BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang"

Transkripsi

1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Globalisasi telah membuat batas antar negara menjadi semakin tersamar, sehingga memungkinkan terjadinya hubungan kerjasama antar negara baik melalui hubungan regional, bilateral, maupun multilateral. Kerjasama ini terjadi di berbagai sektor, termasuk di dalam sektor ketenagakerjaan. Dalam konteks ini, Indonesia telah melakukan kerjasama ketenagakerjaan dengan negara lain sejak masa penjajahan di tahun Menurut Effendi dalam Nasution (1999), migrasi tenaga kerja ini sifatnya cenderung permanen (tenaga kerja akan menetap dan menjadi penduduk di negara tujuan) dan ada unsur paksan (forced migration). Pada tahun 1947, dibentuklah sebuah lembaga yang mengurus sektor ketenagakerjaan atau perburuhan di Indonesia yaitu Kementerian Perburuhan. Pembentukan lembaga ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah No.3/1947. Pada saat itu, pemerintah tidak terlibat dalam proses penempatan tenaga kerja. Penempatan tersebut masih bersifat tradisional dan berdasarkan asas kekerabatan (dilakukan secara orang perorang). Pemerintah mulai turun tangan pada tahun 1970 dimana penempatan TKI kemudian diatur dan didasarkan pada kebijakan pemerintah Indonesia pada tahun 1970 melalui Peraturan Pemerintah No.4/1970 melalui Program Antarkerja Antardaerah (AKAD) dan Antarkerja Antarnegara (AKAN). Program ini dilaksanakan oleh Departemen Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Koperasi yang bekerjasama dengan pihak swasta untuk melakukan proses pengerahan jasa TKI dan penempatan TKI swasta. Mulai tahun 2004, seluruh proses penempatan dan perlindungan TKI secara resmi dilaksanakan oleh sebuah badan bernama BNP2TKI (Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia). Sesuai dengan Keputusan Kepala Badan BNP2TKI Nomor: PER.35/KA.VIII/2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di lingkungan BNP2TKI, Balai Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BP3TKI) Yogyakarta mempunyai tugas

2 untuk memberikan kemudahan pelayanan pemrosesan seluruh dokumen penempatan, perlindungan, dan penyelesaian masalah TKI secara terkoordinasi dan terintegrasi khusunya di wilayah Yogyakarta. Dengan adanya pembentukan lembaga yang resmi mengurus TKI, maka perlu diketahui pengertian dari TKI itu sendiri. Pengertian TKI menurut pasal 1 bagian (1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri adalah setiap warga negara Indonesia yang memenuhi syarat untuk bekerja di luar negeri dalam hubungan kerja untuk jangka waktu tertentu dengan menerima upah. Tenaga Kerja Indonesia Purna yang selanjutnya disebut TKI Purna adalah setiap TKI yang telah kembali ke Indonesia baik karena telah berakhir perjanjian kerjanya maupun karena sebab lain. Sesuai dengan Keputusan Kepala Badan BNP2TKI Nomor: PER.35/KA.VIII/2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di lingkungan BNP2TKI, Balai Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BP3TKI) Yogyakarta mempunyai tugas untuk memberikan kemudahan pelayanan pemrosesan seluruh dokumen penempatan, perlindungan, dan penyelesaian masalah TKI secara terkoordinasi dan terintegrasi khusunya di wilayah Yogyakarta. Melalui pencatatan yang dilakukan oleh BP3TKI, terdapat TKI Purna yang kembali ke Indonesia melalui pintu Bandara Internasional Adi Soetjipto. Berikut adalah data yang menunjukkan kepulangan TKI Purna berdasarkan daerah asalnya: Tabel 1. Data Kepulangan TKI Berdasarkan Daerah Asal Melalui Bandara Internasional Adi Soetjipto Yogyakarta tahun 2015 Kabupaten/Kota Jumlah Kepulangan TKI Yogyakarta 30 Sleman 136 Bantul 221 Gunung Kidul 72 Kulon Progo 223 Luar DIY 9866 Total Sumber: Laporan Tahunan BP3TKI Yogyakarta tahun 2015

3 Dari data tersebut dapat diketahui jumlah kepulangan tertinggi ditempati oleh TKI yang berasal dari luar DIY, misalnya dari Klaten, Cilacap, dan lain-lain. Jumlah tertinggi kedua dan ketiga ditempati oleh Kulon Progo dan Gunung Kidul. Kedua daerah ini masih menjadi penyumbang TKI terbanyak di Daerah Istimewa Yogyakarta. Konsentrasi utama yang ditujukkan kepada para TKI Purna adalah kemampuannya di dalam mengelola pendapatan yang diterimanya dari pekerjaannya di luar negeri. Harapannya, TKI Purna dapat bersikap bijak di dalam mengelola keuangannya sehingga dapat memberikan kesejahteraan bagi keluarganya. Namun, hal yang sering ditemui di lapangan adalah TKI Purna yang masih kurang bijak memanfaatkan uang yang dimilikinya dan cenderung konsumtif. Perilaku konsumtif ini dapat dipengaruhi oleh gaya hidup yang biasa diaplikasikan selama bekerja di luar negeri. Untuk mengatasi hal tersebut, BP3TKI melakukan program sebagai bentuk pemberdayaan kepada para TKI Purna dan keluarganya. Tujuan ini adalah untuk menambah wawasan mereka serta meningkatkan motivasi mereka untuk dapat memanfaatkan uang atau gaji yang mereka dapatkan dari hasil bekerja di luar negeri menjadi suatu bentuk kegiatan yang sifatnya produktif. Pemberdayaan TKI Purna ini menjadi Fokus dan Prioritas Program Kepala BNP2TKI untuk mendorong, membantu dan memfasilitasi para TKI Purna dan keluarganya menuju kesejahteraaan yang lebih baik dan penghidupan yang layak. Program pemberdayaan TKI Purna berada di bawah Seksi Perlindungan dan Pemberdayaan, kegiatan yang dilakukan diantaranya:

4 1. Pelatihan Bimtek Kewirausahaan TKI Purna Kegiatan pemberdayaan yang pertama yaitu Pelatihan Bimtek Kewirausahaan TKI Purna dan keluarganya, mekanismenya adalah sebagai berikut: Grafik 1. Alur Mekanisme Pelatihan Bimtek bagi TKI Purna dan Keluarganya Identifikasi Calon Peserta Seleksi dan Penetapan Peserta Koordinasi dengan Stakeholders Pembentukan Usaha Mandiri, Koperasi, Asosiasi, Kelompok Usaha, Pekerja Produktif Akses Pasar, Akses Modal, Link ke Stakeholders Terkait Pelaksanaan (mencakup fasilitasi dan pendampingan) Monitoring dan Evaluasi Sumber: Pemberdayaan Terintegrasi Bagi TKI Purna dan Keluarganya - BNP2TKI Tahap pertama adalah identifikasi peserta yang dilakukan sebelum pelaksanaan. Identifikasi peserta dilakukan dengan melakukan pendataan di debarkasi maupun di kantong daerah asal TKI melalui data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh melalui wawancara atau kunjungan melalui kuesioner, ditabulasi dan dianalisa sesuai dengan wilayah kerja BP3TKI. Sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh pada waktu pemulangan TKI melalui daerah debarkasi (misalnya: melalui Bandara Adi Soecipto Yogyakarta) dan melalui crisis center. Setelah memperoleh data peserta, BP3TKI melakukan proses kedua yaitu seleksi dan penetapan peserta dari data tersebut. Tahap selanjutnya yaitu koordinasi dengan stakeholders. Stakeholders yang dimaksud adalah berbagai pihak yang membantu kelancaran proses Bimtek

5 tersebut. Berbagai stakeholders yang terkait adalah mitra usaha lokal, praktisi dari lembaga keuangan dan perbankan, motivator, dan inspirator (TKI Purna yang berhasil dalam usahanya). Peran mereka dalam ini adalah sebagai narasumber. Pelaksanaan Bimtek dilaksanakan selama 6 (enam) hari yang terdiri dari teori dan praktek, dengan materi yang mencakup: a. motivasi dari trainer dan inspirator, b. perencanaan keuangan pribadi dan usaha, c. pengelolaan keuangan, d. pengelolaan usaha (prinsip-prinsip kewirausahaan, bagaimana membangun usaha produk, harga, tempat, pengemasan, pemasaran, dan pengorganisasian SDM) e. praktek/magang (produk/jasa) f. rencana aksi kelompok g. program pemberdayaan kelompok TKI Purna Materi praktek produksi yang diberikan dapat berbeda-beda. Program pemberdayaan TKI Purna dan keluarganya dilaksanakan dalam bentuk yang pelaksanaannya ditentukan berdasarkan seleksi atas identifikasi peserta atau pemetaan mitra yang berpotensi di wilayah kerja masing-masing (kearifan lokal), berikut merupakan pengelompokan jenis nya: a. Sektor ketahanan pangan, adalah sektor yang memperkuat ketersediaan pangan nasional. Contoh: pertanian, peternakan, perikanan, dan perkebunan. b. Sektor industri ekonomi kreatif, adalah sektor dengan konsep ekonomi baru yang menginvestasikan informasi dan kreativitas dengan mengandalkan ide dan pengetahuan dari sumber daya manusia sebagai faktor produksi yang utama. Contoh: kerajinan tangan, usaha kreatif dari limbah, olahan diversifikasi pangan, dan sebagainya. c. Sektor pariwisata, adalah sektor yang bergerak dalam pengembangan wisata. Contoh: tour and travel, spa therapist, traveller guide, dan sebagainya.

