BAB IV ANALISIS Analisis Terhadap Jaring Kontrol Geodesi
|
|
- Hamdani Hardja
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB IV ANALISIS 4.1 Analisis Terhadap Kandungan Informasi Geospasial Dasar (Kelautan) Bagian berikut akan menjelaskan tentang analisis penyelenggaraan Informasi Geospasial Dasar Kelautan yang telah diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial Analisis Terhadap Jaring Kontrol Geodesi Sebenarnya dalam penyelenggaraan Informasi Geospasial Dasar bidang Kelautan, sangat diperlukan adanya penyebaran stasiun pasut (pasang surut laut) yang memadai, terutama dalam negara kepulauan seperti Indonesia ini. Dengan adanya penyebaran stasiun pasut yang baik maka akan memfasilitasi penentuan referensi vertikal yang baik pula, dalam perspektif kelautan untuk penentuan referensi kedalaman. Namun dalam Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial tidak disebutkan mengenai Jaring Stasiun Pasut dalam Jaring Kontrol Geodesi sebagai bagian dari Informasi Geospasial Dasar, meskipun dalam Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang Republik Indonesia tentang Informasi Geospasial disebutkan bahwa Jaring Kontrol Geodesi sebagai bagian dari Informasi Geospasial Dasar terdiri dari Jaring Kontrol Horizontal Nasional, Jaring Kontrol Vertikal Nasional, dan Jaring Kontrol Gaya Berat dan Pasang Surut Laut A Analisis Terhadap Jaring Kontrol Horizontal Nasional (JKHN) Gambar 4.1 Distribusi JKHN (Sumber: BAKOSURTANAL) 22
2 Dari Gambar 4.1 tentang data distribusi Jaring Kerangka Horinzontal Nasional terbaru yang didapatkan pada saat penulisan Tugas Akhir ini, dapat dilihat secara langsung bahwa masih kurang rapatnya pengadaan titik-titik kontrol horizontal di bagian timur wilayah Indonesia. Dilihat dari pulau per pulaunya, Pulau Jawa memiliki tingkat kerapatan yang paling baik, disusul oleh Pulau Sumatra yang pengadaannya cukup merata. Pada Pulau Kalimantan terlihat bahwa kerapatan jaring kerangka horizontal di wilayah selatan cukup baik, namun tidak demikian halnya dengan wilayah tengah dan barat Kalimantan. Demikian halnya pada Pulau Sulawesi yang sudah cukup rapat, namun bagian tengahnya masih memerlukan pengadaan yg lebih rapat lagi. Sedangkan pada Pulau Papua, masih sangat memerlukan pengadaan titik-titik kontrol horizontal yang lebih banyak dan merata. Penyelenggaraan teknisnya mengacu pada SNI tentang Jaring Kontrol Horizontal B Analisis Terhadap Jaring Kontrol Vertikal Nasional (JKVN) Gambar 4.2 Distribusi JKVN (Sumber: BAKOSURTANAL) Dari data distribusi Jaring Kerangka Vertikal Nasional terbaru yang didapatkan pada saat penulisan Tugas Akhir ini, dapat dilihat secara langsung bahwa pada bagian timur wilayah Indonesia masih belum dibangun kerangka vertikal yang memadai. Dilihat dari pulau per pulaunya, Pulau Jawa dan Sumatra memiliki tingkat kerapatan yang paling baik. Pada Pulau Kalimantan dan Sulawesi jumlah dan sebarannya masih sangat minim. Sedangkan pada Pulau Papua sangat memerlukan pengadaan titik-titik kontrol vertikal dalam jumlah banyak dan 23
3 merata. Penyelenggaraan teknisnya mengacu pada SNI tentang Jaring Kontrol Vertikal dengan Metode Sipat Datar C Analisis Terhadap Jaring Kontrol Gaya Berat Nasional (JKGN) Pengukuran gaya berat di Indonesia telah lama dilakukan oleh perusahaan minyak di Jawa dan Sumatera. Namun, cakupannya tergolong sempit. Sayangnya data yang dimaksud selama ini dirahasiakan oleh perusahaan-perusahaan tersebut karena dapat mengungkap kondisi lapisan permukaan bumi yang memiliki cekungan minyak. Sementara itu, di luar Pulau Jawa dan Sumatera boleh dibilang hingga kini minim data gaya berat, bahkan Papua masih tergolong blank area. Penyediaan data gaya berat secara nasional untuk keperluan pembangunan di daerah dilakukan Bakosurtanal dengan menggandeng Denmark Technical University. Untuk mempercepat survei gravitasi ini dipilih wahana pesawat terbang, biasa disebut Airborne Gravimetry. Survey ini memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan survei di darat (terestrial) dan satelit. Dengan pesawat terbang jangkauan