESIA 2013 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL, Menimbang :
Lebih terperinciB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Satelit altimetri adalah sebuah teknologi dalam bidang geodesi satelit dengan manfaat yang cukup besar dalam pemantauan muka laut global dalam jangka waktu panjang.
Lebih terperinciKENAIKAN MUKA AIR LAUT PERAIRAN SUMATERA BARAT BERDASARKAN DATA SATELIT ALTIMETRI JASON-2
Kenaikan Muka Air laut Perairan Sumatera Barat Berdasarkan Data Satelit Alrtimetri Jason-2... (Khasanah & Yenni) KENAIKAN MUKA AIR LAUT PERAIRAN SUMATERA BARAT BERDASARKAN DATA SATELIT ALTIMETRI JASON-2
Lebih terperinciTEORI DASAR. variasi medan gravitasi akibat variasi rapat massa batuan di bawah. eksplorasi mineral dan lainnya (Kearey dkk., 2002).
III. TEORI DASAR 3.1. Metode Gayaberat Metode gayaberat adalah salah satu metode geofisika yang didasarkan pada pengukuran medan gravitasi. Pengukuran ini dapat dilakukan di permukaan bumi, di kapal maupun
Lebih terperinciPENGUKURAN BEDA TINGGI / SIPAT DATAR
PENGUKURAN BEDA TINGGI / SIPAT DATAR Survei dan Pengukuran APA YG DIHASILKAN DARI SIPAT DATAR 2 1 3 4 2 5 3 KONTUR DALAM ILMU UKUR TANAH Kontur adalah garis khayal yang menghubungkan titik-titik yang berketinggian
Lebih terperinciStudi Penurunan Tanah Kota Surabaya Menggunakan Global Positioning System
Studi Penurunan Tanah Kota Surabaya Menggunakan Global Positioning System Akbar.K 1 *, M.Taufik 1 *, E.Y.Handoko 1 * Teknik Geomatika, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, Indonesi Email : akbar@geodesy.its.ac.id
Lebih terperinciPEMODELAN TOPOGRAFI MUKA AIR LAUT (SEA SURFACE TOPOGRAPHY) PERAIRAN INDONESIA DARI DATA SATELIT ALTIMETRI JASON-1 MENGGUNAKAN SOFTWARE BRAT 2.0.
TUGAS AKHIR - PG 1382 PEMODELAN TOPOGRAFI MUKA AIR LAUT (SEA SURFACE TOPOGRAPHY) PERAIRAN INDONESIA DARI DATA SATELIT ALTIMETRI JASON-1 MENGGUNAKAN SOFTWARE BRAT 2.0.0 ARKADIA RHAMO NRP 3505 100 039 Dosen
Lebih terperinciKENAIKAN MUKA AIR LAUT PERAIRAN SUMATERA BARAT BERDASARKAN DATA SATELIT ALTIMETRI JASON-2
Kenaikan Muka Air laut Perairan Sumatera Barat Berdasarkan Data Satelit Alrtimetri Jason-2... (Khasanah dan Yenni) KENAIKAN MUKA AIR LAUT PERAIRAN SUMATERA BARAT BERDASARKAN DATA SATELIT ALTIMETRI JASON-2
Lebih terperinciBAB III PENGOLAHAN DATA DAN HASIL
BAB III PENGOLAHAN DATA DAN HASIL Kualitas hasil sebuah pengolahan data sangat bergantung pada kualitas data ukuran yang terlibat di dalam proses pengolahan data dan strategi dari pengolahan data itu sendiri.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar belakang. tatanan tektonik yang kompleks. Pada bagian barat Indonesia terdapat subduksi
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar belakang Indonesia terletak pada pertemuan antara tiga lempeng besar yakni lempeng Eurasia, Hindia-Australia, dan Pasifik yang menjadikan Indonesia memiliki tatanan tektonik
Lebih terperinciJournal of Dynamics 1(1) (2016) Journal of Dynamics. e-issn:
Journal of Dynamics 1(1) (2016) 31-40 Journal of Dynamics e-issn: 2502-0692 http://ejournal.kopertis10.or.id/index.php/dynamics/ Visualization of West Sumatra Ocean Surface Based on Topex/Poseidon, Jason-1
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hingga kini, semakin banyak bidang aplikasi yang menggunakan data spasial, baik sebagai masukan, maupun sebagai produk akhir. Jika dilihat dari dimensi dasarnya, data
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kebutuhan akan data batimetri semakin meningkat seiring dengan kegunaan data tersebut untuk berbagai aplikasi, seperti perencanaan konstruksi lepas pantai, aplikasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kadaster merupakan sistem informasi kepemilikan tanah beserta berbagai hak maupun catatan yang mengikutinya dengan melibatkan deskripsi geometrik dari persil tanah
Lebih terperinciTERBATAS 1 BAB II KETENTUAN SURVEI HIDROGRAFI. Tabel 1. Daftar Standard Minimum untuk Survei Hidrografi
1 BAB II KETENTUAN SURVEI HIDROGRAFI 1. Perhitungan Ketelitian Ketelitian dari semua pekerjaan penentuan posisi maupun pekerjaan pemeruman selama survei dihitung dengan menggunakan metoda statistik tertentu
Lebih terperinci1. BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN
1. BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peta menggambarkan data spasial (keruangan) yang merupakan data yang berkenaan dengan lokasi atau atribut dari suatu objek atau fenomena di permukaan
Lebih terperinciDatum Geodetik & Sistem Koordinat Maju terus