6 d. Sektor jasa, adalah sektor yang bergerak di bidang jasa (peningkatan kapabilitas). Contoh: salon, rias pengantin, penerjemah, guru bahasa, supir, jurnalis, toko kelontong, fotografer, penyewaan guest house, dan sebagainya. Setelah melalui proses bimbingan ini, TKI Purna dibekali dengan akses modal, akses pasar, dan link stakeholder untuk menampung produk yang dihasilkan. Harapannya, melalui kegiatan Bimtek ini para TKI Purna dapat meningkatkan kesejahteraan keluarganya melalui pembangunan usaha produktif mandiri sehingga tidak perlu bekerja keluar negeri lagi. Tahap terakhir dari yaitu monitoring dan evaluasi. Monitoring dilaksanakan oleh BP3TKI setiap 3 (tiga) bulan sekali setelah pelaksanaan dengan menggunakan metode penyebaran kuesioner kepada responden yaitu TKI Purna dan keluarganya yang pernah mengikuti edukasi kewirausahaan. Laporan pendampingan disampaikan kepada kepala BP3TKI. Pendampingan dilaksanakan melalui pemberian motivasi secara berkala kepada para TKI Purna agar mereka mau mengaplikasikan hal yang sudah dipelajari selama Bimtek dan menjadikannya sebagai bentuk usaha mandiri. Di dalam proses ini, BP3TKI mengalami hambatan dikarenakan tidak adanya anggaran dan sumber daya manusia yang bisa melakukan proses pendampingan. Selama ini, pendampingan hanya dilakukan sebanyak satu kali paska Bimtek dan tidak bersifat berkelanjutan. 2. Edukasi Perbankan dalam Rangka Pengelolaan Remitansi untuk Kegiatan Edukatif Kegiatan pemberdayaan yang kedua yaitu Edukasi Perbankan dalam Rangka Pengelolaan Remitansi untuk Kegiatan Edukatif merupakan sebuah kegiatan yang mengajarkan cara pengelolaan keuangan yang meliputi pengelolaan tabungan dan pinjaman, penyusunan anggaran, dan asuransi. Tujuan diadakannya kegiatan ini adalah agar para TKI Purna dan keluarganya dapat lebih bijaksana di dalam mengelola pendapatan dan mengindari terjadinya pemborosan pendapatan.

7 Kedua kegiatan pemberdayaan tersebut rutin dilakukan oleh BP3TKI Yogyakarta dan tidak terlepas dari kendala maupun permasalahan yang meliputinya. Permasalahan yang sering terjadi selama proses pemberdayaan tersebut adalah: 1. Kesulitan BP3TKI Mengidentifikasi TKI Purna yang Bersedia Mengikuti Pelatihan Bimtek Identifikasi peserta yang mengikuti Bimtek adalah para TKI Purna. Kesulitan yang dihadapi oleh BP3TKI pada proses identifikasi ini ketika adanya TKI Purna yang enggan mengikuti. Keengganan ini berasal dari kurangnya motivasi untuk berwirausaha sehingga mereka tidak menganggap Bimtek sebagai suatu kebutuhan. Selain itu, proses pendataan ini sering dilakukan secara manual dengan door-to-door di rumah para TKI Purna sehingga dituntut efektivitasnya mengingat hal ini membutuhkan waktu, sumber daya, dan anggaran yang lebih banyak. Permasalahan ini diatasi oleh BP3TKI dengan cara menentukan koordinator dari tiap daerah untuk mendata calon TKI Purna yang mau mengikuti sehingga memudahkan proses pendataan (tidak perlu door-to-door). 2. Kesulitan TKI Purna dalam Menentukan Kebutuhan Pelatihan Usaha Proses identifikasi peserta untuk mengikuti kegiatan Bimtek dilaksanakan untuk menentukan jenis nya. Dari proses seleksi peserta akan diketahui kebutuhan atau minat usaha dari para peserta, dan disinergikan dengan jenis yang akan dilaksanakan. Melalui proses seleksi ini, maka jenis akan sesuai dengan kebutuhan atau minat usaha peserta. Permasalahan yang dihadapi BP3TKI dalam tahap ini adalah kesulitan yang dialami peserta untuk mengetahui kebutuhan dan minat usahanya. Sehingga, dibutuhkan proses wawancara yang mendalam dan waktu yang lebih lama pada saat identifikasi peserta ini. Selain itu, pihak BP3TKI akhirnya menentukan berdasarkan potensi alam atau sumber daya yang terdapat di wilayah tersebut (kearifan lokal). 3. Penghapusan Anggaran untuk Bantuan Modal dan Peralatan Selama beberapa tahun terakhir, pelaksanaan Bimtek diikuti dengan penyaluran bantuan peralatan serta modal usaha bagi para TKI Purna setelah selesai mengikuti. Harapannya, dengan adanya peralatan serta modal usaha yang

8 diberikan, TKI Purna dapat segera memanfaatkannya untuk membangun kegiatan usaha. Penyaluran bantuan peralatan dan modal usaha ini kemudian dihentikan berdasarkan keputusan Kemendagri yang menyatakan bahwa bantuan tidak dapat diberikan dalam bentuk uang tunai. 4. Proses Pendampingan Paska Pelatihan Bimtek yang Belum Optimal Pelatihan diadakan dengan tujuan untuk menambah keterampilan dan kemampuan produksi, serta meningkatkan motivasi kewirausahaan para TKI Purna. Pihak pemberdayaan BP3TKI Yogyakarta mengakui masih adanya kesulitan di dalam proses pemberdayaan TKI Purna paska. Hal ini disebabkan tidak adanya anggaran dan sumber daya manusia di BP3TKI untuk melakukan proses pendampingan. Padahal, proses pendampingan ini memiliki peranan yang penting di dalam rangkaian usaha pemberdayaan dimana BP3TKI dapat mengetahui kondisi terkini yang terjadi dengan unit usaha TKI Purna dan dapat terus mengontrol perkembangannya. Banyak ditemui kondisi dimana para TKI Purna tidak segera memulai usaha produktifnya, meskipun sudah lewat satu bulan lebih dari paska Bimtek. Alasannya dapat bermacam-macam, utamanya karena kurangnya motivasi dan ketakutan untuk memulai usaha. Jika proses monitoring atau pendampingan secara berkala kepada TKI Purna dapat dilaksanakan dengan baik, maka harapannya para TKI Purna dapat terus merasa termotivasi dan tergerak untuk segera memulai usahanya. Berdasarkan adanya empat permasalahan di atas, penulis merasakan adanya kepentingan untuk dapat melakukan kegiatan magang di BP3TKI Yogyakarta. Kepentingan tersebut berasal dari keinginan untuk dapat memberikan kontribusi dan bantuan yang nyata pada pelaksanaan program pemberdayaan BP3TKI. Kontribusi yang dilakukan penulis selama proses magang diharapkan dapat menjawab permasalahan pada butir pertama yaitu kesulitan BP3TKI mengidentifikasi TKI Purna yang bersedia mengikuti Bimtek serta permasalahan pada butir keempat yaitu proses monitoring paska Bimtek yang tidak optimal. Penulis telah merumuskan