lebih luas dan cepat untuk medan yang berat, seperti hutan, pegunungan, dan perairan dangkal hingga pesisir. Selain itu juga memberikan kesinambungan data antara laut dan darat. Resolusi data lebih baik dibandingkan dengan satelit dan biaya yang dikeluarkan pun relatif lebih murah. Dalam program Bakosurtanal yang diberi nama Survey Airborne Gravity Indonesia (SAGI) ini, tahap awalnya dilakukan di seluruh Sulawesi, sebagai daerah yang memiliki topografi yang kompleks, selanjutnya baru dilanjutkan ke wilayah Indonesia lainnya. Penyelenggaraan teknisnya mengacu pada SNI tentang Jaring Kontrol Gaya Berat. Ilustrasinya bisa dilihat pada Gambar
4 Gambar 4.3 Ilustrasi Pengerjaan SAGI (Sumber: BAKOSURTANAL) D Analisis Terhadap Jaring Stasiun Pasut (Pasang Surut Laut) Gambar 4.4 Distribusi Stasiun Pasut (Sumber: BAKOSURTANAL) 25
5 Dari Gambar 4.4 tentang data distribusi Jaring Stasiun Pasut terbaru yang didapatkan pada saat penulisan Tugas Akhir ini, dapat dilihat secara langsung bahwa sama halnya dengan JKHN dan JKVN, pada bagian timur wilayah Indonesia masih belum dibangun stasiun-stasiun pasut dalam jumlah yang memadai. Dilihat dari pulau per pulaunya, Pulau Jawa dan Sumatra memiliki jumlah dan sebaran stasiun pasut yang paling baik, disusul oleh Pulau Sulawesi dalam jumlah dan sebaran yang cukup baik. Sedangkan pada Pulau Kalimantan dan Papua masih sangat minim jumlah dan sebarannya Analisis Terhadap Peta Dasar (Kelautan) Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2011 Tentang Informasi Geospasial ini belum difasilitasi keseluruhan jenis garis pantai dalam bentuk Peta Dasar. Seperti sudah disebutkan sebelumnya, dalam pasal 13 dinyatakan garis pantai terdiri atas: Garis Pantai Surut Terendah (digunakan untuk penyelenggaraan Peta LPI dan Peta LLN), Garis Pantai Pasang Tertinggi, dan Garis Pantai Tinggi Muka Air Laut Rata-Rata (untuk penyelenggaraan Peta Rupabumi, meskipun tidak termasuk dalam bidang Kelautan). Garis Pantai Pasang Tertinggi belum difasilitasi untuk penggunaan dalam bentuk Peta Dasar apapun, termasuk dalam perspektif Kelautan. 26
6 4.1.2.A Analisis Terhadap Peta Lingkungan Pantai Indonesia (LPI) Standarisasi nasional penyelenggaraan Peta Lingkungan Pantai Indonesia (LPI) yang telah disusun baru untuk dua skala, yaitu SNI untuk skala 1: dan SNI untuk skala 1: Masih ada skala-skala Peta LPI yang masih belum disusun standarisasinya, yaitu untuk skala 1: dan skala 1: B Analisis Terhadap Peta Lingkungan Laut Nasional (LLN) Tidak seperti Peta Lingkungan Pantai Indonesia, standarisasi nasional terbaru Peta Lingkungan Laut Nasional masih dalam tahap penyusunan. Peta-peta LLN yang ada saat ini acuan pembuatannya hanya berdasarkan peta awal buatan tahun 1992 oleh Dishidros. 4.2 Analisis Terhadap Penyelenggaraan Informasi Geospasial Dasar Tugas, fungsi, susunan organisasi, dan tata kerja Badan Informasi Geospasial sebagai penyelenggara Informasi Geospasial Dasar masih belum dijelaskan secara rinci pada Undang- Undang tersebut sehingga masih diperlukan adanya peraturan pendukung untuk memfasilitasinya. Untuk kualifikasi kompetensi penyelenggara Informasi Geospasial Dasar, telah diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2012 tentang Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI). Dengan penyusunan kurikulum geospasial yang baik maka diharapkan adanya kesetaraan sumber daya manusia Indonesia dan asing dalam bidang geospasial, terutama untuk kelautan. Sedangkan dalam hal pembinaan penyelenggara dan pengguna informasi geospasial, Badan Informasi Geospasial perlu memperhatikan kepentingan akademik, publik serta industri; terutama dalam pengadaan sarana dan prasarana termutakhir dalam hal pendidikan dan pelatihannya. 27
BAB II DASAR TEORI. 2.1 Geodesi dan Keterkaitannya dengan Geospasial
BAB II DASAR TEORI 2.1 Geodesi dan Keterkaitannya dengan Geospasial Dalam konteks aktivitas, ruang lingkup pekerjaan ilmu geodesi umumnya mencakup tahapan pengumpulan data, pengolahan dan manipulasi data,
Lebih terperinciKAJIAN ASPEK TEKNIS TERHADAP UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG INFORMASI GEOSPASIAL DASAR DALAM PERSPEKTIF BIDANG KELAUTAN