Datum Geodetik & Sistem Koordinat Maju terus 31/03/2015 8:34 Susunan Lapisan Bumi Inside eartth Datum geodetik atau referensi permukaan atau georeferensi adalah parameter sebagai acuan untuk mendefinisikan
Lebih terperinciSURVEI HIDROGRAFI. Tahapan Perencanaan Survei Bathymetri. Jurusan Survei dan Pemetaan Universitas Indo Global Mandiri Palembang
SURVEI HIDROGRAFI Tahapan Perencanaan Survei Bathymetri Jurusan Survei dan Pemetaan Universitas Indo Global Mandiri Palembang Tahapan Perencanaan Survey Bathymetri Pengukuran bathimetri dilakukan berdasarkan
Lebih terperinciBAB 3 PENGAMBILAN DATA DAN PENGOLAHAN DATA SURVEI HIDROGRAFI UNTUK PERENCANAAN ALUR PELAYARAN
BAB 3 PENGAMBILAN DATA DAN PENGOLAHAN DATA SURVEI HIDROGRAFI UNTUK PERENCANAAN ALUR PELAYARAN Hal yang perlu diperhatikan sebelum pelaksanaan survei hidrografi adalah ketentuan teknis atau disebut juga
Lebih terperinciJurnal Geodesi Undip APRIL 2015
APLIKASI SATELIT ALTIMETRI DALAM PENENTUAN SEA SURFACE TOPOGRAPHY (SST) MENGGUNAKAN DATA JASON-2 PERIODE 2011 (STUDI KASUS : LAUT UTARA JAWA) Alvian Danu Wicaksono, Bambang Darmo Yuwono, Yudo Prasetyo
Lebih terperinciEVALUASI TITIK KONTROL TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG DENGAN METODE PENGUKURAN KERANGKA DASAR VERTIKAL BENCH MARK (BM)
EVALUASI TITIK KONTROL TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG DENGAN METODE PENGUKURAN KERANGKA DASAR VERTIKAL BENCH MARK (BM) Ispen Safrel Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Semarang
Lebih terperinciDAFTAR PUSTAKA Abdurachim, A., 2002, Abidin, H. Z., 1995,
DAFTAR PUSTAKA Abdurachim, A., 2002, Dampak Kenaikan Muka Air Laut terhadap Penanganan Kawasan Permukiman, Seminar Nasional Pengaruh Global Warming terhadap Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Ditinjau dari
Lebih terperinciJaring kontrol gayaberat
Standar Nasional Indonesia Jaring kontrol gayaberat ICS 35.240.70 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah dan definisi...
Lebih terperinciMetodologi Penelitian
Metodologi Penelitian Minggu 6 dan 7 1 Penelitian di bidang Geodesi Difokuskan pada aspek-aspek penerapan teknologi Geodesi dan Geomatika. Sesuai dengan sifat dan lingkup materi Kajian, kegiatan profesional
Lebih terperinciBAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISIS
BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISIS 4.1 Penentapan Kriteria Data Topex/ Poseidon Data pengamatan satelit altimetri bersumber dari basis data RADS (Radar Altimeter Database System). Data altimetri yang
Lebih terperinciDrinkwater, M.R., Haagmans, R., Muzi, D. dan Popescu, A "The GOCE gravity mission: ESA's first core earth explorer". 3 rd International
180 DAFTAR PUSTAKA Abd-Elmotaal, H.A. 2011. "FFT versus least square collocation techniques for gravimetric geoid determination in Egypt". Journal of Applied Geophysics. 10, 121-133. Abidin, H. 1995. "Penentuan
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR. Universitas Gadjah Mada 1
BAB I PENGANTAR I.1. Definisi Ukur Tanah (Surveying) Ukur Tanah didefinisikan sebagai ilmu dan seni menentukan letak relatif dari titiktitik diatas, pada dan dibawah permukaan bumi. Dalam pengertian yang
Lebih terperinciJl Pasir Putih 1 Ancol Timur Jakarta Telp : (021) , Fax : (021)
Penentuan Garis Pantai Berdasarkan Undang-Undang Informasi Geospasial..(Suhelmi, I.R., Afi, R.N. dan Prihatno, H.) PENENTUAN GARIS PANTAI BERDASARKAN UNDANG-UNDANG INFORMASI GEOSPASIAL DALAM MENDUKUNG
Lebih terperinciMembandingkan Hasil Pengukuran Beda Tinggi dari Hasil Survei GPS dan Sipat Datar
Reka Geomatika Jurusan Teknik Geodesi No. 2 Vol. 1 ISSN 2338-350X Desember 2013 Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Membandingkan Hasil Pengukuran Beda Tinggi dari Hasil Survei GPS dan Sipat Datar
Lebih terperinciJENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK SATUAN TARIF (Rp) 1) Skala 1:10.000, 7 (tujuh) layer Per Nomor (NLP) ,00. Per Km² 20.
LAMPIRAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2007 TENTANG JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA BADAN KOORDINASI SURVEI DAN PEMETAAN NASIONAL I.
Lebih terperinciPenentuan Tinggi Orthometrik Gunung Semeru Berdasarkan Data Survei GPS dan Model Geoid EGM 1996
PROC. ITB Sains & Tek. Vol. 36 A, No. 2, 2004, 145-157 145 Penentuan Tinggi Orthometrik Gunung Semeru Berdasarkan Data Survei GPS dan Model Geoid EGM 1996 Hasanuddin Z. Abidin 1), Heri Andreas 1), Dinar
Lebih terperinciBAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengukuran Beda Tinggi Antara Bench Mark Dengan Palem Dari hasil pengukuran beda tinggi dengan metode sipat datar didapatkan beda tinggi antara palem dan benchmark
Lebih terperinci