9 solusi dan tujuan dari kedua permasalahan tersebut, yang dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 2. Permasalahan, Solusi, dan Tujuan Kegiatan Magang Permasalahan Solusi Tujuan Proses pendampingan yang belum optimal Tidak adanya penjalinan relasi antara unit usaha TKI Purna dengan mitra usaha Pentingnya informasi kebutuhan untuk tahun selanjutnya Pendampingan personal kepada TKI Purna pada saat Bimtek Pendataan perkembangan Unit Usaha Kerajinan Bambu TKI Purna paska Menjadi perantara antara Unit Usaha TKI Purna dengan Mitra Usaha Melakukan assessment kebutuhan pemberdayaan TKI Purna Sumber: Penulis, 2016 Memberikan dorongan semangat dan motivasi kepada TKI Purna untuk aktif mengikuti Bimtek Mengetahui perkembangan usaha TKI Purna di Kabupaten Kulon Progo Meningkatan produktivitas unit usaha TKI Purna, utamanya dalam bidang pemasaran Mengetahui kebutuhan untuk hasil pemberdayaan yang optimal 1.2 Program Kegiatan Magang Kegiatan magang dilaksanakan di BP3TKI Yogyakarta yang beralamat di Jalan Sambisari No. 311A Juwangen, Purwomartani, Kalasan, Sleman, Yogyakarta. Waktu pelaksanaan dimulai pada tanggal 2 Mei 2016 dan berakhir pada tanggal 31 Mei Total durasi magang selama 176 jam, dengan rincian dalam seminggu bekerja selama 5 hari dengan total waktu bekerja 8 jam per harinya. Jadwal kegiatan magang yang dilakukan adalah sebagai berikut: a. Senin - Kamis, pukul s.d b. Jumat, pukul s.d Penulis melakukan kegiatan magang di BP3TKI Yogyakarta pada bidang pemberdayaan dan perlindungan. Bagian pemberdayaan yang berada di bawah pengawasan Deputi Perlindungan BP3TKI ini memfokuskan kegiatan pada bidang rehabilitasi dan fasilitasi TKI purna, kerjasama antar lembaga, serta pemulangan TKI

10 ke daerah asal. Penulis melakukan kegiatan magang di BP3TKI pada bidang pemberdayaan TKI Purna, dimana rencana program yang dilakukan adalah sebagai berikut: Tabel 3. Bentuk Kegiatan dan Kompetensi yang Dibutuhkan Selama Magang Bentuk Kegiatan Magang Pendampingan kepada TKI Purna Kabupaten Kulon Progo pada saat Kompetensi yang Dibutuhkan Kemampuan bersosialisasi yang baik, komunikasi persuasif Pendampingan unit usaha TKI Purna paska Memberikan informasi dan menjembatani relasi dengan mitra usaha Melakukan wawancara dengan penggiat unit usaha TKI Purna Kemampuan penelitian lapangan, melakukan pemetaan dan pendataan administratif sosial Kemampuan survey pasar untuk mitra usaha, networking yang baik dengan mitra usaha Kemampuan bersosialisasi yang baik, kemampuan analisis kebutuhan Sumber: Penulis, Hasil Capaian Kegiatan Magang Capaian yang diharapkan dari terselenggaranya kegiatan magang di BP3TKI adalah peningkatan motivasi dari TKI Purna untuk mengikuti Bimtek, sehingga para peserta yang mengikuti Bimtek adalah para TKI Purna yang secara sungguh-sungguh ingin meningkatkan kualitas hidupnya melalui kemampuan berwirausaha. Kondisi saat ini yang terjadi adalah masih adanya beberapa peserta yang mengikuti Bimtek dikarenakan motivasi lain, misalnya: untuk mendapatkan fasilitas menginap di hotel dan mendapatkan uang saku. setelah mengikuti. Dengan dilaksanakannya kegiatan magang yang melibatkan TKI Purna yang sukses di dalam proses identifikasi peserta dan pendampingan oleh pemagang selama kegiatan Bimtek berlangsung, diharapkan penyelenggaraan Bimtek dapat berjalan dengan optimal dan tepat sasaran.

11 Selain itu, kegiatan magang ini memberikan output berupa database kondisi kewirausahaan dari para TKI Purna paska Bimtek. Database ini disusun melalui peninjauan dan pendampingan langsung ke lapangan, dalam hal ini sasaran utamanya adalah di daerah Kulonprogo. Melalui database ini, dapat diketahui kondisi terbaru dari para TKI Purna, termasuk status ketenagakerjaannya (memulai berwirausaha, bekerja pada sektor informal/formal, atau menganggur). Proses pembuatan database ini bisa memberikan gambaran mengenai kondisi TKI Purna paska yang belum optimal dikarenakan terbatasnya anggaran. Melalui proses ini, pemagang mendapatkan manfaat utama yaitu keahlian untuk terjun langsung meneliti di lapangan dan memetakan kondisi sosial, utamanya dalam sektor ketenagakerjaan yang berada di suatu daerah. Berikut adalah tabel kegiatan magang secara keseluruhan.

12 Tabel 4. Tabel Kegiatan Magang Permasalahan Solusi Tujuan Proses pendampingan yang belum optimal Pendampingan personal kepada TKI Purna pada saat Bimtek Pendataan perkembangan unit usaha TKI Purna paska Memberikan dorongan semangat dan motivasi kepada TKI Purna untuk aktif mengikuti Bimtek Mengetahui perkembangan usaha TKI Purna di Kabupaten Kulon Progo Bentuk Kegiatan Magang Kompetensi yang Dibutuhkan Pendampingan kepada TKI Purna Kabupaten Kulon Progo pada saat Pendampingan unit usaha TKI Purna paska Kemampuan bersosialisasi yang baik, komunikasi persuasif Kemampuan penelitian lapangan, melakukan pemetaan dan pendataan administratif sosial Capaian Kegiatan TKI Purna yang aktif mengikuti Database kondisi perkembangan unit usaha TKI Purna paska Tidak adanya penjalinan relasi antara unit usaha TKI Purna dengan mitra usaha Menjadi perantara antara unit usaha TKI Purna dengan mitra usaha Meningkatan produktivitas Unit Usaha TKI Purna, utamanya dalam bidang pemasaran Memberikan informasi dan menjembatani relasi dengan mitra usaha Kemampuan survey pasar untuk mitra usaha, networking yang baik dengan mitra usaha Terbentuknya relasi antara unit usaha TKI Purna dengan mitra usaha Pentingnya informasi kebutuhan untuk tahun selanjutnya Melakukan assessment kebutuhan pemberdayaan TKI Purna Mengetahui kebutuhan untuk hasil pemberdayaan yang optimal Melakukan wawancara dengan penggiat unit usaha TKI Purna Sumber: Penulis, 2016 Kemampuan bersosialisasi yang baik, kemampuan analisis kebutuhan Mengetahui kebutuhan pemberdayaan untuk tahun selanjutnya

13 1.4 Tinjauan Pustaka Tenaga Kerja Pengertian tenaga kerja dalam Undang-Undang Nomor 14 tahun 1969 tentang Ketentuan Pokok Ketenagakerjaan adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan baik dalam maupun diluar hubungan kerja guna menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Pengertian ini kemudian mengalami penyempurnaan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Bab 1 Pasal 1 Ayat 2 yang menyebutkan bahwa tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. Menurut Dumairy (1997) yang tergolong sebagai tenaga kerja adalah penduduk yang mempunyai umur didalam batas usia kerja. Batas tersebut memisahkan tenaga kerja ke dalam dua kelompok, yaitu kelompok angkatan kerja dan kelompok bukan angkatan kerja. Kelompok angkatan kerja adalah penduduk yang telah menginjak usia kerja yang bekerja atau memiliki pekerjaan tetapi untuk sementara waktu sedang tidak bekerja dan yang sedang mencari pekerjaan. Kelompok bukan angkatan kerja adalah penduduk yang telah menginjak usia kerja yang tidak bekerja, tidak mempunyai pekerjaan, dan tidak sedang mencari pekerjaan. Sedangkan Badan Pusat Statistik (2001) mengkategorikan yang masuk dalam kelompok angkatan kerja adalah penduduk usia kerja yang selama seminggu yang lalu mempunyai pekerjaan, baik yang bekerja maupun sementara tidak bekerja karena suatu sebab. Pengertian Tenaga Kerja Indonesia menurut Pasal 1 Bagian 1 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri adalah setiap warga negara Indonesia yang memenuhi syarat untuk bekerja di luar negeri dalam hubungan kerja untuk jangka waktu tertentu dengan menerima upah. Dalam konteks pemberdayaan TKI Purna, yang dimaksud dengan TKI Purna adalah tenaga kerja Indonesia yang sudah kembali ke daerah asalnya dari negara tempa ia bekerja, baik dikarenakan kontrak kerja yang sudah habis maupun TKI yang