KAJIAN ASPEK TEKNIS TERHADAP UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG INFORMASI GEOSPASIAL DASAR DALAM PERSPEKTIF BIDANG KELAUTAN TUGAS AKHIR Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk
Lebih terperinciStatus Data RBI Skala 1: dan 1: Tahun Pusat Pemetaan Rupabumi dan Toponim Badan Informasi Geospasial KEBIJAKAN SATU PETA
Status Data RBI Skala 1:50.000 dan 1:25.000 Tahun 2017 Pusat Pemetaan Rupabumi dan Toponim Badan Informasi Geospasial KEBIJAKAN SATU PETA Landasan Hukum Undang Undang RI Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2001 TENTANG TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA BADAN KOORDINASI SURVEI DAN PEMETAAN NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciDr. ir. Ade Komara Mulyana Pusat Pemetaan Rupabumi dan Toponim. BADAN INFORMASI GEOSPASIAL
Dr. ir. Ade Komara Mulyana Pusat Pemetaan Rupabumi dan Toponim BADAN INFORMASI GEOSPASIAL www.big.go.id Menjamin Ketersediaan dan Akses IG yang bisa dipertanggung-jawabkan Single Reference demi padunya
Lebih terperinciTitiek Suparwati Kepala Pusat Pemetaan Tata Ruang dan Atlas Badan Informasi Geospasial. Disampaikan dalam Workshop Nasional Akselerasi RZWP3K
Titiek Suparwati Kepala Pusat Pemetaan Tata Ruang dan Atlas Badan Informasi Geospasial Disampaikan dalam Workshop Nasional Akselerasi RZWP3K Latar Belakang Dasar Hukum Pengertian Peran BIG dalam Penyusunan
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 65, 2001 Keuangan.Tarif.Bukan Pajak.Penerimaan Negara.Bakosurtanal. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
1 of 8 08/07/2009 20:16 Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Departemen Hukum Dan HAM Teks tidak dalam format asli. Kembali LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 65, 2001 Keuangan.Tarif.Bukan
Lebih terperinci1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 sebagaimana telah diubah dengan Perubahan Kedua Undang-Undang Dasar 1945;
pres-lambang01.gif (3256 bytes) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2001 TENTANG TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA BADAN KOORDINASI SURVEI DAN PEMETAAN
Lebih terperinciGasetir Sebagai Bagian Kekayaan Budaya Bangsa
SISTEMATIKA Gasetir Sebagai Bagian Kekayaan Budaya Bangsa Ida Herliningsih Kepala Bidang Toponim Pusat Pemetaan Rupabumi dan Toponim BADAN INFORMASI GEOSPASIAL Disampaikan pada acara Seminar Nasional Toponimi
Lebih terperinci2/24/2013 PETA DASAR. C. Peta LLN. A. Peta RBI. B. Peta LPI. Toponimi. Pemukiman. Garis Pantai. Jaringan Hidrologi. Jaringan Jalan.
Pasal 1: Ketentuan Umum Materi Sosialisasi UU 4/2011 tentang Informasi Geospasial pasal demi pasal Prof. Dr.-Ing. Fahmi Amhar anggota tim penyusun RUU-IG Peneliti Badan Koordinasi Survei & Pemetaan Nasional
Lebih terperinciMATRIK 2.3 RENCANA TINDAK PEMBANGUNAN KEMENTERIAN/ LEMBAGA TAHUN 2011
MATRIK 2.3 RENCANA TINDAK PEMBANGUNAN KEMENTERIAN/ LEMBAGA TAHUN 2011 KEMENTERIAN/LEMBAGA : BAKOSURTANAL 1 PROGRAM SURVEI DAN PEMETAAN NASIONAL Meningkatnya Pemanfaatan Peta Dasar Dalam Mendukung Pembangunan
Lebih terperinci2014, No.31 2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG INFORMASI GEOSPASIAL. BAB I K
No.31, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA WILAYAH. Geospasial. Informasi. Pelaksanaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5502) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri lebih dari buah
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri lebih dari 17.000 buah pulau (Kahar, dkk., 1994). Indonesia setidaknya memiliki lima buah pulau besar yaitu Pulau
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG INFORMASI GEOSPASIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG INFORMASI GEOSPASIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG INFORMASI GEOSPASIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG INFORMASI GEOSPASIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah
Lebih terperinciLampiran 1. Dokumen daftar informasi publik dari setiap satker/unit kerja.