14 pulang karena bermasalah. TKI bermasalah yang dipulangkan ini disebut sebagai TKIB (Tenaga Kerja Indonesia Bermasalah). Para TKI Purna yang sudah kembali dari tempat bekerjanya inilah yang menjadi sasaran dari kegiatan pemberdayaan yang dilakukan oleh BP3TKI Yogyakarta. Pemberdayaan ini penting dilakukan karena sesuai dengan harapan BNP2TKI pada umumnya yaitu untuk meningkatkan keberdayaan ekonomi para TKI Purna. Peran penting pemberdayaan ini diperkuat dengan adanya argumen berikut: "Mereka (para TKI Purna) harus menjadi penopang pertumbuhan ekonomi di desanya dengan mengembangkan usaha." - Kutipan pidato Nusron Wahid (Kepala BNP2TKI) pada Pelatihan pemberdayaan TKI Purna di Parepare, Sulawesi Selatan Jumat, 2 Oktober 2015 dalam Setelah Pelatihan Pemberdayaan, TKI Purna Harus Jadi Pahlawan Desa (Sumber: mberdayaan.tki.purna.harus.jadi.pahlawan.desa, diakses pada tanggal 18 Agustus 2016) Berdasarkan kutipan di atas, sangat jelas bahwa BNP2TKI mengadakan program pemberdayaan ini dengan tujuan untuk menciptakan kondisi TKI Purna yang mampu menjadi penopang pertumbuhan ekonomi di daerahnya dengan mengembangkan usaha. Untuk mendukung terciptanya kondisi tersebut, BNP2TKI mengadakan yang memberikan keterampilan usaha kepada para TKI Purna Pemberdayaan Pemberdayaan adalah proses memberikan kemampuan kepada masyarakat agar menjadi berdaya, mendorong atau memotivasi individu agar mempunyai kemampuan atau keberdayaan untuk menentukan pilihan hidupnya. Pemberdayaan harus ditujukan pada kelompok atau lapisan masyarakat yang tertinggal (Prijono & Pranarka, 1996). Melalui pengertian ini, pemberdayaan ditujukkan kepada kelompok masyarakat yang tertinggal untuk dapat meningkatkan kualitas kehidupannya. Pemberdayaan adalah suatu proses untuk memberikan daya atau kekuasaan (power) kepada pihak yang lemah (powerless), dan mengurangi kekuasaan (disempowered) kepada pihak yang terlalu berkuasa (powerful) sehingga terjadi

15 kesimbangan menurut (Djohani, 2003 dalam Anwas, 2014). Demikian pula yang disampaikan oleh Rappaport, 1984, (dalam Anwas, 2014) bahwa pemberdayaan adalah suatu cara dengan mana rakyat, organisasi, dan komunitas diarahkan agar mampu menguasai atau berkuasa atas kehidupannya. Penertian ini menekankan pada aspek pendelegasian kekuasaan, memberi wewenang, atau pengalihan kekuasaan kepada individu atau masyarakat sehingga mampu mengatur diri dan lingkungannya sesuai dengan keinginan, potensi, dan kemampuan yang dimilikinya. Pendapat lain mengenai pemberdayaan berbunyi "Secara etimologis pemberdayaan berasal dari kata dasar 'daya' yang berarti kekuatan atau kemampuan" (Sulistiyani, 2004). Bermula dari pengertian tersebut, pemberdayaan dapat dipahami sebagai proses meningkatkan 'daya' dari kehidupan seseorang. Peningkatan keberdayaan tersebut dapat diusahakan melalui meningkatkan kemampuan dan kekuatan yang dapat dicapai dengan berbagai cara dari suatu pihak yang kurang atau belum berdaya. Berkenaan dengan pemaknaan konsep pemberdayaan masyarakat, Ife (1995) menyatakan bahwa: "Empowerment is a process of helping disadvantaged groups and individual to compete more effectively with other interests, by helping them to learn and use in lobbying, using the media, engaging in political action, understanding how to work the system, and so on. Empowerment aims to increase the power of disadvantaged". Dari penjelasan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa Ife mencoba merumuskan pengertian pemberdayaan sebagai hal yang ditujukkan bagi individu maupun kelompok masyarakat yang kurang beruntung melalui berbagai proses peningkatan keberdayaan. Proses tersebut dilakukan dengan bersiap diri akan kesempatan, sumber daya, keahlian dan pengetahuan untuk meningkatkan kapasitas masyarakat. Peningkatan kapasitas tersebut berperan di dalam menentukan masa depan masyarakat itu sendiri.

16 Di sisi lain, pemberdayaan dipandang sebagai sebuah konsep pembangunan ekonomi yang merangkum nilai-nilai sosial. Konsep ini memunculkan paradigma baru pembangunan yang bersifat "people centered, participatory, empowering, and sustainable" (Chambers, 1995 dalam Rudito, 2003). Paradigma ini berpusat kepada peran masyarakat yang partisipatoris, objektifnya adalah agar pemberdayaan dapat bermanfaat bagi kehidupan masyarakat itu sendiri. Partisipasi masyarakat yang berkelanjutan merupakan hal utama untuk mencapai manfaat yang diinginkan karena masyarakat merupakan kunci atau penggerak yang dapat meningkatkan daya atau kekuatan dirinya. Hakikat utama dari pemberdayaan adalah bagaimana membuat masyarakat mampu membangun dirinya dan memperbaiki kehidupannya sendiri. Istilah mampu disini mengandung makna: berdaya, paham, temotivasi, memiliki kesempatan, melihat dan memanfaatkan peluang, berenergi, mampu bekerjasama, tahu sebagai alternatif, mampu mengambil keputusan, berani mengambil risiko, mampu mencari dan menangkap informasi, serta mampu bertindak sesuai inisiatif (Slamet, 2003 dalam Anwas, 2014). Dari beberapa pengertian pemberdayaan di atas, dapat disimpulkan bahwa pemberdayaan merupakan suatu usaha yang dikerahkan bersama untuk mencapai peningkatan kemampuan, pengetahuan, dan kapasitas individu maupun kelompok masyarakat yang mampu digunakan sebagai bekal untuk meningkatkan kesejahteraan maupun kualitas kehidupannya. Proses pemberdayaan ini akan lebih dipusatkan kepada individu atau kelompok masyarakat yang kurang berdaya atau kurang memiliki kesempatan dan kekuatan. Dalam konteks pemberdayaan TKI Purna yang dilakukan oleh BP3TKI Yogyakarta, kegiatan ini dilakukan untuk mencapai objektif yang utama yaitu untuk meningkatkan kemampuan, pengetahuan, dan kapasitas para TKI Purna. Objektif ini kemudian dituangkan dalam langkah-langkah konkrit melalui mengadakan. Pelatihan dilaksanakan selama 7 (tujuh) hari dengan menyertakan berbagai

17 narasumber yang mampu di bidangnya untuk memberikan pengetahuan dan keterampilan baru kepada para TKI Purna. Pengetahuan dan keterampilan tersebut dapat digunakan untuk meningkatkan keberdayaan mereka melalui pengaplikasiannya di dalam kegiatan kewirausahaan Kewirausahaan Istilah kewirausahaan ini makin populer setelah digunakan oleh pakar ekonomi J.B Say, 1803 (dalam Winardi, 2003) untuk menggambarkan para pengusaha yang mampu memindahkan sumber daya ekonomis dari tingkat produktivitas rendah ke tingkat yang lebih tinggi serta menghasilkan lebih banyak lagi. Hisrich dan Brush (dalam Winardi, 2003) menyatakan bahwa kewirausahaan adalah proses penciptaan sesuatu yang berbeda nilainya dengan jalan mengorbankan waktu dan upaya yang diperlukan untuk menanggung resiko finansial, psikologikal serta sosial dan menerima hasil-hasil berupa imbalan moneter dan kepuasan pribadi sebagai dampak dari kegiatan tersebut. Kewirausahaan adalah suatu nilai yang diwujudkan dalam perilaku yang dijadikan dasar sumber daya, tenaga penggerak, tujuan, siasat, kiat, proses, dan hasil bisnis (Acad Sanusi, 1994 dalam Suryana, 2003). Selain itu, kewirausahaan dapat dimaknai sebagai suatu proses penerapan kreativitas dan inovasi dalam memecahkan persoalan dan menemukan peluang untuk memperbaiki kehidupan (Zimmerer, 1996 dalam Suryana, 2003). Menurut Marzuki Usman dalam Suryana (2003), wirausaha adalah seseorang yang memiliki kemampuan dalam menggunakan dan mengombinasikan sumber daya seperti keuangan, material, tenaga kerja, keterampilan untuk menghasilkan produk, proses produksi, bisnis, dan organisasi usaha baru. Wirausaha adalah seseorang yang memiliki kombinasi unsur-unsur internal yang meliputi motivasi, visi, komunikasi, optimisme, dorongan, semangat, dan kemampuan memanfaatkan peluang usaha.