Lampiran 1. Dokumen daftar informasi publik dari setiap satker/unit kerja. IDENTIFIKASI INFORMASI PUBLIK BADAN INFORMASI GEOSPASIAL KEDEPUTIAN INFORMASI GEOSPASIAL DASAR (IGD) 1 Data JKHN 2 Data JKVN 3
Lebih terperinciDengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG INFORMASI GEOSPASIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG INFORMASI GEOSPASIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG INFORMASI GEOSPASIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah
Lebih terperinciKeterkaitan antar lokasi atau ruang dapat dilihat secara fisik maupun nonfisik.
contoh interaksi keruangan antar wilayah di Indonesia: 1) menempatkan sebuah ruang publik (misalnya: rumah sakit) yang dapat dapat menjangkau wilayah2 sekitarnya dengan mudah, 2) membuka akses transportasi
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG INFORMASI GEOSPASIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG INFORMASI GEOSPASIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah
Lebih terperinciBAB III IMPLEMENTASI PENENTUAN BATAS LAUT KABUPATEN SELAYAR
BAB III IMPLEMENTASI PENENTUAN BATAS LAUT KABUPATEN SELAYAR Pada dasarnya pekerjaan penetapan batas wilayah di laut akan mencakup dua kegiatan utama, yaitu penetapan batas wilayah laut secara kartometrik
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.1252, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN DALAM NEGERI. Wilayah Batas Daerah. Penegasan. Pedoman. PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 76 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN
Lebih terperinciINTEGRASI PETA TEMATIK
INTEGRASI PETA TEMATIK Dalam Inisiatif Percepatan dan Pengukuhan Kawasan Hutan Dr.Priyadi Kardono, M.Sc. Deputi Bidang IGT, Badan Informasi Geospasial Disampaikan dalam Semiloka Pengukuhan Kawasan Hutan,
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG INFORMASI GEOSPASIAL
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG INFORMASI GEOSPASIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG INFORMASI GEOSPASIAL
SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG INFORMASI GEOSPASIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG INFORMASI GEOSPASIAL DAN IMPLEMENTASINYA. Sora Lokita
UNDANG-UNDANG INFORMASI GEOSPASIAL DAN IMPLEMENTASINYA Sora Lokita BOGOR, 3 Juli 2012 PEMBENTUKAN UU INFORMASI GEOSPASIAL a. D i s u s u n S e j a k 1990an d g n B e r b a g a i N a m a ( R U U S u r t
Lebih terperinciMisi BAKOSURTANAL 6. Kebijakan 7. Program
PROGRAM BAKOSURTANAL TAHUN 2003 DALAM PENINGKATAN KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA, DAN PERCEPATAN PEMBANGUNAN KAWASAN TIMUR INDONESIA DAN KAWASAN TERTINGGAL LAINNYA A. PENDAHULUAN Badan Koordinasi Survei
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG INFORMASI GEOSPASIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG INFORMASI GEOSPASIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa informasi geospasial merupakan informasi
Lebih terperinciJENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL
LAMPIRAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 2014 TENTANG JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL JENIS DAN TARIF ATAS JENIS
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG INFORMASI GEOSPASIAL
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG INFORMASI GEOSPASIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1/PERMEN-KP/2016 TENTANG PENGELOLAAN DATA DAN INFORMASI DALAM PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Geodesi merupakan ilmu yang mempelajari pengukuran bentuk dan ukuran bumi termasuk medan gayaberat bumi. Bentuk bumi tidak teratur menyebabkan penentuan bentuk dan
Lebih terperinciIV HASIL DAN PEMBAHASAN
30 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Peta co-tidal Perairan Indonesia Arah rambatan konstanta Pasut ditentukan dengan menganalisis kontur waktu air tinggi (satuan jam) suatu perairan. Jika kontur waktu air
Lebih terperinciII. PASAL DEMI PASAL. Pasal 1 Ayat (1) Huruf a Cukup jelas. Huruf b...
PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 2014 TENTANG JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL I. UMUM Sehubungan
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG
PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG INFORMASI GEOSPASIAL I. UMUM Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang
Lebih terperinciPeranan Informasi Geospasial dalam Penilaian Sumberdaya Hutan di Indonesia
Peranan Informasi Geospasial dalam Penilaian Sumberdaya Hutan di Indonesia Kekuatan, Geopolitik serta Keterbatasan Implementasinya Bersama Menata Indonesia yang Lebih Baik Badan Informasi Geospasial Dipresentasikan
Lebih terperinciKL 4099 Tugas Akhir. Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari. Bab 1 PENDAHULUAN
Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari Bab 1 PENDAHULUAN Bab PENDAHULUAN Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari 1
Lebih terperinci4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Perbandingan Hasil Model dengan DISHIDROS Komponen gelombang pasang surut M2 dan K1 yang dipilih untuk dianalisis lebih lanjut, disebabkan kedua komponen ini yang paling dominan
Lebih terperinci3.3 Luas dan Potensi Lahan Basah Non Rawa
3.3 Luas dan Potensi Lahan Basah Non Rawa Lahan basah non rawa adalah suatu lahan yang kondisinya dipengaruhi oleh air namun tidak menggenang. Lahan basah biasanya terdapat di ujung suatu daerah ketinggian
Lebih terperinci(BIG) Jl. Raya Jakarta-Bogor KM. 46. Cibinong Telepon. (021) Faksimile. (021) PO. Box. 46 CBI
BADAN INFORMASI GEOSPASIAL BADAN INFORMASI GEOSPASIAL (BIG) Jl. Raya Jakarta-Bogor KM. 46. Cibinong 16911 Telepon. (021) 875 2062-2063. Faksimile. (021) 875 2064 PO. Box. 46 CBI http://www.big.go.id KEPUTUSAN
Lebih terperinciArtikel. Pemanfaatan Pesawat Nir-Awak untuk Pemetaan Garis Pantai. Kerjasama BIG dan LAPAN
Artikel tentang Pemanfaatan Pesawat Nir-Awak untuk Pemetaan Garis Pantai Kerjasama BIG dan LAPAN Pemanfaatan Pesawat Nir-awak untuk Pemetaan Garis Pantai Oleh: Nadya Oktaviani (Ndy) - 2015 Tempuran, Jawa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terdapat dua jenis perairan di dunia ini, yaitu perairan laut dan perairan kedalaman atau yang juga disebut inland water. Perairan kedalaman dapat diklasifikasikan
Lebih terperinciANALISA PETA LINGKUNGAN PANTAI INDONESIA (LPI) DITINJAU DARI ASPEK KARTOGRAFIS BERDASARKAN PADA SNI
ANALISA PETA LINGKUNGAN PANTAI INDONESIA (LPI) DITINJAU DARI ASPEK KARTOGRAFIS BERDASARKAN PADA SNI 19-6726-2002 Pristantrina Stephanindra, Ir.Yuwono MT Program Studi Teknik Geomatika, Fakultas Teknik
Lebih terperinci2. TINJAUAN PUSTAKA. utara. Kawasan pesisir sepanjang perairan Pemaron merupakan kawasan pantai
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Perairan Pantai Pemaron merupakan salah satu daerah yang terletak di pesisir Bali utara. Kawasan pesisir sepanjang perairan Pemaron merupakan kawasan pantai wisata
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS IV.1 Analisis Data
BAB IV ANALISIS Dari studi pengolahan data yang telah dilakukan pada tugas akhir ini, dapat dianalisis dari beberapa segi, yaitu: 1. Analisis data. 2. Analisis kombinasi penggunaan band-x dan band-p. 3.
Lebih terperinciRINGKASAN SKEMA SERTIFIKASI SUB BIDANG HIDROGRAFI
RINGKASAN SKEMA SERTIFIKASI SUB BIDANG HIDROGRAFI No Klaster Unit Kompetensi Kode Unit Judul Unit Elemen Persyaratan Dasar Metode Uji Durasi Biaya Uji 1 Operator Utama M.711000.015.01 Mengamati Pasut Laut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. prasarana perhubungan, baik perhubungan darat, laut, maupun udara. Dari ketiga
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara berkembang saat ini sedang giat melaksanakan pembangunan di segala bidang. Pelaksanaan pembangunan tersebut bertujuan untuk mewujudkan masyarakat
Lebih terperinci2016, No Indonesia Nomor 2514); 3. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 7, Tamba
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1038, 2016 KEMENDAGRI. Batas Desa. Pedoman. Pencabutan. PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENETAPAN DAN PENEGASAN
Lebih terperinciPERATURAN KEPALA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL NOMOR 15 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN TEKNIS KETELITIAN PETA DASAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,
PERATURAN KEPALA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL NOMOR 15 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN TEKNIS KETELITIAN PETA DASAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, Menimbang : a. bahwa dalam penetapan standar ketelitian peta