18 Berdasarkan beberapa pengertian yang telah dipaparkan di atas, wirausaha adalah seseorang atau kelompok yang mampu mendayagunakan sumber daya yang dimilikinya untuk kemudian dimanfaatkan dan diolah menjadi suatu produk yang berdaya nilai dengan melihat berbagai peluang dan kesempatan yang ada. Perspektif pemberdayaan yang dilakukan oleh BP3TKI Yogyakarta adalah ekonomi. Melalui yang diberikan kepada TKI Purna, pengetahuan dan keterampilan yang didapatkan dari tersebut dapat digunakan untuk mewujudkan kegiatan usaha. Secara jelas, BP3TKI menyiapkan dan membekali para TKI Purna untuk menjadi wirausahawan yang sukses. Kriteria sukses adalah bagi mereka yang mampu mengolah remiten yang didapatkan dari hasil bekerja di luar negeri untuk menjadi sebuah kegiatan usaha produktif yang meningkatkan keberdayaan mereka di dalam bidang ekonomi.

BAB 5 PENUTUP 5.1 Kesimpulan 5.2 Refleksi Penulis Mengenai Kegiatan Magang

BAB 5 PENUTUP 5.1 Kesimpulan 5.2 Refleksi Penulis Mengenai Kegiatan Magang BAB 5 PENUTUP 5.1 Kesimpulan Melalui proses kegiatan magang yang telah dilakukan selama kurang lebih satu bulan oleh penulis di lembaga BP3TKI Yogyakarta dan pendampingan yang dilakukan penulis kepada

Lebih terperinci

2016, No Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia tentang Petunjuk Teknis Fasilitasi Pembentukan Koperasi Tenaga Kerja Indonesia Purna; Mengingat :

2016, No Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia tentang Petunjuk Teknis Fasilitasi Pembentukan Koperasi Tenaga Kerja Indonesia Purna; Mengingat : No.262, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNP2TKI. Koperasi. TKI Purna. Pembentukan. Juknis. PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2016 TENTANG

Lebih terperinci

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri (Lembaran N

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri (Lembaran N No.852, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNP2TKI. KKBM. PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA NOMOR 06 TAHUN 2017 TENTANG KOMUNITAS KELUARGA BURUH MIGRAN

Lebih terperinci

2 Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia tentang PetunjukTeknis Pembentukan Kampung TKI/Sentra Usaha TKI Purna; Mengingat : 1. Undang-Undang Republik Ind

2 Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia tentang PetunjukTeknis Pembentukan Kampung TKI/Sentra Usaha TKI Purna; Mengingat : 1. Undang-Undang Republik Ind No.481, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNP2TKI. Kampung TKI. Sentra Usaha TKI Purna. Pembentukan. Juknis. PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dalam rangka keterpaduan pelaksanaan pengembangan Ekonomi Kreatif, dengan ini

Lebih terperinci

Siaran Pers Kemnaker: 8 Kementerian Sepakat Tingkatkan Perlindungan TKI Melalui Desmigratif Selasa, 30 Mei 2017

Siaran Pers Kemnaker: 8 Kementerian Sepakat Tingkatkan Perlindungan TKI Melalui Desmigratif Selasa, 30 Mei 2017 Siaran Pers Kemnaker: 8 Kementerian Sepakat Tingkatkan Perlindungan TKI Melalui Desmigratif Selasa, 30 Mei 2017 Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) akan membentuk dan memfasilitasi 400 desa yang dipilih

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2006 TENTANG BADAN NASIONAL PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2006 TENTANG BADAN NASIONAL PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2006 TENTANG BADAN NASIONAL PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 81 TAHUN : 2012 PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 81 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 62 TAHUN 2008 TENTANG URAIAN TUGAS

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI BALAI PELAYANAN PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA DKI JAKARTA

BAB II DESKRIPSI BALAI PELAYANAN PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA DKI JAKARTA 15 BAB II DESKRIPSI BALAI PELAYANAN PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA DKI JAKARTA 2.1 Sejarah Perusahaan Penempatan TKI yang didasarkan pada kebijakan pemerintah Indonesia baru terjadi

Lebih terperinci

KEMENTERIAN TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI RI APRIL 2014

KEMENTERIAN TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI RI APRIL 2014 PROGRAM PENDAYAGUNAAN TENAGA KERJA SARJANA TAHUN 2014 Oleh : Kasubdit TKS KEMENTERIAN TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI RI APRIL 2014 MASALAH KETENAGAKERTJAAN Pengangguran 6,14 % atau 7,24,12 Juta orang (BPS

Lebih terperinci

PEDOMAN PROGRAM DESMIGRATIF DESA MIGRAN PRODUKTIF

PEDOMAN PROGRAM DESMIGRATIF DESA MIGRAN PRODUKTIF PEDOMAN PROGRAM DESMIGRATIF DESA MIGRAN PRODUKTIF 2017 PEDOMAN PROGRAM DAFTAR DESA ISIMIGRAN PRODUKTIF DAFTAR KATA PENGANTAR ISI... i KATA DAFTAR PENGANTAR ISI... iii BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

2015, No Keputusan Presiden Nomor 14 Tahun 2015 tentang Komite Kebijakan Pembiayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah sebagaimana telah diuba

2015, No Keputusan Presiden Nomor 14 Tahun 2015 tentang Komite Kebijakan Pembiayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah sebagaimana telah diuba No.1744, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNP2TKI. Penempatan. TKI. Pembiayaan. Juknis. PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2015 TENTANG

Lebih terperinci

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dalam rangka keterpaduan pelaksanaan Pengembangan Ekonomi Kreatif, dengan ini

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. (PKL) pada BP3TKI (Balai Pelayanan Penempatan dan Perlindungan. Tenaga Kerja Indonesia) penulis banyak mendapatkan pengetahuan dan

BAB V PENUTUP. (PKL) pada BP3TKI (Balai Pelayanan Penempatan dan Perlindungan. Tenaga Kerja Indonesia) penulis banyak mendapatkan pengetahuan dan BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN Selama 2 ( dua) bulan melaksanakan kegiatan Praktik Kerja Lapangan (PKL) pada BP3TKI (Balai Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia) penulis banyak mendapatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. waktu sebelum, selama, dan sesudah masa kerja. 1. tidak hanya mengatur hubungan hukum dalam hubungan kerja (during employment),

BAB I PENDAHULUAN. waktu sebelum, selama, dan sesudah masa kerja. 1. tidak hanya mengatur hubungan hukum dalam hubungan kerja (during employment), BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Ketenagakerjaan adalah segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama, dan sesudah masa kerja. 1 Hal ini harus selaras dengan perkembangan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.261, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNP2TKI. Pemberdayaan TKI. TKI Purna dan Keluarganya. PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA NOMOR 04 TAHUN 2017

Lebih terperinci

2013, No.3 2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA DI LUAR NEGERI. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Da

2013, No.3 2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA DI LUAR NEGERI. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Da No.3, 2013 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TENAGA KERJA. Perlindungan. Luar Negeri. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5388) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan rumusan masalah yaitu penelitain yang dilakukan oleh Eriantari (2013)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan rumusan masalah yaitu penelitain yang dilakukan oleh Eriantari (2013) BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Telaah Hasil Penelitian Sebelumnya Ada beberapa tinjauan penelitian yang dipakai sebagai bahan perbandingan dengan rumusan masalah yaitu penelitain yang dilakukan oleh Eriantari

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI LEMBAGA

BAB II DESKRIPSI LEMBAGA BAB II DESKRIPSI LEMBAGA 2.1. Sejarah Singkat Lembaga Pada 3 Juli 1947 menjadi tanggal bersejarah bagi lembaga Kementerian Perburuhan dalam era kemerdekaan Indonesia. Melalui Peraturan Pemerintah No 3/1947

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. informasi yang semakin pesat, maka mobilitas dan aktivitas manusia dalam. nasional maupun internasional adalah pasar global yang

BAB I PENDAHULUAN. informasi yang semakin pesat, maka mobilitas dan aktivitas manusia dalam. nasional maupun internasional adalah pasar global yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam era globalisasi ini perkembangan kemajuan teknologi dan informasi yang semakin pesat, maka mobilitas dan aktivitas manusia dalam berbagai aspek kehidupan pun

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2013 TENTANG PERLUASAN KESEMPATAN KERJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2013 TENTANG PERLUASAN KESEMPATAN KERJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2013 TENTANG PERLUASAN KESEMPATAN KERJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dalam rangka keterpaduan pelaksanaan Pengembangan Ekonomi Kreatif,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yogyakarta merupakan salah satu daerah otonom di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, selain Kabupaten