Lebih terperinciBAB III TEKNOLOGI LIDAR DALAM PEKERJAAN EKSPLORASI TAMBANG BATUBARA
BAB III TEKNOLOGI LIDAR DALAM PEKERJAAN EKSPLORASI TAMBANG BATUBARA 3.1 Kebutuhan Peta dan Informasi Tinggi yang Teliti dalam Pekerjaan Eksplorasi Tambang Batubara Seperti yang telah dijelaskan dalam BAB
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 2014 TENTANG JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciDATA SISTEM INFORMASI PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR SAMPAI DENGAN SEMESTER I TAHUN I. Luas Wilayah ** Km2 773, ,7864
DATA SISTEM INFORMASI PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR SAMPAI DENGAN SEMESTER I TAHUN 2016 KELOMPOK DATA JENIS DATA : DATA UMUM : Geografi DATA SATUAN TAHUN 2015 SEMESTER I TAHUN 2016 I. Luas Wilayah
Lebih terperinciSPESIFIKASI PEKERJAAN SURVEI HIDROGRAFI Jurusan Survei dan Pemetaan UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI
SPESIFIKASI PEKERJAAN SURVEI HIDROGRAFI Jurusan Survei dan Pemetaan UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI Spesifikasi Pekerjaan Dalam pekerjaan survey hidrografi, spesifikasi pekerjaan sangat diperlukan dan
Lebih terperinci- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,
- 1 - PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN RETENSI ARSIP SEKTOR
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pantai BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pantai adalah daerah tepi perairan yang dipengaruhi oleh air pasang tertinggi dan air surut terendah, sedangkan pesisir adalah daerah darat di tepi laut yang masih mendapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. merupakan bagian dari wilayah Propinsi Sumatera Utara yang terletak di
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kabupaten Tapanuli Tengah merupakan salah satu kabupaten yang merupakan bagian dari wilayah Propinsi Sumatera Utara yang terletak di bagian pesisir pantai barat pulau
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pemodelan Hidrodinamika Arus dan Pasut Di Muara Gembong
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pemodelan Hidrodinamika Arus dan Pasut Di Muara Gembong Pemodelan ini menghasilkan dua model yaitu model uji sensitifitas dan model dua musim. Dalam model uji sensitifitas
Lebih terperinciMengapa proyeksi di Indonesia menggunakan WGS 84?
Nama : Muhamad Aidil Fitriyadi NPM : 150210070005 Mengapa proyeksi di Indonesia menggunakan WGS 84? Jenis proyeksi yang sering di gunakan di Indonesia adalah WGS-84 (World Geodetic System) dan UTM (Universal
Lebih terperinciMENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA
SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,
Lebih terperinciKONDISI FISIK WILAYAH
BAB I KONDISI FISIK WILAYAH GEOGRAFIS DENGAN AKTIVITAS PENDUDUK Setelah mempelajari bab ini, diharapkan kalian mampu memahami hubungan antara kondisi fisik geografis suatu daerah dengan kegiatan penduduk.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam rangka membangun infratsruktur data spasial, baik di tingkat nasional maupun di tingkat daerah, setidaknya ada 5 (lima) komponen utama yang dibutuhkan, yaitu
Lebih terperinciDUKUNGAN ILMU GEOGRAFI UNTUK MENDUKUNG IMPLEMENTASI UU NOMOR 4 TAHUN ASEP KARSIDI, M.Sc., Ph.D. KEPALA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL
DUKUNGAN ILMU GEOGRAFI UNTUK MENDUKUNG IMPLEMENTASI UU NOMOR 4 TAHUN 2011 ASEP KARSIDI, M.Sc., Ph.D. KEPALA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL DISAMPAIKAN PADA KULIAH UMUM DI DEPARTEMEN GEOGRAFI FMIPA UI 15 OKTOBER
Lebih terperinciPengaruh Perubahan UU 32/2004 Menjadi UU 23/2014 Terhadap Luas Wilayah Bagi Hasil Kelautan Terminal Teluk Lamong antara
A393 Pengaruh Perubahan UU 32/2004 Menjadi UU 23/2014 Terhadap Luas Wilayah Bagi Hasil Kelautan Terminal Teluk Lamong antara, dan Melisa Ayuningtyas, Khomsin Jurusan Teknik Geomatika, Fakultas Teknik Sipil
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Laut yang mengelilingi pulau-pulau di Indonesia membuat banyak terbentuknya
PENDAHULUAN I.1. Umum Indonesia merupakan salah satu Negara kepulauan terbesar didunia. Memiliki laut-laut yang banyak menghasilkan sumber daya dan kekayaan alam. Laut yang mengelilingi pulau-pulau di
Lebih terperinciJurnal Geodesi Undip Juli 2017
ANALISIS PENGARUH PEMILIHAN PETA DASAR TERHADAP PENENTUAN BATAS PENGELOLAAN WILAYAH LAUT SECARA KARTOMETRIS (Studi Kasus : Kabupaten Sumenep, Jawa Timur) Ajeng Kartika Nugraheni Syafitri, Moehammad Awaluddin,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari ribuan pulau, baik pulau besar maupun kecil, yang mengandung informasi-informasi geospasial untuk digali dan