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yogyakarta merupakan salah satu daerah otonom di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, selain Kabupaten 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yogyakarta merupakan salah satu daerah otonom di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, selain Kabupaten Sleman, Bantul, Gunung Kidul dan Kulon Progo. Kota Yogyakarta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. selalu mengalami kenaikan dalam jumlah maupun kualitas barang dan jasa

BAB I PENDAHULUAN. selalu mengalami kenaikan dalam jumlah maupun kualitas barang dan jasa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu masalah dari perekonomian dalam suatu negara adalah masalah pertumbuhan ekonomi dengan jangka waktu yang cukup lama. Perkembangan perekonomian diukur

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA DI LUAR NEGERI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA DI LUAR NEGERI PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA DI LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA DI LUAR NEGERI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA DI LUAR NEGERI PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA DI LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

FUNGSI DAN MODEL PERAN KEWIRAUSAHAAN SERTA IDE DAN PELUANG DALAM KEWIRAUSAHAAN Kelompok 2: Kelas D

FUNGSI DAN MODEL PERAN KEWIRAUSAHAAN SERTA IDE DAN PELUANG DALAM KEWIRAUSAHAAN Kelompok 2: Kelas D FUNGSI DAN MODEL PERAN KEWIRAUSAHAAN SERTA IDE DAN PELUANG DALAM KEWIRAUSAHAAN Kelompok 2: Kelas D 1. Anis Yuliati ( 105030207111058 ) 2. Aris Dian Natalia ( 105030201111082 ) 3. Nita Ratnasari ( 105030201111111

Lebih terperinci

Sambutan Peluncuran Program Desmigratif Jakarta, 11 September 2017

Sambutan Peluncuran Program Desmigratif Jakarta, 11 September 2017 Sambutan Peluncuran Program Desmigratif 2017 Jakarta, 11 September 2017 Yth Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia, Bapak Muhammad Hanif Dhakiri Yth Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan

Lebih terperinci

2017, No Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun (Lembaran Negara Republik In

2017, No Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun (Lembaran Negara Republik In BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1744, 2017 BNP2TKI. Renstra Tahun 2015-2019. PERATURAN BADAN NASIONAL PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG RENCANA STRATEGIS

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. KEMENKOP-UKM. Inkubator Wirausaha. Kriteria Penyelenggaraan. Prosedur. Standar. Norma. Pencabutan.

BERITA NEGARA. KEMENKOP-UKM. Inkubator Wirausaha. Kriteria Penyelenggaraan. Prosedur. Standar. Norma. Pencabutan. No.1503, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKOP-UKM. Inkubator Wirausaha. Kriteria Penyelenggaraan. Prosedur. Standar. Norma. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2006 TENTANG BADAN NASIONAL PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2006 TENTANG BADAN NASIONAL PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2006 TENTANG BADAN NASIONAL PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 61 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 61 TAHUN 2016 TENTANG GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 61 TAHUN 2016 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2006 TENTANG BADAN NASIONAL PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2006 TENTANG BADAN NASIONAL PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2006 TENTANG BADAN NASIONAL PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang

Lebih terperinci

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nom

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nom No.135, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNP2TKI. Penatausahaan Persediaan. Pedoman. PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2016 TENTANG

Lebih terperinci

U R A I A N JUMLAH PENDAPATAN 4,595,130, BELANJA BELANJA TIDAK LANGSUNG 56,014,733, BELANJA LANGSUNG 61,151,826,750.00

U R A I A N JUMLAH PENDAPATAN 4,595,130, BELANJA BELANJA TIDAK LANGSUNG 56,014,733, BELANJA LANGSUNG 61,151,826,750.00 Urusan Pemerintahan Organisasi : : 1.1 URUSAN WAJIB Ketenagakerjaan dan Transmigrasi 1.1.01 Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi KODE 00 00 PENDAPATAN DAERAH 00 00 1 PENDAPATAN ASLI DAERAH,595,130,000.00

Lebih terperinci

BUPATI KLATEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLATEN NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN

BUPATI KLATEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLATEN NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN BUPATI KLATEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLATEN NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KLATEN, Menimbang

Lebih terperinci

6. ANALISIS DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN Kebijakan di dalam pengembangan UKM

6. ANALISIS DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN Kebijakan di dalam pengembangan UKM 48 6. ANALISIS DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 6.1. Kebijakan di dalam pengembangan UKM Hasil analisis SWOT dan AHP di dalam penelitian ini menunjukan bahwa Pemerintah Daerah mempunyai peranan yang paling utama

Lebih terperinci

BEBERAPA ISU POKOK TERKAIT TENAGA KERJA INDONESIA

BEBERAPA ISU POKOK TERKAIT TENAGA KERJA INDONESIA BEBERAPA ISU POKOK TERKAIT TENAGA KERJA INDONESIA Moh Jumhur Hidayat Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia ALASAN STRUKTURAL MIGRASI INTERNASIONAL Negara Pengirim Faktor

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTAENG TAHUN 2015 NOMOR 2 BUPATI BANTAENG PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTAENG NOMOR 2 TAHUN 2015

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTAENG TAHUN 2015 NOMOR 2 BUPATI BANTAENG PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTAENG NOMOR 2 TAHUN 2015 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTAENG TAHUN 2015 NOMOR 2 BUPATI BANTAENG PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTAENG NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PELATIHAN KERJA DAN PRODUKTIVITAS

Lebih terperinci

I. PROFIL DINAS TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN 2015

I. PROFIL DINAS TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN 2015 I. PROFIL DINAS TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN 2015 A. SEJARAH INSTANSI Disnakertrans DIY Dinas Tenaga Kerja Provinsi DIY yang disingkat DTK diatur dalam Peraturan Pemerintah

Lebih terperinci

UNIT LAYANAN PENGADAAN

UNIT LAYANAN PENGADAAN BADAN NASIONAL PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA UNIT LAYANAN PENGADAAN Jalan M.T. Haryono Kav. 52 Gedung A Jakarta Selatan 12770 Telepon (021) 7981205, Fax. (021) 7981205 BERITA ACARA

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,

GUBERNUR JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 111 TAHUN 2016 TENTANG NOMENKLATUR, SUSUNAN ORGANISASI, URAIAN TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS DINAS TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI

Lebih terperinci

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERINDUSTRIAN

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERINDUSTRIAN PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERINDUSTRIAN 1 (satu) bulan ~ paling lama Penetapan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia Penetapan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia di bidang Industri sebagaimana

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07/PERMENTAN/OT.140/2/2015

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07/PERMENTAN/OT.140/2/2015 PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07/PERMENTAN/OT.140/2/2015 TENTANG PEDOMAN KERJASAMA BIDANG PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.417, 2015 BNP2TKI. Layanan Terpadu Satu Pintu. Penempatan. Perlindungan. TKI. Pedoman. Pencabutan. PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TENAGA

Lebih terperinci

Terms of Reference (TOR) Program Pilot Pengembangan Ekonomi (Pendampingan Kewirausahaan)

Terms of Reference (TOR) Program Pilot Pengembangan Ekonomi (Pendampingan Kewirausahaan) Terms of Reference (TOR) Program Pilot Pengembangan Ekonomi (Pendampingan Kewirausahaan) Program Pemberdayaan Buruh Migran Perempuan dan Keluarganya di Daerah Asal Kerjasama: Badan Nasional Penempatan

Lebih terperinci

VII. EVALUASI DAN RUMUSAN PROGRAM PEMBERDAYAAN KELUARGA MISKIN MELALUI KUBE DI KELURAHAN MAHARATU

VII. EVALUASI DAN RUMUSAN PROGRAM PEMBERDAYAAN KELUARGA MISKIN MELALUI KUBE DI KELURAHAN MAHARATU VII. EVALUASI DAN RUMUSAN PROGRAM PEMBERDAYAAN KELUARGA MISKIN MELALUI KUBE DI KELURAHAN MAHARATU 7.1. Evaluasi dan Strategi Pemberdayaan Keluarga Miskin 7.1.1. Evaluasi Kegiatan KUBE di Kelurahan Maharatu.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau kekuatan yang besar sebagai modal dasar pembangunan. Hal ini tidak

BAB I PENDAHULUAN. atau kekuatan yang besar sebagai modal dasar pembangunan. Hal ini tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 27 ayat (2) menetapkan bahwa : tiap-tipa warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Pencapaian

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 62 TAHUN 2015 TENTANG RINCIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

- 1 - PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG

- 1 - PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG - 1 - PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG PELAKSANAAN PERATURAN PRESIDEN NOMOR 186 TAHUN 2014 TENTANG PEMBERDAYAAN SOSIAL TERHADAP KOMUNITAS ADAT TERPENCIL DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