Lebih terperinciUJI KETELITIAN DATA KEDALAMAN PERAIRAN MENGGUNAKAN STANDAR IHO SP-44 DAN UJI STATISTIK (Studi Kasus : Daerah Pantai Barat Aceh)
UJI KETELITIAN DATA KEDALAMAN PERAIRAN MENGGUNAKAN STANDAR IHO SP-44 DAN UJI STATISTIK (Studi Kasus : Daerah Pantai Barat Aceh) N. Oktaviani 1, J. Ananto 2, B. J. Zakaria 3, L. R. Saputra 4, M. Fatimah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perkembangan geologi Papua diawali sejak evolusi tektonik Kenozoikum
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Perkembangan geologi Papua diawali sejak evolusi tektonik Kenozoikum New Guinea yakni adanya konvergensi oblique antara Lempeng Indo-Australia dan Lempeng Pasifik (Hamilton,
Lebih terperinciBAB II PEMUTAKHIRAN PETA LAUT
BAB II PEMUTAKHIRAN PETA LAUT 2.1 Peta Laut Peta laut adalah representasi grafis dari permukaan bumi yang menggunakan simbol, skala, dan sistem proyeksi tertentu yang mengandung informasi serta menampilkan
Lebih terperinci4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Batimetri Selat Sunda Peta batimetri adalah peta yang menggambarkan bentuk konfigurasi dasar laut dinyatakan dengan angka-angka suatu kedalaman dan garis-garis yang mewakili
Lebih terperinciIV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN
38 IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Letak Hutan Mangrove di Tanjung Bara termasuk dalam area kawasan konsesi perusahaan tambang batubara. Letaknya berada di bagian pesisir timur Kecamatan Sangatta
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari beberapa pulau utama dan ribuan pulau kecil disekelilingnya. Dengan 17.508 pulau, Indonesia menjadi negara
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.59/Menhut-II/2013 TENTANG TATA CARA PENETAPAN BATAS DAERAH ALIRAN SUNGAI
PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.59/Menhut-II/2013 TENTANG TATA CARA PENETAPAN BATAS DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Pengembang, Kontraktor), maka diperoleh rating keseluruhan infrastruktur yang
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis data dan review dari 30 responden yang merupakan praktisi dan akademisi teknik sipil (Pemerintah DPU, Konsultan, Pengembang, Kontraktor),
Lebih terperinciGEODESI FISIS Isna Uswatun Khasanah
GEODESI FISIS Isna Uswatun Khasanah Infromasi Personal Isna Uswatun Khasanah ST., M.Eng S1 Teknik Geodesi UGM S2 Teknik Geomatika UGM Email : ikhasanah31@gmail.com Hp : 085310591597 / 085729210368 Outline
Lebih terperinciMILIK UKDW PENDAHULUAN BAB 1
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Potensi alam yang dimiliki Indonesia, seperti tanah, air hutan dan segala kekayaan alam yang ada di dalamnya, misalnya: di darat berupa pegunungan ataupun daratan.
Lebih terperinci2 rencana tata ruang itu digunakan sebagai media penggambaran Peta Tematik. Peta Tematik menjadi bahan analisis dan proses síntesis penuangan rencana
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI PEMERINTAHAN. Wilayah. Nasional. Rencana. Tata Ruang. Peta. Ketelitian. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 8) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I.1
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Gaya Gravitasi merupakan gaya yang terjadi antara dua massa yang saling berinteraksi berupa gaya tarik-menarik sehingga kedua benda mengalami percepatan yang arahnya
Lebih terperinciKESIAPAN E-GOVERNMENT XYZ
KESIAPAN E-GOVERNMENT XYZ Lucky E. Santoso dan Anton T. Argono http://www.lesantoso.com/ Abstrak Tujuan penelitian ini adalah menentukan seberapa siap instansi-instansi XYZ (bukan nama sebenarnya) dalam
Lebih terperinciPesawat Polonia
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara maritim sekaligus negara kepulauan terbesar di dunia, tidak bisa dibantah bahwa pelabuhan menjadi cukup penting dalam membantu peningkatan
Lebih terperinciPeran Data dan Informasi Geospasial Dalam Pengelolaan Pesisir dan DAS
BADAN INFORMASI GEOSPASIAL Bersama Menata Indonesia yang Lebih Baik Peran Data dan Informasi Geospasial Dalam Pengelolaan Pesisir dan DAS Priyadi Kardono Kepala Badan Informasi Geospasial Disampaikan dalam
Lebih terperinciVARIABILITAS SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN PULAU BIAWAK DENGAN PENGUKURAN INSITU DAN CITRA AQUA MODIS
VARIABILITAS SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN PULAU BIAWAK DENGAN PENGUKURAN INSITU DAN CITRA AQUA MODIS Irfan A. Silalahi 1, Ratna Suwendiyanti 2 dan Noir P. Poerba 3 1 Komunitas Instrumentasi dan Survey
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan akan transportasi akan terus bertambah seiring dengan semakin tingginya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebutuhan akan transportasi akan terus bertambah seiring dengan semakin tingginya tingkat mobilitas masyarakat. Mobilitas masyarakat membutuhkan sebuah sarana
Lebih terperinciKORIDOR EKONOMI INDONESIA DALAM PENATAAN RUANG SUATU PERSPEKTIF
KORIDOR EKONOMI INDONESIA DALAM PENATAAN RUANG SUATU PERSPEKTIF Apakah Rencana Tata Ruang Pulau sudah sesuai dengan koridor ekonomi?, demikian pertanyaan ini diutarakan oleh Menko Perekonomian dalam rapat
Lebih terperinci2 menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia tentang Rawa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 t
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.797, 2015 KEMEN PU-PR. Rawa. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciRingkasan Materi Pelajaran
Standar Kompetensi : 5. Memahami hubungan manusia dengan bumi Kompetensi Dasar 5.1 Menginterpretasi peta tentang pola dan bentuk-bentuk muka bumi 5.2 Mendeskripsikan keterkaitan unsur-unsur geografis dan
Lebih terperinciBAB. Bentuk Permukaan Bumi
BAB 8 Bentuk Permukaan Bumi Ketika sedang belajar IPA, ibu guru bertanya kepada Dimas. "Ayo, sebutkan, terdiri dari apakah permukaan bumi kita?" Dimas menjawab, "Permukaan bumi kita terdiri atas daratan
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Pengumpulan Data Dalam suatu penelitian perlu dilakukan pemgumpulan data untuk diproses, sehingga hasilnya dapat digunakan untuk analisis. Pengadaan data untuk memahami
Lebih terperinciTUGAS BAHASA INDONESIA
TUGAS BAHASA INDONESIA Nama : Wahyu Abadi NIS : 7484 Kelas : XI TKJ 2 Sekolah : SMK Negeri 1 Sumenep TEKNIK KOMPUTER & JARINGAN SMK NEGERI 1 SUMENEP 2016/2017 1. Carilah teks eksplansi kompleks! Selanjutnya
Lebih terperinciIV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Kecamatan Padang Cermin merupakan bagian dari Kabupaten Pesawaran, Secara
IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Letak dan Luas Kecamatan Padang Cermin merupakan bagian dari Kabupaten Pesawaran, Secara geografis, Kecamatan Padang Cermin terletak di sebelah Tenggara Kabupaten
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tenggara Timur yang terletak di daratan Pulau Flores. Wilayah Kabupaten
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kabupaten Sikka dengan ibu kotanya bernama Maumere merupakan salah satu kabupaten yang merupakan bagian dari wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur yang terletak di daratan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. informal dan hampir 30% dari pekerja di sektor informal adalah nelayan, dan secara
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar nomor 4 di dunia terdiri dari sekitar 17.000 pulau. Terdapat ± 8.090 desa pesisir tersebar di 300 kabupaten/kota pesisir.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota Semarang merupakan ibu kota propinsi Jawa Tengah. Kota
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota Semarang merupakan ibu kota propinsi Jawa Tengah. Kota Semarang dapat ditempuh melalui jalan laut, udara dan darat. Namun demikian pelayanan transportasi darat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang subduksi Gempabumi Bengkulu 12 September 2007 magnitud gempa utama 8.5
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia terletak pada pertemuan antara lempeng Australia, Eurasia, dan Pasifik. Lempeng Australia dan lempeng Pasifik merupakan jenis lempeng samudera dan bersifat
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang sangat luas terdiri dari
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang sangat luas terdiri dari beberapa pulau besar antara lain Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Jawa, Nusa Tenggara, Maluku dan Papua.
Lebih terperinciHome : tedyagungc.wordpress.com
Email : tedyagungc@gmail.com Home : tedyagungc.wordpress.com Subagyo 2003, Permukaan bumi merupakan suatu bidang lengkung yang tidak beraturan, sehingga hubungan geometris antara titik satu dengan titik
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Secara umum pantai didefenisikan sebagai daerah di tepi perairan (laut) sebatas antara surut terendah dengan pasang tertinggi, sedangkan daerah pesisir adalah daratan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Batu bara
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Sumber daya alam atau biasa disingkat SDA adalah sesuatu yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan dan kebutuhan hidup manusia agar hidup lebih sejahtera yang
Lebih terperinci