Berdasarkan PP Nomor 39 Tahun 2006 Konsolidasi Program, Sub Fungsi, dan Fungsi (Form C)

Berdasarkan PP Nomor 39 Tahun 2006 Konsolidasi Program, Sub Fungsi, dan Fungsi (Form C) Berdasarkan PP Nomor 39 Tahun 2006 Konsolidasi Program, Sub Fungsi, dan Fungsi (Form C) Formulir C LAPORAN KONSOLIDASI PROGRAM DIRINCI MENURUT KEGIATAN TRIWULAN I TAHUN ANGGARAN 2015 Kementerian Koordinator

Lebih terperinci

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri (Lembaran Negara Republik

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri (Lembaran Negara Republik BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1048, 2015 BNP2TKI. TKI. Penempatan. Pelayanan. Tata Cara Penundaan. Pencabutan PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

2015, No Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Le

2015, No Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Le No.1279, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENSOS. Pemberdayaan. Sosial. Adat. Terpencil. PERATURAN MENTERI SOSIAL REPULIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG PELAKSANAAN PERATURAN PRESIDEN NOMOR

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

KKN Terintegrasi Multisektoral BUKU PANDUAN KKN STAIN KUDUS TAHUN 2018

KKN Terintegrasi Multisektoral BUKU PANDUAN KKN STAIN KUDUS TAHUN 2018 BUKU PANDUAN KKN STAIN KUDUS TAHUN KKN Terintegrasi Multisektoral PUSAT PENELITIAN DAN PENGABDIAN PADA MASYARAKAT (P3M) SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) KUDUS KKN Terintegrasi Multi Sektoral BAB

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 07/Permentan/OT.140/1/2013 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN GENERASI MUDA PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 07/Permentan/OT.140/1/2013 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN GENERASI MUDA PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 07/Permentan/OT.140/1/2013 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN GENERASI MUDA PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

TUGAS DAN FUNGSI DINAS KETENAGAKERJAAN DAN TRANSMIGRASI

TUGAS DAN FUNGSI DINAS KETENAGAKERJAAN DAN TRANSMIGRASI TUGAS DAN FUNGSI DINAS KETENAGAKERJAAN DAN TRANSMIGRASI (Berdasarkan Peraturan Bupati Sigi Nomor 28 Tahun 2016 tentang Kedudukan, Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi serta Tata Kerja Perangkat Daerah)

Lebih terperinci

STRATEGI PENGUATAN KELOMPOK TANI DALAM PENGEMBANGAN USAHA NOVRI HASAN

STRATEGI PENGUATAN KELOMPOK TANI DALAM PENGEMBANGAN USAHA NOVRI HASAN STRATEGI PENGUATAN KELOMPOK TANI DALAM PENGEMBANGAN USAHA Kasus Kelompok Tani Karya Agung Desa Giriwinangun, Kecamatan Rimbo Ilir, Kabupaten Tebo Provinsi Jambi NOVRI HASAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

Berdasarkan PP Nomor 39 Tahun 2006 Konsolidasi Program, Sub Fungsi, dan Fungsi (Form C)

Berdasarkan PP Nomor 39 Tahun 2006 Konsolidasi Program, Sub Fungsi, dan Fungsi (Form C) Berdasarkan PP Nomor 39 Tahun 2006 Konsolidasi Program, Sub Fungsi, dan Fungsi (Form C) Formulir C LAPORAN KONSOLIDASI PROGRAM DIRINCI MENURUT KEGIATAN TRIWULAN III TAHUN ANGGARAN 2015 Kementerian Koordinator

Lebih terperinci

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Industri adalah seluruh bentuk kegiatan ekonomi yang mengolah b

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Industri adalah seluruh bentuk kegiatan ekonomi yang mengolah b LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.146, 2015 Sumber Daya Industri. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5708). PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 Tahun 2015

Lebih terperinci

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NO: PER-23/MEN/V/2006

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NO: PER-23/MEN/V/2006 MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NO: PER-23/MEN/V/2006 TENTANG ASURANSI TENAGA KERJA INDONESIA MENTERI TENAGA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN 2.1. Data Perusahaan Identitas Perusahaan

BAB II TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN 2.1. Data Perusahaan Identitas Perusahaan BAB II TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN 2.1. Data Perusahaan 2.1.1. Identitas Perusahaan BNP2TKI sebagai lembaga pemerintah nondepartemen/kementerian tugas dan fungsinya berada dibawah serta bertanggungjawab langsung

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan masyarakat merupakan tanggungjawab semua pihak, baik pemerintah, dunia usaha (swasta dan koperasi), serta masyarakat. Pemerintah dalam hal ini mencakup pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bekerja sama dengan pemerintah Republik Indonesia dalam kegiatan sosial,

BAB I PENDAHULUAN. bekerja sama dengan pemerintah Republik Indonesia dalam kegiatan sosial, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Palang Merah Indonesia (PMI) merupakan sebuah lembaga independen yang memiliki jaringan dengan Palang Merah Internasional, Palang Merah Indonesia bekerja sama dengan

Lebih terperinci

KEPALA SUB BAGIAN UMUM, KEUANGAN, DAN ASET

KEPALA SUB BAGIAN UMUM, KEUANGAN, DAN ASET INDIKATOR KINERJA INDIVIDU (IKI) KEPALA SUB BAGIAN UMUM, KEUANGAN, DAN ASET Instansi : DINAS TENAGA KERJA KABUPATEN JOMBANG Tujuan : 1. Memperluas kesempatan kerja dan meningkatkan pelayanan penempatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain (Wijaya 2001; Sigito 2001; Tawardi 1999; Karsidi 1999).

BAB I PENDAHULUAN. lain (Wijaya 2001; Sigito 2001; Tawardi 1999; Karsidi 1999). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Industri kecil memiliki potensi yang sangat besar untuk mempercepat pemerataan pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat, namun masih banyak

Lebih terperinci

Berdasarkan PP Nomor 39 Tahun 2006 Konsolidasi Program, Sub Fungsi, dan Fungsi (Form C)

Berdasarkan PP Nomor 39 Tahun 2006 Konsolidasi Program, Sub Fungsi, dan Fungsi (Form C) Berdasarkan PP Nomor 39 Tahun 2006 Konsolidasi Program, Sub Fungsi, dan Fungsi (Form C) Formulir C LAPORAN KONSOLIDASI PROGRAM DIRINCI MENURUT KEGIATAN TRIWULAN IV TAHUN ANGGARAN 2015 Kementerian Koordinator

Lebih terperinci

BUPATI PANGKAJENE DAN KEPULAUAN PROVINSI SULAWESI SELATAN

BUPATI PANGKAJENE DAN KEPULAUAN PROVINSI SULAWESI SELATAN BUPATI PANGKAJENE DAN KEPULAUAN PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANGKAJENE DAN KEPULAUAN NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PELATIHAN KERJA DAN PRODUKTIVITAS DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.4, 2014 EKONOMI. Pembangunan. Perindustrian. Perencanaan. Penyelenggaraan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5492) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan masyarakat adil dan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 5 TAHUN : 2016 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN PRODUK LOKAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KULON PROGO,

Lebih terperinci

Kewirausahaan atau Wirausaha adalah proses mengidentifikasi, mengembangkan, membawa visi ke dalam kehidupan.

Kewirausahaan atau Wirausaha adalah proses mengidentifikasi, mengembangkan, membawa visi ke dalam kehidupan. EKO HANDOYO MEMBANGUN KADER PEMIMPIN BERJIWA ENTREPRENEURSHIP DAN BERWAWASAN KEBANGSAAN 12-12 2012 Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Kewirausahaan atau Wirausaha adalah proses mengidentifikasi, mengembangkan,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

PEDOMAN. Pedoman Pembentukan Forum Komunikasi Jejaring Pemagangan. Page ii

PEDOMAN. Pedoman Pembentukan Forum Komunikasi Jejaring Pemagangan. Page ii Pedoman Pembentukan Forum Komunikasi Jejaring Pemagangan Page ii KATA PENGANTAR Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, akhirnya buku review pedoman pembentukan forum komunikasi

Lebih terperinci

KABUPATEN TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA (TKI)

KABUPATEN TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA (TKI) KABUPATEN TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA (TKI) KABUPATEN TULUNGAGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nova Windasari

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nova Windasari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertanian merupakan sektor penting yang berfungsi bagi pemenuhan kebutuhan manusia yang kian hari kian bertambah. Pertanian adalah seluruh kegiatan manusia dalam

Lebih terperinci

Program Mahasiswa Wirausaha Bagi Kopertis dan Perguruan Tinggi Swasta

Program Mahasiswa Wirausaha Bagi Kopertis dan Perguruan Tinggi Swasta Sumber : Kementerian Pendidikan Nasional/Dirjen Dikti/Direktorat Kelembagaan 15 November 2008 Program Mahasiswa Wirausaha Bagi Kopertis dan Perguruan Tinggi Swasta LATAR BELAKANG Hasil Survei Sosial Ekonomi

Lebih terperinci

BAB III PROFIL PERUSAHAAN. 3.1 Tinjauan Umum Tempat dan Kedudukan Dinas Tenaga Kerja dan. nama KANTOR URUSAN PERBURUHAN PROPINSI TINGKAT I JAWA

BAB III PROFIL PERUSAHAAN. 3.1 Tinjauan Umum Tempat dan Kedudukan Dinas Tenaga Kerja dan. nama KANTOR URUSAN PERBURUHAN PROPINSI TINGKAT I JAWA 26 BAB III PROFIL PERUSAHAAN 3.1 Tinjauan Umum Tempat dan Kedudukan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Propinsi Jawa Barat. Dinas Tenaga Kerja berdiri resmi sejak tanggal 10 Januari 1959 dengan nama KANTOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang UMKM merupakan unit usaha yang sedang berkembang di Indonesia dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang UMKM merupakan unit usaha yang sedang berkembang di Indonesia dan BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang UMKM merupakan unit usaha yang sedang berkembang di Indonesia dan keberadaannya perlu mendapat dukungan dari semua pihak, baik dari sektor pemerintah maupun non-pemerintah.

Lebih terperinci

TUGAS DAN FUNGSI POKOK DINAS TENAGA KERJA Kepala Dinas Tenaga Kerja

TUGAS DAN FUNGSI POKOK DINAS TENAGA KERJA Kepala Dinas Tenaga Kerja TUGAS DAN FUNGSI POKOK DINAS TENAGA KERJA Kepala Dinas Tenaga Kerja (1) Kepala Dinas Tenaga Kerja mempunyai tugas memimpin, mengkoordinasikan dan mengawasi pelaksanaan otonomi daerah di bidang Tenaga Kerja

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan salah satu subsektor yang potensial dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan salah satu subsektor yang potensial dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pariwisata merupakan salah satu subsektor yang potensial dalam mendorong pertumbuhan ekonomi, meningkatkan devisa melalui upaya pengembangan dan pengelolaan dari berbagai

Lebih terperinci

VII. RANCANGAN PROGRAM PEMBERDAYAAN KOMUNITAS MISKIN

VII. RANCANGAN PROGRAM PEMBERDAYAAN KOMUNITAS MISKIN VII. RANCANGAN PROGRAM PEMBERDAYAAN KOMUNITAS MISKIN 7.1. Latar Belakang Rancangan Program Kemiskinan di Desa Mambalan merupakan kemiskinan yang lebih disebabkan oleh faktor struktural daripada faktor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dihadapi dunia usaha termasuk Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) saat

BAB I PENDAHULUAN. dihadapi dunia usaha termasuk Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) saat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Aktivitas bisnis merupakan fenomena yang sangat kompleks karena mencakup berbagai bidang diantaranya hukum, ekonomi, dan politik. Perkembangan perekonomian

Lebih terperinci

Terwujudnya Masyarakat Tenaga Kerja Kabupaten Bandung yang Mandiri, Produktif, Profesional dan Berdaya Saing

Terwujudnya Masyarakat Tenaga Kerja Kabupaten Bandung yang Mandiri, Produktif, Profesional dan Berdaya Saing BAB II PROGRAM KERJA 2.1 Visi dan Misi Dinas Tenaga Kerja merupakan instansi teknis yang melaksanakan salah satu urusan rumah tangga Daerah dibidang ketenagakerjaan dan ketransmigrasian, dengan kewenangannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Shinta Aryanti, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Shinta Aryanti, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sekolah Menengah Kejuruan merupakan sekolah yang bertujuan menciptakan lulusan yang memiliki kemampuan dan keahlian agar dapat langsung bekerja sesuai dengan minat dan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NO: PER-23/MEN/V/2006 TENTANG ASURANSI TENAGA KERJA INDONESIA

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NO: PER-23/MEN/V/2006 TENTANG ASURANSI TENAGA KERJA INDONESIA PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NO: PER-23/MEN/V/2006 TENTANG ASURANSI TENAGA KERJA INDONESIA MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM MEMBERIKAN KESEMPATAN KERJA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN

BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM MEMBERIKAN KESEMPATAN KERJA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM MEMBERIKAN KESEMPATAN KERJA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN A. Arah Kebijakan Nasional Pemerintah dalam Bidang Ketenagakerjaan Suatu

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan

Lebih terperinci

DI LINGKUNGAN BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA

DI LINGKUNGAN BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA 4 LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA NOMOR 29 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN KERJASAMA ANTAR LEMBAGA I. PENDAHULUAN A. UMUM PEDOMAN KERJASAMA ANTAR LEMBAGA 1. Sesuai Pasal 34 Undang-Undang

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG Jalan Ampera Raya No. 7, Jakarta Selatan 12560, Indonesia Telp. 62 21 7805851, Fax. 62 21 7810280 http://www.anri.go.id, e-mail: info@anri.go.id PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pekerjaan dengan cara menghasilkan dan memberdayakan kemampuan berkreasi

BAB I PENDAHULUAN. pekerjaan dengan cara menghasilkan dan memberdayakan kemampuan berkreasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Industri Kreatif adalah industri yang memanfaatkan kreatifitas, keterampilan dan bakat individu demi menciptakan kesejahteraan dan lapangan pekerjaan dengan

Lebih terperinci

Pemberdayaan Ekonomi Kumpulan Pengajian Perempuan (KPP) Al Munajad Dan Baitul Muqorrobin Desa Tahunan Jepara

Pemberdayaan Ekonomi Kumpulan Pengajian Perempuan (KPP) Al Munajad Dan Baitul Muqorrobin Desa Tahunan Jepara Pemberdayaan Ekonomi Kumpulan Pengajian Perempuan (KPP) Al Munajad Dan Baitul Muqorrobin Desa Tahunan Jepara Noor Arifin 1, Hadi Ismanto 2, Eko Nur Fu ad 3 1,2,3 Fakultas Ekonomi dan Bisnis, UNISNU Jepara

Lebih terperinci

Studi kasus untuk merancang intervensi tingkat perusahaan untuk mempromosikan produktivitas dan kondisi kerja di UKM SCORE

Studi kasus untuk merancang intervensi tingkat perusahaan untuk mempromosikan produktivitas dan kondisi kerja di UKM SCORE Studi kasus untuk merancang intervensi tingkat perusahaan untuk mempromosikan produktivitas dan kondisi kerja di UKM SCORE 1. Persoalan apa yang akan diselesaikan? Pertumbuhan produktivitas di negara-negara

Lebih terperinci

KISI-KISI UJI KOMPETENSI KEPALA SEKOLAH/MADRASAH

KISI-KISI UJI KOMPETENSI KEPALA SEKOLAH/MADRASAH Manajerial Menyusun perencanaan untuk berbagai tingkatan perencanaan Memimpin dalam rangka pendayagunaan sumber daya secara optimal Menciptakan budaya dan iklim yang kondusif dan inovatif bagi pembelajaran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Bentuk program bantuan penguatan modal yang diperuntukkan bagi petani pertama kali diperkenalkan pada Tahun 1964 dengan nama Bimbingan Masal (BIMAS). Tujuan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BUPATI SUMBA TENGAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG PENANAMAN MODAL

BUPATI SUMBA TENGAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG PENANAMAN MODAL BUPATI SUMBA TENGAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMBA TENGAH, Menimbang : a.

Lebih terperinci

2018, No Menteri Pertanian sebagaimana dimaksud dalam huruf a perlu ditinjau kembali; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud da

2018, No Menteri Pertanian sebagaimana dimaksud dalam huruf a perlu ditinjau kembali; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud da No.124, 2018 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMTAN. Penyuluhan Pertanian. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 03/Permentan/SM.200/1/2018 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN PENYULUHAN

Lebih terperinci

BAB II PERENCANAAN KINERJA

BAB II PERENCANAAN KINERJA BAB II PERENCANAAN KINERJA 2.1. VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN DAN INDIKATOR KINERJA DISNAKERTRANSDUK PROV. JAWA TIMUR Untuk mewujudkan agenda dan prioritas pembangunan di Jawa Timur berdasarkan visi, misi

Lebih terperinci